PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi...

177
PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005

Transcript of PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi...

Page 1: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa

MANGKU PURNOMO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2005

Page 2: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Perubahan Struktur Ekonomi Lokal : Studi Dinamika Moda Produksi di Desa Pegunungan Jawa adalah karya saya sendiri dengan arahan dan bimbingan dari komisi pembimbing. Karya ini belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Oktober 2005

Mangku Purnomo NRP. A152030031

Page 3: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

ABSTRAK

MANGKU PURNOMO. Perubahan Struktur Ekonomi Lokal: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa. Dibawah bimbingan M.T. FELIX SITORUS dan ARYA H. DHARMAWAN.

Penelitian tentang transformasi pedesaan Jawa hingga saat ini terpusat pada gejala diferensiasi pedesaan sehingga kurang menjelaskan gejala-gejala perubahan moda produksi dan formasi sosial lokal dengan lebih mendalam. Selain itu, studi-studi tersebut bias komunitas padi sawah, sementara komunitas pegunungan belum diteliti secara spesifik. Oleh karena itu, penelitian ini mengambil tema perubahan struktur ekonomi/formasi sosial lokal yang akan dianalisis melalui dinamika perubahan moda produksi desa pegunungan di Jawa.

Tujuan penelitian adalah untuk (1) memetakan tipe-tipe moda produksi yang ada dan masih bertahan dalam struktur ekonomi desa TR, (2) menganalisis proses perubahan moda-moda produksi dari masa ke masa dan faktor-faktor yang mendorong perubahan tersebut, dan (3) menganalisis formasi sosial desa TR disetiap masa akibat perubahan moda-moda produksi yang membangunnya. Metode yang dipakai adalah penelitian kualita tif dengan strategi studi kasus karena kekhasan masalah dan kemampuannya dalam menjelaskan fenomena sosial secara lebih mendalam.

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pada masa kolonial moda produksi yang muncul dalam struktur ekonomi lokal adalah pertanian tradisional dan kapitalis kolonial. Pada awal kemerdekaan adalah pertanian tradisional (petani biasa), semi-komersil (petani kaya), dan kapitalis pertanian (pengusaha Cina). Sementara pada masa Orde Lama tetap, yakni pertanian tradisional (petani biasa), pertanian semi-komersil (petani maju), dan kapitalis pertanian (petani kaya dan pengusaha Cina). Memasuki Orde Baru adalah pertanian semi-komersil (tani tanggung dan srabutan), kapitalis pertanian (pengusaha Cina dan juragan), dan kapitalis (industri agro dan wisata). Memasuki reformasi, moda produksi tetap, tetapi jumlah petani semi-komersill menurun, sementara juragan dan industri agro berkembang.

Memudarnya moda produksi lokal pada masa kolonial didorong oleh kegiatan-kegiatan perkebunan kina dan teh. Pada awal kemerdekaan hingga tahun 1950 didorong oleh masuknya penjajah Jepang, kebijakan ekonomi pemerintah, dan masuknya pengusaha Cina. Pada masa Orde Lama, oleh perkembangan pertanian pengusaha Cina dan gejolak politik nasional. Memasuki Orde Baru oleh kebijakan pembangunan, investasi pemerintah, dan masuknya industri agro pada struktur ekonomi lokal. Pada masa reformasi, perubahan didorong oleh persaingan antar artikulasi moda produksi dan antar artikulasi dalam satu moda produksi. Dengan demikian, formasi sosial yang terbangun pada masa kolonial adalah kapitalis kolonial, berubah menjadi kapitalis pertanian pada masa awal kemerdekaan hingga Orde Lama, kapitalis Negara pada masa orde Baru dan Kapitalis Industri pada masa reformasi.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa moda-moda produksi yang hadir pada formasi sosial lokal sejak masa kolonial hingga reformasi terdiri dari moda produksi asli dan moda produksi kapitalis yang berasal dari luar sistem sosial. Moda produksi asli secara perlahan terpengaruh oleh moda produksi kapitalis sehingga menjadi moda produksi yang mengadaptasi moda produksi kapitalis. Perubahan moda produksi lokal dari masa ke masa banyak disebabkan oleh faktor-faktor eksternal daripada internal sistem sosial. dengan demikian, formasi sosial lokal dari masa-ke masa didominasi oleh moda produksi kapitalis yang berasal dari sistem sosial desa sehingga moda produksi lokal berangsur-angsur memudar pengaruhnya hingga akhirnya hilang sama sekali.

Page 4: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa

M. PURNOMO

Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

magister sains pada Program Studi Sosiologi Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2005

Page 5: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

Judul Tesis : Perubahan Struktur Ekonomi Lokal: Studi Dinamika Moda

Produksi di Desa Pegunungan Jawa Nama : M. Purnomo NRP : A. 152030031

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. M.T. Felix Sitorus, MS Ketua

Dr. Ir. Arya H. Dharmawan, M.Sc Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Sosiologi Pedesaan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. M.T. Felix Sitorus, MS

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M. Sc.

Tanggal Ujian : 29 Agustus 2005 Tanggal Lulus :

Page 6: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Magetan pada tanggal 20 April 1977 dari ayah Soeradi

(Alm.) dan ibu Hartutik Sayuti. Penulis adalah anak keempat dari enam

bersaudara. Lulus dari SMA PGRI I Maospati pada tahun 1996 dan masuk pada

Fakultas Pertanian Unibraw pada tahun 1997. Gelar Sarjana Pertanian diperoleh

pada tahun 2002 dan pada tahun 2003 diterima pada Sekolah Pascasarjana IPB.

Sejak mahasiswa penulis telah aktif di Enlighment Malang pada tahun

1998-2001 dan LAPERA Indonesia sebagai Resoure Center (RC) pada tahun

2000 hingga saat ini. Pada tahun 2002 penulis menjadi staff pengajar di Fakultas

Pertanian Universitas Widya Gama Malang dan pada tahun 2004 penulis kembali

mengabdi ke almamater sebagai staff pengajar di Jurusan Sosial Ekonomi

Universitas Brawijaya.

Page 7: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

Kata Pengantar

Segala puji pada Tuhan yang maha kuasa atas segala karunia-Nya

sehingga tesis yang berjudul Perubahan Struktur Ekonomi Lokal : Studi Dinamika

Moda Produksi di Desa Pegunungan Jawa dapat terselesaikan. Ungkapan

terimakasih penulis sampaikan yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir.

M.T. Felix Sitorus, MS sebagai ketua dan Dr. Ir. Arya H. Dharmawan, M.Sc,

selaku anggota komisi pembimbing yang telah mengarahkan penulis dalam

pelaksanaan penelitian. Terima kasih juga kami sampaikan kepada Bapak Prof.

H.A. Mukthie Fadjar, SH. MS selaku Rektor Universitas Widya Gama Malang

yang telah menugaskan penulis untuk mengambil studi pascasarjana di Institut

Pertanian Bogor .

Terima kasih juga kami sampaikan kepada seluruh penduduk dan

Pamong desa Tulungrejo atas bantuannya khususnya kepada Bapak Suwaji

kepala dusun Wonorejo yang telah berkenan menjadi tempat kos penulis selama

penelitian lapangan dan Mas Ferry sekeluarga yang selalu menerima penulis

untuk berdiskusi di kebun percobaan Unibraw. Kepada seluruh rekan-rekan

penulis di SPD, Mbak Rita, Mbak Inya`, Mbak Anik, Mbak Heru, Pak Jetter, Mbak

Jean, Pak Witranto, Mas Damae, Mas Taya Toru, serta Sofyan dan Pak Kalbi,

terima kasih atas kebersamaannya selama studi. Terima kasih juga kami

sampaikan kepada Mas Dadang Juliantara dan Mas Riawan Chandra dari Pokja

Pembaruan Jogjakarta serta Mas Himawan dan Samsudin serta seluruh staff

LAPERA atas suportnya. Kepada Teman-teman di RK, Doni, Wahyu, Syahid,

Eko, Dodik, Ama, Budi, Hasan dan Mas Teguh serta Mas A`an terima kasih dan

semoga kita semakin dewasa.

Penghargaan sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Bapak

(Soeradi) yang telah meninggalkan penulis saat menyelesaikan tesis ini, Ibu

(Hartutik Sayuti) serta seluruh keluarga besar atas do`a dan dukungannya

selama ini. Kepada Fiska Nurillah Salathin, Jihan, dan keluarga di Banjarnegara

terima kasih atas dukungannya. Dan semoga hasil penelitian ini dapat

bermanfaat serta dapat diperbaiki dimasa yang akan datang.

Bogor, Oktober, 2005

Mangku Purnomo

Page 8: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

DAFTAR ISI Ringkasan ........................................................................................................ i Glosari .............................................................................................................. iv Daftar Singkatan .............................................................................................. v Daftar Isi ........................................................................................................... ix I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian................................. 4 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................. 8

II. PENDEKATAN TEORITIS ............................................................................ 9

2.1. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 9 2.1.1 Ciri-ciri Struktur Ekonomi Lokal ................................................... 9 2.1.2 Perkembangan Kapitalis dan Transformasi Ekonomi Lokal ....... 11 2.1.3 Konsep Moda Produksi dan Formasi Sosial ................................ 13 2.1.4 Perubahan Moda Produksi dan Struktur Ekonomi....................... 20

2.2. Alur Pemikiran....................................................................................... 24 2.3. Hipotesis Pengarah .............................................................................. 27

III. METODE PENELITIAN ............................................................................... 28

3.1. Jenis Penelitian ..................................................................................... 28 3.2. Lokasi Penelitian dan waktu ................................................................. 28 3.3. Penentuan Subyek Kasus ................................................................... 28 3.4. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 29 3.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data.................................................. 29 3.6. Hambatan dalam proses penelitian ...................................................... 30

IV. DESA TULUNG REJO : SOSIAL EKONOMI DAN SEJARAH DESA ...... 34 4.1. Sejarah Desa .............................................................................................. 34 4.2. Gambaran Sosial-ekonomi Desa ............................................................... 38

4.2.1. Basis Ekologi ................................................................................. 38 4.2.2. Dinamika Sosial Ekonomi............................................................... 40

V. DINAMIKA MODA PRODUKSI DAN FORMASI SOSIAL : PERPEKTIF HISTORIS................................................................................. 47 5.1. Moda Produksi dan Formasi Sosial Masa Kolonial (1870-1945)............. 48

5.1.1. Cara Produksi Pertanian Tradisional ............................................. 48 5.1.2. Cara Produksi Kapitalis Kolonial .................................................... 50 5.1.3. Perubahan Moda Produksi Lokal: Perombakan Moda Produksi Pertanian Tradisional...................................................................... 53 5.1.4. Formasi Sosial Kapitalis Kolonial dan Keberlangsungan Moda produksi Lokal .................................................................... 56

5.2. Moda Produksi dan Formasi Sosial Awal Kemerdekaan (1945-1950)....................................................................... 60

5.2.1. Kedatangan Penjajah Jepang........................................................ 60 5.2.2. Revolusi Nasional dan Rencana Ekonominya ............................... 60 5.2.3. Peran Pengusaha Pertanian Pengusaha Cina .............................. 60 5.2.4. Tipe-tipe Moda Produksi yang Hadir pada Formasi Sosial Lokal ..................................................................... 63 5.2.4. Perubahan Moda Produksi Lokal: Dari Pertanian Tradisional

Page 9: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

Menuju Semi-Komersil ................................................................... 65 5.2.5. Formasi Sosial Kapitalis Pertanian dan keberlangsungan Moda

Produksi Lokal................................................................................. 68 5.3. Moda Produksi dan Formasi Sosial Selama Orde Lama (1950-1965) ....71

5.3.1. Bekerja dan Belajar Bersama Pengusaha Cina ............................ 61 5.3.2. Ketegangan Politik dan Stagnasi Ekonomi .................................... 72 5.3.3. Moda Produksi yang Terbangun .................................................... 75 5.3.4. Perubahan Moda Produksi Lokal : Dari Semi-komersil menuju Kapitalis Pertanian.......................................................................... 77 5.3.5. Formasi Sosial Kapitalis Pertanian dan Keberlangsungan Cara Produksi Lokal.................................................................... 80

5.4. Moda Produksi dan Formasi Sosial Orde Baru (1965-1997)................... 82 5.4.1. Repelita dan Pembangunan Ekonomi ........................................... 82 5.4.2. Gelombang Masuknya Industri Agro.............................................. 86 5.4.4. Moda Produksi Yang Terbangun ................................................... 91 5.4.5. Perubahan Moda Produksi Lokal : Kemapanan Kapitalis Pertanian..........................................................................92 5.4.6. Formasi Sosial Kapitalis Negara dan Keberlangsungan Moda Produksi Lokal....................................................................... 96

