Polip Nasi

78
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sumbatan hidung adalah salah satu yang paling sering dikeluhkan ke dokter pada pelayanan primer. Ini adalah gejala bukan diagnosis, banyak faktor dan kondisi anatomi yang dapat menyebabkan sumbatan hidung. Pasien juga sering mengeluhkan sakit kepala dan napas yang lebih sulit dan sensasi penuh pada wajah. Penyebab dari sumbatan hidung dapat struktur maupun sistemik. Yang disebabkan struktur termasuk perubahan jaringan, trauma, gangguan kongenital. Yang disebabkan sistemik terkait dengan perubahan fisiologis dan 1

description

FK UNTAD

Transcript of Polip Nasi

Page 1: Polip Nasi

BAB  I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Sumbatan hidung adalah salah satu yang paling sering dikeluhkan ke

dokter pada pelayanan primer. Ini adalah gejala bukan diagnosis, banyak

faktor dan kondisi anatomi yang dapat menyebabkan sumbatan hidung.

Pasien juga sering mengeluhkan sakit kepala dan napas yang lebih sulit

dan sensasi penuh pada wajah. Penyebab dari sumbatan hidung dapat

struktur maupun sistemik. Yang disebabkan struktur termasuk perubahan

jaringan, trauma, gangguan kongenital. Yang disebabkan sistemik terkait

dengan perubahan fisiologis dan patologis. Polip merupakan salah satu

dari penyebab rasa hidung tersumbat (1.2)

Polip nasal adalah massa polipoidal yang biasanya berasal dari

membran mukosa dari hidung dan sinus paranasal. Polip tumbuh melebihi

dari mukosa yang sering berhubungan dengan rhinitis alergi. Patogenesis

polip nasal adalah tidak diketahui, Polip hidung paling sering bersamaan

dengan rhinitis alergi dan kadang dengan fibrosis kistik, walaupun pada

dewasa terdapat angka yang siqnifikan di kaitkan dengan non alergi.

1

Page 2: Polip Nasi

Polip nasi merupakan salah satu penyakit yang cukup sering

ditemukan di bagian THT-KL. Keluhan pasien yang datang dapat berupa

sumbatan pada hidung yang makin lama semakin berat. Kemudian pasien

juga mengeluhkan adanya gangguan penghidu dan sakit kepala. Untuk

mengetahui massa di rongga hidung merupakan polip atau bukan selain

perlu dikuasai anatomi hidung juga perlu dikuasai cara pemeriksaan yang

dapat menyingkirkan kemungkinan diagnosa lain. Di dalam referat ini

akan dijelaskan mengenai anatomi, fisiologi hidung serta patofisiologi,

gejala klinis, pemeriksaan dan penatalaksanaan pada polip nasi.(2)

2

Page 3: Polip Nasi

BAB  II

ANATOMI dan FISIOLOGI

II. 1. Anatomi Hidung

Hidung Luar

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian – bagiannya dari atas ke

bawah :

1. Pangkal hidung (bridge)

2. Dorsum nasi

3. Puncak hidung

4. Ala nasi

5. Kolumela

6. Lubang hidung (nares anterior)

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi

kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa

dan M. Nasalis pars allaris. Kerja otot – otot tersebut menyebabkan nares

dapat melebar dan menyempit.(3,4)

3

Page 4: Polip Nasi

Kerangka tulang terdiri dari(4) :

1. Tulang hidung (os nasal)

2. Prosesus frontalis os maksila

3. Prosesus nasalis os frontal

Kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang

terletak di bagian bawah hidung, yaitu (4):

1. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior

2. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor)

3. Tepi anterior kartilago septum

Batas atas nasi eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks (akar),

antara radiks sampai apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang yang

terdapat pada bagian inferior disebut nares, yang dibatasi oleh(4,5) :

-    Superior : os frontal, os nasal, os maksila

-   Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris

mayor dan kartilago  alaris minor

4

Page 5: Polip Nasi

Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus bagian inferior

menjadi  fleksibel(4).

Gambar 1. Gambaran anterolateral tulang hidung(3)

Kavum Nasi

Kavum nasi atau rongga hidung berbentuk terowongan dari depan ke

belakang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum

nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan

disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana)

yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.

5

Page 6: Polip Nasi

Batas – batas kavum nasi:

Posterior          :  berhubungan dengan nasofaring

Atap                 :  os  nasal, os  frontal, lamina  kribriformis  etmoidale,

korpus  sfenoidale dan sebagian os vomer

Lantai              :  merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir

horisontal, bentuknya konkaf  dan bagian  dasar  ini

lebih  lebar  daripada  bagian  atap. Bagian ini

dipisahkan dengan kavum oris oleh palatum durum.

Medial             :  septum  nasi  yang  membagi kavum nasi  menjadi  dua

ruangan (dekstra dan sinistra),  pada  bagian  bawah

apeks  nasi, septum  nasi  dilapisi oleh kulit, jaringan

subkutan  dan  kartilago  alaris  mayor.  Bagian  dari

septum yang terdiri   dari   kartilago  ini   disebut  sebagai

septum   pars membranosa  = kolumna  =  kolumela.

Lateral             : terdapat 4 buah konka, yaitu konka inferior yang terbesar,

konka media, konka superior dan konka suprema yang

merupakan konka terkecil dan biasanya rudimenter.

6

Page 7: Polip Nasi

Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari

tulang etmoid. Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang

terpisah. Ruangan di atas dan belakang konka nasalis superior adalah

resesus sfeno-etmoid yang berhubungan dengan sinis sfenoid. Kadang –

kadang konka nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak di bagian

ini(4).

Gambar 2. Gambaran potongan sagital cavum nasi

7

Page 8: Polip Nasi

Vaskularisasi

Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah

A.sfenopalatina yang merupakan cabang dari A.maksilaris dan A.

Etmoidale anterior yang merupakan cabang dari A. Oftalmika(4).

