Ppk Geh 2013

74
DEPARTEMEN IKA RSMH PALEMBANG Diare Akut Kode ICD : A00-A09 No Dokumen …………. No.Revisi …………….. Halaman : 1 Panduan Praktek Klinis Tanggal Revisi 9 Januari 2013 Ditetapkan Oleh: Ketua Divisi: Dr Hasri Salwan, SpA(K) Definisi Kumpulan penyakit dengan gejala diare, yaitu defekasi dengan feses cair atau lembek dengan/ tanpa lendir atau darah, dengan frekuensi 3 kali atau lebih sehari, berlangsung kurang dari 14 hari, kurang dari 4 episode/bulan. Perubahan konsistensi feses menjadi lebih lembek/cair dan frekuensi defekasi lebih sering menurut ibu Etiologi Penyebab terpenting: Rotavirus, E. coli, Shigella, Campylobacter jejuni, Vibrio cholera, Salmonella. Dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi Patogenesis Diare sekretorik: bakteri menempel di mukosa, mengeluarkan enterotoksin, mengaktifkan second massenger sehingga pompa-pompa sekresi (terutama pompa Chlorida) menjadi lebih aktif menghasilkan feses dengan konsistensi cair. Contoh kolera. Diare osmotik: defisiensi enzim-enzim pencernaan (enzim laktase merupakan enzim yang paling cepat terpengaruh dan paling lambat pulih) menyebabkan absorpsi makanan tidak sempurna menimbulkan beban osmotik di usus kecil bagian distal.Sisa makanan akan diurai oleh baktei kolon menjadi substansi-substansi yang lebih kecil (laktosa akan diurai menjadi asam-asam lemak rantai pendek, gas hidrogen, dan lain-lain) sehingga beban osmotik akan meningkat lagi menimbulkan diare. Contoh defisiensi enzim laktase. Diare campuran/sitolitik : Inflamasi/virus merusak villi sehingga terjadi gangguan absorpsi makanan (mekanisme diare osmotik). Rusaknya villi menyebabkan hiperplasi dan hipertropi kripta menimbulkan diare sekretorik. Contoh: infeksi rotavirus. Anamnesis Frekuensi BAB: 3 kali atau lebih, konsistensi feses cair atau lembek (konsistensi feses cair tanpa ampas walaupun hanya sakali dapat disebut diare), jumlah feses, ada tidaknya muntah, gejala-gejala klinik lain (batuk-pilek, panas, kejang, dan lain-lain), riwayat masukan cairan sebelumnya, minum lahap atau malas minum. Pemeriksaan Tanda-tanda dehidrasi, komplikasi, penyakit penyulit 1

description

ped

Transcript of Ppk Geh 2013

Page 1: Ppk Geh 2013

DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG

Diare Akut Kode ICD : A00-A09

No Dokumen………….

No.Revisi……………..

Halaman : 1

Panduan PraktekKlinis

Tanggal Revisi9 Januari 2013

Ditetapkan Oleh:

Ketua Divisi: Dr Hasri Salwan, SpA(K)

Definisi Kumpulan penyakit dengan gejala diare, yaitu defekasi dengan feses cair atau lembek dengan/ tanpa lendir atau darah, dengan frekuensi 3 kali atau lebih sehari, berlangsung kurang dari 14 hari, kurang dari 4 episode/bulan.

Perubahan konsistensi feses menjadi lebih lembek/cair dan frekuensi defekasi lebih sering menurut ibu

Etiologi Penyebab terpenting: Rotavirus, E. coli, Shigella, Campylobacter jejuni, Vibrio cholera, Salmonella. Dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi

Patogenesis Diare sekretorik: bakteri menempel di mukosa, mengeluarkan enterotoksin, mengaktifkan second massenger sehingga pompa-pompa sekresi (terutama pompa Chlorida) menjadi lebih aktif menghasilkan feses dengan konsistensi cair. Contoh kolera.Diare osmotik: defisiensi enzim-enzim pencernaan (enzim laktase merupakan enzim yang paling cepat terpengaruh dan paling lambat pulih) menyebabkan absorpsi makanan tidak sempurna menimbulkan beban osmotik di usus kecil bagian distal.Sisa makanan akan diurai oleh baktei kolon menjadi substansi-substansi yang lebih kecil (laktosa akan diurai menjadi asam-asam lemak rantai pendek, gas hidrogen, dan lain-lain) sehingga beban osmotik akan meningkat lagi menimbulkan diare. Contoh defisiensi enzim laktase.Diare campuran/sitolitik : Inflamasi/virus merusak villi sehingga terjadi gangguan absorpsi makanan (mekanisme diare osmotik). Rusaknya villi menyebabkan hiperplasi dan hipertropi kripta menimbulkan diare sekretorik. Contoh: infeksi rotavirus.

Anamnesis Frekuensi BAB: 3 kali atau lebih, konsistensi feses cair atau lembek (konsistensi feses cair tanpa ampas walaupun hanya sakali dapat disebut diare), jumlah feses, ada tidaknya muntah, gejala-gejala klinik lain (batuk-pilek, panas, kejang, dan lain-lain), riwayat masukan cairan sebelumnya, minum lahap atau malas minum.

Pemeriksaan fisik Tanda-tanda dehidrasi, komplikasi, penyakit penyulit (bronkopneumoni, bronkiolitis, malnutrisi, penyakit jantung dan dekompensasi kordis, dan : keadaan umum (gelisah, cengeng, rewel, letargi, tampak sakit berat), frekuensi nadi, suhu, frekuensi nafas (tanda asidosis atau adanya penyakit penyulit). Pemeriksaan yang meliputi keadaan umum pasien, status dehidrasi, pemeriksaan abdomen, ekskoriasi pada bokong, dan manifestasi kulit. Penting untuk mengukur berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, perbandingan berat badan terhadap tinggi badan, gejala kehilangan berat badan, menilai kurva pertumbuhan, dan sebagainya

Kriteria Diagnosis Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Penunjang

Diare akut murni : darah rutin, feses rutin dan kultur feses Bukan diare akut murni atau diare akut dengan komplikasi : Darah lengkap, elektrolit, BSS, kultur darah, urin lengkap, kultur urin.

TatalaksanaTerapi cairan dan elektrolit : Koreksi cairan dan elektrolit dibedakan 2 macam: Diare akut murni.

1

Page 2: Ppk Geh 2013

Diare akut dengan penyulit/komplikasi.

Ad 1. Diare akut murni Ditujukan untuk : Rehidrasi : mengganti previous water losses dengan IVFD (mengunakan

RL) atau per oral (menggunakan oralit).Maintenance : mencegah dehidrasi dengan mengganti on going water losses

dengan oralit peroral/CRO.Requirement : dengan makan dan minum seperti biasa.Diare akut dehidrasi ringan sedang menggunakan oralit pada dengan dosis 75 ml/kgBB/4 jam, jika gagal upaya rehidrasi oral (URO) mengunakan cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml/kgBB/4 jamDiare akut dehidrasi berat mengunakan cairan ringer laktat dengan dosis 30 ml/jam/kgBB sampai tanda-tanda dehidrasi hilang (target 120 ml/kgBB). Monitoring rehidrasi dilakukan setiap jam, jika tanda-tanda dehidrasi hilang, rehidrasi dihentikan.

Ad 2. Pada diare akut dengan penyulit :

Menggunakan modifikasi Sutejo dengan cairan yang mengandung: Na : 63,3 mEq/L. K : 10,4mEq/L.CI : 61,4 mEq/L.HCO3 : 12,6 mEq/L.Kalori : 200 kalori

Yang terdiri dari NaCl 15% 10 cc (1 cc = 2,55 mEq/l), KC1 10% 4 cc (1 cc = 1,33 mEq/l), NaHCO3 8,4% 7 cc (1 cc = 1 mEq/l) dalam 500 cc D5% (mirip cairan KAEN 3A).Koreksi diberikan secara IV dengan kecepatan :Diare akut dengan penyulit dengan dehidrasi ringan-sedang :4 jam I : 50 cc/kg BB.20 jam II : 150 cc/kgBB.Atau dapat diberikan dengan kecepatan yang sama 200 ml/kgBB/hariDiare akut dengan penyulit dehidrasi berat :4 jam I : 60 cc/kg BB.20 jam II : 190 cc/kgBB.Rehidrasi yang diberikan perhari tetap dimonitoring. Rehidrasi dihentikan jika status rehidrasi telah tercapai (tidak ada tanda-tanda dehidrasi). Diare akut dengan penyulit dengan dehidrasi ringan-sedang memerlukan cairan rehidrasi antara 150 – 200 ml/kgBB/hari sedangkan dehidrasi berat 250 ml/kgBB/hari. Kebutuhan cairan rehidrasi untuk anak yang lebih besar (lebih dari 10 kg) kurang dari nilai tersebut, sebagai patokan praktisnya adalah dehidrasi ringan-sedang memerlukan 1,5 sampai 2 kali kebutuhan maintenance (misalnya anak 20 kg, kebutuhan maitenancenya adalah 1500 ml dengan, yang berarti kebutuhan rehidrasinya 2250-3000ml), sedangkan dehidrasi berat 2,5 kali maintenance.

Bentuk penyulit, jenis dan jumlah cairan dilihat pada skema 2. Terapi diet lihat skema 1

Terapi medikamentosa :

Diberikan preparat zink elemenal, untuk usia < 6 bulan sebanyak 1 x 10 mg dan usia ≥ 6 bulan sebanyak 1 x 20 mg selama 10-14 hari. Obat-obatan antimikroba termasuk antibiotik tidak dipakai secara rutin pada penyakit diare akut. Patokan pemberian antimikroba/antibiotika adalah sebagai berikut :

1. Kolera.2. Diare bakterial invasif.3. Diare dengan penyakit penyerta.4. Diare karena parasit/jamur.Ad. 1. Kolera :

Semua penderita yang secara klinis dicurigai kolera diberi Tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis selama 3 hari.

2

Page 3: Ppk Geh 2013

Ad. 2. Diare bakterial invasif :Secara klinis didiagnosis jika : Panas lebih dari 38,5oC dan meteorismus.Ada lendir dan darah dalam tinja secara makroskopis maupun mikroskopis.Leukosit dalam tinja secara mikroskopis lebih dari 10/lpb atau ++Antibiotika yang dipakai sementara menunggu hasil kultur : K1inis diduga ke arah Shigella (setiap diare yang disertai darah

dapat dianggap shigelosis, jika tidak ada tanda klinis yang khas untuk penyakit lainya atau belum dapat dibutikan infeksi lainnya, melalui kultur) diberi Nalidixid acid 55mg/kgBB/hari diberi 4 dosis selama 10 hari atau Ciprofloxacin 30 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 5 hari.

K1inis diduga ke arah Salmonella diberikan Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis selama 10 hari.

Ad. 3. Penyakit penyerta diobati sebagaimana mestinya.Ad. 4 Untuk penyakit parasit diberikan :

Amubiasis diberikan Metronidazole 50 mg/kbBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5-7 hari.

Helminthiasis: untuk Ascaris/Ankylostoma/Oxyuris: Pyrantel Pamoate 10 mg/kgBB/hari dosis tungga1 atau albendazole 400 mg dosis tunggal untuk anak lebih dari 2 tahun. Untuk Trichuris : Mebendazole 2 X l00 mg selama 3 hari.

Giardiasis : Metronidazole 15 mg/kgBB/hari selama 5 hari. Untuk penyebab jamur diberikan :Candidiasis diberikan Nistatin :- Kurang dari 1 tahun : 4 X 100.000 IU se1ama 5 hari.- Lebih dari 1 tahun : 4 X 300.000 IU se1ama 5 hari.

Edukasi Pendidikan kesehatan dilakukan pada saat visite dan di ruangan khusus dimana orangtua penderita dikumpulkan.

Pokok ceramah meliputi :

Usaha pencegahan diare dan KKP. Usaha pertolongan untuk mencegah dehidrasi pada diare dengan

menggunakan oralit dan cairan. Imunisasi. Keluarga berencana.

Penderita dipulangkan :

Bi1a yakin ibu sudah dapat/sanggup membuat/memberikan oralit kepada anak dengan cukup wa1aupun diare masih berlangsung.

Kausa diare/penyakit penyerta sudah diketahui dan diobati (tidak mutlak).

Komplikasi danPrognosis

Kepustakaan

Asidosis metabolik Gangguan elektolit, terutama hipokalemia Kembung dan ileus paralitik Sindoma hemolitik uremik

1. Nelson Pediatric Text Book King CK, Glass R, Bresee JS, Duggan C. Managing acute gastroenteritis among children oral rehydration: maintenance, and nutritional therapy. Centers for disease control and prevention. MMWR. 2003;52:1-29.

2. Buku ajar IDAI Gastroenterohepatologi3. Nelson Pediatric Text Book Fortaine O, Newton C. A revolution in the

management of diarrhea. Bull WHO. 2001; 79: 471-9.4. Santosham M, Duggan C, Brown KH, Greenough III WB. Management of

acute diarrhea. Dalam: Wyllie R, Hyams JS, penyunting. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease: Pathophysiology, Diagnosis, Management. Edisi ke-3. Philadelphia: WB Saunders; 2006. H. 557-81.

3

Page 4: Ppk Geh 2013

5. World Health Organization. Guideline for the control of shigellosis, including epidemics due to shigella dysenteriae type 1. WHO; 2003. H. 1-70.

Lain-lain (Algoritme,Protokol, Prosedur,Standing Order)

Skema 1. Terapi Cairan dan Pemberian Makanan Ada GE Akut Tanpa Penyulit.

Patokan koreksi cairan melalui NGD (Nasogastrik Drip) adalah : Nadi masih dapat diraba dan masih dapat dihitung.

Tidak ada meteorismus. Tidak ada penyulit yang mengharuskan menggunakan cairan IV Dikatakan gagal jika dalam 1 jam pertama muntah dan diare terlalu

banyak atau syok bertambah berat.

Skema 2. Beberapa Penyulit Gastroenteristis Akut dan Penanggulangannya.

Jenis Penyulit

Jenis/Cara Pemberian

CairanJumlah Cairan

Terapi Medikametosea

Ket

Gizi kurang RL Sesuai GEA nurni Sesuai kausa/penyakit penyerta

Gizi buruk Modifikasi Sutejo

Maras : 250 cc/kgBBKwash: 200 cc/kgBB

*

Bronko Pneumonia

Modifikasi Sutejo

¾ Kebutuhan Sesuai BP **

Ensefalitis Modifikasi Sutejo

¾ Kebutuhan Sesuai Ensefalitis

Meteorismus Modifikasi Sutejo

¾ Kebutuhan Antibiotik profilaksis

***

Miningitis Purulenta

Modifikasi Sutejo

¾ Kebutuhan Sesuai menpur

Dehidrasi hipotonis

Sesuai skema 3 Sesuai skema 3 Sesuai etiologi ****

Gagal Ginjal Akut

Sesuai GGA 30 cc kg/BB + volume urin 1 hari sebelumnya + 12% setiap kenaikan suhu 10 C

Sesuai GGA

Impending Decomp Cordis

Cairan rendah natrium

¾ Kebutuhan Digitalisasi

* Dapat mengunakan tatalaksana diare pada gizi buruk 4

DehidrasiRehidrasi

WaktuCairan

Pencegahan Dehidrasi

Makan Minum

Tanpa dehidrasi

- - 10-20 cc/kgBB/ BAB oralit atau

ASI diteruskan. Susu formula diteruskan. Makanan padat diteruskan dengan mengurangi makanan berserat, ekstra 1 porsi

Ringan-sedang

4 jam 75 cc (½ gelas) oralit/ kg BB atau ad libitum sampairasa haus hilang

Idem Dapat ditangguhkan sampai anak menjadi segar

Berat 4 Jam IVFD RL 30 cc/kg BB 7½ tetes/kgBB/menit. Oralit ad libitum segera setelah anak bias minum

Idem Idem

Penilaian dilakukan tiap 1 jam

Setelah rehidrasi

Idem penderita tanpa dehidrasi

Page 5: Ppk Geh 2013

** Diberikan pada bronkopneumonia dimana anak sangat sesak dan sistim kardiovaskuler tidak mungkin menerima terapi rehidrasi cepat.

