Porto Decompression
-
Upload
mario-reggy -
Category
Documents
-
view
217 -
download
3
description
Transcript of Porto Decompression
PORTOFOLIO INTERNSHIP (II)
dr. Mario Reggynal
Rumah Sakit Umum Daerah Sumbawa
Topik : Decompression Sickness
Tanggal (Kasus) : 27 Februari 2014
Tanggal Presentasi : 18 Maret 2014
Tempat Presentasi : Komite Medik RSUD Sumbawa
Presenter : dr. Mario Reggynal
Pendamping : dr. A.A.G. Kosala Putra
Objektif Presentasi :
a. Penyegaran
b. Tatalaksana
c. Dewasa
d. Deskripsi : Laki-laki, 43 tahun, keluhan bengkak dan lemas pada kedua
kaki sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit
e. Tujuan : Diagnosis dan tatalaksana Decompression Sickness
Bahan Bahasan : Kasus
Cara Membahas : Presentasi dan Diskusi
Data Pasien : Tn. Z
Nama Klinik : Poli Bedah RSUD Sumbawa
Data Utama untuk Bahan Diskusi
Diagnosis/Gambaran Klinis • Decompression Sickness, keadaan
umum tampak lemas, keluhan
bengkak pada kedua kaki sejak 1
bulan lalu. Kakinya tidak terasa
panas ataupun kesemutan, hanya
lemas dan sulit digerakkan.
• Pasien adalah seorang penyelam,
dan pernah hampir tenggelam di
laut ±5 bulan lalu. Setelah di dalam
air, pasien merasa sesak napas,
kemudian mencoba keluar dari air,
dan akhirnya ditolong oleh
temannya saat itu.
• Primary Survey
A: clear, paten
B: spontan, simetris, RR 24x/mnt,
C: teraba lemah, HR 90x/mnt,
ireguler, akral hangat, CRT<2’’
D: Alert
Riwayat Pengobatan Belum mendapatkan pengobatan untuk
keluhan pasien
Riwayat Kesehatan/Penyakit Riwayat keluhan serupa (-), stroke (-), HT
(-)
Riwayat Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang
mempunyai kelainan jantung
Riwayat Pekerjaan, Kebiasaan, dan
Sosial
Pasien adalah seorang penyelam, dan
pernah hampir tenggelam di laut ±5
bulan lalu. Setelah di dalam air, pasien
merasa sesak napas, kemudian
mencoba keluar dari air, dan akhirnya
ditolong oleh temannya saat itu.Pasien
sempat pingsan setelah sampai di
pantai.
Setelah sadar, pasien merasa kakinya
lemas dan sulit digerakkan, dan
semakin bertambah parah. Tidak ada
riwayat sesak napas atau nyeri dada
saat kejadian tersebut.
Lain-lain BPJS
Daftar Pustaka
Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et al. Infection of The Skin, Muscles, and Soft Tissues: Introduction. Harrison’s Principles of Internal Medicine. Ed 18. New York : The McGraw-Hill Companies 2012.
