tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

61
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Anestesi Umum 3.1.1 Definisi Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan aesthētos,"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846. 1 Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum memiliki karakteristik menyebabkan amnesia bagi pasien yang bersifat anterogard yaitu hilang ingatan kedepan maksudnya pasien tidak akan bisa ingat apa yang telah terjadi saat dia dianestesi/operasi, sehingga saat pasien bangun dia hanya tau kalo dia tidak pernah menjalani operasi. Karakteristik selanjutnya adalah reversible yang berarti anestesi umum akan menyebabkan pasien bangun kembali tanpa efek samping. 1-6 3.1.2 Teori Anestesi Umum Ada beberapa teori yang membicarakan tentang kerja anestesi umum, diantaranya: 1 12

description

tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

Transcript of tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

Page 1: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anestesi Umum

3.1.1 Definisi

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan

aesthētos,"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu

tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai

prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi

digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.1

Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai

hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum memiliki

karakteristik menyebabkan amnesia bagi pasien yang bersifat anterogard yaitu

hilang ingatan kedepan maksudnya pasien tidak akan bisa ingat apa yang telah

terjadi saat dia dianestesi/operasi, sehingga saat pasien bangun dia hanya tau kalo

dia tidak pernah menjalani operasi. Karakteristik selanjutnya adalah reversible

yang berarti anestesi umum akan menyebabkan pasien bangun kembali tanpa efek

samping.1-6

3.1.2 Teori Anestesi Umum

Ada beberapa teori yang membicarakan tentang kerja anestesi umum,

diantaranya:1

a. Meyer dan Overton (1989) mengemukakan teori kelarutan lipid (Lipid

Solubity Theory). Obat anestetika larut dalam lemak. Efeknya berhubungan

langsung dengan kelarutan dalam lemak. Makin mudah larut di dalam lemak,

makin kuat daya anestesinya. Ini hanya berlaku pada obat inhalasi (volatile

anaesthetics), tidak pada obat anestetika parenteral.

b. Ferguson (1939) mengemukakan teori efek gas inert (The Inert Gas Effect).

Potensi analgesia gas-gas yang lembab dan menguap terbalik terhadap

tekanan gas-gas dengan syarat tidak ada reaksi secara kimia. Jadi tergantung

dari konsentrasi molekul-molekul bebas aktif.

12

Page 2: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

c. Pauling (1961) mengemukakan teori kristal mikrohidrat (The Hidrat Micro-

crystal Theory). Obat anestetika berpengaruh terutama terhadap interaksi

molekul-molekul obatnya dengan molekul-molekul di otak.

d. Trudel (1963) mengemukakan molekul obat anestetika mengadakan interaksi

dengan membrana lipid meningkatkan keenceran (mengganggu membran).

Obat anestesi yang diberikan akan masuk ke dalam sirkulasi darah yang

selanjutnya menyebar ke jaringan, yang pertama kali terpengaruh adalah jaringan

yang banyak vaskularisasinya seperti otak, yang mengakibatkan kesadaran dan

rasa sakit hilang. Kecepatan dan kekuatan anestesi dipengaruhi oleh faktor

respirasi, sirkulasi, dan sifat fisik obat itu sendiri.1

3.1.3 Tujuan Anestesi Umum

Tujuan anestesi umum adalah hipnotik, analgesik, relaksasi dan stabilisasi

otonom.1

3.1.4 Jenis Anestesi Umum

3.1.4.1 Anestesi Inhalasi

Anestesi inhalasi merupakan suatu anestesi yang menggunakan inhalan

berupa gas. Obat anestesi inhalasi yang sering digunakan saat ini adalah N2O,

halotan, enfluran, isofluran, desfluran, sevofluran. Mekanisme kerja obat inhalasi

ditentukan oleh ambilan paru, difusi gas dari paru ke darah dan distribusi ke

organ. Sedangkan konsentrasi uap obat anestetik dalam alveoli ditentukan oleh

konsentrasi inspirasi, ventilasi alveolar, koefisien gas darah, curah jantung, dan

perfusi.5

3.1.4.2 Anestesi Intravena

13

Page 3: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

Anestesi intravena merupakan suatu tindakan pemberian anestesi dengan

memasukkan obat melalui intravena.5

Obat-obatan anestesi intravena:5

1. Barbiturat kerja ultra singkat

Walaupun terdapat beberapa babiturat dengan masa kerja ultra singkat,

tiopental merupakan obat terlazim yang digunakan untuk induksi anestesi dan

banyak dipergunakan dalam bentuk kombinasi anestetik inhalasi lainnya.

Setelah pemberian secara intra vena, tiopenta akan melewati sawa darah otak

secara tepat dan, jika diberikan pada dosis yang mencukupi, akan

menyebabkan akan mengakibatkan hypnosis dalam waktu sirkulasi. Efek

sama akan terlihat pada pemberian barbiturate dengan masa kerja ultra singkat

lainnya seperti diamilan dan metoheksitan.

2. Benzodiazepine

Anggota tertentu dalam kelompok obat sedative hypnosis seperti diazepam,

lorazepam, dan midazolam, yang dipergunakan pada prosedur anestesi. (dasar-

dasar farmakologi benzodiazepin) diazepam dan lorazepan tidak larut dalam

air dan penggunaan intravenanya memerlukan vehikulum yang tidak encer,

sehingga pemberian intravena dapat menyebabkan iritasi luka. Formulasi

mudah larut dalam air dan kurang iritasi tetapih mudah larut dalam lemak

pada pH fisiologis serta mudah melewati sawa darah otak.

3. Anestesi analgesic opioid

Dosis besar analgesic opioid telah digunakan untuk anestetik umum, terutama

pada penderita operasi jantung atau operasi besar lainnya ketika sirkulasi

dalam keadaan minimal. Pemberian morfin, secara intravena dengan dosis 1

sampai 3 per kg digunakan dalam keadaan sirkulasi yang berat.

4. Propofol

14

Page 4: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

Merupakan salah satu anestetik intravena yang sangat penting. Propofol dapat

menghasilkan anestesi kecepatan yang sama dengan pemberian barbiturate

secara intravena, dan waktu pemulihan yang lebih cepat.

5. Etomidat

Etomidat merupakan imidazol karboksilasi yang digunakan untuk induksi

anestesi dan teknik anestesi secara seimbang yang tidak boleh diberikan untuk

jangka lama. Kelebihan utama dari anestestik ini yaitu depresi kardiovaskular

dan repilasi yang minimal.

6. Ketamin

Ketamin menimbulkan anestesi disosiatif yang ditandai dengan kataton,

amenesia, dan analgesia. Mekanisme kerjanya adalah dengan cara

menghambat efek membrane eksitator neurotrasmiter asam glutamate pada

subtype reseptor NMDA.

3.1.5 Cara Pemberian Anestesi Umum1,5,6

1. Parenteral (intramuscular/intravena).

Digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi anestesi. Umumnya

diberikan thiopental, namun pada kasus tertentu dapat digunakan ketamin,

diazepam, dll. Untuk tindakan yang lama anestesi parenteral dikombinasikan

dengan cara lain.

2. Parekteral.

Dapat dipakai pada anak untuk induksi anestesi atau tindakan singkat.

3. Anestesi inhalasi, yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan

anestesi yang mudah menguap (volaitile agent) sebagai zat anestetik melalui

udara pernafasan. Zat anestetik yang digunakan berupa campuran gas (dengan

oksigen) dan konsentrasi zat anestetik tersebut tergantung dari tekanan

parsialnya.

15

Page 5: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

Tekanan parsial dalam jaringan otak akan menentukan kekuatan daya

anestesi, zat anestetika disebut kuat bila dengan tekanan parsial yang rendah

sudah dapat memberi anestesi yang adekuat.

3.1.6 Syarat, Kontraindikasi, dan Komplikasi Anestesi Umum

Adapun syarat ideal dilakukan anestesi umum adalah:1-6

a. Memberi induksi yang halus dan cepat.

b. Timbul situasi pasien tak sadar atau tak berespons

c. Timbulkan keadaan amnesia

d. Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi bukan otot pernapasan.

e. Hambatan persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup untuk tindakan

operasi.

f. Memberikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tidak menimbulkan ESO yang

berlangsung lama.

