Policy Paper ANALISIS KEBIJAKAN MEWUJUDKAN LANJUT...

41
PUSAT ANALISIS DETERMINAN KESEHATAN PUSAT ANALISIS DETERMINAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI JAKARTA 2019 Policy Paper ANALISIS KEBIJAKAN MEWUJUDKAN LANJUT USIA SEHAT MENUJU LANJUT USIA AKTIF (ACTIVE AGEING)

Transcript of Policy Paper ANALISIS KEBIJAKAN MEWUJUDKAN LANJUT...

PUSAT ANALISIS DETERMINAN KESEHATAN PUSAT ANALISIS DETERMINAN KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN RI JAKARTA

2019

Policy Paper

ANALISIS KEBIJAKAN MEWUJUDKAN LANJUT

USIA SEHAT MENUJU LANJUT USIA AKTIF

(ACTIVE AGEING)

1 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

PENETAPAN Lanjut usia merupakan tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia.

Batasan lanjut usia menurut UU Nomor 13 tahun 1998, adalah seseorang yang telah

mencapai usia 60 tahun ke atas. Lanjut usia dapat dikategorikan berdasarkan

kemampuan mencari nafkah yang dibedakan menjadi dua jenis, yaitu lanjut usia potensial

jika mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau

jasa, dan lanjut usia tidak potensial jika lanjut usia tidak berdaya mencari nafkah

sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

Secara global populasi lanjut usia terus mengalami peningkatan, saat ini

penduduk pada 11 negara anggota WHO (World Health Organization), di kawasan Asia

Tenggara yang berusia di atas 60 tahun ke atas berjumlah 142 juta. Dewasa ini di

negara-negara ASEAN terbesar adalah Singapura 9%, Thailand 7%. Di Indonesia

diprediksi meningkat lebih tinggi dari pada populasi lanjut usia di wilayah Asia dan global l

setelah tahun 2050. Hasil sensus penduduk tahun 2010, menyatakan bahwa Indonesia

saat ini termasuk ke dalam 5 besar negara dengan jumlah penduduk lanjut usia

terbanyak di dunia. Penduduk lanjut usia di Indonesia mengalami peningkatan yang

cukup berarti selama 30 tahun terakhir dengan populasi 5,30 juta jiwa (sekitar 4,48%)

pada tahun 1970, dan meningkat menjadi 18,10 juta jiwa pada tahun 2010, pada tahun

2014 penduduk lanjut usia berjumlah 20,7 juta jiwa (sekitar 8,2%) dan diprediksikan

jumlah lanjut usia meningkat menjadi 27 juta (9,9%) pada tahun 2020. Indonesia akan

menjadi negara dengan percepatan pertumbuhan lanjut usia yang sangat tinggi

dalam kurun waktu 1990-2020, serta peningkatan usia harapan hidup dari 66,7

tahun menjadi 70,5 tahun. Dengan demikian Indonesia akan memasuki ageing

population ditandai antar lain oleh persentase lanjut usia mencapai 10% pada tahun

2020 (Kemenkes, 2014).

Sejalan dengan hal ini, peningkatan program-program layanan kesehatan oleh

pemerintah ikut berkontribusi terhadap membaiknya tingkat kesehatan masyarakat,

ditandai dengan peningkatan angka harapan hidup penduduk. Perubahan struktur

penduduk ini akan mempengaruhi angka beban ketergantungan penduduk lanjut usia.

ANALISIS STRATEGIS DETERMINAN KESEHATAN:

DOKUMEN ANALISIS KEBIJAKAN DALAM MEWUJUDKAN LANJUT USIA

SEHAT MENUJU LANJUT USIA AKTIF (ACTIVE AGEING)

2 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

Peningkatan rasio ketergantungan penduduk lanjut usia (old dependency ratio) adalah

angka yang menunjukkan tingkat ketergantungan penduduk lanjut usia terhadap

penduduk usia produktif (BAPPENAS, 2005). Angka ketergantungan lanjut usia sekitar 10

pada tahun 2015 akan terus meningkat menjadi sekitar 20 pada tahun 2035. Pada saat

ini, proporsi lanjut usia yang bekerja mencari nafkah adalah 71,91 % laki laki dan 41,41%

perempuan; sebagian besar di sektor informal. Kondisi seperti ini akan mengakibatkan

rasio ketergantungan secara ekonomi sebesar 53,35. Ini berarti terdapat 53 penduduk

dalam kelompok usia yang tidak bekerja untuk setiap 100 penduduk yang bekerja pada

2045. Di satu sisi merupakan indikator keberhasilan pencapaian pembangunan nasional

terutama di bidang kesehatan, namun di sisi lain dapat menimbulkan permasalahan jika

lanjut usia tidak mendapatkan layanan kesejahteraan dengan baik. Di balik keberhasilan

ini terselip tantangan yang harus diwaspadai, yaitu ke depan Indonesia akan terjadi

peningkatan Angka Beban Tanggungan penduduk kelompok Indonesia usia produktif

(umur 15-64 tahun) terhadap kelompok usia tidak produktif (usia <15 tahun dan >65

tahun), yang mencerminkan besarnya beban ekonomi yang harus ditanggung. Sehingga

konsep untuk penuaan aktif sebagai tujuan dalam merumuskan kebijakan dan program -

program pemerintah yang konkret adalah mewujudkan populasi lanjut usia menikmati

kualitas hidup yang optimal sampai akhir hayatnya (Kemenkes, 2014).

Berbagai kebijakan untuk mewujudkan kesejahteraan lanjut usia sudah

ditetapkan baik berupa undang- undang maupun peraturan yang juga didukung oleh

kebijakan internasional. WHO 2002, telah menetapkan Active Ageing Policy Framework

yang berbunyi: Active Ageing is the process of optimizing opportunities for health,

participation, and security in order to enhance quality of life as people age. Kementerian

Kesehatan RI menggunakan ukuran Kualitas Hidup Lanjut usia dengan menggunakan

Europian Quality of Life 5 Dimension (EQ5D) yang mencakup mobilitas, kemampuan

merawat diri sendiri, kemampuan melakukan kegiatan sehari - hari, rasa nyaman (tidak

ada rasa nyeri), dan rasa cemas. Internasional Council of Active Ageing, (ICAA, 2013)

menjabarkan kesejahteraan lanjut usia aktif dalam tujuh dimensi. Ketujuh dimensi

tersebut adalah spiritual, intelektual, fisik, professional/ vokasional, sosial

kemasyarakatan, emosional, dan lingkungan. Ketujuh dimensi tersebut dapat digunakan

untuk menilai kesejahteraan lanjut usia yang berkualitas dan bermartabat dalam konteks

lanjut usia yang SMART (Sehat, Mandiri, Aktif dan Produktif), melalui Rencana Aksi

Nasional (RAN) Kesehatan Lanjut Usia (2016 – 2019) yang mengacu pada Strategi

Lanjut Usia Sehat dari WHO SEARO 2013-2018. RAN ini mengembangkan program

melalui 6 startegi yang dijalankan, namun masih belum optimal dalam pelaksanaannya

Peraturan Menteri Kesehatan R.I nomor 67 tahun 2015 tentang penyelenggaraan

3 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia di Pusat Kesehatan Masyarakat dan Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 79 Tahun 2014. Penyelenggaraan Pelayanan Geriatri di Rumah Sakit

masih belum tersosialisasi dengan baik. Kebijakan mewujudkan lansia sehat sudah ada,

implementasinya dalam program cukup baik, namun instrumen untuk mengukur belum

dipahami dan digunakan oleh pemberi pelayanan. Kebijakan untuk menuju lansia aktif

tidak lepas dari lanjut usia sehat sudah ada di beberapa kementerian, namun belum

terintegritas pelaksanaannya. Arah kebijakan dalam RPJMN 2015 - 2019 cukup

mendukung untuk pengembangan kebijakan sektoral, namun masih memerlukan

kebijakan yang holistik dan komprehensif.

Makin bertambah usia seseorang makin banyak mengalami permasalahan fisik,

mental, spiritual, ekonomi dan sosial. Penyakit lanjut usia umumnya merupakan penyakit

tidak menular yang bersifat degeneratif atau disebabkan oleh faktor usia misalnya

penyakit jantung, diabetes mellitus, stroke, rematik dan cidera (Riskesdas, 2018).

Penanggulangan terhadap masalah ini tidak cukup hanya pelayanan kesehatan saat

seseorang telah menjadi lanjut usia. Penyebab penyakit tidak menular tersebut umumnya

berasal dari pola makan dan gaya hidup tidak sehat seperti merokok dan alkohol pada

usia muda sehingga pencegahan perlu dilakukan sejak dini, bahkan sebelum seseorang

menjadi lanjut usia. Diperlukan rencana aksi secara nasional yang akan berhasil apabila

terdapat pengarusutamaan pencapaian tujuan lanjut usia sehat, mandiri, aktif dan

produktif (SMART) sehingga menjadi lanjut usia yang berkualitas dan bermartabat. World

Health Organization (2015) menjelaskan pentingnya otonomi dan pemenuhan hak asasi

bagi lanjut usia sampai akhir hayatnya. The Second Asia Impact Dialogue Workshop:

Alternative Chalenges on Ageing Asia, 2018 menekankan bahwa lanjut usia tetap

berkualitas dan bermartabat sampai akhir hayat dengan tetap berpartisipasi sesuai

kemampuannya, bahkan lanjut usia yang mengalami tirah baring (bed ridden) jangka

panjangpun bisa tetap aktif, misalnya sebagai penasihat bagi anggota keluarga dan

masyarakat, atau tetap mengikuti kegiatan melalui perkembangan teknologi informasi dan

komunikasi/ jaringan internet.

Di era digital saat ini, program lanjut usia aktif tidak lepas dari perkembangan

teknologi informasi, yang sangat cepat. Seiring dengan program tersebut dapat

dikembangkan dengan program pelayanan kesehatan, khususnya promosi, pencegahan,

pendidikan, sosial ekonomi, dan lingkungan yang mendukung dan disesuaikan dengan

kondisi di Indonesia. Intervensi yang mendorong perubahan perilaku sehat dan/ atau

teknik pengelolaan diri dan strategi terhadap penyakit telah berhasil meningkatkan

perilaku sehat di kalangan lanjut usia. Teknologi seluler menawarkan sarana dalam

meningkatkan jangkauan intervensi dan penyediaan konten kapan dan dimana saja

4 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

seseorang membutuhkannya. Layanan pesan singkat (SMS) atau pesan teks memiliki

keuntungan transmisi instan dengan biaya rendah bagi para pengguna, dan merupakan

teknologi yang diadopsi dan diakses secara luas.

Berdasarkan informasi di atas, maka ditetapkan pentingnya sebuah analisis

kebijakan mewujudkan lanjut usia sehat menuju Lanjut usia aktif terkait dengan kualitas

hidupnya yang mandiri secara fungsional maupun yang mengalami keterbatasan. Melalui

analisis ini, dibuat suatu kerangka fikir, diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi

kebijakan kepada pemegang kebijakan dan pelaksana program.

Kerangka fikir kebijakan mewujudkan lanjut usia sehat menuju lanjut usia aktif (active

ageing) dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini :

Gambar 1 : Kerangka pikir Kebijakan memujudkan lanjut usia sehat menuju lanjut usia aktif

Untuk menjawab permasalahan di atas, analisis kebijakan Mewujudkan Lanjut usia Sehat

Menuju Lanjut usia Aktif (Active Ageing) ini bertujuan untuk mengembangkan lanjut usia

sejahtera secara utuh melalui analisis terhadap:

1. Populasi lanjut usia dan masalahnya

2. Dampak pada sistem perawatan pelayanan kesehatan dan sosial

3. Cara dan solusi menjadi lanjut usia aktif sesuai dengan kebijakan yang ada dengan

rasa aman, rasa memiliki dan perasaan nyaman.

4. Mewujudkan lanjut usia sehat menuju lanjut usia aktif dengan memanfaat kemajuan

Populasi lanjut usia dan masalahnya

Dampak dan implikasi pada sistem perawatan pelayanan

kesehatan dan sosial

Upaya menuju lanjut usia sehat dan aktif

Kecenderungan perkembangan pendudduk

Nasional

Dunia

Strategi

Kebijakan

Pemerintah

Dampak dan implikasi pada sistem perawatan pelayanan

kesehatan dan sosial

Strategi Nasional

Rencana Aksi Nasional SMART 6 strategi

Tingkat rasio ketergantungan dan tingkat kemandirian lanjut usia

Sistem perawatan SMART dan LTC

Sistem Dukungan

Sosial

Peningkatan Pembiayaan kesehatan bagi Lanjut usia

Jaminan sosial pensiun dan asuransi

Tujuan Kebijakan

Pengembangan konsep lanjut usia sehat dan aktif dengan

memanfaatkan era digital

Rasa aman

Rasa memiliki

Lanjut usia sehat

Lanjut usia aktif

Sehat dan bermanfaat

5 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

era digital.