Eaton E, Rhee C. Bullous Hemorrhagic. Available on http://errolozdalga.com/medicine/pages/BullousHemorrhagicCellulitis.cr.6.28.10.html [cited on 14 March 2014: 11.00]
Edlich RF. Necrotizing Fasciitis. Available on http://emedicine.medscape.com/article/2051157-overview [cited on 7 March 2014: 10.00]
Banks L. Necrotizing Fasciitis. Available on http://www.nycpm.edu/surgclub/necrotizing.pdf [cited on 7 March 2014: 11.00]
Wong CH, Wang YS. The Diagnosis of Necrotizing Fasciitis: Skin and Soft Tissue Infection. Department of Plastic Surgery and Division of Dermatology, Department of Internal Medicine, Changi General Hospital, Singapore. Current Opinion in Infectious Diseases 2005, 18:101–106
Hsiao CT. Hemorrhagic Bullae Are Not Skin Deep: The American Journal of Emergency Medicine. Available on http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S073567570700455. [cited on 10 Marcg 2014: 20.00]
Stoneback JW, Hak DJ. Diagnosis and Management of Necrotizing Fasciitis: Healio Orthopedics Journal. Available on http://www.healio.com/orthopedics/infection/journals/ortho/%7B8b46a436-3fb2-49ef-8c16-64877c99e4c8%7D/diagnosis-and-management-of-necrotizing-fasciitis. [cited on 10 March 2014: 10.00]
Stevens DL, Bisno AL, Chambers HF, et al. Practice guidelines for the diagnosis and management of skin and soft tissue infections [published online ahead of print October 14, 2005]. Clin Infect Dis. 2005; 41(10):1373-1406
Hasil Pembelajaran
Diagnosis Decompression Sickness
Menyingkirkan diagnosis banding Decompression Sickness
Patofisiologi Decompression Sickness
Komplikasi Decompression Sickness
Tatalaksana Decompression Sickness
Edukasi pasien dan keluarga dengan Decompression Sickness
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO
1. Subjektif
Pasien datang dengan keluhan kedua kaki yang semakin lemas sejak 1
bulan lalu, dan sulit digerakkan. Pasien juga mengeluhkan bengkak pada
kedua kakinya. Kakinya tidak terasa panas ataupun kesemutan, hanya lemas
dan sulit digerakkan. Tidak ada keluhan sesak napas, nyeri dada, atau cepat
lelah saat berjalan.
Pasien adalah seorang penyelam, dan pernah hampir tenggelam di laut
±5 bulan lalu, ketika sedang mencari mutiara. Setelah beberapa lama
menyelam, pasien merasa sesak napas, kemudian mencoba keluar dari air, dan
akhirnya ditolong oleh temannya saat itu. Pasien sempat pingsan setelah
sampai di pantai. Setelah sadar, pasien merasa kakinya lemas dan sulit
digerakkan, dan semakin bertambah parah. Tidak ada riwayat sesak napas atau
nyeri dada saat kejadian tersebut.
2. Objektif
Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis pasien dapat ditegakkan bahwa pasien
memiliki diagnosis Necrotizing Fasciitis atas dasar:
Anamnesis:
• keadaan umum tampak lemas, keluhan bengkak pada kedua kaki sejak 1 bulan
lalu. Kakinya tidak terasa panas ataupun kesemutan, hanya lemas dan sulit
digerakkan.
Pasien adalah seorang penyelam, dan pernah hampir tenggelam di laut
±5 bulan lalu. Setelah di dalam air, pasien merasa sesak napas, kemudian
mencoba keluar dari air, dan akhirnya ditolong oleh temannya saat itu. Setelah
sadar, pasien merasa kakinya lemas dan sulit digerakkan, dan semakin
bertambah parah. Tidak ada riwayat sesak napas atau nyeri dada saat kejadian
tersebut.
Pemeriksaan fisis:
Tanda vital pasien KU: Tampak lemas, TD 140/90 mmHg, HR
90x/mnt regular kuat, RR 24x/mnt, suhu 36,80C.
Pada ekstrimitas ditemukan adanya pitting edema pada kedua kaki
pasien, sensorik pada jari kaki pasien juga menurun. Pemeriksaan fisik
lainnya masih dalam batas normal.
Pemeriksaan penunjang
- Tak dilakukan.
3. Assesment
Pada anamnesis pasien mengaku terdapat bengkak pada kaki kiri, timbul lepuh
yang bersifat nyeri dengan VAS 5, berwarna merah keunguan, terasa berat,
tidak baal. Terdapat demam sejak 4 hari. Pasien sering menggaruk kedua kaki.