Gambar 3. Perdarahan cavum nasi

Vena tampak sebagai pleksus yang terletak submukosa yang berjalan

bersama – sama arteri. Juga terdapat pleksus kieselbach yang merupakan

anastomosis dari A.etmoidalis anterior, A.palatina mayor, A.

sfenopalatina, dan A.labialis superior(3,4).

8

Page 9: Polip Nasi

Persarafan :

1. Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N.

Trigeminus yaitu N. Etmoidalis anterior

2. Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion

pterigopalatinum masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian

menjadi N. Palatina mayor menjadi N. Sfenopalatinus.

II.2 Histologi Hidung

Mukosa Hidung

Epitel organ pernapasan yang biasanya berupa epitel toraks besilia,

bertingkat palsu (pseudo stratified), berbeda-beda pada berbagai bagian

hidung, tergantung pada tekanan dan kecepatan aliran udara, demikian

pula suhu, dan derajat kelembaban udara. Jadi, mukosa pada ujung

anterior konka dan septum sedikit melampaui os internum masih dilapisi

oleh epitel berlapis gepeng tanpa silia lanjutan epitel kulit vestibulum nasi.

Sepanjang jalur utama arus inspirasi epitel menjadi toraks; silia pendek

dan agak iregular.sel-sel meatus media dan interior yang terutama

menangani arus ekspirasi memiliki silia yang panjang yang tersusun rapi.

Sinus mengandung epitel kubus dan silia yangg sama panjang dan jarak

antaranya. Kekuatan aliran udara yang melewati berbagai lokasi juga

mempengaruhi ketebalan lamina propria dan jumlah kelenjar mukosa.

9

Page 10: Polip Nasi

Lamina propria tipis pada daerah di mana aliranudara lambat dan lemah,

namun di daerah aliran udara yang kuat. Jumlah kelenjar penghasil sekret

dan sel goblet, yaitu sumber dari lapisan mukus, sebanding dengan

ketebalan laimna propria. Lapisan mukus yang sangat kental dan lengket

menangkap debu, benda asing dan bakteri yang terhirup, dan melalui kerja

silia benda-benda ini diangkut ke faring, selanjutnya ditelan dan

dihancurkan dilambung. Lisozim dan imunoglobulin A (IgA) ditemukan

pula dalam lapisan mukus, dan melindungi lebih lanjut terhadap patogen.

Lapisan mukus hidung diperbarui tiga sampai empat kali dalam satu jam.

Silia struktur kecil mirip rambut bergerak serempak secara cepat ke arah

aliran lapisan, kemudian membengkok dan kembali tegak dengan lebih

lambat. Kecepatan pukulan silia kira-kira 700-1000 siklus per menit.(4)

Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah

karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya.

Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel goblet.(4,5)

10

Page 11: Polip Nasi

Gambar 4. Nasal Mucosa(6)

Silia

Silia yang panjangnya sekitar 5-7 mikron terletak pada lamina akhir

sel-sel permukaan eptelium dan jumlahnya sekitar 100 per mikron persegi,

atau sekitar 250 per sel pada saluran pernapasan atas.

Silia terbentuk dari dua mikrotubulus sentral tunggal yang dikelilingi

sembilan pasang mikrotubulus, semuanya terbungkus dalam membran sel

berlapis tiga yang tipis dan rapuh. Masing-masing silium terdiri dari suatu

batang, ujung yang makin mengecil, dan korpus basalis. Tidak semua

mikrotubulus berlanjut hingga ke ujung silia. Kedua mikrotubulus sentral

tunggal tidak melewati bagian bawah permukaan sel. Namun, tepat

dibawah permukaan sel, tiap pasang mikrotubulus perifer bergabung

dengan mikrotubulus ketiga dalam korpus basalis, yaitu struktur yang

ditemukan dalam sitoplasma apikal. Triplet ini terus berjalan turun ke

11

Page 12: Polip Nasi

dalam sitoplasma apikal sebagai radiks silia, dan perlahan-lahan

menghilang.(3,5)

Area Olfaktorius

Variasi antar individu yang besar mencirikan struktur regio penghidu;

perbedaan ini dapat menyangkut ketebalan mukosa (biasanya sekitar 60

mikron) ukuran sel, dan vesikel olfaktorius. Pada manusia, epitel penhidu

bertingkat toraks terdiri dari tiga jenis sel: (1) sel saraf bipolar olfaktorius;

(2) sel sustentakular penyokong yang besar jumlahnya; dan (3) sejumlah

sel basal yang kecil, agaknya merupakan sel induk dari sel sustentakuler.

Masing-masing sel olfaktorius merupakan suatu neuron bipolar. Dalam

lapisan epitel, sel-sel ini tersebar merata di antara sel-sel penyokong. Sel-

sel penghidu ini merupakan satu-satunya bagian sistem saraf pusat yang

mencapai permukaan tubuh. Ujung distal sel ini merupakan suatu dendrit

yang telah mengalami modifikasi yang menonjol di atas permukaan epitel,

membentuk apa yang disebut vesikel olfaktorius. Pada permukaan vesikel

terdapat 10 sampai 15 silia non motil. Ujung proksimal sel mengecil

membentuk suatu tonjolan yang halus berdiameter sekitar 0,1 mikron,

yaitu aksonnya. Akson ini bergabung dengan akson lainnya membentuk

12

Page 13: Polip Nasi

saraf olfaktorius, yang menembus lamina kribriformis dan membentuk

bulbus olfaktorius dimana terjadi sinaps dengan dendrit neuron kedua.

Akson-akson neuron kedua mebentuk traktus olfaktorius, yang berjalan ke

otak untuk berhubungan dengan sejumlah nuklei, fasikuli dan traktus

lainnya. Aparatus olfaktorius sentral merupakan struktur yang sangat

kompleks.(3,5)

II.3.Fisiologi hidung

1. Sebagai jalan nafas

Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke

atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah

nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau

arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian

mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di

bagian depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke

belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari

nasofaring.