Kontraindikasi mutlak dilakukan anestesi umum yaitu dekompresi kordis

derajat III-IV, AV blok derajat II-total (tidak ada gelombang P). Kontraindikasi

Relatif berupa hipertensi berat/tak terkontrol (diastolik >110), DM tak terkontrol,

infeksi akut, sepsis, GNA.1

Tergantung pada efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan.

Pada pasien dengan gangguan hepar, harus dihindarkan pemakaian obat yang

bersifat hepatotoksik. Pada pasien dengan gangguan jantung, obat-obatan yang

mendepresi miokard atau menurunkan aliran koroner harus dihindari atau

dosisnya diturunkan. Pasien dengan gangguan ginjal, obat-obatan yang

diekskresikan melalui ginjal harus diperhatikan. Pada paru, hindarkan obat yang

memicu sekresi paru, sedangkan pada bagian endokrin hindari obat yang

meningkatkan kadar gula darah, obat yang merangsang susunan saraf simpatis

pada penyakit diabetes basedow karena dapat menyebabkan peningkatan kadar

gula darah.1

16

Page 6: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

Sedangkan komplikasi kadang-kadang tidak terduga walaupun tindakan

anestesi telah dilakukan dengan sebaik-baiknya. Komplikasi dapat dicetuskan oleh

tindakan anestesi ataupun kondisi pasien sendiri. Komplikasi dapat timbul pada

waktu pembedahan ataupun setelah pembedahan. Komplikasi kardiovaskular

berupa hipotensi dimana tekanan sistolik kurang dari 70 mmHg atau turun 25 %

dari sebelumnya, hipertensi dimana terjadi peningkatan tekanan darah pada

periode induksi dan pemulihan anestesi. Komplikasi ini dapat membahayakan

khususnya pada penyakit jantung karena jantung bekerja keras dengan kebutuhan-

kebutuhan miokard yang meningkat yang dapat menyebabkan iskemik atau infark

apabila tidak tercukupi kebutuhannya. Komplikasi lain berupa gelisah setelah

anestesi, tidak sadar , hipersensitifitas ataupun adanya peningkatan suhu tubuh.1

3.1.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Anestesi Umum1,5,6

3.1.7.1 Faktor Respirasi

Hal-hal yang mempengaruhi tekanan parsial zat anestetika dalam alveolus adalah:

1. Konsentrasi zat anestetika yang diinhalasi; semakin tinggi konsentrasi,

semakin cepat kenaikan tekanan parsial

2. Ventilasi alveolus; semakin tinggi ventilasi, semakin cepat kenaikan tekanan

parsial

3.1.7.2 Faktor Sirkulasi

Saat induksi, konsentrasi zat anestetika dalam darah arterial lebih besar

daripada darah vena. Faktor yang mempengaruhinya adalah:

1. Perubahan tekanan parsial zat anestetika yang jenuh dalam alveolus dan darah

vena. Dalam sirkulasi, sebagian zat anestetika diserap jaringan dan sebagian

kembali melalui vena.

2. Koefisien partisi darah/gas yaitu rasio konsentrasi zat anestetika dalam darah

terhadap konsentrasi dalam gas setelah keduanya dalam keadaan seimbang.

3. Aliran darah, yaitu aliran darah paru dan curah jantung.

17

Page 7: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

3.1.7.3 Faktor Jaringan

1. Perbedaan tekanan parsial obat anestetika antara darah arteri dan jaringan

2. Koefisien partisi jaringan/darah

3. Aliran darah dalam masing-masing 4 kelompok jaringan (jaringan kaya

pembuluh darah/JKPD, kelompok intermediate, lemak, dan jaringan sedikit

pembuluh darah/JSPD)

3.1.7.4 Faktor Zat Anestetika

Potensi dari berbagai macam obat anestetika ditentukan oleh MAC

(Minimal Alveolus Concentration), yaitu konsentrasi terendah zat anestetika

dalam udara alveolus yang mampu mencegah terjadinya tanggapan (respon)

terhadap rangsang rasa sakit. Semakin rendah nilai MAC, semakin poten zat

anestetika tersebut.

3.1.7.5 Faktor Lain

1. Ventilasi, semakin besar ventilasi, semakin cepat pendalaman anestesi

2. Curah jantung, semakin tinggi curah jantung, semakin lambat induksi dan

pendalaman anestesia

3. Suhu, semakin turun suhu, semakin larut zat anestesia sehingga pendalaman

anestesia semakin cepat.

3.1.8 Prosedur Anestesi Umum

3.1.8.1 Persiapan Pra Anestesi Umum

Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan baik elektif maupun

darurat harus dipersiapkan dengan baik karena keberhasilan anestesi dan

pembedahan sangat dipengaruhi oleh persiapan pra anestesi. Kunjungan pra

anestesi pada bedah elektif umumnya dilakukan 1-2 hari sebelumnya, sedangkan

pada bedah darurat waktu yang tersedia lebih singkat.1,2

18

Page 8: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

Tujuan kunjungan pra anestesi:1,2

1. Mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal dengan melakukan

anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan pemeriksaan lain.

2. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai

keadaan fisik dan kehendak pasien. Dengan demikian, komplikasi yang

mungkin terjadi dapat ditekan seminimal mungkin.

3. Menentukan klasifikasi yang sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik, dalam hal

ini dipakai klasifikasi ASA (American Society of Anesthesiology) sebagai

gambaran prognosis pasien secara umum.

3.1.8.2 Persiapan Pasien

3.1.8.2.1 Anamnesis

Anamnesis dapat diperoleh dari pasien sendiri (autoanamnesis) atau

melalui keluarga pasien (alloanamnesis). Dengan cara ini kita dapat mengadakan

pendekatan psikologis serta berkenalan dengan pasien.1,2

Yang harus diperhatikan pada anamnesis:2

1. Identifikasi pasien, misal: nama, umur, alamat, pekerjaan, dll.

2. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat

menjadi penyulit dalam anestesi, antara lain: penyakit alergi, diabetes

mellitus, penyakit paru-paru kronik (asma bronchial, pneumonia, bronchitis),

penyakit jantung dan hipertensi (infark miokard, angina pectoris,

dekompensasi kordis), penyakit hati, dan penyakit ginjal.

3. Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin

menimbulkan interaksi dengan obat-obat anestetik. Misalnya kortikosteroid,

obat antihipertensi, obat-obat antidiabetik, antibiotika golongan

aminoglikosida, obat penyakit jantung seperti digitalis, diuretika, obat anti

alergi, tranquilizer, monoamino oxidase inhibitor, bronkodilator.

4. Riwayat operasi dan anestesi yang pernah dialami diwaktu yang lalu, berapa

kali, dan selang waktunya. Apakah pasien mengalami komplikasi saat itu

seperti kesulitan pulih sadar, perawatan intensif pasca bedah.

19

Page 9: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

5. Kebiasaan buruk sehari-hari yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya

anestesi seperti: merokok dan alkohol.

