Pneumonia
-
Upload
celina-manna -
Category
Documents
-
view
215 -
download
0
description
Transcript of Pneumonia
Pneumonia
Tugas dokter puskesmas
Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau sarana dan
tenaga yang tersedia.
Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar kasus-
kasus ISPA kepada perawat atau paramedis.
Melakukan pemeriksaa pengobatan kasus-kasus pneumonia berat/penyakit dengan
tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh perawat/paramedis dan merujuknya ke rumah
sakit bila dianggap perlu.
Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke rumah
sakit.
Bersama dengan staff puskesmas memberikan penyluhan kepada ibu-ibu yang
mempunyai anak balita. Perihal pengenalan tanda-tanda penyakit penumonia serta
tindakan penunjang di rumah.
Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang diberi wewenang
mengobati penderita ISPA.
Cara mencegah penularan pneumonia
Vaksinasi influenza dan pneumococcus terutama pada imunodefisiensi, usia tua, dan
kanak-kanak.
Cuci tangan.
Hindari rokok, alkohol.
Istirahat cukup dan perbanyak serat, buah, vitamin, dan olahraga teratur untuk
meningkatlan daya tahan tubuh.
Menghisap mekonium dari mulut dan tenggorokan pada bayi baru lahir untuk
mencegah aspirasi.
Kontrol penyakit diabetes dan HIV.
Kriteria KLB
Timbulnya suatu penyakit atau penyakit menular yang sebelumnys tidak ada atau
tidak dikenal.
Peningkatan kejadian penyakit atau kematian terus menerus selama 3 kurun waktu
berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
Peningkatan kejadian penyakit atau kematian dua kali atau lebih dibandingkan
dengan periode sebelumnya.
Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau
lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
Angka rata-rata perbulan dalam satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat
atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dari tahun sebelumnya.
Case Fatality Rate (CFR) dari suatu penyakit dalam satu kurun waktu tertentu
menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan dengan CFR dari periode
sebelumnya.
Propotional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibanding periode yang sama dan kurung waktu atau
tahun sebelumnya.
Sumber penularan
Pneumonia dapat ditularkan nelalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang
mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke saluran pernapasan.
Hubungan dari sisi epidemiologi
Teori segitiga epidemiologi menjelaskan bahwa timbulnya penyakit disebabkan oleh
adanya pengaruh faktor penjamu (host), penyebab (agent) dan lingkungan (environment)
yang digambarkan sebagai segitiga. Perubahan dari sektor lingkungan akan mempengaruhi
host, sehingga akan timbul penyakit secara individu maupun keseluruhan populasi yang
mengalami perubahan tersebut. Demikian juga dengan kejadian penyakit pneumonia yang
berhubungan dengan penjamu, lingkungan dan agent. Pneumonia balita merupakan salah
satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut, yaitu terjadi peradangan atau iritasi pada
salah satu atau kedua paru, disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae dan
Hemophylus influenza, dimana merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada penelitian
tentang etiologi pneumonia di negara berkembang. Pada prinsipnya kejadian penyakit yang
digambarkan sebagai segitiga epidemiologi menggambarkan hubungan tiga komponen
penyebab penyakit yaitu penjamu, agen dan lingkungan seperti gambar 2.3 dibawah ini:
Gambar 2.1. Model Klasik Kausasi Segitiga Epidemiologi Sumber: Anderson (2000)
dan Hockenberry, Wilson (2009) A
Untuk memprediksi pola penyakit, model ini menekankan perlunya analisis dan pemahaman
masing-masing komponen. Perubahan pada satu komponen akan mengubah komponen
lainnya, dengan akibat menaikkan atau menurunkan kejadian penyakit. Komponen untuk
terjadinya penyakit Pneumonia adalah:
1. Host Penjamu adalah manusia atau organisme yang rentan terhadap pengaruh
agent. Dalam penelitian ini yang diteliti dari faktor penjamu adalah faktor balita
(umur, jenis kelamin, status imunisasi campak, imunisasi DPT, status pemberian
vitamin A, riwayat menderita campak, status gizi balita, pemberian ASI Eksklusif,
berat badan lahir, riwayat asma).