ANALISIS

Populasi lanjut usia dan masalahnya Indonesia akan memasuki ageing population ditandai antara lain oleh persentase

lanjut usia yang mencapai 10% pada tahun 2020. Secara global, proyeksi penduduk

Lanjut usia di Indonesia, pada tahun 2019 sudah 25, 9 juta jiwa (9,7%) maka pada tahun

2035 akan menempati jumlah 2 kali sekitar 48, 2 juta jiwa (15,77%), dapat dilihat pada

gambar 2 di bawah ini:

BPS: Proyeksi Penduduk Indonesia (2015-2045)

Pertumbuhan lanjut usia yang sangat pesat ini diperkirakan akan terjadi di

Indonesia. Berdasarkan data proyeksi yang dikeluarkan BPS (2015-2045), diperkirakan

pada tahun 2045 lanjut usia Indonesia akan meningkat sebesar 2,5 kali lipat

dibandingkan lanjut usia tahun 2019. Pada 2045 nanti berdasarkan prediksi ini dapat

dikatakan bahwa hampir seperlima penduduk Indonesia adalah lanjut usia.

Data Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan tahun 2018, menunjukkan

penyakit yang terbanyak pada lanjut usia adalah untuk penyakit tidak menular antara lain

:penyakit jantung, diabetes mellitus, stroke, rematik dan cidera. Seiring dengan

menurunnya sistem kekebalan tubuh, lanjut usia juga menjadi rentan teserang penyakit -

penyakit menular antara lain seperti ISPA, diare, dan pneumonia. Lanjut usia juga

berisiko untuk masalah gizi terutama gizi lebih, gangguan mental emosional, depresi,

serta demensia. Data penyakit yang di derita oleh lanjut usia tersebut dapat dilihat pada

6 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

gambar 3 di bawah ini :

Sumber : Riset Dasar Kesehatan 2018 dan Susenas 2018

Data Riskesdas tahun 2018 ini, penyakit sroke ada 13,3 % mengalami

ketergantungan total. Ada sebanyak 2,8% lanjut usia mengalami cidera dengan

ketergantungan total dan yang cukup menarik, kejadian cidera pada lanjut usia terjadi di

rumah dan lingkungannya. Penyakit rematik 1,5% lanjut usia mengalami ketergantungan

total. Untuk penanganan kasus penyakit pada lanjut usia tersebut, tidaklah mudah karena

penyakit - penyakit ini dapat berisiko mengalami disabilitas yang akan membutuhkan

perawatan jangka panjang/ Longterm Care (LTC) dan biaya tinggi. Prevalensi penyakit

dimensia, berdasarkan Alzheimer Disease International (ADI), jumlah orang dengan

demensia cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya kasus penyakit tidak

menular. Prevalensi demensia di Indonesia adalah 1,2 juta pada tahun 2015 dan akan

meningkat menjadi 4 juta di tahun 2050.

Upaya mengatasi penyakit tersebut, akan menjadi beban yang sangat berat baik

bagi masyarakat maupun pemerintah serta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Berdasarkan laporan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tahun 2017, biaya

klaim BPJS adalah sebanyak 24% yang dipergunakan untuk kebutuhan perawatan

kesehatan penduduk lanjut usia, padahal jumlah lanjut usia hanya sebesar 9% dari total

penduduk Indonesia. Ini menunjukkan bahwa lanjut usia membutuhkan biaya perawatan

kesehatan yang cukup besar sesuai dengan kondisi kesehatannya. Sementara itu data

Susenas 2018 menunjukkan bahwa, baru 68% lanjut usia memiliki jaminan kesehatan,

sehingga ke depan pemerintah perlu mendorong agar seluruh lanjut usia memiliki

jaminan kesehatan. Kondisi lanjut usia yang berisiko disabilitas memerlukan perawatan

jangka panjang, namun sampai saat ini belum tersedia jaminan untuk perawatan jangka

panjang (Long Term Care/LTC).

Upaya mewujudkan lanjut usia sehat menuju lanjut usia aktif, diperlukan tindakan

deteksi dini, promotif dan preventif sejak usia produktif pada saat kemampuan fungsional

7 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

dan kapasitas intrinsik masih tertinggi seperti gambar 4 di bawah ini :

Gambar 4. Konsep pelayanan kesehatan lanjut usia dari midlife sampai late life (WHO, 2015), dalam

Global Strategy and Action Plan on Ageing and Health 2016 - 2020

Jika kondisi tersebut tidak dapat dipertahankan melalui program promotif dan

preventif sejak prelanjut usia, maka kapasitas intrinsik dan kemampuan fungsional

menurun lebih cepat secara bertahap, dan perlu diantisipasi dengan perawatan jangka

panjang /Longterm care (LTC) sampai akhir hayat (mencapai titik terendah).

Dampak pada sistem perawatan pelayanan kesehatan dan sosial Upaya untuk mewujudkan lanjut usia sehat yang memenuhi kriteria sehat fisik,

jiwa, sosial dan spiritual hingga akhir hayat, harus dimulai sejak pralanjut usia dengan

menggunakan pendekatan holistik dan komprehensif, khususnya bagi pralanjut usia (45-

59 tahun) dan lanjut usia dengan kemandirian dan ketergantungan ringan.

Keluarga merupakan support sistem bagi lanjut usia dalam mempertahankan

kesehatannya. Dukungan keluarga merupakan salah satu hal terpenting dalam

meningkatkan kualitas hidup lanjut usia. Dukungan keluarga yang baik akan

meningkatkan kualitas hidup lanjut usia sehingga lanjut usia dapat menikmati hidup di

masa tuanya. Gambar 5 di bawah ini menujukkan populasi lanjut usia yang tinggal

dengan siapa, sebagai berikut :

Menurut data BPS tahun 2018 hanya 9,28 persen yang tinggal sendiri dan

sebanyak 27,03 persen lanjut usia tinggal bersama anak, sementara 19,93 persen lain

8 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

tinggal bersama pasangan. Uniknya, kebanyakan lanjut usia setidaknya sejak 2014

hingga 2018 paling banyak tinggal seatap dengan generasi ketiga. Persentase lanjut usia

yang hidup bersama cucu lebih besar dari pada yang hidup bersama anak dan menantu,

pasangan, sendiri, maupun lainnya. Status lanjut usia yang tinggal bersama orang selain

keluarga adalah yang paling kecil, tepatnya 3,75 persen pada 2014, melonjak tiga tahun

berikutnya, tapi berkurang drastis pada 2018 hingga hanya 0,58 persen saja. Artinya,

para lanjut usia masih hidup bersama keluarga mereka. Bisa jadi karena makin hari

keluarga di Indonesia menyadari pentingnya intervensi perawatan efektif untuk

meningkatkan kualitas hidup lanjut usia, dengan pemenuhan kebutuhan lanjut usia

secara optimal, termasuk status kesehatannya. Kondisi kemandirian dan ketergantungan

ringan ini perlu dipertahankan dan bahkan ditingkatkan dari ketergantungan ringan

menjadi mandiri, melalui program menua aktif dengan SMART. Data tingkat kemandirian

lanjut usia dapat di lihat pada gambar 6 di bawah ini :

Dampak terhadap pelayanan kesehatan bagi lanjut usia

Pelayanan kesehatan bagi lanjut usia, dengan program pelayanan

mencakup pengasuhan dan pemberdayaan berdasarkan tingkat kemandirian/

ketergantungan. Kementerian Kesehatan telah membagi program pelayanan

berdasarkan tingkat kemandirian sebagai berikut gambar 7 di bawah ini:

9 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

Gambar 7 : Pelayanan kesehatan lanjut usia berdasarkan tingkat kemandirian, Kemenkes, 2014

Lanjut usia dengan kemandirian atau ketergantungan ringan, diharapkan

mendapatkan pelayanan kesehatan dengan mengikuti kegiatan di pos pelayanan terpadu

(posyandu) Lanjut usia, Posbindu Penyakit Tidak Menular (PTM) dan Pos Upaya

Kesehatan Kerja (UKK). Lanjut usia dapat berperan dalam pergerakkan pemberdayaan

lanjut usia agar tetap sehat dan mandiri melalui pembinaan Puskesmas.

Sedangkan lanjut usia dengan ketergantungan sedang sampai berat, harus

dirujuk ke fasilitas kesehatan Puskesmas atau Rumah sakit untuk mendapatkan layanan

perawatan bisa berupa perawatan di rumah/ home care atau perawatan jangka panjang/

LTC. Peraturan Menteri Kesehatan R.I nomor 67 tahun 2015 tentang penyelenggaraan

Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia di Pusat Kesehatan Masyarakat diharapkan

memberikan pelayanan kesehatan lanjut usia yang komprehensif dan bermutu bagi lanjut

usia dengan tingkat kemandirian sedang. Data Riskesdas tahun 2018 menunjukkan

bahwa ada 4.835 Puskesmas Santun Lanjut Usia dari total 9.993 Puskesmas yang ada di

Indonesia atau sebesar 48,4%. Kemungkinan masih banyak Puskesmas belum

tersosialisasi dalam program kesehatan lanjut usia ini. Juga belum ada program yang

secara spesifik mempertahankan kemandirian walaupun sudah ada instrumen untuk

mengukur status kesehatan tetapi belum digunakan dalam sistem pelayanan kesehatan

secara sistematis.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 79 Tahun 2014. Penyelenggaraan

Pelayanan Geriatri di Rumah Sakit, kenyataannya rumah sakit yang telah

menyelenggarakan pelayanan geriatri dengan tim terpadu, baru sebanyak 88 rumah sakit

dari total 2.813 rumah sakit yang ada di Indonesia. Kebutuhan perawatan jangka panjang

bagi lansia diperkirakan terus meningkat pada proporsi lanjut usia dengan

ketergantungan sedang dan berat yang memerlukan perawatan jangka panjang. Kondisi

10 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

ini bisa disebabkan belum optimalnya sosialisasi tentang peraturan tersebut.

Jika ditinjau dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 tahun 2016 tentang

Rencana Aksi Nasional (RAN) Kesehatan Lanjut Usia tahun 2016-2019 melalui 6 strategi

yang menjadi acuan bagi penyelenggaraan program dan kegiatan, baik di tingkat pusat,

provinsi, kabupaten/kota di puskesmas terkait pada masing-masing level, maka capaian

hasil implementasinya secara garis besar diperoleh sebagai berikut:

Strategi 1 : Memperkuat dasar hukum pelaksanaan pelayanan kesehatan lanjut usia.

Untuk level Pusat, telah diterbitkan beberapa Peraturan Menteri Kesehatan dan

berbagai NSPK operasional dari lintas program di lingkungan kesehatan. Terkait

sosialisasi Permenkes No.67 tahun 2015 dan Permenkes No.79 Tahun 2014, seluruh

provinsi telah mendapatkan sosialisasi Permenkes dimaksud. Namun di level daerah,

dalam hal advokasi kepada Pemda, baru 14 Provinsi telah memiliki Peraturan Daerah

tentang pembinaan kesehatan lanjut usia.

Strategi 2 : Meningkatkan jumlah dan kualitas fasilitas kesehatan tingkat pertama dan

fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan yang melaksanakan pelayanan kesehatan

santun lanjut usia. Berdasarkan data rutin yang masuk dari Dinas Kesehatan Provinsi hingga tahun

2018, telah terdapat 4.835 (48,4%) Puskesmas yang melaksanakan pelayanan

kesehatan santun lansia dari target sebesar 40%, 88 Rumah Sakit yang

menyelenggarakan pelayanan geriatri terpadu dari target sebesar 34 RS, dan 55,8%

lansia telah mendapatkan pelayanan dari target sebesar 50%. Capaian indikator telah

melampaui target yang ditetapkan. Namun dari sisi ketenagaan, belum adanya

standarisasi pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia kesehatan (SDMK) pemberi

layanan kesehatan lanjut usia, dalam hal ini tenaga caregiver/ pendamping lanjut usia

yang memberikan layanan pada perawatan jangka panjang serta pemahaman

penggunaan instrumen untuk mengukur status kesehatan juga belum digunakan secara

sistematis.