Pasien jarang ke pantai, Pasien sempat jatuh dan terdapat luka pada kaki
seminggu smrs. Riwayat DM sejak 3 tahun smrs. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan TD: 80/40 mmHg, Nadi 140x/menit teraba lemah, RR 40x/menit.
Pada ekstrimitas ditemukan adanya pitting edema pada kaki kiri pasien dan
pada status lokalis regio kruris sinistra terdapat bullae hemoragik multipel
unilateral berukuran plakat batas tegas tersebar diskret dengan dasar edema.
Pada pemeriksaan laboraturium ditemukan Leukosit 26.800/µL, shift to the
left, Hb 14.3 g/dL, Natrium 119mmol/L, creatinin 4.11 mg/dL, GDS 315
mg/dL.
Dari anamnesis ditemukan gejala yang mengarahkan kepada necrotizing
fasciitis yaitu terdapat bengkak kaki kiri dan terdapat lepuh, nyeri, warna
merah keunguan, adanya demam, memiliki DM, trauma (+) sesuai dengan
teori yang diketahui bahwa penyakit ini memiliki dapat disebabkan karena
didahului oleh trauma salah satunya selain penyebab lainnya adalah luka
operasi, gigitan serangga, hipoksia jaringan pada DM, ulkus DM, hingga
idiopatik. Pasien pada anamnesis mengaku jarang terkena air laut karena pada
penyakit ini salah satunya dapat disebabkan karena masuknya bakteri Vibrio
vulnificus yang hidup paling banyak di air laut namun pasien sering makan
makanan laut. Pada pemeriksaan fisik pasien juga terdapat tanda hipotensi,
takikardi, takipneu yang disebabkan karena manifestasi sistemik penyakit ini
dikarenakan progresivitas infeksi bakteri yang sangat cepat. Dari status lokalis
juga didapatkan bullae hemoragik multipel unilateral berukuran plakat batas
tegas tersebar diskret dengan dasar edema yang sesuai dengan manifestasi
penyakit ini. Dari status lokalis dapat ditentukan sesuai teori bahwa pasien
sudah mengalami stage III necrotizing fasciitis yaitu dengan adanya gambaran
bullae hemoragik, nekrosis kulit dengan dusky coloration (berwarna seperti
ungu keabuan), krepitus, gangrene, anestesi pada kulit. Namun pada pasien
hanya ditemukan bullae hemoragik dan nekrosis kulit dengan dusky coloration
tanpa krepitus, gangrene, dan tidak ada anestesi setempat. Bullae yang terjadi
pada pasien sesuai dengan patofisiologinya yaitu dikarenakan masuknya
bakteri melalui situs infeksi di kulit yang berproliferasi di lapisan fascia
superfisial yang mengeluarkan enzim hyaluronidase yang bekerja
menghancurkan fascia. Proliferasi yang terus menerus mengakibatkan angio-
trombotic microbial invasion, (thrombosis pembuluh darah vena dan arteri
yang melewati fascia) sehingga nutrisi yang dibawa oleh pembuluh darah
tidak sampai ke sel-sel kulit yang berakhir menjadi iskemia kulit sehingga
dapat ditemukan juga gambaran liquefactive necrosis pada fascia superfisial.
Nekrosis yang terjadi pada fascia menyebar terus dan menjadi gangrene pada
lapisan subkutan, dermis, epidermis, dan dapat merusak taut dermal-epidermal
sehingga menjadi bullae sampai ulkus. Pada penyakit ini untuk menegakkan
diagnosis definitif yaitu dengan tindakan operatif melihat langsung daerah
nekrosis pada fascia dengan golden time 24 jam setelah masuk rumah sakit.
