IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REINVENTING POLICY

16
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REINVENTING POLICY SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK DI KPP PMA LIMA Putri Tunjung Arafah Ilmu Administrasi Fiskal Program Ekstensi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia e-mail: [email protected] Abstrak Rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia yang tercermin dalam tax ratio Indonesiayang relatif rendah dibandingkan dengan negara asia tenggara. Hal tersebut menjadikan Reinventing policy sebagai salah satu alternatif yang dikeluarkan pada pertengahan tahun 2015. Reinventing policy ditujukan untuk meningkatkan penerimaan, mendorong kepatuhan Wajib Pajak serta memperkuat basis data di Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Kebijakan ini memberi keringanan Wajib Pajak dengan mengurangi atau menghapus sanksi administrasi pajak melalui surat permohonan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015. Skripsi ini merupakan studi kasus implementasi kebijakan reinventing policy di KPP PMA Lima dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan reinventing policy dikatakan tidak berhasil dalam meningkatkan penerimaan dan kepatuhan Wajib Pajak. Upaya yang telah dilakukan KPP PMA Lima dalam pelaksanaan kebijakan ini diantaranya melakukan sosialisasi, himbauan dan melakukan lembur di akhir batas pelaksanaan kebijakan. Kata Kunci: Implementasi, Sunset Policy, Reinventing Policy, Kepatuhan, Kebijakan Pajak Abstract The low level of tax compliance in Indonesia which is reflected in Indonesia's tax ratio is relatively low compared with countries of Southeast Asia. It made Reinventing policy as an alternative released by government in mid 2015. Reinventing policy aimed at increasingtax revenue, tax compliance and also strenghten database at Directorate General of Taxation (DJP). This policy gives relief taxpayer by reducing or removing the administrative sanction of taxes through petition regulated in Finance Minister Regulation No. 91 / PMK.03 / 2015. This thesis is a case study implementation of reinventing policy in KPP PMA Lima using qualitative research methods. The results of this study indicate that implementation of reinventing policy has failed in increasing tax revenues and tax compliance. In optimizing this policy, the tax office undertakes socialization activities, provide appeal to taxpayer and do overtime at the end of utilization limit of reinventing policy. Keywords: Implementation, Sunset Policy, Reinventing Policy, Compliance, Tax Policy Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017

Transcript of IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REINVENTING POLICY

Page 1: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REINVENTING POLICY

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REINVENTING POLICY

SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK

DI KPP PMA LIMA

Putri Tunjung Arafah

Ilmu Administrasi Fiskal Program Ekstensi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia

e-mail: [email protected]

Abstrak

Rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia yang tercermin dalam tax ratio Indonesiayang relatif rendah dibandingkan dengan negara asia tenggara. Hal tersebut menjadikan Reinventing policy sebagai salah satu alternatif yang dikeluarkan pada pertengahan tahun 2015. Reinventing policy ditujukan untuk meningkatkan penerimaan, mendorong kepatuhan Wajib Pajak serta memperkuat basis data di Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Kebijakan ini memberi keringanan Wajib Pajak dengan mengurangi atau menghapus sanksi administrasi pajak melalui surat permohonan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015. Skripsi ini merupakan studi kasus implementasi kebijakan reinventing policy di KPP PMA Lima dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan reinventing policy dikatakan tidak berhasil dalam meningkatkan penerimaan dan kepatuhan Wajib Pajak. Upaya yang telah dilakukan KPP PMA Lima dalam pelaksanaan kebijakan ini diantaranya melakukan sosialisasi, himbauan dan melakukan lembur di akhir batas pelaksanaan kebijakan.

Kata Kunci: Implementasi, Sunset Policy, Reinventing Policy, Kepatuhan, Kebijakan Pajak

Abstract

The low level of tax compliance in Indonesia which is reflected in Indonesia's tax ratio is relatively low compared with countries of Southeast Asia. It made Reinventing policy as an alternative released by government in mid 2015. Reinventing policy aimed at increasingtax revenue, tax compliance and also strenghten database at Directorate General of Taxation (DJP). This policy gives relief taxpayer by reducing or removing the administrative sanction of taxes through petition regulated in Finance Minister Regulation No. 91 / PMK.03 / 2015. This thesis is a case study implementation of reinventing policy in KPP PMA Lima using qualitative research methods. The results of this study indicate that implementation of reinventing policy has failed in increasing tax revenues and tax compliance. In optimizing this policy, the tax office undertakes socialization activities, provide appeal to taxpayer and do overtime at the end of utilization limit of reinventing policy.

Keywords: Implementation, Sunset Policy, Reinventing Policy, Compliance, Tax Policy

Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017

Page 2: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REINVENTING POLICY

Pendahuluan

Self assessment system yang dianut Indonesia memberikan kepercayaan kepada Wajib

Pajak untuk menjalakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar. Sistem tersebut,

secara tidak langsung menuntut Wajib Pajak memiliki kesadaran sendiri untuk melaksanakan

kewajiban perpajakannya sehingga tingkat kepatuhan sukarela Wajib Pajak sangat berperan

penting dalam terlaksananya self assessment system.