Perubahan tekanan udara hidung selama siklus pernapasan telah

diukur memakai rhinomanometri. Selama respirasi tenang,

13

Page 14: Polip Nasi

peruubahan tekanan udara di dalam hidung adalah minimal dan

normalnya tidak lebih dari 10-15 mm H2O, dengan kecepatan aliran

udara bervariasi antara 0 sampai 140 ml/menit.pada inspirasi, terjadi

penurunan tekanan; udara keluar dari sinus.sementara pada ekpirasi

tekanan sedikit meningkat; udara masukkedalam sinus. Secara

keseluruhan, pertukaran udara sinus sangat kecil,kecuali pada saat

mendengus, suatu mekanisme di mana hantaran udara ke membran

olfaktorius yang melapisi sinus meningkat.

2. Pengatur kondisi udara (air conditioning)

Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk

mempersiapkan udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi

ini dilakukan dengan cara:

a.  Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut

lendir. Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air,

penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin

akan terjadi sebaliknya.

b.  Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya

pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka

14

Page 15: Polip Nasi

dan septum yang luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara

optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung

kurang lebih 37o C.

3. Sebagai penyaring dan pelindung

Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan

bakteri dan dilakukan oleh:

1. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

2. Silia

Transpor benda asing yang tertimbun dari udara inspirasi ke faring

di sebelah posterior, di mana kemudian akan ditelan atau

diekspektorans, merupakan kerja silia yang menggerakan lapisan

mukus dengan partikel yang terperangkap. Aliran turbulen dalam

hidung memungkinkan paparan yang sangat luas antara udara

inspirasi dengan epitel hidung dan lapisan mukusnya, lapisan

mukus berupa selubung sekret kontinyu yang sangat kental, meluas

ke seluruh ruang dan sudut hidung, sinus, tuba eustakius, faring,

dan seluruh cabang bronkus.

15

Page 16: Polip Nasi

Mukus hidung disamping berfungsi sebagai alat transportasi

partikel yang tertimbun dari udara inspirasi, juga memindahkan

panas, normalnya mukus menghangatkan udara inspirasi dan

mendinginkan ekpirasi, serta melembabkan udara isnpirasi dengan

lebih dari satu liter uap setiap harinya. Namun, bahkan dengan

jumlah uap demikian sering kali tidak memadai untuk

melembabkan udara yang sangat kering, sering kali terdapat di

rumah-rumah dengan pemanasan selama musim dingin. Hal ini

dapat berakibat mengeringnya mukosa yang disertai berbagai

ganguan hidung. Derajat kelembaban selimut mukus ditentukan

oleh stimulasi saraf pada kelenjar seromukosa pada submukosa

hidung.

Arah gerakan mukus dalam hidung umumnya ke belakang. Karena

silia lebih aktif pada meatus media dan inferior yang terkandung,

maka cenderung menarik lapisan mukus dari lapisan meatus

komunis ke dalam celah-celah ini. Arah gerakan septum adalah

kebelakang dan agak ke bawah menuju dasar. Pada dasar hidung,

arahnya kebelakang dengan kecenderungan bergerak di bawah

konka inferior ke dalam meatus inferior. Pada sisi medial konka,

16

Page 17: Polip Nasi

arah gerakan kebelakang dan kebawah, lewat dibawah tepi inferior

dari meatus yang bersesuaian. Drainase dari daerah tak bersilia

pada sepertiga anterior hidung sebelumnya praktis lewat meatus.

Ini merupakan daerah yang paling banyak mengumpulkan

kontaminan udara.

Kecepatan gerak mukus yang ditentukan oleh kerja silia berbeda

di berbagai bagian hidung; pada segmen hidung anterior mungkin

hanya seperenam dari kecepatan segmen posterior, yaitu sekitar 1

hingga 20 mm/menit. Cacat mukosiliar baik yang diturunkan atau

didapat telah terbukti berkaitan dengan keadaan penyakit yang

bermakna.

Lapisan mukus, disamping menangkap dan mengeluarkan partikel

lemah, juga merupakan sawar terhadap alergen, virus dan bakteri.

Akan tetapi walaupun organisme hidup mudah dibiak dari segmen

hidung anterior, sulit untuk mendapat suatu biakan postnasal yang

positif. Lisozim, yang terdapat pada lapisan mukus, bersifat

destruktif terhadap dindiong sebagian bakteri. Fagositosis aktif

dalam membran hidung merupakan bentuk proteksi di bawah

17

Page 18: Polip Nasi

permukaan. Membran sel pernapasan juga memberikan imunitas

induksi seluler.

Sejumlah imunoglobulin dibentuk dalam mukosa hidung, sesuai

kebutuhan fisiologik, telah diamati adanya IgG, IgA dan IgE.

Rinitis alergika terjadi bila alergen yang terhirup berkontak dengan

antibodi IgE sehingga antigen tersebut terfiksasi pada mukosa

hidung dan sel mast submukosa. Selanjutnya dihasilkan dan

dilepaskan mediator radang yang menimbulkan perubahan mukosa

hidung yang khas.

4 Indra Penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga

bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan

cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat.

5.     Resonansi suara

18

Page 19: Polip Nasi

Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi.

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang,

sehingga terdengar suara sengau.

6.    Proses bicara

Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng)

dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum

molle turun untuk aliran udara.

7. Refleks nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan

saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh: iritasi mukosa

hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau

tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

19

Page 20: Polip Nasi

BAB III

POLIP NASI

III.1 Definisi

Polip nasi merupakan kelainan mukosa hidung berupa massa

lunak yang bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih

keabuan, dengan permukaan licin dan agak bening karena mengandung

banyak cairan. Polip nasi bukan merupakan penyakit tersendiri tapi

merupakan manifestasi klinik dari berbagai macam penyakit dan sering

dihubungkan dengan sinusitis, rhinitis alergi, fibrosis kistik dan asma.

