polio

download polio

of 38

description

polio

Transcript of polio

VAKSINASI POLIO

Oleh :Hendy Buana VijayaI1A007009

Pembimbingdr.Nurul Hidayah Sp. A

Bagian Ilmu Kesehatan AnakFK Unlam-RSUD UlinBanjarmasin Desember, 2011BAB IPENDAHULUAN

Acute Flaccid Paralysis (AFP) adalah kelumpuhan atau paralisis secara fokal yang onsetnya akut dan mengenai anak kelompok < 15 tahun termasuk didalamnya poliomielitis. Acute Flaccid Paralysis disebabkan oleh beberapa agen termasuk enterovirus, echovirus, atau adenovirus. Poliomelitis atau infantile paralysis, lebih dikenal dengan sebutan polio, adalah kelainan yang disebabkan infeksi virus (poliovirus) yang dapat mempengaruhi seluruh tubuh, termasuk otot dan saraf. Kasus yang berat dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian.1,2,3,4Populasi beresiko polio terutama menyerang kelompok umur anakanak berusia di bawah lima tahun (balita). Di banyak negara dengan tingkat polio yang tinggi, 70%80% penderita di bawah usia 3 tahun dan 80% - 90% dari kasus terjadi pada balita. Setelah pemberian vaksin polio telah terjadi penurunan infeksi polio yang drastis. Meskipun program eradikasi polio secara global telah dilaksanakan sungguh-sungguh, polio masih sangat endemik di beberapa negara seperti India, Afrika Subsahara dan Asia, di mana kasus-kasusnya masih terus ditemukan. Di Indonesia masih ditemukan kasus polio baru, hal ini menunjukkan bahwa penyebaran virus polio liar di Indonesia belum berhenti. WorldHealth Organizationmemperkirakan sampai saat ini total kasus virus polio liar secara kumulatifberjumlah304kasus, tersebar di 10 provinsi diantaranyaJawaBarat, Banten, LampungdanJawaTengah.4,5,6,7Polio adalah virus gastrointestinal yang menyebabkan demam, muntah dan kekejangan otot, serta dapat merusak sistem saaraf dan menyebabkan kelumpuhan permanen. Polio juga dapat menyebabkan kelumpuhan pada sistem pernapasan dan otot-otot untuk menelan, sehingga dapat berakhir pada kematian. 1,8Ada dua macam vaksin polio yaitu inactivated polio vaccine (IPV) dan oral polio vaccine (OPV). Apabila mulai dengan jadwal OPV, IPV dapat digunakan dengan a Virus poliomielitis tergolong dalam genus enterovirus dan famili picornaviridae, mempunyai 3 strain yaitu tipe 1 (Brunhilde), tipe 2 (Lansing) dan tipe 3 (Leon)man untuk menyelesaikan jadwal tersebut tanpa efek buruk. Diperlukan tiga dosis untuk memberikan proteksi yang baik dalam masa kanak-kanak dengan booster pada usia 4 tahun. Inactivated polio vaccine (IPV) mengandung sejumlah kecil virus polio yang telah dimatikan.4,5

