Behind common agriculture policy

21
Pengaruh Konsep Welfare States dan Kritik Malthus Terhadap Kebijakan Proteksionisme Sektor Agriculture European Union dalam Common Agriculture Policy Disusun untuk memenuhi unsur penilaian dalam Mata kuliah Politik Internasional, Ilmu Hubungan Internasional Dosen Pengampu: Drs. Tri Cahyo Utomo, MA. Disusun Oleh Wahyu Setiawan 14010412130021 Program Strata Satu Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro Semarang 2015

description

EU

Transcript of Behind common agriculture policy

  • Pengaruh Konsep Welfare States dan Kritik Malthus Terhadap Kebijakan

    Proteksionisme Sektor Agriculture European Union dalam Common Agriculture

    Policy

    Disusun untuk memenuhi unsur penilaian dalam

    Mata kuliah Politik Internasional, Ilmu Hubungan Internasional

    Dosen Pengampu: Drs. Tri Cahyo Utomo, MA.

    Disusun Oleh

    Wahyu Setiawan 14010412130021

    Program Strata Satu Ilmu Hubungan Internasional

    Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

    Universitas Diponegoro

    Semarang

    2015

  • KATA PENGANTAR

    Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada tuhan yang maha esa, atas rahmatnya sehingga penulis

    dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Makalah ini ditujukan sebagai bagian tugas dalam mata

    kuliah Politik Internasional, dalam lingkup Program Studi Ilmu Hubungan Internasionala, Universitas

    Diponegoro. Dalam menyelesaikan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dan

    bimbingan, khususnya dari Dosen Pengampu mata kuliah Politik Internasional yang telah memberikan

    bimbingan dan arahan selama proses persiapan sampai dengan selesainya makalah ini

    Makalah ini membahas mengenai bagaimana konsep Welfare States, dan interpretasi kapitalisme dalam

    masyarakat European Union mendorong munculnya sebuah sense of insecurity yang kemudian cendrung

    memicu sebuah kebijakan proteksionisme dalam sektor agriculture dan melahirkan European Unions

    Common Agriculture Policy sebagai sebuah solusi untuk menciptakan self-reliance dan mengeliminir

    potensi ancaman yang mungkin dapat muncul akibat deregulasi secara ekstrim di sektor agriculture

    Akhir kata, penulis memohon maaf apabila ada kesalahan ataupun kata-kata yang kurang berkenan dalam

    makalah ini. Penulis senantiasa berharap kritik dan saran, sehingga dapat diperbaiki dalam makalah-

    makalah selanjutnya

    Semarang, 5 Mei 2015

  • DAFTAR ISI

    Judul i Kata Pengantar ii Daftar isi iii Abstraksi v Pendahuluan

    1. Latar Belakang Masalah 1 2. Rumusan Masalah 5 3. Tujuan 5

    Pembahasan 1. Common Agriculture

    Policy & Welfare States 7

    2. Phylosophical Background of Beveridge and Keynes

    7

    3. Kritik Malthus dan Sense of Insecurity

    10

    4. Panacea 12 Simpulan dan Saran

    1. Simpulan 15 2. Saran 18

    Daftar Pustaka 23

  • The only true and sustainable prosperity is shared prosperity.

    - Joseph Stiglitz

    Abstraksi

    Paska perang dunia, Negara-negara Eropa Barat terus berusaha untuk membangun kembali

    peradabannya yang luluh lantah akibat perang. Berlandaskan pemikiran liberalime dan

    kapitalisme, lahirlah European Union, yang kemudian lahir sebagai role model bagi konsep

    regionalism. Meski menjadi role model regionalism, bukan berarti perjalanan Europena Union

    berjalan dengan mulus. Beberapa organ dalam European Union sendiri dianggap cukup

    kontroversial, salah satunya adalah European Union common Agriculture Policy (EUCAP). Tidak

    hanya dikritik sebagai bertolak belakang dengan semangat kapitalisme, EUCAP juga dikritik

    sangat costly, dan dianggap pointless. Meski kontroversial, EUCAP sendiri telah berjalan selama

    lebih dari 53 tahun dan menjadi kebijakan paling mahal yang pernah dimiliki oleh European

    Union, yang mana pada tahun 1984, EUCAP bahkan menyerap lebih dari 71% dari keseluruhan

    anggaran European Union. Lalu kenapa kebijakan yang kontroverisal dan mahal ini dapat

    bertahan lebih dari 53 tahun? Hal ini dadasari oleh pemahaman filosofis diantara nega-negara

    welfare states yang menjadi member states EU, dimana EUCAP ini muncul sebagai security

    guarantor bagi sustainabilitas welfare states dari eropa dari potensi bahaya yang muncul akibat

    efek samping welfare states yang disampaikan oleh Robert Malthus.

    Kata Kunci: EUCAP, Welfare States, Proteksi, Kapitalisme

  • Universitas Diponegoro |Ilmu Hubungan Internasional 1

    BAB I

    Pendahuluan

    1. Latar Belakang Masalah

    European Union lahir sebagai sebuah platform negara-negara Eropa Barat untuk merecovery ekonomi

    Eropa Barat yang luluh lantah paska Perang Dunia ke II. European Union sendiri Bermula dari terbentuknya

    European Coal and Steel Community di tahun 1951 melalui Treaty of Paris. European Coal and Steel

    Community memberikan sebuah platform bagi negara-negara eropa barat untuk mengakses dan

    memperjual belikan batubara dan baja secara lebih mudah tanpa adanya restriksi dan hambatan baik yang

    bersifat tariff dan non-tariff dan memperkenalkan konsep supranasionalisme dalama organisasi

    internasional.1 Semangat liberalism dan kapitalisme inilah yang kemudian memacu perluasan bagi

    kerjasama diantara negara-negara Eropa barat yang kemudian menjadi apa yang kita kenal sebagai

    European Union.