*** Akibat lanjut dari meteorismus adalah terjadinya ballooning effect, langkah-langkah; untuk mengatasi ini adalah dengan melakukan dekompresi : Dari atas dengan sonde lambung yang dihisap secara berkala.Dari bawah dengan memasang schorstein.Menghentikan makanan peroral (sesuai dengan beratnya meteorismus) dan memberi makanan parenteral sedini mungkin.

**** Dasar klinis diagnosis dehidrasi hipertonis :1. Klinis : turgor yang relatif baik, hiperiritabel, rasa haus yang

sangat nyata, kejang yang biasanya timbul setelah terapi cairan. 2. Labor : kadar Na* serum 1ebih dari 150 meq/l.

Skema 3. Terapi Cairan Dehidrasi Hipertonik.

Waktu(Jam)

TargetJumlahCairan

(ml)

Kecepatan

Jenis CairanCa

GlukonasNadi

120120- 140

140- 160

> 160Fili-

formis1 15 3¾ tts/kgBB/ menit DG RL RL Rl RL 5 –10 cc

2 15 Idem DG DG RL RL RL

3 15 Idem DG DG DG RL RL

4 15 Idem DG DG DG DG RL

5 s/d 24190 23/8 tts/ kgBB/

menit

Jam ke-95-10 cc

Jam ke-17

Cairan DG = KAEN 3A

5

Page 6: Ppk Geh 2013

DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG

Diare Kronik Kode ICD : A06

No Dokumen………….

No.Revisi……………..

Halaman : 1

Panduan PraktekKlinis

Tanggal Revisi9 Januari 2013

Ditetapkan Oleh:

Ketua Divisi: Dr Hasri Salwan, SpA(K)

Definisi Diare kronik adalah diare berlangsung 14 hari atau lebih, dapat berupa diare cair atau disentri. Diare akut dengan episode serangan 4 kali atau lebih dalam sebulan.

Etiologi Infeksi, non-infeksi, seperti malnutrisi, defisiensi imun, defisiensi mikronutrient

Patogenesis Mekanisme patofisiologi diare kronik bergantung penyakit dasarnya dan sering terdapat lebih dari satu mekanisme (Arasu dkk. 1979), yaitu :

a. Diare osmotik.b. Diare sekretorik. c. Bakteri tumbuh lampau, malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak.d. Defek sistem pertukaran anion.e. Kerusakan mukosa.f. Motilitas dan transit abnormal.g. Sindrom diare intraktabel.h. Mekanisme-mekanisme lain.

Klasifikasikan diare kronik berdasarkan patogenesis dan patofisiologi : 1. Diare persisten, yaitu diare yang melanjut/menetap sampai 2 minggu atau

lebih dan disebabkan oleh infeksi serta sering disertai gangguan pertumbuhan. Pendekatan diagnosis diare persisten, meliputi infeksi persisten, intoleransi laktosa, alergi protein susu sapi, bakteri tumbuh lampau, dan malabsorpsi nutrien.

2. Sindroma rawan usus (SRU)/Irritable bowel syndrome (IRS), yaitu suatu sindrom klinis yang menyebabkan diare kronik non spesifik pada anak yang tampaknya sehat, tidak ditemukan adanya kelainan organik.

3. Diare intraktibel bayi (Intractable diarrhea of infancy), yaitu bayi dengan diare yang berhubungan dengan kerusakan mukosa yang difus yang timbul sebelum bayi berusia 6 bulan, berlangsung lebih dari 2 minggu, disertai malabsorbsi dan malnutrisi. Berbagai penyakit dapat menyebabkan diare yang sulit diatasi dengan kerusakan mukosa usus halus lebih lanjut, yang merupakan penyebab utama diare intraktabel.

Bentuk Klinis (Klasifikasi)

Pembagian diare kronik yang didasarkan atas sifat tinja-berair, berlemak atau berdarah, menurut Arasu dkk. (1979) akan lebih membantu menghadapi masalah diare kronik. Klasifikasi diare kronik pada bayi dan anak adalah sebagai berikut :

a. Watery stools atau tinja cair :1. Gastroenteropati alergi :

Alergi protein susu sapi. Alergi protein kedele.

2.a. Defisiensi disakaridase : Defisiensi lactase – sering sekunder. Defisiensi sucrose – isomaltase.

b. Malabsorbsi glukosa – galaktosa 3. Defek imun primer.4. Infeksi usus oleh virus, bakteri dan parasit (giardisis).5. CSBS (Contaminated Small Bowel Syndrome).

Obstruksi usus, ma1rotasi, short bowel syndrome, dll. Penyakit Hirschsprung, enterokolitis.

6. Persistent post enteriting diarrhoea dengan atau tanpa intoleransi karbohidrat.

7. Diare sehubungan dengan penyakit endokrin. Hiperparatiroidism. Insufisiensi adrenal.

6

Page 7: Ppk Geh 2013

Diabetes melitus.8. Diare sehubungan dengan tumor.

Karsinoma medula tiroid. Ganglionewoma. Zolinger-Ellison syndrome.

9. Ma1absorbsi asam empedu. Cholerrhoeic diarrhoea.

b. Fatty stools atau tinja berlemak :1. Insufisiensi pancreas, PEM, BBLR.

Hipoplasia (Swachman Syndrome). Cystic fibrosis. celiac disease.

2. Limfangiektasi usus.3. Kolestasis.

Atresia biliaris ekstra atau intrahepatik. Hepatitis neonatal. Sirosis hepatis.

4. Steatorhoe akibat obat (misal: neomisin, kolestiramin).5. CSBS: -Short bowel syndrome.6. Gastroenteropati alergi, defek imun primer, enteropati akrodennatitis,

anemia defisiensi besi.

c. Bloody stools atau tinja berdarah :1. V. campylobacter, Salmonella, Shigella.2. Disentri amuba.3. Inflammatory bowel disease.

Kolitis ulseratif. Penyakit Chron .

4. Enterokolitis pseudomembranosa.5. Diare sehubungan dengan lesi anal.

Anamnesis Riwayat penyakit: saat mulainya diare, frekuensi diare, kondisi tinja meliputi penampakan, konsistensi, adanya darah atau lendir, gejala ekstraintestinal seperti gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas, failure to thrive sejak lahir (cystic fibrosis), terjadinya diare sesudah diberikan susu. Buah-buahan (defisiensi sukrase-isomerase), hubungan dengan serangan sakit perut dan muntah (malrotasi), diare sesudah gangguan emosi atau kecemasan (irritable colon syndrome), nyeri abdomen berulang yang berat (insufisiensi pankreas yang berat), riwayat pengobatan antibiotika sebelumnya (enterokolitis pseudomembranosa). Kelompok umur dapat memprediksi penyakit. Bayi muda: diare intraktabel pada bayi, alegi protein susu sapi atau kedelai, enteritis karena infeksi yang berkepanjangan, atrofi vilus idiopatik, penyakit Hirschrprung, defek transpor kongenital. Anak 2 tahun keatas, kolon irritabel (irritable colon of infancy, chronic nonspesific diarrhea), enteritis karena virus yang berkepanjangan, giardiasis, difisiensi sukrase-isomaltase, tumor sekretori, inflamatory bowel disease, dan penyakit siliak.

Pemeriksaan fisik Pemeriksaan meliputi keadaan umum, status dehidrasi, pemeriksaan abdomen, ekskoriasi bokong, manifestasi kulit. Penting untuk mengukur berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, perbandingan berat badan terhadap tinggi badan, gejala kehilangan berat badan, menilai kurva pertumbuhan, dan sebagainya. Tanda;tanda khas: anemia (inflamatory bowel disease, penyakit siliak, fibrosis kistik), artritis (inflamatory bowel disease), pubertas terlambat (penyakit Crohn), gagal tumbuh (penyakit Crohn, malabsorpsi lemak), panas (inflamatory bowel disease, gastroentritis karena infeksi).

Kriteria Diagnosis Ananmesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang

Differential diagnosis Diare persisten dan diare kronis

7

Page 8: Ppk Geh 2013

PemeriksaanPenunjang

a. Pemeriksaan tinja : Makroskopis: warna, konsistensi, adanya darah, lendir. Mikroskopis :

Darah samar dan leukosit yang positif (≥ 10/lpb) menunjukkan kemungkinan adanya peradangan pada kolon bagian bawah.

PH tinja yang rendah menunjukkan adanya maldigesti dan malabsorbsi karbohidrat di dalam usus kecil yang diikuti fermentasi oleh bakteri yang ada di dalam kolon. PH rendah (<5,3): reduksi tinja akibat maldigesti dan malabsorpsi KH, pH 6,0-7,5: malabsorbsi asam amino, asam lemak

Clinitest, untuk memeriksa adanya substansi reduksi dalam sampel tinja yang masih baru, yang menunjukkan adanya malabsorbsi karbohidrat.

Uji kualitatif ekskresi lemak di dalam tinja dengan pengecatan butir lemak, merupakan skrining yang cepat dan sederhana untuk menentukan adanya malabsorbsi lemak.

Biakan kuman dalam tinja, untuk mendapat informasi tentang flora usus dan kontaminasi.

Pengecatan gram: bakteri (mengetahui bakteri dominan), jamur, parasit tinja (amoeba, giardia, telur cacing/ cacing sebagai etiologi langsung). Beberapa parasit perlu dikultur

Elektrolit tinja: Stool anion gap = 290 – 2 ([Na]+[K]), jika osmotik > 50, sekretorik < 50. Osmolalitas tinja: < 250 : kontaminasi dengan air/urin: fistula, banyak minum, > 290 : metabolisme karbohidrat oleh bakteri: overgroth kuman, penyimpanan lama

b. Pemeriksaan darah: darah rutin, elektrolit (Na, K; Cl) dan bicarbonate, albumin, kadang diperlukan pemeriksaan kadar serum, dll. Eosinofil tinggi: gastroenteritis eosinofilik, alergi makanan, infeksi parasit. Netropenia: sindroma Sluvachman. Hb dan albumin rendah, dan LED tinggi menunjukkan penyakit organik. Anemia: sindroma malabsorpsi. Anemia hipokrom mikrositer: peradarahan kronis, malabsorpsi Fe. Anemia megaloblast: peny Seliak, malabsorpsi kronik B12 dan asam folat, LED dan CRP tinggi: IBD. B12 rendah: bacterial overgrowth, Albumin dan protein lainnya rendah: malnutrisi, malabsorpsi, protein losing enterophati, IgG campilobacter pylorik. Imunodefisiensi: HIV, malnutrisi.

c. Breath hydrogen test, digunakan untuk evaluasi malabsorbsi karbohidrat, overgrowth kuman.

d. Pemeriksaan radiologi : Pemeriksaan radiologi saluran gastrointestinal membantu mengidentifikasi

cacat bawaan (malrotasi, stenosis) dan kelainan-kelainan seperti limfangiektasis, inflammatory bowel disease, penyakit Hirschsprung, enterokolitis nekrotikans.

e. Kolonoskopi : memeriksa kelainan mukosa kolon, seperti inflamatory bowel diseease, dan lain-lain.

Tatalaksana Umum dan Dietetik.

a. Nutrisi enteral : Alimentasi enteral merupakan cara yang paling efektif dan dapat

diterima untuk mempertahankan dan mencukupi kebutuhan nutrisi penderita anak dengan saluran pencernaan yang masih berfungsi. Jalur enteral dapat ditempuh melalui oral atau nasograstrik, nasojejunal, gastrostomi atau jejunostomi dengan feeding tube

Pemilihan formula diet yang diberikan secara enteral dapat dikategorisasikan dalam 3 macam diet: i. Diet polimerik, yang mengandung protein sebagai sumber protein

dan dipakai untuk pasien dengan fungsi usus yang normal.ii. Diet elemental, yang mengandung nutrient dengan berat molekul

rendah dan dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi gastrointestinal.

iii.Diet formula khusus, yang mengandung kadar tinggi asam amino 8

Page 9: Ppk Geh 2013

rantai bercabang untuk pemakaian pada ensefalopati hepatik dan pasien dengan perubahan kadar asam amino lain atau kesalahan metabolisme bawaan (inborn errors of metabolism)

Kandungan formula yang ditetapkan meliputi: i. Karbohidrat

Karbohidrat dipecah oleh enzim oligosakaridase dalam mikrovili menjadi monosakarida yang akan diabsorbsi ke dalam enterosit. Terdapat 4 enzim oligosakaridase yang berbeda dalam mikrovili yaitu maltase (glukosa amilase/glukosa a-dekstrinase), lactase dan trehalase. Semua enzim ini berkurang pada penyakit yang mengenai mukosa usus halus. Lactase paling mudah berubah dan paling akhir pulih apabila terjadi kerusakan mukosa.

ii. Lemak Lemak merupakan nutrien yang paling padat kandungan kalorinya. Pemberian lemak pada penderita diare kronik sangat penting karena sering disertai keterbatasan pemasukan kalori.

iii.Protein Kebutuhan protein dapat dipenuhi dengan penggunaan protein utuh, protein hidrolisat, asam amino atau gabungan.

iv. Vitamin dan mineral Kekurangan vitamin dan mineral dapat terjadi pada anak, walaupun pemasukan kalori cukup, jika terdapat malabsorbsi lemak atau terjadi interaksi obat/diet yang sangat khusus.

Formula yang paling baik diberikan pada diare kronik ialah yang mengandung glukosa primer (bebas laktosa), protein hidrolisat, medium chain triglyceride, osmolaritas kurang dari 600 mOsm/l dan bersifat hipoalergik atau yang mengandung short chain peptide (Pregestimil, Pepti Yunior).

Menaikkan jumlah formula dilakukan perlahan-lahan. Mula-mula dianjurkan konsentrasi 1/3 oral (2/3 IV), selanjutnya dinaikkan menjadi 2/3 oral (1/3 IV), dan bila keadaan sudah cukup baik (kenaikan BB minimal 1 kg) diberikan pregestimil/ pepti yunior dalam konsentrasi penuh.

Pemberian melalui pipa nasogastrik diperlukan apabila bayi/anak tidak mampu atau tidak mau menerima makanan secara oral, namun keadaan saluran gastrointestinalnya masih berfungsi. Pemberian nutrisi dilakukan dengan meningkatkan secara bertahap kecepatan dan kadar formula sampai mencapai kebutuhan nutrisi anak.

Komplikasi nutrisi enteral : hidrasi berlebih, hiperglikemia, azotemia (konsumsi protein berlebih), hipervitaminosis K, dehidrasi sekunder karena diare, gangguan elektrolit dan mineral (terutama akibat muntah dan diare), gagal tumbuh sekunder akibat pemasukan energi tidak cukup, dan aspirasi, serta defisiensi nutrisi sekunder karena kesalahan formula.

b. Nutrisi Parenteral

Nutrisi parenteral merupakan teknik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh melalui jalur intravena. Nutrien khusus terdiri atas air, dekstrosa, asam amino, emulsi lemak, mineral, vitamin, trace elemen. Jalur ini jangan digunakan apabila penderita masih mempunyai saluran gastrointestinal yang masih berfungsi serta masih dimungkinkan pemberian secara peroral, enteral atau gastrostomi. Pada umumnya tidak digunakan untuk waktu kurang dari 5 hari.

