pleno 2

100
Tutor : dr. Yoan Carolina Panggabean PERSENTASI TUTORIAL B6 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan

description

dermatom, trauma kapitis, trauma spinalis

Transcript of pleno 2

Page 1: pleno 2

Tutor : dr. Yoan Carolina Panggabean

PERSENTASI TUTORIAL B6

Fakultas KedokteranUniversitas Sumatera Utara

Medan 2010

Page 2: pleno 2

PEMICU

Seorang anak laki-laki, usia 15 tahun dibawa ke UGD karena jatuh dari bak truk yang sedang berjalan, 3 jam yang lalu. Pada pemeriksaan ada jejas berupa vulnus laceratum di frontal, pasien dapat membuka mata apabila dicubit dan menjawab pertanyaan dokter dengan suara yang tidak jelas, tetapi ia tidak dapat menggerakkan keempat ekstrimitasnya.Pada pemeriksaan awal di UGD dijumpai tekanan darah 100/70 mmHg; nadi 126 kali permenit; pernafasan 16x permenit; suhu 37.5 C

Apa yang terjadi pada anak laki-laki tersebut dan sebagai dokter layanan primer apa yang harus anda lakukan?

Page 3: pleno 2

More info

Dari hasil pemeriksaan fisik diagnostik dijumpai kebas dimulai dari lengan atas dan dada atas ke bawah (caudal).

Hasil pemeriksaan penunjang:1. X-ray thorak : normal2. X-ray cervical : fraktur dislokasi C4-C53. Cervical MRI : fraktur dislokasi C4-C5 disertai memar

medulla spinalis segmen C4 dan C54. Head CT-scan : bercak-bercak pendarahan dilobus

frontalis5. AGDA : normal

Page 4: pleno 2

Learning Issues

1. Dermatome2. Trauma kapitis3. Trauma servikal4. Indikasi merujuk

Page 5: pleno 2

DERMATOME

Page 6: pleno 2

DERMATOME- the skin over the entire body is supplied by

somatic sensory neurons that carry nerve impulses from the skin into the spinal cord and brain.

- the area of the skin that provides sensory input to the CNS via one pair of spinal nerves or the trigeminal nerves is called a dermatome.

- the nerve supply in adjacent dermatomes overlaps somewhat.

Page 7: pleno 2
Page 8: pleno 2

TRAUMA KAPITIS

Page 9: pleno 2

Definisi- Adalah suatu trauma pada kepala yang dapat

menimbulkan gangguan struktural kepala dan atau fungsional jaringan otak.

- Cedera kepala dapat terjadi akibat adanya tekanan langsung maupun tekanan tidak langsung terhadap otak• Langsung (kontak injury) : adanya objek yang

menekan atau menembus kepala secara lansung • Tidak langsung : proses akselerasi, deselerasi, dan

rotasi pada otak

Page 10: pleno 2

Etiologi• Motor vehicle accident• Assault• Sports related injury• Falls• Penetrating traumaRisiko trauma kepala meningkat pada:• Konsumsi alkohol• Konsumsi antikoagulan dan antiplatelet

berkepanjangan• Genetik -> terdapat alel APOE4

Page 11: pleno 2

Pola-pola trauma kapitis

1. Luka dan avulsi kulit kepala2. Fraktur Tulang Tengkorak3. Perdarahan Intracranial4. Gangguan Fungsi Jaringan Otak

Page 12: pleno 2

1. LUKA DAN AVULSI KULIT KEPALA

• Luka dan avulsi (kehilangan sebagian) kulit kepala dapat menyebabkan perdarahan yang berat sehingga menyebabkan shock. Luka pada kulit dapat menunjukkan lokasi (area) dimana terjadi trauma. Bila dibawah luka terdapat fraktur yang menekan jaringan otak maka luka tersebut dapat merupakan jalan masuk kuman-kuman untuk terjadinya infeksi intracranial.