Strategi 3 : Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring pelaksanaan

pelayanaan kesehatan lanjut usia yang melibatkan lintas program, lintas sektor,

organisasi profesi, lembaga pendidikan, lembaga penelitian, lembaga swadaya

manusia, dunia usaha, media dan pihak terkait lainnya.

Di Tingkat Pusat, terdapat 5 Perusahaan yang melakukan kemitraan dengan

Kementerian Kesehatan terkait kesehatan lanjut usia. Sedangkan capaian daerah, baru

terdapat 9 Provinsi (26%) dan 4,7% Kab/Kota yang telah memiliki kerja sama dengan

dunia usaha (CSR) untuk mendukung pengembangan program kesehatan lanjut usia.

Terkait Komda Lanjut Usia, hanya 17 (60%) Provinsi yang memiliki Komda Lanjut Usia

11 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

dan 26,8% Kabupaten/Kota yang mempunyai Komda /forum kemitraan. Untuk pembinaan

kemitraan dan jejaring pelayanan kesehatan lanjut usia beserta lintas program dan

sektor, sebesar 61,8% provinsi telah membina posyandu lanjut usia terintegrasi.

Strategi 4 : Meningkatkan ketersediaan data dan informasi di bidang kesehatan lanjut

usia.

Seluruh Provinsi (100%) telah melakukan pencatatan dan pelaporan program

kesehatan lansia, dan memiliki data terpilah berdasarkan kelompok umur dan jenis

kelamin. Sedangkan Provinsi yang telah mengembangkan penelitian tentang kesehatan

lansia baru terdapat 3 Provinsi.

Strategi 5 : Meningkatkan peran serta dan pemberdayaan keluarga, masyarakat, dan

lanjut usia, dalam upaya meningkatkan kesehatan lanjut usia.

Pada pengembangan perawatan lansia dalam keluarga (home care) dan

perawatan jangka panjang (long term care), terdapat 259 kabupaten/kota (50,4%) di 26

provinsi yang mengembangkan pelayanan home care dan 73 kabupaten/kota (14,2%) di

21 provinsi yang mengembangkan pelayanan LTC. Tahun ini tengah dilakukan tahap

sosialisasi dan pemodelan pelaksanaan PJP di 6 provinsi, yaitu: DKI Jakarta, DI

Yogyakarta, Bali, Jawa Barat, Bengkulu, dan Bangka Belitung. Selain itu, dalam

pengembangan pemberdayaan masyarakat, sudah ada 55,6% puskesmas yang

mempunyai posyandu lansia aktif di setiap desa, dan terdapat 100.470 Posyandu Lansia

yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Strategi 6 : Meningkatkan peran serta Lansia dalam upaya peningkatan kesehatan

keluarga dan masyarakat.

Menurut data laporan dari dinas kesehatan provinsi, baru 27% Puskesmas yang

telah melaksanakan kegiatan pemberdayaan lansia tersebut. Tahun ini juga tengah

dilakukan pengembangan model pelaksanaan pemberdayaan lansia dalam meningkatkan

status kesehatan keluarga di 8 provinsi terpilih yaitu DKI Jakarta, Sumatera Barat, Jawa

Barat, Banten, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Jawa Timur dan Kalimantan Timur.

Upaya pencapaian cakupan dalam implementasi RAN tahun 2016-2019

Kesehatan lanjut usia ini, yang masih belum optimal akan dilanjutkan melalui RAN

Kesehatan lanjut usia tahun 2020-2024, agar menjadi lanjut usia sehat menuju lanjut usia

aktif dengan prioritas di sektor pendidikan misalnya pendidikan berkelanjutan bagi lanjut

usia dan dunia kerja. Pembinaan kesehatan lanjut usia diharapkan dapat lebih terarah,

sinergis dan komprehensif serta memuat langkah-langkah konkrit yang harus

dilaksanakan secara berkesinambungan oleh berbagai tingkat pelaksana untuk dapat

mewujudkan lanjut usia sehat, mandiri, aktif dan produktif (SMART).

12 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

Dampak perlindungan sosial bagi lanjut usia

Pelayanan kesehatan lanjut usia merupakan tanggungjawab Kementerian

Kesehatan, namun dalam peran dan pelaksanaannya harus terintegerasi dengan yang

dilakukan oleh kementerian dan lembagaan lainnya baik pemerintah, swasta maupun

lembaga swadaya masyarakat, seperti terlihat pada gambar 8 di bawah ini :

Gambar 8 : Pelayanan terintegerasi Kementerian/lembaga (Renstra BKKBN,2015-2019)

BKKBN memiliki suatu program yaitu program Bina Keluarga Lansia (BKL)

merupakan suatu wadah yang dilakukan oleh keluarga yang memiliki lanjut usia untuk

mengetahui, memahami, dan mampu membina kondisi dan masalah yang dihadapi lanjut

usia. Saat ini kelompok BKL cukup banyak jumlahnya di seluruh wilayah Indonesia.

Menurut data yang dimiliki BKKBN, sampai dengan tahun 2018 jumlah kelompok BKL

sebanyak 11.000 kelompok. Sebagai kelompok kegiatan, maka kelompok BKL

melakukan berbagai kegiatan, dari mulai penyuluhan, pemeriksaan kesehatan,

pertemuan keluarga, kegiatan rekreasi, kegiatan spiritual, dan sebagainya. (BKKBN,

2018). Sejak tahun 2014, BKKBN menetapkan pentingnya mewujudkan Lanjut usia

tangguh dalam program BKL yang mengacu pada model International Council of Active

Ageing yang mencakup 7 Dimensi kesejahteraan lanjut usia. BKKBN sudah membuat

pedoman dan panduan untuk care giver, namun belum ada pelatihan care giver yang

terstandar, bagi kondisi lanjut usia yang memerlukan perawatan jangka panjang namun

belum komprehensif.

Kementerian Sosial juga memiliki Program Keluarga Harapan (PKH)

merupakan bantuan tunai bersyarat bagi keluarga termiskin telah menjangkau 3,5 juta

13 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

keluarga di desa terpencil pada tahun 2015; Program Asistensi Sosial Lanjut Usia

Terlantar (ASLUT) adalah satu satunya bantuan yang hanya diperuntukkan bagi lanjut

usia dan sudah mencakup 26.500 individu pada tahun 2012. Pada tahun 2014 jumlah

penerima ASLUT sudah meningkat menjadi sebesar 75.000, berarti sekitar 2,8% dari

populasi lanjut usia. Pada tahun 2018, Tim Nasional Percepatan Penaggulangan

Kemiskinan (TNP2K) melaporkan bahwa hampir seluruh lanjut usia, atau sekitar 84%

telah menjadi peserta Jaminan kesehatan, tetapi hanya 1,7 % yang mendapatkan

ASLUT.

Perawatan kesehatan bagi lanjut usia dengan ketergantungan sedang sampai berat,

memerlukan berbagai dukungan sosial dalam pendampingan sosial ( Herwijati, 2018

berupa:

1. Dukungan Emosional dengan memberikan semangat, empati, rasa percaya diri dan

perhatian.

2. Dukungan penghormatan dengan memberikan pujian, penilaian positif, persetujuan.

3. Dukungan Instrumental melalui penilaian fisik dan jasa

4. Dukungan informasi dengan memberikan solusi,saran, arahan dan nasihat

5. Dukungan kelompok baik dari keluarga maupun lingkungan sosial terdekat (support

group)

Bagi lanjut usia yang mengalami ketergantungan sedang dan berat memerlukan

perawatan jangka panjang (PJP) baik di lingkungan keluarga maupun di panti atau

perawatan lainnya. Keuntungan perawatan jangka panjang di dalam keluarga dapat

memberikan manfaat bagi lanjut usia dan keluarga untuk saling memahami keadaannya

dan terjadi interaksi. Bagi lanjut usia dapat meningkatkan harga diri dan kualitas hidup

sehingga lanjut usia akan merasa dihargai dan bermartabat, mengurangi rasa sakit dan

cidera lanjut, mencegah terjadinya komplikasi pada penyakit dan disabilitas, menjaga

kemandirian serta mengurangi ketergantungan. Sedangkan bagi keluarga dapat

meningkatkan rasa kekeluargaan dan kekuatan bagi keluarga dan terpenting dapat

mengurangi beban keluarga.

Tujuan perawatan jangka panjang di komunitas keluarga (Indonesia Ramah

Lansia) agar memberikan kebebasan bagi lanjut usia bisa dirawat dirumah bersama

keluarga mereka sendiri dengan biaya yang lebih murah dibandingkan jika menjaga

mereka di panti jompo atau perawatan rumah lainnya. Diharapkan dengan jumlah

anggota keluarga yang lebih sedikit akan mampu merawat orangtua dan memenuhi

semua kebutuhan dan pelayanan yang lebih baik lagi. Perawatan jangka panjang

merupakan bagian integral dari sistem kesehatan dan sosial, yang dapat diberikan secara

14 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

formal maupun informal dengan basis di institusi atau di rumah oleh pengasuh informal

(keluarga, teman, dan tetangga). Pengasuh formal, termasuk para profesional kesehatan,

sosial, dan pekerja lainnya serta pengasuh tradisional dan relawan. Perawatan formal

mungkin dapat diorganisir dan dibiayai publik, tetapi layanan ini dapat pula disediakan

oleh pemerintah, LSM (lokal, nasional, maupun internasional), atau oleh sektor swasta.

Biasanya perawatan diberikan oleh para professional (dokter, perawat, pekerja sosial)

dan pembantunya, seperti pelaku rawat/ care giver (yang membantu mandi, berpakaian,

dll). Penyehat tradisional mungkin dapat juga menjadi petugas perawatan tambahan.

Perawatan informal mencakup perawatan yang disediakan oleh anggota keluarga inti dan

keluarga besar, tetangga, teman, dan relawan, serta bantuan dari organisasi sukarela

seperti organisasi keagamaan. (CASUI, 2015).

Adapun perawatan jangka panjang mencakup :

a. Bantuan perawatan harian/ Activity Daily Living (misalnya perawatan diri

berhubungan dengan merawat diri dan aktivitas tubuh, seperti berjalan dan bergerak

di sekitar, mandi, berpakaian, buang air, menyikat gigi, dan makan).

b. Bantuan IADL (Instrumental of Daily Living) bila diperlukan bagi mereka yang sudah

tidak mampu mengelola kehidupan sehari - hari dari misalnya dari segi komunikasi,

penyediaan obat, mengelola uang belanja dll.

c. Menghantar berobat ke puskesmas

d. Pendampingan petugas puskesmas khususnya perawat yang melakukan kunjungan

rumah untuk asuhan keperawatan seperti pemberian makanan dengan sonde,

menyedot lendir, fisio terapi, dll

e. Pengiriman bahan makanan, dan atau makanan siap saji (rantangan)

f. Layanan Rujukan ke rumah sakit. Pendamping perawatan (caregiver) informal dapat terdiri atas anggota keluarga, atau

relawan dari masyarakat serta caregiver yang formal/ professional yang mendapatkan

imbalan dalam bentuk uang. Kedua jenis caregiver tadi perlu mendapatkan pelatihan

yang terdiri atas 3 jenis kompetensi care giver lanjut usia yaitu: kompetensi umum,

kompetensi inti dan kompetensi khusus. Ketiga kompetensi ini diperoleh melalui

pembelajaran teori dan praktik antara lain tentang pengenalan proses menua, etika

berbagai penyakit yang diderita lanjut usia. Pelajaran ADL/IADL dan managemen

pengelolaan perawatan jangka panjang, keamanan bekerja dan pengembangan diri.

Dukungan pendanaan melalui asuransi kesehatan (BPJS) bagi lanjut usia masih

berorientasi pada diagnosis. Sistem asuransi masih terbatas pada BPJS belum ada

asuransi perawatan jangka panjang. Sistem jaminan sosial (Fiona Howell, 2013) yang

sudah ada di Indonesia memiliki cakupan yang sangat kecil. Sistim ini didasarkan pada

15 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

dua tingkatan mekanisme asuransi sosial berbasis kontribusi dan non kontribusi. Sistem

jaminan sosial berbasis kontribusi untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) cakupannya

sangat minim karena hanya menanggung orang yang bekerja di sektor formal (25,65 %).

