Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada...

67
Pelaksanaan Prinsip-prinsip Good Governance dan Reinventing Government dalam Pelayanan Publik pada era Otonomi Daerah PERSPEKTIF PARADIGMA BARU ADMINISTRASI NEGARA DALAM MENGHADAPI PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN (Suatu Tinjauan Pelaksanaan Prinsip-prinsip Good Governance dan Reinventing Government dalam Pelayanan Publik pada era Otonomi Daerah) Pendahuluan Selama ini, Public Administration selalu diterjemahkan dengan Administrasi Negara. Akibat dari terjemahan seperti itu, selama beberapa dekade di Indonesia, orientasi administrasi negara adalah bagaimana pelayanan kepada negara, dan masyarakat harus melayani negara, semuanya serba negara sehingga muncul istilah “abdi negara”. Apabila segala sesuatu diatasnamakan negara, maka hal tersebut sudah harus tuntas, dan direlakan; semua orang harus berkorban demi negaranya. Dengan demikian, pelayanan yang semula dikonsep untuk masyarakat umum, terbalik menjadi pelayanan untuk negara. Padahal konsep awal dari Public Administration sesuai dengan terjemahannya adalah “Administrasi Publik” yaitu berorientasi kepada masyarakat. Perkembangan terbaru paradigma administrasi publik, mengarah kepada

Transcript of Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada...

Page 1: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

Pelaksanaan Prinsip-prinsip Good Governance dan Reinventing Government dalam Pelayanan Publik pada era Otonomi Daerah

PERSPEKTIF PARADIGMA BARU ADMINISTRASI NEGARA DALAM

MENGHADAPI PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP PENYELENGGARAAN

PEMERINTAHAN

(Suatu Tinjauan Pelaksanaan Prinsip-prinsip Good Governance dan Reinventing

Government dalam Pelayanan Publik pada era Otonomi Daerah)

Pendahuluan

Selama ini, Public Administration selalu diterjemahkan dengan Administrasi Negara.

Akibat dari terjemahan seperti itu, selama beberapa dekade di Indonesia, orientasi administrasi

negara adalah bagaimana pelayanan kepada negara, dan masyarakat harus melayani negara,

semuanya serba negara sehingga muncul istilah “abdi negara”. Apabila segala sesuatu

diatasnamakan negara, maka hal tersebut sudah harus tuntas, dan direlakan; semua orang harus

berkorban demi negaranya. Dengan demikian, pelayanan yang semula dikonsep untuk

masyarakat umum, terbalik menjadi pelayanan untuk negara. Padahal konsep awal dari Public

Administration sesuai dengan terjemahannya adalah “Administrasi Publik” yaitu berorientasi

kepada masyarakat. Perkembangan terbaru paradigma administrasi publik, mengarah kepada

masyarakat dan berorientasi kepada masyarakat serta berupaya bagaimana strategi melakukan

atau melayani masyarakat (publik). Hal ini sejalan dengan hakekat pelaksanaa era otonomi,

yakni peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

Pada dasarnya masyarakat tidak terlalu peduli dengan more regulated atau less

regulated, less governed atau more governed karena kepedulian utama mereka terletak pada

terselesaikannya beragam masalah yang mereka hadapi. Bagi administrasi publik, kondisi ini

merupakan tantangan besar yang harus dihadapi mengingat kebutuhan masyarakat yang

semakin kompleks sementara sumber daya dan kapasitas birokrasi yang berkembang tidak

Page 2: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

sebanding dengan perkembangan kebutuhan tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir ini,

berkembang beragam pendekatan dalam menghadapi tuntutan ini. Isu manajemen publik dan

public governance (kepemerintahan publik) terus meluas dan menjadi perdebatan hangat

(Khairul Muluk, 2004).

Paradigma Good Governance dalam Pelayanan Publik

Penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik yang dilakukan oleh

pemerintah atau pemerintah daerah, selama ini didasarkan pada paradigma rule government

(pendekatan legalitas). Dalam merumuskan, menyusun dan menetapkan kebijakan senantiasa

didasarkan pada pendekatan prosedur dan keluaran (out put), serta dalam prosesnya

menyandarkan atau berlindung pada peraturan perundang-undangan atau mendasarkan pada

pendekatan legalitas. Penggunan paradigma rule government atau pendekatan legalitas, dewasa

ini cenderung mengedepankan prosedur, hak dan kewenangan atas urusan yang dimiliki

(kepentingan pemerintah daerah), dan kurang memperhatikan prosesnya. Pengertiannya, dalam

proses merumuskan, menyusun dan menetapkan kebijakan, kurang optimal melibatkan

stakeholder (pemangku kepentingan di lingkungan birokrasi, maupun masyarakat).

Penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik menurut paradigma

good governance, dalam prosesnya tidak hanya dilakukan oleh pemerintah daerah berdasarkan

pendekatan rule government (legalitas), atau hanya untuk kepentingan pemeintahan daerah.

Paradigma good governance, mengedepankan proses dan prosedur, dimana dalam proses

persiapan, perencanaan, perumusan dan penyusunan suatu kebijakan senantiasa mengedepankan

kebersamaan dan dilakukan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

Pelibatan elemen pemangku kepentingan di lingkungan birokrasi sangat penting, karena

merekalah yang memiliki kompetensi untuk mendukung keberhasilan dalam pelaksanaan

kebijakan. Pelibatan masyarakat juga harus dilakukan, dan seharusnya tidak dilakukan

formalitas, penjaringan aspirasi masyarakat (jaring asmara) tehadap para pemangku kepentingan

dilakukan secara optimal melalui berbagai teknik dan kegiatan, termasuk di dalam proses

perumusan dan penyusunan kebijakan.

Page 3: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

Penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, pada dasarnya menuntut keterlibatan

seluruh komponen pemangku kepentingan, baik di lingkungan birokrasi maupun di lingkungan

masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik, adalah pemerintah yang dekat dengan

masyarakat dan dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Esensi kepemerintahan yang baik (good governance) dicirikan dengan terselenggaranya

pelayanan publik yang baik, hal ini sejalan dengan esensi kebijakan desentralisasi dan otonomi

daerah yang ditujukan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah mengatur dan mengurus

masyarakat setempat, dan meningkatkan pelayanan publik.

Kebijakan pelayanan publik di era otonomi daerah sangat strategis dalam upaya

mewujudkan kepemerintahan yang baik, dengan demikian pelayanan publik memiliki nilai

strategis dan menjadi prioritas untuk dilaksanakan. Menjadi pertanyaan, apakah fungsi

pemerintahan yang lainnya tidak strategis dan tidak prioritas? Bukankah dalam penyelenggaraan

pemerintahan juga banyak masalah yang mendesak yang harus ditangani? Jawabannya tidak

sederhana. Tetapi kalau kita memahami essensi kepemerintahan yang baik dan hubungannya

dengan tujuan pemberian otonomi daerah, maka sebenarnya jelas arahnya, yaitu pemerintah

daerah diberi tugas dan fungsi, serta tanggungjawab dan kewajiban untuk menyelenggarakan

pelayanan publik yang baik.

Beberapa pertimbangan mengapa pelayanan publik (khususnya dibidang perizinan dan

non perizinan) menjadi strategis, dan menjadi prioritas sebagai kunci masuk untuk melaksanakan

kepemerintahan yang baik di Indonesia. Salah satu pertimbangan mengapa pelayanan publik

menjadi strategis dan prioritas untuk ditangani adalah, karena dewasa ini penyelenggaraan

pelayanan publik sangat buruk dan signifikan dengan buruknya penyelenggaraan good

governance. Dampak pelayanan publik yang buruk sangat dirasakan oleh warga dan masyarakat

luas, sehingga menimbulkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap kinerja pelayanan

pemerintah. Buruknya pelayanan publik, mengindikasikan kinerja manajemen pemerintahan

yang kurang baik.

Kinerja manajemen pemerintahan yang buruk, dapat disebabkan berbagai faktor, antara

lain: ketidakpedulian dan rendahnya komitmen top pimpinan, pimpinan manajerial atas,

menengah dan bawah, serta aparatur penyelenggara pemerintahan lainnya untuk berama-sama

Page 4: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

mewujudkan tujuan otonomi daerah. Selain itu, kurangnya komitmen untuk menetapkan dan

melaksanakan strategi dan kebijakan meningkatkan kualitas manajemen kinerja dan kualitas

pelayanan publik. Contoh: Banyak Pemerintah Daerah yang gagal dan/atau tidak optimal

melaksanakan kebijakan pelayanan terpadu satu atap, tetapi banyak yang berhasil menerapkan

kebijakan pelayanan terpadu satu atap (seperti; Jembrana, Solok, Sragen dan daerah lainnya)

Meningkatnya kualitas pelayanan publik, sangat dipengaruhi oleh kepedulian dan

komitmen pimpinan/top manajer dan aparat penyelenggara pemerintahan untuk

menyelenggarakan kepemerintahan yang baik. Perubahan signifikan pelayanan publik, akan

dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan berpengaruh terhadap meningkatnya kepercayaan

masyarakat kepada pemerintah daerah.

Terselenggaranya pelayanan publik yang baik, memberikan indikasi membaiknya kinerja

manajemen pemerintahan, disisi lain menunjukan adanya perubahan pola pikir yang berpengaruh

terhadap perubahan yang lebih baik terhadap sikap mental dan perilaku aparat pemerintahan

yang berorientasi pada pelayanan publik.

Tidak kalah pentingnya, pelayanan publik yang baik akan berpengaruh untuk

menurunkan atau mempersempit terjadinya KKN dan pungli yang dewasa ini telah merebak di

semua lini ranah pelayanan publik, serta dapat menghilangkan diskriminasi dalam pemberian

pelayanan. Dalam kontek pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat, perbaikan atau

peningkatan pelayanan publik yang dilakukan pada jalur yang benar, memiliki nilai strategis dan

bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan investasi dan mendorong kegiatan

pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat luas (masyarakat dan swasta).

Paradigma good governance, dewasa ini merasuk di dalam pikiran sebagian besar

stakeholder pemerintahan di pusat dan daerah, dan menumbuhkan semangat pemerintah daerah

untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja mamajemen pemerintahan daerah, guna

meningkatkan kualitas pelayanan publik. Banyak pemerintah daerah yang telah mengambil

langkah-langkah positif didalam menetapkan kebijakan peningkatan kualitas pelayanan publik

berdasarkan prinsip-prinsip good governance.

Page 5: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

Paradigma good governance menjadi relevan dan menjiwai kebijakan pelayanan publik

di era otonomi daerah yang diarahkan untuk meningkatkan kinerja manajemen pemerintahan,

mengubah sikap mental, perilaku aparat penyelenggara pelayanan serta membangun kepedulian

dan komitmen pimpinan daerah dan aparatnya untuk memperbaiki dan meningkatkan pelayanan

publik yang berkualitas.

Desentralisasi dan Reformasi Pelayanan Publik

Otonomi daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah kewenangan

daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut

prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan perundang-undangan. Dengan

otonomi daerah berarti telah dipindahkan sebagian besar kewenangan yang tadinya berada di

pemerintah pusat kepada daerah otonom, sehingga pemerintah daerah otonom dapat lebih cepat

dalam merespon tuntutan masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Karena

kewenangan membuat kebijakan (perda) sepenuhnya menjadi wewenang daerah otonom, maka

dengan otonomi daerah pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan diharapkan

akan dapat berjalan lebih cepat dan lebih berkualitas.

Beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian serius dalam pelaksanaan otonomi daerah

antara lain pelayanan publik, formasi jabatan, pengawasan keuangan daerah dan pengawasan

independen. Yang perlu dikedepankan oleh pemerintah daerah adalah bagaimana pemerintah

daerah mampu membangun kelembagaan daerah yang kondusif, sehingga dapat mendesain

standar Pelayanan Publik yang mudah, murah dan cepat. Pelayanan publik merupakan bagian

dari pemerintahan yang baik (good governance) yang salah satu parameternya adalah cara

aparatur pemerintah memberikan pelayanan kepada rakyat. Prinsip good governance bisa

terwujud jika pemerintahan diselenggarakan secara transparan, responsif, partisipatif, taat hukum

(rule of law), sesuai konsensus, nondiskriminasi, akuntabel, serta memiliki visi yang strategis.

Bila kita mengamati lebih dalam praktik negara atau pemerintah kita terkait dengan

pelayanan publik, maka tampak jelas bahwa arah dan kebijakan layanannya tidak pasti.

Masyarakat atau rakyat pada dasarnya memiliki hak-hak dasar, yang harus menjadi tanggung

jawab pemerintah untuk memenuhinya atau paling tidak terjamin pelaksanaannya. Akan tetapi,

Page 6: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

dalam realitasnya, banyak arah dan kebijakan layanan publik tidak ditujukan guna peningkatan

kesejahteraan publik. Namun sebaliknya, layanan publik mendorong masyarakat atau rakyat

untuk “melayani” elit penguasa.