Avulsi kulit kepala

Page 13: pleno 2

2. FRAKTUR TULANG TENGKORAK• Fraktur Kalvarium

• Contoh fraktur kalvarium

• Fraktur Liniermerupakan sebuah garis (celah).Fraktur linier yang berbahaya ialah fraktur yang melintas os temporal; pada os temporal terdapat alur yang dilalui Arteri Meningia Media. Bila fraktur memutuskan Arteri Meningia Media maka akan terjadi perdarahan hebat yang akan terkumpul di ruang diantara dura mater dan tulang tengkorak , disebut perdarahan epidural.

a. Meningea media

Os temporalis

Page 14: pleno 2

• Fraktur liniair lain yang berbahaya adalah fraktur yang melintas di atas Sinus Venosus , misalnya (1).Sinus Sagittalis Superior di garis tengah tengkorak, (2).Sinus Confluens dan (3).Sinus Rectus di bagian postrior tulang tengkorak. Fraktur ditempat ini mungkin akan merobek sinus venosus tersebut.

Page 15: pleno 2

• Fraktur Impresi / Depresi

• Pada fraktur impresi/depresi ,fragmen-fragmen fraktur melekuk kedalam dan menekan jaringan otak.Fraktur bentuk ini dapat merobek dura mater dan jaringan otak di bawahnya dan dapat menimbulkan prolapsus cerebri (jaringan otak keluar dari robekan duramater dan celah fraktur) dan terjadi perdarahan.

• Bila fraktur calvarium masih tertutup oleh kulit kepala yang utuh maka fraktur tersebut disebut Fraktur Tertutup (Closed Fracture).

• Bila kulit kepala diatas fraktur calvarium luka sehingga tampak fraktur, disebut Fraktur Terbuka atau Fraktur Komplikata (Opened Fracture).

Page 16: pleno 2

• FRAKTUR DASAR TENGKORAK

Fraktur impresi/fraktur depresi di daerah tulang parietal

f. anterior

F . media

f. posteroir

1.Apex os petrosum2.Allae os sphenoid* Sella Tursica*

2

1

Page 17: pleno 2

Fraktur Basis Tengkorak

Fraktur Fossa Anterior1.Fraktur atap orbita

Fraktur akan merobek duramater dan arachnoid sehingga Liquor Cerebro Spinal (LCS) bersama darah keluar melalui celah fraktur masuk ke rongga orbita

Atap Orbita

Lamina Cribrosa

Fraktur atap orbita

Page 18: pleno 2

2. Fraktur melintas Lamina Cribrosa Fraktur merobek dura mater dan arachnoid sehingga LCS bercampur darah akan keluar dari rongga hidung. Fraktur akan menyebabkan rusaknya serabut serabut saraf penciuman ( Nervus Olfactorius)

Page 19: pleno 2

Fraktur fossa Media

1. Fraktur os petrosumPuncak (Apex ) os petrosum sangat rapuh sehingga LCS dan darah masuk kedalam rongga telinga tengah dan memecahkan Membrana Tympani

Page 20: pleno 2

2. Fraktur Sella TursicaDi atas sella tursica terdapat kelenjar Hypophyse yang terdiri dari 2 bagian pars anterior dan pars posterior (Neuro Hypophyse). Pada fraktur sella tursica yg biasa terganggu adalah pars posterior

Neurohypophyse

Page 21: pleno 2

3. Sinus cavernosum sindrom

akibat fraktur dasar tengkorak di fossa media yang memecahkan Arteri Carotis Interna yang berada di dalam Sinus Cavernosus (rongga berisi darah vena) sehingga terjadi hubungan langsung arteri – vena (disebut Arterio-Venous Shunt dari Arteri Carotis Interna dan Sinus Cavernsus Carotid – Cavernous Fistula).

Page 22: pleno 2

Fraktur Fossa Posterior.

1. Fraktur melintas os petrosumGaris fraktur biasanya melintas bagian posterior apex os petrossum sampai os mastoid.

Os Petrosum

Page 23: pleno 2

2. Fraktur melintas Foramen Magnumdi Foramen Magnum terdapat Medula Oblongata, sehingga getaran fraktur akan merusak Medula Oblongata , menyebabkan kematian seketika.

Foramen Magnum Medula Oblongata

Page 24: pleno 2

PERDARAHAN INTRAKRANIAL.

1. Perdarahan Epidural

Disebabkan pada umumnya karena fraktur di daerah Temporal yang memutuskan Arteri Meningea Media yang berjalan didalan suatu alur di tulang temporal. Darah dengan segera akan terkumpul di rongga di antara dura mater dan tulang tengkorak.