3.1.8.2.2 Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan keadaan gigi-geligi,

tindakan buka mulut, lidah relative besar sangat penting untuk diketahui apakah

akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga

akan menyulitkan laringoskopi intubasi.2

Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak

boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem

organ tubuh pasien.2

3.1.8.2.3 Pemeriksaan Laboratorium

Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan

penyakit yang sedang dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan

uji laboratorium secara rutin walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor,

misalnya pemeriksaan darah kecil (Hb, lekosit, masa perdarahan dan masa

pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien di atas 50 tahun ada anjuran

pemeriksaan EKG dan foto toraks. Praktek-praktek semacam ini harus dikaji

ulang mengingat biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat minimal uji-uji

semacam ini.2

Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

laboratorium, selanjutnya dibuat rencana mengenai obat dan teknik anestesi yang

akan digunakan. Misalnya pada diabetes mellitus, induksi tidak menggunakan

ketamin yang dapat menimbulkan hiperglikemia. Pada penyakit paru kronik,

mungkin operasi lebih baik dilakukan dengan teknik analgesia regional daripada

anestesi umum mengingat kemungkinan komplikasi paru pasca bedah. Dengan

perencanaan anestesi yang tepat, kemungkinan terjadinya komplikasi sewaktu

pembedahan dan pasca bedah dapat dihindari.2

20

Page 10: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

A. Kebugaran untuk anestesi

Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan

agar pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi cito penundaan yang

tidak perlu harus dihindari.2

B. Masukan oral

Refleks laring mengalami penurunan selama anesthesia. Regurgitasi isi

lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama

pada pasien-pasien yang menjalani anesthesia. Untuk meminimalkan risiko

tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia

harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum

induksi anestesia. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6

jam dan pada bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum

induksi anesthesia. Minuman bening, air putih, the manis sampai 3 jam dan untuk

keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum

induksi anesthesia.2

C. Klasifikasi status fisik

Berdasarkan status fisik pasien pra anestesi, ASA (The American Society

of Anesthesiologists) membuat klasifikasi yang membagi pasien kedalam 5

kelompok atau kategori sebagai berikut:1-6

1. ASA I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.

2. ASA II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.

3. ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin

terbatas.

4. ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan

aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap

saat.

5. ASA V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan

hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.

21

Page 11: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat (cito) dengan

mencantumkan tanda darurat (E=emergency), misalnya ASA I E atau III E.

D. Premedikasi

Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia

dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anesthesia

diantaranya:1-6

1. Meredakan kecemasan dan ketakutan

2. Memperlancar induksi anesthesia

3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus

4. Meminimalkan jumlah obat anestetik

5. Mengurangi mual muntah pasca bedah

6. Menciptakan amnesia

7. Mengurangi isi cairan lambung

8. Mengurangi refleks yang membahayakan

Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seorang dihadapkan pada situasi

yang tidak pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapat membangun

kepercayaan dan menenteramkan pasien. Obat pereda kecemasan bisa digunakan

diazepam peroral 10-15 mg beberapa jam sebelum induksi anestesia. Jika disertai

nyeri karena penyakitnya, dapat diberikan opioid misalnya petidin 50 mg

intramuskular.2

Cairan lambung 25 ml dengan pH 2,5 dapat menyebabkan pneumonitis

asam. Untuk meminimalkan kejadian diatas dapat diberikan antagonis reseptor H2

histamin misalnya oral simetidin 600 mg atau oral ranitidin (zantac) 150 mg 1-2

jam sebelum jadwal operasi.2

Untuk mengurangi mual muntah pasca bedah sering ditambahkan

premedikasi suntikan intramuscular untuk dewasa droperidol 2,5-5 mg atau

ondansentron 2-4 mg (zofran, narfoz).2

22

Page 12: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

E. Medikasi dalam Anestesi Umum

Jenis obat anestesi umum diberikan dalam bentuk suntikan intravena atau

inhalasi:1,6

1. Anestetik intravena

Obat anestetik intravena meliputi:

a) Benzodiazepine

Sifat: hipnotik – sedative, amnesia anterograd, atropine like effect,

pelemas otot ringan, cepat melewati barier plasenta.

Kontraindikasi: porfiria dan hamil.

Dosis : Diazepam : induksi 0,2 – 0,6 mg/kg IV, Midazolam : induksi : 0,15

– 0,45 mg/kg IV.

b) Propofol

Merupakan salah satu anestetik intravena yang sangat penting. Propofol

dapat menghasilkan anestesi kecepatan yang sama dengan pemberian

barbiturat secara inutravena, dan waktu pemulihan yang lebih cepat. Dosis:

2 – 2,5 mg/kg IV.

c) Ketamin

Ketamin adalah suatu rapid acting nonbarbiturat general anaesthetic.

Indikasi pemakaian ketamin adalah prosedur dengan pengendalian jalan

napas yang sulit, prosedur diagnosis, tindakan ortopedi, pasien resiko

tinggi dan asma. Dosis pemakaian ketamin untuk bolus 1- 2 mg/kgBB dan

pada pemberian IM 3 – 10 mg/kgBB.

d) Thiopentone Sodium

Merupakan bubuk kuning yang bila akan digunakan dilarutkan dalam air

menjadi larutan 2,5%atau 5%. Indikasi pemberian thiopental adalah

induksi anestesi umum, operasi singkat, sedasi anestesi regional, dan untuk

mengatasi kejang. Keuntungannya :induksi mudah, cepat, tidak ada iritasi

mukosa jalan napas. Dosis 5 mg/kg IV, hamil 3 mg/kg IV.

23

Page 13: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

2. Anestetik inhalasi

a) N2O

Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau,

tidak berasa dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam

bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu

kamar ± 50 atmosfir. N2O mempunyai efek analgesic yang baik, dengan

inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin.

Kadar optimum untuk mendapatkan efek analgesic maksimum ± 35% . gas

ini sering digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu

kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan

kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya

hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara intermiten untuk

mendapatkan analgesic pada saat proses persalinan dan Pencabutan gigi.

H2O digunakan secara umum untuk anestetik umum, dalam kombinasi

dengan zat lain.

b) Halotan

Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan

tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan

bereaksi dengan perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet

dan plastic. Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel, titanium dan

polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang

disebut fluotec. Efek analgesic halotan lemah tetapi relaksasi otot yang

ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10 menit untuk

induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %).

Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.

24

Page 14: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

c) Isofluran

Merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi

mirip dengan efluran, tetapi secara farmakologi berbeda. Isofluran berbau

tajam sehingga membatasi kadar obat dalam udara yang dihisap oleh

penderita karena penderita menahan nafas dan batuk. Setelah pemberian

medikasi preanestetik stadium induksi dapat dilalui dengan lancar dan

sedikit eksitasi bila diberikan bersama N2O dan O2. Isofluran merelaksasi

otot sehingga baik untuk intubasi. Tendensi timbul aritmia amat kecil

sebab isofluran tidak menyebabkan sensiitisasi jantung terhadap

ketokolamin. Peningkatan frekuensi nadi dan takikardi dihilangkan dengan

pemberian propanolol 0,2-2 mg atau dosis kecil narkotik (8-10 mg morfin

atau 0,1 mg fentanil), sesudah hipoksia atau hipertemia diatasi terlebih

dulu. Penurunan volume semenit dapat diatasi dengan mengatur dosis.

Pada anestesi yang dalam dengan isofluran tidak terjadi perangsangan SSP

seperti pada pemberian enfluran. Isofluran meningkatkan aliran darah otak

pada kadar labih dari 1,1 MAC (Minimal Alveolar Concentration) dan

meningkatkan tekanan intracranial.

d) Sevofluran

Obat anestesi ini merupakan turunan eter berhalogen yang paling disukai

untuk induksi inhalasi. Sevofluran (ultane) merupakan halogenasi eter.

Induksi dan pulih dari anestesilebih cepat dibandingkan dengan isofluran.

Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga

digemari untuk induksi anestesi inhalasi disampinghalotan.Efek terhadap

kardiovaskuler cukup stabil, jarang mnyebabkan aritmia. Efek terhadap

sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporan toksik

terhadaphepar. Setelah pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan

oleh badan.Walaupun dirusak oleh kapur soda (soda lime, baralime), tetapi

belum ada laporanmembahayakan terhadap tubuh manusia.

25

Page 15: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

F. Medikasi Lainnya6

1) Fentanyl

Pemberian Fentanyl bertujuan untuk mengurangi rangsang nyeri pada saat

operasi. Dosis dapat diberikan 1 – 2 µg.2 Pada operasi ini diberikan fentanyl

60 µg sesuai berat badan pasien.

2) Rokuronium

Termasuk pelumpuh otot nondepolarisasi. Zat ini merupakan analog

vekuronium dengan awal kerja lebih cepat. Keuntungannya adalah tidak

mengganggu fungsi ginjal, sedangkan kerugiannya adalah terjadi gangguan

fungsi hati dan efek kerjanya lebih lama. Dosis intubasi 0,3 - 0,6 mg/ kg BB.