Namun faktanya, tingkat kepatuhan Wajib Pajak masih terbilang rendah. Rendahnya

tingkat kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia dapat dilihat dalam rendahnya tax ratio Indonesia

yang mencerminkan belum optimalnya penerimaan pajak. Tax ratio merupakan tolok ukur

untuk mengukur produktifitas dan kinerja dalam penerimaan pajak (Setiyaji & Amir, 2005).

Tax ratio dihitung dari perbandingan penerimaan pajak terhadap Pendapatan Domestik Bruto

(PDB). Semakin tinggi tax ratio maka semakin tinggi penerimaan pajak yang dipungut

negara. Hendranata dari Gunadi menyatakan bahwa rata-rata tax ratio Indonesia tahun 2010

hingga 2015 sebesar 11,8%. Sedangkan Malaysia 15,5%, Thailand (17%), Filipina 14,4%)

dan India (17,7%). Rendahnya rasio pajak Indonesia dibandingkan negara-negara Asia

Tenggara dapat diartikan bahwa Indonesia masih belum dapat memanfaatkan potensi

penerimaan negara dari pajak secara maksimal.

Tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang masih rendah menjadi salah satu faktor

rendahnya penerimaan pajak. Menurut Clotfelter dari Witte dan Woodbury (1985, hal. 2) ,

sensitivitas kepatuhan pajak dapat diteliti dari pelaporan kewajiban perpajakan Wajib Pajak

dengan menggunakan data SPT yang dikumpulkan. Hingga tahun 2015, Wajib Pajak (WP)

yang terdaftar dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencapai 30 juta

WP.yang terdiri atas 2,5 juta WP Badan, 5,5 juta WP Orang Pribadi (OP) Non Karyawan, dan

22 juta WP OP Karyawan. Data kepatuhan WP pada tahun 2015 dapat dilihat secara jelas

dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1 Kepatuhan WP Terdaftar s.d Tahun 2015

Kategori Jumlah WP Terdaftar

Jumlah WP Wajib SPT

Jumlah WP Bayar Pajak

Jumlah WP yang menyampaikan SPT

Rasio Kepatuhan

WP

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [5]:[3]

WP Badan 2.472.632 1.184.816 375.569 676.405 57,09% WP OP Karyawan 5.239.385 2.054.732 612.881 837.228 40,75% WP OP Non Karyawan 22.332.086 14.920.292 181.537 9.431.934 63,22% Total 30.044.103 18.159.840 1.172.081 10.945.567 60,27%

Sumber: Direktorat Jenderal Pajak.(2015), diolah oleh penulis

Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017

Page 3: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REINVENTING POLICY

Dalam tabel 1 di atas, dilihat dari penyampaian SPT nya, didapati tingkat atau rasio

kepatuhan WP Badan baru mencapai 57,09%, WP OP Non Karyawan 40,75%, dan WP

Karyawan 63,22%.

Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya adanya upaya reformasi perpajakan. Salah

satunya dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 atau

dikenal dengan istilah reinventing policy. Kebijakan tersebut merupakan upaya dari DJP

untuk memberikan insentif berupa penghapusan sanksi pajak, agar masyarakat yang belum

terdaftar bersedia untuk mendaftarkan diri sebagai WP dan melakukan kewajiban

perpajakannya atas tahun yang telah lampau. Sedangkan untuk WP terdaftar diharapkan

melalui dikeluarkannya peraturan ini, dapatmeningkatkan penerimaan pajak dengan

menggerakkan WP untuk melaksanakan pembetulan SPT Tahunan periode 2010-2014 hanya

dengan menyetorkan pajak terutang tanpa perlu membayar sanksi perpajakan.

Dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah juga harus melihat peluang

sektor apa yang perlu dimaksimalkan penerimaannya. Perusahaan PMA merupakan salah

satu penyumbang penerimaan yang cukup besar sehingga apabila penerimaan pajak dari

perusahaan PMA dapat dioptimalkan, pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat meningkat.

Berdasarkan informasi dan fenomena yang terjadi, banyak perusahaan PMA yang tidak patuh

dalam menjalankan kewajiban perpajakannya salah satunya WP yang bergerak dibidang jasa

yaitu dengan menggunakan modus selalu rugi sebagai upaya menghindari pajak. Perusahaan

PMA yang bergerak dibidang jasa merupakan perusahaan yang terdaftar di KPP PMA Lima.

Dengan demikian, yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana implementasi kebijakan reinventing policy sebagai upaya peningkatan

kepatuhan WP di KPP PMA Lima dalam penyetoran dan pelaporan pajak?

2. Upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan KPP PMA Lima dalam mengoptimalkan

pelaksanaan kebijakan reinventing policy?