Skema jaminan sosial untuk JKN non kontribusi adalah bagi mereka yang bekerja di

sektor informal, yaitu yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah (Penerima Bantuan

Iuran–PBI) dengan cakupan sebesar (65,71%) total kepesertaan.

DISKUSI Upaya mewujudkan Lanjut usia sehat menuju lanjut usia aktif, berdasarkan data

dan keterangan yang telah dijelaskan diatas, diketahui bahwa setidaknya terdapat

beberapa masalah dalam upaya tersebut. Ternyata, masih terdapat Gap (Kesenjangan)

yang terkait dengan kebijakan - kebijakan pemerintah baik secara nasional maupun

Internasional, terhadap pelaksanaan program dalam penanganan pelayanan kesehatan

lanjut usia di Indonesia serta Jaminan perlindungan kesehatan bagi lanjut usia yang

mengalami ketergantungan sedang sampai berat dengan perawatan di rumah maupun

perawatan jangka panjang/LTC.

Berdasarkan analisa diatas, maka diperlukan beberapa langkah untuk dapat

mengatasi kesenjangan dan masalah terkait dengan kebijakan dan pelayanan kesehatan

lanjut usia.

1. Kebijakan tingkat nasional di sektor kesehatan, sosial dan kependudukan terintegrasi

Pemerintah melalui Bappenas telah menyusun Strategi Nasional Kelanjutusiaan

dalam rangka peningkatan kesejahteraan lanjut usia. Secara substansi, strategi nasional

sejalan dengan agenda internasional ke depan yang menekankan adanya SDGs 2030

yang menetapkan rencana aksi universal untuk mencapai pembangunan berkelanjutan

secara seimbang dan berupaya mewujudkan hak asasi manusia semua orang. Program

untuk implementasi pelayanan kesehatan pada lanjut usia masih terkotak kotak.

Kebijakan nasional dan sektoral perlu dipayungi oleh Strategi Nasional

kelanjutusiaan yang terukur. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia

Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Pedoman Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi

Rencana Kerja Pemerintah Daerah berisi arah kebijakan pembangunan daerah yaitu

untuk menjamin sinergisitas program pembangunan nasional dan daerah, di mana

penyusunan RKPD berdasarkan arah kebijakan pembangunan daerah dengan

memperhatikan prioritas dan sasaran pembangunan nasional. Arah kebijakan

pembangunan daerah tersebut berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal (SPM)

16 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemeritahan Daerah

bahwa terdapat 6 (enam) urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan

dasar. Bidang Kesehatan telah terbit Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2019

tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan

Minimal. Standar Pelayanan Minimal ini adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu

pelayanan dasar minimal yang merupakan urusan pemerintahan wajib yang berhak

diperoleh setiap warga negara. SPM sekurang-kurangnya mempunyai dua fungsi yaitu

memfasilitasi Pemerintah Daerah untuk melakukan pelayanan publik yang tepat bagi

masyarakat dan sebagai instrumen bagi masyarakat dalam melakukan kontrol terhadap

kinerja pemerintah dalam pelayanan publik bidang kesehatan. Dalam implementasi perlu

data yang akurat, berdasarkan monitoring dan evaluasi menggunakan instrumen yang

bisa digunakan dilapangan, terkendala belum adanya instrumen yang baku. Untuk itu

diperlukan instrument terpadu dan bersinergi lintas program dan lintas sektor dalam

implementasi program lanjut usia yang sehat menuju lanjut usia aktif (Active Ageing).

2. Program lanjut usia sehat untuk pencegahan dalam mempertahankan kemampuan intrinsik dan fungsional (WHO 2015 – 2016)

Active Ageing di suatu negara dapat diukur berdasarkan Active Ageing Index.

Tahun 2012: European Commission (EC), United Nations Economic Commission for

Europe (UNECE) mengukur Active Ageing Index (AAI) di 27 negara Eropa

(SurveyMeter, 2015). Tujuannya adalah menyusun dan mengembangan AAI yang dapat

digunakan untuk melihat dan memonitor perkembangan lanjut usia di tiap negara serta

dapat digunakan untuk menentukan kebijakan yang berhubungan dengan lanjut usia.

Tantangan permasalahan lanjut usia di Indonesia antara lain sebagian lanjut usia

mengalami sakit dan meninggal karena Penyakit Tidak Menular (PTM/NCD), seringkali

dengan penyakit yang multiple pada 1 orang yang sama. lanjut usia memiliki risiko

maltreatment (elderly abuse), kebutuhan layanan jangka panjang meningkat, peningkatan

jumlah lanjut usia dengan demensia sehingga lanjut usia menjadi renta (Frail).

Perawatan Jangka Panjang (LTC), dengan mengupayakan kemandirian sesuai dengan

kemampuannya kepada lanjut usia yang sudah tidak mampu merawat dirinya sendiri.

Intervensi pada tahap awal melalui perubahan perilaku akan mampu memperlambat, atau

bahkan sebaliknya membuat proses menjadi renta atau ketergantungan lanjut usia

sehingga mendapatkan perawatan.

Untuk mencegah atau menghindari penurunan kapasitas intrinsik dan kemampuan

fungsional, pedoman WHO ICOPE tentang intervensi di tingkat masyarakat yang

mencakup semua tindakan sebagai berikut:

17 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

1. Melakukan latihan multimodal untuk meningkatkan mobilitas, fungsi

muskuloskeletal, dan mengurang resiko jatuh

2. Pemberian asupan nutrisi dan protein tinggi untuk mengatasi kekurangan gizi dan

meningkatkan fungsi otot.

3. Melakukan pemeriksaan rutin terutama penglihatan dan pendengaran secara

komprehensif

4. Mendorong modifikasi rumah untuk meminimalkan risiko jatuh

5. Mendorong stimulasi kognitif untuk mencegah kerusakan kognitif.

6. Mendorong aktivitas sosial dan teknik manajemen stres untuk mengurangi gejala

depresi pada lanjut usia.

Tindakan promotif dan preventif dapat mempertahankan tingkat kemandirian

secara fisik, mental dan sosial, yang mendukung agar kemandirian selama mungkin

dipertahankan sesuai dengan kondisinya. Mengkaji status fungsional seseorang berarti

melakukan pemeriksaan dengan instrumen tertentu untuk membuat penilaian menjadi

objektif, antara lain dengan indeks aktivitas kehidupan sehari - hari (Activity of Daily

Living / ADL) (Brarthel dan Katz). Pasien dengan status fungsional tertentu seperti

pemeriksaan rutin untuk penglihatan dan pendengaran yang diikuti dengan perawatan

yang komprehensif akan memerlukan berbagai program promosi kesehatan yang

memungkinkan lanjut usia meningkatkan kontrol/ pengawasan untuk meningkatkan status

kesehatan.

Upaya dalam melaksanakan Assesmen Lanjut usia selain status fisik dengan

penilaian ADL dan IADL, perlu dilakukan juga penilaian fungsi kognitifnya. Pada fungsi

kognitif terjadi penurunan kemampuan fungsi intelektual dan berkurangnya efisiensi

transmisi saraf di otak yang menyebabkan proses informasi melambat dan banyak

informasi hilang selama transmisi, serta berkurangnya kemampuan mengakumulasi

informasi baru dan mengambil informasi dari memori. Kemampuan mengingat kejadian

masa lalu lebih baik dibandingkan kemampuan mengingat kejadian yang baru saja

terjadi. Karena pasien geriatri memiliki karakterisitik khusus, maka untuk perawatan

pencegahan mempertahankan kemandiriannya selain assesmen fisik, kognitif, juga

diperlukan assesmen status mental, status gizi, maupun status sosial dengan

Comprehensive Geriatric Assessment (CGA), proses ini sangat diperlukan bahkan suatu

keharusan. CGA adalah sebuah prosedur evaluasi pasien-pasien geriatri secara

multidimensi, dengan menyingkap mengurai semua masalah pasien, mengenali semua

aset pasien, mengidentifikasi kebutuhan pasien, serta mengembangkan rencana

perawatan secara komprehensif dan terpadu. Pemeriksaan status mental kognitif

18 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

diperlukan dengan (AMT, CDT, MMSE). Selanjutnya untuk mengetahui status gizi pada

lanjut usia dengan instrumen (GDS) perlu dilakukan pemeriksaan Body compotition

minimal 10% dan berbagai penyakit lainnya. Kemampuan intrinsik dan fungsional yang

menurun seiring dengan bertambahnya usia, karena penyakit degeneratif dan proses

menua. Upaya pencegahan dapat dilakukan berdasarkan tingkat kemandirian yang

diukur menggunakan instrumen ADL untuk memperoleh empat katagori yaitu mandiri,

ketergantungan ringan, sedang, berat dan total. Sedangkan dari pengukuran IADL

diperoleh tiga kategori secara instrumental yaitu, mandiri, memerlukan bantuan dan tidak

mampu. Instrumen ADL dan IADL ini sudah ada tapi belum digunakan dalam pelayanan

kesehatan secara sistematis. Untuk itu perlu ditinjau kembali, instrumen yang bisa

digunakan oleh petugas secara sistematik sebagai indikator untuk menuju lanjut usia

aktif.

2. Program pelayanan kesehatan yang berorientasi pada active ageing berupa Lanjut usia sehat, mandiri, aktif dan produktif (SMART) Active Ageing adalah proses mengoptimalisasi peluang kesehatan, partisipasi,

dan keamanan untuk menigkatkan kualitas hidup di masa tua (WHO, 2002). Active

ageing dapat diukur antara lain melalui upaya mewujudkan kesejahteraan (wellness).

Wellness (welllbeing) adalah keadaan sejahtera dan kepuasan di dalam kehidupan

seseorang, masyarakat, dan budaya secara utuh, yang mencakup 6 dimensi yaitu

dimensi fisik, emosional, intelektual, sosial-ekonomi, vokasional, dan spiritual (Asviretty,

2014). Keenam dimensi wellness harus seimbang, saling berintegrasi dan saling

mempengaruhi secara terus menerus, dengan dukungan lingkungan yang memadai.

Oleh karena itu International Council of Active Ageing 2013 menetapkan tambahan

dimensi lingkungan untuk mengukur wellness dalam lansia aktif. Konsep ini sejalan

dengan upaya menuju lanjut usia sehat, mandiri, dan produktif (SMART), yang ditetapkan

dalam Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Rencana Aksi Nasional

Kesehatan Lanjut Usia 2016 – 2019 ). Dengan demikian ketujuh dimensi tersebut di atas

dapat digunakan sebagai indikator SMART sebagai berikut:

a. Dimensi Fisik

Dari aspek fisik, berdasarkan data Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa lanjut

usia yang melakukan olah raga ringan teratur sekitar 46,1%, yang mengkonsumsi sayur

setiap hari 43,2%, yang mengkonsumsi buah hanya 3,2%, dan yang melakukan

pemeriksaan kesehatan rutin hanya sekitar 30%. Secara statistik, terbukti bahwa lanjut

usia yang mempunyai kebiasaan makan sayur dan buah, yang melakukan aktivitas fisik

19 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

rutin serta dan memeriksakan kesehatan secara teratur, mempunyai hubungan yang

bermakna dengan status kognitif dan kualitas (Asviretty,2014). Dimensi fisik merupakan

dimensi yang berkaitan dalam kondisi fisik lanjut usia. Kondisi fisik lanjut usia di

Kabupaten Badung provinsi Bali memulai serangkaian kegiatan Senam dan menari bagi

lanjut usia dan Deteksi Alzheimer pada lanjut usia. Dari dimensi ini dapat disimpulkan

bahwa perilaku hidup sehat merupakan determinan active ageing dari segi fisik yang

bermakna, dan dapat digunakan sebagai indikator kesehatan fisik dari konsep SMART.

Rumah sakit Sanglah sudah melakukan imunisasi influensa bagi lansia dengan

bekerjasama dengan perusahaan swasta. Imunisasi ini belum dikelola oleh pemerintahan

daerah, sehingga bagi lanjut usia yang ingin melakukan imunisasi harus mengeluarkan

biaya sendiri.

b. Dimensi Emosional

Dimensi ini merupakan domain kondisi emosi lanjut usia yang dapat diukur

berdasarkan kemampuannya, mengekspresikan perasaan, dan kemampuan menerima

perasaan orang lain. Berbagai kegiatan untuk membangun emosi positif berupa

mencurahkan perasaan kepada orang lain, penyaluran hobi, kegiatan seni dan budaya,

silaturahmi, kegiatan keagamaan dan sebagainya, sehingga lanjut usia merasa nyaman.