5.5. Ikhtisar......................................................................................................... 100 VI. DINAMIKA MODA PRODUKSI DAN FORMASI SOSIAL KONTEMPORER (1997-2005) ..................................................................... 108 6.1. Kecenderungan Perkembangan Juragan dan Pengusaha Cina .............. 108 6.2. Kecenderungan Perkembangan Tani Tanggung ....................................... 116 6.3. Kecenderungan Perkembangan Tani Srabutan ........................................ 120 6.4. Kecenderungan Perkembangan Industri Agro ........................................... 123 6.5. Kecenderungan Perkembangan Industri Pariwisata .................................. 127 6.6. Moda Produksi yang Terbangun................................................................. 133 6.7. Perubahan Moda Produksi Lokal : Dominasi Kapitalis Industri ................. 134 6.8. Formasi Sosial Kapitalis Industri dan keberlangsungan Moda Produksi Lokal .................................................................................. 148 6.9. Ihktisar......................................................................................................... 150 VII. Kesimpulan dan Saran ............................................................................. 154 7.1. Kesimpulan ................................................................................................ 154 7.2. Saran .......................................................................................................... 157

Page 10: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

Daftar Tabel

Table 4.1 : Sejarah desa Tulung Rejo............................................................. 37

Tabel 5.1 : Aspek moda produksi kapitalis kolonial dan pertanian tradisonal masa kolonial................................................................................. 53

Tabel 5.2 : Perubahan aspek cara produksi subsistensi di TR setelah masuknya cara produksi kapitalis pada masa kolonial .................................. 54

Tabel 5.4 : Artikulasi cara produksi pertanian tradisonal, semi-komersil, dan kapitalis pada masa awal kemerdekaan....................................... 65

Tabel 5.5 : Perubahan aspek cara produksi pertanian tradisional di TR awal kemerdekaan ................................................................................ 67

Tabel 5.6 : Kecenderungan perubahan ciri-ciri cara produksi yang berkembang pada sistem sosial lokal pada masa awal kemerdekaan ............. 68

Tabel 5.7 : Artikulasi cara produksi pertanian tradisonal, semi-komersil, dan kapitalis pertanian pada masa Orde Lama ................................... 76

Tabel 5.8 : Perubahan aspek cara produksi lokal pada ma sa Orde Lama .... 78

Tabel 5.9 : Kecenderungan perubahan cara produksi yang berkembang pada sistem sosial lokal pada masa Orde Lama .................................. 79

Tabel 5.10 : Artikulasi cara produksi semi -komersil, kapitalis pertanian dan kapitalis industri pada masa Orde Baru ........................................ 92

Tabel 5.8 : Perubahan aspek cara produksi semi-komersil dan kapitalis di TR pada masa Orde Baru .................................................................. 94

Tabel 5.11 : Kecenderungan perubahan moda produksi yang berkembang pada sistem sosial lokal pada masa Orde Baru .................................... 95

Tabel 5.12 : Perubahan aspek-aspek cara produksi pertanian tradisonal dari jaman kolonial hingga saat ini ....................................................... 102

Tabel 5.13 : Evolusi ciri-ciri cara produksi pertanian tradisional dari masa kolonial hingga saat ini ................................................................................ 104

Tabel 5.14 : Formasi sosial TR dari jaman kolonial hingga reformasi .............. 106

Tabel 6.1 : Artikulasi cara produksi semi -komersil, kapitalis pertanian dan kapitalis pada masa reformasi ..................................................... 134

Tabel 6.2 : Perubahan aspek cara produksi semi-komersil, kapitalis pertanian dan kapitalis pada masa reformasi .............................................. 139

Tabel 6.3 : Kecenderungan perubahan cara produksi yang berkembang pada sistem sosial lokal pada masa Reformasi ................................... 144

Tabel 6.4 : Perubahan aspek-aspek cara produksi lokal selama reformasi .. 151

Tabel 6.5 : Perubahan ciri-ciri cara produksi pertanian tradisional pada masa reformasi ........................................................................................ 152

Tabel 6.6 : Formasi sosial TR dari jaman kolonial hingga reformasi .............. 153

Page 11: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

iv

DAFTAR SINGKATAN

BPR : Bank Perkreditan Rakyat

BTI : Barisan Tani Indonesia (Organisasi underbow PKI yang mengorganisir petani di pedesaan)

CV : Commanditer Vennotschip

DPL : Di Bawah Permukaan Laut

Ha : Hektar (10.000, M2)

HDI : Human Development Indeks

Kg : Kilogram

Km : Kilometer

KPH : Kawasan Pemangku Hutan

PKI : Partai Komunis Indonesia

PPN : Perusahaan Perkebunan Nasional

PT : Perseroan Terbatas

PTPN : Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara

RAC : Remaja Anti Cina

TAHURA : Taman Hutan Rakyat

THR : Tunjangan hari raya

TMII : Taman Mini Indonesia Indah

TNI-AU : Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara

UMR : Upah Minimum Regional

Page 12: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

iv

GLOSARI

Angpao : Semacam uang sogokan untuk memperlancar proses konsesi tanah untuk para pejabat yang berwenang

Aspal godok

: Pengerasan jalan dengan aspal kasar yang direbus dalam tong kemudian disiram ke jalan dan ditaburi pasir.

Bagor : Semacam karung pembungkus pupuk terbuat dari plastik yang digunakan oleh penduduk untuk celana

Bero : Kondisi lahan yang tidak ditanami tanaman produktif dalam jangka waktu lama

Bongkor : Kondisi lahan yang tidak dipelihara hingga ditumbuhi tanaman tidak berguna. Jika bero lahan masih akan dimanfaatkan kemudian jika bongkor lahan benar-benar tidak terurus.

Boro kerjo : Istilah bagi buruh dari luar daerah yang mencari kerja di Tulungrejo dan menginap di sana hingga berbulan-bulan bahkan tahunan. Mereka biasanya berasal dari daerah marjinal seperti selatan Malang, Blitar, juga dari Pujon dan daerah-daerah lainnya. Mereka menginap di rumah rumah penampungan khusus untuk mereka, dan ada juga yang menginap dirumah penduduk atau di rumah saudaranya yang telah dulu masuk dan menjadi warga desa

Burgur : Ampas jagung yang sarinya telah diambil untuk minyak goreng, biasanya untuk makanan sapi dan kuda atau ternak lainnya

Buruh bebas : Buruh yang tidak terikat oleh juragan manapun dan bebas bekerja dimanapun, biasanya mereka penduduk asli desa Tulungrejo

Buruh lepas : Buruh yang hanya diupah tanpa diberi makan sehingga imbalan gaji saja

Cabut : Istilah untuk kerja borongan memetik wortel yang dilakukan sekelompok pekerja.

Divisi : Jabatan di bawah manejer pada pabrik jamur dan bunga yang membawahi beberapa supervisor.

Gestok : Gerakan Satu Oktober (Istilah lain untuk peristiwa PKI 1965 yang digunakan oleh Bung Karno)

Juragan : Seorang yang memiliki tanah lebih luas dari lima herktar, kaya dan mempekerjakan banyak buruh hingga 50-an orang di lahan pertaniannya.

Manajer : Pemimpin dalam perusahaan bunga dan jamur yang memimpin perusahaan yang dipekerjakan oleh pemilik perusahaan.

Mandor : Orang yang dipercaya juragan atau pengusaha Cina untuk mengawasi kerja para buruh

Mbangkat : Kerja memikul hasil bumi dari lahan dengan menggunakan keranjang, biasanya dilakukan jika lahan jauh dari jalan raya. Mbangkat ini biasanya dilakukan berkelompok hingga 10 orang.

Ngasak : Mencari sisa kentang pada kebun yang diusahakan pengusaha

Page 13: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

v

Cina sehabis di panen

Nglaju : Kegiatan pulang pergi yang dilakukan pekerja tiap hari, atau pagi berangkat kerja sore pulang kembali kerumah dan dilakukan secara rutin.

Pandek : Orang yang bekerja pada seorang juragan sepanjang hidupnya dan tidak berpindah juragan.

Pasangan : Orang yang dianggap sangat cocok oleh tani tanggung untuk bermitra dengannya dalam bekerja. Pasangan ini biasanya teman akrabnya atau mitra kerja disaat keduannya menjadi buruh pada juragan atau tani tanggung lain.

Pelita : Pembangunan lima tahun-sebuah rencara pembangunan yang disusun secara nasional dengan jangka lima tahun oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

Pemilu : Pemilihan Umum (proses politik berupa pemilihan wakil rakyat yang akan menduduki dewan perwakilan rakyat yang seharusnya dilakukan lima tahun sekali untuk suksesi kepemimpinan nasional)

SARFAAT : Wilayah di sekitar gedung yang bernama Sarfaat di daerah perbatasan antara Dusun Gerdu dan Junggo

Srabutan : Petani yang memiliki tanah dibawah 0,25 hektar yang sebagian besar waktunya untuk bekerja di luar pertanian dan pertanian tergantung pekerjaan apa yang tersedia di desa.

Supervisor : Jabatan di bawa divisi dalam perusahaan bunga dan jamur yang membawahi beberapa kelompok kerja

Tani Tanggung

: Petani yang memiliki lahan tidak lebih dari dua hektar, kondisi ekonomi biasa saja dan hanya mempekerjakan buruh upahan jika lahanya memerlukan banyak tenaga.

Tetel : Pembatan lahan hutan untuk lahan pertanian, tanah tetelan adalah tanah yang diperoleh dari membuka lahan hutan

Translok : Tasmigrasi lokal bagi para purnawirawan TNI-AU yang ditempatkan di Tulungrejo secara bertahap yakni tahun 1973, 1975, dan 1979

Willis : Merk jip yang digunakan untuk mengangkut sayur dari atas gunung. Jip ini memiliki kekuatan bagus sehingga mampu menembus daerah-daerah pegunungan dengan medan berat dan masih digunakan hingga saat ini

Page 14: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Diskursus tentang transformasi ekonomi pedesaan Jawa tidak dapat dilepaskan

dari sejarah dinamika sosial ekonomi di kawasan ini. Kajian historis sangat berguna

untuk menjelaskan lebih mendalam gejala-gejala perubahan struktur sistem pertanian

dan kultur yang berkembang pada komunitas lokal. Diawali dari masa penjajahan,

kolonialisme telah memperkenalkan cara produksi “modern” yang datang seiring

dengan implementasi sistem produksi pertanian ala perkebunan yang kapitalistik oleh

pemerintah penjajah Belanda. Penetrasi kapital dilakukan oleh penjajah melalui

perkebunan pada sistem ekonomi lokal yang telah mapan sebelumnya.

Bentuk paling nyata dari penetrasi kapital terhadap sistem pertanian di

Indonesia oleh Belanda adalah keberhasilannya melakukan perombakan berbagai

rejim (cara pengaturan) penguasaan/kepemi likan sumberdaya agraria lokal digantikan

dengan rejim kepemilikan pribadi. Penghapusan hak-hak feodal atas tanah dilakukan

untuk mendukung perluasan perkebunan besar, dimana tanah dan tenaga kerja

menjadi kekuatan produksi (forces of production) utama. Kebijakan politik agraria

tersebut pada dasarnya bertujuan untuk memperkuat struktur keuangan pemerintah

Belanda yang porak poranda akibat keterlibatannya dalam perang di Jawa. Untuk

tujuan itu ketersediaan tanah murah dan mudah diperlukan guna memperluas usaha-

usaha perkebunan 1.

Kota Malang, pada masa awal perluasan perkebunan Belanda belum banyak

berkontribusi bagi penciptaan surplus kapital pada pemerintah penjajah Belanda

karena pemusatan kegiatan ekonomi perkebunan masih di Pasuruan (Malang masih

menjadi bagian dari Kabupaten Pasuruan pada masa itu). Namun demikian, dengan

berkembangnya komoditas Kopi di daerah Dampit (salah satu Kawedanan di Malang),

pengaruh ekonomi perkebunan semakin besar2. Baru pada tahun 1870-an perkebunan

1 Kebijakan Belanda ini kemudian dikenal sebagai tanam paksa (culture stel-sel) yang dilakukan oleh Van den Bosch, Lihat Soehartono (1991: 75-77), Apanage Dan Bekel: Perubahan Sosial Di Pedesaan Surakarta 1830-1920., Tiara Wacara, Jogjakarta. Daerah Malang termasuk Manca Negara (di luar Jogja dan Solo) sehingga kekuasaan pemerintah Belanda penuh dan tanam paksa langsung tanpa persetujuan Raja Jawa. Dari sinilah kemudian eksploitasi berlanjut ketika kaum swasta Belanda ikut memperluas perkebunan dengan terbitnya Agrarische Wet 1870, lihat, Gunawan Wiradi (2001:8-9), Tonggak-tonggak perjalanan kebijakan agraria di Indonesia, dalam Tim Lappera, Prinsip-Prinsip Reforma Agraria : Jalan Penghidupan Dan Kemakmuran Rakyat, Lappera, Jogjakarta. 2 Kopi Merupakan tanaman cukup berpengaruh pada abad ke 19 di Malang sebelum tebu, ditanam di distrik Turen dimana Dampit merupakan daerah penting di sana, lihat Hiroyosi Kano, Pagelaran ; Anatomi Sosial Ekonomi Pelapisan Masyarakat Tani Sebuah Desa Di Jawa Timur (1990:12-13).