    European Union dalam studi Hubungan Internasional telah menjadi sebuah role model bagi konsep

    regionalism, dan digadang-gadang menjadi permulaan dari apa yang oleh banyak sarjana Hubungan

    Internasional sebagai era post-westphalia.2 Hal ini tidak mengherankan mengingat EU dalam perjalanan

    waktunya telah sukses memnciptakan beberapa breakthrough seperti Schengen Agreement terkait kebijakan

    bebas visa dan mutual recognition atas hukum nasional diantara member states, yang kemudian

    menghilangkan batas teritori diantara negara European Neighborhood Policy.3 Selain dibidang

    keimigrasian dan hukum, European Union juga dikenal sebagai organisasi supranational yang memiliki

    sitem mata uang tersendiri sebagai mekanisme pembayaran diluar mekanisme yang ada diluar Bretton

    1___________. The European Communities. (Luxemburg: Centre Virtuel de la Connaissance sur l'Europe (CVCE), 2012) 2 Michael Vaughan. After Westphalia, Whither The Nation State, Its People And Its Governmental Institutions? (Brisbane, University of Quennsland, 2011) 3 Jaume Castan Pinos. School of Politics, International Studies and Philosophy (Belfast: Queens University Belfast, 2011)

  • Universitas Diponegoro |Ilmu Hubungan Internasional 2

    Woods. Walaupun memiliki banyak kendala, euro tetap menjadi sebuah pencapaian besar dalam konteks

    multilateralisme ataupun regionalism.4 Beberapa sarjana Hubungan Internasional menilai kesuksesan

    negara-negara Eropa Barat ini didasari oleh persamaan identitas, ide, dan nilai diantara negara-negara Eropa

    Barat. Kesamaan ide ini sering diasosiasikan dengan nilai liberalism dan kapitalisme yang juga lahir di

    daratan Eropa, melalui pemikir-pemikir seperti Adam Smith, John Meynard Keynes, ataupun Baveridge.

    Namun kesamaan ide yang berbasis kapitalistik ini sering kali dipertanyakan validitasnya. Pada beberapa

    konteks negara-negara European Union dikenal sebagai negara yang cukup proteksionis di sektor

    perdagangan. Salah satu contohnya dapat kita lihat mengenai sengketa antara European Union melawan

    Pemerintah Indonesia dalam kasus ekspor Crude Palm Oil dari Indonesia di WTO. Dimana European Union

    dengan justifikasi terkait food safety dan eco label melakukan upaya anti-duming dan menolak masuknya

    Crude Palm Oil asal Indonesia.5 Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah kenapa meski Pemerintah

    Republik Indonesia secara mandatory telah mewajibkan pemenuhan Indonesia Sustainable Crude Palm Oil

    (ISPO) sebagai jaminan atas proses pengolahan yang eco-friendly namun tetap saja, masih sulit bagi produk

    CPO Indonesia untuk masuk ke market European Union. Hambatan non-tariff seperti yang dialami

    Indonesia seperti inilah yang menjadi pertanyaan akan inherenitas nilai-nilai kapitalisme dalam negara-

    negara Eropa Barat yang disebut sebut sebagai fundamental value bagi berdirinya European Union.

    Hambatan non-tariff ini hanya menjadi bagian kecil bagi praktek pseudo capitalism yang dilakukan oleh

    European Union. Dimana ketika kita melihat European Union secara keseluruhan maka kita akan

    menemukan berbagai praktek-praktek yang bertolak dengan semangat capitalism klasik. Bahkan pada

    beberapa konteks, praktek-praktek ini sudah dilembagakan dalam organ European Union. Salah satu

    diantara yang paling kontroversial diantaranya adalah European Union Common Agricultural Policy.

    European Union Common Agriculture Policy atau yang sering disebut EUCAP, merupakan kebijakan

    4 Chinn, Menzie D., and Jeffry A. Frieden. 2012. The Eurozone in crisis: Origins and prospects. La Follette Policy Report 21(2): 1-5. 5 Indonesia to Challenge EUs Palm Oil Derivative Anti-Dumping Measures. http://www.indonesia-investments.com/news/todays-headlines/indonesia-to-challenge-eu-s-palm-oil-derivative-anti-dumping-measures/item2383. Diakses 6 Mei 2015

  • Universitas Diponegoro |Ilmu Hubungan Internasional 3

    dalam tubuh European Union untuk mensubsidi dan menciptakan sebuah environment yang favorable bagi

    para petani di negara-negara European Union. Hal ini bertujuan untuk menjamin produktivitas sektor

    agriculture, akses harga produk agricultural yang terjangkau, serta menjamin sustainabilitas sektor

    agriculture EU.6 Tidak hanya terkesan menghianati nilai nilai kapitalisme, EUCAP juga memperoleh

    berbagai kritik terkait prakteknya dilapangan. Setidaknya ada tiga kritik utama terhadap EUCAP.