Tinjauan Teoritis

Kepatuhan Wajib Pajak dalam Practice Note tentang Compliance Measurement yang

diterbitkanoleh OECD (2001) terbagi menjadi dua kategori yaitu kepatuhan administratif dan

kepatuhan teknis. Kepatuhan administratif mencakup kepatuhan pelaporan dan kepatuhan

prosedural. Sedangkan kepatuhan teknis mencakup kepatuhan dalam penghitungan jumlah

pajak yang akan dibayar oleh wajib pajak. atau kepatuhan yang terkait dengan kebenaran

pengisian SPT dalam menentukan jumlah pajak yang harus dibayar. Sebagai alat pencegah

Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017

Page 4: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REINVENTING POLICY

agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan, diatur mengenai sanksi perpajakan yang

terbagi menjadi dua macam yaitu sanksi administrasi dan pidana (Safri, 2003).

Selain itu diatur pula mengenai pengampunan pajak yang pada dasarnya memberikan

kesempatan kepata Wajib Pajak tidak patuh untuk melakukan kewajiban perpajakan dengan

benar seperti membayar pajak atas penghasilan yang semula belum diungkapkan, tanpa

dikenakan sanksi denda atau sanksi pidana seperti dikutip dari jurnalnya berjudul Targeting

Amnesties at Ingrained Evasion – A New Zealand Initiative Warranting Wider Consideration

(Sawyer.2005)

Menurut Mayer dan Greenwood, analisis kebijakan dapat diterapkan pada semua

tahap mulai dari penyusunan kebijakan, implementasi dan penilaian dari hasil kebijakan.

Penelitian ini memfokuskan analisis kebijakan pada tahapan implementasi kebijakan. Melalui

implementasi dapat diketahui apakah kebijakan telah sesuai sasaran dan tujuan atau tidak.

Kebijakan yang telah ditetapkan tidak selamanya dapat berjalan sesuai arah dan tujuannya

dengan baik meskipun tahap formulasi kebijakan telah dilakukan secara optimal. Hal tersebut

dapat dikarenakan adanya hambatan atau masalah ketika kebijakan diimplementasikan.

Dalam proses implementasi atau pelaksanaan kebijakan, kemungkinan akan terjadi perbedaan

antara harapan pembuat kebijakan dengan apa yang sesungguhnya terjadi. Pada batas

tertentu, kesenjangan (implementation gap) ini masih dapat ditoleransi. Namun, seiring

semakin jauh kebijakan diimplementasikan perlu pengawasan agar batas toleransi dapat

segera diperbaiki.

Ada beberapa fakor yang menyebabkan timbulnya implementation gap diantaranya

(1) non implementation yaitu kebijakan tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya; (2)

unsuccesfull implementation yaitu tidak berhasil atau mengalami kegagalan dalam proses; (3)

pelaksanaan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ada, namun dalam prosesnya terjadi

hambatan yang tidak dapat diatasi.

Menurut Grindle, keberhasilan suatu implementasi kebijakan publik ditentukan oleh

implementasinya yang terdiri dari content of policy dan content of implementation. Content of

policy terdiri dari Interest affected, Type of benefits, Extent of Change Envision, Site of

Decision Making, Program Implementer dan Resources Committed. Sedangkan content of

implementation terdiri dari Power, Interest, and Strategy of Actor Involved, Institution and

Regime Characteristic, dan Compliance and Responsiveness.

Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017

Page 5: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REINVENTING POLICY

Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Pendekatan ini untuk memperoleh pemahaman atas fenomena yang diteliti. Adapun

fenomena permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tingkat kepatuhan WP di

KPP PMA Lima.

Jika dilihat dari tujuan penelitian, maka penelitian ini termasukkedalam jenis

penelitiandeskriptif (descriptive research). Sedangkan berdasarkan manfaat penelitian,

penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian murni. Kemudian, jika dilihat dari

dimensi waktu, penelitian ini tergolong dalam penelitian cross-sectional studies, karena

penelitian hanyadilakukan pada satu waktu tertentu.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan studi lapangan (field

research) dan studi kepustakaan (library research).Studi kepustakaan yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah buku-buku bacaan, jurnal ilmiah, internet, majalah, peraturan-peraturan.

Sedangkan Studi lapangan dilakukan dengan wawancara mendalam dengan pihak-pihak

terkait seperti AR di KPP PMA Lima, Direktorat Jenderal Pajak dan Wajib Pajak.

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif. Analisis data dalam

penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan

setelah selesai di lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan analisis data dengan

melakukan wawancara mendalam dari berbagai informan yang terkait dengan pokok

permasalahan penelitian dan dengan melakukan studi literatur. Hasil wawancara dan studi

literatur selanjutnya di reduksi untuk mendapatkan datayang relevan atau tidak dengan tujuan

penelitian, yang kemudian di klasifikasikan berdasarkan kategori bahasan dalam analisis.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

A. Implementasi Kebijakan Reinventing Policy Sebagai Upaya Peningkatan Kepatuhan

Wajib Pajak

Mengacu pada teori Grindle, yaitu implementasi suatu kebijakan bisa dilihat dari

beberapa hal diantaranya sebagai berikut:

1. Sasaran Kebijakan

Melalui kebijakan reinventing policy tahun 2015, pemerintah mencanangkan tahun

tersebut sebagai tahun pembinaan Wajib Pajak yang diikuti dengan tahun penegakkan hukum

pada tahun 2016. Adapun tujuan dari kebijakan reinventing policy sebagaimana disebutkan

dalam PMK-91, yaitu terbagi menjadi dua, diantaranya sebagai berikut:

Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017

Page 6: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REINVENTING POLICY

1) Untuk tujuan penerimaan yang dilakukan dengan cara:

a. mendorong Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT);

b. membayar atau menyetorkan kekurangan pembayaran pajak dalam SPT; serta

c. melaksanakan pembetulan SPT di tahun 2015.