Dari dimensi ini kondisi stres lanjut usia juga menjadi perhatian. Dalam pelayanan geriatri

dikatagorikan dalam kesehatan mental, yang dapat diukur dengan Geriatric Depressin

Scale. CASUI (2013) menemukan sekitar 3,5 % lanjut usia mengalami stres. Untuk

mencegah gangguan emosional dan stres, secara statistik dibuktikan oleh Asviretty

(2014), bahwa silaturahmi mempunyai hubungan yang bermakna dengan kualitas hidup

pada lanjut usia yang masih aktif. Silaturahmi merupakan tradisi/ budaya masyarakat

Indonesia untuk saling menghormati dan berinteraksi dengan anggota keluarga, tetangga

dan masyarakat. Dengan demikian silaturahmi adalah determinan active ageing dari segi,

sosial ,budaya dan emosi yang signifikan, serta dapat digunakan dalam upaya

kesehatan mental. Upaya peningkatan kesehatan mental juga dapat dilakukan secara

tradisional dengan pijat dan aroma terapi (Rahardjo dan Purwaningsih, 2014, dalam The

Power of Jamu, 2014). Dimensi emosional merupakan dimensi yang berkaitan dengan

kondisi emosi seorang lanjut usia serta yang melatarbelakanginya. Kondisi emosi lanjut

usia sering kali berubah dan sangat sensitif terhadap sesuatu hal. Kondisi emosional

sangat berkaitan dengan semua dimensi. Kondisi emosional lansia sering kali

dihubungkan dengan kondisi keluarga lansia. Kabupaten Badung provinsi Bali telah

melaksanakan doa bersama lanjut usia pada hari -hari tertentu, dilanjutkan dengan

aktivitas merangkai janur untuk persembahyangan.

20 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

c. Dimensi Intelektual

Dari aspek intelektual, daya fikir lanjut usia dapat dinilai berdasarkan upayanya

mempertahankan daya ingatnya, melalui stimulasi kognitif seperti membaca, menulis,

main teka teki silang, main game, olah raga vitalisasi otak, dan sebagainya. Kondisi

intelektual dapat dilihat dari status kognitifnya. Hogervorst, et al 2011 dan Budi Ryanto,

2013 membuktikan bahwa kegiatan waktu luang seperti membaca, menonton tv, menulis,

kegiatan sosial dalam bentuk bertemu dan berbincang bincang dengan orang lain serta

berolah raga mempengaruhi fungsi kognitif secara bermakna. Pendekatan tradisional

dengan aroma terapi khusunya lavender dan kenanga dapat mencegah penurunan fungsi

kognitif (Rahardjo dan Purwaningsih, 2014, dalam The Power of Jamu, 2014). Program

kelanjutusiaan dalam dimensi intelektual bagi lanjut usia di Kabupaten Badung provinsi

Bali dilaksanakan dengan memberdayakan lanjut usia sebagai narasumber, mendidik

anak non sekolah, mengajar muatan lokal di sarana pendidikan. Temuan di atas

membuktikan bahwa kegiatan intelektual merupakan determinan active ageing yang perlu

diperhatikan dalam upaya mempertahankan fungsi kognitif.

d. Dimensi Sosial

Dari dimensi sosial, dimaksudkan sebagai kegiatan lanjut usia dalam berinteraksi

dengan orang disekitarnya, serta kemampuannya hidup berdampingan secara harmonis

dengan sesama. Seperti dijelaskan diatas, berinteraksi dan berbincang bincang dengan

orang lain, berdampak positif terhadap fungsi kognitifnya. Demikian pula ditemukan oleh

Asviretty (2014), Budi Riyanto, 2016 bahwa silaturahmi berhubungan dengan fungsi

kognitif yang tidak lepas dari kualitas hidup lanjut usia .Kegiatan sosial lanjut usia sesuai

dengan budaya Indonesia yang menghargai kekerabatan. Kegiatan ini dilakukan di

sekitar 8000 Posyandu Lanjut Usia, 11 000 Bina Keluarga Lanjut Usia (BKL), Organisasi

Lanjut Usia dan Lembaga Kesejahteraan Lanjut Usia berbasis masyarakat di seluruh

Indonesia sesuai dengan kearifan lokal. Bahkan diantaranya dilaksanakan oleh generasi

muda seperti Indonesia Ramah Lansia di Bantul, dan Sahabat Lansia di Bandung (

Rahardjo et al, 2018).Dimensi sosial kemasyarakatan merupakan dimensi terkait

keikutsertaan lanjut usia di dalam masyakarat. Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu

kebutuhan dari manusia adalah bersosialisasi dan kebutuhan tersebut menjadi semakin

diperlukan oleh lanjut usia. Lanjut usia yang aktif dalam kegiatan dimasyarakat dinilai

akan lebih sehat dan lebih baik daripada lanjut usia yang hanya dirumah. Kabupaten

Badung provinsi Bali dalam membina lanjut usia dengan membentuk Pembinaan Forum

Komunitas Lansia di posyandu. Interaksi sosial bisa dilakukan oleh kelompok lanjut usia

21 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

terhadap anak- anak yang diberikan dengan stimulasi yang terencana, tepat dan

berkesinambungan. Kegiatan ini berguna agar tumbuh kembang anak secara optimal

dapat diberikan pada sebuah lembaga pendidikan, yaitu salah satunya melalui

pendidikan anak usia dini (PAUD). Kegiatan ini dapat berupa kunjungan kelompok lanjut

usia ke PAUD dengan berdongeng atau makan bersama dengan membawa pangan “Isi

Piringku” atau sebaliknya anak- anak PAUD mengunjungi panti wreda, sehingga interaksi

lintas generasi ini bisa tercipta suatu proses sosial, yaitu adanya komunikasi. Dari

komunikasi yang dilakukan oleh kelompok lanjut usia dengan anak- anak usia dini yang

terjadi secara terus menerus dengan suatu perhatian, maka akan terjadi suatu kerjasama

yang dilakukan dengan saling menghormati dan menghargai satu sama lainnya. Interaksi

yang dilakukan orangtua dan anak lebih bersifat kepada sosialisasi timbal balik.

Sosialisasi timbal balik menurut Crouter & Booth, Karraker & Goleman, dan Patterson &

Fisher (dalam Santrock, 2007: 158) yaitu sosialisasi yang berlangsung secara dua arah,

orangtua dan anak. Dari pengertian interaksi tersebut, interaksi antara orangtua dengan

anak memiliki suatu hubungan yang mempengaruhi satu sama lain, yang memberikan

dampak pada anak di masa depannya. Oleh karena itu, hubungan antara kelompok lanjut

usia dengan anak memiliki sebuah karakteristik hubungan saling menerima, saling

terbuka, perhatian, saling menghormati dan menghargai, serta pemberian dukungan.

e. Dimensi Vokasional / Pekerjaan

Dimensi ini menjelaskan bahwa lanjut usia yang mampu memberdayakan dirinya

bagi dirinya sendiri dan atau orang lain baik dalam bentuk pekerjaan yang membuahkan

penghasilan maupun sebagai relawan, akan memperoleh kepuasan dan merasa menjadi

lanjut usia bermartabat. Meskipun demikian, lanjut usia di Indonesia sebagian besar

masih bekerja karena terpaksa. Mereka tidak mempunyai jaminan hari tua/ pensiun,

karena bekerja di sektor informal, seperti dijelaskan oleh S.M. Adioetomo, 2014 dengan

hasil sebagai berikut: lansia muda (60 - 69 tahun) laki laki yang masih bekerja (73,91%)

lebih tinggi dari lanjut usia perempuan (41,41%). Lanjut usia di pedesaan yang masih

bekerja (61,91%) lebih tinggi dari di perkotaan (49,32%). Proporsi lanjut usia yang

bekerja menurun dengan bertambahnya usia meskipun masih ada di antara mereka yang

bekerja pada usia sangat lanjut, yaitu di atas 80 tahun. Selanjutnya Asviretty 2014

menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara lanjut usia yang bekerja

dengan kualitas hidup mereka. Dimensi profesional vokasional adalah dimensi yang

terkait dengan pekerjaan lanjut usia. Lanjut usia yang aktif dan terus berkarya tentunya

akan berbeda dengan lanjut usia yang pasif. Lanjut usia yang aktif dinilai akan lebih

tangguh dan sehat bila dibandingkan dengan lanjut usia yang pasif dan tidak bekerja.

22 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

Kabupaten Badung telah melaksanakan dimensi ini dengan memberikan pelatihan -

pelatihan antara lain Lansia Berkebun, Lansia dengan kreativitas menenun kain, serta

lanjut usia dengan memanfaatkan barang bekas sebagai kerajinan yang menghasilkan

pendapatan bagi lanjut usia tersebut. Dengan demikian tetap bekerja dan berkegiatan

sampai tua dijadikan rekomendasi dalam active ageing dalam konteks SMART agar lanjut

usia tetap mandiri dan produktif dan sebaiknya sesuai dengan kondisinya.

f. Dimensi Spiritual

Dimensi spiritual menjelaskan pentingnya lanjut usia mensyukuri dan menghargai

kehidupan. Dalam hal ini kehidupan agama merupakan cara yang efektif. CAS UI (2013),

menemukan bahwa sikap lanjut usia dalam kehidupan spiritualnya lebih tinggi setelah

mengikuti program age concern. Program ini menekankan bahwa kehidupan spiritual

bukan hanya melakukan kegiatan keagamaan, tetapi berbagai kegiatan untuk

menghayati dan mensyukuri kehidupan melalui kedekatan dengan alam dan berempati

terhadap sesama .

Asviretty, 2014, membuktikan bahwa lanjut usia yang bisa mensyukuri kehidupan

mempunyai kualitas hidup lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan mereka

yang tidak mampu mensyukuri kehidupan. Kabupaten Badung provinsi Bali telah

melakukan dalam penguatan dimensi spiritual ini dengan kegiatan berdoa bersama di

pura dan mengajarkan kepada generasi muda cara membuat rangkaian janur

persembahyangan.

Selanjutnya faktor lingkungan untuk mendukung kesejahteraan lanjut usia digambarkan

dalam layanan publik dan lingkungan dalam dimensi ke 7 yaitu dimensi lingkungan

sebagai faktor pendukung untuk mewujudkan lanjut usia aktif, sesuai dengan konsep kota

lingkungan ramah lanjut usia( WHO, 2007; dan WHO, 2015 ). Dimensi lingkungan

merupakan dimensi yang berkaitan dengan kondisi lingkungan dari lanjut usia sendiri.

Kondisi lingkungan yang dimaksud adalah ketersediaan sarana dan prasarana yang

mendukung kehidupan lanjut usia. Ketersediaan sarana dan prasarana tersebut

merupakan sebuah tolok ukur dari ramah atau tidaknya lingkungan tersebut terhadap

lanjut usia. Kota Bandung telah menyediakan sarana yang memprioritaskan lanjut usia

diantaranya pelayanan kesehatan puskesmas Santun Lansia, Prioritas Layanan Rumah

Sakit, Polisi Ramah Lansia, bantuan transportasi bagi lanjut usia. Selain Kota Bandung,

beberapa kota lain telah memulai mewujudkan lingkungan ramah lanjut usia, seperti Kota

Surabaya dengan berbagai program yang dikembangkan oleh masyarakat dan Pemda

Kota Surabaya, serta didukung oleh Perda Lansia. Perda Lansia ini disusul oleh Propinsi

23 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

Bali, Propinsi DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta melalui berbagai program yang

disesuaikan dengan kearifan lokal.

3. Program pelayanan kesehatan lanjut usia melalui puskesmas, posyandu dan Rumah Sakit Tindakan promotif dan preventif dapat mempertahankan tingkat kemandirian

secara fisik, mental dan sosial, yang mendukung agar kemandirian selama mungkin

dipertahankan sesuai dengan kondisinya. Mengkaji status fungsional seseorang berarti

melakukan pemeriksaan dengan instrumen tertentu untuk membuat penilaian menjadi

objektif, antara lain dengan indeks aktivitas kehidupan sehari - hari (Activity of Daily

Living / ADL) (Brarthel dan Katz). Pasien dengan status fungsional tertentu seperti

pemeriksaan rutin untuk penglihatan dan pendengaran yang diikuti dengan perawatan

yang komprehensif akan memerlukan berbagai program promosi kesehatan yang

memungkinkan lanjut usia meningkatkan kontrol/ pengawasan untuk meningkatkan status

kesehatan. Dalam mendukung program tersebut telah ada Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat di pasal 1 ayat 2 lebih

mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Hal ini diperkuat dengan

Peraturan Menteri Kes Nomor 67 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan

Kesehatan Lanjut usia di Puskesmas. Hingga tahun 2018, telah terdapat 4.835 (48,4%)

Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kesehatan santun lanjut usia dari target

sebesar 40%, diharapkan pelayanan ini merata seluruh Indonesia.