Page 25: pleno 2

2. Perdarahan Subdural. Perdarahan ini terletak diantara permukaan jaringan otak dan di bawah duramater

a. Perdarahan subdural akutTerjadi ruptur dari arteri permukaan otak

b. Perdarahan subdural kronikTerjadi karena putusnya bridging veins dalam jumlah sedikit,sehingga baru memberikan gejala neurologik setelah 2-3 minggu trauma capitis

Page 26: pleno 2

3.Perdarahan intracerebralPerdarahan ini terjadi karena putusnya pembuluh darah di dalam jaringan otak.Perdarahan juga dapat terjadi di dalan sistem ventrikel , disebut Perdarahan Intraventrikular ( Intraventricular Hemorrhage – IVH ). Darah akan menyumbat sistim ventrikel sehingga liquor cerebrospinal tidak dapat mengalir dan terkumpul di dalam sistem ventrikel.

Page 27: pleno 2

4.Perdarahan subarachnoidPerdarahan terletak dibawah lapisan subarachnoid dan diatas piameter.

Page 28: pleno 2
Page 29: pleno 2

Berdasarkan Morfologi (Lesi Intrakranial)

Fokal• Epidural• Subdural• IntraserebraDifus• Konkusi/Gegar otak• Konkusi multipel• Hipoksia/iskemik• Difusse axonal injury

Page 30: pleno 2

Klasifikasi cedera Kranioserebral

Page 31: pleno 2

Klasifikasi berdasarkan APT

Amnesia Post Traumatik (APT)• – Ringan APT < 1 jam• – Sedang APT 1 - 24 jam• – Berat APT 1 - 7 hari• – Sangat berat APT > 7 hari

Page 32: pleno 2

Patofisiologi trauma kapitis

Page 33: pleno 2

TRAUMA

Head Trauma Neck Trauma

Acceleration, Deceleration, and Rotation Mechanism

Acute Brain Injury Scalp Lacerations Skull Fractures

Bleeding Primary (acute) phase Secondary phase (Excitotoxicity, Oxidative

Stress, Inflammation, Apoptosis)

Primary Cell Death ↓ Venous return

↓ Arterial Wall Tension

Permanent Brain Damage

Activated Baroreceptors

Adrenergic Reflex

Hormonal Neural (Sympathetic fibers)

Hypothalamic Pituitary Axis

Kidney Pancreas

Adrenal Cortex Adrenal Medulla

Renin Glucagon

Mineralocorticoid and Glucocorticoid

Epinephrine and Norepinephrine

↑Water retention, ↑Glucose production, ↓Inflammation effects, Vasoconstriction

from Stellate Ganglion

from Regional Ganglion

Heart Stimulation Peripheral Vasoconstriction

↑ Heart rate

ATP depletion

Sodium influx Anaerobic

metabolism

Cellular Edema

Calcium influx

↑ Glutamate release Cellular Acidosis

Local release of cytokin ↓ GCS

Score

Patophysiology The functional changes that accompany a particular syndrome or disease

Flexion, Extension, Rotational and Vertebral

Compression injury

Bony Injury Soft Tissue Injury

Fracture and Dislocation

Ruptured or buckled

ligament, disc extrusion, or

vascular compromise

Spinal Cord Injury

Sensory disruption

Motoric disruption

Tetraplegia

Page 34: pleno 2
Page 35: pleno 2
Page 36: pleno 2

DIAGNOSIS HEAD INJURY

• Permukaan kepala• Fraktur atap orbita Monocle Hematome /

Racoon eyes• Fraktur melintas lamina cibrosa

Rinorrhoea dan hyposmia / anosmia• Fraktur Os. Petrosum Otorrhoea• Carotid Interna Artety rupture

Sinus cavernosus syndrome• Fraktur Os. Petrosum sampai mastoid Battle sign

Page 37: pleno 2

Eye Opening

Score

4 Spontaneously

3 To verbal command

2 To pain

1 No response

Best Motor Response

Score

6 Obeys command

5 Localizes pain

4 Flexion withdrawal

3 Flexion abnormal (decorticate)

2 Extension (decerebrate)

1 No response

Best Verbal Response

Score

5 Oriented and converses

4 Disoriented and converses

3 Inappropriate words; cries

2 Incomprehensible sounds

1 No response

GLASGOW COMA SCALE

Page 38: pleno 2
Page 39: pleno 2
Page 40: pleno 2
Page 41: pleno 2
Page 42: pleno 2
Page 43: pleno 2