Pemerintah melahirkan berbagai kebijakan dalam bentuk hukum, perundang-undangan,

peraturan-peraturan dan lainnya bertalian dengan layanan publik. Berbagai kebijakan itu katanya

bermaksud hendak melindungi hak-hak warga negara, meskipun dalam praktiknya banyak yang

melanggar kepentingan warga negara, misalnya penggusuran lahan rakyat untuk bangunan super

market. Pengalihan fungsi lahan pertanian menjadi lahan perumahan dan industri adalah

kebijakan layanan publik yang melanggar hak-hak warga, khususnya kaum tani. Pelayanan

publik yang buruk merupakan salah satu bentuk penyimpangan, penyalahgunaan wewenang, dan

maladministrasi.

Maladministrasi adalah tindakan atau perilaku penyelenggara administrasi negara dalam

pemberian pelayanan publik yang bertentangan dengan kaidah serta hukum yang berlaku. Atau,

menyalahgunakan wewenang (detournement de pouvoir) yang menimbulkan kerugian serta

ketidakadilan. Prinsip "kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah" salah satunya juga

dimotivasi perilaku mencari keuntungan sesaat kalangan aparatur pemerintah yang bertugas

memberikan pelayanan publik. Masyarakat yang tidak tahan diperlakukan demikian oleh

pemberi pelayanan publik akhirnya terjebak ikut berbuat tercela dengan memberikan suap

kepada aparat selaku pemberi layanan.

Reformasi pelayanan publik ternyata masih tertinggal dibanding reformasi di berbagai

bidang lainnya. Sistem dan filsafat yang mendasari pelayanan publik di Indonesia tidak hanya

ketinggalan jaman, tetapi juga menghasilkan kinerja dibawah standar dalam masyarakat yang

berubah secara cepat. Kita masih jauh tertinggal dibanding Filipina, Malaysia dan Thailand

dalam indikator-indikator gabungan kualitas birokrasi, korupsi, dan kondisi sosial ekonomi.

Pendidikan, Kesehatan dan Hukum (administrasi) adalah tiga komponen dasar pelayanan

publik yang harus diberikan oleh penyelenggaran negara (pemerintah) kepada rakyat. Hingga

saat ini, pelayanan tersebut tampak belum maksimal. Kondisi iklim investasi, kesehatan, dan

pendidikan saat ini sangat tidak memuaskan, sebagai akibat tidak jelasnya dan rendahnya

Page 7: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

kualitas pelayanan yang ditawarkan oleh institusi-institusi pemerintahan. Bahkan muncul

berbagai permasalahan; masih terjadinya diskriminasi pelayanan, tidak adanya kepastian

pelayanan, birokrasi yang terkesan berbelit-belit serta rendahnya tingkat kepuasan masyarakat.

Faktor-faktor penyebab buruknya pelayanan publik selama ini antara lain:

a. Kebijakan dan keputusan yang cenderung menguntungkan para elit politik dan sama

sekali tidak pro rakyat.

b. Kelembagaan yang dibangun selalu menekankan sekedar teknis-mekanis saja dan bukan

pedekatan pe-martabat-an kemanusiaan.

c. Kecenderungan masyarakat yang mempertahankan sikap nrima (pasrah) apa adanya yang

telah diberikan oleh pemerintah sehingga berdampak pada sikap kritis masyarakat yang

tumpul.

d. Adanya sikap-sikap pemerintah yang berkecenderungan mengedepankan informality

birokrasi dan mengalahkan proses formalnya dengan asas mendapatkan keuntungan

pribadi.

Salah satu faktor penyebab utama dari keterpurukan sektor perekonomian adalah masih

kuatnya prilaku koruptif di dalam berbagai aspek kehidupan, terutama di sektor birokrasi dengan

salah satu fokus utamanya di sektor pelayanan publik. Konsekuensinya, timbullah biaya ekonomi

tinggi yang berdampak kepada rendahnya daya saing Indonesia dibandingkan negara

berkembang lainnya dalam menarik investasi dan dalam memasarkan komoditinya baik di dalam

negeri maupun ke luar negeri. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat, yang

kemudian bermuara pada stagnannya proses peningkatan kesejahteraan rakyat.

Masih kuatnya perilaku koruptif ini salah satunya dibuktikan dengan dari masih

rendahnya Corruption Perception Index (CPI) Indonesia tahun 2006 yang dikeluarkan oleh

Transparency International Indonesia (TII) , yaitu 2,4 – naik 0,2 point dari CPI tahun 2005.

Sensus pegawai negeri yang baru-baru ini dilakukan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN)

menunjukkan bahwa ada Penyelanggaraan Pemerintahan kita melibatkan 3,6 juta pegawai

negeri, tetapi anggaran negara menunjukan bahwa jumlahnya hanya sedikit kurang dari 4 juta.

Dengan kata lain, hampir 400 ribu pegawai negeri yang ada dalam daftar gaji tidak bekerja untuk

Page 8: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

negara. Kenyataan ini memberikan dasar yang kuat untuk menelaah kembali anggaran

kepegawaian, berbagai posisi dan fungsi kepegawaian, serta untuk membangun rencana strategis

menghadapi berbagai ketidakwajaran yang ada, yang memperburuk kondisi anggaran dan

berpengaruh terhadap pelayanan publik.

Pemerintah perlu menyusun Standar Pelayanan bagi setiap institusi di daerah yang

bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat. Deregulasi dan Debirokratisasi mutlak

harus terus menerus dilakukan oleh Pemda, serta perlu dilakukan evaluasi secara berkala agar

pelayanan publik senantiasa memuaskan masyarakat. Ada lima cara perbaikan di sektor

pelayanan publik yang patut dipertimbangkan: Mempercepat terbentuknya UU Pelayanan Publik,

Pembentukan pelayanan publik satu atap (one stop services), Transparansi biaya pengurusan

pelayanan publik, Membuat Standar Operasional Prosedur (SOP), dan reformasi pegawai yang

berkecimpung di pelayanan publik.

Pelaksanaan Otonomi Daerah memungkinkan pelaksanaan tugas umum Pemerintahan

dan tugas Pembangunan berjalan lebih efektif dan efisien serta dapat menjadi sarana perekat

Integrasi bangsa. Untuk menjamin agar pelaksanaan otonomi daerah benar-benar mampu

meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, maka segenap lapisan masyarakat baik

mahasiswa, LSM, Pers maupun para pengamat harus secara terus menerus memantau kinerja

Pemda dengan mitranya DPRD agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan mereka sendiri,

transparansi, demokratisasi dan akuntabilitas harus menjadi kunci penyelenggaraan

pemerintahan yang Good dan Clean Government.

Pemerintah memang tidak memiliki paradigma yang jelas dalam soal layanan publik dan

mempertahankan birokrasi yang feodal. Transformasi paradigmatik, disain ulang sistem dan

organisasi layanan publik harus dilakukan agar pemerintah menjadi handal melakukan kewajiban

publiknya. Sejatinya, Excelent Service harus menjadi acuan dalam mendesain struktur organisasi

di pemerintah daerah. Bila semua daerah otonom dapat menyelenggarakan pemerintahan secara

bersih dan demokratis, maka pemerintah kita secara nasional pada suatu saat nanti akan dapat

menjadi birokrasi yang bersih dan profesional sehingga mampu menjadi negara besar yang

diakui dunia.

Page 9: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

Dunia saat ini telah berada dalam era yang disebut globalisasi, kondisi dimana terjadi

perubahan signifikan dalam kehidupan suatu masyarakat yang tidak lagi dapat dibatasi oleh

sekedar batas administrasi kewilayahan, karena pesatnya penemuan-penemuan teknologi.

Globalisasi dipengaruhi oleh inovasi teknologi di satu sisi dan persaingan dalam era perdagangan

bebas di sisi lain”. Sementara W.W. Rostow (1960) dengan teorinya tentang 5 tahapan

pertumbuhan menunjukkan bahwa suatu komunitas bangsa tingkatan pertumbuhannya dapat

dilihat dari sudut pandang ekonomi dalam lima kategori: "It is possible to identify all societies, in

their economic dimensions, as lying within one of five categories: the traditional society, the

preconditions for take-off, the take-off, the drive to maturity, and the age of high mass-

consumption".

Sejalan dengan pendapat Rostow, era globalisasi saat ini mengindikasikan bahwa

masyarakat dunia pada umumnya telah memasuki tahapan the age of high mass-consumption

atau tingkatan kelima. Kondisi dimana terjadi pergeseran pada sektor-sektor dominan terhadap

kebutuhan barang dan jasa sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat. Sebagian besar

masyarakat telah terpenuhi kebutuhan dasarnya yakni sandang, pangan dan papan serta

berubahnya struktur angkatan kerja yang meningkat tidak hanya proporsi jumlah penduduk

perkotaan melainkan juga jumlah angkatan kerja yang terampil.

Menghadapi kondisi masyarakat tersebut di atas, maka diperlukan peran administrasi

negara dan pemerintahan dalam memberikan pelayanan secara efiktif, efisien dan secara

profesional. Tantangan perubahan masyarakat dan tantangan terhadap kinerja pemerintahan

selain menghadapi masyarakat yang semakin cerdas dan masyarakat yang semakin banyak

tuntutannya/variatif serta memenuhi standar kualitatif sangatlah terbatas, pada akhir kekuasaan

Orde Baru pun, birokrasi pernah dikritik habis-habisan oleh kalangan gerakan pro-reformasi.

“Birokrasi dianggap sebagai salah satu ”penyakit” yang menghambat akselerasi kesejahteraan

masyarakat dan penyelenggaraan pemerintahan yang sehat“ (Edi Siswadi, 2005). Ungkapan

klasik dan kritis seperti “kalau bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah”, misalnya, berkembang

seiring dengan penampakan kinerja aparatur yang kurang baik di mata masyarakat. Ungkapan itu

menggambarkan betapa buruknya perilaku pelayanan birokrasi kita yang berpotensi

menyuburkan praktik percaloan dan pungutan liar (rent seeking). Kondisi inilah yang sebetulnya

memunculkan iklim investasi di daerah kurang kompetitif. Kondisi pelayanan seperti ini perlu

Page 10: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

segera direformasi guna mewujudkan kinerja birokrasi dan kinerja pelayanan publik yang

berkualitas.

Menghadapi kondisi ini maka pemerintah sebagai pelayan public perlu mengupayakan

untuk menekan sekecil mungkin terjadinya kesenjangan antara tuntutan pelayanan masyarakat

dengan kemampuan aparatur pemerintah untuk memenuhinya, sebab keterbatasan sarana dan

prasarana yang telah ada tidak dapat dijadikan sebagai alasan pembenar tentang rendahnya

kualitas pelayanan kepada masyarakat. Kemandirian dan kemampuan yang handal dari

pemerintah merupakan syarat tetap terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah

untuk memenuhi segala kebutuhan pelayanan umumnya.

Dalam kaitan inilah maka pemerintah perlu memiliki semangat kewirausahaan

(entrepreneurship). Ide penataan ulang pemerintahan ini sejalan dengan pemikiran dan

perkembangan administrasi negara yang berusaha melakukan reinventing government pada awal

tahun 1990-an. Salah satu ide pokok dari perubahan administrasi negara tersebut adalah

pentingnya public service sebagai orientasi dari birokrasi pemerintahan.

Perubahan mendasar dalam struktur birokrasi berlangsung sangat cepat. Semenjak

reformasi, pemerintah pusat telah merekonstruksi struktur birokrasi pemerintah daerah dua kali.

Masing-masing melalui UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 32 Tahun 2004. Penataan

birokrasi pemerintah daerah, secara normatif merupakan bagian dari rekayasa sosial guna

mengatasi krisis multidimensi yang melanda. Dalam skala kecil atau mikro, hal ini dilakukan

untuk kepentingan memulihkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi. Dalam skala

makro untuk menciptakan lingkungan kerja dan budaya organisasi yang sehat dan kondusif,

sehingga tingkat kepuasaan masyarakat (customer satisfaction) meningkat dan iklim investasi

menyehat (Edi Siswadi, dalam Pikiran Rakyat, 2005).