Namun cara lain menegakkan diagnosis yaitu adalah dengan menggunakan
score LRINEC score. Pada pasien ini LRINEC scorenya dilihat dari hasil
laboraturium C-reactive protein tidak diperiksa, Leukosit 26.800/µL (2), Hb
14.3 g/dL (0), Natrium 119 mmol/L (2), creatinin 4.11 mg/dL (2), GDS 315
mg/dL (1) yaitu dengan total 7. Dari literatur apabila skor diatas 6 didapatkan
positive value sebanyak 92.0%. Pemeriksaan rontgen dengan menemukan
adanya gas pada daerah nekrosis tidak selalu ada pada setiap pasien karena
rontgen kurang sensitive untuk melihat gas pada jaringan lunak sehingga tidak
berpengaruh besar dalam menegakkan diagnosis. Pada pasien ini tidak
dilakukan foto rontgen pada kaki. Pada USG tidak ditemukan thrombus pada
vena femoralis untuk menyingkirkan DD DVT. CT scan, MRI, kultur, biopsi
dengan menemukan gas, daerah nekrosis dan bakteri penyabab merupakan alat
bantu lainnya untuk menegakkan diagnosis necrotizing fasciitis namun karena
keterbatasan fasilitas maka tidak dapat dilakukan pemeriksaan tersebut pada
pasien.
Sesuai dengan literatur pasien mengalami Caisson disease (sinonim : Bends,
Compressed Air Sickness, Divers’s Paralysis, Dysbarism). Decompression
Sickness adalah bila seorang penyelam telah lama berada di dalam laut
sehingga sejumlah besar nitrogen terlarut dalam tubuhnya, dan kemudian tiba-
tiba naik ke permukaan laut, sejumlah gelembung nitrogen dapat timbul dalam
cairan tubuhnya baik dalam sel maupun diluar sel, dan hal ini dapat
menimbulkan kerusakan di setiap tempat dalam tubuh, dari derajad ringan
sampai berat bergantung pada sejumlah dan ukuran gelembung yang
terbentuk. Fenomena ini sering terjadi di daerah kepulauan yang banyak
memiliki sumber daya manusia sebagai penyelam alam, dimana dengan
keterbatasan pengetahuan sering terjadi kecelakaan penyelaman.
Setelah melewati suatu batas kritis tertentu (supersaturation
critique), kondisi supersaturasi akan meyebabkan gas lebih cepat lepas
dari jaringan atau darah dalam bentuk tidak larut, yaitu berupa
gelembung gas. Gelembung gas ada yang terbentuk dalam darah
(intravaskuler), jaringan (ekstravaskuler) dan dalam sel (intraseluler).
Batas kritis supersaturasi gas yang berbahaya untuk menimbulkan
gejala penyakit dekompresi sebetulnya tidak lagi terletak pada kapan
mulai timbul gelembung gas nitrogen, melainkan pada kapan
gelembung gas nitrogen tersebut membesar jumlah dan volumenya.
Gelembung gas intravaskuler akan menimbulkan 2 akibat, yaitu :
Akibat langsung atau akibat mekanis, menyebabkan iskhemia
sampai infark jaringan
Akibat tidak langsung atau akibat sekunder, menyebabkan
terjadinya hipoksia seluler
Ada 2 macam gelembung gas intravaskuler, yaitu :
Gelembung gas yang stationer
Gelembung gas yang ikut sirkulasi
Gelembung gas intravaskuler yang ikut sirkulasi bila banyak
jumlahnya maka akan menimbulkan :
Gangguan pernapasan (chokes)
Gangguan fungsi jantung kanan
Gangguan sirkulasi sistem vena akibat efek retrograd
Pada kebanyakan orang dengan Caisson disease, gejalanya
adalah nyeri pada sendi dan otot-otot lengan atau tungkai. Pada 5
sampai 10 persen penderita akan mengalami rasa pusing, collaps, dan
hilang kesadaran. Sekitar 2 persen penderita mengalami nafas pendek
yang serius, edema paru sampai kematian.
a. Caisson disease tipe 1
nyeri persendian yang awalnya ringan kemudian memberat
seiring waktu dan dirasakan terutama bila melakukan gerakan,
kelelahan, mengantuk dan gatal-gatal pada kulit.
b. Caisson disease tipe 2
adalah gangguan respirasi, sirkulasi, dan biasanya gangguan
nervus perifer dan / atau gangguan susunan saraf pusat. Emboli
gas pada arteri (Arterial Gas Embolism = AGE) adalah
manifestasi DCS tipe II yang paling berbahaya yang terjadi bila
ada kenaikan ketinggian.