    Costly Policy

    Yang pertama adalah terkait oversupply. Dalam klausulnya EUCAP memandatkan European Union untuk

    melakukan aksi beli atas produk pertanian domestiknya. Dimana volume yang dimandatkan ini seringkali

    jauh diatas jumlah permintaan yang ada dipasaran eropa. Sehingga Hal ini mengakibatkan surplus Cerealia,

    Beras, Susu sampai dengan 13,476,812 ton dan juga wine sejumlah 3,529,002 hektoliter.7 Stok ini dapat

    menjadi platform mekanisme penyetabilan harga disaat krisis. Namun ketika kondisi normal, stock ini

    menjadi dilema tersendiri tidak hanya bagi European Union namun juga banyak negara berkembang di Asia

    dan Afrika. Dimana apabila stock ini dibiarkan maka hal ini akan mengakibatkan lost akibat rusaknya stock

    yang dimiliki oleh European Union. Sedangkan apabila stock ini dilepas ke pasar global dengan

    memberikan subsidi, maka hal ini dapat mengancam keberlangsungan kehidupan bagi jutaan petani dan

    keluarga petani di negara-negara berkembang di Asia-Afrika, mengingat produknya yang menjadi kalah

    kompetitif.

    Kritik kedua terkait dengan besarnya budget yang harus dikeluarkan oleh European Union untuk menjamin

    keberlangsungan EUCAP. EUCAP sendiri dikenal sebagai post anggaran yang menyerap anggaran terbesar

    dalam European Union. Dimana pada tahun 2010, bantuan langsung terkait EUCAP tercatatt menyerap

    sampai dengan 31% dari keseluruhan anggaran European Union. Bahkan ketika dikombinasikan dengan

    indirect aid terkait rural development, angka ini bisa mencapai 42% dari total keseluruhan anggaran

    6 The Common Agriculture Policy: A partnership between Europe and Farmers (Brussel: European Commissions, Directorate-General Agriculture and Rural Development, 2012) 7 Return of The Butter Mountain. http://caphealthcheck.eu/return-of-the-butter-mountain/. Diakses 8 Mei 2015

  • Universitas Diponegoro |Ilmu Hubungan Internasional 4

    European Union.89 Angka ini sendiri sudah jauh turun dari angka 71% di tahun 1984. Meski sudah jauh

    turun dalam hampir tiga decade terakhir, Pengeluaran EUCAP sendiri masih tetap menjadi post anggaran

    terbesar dala European Union. Alokasi anggaran EUCAP ini dinilai sangat berlebih, tidak sehat, dan kurang

    rasional.10 Hal ini menjadi concern tersendiri bagi negara-negara European Union yang menjadi major

    contributor namun kurang memperoleh benefit seperti Jerman. Selain itu kritik atas besarnya anggaran ini

    kemudian juga dikaitkan dengan implikasinya yang menciptakan harga yang relative tinggi dibandingkan

    ketika harga dilepas kepada mekanisme pasar. Hal ini sering kali menimbulkan masalah social berupa

    pertanyaan mengenai siapa sebenarnya yang memperoleh benefit terbesar EUCAP, ketika kebanyakan

    masyarakat European Union justru harus merasakan harga komoditas pertanian yang jauh lebih mahal

    akibat EUCAP. dan ketika kita berbicara harga bahan makanan yang mahal tentu, hal ini bertentangan

    dengan salah satu tujuan yang selama ini disampaikan EUCAP, yaitu memberikan akses lebih baik atas

    bahan pertanian yang affordable.

    Kritik yang terakhir adalah terkait implikasi anti-development dan isu humanitarian yang ditimbulkan oleh

    EUCAP terhadap negara-negara berkembang. Dimana menurut FAO dan banyak ekonom neo-classic

    menilai ahwa EUCAP membahayakan bagi para petani dan keluarga petani di negara-negara berkembang.

    Dimana EUCAP secara tidak langsung mengakibatkan produk pertanian negara berkembang tidak dapat

    masuk ke market European Union akibat kalah kompetitivenya harga dan juga serangkaian hambatan tariff

    dan non-tariff yang diberlakukan oleh EUCAP. Hal ini semakin membahayakan ketika pihak yang paling

    dirugikan oleh EUCAP sendiri merupakan 70% dari masyarakat termiskin dunia di negara-negara

    berkembang.

    Yang kemudian menjadi pertanyaan kemudian adalah kenapa EUCAP? Kenapa sebuah kebijakan yang

    sangat costly, kontroversial dan sangat bertentangan dengan semangat terbentuknya European Union justru

    8 ______________. General Budget of European Union for The Financial Year 2010 (Brussel: European Commission, 2010) 9 Valentina Zahrni. FOOD SECURITY AND THE EUS COMMON AGRICULTURAL POLICY: Facts Against Fears. (Brussel: ECIPE, 2011) 10 Q&A: Reform of EU farm policy. http://www.bbc.com/news/world-europe-11216061. Diakses pada 09 Mei 2015

  • Universitas Diponegoro |Ilmu Hubungan Internasional 5

    seakan akan menjadi kebijakan utama dan paling fundamental diantara kebijakan European Union? Dan

    mampu bertahan selama lebih dari lima decade? Untuk menjawab pertanyaan tersebut dalam paper ini akan

    dibahas mengenai alasan filosofis dan juga socio-historical circumstences yang menjadi landasan

    fundamental mengenai munculnya European Union Common Agricultural Policy.

    2. Rumusan Masalah

    a. Bagaimana sebuah kebijakan proteksionis yang sangat costly, kontroversial dan sangat terkesan

    bertentangan dengan semangat liberalisasi dan kapitalisme yang menjadi semangat terbentuknya

    European Union justru seakan akan menjadi kebijakan utama dan paling fundamental diantara

    kebijakan European Union?