Obat ini bekerja dengan menghalangi asetilcholine menempati reseptornya

dan tidak menyebabkan depolarisasi, sehingga tidak terjadi fasikulasi. Pada

pasien ini digunakan rocuronium sebagai obat pelumpuh otot dengan dosis 30

mg.

3) Atropin

Atropin merupakan obat golongan antikolinergik sehingga meningkatkan

sistem saraf simpatis dan juga bekerja memblok asetilkolin endogen maupun

eksogen. Pada saluran nafas efeknya adalah untuk mengurangi sekret hidung,

mulut, faring dan bronkus. Pada saluran cerna sebagai antispasmodik

(menghambat peristaltik lambung dan usus). Efek samping atropin adalah

mulut kering, gangguan miksi, meteorismus, retensio urin dan muka merah.

Dosis Atropin : 0,01-0,04 mg.

4) Aminophilin

Aminophilin disini dipakai sebagai obat emergensi untuk mengatasi tekanan

darah pasien yang terlalu tinggi pada awal operasi. Mula-mula berikan 2cc

(20 mg) kemudian lihat perkembangan tekanan darah pasien bila masih tinggi

dapat diberikan 2 cc (20 mg) lagi.

5) Neostigimin

Merupakan penawar dari pelumpuh otot. Bekerja pada sambung saraf otot,

mencegah asetilcholine-esterase bekerja, sehingga asetilcholine dapat bekerja.

Dosis yang digunakan adalah 0,04 – 0,08 mg/kgBB.

26

Page 16: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

Obat ini bersifat muskarinik sehingga menyebabkan hipersalivasi, keringatan,

bradikardi, untuk itu pemberiannya harus disertai obat vagolitik yaitu atropin

dengan dosis 0,01-0,04 mg/kgBB.

6) Nalokson

Adalah antagonis opoid murni dan bekerja pada reseptor mu, delta, kappa,

dan sigma. Nalokson diberikan untuk melawan depresi nafas pada akhir

pembedahan dengan dosis diciccil 1-2 µg/kgBB intravena dan dapat diulang

3-5 menit, sampai ventilasi dianggap baik.

7) Ketorolac

Cara kerja ketrolac ialah menghambat sintesis prostaglandin di perifer tanpa

menganngu reseptor opoid di sistem saraf pusat. Ketorolac dapat diberikan

secara oral, im, atau iv. Dosis awal 10- 30 mg dan dapat diulang setiap 4-

6jam sesuia kebutuhan. Untuk pasien normal dosis sehari-hari dapat dibatasi

maksimal 90 mg dan untuk berat <50 kg, manula atau gangguan faal ginjal

dibtasi maksimal 60 mg.

8) Tramadol

Adalah analgetik sentral dengan afinitas rendah pada reseptor mu. Dan

kelemahan analgesinya 10-20% dibandingkan morfin. Tramadol dapat

diberikan im atau iv dengan dosis 50-100 mg dn dapat diulang tip 4-6jam.

Dengan dosis maksimal 400 mg perhari.

3.1.8.3 Persiapan Peralatan Anestesi

Tindakan anestesi yang aman tidak terlepas dari kelengkapan peralatan

anestesi yang baik. Baik tidak berarti harus canggih dan mahal, tetapi lebih berarti

berfungsi, sesuai dengan tujuan kita memberi anesthesia yang lancar dan aman.2

27

Page 17: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

3.1.9 Rumatan Anestesi (Maintenance)

Rumatan anestesi dapat dikerjakan dengan secara intravena (anestesia

intravena total) atau dengan inhalasi atau dengan campuran intravena inhalasi.

Rumatan anestesi biasanya mengacu pada trias anestesi yaitu tidur ringan

(hipnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama

dibedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup.2,6

Rumatan intravena misalnya dengan menggunakan opioid dosis tinggi,

fentanil 10-50 ug/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan

analgesia cukup, sehingga tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot. Rumatan

intravena dapat juga menggunakan opioid dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan

dengan infuse propofol 4-12 mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan anestesi total

intravena menggunakan opioid, pelumpuh otot, dan ventilator. Untuk

mengembangkan paru digunakan inhalasi dengan udara + O2 atau N2O + O2.2,6

Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 3:1

ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4 vol%, atau isofluran 2-4 vol%,

atau sevofluran 2-4 vol% bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu

(assisted), atau dikendalikan (controlled).2,6

3.1.10 Monitoring Perianestesi dan Pasca-anestesi

Pasien harus diobservasi terus (pernafasan, tekanan darah, dan nadi) sesudah operasi dan anestesi selesai sewaktu masih dikamar bedah dan kamar pulih. Bila pasien gelisah, harus diteliti apakah karena kesakitan atau karena hipoksia (tekanan darah menurun, nadi cepat) misalnya karena hipovolemia (perdarahan di dalam perut atau kekurangan cairan). Selain menilai tanda vital, di kamar puih juga dinilai tingkat kesadaran, motorik, pupil (ukuran, kualitas, releks cahaya), GCS dan kekuatan otot, serta menilai sisa obat anestesi. Saat Pasien akan dipindahkan ke ruangan rawat maka harus dinilai terlebih dahulu menggunakan skor aldrete (dewasa) atau steward (anak-anak).2,6

28

Page 18: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

3.1.11 Komplikasi

Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anesthesia sendiri atau kondisi pasien.

Penyulit dapat timbul pada waktu pembedahan atau kemudian segera ataupun

belakangan setelah pembedahan (lebih dari 12 jam).

- Kardiovasklar

a) Hipotensi

b) Hipertensi, umumnya tekanan darah dapat meningkat pada periode induksi

dan pemulihan anestesia. Komplikasi ini menyebabkan jantung akan bekerja

keras dengan kebutuhan O2 mokard yang meningkat, bila tak tercukupi

dapat timbul iskemia atau infark miokard. Namun bila hipertensi karena

tidak adekuat dapat dihilangkan dengan menambah dosis anestetika.

c) Aritmia Jantung, anestesi ringan yang disertai maniplasi operasi dapat

merangsang saraf simpatiks, dapat menyebabkan aritmia. Bradikardia yang

terjadi dapat diobati dengan atropin

d) Payah Jantung mungkin terjadi bila pasien mendapat cairan IV berlebihan.

- Respirasi

Obstruksi jalan nafas, batuk,cekukan (Hiccup), intubasi endobronkial,apnu

(Henti Nafas), atelektasis, pnemotoraks, muntah dan regurgitas.

- Perubahan Cairan Tubuh

29

Page 19: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

- Neurologi

Konvulsi, terlambat sadar dan cidera saraf tepi (perifer)

- Komplikasi Lain-Lain

Mengigil, gelisah setelah anestesi, mimpi buruk, sadar selama operasi, kenaikan

suhu tubuh, dan hipersensitif.

3.2 Intubasi Endotracheal

3.2.1 Definisi

Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea

melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira pada pertengahan

antara pita suara dan bifurkasio trakea.5-7

3.2.2 Tujuan5-7

1. Pembebasan jalan napas

2. Pemberian napas buatan dengan bag and mask

3. Pemberian napas buatan secara mekanik (respirator)

4. Memungkinkan penghisapan sekret secara adekuat

5. Mencegah aspirasi asam lambung (dengan adanya balon yang dikembangkan)

6. Mencegah distensi lambung

7. Pemberian oksigen dosis tinggi

3.2.3 Alat

Sebelum melakukan tindakan intubasi trakea, ada beberapa alat yang perlu

disiapkan yang disingkat dengan STATICS.5-7

1. S= Scope

Yang dimaksud scope di sini adalah stetoskop dan laringoskop. Stestoskop

untuk mendengarkan suara paru dan jantung serta laringoskop untuk melihat

laring secara langsung sehingga bisa memasukkan pipa trake dengan baik dan

benar. Secara garis besar, dikenal dua macam laringoskop:

a. Bilah/daun/blade lurus (Miller, Magill) untuk bayi-anak-dewasa.