2) Membangun basis perpajakan yang kuat

Melalui kebijakan ini, Wajib Pajak diberi kesempatan untuk melakukan pembetulan

SPT beberapa tahun kebelakang di tahun 2015 dan diberikan insentif pengurangan atau

penghapusan sanksi administrasi. Dengan adanya pengurangan atau penghapusan sanksi ini

dapat memberikan dampak sebagai berikut:

1) Memberi kesempatan bagi Wajib Pajak yang tidak patuh menjadi patuh

2) Mampu meningkatkan penerimaan pajak

3) Menambah dan memperluas basis data bagi DJP untuk kedepannya

2. Manfaat Kebijakan Reinventing Policy

Adapun manfaat yang didapat dari Wajib Pajak yaitu mendapat

pengurangan/penghapusan sanksi administrasi. Ketentuan tersebut diatur lebih lanjut dalam

Pasal 2 dan Pasal 4 ayat (3) PMK-91, Wajib Pajak yang memanfaatkan reinventing policy

akan diberikan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan

penyampaian SPT dan ketelambatan pembayaran atau penyetoran pajak terutang dengan

syarat membuat surat pernyataan untuk diberikan penghapusan sanksi administrasi.

Misalkan PT ABC membayar kekurangan pembayaran pajak yang terutang

berdasarkan SPT Tahunan Tahun Pajak 2013 pada tanggal 4 Mei 2015 sebesar Rp

10.000.000 dan menyampaikan SPT nya pada tanggal 6 Mei 2015. KPP menerbitkan STP

pada tanggal 23 Juli 2015. Kemudian atas SPT Tahunan Tahun Pajak 2014, PT ABC

membayar kekurangan pajak tanggal 4 Desember 2014 sebesar Rp 10.000.000 dan

menyampaikan SPT nya pada tanggal 6 Januari 2015. KPP menerbitkan STP pada tanggal 23

Juli 2015. Pada tanggal 6 Agustus 2015, Wajib Pajak mengajukan permohonan

pengurangan/penghapusan Sanksi Administrasi untuk SPT Tahunan Tahun Pajak 2013 dan

2014, maka perhitungan penghapusan sanksi administrasi dapat dilihat dalam tabel 2 di

bawah ini:

Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017

Page 7: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REINVENTING POLICY

Tabel 2 Contoh Perhitungan Penghapusan Sanksi Administrasi PT ABC

Tahun Pajak

Jenis Sanksi Administrasi

Perhitungan sanksi administrasi yang harus

dibayar

Sanksi administrasi (Rp) Keterangan

2013

Denda Pasal 7 KUP 1.000.000 1.000.000 Telat penyampaian SPT Tahunan 2012

Bunga Pasal 9 (2b) KUP

= 2% X 1 Bulan x Rp 10.000.000 200.000

Telat melakukan penyetoran hinnga 24 bulan

2014

Denda Pasal 7 KUP 1.000.000 1.000.000 Telat penyampaian SPT Tahunan 2013

Bunga Pasal 9 (2b) KUP

= 2% X 8 Bulan x Rp 10.000.000 1.600.000

Telat melakukan penyetoran hinnga 12 bulan

Total sanksi administrasi yang dihapuskan 3.800.000

Sumber : PMK 91/PMK.03/2015, diolah oleh peneliti

Apabila PT ABC memanfaatkan kebijakan reinventing policy, PT ABC akan bebas

dari sanksi administrasi yang cukup besar seperti di atas. PT ABC hanya membayar pokok

pajak yang terutang saja, yaitu di tahun 2013 sebesar Rp10.000.000,- sedangkan di tahun

2014 sebesar Rp 10.000.000,-. Apabila PT ABC tidak memanfaatkan kebijakan reinventing

policy, Wajib Pajak harus membayar pokok pajak terutang dan sanksi administrasi

sebagaimana tabel 5.1 di atas yang jika ditotal mencapai Rp 23.800.000.-. Dengan demikian,

Wajib Pajak dapat melakukan saving sebesar Rp 3.800.000,-

Manfaat lainnya yaitu penangguhan tindakan penagihan pajak atas STP. Surat

Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi maupun Surat Keputusan Pengurangan Sanksi

Administrasi harus diterbitkan oleh Dirjen Pajak paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal

diterimanya permohonan Wajib Pajak. Apabila jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut telah

lewat dan Dirjen Pajak belum menerbitkan surat keputusan atau tidak mengembalikan

permohonan Wajib Pajak, maka secara otomatis permohonan tersebut dianggap dikabulkan

dan Dirjen Pajak harus menerbitkan surat keputusan sesuai dengan permohonan yang

diajukan oleh Wajib Pajak. Selama Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan

pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, tindakan penagihan atas STP tersebut

akan ditangguhkan sampai Dirjen Pajak memberikan respon atas permohonan tersebut

3. Manfaat Kebijakan Reinventing Policy untuk KPP PMA Lima

Reinventing policy sebagai bentuk pengampunan perpajakan tidak hanya dirasakan

dapat memberikan manfaat bagi WP saja melainkan juga kepada KPP PMA Lima ataupun

Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017

Page 8: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REINVENTING POLICY

pemerintah diantaranya: (1) Meningkatkan Penerimaan Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak;

dan (2) menambah basis data pajak.