BAB IITINJAUAN PUSTAKAPOLIOMIELITISEtiologiVirus poliomielitis tergolong dalam genus enterovirus dan famili picornaviridae, mempunyai 3 strain yaitu tipe 1 (Brunhilde), tipe 2 (Lansing) dan tipe 3 (Leon). Infeksi dapat terjadi oleh satu atau lebih dari tipe virus tersebut. Pada sebagian besar kasus dan ganas biasanya disebabkan oleh virus tipe 1. Imunitas yang diperoleh setelah terinfeksi maupun imunisasi bersifat seumur hidup dari spesifik untuk satu tipe.1Penyebaran infeksi virus polio terjadi secara fekal oral dan pernafasan. Transmisi perinatal bisa terjadi dari ibu kepada bayinya. Faktor predisposisi virus polio tergantung pada status imunitas, neurovirulensi virus dan faktor host.1,2EpidemiologiSebelum tahun 1880 penyakit ini sering terjadi secara sporadik, dimana tingkat kejadian polio yang tinggi pertama kali dilaporkan dari daerah Eropa Barat, kemudian Amerika Serikat. Pada akhir tahun 1940 dan awal tahun 1950 tingkat kejadian yang tinggi poliomielitis secara teratur ditemukan di Amerika Serikat dengan 15.000-21.000 kasus kelumpuhan setiap tahunnya. Pada tahun 1920, 90 % kasus pada anak 15 tahun.1,3,4,5Sejak dipergunakannya vaksin pada tahun 1955 dan 1962, secara dramatis terjadi penurunan jumlah kasus di negara maju. Di Amerika Serikat, angka kejadian turun dari 17,6 kasus poliomielitis per 10.000 penduduk di tahun 1955 menjadi 0,4 kasus per 100.000 di tahun 1962. Sejak tahun 1972 kejadiannya 80% 2. NID (National Immunization Days) identik dengan PIN (pecan Imunisasi Nasional.3. Surveilans AFP dan surveilans virus polio liar. 4. Mopping-up

Eradikasi polio di indonesia Latar belakang kebijaksanaan dan strategi ERAPO di Indonesia adalah kesepakatan WHA (World Health Assembly) 1988 yang menetapkan dicapainya target eradikasi polio global pada tahun 2000. Untuk mencapai target tersebut diIndonesia telah ditetapkan langkah-langkah kegiatan berikut: 3,51. Imunisasi rutin dengan OPV sebanyak 4 kali 2. Pelaksanaan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dan 3. Surveilans AFP dan virus polio liar.Analisa SWOT Dalam upaya untuk mengeradikasi penyakit polio secara global, WHO telah membuat tahapan dan kegiatan perioritasnya. Tahapan dan kegiatan perioritas ini berorientasi pada suatu tujuan tertentu, sehingga suatu negara bisa melakukan upaya eradikasi polio yang direkomendasikan oleh WHO sesuai dengan tahapan dan prioritas dimana negara tersebut berada. Adapun analisa SWOT (Strength, weakness, opportinity, threat) dalam eradikasi polio di Indinesia adalah: 5 Analisa 1 tentang StrengthPerlu mengetahui kompetensi yang menonjol dari upaya kesehatan polio. Adanya endemis polio di Indonesia menunjukkan adanya bukti-bukti virologis dan atau epidemiologis tentang transmisi virus polio liar di Indonesia; sehingga di Indonesia dilaksanakan perioritas: A. Melaksanakan Pekan Imunisasi Nasional Polio (National Immunizatin Day) Gunanya: untuk menghentikan transmisi virus polio liar di Indonesia. B. Melaksanakan surveilans AFP yang didukung oleh pemeriksaan