Pneumonia

12
Pneumonia Tugas dokter puskesmas Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau sarana dan tenaga yang tersedia. Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA kepada perawat atau paramedis. Melakukan pemeriksaa pengobatan kasus-kasus pneumonia berat/penyakit dengan tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh perawat/paramedis dan merujuknya ke rumah sakit bila dianggap perlu. Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke rumah sakit. Bersama dengan staff puskesmas memberikan penyluhan kepada ibu-ibu yang mempunyai anak balita. Perihal pengenalan tanda-tanda penyakit penumonia serta tindakan penunjang di rumah. Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang diberi wewenang mengobati penderita ISPA. Cara mencegah penularan pneumonia Vaksinasi influenza dan pneumococcus terutama pada imunodefisiensi, usia tua, dan kanak-kanak. Cuci tangan. Hindari rokok, alkohol. Istirahat cukup dan perbanyak serat, buah, vitamin, dan olahraga teratur untuk meningkatlan daya tahan tubuh.

description

asadSdf

Transcript of Pneumonia

Page 1: Pneumonia

Pneumonia

Tugas dokter puskesmas

Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau sarana dan

tenaga yang tersedia.

Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar kasus-

kasus ISPA kepada perawat atau paramedis.

Melakukan pemeriksaa pengobatan kasus-kasus pneumonia berat/penyakit dengan

tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh perawat/paramedis dan merujuknya ke rumah

sakit bila dianggap perlu.

Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke rumah

sakit.

Bersama dengan staff puskesmas memberikan penyluhan kepada ibu-ibu yang

mempunyai anak balita. Perihal pengenalan tanda-tanda penyakit penumonia serta

tindakan penunjang di rumah.

Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang diberi wewenang

mengobati penderita ISPA.

Cara mencegah penularan pneumonia

Vaksinasi influenza dan pneumococcus terutama pada imunodefisiensi, usia tua, dan

kanak-kanak.

Cuci tangan.

Hindari rokok, alkohol.

Istirahat cukup dan perbanyak serat, buah, vitamin, dan olahraga teratur untuk

meningkatlan daya tahan tubuh.

Menghisap mekonium dari mulut dan tenggorokan pada bayi baru lahir untuk

mencegah aspirasi.

Kontrol penyakit diabetes dan HIV.

Page 2: Pneumonia

Kriteria KLB

Timbulnya suatu penyakit atau penyakit menular yang sebelumnys tidak ada atau

tidak dikenal.

Peningkatan kejadian penyakit atau kematian terus menerus selama 3 kurun waktu

berturut-turut menurut jenis penyakitnya.

Peningkatan kejadian penyakit atau kematian dua kali atau lebih dibandingkan

dengan periode sebelumnya.

Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau

lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.

Angka rata-rata perbulan dalam satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat

atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dari tahun sebelumnya.

Case Fatality Rate (CFR) dari suatu penyakit dalam satu kurun waktu tertentu

menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan dengan CFR dari periode

sebelumnya.

Propotional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan

kenaikan dua kali atau lebih dibanding periode yang sama dan kurung waktu atau

tahun sebelumnya.

Sumber penularan

Pneumonia dapat ditularkan nelalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang

mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke saluran pernapasan.

Hubungan dari sisi epidemiologi

Teori segitiga epidemiologi menjelaskan bahwa timbulnya penyakit disebabkan oleh

adanya pengaruh faktor penjamu (host), penyebab (agent) dan lingkungan (environment)

yang digambarkan sebagai segitiga. Perubahan dari sektor lingkungan akan mempengaruhi

host, sehingga akan timbul penyakit secara individu maupun keseluruhan populasi yang

mengalami perubahan tersebut. Demikian juga dengan kejadian penyakit pneumonia yang

berhubungan dengan penjamu, lingkungan dan agent. Pneumonia balita merupakan salah

satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut, yaitu terjadi peradangan atau iritasi pada

salah satu atau kedua paru, disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae dan

Page 3: Pneumonia

Hemophylus influenza, dimana merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada penelitian

tentang etiologi pneumonia di negara berkembang. Pada prinsipnya kejadian penyakit yang

digambarkan sebagai segitiga epidemiologi menggambarkan hubungan tiga komponen

penyebab penyakit yaitu penjamu, agen dan lingkungan seperti gambar 2.3 dibawah ini:

Gambar 2.1. Model Klasik Kausasi Segitiga Epidemiologi Sumber: Anderson (2000)

dan Hockenberry, Wilson (2009) A

Untuk memprediksi pola penyakit, model ini menekankan perlunya analisis dan pemahaman

masing-masing komponen. Perubahan pada satu komponen akan mengubah komponen

lainnya, dengan akibat menaikkan atau menurunkan kejadian penyakit. Komponen untuk

terjadinya penyakit Pneumonia adalah:

1. Host Penjamu adalah manusia atau organisme yang rentan terhadap pengaruh

agent. Dalam penelitian ini yang diteliti dari faktor penjamu adalah faktor balita

(umur, jenis kelamin, status imunisasi campak, imunisasi DPT, status pemberian

vitamin A, riwayat menderita campak, status gizi balita, pemberian ASI Eksklusif,

berat badan lahir, riwayat asma).