    3. Tujuan

    a. Memahami bagaimana proteksi di sektor agriculture dapat menjadi sebuah kebijakan fundamental

    dalam sebuah komunitas supranasional yang dibangun atas semangat kapitalistik.

    b. Memahami posisi strategis sektor agriculture sebagai salah satu variable penting dalam sebuah

    konsep security modern

  • Universitas Diponegoro |Ilmu Hubungan Internasional 6

    BAB II

    Pembahasan

    Sebagaimana disampaikan dalam bab pertama, EUCAP menjadi sebuah kebijakan yang menjadi sangat

    ambivalent. Bahkan ketika kita mencoba memahami hal ini dari logika rasionalis, terkait cost and benefit,

    kitapun akan sulit untuk menjustifikasi EUCAP sebagai sebuah kebijakan yang tepat, dan dapat terus

    dipertahankan. Bagaimana sebuah kebijakan yang sulit dijustifikasi seperti EUCAP dapat bertahan lebih

    dari 5 dekade? Untuk memahami fenomena yang flux ini maka kita harus menggunakan pendekatan yang

    sedikit berbeda. Untuk itulah untuk menjawab anomaly ini, kita akan menggunakan paradigm konstruktivis

    yang lebih menekankan logic of appropriateness sebagai acuan. Untuk memahami dan menganalisis hal ini

    dari paradigm konstruktivis, maka pertama-tama yang harus kita lakukan adalah mengidentifikasi set of

    identity, ide, nilai dan norma diantara negara European Union. Dimana melalui pemahaman atas set of

    identity, ide, nilai, dan norma diantara negara-negara EU maka kita dapat memahami organization culture

    dalam tubuh European Union yang membuat kebijakan common agriculture policy dapat bertahan lebih

    dari 53 tahun dari 1962.

    Ketika kita berbicara mengenai European Union maka kita akan sulit melepaskan diri dari konsep welfare

    states. Dimana 12 dari 28 negara anggota European Union merupakan negara welfare states. Konsep

    ekonomi welfare states sendiri telah menjadi konsep yang dipercayai dan common diantara major power

    dalam tubuh Euroean Union seperti Jerman, Prancis, dan tentunya United Kingdom sebagai asal muasal

    model welfare states modern. Sehingga ketika kita mencoba melihat mengenai konsep kapitalisme

    didaratan eropa modern maka kita akan sulit untuk menafikan set of idea dari welfare states yang juga

    menciptakan dan menentukan mahzab kapitalisme yang menjadi guideline dalam pengambillan kebijakan

    dalam tubuh European Union. Untuk memahami kenapa set of idea ini mampu menjadi justifikasi bagi

    Common Agriculture Policy maka kita harus memahami apa itu konsep welfare states, dan bagaimana

  • Universitas Diponegoro |Ilmu Hubungan Internasional 7

    konsep ini mempengaruhi cara European union menginterpretasikan kapitalisme yang kemudian

    melahirkan EUCAP yang telah bertahan lebih dari 5 dekade.11

    1. Common Agriculture Policy & Welfare States

    Ketika kita berbicara mengenai European Union maka kita akan berbicara mengenai komunitas negara-

    negara yang memiliki model welfarian states dengan income dan HDI yang relative sangat tinggi. Negara

    welfarian biasa dikarakteristikkan dengan negara-negara yang menganut kebijakan progressive tax untuk

    membiayai public expenditure. Pada umumnya public expenditure ini digunakan untuk membiayai public

    service seperti rumah sakit dan juga pendidikan. Lalu ketika public service khususnya sektor public health

    dan pendidikan menjadi prioritas utama, lalu kenapa Common Agriculture Policylah yang justru seakan

    menjadi main subsidy-policy object dalam European Union? Untuk menjawab hal ini kita akan mentrace

    landasan filosofis bagi negara-negara welfarian di European Union.

    Ketika kita berbicara mengenai konsep welfare states maka kita tidak bisa mengabaikan pemikiran ekonom

    seperti Baveridge yang dikenal sebagai bapak welfare states dan juga John Meynard Keyenes, founding

    father Keynesian school of economics, yang telah dipraktekan diberbagai negara, dan dikenal mimiliki

    pemikiran yang serupa dengan Beveridge, serta kritik dari filsuf terkenal seperti Robert Malthus. 12

    2. Philosophical background of Baveridge & Keynes

    Berbicara mengenai welfare states sering kali di-mispersepsikan sebagai bahasan terkait sebuah state yang

    berada pada kondisi sudah sangat well developed, tidak hanya dalam konteks ekonomi, infrastruktur dan

    human development. Namun pada dasarnya welfare states lebih sebagai model cara untuk menjalankan

    sebuah negara. Dimana Welfare state merupakan model bagaimana negara menempatkan dirinya sebagai

    key actor dalam proteksi dan promosi pengembangan ekonomi, social well-being yang meliputi health care,

    pendidikan, makanan, perumahan dan isu-su terkait welfare states.13 Untuk memahami basis dasar

    11 _______________. The Common Agriculture Policy: A Story to be continued (Belgium: European Union, 2012) 12 Maria Mercuzzo. Keynes and the Welfare State(Roma: University of Roma, 2005) 13 Nicholas Barr. Economic of the Welfare States. (Oxford, UK: Oxford University Press, 2004)

  • Universitas Diponegoro |Ilmu Hubungan Internasional 8

    pemikiran welfare states maka kita harus memahami tiga tokoh yang memiliki strong influence terhadap

    model welfare states yaitu Keynes, Baveridge, dan malthus.