Menurut Mackay yang dikutip dari Hamadi,terdapat 4 stadium

dari polip nasi yaitu: Stadium 0: tidak ada polip Stadium 1: polip terbatas

dalam meatus media tidak keluar ke rongga hidung tidak tampak dengan

pemeriksaan rinoskopi anterior hanya terlihat dengan nasoendoskopi.

Stadium 2: polip sudah keluar dari meatus media dan tampak dirongga

hidung tetapi tidak memenuhi /menutupi rongga hidung. Stadium 3: polip

sudah memenuhi rongga hidung.

Polip yang multipel dapat timbul pada anak-anak dengan sinusitis

kronik, rhinitis alergi, fibrosis kistik atau sinuisitis jamur alergi. Polip

20

Page 21: Polip Nasi

sangat bervariasi pada setiap individu, polip dapat berupa polip antro-

koanal, polip jinak yang besar ataupun polip multipel yang dapat

merupakan lesi jinak atau merupakan suatu keganasan seperti: glioma,

hemangioma, papiloma, limfoma, neuroblastoma, sarcoma, karsinoma

nasofaring dan papiloma inverted.(2)

Gambar 5. Nasal Polyp

Tempat asal

Tumbuhnya polip terutama di bagian-bagian sempit di bagian atas

hidung, di bagian lateral konka media, dan sekitar muara sinus maksila

dan sinus etmoid. Di tempat inilah mukosa hidung saling berdekatan. Bila

21

Page 22: Polip Nasi

ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat asal tangkai

polip dapat dilihat.

III.2 Epidemiologi

Di Amerika insiden polip nasi pada anak adalah 0,1%, namun insiden

ini meningkat pada anak-anak dengan fibrosis kistik yaitu 6-48%.

Insiden pada orang dewasa adalah 1-4% dengan rentang 0,2-28%.

Insiden di seluruh dunia tidak jauh berbeda dengan insiden di Amerika.

Polip nasi terjadi pada semua ras dan kelas ekonomi. Walaupun ratio pria

dan wanita pada dewasa 2-4: 1, ratio pada anak – anak tidak dilaporkan.

Angka mortalitas polip nasi tidaklah signifikan, namun polip nasi

dihubungkan dengan turunnya kualitas hidup seseorang. Tidak ada

perbedaan insiden polip nasi yang nyata diantara bangsa-bangsa di dunia

dan diantara jenis kelamin. Polip multipel yang jinak

biasanya timbul setelah usia 20 tahun dan lebih sering pada usia diatas 40

tahun. Polip nasi jarang ditemukan pada anak usia dibawah 10 tahun.(12,13)

22

Page 23: Polip Nasi

Tabel 1. Hubungan jenis kelamin dengan angka kejadian polip nasi(13)

Diseases Male Female Total

Inflammatory Nasal

Polyp-

Ethmoidal

Anthrocoanal

Rhinosporidiosis

Benign tumours

Malignant tumours

5

8

17

2

8

0

3

2

1

4

5

11

19

3

12

Total 40 10 50

Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa insiden terjadinya massa

pada hidung terbanyak pada pria.

III.3 Etiologi

Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif

atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan

polip hidung belum diketahui dengan pasti. Polip berasal dari

pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang

kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat.

23

Page 24: Polip Nasi

Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan

eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah. Polip

biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak – anak. Pada

anak – anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis.

Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :

1. Alergi terutama rinitis alergi.

2. Sinusitis kronik.

3. Iritasi.

4. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum

dan hipertrofi konka(8)

Etiologi yang pasti belum diketahui tetapi ada 3 faktor penting pada

terjadinya polip, yaitu :

1. Adanya peradangan kronik yang berulang pada mukosa hidung

dan sinus.

2. Adanya gangguan keseimbangan vasomotor.

3. Adanya peningkatan tekanan cairan interstitial dan edema

mukosa hidung.

Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui

tempat yang sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah

24

Page 25: Polip Nasi

sekitarnya. Jaringan yang lemah akan terhisap oleh tekanan negatif ini

sehingga mengakibatkan edema mukosa dan pembentukan polip.

Fenomena ini menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal dari daerah

yang sempit di kompleks ostiomeatal (KOM) di meatus medius. Walaupun

demikian polip juga dapat timbul dari tiap bagian mukosa hidung atau

sinus paranasal dan seringkali bilateral dan multipel.(9)

III.4 Patofisiologi

Pada awalnya ditemukan edema mukosa yang timbul karena suatu

peradangan kronik yang berulang, kebanyakan terjadi di daerah meatus

medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga

mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses ini berlanjut, mukosa

yang sembab makin membesar dan kemudian turun kedalam rongga

hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip.

Banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan polip nasi.

Kerusakan epitel merupakan patogenesa dari polip. Sel-sel epitel

teraktivasi oleh alergen, polutan dan agen infeksius. Sel melepaskan

berbagai faktor yang berperan dalam respon inflamasi dan perbaikan.

25

Page 26: Polip Nasi

Epitel polip menunjukan hiperplasia sel goblet dan hipersekresi mukus

yang berperan dalam obstruksi hidung dan rinorea.

Polip dapat timbul pada hidung yang tidak terinfeksi kemudian

menyebabkan sumbatan yang mengakibatkan sinusitis, tetapi polip dapat

juga timbul akibat iritasi kronis yang disebabkan oleh infeksi hidung dan

sinus. Dalam teori Bernstein, perubahan inflamasi pertama terjadi pada

dinding lateral mukosa hidung atau sinus sebagai akibat interaksi virus-

host bakteri atau sekunder untuk aliran turbulen. Dalam kebanyakan

kasus, polip berasal dari daerah meatus tengah kontak, terutama celah

sempit di kawasan ethmoid anterior yang menciptakan aliran turbulen, dan

terutama bila dipersempit oleh peradangan mukosa. Ulserasi atau prolaps

dari submucosa dapat terjadi, dengan reepithelialization dan pembentukan

kelenjar baru. Selama proses ini, polip dapat dibentuk dari mukosa akibat

proses inflamasi tinggi sel epitel, sel endotel pembuluh darah, dan

fibroblas mempengaruhi integritas bioelectric saluran natrium di

permukaan luminal sel epitel pernafasan dalam mukosa hidung. Respon

untuk meningkatkan penyerapan natrium, menyebabkan retensi air dan

pembentukan polip.