LAB

• Biasanya mengalami hiponatremia akibat SIADH atau cerebral wasting salt

• Magnesium biasanya banyak terbuang• Bisa terjadi gangguan pembekuan darah• Kadar alkohol

Page 44: pleno 2

CT Scan

• Dengan CT scan dapat dilihat adanya pembengkakan atau trauma di tempat benturan

• Garis fraktur terlihat dengan jelas• Digunakan untuk melihat adanya perdarahan

intrakranial

Page 45: pleno 2

• MRI : Lebih sensitif di bandingkan dengan CT-Scan untuk jaringan lunak. Eg : diffuse axonal injury

• Diffuse Tensor Imaging : Untuk melihat patologis aksonal yang tidak dapat dilihat menggunakan MRI konvensional. eg : gangguan traktus white matter

• EEG : untuk mendukung diagnosis nonconvulsive status epilepticus

Page 46: pleno 2

HISTOLOGI

• Berkisar 35 menit setelah trauma beta-amyloid akan berkumpul di tempat trauma

• Apoptosis akan terinisiasi saat terjadinya head injury dan dapat terjadi setelah 2 jam-12 hari setelah trauma

• Trauma kepala berulang dapat menyebabkan tauopathy (demensia pungilistica) dimana tau reactive neurofibrilary tangles dan astrocytic tangles akan berkumpul pada korteks frontal dan temporal

Page 47: pleno 2

Penatalaksanaan Trauma Kapitis

Page 48: pleno 2

Penatalaksanaan CKR : SKG 14 – 15

Page 49: pleno 2

Penatalaksanaan CKS : SKG 9-13

Page 50: pleno 2

Penatalaksanaan CKB : SKG 3-8

Page 51: pleno 2
Page 52: pleno 2
Page 53: pleno 2
Page 54: pleno 2

Komplikasi dan prognosis trauma kapitis

Page 55: pleno 2

Komplikasi

• Komplikasi dari trauma kapitis dapat dibagi 2 : komplikasi sistemik dan komplikasi neurologi.

• Komplikasi neurologi seperti defisit neurologi fokal, defisit neurologi global, kejang, CSF fistula, hidrosefalus,vascular injury, infeksi dan brain death.

Page 56: pleno 2

Defisit neurologi fokal• Sering terjadi• Saraf kranial yang sering terkena adalah nervus I, IV, VII, dan VIII• N I anosmia terjadi 2-36 % dari pasien trauma kapitis. Lebih

sering pada trauma fraktur frontal dan pada postraumatik rinorrhea. Postraumatik rinorrhea sembuh perlahan – lahan dan 1/3 dari seluruh pasien tidak menunjukkan perbaikan penciuman.

• N IV sering terjadi karena merupakan saraf penglihatan yang paling panjang. Menyebabkan terjadinya diplopia saat melihat ke bwh kompensasi dengan memiringkan kepala menjauhi lesi. Kerusakan saraf ini dapat sembuh sempurna , 2/3 dari pasien yang mengalami kerusakan unilateral dan ¼ dari pasien yang mengalami kerusakan bilateral.

Page 57: pleno 2

• N VII biasanya terjadi pada trauma kapitis yang mengenai tulang temporal.10 – 30 % dari orang dengan fraktur longitudinal tulang temporal dan 30 – 50 % dari transversal mengalami kerusakan nervus fasialis baik akut maupun delayed. Ada dua jenis luka immediate dan delayed. Immediate langsung terhadap saraf, delayed akibat odem wajah menekan saraf.

• N VIII sering terjadi terutama pada fraktur tulang temporal. Dengan gejala vertigo, tinnitus, dizziness yang sangat sering dijumpai pada pasien trauma kapitis.

Page 58: pleno 2

Hidrosefalus

• Komplikasi akhir yang sering terjadi pada trauma kapitis.

• Ada 2 jenis1. Ventrikulomegali + meningkatnya ICP gejala

yang dijumpai adalah sakit kepala, gangguan visual, mual/muntah, gangguan kesadaran.