    Salah satu orang yang berpengaruh pada perkembangan welfare states paska perang dunia kedua, adalah

    William Beveridge yang dianggap sebagai bapak dari welfare states. Dimana dalam laporannya yang

    berjudul Social Insurance and Allied Service atau yang lebih dikenal sebagai Beveridge report

    mengidentifikasi lima masalah utama dalam masyarakat yaitu squalor, ignorance, want, idleness, dan

    disease.14 Sedangkan dalam aspek employment, baveridge sendiri merupakan ekonom yang dikenal

    senantiasa berusaha mengadvokasi intervensi pemerintah untuk menciptakan full-employment. Dalam

    bukunya Full-Employment in The Free Society, Beveridge mengasumsikan bahwa tingginya pengangguran

    lebih diakibatkan oleh inefektivitas demand di sektor industri, ketidaksempurnaan mobilitas buruh, dan

    market yang mensuplai buruh bagi industry. Beveridge menilai negara memiliki kewajiban untuk menjaga

    suatu kondisi full-employment atau setidaknya mempertahankan angka pengangguran diangka 3% atau

    kurang. Untuk itu pemerintah dalam konteks ini dituntut untuk secara aktif menstimulus market dengan

    menggunakan government spending. Dimana government spending ini diharapkan mampu menaikkan

    demand dari sektor industry. Pada goal utamanya, pemerintah diharapkan mampu menciptakan suplai

    lapangan pekerjaan yang lebih besar dibandingkan angkatan yang kerja, sehingga ketika terjadi lay off,

    maka pekerja dapat berpindah pada posisi pekerjaan yang lainnya.15

    Meski terkesan sebagai model pemikiran yang sosialis, namun pada kenyataan model ekonomi welfare state

    yang dianut oleh kebanyakan oleh negara-negara eropa sebenarnya model kapitalisme. Namun dalam

    konteks ini kita harus memahami model kapitalisme mana yang menjadi basis pemikiran bagi welfare

    states. Ketika kita analisis maka kita akan menemukan bahwa welfare states menerapkan sebuah equality

    of opportunity, hal ini tentu sangat berbeda dengan model pemikiran kapitalisme klasik ataupun neo-klasik

    yang menekankan leases Freire dan konsep comparative advantages ricardian. Lalu model ekonomi yang

    14 William Beveridge. Social Insurrance and Allied Services.(London: HMSO, 1942) 15 William Baveridge. Full Employment in The Free Society (London: Taylor & Francis Routledge, 1944)

  • Universitas Diponegoro |Ilmu Hubungan Internasional 9

    mana yang memiliki kesesuaian dan berbagai sebuah fundamental values atas munculnya welfare state

    modern? Ketika kita coba trace dalam sejarahnya, maka kita akan menemukan pemikiran kapitalisme

    Keynesian school menjadi model kapitalisme yang memiliki kemiripan pemikiran dan berbagai landasan

    pemikiran dengan konsep welfare state. Hal ini tidak mengherankan mengingat John Meynard Keynes

    sendiri dikenal memiliki cukup kedekatan pemikiran dan cukup sering berkorespondensi dengan Beveridge.

    Dimana kesamaan pemikiran keduanya ini dapat kita lihat dalam balasan korespondensi Keynes atas draft

    paper Beveridge yang berjudul agricultural Factor in Trade Fluctuations, yang direspon oleh Keynes

    dengan menilai manuscript yang dikirimkan Beveridge sangat menarik untuk diterbitkan.16

    Ketika kita berbicara Keynesian, maka kita tidak bisa menafikan pemikiran John Meynard Keynes, dalam

    The General Theory. The General theory memberikan sebuah landasan mengenai bagaimana kondisi leises

    Freire tidak dapat dibiarkan begitu saja terkait dengan potensi moral hazard, irasionalitas, dan inefisiensi

    yang dapat ditimbulkan olehnya. Pemikiran Keynesian memberikan landasan mengenai bagaimana

    pemerintah harus secara proaktif menyetabilkan market dengan secara continue mempertahankan level of

    investment yang tidak hanya untuk menjaga kepercayaan diri sektor bisnis namun juga socializing

    investment.17 Dimana landasan ini mengilhami pemikiran welfare states mengenai bagaimana pemerintah

    harus menjaga social expenditure untuk menjamin terus bergeraknya business cycle.

    Selain itu Keynes juga dikenal karena kontribusinya tekait theory of employment dalam bukunya yang

    termasyur The General Theory of Employment, Interest, and Money. Keynes menilai full-employment

    merupakan suatu kondisi natural pada kondisi market yang kompetitive secara natural. Dimana hal ini

    dadasarkan oleh pemikiran bahwa level pengangguran tidak ditentukan oleh harga suplai buruh

    sebagaimana dijelaskan dalam mahzab neo-classic, melainkan oleh akumulasi demand.18 Sehingga pada

    kondisi government spending berjalan lancar, dan investasi berjalan baik maka secara teoritis angka

    16 Korespondensi WHB to JMK, 20 December 1919, BEV VII/42 17 "Budget Deficits, Economic Policy and Liquidity Preference," in F. Vicarelli, ed., Keynes's Relevance Today, London: Macmillan, 1985, pp. 28-50 18 John Keynes. The General Theory of Employment, Interest, and Rate (Baingstoke: Palgrave Mcmillan, 2007)

  • Universitas Diponegoro |Ilmu Hubungan Internasional 10

    pengaguran dapat ditekan. Hal inilah yang mendorong postulat utama dalam mahzab Keynesian yaitu

    spending. Dimana Pemerintah dalam kacamata Keynesian dilihat sebagai regulator, yang bertugas untuk

    menjaga equilibrium ini melalui serangkaian government spending.