30

Page 20: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

Pilih bilah sesuai dengan usia pasien. Yang perlu diperhatikan lagi adalah

lampu pada laringoskop harus cukup terang sehingga laring jelas terlihat.

b. Bilah lengkung (Macintosh) untuk anak besar-dewasa

Gambar 2.1 Miller Blade8 Gambar 2.2 Macintosh8

2. T=Tubes

Yang dimaksud tubes adalah pipa trakea. Pada tindakan anestesia, pipa

trakea mengantar gas anestetik langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari

bahan standar polivinil klorida. Ukuran diameter pipa trakea dalam ukuran

milimeter. Bentuk penampang pipa trakea untuk bayi, anak kecil, dan dewasa

berbeda. Untuk bayi dan anak kecil di bawah usia lima tahun, bentuk penampang

melintang trakea hampir bulat, sedangkan untuk dewasa seperti huruf D. Oleh

karena itu pada bayi dan anak di bawah lima tahun tidak menggunakan kaf (cuff)

sedangkan untuk anak besar-dewasa menggunakan kaf supaya tidak bocor. Alasan

lain adalah penggunaan kaf pada bayi-anak kecil dapat membuat trauma selaput

lendir trakea dan postintubation croup.

Pipa trakea dapat dimasukkan melalui mulut (orotracheal tube) atau

melalui hidung (nasotracheal tube). Nasotracheal tube umumnya digunakan bila

penggunaan orotracheal tube tidak memungkinkan, mislanya karena terbatasnya

pembukaan mulut atau dapat menghalangi akses bedah. Namun penggunaan

nasotracheal tube dikontraindikasikan pada pasien dengan farktur basis kranii.

31

Page 21: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

Di pasaran bebeas dikenal beberapa ukuran pipa trakea yang tampak pada

tabel di bawah ini.

Usia Diameter (mm) Skala French Jarak Sampai

Bibir

Prematur 2,0-2,5 10 10 cm

Neonatus 2,5-3,5 12 11cm

1-6 bulan 3,0-4,0 14 11 cm

½-1 tahun 3,0-3,5 16 12 cm

1-4 tahun 4,0-4,5 18 13 cm

4-6 tahun 4,5-,50 20 14 cm

6-8 tahun 5,0-5,5* 22 15-16 cm

8-10 tahun 5,5-6,0* 24 16-17 cm

10-12 tahun 6,0-6,5* 26 17-18 cm

12-14 tahun 6,5-7,0 28-30 18-22 cm

Dewasa wanita 6,5-8,5 28-30 20-24 cm

Dewasa pria 7,5-10 32-34 20-24 cm

*Tersedia dengan atau tanpa kaf

Cara memilih pipa trakea untuk bayi dan anak kecil:

Diameter dalam pipa trakea (mm) = 4,0 + ¼ umur (tahun)

Panjang pipa orotrakeal (cm) = 12 + ½ umur (tahun)

Panjang pipa nasotrakeal (cm) = 12 + ½ umur (tahun)

Karakteristik Pipa Endotrakea

Pipa endotrakea adalah suatu alat yang dapat mengisolasi jalan nafas,

mempertahankan patensi, mencegah aspirasi serta mempermudah ventilasi,

oksigenasi dan

pengisapan.

32

Page 22: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

Gambar 2.3 Pipa endotrakea7

Pipa endotrakea terbuat dari material silicon PVC (Polyvinyl Chloride)

yang bebas lateks, dilengkapi dengan 15mm konektor standar. Termosensitif

untuk melindungi jaringan mukosa dan memungkinkan pertukaran gas, serta

struktur radioopak yang memungkinkan perkiraan lokasi pipa secara tepat. Pada

tabung didapatkan ukuran dengan jarak setiap 1cm untuk memastikan kedalaman

pipa.

Anatomi laring dan rima glotis harus dikenal lebih dulu. Besar pipa trakea

disesuaikan dengan besarnya trakea. Besar trakea tergantung pada umur. Pipa

endotrakea yang baik untuk seorang pasien adalah yang terbesar yang masih dapat

melalui rima glotis tanpa trauma. Pada anak dibawah umur 8 tahun trakea

berbentuk corong, karena ada penyempitan di daerah subglotis (makin kecil makin

sempit). Oleh karena itu pipa endaotrakeal yang dipakai pada anak, terutama

adalah pipa tanpa balon (cuff). Bila dipakai pipa tanpa balon hendaknya dipasang

kasa yang ditempatkan di faring di sekeliling pipa tersebut untuk mencegah

aspirasi untuk fiksasi dan agar tidak terjadi kebocoran udara inspirasi. Bila

intubasi secara langsung (memakai laringoskop dan melihat rima glotis) tidak

berhasil, intubasi dilakukan secara tidak langsung (tanpa melihat trakea) yang juga

disebut intubasi tanpa lihat (blind). Cara lain adalah dengan menggunakan

laringoskop serat optik.

Untuk orang dewasa dan anak diatas 6 tahun dianjurkan untuk memakai

pipa dengan balon lunak volume besar tekanan rendah, untuk anak kecil dan bayi

pipa tanpa balon lebih baik. Balon sempit volume kecil tekanan tinggi hendaknya

tidak dipakai karena dapat menyebabkan nekrosis mukosa trakea. Pengembangan

balon yang terlalu besar dapat dihindari dengan memonitor tekanan dalam balon

(yang pada balon lunak besar sama dengan tekanan dinding trakea dan jalan

nafas) atau dengan memakai balon tekanan terbatas. Pipa hendaknya dibuat dari

33

Page 23: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

plastik yang tidak iritasif. Untuk bayi dan anak kecil pemilihan diameter dalam

pipa (mm) = 4 + ¼ umur (tahun).

3. A=Airway

Airway yang dimaksud adalah alat untk menjaga terbukanya jalan napas

yaitu pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring

(naso-tracheal airway). Pipa ini berfungsi untuk menahan lidah saat pasien tidak

sadar agar lidah tidak menyumbat jalan napas.

Gambar 2.4 OPA, NTA dan posisinya5

4. T=Tape

Tape yang dimaksud adalah plester untuk fiksasi pipa supaya tidak

terdorong atau tercabut.

5. I=Introducer

Introducer yang dimaksud adalah mandrin atau stilet dari kawat yang

dibungkus plastik (kabel) yang mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa

trakea mudah dimasukkan.

6. C=Connector

Connector yang dimaksud adalah penyambung antara pipa dengan bag

valve mask ataupun peralatan anestesia.

7. S=Suction

34

Page 24: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

Suction yang dimaksud adalah penyedot lendir, ludah, dan cairan lainnya.

3.2.4 Indikasi Intubasi

Indikasi intubasi trakea sangat bervariasi dan umumnya digolongkan

sebagai berikut:2,6,7

1. Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun.

Misalnya akibat kelainan anatomi, bedah khusus, bedah posisi khusus,

pembersihan sekret jalan napas, dan lain-lainnya.

2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi.

Misalnya saat resusitasi dan ventilasi jangka panjang.

3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi.

3.2.5 Kontraindikasi2,6,7

1. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra

servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.

2. Keadaan trauma / obstruksi jalan nafas atas, mencegah aspirasi, penanganan

jalan nafas jangka panjang, mempermudah proses weaning ventilator

3.2.6 Penyulit Intubasi

Kesulitan memasukkan pipa trakea berhubungan dengan variasi anatomi

yang dijumpai. Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka masimal dan

lidah dijulurkan maksimal menurut Mallampati dibagi menjadi empat kelas.