2. Agent Agent penyebab Pneumonia disebabkan infeksi Streptococcus pneumoniae
dan Hemophylus influenza, dimana merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada
penelitian tentang etiologi pneumonia di negara berkembang
3. Environment Lingkungan adalah kondisi atau faktor berpengaruh yang bukan bagian
agent maupun penjamu, tetapi mampu menginteraksikan agent penjamu. Dalam
penelitian ini yang berperan sebagai faktor lingkungan meliputi faktor lingkungan
(pendidikan ibu, pekerjaan ibu, sosial ekonomi).
Ciri-ciri epidemi
Epidemi merupakan keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit)
yang ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu yang singkat berada dalam
frekuensi yang meningkat
Langkah penanggulangan
Penemuan penderita
Penemuan pasif : ketika penderita datang berobat ke puskesmas//saran kesehatan.
Penemuan aktif : petugas kesehatan melakukan kunjungan rumah dalam penemuan
kasus untuk meningkatkan cakupan penderita pneumonia.
Diagnosis
Pengobatan (sesuai dengan tatalaksana pneumonia dengan pendekatan MTBS)
Penyuluhan
Pelatihan kader
Bagaimana teknik pencarian kasus
Penemuan dan tatalaksana Pneumonia merupakan kegiatan inti dalam pengendalian
Pneumonia Balita.
a. Penemuan penderita secara pasif
Dalam hal ini penderita yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatanseperti
Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Rumah Sakit dan Rumah sakit swasta.
b. Penemuan penderita secara aktif Petugas kesehatan bersama kader secara aktif
menemukan penderita baru dan penderita pneumonia yang seharusnya datang
untuk kunjungan ulang 2 hari setelah berobat.
Penemuan penderita pasif dan aktif melalui proses sebagai berikut:
a. Menanyakan Balita yang batuk dan atau kesukaran bernapas
b. Melakukan pemeriksaan dengan melihat tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam (TDDK) dan hitung napas.
c. Melakukan penentuan tanda bahaya sesuai golongan umur < 2 bulan dan 2 bulan
sampai < 5 tahun.
d. Melakukan klasifikasi balita batuk dan atau kesukaran bernapas; pneumonia berat,
pneumonia, dan batuk bukan pneumonia.
Tugas Kader
Dilatih untuk bisa membedakan kasus pneumonia (pneumonia berat dan tidak berat)
dari kasus-kasus bukan pneumonia.
Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk pilek biasa serta
penyakit pneumonia kepada ibu-ibu perihal tindakan yang perlu dilakukan oleh ibu
yang anaknya menderita penyakit.
Memberikan pengobatan sederhana untuk kasus-kasus batuk pilek dengan tablet
parasetamol dan obat batuk tradisional.
Merujuk kasus pneumonia berat ke puskesmas/rumah sakit terdekat.
Pelatihan Kader
Keberhasilan Pengendalian ISPA untuk Pengendalian Pneumonia Balita sangat
ditentukan oleh peran serta masyarakat baik untuk menggerakkan masyarakat dalam
berperan untuk melaksanakan program (kader, TOMA, TOGA dan sebagainya) maupun
dalam menggerakkan masyarakat untuk memanfaatkan sarana dan pelayanan kesehatan.
Dalam mengembangkan dan meningkatkan peranan masyarakat dalam
Pengendalian ISPA dilaksanakan pelatihan Pengendalian ISPA bagi tenaga non petugas
kesehatan.
Tujuan: Peserta latih memahami dan mampu melaksanakan kegiatan promosi
pengendalian Pneumonia Balita melalui penyampaian informasi Pneumonia yang benar
kepada orang tua/pengasuh Balita dan masyarakat umum.
Sasaran • Kader
• TP PKK desa dan kecamatan
• TOMA
• TOGA
Materi: • Buku pemberdayaan kader
Penyelenggaraan: • Jumlah peserta diupayakan maksimal: 30 orang per kelas
• Rasio fasilitator dengan peserta diupayakan 1 : 10
Lama pelatihan: 1 hari
Tatalaksana pneumonia
Ketersediaan logistik
Dukungan logistik sangat diperlukan dalam menunjang pelaksanaan pengendalian ISPA.
Penyediaan logistik dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan menjadi
tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Sesuai dengan pembagian kewenangan antara pusat
dan daerah maka pusat akan menyediakan prototipe atau contoh logistik yang sesuai standard
(spesifikasi) untuk pelayanan kesehatan.