4. Respon WP di KPP PMA Lima

Menurut Grindle, implementasi perlu melihat kondisi lingkungan yang mewarnai

kebijakan tersebut. Dalam hal ini kondisi lingkungan dapat berupa respon dari Wajib Pajak.

Melalui respon Wajib Pajak, dapat diketahui apakah pelaksanaan reinventing policy berhasil

atau tidak namun. Apabila respon Wajib Pajak terhadap kebijakan ini baik yaitu banyak dari

Wajib Pajak di KPP PMA Lima yang memanfaatkan pengurangan atau penghapusan sanksi,

maka kebijakan ini cukup baik dalam menarik perhatian Wajib Pajak. Begitu juga sebaliknya,

jika respon Wajib Pajak terhadap kebijakan ini tidak signifikan, maka kebijakan reinventing

policy dapat dikatakan tidak berhasil. Namun pada kenyataannya, dalam mengukur respon

Wajib Pajak tidak mudah dikarenakan melalui data SPT Pembetulan yang masuk di tahun

2015, baik pihak DJP ataupun KPP kesulitan memisahkan mana yang memang pembetulan

SPT ditujukan untuk memanfaatkan kebijakan pengurangan atau penghapusan sanksi.

Pelaksanaan reinventing policy di KPP PMA Lima kurang mendapat sambutan baik

dari WP terdaftar di KPP PMA Lima. Hal tersebut dikarenakan hingga akhir tahun 2015,

jumlah Wajib Pajak terdaftar mencapai 1526 Wajib Pajak namun yang merupakan Wajib

Pajak efektif sebesar 838 Wajib Pajak, sisanya merupakan Wajib Pajak non efektif dan yang

telah memanfaatkan reinventing policy hanya 99 (sembilan puluh sembilan) Wajib Pajak

yang kemudian diklasifikasikan berdasarkan KLU. Dengan demikian, jumlah Wajib Pajak

yang memanfaatkan reinventing policy masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan total

jumlah Wajib Pajak efektif terdaftar di KPP PMA Lima. Perbandingan tersebut dapat dilihat

pada gambar 1 berikut ini.

Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017

Page 9: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REINVENTING POLICY

Gambar 1 Perbandingan Jumlah WP yang Memanfaatkan Reinventing Policy di KPP

PMA Lima Sumber: Seksi Pelayanan KPP PMA Lima, diolah peneliti

5. Kepatuhan Wajib Pajak di KPP PMA Lima Setelah Pelaksanaan Kebijakan

Reinventing Policy

Untuk mengidentifikasi kepatuhan Wajib Pajak di KPP PMA Lima dalam penelitian

ini dengan cara dianalisis melalui pelaporan SPT dan penyetoran pajak terutang yang masuk

sebagai penerimaan negara. Dalam segi pelaporan SPT di KPP PMA Lima, dapat

digambarkan dalam tabel 3 berikut ini.

Tabel 3 Tingkat Kepatuhan WP di KPP PMA Lima

Keterangan 2014 2015 2016 [1] WP Terdaftar 1.530 1.517 1.512 [2] WP Terdaftar Wajib SPT 833 838 834 [3] Realisasi SPT 796 817 657 [4] Rasio Kepatuhan ([3]:[2]) 96% 97% 79%

Sumber: Seksi Pelayanan KPP PMA Lima, diolah peneliti

Berdasarkan data tersebut, jumlah Wajib Pajak efektif atau dalam hal ini merupakan

Wajib Pajak wajib SPT adalah Wajib Pajak yang masih memenuhi kewajiban perpajakannya

berupa menyampaikan kewajiban perpajakan SPT Masa dan atau Tahunan sebagaimana

seharusnya. Dari tabel 3, pada tahun 2015 saat berlakunya reinventing policy terdapat

tambahan Wajib Pajak terdaftar wajib SPT sebanyak 5 (lima) perusahaan dibandingkan

dengan tahun 2014. Rasio pelaporan juga mengalami peningkatan meskipun hanya 1% yaitu

dari 96% menjadi 97%.. Namun, di tahun 2016 setelah berlakunya pelaksanaan reinventing

policy tingkat pelaporan SPT Tahunan di KPP PMA Lima menurun hingga 18% dari tahun