Sedangkan menurut Cormack dan Lehanne kesulitan intubasi juga dibagi menjadi

4 gradasi.2,6,7

35

Page 25: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

Gambar 2.5. Mallampati Classification and Cormack-Lehanne Classification2

Kesulitan intubasi umumnya ditemui pada kondisi:2

1. Leher pendek dan berotot

2. Mandibula menonjol

3. Maksila/gigi depan menonjol

4. Uvula tidak terlihat (Mallampati 3 atau 4)

5. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas

6. Gerak verteba servikal terbatas.

3.2.7 Teknik Intubasi Trakea

Sebelum melakukan intubasi, perlu dipersiapkan alat-alat yang diperlukan

dan diperiksa keadaannya, misalkan apakah kaf pada intubasi tidak bocor, nyala

lampu pada laringoskop, dan lain-lain. Keberhasilan intubasi tergantung dari

posisi pasien yang benar. Kepala pasien harus sejajar atau lebih tinggi dengan

pinggang dokter anestesi untuk mencegah ketegangan bagian belakang yang tidak

perlu selama laringoskopi. Elevasi kepala sedang (sekitar 5-10 cm diatas meja

operasi) dan ekstensi dari atlantoocipito join membuat pasien berada pada posisi

sniffing yang diinginkan. Bagian bawah dari tulang leher dibuat fleksi dengan

menempatkan kepala diatas bantal.7

36

Page 26: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

Persiapan untuk induksi dan intubasi juga meliputi preoksigenasi rutin.

Setelah induksi anestesi umum, mata rutin direkat dengan plester karena anestesi

umum menghilangkan refleks proteksi cornea.7

3.2.7.1 Intubasi Orotrakeal

Laringoskop dipegang oleh tangan kiri. Dengan mulut pasien terbuka

lebar, blade dimasukan pada sisi kanan dari orofaring dengan hati-hati untuk

menghindari gigi. Geserkan lidah ke kiri dan masuk menuju dasar dari faring

dengan pinggir blade. Puncak dari lengkung blade biasanya di masukan ke dalam

vallecula, dan ujung blade lurus menutupi epiglotis. Handle diangkat dan jauh dari

pasien secara tegak lurus dari mandibula pasien untuk melihat pita suara.

Terperangkapnya lidah antara gigi dan blade dan pengungkitan dari gigi harus

dihindari. Orotracheal tube (OTT) diambil dengan tangan kanan, dan ujungnya

dilewatkan melalui pita suara yang terbuka (abduksi). Balon OTT harus berada

dalam trachea bagian atas tapi diluar laring.  Langingoskop ditarik dengan hati-

hati untuk menghindari kerusakan gigi.  Balon dikembungkan dengan minimal

udara yang dibutuhkan untuk meminimalkan tekanan yang ditransmisikan pada

mukosa trachea.2,3,7

Gambar 2.6 Tampilan Glottis selama laringoskopi7

37

Page 27: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

Setelah intubasi, dada dan epigastrium dengan segera diauskultasi dan

capnogragraf dimonitor untuk memastikan ETT ada di intratracheal. Walaupun

deteksi kadar CO2 dengan capnograf yang merupakan konfirmasi terbaik dari

letak OTT di trachea, tapi tidak dapat mengecualikan intubasi bronchial.

Manifestasi dini dari intubasi bronkhial adalah peningkatan tekanan respirasi

puncak. Posisi pipa dapat dilihat dengan radiografi dada, tapi ini jarang diperlukan

kecuali dalam ICU. Setelah yakin OTT berada dalam posisi yang tepat, pipa

diplester atau diikat untuk mengamankan posisi.2,3,7

3.2.7.2 Intubasi Nasotrakeal

Intubasi nasal mirip dengan intubasi oral kecuali bahwa NTT masuk lewat

hidung dan nasofaring menuju orofaring sebelum dilakukan laringoskopi. Lubang

hidung yang dipilih dan digunakan adalah lubang hidung yang pasien bernafas

lebih gampang. Tetes hidung phenylephrine (0,5 – 0,25%) menyebabkan

pembuluh vasokonstriksi dan menyusutkan membran mukosa. Jika pasien sadar,

lokal anestesi secara tetes dan blok saraf dapat digunakan.2,3,7 Memasukkan NTT

melalaui hidung berbahaya pada pasien dengan trauma wajah yang berat

disebabkan adanya resiko masuk ke intrakranial.2,3,7

3.2.7.3 Ekstubasi

Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar,karena :

1. Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan

2. Adanya resiko aspirasi

Ekstubasi umumnya dikerjakan pada keadaan anastesi sudah ringan dengan

catatan tidak terjadi spasme laring. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut,

laring, faring dari secret dan cairan lainnya.

3.2.8 Komplikasi

Komplikasi yang berhubungan dengan intubasi endotrakeal. Faktor-faktor

predisposisi terjadinya komplikasi pada intubasi endotrakeal dapat dibagi

menjadi:7

38

Page 28: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

Faktor pasien:

1. Komplikasi sering terjadi pada bayi, anak dan wanita dewasa karena memiliki

laring dan trakea yang kecil serta cenderung terjadinya edema pada jalan

napas.

2. Pasien yang memiliki jalan napas yang sulit cenderung mengalami trauma.

3. Pasien dengan variasi kongenital seperti penyakit kronik yang didapat

menimbulkan kesulitan saat dilakukan intubasi atau cenderung mendapatkan

trauma fisik atau fisiologis selama intubasi.

4. Komplikasi sering terjadi saat situasi emergensi.

Faktor yang berhubungan dengan anestesia:7

1. Ilmu pengetahuan, teknik keterampilan dan kemampuan menangani situasi

krisis yang dimiliki anestesiologis memiliki peranan penting terjadinya

komplikasi selama tatalaksana jalan napas.

2. Intubasi yang terburu-buru tanpa evaluasi jalan napas atau persiapan pasien

dan peralatan yang adekuat dapat menimbulkan kegagalan dalam intubasi.

Faktor yang berhubungan dengan peralatan:7

1. Bentuk standar dari endotracheal tube (ETT) akan memberikan tekanan yang

maksimal pada bagian posterior laring. Oleh sebab itu, kerusakan yang terjadi

pada bagian tersebut tergantung dari ukuran tube dan durasi pemakaian tube

tersebut.

2. Pemakaian stilet dan bougie merupakan faktor predisposisi terjadinya trauma.

3. Bahan tambahan berupa plastik dapat menimbulkan iritasi jaringan.

4. Sterilisasi tube plastik dengan etilen oksida dapat menghasilkan bahan toksik

berupa etilen glikol jika waktu pengeringan inadekuat.

5. Tekanan yang tinggi pada kaf dapat menimbulkan cedera atau kaf dengan

tekanan yang rendah dapat pula menimbulkan cedera jika ditempatkan di

bagian yang tidak tepat.

39

Page 29: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

Kesulitan menjaga jalan napas dan kegagalan intubasi mencakup kesulitan

ventilasi dengan sungkup, kesulitan saat menggunakan laringoskopi, kesulitan

melakukan intubasi dan kegagalan intubasi. Situasi yang paling ditakuti adalah

tidak dapat dilakukannya ventilasi maupun intubasi pada pasien apnoe karena

proses anestesi. Kegagalan dalam oksigenasi dapat menyebabkan kematian atau

hipoksia otak.7

Krikotirotomi (bukan trakeostomi) merupakan metode yang dipilih ketika

dalam keadaan emergensi seperti pada kasus cannot-ventilation-cannot-intubation

(CVCI).7

Komplikasi:6-8

1. Selama intubasi

- Trauma gigi geligi

- Laserasi bibir, gusi , laring

- Merangsang saraf simpatis

- Intubasi bronkus

- Intubasi esophagus

- Aspirasi

- Spasme bronkus

2. Selama Ekstubasi

- Spasme laring

- Aspirasi

- Gangguan fonasi

- Edema glotis-subglotis

- Infeksi laring, faring, dan trakea

Ekstubasi,6-8

a. Ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika :

1) Intubasi kembali menimbulkan kesulitan

2) Adanya resiko aspirasi

b. Ekstubasi umumnya dikerjakan pada keadaan anestesia sudah ringan dengan

catatan tidak terjadi spasme laring

40

Page 30: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

c. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut, laring, faring, dari sekret dan

cairan lainnya.