Untuk mewujudkan tujuan itu, perlu ada penataan administrasi negara dan birokrasi

pemerintahan dalam rangka membangun kinerja pemerintahan yang efektif, efisien, dan

profesional. Setidaknya, “stempel” yang diberikan masyarakat mengenai buruk dan berbelit-

belitnya birokrasi pada pemerintah baik pusat ataupun di daerah dapat dikurangi. Peran

administrasi negara dan pemerintahan di masa mendatang dengan melihat beberapa tuntutan

Page 11: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

masyarakat diatas dengan kondisi pemerintah sebagai pelayan masyarakat saat ini yaitu : (1)

Pemerintahan dengan system Birokrasi yang lamban dan terpusat; (2) Pemenuhan terhadap

ketentuan dan peraturan (bukannya berorientasi misi); (3) Rantai hierarki/komando yang rigid;

maka pemerintah saat ini harus berupaya merubah perannya untuk masa yang akan datang yaitu

melalui penerapan konsep Reinventing Government.

Sebelum membahas lebih dalam topik reinventing government, terlebih dahulu kita

meninjau pengertian dari reinventing. Menurut David Osborne dan Peter Plastrik (1997) dalam

bukunya “Memangkas Birokrasi”, Reinventing Government adalah “transformasi system dan

organisasi pemerintah secara fundamental guna menciptakan peningkatan dramatis dalam

efektifitas, efesiensi, dan kemampuan mereka untuk melakukan inovasi. Transformasi ini dicapai

dengan mengubah tujuan, system insentif, pertanggungjawaban, struktur kekuasaan dan budaya

system dan organisasi pemerintahan”. Pembaharuan adalah dengan penggantian system yang

birokratis menjadi system yang bersifat wirausaha. Pembaharuan dengan kata lain membuat

pemerintah siap untuk menghadapi tantangan-tantangan dalam hal pelayanan terhadap

masyarakat, menciptakan organisasi-organisasi yang mampu memperbaiki efektifitas dan

efisiensi pada saat sekarang dan di masa yang akan datang.

Dalam rangka mewujudkan konsep reinventing government, tidak ada salahnya kalau

kita mencoba untuk mengetahui bagaimana proses perubahan yang terjadi pada negara-negara

maju seperti: Australia, Selandia baru, Amerika serikat, Kanada, Inggris dsb yang berhasil

melakukan reformasi birokrasi. Di Inggris pembaharuan mulai dilakukan pada awal tahun 1980

pada saat Margareth Thatcher menjabat sebagai Perdana Menteri Inggris. Pada masa awal

pemerintahannya, ia mengumumkan penyetopan rekrutmen pegawai dan pemotongan tiga persen

dalam tubuh pamong praja, dan beberapa bulan kemudian menetapkan pemotongan lagi sebesar

lima persen.

Disamping itu Thatcher juga meminta Darek Rayner yang pada saat itu menjabat sebagai

pimpinan perusahaan ritel terkenal, Marks & Spencer untuk memimpin perang melawan

pemborosan dan inefisiensi. Thatcher juga melakukan perubahan pada serikat pegawai sektor

pemerintah, mendorong reformasi dengan melarang kerja piket tambahan. Tapi senjata besar

Thatcher adalah privatisasi, yang mana dalam 11 tahun masa kepemimpinannya, pemerintah

Page 12: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

menjual lebih dari 40 BUMN utama dan banyak perusahaan kecil yang pada akhir tahun 1987

penjualan ini menghasilkan 5 milyar Poundsterling pertahunnya (Osborne dan Plastrik, 1997).

Prinsip-prinsip Reinventing Government

1. Mengarahkan Ketimbang Mengayuh (Steering Rather Than Rowing) Berfokus

pada pengarahan, bukan pada produksi pelayanan public. •Memisahkan

fungsi ”mengarahkan” (kebijaksanaan dan regulasi) dari fungsi ”mengayuh”

(pemberian layanan dan compliance). •Peranan pemerintah lebih sebagai

fasilitator dari pada langsung melakukan semua kegiatan operasional;

•Metode-metode yang digunakan antara lain : privatisasi, lisensi, konsesi,

kerjasama operasional, kontrak, voucher, insentif pajak, dll. Pemerintah

harus menyediakan (providing) beragam pelayanan publik, tetapi tidak harus

terlibat secara langsung dengan proses produksinya (producing). Pemerintah

memfokuskan pada pemberian arahan, sedangkan produksi pelayanan

publik diserahkan kepada swasta atau pihak ketiga. Produksi pelayanan

publik oleh Pemerintah harus dijadikan sebagai perkecualian, bukan suatu

keharusan. Pemerintah hanya memproduksi pelayanan publik yang belum

dapat dilakukan pihak non publik.

2. Pemerintah adalah Milik Masyarakat : Memberdayakan Ketimbang Melayani

(Empowering raher than Serving ). •Mendorong mekanisme control atas

pelayanan lepas dari birokrasi dan diserahkan kepada masyarakat;

•Masyarakat dapat membangkitkan komitmen mereka yang lebih kuat,

perhatian lebih baik dan lebih kreatif dalam memecahkan masalah;

•Mengurangi ketergantungan masyarakat kepada pemerintah. Dengan

adanya prinsip ini, Pemerintah sebaiknya memberi wewenang kepada

masyarakat, sehingga menjadi masyarakat yang mampu menolong dirinya

sendiri (community self-help).

3. Pemerintah yang kompetitif : Menyuntikkan persaingan dalam pemberian

pelayanan (Injecting Competition into service Delivery) •Pemberian

Page 13: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

jasa/layanan harus bersaing dalam usaha berdasarkan kinerja dan harga

•Persaingan adalah kekuatan yang fundamental yang tidak memberikan

pilihan lain yang harus dilakukan oleh organisasi public; •Pelayanan public

yang dilaksanakan oleh Pemerintah tidak bersifat monopoli tetapi harus

bersaing •Masyarakat dapat memilih pelayanan yang disukainya.Oleh sebab

itu pelayanan sebaiknya mempunyai alternative. Kompetisi merupakan satu-

satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus meningkatkan kualitas

pelayanan. Dengan kompetisi, banyak pelayanan publik yang dapat

ditingkatkan kualitasnya tanpa harus memperbesar biaya.

4. Pemerintah Digerakkan oleh Misi : Mengubah organisasi yang digerakkan

oleh peraturan (Transforming Rule-Driven Organizations) menjadi digerakkan

oleh misi (mission-driven). •Secara internal, dapat dimulai dengan

mengeliminasi peraturan internal dan secara radikal menyederhanakan

system administrasi. •Perlu ditinjau kembali visi tentang apa yang harus

dilakukan oleh pemerintah •Misi pemerintah harus jelas dan peraturan

perundangan tidak boleh bertentangan dengan misi tersebut. Apa yang

dapat dan tidak dapat dilakukan oleh Pemerintah diatur dalam mandatnya.

Tujuan Pemerintah bukan mandatnya, tetapi misinya. Contoh: Cara

penyusunan APBD. APBD memang harus disusun berdasarkan suatu

prosedur yang benar dan baku, tetapi pemenuhan prosedur bukanlah tujuan.

Tujuan APBD adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

5. Pemerintah yang berorientasi hasil: Membiayai hasil bukan masukan

(Funding outcomes, Not input). a.Berusaha mengubah bentuk penghargaan

dan insentif: membiayai hasil dan bukan masukan. b.Mengembangkan

standar kerja, yang mengukur seberapa baik mampu memecahkan masalah.

c.Semakin baik kinerja, semakin banyak dana yang dialokasikan untuk

mengganti dana yang dikeluarkan unit kerja.

6. Pemerintah berorientasi pada pelanggan: Memenuhi kebutuhan pelanggan,

bukan birokrasi (Meeting the Needs of Customer, not be Bureaucracy)

Page 14: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

•Mengidentifikasi pelanggan yang sesungguhnya. •Pelayanan masyarakat

harus berdasarkan pada kebutuhan riil, dalam arti apa yang diminta

masyarakat •Instansi pemerintah harus responsif terhadap perubahan

kebutuhan dan selera konsumen; •Perlu dilakukan penelitian untuk

mendengarkan pelanggan mereka, •Perlu penetapan standar pelayanan

kepada pelanggan •Pemerintah perlu meredesain organisasi mereka untuk

memberikan nilai maksimum kepada para pelanggannya. •Menciptakan dual

accountability (masyarakat dan bisnis, serta DPRD dan pejabat).

7. Pemerintah wirausaha: Menghasilkan ketimbang membelanjakan (Earning

Rather than Spending) •Pemerintah wirausaha memfokuskan energinya

bukan hanya membelanjakan uang (melakukan pengeluaran uang)

melainkan memperolehnya. •Dapat diperoleh dari biaya yang dibayarkan

pengguna dan biaya dampaknya (impact fees); pendapatan atas

investasinya dan dapat menggunakan insentif seperti dana usaha (swadana)

•Partisipasi pihak swasta perlu ditingkatkan sehingga dapat meringankan

beban pemerintah. Contoh pelaksanaan : a.Dapat mengembangkan

beberapa pusat pendapatan, misal : BPS dan Bappeda dapat menjual

informasi tentang daerahnya kepada pusat-pusat penelitian. b.BUMD

menjual barang maupun jasa c.Memberi hak guna usaha, menyertakan

modal dan lain-lain.

8. Pemerintah antisipatif (anticipatory government): Mencegah ketimbang

Mengobati (Preventon Rather than Cure) •Bersikap proaktif •Menggunakan

perencanaan strategis untuk menciptakan visi daerah. •Visi membantu

meraih peluang tidak terduga, menghadapi krisis tidak terduga, tanpa

menunggu perintah.

9. Pemerintah desentralisasi (decentralized government): Dari hierarki menuju

partisipasi dan tim kerja (From Hierarchy to Participation and Teamwork)

Dengan melihat beberapa tantangan dari masyarakat, diantaranya : (a)

Perkembangan teknologi sudah sangat maju. (b) Kebutuhan masyarakat dan

Page 15: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

bisnis semakin kompleks. (c) Staf banyak yang berpendidikan tinggi Maka

pemerintah perlu untuk : •Menurunkan wewenang melalui organisasi,

dengan mendorong mereka yang berurusan langsung dengan pelanggan

untuk lebih banyak membuat keputusan (Pengambilan keputusan bergeser

kepada masyarakat, asosiasi, pelanggan, LSM.) •Tujuan : Untuk

memudahkan partisipasi masyarakat, serta terciptanya suasana kerja Tim.

•Pejabat yang langsung berhubungan dengan masyarakat (from-line

workers) harus diberi kewenangan yang sesuai. Karena dengan kewenangan

yang diberikan akan memeungkikan terjadinya koordinasi “cross functional”

antar semua instansi yang terkait.

10. Pemerintah berorientasi pada mekanisme pasar (market oriented

government) : Mendongkrak perubahan melalui pasar (Leveraging change

throught the Market) Mengadakan perubahan dengan mekanisme pasar

( sistem insentif ) dan bukan dengan mekanisme administratif (sistem

prosedur dan pemaksaan). Ada dua cara alokasi sumberdaya, yaitu

mekanisme pasar dan mekanisme administratif. Mekanisme pasar terbukti

yang terbaik di dalam mengalokasi sumberdaya. (a) Pemerintah wirausaha

menggunakan mekanisme pasar, tidak memerintah dan mengawasi, tetapi

mengembangkan dan menggunakan sistem insentif agar tidak merugikan

masyarakat. (b) Lebih baik merekstrukturisasi pasar guna memecahkan

masalah daripada menggunakan mekanisme administrasi seperti pemberian

layanan atau regulasi, komando dan control; (c) Tidak semua pelayanan

public harus dilakukan oleh pemerintah sendiri. (d) Kebijaksanaan public

harus dapat memanfaatkan mekanisme pasar untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat. (e) Partisipasi pihak swasta perlu ditingkatkan.

Relevansi Reinventing Government dengan Administrasi Publik di Indonesia.

Birokrasi memainkan peranan utama dalam pembangunan dan semakin kuat

menunjukkan kecenderungan yang kurang baik: Sulit ditembus; Sentralistis; Top down; dan

Hierarki sangat panjang. Birokrasi justru menyebabkan kelambanan, terlalu bertele-tele dan

Page 16: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

mematikan kreativitas. Birokrasi dianggap mengganggu mekanisme pasar, karena menciptakan

distorsi ekonomi dan pada akhirnya menyebabkan inefisiensi organisasi. Era turbulance and

uncertainty, teknologi informasi yang canggih, demanding community, dan persaingan ketat,

menjadikan birokrasi tidak dapat bekerja dengan baik. Era globalisasi dan knowledge based

economy, birokrasi perlu melakukan perubahan menuju profesionalisme birokrasi dan

menekankan efisiensi.

Di Indonesia upaya deregulasi dan debirokratisasi sudah mulai dilakukan sejak tahun

1983, namun baru menyentuh sektor riil dan moneter, sementara debirokratisasi belum

menyentuh sisi kelembagaan. Krisis sejak pertengahan 1997 telah menyebabkan: Jumah orang

miskin meningkat; Pengangguran meningkat; Kriminalitas meningkat; dan Kualitas kesehatan

menurun. Praktik Manajemen dan Administrasi Publik di Indonesia ditandai oleh Public service

yang buruk; Ekonomi sangat birokratis; Kebocoran anggaran; dan Budaya KKN.