Indikasi nutrisi Ament ME, 1993 :

Disfungsi Usus Penyakit yang Diperkirakan Berlangsung 7 Hari

Intractable vomiting Pankreatitits berat

9

Page 10: Ppk Geh 2013

Diare Penyakit usus beradang berat, intoleransi makanan enteral

Ileus Trauma/pembedaan berat atau sepsis

Obstruksi usus halus Kanker pseudo-obstruksi intestinal

Malabsorbsi Kerusakan mukosa parah, sindroma usus pendek enteritis

Penghentian makanan Fistula enterokutan, ileus transplantasi, radiasi

peroral > 7 hari Kebutuhan pada nutrisi parenteral :

a. Kalori :Pada beberapa keadaan diperlukan penambahan kebutuhan kalori: panas (12% per setiap setiap kenaikan 1°C di atas 37°C) gagal jantung (15-20%), pembedahan besar (20-30%), kombustio (sampai 100%), dan sepsis berat (25%).

b. Cairan :Kebutuhan cairan sesuai umur (Ament ME, 1993)

Berat Badan Kebutuhan Cairan (ml/kg)

< 10 kg 100 ml

10 – 20 kg 1.000 ml + 50 ml/kg untuk setiap kg > 10 kg

< 20 kg 1.500 ml + 20 ml/kg untuk setiap kg > 20 kg

c. Karbohidrat : Dekstrosa merupakan sumber utama kalori non protein yang

memberikan 3,4 kka1/gram dalam bentuk monohidrat. Keterbatasannya: phlebitis terjadi pada kadar > 10-12,5%. Pemberian dilakukan secara bertahap untuk memberikan

kesempatan respon tubuh dalam memproduksi insulin endogen dan mencegah terjadinya glikosuria.

d. Asam amino Kebutuhan asam amino menurut usia (Ament ME, 1993) :

UmurKebutuhan (gr prot/kg/hari)

Mulai pemberian

Bayi prematur 2,5 – 3 0,5 gr prot/kg/hari dinaikan 0,5 gr prot/kg/hari.

Bayi 0–1 tahun 2,5 – 3 1 gr prot/kg/hari dinaikan 0,5 gr prot/kg/hari

Anak 2–13 tahun 1,5 – 2

Remaja–Dewasa 1 – 1,5e. Lemak :

Selain untuk memenuhi kebutuhan kalori, lemak menyediakan asam lemak essensial untuk pertumbuhan bayi dan anak, dan menunjang perkembangan yang normal.

Preparat lemak intravena tersedia dalam larutan 10% (1 kkal/ml) dan 20% (2 kka1/ml).

Minimal 20-40% dari kebutuhan kalori total diberikan berupa lemak intravena untuk menghindari terjadinya defisiensi asam lemak, yang dapat dicapai dengan penggunaan 0,5-1 gram emulsi lemak/kg/hari.

Defisiensi asam lemak paling awal terjadi pada neonatus dalam 2 hari dengan tanda kecepatan pertumbuhan yang lambat, kulit kering bersisik, pertumbuhan rambut berkurang. trombositopeni, peka terhadap infeksi dan gangguan penyembuhan luka.

f. Elektrolit :Kebutuhan elektrolit intravena (Ament ME, 1993) :

Elektrolit Dosis Anak Dosis Bayi

10

Page 11: Ppk Geh 2013

(mEq/kg/24 jam) (mEq/kg/24 jam)

Na 3 – 4 2 – 8K 2 – 3 2 – 6Cl 2 – 4 0 – 6Ca 0,5 – 1 0,9 – 2,3Fosfat 2 1 – 1,5Mg 0,25 – 0,5 0,25 – 0,5

Medikamentosa :

a. Obat anti diare (kaolin, pectin, difenoksilat) tidak perlu diberikan karena tidak satupun yang memberikan efek positif.

b. Obat anti mikroba :Pemberian anti mikroba umumnya tidak dianjurkan, bahkan dapat mengubah flora usus dan memperburuk diare, kecuali pada neonatus, anak dengan sakit berat (sepsis), anak dengan defisiensi imunologi dan anak dengan diare kronis yang sangat berat. Metronidazole efektif untuk Giardia lamblia.

c. Kortikosteroid :Pada anak dengan colitis ulseratif, pemberian enema steroid pada tahap awal memberikan respon yang baik, dan pada beberapa anak mendapat kombinasi dengan steroid sistemik.

d. Immunosupressif, seperti Azathioprine digunakan pada penyakit Chron apabila pengobatan konvensional tidak mungkin.

e. Kolestiramin Penggunaan kolestiramin sangat bermanfaat pada diare kronik, terutama malabsorbsi asam empedu serta pada infeksi usus karena bakteri (mengikat toksin).

f. Operasi Indikasi operasi adalah pada diare kronis pada kasus-kasus bedah seperti penyakit Hirschprung, enterokolitis nekrotikans. Operasi hanya dilakukan setelah keadaan umum membaik.

Tatalaksana diare persisten meliputi mengatasi infeksi persisten dengan mengunakan hasil kultur dan resistensi feses (sebelumnya dapat dipertimbangkan mengunakan antibiotik empiris), mengatasi intoleransi laktosa dengan mengunakan diet yang bebas laktosa, mencegah atau mengatasi alergi protein susu sapi, mencegah atau mengatasi bakteri tumbuh lampau (dapat dipertimbangkan pengunaan metronidazol), dan mengatasi malabsorpsi nutrien dengan memberikan multivitamin.

Edukasi Seperti pada diare akut

Komplikasi danPrognosis

Kepustakaan

Asidosis metabolic Hipokalemia Kembung dan ileus paralitik

1. Soeparto P, Djupri LS, Sudarmo SM, Ranuh IGM RG. Gangguan Absorpsi-Sekresi; Sindroma Diare. Seri Gramik: Gastroenterologi Anak. Edisi ke-2. Surabaya : GRAMIK FK UNAIR; 1999.

2. Ghishan RE. Chronic Diarrhea. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan III VC, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: WB Saunders Company; 2003. h. 1276-83.

3. Walker-Smith J, Barnard J, Bhutta Z, dkk. Chronic diarrhea and malabsorption (including short gut syndrome): Working Group Report of the First World Congress of Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition. 2002; 33(Suppl).

4. World Health Organization. Persistent diarrhoea in children in developing countries: memorandum from a WHO meeting. Bull World Health Organ

11

Page 12: Ppk Geh 2013

1988;66: 709-17. 5. Thomas ED, Fortes A, Green C, Howdel P, Long R, Playford R, dkk.

Guidelines For The Investigation Of Chronic Diarrhoea. GAD. 2003; 52 [Suppl]: V1-15.

6. Bhutta ZA, Hendricks KM. Nutritional Management of Persistent Diarrhea in Childhood: A Perspective from the Developing World. Journal of Pediatric Gastroenterology & Nutrition. 1996; 22:17-37

7. Sudigbia I. Pencegahan dan Pengelolaan Diare Kronik. Dalam: Sudigbia I, Harijono R, dan Sumantri A: Naskah Lengkap PB IKA Penyakit Gastroenterologi. 1987.

8. Soenarto, SY. Diare Kronik dan Diare Persisten. Dalam: Buku Ajar Diare. UKK Gastrohepatologi IDAI. 2008.

Lain-lain (Algoritme,Protokol, Prosedur,Standing Order)

Prosedur puasa untuk membedakan diare persisten dan kronik:Puasa yang terbaik dilakukan selama 72 jam dan dilakukan setelah pemeriksaan dasar lengkap (paling tidak pada hari kedua). Tinja sebelum puasa harus dihitung jumlahnya (paling tidak diketahui jumlah frekuensi defekasi perhari). Tinja 24, 48 jam harus dihitung jumlahnya dan dibandingkan dengan tinja sebelum puasa. Diare osmotik: diare berhenti sebelum 48 jam. Diare sekretorik: diare tetap berlangsung atau berhenti parsial setelah 48 jam.

DEPARTEMEN IKAPENYAKIT

HIRSCHPRUNG(CONGENITAL Kode ICD : Q.43.1

12

Page 13: Ppk Geh 2013

RSMH PALEMBANG AGANGLIONIK MEGACOLON

No Dokumen………….

No.Revisi……………..

Halaman : 1

Panduan PraktekKlinis

Tanggal Revisi9 Januari 2013

Ditetapkan Oleh:

Ketua Divisi: Dr Hasri Salwan, SpA(K)

Definisi Suatu keadaan tidak ditemukannya sel ganglion Aurbach dan Meissner pada dinding kolon

Etiologi Kegagalan migrasi kranio kaudal sel ganglion sepanjang usus pada minggu ke 5 sampai dengan minggu ke 12

Patogenesis Segmen aganglion menyebabkan peristaltik propulsif hilang, sfingter anal internal gagal mengendor pada saat distensi rektum sehingga menyebabkan obstruksi parsial saluran cerna bagian distal, distensi usus, dan konstipasi

Bentuk Klinis (Klasifikasi)

Berdasarkan panjang segmen yang terkena dapat dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu : Penyakit Hirschsprung segmen pendek.

Merupakan 70% dari kasus. Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid. Lebih sering pada anak laki-Iaki daripada anak perempuan. Anamnesis yang mengarah adalah mekoneum terlambat dan riwayat konstipasi pada masa neonatus.

Penyakit Hirschsprung segmen panjang - Daerah aganglionosis melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh

kolon atau sampai ke usus halus. Kejadiannya sama banyak pada anak perempuan dan anak laki-laki.

- Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala k1inik, pemeriksaan colok dubur dan pemeriksaan penunjang yaitu foto x-ray dengan enema barium dengan tehnik Hirschprung.

Penyakit Hirschsprung segmen ultra short - Daerah aganglionosis hanya beberapa mm diatas anus. Gejala mirip

konstipasi fungsional.

Anamnesis Riwayat mekonium terlambat dan atau defekasi yang jarang pada masa neonatus memperkuat diagnosis penyakit Hirschsprung. Riwayat kelahiran dengan mekonium terlambat keluar, atau keluar pada minggu pertama sehingga terjadi obstruksi parsial dan total (dengan gejala feses tidak dapat dikeluarkan, distensi abdomen, dan muntah). Gambaran klinis obstruksi total pada masa neonatus menunjukkan segmen yang terlibat lebih panjang. Gambaran klinis konstipasi setelah masa neonatus, penyakit hirschsprung sebagai penyebab dipikirkan setelah penyebab yang lebih sering (misalnya hipotiroid) disingkirkan.

Pemeriksaan fisik Gambaran klinis obstruksi parsial saluran cerna bagian bawah: frekuensi defekasi jarang, kembung, dan kadang-kadang muntah. Nyeri perut jarang ditemukan pada penyakit ini. Colok dubur didapatkan hasil: jari akan merasakan jepitan (karena kontriksi usus aganglionik) dan saat jari dikeluarkan akan diikuti oleh keluarnya udara dan mekonium feses yang menyemprot (feses yang menyemprot terutama didapatkan pada pemeriksaan colok dubur pertama kali, feses berbentuk pasta lebih mudah dikenali). Gambaran klinis pada anak yang lebih besar adalah gejala konstipasi kronis (pada yang ultrashort dapat menyerupai konstipasi fungsional), kadang-kadang diare dan biasanya disertai gagal tumbuh.

Kriteria Diagnosis Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang

Diffrential diagnosis Konstipasi idiopatik

13

Page 14: Ppk Geh 2013

PemeriksaanPenunjang

Foto polos abdomen ter1ihat gambaran usus-usus melebar atau gambaran obstruksi usus letak rendah. Foto barium enema teknik hirschprung ditemukan daerah transisi antara usus yang melebar dan yang menyempit (gambaraan ini khas untuk penyakit hirschsprung, tetapi tidak jelas jika terjadi enterokolitis), gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di segmen yang menyempit. Foto barium enema pada enterokolitis yang berhubungan dengan Hirschsprung: cupping tidak jelas, mukosa usus irreguler (seperti mata gergaji). Gambaran foto polos terutama posisi tegak, adanya “cut off sign” air dan udara di kiri bawah abdomen mengarah ke diagnosis entrokoloitis. Diagnosis pasti dengan biopsi rektal, dengan gambaran PA tidak ditemukan sel ganglion di submukosa

Tatalaksana Washing atau irigasi dengan NaCl fisiologis dilakukan jika terdapat distensi abdomen. Kolostomi dilakukan jika abdomen tetap kembung dan keluarga tidak dapat melakukan irigasi, diikuti (dalam 3 sampai 6 bulan) operasi difinitif Pullthrough, pada usia 6-12 tahun dengan metode Swenson Duhamel.

Komplikasi danPrognosis

Enterokolitis Toxic megacolon

Daftar kepustakaan 1. Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker. Ontorio: BC Decker Inc2. Buku ajar IDAI Gastroenterohepatologi3. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease, Wyllie, Elsevier, 2006

Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, Guandalini, Taylor & Francis, 2004

4. Nelson Pediatric Text Book

Lain-lain (Algoritme,Protokol, Prosedur,Standing Order)

Gastritis dan dyspepsia Kode ICD : K29, K50-K55

14

Page 15: Ppk Geh 2013

DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG

No Dokumen………….

No.Revisi……………..

Halaman :

Panduan PraktekKlinis

Tanggal Revisi9 Januari 2013

Ditetapkan Oleh:,

Ketua Divisi: Dr Hasri Salwan, SpA(K)

Definisi Gastritis adalah inflamasi pada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa gaster yang dibuktikan dengan endoskopi. Jika belum dibuktikan dengan endoskopi didiagnosis sebagai dispepsia. Dispepsia dapat diakibatkan oleh esofagitis, gastritis dan duodenitis.

Etiologi Obat obatan Gangguan mikrosirkulasi Makanan Stress Infeksi Helicobacter pylory

Patogenesis Obatan-obatan, makanan yang bersifat asam, dan infeksi Helicobacter pylory mengiritasi mukosa lambung, menyebabkan produksi HCl meningkat. Stres merangsang nervus vagus yang akan meningkatkan produksi asamklorida (HCl) di dalam lambung. Peningkatan produksi HCl lambung mengiritasi mukosa lambung menimbulkan gaastritis, esofagitis, dan atau duodenitis dengan gejala mual, muntah, nyeri ulu hati, dan anoreksia.

Bentuk Klinis (Klasifikasi)

1. Dispepsia akut2. Dispepsia kronis

Bentuk Endoskopi LA classifification of erosive esophagitis (Gut 1999;45:172-80)Grade A : mucosal brake < 5 mm in lenghtGrade B : mucosal brake > 5 mm Grade C : mucosal brake countinous between > 2 mucosal foldsGrade D : mucosal brake > 75% of esophageal circumference

Gastritis berdasarkan lokasi1. Pangastritis2. Gastritis pada korpus3. Gastritis pada antrum

Tingkatan gastritis :Gastritis ringan

Hiperemis ringan Erosi ringan

Gastritis sedang Hiperemis sedang Erosi sedang Hiperemis ringan dengan erosi sedang Hiperemis sedang dengan erosi ringan Hiperemis sedang dengan erosi sedang

Gastritis berat Hiperemis berat Erosi berat Hiperemis berat dengan erosi ringan Hiperemis berat dengan erosi sedang Hiperemis berat dengan erosi berat Hiperemis sedang dengan erosi berat Hiperemis ringan dengan erosi berat

Erosi : kerusakan di epitel tanpa ditemukan kerusakan jaringan. Ringan : 1 – 10 erosi Sedang : 11 – 20 erosi Berat : > 20 erosi Catatan: erosi > 5 mm dikategorikan sebagai 5 erosi

Hiperemis

15

Page 16: Ppk Geh 2013

Ringan : bercak merah sepanjang lipatan atau bercak merah yang terlokalisasi Sedang : bercak merah sepanjang lipatan dan bercak merah diantara

sepanjang lipatan Berat : hiperemis terlihat di seluruh gaster

Anamnesis Nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah, riwayat penggunaan obat obatan dan makanan

Pemeriksaan fisik Nyeri tekan epigastrium tidak selalu ditemukan

Kriteria Diagnosis Diagnosis gastritis dibuat berdasarkan gejala klinis adanya dispepsia, mua1, muntah, dan nyeri epigastrik dan dibuktikan dengan endoskopi (EGD)

Diffrential diagnosis Gastritis Esofagitis Duodenitis

PemeriksaanPenunjang

Dispepsia dengan keluhan yang berat, tidak sembuh dengan obat-obat penekan asam lambung, kronik, atau berulang dilakukan pemeriksaan endoskopis.