3.3 Laringeal Mask Airway

Laryngeal Mask Airway (LMA) atau sungkup laring adalah alat jalan

nafas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar berlubang dengan ujung

menyerupai sendok yang pinggirnya dapat di kembang kempiskan seperti balon

pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa keras dari polivinil atau lembek

dengan spiral untuk menjaga supaya tetap paten. Alat ini juga dapat digunakan

untuk memasukkan pipa endotrakeal ke dalam trakea.

Ukuran LMA

Ada berbagai variasi ukuran pada LMA yang tersedia, mulai dari nomer 1

yang digunakan pada pasien neonatus sampai ukuran paling besar yaitu 5 yang

digunakan pada dewasa besar.

Pada penggunaan sungkup laring, ada yang menggunakan jenis kelamin

sebagai patokan ukuran pada penderita dewasa yaitu nomer 3 untuk wanita dan

nomer 4 untuk pria. Yang perlu menjadi perhatian adalah setelah melakukan

41

Page 31: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

pemasangan LMA, pengembangan kaf tidak boleh melebihi volume maksimal

yang telah ditentukan dari setiap ukuran.

Indikasi LMA

- Untuk menghasilkan jalan nafas yang lancar tanpa penggunaan sungkup

muka.

- Untuk menghindari penggunaan intubasi endotrakeal selama ventilasi spontan.

- Pada kasus-kasus kesulitan intubasi.

- Untuk memasukkan ETT ke dalam trakea.

- Pada tindakan pembedahan dalam waktu yang tidak lama

Kontraindikasi LMA

- Ketidakmampuan menggerakkan kepala atau membuka mulut lebih dari 1,5

cm, (ankylosing spondylitis, severe rheumatoid arthritis, servical spine

instability)

- Kelainan didaerah faring (abses, hematom).

- Obstruksi jalan nafas pada atau dibawah laring.

- Pasien dengan lambung penuh atau kondisi yang menyebabkan lambatnya

pengosongan lambung.

- Meningkatnya resiko regurgitasi (hernia hiatus, ileus intestinal).

- Ventilasi satu paru.

- Keadaan dimana daerah pembedahan akan terhalang oleh kaf dari LMA.

Macam-Macam LMA

1. Klasik LMA

2. Fastracht LMA

3. Proseal LMA

4. Fleksibel LMA

42

Page 32: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

Cara Pemasangan LMA

Pemasangan LMA dapat dilakukan dengan induksi menggunakan

sevofluran atau propofol. Dari bebarapa penelitian menyatakan bahwa propofol

merupakan obat pilihan untuk pemasangan sungkup laring dengan

kemampuannya menekan reflek jalan nafas (batuk, cegukan, spasme laring) dan

kemudahan dalam pemasangannya. Sevofluran merupakan agen anestesi inhalasi

yang ideal untuk induksi, oleh karena mempunyai koefisien kelarutan yang

rendah, bau tidak menyengat, tidak iritatif serta waktu pulih yang cepat.

Adapun langkah-langkah pemasangan LMA dengan teknik Brain adalah

sebagai berikut :

1. Kaf harus dikempeskan maksimal dan benar sebelum dipasang.

Pengempisan harus bebas dari lipatan dan sisi kaf sejajar dengan sisi

lingkar kaf.

2. Oleskan jeli pada sisi belakang LMA sebelum dipasang. Hal ini untuk

menjaga agar ujung kaf tidak menekuk pada saat kontak dengan palatum.

Pemberian jeli pada sisi depan akan dapat mengakibatkan sumbatan atau

aspirasi, karena itu tidak dianjurkan.

43

Page 33: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

3. Sebelum pemasangan, posisi pasien dalam keadaan “air sniffing” dengan

cara menekan kepala dari belakang dengan menggunakan tangan yang

tidak dominan. Buka mulut dengan cara menekan mandibula kebawah atau

dengan jari ketiga tangan yang dominan.

4. LMA dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk pada perbatasan antara

pipa dan kaf.

5. Ujung LMA dimasukkan pada sisi dalam gigi atas, menyusur palatum dan

dengan bantuan jari telunjuk LMA dimasukkan lebih dalam dengan

menyusuri palatum.

6. LMA dimasukkan sedalam-dalamnya sampai rongga hipofaring. Tahanan

akan terasa bila sudah sampai hipofaring.

7. Pipa LMA dipegang dengan tangan yang tidak dominan untuk

mempertahankan posisi, dan jari telunjuk kita keluarkan dari mulut

penderita. Bila sudah berpengalaman, hanya dengan jari telunjuk, LMA

dapat langsung menempati posisinya.

8. Kaf dikembangkan sesuai posisinya.

9. LMA dihubungkan dengan alat pernafasan dan dilakukan pernafasan

bantu. Bila ventilasi tidak adekuat, LMA dilepas dan dilakukan

pemasangan kembali.

10. Pasang bite – block untuk melindungi pipa LMA dari gigitan, setelah itu

lakukan fiksasi.

LMA dibuat sedemikian rupa sehingga dalam pemasangan tidak

diperlukan laringoskop seperti pada pemasangan pipa endotrakea. Pemasangan

sangat mudah, meski tanpa melihat langsung ke daerah hipofaring tetapi dapat

menyekat daerah sekitar faring dengan baik, sehingga memudahkan ventilasi

spontan atau dengan tekanan positip.

Pemasangan LMA yang tepat yaitu ujung LMA akan berada pada dasar

hipofaring da berhadapan dengan sfingter esofagus atas, dan sisi samping akan

berada pada fossa pyriformis dan bagian atas LMA akan berada pada pangkal

lidah.

44

Page 34: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

Keuntungan dan Kerugian LMA

Penggunaan sungkup laring mempunyai beberapa keuntungan

dibandingkan penggunaan intubasi endotrakeal dan sungkup muka. Dalam

pemasangannya, sungkup laring tidak memerlukan laringoskop, tidak perlu

pemberian pelumpuh otot, tidak merusak pita suara, respon kardiovaskuler sangat

rendah dibanding intubasi endotrakea. Kenyamanan pemasangan sungkup laring

setelah induksi anestesi memerlukan anestesi yang dalam untuk menekan reflek

jalan nafas seperti batuk, cegukan dan spasme laring. Penempatan sungkup laring

yang benar akan menjaga kebocoran lebih baik dibandingkan sungkup muka dan

sebanding dengan pipa endotrakea pada tekanan ventilasi mencapai 20 cmH20.

Kelemahan penggunaan sungkup muka adalah tidak dapat melindungi

jalan nafas dari kemungkinan regurgitasi isi lambung. Cegukan, batuk dan spasme

laring dapat dicegah dengan memberikan suksinilkolin, meningkatkan dosis obat

induksi atau penambahan pemberian narkotik saat induksi.

45

Page 35: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

3.4 Polip Cavum Nasi

3.4.1 Definisi

Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam

rongga hidung, bewarna putih keabu-abuan yang terjadi akibat inflamasi mukosa.

Polip kebanyakan berasal dari mukosa sinus etmoid, biasanya multipel dan dapat

bilateral. Polip yang berasal dari sinus maksila sering tunggal dan tumbuh ke arah

belakang, muncul di nasofaring dan disebut polip koana. Polip koana (polip

antrum koana) adalah polip yang besar dalam nasofaring dan berasal dari antrum

sinus maksila. Polip ini keluar melalui ostium sinus maksila dan ostium

asesorisnya lalu masuk ke dalam rongga hidung kemudian lanjut ke koana dan

membesar dalam nasofaring. 9

Gambar 2.7 Polip

3.4.2 Etiologi

Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitifitas atau

reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip

hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu – raguan bahwa infeksi

dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan

adanya polip.9

Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau

sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya

berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan

46

Page 36: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah. Polip biasanya

ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak – anak. Pada anak – anak,

polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis.

Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain : Alergi

terutama rinitis alergi, sinusitis kronik, iritasi, sumbatan hidung oleh kelainan

anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka, peradangan mukosa hidung

dan sinus paranasal yang kronik dan berulang, gangguan keseimbangan

vasomotor dan edema.