laboratorium C. Memperkuat program immunisasi rutin Polio Analisa 2 tentang WPerlunya kejelasan tentang tingkat kelemahan program polio. Dalam hal pelaksanaan PIN, terdapat kelemahan dalam hal pendistribusian vaksin polio di daerah-daerah terpencil, sehingga hasil yang diharapkan tidak mencapai target. Misalnya ada beberapa daerah di Nias, dimana untuk mencapai daerah-daerah yang berbukit di pegunungan membutuhkan waktu selama 2-3 hari sehingga efektivitas vaksin polio tidak maksimal walaupun menggunakan termos es. Selain itu juga pelaporan pelaksanaan PIN tahun 1997 masih belum lengkap, karena pada tahun 1987 dilaporkan sebanyak 2.319 kasus, namun pelaporan masih belum lengkap sehingga angka terakhir kemungkinan lebih dari 3.500.4 Analisa 3 tentang OAdanya Surveilans AFP dan Surveilans virus polio liar dapat mencapai program eradikasi polio di Indonesia pada tahun 2000. Surveilans polio bertujuan untuk memantau adanya transmisi virus polio liar disuatu wilayah sehingga upaya pemberantasan menjadi terfokus dan efisien. Sasaran surveilans adalah kelompok yang rentan terhadap polio, yaitu anak berusia dibawah 15 tahun. Untuk meningkatkan sensitivitas surveilans polio, pengamatannya dilakukan pada semua kelumpuhan yang terjadi secara akut dan sifatnya layuh. 4 Analisa 4 tentang TAdanya Kejadian Luar Biasa (KLB) polio di salah satu daerah, menunjukkan masih lemahnya tingkatan sasaran surveilans polio di Indonesia.Oral Polio Vaccine (OPV)Oral Polio Vaccine (OPV) merupakan vaksin pilihan karena dapat menimbulkan antibodi yang tinggi. Dosis tunggal akan menimbulkan kekebalan pada 50% resipien, 3 dosis akan meningkatkan kekebalan sampai 95%. Kekebalan yang terjadi tidak timbul secara bersamaan tetapi bersifat sekuensial. Respon pertama terutama terhadap virus tipe 1 (paling imunologik) disusul virus tipe 2 dan terakhir tipe 3. Serokonversi terjadi paling cepat dengan tipe 1, sedang protektifitas terhadap tipe 3 tercapai setelah 4-5 dosis, bahkan protektifitasnya dapat mencapai diatas 95% dan tercapai setelah dosis kedelapan. Keuntungan vaksin ini adalah mudah diberikan (tanpa alat suntik) dan harganya jauh lebih murah dibandingkan IPV. OPV selain dapat mencegah kelumpuhan, juga merangsang kekebalan usus dan menghambat penempelan, invasi dan replikai virus liar. Pemberian OPV secara simultan pada suatu daerah akan menaikkan kadar secretori IgA usus terhadap virus polio dan memutus rantai hidup virus liar.5,8Oral polio vaksin (OPV) diberikan dalam bentuk tetesan melalui mulut. Vaksin ini mengandung sejumlah kecil virus hidup yang telah dimodifikasi dari masing-masing tipe polio sehingga tidak menimbulkan penyakit tersebut, dan antibiotik (neomysin) dalam jumlah amat kecil.Dosis OPV berisi 3 type virus polio dengan titer Tipe 1 : 106 TCID (tissue culture infective dose) 50/CCID (cell culture infective dose) 50 (10 5,5-10 6,5) Tipe 2 : 105 TCID (tissue culture infective dose) 50 (10 4,5-10 5,5) Tipe 3 : 10 5,5 TCID (tissue culture infective dose) 50 (10 5,0-10 6)