Page 15: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

2

kina dan Selecta (industri pariwisata) dibuka oleh Belanda di desa Tulung Rejo (TR),

dimana perkebunan teh dibuka kemudian pada tahun 1938. Sejak saat itu industri

perkebunan besar dan pariwisata terus berkembang hingga masa penjajahan Jepang.

Pada masa penjajahan Jepang ini sebagian perkebunan teh dikonversi menjadi

kawasan tanaman pangan (Gordon, et al 1985:160).

Perkebunan dan industri pariwisata di TR pada masa kolonial adalah dua

bentuk kegiatan ekonomi yang diperkenalkan kepada sistem masyarakat lokal oleh

kekuatan ekonomi exstra-lokal (penjajah Belanda). Sementara itu tanaman pangan

adalah kegiatan ekonomi tradisional (lokal) yang merupakan sistem ekonomi asli desa

TR sebelum penetrasi kapitalisme perkebunan merasuk ke dalam sistem sosial-

ekonomi kemasyarakatan di kawasan tersebut. Kedua struktur sistem produksi

tersebut memiliki ciri yang saling bertolak belakang. Pertemuan kedua sistem tersebut

tentunya akan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya dan terbentuk struktur

ekonomi baru.

Setelah penjajahan berakhir, struktur ekonomi desa memasuki masa transisi

karena matinya kegiatan ekonomi perkebunan dan wisata. Masa-masa ini diwarnai

dengan kekacauan politik dan ketidak pastian ekonomi di desa. Sepenuhnya corak

struktur ekonomi dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan ekonomi exstra-lokal yang

dibawa oleh aktor-aktor lain. Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam masa perang

sangat berpengaruh terhadap formasi penguasaa kekuatan produksi di desa dan

tentunya juga berpengaruh terhadap kultur yang berkembang pada masyarakat lokal.

Perubahan drastis terjadi setelah program revolusi hijau diperkenalkan pada

tahun 1970-an dimana petani kaya mulai mengaplikasikan obat-obatan, pupuk, juga

bibit unggul yang diperkenalkan oleh otoritas pertanian pemerintah. Tahun 1970-an

adalah awal keterlibatan petani pegunungan pada sistem ekonomi pasar yang

kemudian menyeret mereka ke dalam arus ekonomi komersial. Proses komersialisasi

komoditas pertanian tradisional tersebut pada akhirnya mengantarkan masyarakat

petani pegunungan Jawa kepada sistem sosial “berkelas” yang tidak dikenal

sebelumnya. Hal ini selaras dengan temuan Hefner (1999) di Tengger sebelum

masuknya kebijakan pemerintah (exstra-lokal) dalam menata kegiatan ekonomi,

penduduk pegunungan lebih banyak mengusahakan tanaman pangan dan berorientasi

pada pemenuhi kebutuhan sendiri.

Gejala perubahan struktur sosial ekonomi pedesaan Jawa tersebut

berlangsung dramatis termasuk di desa TR. Tanah alluvial gunung Arjuno yang subur,

Page 16: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

3

sumber air yang melimpah, merupakan faktor yang mempercepat proses transformasi

pertanian tersebut. Apel dan tanaman dataran tinggi seperti kubis, kentang, wortel, dan

bunga tumbuh dengan baik dan menjadi penggerak utama perekonomian lokal. Pada

tahun 2000-an pertanian tidak lagi menanam tanaman pangan, tapi telah berkembang

tanaman komersial seperti kentang, sayur, apel, dan tanaman komersial lainnya. Hasil

produksi tanaman ini dipasarkan ke kota-kota besar di di Jawa bahkan luar Jawa.

Komoditas pertanian komersial diusahakan secara intensif dengan penggunaan

teknologi budidaya yang modern sehingga ciri-ciri pertanian “tradisional” sebagaimana

kebanyakan di desa-desa tidak terlihat.

Intensifikasi pertanian telah mencapai puncaknya pada akhir abad 21. Hampir

seluruh waktu dalam setahun, tanah pertanian di TR tidak mengenal bero. Tanaman

utama adalah sayur, bunga potong maupun hidup, apel, serta sedikit jagung. Seluruh

lahan ditanami secara monokultur dengan rotasi tanam yang sangat cepat. Begitu

intensifnya, lahan pertanian yang belum dipanen kadang telah ditanami tanaman baru.

Wilayah yang dulunya kosong karena terletak pada kawasan miring, juga telah

diusahakan dengan tanaman komersial. Pertanian dikelola secara modern baik

teknologi budidaya maupun alat-alat yang digunakan. Obat-obatan, pupuk, dan bibit

demikian juga telah diaplikasikan secara meluas hampir oleh seluruh petani.

Tidak hanya di kawasan yang miring, petani juga membuka lahan hingga ke

lereng-lereng pegunungan. Lahan milik perhutani berupa hutan lindung dibuka dan

ditanami kentang, kol, sawi, juga bawang. Lahan baru ini memiliki kemampuan yang

lebih baik daripada lahan umum, karena hama belum banyak juga lapisan humusnya

masih tebal. Tidak tanggung-tanggung, pembukaan lahan ini luasannya mencapai

ratusan hektar di tiga lereng pegunungan yakni Arjuno, Welirang, dan Anjasmoro.

Transformasi sistem pertanian tradisional menjadi modern tersebut memperlihatkan

adanya perubahan-perubahan struktural sistem pertanian.

Selain perubahan struktural, sistem pertanian tradisional di TR juga mengalami

perubahan kultural. Orientasi produksi petani TR kini berubah sepenuhnya dari

subsistensi kepada tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasar guna mendapatkan

keuntungan. Oleh karena itu petani selalu membuat perencanaan produksi sesuai

dengan permintaan pasar. Petani di TR juga sudah sangat terbiasa dengan sistem

pendanaan bank untuk memenuhi kebutuhan modal kerja. Mereka juga memiliki

perhitungan layaknya perusahaan dalam melakukan pinjaman meski pengelolaan

Page 17: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

4

usaha tani masih dalam keluarga. Nilai-nilai usaha modern sepenuhnya telah

diterapkan pada sistem pertanian di TR.

Perubahan struktur sistem pertanian dan kultur petani juga didorong oleh

perkembangan sistem ekonomi modern lain yakni industri agro jamur dan bunga yang

menyerap tenaga kerja hingga ribuan orang. Industri ini dikelola secara modern dan

mengusahakan tanaman khusus untuk eksport. Industri ini didirikan di atas lahan-lahan

pertanian produktif dengan membeli lahan-lahan petani. Terdapat tujuh industri agro di

TR yang berkembang selama sepuluh tahun terakhir. Kebanyakan dari industri agro itu

diusahakan oleh orang luar daerah yang memiliki modal kuat. Industri agro ini

sepenuhnya merupakan cara produksi baru yang diperkenalkan oleh orang luar pada

sistem so sial desa TR karena kemunculanya tidak karena sebuah proses sosial tapi

lebih sebagai introdusir.

Selain industri agro yang juga mendorong perubahan struktur sistem pertanian

dan kultur petani adalah adalah kegiatan ekonomi pariwisata. Wilayah yang berbuki t-

bukit dengan pemandangan alam yang indah, serta suhu yang sejuk menjadi tempat

wisata favorit masyarakat sekitarnya, juga kota-kota besar lain di Indonesia.

Perkembangan wisata di TR dapat dilihat dari peningkatan usaha perhotelan,

pertokoan (baik pelayanan pariwisata maupun umum), restoran-restoran, juga

pedagang bunga dan buah. Kegiatan-kegiatan ekonomi tersebut dikelola dengan

manajemen modern dan padal modal, dan penduduk sekitar banyak terserap sebagai

tenaga kerja upahan. Restoran-restoran besar dan hotel-hotel banyak dimiliki oleh

orang luar TR, terutama dari Surabaya dan Malang. Selain itu juga muncul tempat-

tempat wisata baru seperti Coban Talon (air terjun dan perkemahan) dan pemandian

air panas Cangar melengkapi Selecta yang memang telah lama ada3.

Villa-villa dan penginapan juga berkembang cukup pesat. Hawa sejuk dan

pemandangan yang indah mendorong orang luar daerah, juga para pekerja di kota

Malang untuk bertempat tinggal di sana. Jarak yang dekat (6 km) dari Malang dan

transportasi yang baik memungkinkan orang “nglaju”. Di TR juga ada sebuah 3 Pariwisata di TR ini telah lama di kenal terutama karena tanaman apel yang memang hanya dapat tumbuh di Batu terutama TR dan Nongkojajar (wilayah sebelah Timur Malang), obyek wisata ini merupakan rangkaian dari beberapa daerah pariwisata di Batu yakni (taman kota), Selecta di TR (taman wisata), Songgoriti (air panas). Lihat, Hiroyosi Kano, op. cit., hal :1. Saat ini tempat wisata telah berkembang seperti Coban talon di TR (air terjun dan perkemahan), Coban Rais (air terjun) Cangar di TR (air panas), Jatim Park (taman wisata), Songgoriti (aero wisata), bahkan usaha hotel juga banyak yang memfasilitasi pariwisata seperti Kusuma Agrowisata (hotel privat agrowisata), Klub bunga (hotel dan taman bunga), dll, serta ada Gunung Van Der Man (nama orang Belanda) yang sangat digemari oleh para pendaki dan masyarakat umum karena pemandangan di atas yang indah serta pendakiannya tidak terjal.

Page 18: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

5

perumahan yang dibangun untuk para pensiunan pejabat di lahan seluah 10 ha. Selain

pemukiman dan perumahan juga bermunculan villa -villa untuk disewakan pada

wisatawan. Villa-villa ini banyak dibangun oleh para pengusaha atau keluarga-keluarga

kaya di Surabaya dan Malang. Penduduk Desa banyak yang menjadi pekerja dan

penjaga villa- villa itu dan kadang kala juga menjadi manajer persewaan villa jika

pemiliknya tidak hadir4.

Perubahan dramatis pada struktur sosial lokal dari gejala-gejala modernisasi di

atas ditandai perubahan hubungan sosial produksi karena adanya peralihan tenaga

kerja keluarga menjadi buruh upahan. Jaringan produksi yang sebelumnya hanya

melibatkan anggota keluarga meluas dengan masuknya lembaga keuangan, penyedia

sarana produksi, dan pedagang perantara. Sistem produksi pertanian secara perlahan

berubah dari bentuk otonomi menjadi jaringan yang tergantung satu dengan yang

lainnya. Sementara itu, perubahan kultur petani ditandai dengan pergeseran orientasi

produksi mereka. Produksi yang sebelumnya untuk keperluan keluarga berubah untuk

memenuhi kebutuhan pasar. Penjualan hasil produksi pertanian hingga ke kota-kota

besar yang tidak pernah ada sebelumnya, kini telah biasa dilakukan oleh masyaraka t.

Nilai-nilai yang bertujuan untuk mengejar keuntungan merasuk ke dalam seluruh

sistem pertanian di TR.

Perumusan Masalah

Studi tentang transformasi ekonomi pedesaan Jawa telah dilakukan oleh

banyak sarjana sejak jaman kolonial. Studi-studi tersebut banyak terkait dengan

dinamika perubahan sistem ekonomi lokal akibat penetrasi sistem ekonomi kapitalis

yang di bawa oleh pemerintah kolonial Belanda. Salah satu studi yang cukup penting

adalah studi Booke (1952) yang mengemukakan teori “dualisme ekonomi” untuk

menggambarkan perkembangan ekonomi tradisional (lokal) dan kapitalistik (exstra-

lokal) yang masing-masing merepresentasikan ekonomi kaum pribumi dan kolonial

Belanda. Menurut Booke, sistem ekonomi penduduk Jawa berada dalam kondisi statis

sulit berkembang karena sifat dasar orang Jawa yang tidak ingin mengumpulkan

keuntungan dan memupuk modal. Nilai “kebersamaan” dan “persamaan” mendorong

4 Kebiasaan ini hampir terjadi di seluruh Batu, dimana penduduk sekitar villa menjadi penjaga dan sekaligus pemasar persewaan jika pemilik tidak memakai. Biasanya pemilik akan datang pada hari minggu atau hari libur yang lain dan saat demikian penjaga tidak boleh memasukan penyewa.

Page 19: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

6

orang untuk membagi hasil ekonomi pada semua anggota masyarakat, dan tidak ada

orang yang dapat melepaskan diri dari kewajiban sosial ini.