Lesi pada otak : penglihatan kabur, titik buta,
hemilpegia, apaksia motorik, confusion
Lesi pada serebelum : jalan terhunyung-huyung,
kesulitan bicara dan tremor
Lesi pada medulla spinalis : back pain, parastesi pada
tungkai, gangguan buang air kecil, nyeri di kolumna
vetebralis
Lesi pada organ vestibuler : vertigo dan tinitus
Gejala dari paru dan jantung : sesak nafas, batuk non
produktif, nyeri dada
Gejala gastrointestinal : mual, kehilangan nafsu
makan, muntah, diare
Bend shock : kehilangan plasma
volume, decompressi jantung, skin bends.
5. Penatalaksanaan
a. Pada penyelaman yang sangat dalam, biasanya digunakan
helium dalam campuran gas daripada nitrogen, karena : (1)
helium hanya memiliki seperlima efek narkotik nitrogen (2)
volume helium yang larut dalam jaringan tubuh hanya sekitar
setengah volume nitrogen (3) kepadatan helium yang rendah
akan menjaga resistensi aliran udara untuk bernafas pada
keadaan minimum, hal ini menjadi sangat penting karena
nitrogen yang terkompensasi tinggi bersifat sangat padat
sehingga resistensi aliran udara dapat menjadi ekstrim.
b. Oksigenisasi (hiperbarik). Keuntungan dari oksigenisasi adalah
: melawan hipoksia jaringan, mengurangi tekanan nitrogen
yang terlarut dalam plasma atau jaringan. Dilakukan pada
tekanan 2, 8 ATA. Untuk mendapatkan hasil maksimal harus
dilaksanakan sebelum 6 jam sejak munculnya gejala dan
maksimum 12 jam.
c. Rekompresi di tempat kejadian, menurunkan kembali
penderita melalui tali ke air dan memakai oksigen sampai
kedalaman 9 meter. Bersama pendamping memakai “full face
mask” dan bernafas dengan oksigen 100% selama 30 menit
untuk kasus ringan dan 60 menit untuk kasus berat. Bila ada
perbaikan, naik kepermukaan dengan kecepatan 1 meter dalam
12 menit. Bila belum, dapat diperpanjang menjadi 60 menit.
Jika dalam perjalanan kepermukaan timbul gejala maka
berhenti selama 30 menit. Setelah tiba dipermukaan penderita
harus menghirup 02 l00% dan udara selama 90 menit
d. Medikamentosa (cairan dan elektrolit)
Tujuan terapi cairan adalah mengganti cairan yang hilang,
menormalkan kembali hemokonsentrasi, mencegah statis aliran
darah dan memperbaiki perfusi jaringan. Bisa digunakan
normal saline, ringer laktat atau dextrose.
4. Plan
a. Diagnosis : Upaya penegakkan diagnosis kurang maksimal dalam
menegakkan diagnosis Decompression Sickness
b. Pengobatan :
- Neurodex 2 x 1 tab
- Saran untuk melakukan fisioterapi pada kaki
c. Pendidikan
Dilakukan edukasi pada pasien dan keluarga mengenai:
Etiologi dan perjalanan penyakit Decompression Sickness
Pengobatan Decompression Sickness
Komplikasi Decompression Sickness
d. Konsultasi : Konsultasi ke bagian Fisioterapi untuk dapat terapi
e. Kontrol : -
Mengetahui,
dr. A.A.G. Kosala Putra
Pendamping Dokter Internship