Gambar 2.2 Oral Polio Vaccine

Vaksin polio oral harus disimpan tertutup pada suhu 2-8 C. Vaksin sangat stabil namun sekali dibuka, vaksin akan kehilangan potensi disebabkan perubahan pH setelah terpapar udara, kebijaksanaan Departemen Kesehatan & Kesejahteraan Sosial manganjurkan bahwa vaksin polio yang telah terbuka botolnya pada akhir sesi imunisasi (pasca imunisasi masal) harus dibuang. Tetapi saat ini kebijaksanaan WHO membolehkan botol-botol yang berisi vaksin dosis ganda (multidose) digunakan pada sesi-sesi imunisasi, apabila tanggal kadarluwarsa tidak terlampui, vaksin di simpan dalam keadaan yang sangat dingin (2-8C), botol vaksin yang telah terbuka yang terpakai hari itu harus dibuang.9,11Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dopper) yang baru. Di unit pelayanan, vaksin polio yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 2 minggu dengan ketentuan : 9,12 Vaksin belum kadaluarsa Vaksin disimpan dalam suhu 2 C - 8C Tidak pernah terendam air Sterilitasnya terjaga Cara pemberian :Diberikan secara oral melalui mulut, 1 dosis adalah 2 tetes sebanyak 4 kali (dosis) pemberian, dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu. Pada daerah yang tingkat kasus polionya tinggi (seperti Indonesia) merupakan daerah endemik polio, pemberian extra imunisasi polio segera setelah lahir (polio 0 pada kunjungan 1) dengan tujuan meningkatkan cakupan imunisasi. Imunisasi polio 0 diberikan saat bayi akan dipulangkan dari rumah sakit/rumah bersalin, agar tidak mencemari bayi yang lain mengingat virus polio hidup dapat dieksresi melalui tinja. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun sejak imunisasi polio 4, selanjutnya saat masuk sekolah (5-6 tahun).5,6,9Penyimpanan OPVOral polio vaccine (OPV) dapat disimpan beku pada temperatur 2-8C. Vaksin yang beku dengan cepat dicairkan dengan cara ditempatkan antara dua telapak tangan dan digulir-gulirkan, di jaga agar warna tidak berubah yaitu merah muda sampai orange muda (sebagai indikator pH). Bila keadaan tersebut dapat terpenuhi, maka sisa vaksin yang telah terpakai dapat dibekukan lagi, kemudian dapt dipakai lagi sampai warna berubah dengan catatan dan tanggal kadarluwarsa harus selalu diperhatikan.5,9Kontra indikasi OPV Penyakit akut atau demam (temp. >38,5C), imunisasi harus ditunda Muntah atau diare, imunisasi ditunda Sedang dalam pengobatan kortikosteroid atau imunosupresif oral maupun suntikan, juga pengobatan radiasi umum Keganasan dan penderita HIVInactivated Polio Vaccine (IPV)Inactivated Poliovirus Vaccine (IPV) mendapat lisensi pada tahun 1955 dan langsung digunakan secara luas. Pada tahun 1963 mulai digunakan trivalent virus polio secara oral (OPV) secara luas. Encanced potency IPV (eIPV) yang menggunakan molekul lebih besar dan menimbulkan kadar antibodi lebih tinggi digunakan tahun 1988. Inacctivated polio vaccine merupakan vaksin yang cukup efektif, 2 dosis akan menimbulkan antibodi yang protektif pada sekitar 90% resipien, sedang 3 dosis akan meningkatkan protektifitas sampai 99%. Protektifitas terhadap kelumpuhan berkaitan dengan tingginya kadar antibodi serum. Keuntungan dari IPV adalah virus vaksin telah dinonaktifkan sehingga tidak bisa bereplikasi. Vaksin ini aman dalam arti tidak menimbulkan kelumpuhan akibat imunisasi dan tidak berbahaya bagi penderita defisiensi imun, meskipun vaksin tersebut tetap dibuat dari virus liar. Kerugiannya adalah vaksin ini harus disuntikkan, relatif mahal dan kurang merangsang timbulnya antibodi IgA sekretori di usus, sehingga tidak dapat menghambat perlekatan, replikasi polio liar dan tidak dapat menghentikan trasmisi virus tersebut.2,5,8IndikasiIndikasi pemberian Inactivated polio vaccine :5,11 Semua anak harus menerima empat dosis IPV pada bulan 2, 4 dan 6,dan 4-5 tahun. Interval yang lebih disukai antara 3 dosis pertama adalah 2 bulan. Jikaperlindungan dipercepat diperlukan, interval minimum antara dosis adalah 4 minggu. Tidak ada dosis tambahan yang diperlukan jika lebih banyak waktu dari yang direkomendasikan berlalu antara dosis. Mereka yang memulai seri vaksin dengan satu atau lebih dosis OPV harus menerima IPV untuk menyelesaikan seri vaksinasi. Sebuah interval minimal 4minggu harus berlalu antara OPV dan IPV, tetapi celah minimal 2bulan adalah lebih baik. Inactivated polio vaccine dapat diberikan bersamaan dengan semua lainnya secara rutin direkomendasikan vaksin anak.