Ekonomi kapitalis yang diartikulasikan pada perkebunan Belanda di sisi lain

memiliki sifat yang bertolak belakang dengan sistem lokal. Orientasi produksi untuk

mendapatkan keuntungan dan pemupukan modal. Karena sifat berbeda ini maka

keduanya berkembang menurut caranya masing-masing. Kehadiran ekonomi kapitalis

di pedesaan tidak mendorong terjadinya pemupukan modal pada penduduk lokal

malah terjadi kemendekan pertumbuhan. Kedua sistem ekonomi tersebut terjebak

pada dualisme hingga tidak pernah terjadi kemandirian dari keduanya.

Teori Booke tentang dualisme akhirnya mendapat kritikan karena dirasa kurang

realistis melihat hubungan antara dua sistem ekonomi tersebut. Sistem tradisional

kenyataannya memiliki hubungan yang erat dengan sistem kapitalis, atau malah

mendukung sepenuhnya5. Debat ini mendapat jawaban ketika Geerzt (1963)

mengenalkan teori “Involusi pertanian”. Menurut beliau , perkembangan sistem ekonomi

pedesaan Jawa mandek tidak hanya karena “bawaan” sistem sosial tapi merupakan

pengaruh dari eksploitasi kolonial dan pertumbuhan penduduk.

Lebih lanjut Geerzt mengatakan bahwa surplus produksi yang dihasilkan oleh

proses intensifikasi produksi pertanian tidak digunakan untuk mengakumulasi modal

sebagai dasar investasi tapi harus dibagi merata pada seluruh penduduk desa.

Ekonomi desa akhirnya tidak berkembang menjadi kapitalis tapi tumbuh ke dalam

sehingga terjadi involusi meski inovasi teknologi diterapkan. Di daerah penelitiannya di

Jawa Timur Geertz meyakini adanya proses “diferensiasi sosial” sebagai wujud

akomodasi atas tekanan pertumbuhan penduduk yang tajam.

Temuan Geerzt akhirnya juga menuai kritik karena dianggap terlalu membesar-

besarkan “penyamarataan” sebagai media masyarakat golongan bawah tetap

mendapat bagian dari surplus produksi. Penerapan inovasi teknologi pada sistem

pertanian mampu membatasi akses lapisan bawah terhadap surplus produksi. Petani

lapisan atas dengan alasan mengeluarkan biaya lebih berhak untuk memotong akses

lapisan bawah pedesaan. Nilai penyamarataan ternyata tidak mampu bertahan di

5 Lihat Bahctiar Rifai (1958) Bentuk Milik Tanah dan Tingkat Kemakmuran ; Penyelidikan Pedesaan di Daerah Pati, Djawa Tengah, Desertasi Fakultas pertanian Universitas Indonesia, Bogor

Page 20: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

7

tengah perubahan sistem produksi akibat masuknya inovasi teknologi. Selain itu

teknologi yang di introdusir memang membatasi keperluan tenaga kerja secara alami6.

Di tengah perdebatan tentang arah transformasi struktural tersebut, muncul

beberapa studi yang mengajukan konsep berlawanan. Diferensiasi sosial terbukti tidak

terjadi di pedesaan Jawa malah cenderung ke arah polarisasi. Lapisan sosial atas

semakin jauh jarak sosialnya dengan lapisan bawah, dan penyamarataan surplus tidak

terjadi sedemikian mulus. Atas dasar itu para pengkritiknya mengatakan apabila

pedesaan Jawa tidak terdiferensiasi namun terpolarisasi. Dalam pengantar terjemahan

buku ivolusi pertanian, secara khusus Sayogjo (1973) mengkritik metode dan

kesimpulan Geerzt yang saling bertolak belakang dengan data empiris. Berdasar atas

kerja lapangan setelah program revolusi hijau, ternyata di pedesaan Jawa terjadi

kesenjangan yang semakin lebar antara lapisan bawah dan kelas elit desa.

Studi-studi transformasi ekonomi lokal di pedesaan setelah revolusi hijau di

paruh 1980-an masih berdebat pada dua isu utama yakni polarisasi dan diferensiasi

sosial (White, 2002). Di tengah perdebatan tersebut muncul penelitian Hayami dan

Kikuchi (1984) yang mengatakan jika di pedesaan Jawa dan Philipina telah terjadi

proses perumitan struktur sosial desa. Polarisasi tidak terjadi setajam yang

diperlihatkan oleh para peneliti pendukungnya, namun yang terjadi adalah

penambahan kelas sosial dari dua kelas menjadi banyak tingkat. Maksud dari banyak

tingkat adalah munculnya lapisan-lapisan sosial baru diantara lapisan sosial terdahulu

yang mendapat berkah atau bagian surplus produksi dari kelas di atasnya.

Antara pendukung polarisasi dan diferensiasi akhirnya sama-sama

menyimpulkan apabila pertanian jawa terlah mengalami proses evolusi dan bukan

involusi. Modernisasi telah menunjukkan gejala perubahan yang berbeda dari

kesimpulan yang diambil oleh Geerzt. Telah terjadi pemisahan antara petani bertanah

luas dengan petani tak bertanah dan sedikit memiliki tanah. Selain itu juga terjadi

pemisahan antara buruh tani yang masih dapat mengakses pada petani bertanah luas

dengan yang tidak dapat mengakses sama sekali . Gejala sosial tersebut oleh Gordon

(1978) dianggap sebagai proses kapitalisa si pertanian, dimana pedesaan Jawa

sepenuhnya telah melampui tahap pra-kapitalis. Dengan demikian, kesimpulan ini

6 Penerapan varietas PB yang berumur singkat dan bertangkai pendek tidak lagi memerlukan ani-ani (alat panen manual) saat memanen dan ini dengan sendirinya mengurangi akses perempuan lapisan bawah untuk ikut menikmati surplus produksi.

Page 21: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

8

menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya bahwa pedesaan Jawa pada dasarnya telah

melampui tahap pra-kapitalis dan menjadi kapitalis pertanian.

Pedesaan Jawa yang berkembang dari sistem tradisional (pra-kapitalis)

menjadi “kapitalis pertanian” menunjukkan adanya perubahan struktur sosial dan kultur

masyarakatnya. Untuk menguraikan perubahan tersebut dari masa ke masa, dapat

didekati melalui teori perkembangan kapitalisme. Konsep yang membangun teori

perkembangan kapitalisme sendiri adalah moda produksi (mode of production) dan

formasi sosial (social formation) . Konsep ini merupakan konsep dasar bagi tradisi

Marxis untuk menjelaskan perkembangan struktur sosial masyarakat.

Moda produksi adalah gabungan antara kekuatan produksi dan hubungan

produksi sehingga tercipta sebuah produk, sementara formasi sosial adalah kehadiran

dua atau lebih moda produksi dimana salah satu cenderung mendominasi yang lain.

Perubahan dari masa pra-kapitalis (pertanian tradisional) menjadi kapitalis pertanian

(pertanian kapitalistik) berarti perubahan moda produksi dari ciri tradisional menjadi ciri

kapitalis. Karena itu mengkaji perubahan struktur ekonomi lokal dengan sendirinya

akan menguraikan perubahan moda-moda produksi yang membangunnya.

Moda produksi berubah apabila basis kekuatan produksi (forces of production)

dan sifat hubungan sosial produksi (relation of production) mengalami perubahan.

Menurut teori perkembangan kapitalisme, kekuatan produksi utama yang membangun

struktur ekonomi berkembang dari tanah (sebagai basis kekuatan produksi masyarakat

pra-kapitalis) menjadi modal uang (sebagai basis kekuatan produksi masyarakat

kapitalis). Sementara itu, relasi hubungan sosial produksi berkembang dari egaliter

(sebagai bentuk hubungan sosial produksi masyarakat pra-kapitalis) menjadi herakhis

(sebagai bentuk hubungan sosial produksi masyarakat kapitalis).

Di negara dunia ketiga, perubahan moda produksi dan struktur ekonomi lokal

dalam kerangka perkembangan kapitalisme, sebagian besar disebabkan oleh

penetrasi kapital melalui perkebunan besar yang dibawa oleh kaum penjajah. Di

Indonesia, masuknya moda produksi kapitalis kolonial berupa perkebunan besar yang

menanam tanaman eksport menyebabkan kerusakan luar biasa pada moda produksi

tradisional. Pertanian tradisional yang bercirikan “subsisten” mengalami goncangan

akibat masuknya ekonomi uang dan munculnya sistem upah. Sistem tradisional hanya

menjadi penopang jalannya perkebunan dan tidak mengalami perkembangan apa-apa,

Page 22: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

9

atau malah hancur. Secara sistematis telah terjadi ekstraksi surplus produksi dari

pertanian lokal ke perkebunan melalui eksploitasi tenaga kerja dan pangan7.

Penelitian di daerah Jawa Timur Khususnya kawasan Malang (Batu

sebelumnya menjadi Wilayah Malang) belum banyak dilakukan, apalagi terkait dengan

transformasi perekonomian desa. Hiroyoshi Kano (1990) melihat dalam proses

masuknya sistem ekonomi perkebunan tidak merubah sedikitpun pelapisan sosial

masyarakat desa. Petani kaya yang berasal dari elit desa, mampu menangkap peluang

dengan menanam tebu (komoditas komersial) dan memperluas lahan garapannya,

sementara petani kecil tetap menanam padi (komoditas non-komersial) yang bercirikan

pertanian tradisional. Penelitian ini dilakukan di Pagelaran, sebuah desa di salah satu

Kecamatan di kabupaten Malang.

Penelitian lain dilakukan oleh Cederroth (1995) tentang berbagai strategi yang

dikembangkan petani untuk bertahan dari tekanan politik dan ekonomi dari supra desa,

serta bagaimana surplus produksi dipupuk oleh berbagai golongan dalam komunitas

pedesaan. Penelitian tersebut memang tidak menekankan pada perubahan moda

produksi lokal dan formasi sosial pertanian secara spesifik, tapi temuan Cenderroth

memperlihatkan tetap adanya ciri pertanian tradisional pada komunitas pedesaan

meski moda produksi kapitalis sangat mendominasi. Ciri tersebut terutama melekat

pada para petani padi sawah yang lebih memilih tanaman padi meski keuntungan yang

diperoleh kecil.

Studi-studi tentang transformasi ekonomi pedesaan di atas, seluruhnya fokus

pada masyarakat komunitas padi sawah. Sementara komunitas masyarakat yang

berekologi pegunungan belum diteliti secara spesifik. Salah satu peneliti, Heffner

(1999) mengatakan jika masyarakat pegunungan memiliki struktur longgar, serba

kabur pelapisan sosialnya, dimana ikatan-ikatan antar individu sangat longgar.

Masyarakat pegunungan kurang memiliki pembatasan kelas sosial yang ketat

sebagaimana masyarakat daerah padi sawah. Orang “dianggap” sama kedudukkannya

dan tidak ada hal yang perlu ditonjolkan untuk menunjukkan status sosialnya. Paling

tidak kondisi seperti itu masih dijumpai pada masyarakat pegunungan sebelum

komersialisasi terjadi akibat penetrasi kapital melalui perkebunan. Penelitian Heffner

tersebut dilakukan pada masyarakat di desa-desa pegunungan Tengger, Jawa Timur. 7 Mengenai ini lihat Houben dalam Lindblad (2000:73-98), Neil (2003:154-197) rata-rata mereka setuju telah terjadi kerusakan pada tatanan tradisional setelah perkebunan masuk dan desa semakin masuk pada ekonomi uang dan terjadi ekstraksi dari sistem lokal. Mengenai tinjauan teorit is lihat Taylor (1989:192-193) yang membicarakan dampak moda produksi kapitalis pada moda produksi lokal Indonesia.

Page 23: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

10

Struktur longgar pada masyarakat Tengger sebelum komersialisasi tak lepas

dari penguasaan kekuatan produksi dan hubungan produksi yang dibangun. Kekuatan

produksi masyarakat pegunungan utama adalah tanah sementara tenaga kerja

mengandalkan anggota keluarga. Tanah penduduk desa-desa pegunungan rata-rata

cukup luas dengan kepemilikan yang hampir merata dimana sangat jarang orang tidak

memiliki tanah. Keluarga petani di pegunungan relatif mandiri dalam produksi dan

kurang tergantung keluarga lain. Selain pengusaan tanah yang tidak timpang, sumber

tenaga kerja keluarga juga menjadi sebab kenapa ketergantungan tidak terjadi. Hal ini

sangat berbeda dengan komunitas padi sawah dimana sumber tenaga kerja adalah

pasar kerja dan penguasaan tanah yang sangat timpang. Hubungan patron klien dalam

produksi menjadi ciri utama masyarakat padi sawah yang jarang ditemukan pada

masyarakat padi sawah.