26

Page 27: Polip Nasi

Teori lain melibatkan ketidakseimbangan vasomotor atau epitel rusak.

Teori ketidakseimbangan vasomotor mendalilkan bahwa peningkatan

permeabilitas vaskuler menyebabkan detoksifikasi vaskular mast-sel

(misalnya, histamin). dampak jangka panjang produk dalam stroma polip

ditandai edema (terutama dalam polip gagang bunga) yang diperburuk

oleh terhalangnya drainase vena. Teori ini didasarkan pada sel stroma

miskin dari polip, yang buruk dan tidak memiliki saraf vasokonstriktor

vascularized.

Teori pecah epitel menunjukkan bahwa pecahnya epitel mukosa

hidung yang disebabkan oleh peningkatan jaringan turgor pada penyakit

(misalnya, alergi, infeksi). pecah menyebabkan mukosa lamina propria

prolaps, membentuk polip. Cacat yang mungkin diperbesar oleh efek

gravitasi atau obstruksi drainase vena, menyebabkan polip. Teori ini,

meskipun mirip dengan Bernstein, memberikan penjelasan yang kurang

meyakinkan untuk pembesaran polip teori natrium fluks didukung oleh

data Bernstein. Baik teori benar-benar mendefinisikan memicu

peradangan.(9,11)

Makroskopis(11)

27

Page 28: Polip Nasi

Secara makroskopis polip merupakan massa bertangkai dengan

permukaan licin, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-

abuan, agak bening, lobular, dapat tunggal atau multipel dan tidak sensitif

(bila ditekan/ditusuk tidak terasa sakit). Warna polip yang pucat tersebut

disebabkan karena mengandung banyak cairan dan sedikitnya aliran darah

ke polip. bila terjadi iritasi kronis atau proses peradangan warna polip

dapat berubah menjadi kemerah-merahan dan polip yang sudah menahun

warnanya dapat menjadi kekuning-kuningan karena banyak mengandung

jaringan ikat.

Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari kompleks ostio-meatal di

meatus medius dan sinus etmoid. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan

endoskop, mungkin tempat asal tangkai polip dapat dilihat

Ada polip yang tumbuh kearah belakang dan membesar dinasofaring,

disebut polip koana.polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus

maksila dan disebut juga polip antro-koana. Ada juga sebagian kecil polip

koana yang berasal dari sinus etmoid.

Mikroskopis(11)

28

Page 29: Polip Nasi

Secara mikroskopis tampak epitel pada polip serupa dengan mukosa

hidung normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia dengan submukosa

yang sembab. Sel-selnya terdiri dari limfosit, sel plasma, eosinofil,

neutrofil dan makrofag. Mukosa mengandung sel-sel goblet. Pembuluh

darah, saraf dan kelenjar sangat sedikit. Polip yang sudah lama dapat

mengalami metaplasia epitel karena sering terkena aliran udara, menjadi

epitel transisional, kubik atau gepeng berlapis tanpa keratinisasi.

Berdasarkan jenis sel peradangannya, polip dikelompokkan menjadi

2, yaitu polip tipe eosinofilik dan tipe neutrofilik.

29

Page 30: Polip Nasi

Gambar 6. Gambaran endoskopi cavum nasi kiri, menunjukkan polip

pada prosesus uncinatus. Tampak jelas polip berada di tengah,

berwarna pucat dan putih berkilau.(3)

Antrochoanal polip adalah polip soliter yang tumbuh dari antrum

maxila. Killian 1906 adalah orang pertama yang menemukan antrochoanal

polip. Walaupun etiologinya belum diketahui secara pasti, namun alergi

dapat dijadikan salah satu faktor pencetus. Polip tersebut keluar dari

antrum maxila dan dapat prolaps melalui ostium asesorius kedalam kavum

nasi dan membesar ke arah posterior choana dan nasofaring.(8)

30

Page 31: Polip Nasi

Gambar 7. Polip antrochoanal kiri yang menggantung pada orofaring(3)

III.5 Gejala Klinis

Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa

sumbatan di hidung. Sumbatan ini tidak hilang – timbul dan makin lama

semakin berat keluhannya. Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan

gejala hiposmia atau anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal,

maka sebagai komplikasinya akan terjadi sinusitis dengan keluhan nyeri

kepala dan rinore.

Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan

iritasi di hidung. Pasien dengan polip yang masif biasanya mengalami

sumbatan hidung yang meningkat, hiposmia sampai anosmia, perubahan

31

Page 32: Polip Nasi

pengecapan, dan drainase post nasal persisten. Sakit kepala dan nyeri pada

muka jarang ditemukan dan biasanya pada daerah periorbita dan sinus

maksila. Pasien polip dengan sumbatan total rongga hidung atau polip

tunggal yang besar memperlihatkan gejala sleep apnea obstruktif dan

pernafasan lewat mulut yang kronik.(11)

Pasien dengan polip soliter seringkali hanya memperlihatkan gejala

obstruktif hidung yang dapat berubah dengan perubahan posisi. Walaupun

satu atau lebih polip yang muncul, pasien mungkin memperlihatkan gejala

akut, rekuren, atau rinosinusitis bila polip menyumbat ostium sinus.

Beberapa polip dapat timbul berdekatan dengan muara sinus, sehingga

aliran udara tidak terganggu, tetapi mukus bisa terperangkap dalam sinus.

Dalam hal ini dapat timbul perasaan penuh di kepala, penurunan

penciuman, dan mungkin sakit kepala. Mukus yang terperangkap tadi

cenderung terinfeksi, sehingga menimbulkan nyeri, demam, dan mungkin

perdarahan pada hidung.