Gambar 2.3 Inactivated polio vaccineKomposisiTiap dosis (0,5 mL) mengandung :5,9 Virus polio Tipe 1: 40 D unit antigen Virus polio Tipe 2: 8 D unit antigen Virus polio Tipe 3: 32 D unit antigen 2-phenoxyethanol 0,5% Formaldehid 0,02% Neomycin Streptomycin Polymyxin B

Dosis dan cara pemberian :9 IPV harus diberikan sebanyak 0,5 ml secara intramuscular pada paha, sebaiknya paha kanan Menggunakan Autodisable Syringe (ADS) yang steril pada setiap penyuntikan Bayi harus menerima minimal 4 dosis IPV dengan interval minimal 4 (empat) minggu IPV diberikan pada usia 2, 4 dan 6 bulan bersamaan dengan vaksin DPT/HBIPV dapat diberikan dengan aman berbarengan denga vaksin DPT, DT, TT, Td, Campak, Mumps, Rubella, BCG, Hepatitis B atau Hib dan tidak mempengaruhi pembentukan respon imunologik yang dihasilkan masing-masing vaksinKontraindikasiBayi dengan riwayat hipersensitif terhadap salah satu komponen vaksin termasukk phenoxyethanol, formaldehid 0,02% neomycin, streptomycin, polymyxin B. Bayi yang terinfeksi immunodeficiency virus (HIV) baik simptomatik maupun asimptomatik bukan kontraindikasi IPV, harus diimunisasi dengan IPV menurut jadwal standar. Tidak ada gejala klinis dengan vaksin polio yang dimatikan telah dilakukan pada hamil perempuan. Meskipun tidak ada bukti yang meyakinkan melaporkakan dampak buruk dari vaksin polio yang dimatikan pada wanita hamil atau janin yang sedang berkembang, tetapi pemberian polio pada ibu hamil tetap tidak diberikan.9,11,13PenyimpananInactivated polio virus merupakan vaksin yang freeze sensitive ( tidak kuat terhadap suhu beku) sehingga harus disimpan dan ditransportasikan pada kondisi suhu 2 8 C.5,9 Pada tingkat provinsi, vaksin harus disimpan dikamar dingin/lemari es pada suhu 2-8 C Pada tingkat kabupaten/kota dan puskesmas, vaksin harus disimpan di lemari es pada suhu 2-8 C Pada pelayanan, vaksin dibawa dengan menggunakan vaccine carrier yang berisi cool pack (kotak air dingin) Berbeda dengan OPV, IPV tidak boleh dibekukan.