Lebih lanjut, Hefner (1999) melihat tranformasi ekonomi pedesaan pegunungan

menjadi komersial berjalan lebih lambat daripada daerah sawah. Selain faktor budaya,

penetrasi kapital penjajah Belanda masuk lebih akhir dibanding komunitas padi sawah.

Selain itu, komunitas padi sawah juga telah menjadi wilayah kendali kekuasaan feodal

Jawa sehingga tekanan politik dan ekonomi sudah sangat kurang kuat sejak awal.

Baru pada akhir-akhir penjajahan, penetrasi kapital masuk di desa-desa Tengger

melalui perkebunan-perkebunan besar teh dan kopi.

Perubahan sangat cepat terjadi malah pada masa Orde Baru karena adanya

program modernisasi pertanian. Masuknya teknologi modern terutama obat-obatan

mendorong perluasan budidaya tanaman sayur yang lebih komersial dibanding dengan

tanaman jagung dan ketela. Budidaya tanaman komersial ini memberi ruang luas

terjadinya akumulasi dan merubah seluruh basis budaya pegunungan. Hefner tidak

mengupas secara spesifik perubahan moda produksi yang terjadi, tapi teknologi

modern dan kebijakan modernisasi (kekuatan exstra-lokal) secara umum menjadi

pemicu perubahan yang mendasar pada kehidupan ekonomi masyarakat desa.

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini memfokuskan diri pada

proses perubahan struktur ekonomi lokal (desa Tulung Rejo) dengan menguraikan

dinamika perubahan moda-moda produksi yang membangunnya. Lokal dalam hal ini

menunjuk sebuah komunitas desa, yang keberadaannya tidak lepas dari komunitas

lebih luas yakni Kota, Propinsi, atau juga negara bahkan dunia. Lebih jauh penelitian

ini menjelaskan secara mendalam, “mengapa” dan “bagaimana” struktur ekonomi lokal

dengan melihat dinamika moda produksinya. Dengan melihat dinamika moda-moda

Page 24: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

11

produksi sebagai pembangun struktur ekonomi dapat dianalisis kenapa dan

bagaimana sebuah sistem ekonomi timbul dan tenggelam serta faktor apa yang

menyebabkannya.

Untuk menerangkan gejala-gejala perubahan struktur ekonomi, dalam sosiologi

dapat didekati melalui konsep moda produksi. Analisis moda produksi sebenarnya

dikembangkan untuk menganalisis masyarakat Eropa sehingga tidak dapat begitu saja

diterapkan di negara dunia ketiga yang memiliki ciri berbeda. Dalam perkembangan

berikutnya muncul konsep formasi sosial sebagai turunan teori sosiologi aliran Marxis

yang dikembangkan untuk dapat membedah realita perkembangan kapitalis di negara

dunia ketiga. Dengan demikian perubahan struktur ekonomi desa TR akan dibedah

menggunakan konsep formasi sosial.

Penelitian ini juga dibatasi pada perubahan-perubahan yang terjadi pada moda-

moda produksi yang berkembang dalam masyarakat desa TR. Secara khusus akan

diuraikan perubahan moda produksi petani tradisional yang bercirikan subsistensi pada

awalnya menjadi komersial saat ini. Kajian menguraikan struktur sosial dan nilai

budaya yang berkembang di TR dari masa ke masa, serta bagaimana

keberlangsungan moda-moda produksinya dalam setiap masa. Bagaimana perubahan

yang terjadi, dan apa-apa saja yang mendorong perubahan itu pada kehidupan sosial

masyarakat desa TR fokus penelitian ini.

Struktur ekonomi/formasi sosial dalam hal ini dimaknai sebagai kehadiran dua

atau lebih moda produksi secara bersamaan di desa TR dalam waktu tertentu. Satu

moda akan cenderung mendominasi moda lain sehingga seluruh corak masyarakat

akan ditentukan oleh moda produksi dominan. Moda produksi mampu menjadi

dominan jika mampu “mereproduksi” unsur-unsur yang membangunya. Reproduksi

dilakukan melalui penguasaan kekuatan produksi dan relasi hubungan produksi. Moda

produksi dominan jika mampu mempengaruhi dan mengambil surplus produksi dari

moda produksi lain. Penelitian ini dengan demikian melihat moda-moda produksi apa

yang dominan di desa TR dari waktu ke waktu dan bagaimana proses perubahannya.

Dengan demikian digunakan pendekatan historis untuk dapat menjelaskan proses-

proses perubahan dengan lebih rinci.

Page 25: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

12

Berdasar atas uraian diatas maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian

sebagai berikut :

1) Apa sajakah tipe-tipe moda produksi yang ada dan masih bertahan dalam

struktur ekonomi desa TR dari masa ke masa ?

2) Bagaimanakah proses perubahan moda-moda produksi dalam struktur

ekonomi desa TR dari masa ke masa, dan faktor-faktor apa saja yang

berperan dalam perubahan itu?

3) Dari dua permasalahan di atas muncul pertanyaan, sejauh manakah

perubahan moda-moda produksi menyebabkan perubahan formasi sosial

desa TR dari masa ke masa?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1) Memetakan tipe-tipe moda produksi yang ada dan masih bertahan dalam

struktur ekonomi desa TR.

2) Menganalisis proses perubahan moda-moda produksi dari masa ke masa

dan faktor-faktor yang mendorong perubahan tersebut.

3) Menganalisis formasi sosial desa TR yang terbangun disetiap periode

sebagai akibat perubahan moda-moda produksi tersebut.

Page 26: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Pengertian Moda Produksi dan Formasi Sosial

Dalam tradisi Marxis, untuk menjelaskan realitas sosial dikenal dua konsep

penting yakni moda produksi (mode of production) dan formasi sosial (social

formation) . Moda produksi atau “cara produksi” merupakan gabungan antara kekuatan

produksi (forces of production) dan hubungan/relasi sosial produksi (relation of

production). Sementara itu, formasi sosial (social formation) adalah kehadiran dua atau

lebih moda produksi dalam satu masyarakat dimana salah satu akan mendominasi.

kemampuan mendominasi ditentukan oleh kekuatan masing-masing moda produksi

untuk mereproduksi sistemnya. Kehadiran dua atau lebih moda produksi demikian juga

disebut sebagai struktur ekonomi (Russel 1998:8).

Kembali pada moda produksi, komponen kekuatan produksi terdiri dari tenaga

kerja, instrumen atau alat-alat produksi, dan bahan baku, teknologi produksi,

manajemen produksi, juga modal uang, sementara relasi produksi adalah struktur

sosial yang mengatur relasi antar manusia dalam satu proses produksi barang dan

jasa kebutuhan manusia. Relasi produksi melekat atau bahkan sepenuhnya ditentukan

oleh struktur sosial. Dengan demikian, moda produksi sangat erat kaitannya dengan

struktur sosial, karena berjalan atau tidaknya moda produksi tergantung pada

pengaturan struktur sosial. Struktur sosial meliputi juga sistem politik, sistem nilai,

ideologi, juga budaya masyarakat dimana kegiatan produksi itu berkembang.

Dalam kehidupan sehari-hari moda produksi ter“artikulasi” dalam kegiatan-

kegiatan ekonomi. Artikulasi merupakan bentuk strukturasi moda produksi pada

budaya setempat berbentuk kegiatan-kegiatan ekonomi seperti pertanian, kerajinan,

perkebunan, perdagangan, pariwisata, dan jenis-jenis kegiatan-kegiatan ekonomi

lainnya. Masing-masing kegiatan ekonomi dapat mencerminkan moda produksi apa

yang digunakan, dengan melihat ciri-ciri kekuatan produksi dan hubungan/relasi sosial

produksinya. Secara skematis moda produksi dapat digambarkan sebagai berikut:

Page 27: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

14

Gambar 2.1 Skema Moda Produksi

sumber: Richard Peet, (1999:101)

Dalam proses strukturasi terbangun sebuah struktur sosial sebagai pola

(pattern) yang relatif mapan dari konstelasi berbagai artikulasi moda produksi.

Hubungan antar moda produksi dan artikulasinya masing-masing biasanya asimetris

atau cenderung terjadi dominasi moda produksi tertentu. Moda produksi yang mampu

mereproduksi sistem yang dikembangkan yang akan bertahan. Moda produksi

dominan yang kemudian akan mendominasi struktur sosial, nilai, kepercayaan, dan

ideologi masyarakat. Seluruh interelasi antar moda produksi tersebut, serta unsur-

unsur lain yang melingkupi bekerjanya moda produksi menggambarkan bentuk formasi

sosial sebuah masyarakat.

Perubahan moda produksi dapat dilihat dari perubahan-perubahan yang terjadi

pada kekuatan produksi dan hubungan sosial produksinya. Kekuatan produksi lokal

yang dulunya mengandalkan tanah pertanian, telah bergeser dengan berkembangnya

usaha-usaha lain yang mengandalkan modal uang sebagai kekuatan produksi utama.

Relasi produksi yang dulunya bersifat egaliter karena tenaga kerja berasal dari

keluarga, berubah menjadi herakhis karena tenaga kerja mengandalkan buruh upahan.

Pola perubahan moda produksi tersebut, yang terjadi dalam jangka waktu tertentu , dan

dalam sebuah sistem sosial mencerminkan arah perkembangan kapitalisme.

Jenis penguasaan kekuatan produksi dalam masyarakat bermacam-macam,

sehingga hubungan sosial produksi yang terbangun juga bermacam-macam pula.

Paling tidak ada dua tipe utama yakni non-kapitalis dan kapitalis, yang kehadirannya

IDEOLOGY AND CULTURE Beliefs, representation, discourse

STATE AND POLITICS Government, legal, sistem, police,

army, civil, service

FORCES OF PRODUCTION Labor power tools, machine

Land scape, resources, territory, place, social space

NATURAL ENVIRONMENT

RELATION OF PRODUCTION Kin, class, gender

Page 28: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

15

dapat dalam satu kontinum, namun juga dapat hadir secara bersamaan. Moda

produksi kapitalis berbasis pada penguasaan modal uang sebagai kekuatan produksi,

sementara non-kapitalis lebih pada penguasaan atas tanah dan tenaga kerja.

Sementara itu hubungan produksi menurut Russel (1989: 8-9) memiliki tiga tipe yakni

egaliter, kelas, dan transisi atau antara.

Tipe egaliter menunjukkan tidak adanya eksploitasi antar aktor dalam proses

produksi. Tipe egaliter mencakup cara produksi komunal dan komunis, dimana

kepemilikan kekuatan produksi tidak pada pribadi tapi pada kelompok. Jika cara

produksi komunal aturan penguasaan kekuatan produksi ditetapkan oleh kelompok

melalui aturan adat, maka pada komunis diatur oleh Negara. Keduanya tidak mengenal

kepemilikan pribadi tapi kepemilikan bersama. Semua anggota memiliki kekuatan

produksi sama, sehingga hubungan produksi yang terbangun dalam masyarakat

demikian bertipe egaliter karena tidak adanya buruh majikan.

Tipe kelas menunjukkan adanya aksploitasi antar kelas karena adanya

dominasi kelas tertentu atas kelas lain. Kelas penguasa menguasai seluruh kekuatan

produksi sehingga ia merekut buruh untuk bekerja padanya. Dengan demikian ada dua

kelompok pelaku produksi yakni pemilik kekuatan produksi dan pekerja dalam proses

produksi. Tipe ini mencakup cara produksi Negara, Slavery, feudal, dan kapitalis. Cara

produksi Negara menunjukkan negaralah yang memegang kekuasaan atas kekuatan

produksi dan rakyat harus menyetor hasil produksi pada Negara. Cara produksi slavery

yang memegang kekuatan produksi adalah tuan tanah dimana mereka

mengeksploitasi budak untuk memproduksi barang dan jasa. Sementara untuk feudal,

kekuasaan tertinggi atas kekuatan produksi adalah Raja dan keluarganya, sementara

rakyat bekerja padanya. Sementara cara produksi kapitalis, yang memegang

kekuasaan atas kekuatan produksi adalah individu-individu yang menguasai kekuatan

produksi dan mampu mengakumulasi surplus produksi untuk modal investasi .

Hubungan sosial produksi dalam perkembangan kapitalisme bermula dari tipe

egaliter sebagai ciri masyarakat komunal (pra-kapitalis) menjadi tipe kelas sebagai ciri

masyarakat perbudakan, negara, feudal, dan kapitalis dan menjadi tipe egaliter

kembali sebagai ciri masyarakat komunis. Perubahan dari tipe egaliter menjadi tipe

kelas terdapat masa transisi dimana hubungan sosial produksi bertipe antara/transisi.