Selanjutnya pemerintah daerah berkewajiban memenuhi kebutuhan logistik sesuai
kebutuhan. Logistik yang dibutuhkan antara lain:
1. Obat
• Tablet Kotrimoksazol 480 mg
• Sirup Kotrimoksazol 240 mg/5 ml
• Sirup kering Amoksisilin 125 mg/5 ml
• Tablet Parasetamol 500 mg
• Sirup Parasetamol 120 mg/5 ml. Pola penghitungan jumlah obat yang diperlukan
dalam satu tahun di suatu daerah didasarkan pada rumus berikut :
Obat-obat tersebut di atas merupakan obat yang umum digunakan di Puskesmas untuk
berbagai penyakit sehingga dalam penyediaannya dilakukan secara terpadu dengan program lain
dan proporsi sesuai kebutuhan. Jika memungkinkan dapat disediakan antibiotik intramuskular:
Ampisilin dan Gentamisin. Untuk menghindari kelebihan obat maka perhitungan kebutuhan obat
berdasarkan hasil cakupan tahun sebelumnya dengan tambahan 10% sebagai buffer stock.
PENCATATAN dan PELAPORAN
Untuk melaksanakan kegiatan pengendalian ISPA diperlukan data dasar (baseline) dan data
program yang lengkap dan akurat. Data dasar atau informasi tersebut diperoleh dari :
a. Pelaporan rutin berjenjang dari fasilitas pelayanan kesehatan hingga ke pusat setiap
bulan. Pelaporan rutin kasus pneumonia tidak hanya bersumber dari Puskesmas saja
tetapi dari semua fasilitas pelayanan kesehatan baik swasta maupun pemerintah.
b. Pelaporan surveilans sentinel Pneumonia semua golongan umur dari lokasi sentinel
setiap bulan.
c. Laporan kasus influenza pada saat pandemi.
Disamping pencatatatan dan pelaporan tersebut di atas, untuk memperkuat data dasar
diperlukan referensi hasil survei dan penelitian dari berbagai lembaga mengenai
pneumonia.
Data yang telah terkumpul baik dari institusi sendiri maupun dari institusi luar selanjutnya
dilakukan pengolahan dan analisis. Pengolahan dan analisis data dilaksanakan baik oleh
Puskesmas, kabupaten/kota maupun provinsi. Di tingkat Puskemas pengolahan dan analisis
data diarahkan untuk tujuan tindakan koreksi secara langsung dan perencanaan operasional
tahunan. Sedangkan di tingkat kabupaten/kota diarahkan untuk tujuan bantuan tindakan
dan penentuan kebijakan pengendalian serta perencanaan tahunan/5 tahunan di wilayah
kerjanya masing-masing.
Melalui dukungan data dan informasi ISPA yang akurat menghasilkan kajian dan evaluasi
program yang tajam sehingga tindakan koreksi yang tepat dan perencanaan tahunan dan
menengah (5 tahunan) dapat dilakukan. Kecenderungan atau potensi masalah yang
mungkin timbul dapat diantisipasi dengan baik khususnya dalam pengendalian Pneumonia.
Data dan kajian perlu disajikan dan disebarluaskan/diseminasi dan diumpan balikan kepada
pengelola program dan pemangku kepentingan terkait di dalam jejaring.
Diseminasi di tingkat Puskesmas dilakukan pada forum pertemuan rutin, lokakarya mini
Puskesmas, rapat koordinasi kecamatan dan sebagainya.
Di tingkat kabupaten/kota dan provinsi, diseminasi dilakukan pada forum pertemuan teknis
di dinas kesehatan, rapat koordinasi di tingkat kabupaten/kota, provinsi, forum dengar
pendapat serta diskusi dengan DPRD dan sebagainya, serta dituangkan dalam bentuk
buletin, laporan tahunan ataupun laporan khusus.
Dalam pelaksanaan Pengendalian ISPA di Indonesia diagnosis tidak dianggap sama dengan
klasifikasi tatalaksana sehingga timbul kerancuan dalam pencatatan dan pelaporan. Oleh
karena itu dalam klasifikasi “Bukan Pneumonia” tercakup berbagai diagnosis ISPA (non
Pneumonia) seperti: common cold/ selesma, faringitis, Tonsilitis, Otitis, dsb. Dengan
perkataan lain “Batuk Bukan Pneumonia” merupakan kelompok diagnosis.