Rethinking the government merupakan upaya untuk menjadikan pemerintah lebih

bertorientasi pada strategic thinking, strategic vision, and strategic management. Salah satu

bentuk New Public Management adalah model pemerintahan Osborne and Gaebler (1992) yang

tertuang di dalam konsep “Reinventing Government”.

Tantangan yang timbul dari prinsip reinventing antara lain:

1. Bagaimana mengimplementasikan konsep tersebut tanpa menimbulkan friksi

yang justru akan menghambat efisiensi dan efektivitas birokrasi. Sebab

prinsip reinventing government sesungguhnya baru mengena pada dimensi

normatif, tetapi belum teruji secara empiris.

2. Bagaimana menemukan strategi praktis untuk mengadopsi prinsip

reinventing government ke dalam system dan mekanisme pemerintah, baik

pusat maupun daerah.

Penataan Kelembagaan pemerintah melalui reinventing (Sunarno, 2008) antara lain :

Page 17: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

1. REORIENTASI. Meredefenisikan visi, misi, peran, strategi, implementasi, dan

evaluasi kelembagaan pemerintah.

2. RESTRUKTURISASI. Menata ulang kelembagaan pemerintah, membangun

organisasi sesuai kebutuhan dan tuntutan publik.

3. ALIANSI. Mensinergikan seluruh aktor, yaitu pemerintah, dunia usaha, dan

masyarakat dalam tim yang solid.

Tujuan reformasi birokrasi adalah untuk mewujudkan good government yang didukung

oleh penyelenggara Negara yang profesional dan bebas korupsi, kolusi, nepotisme serta

meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga tercapai pelayanan prima (Sunarno, 2008).

Sasaran reformasi birokrasi menurut Sunarno adalah terwujudnya birokrasi yang profesional,

netral dan sejahtera yang mampu menempatkan dirinya sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat

guna mewujudkan pelayanan masyarakat yang lebih baik; terwujudnya kelembagaan pemerintah

yang profesional, fleksibel, efisien dan efektif baik di lingkungan pemerintah pusat maupun

daerah; terwujudnya ketatalaksanaan (pelayanan publik) yang lebih cepat, tidak berbelit-belit,

mudah dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dilayani.

Dari beberapa penjelasan diatas, maka bentuk dan peranan pemerintahan di masa

mendatang adalah: Pemerintahan yang mendorong kompetisi antar pemberi jasa; Memberi

wewenang kepada warga; Mengukur kinerja perwakilannya dengan memusatkan pada hasil,

bukan masukan; Digerakkan oleh tujuan/missi, bukan oleh peraturan; Menempatkan klien

sebagai pelanggan dan menawarkan kepada mereka banyak pilihan; Lebih baik mencegah

masalah ketimbang hanya memberi servis sesudah masalah muncul; Mencurahkan energinya

untuk memperoleh uang, tidak hanya membelanjakan; Mendesentralisasikan wewenang dengan

menjalankan manajemen partisipasi; Lebih menyukai mekanisme pasar ketimbang mekanisme

birokratis; Memfokuskan pada mengkatalisasi semua sector – pemerintah, swasta, dan lembaga

sukarela – kedalam tindakan untuk memecahkan masalah. Seluruh bentuk peranan pemerintahan

yang diharapkan dimasa yang akan datang ini sesuai dengan Prinsip-prinsip dari Reinventing

Government.

Page 18: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

Peraturan Perundang-undangan

Fungsi utama pemerintah adalah memberikan pelayanan, menyelenggarakan

pembangunan dan menyelenggarakan pemerintahan untuk mengatur dan mengurus

masyarakatnya, dengan menciptakan ketentraman dan ketertiban yang mengayomi dan

mensejahterakan masyarakatnya. Penyelenggaraan pelayanan publik memiliki aspek

dimensional, oleh karena itu dalam pembahasan dan menerapkan strategi pelaksanaannya tidak

dapat hanya didasarkan pada satu aspek saja, misalnya hanya aspek ekonomi atau aspek politik.

Pendekatannya harus terintegrasi melingkupi aspek lainnya, seperti aspek sosial budaya, kondisi

geografis dan aspek hukum/peraturan perundang-undangan.

Pendekatan penyelenggaraan pelayanan publik berdasarkan pada satu aspek, hanya akan

menghasilkan solusi parsial bagi pembenahan dan peningkatan pelayanan publik. Aspek

hukum/peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan yang mengatur pelayanan publik

menjadi salah satu aspek penting sebagai landasan pijak penyelenggaraan pelayanan publik.

Dalam konteks good governance, untuk mewujudkan pelayanan publik yang baik, selain

didasarkan pada kriteria atau unsur-unsur kepemerintahan yang baik, diperlukan kebijakan

pemerintahan dalam bentuk berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan

operasionalnya. Oleh karena itu, aspek hukum dan peraturan perundang-undangan menjadi dasar

pendekatan utama di dalam membahas pelayanan publik.

Dengan demikian dalam membahas pelayanan publik, seharusnya kita terlebih dahulu

mengetahui dan memahami landasan hukum dan peraturan perundang-undangan yang mengatur

penyelenggaraan pelayanan publik. Untuk memberikan tambahan pengetahuan, ada beberapa

teori yang menjelaskan peran pemerintah daerah sebagai penyedia pelayanan publik dan sebagai

lembaga politik. Penyediaan pelayanan publik oleh pemerintah daerah harus berdasarkan

peraturan perundang-undangan.

Diantaranya dikemukakan pendapat seorang pakar, yaitu; Steve Leach dkk, dalam

bukunya The Changing Organization And Management Of Local Government, hal 4,

menyatakan “ The most fundamental of these key differences is that the local authority is not

Page 19: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

merely a provider of goods services, it is also both a governmental and a political institution,

constituted by local election”

“Local authorities are not only providers of services; they are also political institutions

for local choice and local voice.The key issue for management of local government is how to

achieve an organization that not merely carries out one role but carries out both roles , not

separately but in interaction”. As a services provider the organization of local authority aims to

meet the demands, needs or aspirations of those for whom the service is provided. But the service

has to be provided in accordance with public policy as determined by the local authority or

defined by national legislation.

Pemerintahan daerah pada dasarnya mempunyai dua peran, yaitu sebagai lembaga

penyedia pelayanan dan sebagai institusi politik, pelaksanaan kedua peran tersebut harus

terintegrasi. Dalam memberikan pelayanan publik, Pemerintahan Daerah harus mengetahui dan

memahami kebutuhan, serta memperhatikan aspirasi masyarakat pemilihnya. Penyediaan

pelayanan, disesuaikan dengan kebijakan publik yang ditetapkan oleh pemerintah daerah atau

pemerintah, artinya penyelenggaraan pelayanan harus didasarkan pada aturan hukum dan

peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Daerah atau Pemerintah.

Dalam kontek di Indonesia, pengaturan pelayanan publik diatur dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia 1945, pelaksanaannya diatur dalam berbagai peraturan

perundang-undangan Sektoral, diantaranya dengan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang pemerintahan Daerah dan perubahannya. Pemerintahan Daerah menurut Undang Undang

nomor 32 tahun 2004, adalah Pemerintah Daerah dan DPRD atau dikenal dengan eksekutif dan

legislative, kedua lembaga ini yang memiliki fungsi menyelenggarakan pelayanan publik dan

fungsi sebagai lembaga politik. Pada hakekatnya, Kepala Daerah adalah lembaga politik yang

harus dipahami bahwa keberadaannya sebagai Top Pimpinan Daerah, adalah karena dipilih oleh

masyarakat (konstituen) melalui proses politik. Dengan pengertian lain, dalam prosesnya

diajukan oleh kereta Partai Politik untuk dipilih oleh masyarakat, melalui proses pemilihan

Kepala Daerah Langsung (PILKADAL).

Page 20: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

Oleh karenanya, kebijakan penyelenggaraan pelayanan publik di daerah, dalam

prakteknya dipengaruhi oleh komitmen politik dari Kepala Daerah terhadap partai politik

pengusungnya dan konstituennya.

a. Kebijakan pelayanan publik, saat ini diatur dan tersebar di berbagai peraturan

perundang-undangan antara lain;

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang

Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dan peraturan

perundang- undangan sektoral dan kebijakan lainnya;

4) Beberapa peraturan perundang-undangan dan pedoman yang dikeluarkan oleh

Pemerintah (kurun waktu 1993-1998) dan berkaitan dengan kebijakan

pelayanan publik antara lain;

a) Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan

Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah kepada Masyarakat;

b) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1993 Tentang Izin

Mendirikan Bangunan dan Izin Undang-undang Gangguan Bagi Perusahaan

Industri;

c) Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan

Pemberian Izin Mendirikan Bangunan dan Izin Undang-Undang Gangguan

Bagi Perusahaan Industri;

d) Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 1996 tentang Penyusunan

Buku Petunjuk Pelayanan Perizinan Terpadu;

Page 21: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

e) Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun 1998 tentang Pelayanan

Satu Atap di Daerah;

f) Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Apartur Negara Nomor 81 Tahun

1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum;

g) Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 503/2931/PUOD perihal

PetunjukTeknis Pelaksanaan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 20

Tahun 1996 tentang Penyusunan Bukuk Petunjuk Pelayanan Perizinan

Terpadu;

h) Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 503/125/PUOD perihal

Pembentukan Unit Pelayanan Terpadu Perizinan di Daerah, dan Peraturan

perundang-undangan dan pedonan/ petunjuk lainnya yang dikeluarkan oleh

Pemerintah (Departemen, Kementerian, Badan dan Lembaga yang terkait

dengan peningkatan pelayanan publik).

Memperhatikan peraturan perundang-undangan dan kebijakan dari pemerintah tersebut,

menunjukan arah kebijakan pelayanan publik adalah untuk mewujudkan kepemerintahan yang

baik. Diharapkan dengan kinerja manajemen pelayanan yang baik, dapat memperbaiki dan

meningkatkan pelayanan kualitas layanan. Disamping itu, dapat memperbaiki citra pelayanan

publik yang buruk, memperkuat daya saing daerah, mendorong peningkatan investasi dan

pengembangan perekonomian daerah, serta menciptakan efisiensi dan efektfitas pelayanan

umum. Sehingga pada gilirannya mampu mewujudkan kepemerintahan yang baik dan dpercaya

oleh masyarakat. Kebijakan pemerintah tersebut, mendapat respon positif dari Daerah, dan lebih

100 daerah Kabupaten dan Kota (s/d tahun 2003), telah membentuk Unit Pelayanan Terpadu

(UPT) atau Unit Pelayanan Tepadu Satu Atap (UPTSA) atau Unit Pelayanan Satu Pintu.

Dalam perkembangannya, sebagian besar UPT/UPTSA/Unit Pelayanan Satu Pintu di

daerah, mati suri dan bahkan tidak berfungsi, atau berubah kembali ke kegiatan pelayanan

tradisional yang secara fungsional dilaksanakan oleh masing Dinas/Instansi yang membidangi

pelayanan perizinan dan non perizinan. Kondisi tersebut disebabkan antara lain: memudarnya

komitmen top pimpinan dan jajarannya, kurangnya rasa memiliki dan tanggung jawab bersama

Page 22: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

untuk mencapai visi, misi dan tujuan organisasi, dan kuatnya ego atau kepentingan unit

organisasi tertentu untuk mempertahankan kewenangan pemberian izin. Disisi lain, masalah

legalitas organisasi, regulasi dan sumber daya manusia serta dukungan biaya operasional dan

sarana pendukung yang tidak memadai, menjadi faktor penyebab lembaga pelayanan terpadu

dibeberapa daerah tidak berfungsi optimal.

Memperhatikan kondisi tersebut diatas, dengan semangat reformasi dan upaya

melaksanakan kepemerintahan yang baik (good governance), serta untuk mengerakkan kembali

semangat memperbaiki dan meningkatkan kinerja pelayanan umum, khususnya pelayanan

perizinan, pemerintah memperbaharui kebijakan di bidang pelayanan umum, dengan

mengeluarkan berbagai peraturan perundangan dan pedoman antara lain:

1) Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan

Korupsi.