 Peningkatan tekanan cairan interstitial sehingga timbul edema mukosa

hidung. Terjadinya edema ini dapat dijelaskan oleh fenomena Bernoulli, yaitu

udara yang mengalir melalui tempat yang sempit akan menimbulkan tekanan

negatif pada daerah sekitarnya sehingga jaringan yang lemah ikatannya akan

terisap oleh tekanan negatif tersebut. Akibatnya timbulah edema mukosa.

Keadaan ini terus berlangsung hingga terjadilah polip hidung.9

3.4.3 Patofisiologi

Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik,

disfungsi saraf otonom serta predisposisi genetik. Menurut teori Brenstein, terjadi

perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang bertubulensi, 

terutama di daerah sempit di kompleks ostiomeatal. Terjadi prolaps submukosa

yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi

peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi

air sehingga terbentuk polip.9

Teori lain mengatakan karena ketidakseimbngan saraf vasomotor, terjadi

peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vascular yang

menyebabkan edema dan lama kelamaan menjadi polip. Bila proses terus

berlanjut, mukosa yang sembab semakin membesar menjadi polip dan kemudian

akan turun ke rongga hidung dengan membentuk tangkai.9

47

Page 37: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan

terdapat di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan

interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil), sehingga mukosa yang

sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin

membesar dan kemudian akan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat

sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip.

Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab

tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama,

vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa menyebabkan edema mukosa.

Mukosa akan menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya

membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila,

kemudian sinus etmoid. Setelah polip terus membesar di antrum, akan turun ke

kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang

yang sering dialami oleh orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada

rinitis alergi terutama rinitis alergi perenial yang banyak terdapat di Indonesia

karena tidak adanya variasi musim sehingga alergen terdapat sepanjang tahun.

Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa

menyebabkan obstruksi di meatus medial.9

3.4.4 Penegakan Diagnosis

Cara menegakkan diagnosa polip cavum nasi, yaitu :9

1) Anamnesis

Keluhan utama penderita polip nasi ialah hidung rasa tersumbat dari yang

ringan sampai berat, rinore mulai yang jernih sampai purulen, hiposmia atau

anosmia. Mungkin disertai bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung disertai sakit

kepala daerah frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin didapati post

nasal drip dan rinore purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul ialah

bernafas melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur dan

penurunan kualitas hidup. Dapat menyebabkan gejala pada saluran napas

bawah, berupa batuk kronik dan mengi, terutama pada penderita polip nasi

48

Page 38: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

dengan asma. Selain itu harus ditanyakan riwayat rhinitis alergi, asma,

intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat lainnya serta alergi makanan.

2) Pemeriksaan fisik

- Inspeksi

Terlihat deformitas hidung luar sehingga hidung tampak melebar

- Rhinoskopi anterior

Memperlihatkan massa translusen pada rongga hidung. Deformitas septum

membuat pemeriksaan menjadi lebih sulit. Tampak sekret mukus dan

polip multipel atau soliter. Polip kadang perlu dibedakan dengan konka

nasi inferior, yakni dengan cara memasukan kapas yang dibasahi dengan

larutan efedrin 1% (vasokonstriktor), konka nasi yang berisi banyak

pembuluh darah akan mengecil, sedangkan polip tidak mengecil. Polip

dapat diobservasi berasal dari daerah sinus etmoidalis, ostium sinus

maksilaris atau dari septum

Gambar 2.8 Tampilan Polip pda Rhinoskopi

- Rhinoskopi Posterior

Kadang - kadang dapat dijumpai polip koanal.Sekret mukopurulen ada

kalanya berasal dari daerah etmoid atau rongga hidung bagian superior,

yang menandakan adanya rinosinusitis

Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997), stadium 1 :

polip masih terbatas di meatus medius, stadium 2 : polip sudah keluar dari

meatus medius, tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi rongga

49

Page 39: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

hidung, stadium 3 : polip yang masif, polip yang sudah menyebabkan

obstruksi total.

3) Naso-Endoskopi

Adanya fasilitas endoskop (teleskop) akan sangat membantu diagnosis kasus

polip yang baru. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada

pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan

nasoendoskopi. Pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai

polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila.Untuk melihat polip

yang masih kecil dan belum keluar dari kompleks osteomeatal.

4) Radiologi

Foto polos sinus paranasal (posisi waters, AP, Caldwell dan lateral) dapat

memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara cairan di dalam

sinus, tetapi kurang bermamfaat pada kasus polip. Pemeriksaan tomografi

komputer (TK, CT scan) sangat bermamfaat untuk melihat dengan jelas

keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan

anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks ostiomeatal. TK terutama

diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati dengan terpai medikantosa,

jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah

terutama bedah endoskopi.

5) Biopsi

Di anjurkan jika terdapat massa unilateral pada pasien berusia lanjut,

menyerupai keganasan pada penampakan makroskopis dan ada gambaran

erosi tulang pada foto polos rontgen.

 

3.4.5 Penatalaksanaan

Pengobatannya berupa terapi obat-obatan dan operasi. Terapi

medikamentosa ditujukan pada polip yang masih kecil yaitu pemberian

50

Page 40: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

kortikosteroid sistemik yang diberikan dalam jangka waktu singkat, dapat juga

diberiksan kortikosteroid hidung atau kombinasi keduanya.9

Untuk polip edematosa, dapat diberikan pengobatan kortikosteroid : 1.

Oral, misalnya prednison 50 mg/hari atau deksametason selama 10 hari, kemudian

dosis diturunkan perlahan – lahan (tappering off). 2. Suntikan intrapolip, misalnya

triamsinolon asetonid atau prednisolon 0,5 cc, tiap 5 – 7 hari sekali, sampai

polipnya hilang. 3. Obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid,

merupakan obat untuk rinitis alergi, sering digunakan bersama atau sebagai

lanjutan pengobatn kortikosteroid per oral. Efek sistemik obat ini sangat kecil,

sehingga lebih aman. 9

Untuk polip yang ukurannya sudah besar dilakukan pembedahan. 

Pembedahan dilakukan jika :

1. Polip menghalangi saluran nafas

2. Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering terjadi infeksi sinus.

2) Polip berhubungan dengan tumor

3) Pada anak – anak dengan multipel polip atau kronik rhinosinusitist yang gagal

pengobatan maksimum dengan obat- obatan.

Untuk polip yang ukurannya sudah besar dilakukan ektraksi polip (polipektomi)

dengan menggunakan senar polip. Polipektomi merupakan tindakan pengangkatan

polip menggunakan senar polip dengan bantuan anestesi lokal, untuk polip yang

besar dan menyebabkan kelainan pada hidung, memerlukan jenis operasi yang

lebih besar dan anestesi umum.  Kategori polip yang diangkat adalah polip yang

besar namun belum memadati rongga hidung. Polipektomi sederhana cukup

efektif untuk memperbaiki gejala pada hidung, khususnya pada kasus polip yang

tersembunyi atau polip yang sedikit. Surgical micro debridement merupakan

prosedur yang lebih aman dan cepat, pemotongan jaringan lebih akurat dan

mengurangi perdarahan dengan visualisasi yang lebih baik. Etmoidektomi atau

bedah sinus endoskopi fungsional merupakan tindakan pengangkatan polip

sekaligus operasi sinus, merupakan teknik yang lebih baik yang tidak hanya

membuang polip tapi juga membuka celah di meatus media yang merupakan

tempat asal polip yang tersering sehingga akan membantu mengurangi angka

51

Page 41: tinjauan pustaka laporan kasus anestesi umum pada polip nasi

kekambuhan. Kriteria polip yang diangkat adalah polip yang sangat besar,

berulang, dan jelas terdapat kelainan di kompleks osteomeatal. Antibiotik sebagai

terapi kombinasi pada polip hidung bisa kita berikan sebelum dan sesudah

operasi. Berikan antibiotik bila ada tanda infeksi dan untuk langkah profilaksis

pasca operasi.9

52