0  

200  

400  

600  

800  

'dak/belum  memanfaatkan  reinven'ng  

poicy  memanfaatkan  reinven'ng  

poicy  

739  

99  

Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017

Page 10: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REINVENTING POLICY

pelaksanaan reinventing policy. Dari 834 Wajib Pajak wajib SPT yang menyampaikan SPT

hanya 657 Wajib Pajak dengan rincian SPT yang masuk

Kepatuhan WP di KPP PMA Lima selain dari pelaporan SPT dapat dilihat melalui

penerimaan pajak di KPP PMA Lima. Dalam penelitian ini, penerimaan pajak dapat dilihat

dari jumlah setoran pajak yang dibayarkan dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Pada

dasarnya, target penerimaan pajak disetiap KPP berbeda-beda dilihat dari potensi Wajib

Pajak yang terdaftar dari KPP tersebut. Dalam tabel 5.5 di bawah ini, dapat dilihat target

penerimaan pajak KPP PMA Lima serta pencapaiannya dalam kurun waktu 5 (lima) tahun

terakhir sebelum kebijakan reinventing policy dan tahun 2016 (setelah pelaksanaan

reinventing policy).

Tabel 4 Pencapaian Penerimaan Pajak di KPP PMA Lima

Tahun Target (dalam Milyar)

Pencapaian (dalam Milyar)

Persentase Penerimaan Keterangan

2011 NA 10.458 NA

Sebelum pelaksanaan reinventing policy

2012 NA 9.989 NA 2013 2.393 11.776 95,02% 2014 14.953 13.072 87,42%

2015 18.248 13.631 74,70% Pelaksanaan reinventing policy 2016 (s/d

September) 18.567 12.014 64,71% Setelah pelaksanaan reinventing policy

*Keterangan: data realisasi target tahun 2011 dan 2012 tidak lengkap dan tidak diketahui.

Sumber: Seksi Pelayanan KPP PMA Lima, diolah peneliti

Dalam tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa pencapaian penerimaan pajak di KPP PMA

Lima menurun. Hal tersebut berbanding terbalik dengan target penerimaan yang setiap

tahunnya meningkat. Pada saat pelaksanaan kebijakan reinventing policy mengalami

penurunan sebesar 12,72%. Sedangkan untuk tahun 2016, pencapaian penerimaan pajak di

KPP PMA Lima turun hingga 10%. Hal tersebut menggambarkan bahwa pelaksanaan

kebijakan reinventing policy yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara belum

mencapai sasaran mengingat sasaran kebijakan reinventing policy tidak hanya berhenti pada

tahun 2015 saja melainkan juga mampu meningkatkan penerimaan untuk tahun-tahun

selanjutnya yaitu setelah periode kebijaakan reinventing policy berakhir.

6. Hambatan yang Dihadapi KPP PMA Lima dalam Pelaksanaan Reinventing

Policy

Dalam suatu kebijakan yang dilaksanakan, tentunya tidak semuanya dapat berjalan

dengan lancar sesuai arah, sasaran dan tujuannya. Meskipun dalam suatu kebijakan disusun

Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017

Page 11: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REINVENTING POLICY

secara matang dan optimal namun juga tidak luput dari suatu hambatan dalam

pelaksanaannya. Berdasarkan teori Van Meter dan Horn, dalam proses implementasi atau

pelaksanaan kebijakan, kemungkinan akan terjadi perbedaan antara harapan pembuat

kebijakan dengan apa yang sesungguhnya terjadi. Hal tersebut dapat dikarenakan adanya

hambatan atau masalah ketika kebijakan diimplementasikan.

Berikut ini adalah hambatan-hambatan dalam pelaksanaan reinventing policy yaitu:

a. Jangka Waktu Yang Terlalu Singkat Antara Penetapan Kebijakan dan Pelaksanaan

Jangka waktu yang terlalu singkat antara penetapan kebijakan dan pelaksanaan

menyebabkan:

1) Sosialisasi yang dilakukan kurang maksimal mengingat batas waktu pemanfaatan

hanya sampai Desember 2015.

2) Kurangnya informasi yang didapat mengenai kebijakan reinventing policy.

3) Minimnya informasi membuat Wajib Pajak menjadi ragu untuk mengikuti kebijakan

reinventing policy dan akhirnya banyak baru memanfaatkan kebijakan reinventing

policy di penghujung batas waktu

b. Prosedur Reinventing Policy Yang Dinilai Cukup Lama dan Kurang Efektif

Kebijakan yang jangka waktunya cukup singkat ditambah persyaratan untuk

pengajuannya yang cukup banyak membuat Wajib Pajak menyiapkan permohonan cukup

lama. Adapun prosedur penanganan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi

administrasi di Kantor Pelayanan Pajak diatur dalam SE-45/PJ/2015 yang mana

mengikuti prosedur pada Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-

17/PJ/2014 sebagaimana dapat dilihat dalam gambar 2 di bawah ini.

Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017

Page 12: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REINVENTING POLICY

Gambar 2 Alur Prosedur Penanganan Permohonan Penghapusan atau

Pengurangan Sanksi Sumber: SE-40/PJ/2015, diolah oleh peneliti

c. Adanya Issue Pengampunan Pajak Yang Lebih Besar di Tahun 2016

Kebijakan reinventing policy merupakan suatu kebijakan yang diharapkan pemerintah

untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dengan memberikan insentif menarik, berupa

pengurangan atau penghapusan sanksi. Dikeluarkannya kebijakan ini juga sebagai alat

dalam pembinaan Wajib Pajak di tahun 2015 untuk mengantisipasi adanya penegakan

hukum di tahun 2016. Penegakan hukum tersebut sepeti pemeriksaan, penetapan pajak,

surat teguran, surat paksa, blokir rekening, sita harta, pencegahan, gijzeling, bukti

permulaan dan pidana. Namun pada saat pelaksanaan kebijakan reinventing policy sedang

berjalan, keluar issue bahwa pemerintah akan mengeluarkan pengampunan pajak penuh

atau tax amnesty di tahun 2016. Hal ini kemudian membuat Wajib Pajak merasa tidak

tertarik dengan kebijakan reinventing policy

B. Upaya KPP PMA Lima dalam Mengoptimalkan Pelaksanaan Reinventing Policy

Agar kebijakan bisa berjalan dengan efektif, menurut Van Horn dan Van Mater apa

yang menjadi standar tujuan harus dipahami oleh para individu (implementors) yaitu orang

yang bertanggung jawab atas pencapaian standar dan tujuan kebijakan. Karena itu standar

dan tujuan harus dikomunikasikan kepada para pelaksana, dalam hal ini adalah pegawai KPP

Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017

Page 13: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REINVENTING POLICY

PMA Lima. Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi kepada para pelaksana

kebijakan tentang apa menjadi standar dan tujuan harus konsisten dan seragam dari berbagai

sumber informasi. Jika tidak ada kejelasan dan konsistensi serta keseragaman terhadap suatu

standar dan tujuan kebijakan, maka yang menjadi standar dan tujuan kebijakan sulit untuk

bisa dicapai. Dengan kejelasan itu, para pelaksana kebijakan dapat mengetahui apa yang

diharapkan darinya dan tahu apa yang harus dilakukan.

Dalam kebijakan reinventing policy ini, peranan dari KPP sangat diperlukan untuk

mengoptimalkan jalannya pelaksanaan kebijakan reinventing policy. Salah satunya dengan

melakukan kegiatan sosialisasi. Kegiatan sosialisasi yang telah dilakukan kepala KPP PMA

Lima dan Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus, yaitu beberapa kali mengadakan kunjungan ke

luar kota untuk tatap muka dan mengadakan sosialisasi dengan WP yang terdaftar di KPP

PMA Lima namun berdomisili di luar kota. Kunjungan ke luar kota tersebut diantaranya Bali,

Medan, dan Surabaya. Di Bali terdapat 62 undangan yang hadir mengikuti kegiatan

sosialisasi. Untuk daerah Medan terdapat 26 WP undangan, sedangkan di Surabaya 16 WP

undangan yang hadir mengikuti kegiatan sosialisasi.

Selain kegiatan sosialisasi, upaya yang dilakukan KPP PMA Lima yaitu menerbitkan

surat himbauan dan memberi kesempatan WP untuk berkonsultasi dengan AR. Berdasarkan

data yang diterima peneliti dari bagian pelayanan KPP PMA Lima, di Jakarta tidak dilakukan

sosialisasi seperti roadshow atau seminar seperti di luar kota melainkan WP diberikan

kesempatan untuk dapat langsung berkonsultasi dengan AR masing-masing. Berikut ini

merupakan tugas masing-masing AR yaitu:

1. Membuat profiling Wajib Pajak, yaitu mengklasifikasikan Wajib Pajak berdasarkan

bidang usahanya.

2. Membuat riwayat perusahaan, riwayat penyetoran dan riwayat pelaporan pajak

masing-masing perusahaan.

3. Mengakumulasikan potensi pajak yang belum dilaporkan dengan menerbitkan surat

himbauan.

Dalam surat himbauan tersebut, AR juga menghimbau WP untuk memanfaatkan

kebijakan reinventing policy guna meringankan beban WP dalam pembayaran pajak.

Kemudian upaya lainnya yaitu melakukan lembur di penghujung batas waktu

pelaksanaan reinventing policy. Lembur terkait pelayanan kebijakan reinventing policy

tersebut dilakukanhingga pukul 19.00 WIB. Demi menyebarkan informasi mengenai

kebijakan ini, KPP PMA Lima membuat spanduk, pamflet atau baliho di lingkungan KPP

PMA Lima

Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017

Page 14: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REINVENTING POLICY

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka simpulan dari permasalahan yang

diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Implementasi kebijakan reinventing policy di KPP PMA Lima dikatakan tidak

berhasil dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dan penerimaan pajak karena

sasaran kebijakan reinventing policy yang tidak tercapai. Beberapa hal lain yang perlu

diperhatikan juga dalam implementasi kebijakan reinventing policy antara lain

sebagai berikut:

a. Manfaat-manfaat reinventing policy yang diperoleh Wajib Pajak yaitu

pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan penangguhan tindakan

penagihan pajak atas Surat Tagihan Pajak.