    Selain itu ketika kita melihat trend kontemporer, maka kita akan melihat bahwa Keynesian merupakan

    school of thought yang dalam prakteknya juga terus mengadvokasi pengimplementasiaon progressive tax

    yang menjadi jantung dari welfare states. Dimana ini juga tercermin dari bagaimana John Meynard Keynes

    mengadvokasi sistem nilai tukar yang bersifat fixed dalam Bretton Wood System, untuk mencegah

    terjadinya capital flight dari negara-negara welfare, yang relative riskan terhadap potensi munculnya capital

    flight, akibat pemberlakuan progressive tax.

    3. Kritik Malthus dan munculnya sense of insecurity

    Salah satu kritik utama terhadap model welfare state datang Robert Malthus. Malthus mengkritisi social

    insurance yang menjadi bagian dari welfare state. Dimana Malthus mengkritisi efek welfare state yang

    membuah kaum proletariat semakin kaya. Hal ini dadasari atas argument yang sama dengan ekonom Brad

    DeLong yang beranggapan bahwa dengan semakin makmurnya kaum petani di negara-negara welfare,

    maka akan membuat mereka semakin makmur, dan fertile. Dengan meningkatnya fertilitas kaum proletariat

    di negara-negara welfare, maka artinya semakin sedikitnya jumlah tanah yang bisa diolah perindividu

    dimasa yang akan datang.19 Disamping itu semakin makmurnya kaum petani juga berpotensi meningkatkan

    mobilisasi social yang berimbas minimnya jumlah generasi muda negara welfare state yang mau bekerja di

    sektor agriculture. Hal ini mengakibatkan bahaya substansial berupa pemenuhan suplai komoditas

    pertanian. Hal ini apabila ditinjau dalam konteks konsep keamanan yang lebih luas, maka hal ini berpotensi

    memunculkan non-traditional threat.

    19 Prof J Bradford DeLong. American Conservatisms Crisis of Ideas: Project Syndicate Monarchy, Patriarchy, Orthodoxy Weblogging. Diakses pada 8 Mei 2015

  • Universitas Diponegoro |Ilmu Hubungan Internasional 11

    Lalu bukankah seharusnya ini bukan menjadi sebuah masalah ketika kita mengacu pemikiran David

    Ricardo mengenai konsep comparative advantage? Dimana ketika kita berbicara mengenai comparative

    advantage, maka seharusnya European Union tidak seharusnya mengkhawatirkan kelangkaan komoditas

    agriculture seperti disampaikan oleh Malthus dalam kritiknya. Dimana comparative disadvantage ini akan

    dicover oleh negara-negara berkembang yang akan menyediakan suplai produk agriculture yang lebih

    kompetitif dan murah. Namun ketika kita kembali kepada konsep welfare state, maka kita akan melihat

    bahwa welfare state tidaklah dibangun melalui logika kapitalisme klasik ataupun neo-liberal, melainkan

    pemikiran ekonomi prograsif seperti Keynesian dan Myrdalian. Berbeda dengan pemikiran neo-liberal,

    negara-negara welfare state pada umumnya tidak mempercayai eksistensi invisible hand yang

    memastikan pola relasi seperti yang disampaikan Ricardo dapat bekerja secara sempurna. Hal inilah yang

    membuah munculnya sense of insecurity khususnya diantara ekonom di negara-negara welfare. Dan ketika

    kita mengacu pada historical circumstences diantara negara-negara welfare pada perang dunia kedua, maka

    kita akan melihat posisi fundamental sektor agriculture, sebagai salah satu variable dari kekuatan nasional

    sebagaimana dicetuskan oleh Morgenthau dalam bukunya Politics Among Nations.20 Faktor strategis sektor

    agriculture ini dapat kita lihat dalam Operasi Barbarosa yang dilakukan Nazi jerman. Dimana sebelum

    menyerang Saint Petersberg, terlebih dulu pasukan Nazi Jerman menyerang dan mengusai Odessa di

    Ukraina yang dikenal sebagai wilayah penghasil gandum besar di Eropa kala itu untuk memperoleh suplai

    logistik.

    4. Panacea

    Untuk menghilangkan sense of insecurity ini, maka dalam konteks ini diperlukan sebuah self-reliance

    dibidang agriculture tanpa harus mengorbankan konsep welfare states. Lalu bagaiamna cara mengeliminir

    security dilemma ini? Yang pertama-tama kita harus memahami akar permasalahan berupa, kenapa

    muncul kecendrungan ditinggalnya sektor agriculture sebagai profesi bagi generasi muda di negara-negara

    20 Hans J Morgenthau. Politics Among Nations: The Struggle for Power and Peace (New York: McGraw-Hill, 1993)

  • Universitas Diponegoro |Ilmu Hubungan Internasional 12

    welfare sepeti anggota European Union? Ketika kita coba analisis lebih lanjut, hal ini sebagai akibat dari

    sektor pertanian yang seakan akan berubah menjadi unfavorable profession di negara-negara welfare

    modern. Dimana banyak generasi muda cendrung untuk beralih profesi disektor no-agriculture yang

    membuat suksesi antar generasi menjadi sulit. Untuk menjadikan kondisi yang unfavorable inilah

    dibutuhkan serangkaian paket proteksi seperti subsidi, dan insentif.21 Dan hal inilah yang dijawab European