Tatalaksana 1) Terapi diet disesuaikan dengan toleransi penderita, sebaiknya lunak, mudah dicerna dan tidak merangsang.

2) Terapi obat, diberikan berdasarkan gejala yang predominan. Obat-obatan yang dapat di berikan : Untuk mengurangi faktor agresi asam lambung diberikan obat-obatan

peroral: antasida 4 ka1i sehari, simetidin 5-10 mg/kgBB/kali sebanyak 4 kali sehari atau ranitidin 2-3 mg/kbBB/dosis diberikan 2-3 kali perhari (maksimum 300 mg/hari), omeprazol 1-1,5 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis (maksimum 2 x 20 mg perhari), lanzoprazole 1-1,5 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis (maksimum 2 x 30 mg perhari).

Jika terjadi perdarahan saluran cerna atas dapat diberikan sucralfate 40-80 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis (maksimum 1000 mg dibagi 4 dosis).

Untuk menekan muntah yang berlebihan diberikan metoklopramid 0,15-0,3 mg/kgBB/kali sebanyak 4 kali sehari, domperidon 0,25-0,5 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis, ondansentron 0,1-0,15 mg/kgBB/kali sebanyak 3 kali sehari.

Antibakterial diberikan untuk eradikasi Hylicobacter pylori, diberikan Amoxicilin 50 mg/kgBB/hari 4 kali sehari, Clarithromycin 7,5-15 mg/kg/hari dalam dosis terbagi 2 ka1i sehari, ditambah PPI (Omeprazol) dengan dosis 0,4-0,8 mg/kg/dosis 1 kali sehari

Komplikasi dan Prognosis

Perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena Ulkus peptikum, ulkus duodenum, perforasi dan anemia

Daftar kepustakaan 1. Soeparto P, Djupri LS, Subijanto MS, Ranuh R. Sindroma Gangguan Motilitas Saluran Cerna. Seri Gramik: Gastroenterologi Anak. Edisi ke-2. Surabaya : GRAMIK FK UNAIR; 1999. h. 32-118.

2. Murray KF, Christie DL. Vomiting. Pediatr Rev. 1998;19(10):337-41.3. Allen JK, Hill DJ, Heine RG, 2006; Food allergy in childhood. MJA,

185:394-400.4. Berman. Vomiting during infancy. Dalam: Pediatric decision making. Edisi

ke-2. Philadelphia: BC Decker;1991. h. 332-5. 5. Hasal E, Decision in diagnosing and managing chronic gastroesophageal

reflux disease in children. J Pediatr. 2005; 146 Suppl:S3-126. Hiscock H, Jordan B. Problem crying in infancy. MJA. 2004; 181:507-127. Lindley KJ, Andrew PL. Pathogenesis and treatment of cyclical vomiting. J

Pediatr Gastroenterol and Nutr. 2005; 41 Suppl:S38-408. Ravelli AM, Tobanelli P, Volpi S, Ugazio AG. Vomiting and gastric motility

in infants with cow’s milk allergy. J Pediatr Gastroenterol and Nutr. 2001; 32:59-64.

Lain-lain (Algoritme,Protokol, Prosedur,

16

Page 17: Ppk Geh 2013

Standing Order)

DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG

Infeksi Helicobacter pylori Kode ICD : A.045

No Dokumen………….

No.Revisi……………..

Halaman : 1

17

Page 18: Ppk Geh 2013

Panduan PraktekKlinis

Tanggal Revisi9 Januari 2013

Ditetapkan Oleh,

Ketua Divisi: Dr Hasri Salwan, SpA(K)

Definisi Helicobater pylori adalah bakteri gram negatif yang dapat berkoloni pada saluran cerna dan merupakan salah satu penyebab ulkus duodemum dan gaster. Menular secara oral-oral, gastric oral, dan fekal-oral,

Etiologi Helicobacter pylori

Patogenesis Infeksi H. pylori pada antrum gaster, menimbulkan inflamasi mukosa gaster dan duodeneum, yang dapat menimbulkan ulkus gaster dan duodenum. Pemakaian obat-obat penekan asam lambung dapat mengakibatkan peradangan terjadi pada korpus gaster.

Bentuk Klinis (Klasifikasi)

Sangat bervariasi Dipengaruhi faktor mikrobanya dan faktor host Asimptomatik atau simptomatik Gejala : gangguan gastrointestinal,nyeri perut, rasa panas dan terbakar pada

epigastrium, rasa penuh di gaster, kembung, mual, muntah

Anamnesis Adanya gangguan saluran cerna seperti muntah, mual, diare, nyeri perut, dan gejala dispepsia lainnya.

Pemeriksaan fisik Nyeri tekan epigastrium tidak selalu ditemukan

Kriteria Diagnosis Penegakan diagnosis adalah dengan metode invasif dan non invasif.Diagnosa pasti dari penyakit ini berdasarkan biopsi.

Diffrential diagnosis

Pemeriksaan Penunujang

Tes invasif (endoskopi) Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Test Urea cepat pada jaringan biopsi Kultur bakteri PCR (Polymerase Chain Reaction)Metode non invasif Tes Imunoassay untuk mendeteksi Antibodi Helicobacter pylori Tes Urine dan Saliva untuk mendeteksi Antibodi Helicobacter pylori Tes Feses untuk Antigen Helicobacter pylori Tes Napas Urea

Tatalaksana Mengeliminasi secara lengkap dari organisme Regimen terapi yang dikatakan berhasil jika dapat menyembuhkan lebih dari

80% subjek yang diterapi Efek samping minimal Tidak menginduksi resistensi bakteriTerapi eradikasi H. pylori diberikan selama 7-14 hari:- Proton pump inhibitor (omeprazole) 1 mg/kgBB/hari/12 jam + amoksisilin (50

mg/kgBB/hari/12) + clarithromycin (15 mg/kgBB/hari/12 jam)- Proton pump inhibitor (omeprazole) 1 mg/kgBB/hari/12 jam + amoksisilin (50

mg/kggBB/hari/12 jam) + metronidazole (20 mg/kgBB/hari/12 jam)- Proton pump inhibitor (omeprazole) 1 mg/kgBB/hari + clarithromycin

(15mg/kggBB/hari/12 jam) + metronidazole (20 mg/kgBB/hari

18

Page 19: Ppk Geh 2013

Edukasi Konseling: menghindari faktor yang meningkatkan resiko dispepsia dan ulkus peptikum

Selama terapi eradikasi, maka obat-obatan NSAIDs mesti dihentikan. Diberitahu tentang efektifikasi terapi eradikasi Pentingnya menyelesaikan regimen obat inisial

Pencegahan Antibiotik untuk pencegahan sangat tidak dianjurkan Vaksin Helicobacter pylori (Helicobacter pylori urease + enterotoxin E.

Coli) à efektifitas sangat rendah Perbaiki hygiene dan gizi anak

Komplikasi danPrognosis

Prognosis Tergantung dari penanganannya Dideteksi lebih dini dan diterapi adekuat komplikasi minimal Terlambat didiagnosa atau terapi tidak adekuatkomplikasi lanjut Komplikasi Ulkus dengan pendarahan gastrointestinal Kanker Relaps atau resisten terhadap obat

Daftar kepustakaan 1. Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker. Ontorio: BC Decker Inc2. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease, Wyllie, Elsevier, 2006

Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, Guandalini, Taylor & Francis, 2004

Lain-lain (Algaritme,Protokol, Prosedur,Standing Order)

Management of Helicobacter pylori infectiond the Maastricht IV/ Florence Consensus Report

19

Page 20: Ppk Geh 2013

DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG

Diverticulum Meckel Kode ICD : C.17.3

No Dokumen………….

No.Revisi……………..

Halaman :

Panduan PraktekKlinis

Tanggal Revisi9 Januari 2013

Ditetapkan Oleh:

Ketua Divisi: Dr Hasri Salwan, SpA(K)

Definisi Adalah suatu keadaan terdapatnya gaster pankreas ektopik. Biasanya terletak 50-75 cm dari proksimal ileocaecal junction pada bagian antimesenterik intestinal. Perdarahan umumnya tanpa disertai rasa sakit, timbu1 secara periodik dan tidak dipengaruhi konsistensi feses.

Etiologi Asam atau sekresi pepsin dari mukosa yang ektopik dapat menyebabkan ulkus sehingga terjadi perdarahan yang dapat menjadi masif.

Patogenesis Anomali disebabkan oleh karena persistensi dari bagian proksimal duktus omfalomesenteric (duktus vitelin) dengan atau tanpa jaringan ikat.

Bentuk Klinis (Klasifikasi)

Tidak ada

Anamnesis Kelainan sering ditemukan secara insidental pada laparatomiNyeri perut, perdarahan yang hilang timbul

Pemeriksaan fisik Hematoscezia

Kriteria Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan technitium scan (akurasi 90%). Diagnosis pasti diperoleh saat operasi

Difrential diagnosis Ileitis Colitis colon proximal

PemeriksaanPenunujang

Radioisotop scanning

Tatalaksana Indikasi mutlak untuk reseksi adalah perdarahan, obstruksi usus, diverticulitis, dan fistula umbilicoileal

Komplikasi danPrognosis

Ulserasi, perdarahan, obstruksi usus halus, diverticulitis, dan perforasi

Daftar kepustakaan 1. Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker. Ontorio: BC Decker Inc2. Buku ajar IDAI Gastroenterohepatologi3. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease, Wyllie, Elsevier, 2006

Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, Guandalini, Taylor & Francis, 2004

4. Nelson Pediatric Text Book

Lain-lain (Algoritme,

20

Page 21: Ppk Geh 2013

Protokol, Prosedur,Standing Order)

DEPARTEMEN IKA RSMH ALEMBANG

Akalasia Esofagus Kode ICD :K.22.0

No Dokumen………….

No.Revisi……………..

Halaman :

Panduan PraktekKlinis

Tanggal Revisi9 Januari 2013

Ditetapkan Oleh,

Ketua Divisi: Dr Hasri Salwan, SpA(K)

Definisi Adalah kelainan esofagus primer yaag ditandai dengan adanya obstruksi esofagogastric junction dengan karakteristik bertambahnya tekanan sfingter esophagus bagian bawah dan tidak adanya peristaltik esofagus.

Etiologi Gangguan motilitas esofagus

Patogenesis Gangguan motilitas esofagus akibat peristaltik yang melemah dan adanya kontraksi yang menetap pada sfingter esophagus bagian bawah menyebabkan obstruksi relatif di mana bagian proksimal esophagus melebar (megaesofagus).

Bentuk Klinis (Klasifikasi)

-

Anamnesis Adanya gejala klinik yang sering berupa :1. Disfagia :

Perjalanan penyakit biasanya kronis dengan disfagia yang bertambah berat. Berat ringannya disfagia menurut British Oesophageal Surgery dibagi menjadi 5 tingkat, yaitu : Tingkat 0 : normal. Tingkat 1 : tidak dapat menelan makanan padat. Tingkat 2 : tidak dapat menelan makanan daging halus. Tingkat 3 : tidak dapat menelan sup atau makanan cair. Tingkat 4 : tidak dapat menelan ludah.

2. Nyeri dada: Gejala kurang menonjol pada permulaan penyakit. Rasa nyeri biasanya di substernal dan dapat menjalar ke belakang bahu, rahang dan lengan, timbul bila makan/minum dingin.

3. Regurgitasi: Timbul tidak hanya berhubungan dengan bentuk/jenis makanan tetapi juga berhubungan dengan posisi. Bila penyakit makin kronis, maka pada saat penderita berbaring sisa makanan dan saliva yang terdapat pada kantong esofagus dapat mengalir ke faring dan mulut sehingga akhirnya dapat menimbulkan aspirasi pneumonia.

4. Kehilangan berat badan.

Pemeriksaan fisik Tidak ada yang spesifik

Kriteria Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis (gejala disfagia dan regurgitasi) dan pemeriksaan radiologis.

Diffrential diagnosis Karsinoma kardia lambung.

21

Page 22: Ppk Geh 2013

Spasme kardia. Striktura esofagus dekat diafragma. Hipermotilitas. Penyakit cagas.

PemeriksaanPenunujang

Pemeriksaan Radiologis :

1. Foto toraks polos :Bermakna bila esofagus mengalami dilatasi yang hebat. Foto AP memperlihatkan adanya bayangan yang menonjol ke arah jantung. Foto lateral memperlihatkan adanya bayangan di posterior jantung. Terdapat gambaran air fluid level di dalam esofagus, tak tampak gelembung udara di daerah gaster.

2. Esofagografi :Stadium permulaan adanya obstruksi kardia dan pelebaran minimal dari esofagus. Stadium lanjut adanya penyempitan pada bagian distal esofagus pada batas esofagogastric junction dengan pelebaran pada bagian proksimalnya. Terdapat gambaran beak like appearance (seperti paruh burung) atau mouse tail appearance. Pemeriksaan ini penting untuk menyingkirkan kelainan seperti striktura esofagus dan keganasan. Endoskop pada akalasia masih bisa dimasukkan ke dalam lambung dengan hambatan ringan dan dapat terlihat dilatasi esofagus, mukosa lembek dengan edema ringan, tanda-tanda esofagitis, dan penutupan sfingter esofagus distal.

3. Pemeriksaan Manometer :Setelah menelan, tekanan daerah sfingter esofagus menguat 2 kali normal akibat dilatasi dan retensi makanan.

Tatalaksana 1. Konservatifa. Diet cair /lunak dan hangatb. Medikamentosa

Sedatif ringan untuk penenang. Preparat kalsium antagonis seperti verapamil atau nifedipin dapat

digunakan karena dapat menurunkan tekanan sfingter esofagus bagian bawah. Nifedipin diberikan 10-20 mg sublingual dapat menurunkan tekanan esofagus bagian bawah kurang lebih 1 jam akan tampak perbaikan gejala bila diberikan sebelum makan

2. Tindakan aktif a. Forced dilatation: dilakukan pada akalasia ringan sedang. Ada 3 macam

dilatator :- Mekanik.- Pneumatik.- Hidrostatik.

b. Tindakan bedah yaitu operasi Heler dengan melakukan esofagomiotomi.Komplikasi yang timbul adalah : - Perforasi.

- Paralisis nervus phrenicus.- Refluks gastroesofagal.- Perdarahan masif.- Disfagia.

Komplikasi danPrognosis

Komplikasi Aspirasi pneumonia. Perdarahan ulkus dalam mukosa. Perforasi akut. Karsinoma esofagus. karsinoma lambung.

Daftar kepustakaan 1. Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker. Ontorio: BC Decker Inc2. Buku ajar IDAI Gastroenterohepatologi3. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease, Wyllie, Elsevier, 2006

Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, Guandalini, Taylor & Francis, 2004

22

Page 23: Ppk Geh 2013

4. Nelson Pediatric Text BookLain-lain (Algoritme,Protokol, Prosedur,Standing Order)

DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG

Obstruksi Usus Kode ICD : K 56.60No Dokumen

………….No.Revisi

……………..Halaman :

Panduan PraktekKlinis

Tanggal Revisi9 Januari 2013

Ditetapkan Oleh,

Ketua Divisi: Dr Hasri Salwan, SpA(K)

Definisi Adalah gangguan pasase usus yang disebabkan oleh obstruksi lumen usus.

Etiologi Obstruksi lumen usus

Patogenesis Obstruksi menimbulkan stasis isi lumen menyebabkan bacterial overgrowth sehingga menghasilkan gas, menyebabkan distensi usus, obstruksi pembuluh vena dan arteri. Obstruksi arteri menimbulkan nekrosis sehingga terjadi perforasi/peritonitis. Perforasi/peritonitis yang disebabkan obstruksi usus selalu memberikan gambaran udara bebas dalam rongga abdomen ekstraintestinal.