b. Manfaat-manfaat reinventing policy yang diperoleh KPP PMA Lima yaitu

meningkatkan penerimaan pajak dan menambah basis data Wajib Pajak.

c. Respon dari Wajib Pajak kurang baik karena bila dibandingkan dengan total

jumlah WP terdaftar efektif sebesar 838 WP, hanya 99 WP yang memanfaatkan

kebijakan reinventing policy.

d. Kepatuhan Wajib Pajak di KPP PMA Lima setelah pelaksanaan kebijakan

reinventing policy yaitu tahun 2016 baik dari segi pelaporan SPT maupun

penerimaan menurun bila dibandingkan dengan saat pelaksanaan kebijakan

reinventing policy berjalan.

e. Hambatan-hambatan yang dihadapi KPP PMA Lima dalam pelaksanaan kebijakan

reinventing policy yaitu: (1) jangka waktu yang singkat antara penetapan dan

pelaksanaan kebijakan; (2) prosedur reinventing policy yang dinilai cukup lama

dan kurang efektif; dan (3) adanya issue pengampunan pajak yang lebih besar di

tahun 2016.

2. Adapun upaya-upaya yang dilakukan KPP PMA Lima dalam mengoptimalkan

pelaksanaan kebijakan reinventing policy diantaranya sebagai berikut:

a. Sosialisasi kebijakan reinventing policy secara tatap muka dengan Wajib Pajak

yang telah dilakukan di beberapa kota di luar jakarta;

b. Menerbitkan surat himbauan dan memberi kesempatan WP untuk berkonsultasi

dengan AR; dan

c. Melakukan lembur di penghujung batas waktu pelaksanaan reinventing policy.

Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017

Page 15: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REINVENTING POLICY

Saran

Saran terkait hasil analisis implementasi reinventing policy baik bagi pemerintah

maupun KPP PMA Lima sebagai berikut:

1. Dalam suatu kebijakan pengampunan pajak perlu disosialisasikan lebih awal agar

dalam pelaksanaan kebijakan tersebut dapat berjalan dengan baik dan didukung

dengan penegakkan hukum pasca pengampunan pajak.

2. Basis data yang sudah diperoleh dari pelaksanaan reinventing policy harus dapat

dioptimalkan sebagai dasar untuk ekstensifikasi ataupun intensifikasi pajak

selanjutnya.

Daftar Referensi

Cresswell, John W. (1994). Research Design: Qualitative & Quantitative Approach.

California: Sage Publication.

Darmayanti, Theresia Woro.(2004). Pelaksanaan Self Assesment System Menurut Wajib

Pajak (Studi Kasus pada Wajib Pajak Badan Salatiga). Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Volume

X No. 1.

Direktorat Jenderal Pajak. (2016). Refleksi Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak. Diunduh pada 30

September 2009 http://www.pajak.go.id/content/article/refleksitingkatkepatuhanwajibpajak

Direktur Jenderal Pajak. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-40/PJ/2015

tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri KeuanganNomor 91/Pmk.03/2015 Tentang

Pengurangan Atau PenghapusanSanksi Administrasi Atas KeterlambatanPenyampaian Surat

Pemberitahuan, Pembetulan Surat Pemberitahuan,Dan Keterlambatan Pembayaran Atau

Penyetoran Pajak.

Gunadi.(2016)Upaya Pemerintah Mempertahankan Dana Repatriasi dan UU Pajak Pasca

Amnesti

Nurmantu, Safri dan Samudra, Azhari A. (2003). Dasar-Dasar

Perpajakan.Jakarta:Universitas Terbuka

OECD Committee of Fiscal Affairs Forum on Strategic Management. (2001)Principle of

Good Tax Administration – Practice Note, Centre for Tax Policy and Administration.

Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017

Page 16: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REINVENTING POLICY

Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 Tentang

Pengurangan Atau PenghapusanSanksi Administrasi Atas KeterlambatanPenyampaian Surat

Pemberitahuan, Pembetulan Surat Pemberitahuan,Dan Keterlambatan Pembayaran Atau

Penyetoran Pajak.

Sawyer, Adrian. (2006)targetting Amnesties at Ingrained Evasion – a New Zealand Inititative

Warranting Wider Consideration?.Journal, Taxation and Bussiness Law, Department of

Accountancy, Finance and Information Systems, University of Canterbury, 2006 diunduh dari

www.search.proquest.com, 9 Oktober 2016

Setiyaji, Gunawan dan Amir,Hidayat. (2005).Evaluasi Kinerja Sistem Perpajakan Indonesia.

Jurnal Ekonomi Universitas Indonesia Esa Unggul, Edisi November 2005.

Subyantoro, Arief dan Suwarto. (2007). Metodik dan Teknik Penelitian Sosial.Yogyakarta:

Andi

Witte, Ann D. & Woodbury Diane F. (1985). The Effect of Tax Laws and Tax Administration

on Tax Compliance: The Case of The U.S Individual Income Tax. University of North

Carolina. diunduh www.search.proquest.com, tanggal 1 Agustus 2016, pukul 9:29 WIB, 2.

Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017