2. Agent Agent penyebab Pneumonia disebabkan infeksi Streptococcus pneumoniae

dan Hemophylus influenza, dimana merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada

penelitian tentang etiologi pneumonia di negara berkembang

3. Environment Lingkungan adalah kondisi atau faktor berpengaruh yang bukan bagian

agent maupun penjamu, tetapi mampu menginteraksikan agent penjamu. Dalam

penelitian ini yang berperan sebagai faktor lingkungan meliputi faktor lingkungan

(pendidikan ibu, pekerjaan ibu, sosial ekonomi).

Ciri-ciri epidemi

Epidemi merupakan keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit)

yang ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu yang singkat berada dalam

frekuensi yang meningkat

Page 4: Pneumonia

Langkah penanggulangan

Penemuan penderita

Penemuan pasif : ketika penderita datang berobat ke puskesmas//saran kesehatan.

Penemuan aktif : petugas kesehatan melakukan kunjungan rumah dalam penemuan

kasus untuk meningkatkan cakupan penderita pneumonia.

Diagnosis

Pengobatan (sesuai dengan tatalaksana pneumonia dengan pendekatan MTBS)

Penyuluhan

Pelatihan kader

Bagaimana teknik pencarian kasus

Penemuan dan tatalaksana Pneumonia merupakan kegiatan inti dalam pengendalian

Pneumonia Balita.

a. Penemuan penderita secara pasif

Dalam hal ini penderita yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatanseperti

Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Rumah Sakit dan Rumah sakit swasta.

b. Penemuan penderita secara aktif Petugas kesehatan bersama kader secara aktif

menemukan penderita baru dan penderita pneumonia yang seharusnya datang

untuk kunjungan ulang 2 hari setelah berobat.

Penemuan penderita pasif dan aktif melalui proses sebagai berikut:

a. Menanyakan Balita yang batuk dan atau kesukaran bernapas

b. Melakukan pemeriksaan dengan melihat tarikan dinding dada bagian bawah ke

dalam (TDDK) dan hitung napas.

c. Melakukan penentuan tanda bahaya sesuai golongan umur < 2 bulan dan 2 bulan

sampai < 5 tahun.

d. Melakukan klasifikasi balita batuk dan atau kesukaran bernapas; pneumonia berat,

pneumonia, dan batuk bukan pneumonia.

Page 5: Pneumonia

Tugas Kader

Dilatih untuk bisa membedakan kasus pneumonia (pneumonia berat dan tidak berat)

dari kasus-kasus bukan pneumonia.

Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk pilek biasa serta

penyakit pneumonia kepada ibu-ibu perihal tindakan yang perlu dilakukan oleh ibu

yang anaknya menderita penyakit.

Memberikan pengobatan sederhana untuk kasus-kasus batuk pilek dengan tablet

parasetamol dan obat batuk tradisional.

Merujuk kasus pneumonia berat ke puskesmas/rumah sakit terdekat.

Pelatihan Kader

Keberhasilan Pengendalian ISPA untuk Pengendalian Pneumonia Balita sangat

ditentukan oleh peran serta masyarakat baik untuk menggerakkan masyarakat dalam

berperan untuk melaksanakan program (kader, TOMA, TOGA dan sebagainya) maupun

dalam menggerakkan masyarakat untuk memanfaatkan sarana dan pelayanan kesehatan.

Dalam mengembangkan dan meningkatkan peranan masyarakat dalam

Pengendalian ISPA dilaksanakan pelatihan Pengendalian ISPA bagi tenaga non petugas

kesehatan.

Tujuan: Peserta latih memahami dan mampu melaksanakan kegiatan promosi

pengendalian Pneumonia Balita melalui penyampaian informasi Pneumonia yang benar

kepada orang tua/pengasuh Balita dan masyarakat umum.

Page 6: Pneumonia

Sasaran • Kader

• TP PKK desa dan kecamatan

• TOMA

• TOGA

Materi: • Buku pemberdayaan kader

Penyelenggaraan: • Jumlah peserta diupayakan maksimal: 30 orang per kelas

• Rasio fasilitator dengan peserta diupayakan 1 : 10

Lama pelatihan: 1 hari

Tatalaksana pneumonia

Page 7: Pneumonia

Ketersediaan logistik

Dukungan logistik sangat diperlukan dalam menunjang pelaksanaan pengendalian ISPA.