Manifestasi polip nasi tergantung pada ukuran polip. Polip yang kecil

mungkin tidak menimbulkan gejala dan mungkin teridentifikasi sewaktu

pemeriksaan rutin. Polip yang terletak posterior biasanya tidak

teridenfikasi pada waktu pemeriksaan rutin rinoskopi posterior. Polip yang

32

Page 33: Polip Nasi

kecil pada daerah dimana polip biasanya tumbuh dapat menimbulkan

gejala dan menghambat aliran saluran sinus, menyebabkan gejala-gejala

sinusitis akut atau rekuren.

Gejala Subjektif:

v   Hidung terasa tersumbat

v   Hiposmia atau Anosmia (gangguan penciuman)

v   Nyeri kepala

v   Rhinore

v   Bersin

v   Iritasi di hidung (terasa gatal)

v  Post nasal drip

v   Nyeri muka

v   Suara bindeng

v   Telinga terasa penuh

33

Page 34: Polip Nasi

v   Mendengkur

v   Gangguan tidur

v   Penurunan kualitas hidup

Gejala  Objektif:

v  Oedema mukosa hidung

v   Submukosa hipertropi dan tampak sembab

v   Terlihat masa lunak yang berwarna putih atau kebiruan

v   Bertangkai(11)

BAB IV

DIAGNOSIS POLIP NASAL

34

Page 35: Polip Nasi

Anamnesa

Pada anamnesa kasus polip, keluhan utama biasanya ialah hidung

tersumbat. Sumbatan ini menetap, tidak hilang dan semakin lama semakin

berat. Pasien sering mengeluhkan terasa ada massa di dalam hidung dan

sukar membuang ingus. Gejala lain adalah gangguan penciuman. Gejala

sekunder dapat terjadi bila sudah disertai kelainan organ didekatnya

berupa: adanya post nasal drip, sakit kepala, nyeri wajah, suara nasal

(bindeng), telinga terasa penuh, mendengkur, gangguan tidur dan

penurunan kualitas hidup. Selain itu juga harus di tanyakan riwayat

rhinitis alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat serta

makanan.(11)

Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi

35

Page 36: Polip Nasi

Polip yang masif sering sudah menyebabkan deformitas hidung luar.

Dapat dijumpai pelebaran kavum nasi terutama polip yang berasal

dari sel-sel etmoid.(11)

2.   Rinoskopi Anterior

Memperlihatkan massa translusen pada rongga hidung. Deformitas

septum membuat pemeriksaan menjadi lebih sulit. Tampak sekret

mukus dan polip multipel atau soliter. Polip kadang perlu dibedakan

dengan konka nasi inferior, yakni dengan cara memasukan kapas yang

dibasahi dengan larutan efedrin 1% (vasokonstriktor), konka nasi

yang berisi banyak pembuluh darah akan mengecil, sedangkan polip

tidak mengecil. Polip dapat diobservasi berasal dari daerah sinus

etmoidalis, ostium sinus maksilaris atau dari septum.(9)

3.   Rinoskopi Posterior

Kadang-kadang dapat dijumpai polip koanal. Sekret mukopurulen ada

kalanya berasal dari daerah etmoid atau rongga hidung bagian

superior, yang menandakan adanya rinosinusitis.

36

Page 37: Polip Nasi

37

Page 38: Polip Nasi

Pemeriksaan penunjang

Naso endoskopi

Adanya fasilitas nasoendoskopi akan sangat membantu diagnosis kasus

baru. Polip stadium awal tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi

anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan

nasoendoskopi. Pada kasus polip koanal juga sering dapat terlihat tangkai

polip yang berasal dari ostium assesorius sinus maksila.

Gambar 8. Gambaran

endoskopi anterior sinistra cavum nasi, tampak septum di sebelah

kiri dan tampak polip antralchoanal pada bagian tengah gambaran

endoskopi.

38

Page 39: Polip Nasi

Pemeriksaan Radiologi

Foto polos sinus paranasal (posisi waters, lateral, Caldwell dan AP)

dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara cairan di

dalam sinus, tetapi sebenarnya kurang bermanfaat pada kasus polip nasi

karena dapat memberikan kesan positif palsu atau negative palsu dan tidak

dapat memberikan informasi mengenai keadaan dinding lateral hidung dan

variasi anatomis di daerah kompleks osteomeatal. Pemeriksaan tomografi

computer sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di

hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan

anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks osteomeatal. Terutama pada

kasus polip yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa,jika ada

komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama

bedah endoskopi. Biasanya untuk tujuan penapisan dipakai potongan

koronal,sedangkan polip yang rekuren juga diperlukan potongan aksial.

CT ScanSangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di

hidung dan sinus paranasal apakah ada kelainan anatomi, polip, atau

sumbatan pada komplek osteomeatal. CT scan terutama diindikasikan

pada kasus polip yang gagal diterapi dengan medikamentosa.

39

Page 40: Polip Nasi

Gb. Antrochoanal polip pada hidung kanan

Tes alergi

Evaluasi alergi sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat

alergi lingkungan atau riwayat alergi pada keluarganya.

Laboratorium

Untuk membedakan sinusitis alergi atau non alergi. Pada sinusitis

alergi ditemukan eosinofil pada swab hidung, sedang pada non alergi

ditemukannya neutrofil yang menandakan adanya sinusitis kronis.