2. Hidrosefalus tekanan normal gejalanya adalah gangguan memori, gait ataxia, dan inkontinensia urin

Page 59: pleno 2

kejang

• Kejang pasca trauma sering terjadi dan dapat dibagi menjadi 3 kategori.

• Sering terjadi pada penetrating cerebral injury dan late seizure terjadi ½ pada pasien ini.

• Early seizures occur within 24 hours of the initial injury

• intermediate seizures occur 1-7 days following injury

• late seizures occur more than 7 days after the initial injury.

Page 60: pleno 2

CSF fistula

• Dapat dalam bentuk rinorea ataupun otorea. Yang dapat terjadi 5 – 10 % pada pasien dengan trauma kapitis. Lebih sering terkena pada fraktur basis kranii.

• 80 % dari CSF rinorea akan sembuh spontan dalam 1 minggu. Resiko menjadi meningitis 17 %.

• 95 % dari CSF otorea akan sembuh spontan dalam 1 minggu. Resiko menjadi meningitis lebih dari 4 %.

• Delayed CSF fistula dapat terjadi dari 1 minggu setelah trauma sampai bertahun tahun kmdn. Tipe ini lebih sulit ditangani dan sering membutuhkan operasi.

Page 61: pleno 2

Vascular injury

• Jarang terjadi• Arterial injury dapat tjd berupa tromboemboli,

aneurisma pasca trauma, dissection, carotid- cavernous fistula (CCF).

• aneurisma pasca trauma dapat dibedakan dengan aneurisma kongenital yaitu pada kongenital terletak di proksimal sedangkan pasca trauma terletak di distal.

Page 62: pleno 2

infeksi

• Sering terjadi pada fraktur terbuka.• Jika dijumpai fraktur basis kranii + CSF fistula resiko

infeksi • Penyebab infeksi tergantung dari lamanya luka. • 72 jam pertama pneumococcus yang paling sering .• Setelah itu bakteri gram negatif dan Staphillococcus

aureus. Pasien harus diberikan vancomisin ( 1 gram IV) dan generasi ketiga sefalosporin spt ceftazidime 1 g IV sampai didapatkan hasil kultur.

Page 63: pleno 2

Concussion dan postconcussive syndrome

Concussion is defined as any alteration of cerebral function caused bya force to the head resulting in one or more of the following: a briefloss of consciousness; light-headedness; vertigo; headache; nausea;vomiting; photophobia; cognitive and memory dysfunction; tinnitus;blurred vision; difficulty concentrating; amnesia; fatigue; personalitychange; or a balance disturbance.In 30 to 80 percent of patients with TBI, symptoms will remain 3 months

postinjury; in 15 percent of patients, symptoms will remain at 1 year.20 Persistence of these signs or symptoms has been termed "postconcussion syndrome" (PCS)

Postconcussive syndrome patients continue to have complaints suchas headaches, dizziness, inability to concentrate, and memory changes.After 1 year, 85 to 90 percent of these patients recover.

Page 64: pleno 2
Page 65: pleno 2

prognosis

Page 66: pleno 2
Page 67: pleno 2
Page 68: pleno 2

TRAUMA SERVIKAL

Page 69: pleno 2

Definisi cedera tulang belakang yang menyebabkan penekanan pada medulla spinalis sehingga menimbulkan myelopati dan merupakan keadaan darurat neurologi yang perlu tindakan cepat, tepat, dan cermat utk mengurangi kecacatan.

Etiologi• Kecelakaan lalu lintas• Penetrating trauma• Menyelam• Jatuh dari ketinggian dsb.

Page 70: pleno 2

Klasifikasi Trauma Servikal

Page 71: pleno 2

Klasifikasi Trauma ServikalA. Klasifikasi berdasarkan mekanisme trauma

a. Hiperfleksib. Fleksi-rotasic. Hiperekstensid. Ekstensi-rotasie. Kompresi vertical

Trauma Hiperfleksi1. Subluksasi anterior: terjadi robekan pada sebagian ligament di posterior

tulang leher ligament longitudinal anterior utuh. Termasuk lesi stabil. Tanda penting pada subluksasi anterior adalah adanya angulasi ke posterior (kifosis) local pada tempat kerusakan ligament. Tanda-tanda lainnya:• Jarak yang melebar antara prosesus spinosus• Subluksasi sendi apofiseal

Page 72: pleno 2

2. Bilateral interfacetal dislocationTerjadi robekan pada ligamen longitudinal anterior dan kumpulan ligamen di posterior tulang leher. Lesi tidak stabil. Tampak dislokasi anterior korpus vertebra. Dislokasi total sendi apofiseal.