Tipe antara/ transisi mencakup cara produksi petani mandiri, kepemilikan sederhana

(simple property) dan sosialis. Dalam hubungan sosial produksi tipe transisi masih

terdapat ciri-ciri egaliter, namun juga telah mulai mengembangkan kepemilikan pribadi

Page 29: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

16

atas kekuatan produksi. Akumulasi modal untuk memupuk kekekuatan produksi mulai

ada meski tidak memusat pada kelompok tertentu sebagaimana feudal ataupun

kapitalis. Tipe transisi ini merupakan ciri khas hubungan produksi yang berkembang

pada negara dunia ketiga termasuk Indonesia.

Dalam kondisi riel, dalam satu sistem sosial moda produksi tidak mungkin

tunggal dan selalu hadir lebih dari satu moda produksi. Kehadiran secara bersama ini

membentuk sebuah konstelasi, dan akan terjadi persaingan antar keduanya.

Kehadiran secara bersamaan dua atau lebih moda produksi dimana salah satu

cenderung mendominasi disebut sebagai formasi sosial. Dengan demikian,

menjelaskan sistem sosial an sich menggunakan analisis moda produksi sangat tidak

mungkin. Moda produksi menurut Budiman dalam Sitorus (1999:16) merupakan tipe

ideal yang kurang mendekati kenyataan empiris. Dengan demikian analisis yang lebih

cocok tentunya adalah analisis formasi sosial yang lebih mendekati kenyataan.

Dengan mengetahui formasi sosialnya maka dengan sendirinya akan terlihat

bagaimana perubahan struktur ekonomi lokal terjadi. Taylor (1979) juga

mengungkapkan hal yang sama, dimana kajian tentang moda produksi sangat terbatas

untuk memberi gambaran struktur sosial secara utuh. Kajian formasi sosial yang

merupakan bentuk lebih menyeluruh atas struktur sosial lebih tepat digunakan.

Althouser dalam Taylor (1979:106) mengungkapkan bahwa formasi sosial

merupakan perwujudan secara keseluruhan sejumlah praktek yang komplek dalam

ekonomi, politik, ideology, dan teoritisasi. Praktis-praktis itu masing-masing memiliki

perbedaan, namun berstruktur sama yakni bagaimana bahan dasar (raw material)

ditransformasikan menjadi produk spesifik yang bernilai sosial. Transformasi tersebut

terjadi karena adanya pengorganisasian buruh menggunakan alat produksi tertentu.

Praktis ekonomi terpusat pada tiga komponen utama yakni pekerja, alat

produksi, dan tujuan dari kerja (produksi). Pekerja ada dua jenis yakni kapitalis

(pekerja pasif) atau orang yang menguasai kapital atau alat produksi, sementara buruh

(pekerja aktif) adalah orang yang langsung bersentuhan dengan alat untuk

memproduksi sesuatu. Produk sebagai hasil kerja buruh menghasilkan surplus nilai

yang mengalir pada pekerja pasif. Dalam setiap tipe masyarakat, aliran surplus dari

pekerja aktif ke pekerja pasif selalu ada dengan pola yang berbeda-beda.

Praktik politik mengacu pada potensi alamiah moda produksi dominan untuk

selalu mereproduksi sistem agar tetap bertahan. Moda produksi dominan harus

membangun sistem politik, ideologi, dan nilai yang mendukung keberlangsungan moda

Page 30: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

17

produksi. Di Jawa, penerbitan undang-undang Agraria (agrariche wet, 1870) oleh

pemerintah Belanda adalah contoh keputusan politik yang kemunculannya didorong

oleh kaum pengusaha swasta (sebagai pelaku moda produksi dominan) yang ingin

berinvestasi dengan bebas. Pengakuan hak milik dan hak menguasai negara melalui

pemerintah, yang merupakan ide dasar undang-undang agraria, akan memudahkan

bagi swasta untuk menyewa tanah untuk usahanya. Sistem komunal dan kepemilikan

Raja sebelumnya sangat menyulitkan perusahaan perkebunan berinvestasi di Jawa.

Praktik ketiga yakni praktik ideology, yang dibangun oleh moda produksi

dominan (moda produksi kapitalis) untuk membenarkan/mengesahkan cara produksi

yang mereka kembangkan. Mereka memproduksi pandangan bahwa hubungan

produksi yang dikembangkan merupakan sesuatu yang sah dan tidak menimbulkan

kerugian. Dalam bentuk nyata, ideology ini diemban oleh apparatus ideology bisa

Negara, keluarga, gereja, juga apparatus lain. Althouser (1989) mengatakan apparatus

ini ada dua yakni ISA (ideological state apparatus) dan SA (state apparatus). ISA

proses produksi pandangan-pandangan kaum kapitalis untuk mengesahkan praktek

hubungan produksi yang dikembangkan juga mempromosikan gaya hidup, sementara

SA merupakan aparat penegaknya seperti polisi dan tentara.

Formasi sosial pada dasarnya memiliki unsur utama sebuah moda produksi

dominan, yang berdampingan dengan moda produksi lain. Moda produksi dominan

mengestraksi surplus tenaga kerja dari moda produksi lain. Moda produksi dominan

selanjutnya membangun sistem ideology dan sistem politik untuk mengesahkan proses

ekstraksi tersebut. Komplek relasi yang berisi proses ekstraksi demikian, disebut

sebagai sebuah formasi sosial. Jadi dalam sebuah formasi sosial paling tidak ada dua

moda produksi yang hadir secara bersamaan dimana salah satu terdominasi.

Gambaran formasi sosial sebagai kehadiran dua atau lebih moda produksi

dimana salah satu mendominasi telah ditemukan beberapa ahli. Jeffrey Paige dalam

Roxborough (1986:103-104) menguraikan artikulasi berbagai moda produksi dalam

masyarakat perkebunan dibedakan dalam lima artikulasi yakni sistem (1) Manor

komersial atau hacienda. Merupakan usaha individual, tidak menggunakan tenaga

mesin, dikerjakan secara hak usaha oleh buruh upahan lokal atau ulang alik setiap hari

dari lahan subsistensi didekatnya. (2) perkebunan bagi hasil, merupakan juga bersifat

individual, tidak menggunakan tenaga mesin, dikelola petani bagi hasil atau penyewa.

(3) perkebunan yang menggunakan buruh migrasi, merupakan usaha individual, tidak

menggunakan tenaga mesin, dan digarap oleh tenaga pindahan. (4) perkebunan

Page 31: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

18

besar, perusahaan dimiliki oleh perusahaan swasta atau perusahaan pemerintah atau

oleh individu, menggunakan mesin, serta tenaga kerja upahan dari wilayah itu untuk

jangka waktu setahun atau lebih, dan (5) pertanian kecil milik keluarga, merupakan

usaha individual, digarap pemilik dan keluarganya. Moda produksi kapitalis yang

diartikulasikan dalam sistem perkebunan besarlah yang paling mendominasi, sehingga

seluruh bangunan politik, norma, dan ideologi ditentukan olehnya.

Temuan Hiroyosi Kano (1990:182-183) di Desa Pagelaran, Kabupaten Malang,

memperlihatkan masih adanya ciri produksi non-kapitalis dengan merujuk pada sistem

pertanian padi sawah sebagai artikulasinya. Usaha padi sawah meski memiliki hasil

cukup besar tidak menjadi pendorong bagi berkembangnya sektor kapitalis. Usaha

padi sawah kurang terkomersialisasi, akibat orientasi produksi untuk keperluan sendiri

dan sedikit dipertukarkan. Di sisi lain, pertanian tebu di sana sangat komersial sebagai

artikulasi ciri kapitalis. Peran para pedagang sangat dominan dalam membawa usaha

tani tebu menjadi usaha berciri kapitalis. Usaha tani tebu ini dikembangkan oleh

perusahaan gula Krebet baru yang di introdusir penjajah Belanda. Perluasan tanaman

tebu pada satu areal persawahan dapat menggeser tanaman padi. Hal ini

menunjukkan dominasi tanaman tebu (artikulasi moda produksi kapitalis) atas tanaman

padi (artikulasi moda produksi pertanian tradisional).

Penelitian Khan (1974:304) di Minangkabau melihat kehadiran tiga moda

produksi bersamaan yakni : (1) Cara produksi subsistensi (subsistensi production)

yakni usaha pertanian tanaman pangan dimana hubungan produksi terjadi dalam

keluarga inti dan bersifat egaliter; (2) Produksi komersialis (petty commodity

production) yakni usaha di pertanian dan luar pertanian yang (sudah) berorientasi

pasar dimana hubungan produksi menunjukkan gejala eksploitasi surplus melalui

hubungan kekerabatan, dan hubungan sosial produksi egaliter karena (umumnya

keluarga/kerabat), namun bersifat kompetitif; (3) Produksi kapitalis yakni usaha padat

modal yang berorientasi pasar dimana hubungan produksi mencakup hubungan

struktur buruh-majikan/pemilik “modal” dan pemilik “tenaga”.

Lebih lanjut Khan menemukan usaha pandai besi (sebagai artikulasi moda

produksi kapitalis) yang dulunya mendominasi tidak berkembang menjadi kapitalis

malah semakin memperkecil produksinya (teratomisasi). Hal ini disebabkan oleh

masuknya berbagai produk import yang menggeser dominasi produk lokal. Dominasi

usaha pandai besi (kapitalis lokal) berakhir digantikan oleh moda produksi kapitalis dari

luar (produsen barang import).

Page 32: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

19

Ciri-ciri Struktur Ekonomi Lokal

Uraian tentang ciri-ciri struktur ekonomi pasti merupakan analisis pada aras

umum sebagai generalisasi realitas-realitas ekonomi oleh peneliti sebelumnya. Dengan

demikian generalisasi tersebut belum masuk pada konteks lokal dimana penelitian ini

dilakukan. Oleh karena itu kajian pustaka ciri-ciri ekonomi lebih bersifat untuk

mengantarkan pemahaman peneliti saja.

Ekonomi lokal dalam kajian ini dimaknai bagaimana struktur ekonomi

sebagaimana uraian diatas dilihat dalam konteks lokal. Lokal artinya merujuk pada

satu komunitas ter tenntu yang batasan ruang maupun besar komunitasnya jelas. Lokal

berarti menunjuk pada daerah, kesatuan kehidupan sosial didalamnya beserta seluruh

dinamikanya. Dalam hal ini, ekonomi lokal berarti merujuk pada ekonomi desa

penelitian sekaligus sebagai batas wilayah untuk membedakan dengan daerah lebih

luas misalnya kota Batu, jawa Timur, atau Indonesia.

Dalam sosiologi, perubahan struktur ekonomi tidak dimaknai dengan

perubahan pendapatan, perubahan suku bunga, penyerapan tenaga kerja, atau

peningkatan secara kuantitatif berbagai indikator ekonomi sebagaimana ahli ekonomi.

Perubahan ekonomi dimaknai sebagai perubahan pola interaksi sosial sekelompok

masyarakat terkait aktifitas-aktifitasnya dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup.

Interaksi sosial hingga menghasilkan produk (untuk memenuhi kebutuhan) dinamakan

proses produksi, sementara cara-cara bagaimana sumberdaya diatur untuk

menghasilkan produk disebut sebagai cara produksi. Dengan demikian, ada

kemungkinan dalam masyarakat berkembang lebih dari satu cara produksi.

Struktur ekonomi sebagaimana dikemukakan di atas paling tidak ada dua tipe

dalam perkembangan masyarakat, yakni non-kapitalis dan kapitalis. Yang pertama

merujuk pada moda produksi masyarakat sebelum kapitalisme pasar berkembang di

Eropa, berupa jenis-jenis moda produksi asli masyarakat setempat. Khusus untuk

Negara bekas jajahan sebagaimana Indonesia, ciri-ciri tradisional menggambarkan

struktur ekonomi terutama sebelum penjajahan datang. Struktur ekonomi sendiri berisi

interelasi moda-moda produksi yang berarti interelasi berbagai tipe pola penguasaan

kekuatan produksi dan hubungan-hubungan sosial yang mengorganisasikan produksi,

distribusi dan pertukaran barang dan jasa dalam suatu masyarakat.

Struktur ekonomi non kapitalis hasil produksi tidak untuk dipertukarkan dalam

arti komersial, namun untuk digunakan bersama secara sosial. Sementara itu hasil

produksi sistem kapitalis sebaliknya, dimana hasil produksi dipertukarkan dalam pasar

Page 33: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

20

dan sedikit digunakan bersama secara sosial. Dengan demikian, struktur ekonomi non-

kapitalis produksi berorientasi pada “nilai guna”, sementara kapitalis pada “nilai tukar”.

Yang satu berdimensi sosial karena berasas nilai guna, sementara yang lain

berdimensi keuntungan karena berasas nilai tukar (Sanderson 2003:112).