40

Page 41: Polip Nasi

Temuan histologis

Pseudostratified ciliated columnar epithelium

Epithelial basement membrane yang menebal

Oedematous stroma

III.7 Diagnosis Banding

a. Cystic Fibrosis

b. Nuroblastoma

c. Neurofibromatosis

d. Rhabdomyosarcoma

e. Sinusitis

f. Angiofibroma Nasal

Polip nasi juga didiagnosis banding dengan konka polipoid, yang ciri –

cirinya sebagai berikut:

-           Tidak bertangkai

-           Sukar digerakkan

- nyeri bila ditekan dengan pinset

41

Page 42: Polip Nasi

- mudah berdarah

- dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin)

Polip Polipoid Mukosa

Bertangkai, dapat digerakkan Tidak bertangkai, sukar digerakkan

Konsistensi lunak Konsistensi keras

Tidak nyeri bila ditekan Nyeri pada penekanan

Tidak mudah berdarah Mudah berdarah

Berwarna putih kebiruan Berwarna merah muda

Tidak mengecil pada pemberian

vasokonstriktor (adrenalin)

Mengecil pada pemberian

vasokonstriktor

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior cukup mudah untuk

membedakan polip dan konka polipoid, terutama dengan pemberian

vasokonstriktor yang juga harus hati – hati pemberiannya pada pasien

dengan penyakit kardiovaskuler karena bisa menyebabkan vasokonstriksi

sistemik, meningkatkan tekanan darah yang berbahaya pada pasien dengan

hipertensi dan dengan penyakit jantung lainnya.(7,9)

42

Page 43: Polip Nasi

III.8 Penatalaksanaan

Karena etiologi yang mendasari pada polip nasi adalah reaksi

inflamasi, maka penatalaksanaan medis ditujukan untuk pengobatan yang

tidak spesifik. Pada terapi medikamentosa dapat diberikan kortikosteroid.

Kortikosteroid dapat diberikan secara sistemik ataupun intranasal.

Pemberian kortikosteroid sistemik diberikan dengan dosis tinggi

dalam waktu yang singkat, dan pemberiannya perlu memperhatikan efek

samping dan kontraindikasi. Kortikosteroid oral adalah pengobatan

paling efektif untuk pengobatan jangka pendek dari polip nasi, dan

kortikosteroid oral memiliki efektivitas paling baik dalam mengurangi

inflamasi polip.(10,11)

Kortikosteroid juga dapat diberikan secara intranasal dalam bentuk

spray steroid, yang dapat mengurangi atau menurunkan pertumbuhan

polip nasi yang kecil, tetapi secara relatif tidak

efektif untuk polip yang masif. Steroid intranasal paling efektif pada

periode post operatif untuk mencegah atau mengurangi relaps.

Pengobatan juga dapat ditujukan untuk mengurangi reaksi alergi

pada polip yang dihubungkan dengan rhinitis alergi. Pada penderita dapat

43

Page 44: Polip Nasi

diberikan antihistamin oral untuk mengurangi reaksi inflamasi yang

terjadi. Bila telah terjadi infeksi yang ditandai dengan adanya sekret yang

mukopurulen maka dapat diberikan antibiotik.

Pengobatan Medikamentosa

Berdasarkan guideline penatalaksanaan polip nasi di Indonesia,

pengobatan lini pertama pada kasus polip nasi adalah steroid oral dan

topikal. Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut

juga polipektomi medikamentosa. Untuk polip stadium 1 dan 2, sebaiknya

kortikosteroid intranasal dan/atau oral selama 4-6 minggu. Bila reaksinya

baik, pengobatan ini diteruskan sampai polip atau gejalanya hilang. Pada

polip nasi rekuren perlu dicari faktor alergi (kausatif). Jika polip sudah

sangat mengganggu pernafasan disarankan untuk terapi bedah yaitu

polipektomi. Pada pasien ini alergen yang mungkin berdasarkan

anamnesis adalah debu dan udara dingin. Untuk itu pasien perlu diberikan

edukasi untuk menghindari pajanan dengan alergen. Pemberian loratadin

1x10 mg sebagai antihistamin berguna untuk mengurangi reaksi alergi

polip akibat rhinitis alergi. (7.8 )

44

Page 45: Polip Nasi

Respon dengan kortikosteroid tergambar dari ada atau tidaknya

eosinofilia, jadi pasien dengan polip dan rhinitis alergi atau asma

seharusnya respon dengan pengobatan ini.

Pasien dengan polip yang sedikir eosinofil mungkin tidak respon

terhadap steroid. Penggunaan steroid oral jangka panjang tidak

direkomendasikan karena efek sampingnya yang merugikan ( seperti

gangguan pertumbuhan, Diabetes Melitus, hipertensi, gangguan psikis,

gangguan pencernaan, katarak, glukoma, osteoporosis). Pemberian topikal

kortikosteroid di berikan secara umum karena lebih sedikit efek yang

merugikan dibandingkan pemberian sistemik karena bioavaibilitasnya

yang terbatas. Pemberian jangka panjang khususnya dosis tinggi dan

kombinasi dengan kortikosteroid inhalasi, terdapat resiko penekanan

hipotalamus-pituari-adrenal aksis, pembentukan katarak, gangguan

pertumbuhan, perdarahan hidung, dan pada jarang kasus terjadi perforasi

septum.

Kortikosteroid merupakan antiinflamasi yang biasa diberikan pada

pasien polip hidung. Namun, memberikan efek samping yang serius seperti

perdarahan usus bila diberikan dalam dosis yang besar dan dalam waktu

45

Page 46: Polip Nasi

yang lama. Inhibitor COX-2 juga mempunyai efek anti inflamasi dan

dikenal tidak memberikan efek samping pada gastrointestinal.(14)

Pembedahan dilakukan jika:

1.  Polip menghalangi saluran nafas

2.  Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering terjadi infeksi

sinus

3.  Polip berhubungan dengan tumor

4.  Pada anak-anak dengan multipel polip atau kronik rhinosinusitis yang

gagal pengobatan   maksimum dengan obat- obatan.