Program posyandu lanjut usia diluncurkan pemerintah Indonesia pada tahun

2010, khusus melayani serta menangani berbagai keluhan masyarakat mengenai

kesehatan pada lanjut usia. Program tersebut ditunjukan agar para lansia yang rentan

terkena penyakit dapat hidup sehat, mandiri serta berdaya guna agar tidak menjadi

beban bagi keluarga maupun masyarakat sekitar. Berdasarkan Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 43 tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan

Kesejahteraan Lanjut Usia. Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lansia dilakukan melalui

serangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terkoordinasi, antara pemerintah dan

masyarakat untuk memberdayakan lanjut usia agar dapat melaksanakan fungsi

sosialnya. Saat ini di seluruh Indonesia telah terdapat 100.470 Posyandu lansia, 57.550

Posbindu PTM ( jumlah desa / kelurahan yang ber Posbindu sebanyak 38.646) dan 2.953

Pos UKK. Keberadaan UKBM ini akan sangat mendukung keberhasilan program

kesehatan lanjut usia dalam mewujudkan lanjut usia yang SMART.

24 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

Pelayanan Geriatri di Rumah Sakit telah diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan

nomor 79 tahun 2014 tentang Implementasi Pelayanan Geriatrik di Rumah Sakit yang

prinsipnya dalam pelayanannya terintegerasi dan interdisiplin secara holistik. Pelayanan

rujukan ke rumah sakit terbatas dengan masih minimnya rumah sakit yang memiliki

pelayanan geriatrik. Sistem rujukan juga belum berjalan secara efektif, terkendala dalam

keterbatasan SDM dan sistem informasi. Saat ini dari 1000 RS pemerintah yang ada di

Indonesia, 88 RS telah melaksanakan pelayanan Geriatri terintegerasi. Harus meningkat

secara bertahap jumlah rumah sakit yang memberikan pelayanan geriatrik.

Prinsip pelayanan kesehatan usia lanjut yang menyeluruh yang diinginkan untuk

dilaksanakan di Indonesia dapat dibagi atas 3 bagian yang berkesinambungan satu sama

lain, yaitu :

1) Pelayanan kesehatan usia lanjut berbasis rumah sakit (hospital based geriatric

services), karena pada dasarnya RS merupakan pusat / tempat rujukan dari

pelayanan kesehatan dasar usia lanjut. Oleh karenanya pelayanan di rumah sakit ini

seyogyanya menyelenggarakan / menyediakan semua jenis upaya pelayanan

kesehatan, mulai dari promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, dengan sarana dan

sumberdaya manusia yang lengkap. Tentu saja tergantung dari kelas rumah sakit,

berbagai pelayanan tersebut bisa dilaksanakan tergantung dari kemampuan serta

dana yang tersedia.

2) Pelayanan kesehatan usia lanjut oleh masyarakat berbasis rumah sakit (hospital

based community geriatric services), pada pusat-pusat pelayanan kesehatan usia

lanjut di RS bertindak sebagai konsultan terhadap pelayanan usia lanjut di

masyarakat, dan dengan penuh tanggung jawab mengikuti keadaan usia lanjut yang

sebelumnya dirawat atau mendapat pelayanan di RS tersebut. Termasuk dalam

upaya kesehatan usia lanjut ini adalah pelayanan diluar rumah sakit, berupa

pembinaan oleh institusi yang lebih tinggi terhadap institusi yang lebih rendah di

wilayah kerjanya dalam kegiatan rujukan timbal balik.

3) Pelayanan kesehatan usia lanjut berbasis masyarakat (community based geriatric

services), yaitu pelayanan dari masyarakat untuk masyarakat, sehingga masyarakat

sendiri diikutsertakan dalam pelayanan kesehatan usia lanjut, tentu saja setelah

diberi tambahan pengetahuan secukupnya.

4. Dukungan Lingkungan dalam rangka kebijakan Kota Ramah Lanjut Usia (WHO, 2007)

Peran serta Dukungan pemerintah pusat dan daerah dapat diandalkan untuk

memberi bantuan, semangat, penerimaan dan perhatian, sehingga dapat meningkatkan

25 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

kesejahteraan atau kualitas hidup bagi individu yang bersangkutan (Jhonson &

Jhonson,1991).

Sarana prasarana lain yang penting adalah lingkungan ramah lansia. Dimensi

Lingkungan dengan Konsep dimensi lingkungan yang cukup komprehensif adalah

konsep Age Friendly City (Kota Ramah Lanjut usia), WHO 2007, yang mencakup 8

dimensi yang relevan dengan Global Strategy and Action (GSAP) on Ageing and Health

GSAP 2016 – 2020 tentang pentingnya lingkungan dan kawasan ramah lansia yaitu:

1) Gedung dan Ruang Terbuka

2) Transportasi

3) Perumahan

4) Partisipasi Sosial

5) Penghormatan dan Keterlibatan/inklusi sosial

6) Partisipasi Sipil dan Pekerjaan

7) Komunikasi dan Informasi

8) Dukungan Masyarakat dan Kesehatan

Selain demensi diatas yang dimaksud dengan ramah lansia mencakup kebijakan,

dukungan sosial, dukungan keluarga.

Gambaran konsep dari Age Friendly City dengan sarana dan prasarana yang

lingkungannya ramah lansia seperti gambar 9 berikut ini :

Gambar 10. Delapan dimensi kota ramah lanjut usia berdasarkan konsep WHO, 2007

Untuk mengukur pencapaian menjadi kota ramah lanjut usia, SurveyMeter dan

CAS UI, 2013 membuat 4 kategori dari sejumlah indikator berdasarkan 8 dimensi

Kota Ramah Lansia

1. Gedung dan Ruang

Terbuka

2. Transportasi

3. Perumahan

4. Partisipasi Sosial 5.

Penghormatan dan Inklusi / Keterlibatan

Sosial

6. Partisipasi Sipil dan

Pekerjaan

7. Komunikasi

dan Informasi

8. Dukungan Masyarakat dan Pelayanan

Kesehatan

26 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

tersebut sebagai berikut: kategori 1 sangat rendah, pencapaian 0 - 25% dari semua

indikator; kategori 2, rendah, pencapaian 26 - 50%; kategori 3, sedang, pencapaian 51 -

75%, dan kategori 4, tinggi, pencapaian 76 - 100%. Tujuan pencapaian pada tahun 2030

adalah kategori tinggi untuk semua indikator. Hasil asesmen secara umum dari 14 kota Indonesia yang diteliti menunjukkan

pencapaian (42,9%) dari skor total 100, berarti masuk kategori rendah. Dimensi yang

diinterpretasi sebagai ‘paling siap’ dari 14 kota di Indonesia masuk kategori sedang yaitu

Partisipasi Sosial (55,6%) diikuti oleh Dukungan Komunitas dan Pelayanan Kesehatan

(53,8 %) serta komunikasi dan informasi (52,2%), yang berarti relatif siap mencapai yang

diharapkan pada tahun 2030. Dimensi Kota Ramah lanjut usia yang masih kurang di

Indonesia pada umumnya adalah partisipasi sipil dan pekerjaan, 16.9% yang masih

masuk dalam kategori jelek. Dimensi lainnya adalah Perumahan (31,3%) serta Gedung

dan Ruang Terbuka (35,2 %) yang masuk dalam kategori belum siap. Sampai saat ini program Bina Keluarga lanjut usia (BKL) mengalami kendala

dalam pelaksanaannya. Hal ini terjadi karena kurangnya sosialisasi yang diberikan

pendamping kepada masyarakat sehingga program Bina Keluarga lanjut usia belum

berjalan dengan maksimal. Pengetahuan dan peran pendamping masih belum mampu

mensosialisasikan program BKL ini, sehingga di lapangan dalam memberikan motivasi

dan segala sesuatu yang berhubungan dengan program masih belum tercapai. Saat ini

terdapat kelompok BKL di seluruh wilayah Indonesia cukup banyak jumlahnya. Menurut

data yang dimiliki BKKBN, sampai dengan tahun 2018 jumlah kelompok BKL sebanyak

11.000 kelompok. Kelompok-kelompok BKL ini berada di masyarakat. Sebagai sebuah

kelompok-kelompok kegiatan, maka kelompok BKL melakukan berbagai kegiatan, dari

mulai penyuluhan, pemeriksaan kesehatan, pertemuan keluarga, kegiatan rekreasi,

kegiatan spiritual, dan sebagainya. Saat ini belum ada aplikasi yang terkait dengan

kegiatan lanjut usia, namun masih pada pendataan yang diakses oleh petugas data.

Dukungan dari Kementerian Sosial berdasarkan dari Pusat Data dan Informasi

Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial RI (2015) tercacat 2.851.606 lanjut usia yang

mengalami keterlantaran dalam tahun 2011 meningkat menjadi 2.994.330 jiwa. Program

Asistensi Lanjut usia Terlantar (ASLUT) merupakan salah satu program yang bersifat

pemberian jaminan sosial bagi para lanjut usia yang mengalami keterlantaran.

Pada tahun 2011, program ini ditetapkan menjadi Program Jaminan Sosial Lanjut

usia dengan tujuan untuk menjamin kebutuhan dasar hidup sehingga dapat

mempertahankan kesejahteraan sosialnya. Program ini memberikan bantuan sosial

berupa uang tunai yang dikirim langsung melalui PT. Pos ke alamat lanjut usia yang

memenuhi kriteria. Pada saat ujicoba selama lima tahun bantuan yang diberikan Rp

27 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

300.000,- per bulan. Program Asistensi Lanjut usia terlantar bertujuan untuk membantu

pemenuhan sebagian kebutuhan dasar hidup lanjut usia sehingga dapat

mempertahankan taraf kesejahteraan sosialnya. Namun sejak tahun 2012 dengan

semakin banyaknya sasaran penerima manfaat dan untuk memperluas jangkauan

sasaran kepada lanjut usia terlantar maka jumlah bantuan mengalami penurunan menjadi

Rp 200.000,- per bulan. Di tahun 2013 program Asistensi Lanjut usia Terlantar

dilaksanakan di 33 propinsi, 356 kabupaten/kota dan 3.039 desa dan kelurahan dengan

jumlah sasaran 26.500 orang. Salah satu diantaranya adalah Kabupaten Luwu Sulawesi

Selatan. Tahun 2012 di Kabupaten Luwu Sulawesi Selatan terdapat 1.135 lanjut usia

yang mengalami keterlantaran. Sasaran penerima manfaat adalah di dua kecamatan

yakni Kecamatan Walenrang Barat dan Kecamatan Lamasi yang masing-masing terdapat

20 orang yang mengalami keterlantaran sehingga sangat tepat menjadi sasaran program.

Direktur Perlindungan dan Kesejahteraan Masyarakat BAPPENAS (2015)

menyatakan bahwa pensiun sosial adalah salah satu solusi terbaik untuk mencakup

lanjut usia sektor informal yang miskin dan belum pernah mempersiapkan tabungan hari

tua. Menurut World Bank, dalam hal penduduk miskin masih kesulitan untuk memenuhi

kebutuhan dasarnya, mereka tidak akan memprioritaskan tabungan pensiun. Pada situasi

ini pensiun berbasis kontribusi tidak akan bisa optimal diterapkan.Meski demikian,

pensiun sosial memiliki risiko membebani anggaran pemerintah/APBN. Untuk itu dalam

pelaksanaannya harus diarahkan untuk menerapkan batasan elijibilitas yang definitif

untuk mengurangi beban APBN (misalnya hanya untuk lanjut usia miskin atau telantar

dan usia sangat lanjut; dibayarkan dalam jumlah yang sama, tanpa memperhitungkan

jumlah lanjut usia dan keluarga). Aturan elijibilitas fleksibel sesuai dengan perubahan

struktur penduduk, misalnya perubahan UHH dan tingkat kemiskinan (Vivi, 2015).