    Union melalui Common Agriculture Policy. Disisi lain

    Melalui bahasan diatas kita akan memahami bagaimana EUCAP bukanlah sekedar kebijakan yang costly,

    kontroversial, pointless, dan anti-developmentalisme, melainkan masa depan dari komunitas European

    Union itu sendiri. Secara keseluruhan nilai-nilai lberalisme dan kapitalisme tetaplah merupakan cove values

    dari European Union itu sendiri. Namun yang membuatnya seakan-akan terlihat ambivalent oleh beberapa

    pihak, lebih diakibatkan oleh perbedaan interpretasi mengenai makna kapitalisme itu sendiri. Dimana dari

    pemahaman diatas maka kita akan melihat bahwa bagi negara-negara European Union, secara general

    menerjemahkan makna kapitalisme sebagai sebuah ekonomi berbasis market namun tanpa deregularasi

    secara ekstrim. Dimana negara ataupun organisasi supranational masih perlu melakukan regulasi untuk

    menghindarkan irasionalitas atas market, dan kecendrungan-kecendrungan yang mengarah pada munculnya

    potential threat.

    Apabila ditinjau dari perpektif realis, maka self-reliance European Union yang dibangun melalui EUCAP

    merupakan tindakan yang lazim dapat dimaklumi. Mengingat walaupun European Union dibangun atas

    landasan interdependensi, namun membiarkan interdependensi dengan external actor merupakan sebuah

    opsi yang riskan terlebih sektor agricultural yang fundamental bagi peradaban umat manusia. Untuk itulah

    diperlukan sebuah self-help untuk memastikan ketersediaan food supply pada kondisi apapun, mengingat

    situasi dunia yang anarki dan terlalu flux, membuat food sovereignty menjadi sebuah keharusan. Dan

    apabila dilihat dalam timeframe Global Financial Crisis 2009, maka kita akan melihat betapa sentralnya

    21 Sophia Dovidova. Family Farming In Europe: Challenges And Prospects (Brussels: Directorate General For Internal Policies, 2014) hal. 34

  • Universitas Diponegoro |Ilmu Hubungan Internasional 13

    EUCAP dan commodity stocknya sebagai buffer zone untuk menjamin akses makanan yang relative

    affordable ketika krisis. Terlepas dari kritik bahwa hal ini mengingkari semangat kapitalisme Smith ataupun

    fairness dalam WTO, ya memang karena sejak awal itu bukan konsep kapitalisme yang dipercayai oleh

    European Union bukanlah pandangan neo-classic namun merupakan model kapitalisme Keynesian school.

    Lalu apakah implikasi anti-developmentalis yang dirasakan oleh negara-negara dunia ketiga dapat

    dibenarkan? Ya ketika kita berbicara mengenai sebuah kebijakan, maka senang atau tidak senang, maka

    tetap akan ada efek samping yang ditimbulkan. Dan ketika berbicara dari perspektif realis, maka itu adalah

    hal yang dapat dielakkan mengingat gain yang bersifat relative. Disisi lain perlu diingat pula bahwa

    tanggung jawab sebuah nation states adalah untuk membawa warga negaranya menuju apa yang kita sebut

    sebagai common good, dan common wealth. Hal ini pullah yang membuat food-sovreignty dan

    perlindungan atas sustainabilitas profesi di sektor agriculture menurut kami bukanlah hal yang negotiable.

    Pemikiran akan pentingnya food-sovreignty ini pulalah yang dipahami dan mendorong negara berkembang

    seperti India dibawah kepemimpinan Perdana menteri HE. Manmohan Singh yang kebetulan seorang

    ekonom Keynesian untuk secara tegas menolak Bali Package. 22

    22 Asit Ramja Misran. India defends WTO stance, says food security non-negotiable. http://www.livemint.com/Politics/xvWFHL3NjiwlDWmQ93hmOP/India-rejects-trade-distortion-charge-will-protect-farmers.html diakses pada 09 Mei 2015

  • Universitas Diponegoro |Ilmu Hubungan Internasional 14

    BAB III

    Simpulan dan Saran

    1. Simpulan

    Dari pembahasan diatas maka kita dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa EUCAP merupakan sebuah

    platform kebijakan yang berfungsi untuk mengeliminir potensi bahaya yang dapat muncul melalui

    serangkaian mekanisme pasar. Dimana pandangan kapitalisme European Union yang lebih didominasi oleh

    pemikiran Keynesian dan konsep welfare states membuat semacam mutual sense of insecurity yang relative

    lebih atas potensi bahaya yang dapat ditimbulkan oleh fenomena yang dapat terjadi, sebgaimana

    disampaikan oleh kritik Malthus. Untuk itulah diciptakanlah EUCAP sebagai platform security guarantor

    bagi sustainabilitas pertumbuhan dan keamanan European Union dimasa yang akan datang dari potensi

    bahaya non-traditional threat akibat tidak terpenuhinya food sovereignty. Kritik terkait yang muncul atas