3. Flexion tear drop fracture dislocationTenaga fleksi murni ditambah komponen kompresi menyebabkan robekan pada ligament longitudinal anterior dan kumpulan ligament posterior disertai fraktur avulsi pada bagian antero-inferior korpus vertebra. Lesi tidak stabil. Tampak tulang servikal dalam fleksi:• Fragmen tulang berbentuk segitiga pada bagian antero-inferior korpus vertebra• Pembengkakan jaringan lunak pravertebral

4. Wedge fractureVertebra terjepit sehingga berbentuk baji. Ligament longitudinal anterior dan kumpulan ligament posterior utuh sehingga lesi ini bersifat stabil.

5. Clay shoveler’s fractureFleksi tulang leher dimana terdapat kontraksi ligamen posterior tulang leher mengakibatkan terjadinya fraktur oblik pada prosesus spinosus; biasanya pada CVI-CVII atau Th1.

Page 73: pleno 2

Trauma fleksi rotasiTerjadi dislokasi interfacetal pada satu sisi. Lesi stabil walaupun terjadi kerusakan pada ligament posterior termasuk kapsul sendi apofiseal yang bersangkutan.Tampak dislokasi anterior korpus vertebra. Vertebra yang bersangkutan dan vertebra proksimalnya dalam posisi oblik, sedangkan vertebra distalnya tetap dalam posisi lateral.

Trauma hiperekstensi1. Fraktur dislokasi hiperekstensiDapat terjadi fraktur pedikel, prosesus artikularis, lamina, dan prosesus spinosus. Fraktur avulse korpus vertebra bagian postero-inferior. Lesi tidak stabil karena terdapat kerusakan pada elemen posterior tulang leher dan ligament yang bersangkutan.2. Hangman’s fractureTerjadi fraktur arkus bilateral dan dislokasi anterior CII terhadap CIII.

Page 74: pleno 2

Trauma ekstensi-rotasiTerjadinya fraktur pada prosesus artikularis satu sisi.

Fraktur kompresi verticalTerjadinya fraktur ini akibat diteruskannya tenaga trauma melalui kepala, kondilus oksipitalis, ke tulang leher.1. Bursting fracture dari atlas (Jefferson’s fracture)2. Bursting fracture vertebra servikal tengah dan bawah

B. Klasifikasi berdasarkan derajat kestabilan

a. Stabilb. Tidak stabilStabilitas dalam hal trauma tulang servikal dimaksudkan tetap utuhnya komponen ligament-skeletal pada saat terjadinya trauma sehingga memungkinkan tidak terjadinya pergeseran satu segmen tulang leher terhadap lainnya.

Page 75: pleno 2

Patofisiologi

Page 76: pleno 2
Page 77: pleno 2

In secondary injury, release of biochemical mediators including:

• Calcium accumulation intracellularly. • Potassium accumulation extracellularly. • Phospholipase A2. • Arachidonic acid metabolites. • Free oxyradicals. • Excitatory amino-acids (glutamate,aspartate). • Eicosanoid production. • Catecholamine accumulation.

Page 78: pleno 2

Gejala klinis

• Injury to the corticospinal tract or dorsal columns, respectively, results in ipsilateral paralysis or loss of sensation of light touch, proprioception, and vibration.

• Injury to the lateral spinothalamic tract causes contralateral loss of pain and temperature sensation.

• Injury of anterior spinothalamic tract may result in complete loss of vibration sensation and proprioception but only partial loss of light touch sensation.

• Anterior cord injury causes paralysis and incomplete loss of light touch sensation.