Struktur ekonomi non-kapitalis atau kapitalis dalam tradisi Marxis dimaknai

sebagai kehadiran dua atau lebih moda produksi dimana salah satu cenderung

mendominasi, atau yang dikenal dengan konsep formasi sosial. Struktur ekonomi

dalam pengertian Sanderson di atas terbangun atas berbagai kegiatan produksi yang

masing-masing memiliki ciri khusus. Dengan demikian, struktur ekonomi juga dapat

dimaknai sebagai kehadiran dua atau lebih moda produksi dalam satu sistem sosial

yang oleh Russel (1989) dan Olin T. Wright (1999) dimaknai sebagai formasi sosial.

Jadi, menganalisis struktur ekonomi pada dasarnya adalah menjelaskan dinamika

komponen-komponen penyusunnya yakni moda-moda produksi.

Pembedaan atas “produksi untuk dipakai” atau “produksi untuk dijual” tidaklah

mungkin ada secara mutlak dalam sektor ekonomi. Dalam ekonomi non-kapitalis masih

ada barang dan jasa yang dipertukarkan meski jumlahnya sedikit. Fungsi barang untuk

ditukar sekunder saja bagi sektor ekonomi non-kapitalis. Hal ini berarti produksi untuk

dipakai tidak benar jika dianggap hanya untuk subsistensi anggotanya saja. Demikian

juga dengan ketidak samaan sosial berdasar pada produksi untuk dipakai, bukan pada

besarnya kekayaan sebagaimana ekonomi kapitalis.

Dalam sektor ekonomi non-kapitalis, kekuatan-kekuatan produksi

penguasaannya sangat bervariasi. Penguasaan terhadap sumberdaya potensial untuk

aktifitas produksi ini akan menentukan organisasi sosial apa yang terbangun.

Sanderson (2003:113) melihat paling tidak ada empat pola penguasaan yakni

komunisme primitive, pemilikan keluarga besar (lineage ownership), pemilikan oleh

pemimpin (chiefly ownership), dan pemilikan signeureal8. Meski demikian sektor

kepemilikan ini tidak representative seluruh jenis kepemilikan dalam sektor ekonomi

non-kapitalis, dan masih ada variasi-variasi tertentu.

8 Kepemilikan ini menunjuk pada masyarakat pemburu dan peramu yang primitive, dimana kepemilikan sumberdaya utama dimiliki bersama. Pemilikan keluarga besar adalah kepemilikan berdasar atas lineage (kadang klan) atas sumberdaya utama. Keluarga-keluarga ini menguasai sumber utama yang biasanya tanah. Chiefly ownership menunjuk kepemilikan oleh ketua atau pemimpin yang kuat (dapat suku atau raja). Sementara itu signeureal lebih mengarah pada kepemilikan oleh sekelompok kecil anggota masyarakat atau sering disebut tuan tanah., lebih lanjut lihat Sanderson, Sosiologi Makro: Sebuah Pendekatan Terhadap Sebuah Realita Sosial, Rajawali Press, Jakarta, 2003.

Page 34: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

21

Hubungan produksi yang terbangun dalam kepemilikan komunal primitive lebih

cenderung egaliter, atau bahkan tidak ada ikatan herarkhis dalam produksi. Namun

demikian dalam kegiatan-kegiatan perburuan tentu saja mengenal kelompok-kelompok

yang terorganisasi, yang lebih banyak dibedakan atas keahlian. Kepemilikan keluarga

besar berbeda dimana keanggotaan kelompok menjadi faktor penting dalam

mengakses sumberdaya. Chiefly ownership hubungan produksi ditentukan oleh

pemimpin dan ia harus menyerahkan sebagian hasil agar hak untuk melakukan

produksi tetap diperoleh. Dan untuk kepemilikan signeureal, peranan tuan tanah

sangat besar dimana hubungan produksi didominasi para pemilik tanah yang

didapatkan secara turun temurun, jika ada orang memakai maka ada kewajiban-

kewajiban tertentu (Sanderson 2003:113-117).

Sementara itu, menurut Eric Wolf (1983:84-88) pola penguasaan ini dalam

masyarakat tradisional berawal dari sistem komunal menuju pada penguasaan pribadi.

Kepemilikan menentukan hak-hak penguasaan, yang dikenal sebagai hak “Domain”.

Ada tiga pola penguasaan utama yakni patrimonial domain, prebendal domain, dan

mercantile domain9. Selain itu juga dikenal administrative domain, yakni penguasaan

oleh Negara yang memiliki kekuasaan tertinggi atas tanah. Tipe-tipe penguasaan ini

dapat juga hadir secara bersamaan dalam satu sistem sosial. Sementara itu dalam

masyarakat kapitalis modern kepemilikan lebih didominasi kepemilikan pribadi dapat

diperjual belikan layaknya komoditi yang lain.

Hubungan produksi yang terbangun pada domain-domain di atas memiliki sifat

yang hampir sama dengan pembagian Sanderson. Patrimonial mengacu pada

kepemilikan keluarga besar, prebendal pada signeureal, sementara dalam mercantile

kepemilikan pribadi penuh. Karena kepemilikan pribadi, maka hubungan produksi

mengarah pada hubungan herakhis antara pemilik dan buruh, meski keluarga juga

masih berperanan. Sementara itu untuk administrative domain, hubungan produksi

terbangun dalam usaha keluarga dengan kewajiban tertentu pada pemerintah berupa

9 Patrimonial domain, menunjuk pada penguasaan berdasar kelompok atau garis keturunan dimana orang yang berada diatasnya harus membayar upeti karen atanggal diatasnya. Sistem Kebekelan di Jawa, dimana tanah adalah milik raja dan massa rakyat pengarap merupakan contoh domain ini. Prebendal domain menunjuk penguasaan berdasar atas pemberian karena jabatan tertentu dan berhak atas hasilnya. Namun ada juga model kutipan sebagian hasil tani oleh pejabat dari tanah raja sebagai upah jabatan. Ini dapat kita lihat pada sistem tanam paksa dimana kepala Desa berhak mendapat bagian dari hasil tanam paksa. Dan terakhir mercantile domain menunjuk pada kepemilikan individu dan dapat dipertukarkan bahkan diperjualbelikan dalam pasar, dan tanah menjadi komoditi. Lihat Eric Wolf, 1983, Petani Suatu Tinjauan Antropologis, CV. Rajawali, Jakarta

Page 35: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

22

pajak (tunai dan tenaga kerja). Model kuli kenceng, kuli kendo, dan tlosor di Jawa

merupakan contoh baik corak domain ini.

Untuk pedesaan Indonesia, dan Jawa pada khususnya, kepemilikan pribadi

atas tanah telah terjadi sejak diperkenalkannya culturestelsel oleh Belanda. Tanah-

tanah raja telah diberikan hak kepemilikannya pada petani dengan kewajiban-

kewajiban tertentu yang harus dipenuhi seperti pajak dan kerja bakti. Kita ketahui

tanah merupakan kekuatan produksi dominan hingga saat ini. Sementara itu hubungan

produksi ada yang bersifat egaliter, kelas, juga campuran. Namun menjadi ciri umum

yang selalu ada di setiap Desa Jawa dan kiranya juga di Desa-Desa Asia Tenggara,

adalah dominasi pola hubungan patron klien (Hayami dan Kikuchi 1984: Hunsken

1998: Scott 2000: Antlov 2002).

Perkembangan Kapitalisme dan Transformasi Ekonomi Lokal

Pengaruh kapitalisme di Negara dunia ketiga, sebagian besar masuk melalui

proses kolonialisasi/penjajahan. Kapitalisme yang berkembang di Negara dunia ketiga

sering disebut sebagai kapitalis pinggiran (peripheral capitalism) atau juga kapitalis

semu. Hal ini menandakan adanya perbedaan antara pertumbuhan ekonomi kapitalis

di Negara dunia ketiga dengan Eropa (Beaud, 2001). Kapitalisme di pusat

pertumbuhan industri bersamaan dengan pertanian, sementara di pinggiran industri

tumbuh melalui ekstraksi pertanian. Di pinggiran transformasi struktural tidak terjadi

secara seimbang antar sistem ekonomi, dimana satu cenderung didominasi.

Di Indonesia, penelitian tentang tranformasi struktur ekonomi pedesaan

sebenarnya sudah lama dilakukan. Kajian banyak fokus pada dampak masuknya

kolonialisme pada struktur ekonomi lokal terutama terkait dengan (1) transformasi

ekonomi non kapitalis menjadi kapitalis kolonial, dan (2) implikasi atau pengaruh

sistem ekonomi kolonial terhadap perkembangan ekonomi lokal paska kolonial. Studi

Booke (1953) melihat adanya dua sistem ekonomi yang berdampingan antara

perkebunan Belanda yang bersifat modern dengan pertanian tradisional yang bersifat

subsistensi. Booke menyebutnya sebagai dualisme ekonomi. Terjadi co-exsistence

dimana satu sistem berkembang dengan caranya sendiri tanpa mengganggu sistem

lain. Dengan demikian pertanian tr adisional akan memiliki pola perkembangan sendiri,

demikian juga ekonomi kapitalis modern. Namun selanjutnya dibuktikan bahwa

hubungan yang terjalin bukan co-existence tapi proses dominasi sistem ekonomi

kalonial atas ekonomi lokal.

Page 36: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

23

Hal yang sama terjadi pada struktur lokal di daerah bekas koloni Perancis di

Kenya, Afrika Barat. Ekonomi pedesaan meski telah terrintegrasi pada sistem kapitalis

melalui perdagangan internasional reproduksi sistem lokal tetap terjadi. Temuan

Freidberg (2003) memperlihatkan perdagangan hortikultura dari pedesaan Kenya ke

Uni Eropa meski telah dilakukan standar isasi sesuai dengan nilai di Eropa tetap

dimaknai secara lokal oleh penduduk Kenya. Konstruksi kolonial bagaimanapun tetap

melekat erat pada jaringan pemasaran itu.

Kartodirdjo dalam Lindblad (2000:268-269), mengatakan bahwa umumnya

perkebunan mengatur pertanian komersial dan karena itu cepat sekali mendominasi

ekonomi pedesaan secara luas. Dengan kemampuan modal dan fasilitas kebun dapat

mengembangkan produksi yang terpisah dengan pertanian secara fisik, tapi terjadi

hubungan eksploitatif dimana ekonomi desa lebih banyak melayani ekonomi

perkebunan. Hal itu tidak hanya dalam hal teknis produksi, tapi juga pada sisi ideology

dimana perkebunan tetap mempertahankan struktur tr adisional sebagai sumberdaya

utama di pedesaan.

Sistem tradisional diintegrasikan dalam struktur produksi perkebunan untuk

menekan biaya operasional. Patron petani tetap pada otoritas lokal, sementara buruh

mengiblat pada perkebunan. Secara perlahan perkebunan melalui struktur lokal

melakukan eksploitasi atas sumberdaya desa melalui kerja rodi dan pajak-pajak. Apa

yang terjadi? Ekonomi desa hanya berkembang di dalam desa saja sementara

perkebunan berkembang keluar terkait dengan perekonomian luar desa.

Selama dua dasa warsa setelah kemerdekaan adalah waktu yang cukup

kondusif bagi petani lokal di sekitar perkebunan untuk mengembangkan produksinya.

Tema-tema penelitian pedesaan berkisar pada kerja-kerja program pemerintah untuk

meningkatkan produksi pangan bagi pembangunan ekonomi. Pada masa ini tidak ada

tema penelitian tentang proses transformasi pedesaan setelah keluarnya Belanda.

Perekonomian desa tetap berkembang setelah Belanda keluar memasuki masa-masa

kemerdekaan. Berbagai program pembangunan mulai dirintis ditingkat desa untuk

meningkatkan produksi pertanian. Kebijakan nasionalisasi perkebunan Belanda

merubah patron para buruh pada Negara sementara ekonomi desa mulai bekembang

akibat peningkatan produksi dan pertumbuhan penduduk.

Seluruhnya berbalik saat peristiwa 1965 meletus dan struktur ekonomi

pedesaan kembali goyah. Kebijakan pemerintah kembali dominan dan memberi warna

berbeda pada ekonomi pedesaan. Modernisasi pertanian melalui revolusi hijau

Page 37: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

24

digalakkan hingga keseluruh pelosok desa. Cara produksi lama digantikan dengan

cara baru demikian juga teknologinya. Investasi dibuka lebar baik di kota maupun

pedesaan untuk mentranformasikan kehidupan masyarakat pedesaan. Industrialisasi

pedesaan juga dikembangkan untuk memodernisasi kehidupan desa.

Bagaimana pendapat para peneliti tentang proses transformasi ekonomi desa?

Ada dua kutup utama yakni pertama, terjadi polarisasi pada struktur sosial pedesaan

dan kedua, terjadi deferensiasi. Kutub pertama meyakini modernisasi telah

meningkatkan kesejangan dalam struktur masyarakat desa dimana terjadi akumulasi

berlebih pada kelompok kaya akibat kesiapannya dalam menangkap modernisasi.