2) Keputusan MENPAN Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum

Penyelenggaraan Pelayanan Publik;

3) Keputusan MENPAN Nomor KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum

Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Instansi Pelayanan Pemerintah;

4) Keputusan MENPAN Nomor KEP/26/M.PAN/2004 tentang Petunjuk Teknis

Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaran Pelayanan Publik;

5) Peraturan MENPAN Nomor PER/20/M.PAN/04/2006 tentang Pedoman

Penyusunan Standar Pelayanan Publik;

6) Peraturan MENDAGRI Nomor 24 Tahu 2006 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

Page 23: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

Paradigma Kebijakan Pelayanan Publik di

Era Otonomi Daerah Konsepsi Kebijakan

Otonomi Daerah

Kebijakan desentralisasi pada hakekatnya memiliki tujuan utama, yaitu tujuan politik dan

tujuan administratif. Tujuan politik, diarahkan untuk memberi ruang gerak masyarakat dalam

tataran pemgembangan partisipasi, akuntabilitas, transparansi dan demokrasi. Disisi lain dari

pendekatan aspek pemdemokrasian daerah, memposisikan Pemerintahan Daerah sebagai

medium pendidikan politik bagi masyarakat di tingkat lokal. Diharapkan pada saatnya, secara

agregat daerah memberikan kontribusi signifikan tehadap perkembangan pendidikan politik

secara nasional, dan terwujudnya civil society. Sedangkan tujuan administratif, memposisikan

Pemerintah Daerah sebagai unit pelayanan yang dekat dengan masyarakat yang diharapkan dapat

berfungsi maksimal dalam menyediakan pelayanan publik secara efektif, efisien dan ekonomis

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.

Berdasarkan tujuan politik dan administratif tersebut diatas, menjadi jelas bahwa misi

utama dari keberadaan Pemerintahan Daerah, adalah bagaimana mensejahterakan warga dan

masyarakatnya melalui penyediaan pelayanan publik secara efektif, efisien dan ekonomis,

dengan cara-cara yang demokratis.

Konsep kebijakan pemberian otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab pada dasarnya

diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Melalui peningkatan

pelayanan publik dan pemberdayaan peran serta masyarakat, daerah diharapkan mampu

mengembangkan kreativitas, inovasi, dan dengan komitmennya berupaya untuk meningkatkan

kualitas pelayanan publik. Pada pada saatnya, daerah diharapkan mampu mengembangkan

potensi unggulannya dan mendorong peningkatan daya saing daerah, dan pada gilirannya mampu

meningkatkan perkonomian daerah.

Page 24: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

Prinsip otonomi yang nyata, adalah memberikan diskresi atau keleluasaan kepada daerah

untuk menyelenggarakan urusan atau kewenangan bidang pemerintahan tertentu yang secara

nyata ada dan diperlukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan urusan yang secara nyata

hidup dan berkembang, di masyarakat daerah yang bersangkutan. Prinsip otonomi yang

bertanggung jawab, berkaitan dengan tugas, fungsi, tanggungjawab dan kewajiban daerah di

dalam pelaksanaan penyelenggaraan otonomi daerah. Artinya Pemerintahan Daerah harus

mempertanggung-jawabkan hak dan kewajibannya kepada masyarakat atas pencapaian tujuan

otonomi daerah. Wujud tanggung jawab tersebut harus tercermin dan dibuktikan dengan

peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik berdasarkan prinsip-

prinsip pelayanan publik, pengembangan demokrasi, keadilan dan pemerataan bagi masyarakat

daerahnya.

Otonomi daerah yang luas, tidak bermakna bahwa daerah semena-mena atau sebebas-

bebasnya melakukan tindakan dan perbuatan hukum berdasarkan selera, keinginan yang

mengedepankan ego daerah. Penyelenggaraan otonomi yang luas, harus sejalan, selaras dan

dilaksanakan bersama-sama dengan prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab, dan

memperhatikan keserasian hubungan antar pemerintahan daerah dan pemerintah nasional.

Konsep otonomi daerah yang luas inilah yang pada umumnya belum dipahami secara utuh di

daerah.

Konsepsi Kebijakan Pelayanan Publik di Era Otonomi

Daerah

Paradigma kebijakan pelayanan publik di era otonomi daerah yang diatur melalui berbagai

macam peraturan perundang-undangan, hakekatnya untuk mewujudkan kepemerintahan yang

baik. Konsep pemberian otonomi kepada daerah dan konsep desentralisasi yang telah diuraikan

diatas, mengandung pemahaman bahwa kebijakan pelayanan publik di era otonomi daerah,

adalah dalam kerangka terselenggaranya kepemerintahan yang baik. Perwujudannya, adalah

tanggung jawab dan kewajiban daerah untuk meningkatkan pelayanan publik guna

mensejahterakan masyarakat di daerahnya.

Page 25: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

Otonomi daerah adalah “hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur

dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat…”. Daerah

otonom selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-

batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat, menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem

NKRI.

Definisi tersebut dapat diartikan, bahwa otonomi daerah sebenarnya diberikan kepada

kesatuan masyarakat hukum untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan guna

kepentingan mensejahterakan masyarakatnya sendiri. Pengertian kesatuan masyarakat hukum

dapat diartikan, sekelompok masyarakat yang melembaga yang memiliki tatanan hubungan,

aturan, adat istiadat, kebiasaan dan tata cara untuk mengatur dan mengurus kehidupannya dalam

batas wilayah tertentu. Dalam kontek Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, yang diberi hak,wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya adalah kesatuan masyarakat hukum yang

memiliki batas-batas wilayah dan selanjutnya disebut Daerah.

Dengan demikian, penyelenggara otonomi daerah sebenarnya adalah perwujudan dari

kesatuan masyarakat hukum, dan selanjutnya dalam Undang-undang Nomor 32/2004 disebut

Pemerintahan Daerah. Pemerintahan Daerah. Disini, mengandung dua pengertian; yaitu dalam

arti institusi adalah Pemerintah Daerah dan DPRD, dan dalam arti proses adalah kegiatan

penyelenggaran pemerintahan daerah.

Pemerintah Daerah dan DPRD adalah penanggung jawab peyelenggaraan urusan

pemerintahan daerah, dalam pelaksanaannya sesuai dengan fungsinya seharusnya berorientasi

dan/atau didasarkan pendekatan kesejahteraan, untuk memberikan pelayanan yang prima sesuai

dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat.

Konsep otonomi daerah telah membuka sekat komunikasi, transparansi, akuntabilitas dan

persamaan hak masyarakat di dalam proses penyelenggaraan pemerintahan daerah. Artinya

otonomi daerah, memberikan dan membuka kesempatan luas kepada masyarakat untuk

berpartisipasi dalam proses penyelenggaraan pemerintahan daerah, dan semakin memahami hak-

Page 26: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

haknya mendapatkan pelayanan dari pemerintah daerah. Otonomi daerah juga, membuka

kesempatan kepada kaum perempuan (pengarusutamaan gender) untuk berperan di dalam

birokrasi pemerintahan dan mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan.

Masyarakat semakin kritis dan berani untuk menyampaikan aspirasi dan melakukan

kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintah daerahnya. Harus diakui, pelaksanaan

otonomi daerah, dengan kekurangan dan kelebihannya berpengaruh terhadap kehidupan

masyarakat, terutama dalam proses memberdayakan masyarakat (empowering) dan memberikan

pendidikan politik (demokrasi).

Dilihat dari tujuan pemberian otonomi, kondisi dan perkembangan masyarakat yang

dinamis tersebut, memberikan sinyal peringatan bagi pemerintah daerah, dan merupakan

tantangan tersendiri yang harus disikapi positif oleh para pemimpin/pengambil kebijakan dan

jajaran aparat penyelenggara pelayanan publik. Konsep kebijakan pelayanan publik yang

dikemas melalui produk hukum dan/atau kebijakan daerah, umumnya masih didasarkan pada

pendekatan kekuasaan atau kewenangan (rule government) yang lebih mengedepankan

kepentingan pemerintah daerah dan/atau birokrasi, dan kurang berorientasi pada kepentingan dan

kebutuhan yang diharapkan masyarakat. Konsep kebijakan pelayanan publik apakah berorientasi

pada kepentingan dan kebutuhan masyarakat (pelanggan) atau berorientasi pada kepentingan

pemerintah daerah dan/atau aparat birokrasi (PAD = pendapatan asli daerah atau pendapatan diri

sendiri) sangat dipengaruhi dan tergantung dari konsep manajemen pemerintahan yang

digunakan. Penggunaan manajemen pemerintahan by kekuasaan atau kewenangan dan

pendekatan pangreh praja (kebiasaan dilayani, memerintah dan menyalahkan) seharusnya sudah

ditinggalkan.

Konsep kebijakan pelayanan publik di era otonomi daerah yang berorientasi pelayanan,

pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat (pelanggan) dan

memberdayakan (empowerment) staf penyelenggara pelayanan dan masyarakat. Oleh karena itu,

bobot orientasi pelayanan publik, seharusnya untuk kepentingan dan kebutuhan masyarakat yang

kurang mampu atau miskin, Apapun alasannya, tidak seharusnya pelayanan mengutamakan hak-

hak atau kepentingan kalangan yang berkemampuan atau pengusaha. Diperlukan keseimbangan

pola pikir dari para penyelenggara pelayanan di dalam menyikapi kondisi nyata di daerah.

Page 27: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

Konsep Pembagian Urusan dan Kewenangan Pelayanan Dasar

Esensi dasar dari keberadaan pemerintah, adalah untuk menciptakan ketentraman dan ketertiban

(maintain law and order) serta sebagai instrumen untuk mensejahterakan rakyat. Dalam kaitan

dengan Pemerintah Daerah (Pemda), mengindikasikan bahwa adanya Pemda adalah untuk

mensejahterakan masyarakatnya yang secara universal diukur dengan kemampuan untuk

meningkatkan pencapaian indeks pembangunan manusia (Human Development Index/HDI).

Indikator HDI, diantaranya dapat diketahui dari keadaan dan kondisi kesehatan, pendidikan,

pendapatan masyarakat, kondisi lingkungan dan lainnya.

Untuk mencapai indeks HDI yang lebih tinggi ; Kata kuncinya adalah “pelayanan publik”

(public services), yaitu sejauhmana kemampuan Pemda untuk memberikan pelayanan publik

yang optimal kepada masyarakatnya. Pelayanan publik seyogyanya sesuai dengan kebutuhan

masyarakatnya.

Konsekuensi pemberian urusan dan kewenangan

Keberadaan Pemda adalah untuk menciptakan keterntraman dan ketertiban (maintain law

and order) serta sebagai instrumen untuk mensejahterakan rakyat. Dengan demikian,

konsekuensi keberadaan Pemerintahan Daerah adalah untuk memberikan pelayanan kepada

masyarakat sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan keberagaman daerah. Konsekuensi dari

keberagaman daerah, adalah bahwa urusan yang dilimpahkan berbeda atau tidak sama persis

antara satu daerah dengan daerah yang lain. Seharusnya urusan yang dilimpahkan disesuaikan

dengan perbedaan karakter geografis, potensi, keunikan sosial budaya dan mata pencaharian

utama penduduknya.

Dengan demikian, jenis dan jumlah urusan dan kewenangan yang diserahkan kepada

daerah seharusnya beragam atau tidak sama. Namun demikian, ada urusan yang sama dan mutlak

harus diselenggarakan oleh semua daerah Kabupaten/Kota, yaitu urusan atau kewenangan wajib

di bidang pelayanan dasar yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat (basic need), dengan

gradasi yang berbeda. Sedangkan yang membedakan jumlah dan jenis urusan dan kewenangan

Page 28: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

antara satu daerah dengan daerah lainnya adalah urusan dan kewenangan pilihan yang menjadi

unggulan daerah (core competence).

Pemberian otonomi daerah, selain menimbulkan konsekuensi adanya perbedaaan jumlah

dan jenis urusan pilihan antara satu daerah dengan daerah yang lainnya, juga menimbulkan

konsekuensi bagi daerah untuk berusaha bagaimana dapat menghidupi kegiatan

pemerintahannya. Ironisnya, konsekuensi tersebut dibebankan kepada masyarakat, dengan

berbagai kebijakan pajak, retribusi dan pungutan lainnya, seperti biaya pembuatan KTP, Kartu

Keluarga, dan biaya perizinan dan non perizinan yang hakekatnya tidak berkait dengan prinsip

pengenaan retribusi. Seharusnya, daerah dituntut mengembangkan kreativitas, inovasi untuk

menciptakan peluang untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia dan daerahnya,

dengan membuat kebijakan-kebijakan yang memberi peluang kepada masyarakat untuk berperan

sebagai subjek pembangunan, mengembangkan dan mengelola potensi daerahnya, serta

meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan. Contoh; Kabupaten Jembrana dan Sragen,

dengan keterbatasan potensi sumber daya alam dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang

relative rendah, mengembangkan kreativitas dan inovasi, melalui berbagai kebijakannya mampu

meningkatkan kinerja manajemen pemerintahannya yang efesien dan efektif. Kebijakan dan

inovasi tersebut, memberikan peluang kepada masyarakat kurang mampu/miskin untuk

mendapatkan kesempatan meningkatkan kesejahteraannya, melalui kebijakan pendidikan,

kesehatan dan kesempatan berusaha.