Page 79: pleno 2

Systemic effect1. CARDIOVASCULAR:INITIAL INJURY:Sudden increase in BP. Bradycardia. Dysrhythmias. MINUTES LATER:Spinal shock. This results from loss of sympathetic activity below the level of the lesion. • Vasodilation and a fall in SVR. • Venodilation and reduced venous return. • Cardiac output falls. • Blood pressure falls. • Bradycardia due to unopposed PSNS activity when lesions involve the cardioaccelerator nerves (T1-T5). • Bradyarrhythmias and AV nodal block. AUTONOMIC HYPERREFLEXIA:Reflex activity may return below the level of the lesion over a period of days to weeks. Somatic or visceral

stimulation (eg. bladder or rectal distension) results in massive sympathetic stimulation below the level of the lesion. The intense vasoconstriction increases SVR and BP. There is a compensatory vasodilatation above the level of the lesion associated with flushing, headache, sweating, nasal congestion and pupillary dilation. Ventricular arrhythmias and heart block may be seen.

VENOUS THROMBOSIS:Decreased muscle pump activity, venodilation and pressure on the calves increase the incidence of DVT's and PE's.

Page 80: pleno 2

2. RESPIRATORY SYSTEM:Depends on the level of the lesion. Arise from C3, 4 and 5

nerve roots. Thus if a lesion is below C5 diaphragmatic function is preserved. Injuries above C3 cause instant death unless ventilation is secured immediately. Lesions below C6 cause variable intercostal and abdominal muscle weakness.

The overall effect is severe hypoventilation producing hypercapnia and hypoxaemia. The inability to cough and clear secretions leads to atelectasis and pneumonia. The absence of SNS activity causes reflex bronchoconstriction.

Page 81: pleno 2

3. GASTROINTESTINAL SYSTEM:• Gastric distension. • Paralytic ileus. • High risk of aspiration. • Vomiting can be protracted causing hypokalaemia and metabolic

alkalosis. 4. GENITOURINARY SYSTEM:• Acute distension of the urinary bladder. • Pseudopriapism. 5. TEMPERATURE REGULATION:ASCI patients are poikilothermic because of a lack of vasoconstrictors

below the level of the lesion. Temperature regulation becomes impaired and they are thus susceptible to hypothermia.

Page 82: pleno 2
Page 83: pleno 2

Diagnosis

Page 84: pleno 2
Page 85: pleno 2
Page 86: pleno 2

TatalaksanaCedera Medulla Spinalis

Page 87: pleno 2

Primary Survey• A (Airway) → nilai airway swkt memperthnkan posisi tlg leher &

membuat airway definitif jk diperlukan.

• B (Breathing) → nilai dan beri oksigenasi yg adekuat serta bantuan ventilasi bila diperlukan.

• C (Circulation)- Bila terdpt hipotensi, bedakan syok hipovolemik(↓ TD, ↑ DJ,

extremitas dingin) dan syok neurogenik (↓ TD, ↓ DJ, extremitas hangat).

- Ganti cairan utk hipovolemia.- Pemberian cairan → monitor CVP.

• D (Disability)- Tentukan tgkt ksadaran dan nilai pupil.- Tentukan AVPU / GCS.- Kenali paresis.

Page 88: pleno 2

Secondary Survey

• Anamnese AMPLE- Anamnesis dan mekanisme trauma .- Riwayat medis.- Identifikasi dan mencatat obat yang diberikan kepada penderita

sewaktu datang dan selama pemeriksaan dan penatalaksanaan.

• Penilaian ulang Tingkat Kesadaran dan Pupil.• Penilaian ulang Skor GCS.• Penilaian Tulang Belakang.• Evaluasi ulang apakah ada cedera penyerta/ cedera yg

tersembunyi.

Page 89: pleno 2

Prinsip terapi pd pasien cedera medulla spinalis

• Perlindungan thdp trauma lbh lanjut- Pemasangan kolar servikal semi rigid dan long spine board.- Melakukan modifikasi log roll → memperthnkan slrh tbh penderita dlm

kesegarisan.- Spine board hanya digunakan untuk transfer penderita dan jangan

dipakai untuk waktu lama → utk cegah terjdny dekubitus pada daerah dengan penonjolan tulang spt: oksiput, skapula, sakrum, tumit (dpt jg dgn diberi bantalan).

• Resusitasi Cairan dan Monitoring1. Monitoring CVP → monitor pemasukan cairan secara hati-hati.2. Kateter urin → monitor output urin & cegah distensi kandung kemih.3. Kateter lambung → cegah distensi gaster dan aspirasi.