Seiring dengan perbaikan ekonomi dan pengetahuan penduduk, dalam jangka

panjang cakupannya harus berkurang dan digantikan dengan pensiun berbasis

kontribusi. Pensiun berbasis kontribusi untuk sektor informal pada usia kerja, baik miskin

maupun tidak miskin, perlu memperhatikan aspek-aspek berikut:

a) Pendidikan masyarakat peningkatan pemahaman pentingnya pensiun dan

perlindungan hari tua.

b) Sistem kontribusi dan pengambilan manfaat yang fleksibel: kontribusi bisa dibayar

saat panen saja atau dalam beberapa bulan sekali; manfaat boleh diambil sebelum

minimum masa pembayaran habis (saat darurat saja, mengingat kerja informal

sering menghadapi resiko yang lebih besar).

28 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

c) Kemudahan pendaftaran dan pembayaran, misalnya dengan memanfaatkan kantor

pos, agen LKD, atau aparat desa.

d) Insentif/Subsidi untuk beberapa golongan peserta melalui subsidi premi oleh

pemerintah (matching contribution).

e) Tautan sistem pensiun dengan program laindan menjadikannya wajib bagi peserta

program tersebut, misalnya peserta kelompok usaha bersama (KUBE) diwajibkan

untuk menyisihkan keuntungan sebagai tabungan pensiun.

Langkah yang akan diambil sebagai solusi adalah sebagai berikut:

1) Pengembangan pensiun sosial yang tidak berbasiskan kontribusi dan dibiayai pajak,

terutama untuk lanjut usia miskin.

2) Pengembangan pensiun berbasis kontribusi dengan fitur-fitur yang memudahkan

pekerja informal untuk bergabung.

3) Pengembangan skema stimulan ekonomi dan asistensi sosial lainnya, untuk

lengkapi skema pensiun dalam mengurangi risiko yang dihadapi lanjut usia.

Untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak serta

mempertahankan derajat kehidupan yang layak untuk memenuhi kebutuhan pokok

peserta dan keluarga. BPJS Ketenagakerjaan mengembangkan jaminan pensiun yang

bermanfaat untuk perlindungan berupa uang tunai terhadap risiko cacat total tetap,

meninggal dunia, atau memasuki usia pensiun, dengan menggunakan prinsip yang

mengacu kepada Undang- undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional Pasal 39 - 42 sebagai berikut:

Diselenggarakan dengan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib (manfaat pasti)

1) Untuk itu terdapat batas bawah dan batas atas manfaat, dan formula ditetapkan

berdasarkan masa kerja dan upah terakhir.

2) Perlindungan berupa uang tunai terhadap risiko cacat total tetap, meninggal

dunia, atau memasuki usia pensiun.

3) Iuran ditanggung bersama oleh pekerja dan pemberi kerja, berupa % dari upah

atau penghasilan.

4) Peserta yang berhak mendapatkan manfaat pensiun anuitas adalah peserta

yang telah memiliki masa iuran sedikitnya 15 tahun, kecuali ditetapkan lain.

Pengembangan skill di era Digital melalui mAgeing bagi lanjut usia Inisiasi mAgeing ini merupakan kemitraan global yang dipimpin oleh Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) dan International Telecommunications Union (ITU), mewakili

29 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

Perserikatan Bangsa-bangsa untuk kesehatan dan teknologi informasi dan komunikasi

(TIK). mAgeing ini mendukung peningkatan teknologi kesehatan mobile (mHealth) dalam

sistem kesehatan nasional untuk membantu memerangi penyakit tidak menular atau non-

communicable disease (NCD) dan mendukung lanju usia yang sehat. Kesehatan mobile,

atau mHealth, didefinisikan sebagai "praktik medis dan kesehatan masyarakat yang

didukung oleh perangkat seluler, seperti telepon seluler, perangkat pemantauan pasien,

dan perangkat nirkabel lainnya”. Inisiatif Be He@lthy, Be Mobile (BHBM) menggunakan

teknologi dasar yang secara umum dimiliki oleh sebagian besar ponsel. Inisiatif BHBM

telah menunjukkan perkembangan dan implementasi beberapa program mHealth,

termasuk mTobaccoCessation , mDiabetes, dan mCervicalCancer.

Pada tahun 2016, ITU melaporkan bahwa data-data di negara-negara, terdapat

85% dari populasi yang berusia 25-74 tahun memiliki ponsel, dan kurang dari separuh

lanjut usia yang berusia lebih dari 74 tahun memiliki ponsel.

Pada bonus demografi lanjut usia, maka saat ini generasi yang masih berusia lebih

muda, yang telah nyaman dalam menggunakan teknologi seluler, maka pada usia lanjut

usia tingkat kepemilikan dan penggunaannya oleh para lanjut usia semakin meningkat.

Bagi lanjut usia yang tidak memerlukan perawatan, program mAgeing dapat

berguna untuk mempromosikan lanjut usia yang sehat di kalangan populasi lanjut usia itu

sendiri. Pesan atau saran yang disampaikan melalui mAgeing ini lebih difokuskan untuk

bagaimana gaya hidup yang sehat, dan teknik-teknik untuk mempertahankan fungsi

intrinsik dan sebisa mungkin tetap hidup mandiri dan sehat saat menua. Beberapa

penelitian terkait dengan pembuatan pesan terkait dengan gaya hidup sehat

menunjukkan lebih efektif dapat diterima, karena pesan bersifat preventif dan lebih

bermanfaat dari pada pesan yang mengarah pada pengobatan. Pesan ini dapat

menghasilkan perubahan perilaku yang lebih besar karena lanjut usia lebih menyukai dan

mengingat pesan tersebut untuk dilaksanakan dengan mudah.

Akses teknologi informasi dan komunikasi yang berasal dari Susenas 2018 antara

lain menggunakan telepon seluler (HP), menggunakan komputer, dan menggunakan

internet dalam tiga bulan terakhir. Di antara ketiga akses teknologi informasi komunikasi

tersebut, penggunaan telepon seluler merupakan hal yang paling bersinggungan dengan

lanjut usia, 4 dari 10 lanjut usia menggunakan HP. Dilihat dari kelompok umur, separuh

lanjut usia muda menggunakan HP, dan dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1 : Persentase Penduduk lanjut usia menurut akses Teknologi Informasi dan Komunikasi, 2018 Karakteristik Akses Teknologi Informasi dan Komunikasi

30 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

Sumber : BPS, Susenas Maret 2018

Penggunaan HP, komputer, ataupun internet lebih tinggi di perkotaan dibandingkan

perdesaan. Separuh lanjut usia laki-laki menggunakan HP, sedangkan persentase lanjut

usia perempuan yang menggunakan HP hanya sepertiga. Dalam menggunakan internet,

disparitas tipe daerah lebih lebar dibandingkan disparitas gender. Akses teknologi

informasi dan komunikasi turut dipengaruhi oleh status ekonomi lanjut usia. Semakin

tinggi kelompok pengeluaran rumah tangga, semakin besar persentase lanjut usia yang

menggunakan HP, komputer, maupun internet. Sekitar 70 persen lanjut usia dari

kelompok pengeluaran 20 persen teratas menggunakan HP, sedangkan yang

menggunakan komputer sekitar 10 persen. Sejalan dengan itu, lebih dari seperlima lanjut

usia dari kelompok pengeluaran tertinggi menggunakan internet. lanjut usia yang terpapar

teknologi informasi dan komunikasidengan mengakses internet dapat dilihat pada gambar

10 di bawah ini:

Gambar 10 : Persentase Penduduk lanjut usia yang Mengakses Internet, 2015 - 2018 Sumber : BPS, Susenas Maret 2015-2018

Saat ini sudah ada aplikasi informasi kesehatan di era digital yang dapat di akses

oleh masyarakat dalam bentuk Aplikasi “Sehatpedia” yang merupakan suatu aplikasi

kesehatan yang mengakomodir dan memfasilitasi masyarakat untuk mendapatkan

Pengguna HP Komputer Internet

A. Tipe Daerah Perkotaan

48,32

4,44

10,12

Perdesaan 34,87 0,56 1,05 Jenis Kelamin

Laki-Laki

50,44

3,72

7,46 Perempuan 33,98 1,52 4,15

Kelompok Umur Lanjut usia (60+)

40,54

2,31

5,31

Lanjut usia Tua (80+) 15,91 0,42 1,00

31 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

informasi kesehatan yang akurat, kredibel dan terpercaya. Berbeda dengan aplikasi-

aplikasi kesehatan yang telah ada, aplikasi “Sehatpedia” lebih banyak didukung oleh

dokter-dokter spesialis yang berasal dari 33 rumah sakit yang menjadi UPT Direktorat

Jenderal Pelayanan Kesehatan yang mampu memberikan konsultasi spesialistik kepada

masyarakat. “Sehatpedia” merupakan wujud inovasi kesehatan yang dilatarbelakangi

oleh perkembangan era digital. Dalam aplikasi ini, tersedia berbagai fitur yang

memberikan informasi-informasi seputar kesehatan meliputi fitur konsultasi interaktif (Live

Chat), artikel kesehatan, Fasilitas pelayanan kesehatan, Link pendaftaran Rawat Jalan,

dan e- Policy. Dalam fitur Live chat, masyarakat dapat berkonsultasi kepada dokter-

dokter yang mereka pilih terkait kebutuhan informasi kesehatan seperti keluhan penyakit,

tips kesehatan, dan konsultasi medis lainnya. Untuk keberlangsungan dari aplikasi ini

diharapkan kerja sama dan komitmen dari seluruh jajaran direksi, dokter, humas dan

civitas hospitalia untuk dapat turut mempromosikan dan menggunakan aplikasi ini

dengan baik sehingga dapat menambah kemudahan akses kesehatan bagi masyarakat. Jaringan internet dari kelompok masyarakat juga sudah tersedia yaitu

Golansia.com merupakan upaya terobosan yang efektif dan membangun interaksi,

interrelasi dan interdependensi antar sesama lanjut usia dengan sumber informasi yang

mempengaruhi perubahan menjadi mutlak dilakukan. Era digital memberi kesempatan

besar untuk komunitas lanjut usia hidup lebih cerdas, sehat dan bahagia.

KESIMPULAN

1. Upaya mewujudkan lanjut usia berkualitas dan bermartabat, diperlukan tindakan

deteksi dini, promotif dan preventif sejak usia menengah pada saat kemampuan

fungsional dan kapasitas intrinsik masih tertinggi. Dengan gaya hidup sehat sejak

dini, bahkan sejak dalam kandungan, kondisi tersebut dapat dicapai, sehingga

munculnya berbagai penyakit degeneratif dapat diminimalkan. Menurunnya status

kesehatan pada lanjut usia merupakan proses penyakit degeneratif terutama bila

masa mudanya berperilaku berisiko, akan meningkatkan pembiayaan perawatan

kesehatan. Kondisi ini berimplikasi perlunya perawatan jangka panjang baik di

komunitas atau di rumah dan di institusi

2. Dalam pelaksanaan program pemantauan dan peningkatan kesehatan dimulai pada

usia dewasa muda guna mendukung lanjut usia SMART di masa datang, diperlukan

perencanaan pelayanan kesehatan dengan penggerakkan pemberdayaan

32 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

masyarakat melalui program promotif dan preventif di fasilitas kesehatan, posbindu

maupun posyandu remaja.

3. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia yang lebih dari 60 tahun sudah tidak lagi

produktif. Dengan kemampuan kerja yang semakin menurun, maka jumlah

pendapatan pun semakin menurun atau bahkan hilang sama sekali. Kondisi ini

menyebabkan lanjut usia sering dianggap sebagai beban dari pada sebagai sumber

daya. Lanjut usia yang memiliki tabungan lebih sedikit sekitar (18,9%) dibandingkan

lanjut usia yang tidak memiliki tabungan (81,1%). Lanjut usia yang memiliki tabungan

pensiun juga lebih sedikit (14.7%) dibandingkan lanjut usia yang tidak memiliki

tabungan pensiun (85.3%). Sementara itu, lanjut usia yang sudah memiliki asuransi

kesehatan lebih sedikit sekitar (47.7%) jika dibandingkan pada lanjut usia yang tidak

memiliki asuransi kesehatan (52.3%). Tidak adanya asuransi bagi lanjut usia adalah

salah satu alasan mengapa lanjut usia yang bekerja informal di Indonesia masih

relatif tinggi.