Bentuk Klinis (Klasifikasi)

Berdasarkan lokasi : Sumbatan saluran cerna bagian atas Sumbatan saluran cerna bagian bawahBerdasarkan beratnya sumbatan : Sumbatan saluran cerna total Sumbatan saluran cerna parsial

Anamnesis Muntah, gejala ini dominan dan pertama muncul pada sumbatan saluran cerna bagian atas dan menjadi gejala paling akhir muncul pada sumbatan saluran cerna bagian bawah. Muntah hijau menunjukkan sumbatan berada di bawah valvula vatery

Sakit perut, kolik. Tidak ada atau gagal BAB dan flatus, gejala ini dominan dan pertama

muncul pada sumbatan saluran cerna bagian bawah dan menjadi gejala paling akhir muncul sumbatan saluran cerna bagian atas.

Kembung : pada sumbatan saluran cerna bagian bawah: kembung besifat menyeluruh, pada sumbatan saluran cerna bagian atas: kembung besifat lokal (di atas umbilikus) atau tidak tampak.

Gejala-gejala pada sumbatan saluran cerna total terjadi mendadak dan bersifat progresif. Gejala-gejala pada sumbatan saluran cerna parsial bervariasi tergantung beratnya derajat obstruksi

Riwayat operasi usus.

Pemeriksaan fisik Distensi usus. Metallic sound. Darm contour. Bising usus meningkat pada awal penyakit, menurun atau menghilang pada

akhir penyakit atau jika ada perforasi. Gambaran klinis komplikasi, misalnya tanda-tanda dehidrasi, gangguan

keseimbangaan asam-basa.

23

Page 24: Ppk Geh 2013

Kriteria Diagnosis Muntah/muntah hijau Kembung Gagal BAB Nyeri abdomen akut

Diffrential diagnosis 1. Kongenital (terjadi kurang dari 2-3 minggu) : Stenosis pilorus. Atresia atau stenosis duodenum. Atresia atau stenosis jejunum. Ileus mekonium. Volvulus. Hirschsprung.

2. Didapat : Intususepsi. Bolus askaris.

PemeriksaanPenunujang

Pada foto polos 3 posisi didapatkan gambaran distensi usus dan step ladder.

Tatalaksana Perbaiki dehidrasi, sesuai derajat dehidrasi. Cairan yang dapat digunakan adalah NaCL fisiologis jika muntah tidak hijau dan Ringer laktat jika muntah hijau. Patokan dehidrasi dan jumlah cairan yang digunakan dapat berpedoman berdasarkan kriteria WHO untuk diare. Jika nadi tak teraba dan tekanan darah tak terukur diberikan cairan resusitasi 20 ml/kgBB/ secepatnya. Tindakan operatif dilakukan setelah resusitasi cairan telah diberikan pada obstruksi total. Tindakan operatif terencana jika obstruksi terjadi parsial dengan derajat yang ringan

Komplikasi dan Prognosis

Perforasi daan peritonitisKomplikasi kehilangan cairan, elektrolit, dan gangguaan keseimbangan asam basa

Daftar kepustakaan 1. Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker. Ontorio: BC Decker Inc2. Buku ajar IDAI Gastroenterohepatologi3. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease, Wyllie, Elsevier, 2006

Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, Guandalini, Taylor & Francis, 2004

4. Nelson Pediatric Text BookLain-lain (Algoritme,Protokol, Prosedur,Standing Order)

24

Page 25: Ppk Geh 2013

DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG

Invaginasi Kode ICD : K.56.1No Dokumen

………….No.Revisi

……………..Halaman :

Panduan PraktekKlinis

Tanggal Revisi9 Januari 2013

Ditetapkan oleh

Ketua Divisi: Dr Hasri Salwan, SpA(K)

Definisi Obstruksi usus yang disebabkan usus bagian proksimal berinvaginasi ke dalam usus bagian distal. Bagian yang masuk disebut intususeptum dan bagian yang dimasuki disebut intususipien.

Etiologi Kebanyakan kasus tidak diketahui, diduga karena hiperplasi dan hipertrofi kelenjar limfe submukosa yang disebabkan oleh infeksi (umumnya virus). Etiologi lainnya adalah kelainan saluran cerna misalnya polip dan divertikel.

Patogenesis Usus proksimal masuk ke usus bagian distal menimbulkan gejala-gejala obstruksi dan strangulasi usus. Strangulasi usus pada akhirnya menyebabkan nekrosis mukosa lapisan usus sehingga menimbulkan “red current jelly stool”

Bentuk Klinis (Klasifikasi)

Berdasarkan lokasi

Anamnesis Nyeri perut. Berak berdarah dan berlendir. Muntah. Kembung : tidak selalu ditemukan

Pemeriksaan fisik Massa berbentuk pisang ditemukan pada kuadran kanan atas.

Kriteria Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anmnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Penunujang

a. Foto polos 3 posisi memberikan gambaran obstruksi usus pada stadium lanjut penyakit.

b. Barium Enema :1. Tampak cekungan cangkir (cupping) pada puncak invaginasi dan

gambaran pegas (coiled spring).2. Berguna untuk mereduksi usus yang terkena, merupakan pilihan pada

semua bayi dengan gejala yang timbul kurang dari 24 jam. Berbahaya bila keadaan umum jelek dan peritonitis karena tekanan enema dapat mengakibatkan perforasi usus.

c. USG Tampak gambaran doughnut pada potongan tranversal Tampak gambaran pseudo kidney pada potongan longitudinal

25

Page 26: Ppk Geh 2013

Tatalaksana Kasus gawat darurat bedah :1. Reduksi dengan barium enema (bila tidak ada kontraindikasi).2. Pembedahan (laparatomi eksplorasi).

Tindakan yang harus dilakukan sebelumnya adalah memperbaiki keadaan umum penderita yaitu memperbaiki cairan dan elektrolit, dekompresi dengan NGT

Komplikasi danPrognosis

Perforasi dan peritonitis

Daftar kepustakaan 1. Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker. Ontorio: BC Decker Inc2. Buku ajar IDAI Gastroenterohepatologi3. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease, Wyllie, Elsevier, 2006

Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, Guandalini, Taylor & Francis, 2004

4. Nelson Pediatric Text Book

Lain-lain (Algoritme,Protokol, Prosedur,Standing Order)

26

Page 27: Ppk Geh 2013

DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG

Perdarahan Saluran Cerna Kode ICD : K 22,K 29No Dokumen

………….No.Revisi

……………..Halaman :

Panduan PraktekKlinis

Tanggal Revisi9 Januari 2013

Ditetapkan Oleh

Ketua Divisi: Dr Hasri Salwan, SpA(K)

Definisi Perdarahan yang terjadi dari saluran cerna. Klassifikasi perdarahan saluran cerna (psc) berdasarkan lokasi dibagi dua. Psc atas (psca) terjadi bila sumber perdarahan terletak di atas Ligamentum Treitz dan psc bawah (pscb) bila terletak di bawahnya.

Etiologi Kelainan mukosa (erosi, ulkus dan peradangan). Kelainan vaskuler (varises, hemangioma, vaskulitis). Koagulopati. Kelainan anatomi: duplikasi esofagus/gaster.

Patogenesis Perdarahan kronis: anemia defisiensi besi dengan retikulosit yang normal atau cendrung menurun, perdarahan kronis juga dapat meyebabkan retikulosit meningkat.

Perdarahan akut/banyak: syok dengan segala akibatnya

Bentuk Klinis (Klasifikasi)

Perdarahan nyata: hematemesis/melena. Perdarahan tersamar.

Anamnesis Anamnesis dilakukan dengan melihat faktor usia Usia penderita merupakan faktor yang penting untuk menentukan etiologi. . Tertelan darah ibu (24 jam pertama) : tes Apt Downey. Muntah-muntah hebat diikuti perdarahan : sindrom Mallory Weiss. Riwayat makan obat: aspirin/OARNS : ulkus. Riwayat perdarahan dalam keluarga : koagulopati. Riwayat menelan benda asing: erosi/ulkus.

Pemeriksaan fisik Sebanyak 20% perdarahan gastrointestinal merupakan kelainan sitemik (melibatkan organ lain). Tanda-tanda sianosis, peningkatan tekanan ven porta : varises. Luka bakar luas, penyakit infeksi SSP: ulkus stress, kolitis iskemik. Hemangioma/telangiektasis: kelainan vaskuler. Eritema pada kulit, kelainan ginjal: sindrom Henoch Schonlein.

Kriteria Diagnosis Anamnesis Pemeriksaan fisik

27

Page 28: Ppk Geh 2013

Diferential diagnosis

Pemeriksaan Penunjang

Tatalaksana

Tabel. Penyebab-penyebab perdarahan saluran cerna

INFAN – 6 BULAN

6 BULAN – 3 TAHUN

3 TAHUN KE ATAS

Psca Tertelan darah ibu (30%)Irritasi NGTUlkus peptikumEsofagitisVarises esofagusGastritis Haemoragik Gastric stress ulcersUlkus duodenumHemorrhagic disease of newborn

Irritasi NGTPerdarahan nasopharyngeal Varises esofgeusUlkus peptikumEsophageal foreign bodyPengaruh obat-obatan

GastritisVarises esofgeusUlkus peptikum Pengaruh obat-obatanMalory Weiss SyndromeHemotobilia

Pscb Fisura AniNECVolvulus, IntussuscepsiMeckel’s diverticulumHemangiomaDuplikasiTertelan darah ibuInfeksiAlergi susu sapi

Fisura aniMeckel’s diveticulumIntusucepsiPolipDiarrhea invasifHSP, HUS, ITPDuplikasiHemangioma

Fisura aniPolipIntususepsiHUSIBDHSPTraumaDuplikasiHemangiomaTumor

Laboratorium : darah lengkap, kimia darah, CT, BT, PT, APTT, feses rutin Endoskopi Radiologi Arteriografi

Cari gangguan hemodinamik. Bila terjadi ancaman syok/syok: IVFD RL/NaCl 0,9% 20cc/kgBB 10 menit

sampai tanda vital membaik. Transfusi darah (PRC atau FFP) bila diperlukan. Observasi perdarahan

Edukasi Menerangkan penyebab perdarahan saluran cerna sehingga dapat dilakukan pencegahan

Daftar kepustakaan 1. Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker. Ontorio: BC Decker Inc2. Buku ajar IDAI Gastroenterohepatologi3. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease, Wyllie, Elsevier, 2006

Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, Guandalini, Taylor & Francis, 2004

4. Nelson Pediatric Text Book

28

Page 29: Ppk Geh 2013

Algoritme tatalaksana perdarahan gastrointestinal

29

Page 30: Ppk Geh 2013

DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG

Kolestasis Kode ICD : K.71.0

No Dokumen………….

No.Revisi……………..

Halaman :

Panduan PraktekKlinis

Tanggal Revisi9 Januari 2013

Ditetapkan Oleh

Ketua Divisi: Dr Hasri Salwan, SpA(K)

Definisi Kolestasis adalah gangguan sekresi dan atau aliran empedu yang biasanya terjadi dalam 3 bulan pertama kehidupan, yang menyebabkan timbulnya ikterus, akibat peninggian kadar bilirubin direk > 20% dari kadar bilirubin total jika bilirubin total > 5 mg/dl atau bilirubin direk ≥ 1 mg/dl jika kadar bilirubin total ≤ 5 mg/dl.

Etiologi Berdasarkan etiologinya, kolestasis diklasifikasikan menjadi :I. Kelainan Ekstrahepatik

a. Atresia bilierb. Hipoplasia bilier, stenosis duktus bilierc. Perforasi spontan duktus bilierd. Massa (neoplasma, batu)e. Inspissated bile syndrome

II. Kelainan IntrahepatikA. Idiopatik

1. Hepatitis neonatal idiopatik2. Kolestasis intrahepatik persisten, antara lain:

a. Displasia arteriohepatik (sindroma alagille)b. Sindroma Zellweger (sindroma serebrohepatorenal)c. Intrahepatic bile duct poucity

B. Anatomik

1. Hepatik fibrosis kongenital atau penyakit polikistik infantil

2. Penyakit coroli (pelebaran kista pada duktus intrahepatik)

C. Kelainan Metabolisme

1. Kelainan metabolisme asam amino, lipid, karbohidrat dan asam empedu

2. Kelainan metabolik tidak khas : defisiensi α 1 antitripsin, dll

D. Hepatitis

1. Infeksi, antara lain TORCH, virus Hepatitis B, Reovirus tipe e, dll

2. Toksik : kolestasis akibat nutrisi parenteral, sepsis dengan kemungkinan endotoksemia

E. Genetik atau kromosomal trisomi E, sindrom down, sindrom donahue

30

Page 31: Ppk Geh 2013

F. Lain-lain : obstruksi intestinal, histiosis X, sindroma polispenia

Patogenesis Kelainan yang dapat menyebabkan terjadinya kolestasis

• Pada hepatosit, misalnya akibat kerja estradiol yang menurunkan aliran garam empedu

• Pada membran hepatosit, misalnya pada defisiensi Na-K-ATPase yang berfungsi sebagai pompa natrium

• Pada permukaan membran yang mengarah ke dalam saluran empedu, misalnya pemberian obat seperti klorpromazin, karena mengganggu fungsi mikrofilamen hingga penetrasi garam empedu ke membran terganggu

• Gangguan pada saluran empedu yang terjadi didalam hari (intrahepatik) atau di luar hati (ekstrahepatik

Bentuk Klinis (Klasifikasi)

Alagille mengemukakan 4 kriteria klinis yang terpenting untuk membedakan kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik, sedangkan Meyer menambahkan satu kriteria gambaran histopatologik hati.

Kriteria klinis menurut Alagille meliputi :

No. Data KlinisKolestasis

EkstrahepatikKolestasis

IntrahepatikP

1.

2.

3.

4.

Warna tinja selama dirawat :- Pucat- Kuning

Berat badan lahir (gram)

Usia tinja akolik (hari)

Gambaran klinis hati- Hati normal- Hepatomegali

Konsistensi normal Konsistensi padat Konsistensi keras

79%21%

3,226 + 45

16 + 1,5

13%

12%63%24%

26%75%

2,678 + 55

30 + 2

47%

35%47%6%

*

*

*

*

5. Biopsi hati **- Fibrosis porta- Proliferasi duktural- Thrombus empedu intraportal

94%86%63%

47%30%1%

* Kemaknaan < 0.001 **Modifikasi Meyer

Anamnesis Saat timbulnya ikterus (kurang dari usia 3 bulan), lama ikterus, warna tinja, perdarahan, riwayat keluarga,riwayat kehamilan dan kelahiran.

Pemeriksaan fisik Ikterus, hepatomegali dan konsistensi hati, splenomegali, dan tanda perdarahan.

Kriteria Diagnosis Untuk kolestasis evaluasi dilakukan pada usia minimal 2 minggu dan pada bayi preterm dapat ditunda sampai 3 mingguLangkah diagnosis : Bedakan hiperbilirubinemia indirek dengan hiperbilirubinemia direk

(kolestasis). Gambaran klinik hiperbilirubinemia indirek adalah warna kulit kuning terang, kuning dimulai dari muka kemudian ke bagian distal badan (sesuai dengan peningkatan kadar bilirubin indirek, mengikuti skala Krammer), dan urin berwarna jernih. Hiperbilirubinemia indirek dapat disebabkan jaundice fisiologik (sampai umur 14 hari), “breast milk jaundice”, penyakit sistemik (hemolisis, stadium awal hipotiroidsm, obstruksi saluran cerna bagian atas, sepsis, hipoksia, hipoglikemia, galaktocemia, dan intoleransi fruktosa), kelainan keturunan : Crigler-Najjar syndromes (UDPGT deficiency tipe I bersifat total, tipe II bersifat partial) dan Gilbert syndrome.