Page 90: pleno 2

Long Spine Board

Page 91: pleno 2

Prinsip terapi pd pasien cedera medulla spinalis

• Penggunaan kortikosteroid- Menurut NASCIS (The National Acute Spinal Cord Injury) II & III → high

dose metilprednisolon dpt mengurangi efek sekunder dari acute spinal cord injury.

- Efektif utk penderita CMS yg bkn akibat luka tembus, < 8 jam pasca trauma.

- Obat pilihan: metilprednisolon (30 mg/kgBB) bolus IV dlm 15 mnt pertama; istirahat 45 mnt; dan maintenance (5,4 mg/kgBB/jam) selama 23 jam.

- Jika obat diberikan < 3 jam pasca trauma → lanjutkan selama 24 jam.- Jika obat diberikan antara 3-8 jam → lanjutkan sampai 48 jam, kecuali

terdpt komplikasi.

Page 92: pleno 2

Komplikasi trauma servikalis

• Defisit neurologis• Aspirasi• Hipotermia• Komplikasi paru:

– Atelektasis– Ventilasi-perfusi mismatch– Refleks batuk menurun

Page 93: pleno 2

RUJUKAN

Page 94: pleno 2

RUJUKAN

• Kriteria : bila RS tidak mencukupi kebutuhan penderita• SSP : trauma kapitis, luka tembak/fraktur impresi, luka terbuka

+/- kebocoran CSS, GCS <14/ penurunan GCS, tanda lateralisasi, trauma medula spinalis/ fraktur vertebra yang berat

• GCS < 9 langsung dirujuk kefasilitas yang berkemampuan pemeriksaan CT segera, fasilitas bedah saraf memadai, dan fasilitas pengamat tekanan intrakranial (bila ada) serta kemampuan menindak hipertensi intrakranial.

• Pasien dengan GCS 9-13 berpotensi mengalami cedera intrakranial dan tindakan bedah saraf, hingga harus dirujuk kepusat bedah saraf.

Page 95: pleno 2

PROTOKOL RUJUKAN

DOKTER YANG MERUJUK • Identitas penderita• Anamnesis singkat kejadian, data pra RS yang penting• Penemuan awal pada pemeriksaan penderita serta respon

terhadap nyeriINFORMASI UNTUK PETUGAS YANG AKAN MENDAMPINGI PETUGAS

PENDAMPING • Pengelolaan jalan nafas penderita• Cairan yang telah diberikan• Prosedur khusus yang mungkin akan diperlukan• Prosedur resusitasi dan perubahan-perubahan yang mungkin

terjadi selama perjalanan

Page 96: pleno 2

PROTOKOL RUJUKANDOKUMENTASI• Masalah penderita• Terapi yang telah diberikan• Keadaan penderita saat dirujuk• Kirim data dengan faxSEBELUM MERUJUK• Resusitasi penderita sampai sestabiol mungkin• A:airwaypasang intubasi,suction,NGT • B:Breathing tentukan RR(berikan oksigen), ventilasi mekanik,chest tube• C:Circulation 2 jalur infus kristaloid, kontrol perdarahan luar, kateter

uretra (monitor keluaran urin)• D:Disability penderita tidak sadar, berikan bantuan pernafasan,

manitol/diuretika, immob kepala, leher, thoraks,vertebra lumbalis

Page 97: pleno 2

PROTOKOL RUJUKAN

• E:Exposure luka (kontrol perdarahan, bersihkan dan perban luka), profilaksis tetanus, AB (bila perlu)

• Pemeriksaan diagnostik : foto rontgen servikal, toraks, pelvis, ekstremitas, pemeriksaan lanjutan (CT Scan,aortagrafi), Hb, Ht, gol.darah, crossmatch,AGDA, tes kehamilan (smua wanita usia subur), EKG, Pulse oximetry.

• Fraktur bidai dan traksi

Page 98: pleno 2

RUJUKAN

PENGELOLAAN SAAT TRANSPORT• Monitoring tanda vital dan pulse oximetry• Bantuan kardio-respirasi dimana diperlukan• Pemberian darah bila diperlukan• Pemberian obat sesuai instruksi dokter• Menjaga komunikasi dengan dokter selama

transportasi• Melakukan dokumentasi

Page 99: pleno 2
Page 100: pleno 2

THANK YOU !!!