    CAP sendiri pada umumya lebih dikarenakan perbedaan cara pandang dan interpretasi kapitalisme itu

    sendiri. Bagi pandangan neo-liberalis EUCAP ini merupakan sebuah kebijakan yang costly, dan pointless

    mengingat, logika yang membangun fondasi dibentuknya EUCAP memang tidak dikenal dalam mahzab

    neo-classic. Namun apabila dilihat dari perspektif welfare states dan model kapitalisme Keynesian school,

    maka proteksi sektor agriculture dalam EUCAP sendiri merupakan masa depan dan pillar dari European

    Union

    2. Saran

    Dari pemahaman latar belakang filosofis EUCAP kita dapat memahami seberapa fundamental sektor

    agriculture sebagai salah satu fondasi ekonomi dalam model ekonomi welfare states, dan bagaimana non-

    traditional treat dapat muncul dari sebuah deregulasi secara ekstrim dalam sektor agriculture tidak hanya

    bagi developing states, namun juga welfare states. Dari pembahasan diatas maka kita akan melihat bahwa

    kebijakan proaktif untuk memproteksi dan mempromosikan sektor agriculture merupakan sebuah hal yang

    bersifat mandatory dan tidak dapat diabaikan oleh nations sates manapun. Sehingga dalam konteks ini

  • Universitas Diponegoro |Ilmu Hubungan Internasional 15

    mengacu pada analisis atas EUCAP diatas, kami menilai bahwa pemerintah, khususnya pemerintah di

    negara-negara dunia ketiga sudah seharusnya secara aktif melakukan upaya penguatan dan perlindungan

    terhadap sektor agriculture dan tidak membiarkan sektor agriculture kedalam mekanisme pasar yang benar-

    benar leises Freire sebagaimana dilakukan oleh European Union. Menggunakan logika yang sama, sebuah

    pelajaran penting bagi negara berkembang dapat kita ambil dari Menteri Perdagangan India, Nirmala

    Sitharaman bahwa

    Developing countries such as India must have the freedom to use food reserves to feed their

    poor without the threat of violating any international obligations because this is their sovereign

    right.

    ..while the rich world can continue to subsidize their farmers unabatedly

    Nirmala Sitharaman

  • Universitas Diponegoro |Ilmu Hubungan Internasional 16

    DAFTAR PUSTAKA

    ___________. 2012. The European Communities. Luxemburg: Centre Virtuel de la

    Connaissance sur l'Europe (CVCE)

    ___________. 2010 General Budget of European Union for the Financial Year 2010. Brussel:

    European Commission

    ____________. 2012 The Common Agriculture Policy: A Story to be continued. Belgium:

    European Union

    ____________. 2012. The Common Agriculture Policy: A partnership between Europe and

    Farmers. Brussel: European Commissions, Directorate-General Agriculture and Rural

    Development

    Chinn, Menzie D., and Jeffry A. Frieden. 2012. The Eurozone in crisis: Origins and prospects. La

    Follette Policy Report 21(2): 1-5.

    Hans J Morgenthau. 1993. Politics among Nations: The Struggle for Power and Peace. New

    York: McGraw-Hill

    Jaume Castan Pinos. 2011. School of Politics, International Studies and Philosophy Belfast:

    Queens University Belfast

    John Keynes. 2007. The General Theory of Employment, Interest, and Rate. Baingstoke:

    Palgrave Mcmillan

    Maria Mercuzzo. 2005. Keynes and the Welfare State. Roma: University of Roma

    Michael Vaughan. 2011. After Westphalia, Whither the Nation State, Its People And Its

    Governmental Institutions? Brisbane, University of Quennsland

    Nicholas Barr. 2004. Economic of the Welfare States. Oxford, UK: Oxford University Press

    Sophia Dovidova. 2014. Family Farming in Europe: Challenges and Prospects. Brussels:

    Directorate General for Internal Policies

    Valentina Zahrni. FOOD SECURITY AND THE EUS COMMON AGRICULTURAL

    POLICY: Facts against Fears. (Brussel: ECIPE, 2011)

    Vicereli. 1985 Budget Deficits, Economic Policy and Liquidity Preference. Relevance Today,

    London: Macmillan

  • Universitas Diponegoro |Ilmu Hubungan Internasional 17

    William Baveridge. 1944. Full Employment in the Free Society. London: Taylor & Francis

    Routledge

    William Beveridge. 1942. Social Insurrance and Allied Services.London: HMSO

    Web Link

    Korespondensi WHB to JMK, 20 December 1919, BEV VII/42

    Asit Ramja Misran. India defends WTO stance, says food security non-negotiable.

    http://www.livemint.com/Politics/xvWFHL3NjiwlDWm Q&A: Reform of EU farm policy.

    http://www.bbc.com/news/world-europe-11216061. Diakses pada 09 Mei 2015

    Return of the Butter Mountain. http://caphealthcheck.eu/return-of-the-butter-mountain/. Diakses 8

    Mei 2015

    Q93hmOP/India-rejects-trade-distortion-charge-will-protect-farmers.html diakses pada 09 Mei

    2015

    Prof J Bradford DeLong. American Conservatisms Crisis of Ideas: Project Syndicate Monarchy,

    Patriarchy, Orthodoxy Weblogging. Diakses pada 8 Mei 2015

    Indonesia to Challenge EUs Palm Oil Derivative Anti-Dumping Measures.

    http://www.indonesia-investments.com/news/todays-headlines/indonesia-to-challenge-eu-s-palm-

    oil-derivative-anti-dumping-measures/item2383. Diakses 6 Mei 2015