Evaluasi klinik (anamnesis, pemeriksaan fisik, dan warna feses) Pemeriksaan fraksi bilirubin: direk, indirek, dan total. Pemeriksaan kelainan hepatoseluler dan bilier (SGPT/ALT, SGOT/AST,

31

Page 32: Ppk Geh 2013

Alkali fosfatase, GGT) Pemeriksaan fungsi liver (albumin, PT/ aPTT, kadar glukosa serum, ammonia) Rule out penyebab-penyebab yang dapat diobati Kultur bakteri (urin dan darah) Serologi dan biakan virus (infeksi hepatitis kongenital) Deteksi kelainan metabolik (galaktosemia, tyrosinemia heriditer, intoleransi

fruktosa heriditer, dan hipopitutarime/hipotiroid) Deteksi defek sintesis asam empedu, neonatal iron storage disease,

hepatotoksis karena obat Kelainan anatomik : atresia bilier, kista koledokus, inspissated bile/calculi in

common bile duct Rule out obstruksi ekstrahepatikdan intrahepatik dengan ultrasonografi dan

biopsi hati.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan : Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang

Diffrential diagnosis Kolestasis intrahepatik Kolestasis ekstrahepatik

Pemeriksaan Penunujang

Laboratorium :a. Rutin

Darah lengkap (terutama pada kasus yang dicurigai hiperbilirubinemia indirek), uji fungsi hati: SGOT (AST), SGPT (ALT), gamma GT (normal: meningkat pada bayi umur-umur muda), alkali fosfatase (normal: meningkat pada waktu memasuki usia pubertas), waktu protrombin dan tromboplastin (PT, aPTT), kadar albumin plasma, kolesterol, kadar glukosa, ureum, kreatinin, urine reduction substance, kadar amonia serum, kultur urine (jika dicurigai kolestasis intrahepatik), kultur darah (jika dicurigai sepsis), parasintesis (jika terbukti ada asites pada USG abdomen)

Bilirubin urine positif Pemeriksaan tinja 3 porsi (pk. 06.00-14.00, pk. 14.00-22.00, serta pk.

22.00-06.00) dan adanya empedu dalam tinja.b. Khusus : uji aspirasi duodenum (DAT) yang diperoleh melalui aspirasi dengan

menggunakan sonde (Levine tube), serologi untuk penyakit infeksi (TORCH, HbsAg, HIV, dan lain-lain), skrining metabolik (asam amino serum dan urin, asam organik urin), kelainan hormon (kadar hormon tiroid, TSH), kultur virus, kadar α1 antitripsin, dan lain-lain.

Pencitraan :a. Ultrasonografi hepar

Dapat menegakkan atau menyingkirkan diagnosis atresia bilier, kista koledokus, masa intra abdomen, dan patensi duktus bilier. Pada atresia bilier: akurasi diagnostik USG 77%, dilakukan pada tiga fase yaitu pada keadaan puasa (4-6 jam dengan alat USG berosolusi tinggi dan 10-12 jam dengan alat USG berosulusi rendah), saat minum, dan sesudah minum (1 sampai 2 jam setelah makan) ataupun dua fase yakni puasa dan sesudah minum. Apabila pada saat atau sesudah minum kandung empedu tidak tampak berkontraksi, maka kemungkinan besar (90%) diagnosis atresia bilier dapat ditegakkan.

b. KolangiografiApabila diagnosis masih meragukan dapat dilakukan kolangiografi operatif, bila terbukti atresia bilier, dilakukan eksplorasi lebih jauh dengan anestesi umum

Biopsi hepar:Gambaran histopatologis hati dapat membantu perlu tidaknya laparotomi eksplorasi• Atresia bilier : gambaran histopatologis menunjukkan proliferasi duktus dan sumbatan empedu, fibrosis porta, edema, tetapi arsitektur lobuler

32

Page 33: Ppk Geh 2013

masih normal• Hepatitis neonatal : umumnya ditemukan infiltrat inflamasi dari lobulus

yang disertai dengan nekrosis hepatoseluler, sehingga terlihat gambaran lobul yang kacau. Selain itu ditemukan sel raksasa, fibrosis porta dan proliferasi duktus ringan.

Paucity sistem bilier. Tatalaksana Uji fungsi hati dilakukan untuk menentukan jenis hiperbilirubinemia dan

tatalaksana selanjutnya. Tatalaksana kolestasis intrahepatik : Memperbaiki aliran empedu: Obat stimulasi aliran empedu adalah :

1. Asam ursodeoksikolat, dosis: 10 - 30 mg/kgBB/hari, bekerja sebagai competitive binding empedu toksik, bile fow inducer, suplemen empedu, dan hepatoprotektor.

2. Kolestiramin, dosis: 0,25 - 0,5 g/kgBB/hari, berfungsi menyerap empedu toksik dan menghilangkan gatal.

3. Rifampicin, dosis: 10 mg/kgBB/hari, berfungsi meningkatkan aktivitas enzim mikrosom dan menurunkan ambilan asam empedu oleh sel hati

4. Fenobarbital: induksi enzim glukuronil transferase, digunakan hanya pada hiperbilirubinemia indirek pada Crigler-Najjar syndromes (UDPGT deficiency tipe II) dengan dosis: 3-10 mg/kgBB/hari

Multivitamin vitamin A : 5.000 - 25.000 U/ hari, D: D3 calcitriol: 0,05 - 0,2ug/kgBB/hari, E: 25 - 50 IU/kgBB/hari,K: K1 2,5 - 5 mg/ 2-7x/ minggu

Nutrisi : diet lemak MCT. Trace elemen: trace element: Ca, P, Mn, Zn, Selenium, Fe. Terapi komplikasi yang terjadi: misalnya hiperlipidemia/xantelasma

diberikan kolestipol dengan dosis 250-500 mg/kgBB/hari (gabungan kolestramin dengan kolestipol), hipertensi portal (dibuktikan dengan USG dopler) diberikan propanolol dengan dosis 1 – 6 mg/kgBB, gagal hati dengan transplant

Dukungan psikologis Mengobati penyebab kolestasis yang bisa diobati Kolestasis ektrahepatik : operasi Kolestasis intrahepatik, tergantung etiologi.Infeksi hepatistsis kongenital : Herpes simpleks diberikaan asiklovir intravena, sipilis diberikan penisilin 50.000 iu/kgBB/hari selama 10-14 hari, tuberkulosis diberikan OAT, toxoplasmosis diberikan pyrimethamin 1 mg/kgBB/2-4 hari dan sulfadiaazine 50-100 mg/kgBB/hari. Penyakit metabolik: galaktosemia diberikan diet bebas galaktosa, tyrosinea heriditer diberikan diet tirosin/fenilalamin rendah, intoleransi fruktosa heriditer diberikan diet bebas fruktosa/laktosa, hipotiroidisme/hipopitutarisme diberikan hormon-hormon tiroid, adrenal dan growth hormon .Obat-obatan dan toksin: obat-obatan penyebab hepatotoksin dihentikan, endotoksin bakterial diberikan antibiotika yang sesuai (misalnya Tersangka ISK dengan cefotaksim), TPN ditatalaksana dengan pemberian intake oral secepatnya.

Komplikasi dan Prognosis

Daftar kepustakaan

Sindrom klinik yang timbul tergantung pola makan/minum, lamanya kolestasis, serta luasnya kerusakan hati yang sudah terjadi.

1. Rosenthal P. Neonatal hepatitis and congenital infections. Dalam: Suchy FJ, penyunting. Liver disease in children. Edisi ke-1. St. Louis: Mosby year book; 1994. h. 414-24.

2. Balisteri WF. Cholestasis. Dalam: Berhman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: WB Saunders; 2004. h. 1203-7.

3. Haefelin DN, Griffiths P, Rizetto M. Systemic virosis producing hepatitis. Dalam: Bircher J, dkk, penyunting. Oxford textbook of clinical hepatology. Edisi ke-2. Oxford: Oxford University Press; 1999. h. 955-63.

4. Emerick KM, Whitington PF. Molecular basis of neonatal cholestasis. Ped Clin N Am. 2002;49(1):1-3.

33

Page 34: Ppk Geh 2013

Lain-lain (Algaritma,Protokol, Prosedur,Standing Order)

Langkah awal, bedakan antara hiperbilirubinemia indirek dan direk (kolestasis)

Jika kolestasis, perkirakan kelainan yang terjadi intrahepatik atau ektrahepatik, dengan melakukan pemeriksaan darah, fungsi hati, dan sintesis hati. Kelainan ektrahepatik dibuktikan dengan pemeriksaan USG. Biopsi hepar dapat dilakukan untuk membedakan kelainan intrahepatik, ektrahepatik, dan paucity saluran empedu.

Diagnosis awal kolestatik intrahepatik diberikan antibiotik untuk Tersangka ISK (TISK) yang tidak hepatotoksik (cefotaksim) sampai hasil kultur dan resistensi urin diketahui. Diagnosis sementara berupa TISK ditegakkan karena meliputi hampir 30% kolestasis intra hepatik.

Adanya dismorfik mengarahkan diagnosis ke kelainan metabolik dan infeksi TORCH kongenital.

Infeksi TORCH kongenital dicurigai jika bayi dismorfik, adanya riwayat infeksi TORCH saat ibu hamil (gambaran klinis, riwayat kehamilan terdahulu, atau pemeriksaan serologis), dan adanya kelainan kombinasi (kelainan pendengaran, mata, jantung, dan hepatosplenogali).

Atresia biler dapat diprediksi dengan feses yaang seperti dempul (spesifisitas tinggi, tetapi sensitivitas yang rendah)

34

Page 35: Ppk Geh 2013

DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG

Kista Duktus Koledokus Kode ICD : Q.44.4

No Dokumen………….

No.Revisi……………..

Halaman :

Panduan PraktekKlinis

Tanggal Revisi9 Januari 2013

Ditetapkan oleh

Ketua Divisi: Dr Hasri Salwan, SpA(K)

Definisi Pelebaran saluran empedu baik ekstra maupun intrahepatik.

Etiologi Belum diketahui secara pasti karena banyak faktor yang berperan.Penyakit ini jarang ditemukan, lebih sering di Asia terutama Jepang.

Patogenesis Kista menyebabkan sumbatan saluran empedu, menimbulkan gejala kolestasis

Bentuk Klinis (Klasifikasi)

Klasifikasi :

Berdasarkan onset gambaran klinis: tipe neonatal/ bayi dan tipe anak/ dewasa.

Berdasarkan kelainan anatomi : Tipe I : Tipe kistik dan fusiform/dilatasi segmental dari duktus biliaris

ekstra hepatik. Jenis ini paling sering ditemukan. Tipe II : Dilatasi sakulat tunggal/divertikulum dari duktus biliaris ekstra

hepatik Tipe III : Dilatasi intraduodenal/koledokel dari duktus biliaris. Tipe IV A : Kombinasi dilatasi intra dan ekstra hepatik. Tipe IV B : Dilatasi multipel dari duktus biliaris ekstra hepatik. Tipe V : Dilatasi difus duktus biliaris intra hepatik (penyakit caroli).

Anamnesis Nyeri perut, kuning, kadang kadang disertai demam akibat infeksi.

Pemeriksaan fisik Ikterus, dan dapat teraba massa tumor pada perut kanan atas.Klasik berupa trias: ikterus, nyeri perut yang hilang timbul, dan massa tumor pada perut kanan atas.

Kriteria Diagnosis Ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang.

Diffrential diagnosis

Pemeriksaan Penunujang

Pemeriksaan penunjang, ditemukan peningkatan kadar bilirubin, transaminase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase dan kadar amylase. USG mempunyai ketepatan diagnosis yang tinggi untuk diagnosa dini, dimana terlihat gambaran massa tumor yang berbatas tegas ekolusen di daerah kanan atas. Diagnosis pasti untuk untuk menentukan tipe kista dengan kolangiografi.

Tatalaksana Penatalaksanaan dengan tindakan bedah yaitu eksisi total

Komplikasi danPrognosis

Baik bila operasi dilakukan dalam keadaan dini

Daftar kepustakaan 1. Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker. Ontorio: BC Decker Inc2. Buku ajar IDAI Gastroenterohepatologi3. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease, Wyllie, Elsevier, 2006

Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, Guandalini, Taylor & Francis, 2004

4. Nelson Pediatric Text Book

Lain-lain (Algaritme,Protokol, Prosedur,Standing Order)

35

Page 36: Ppk Geh 2013

DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG

Kolitis Ulseratif Kode ICD : K.52.9

No Dokumen………….

No.Revisi……………..

Halaman :

Panduan PraktekKlinis

Tanggal Revisi9 Januari 2013

Ditetapkan oleh

Ketua Divisi: Dr Hasri Salwan, SpA(K)

Definisi Reaksi radang difus yang ditandai oleh infiltrat neutrofil dengan abses kripta yang mengenai usus besar bagian distal yang dapat meluas ke proksimal sepanjang kolon dengan panjang bervariasi.

Etiologi Idiopatik

Patogenesis Beberapa teori telah diajukan seperti faktor genetik, perubahan imunitas, infeksi, alergi, alergi, diet, dan faktor psikologis

Anamnesis Diare kronik dengan darah segar Tidak dapat menahan defekasi Tenesmus dan kejang (kram) pada perut bagian bawah terutama sesaat

sebelum defekasi

Pemeriksaan fisik

Kriteria Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan : Manifestasi klinis Mikrobiologi. Serologi. Kolonoskopi. Biopsi.

Diffrential diagnosis Kolitis infeksiosa Kolitis akibat C.diificile Irritable Bowel Syndrome Kolitis alergi Penyakit Chron

Pemeriksaan Penunujang

Laboratorium Endoskopi Biopsi

Tatalaksana Sulfazalazine, dosis 50 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis. Hidrokostison enema 100 mg pada waktu tidur selama 6 minggu. Prednison oral 1-2 mg/kgBB/hari selama 3-4 bulan, dosis penuh diberikan

selama 6 minggu kemudian diturunkan 5 mg/hari setiap minggu. Pada kasus gawat darurat dapat dilakukan kolektomi

Komplikasi danPrognosis

Perdarahan, perforasi, striktur, megakolon toksik, karsinoma

Daftar kepustakaan 1. Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker. Ontorio: BC Decker Inc2. Buku ajar IDAI Gastroenterohepatologi3. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease, Wyllie, Elsevier, 2006

Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, Guandalini, Taylor & Francis, 2004

4. Nelson Pediatric Text BookLain-lain (Algaritma,Protokol, Prosedur,Standing Order)

Hipertrofi Stenosis Pilorus Kode ICD : Q.40.0

36

Page 37: Ppk Geh 2013

DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG

No Dokumen………….

No.Revisi……………..

Halaman :

Panduan PraktekKlinis

Tanggal Revisi9 Januari 2013

Ditetapkan oleh

Ketua Divisi: Dr Hasri Salwan, SpA(K)

Definisi Hipertrofi dari otot sirkuler pilorus yang menyebabkan obstruksi pintu keluar lambung

Etiologi Tidak diketahui

Patogenesis Hipertrofi dan hiperplasi otot sirkuler pylorus menimbulkan obstruksi pylorus parsial yang bersifat progresif

Anamnesis Muntah tidak mengandung empedu (nonbilious vomiting), bersifat progresif. Muntah muncul 2-3 minggu, sebelumnya bayi terlihat sehat. Muntah

awalnya intermiten, muncul 30-60 menit setelah minum. Frekuensi dan volume muntah progresif meningkat dan akhirnya

menimbulkan muntah projektil yang berulang (Repetitive Projectile Vomiting)

Dapat menimbulkan dehidrasi, berat badan tidak meningkat bahkan menurun, konstipasi, kadang-kadang berdarah (akibat esofagitis sekunder atau gastritis). Keadaaan yang terlambat mendapat pertolongan ditemukan dehidrasi berat dan alkalosis metabolik berat (dehydration hypochloremic alkalosis)

Pemeriksaan fisik a. Tampak gerakan peristaltik lambung setelah 30-60 menit minum.b. Teraba massa (hipertrofi otot pilorus) di perut kanan atas.

Kriteria Diagnosis Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Penunujang

a. Foto polos abdomen: Penyempitan lumen pilorus (string sign). Tampak bayangan lambung sangat besar dan berisi udara.

b. USG : Akurasi 95%. Target sign adalah gambaran khas penebalan mukosa pilorus pada stenosis pilorus lebih dari 14 mm.

c. Laboratorium : Alkalosis metabolik. Hipokalemia. Hiponatremia.