Pelayanan yang dibutuhkan Masyarakat

Pada dasarnya kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dapat

dikelompokkan kedalam dua hal: (a) Kebutuhan dasar (basic needs) seperti kesehatan,

pendidikan, air, lingkungan, keamanan, sarana dan prasarana perhubungan dan sebagainya; (b)

Kebutuhan pengembangan sektor unggulan (core competence) masyarakat seperti pertanian,

perkebunan, perdagangan, industri dan sebagainya, sesuai dengan potensi dan karakter

daerahnya masing-masing.

Dalam konteks otonomi, daerah harus mempunyai kewenangan untuk mengatur dan

mengurus urusan-urusan yang berkaitan dengan kedua kelompok kebutuhan diatas. Kebutuhan

Page 29: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

dasar (basic needs) adalah hampir sama di seluruh daerah otonom di Indonesia, hanya gradasi

kebutuhannya saja yang berbeda. Sedangkan kebutuhan pengembangan sektor unggulan dan

penduduk, sangat erat kaitannya dengan potensi, karakter, pola pemanfaatan dan mata

pencaharian penduduknya. Dengan demikian, yang membedakan jumlah, jenis urusan dan

kewenangan antara daerah adalah, urusan pilihan yang berkaitan kewenangan pengembangan

sektor unggulan.

Esensi pemberian urusan dan kewenangan

Dari uraian diatas, terlihat bahwa esensi dari pemberian urusan dan kewenangan

pemerintahan kepada daerah, berapapun luasnya, harus diterjemahkan menjadi kewenangan

untuk “melayani” sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sedangkan kebutuhan masyarakat

adalah pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs) dan kebutuhan pengembanan sector unggulan

(core competence). Kewenangan dibutuhkan daerah untuk menjalankan urusannya, guna

memungkinkan daerah mampu menyediakan pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar dan

pengembangan sektor unggulan. Dengan demikian, esensi otonomi riil yang diberikan kepada

daerah adalah, kewenangan untuk memberikan pelayanan yang riil dibutuhkan masyarakat. Kata

kunci otonomi daerah adalah adanya Kewenangan Daerah untuk “melayani” masyarakatnya

agar sejahtera.

Distribusi Urusan dan Kewenangan

Menjadi persoalan krusial bagaimana mendistribusikan Urusan dan Kewenangan. Urusan

dan Kewenangan ibarat mata uang logam yang memiliki dua sisi berbeda dan tidak dapat

dipisahkan di dalam pelaksanannya, artinya ada urusan tapi tidak punya kewenangan dan atau

sebaliknya, sama dengan tidak memiliki urusan dan kewenangan.

Distribusi urusan dan kewenangan kepada masing-masing pemerintahan yang ada yaitu:

Pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota, pada hakekatnya untuk menjamin keberlangsungan

pemberian pelayanan publik. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, dalam kontek pemberian

otonomi dan desentralisasi, esesensi distribusi urusan dan kewenangan adalah membagi

tanggung jawab pelayanan kepada masyarakat di daerah sesuai dengan susunan pemerintahan.

Page 30: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

Artinya ada bagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah, pemerintah Provinsi dan

Pemerintah Kabupaten/Kota atau kewenangan bersama (concurrent), dan ada yang menjadi

kewenangan mutlak Pemerintah. Kabupaten dan Kota, pada dasarnya hanya memiliki

kewenangan yang terbatas dan berskala lokalitas sesuai batasan dampak eksternalitas dan

tanggungjawabnya, seperti; penyediaan air minum, kebersihan, pertamanan, pemakaman, saluran

limbah (sewage) dan pemadam kebakaran.

Urusan-urusan yang menjadi kewenangan bersama (concurrent function) adalah urusan

yang memiliki keterkaitan langsung antar susunan pemerintahan dan/atau urusan yang menjadi

kewenangan bersama antar susunan pemerintahan yang pengaturan dan pengurusannya

dilakukan bersama. Pengaturan dan pengurusan urusan tersebut, sesuai dengan pembagiannya,

seperti dibidang; pendidikan, kesehatan, perhubungan, kehutanan, pertambangan,

ketenagakerjaan, penanaman modal dan seterusnya.

Untuk mengatur distribusi kewenangan tersebut, diperlukan ukuran atau kriteria yang

dapat dijadikan dasar dan pedoman pembagian kewenangan, terutama kriteria untuk mengatur

kewenangan yang bersifat concurrent, yaitu: (1) Externalitas. Siapa yang terkena dampak

(externalitas) langsung, dialah yang berwenang mengurus, contohnya seperti; air minum,

sampah, pertamanan, dampaknya lokalitas dan menjadi urusan, kewenangan dan tanggung jawab

daerah Kabupaten/Kota; (2) Akuntabilitas. Unit pemerintahan yang menangani urusan yang

paling dekat dampaknya dengan masyarakat, akaan lebih akuntabel daripada urusan tersebut

ditangani oleh unit pemerintahan yang lebih tinggi atau jauh dari masyarakat; (3) Efisiensi,

prinsip pemberian urusan dan kewenangan adalah untuk menciptakan efisiensi, efektifitas dan

ekonomis dalam penyelenggaraan pelayanan. Diperlukan kesesuaian antara skala ekonomis

dengan cakupa area layanan (catchment area), kalau cakupan layanannya lokalitas menjadi

urusan daerah kalau cakupan layanannya lebih luas (regional) menjadi urusan Provinsi seperti;

pengelolaan aliran sungai; kehutanan dan lainnya. (4) Keserasian hubungan pemerintahan antar

susunan pemerintahan. Terdapat hubungan antar kewenangan Pemerintah Pusat, Provinsi dan

Kabupaten dan Kota yang bersifat interelasi, interkoneksi serta interdependensi, namun tidak ada

hierarkhi.

Page 31: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

Kewenangan dari masing-masing susunan pemerintahan berhubungan dan saling

tergantung, namun tidak membawahi satu dengan yang lain. Dalam melaksanakan

kewenangannya, masing-masing memiliki diskresi dan independensi. Intervensi dari Pemerintah

Pusat lebih bersifat fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas (capacity building) manakala daerah

tidak mampu melaksanakan kewenangannya sesuai norma dan standar yang ditetapkan.

Setiap bidang kewenangan concurrent yang menjadi domain dari suatu susunan

pemerintahan tidak bisa berdiri sendiri atau terlepas satu dengan lainnya, oleh karenanya dalam

pelaksanaannya harus saling mengisi dan menunjang agar dicapai keserasian hubungan antar

susuna pemerintahan, dalam kerangka ikatan NKRI. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah menetapkan distribusi urusan kewenangan berdasarkan keempat

kriteria tersebut diatas, dan diatur dalam pasal 13 dan 14 yang dikenal dengan urusan pelayanan

dasar yang wajib dilaksanakan oleh daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.

PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

Pelayanan Publik

Pelayanan Umum menurut Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan: “Sebagai segala

bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintahan di Pusat dan

Daerah, dan di lingkungan BUMN/BUMD dalam bentuk barang dan/atau jasa, baik dalam

pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangkat pelaksanaan ketentuan peraturan

perundang-undangan”.

Departemen Dalam Negeri (Pengembangan Kelembagaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, 2004)

menyebutkan bahwa; “Pelayanan Publik adalah Pelayanan Umum”, dan mendefinisikan

“Pelayanan Umum adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu

yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal tercipta kepuasan dan keberhasilan.

Setiap pelayanan menghasilkan produk, baik berupa barang dan jasa”.

Black (1979) mendefinisikan Pelayanan Publik sebagai berikut “Something in which the public,

the community at large, has some pecuniary interest, or some interest by which their legalrights

or liabilities are affected. It does not mean anything so narrow as mere, or as the interest of

Page 32: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

particular localities”. Sedangkan Davit Mc Kevitt; dalam bukunya Managing Core Public

Services (1998), membahas secara spesifik mengenai inti pelayanan publik yang menjadi tugas

pemerintah dan pemerintah daerah, menyatakan bahwa “Core Public Services my be defined as

those sevices which are important for the protection and promotion of citizen well-being, but are

in areas where the market is incapable of reaching or even approaching a socially optimal state;

heatlh, education, welfare and security provide the most obvious best know example”.

Dari beberapa pengertian pelayanan dan pelayanan publik yang diuraikan tersebut, dalam kontek

pemerintah daerah, pelayanan publik dapat disimpulkan sebagai pemberian layanan atau

melayani keperluan orang atau masyarakat dan/atau organisasi lain yang mempunyai

kepentingan pada organisasi itu, sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang ditentukan dan

ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada penerima pelayanan.

Dengan demikian, terdapat 3 unsur penting dalam pelayanan publik, yaitu unsur pertama,

adalah organisasi pemberi (penyelenggara) pelayanan yaitu Pemerintah Daerah, unsur kedua,

adalah penerima layanan (pelanggan) yaitu orang atau masyarakat atau organisasi yang

berkepentingan, dan unsur ketiga, adalah kepuasan yang diberikan dan/atau diterima oleh

penerima layanan (pelanggan).

Unsur pertama menunjukkan bahwa pemerintah daerah memiliki posisi kuat sebagai

(regulator) dan sebagai pemegang monopoli layanan, dan menjadikan Pemda bersikap statis

dalam memberikan layanan, karena layanannya memang dibutuhkan atau diperlukan oleh orang

atau masyarakat atau organisasi yang berkepentingan. Posisi ganda inilah yang menjadi salah

satu faktor penyebab buruknya pelayanan publik yang dilakukan pemerintah daerah, karena akan

sulit untuk memilah antara kepentingan menjalankan fungsi regulator dan melaksanakan fungsi

meningkatkan pelayanan.

Unsur kedua, adalah orang, masyarakat atau organisasi yang berkepentingan atau

memerlukan layanan (penerima layanan), pada dasarnya tidak memiliki daya tawar atau tidak

dalam posisi yang setara untuk menerima layanan, sehingga tidak memiliki akses untuk

mendapatkan pelayanan yang baik. Posisi inilah yang mendorong terjadinya komunikasi dua

Page 33: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

arah untuk melakukan KKN dan memperburuk citra pelayanan dengan mewabahnya Pungli, dan

ironisnya dianggap saling menguntungkan.

Unsur ketiga, adalah kepuasan pelanggan menerima pelayanan, unsur kepuasan

pelanggan menjadi perhatian penyelenggara pelayanan (Pemerintah), untuk menetapkan arah

kebijakan pelayanan publik yang berorienntasi untuk memuaskan pelanggan, dan dilakukan

melalui upaya memperbaiki dan meningkatkan kinerja manajemen pemerintahan daerah.

Paradigma kebijakan publik di era otonomi daerah yang berorientasi pada kepuasan

pelanggan, memberikan arah untuk dilakukannya perubahan pola pikir aparatur pemerintah

daerah, di dalam menyikapi perubahan dan/atau pergeseran paridgma penyelenggaraan

pemerintahan daerah yang lebih berorientasi pelayanan. Kebijakan penyelenggaraan

pemerintahan daerah yang semula didasarkan pada paradigma rule government yang

mengedepankan prosedur, berubah dan/atau bergeser menjadi paradigma good governance yang

mengedepankan kebersamaan, transparansi, akuntabilitas, keadilan, kesetaraan dan kepastian

hukum.

Dengan demikian, pemerintah daerah dalam menjalankan monopoli pelayanan publik,

sebagai regulator (rule government) harus mengubah pola pikir dan kinerja penyelenggaranya,

disesuaikan dengan tujuan pemberian otonomi daerah, yaitu memberikan dan meningkatkan

pelayanan yang memuaskan masyarakat. Untuk terwujudnya good governance, dalam

menjalankan pelayanan publik, Pemerintah Daerah juga harus memberikan kesempatan luas

kepada warga dan masyarakat, mendapatkan akses pelayanan publik, berdasarkan prinsip-prinsip

kesetaraan, transparansi, akuntabilitas, keadilan dan kepastian hukum.

Konsepsi Pelayanan Publik

Konsepsi pelayanan publik, berhubungan dengan bagaimana meningkatkan kapasitas dan

kemampuan pemerintah dan/atau pemerintahan daerah menjalankan fungsi pelayanan, dalam

kontek pendekatan ekonomi, menyediakan kebutuhan pokok (dasar) bagi seluruh masyarakat.