Penyediaan logistik dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan menjadi

tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Sesuai dengan pembagian kewenangan antara pusat

dan daerah maka pusat akan menyediakan prototipe atau contoh logistik yang sesuai standard

(spesifikasi) untuk pelayanan kesehatan.

Selanjutnya pemerintah daerah berkewajiban memenuhi kebutuhan logistik sesuai

kebutuhan. Logistik yang dibutuhkan antara lain:

1. Obat

• Tablet Kotrimoksazol 480 mg

• Sirup Kotrimoksazol 240 mg/5 ml

• Sirup kering Amoksisilin 125 mg/5 ml

• Tablet Parasetamol 500 mg

• Sirup Parasetamol 120 mg/5 ml. Pola penghitungan jumlah obat yang diperlukan

dalam satu tahun di suatu daerah didasarkan pada rumus berikut :

Page 8: Pneumonia

Obat-obat tersebut di atas merupakan obat yang umum digunakan di Puskesmas untuk

berbagai penyakit sehingga dalam penyediaannya dilakukan secara terpadu dengan program lain

dan proporsi sesuai kebutuhan. Jika memungkinkan dapat disediakan antibiotik intramuskular:

Ampisilin dan Gentamisin. Untuk menghindari kelebihan obat maka perhitungan kebutuhan obat

berdasarkan hasil cakupan tahun sebelumnya dengan tambahan 10% sebagai buffer stock.

PENCATATAN dan PELAPORAN

Untuk melaksanakan kegiatan pengendalian ISPA diperlukan data dasar (baseline) dan data

program yang lengkap dan akurat. Data dasar atau informasi tersebut diperoleh dari :

a. Pelaporan rutin berjenjang dari fasilitas pelayanan kesehatan hingga ke pusat setiap

bulan. Pelaporan rutin kasus pneumonia tidak hanya bersumber dari Puskesmas saja

tetapi dari semua fasilitas pelayanan kesehatan baik swasta maupun pemerintah.

b. Pelaporan surveilans sentinel Pneumonia semua golongan umur dari lokasi sentinel

setiap bulan.

c. Laporan kasus influenza pada saat pandemi.

Disamping pencatatatan dan pelaporan tersebut di atas, untuk memperkuat data dasar

diperlukan referensi hasil survei dan penelitian dari berbagai lembaga mengenai

pneumonia.

Data yang telah terkumpul baik dari institusi sendiri maupun dari institusi luar selanjutnya

dilakukan pengolahan dan analisis. Pengolahan dan analisis data dilaksanakan baik oleh

Puskesmas, kabupaten/kota maupun provinsi. Di tingkat Puskemas pengolahan dan analisis

data diarahkan untuk tujuan tindakan koreksi secara langsung dan perencanaan operasional

tahunan. Sedangkan di tingkat kabupaten/kota diarahkan untuk tujuan bantuan tindakan

Page 9: Pneumonia

dan penentuan kebijakan pengendalian serta perencanaan tahunan/5 tahunan di wilayah

kerjanya masing-masing.

Melalui dukungan data dan informasi ISPA yang akurat menghasilkan kajian dan evaluasi

program yang tajam sehingga tindakan koreksi yang tepat dan perencanaan tahunan dan

menengah (5 tahunan) dapat dilakukan. Kecenderungan atau potensi masalah yang

mungkin timbul dapat diantisipasi dengan baik khususnya dalam pengendalian Pneumonia.

Data dan kajian perlu disajikan dan disebarluaskan/diseminasi dan diumpan balikan kepada

pengelola program dan pemangku kepentingan terkait di dalam jejaring.

Diseminasi di tingkat Puskesmas dilakukan pada forum pertemuan rutin, lokakarya mini

Puskesmas, rapat koordinasi kecamatan dan sebagainya.

Di tingkat kabupaten/kota dan provinsi, diseminasi dilakukan pada forum pertemuan teknis

di dinas kesehatan, rapat koordinasi di tingkat kabupaten/kota, provinsi, forum dengar

pendapat serta diskusi dengan DPRD dan sebagainya, serta dituangkan dalam bentuk

buletin, laporan tahunan ataupun laporan khusus.

Dalam pelaksanaan Pengendalian ISPA di Indonesia diagnosis tidak dianggap sama dengan

klasifikasi tatalaksana sehingga timbul kerancuan dalam pencatatan dan pelaporan. Oleh

karena itu dalam klasifikasi “Bukan Pneumonia” tercakup berbagai diagnosis ISPA (non

Pneumonia) seperti: common cold/ selesma, faringitis, Tonsilitis, Otitis, dsb. Dengan

perkataan lain “Batuk Bukan Pneumonia” merupakan kelompok diagnosis.