Tatalaksana a. Operatif Teknik operasi Fredet-Ramstedt (piloromiotomi).

b. Non operatif Medikamentosa : sulfas atropin dapat diberika jika operasi tidak

memungkinkan. Diet: makanan kental dalam porsi sedikit tetapi sering. Penderita ditaruh dalam posisi setengah duduk selama 1 jam setelah

makan.

Komplikasi danPrognosis

Prognosis baik bila dilakukan tindakan operatif. Pada tindakan non operatif angka kematian meningkat dan apabila penderita

dapat hidup akan terjadi kurang gizi.

Daftar kepustakaan 1. Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker. Ontorio: BC Decker Inc2. Buku ajar IDAI Gastroenterohepatologi3. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease, Wyllie, Elsevier, 2006

Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, Guandalini, Taylor & Francis, 2004

37

Page 38: Ppk Geh 2013

4. Nelson Pediatric Text BookLain-lain (Algaritma,Protokol, Prosedur,Standing Order)

38

Page 39: Ppk Geh 2013

DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG

Keracunan Makanan/minuman Kode ICD : T. 78.00-06

No Dokumen………….

No.Revisi……………..

Halaman :

Panduan PraktekKlinis

Tanggal Revisi9 Januari 2013

Ditetapkan oleh

Ketua Divisi: Dr Hasri Salwan, SpA(K)

Definisi Gambaran klinik yang disebabkan gangguan satu atau beberapa organ yang disebabkan oleh makanan yang mengandung racun / toksin

Etiologi Makanan yang mengandung racun dapat disebabkan oleh terkontaminasi racun (zat kimia), makanan tersebut memang mengandung racun (misalnya singkong), makanan tersebut mengandung kuman yang menghasilkan racun.1. Poisoning material2. Food contamination

• Chemical material • Bacterial toxin• Foreign matter• Organism

Dari lamanya terjadi keracunan setelah penderita mengkonsumsi makanan/ minuman tersebut, secara garis besar dapat dibedakan penyebabnya :1. Bahan kimia : < 1 jam.2. Eksotoksin dari kuman : < 8 jam (1 – 7 jam).3. Endotoksin dari kuman : > 8 jam.4. Kuman tersebut (infeksi) : > 24 jam.

Patogenesis Tergantung jenis racun

Anamnesis Apabila terdapat 1 orang atau lebih yang menunjukkan gejala keracunan yang sama setelah mengkonsumsi makanan/minuman yang sama atau bila pihak keluarga penderita mengkaitkan kasusnya dengan kecurigaan keracunan makanan.

Pemeriksaan fisik Tergantung jenis racun• Aritmia jantung: tricyclic antidepressants, amphetamine, aluminium

phosphide, digitalis, theophylline, arsenic, cyanide, chloroquin.• Asidosis metabolik: isoniazid, methanol, salicylates, phenformin, iron,

cyanide.• Gangguan saluran cerna: organophosphorus, arsenic, iron, lithium,

mercury.• Sianosis: nitrobenzene compounds, aniline dyes, dan dapsone.

Kriteria Diagnosis Diagnosis keracunan makanan/ minuman biasanya ditentukan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, dan pemeriksaan jenis racunnya sendiri. Anamnesis: riwayat adanya kontak dengan zat racun tersebut. Kontak terkadang sulit diketahui. Gambaran klinis yang tidak spesifik dan tampak sebab yang jelas, maka keracunan makan harus disingkirkan lebih dahulu. Gambaran klinis sesuai dengan penyebab keracunan makanan. Analisis: bahan lambung, darah, ataupun urin. Spesimen yang harus disimpan/ diselamatkan dalam kasus keracunan makanan/minuman adalah :- Bahan makanan yang dicurigai penyebab racun.- Muntahan penderita.- Feses penderita.

Diffrential diagnosis

Pemeriksaan Penunujang

Tatalaksana Prinsip pengobatan keracunan secara umum adalah :

1. Menentukan secepat mungkin penyebab keracunan dengan pemeriksaan

39

Page 40: Ppk Geh 2013

klinis, laboratorium toksikologis, kecepatan mendapatkan contoh darah, urin, feses, muntahan penderita serta bahan makanan/ minuman yang dicurigai menjadi penyebab keracunan.

2. Mengeluarkan racun dari lambung, dengan cara membuat penderita muntah atau tindakan bilas lambung.

3. Pemberian antidotum yang sesuai.4. Pengobatan simptomatik dan suportif.

Yang terpenting di antara keempat prinsip tersebut adalah pemberian antidotum, tetapi bila antidotum tidak tersedia maka pengobatan simptomatik dan suportif memegang peranan penting.a. Keracunan Jamur

Antidotum yang diberikan adalah antimuskarinik berupa Atropin dengan dosis 1-2 mg dapat diberikan setiap 30 menit secara subkutan sampai gejala menghilang atau terjadi gejala atropinisasi.

b. Keracunan SingkongDiberikan antidotum Natrium tiosulfat 30% sebanyak 30cc, secara IV perlahan-lahan. Mula-mula diberikan diberikan 10cc IV, kemudian anak dicubit untuk mengetahui apakah kesadarannya telah pulih, bila belum sadar dapat diberikan 10 cc lagi sampai dosis maksimal. Bila terjadi sianosis dapat diberikan oksigen.

Komplikasi danPrognosis

Tergantung jenis racun

Daftar kepustakaan 1. Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker. Ontorio: BC Decker Inc2. Buku ajar IDAI Gastroenterohepatologi3. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease, Wyllie, Elsevier, 2006

Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, Guandalini, Taylor & Francis, 2004

4. Nelson Pediatric Text BookLain-lain (Algoritme,Protokol, Prosedur,Standing Order)

40

Page 41: Ppk Geh 2013

DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG

Nyeri/ Sakit Perut Kode ICD : R.10

No Dokumen………….

No.Revisi……………..

Halaman :

Panduan PraktekKlinis

Tanggal Revisi9 Januari 2013

Ditetapkan oleh

Ketua Divisi: Dr Hasri Salwan, SpA(K)

Definisi Nyeri perut merupakan manifestasi nyeri pada daerah abdomen. Nyeri ini dapat disebabkan oleh organ di dalam ataupun di luar abdomen

Nyeri perut berulang merupakan serangan sakit perut yang timbul sekurang-kurangnya tiga kali dalam jangka waktu tiga bulan dan mengakibatkan terganggunya aktivitas sehari-hari.

Etiologi Nyeri perut dapat dibagi menurut penyebab gastrointestinal dan non gastrointestinal, dan keduanya dibagi lagi menjadi sakit perut bedah dan non bedah.1). Nyeri perut non bedah :

a. Traktus gastrointestinalis dan mesenterium.1. Kolik.2. Ulkus peptikum.3. Zollinger-Ellison Syndrome.4. Gastritis.5. Adenitis Mesenterika.6. Kiste mesenterika.7. Konstipasi.

b. Traktus Urinarius.1. Penyakit pada traktus urinarius.2. Henoch-Scholein Purpura.

c. Hepar dan kandung Empedu.1. Hepatitis.2. Perihepatitis.3. Kolesistitis akut.4. Kolelitiasis.

d. Lien. Pembesaran lien congestive.e. Pankreas. Pankreastitis akut.

2). Nyeri perut akut bedah :a. Traktus gastrointestinalis.

1. Appendisitis.2. Intussusepsi.3. Intestinal Malrotasi.4. Volvulus.5. Divertikulum Meckel.6. Hernia inkarserata.7. Obstruksi intestinal.

b. Traktus Urinarius.Calculus Renal.c. Tumor Hepar.d. Lien.

e. Trauma yang menyebabkan ruptur lien.

Patogenesis Mekanisme timbulnya sakit perut:1. Gangguan vaskular.2. Peradangan.3. Obstruksi organ berongga di ruang peritoneum atau retroperitoneum.4. Penarikan dan peregangan peritoneum viseralis.

Bentuk Klinis (Klasifikasi)

Pada bayi dan anak, manifestasi klinis sakit perut bergantung pada umur penderita. Umur 0-3 bulan : umumnya digambarkan dengan adanya muntah. Umur 3 bulan-2 tahun : muntah tiba-tiba, menjerit, menangis tanpa adanya

trauma yang dapat menerangkan terjadinya gejala. Umur 2-5 tahun : sudah dapat menyatakan sakit tetapi lokalisasinya

41

Page 42: Ppk Geh 2013

belum tepat. Umur > 5 tahun : dapat menerangkan sifat dan lokasi yang dirasakan

sakit.

Anamnesis Timbulnya rasa sakit. Onset dan lamanya sakit. Kwalitas dan berat ringannya. Lokalisasi sakit perut. Demam. Mual, muntah atau diare yang berhubungan dengan sakit perut. Ciri-ciri dari muntah atau diare. Perubahan kebiasan defekasi, konsistensi dan warna feses. Faktor- faktor yang memperingan dan memperberat sakit perut. Terapi yang sudah diberikan. Riwayat trauma. Riwayat pernah dirawat sebelumnya.

Pemeriksaan fisik Pemeriksaan yang terbaik adalah pada waktu serangan, harus lengkap dengan titik berat pada abdomen. Pengamatan. Secara umum penderita tampak tidak anemia, turgor normal, sirkulasi normal. Tanda vital : temperatur harus diperhatikan. Periksa tanda-tanda peradangan dan proses infeksi pada kepala, mata, telinga,

hidung, tenggorokan, seperti faringitis, OMA, dll. Dada : perhatikan pergerakan dada, retraksi, frequensi respirasi. Abdomen :

- Pengamatan bentuk perut.- Distensi / ketegangan dinding perut baik sebelum atau sesudah rangsangan

tangan (palpasi).- Adanya cairan bebas, bising usus diseluruh perut meningkat atau menurun

sampai negatif.- Perlu dicari tanda akut abdomen yaitu dinding abdomen yang kaku, defence

musculare, nyeri tekan, nyeri lepas.- Pada pemeriksaan di luar abdomen, cari kemungkinan adanya hernia

strangulata, hernia inguinalis yang menyebabkan obstruksi dan peritonitis. Rektum : Pemeriksaan colok dubur perlu diperhatikan abnormalitas sfingter internal atau

eksternal, adanya massa feces, warna, konsistensi, darah. Sistem Genitourinaria : Perhatikan di daerah genitalia adanya trauma, discharge, peradangan nyeri pada

anak remaja periksa daerah pelvis, evaluasi adanya trauma, infeksi peradangan, besarnya uterus, dan massa.

Kriteria Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan : Anamnesis Pemeriksaan fifik Pemeriksaan penunjang

Diffrential diagnosis Nyeri perut fungsional, klasifikasi berdasarkan Kriteria RomA III, yakni: funcgsional dispepsia, IBS (irritable bowel syndrome), abdominal migrane, childhood functional abdominal pain, dan childhood functional abdominal pain syndrome.(lihat lampiran)

Nyeri perut organik

Pemeriksaan Penunujang

Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan rutin darah, urin, tinja perlu dilakukan. Jika ada kelainan dilanjutkan dengan pemeriksaan khusus : WBC dengan hitung jenis, sedimen urine, urinalisis, kultur urin / tinja, foto polos abdomen.Sakit perut berulang perlu dilakukan pemeriksaan barium meal, barium enema, endoskopi, USG.

Tatalaksana Ditentukan apakah penyakitnya membutuhkan tindakan bedah atau tidak. Bila tidak ditemukan kedaruratan perut, penyebab sakit perut harus dicari dan diberi

42

Page 43: Ppk Geh 2013

pengobatan yang sesuai.

Edukasi Memberikan rasa aman dan edukasi kepada penderita dan keluarga. Meyakinkan bahwa pada sakit perut fungsioanal, tidak ada bukti adanya kelainan dasar yang serius

Komplikasi danPrognosisDaftar kepustakaan Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker. Ontorio: BC Decker Inc

Buku ajar IDAI GastroenterohepatologiPediatric Gastrointestinal and Liver Disease, Wyllie, Elsevier, 2006 Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, Guandalini, Taylor & Francis, 2004Nelson Pediatric Text Book

Lain-lain (Algaritma,Protokol, Prosedur,Standing Order)

Rome III Diagnostic Criteria for Functional Gastrointestinal DisordersH2. ABDOMINAL PAIN-RELATED FUNCTIONAL GI DISORDERSH2a. Functional DyspepsiaDiagnostic criteria* Must include all of the following: Persistent or recurrent pain or discomfort centered in the upper abdomen

(above the umbilicus) Not relieved by defecation or associated with the onset of a change in stool

frequency or stool form (i.e., not irritable bowel syndrome) No evidence of an inflammatory, anatomic, metabolic or neoplastic process

that explains the subject’s symptoms* Criteria fulfilled at least once per week for at least 2 months prior to diagnosisH2b. Irritable Bowel SyndromeDiagnostic criteria* Must include both of the following: Abdominal discomfort** or pain associated with two or more of the following

at least 25% of the time:a. Improvement with defecationb. Onset associated with a change in frequency of stoolc. Onset associated with a change in form (appearance) of stool

No evidence of an inflammatory, anatomic, metabolic, or neoplastic processthat explains the subject’s symptoms

* Criteria fulfilled at least once per week for at least 2 months prior to diagnosis** “Discomfort” means an uncomfortable sensation not described as pain.H2c. Abdominal MigraineDiagnostic criteria* Must include all of the following: Paroxysmal episodes of intense, acute periumbilical pain that lasts for

hour or more Intervening periods of usual health lasting weeks to months The pain interferes with normal activities The pain is associated with 2 of the following:

a. Anorexiab. Nauseac. Vomitingd. Headachee. Photophobiaf. Pallor

No evidence of an inflammatory, anatomic, metabolic, or neoplastic processconsidered that explains the subject’s symptoms

* Criteria fulfilled two or more times in the preceding 12 monthsH2d. Childhood Functional Abdominal PainDiagnostic criteria* Must include all of the following: Episodic or continuous abdominal pain Insufficient criteria for other FGIDs . No evidence of an inflammatory, anatomic, metabolic, or neoplastic process that explains the subject’s symptoms

43

Page 44: Ppk Geh 2013

* Criteria fulfilled at least once per week for at least 2 months prior to diagnosisH2d1. Childhood Functional Abdominal Pain SyndromeDiagnostic criteria* Must satisfy criteria for childhood functional abdominal pain and have at least 25% of the time one or more of the following: Some loss of daily functioning Additional somatic symptoms such as headache, limb pain, or difficulty

sleeping* Criteria fulfilled at least once per week for at least 2 months prior to diagnosis

44

Page 45: Ppk Geh 2013

DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG

Kolesistitis Kode ICD : K 81

No Dokumen………….

No.Revisi……………..

Halaman :

Panduan PraktekKlinis

Tanggal Revisi9 Januari 2013

Ditetapkan Oleh

Ketua Divisi: Dr Hasri Salwan, SpA(K)

Definisi Kolesistitis adalah peradangan pada kantung empedu yang dapat akut atau kronik.

Etiologi a.Kolesistitis akut :- Stasis garam empedu : Obstruksi (batu empedu, nodus limfatikus, tumor),

kelaparan dan imobilisasi.- Inflamasi : garam empedu, lysolecitin, bakteri.- Iskemi : torsi, penyakit vaskuler.b.Kolesistitis kronik : obstruksi berulang dan inflamasi

Patogenesis

Bentuk Klinis (Klasifikasi)

Anamnesis a. Nyeri abdomen.b. Kwadran kanan atas.c. Epigastrium.d. Menyebar ke belakang, bahu.e. Mualf. Intoleran makanan lemak

Pemeriksaan fisik a. Abdomen tegang.b. Kuning.c. Demam.d. Teraba massa.

Kriteria Diagnosis a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik.b. Laboratorium :c. Radiologis d. USG :

Diffrential diagnosis a. Apendisitis akuta.b. Pankretitis akuta.c. Komplikasi dari tukak peptik (perforasi).d. Obstruksi Intestinal.