Kebutuhan pokok masyarakat akan terus berkembang seiring dengan tingkat perkembangan

sosio-ekonomi masyarakat. Artinya, pada tingkat perkembangan tertentu, sesuatu jenis barang

dan jasa yang sebelumnya dianggap sebagai barang mewah, dan terbatas kepemilikannya atau

Page 34: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

tidak menjadi kebutuhan pokok, dapat berubah menjadi barang pokok yang diperlukan bagi

sebagian besar masyarakat.

Dengan demikian, perubahan dan perkembangan konsep kebutuhan pokok masyarakat,

terkait erat dengan tingkat perkembangan sosial-ekonomi masyarakat yang dipengaruhi oleh

pertumbuhan ekonomi, industrialisasi, serta perubahan politik.

Hasil pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi erat kaitannya dengan partisipasi

masyarakat yang mendorong perhumbuhan tersebut, dan harus didistribusikan dan dialokasikan

secara adil dan merata kepada setiap anggota masyarakat sesuai dengan kebutuhannya.

Pengaturan distribusi dan alokasi tersebut, sesuai dengan fungsinya dijalankan oleh birokrasi

lembaga-lembaga pemerintahan dan /atau pemerintahan daerah, sebagai wujud dari fungsi

pelayanan berdasarkan kepentingan publik yang dilayani.

Penyediaan pelayanan dasar (core public services) dalam kontek pendekatan sosial,

berhubungan dengan penyediaan pelayanan dibidang pendidikan dan kesehatan. Secara

ekonomis, penyediaan pelayanan dasar tersebut tidak memberikan keuntungan finansial atau

PAD kepada Daerah, dan bahkan membutuhkan biaya dalam jumlah yang besar untuk

menyediakan pelayanan pendidikan dan kesehatan. Penyediaan pelayanan pendidikan dan

kesehatan harus dilihat sebagai investasi jangka panjang yang harus disikapi secara bijak dengan

pandangan dan pemikiran jauh kedepan, karena hasilnya baru akan dinikmati oleh masyarakat

dan pemerintah/pemerintah daerah dimas mendatang. Kebijakan penyediaan pelayanan dasar di

bidang pendidikan dan kesehatan, pada hakekatnya menjadi tugas dan kewajiban pemerintah dan

pemerintah daerah, untuk mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana diamanatkan dalam

pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Secara teoritik, Birokrasi Pemerintahan memiliki tiga fungsi utama, yaitu; fungsi

pelayanan, fungsi pembangunan dan fungsi pemerintahan umum.

a. Fungsi pelayanan, berhubungan dengan unit organisasi pemerintahan yang

berhubungan langsung dengan masyarakat. Fungsi utamanya, memberikan

pelayanan (service) langsung kepada masyarakat.

Page 35: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

b. Fungsi pembangunan, berhubungan dengan unit oganisasi pemerintahan yang

menjalankan salah satu bidang tugas tertentu disektor pembangunan. Fungsi

pokoknya adalah development function dan adaptive function.

c. Fungsi pemerintahan umum, berhubungan dengan rangkaian kegiatan organisasi

pemerintahan yang menjalankan tugas-tugas pemerintahan umum (regulasi),

temasuk di dalamnya menciptakan dan memelihara ketentraman dan ketertiban.

Fungsinya lebih dekat pada fungsi pengaturan (regulation function).

Ketiga fungsi birokrasi pemerintahan tersebut, menunjukan bahwa pelayanan publik yang

dilaksanakan oleh pemerintahan daerah, cakupannya sangat luas yaitu pelayanan yang

menghasilkan public good, seperti jalan, jembatan, pasar dan lain-lain, dan pelayanan yang

menghasilkan peraturan perundang-undangan atau kebijakan (fungsi regulasi), yang harus

dipatuhi oleh masyarakat seperti perizinan, KTP, SIM, IMB, dan lain-lain.

Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Penyelengaraan pelayanan publik, dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik, yaitu;

penyelenggara Negara/pemerintah, penyelenggara perekonomian dan pembangunan, lembaga

independen yang dibentuk oleh pemerintah, badan usaha/badan hukum yang diberi wewenang

melaksanakan sebagian tugas dan fungsi pelayanan publik, badan usaha/badan hukum yang

bekerjasama dan/atau dikontrak untuk melaksanakan sebagaian tugas dan fungsi pelayanan

publik. Dan masyarakat umum atau swasta yang melaksanakan sebagian tugas dan fungsi

pelayanan publik yang tidak mampu disediakan oleh pemerintah/ pemerintah daerah.

Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Sepuluh Prinsip pelayanan umum diatur dalam Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan

Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan

Pelayanan Publik, kesepuluh prinsip tersebut adalah sebagai berikut; Kesederhanaan;

Kejelasan ;Kepastian waktu; Keamanan; Tanggung jawab; Kelengkapan sarana dan prasarana

Page 36: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

kerja, peralatan kerja dan pendukung; Kemudahan Akses; Kedisiplinan, Kesopanan dan

Keramahan; Kenyamanan.

Standar Pelayanan Publik

a. Setiap Penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan, sebagai

jaminan adanya kepastian bagi pemberi didalam pelaksanaan tugas dan fungsinya

dan bagi penerima pelayanan dalam proses pengajuan permohonannya. Standar

pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan

publik sebagai pedoman yang wajib ditaati dan dilaksanakan oleh penyelenggara

pelayanan, dan menjadi pedoman bagi penerima pelayanan dalam proses pengajuan

permohonan, serta sebagai alat control masyarakat dan/atau penerima layanan atas

kinerja penyelenggara pelayanan.

Oleh karena itu perlu disusun dan ditetapkan standar pelayanan sesuai dengan sifat,

jenis dan karakteristik layanan yang diselenggarakan, serta memperhatikan

kebutuhan dan kondisi lingkungan.

Dalam proses perumusan dan penyusunannya melibatkan masyarakat dan/atau

stakeholder lainnya (termasuk aparat birokrasi) untuk mendapatkan saran dan

masukan, membangun kepedulian dan komitmen meningkatkan kualitas pelayanan.

b. Standar Pelayanan Publik menurut Keputusan Menteri PAN nomor

63/KEP/M.PAN/7/2003, sekurang-kurangnya meliputi:

1) Prosedur pelayanan;

2) Waktu Penyelesaian;

3) Biaya Pelayanan;

4) Produk Pelayanan;

5) Sarana dan Prasarana;

Page 37: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

6) Kompetensi petugas pelayanan;

Selanjutnya untuk melengkapi standar pelayanan tersebut diatas, ditambahkan materi

muatan yang dikutip dari rancangan Undang-Undang tentang Pelayanan Publik, karena

dianggap cukup realistis untuk menjadi materi muatan Standar Pelayanan Publik,

sehingga susunannya menjadi sebagai berikut;

a. Dasar Hukum

b. Persyaratan;

c. Prosedur pelayanan;

d. Waktu Penyelesaian;

e. Biaya Pelayanan;

f. Produk Pelayanan;

g. Sarana dan Prasarana;

h. Kompetensi petugas pelayanan;

i. Pengawasan intern;

j. Pengawasan extern;

k. Penanganan Pengaduan, saran dan masukan;

l. Jaminan pelayanan.

Tambahan materi muatan standar pelayanan publik tersebut diatas dimaksudkan untuk

melengkapi, pertimbangannya cukup realiistis dengan memasukan materi muatan dasar hukum

dapat memberikan kepastian adanya jaminan hukum/legalitas standar pelayanan tersebut.

Disamping itu, persyaratan, pengawasan, penanganan pengaduan dan jaminan pelayanan bagi

pelanggan perlu dijadikan materi muatan standar pelayanan publik.

Page 38: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

Penyusunan standar pelayanan publik harus disusun dengan baik dan tidak rumit, untuk

itu harus mempertimbangkan aspek; kemampuan, kelembagaan dan aparat penyelenggara

pelayanan, serta potensi daerah dan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat. Dengan

demikian, standar pelayanan publik yang ditetapkan dapat dilaksanakan dengan baik, terutama

oleh para pelaksana operasional pelayanan yang berhadapan langsung dengan masyarakat, serta

mudah dimengerti dan diterima oleh masyarakat/stakeholder.

Dalam pembahasan, perumusan dan penyusunan standar pelayanan seharusnya

melibatkan aparat yang terkait dengan pelayanan, untuk tujuan membangun komitmen bersama

tercapainya tujuan yang ditetapkan dalam visi, misi organisasi. Tidak kalah pentingnya dalam

proses perumusan dan pembahasannya, melibatkan masyarakat/stakeholder, dan dilakukan tidak

bersifat formalitas

Maklumat Pelayanan Publik

Istilah maklumat pelayanan, dimaksudkan memiliki kesamaan dengan istilah Service

Charter, merupakan suatu dokumen yang memuat dan menjelaskan informasi mengenai

penyelenggaran pelayanan publik dan standar pelayanan publik yang dilaksanakan oleh

penyelenggara pelayanan publik, untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.

Maklumat pelayanan juga sebagai salah satu cara pendekatan dalam penyelenggaraan pelayanan

yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, yang ditujukan untuk memuaskan pelanggan

atau penerima jasa pelayanan.

Maklumat pelayanan, pada dasarnya untuk mengikat penyelenggara pelayanan, dan

menjadi patokan atau pedoman bagi aparat penyelenggara pelayanan publik di dalam

menjalankan tugas dan fungsi menyediakan dan melaksanakan pelayanan kepada masyarakat.

Penyelenggara terikat dengan ketentuan dalam maklumat, seperti; disiplin dan ketaatan

melaksanakan prosedur operasioanal, menerapkan ketentuan persyaratan, biaya, waktu untuk

proses dan penyelesaian, mekanisme dan proses pengelolaan penyelesaian pengaduan/sengketa,

serta tanggungajawab pelaksanaan pelayanan publik.

Page 39: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

Maklumat pelayanan, merupakan bentuk legalitas yang memberikan hak kepada

masyarakat untuk mendapatkan akses mendapatkan pelayanan publik yang sesuai dengan

harapan dan kebutuhannya, perlindungan atau pengayoman, kepastian biaya dan waktu

penyelesaian, mengajukan keluhan dan pengaduan dan melakukan pengawasan.

Maklumat pelayanan publik, merupakan salah satu wujud kesungguhan penyelenggara

pelayanan publik, untuk menerapkan prinsip-prinsip good governance yaitu; transparansi,

akuntabilitas, keterbukaan dan equalitas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya.

Maklumat pelayanan publik harus disebarluaskan secara terbuka kepada seluruh masyarakat, dan

memberikan akses untuk masyarakat menyapaikan keinginan dan sarannya, serta melakukan

pengawasan dan komplain terhadap ketidak sesuaian apa yang dijanjikan dengan praktek

pelaksanaannya.

Perumusan dan penyusunan Maklumat pelayanan publik mengacu pada standar

pelayanan publik yang telah di tetapkan dalam peraturan perundang-undangan, dan dalam

prosesnya harus dilakukan dengan hati-hati, disesuaikan dengan kemampuan kelembagaan,

kualitas dan kuantitas personil pelaksananya, serta dukungan pembiayaaan operasional

pelayanan publik.

Maklumat pelayanan tidak perlu disusun muluk-muluk atau copy paste daerah lain tanpa

pertimbangan kemampuan dan kondisi daerahnya. Maklumat pelayanan publik sebaiknya

dirumuskan dan disusun secara sederhana, tidak menyulitkan tetapi mudah dilaksanakan, dapat

dimengerti oleh aparat pelaksana penyelenggara dan masyarakat penerima pelayanan.

Untuk itu, Pemerintah/Pemerintah Daerah di dalam merumuskan dan menyusun

Maklumat pelayanan publik, dapat mengambil langkah untuk; (1) Melakukan identifikasi dan

analisis data, informasi mengenai jenis pelayanan yang perlu dan/atau seharusnya ditetapkan,

sesuai urusan dan kewenangannnya; (2) Melibatkan masyarakat untuk mendapatkan masukan,

saran, dan informasi jenis pelayanan yang nyata dibutuhkan oleh masyarakat daerahnya, serta

memberikan akses kepada masyarakat dalam proses perumusan dan penyusunan maklumat

pelayanan publik; (3) Mempertimbangkan keberagaman daerah, kondisi geografis, mata

Page 40: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

pencaharian penduduk dan kehidupan sosial budaya masyarakat, sebagai bahan kajian dan bahan

perumusan serta penyusunan maklumat pelayanan publik.

Sebagai Contoh; Masyarakat perkotaan dengan non perkotaan (daerah yang luas dengan

persebaran penduduk yang tidak merata) berbeda kebutuhannya untuk megurus izin bangunan,

termasuk untuk memenuhi persyaratan seperti status hak kepemilikan tanah (untuk non

perkotaan mungkin sulit atau jarang yang memiliki surat tanah yang engkap, seperti sertifikat

tanah). Demikian pula, seperti Akte Kelahiran atau bahkan KTP, mungkin untuk daerah

perkotaan sangat dibutuhkan, tetapi untuk masyarakat di desa yang terpencil, atau di kepulaun

yang jarang berhubungan dengan kegiatan keluar desa, mereka merasa tidak memerlukan

dan/atau tidak merasakan manfaatnya untuk apa.