Tindakan pengangkatan polip atau polipektomi dapat dilakukan dengan

menggunakan senar polip dengan anestesi lokal, untuk polip yang besar

tetapi belum memadati rongga hidung. Polipektomi sederhana cukup

efektif untuk memperbaiki gejala pada hidung, khususnya pada

kasus polip yang tersembunyi atau polip yang sedikit. Bedah sinus

endoskopik (Endoscopic Sinus Surgery) merupakan teknik yang lebih baik

yang tidak hanya membuang polip tapi juga membuka celah di

meatus media, yang merupakan tempat asal polip yang tersering

46

Page 47: Polip Nasi

sehingga akan membantu mengurangi angka kekambuhan. Surgical micro

debridement merupakan prosedur yang lebih aman dan cepat, pemotongan

jaringan lebih akurat dan mengurangi perdarahan dengan visualisasi yang

lebih baik.(2,15)

Keputusan atas pembedahan ditentukan dari penemuan CT-Scan sinus

paranasal sebelum operasi. Anterior ethmoidectomy, posterior

ethmoidectomy, antrostomy meatus medius dan pembersihan resesus

frontalis dapat dilakukan pada semua pasien.

Bedah Sinus Endoskopi Fungsional ( BSEF ) merupakan tindakan

bedah invasif minimal pada hidung dan sinus paranasal dengan

menggunakan endoskop. Jenis operasi ini menjadi pilihan karena lebih

efektif dan fungsional. Sekitar 75-95% kasus rinosinusitis kronis telah

dilakukan tindakan BSEF. Indikasi BSEF antara lain rinosinusitis kronis

yang tidak respon terhadap terapi medikamentosa, rinosinusitis kronis

dengan komplikasi, rinosinusitis jamur yang invasif, rinosinusitis alergi

dengan komplikasi, polip antrokoana, mukosil, berbagai prosedur yang

dilakukan secara endoskopi seperti septoplasti, drainase abses periorbita,

47

Page 48: Polip Nasi

penanganan epistaksis termasuk ligasi arteri sfenopalatina, dekompresi

orbita

III.9 Prognosis

Polip nasi dapat muncul kembali selama iritasi alergi masih tetap

berlanjut. Rekurensi dari polip umumnya terjadi bila adanya polip yang

multipel.  Polip tunggal yang besar seperti polip antral-koanal jarang

terjadi relaps.

Polip hidung sering tumbuh kembali, oleh karena itu pengobatannya

juga perlu ditujukan kepada penyebabnya, misalnya alergi. Terapi yang

paling ideal pada rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan alergen

penyebab dan eliminasi.

Secara medikamentosa, dapat diberikan antihistamin dengan atau

tanpa dekongestan yang berbentuk tetes hidung yang bisa mengandung

kortikosteroid atau tidak. Dan untuk alergi inhalan dengan gejala yang

berat dan sudah berlangsung lama dapat dilakukan imunoterapi dengan

cara desensitisasi dan hiposensitisasi, yang menjadi pilihan apabila

pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan.

48

Page 49: Polip Nasi

49

Page 50: Polip Nasi

Skema diagnosis dan penatalaksanaan Polip Nasal

50

Page 51: Polip Nasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Fransina, R.Sedjawidada, Amsyar Akil, Fadjar Perkasa, Abdul

Qadar Punagi. Ear Nose Throat Departement, Medical

Faculty,Hasanuddin University, Makassar The Indonesian Journal

of Medical Science Volume 1 No. 1 July-September 2008

2. Kevin T Kavanagh. Nasal polypectomy.All Rights Reserved

www.ent-usa.com

3. Soetjipto D, Mangunkusumo Endang, Retno

S.Wardani.dalam:Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok edisi VI cetakan II. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta

2008.hal 118-122

4. Higler, Peter. Hidung (Anatomi dan fisiologi terapan).

Dalam:Effendi H, editor:BOEIS:Buku Ajar Penyakit THT.Edisi

keenam.Philadelphia:WB Saunders Company,1997.Hal 173-188

5. Ballenger, John Jacob. Diseaes of The Nose Throat Ear Head and

Neck. Lea & Febiger 14th edition. Philadelphia 1991

6. Alper Nabi Erkan, MD, Özcan Çakmak, MD, and Nebil Bal,

MD.Frontochoanal polyp article by All Rights Reserved

http://www.entjournal.com

51

Page 52: Polip Nasi

7. John E McClay GOOD. Nasal Polyps. Associate Professor of

Pediatric Otolaryngology, Department of Otolaryngology-Head

and Neck Surgery, Children's Hospital of Dallas, University of

Texas Southwestern Medical School. update Oct 22,

2008.http://www.medicine.com

8. Mangunkusumo,Endang, Retno S.Wardani.dalam:Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok edisi VI cetakan II. Balai

Penerbit FK-UI, Jakarta 2008.hal 123-125

9. J. Gulia, S. P. S. Yadav, N. Sharma, H. & A. Hooda. Ectopic Tooth

In Osteomeatal Complex Presenting With Nasal Polyps: A Case

Report. The Internet Journal of Otorhinolaryngology. 2010

Volume 12 Number 1

10. Bangladesh J Otorhinolaryngol,Article by :Abu Hena Mohammad

Parvez Humayun1, AHM Zahurul Huq2, SM Tarequddin Ahmed3,

Md. Shah Kamal4, Kyaw Khin U3, Nilakanta Bhattacharjee. Vol.

16, No. 1, April 2010

11. Fransina, R.Sedjawidada, Amsyar Akil, Fadjar Perkasa, Abdul

Qadar Punagi Ear Nose Throat Departement, Medical

Faculty,Hasanuddin University, Makassar. The Indonesian

52

Page 53: Polip Nasi

Journal of Medical Science Volume 1 No. 1 July-September

2008.

12. S. P. Gulati, Anshu, R. Wadhera & A. Deeo : Efficacy of

Functional Endoscopic Sinus Surgery in the treatment of

Ethmoidal polyps . The Internet Journal of Otorhinolaryngology.

2007 Volume 7 Number 1

13. Immunologic factors in patients with chronic polypoid sinusitis.

Nikakhlagh S, Ghafourian-Boroujerdnia M, Saki N, Soltan-Moradi

MR, Rahim F. Niger J Med. 2010 Jul-Sep;19(3):316-9.

53