Efek samping IPVInactivated polio vaccine atau vaksin yang mengandung IPV dapat menyebabkan nyeri otot, rasa sakit, bengkak atau warna merah di tempat injeksi. Sampai 1 dari 10 anak mungkin mengalami demam ringan dan kehilangan selera.4Kejadian Ikutan Pasca ImunisasiKejadian ikutan pasca imunisasi merupakan suatu kejadian (medik) sakit dan kematian yang terjadi setelah menerima imunisasi yang disebabkan oleh imunisasi. Biasanya terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi (dapat lebih lama, 6 bulan). Vaksin merupakan produk biologis yang mengandung antigen penyakit, sehingga diperlukan keseimbangan kondisi tubuh yang sehat pada saat pemberian imunisasi sehingga pembentukan imunogenisitas dan reaktogenesis terbentuk sempurna serta menghasilkan komplikasi yang lebih minimal.9,17Pada umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin dapat merupakan reaksi simpang (adverse events), atau kejadian lain yang bukan terjadi akibat efek langsung vaksin. Reaksi simpang vaksin antara lain dapat berupa efek farmakologi, efek samping (side-effects), interaksi obat, intoleransi, reaksi idoisinkrasi, dan reaksi alergi yang umumnya secara klinis sulit dibedakan.efek farmakologi, efek samping, serta reaksi idiosinkrasi umumnya terjadi karena potensi vaksin sendiri, sedangkan reaksi alergi merupakan kepekaan seseorang terhadap unsur vaksin dengan latar belakang genetik. Reaksi alergi dapat terjadi terhadap protein telur (vaksin campak, gondong, influenza, dan demam kuning), antibiotik, bahan preservatif (neomisin, merkuri), atau unsur lain yang terkandung dalam vaksin.9Kejadian yang bukan disebabkan efek langsung vaksin dapat terjadi karena kesalahan teknik pembuatan, pengadaan dan distribusi serta penyimpanan vaksin, kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan imunisasi, atau kejadian yang timbul secara kebetulan. Kejadian yang memang akibat imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan (pragmatic errors).Tidak semua kejadian KIPI disebabkan oleh imunisasi karena sebagian besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu untuk menentukan KIPI diperlukan keterangan mengenai:16,171. besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu2. sifat kelainan tersebut lokal atau sistemik3. derajat sakit resipien4. apakah penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti5. apakah dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin, kesalahan produksi, atau kesalahan prosedur.Kejadian ikutan pasca imunisasi dibagi menjadi 5 kelompok faktor etiologi menurut klasifikasi lapangan WHO Western Pacific (1999), yaitu:181. Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmic errors)Sebagian kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tingkatan prosedur imunisasi, misalnya: Dosis antigen (terlalu banyak) Lokasi dan cara menyuntik Sterilisasi semprit dan jarum suntik Jarum bekas pakai Tindakan aseptik dan antiseptik Kontaminasi vaksin dan perlatan suntik Penyimpanan vaksin Pemakaian sisa vaksin Jenis dan jumlah pelarut vaksin Tidak memperhatikan petunjuk produsenKecurigaan terhadap kesalahan tata laksana perlu diperhatikan apabila terdapat kecenderungan kasus KIPI berulang pada petugas yang sama.2. Reaksi suntikanSemua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan, sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope.3. Induksi vaksin (reaksi vaksin)Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaksis sistemik dengan resiko kematian. Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian khusus, atauberbagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi obat atau vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.4. Faktor kebetulan (koinsiden)Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadi secara kebetulan saja setelah diimunisasi. Indikator faktor kebetulan ini ditandai dengan ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok populasi setempat dengan karakterisitik serupa tetapi tidak mendapatkan imunisasi.5. Penyebab tidak diketahuiBila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan kedalam salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan kedalam kelompok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya dengan kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI.

Kejadian ikutan pasca imunisasi atau KIPI dapat terjadi pasca imunisasi IPV tetapi reaksi ini jarang terjadi, antara lain :5,9 Reaksi lokal : reaksi eritema kemerahan ( pembengkakan pada suntikan). Reaksi sistemik : demam, mual dan muntah, iritabilitas, anoreksia, menangis yang menetap dan keletihan. Polio paralisis, polio paralisis pada resipien munokompromais, komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian Vaccine Associated Paralytic Poliomyelitis (VAPP). World Health Organization mendefinisikan sebagai ; suatu kelumpuhan layuh akut yang terjadi 4-30 hari setelah menerima OPV, 4-75 hari setelah kontak dengan penerima OPV, disertai masih adanya kelainan neurologis pada 60 hari setelah awitan atau penderita meninggal. Prevalensi VAPP tersering pada penderita imunodefisiensi ( B cell deficiencies ) agamaglobulin atau hipogamaglobulin.5

Imunisasi pada kelompok resikoUntuk mengurangi resiko timbulnya KIPI maka harus diperhatikan apakah resipien termasuk dalam kelompok resiko. Yang dimaksud dengan kelompok resiko adalah:171. Anak yang mendapat reaksi simpang pada imunisasi terdahuluHal ini harus segera dilaporkan kepada Pokja KIPI setempat dan KN PP KIPI dengan mempergunakan formulir pelaporan yang telah tersedia untuk penanganan segera2. Bayi berat lahir rendahPada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama dengan bayi cukup bulan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan adalah:a) Titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah dari pada bayi cukup bulanb) Apabila berat badan bayi sangat kecil (