Menganalisis kelembagaan yang ada, kemampuan personil, jumlah personil, kemampuan

anggaran dan lainnya yang diperkirakanan akan mempengaruhi kualitas pelayanan,disiplin aparat

pelaksana untuk tepat waktu dalam proses dan penyelesaian pelayanan. Realistis dalam

merumuskan persyaratan, waktu, biaya, dan lainnya agar memberikan kemungkinan untuk bisa

dilaksanakan dengan baik oleh aparat penyelenggara, mudah dimengerti dan dipahami oleh

masyarakat, dan yang paling penting tidak membebani atau memberatkan masyarakat.

Materi muatan Maklumat Pelayanan Publik, disesuaikan dengan standar pelayanan yang

telah ditetapkan, kondisi dan potensi daerah, beberapa materi muatan yang dapat digunakan

sebagai bahan penyusunan maklumat pelayanan publik, antara lain: (1) Profil Penyelenggara; (2)

Tugas dan wewenang penyelenggara; (3) Siapa yang bertanggungjawab dalam penyelenggaraan

pelayanan; (4) Siapa yang bertanggungjawab dalam memproses dan menyelesaikan pengaduan

dan sengketa pelayanan; (5) Pihak mana saja yang dapat menerima pelayanan; (6) Prosedur dan

proses pemberian layanan (dapat dalam bentuk bagan/alur air); (7) Janji yang diberikan kepada

penerima pelayanan, termasuk di dalamnya seperti; hak masyarakat untuk memperoleh

pelayanan, kemudahan mendapat pelayanan (tidak sulit, tidak dipersulit, tidak berbelit-belit atau

membingungkan pemohon layanan), waktu yang ditetapkan untuk proses dan penyelesaian,

ketepatan waktu menerima produk layanan, biaya pelayanan, prodedur dan biaya peninjauan

lapangan (prakteknya sarat biaya yang dikeluarkan oleh penerima layanan, dan antisipasi

bargaining); (8) Persyaratan yang wajib dipenuhi oleh pemohon layanan (bila perlu dilakukan

Page 41: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

penyederhanan atau pemangkasan persyaratan, terutama yang sifatnya yang sifatnya

pendukung); (9) Mekanisme pengajuan pengaduan atau keluhan (lisan tulisan) dari masyarakat,

organisasi masyarakat dan lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan pelayanan, pengaduan

atas perilaku penyelenggara dan/atau aparat pelaksana pelayanan (seperti; sikap, sopan santun

dan lainnya, tindakan atau perlakuan diskriminatif, KKN, pungutan liar termasuk yang dilakukan

bekerjasama dengan perantara/calo dan biaya peninjauan lapangan), serta kepastian waktu proses

dan penyelesaian pengaduan dan pemberian informasi kepada pengadu; (10) Mekanisme

penyampaian saran, usulan masukan yang berkaitan dengan kepedulian masyarakat untuk

memperbaiki dan meningkatkan pelayanan; (11) Mekanisme pengawasan internal dan eksternal

terhadap penyelenggaraan pelayanan; (12) Uraian sanksi bagi penyelenggara dan/atau aparat

pelaksana pelayanan; (13) Pernyataan kesediaan penyelenggara untuk terus memperbaiki dan

menyempurnakan maklumat pelayanan berdasarkan masukan dan saran dari masyarakat; dan

(12) Informasi alamat, telefon, fax, email penyelenggara, dalam rangka mengembangkan

komunikasi, tukar informasi dan korespondensi masyarakat atau penerima pelayanan dengan

penyelenggara;

Penutup

Berdasarkan uraian tersebut di atas, bahwa Pemerintah perlu menyusun Standar

Pelayanan bagi setiap institusi di daerah yang bertugas memberikan pelayanan kepada

masyarakat. Deregulasi dan Debirokratisasi mutlak harus terus menerus dilakukan oleh

Pemerintah/Pemda, serta perlu dilakukan evaluasi secara berkala agar pelayanan publik

senantiasa memuaskan masyarakat. Ada lima cara perbaikan di sektor pelayanan publik yang

patut dipertimbangkan: Mempercepat terbentuknya UU Pelayanan Publik, Pembentukan

pelayanan publik satu atap (one stop services), Transparansi biaya pengurusan pelayanan publik,

Membuat Standar Operasional Prosedur (SOP), dan reformasi pegawai yang berkecimpung di

pelayanan publik.

Pelaksanaan Otonomi Daerah memungkinkan pelaksanaan tugas umum Pemerintahan

dan tugas Pembangunan berjalan lebih efektif dan efisien serta dapat menjadi sarana perekat

Integrasi bangsa. Untuk menjamin agar pelaksanaan otonomi daerah benar-benar mampu

Page 42: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, maka segenap lapisan masyarakat baik

mahasiswa, LSM, Pers maupun para pengamat harus secara terus menerus memantau kinerja

Pemda dengan mitranya DPRD agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan mereka sendiri,

transparansi, demokratisasi dan akuntabilitas harus menjadi kunci penyelenggaraan

pemerintahan yang Good dan Clean Government.

Pemerintah memang tidak memiliki paradigma yang jelas dalam soal layanan publik dan

mempertahankan birokrasi yang feodal. Transformasi paradigmatik, disain ulang sistem dan

organisasi layanan publik harus dilakukan agar pemerintah menjadi handal melakukan kewajiban

publiknya. Sejatinya, prinsip-prinsip Good Governance dan Reinventing Government harus

menjadi acuan dalam mendesain struktur organisasi di pemerintah daerah. Bila semua daerah

otonom dapat menyelenggarakan pemerintahan secara bersih dan demokratis, maka pemerintah

kita secara nasional pada suatu saat nanti akan dapat menjadi birokrasi yang bersih dan

profesional sehingga mampu menjadi negara besar yang diakui dunia.

Dunia saat ini telah berada dalam era yang disebut globalisasi, kondisi dimana terjadi

perubahan signifikan dalam kehidupan suatu masyarakat yang tidak lagi dapat dibatasi oleh

sekedar batas administrasi kewilayahan, karena pesatnya penemuan-penemuan teknologi.

Globalisasi dipengaruhi oleh inovasi teknologi di satu sisi dan persaingan dalam era perdagangan

bebas di sisi lain”.

Era globalisasi saat ini mengindikasikan bahwa masyarakat dunia pada umumnya telah

memasuki tahapan the age of high mass-consumption atau tingkatan kelima. Kondisi dimana

terjadi pergeseran pada sektor-sektor dominan terhadap kebutuhan barang dan jasa sejalan

dengan peningkatan pendapatan masyarakat. Sebagian besar masyarakat telah terpenuhi

kebutuhan dasarnya yakni sandang, pangan dan papan serta berubahnya struktur angkatan kerja

yang meningkat tidak hanya proporsi jumlah penduduk perkotaan melainkan juga jumlah

angkatan kerja yang terampil.

Menghadapi kondisi masyarakat tersebut di atas, maka diperlukan peran administrasi

negara dan pemerintahan dalam memberikan pelayanan secara efiktif, efisien dan secara

profesional. Tantangan perubahan masyarakat dan tantangan terhadap kinerja pemerintahan

Page 43: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

selain menghadapi masyarakat yang semakin cerdas dan masyarakat yang semakin banyak

tuntutannya/variatif serta memenuhi standar kualitatif sangatlah terbatas, pada akhir kekuasaan

Orde Baru pun, birokrasi pernah dikritik habis-habisan oleh kalangan gerakan pro-reformasi.

“Birokrasi dianggap sebagai salah satu ”penyakit” yang menghambat akselerasi kesejahteraan

masyarakat dan penyelenggaraan pemerintahan yang sehat“. Ungkapan klasik dan kritis seperti

“kalau bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah”, misalnya, berkembang seiring dengan

penampakan kinerja aparatur yang kurang baik di mata masyarakat. Ungkapan itu

menggambarkan betapa buruknya perilaku pelayanan birokrasi kita yang berpotensi

menyuburkan praktik percaloan dan pungutan liar (rent seeking). Kondisi inilah yang sebetulnya

memunculkan iklim investasi di daerah kurang kompetitif. Kondisi pelayanan seperti ini perlu

segera direformasi guna mewujudkan kinerja birokrasi dan kinerja pelayanan publik yang

berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA

Bacal, Robert, 1999. Performance Management, McGraw – Hill.

BKKSI, 2000. Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Atap, Panduan Praktis.

Buchari Zainun, 1995. Administrasi dan Manajemen Kepegawaian Pemerintah Negara

Indonesia, Gunung Agung, Jakarta.

Connellan, Thomas. K and Ron Zemke, 1993. Sustaining Knock Your Socks Off Service,

Amacom (American Management Association).

Depdagri, 2004. Modul Pengembangan Pelayanan Terpadu Satu Atap. LAN-RI Jakarta.

Gasperz, Vincent, 2006. Total Quality Management (TQM), untuk Praktisi Bisnis dan Industri,

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Handoko, Hani T, 1987. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, BPFE, Yogyakarta,

1987.

Page 44: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

Hening Widiatmoko, 2007. Pelayanan Publik melalui Pendekatan Sistem

dalam Penerapan Ekologi Administrasi Publik. dari

http://www.yahoo.co.id

Jurnal Desentralisasi, Lembaga Adminisrasi Negara Republik Indonesia, Volume 5 No. 3, Tahun

2004

Jurnal Ilmiah, Admnistrasi Publik, Birokrasi Era Reformasi, Vol. V No 1, September 2004 –

Februari 2005.

Jurnal Ilmu Pemerintahan, Penataan Kelembagaan Pemerintahan, Edisi 7, Tahun 2002,

Penerbit, Masyarakat Ilmu Pemerintahan.

Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46 A Tahun 2003 Tanggal 21 Nopember

2003 tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan Struktural Pegawai

Negeri Sipil.

Leach, Steve; Stewart, John and Kieron Walsh, 1994. The Changing Organization and

Management of Local Government, McMillan Press Ltd.

Lembaga Adminisrasi Negara Republik Indonesia, 2006. Strategi Peningkatan Kualitas

Pelayanan Publik, Jakarta, LAN.

Lembaga Adminisrasi Negara Republik Indonesia,2005. Penyusunan Standar Operating

Procedure, Jakarta, LAN.

McKevitt, David, 1998. Managing Core Public Services, Blockwell Publisher.

Milakovich Michaele, 1995. Improving Service Quality, St. Lucie Press, Florida.

Muluk, Khairul, 2004. Paradigma Baru Administrasi Publik : Dari "Public

Management" Menuju "Public Governance" Jurnal Vol. V, No. 1,

September 2004-Februari 2005

Page 45: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

Osborne David, Ted Gabler, 1996. Mewirausahakan Birokrasi (Reinventing Government),

Pustaka Binawan Pressindo.

Osborne, David and Peter Plastrik, 1997. Memangkas Birokrasi, Lima Strategi

Menuju Pemerintahan Wirausaha, Lembaga Manajemen PPM, Jakarta.

Osborne, David and Ted Gaebler, 2000. Mewirausahakan Birokrasi

(Reinventing Government). Lembaga Manajemen PPM, Jakarta.

Pasolong, Harbani, 2007. Teori Administrasi Publik, Penerbit Alfabeta, Bandung.

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri

Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 198, Tambahan Lembaran Negara Nomor

4019)

Rahardian, A.R. 2007. Silabus Enterpreneurship dan Etika Birokrasi, 26

Januari 2007.

Robert, Heller, 2002. Effective Leadership, Dian Rakyat, Jakarta.

Robert, Heller, 2006. Managing People, Dian Rakyat, Jakarta.

Sentana Aso, 2006. Exelent Service & Customer Satisfication, Elex Media Komputindo, Jakarta.

Sidin, 2002. Menuju Pembaharuan Birokrasi pemerintahan, Kupang Pos edisi

Kamis 3/10/2002.

Siswadi, Edi, 2005. Pikiran Rakyat Bandung. Edisi Kamis 22 Maret 2005.

Sunarno, 2008. Reformasi Birokrasi, 5 Maret 2008. dari

http://www.google.co.id.

Tri Widodo W. Utomo, internet, Reinventing Government dan Semangat

Kewirausahaan sektor publik. dari: http://www.apa.org/kurdek.html

Page 46: Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Reinventing Government Dalam Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

Undang-Undang Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam

Jabatan Struktural (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 197, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 4018) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13

Tahun 2002 (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 4194)

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun

1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839).

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara

Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041) sebagaimana diubah

dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890).