Pemeriksaan Penunujang

a. Laboratorium : Rutin : Hb, Lekosit, Hitung jenis. Test faal hati : bilirubin, SGOT, SGPT, Alkali fosfatase.

b. Radiologis : Perlu di buat foto polos abdomen, untuk mendeteksi ada atau tidaknya batu empedu radio opak.

c. USG : Pemeriksaan USG lebih banyak membantu menentukan diagnosis. Gambaran USG dari kolesistitis akut :

- Penebalan dinding kandung empedu lebih dari 3 cm.- Pada dinding yang menebal terlihat suatu daerah bebas gema diantara

lapis luar dengan lapisan dalam, sehingga terlihat tanda dinding yang rangkap atau disebut Double Rim Sign. Hal ini disebabkan karna adanya edema di dinding kandung empedu.

- Terdapat tanda Murphy Ultrasonik yaitu terasa nyeri pada saat transduser sedikit di tekan diatas daerah kandung empedu.

- Terdapat pembesaran kandung empedu.- Selain tanda-tanda tersebut di atas perlu dicari penyebabnya.

Sebagai penyebab terbanyak yaitu batu empedu, yang akan terlihat sebagai suatu massa padat berdensitas gema meninggi, disertai bayangan akustik.

45

Page 46: Ppk Geh 2013

Pada perubahan posisi massa tersebut akan ikut bergerak

Tatalaksana a. Pengobatan kolesistitis termasuk hospitalisasi, hidrasi dengan cairan IV, koreksi abnormalitas elektrolit dan penghentian makanan oral.

b. Medikasi (misalnya Meperidine hidroklorida) harus diberikan untuk mengurangi nyeri.

c. Antibiotika, termasuk ampisilin dan gentamisin digunakan untuk mengobati kolesistitis akut karena mereka diekskresikan dalam empedu atau melindungi organ enteric secara adekuat. Sefalosporin generasi kedua atau ketiga dapat digunakan sebagai alternatif.

d. Kolesistektomi laparoskopik adalah pengobatan pilihan untuk manajemen kolesistitis akut tanpa komplikasi.

Indikasi utama untuk pembedahan :

1. Ketidakpastian mengenai diagnosis ditambah dengan iritasi peritoneal perut bagian atas yang jelas

2. Kegagalan terhadap pengobatan non operatif : Demam terus menerus lewat 24 jam. Tanda-tanda iritasi peritoneal yang tak berubah atau semakin lanjut. Perkembangan atau pembesaran massa yang progesif. Perkembangan peritonitis umum.

Edukasi

Komplikasi danPrognosis

Perforasi. Peritonitis empedu. Obstruksi bilier. Sirosis bilier. Kanker kandung empeduAngka mortalitas keseluruhan untuk kolesistitis akut dan kronik < 2 %

Daftar kepustakaan Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker. Ontorio: BC Decker IncBuku ajar IDAI GastroenterohepatologiPediatric Gastrointestinal and Liver Disease, Wyllie, Elsevier, 2006 Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, Guandalini, Taylor & Francis, 2004Nelson Pediatric Text Book

Lain-lain (Algoritme,Protokol, Prosedur,Standing Order)

46

Page 47: Ppk Geh 2013

DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG

Peritonitis Tuberkulosa Kode ICD : A 18.31

No Dokumen………….

No.Revisi……………..

Halaman :

Panduan PraktekKlinis

Tanggal Revisi9 Januari 2013

Ditetapkan Oleh,

Ketua Divisi: Dr Hasri Salwan, SpA(K)

Definisi Radang peritoneum yang disebabkan oleh M.tuberculosis

Etiologi Mycobacterium tuberculosa

Patogenesis Peritonitis TB didahului oleh infeksi M. tuberculosis yang menyebar secara hematogen ke organ di luar paru termasuk di peritoneum.

Cara lain adalah dengan penjalaran langsung dari kelenjar mesenterika atau dari tuberkulosis usus.

Bentuk Klinis (Klasifikasi)

Tipe kering Tipe basah Tipe campuran

Anamnesis Seperti pada dengan curiga TB pada umumnya

Pemeriksaan fisik Di temukan massa intraabdomen, adanya asites, kadang-kadang ditemukan fenomena papan catur yaitu pada perabaan abdomen didapatkan adanya massa yang diselingi perabaan lunak

Kriteria Diagnosis Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang

Diffrential diagnosis

Pemeriksaan Penunujang

Foto polos abdomen : gambaran peritonitis, massa omentum dan asites. Biopsi peritonium untuk mencari gambaran patologis. Kultur M. tuberkulosis dari bahan cairan asites atau biopsi peritonium.

Tatalaksana Tatalaksana TB ekstrapulmonal yaitu Rifampisin dan INH diberikanselama 12 bulan, Pirazinamid selama 2 bulan pertama. Kortikosteroid diberikan 1-2 mg/kg BB selama 1-2 minggu pertama.

Edukasi

Komplikasi danPrognosis

Perlengketan usus, obstruksi usus

Daftar kepustakaan Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker. Ontorio: BC Decker IncBuku ajar IDAI GastroenterohepatologiPediatric Gastrointestinal and Liver Disease, Wyllie, Elsevier, 2006 Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, Guandalini, Taylor & Francis, 2004Nelson Pediatric Text Book

Lain-lain (Algaritma,Protokol, Prosedur,Standing Order)

47

Page 48: Ppk Geh 2013

DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG

Konstipasi Kode ICD : K.59.0

No Dokumen………….

No.Revisi……………..

Halaman :

Panduan PraktekKlinis

Tanggal Revisi9 Januari 2013

Ditetapkan Oleh,

Ketua Divisi: Dr Hasri Salwan, SpA(K)

Definisi Batasan konstipasi : jika terdapat 2 atau lebih kriteria1. Frekuensi < 3x/minggu2. Konsistensi keras3. Terdapat distress : nyeri, pengeluaran periodik sejumlah feses besar ≥ 1 x / 7

- 30 hari, perut kembung, sensasi penuh, teraba massa di abdomen atau rektum

Berdasarkan waktu :1. Konstipasi akut : < 1-4 minggu2. Konstipasi kronik : > 1 bulan

Etiologi Hampir 90-95% penyebab konstipasi tidak diketahui (idiopatik) dan bersifat fungsional. Hanya 5-10% yang mempunyai penyebab organik, diantaranya Hirschprung’s disease, cyctic fibrosis, fisiologi anorektal yang abnormal, dan fisura ani. Penyebab non organik diantaranya adalah obat-obatan, kondisi metabolik karena dehidrasi, diet kurang serat, dan penyakit malabsorpsi

Patogenesis Konstipasi fungsional diduga berhubungan dengan masalah fungsi usus, termasuk kontrol hormonal, syaraf, masalah otot-otot pada kolon, rektum atau anus. Konstipasi fungsional sering disebabkan kebiasaan defekasi dan diet yang buruk. Kebiasaan defekasi yang tidak teratur, akibat penghambatan refleks defekasi normal. Psikosomatik juga dapat menyebabkan konstipasi. Terjadi pada usia 2 tahun psikosomatik juga dapat menyebabkan konstipasi.

Bentuk Klinis (Klasifikasi)

Konstipasi akut Konstipasi kronik : konstipasi fungsional dan konstipasi organik

Anamnesis Riwayat konstipasi yang terjadi, yakni lamanya gejala (konstipasi akut atau kronik), frekuensi defekasi, konsitensi feses, ada tidaknya darah pada feses, dan kebiasaan defekasi (seberapa sering dan dimana pasien biasa defekasi). mengenai kebiasaan makan,komsumsi obat-obatan, dan aktifitas fisik. Penting juga untuk menanyakan umur saat awitan. Jika gejala pada saat usia toilet training (>2 tahun) kemungkinan besar bersifat fungsional.

Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik dilakukan terutama pada abdomen, tulang belakang dan perineum.

Pemeriksaan colok dubur dapat untuk mengevaluasi tonus otot-otot sfingter ani dan mendeteksi obstruksi atau darah. Pemeriksaan ini dapat menyingkirkan adanya kelainan anatomi (seperti anal stenosis dan fisura ani) dan trauma.

Kriteria Diagnosis Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang

Diffrential diagnosis Konstipasi fungsional Konstipasi organik

Pemeriksaan Penunujang

Jarang di lakukan pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengidentifikasi adanya anemia, lekositosis, dan gangguan metabolik, seperti hipotiroidisme (hormon tiroid) atau uncover excess hormon paratiroid (kalsium). Pemeriksaan

48

Page 49: Ppk Geh 2013

urine berupa urin rutin dan kultur urine juga dilakukan terutama bila diduga terjadi infeksi saluran kemih akibat konstipasi kronis.

Pemeriksaan penunjang lainnya yang digunakan untuk mengevaluasi konstipasi yaitu foto polos abdomen, studi transit kolorektal, tes fungsi anorektal, biopsi hisap rektum, dan defekografi. Karena peningkatan resiko kanker, dapat dilakukan tes untuk menyingkirkan kanker, yaitu barium enema, sigmoidoskopi atau kolonoskopi. Pemeriksaan ultrasonografi abdomen dan MRI juga dapat dilakukan untuk mencari penyebab organik lain yang memberikan gejala konstipasi.Foto tulang belakang daerah lumbosakral dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) diindikasikan ketika hasil pemeriksaan neurologi ektremitas bawah atau sakrum tampak abnormal.

Tatalaksana Pengobatan konstipasi sangat bervariasi tergantung sumber masalah, usia anak, dan kepribadian anak.

Jika konstipasi terjadi sebagai akibat suatu keadaan medis, kelainan primer harus diobati terlebih dahulu.

Penatalaksanaan terhadap konstipasi kronis antara lain dengan menggabungkan teknik edukasi, evakuasi feses (disimpaction), dan terapi rumatan (modifikasi tingkah laku, pengaturan diet, dan pemberian laksansia).

Edukasi Toilet education Diet tinggi serat

Komplikasi danPrognosis

Komplikasi yang sering terjadi antara lain nyeri anus, nyeri abdomen, fisura ani, enkopresis, enuresis, infeksi saluran kemih, obstruksi ureter, prolaps rectum, ulkus soliter, sindrom stasis (bakteri overgrowth, fermentasi karbohidrat, maldigesti, dekonyugasi asam empedu, steatorea).

Pada anak di bawah usia 5 tahun dengan konstipasi kronis, sebanyak 50% sembuh dalam 1 tahun dan 65-75% sembuh dalam 2 tahun dengan pemakaian laksansia bertahun-tahun. Keberhasilan pengobatan konstipasi sangat tergantung dari penyebabnya. Sekitar 80% anak dengan konstipasi fungsional biasanya berhasil diobati dalam 5 tahun.

Daftar kepustakaan 1. Stephen M. Constipation. Dalam: Walker, penyunting. Pediatric gastrointestinal disease. Volume ke-1. Philadelphia: BC Decker; 1991. h. 90-108.

2. Benninga. Constipation and faecal incontinence in childhood. Amsterdam: Universiteit van Amsterdam; 1994. h. 13-35.

3. HM Spiro. Clinical gastroenterology. Edisi ke-4. New York: Mc Graw Hill; 1993. h. 513-23.

4. Barbara JS. Digestive system disorders. Dalam: RE Behrman, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: WB Saunders; 2005. h. 510-8.

5. Baker SS, Liptak GS, Colletti RB, dkk. Constipation in infants and children: evaluation and treatment. A medical position statement of the North American Society for Pediatric Gastroenterology and Nutrition. J Ped Gastr Nutr. 1999;29:615-26.

Lain-lain (Algoritme,Protokol, Prosedur,Standing Order)

49

Page 50: Ppk Geh 2013

50

Page 51: Ppk Geh 2013

DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG

Infeksi Helicobacter pylori Kode ICD : A.045

No Dokumen………….

No.Revisi……………..

Halaman :

Panduan PraktekKlinis

Tanggal Revisi9 Januari 2013

Ditetapkan Oleh,

Ketua Divisi: Dr Hasri Salwan, SpA(K)

Definisi Helicobater pylori adalah bakteri gram negatif yang dapat berkoloni pada saluran cerna dan merupakan salah satu penyebab ulkus duodemum dan gaster. Menular secara oral-oral, gastric oral, dan fekal-oral,

Etiologi Helicobacter pylori

Patogenesis Infeksi H. pylori pada antrum gaster, menimbulkan inflamasi mukosa gaster dan duodeneum, yang dapat menimbulkan ulkus gaster dan duodenum. Pemakaian obat-obat penekan asam lambung dapat mengakibatkan peradangan terjadi pada korpus gaster.

Bentuk Klinis (Klasifikasi)

Sangat bervariasi Dipengaruhi faktor mikrobanya dan faktor host Asimptomatik atau simptomatik Gejala : gangguan gastrointestinal,nyeri perut, rasa panas dan terbakar pada

epigastrium, rasa penuh di gaster, kembung, mual, muntah

Anamnesis Adanya gangguan saluran cerna seperti muntah, mual, diare, nyeri perut, dan gejala dispepsia lainnya.

Pemeriksaan fisik Nyeri tekan epigastrium tidak selalu ditemukan

Kriteria Diagnosis Penegakan diagnosis adalah dengan metode invasif dan non invasif.Diagnosa pasti dari penyakit ini berdasarkan biopsi.

Diffrential diagnosis

Pemeriksaan Penunujang

Tes invasif (endoskopi) Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Test Urea cepat pada jaringan biopsi Kultur bakteri PCR (Polymerase Chain Reaction)Metode non invasif Tes Imunoassay untuk mendeteksi Antibodi Helicobacter pylori Tes Urine dan Saliva untuk mendeteksi Antibodi Helicobacter pylori Tes Feses untuk Antigen Helicobacter pylori Tes Napas Urea

Tatalaksana Mengeliminasi secara lengkap dari organisme Regimen terapi yang dikatakan berhasil jika dapat menyembuhkan lebih

dari 80% subjek yang diterapi Efek samping minimal Tidak menginduksi resistensi bakteriTerapi eradikasi H. pylori diberikan selama 7-14 hari:- Proton pump inhibitor (omeprazole) 1 mg/kgBB/hari/12 jam + amoksisilin (50

mg/kgBB/hari/12) + clarithromycin (15 mg/kgBB/hari/12 jam)- Proton pump inhibitor (omeprazole) 1 mg/kgBB/hari/12 jam + amoksisilin (50

mg/kggBB/hari/12 jam) + metronidazole (20 mg/kgBB/hari/12 jam)- Proton pump inhibitor (omeprazole) 1 mg/kgBB/hari + clarithromycin

(15mg/kggBB/hari/12 jam) + metronidazole (20 mg/kgBB/hari

51

Page 52: Ppk Geh 2013

Edukasi Konseling: menghindari faktor yang meningkatkan resiko dispepsia dan ulkus peptikum

Selama terapi eradikasi, maka obat-obatan NSAIDs mesti dihentikan. Diberitahu tentang efektifikasi terapi eradikasi Pentingnya menyelesaikan regimen obat inisial

Pencegahan Antibiotik untuk pencegahan sangat tidak dianjurkan Vaksin Helicobacter pylori (Helicobacter pylori urease + enterotoxin E.

Coli) à efektifitas sangat rendah Perbaiki hygiene dan gizi anak

Komplikasi danPrognosis

Prognosis Tergantung dari penanganannya Dideteksi lebih dini dan diterapi adekuat komplikasi minimal Terlambat didiagnosa atau terapi tidak adekuatkomplikasi lanjut Komplikasi Ulkus dengan pendarahan gastrointestinal Kanker Relaps atau resisten terhadap obat

Daftar kepustakaan 3. Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker. Ontorio: BC Decker Inc4. Buku ajar IDAI Gastroenterohepatologi5. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease, Wyllie, Elsevier, 2006

Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, Guandalini, Taylor & Francis, 2004

Lain-lain (Algaritme,Protokol, Prosedur,Standing Order)

52