4. Secara umum, sebagian besar lanjut usia berpendidikan rendah, sepertiga

diantaranya tidak tamat SD. Sekitar 17 persen lanjut usia tidak pernah sekolah,

bahkan angka tersebut masih lebih besar dari persentase lanjut usia yang memiliki

ijazah SMA/ sederajat lebih tinggi. Disparitas daerah tempat tinggal terhadap tingkat

pendidikan lanjut usia tampak nyata terlihat. Persentase lanjut usia yang

mengenyam jenjang pendidikan tinggi lebih besar di perkotaan dibandingkan

perdesaan. Ketimpangan ini bisa jadi disebabkan karena fasilitas pendidikan di

daerah perkotaan kerap lebih unggul dibandingkan perdesaan sejak zaman dahulu.

Kemungkinan lainnya adalah migrasi penduduk perdesaan yang berpendidikan tinggi

menuju daerah perkotaan hingga akhirnya menetap dan menua disana.

5. Tindakan promotif dan preventif yang memungkinkan lanjut usia tetap sehat, yang

dapat mempertahankan tingkat kemandirian secara fisik, mental /kognitif dan sosial,

dapat dilakukan pemeriksaan dengan instrumen tertentu untuk membuat penilaian

menjadi objektif. Ini dapat dilakukan dengan menjaring/skrining pada pelaksanaan di

fasilitas kesehatan dan UKBM di posyandu melalui Assesmen status fisik dengan

penilaian ADL dan IADL, dan pemeriksaan rutin untuk penglihatan dan pendengaran

yang diikuti dengan perawatan yang komprehensif.

Pemeriksaan status mental kognitif diperlukan dengan (AMT, CDT, MMSE),

Prevalensi Demensia di Indonesia adalah 1.2 juta pada tahun 2015 dan akan

meningkat menjadi 4 juta di tahun 2050. Selanjutnya untuk mengetahui status gizi

pada lanjut usia (geriatri syndrome) perlu dilakukan pemeriksaan Body compotition

33 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

minimal 10% dan GDS. Pemberian imunisasi influenza juga bermanfaat untuk

mengurangi angka kesakitan lansia,dapat menjadi kebijakan nasional.

6. Sebagian lanjut usia mengalami sakit dan meninggal karena Penyakit Tidak Menular

(PTM/NCD), seringkali dengan penyakit yang multiple pada 1 orang yang sama.

Lanjut usia memiliki risiko maltreatment (elderly abuse), kebutuhan layanan jangka

panjang meningkat, peningkatan jumlah lanjut usia dengan demensia sehingga lanjut

usia menjadi renta (Frail ). Ternyata angka disabilitas cukup besar, sedang

disabilitas berat meskipun proporsinya tidak besar, tetapi meningkat cukup nyata

dengan bertambahnya usia, serta cukup tinggi pada usia di atas 75 tahun.

Perawatan Jangka Panjang (PJP), dengan mengupayakan kemandirian sesuai

dengan kemampuannya kepada lanjut usia yang sudah tidak mampu merawat

dirinya sendiri

7. Intervensi pada tahap awal melalui perubahan perilaku akan mampu memperlambat,

atau bahkan sebaliknya membuat proses menjadi renta atau ketergantungan lanjut

usia sehingga mendapatkan perawatan.

8. Inisiasi mAgeing dapat mendukung peningkatan teknologi kesehatan mobile

(mHealth) bagi lanjut usia di dalam sistem kesehatan nasional untuk membantu

memerangi penyakit tidak menular dan penyakit menular dan mendukung lanjut usia

yang sehat menuju lanjut usia yang aktif.

REKOMENDASI

1. Dalam mewujudkan lanjut usia sehat menuju lanjut usia aktif maka pemerintah perlu

merevisi kebijakan dan program yang mengutamakan promotif dan preventif serta

mengurangi terjadinya disabilitas bagi lanjut usia, terutama pada populasi miskin dan

terpinggirkan, mengurangi faktor risiko yang terkait dengan penyebab penyakit utama

dan meningkatkan faktor yang melindungi kesehatan dan kesejahteraan sepanjang

hidup. Populasi lanjut usia yang sehat dimulai dari gaya hidup sehat, mengurangi

faktor risiko penyakit dengan pendekatan siklus hidup dimulai dari janin sampai lanjut

usia. Pemberian imunisasi influenza juga bermanfaat untuk mengurangi angka

kesakitan lansia, dapat menjadi kebijakan nasional.

2. Pemerintah perlu mengembangkan sistem perawatan kesehatan primer yang

menekankan promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan penyediaan perawatan

jangka panjang, home care pada keluarga.

34 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

3. Mengadvokasi dan bekerja sama dengan sektor-sektor lain seperti BKKBN,

Kementerian Sosial, Kementerian agama, Kementerian pendidikan, Kementerian

PUPR dan Kementerian Tenaga kerja untuk memengaruhi perubahan perilaku positif

dalam mengembangkan faktor-faktor yang mendukung perlindungan sosial melalui

pembekalan pendidikan dan pemberdayaan bagi lanjut usia.

4. Pemerintah perlu membuat kebijakan perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi

lanjut usia melalui RPJMN 2020-2024 dan Strategi Nasional dalam mewujudkan

lanjut usia sehat menuju lansia aktif.

5. Pemerintah perlu membangun kesadaran masyarakat dan lingkungan ramah lanjut

usia dalam upaya pendamping perawatan (caregiver) melalui pelatihan - pelatihan

melalui pengaturan kelembagaan dengan memerhatikan standar mutu dan sistem

pendidikan caregiver.

6. Pemerintah perlu memenuhi kebutuhan lanjut usia dalam penguatan kebijakan -

kebijakan menghormati dan perlindunganan terhadap kekerasan pada lanjut usia.

9. Pemerintah perlu menindaklanjuti pemanfaatan era digital melalui Inisiasi mAgeing

dalam mendukung peningkatan teknologi kesehatan mobile (mHealth) bagi lanjut

usia yang sehat menuju lanjut usia yang aktif.

DAFTAR PUSTAKA

Asviretty, 2014. Kualitas hidup lanjut usia di perkotaan dan pedesaan, dalam Laporan

CASUI

Badan Pusat Statistik, 2010. Data Statistik Indonesia. Jumlah Penduduk menurut

Kelompok Umur, Jenis Kelamin, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, 2005.

Budi Ryanto, 2013. Peran Keterlibatan Sosial Lanjut Usia dalam Mempertahankan

Fungsi Kognitif. Disertasi Universitas Indonesia

Centre For Ageing Studies Universitas Indonesia, 2013. Status kesehatan Lanjut

Usia. Laporan kegiatan penelitian tahunan ,Depok

35 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

Centre For Ageing Studies UI (CASUI), BKKBN, BAPPENAS, 2015.Penelitian

Kelanjutusiaan dan Pemanfaatannya bagi Kebijakan dan Program. Seminar, CASUI

Depok Jawa Barat, 27 Mei 2015.

Colin Milner, 2013, Building the foundation for active ageing, The journal of Active

Ageing

Fatmah 2010 . Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga

Fried LP, Tangen CM, Walston J, Newman AB, Hirsch C, Gottdiener J, Seeman T,

Tracy R, Kop WJ, Burke G, McBurnie MA, 2001 .Cardiovascular Health Study

Collaborative Research Group: Frailty in older adults: evidence for a phenotype. J

Gerontol A Biol Sci Med Sci 2001, 56:M146-156.

Fiona Howell, 2013. Asistensi Sosial ntuk Usia lanjut di Indonesia. Tim Nasional

Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Australian AID.

Indonesia family life survey, 2104, Kondisi sosial ekonomi lanjut usia, Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.

Instruksi Presiden RI Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pelaksanaan Bantuan Langsung Tunai Kepada Rumah Tangga Miskin

Keputusan Presiden RI Nomor 52 Tahun 2004 Tentang Komisi Nasional Lanjut Usia;

Kemenkes-RI. Situasi dan Analisis Lanjut Usia. Infodatin Pusat Data dan Informasi

Kementerian Kesehatan RI. 2014.

Maliki, 2014, Implicatin of tehe demographyc Dividend on Govenrment opolicy In

Indonesia . Policy in Focus,UNDP, December 2014

Ogawa, Takeo 2016. Long Term care Insurance in Japan. Active Ageing Conference,

Fukuoka

Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Upaya

Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia;

36 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 60 tahun 2008 Tentang Pedoman

Pembentukan Komisi Daerah Lanjut usia dan Pemberdayaan Masyarakat dalam

Penanganan Lanjut usia di Daerah

Permensos RI Nomor 19 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelayanan Sosial Lansia

Pusat data dan Informasi Kementerian Kesehatan, Situasi dan Analisis Lanjut Usia,

Jakarta, 2014

Peraturan Menteri Kesehatan R.I No 25 tahun 2016 Tentang Rencana Aksi Nasional

Kesehatan Lanjut Usia Tahun 2016-2019

Peraturan Menteri Kesehatan R.I nomor 67 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan

Pelayanan Kesehatan Lanjut usia di Pusat Kesehatan Masyarakat

Peraturan Menteri Kesehatan R.I nomor 79 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan

Pelayanan Geriatri di Rumah Sakit

Priskila D, Bantarti .W, 2014. Partisipasi Kader Lansia Dalam Memberikan Pelayanan

di Posyandu Lansia (studi kasus Pada Posyandu Lansia RW 011, di Kelurahan

Malaka Jaya, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur), Departemen Ilmu

Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, 2015. BPJS Kesehatan.

Rahardjo dan Purwaningsih, 2014. Penggunaan jamu dalam Aromaterapi untuk

mendukung kecantikan holistik, dalam buku. The Power of Jamu, Pt Gramedia,

Jakarta .

Rahardjo, TBW, Dinni Agustin and Dian Elisabeth Guritno, 2018.. Service Delivery for

Older Persons by Young Generation in Indonesia”(Indonesia) A compilation of short

South-South Cooperation articles for the Expert Meeting on Future of Work in Asia:

“Skills development strategies to promote employment-rich and equitable growth in

the care economy” ,Turin, 2018

Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018 Kementerian Kesehatan R.I

Siti Setiati, 2014. Sindrom Geriatri Lanjut Usia di Indonesia, Berdasarkan Penelitian

Multi Senter tahun 2013. Seminar Adiyuswa Sehat dan Aktif. Kerjasama ILUNI FKUI

dan CASUI, 4 Mei 2014.

37 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

S.M Adiutomo, 2018,Country diagnotis of long term care in Indonesia, worksh

Indonesia:Developmnet of National Strategic Plan on Long term care, Bappena,

Jakarta 25-27 April 2018.

SurveyMeter, 2015.Active Ageing Index berdasarkan analisis IFLS, 2007.Lokakarya

Lanjut usia dan Penuaan Penduduk.SurveyMeter. Yogyakarta 7 April 2015.

Strategi Nasional Penanggulangan Penyakit Alzheimer dan Demensia Lainya:

MenujuLanjut Usia Sehat dan Produktif, Jakarta : Kemenetrian Kesehatan R.I, 2015

TNP2K, 2018, Sistem Perlindungan Sosial Indonesia ke depan, Perlindungan Sosial sepanjang hayat bagi semua.Sekretaris Wakil Presiden R.I, Jakarta

Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia;

Undang-undang RI Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial.

Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2017 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara.

Vitalia Susanti, 2010. Faktor Risiko Disabilitas Lanjut Usia. Tesis Universitas

Indonesia

Vivi Yuliaswati 2015.Arah Kebijakan dan Program Perlindungan Sosial dan

Kesejahteraan Masyarakat dalam RPJMN 2015 – 2019.Seminar Riset Kelanjutusiaan

dan Pemanfaatannya bagi Kebijakan dan Program.CASUI, BKKBN dan BAPPENAS,

Depok 27 Mei 2015.

WHO, 2002. Active Ageing Concept. Geneva: World Health Organization WHO Centre for Health Development, 2004. A glossary of terms for community health

care and services for older persons: ageing and health technical report volume 5,

World Health Organization.

38 Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendekatan Siklus Hidup

WHO, 2007. Women, Ageing and Health: A Framework for Action, Focus on Gender.

Geneva: World Health Organization. WHO, 2007.Age Friendly City Conceptual Framwork. Geneva: World Health

Organization.

WHO SEARO,2012.Yogyakarta Declaration on Ageing and Health. Thirtieth Meeting

of Health Ministers of Countries of the WHO South-East Asia Region Yogyakarta,

Indonesia, 4 September 2012.

WHO, 2016. Global Strategy and Action Plan on Ageing and Health 2016- 2020.

Kemenkes-RI. Situasi dan Analisis Lanjut Usia. Infodatin Pusat

Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2014.