Sementara kedua meyakini terjadi peningkatan berbagai aktifitas luar pertanian

sehingga terjadi transformasi ekonomi desa menjadi lebih kapitalis.

Akhirnya kedua kutup itu mendapatkan titik terang saat Hayami dan Kikuchi

(1987) mengumumkan penemuan atas studinya di dua negara yakni Indonesia dan

Philipina. Masyarakat pedesaan tidak mengalami polarisasi tapi hanya sebagai proses

penjenjangan kelas sosial yang semkin rumit untuk menghindari kegoncangan sosial.

Ada kelas-kelas antara yang menjadi tempat bagi kelompok tertentu yang tidak masuk

dalam dua kutub berbeda.

Pada dasarnya seluruh penelitian menyepakati bahwa telah terjadi proses

kapitalisasi di pedesaan Jawa selama masa kolonial hingga paska kolonial. Aktor yang

mendorong hal itu adalah perkebunan pada masa kolonial dan kebijakan pemerintah

masa setelah itu. Corak pertanian tradisional yang subsisten yang padat karya,

berubah menjadi pertanian yang kapitalistik yang padat modal. Jika merujuk Marx,

kaum tanilah yang melakukan akumulasi modal lalu menjadi kapitalis. Hanya saja

dalam kasus Indonesia hal itu ternyata tidak berlaku , dan kaum elit tradisionallah yang

menjadi pelopor kapitalis di tingkat lokal (Geerzt, 1963).

Perubahan Moda Produksi dan Struktur Ekonomi

Perubahan sosial merupakan gejala sosial yang multi dimensi dan sulit dilihat

dari satu sisi saja. Membicarakan perubahan sosial menurut Harper (1989:6-8) kita

harus mulai dari level perubahan, perbedaan frame waktu, penyebab perubahan,

bagaimana perubahan terkait dengan manusia (agency), serta beberapa istilah terkait

dengan perubahan. Level perubahan dilihat dari struktur sosial ditingkat group kecil,

organisasi, institusi, masyarakat, atau global. Jika institusi maka yang berubah adalah

peran, struktur komunikasi, pengaruh, dan klik. Di tingkat organisasi perubahan

Page 38: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

25

meliputi struktur, herarkhi, otoritas, produktifitas, sementara ditingkat kelembagaan

meliputi ekonomi, religi, keluarga, dan pendidikan. Dalam masyarakat perubahan

meliputi stratifikasi, demografi, dan kekuasaan, sementara ditingkat global meliputi

evolusi, hubungan internasional, modernisasi dan pembangunan.

Sementara itu Sztompka (1994:21) membedakan dalam perubahan makro

(masyarakat global, bangsa, kawasan dan kelompok etnic), meso (kelompok besar,

asosiasi, partai politik, angkatan bersenjata, dan birokrasi), serta mikro ( proses sehari-

hari dalam kehidupan sehari-hari individu, dalam kelompok kecil seperti keluarga,

sekolah, lingkungan tempat kerja dan pertemanan). Penelitian ini akan melihat

perubahan pada tingkat mikro dan meso secara bersamaan karena perubahan

keluarga sangat terpengaruh dinamika ditingkat meso demikian juga sebaliknya.

Kembali pada Harper, frame waktu mengacu pada lama perubahan (jangka

panjang atau pendek). Perubahan sosial dalam jangka pendek mungkin tidak terlihat,

namum dalam jangka panjang baru terlihat. Demikian juga perubahan-perubahan

jangka pendek dapat tidak berpola, sementara dalam jangka panjang memiliki pola.

Untuk itu menetapkan waktu dalam penelitian perubahan sosial menjadi sangat

penting, terutama agar pengambilan kesimpulan hasil studi tahu jangka waktunya.

Selain waktu, studi perubahan sosial juga harus menguraikan sumber

penyebab perubahan. Ada dua sumber penyebab perubahan yakni dari dalam

masyarakat endogenious dan dari luar yakni exogenius. Penyebab dari luar

masyarakat meliputi teknologi baru, ide, gaya hidup, penyakit, dan lain-lain, sementara

dari dalam merupakan sebab yang melekat pada sistem sosial itu sendiri (Sztompka,

1994:19). Sebuah perubahan pada level berbeda diwaktu yang sama dapat dianggap

sebagai sebab dari luar. Sementara itu, untuk melihat perubahan sosial beruntun

Harper (1989:7) memberikan definisi konsekwensi untuk penyebab perubahan yang

ada diantara dua hal yang berubah. Perubahan A menuju B, lalu ke C, maka B adalah

konsekwensi dari A penyebab perubahan di C. Terkait dengan sebab perubahan

Sztompka (1994:21) menyarankan untuk melihat sebab yang terpenting atau penyebab

utama perubahan sosial.

Sebuah perubahan dapat terjadi dengan sendirinya, juga karena sebuah

rencana. Menurut Harper (1989:8) ini tergantung pada apakah perubahan itu

dikehendaki atau terjadi dengan sendiri karena sebuah konsekwensi. Terkait dengan

itu ada tiga variasi perubahan yakni (1) trend; (2) perubahan yang direncanakan secara

sengaja yang berhubungan dengan dengan proses pengambilan keputusan elit; dan

Page 39: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

26

(3) perubahan disengaja yang berhubungan dengan gerakan sosial yang melibatkan

sebagian segmen masyarakat. Trend terjadi tanpa dapat dikontrol oleh siapapun dan

merupakan konsekwensi dari perkembangan masyarakat. Sementara dua perubahan

terakhir direncanakan dan melibatkan kesengajaan aktor (elit pengambil keputusan

dan segmen sosial tertentu).

Lebih lanjut, Harper (1989:55-56) melihat perubahan sosial dari dua dimensi

utama yakni materialistic dan idealistic. Pendekatan materialistic melihat perubahan

cara produksi adalah dasar bagi perubahan-perubahan yang lain. Sementara itu

perspektif idealistic melihat perubahan nilai pendorong perubahan sosial. Karena

penelitian ini menyangkut transformasi ekonomi, yang berarti perubahan-perubahan

banyak terkait dengan cara produksi pendekatan yang digunakan tentu lebih dekat

pada perspektif materialistic.

Proses perubahan terjadi karena banyak faktor. Penelitian Stavenhagen

(1975:129-130) bahwa tranformasi dari pertanian hutan (tradisional) ke pertanian

komersial terjadi didorong berbagai variasi faktor ekonomi dan politik sebelum tanaman

komersial masuk. Administrasi Perancis dan pajak yang dikenakan pada penduduk

mengurangi peran raja dan menurunkan penghasilannya, hingga terjadi kegoncangan

sosial. Terjadi migrasi besar-besaran yang menghabiskan tenaga kerja pedesaan yang

menjadi sumber utama eksploitasi kaum bangsawan. Kegoncangan semakin besar

saat tanaman coklat dikenalkan sebagai tanaman komersial, karena terjadi perubahan

relasi produksi. Struktur ekonomi dan formasi sosial berubah, demikian juga pola

produksi tradisional.

Perubahan tersebut dapat dilihat dari tiga sebab utama yakni : (1) Terbukanya

negara dari dunia luar melalui perusahaan komersial oleh negara metropolis kolonial

dan perluasan aktifitas pasar; (2) Tumbuhnya organisasi politik tradisional bekerja

untuk menjalankan administrasi kolonial (dalam wilayah perancis) atau sub-ordinasi

(dalam wilayah inggris); (3) Pekerjaan ekonomi moneter yang distimulus oleh

perluasan tanaman komersial dalam bentuk perpajakan dan tenaga kerja (pelayanan)

untuk kepentingan asing. Dalam konteks pedesaan Indonesia, perubahan itu dapat

disebabkan oleh masuknya sistem produksi “large scale” berupa perkebunan-

perkebunan besar, komersialisasi, juga berbagai kebijakan pemerintah.

Studi Fukutake (1975:34) di pedesaan India memperlihatkan perubahan di

Desa banyak disebabkan oleh faktor ekonomi terutama oleh kolonialisasi yang

mengembangkan industrialisasi sehingga meningkatkan penetrasi uang ke Desa. Hal

Page 40: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

27

ini mendorong munculnya industri manufaktur dalam struktur ekonomi Desa untuk

dijual pada orang luar. Hal itu secara otomatis merubah okupasi tradisional dengan

terbukanya lapangan kerja baru. Petani yang dulu dapat mendapatkan tenaga kerja

dengan mudah melalui hubungan sewa menyewa dan patron klien tergantikan akibat

munculnya sumber ekonomi baru. Ini terlihat secara nyata ada perubahan pada

kekuatan produksi di Desa sehingga merubah juga hubungan produksi tradisional.

Penelitian Hefner (1999) di pegunungan Tengger memperlihatkan bila

transformasi cara produksi tradisional non-kapitalis ke kapitalis melalui proses

komersialisasi ditandai masuknya tanaman berorientasi pasar, program modernisasi

berupa revolusi hijau, juga konflik sosial dalam masyarakat akibat politik negara. Ciri-

ciri tradisional memudar seiring semakin terkomersialisasinya kehidupan ekonomi,

dimana cara-cara produksi tradisional berubah menjadi pertanian intensif berorientasi

pasar. Pergantian komoditas yang dibudidayakan petani mendorong perubahan cara

produksi pertanian tradisional dengan sangat cepat.

Studi Sitorus (2004) pada masyarakat Situwu, memperlihatkan bahwa

masuknya cara produksi baru yang diartikulasikan dalam tanaman komersial telah

merubah formasi sosial lokal. Terjadi perubahan struktur agraria ditandai dengan

munculnya kelompok petani komersial yang menggeser posisi petani tradisional.

Imigran bugis yang terbiasa dengan cara produksi komersial memonopoli sumber

produksi dan merubah struktur agraria yang ada. Sementara orang Kaili sebagai

penduduk asli terlempar dan membuka lahan ke lereng-lereng gunung, sebuah daerah

yang dulu tidak tersentuh aktifitas ekonomi.

Studi Khan (1974) menemukan apabila masyarakat Minangkabau memiliki tiga

tipe cara produksi yakni subsistensi, komersialisasi, dan kapitalis. Yang pertama

dipakai oleh para petani padi sawah, yang kedua oleh para pedagang, sementara

ketiga diwakili oleh industri-industri kecil peralatan besi. Struktur ekonomi demikian

berubah seiring dengan masuknya komersialisasi, munculnya kaum pedagang ke

pedesaan, juga persaingan dengan produksi industri lain. Yang terjadi pada cara

produksi kapitalis yakni industri besi ternyata tidak mengalami pertumbuhan malah

terjadi “atomisasi” atau pengecilan skala usaha dan penurunan pemakaian tingkat

teknologi. Sementara yang lain tumbuh menjadi usaha kapitalis atau paling tidak

mengarah kesana dengan munculnya buruh upahan dalam produksi pertanian dan

para tengkulak. Dari uraian diatas, kita dapat melihat apabila transformasi ekonomi

pedesaan terjadi dari ciri non-kapitalis ke kapitalis. Hal itu ditandai dengan dominasi

Page 41: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

28

moda produksi kapitalis pada struktur ekonomi desa yang sebelumnya didominasi oleh

ciri non-kapitalis. Cara produksi subsistensi telah bergeser menjadi cara produksi

kapitalis yang dikatakan oleh Khan (1974) sebagai proses Komersialisasi.

Alur Pemikiran

Sebelum moda produksi kapitalis masuk, ciri-ciri cara produksi non-kapitalis

lebih dominan pada pertanian tradisional Jawa. Usahatani skala kecil, produksi

pangan, dan menggunakan tenaga kerja kerabat atau anggota keluarga. Di Malang

(kodya Batu dan Desa Tulung Rejo dulu menjadi wilayah Kabupaten Malang),

masuknya birokrasi Belanda terjadi tahun 1768 ditandai oleh takluknya pemberontak

Jawa yang lama menguasai wilayah Malang dengan bebas, hingga selanjutnya

dibangun perkebunan-perkebunan kopi dan tebu, khususnya di daerah Malang bagian

Selatan. Wilayah Utara (Batu berada di sana) banyak didominasi oleh tempat-tempat

peristirahatan, tidak hanya bagi orang Malang, namun juga dari Surabaya. Fungsi yang

agak berbeda ini tentu saja mempengaruhi struktur ekonomi masyarakat lokal dan pola

nafkahnya yang dicirikan oleh cara produksi non-kapitalis itu10.

Saat ini, perkembangan ekonomi Batu secara makro terjadi cukup pesat

ditandai dengan munculnya pusat-pusat perdagangan, hotel-hotel, jasa-jasa, juga

restoran-restoran sepajang jalan dari Malang ke Batu yang bercirikan moda produksi

kapitalis padat modal. Tenaga kerja banyak direkrut untuk mengisi peluang-peluang

kerja baru itu. Di sisi lain pertanian juga mengalami perkembangan pesat semenjak

dikenalkan tanaman sayur, bunga, kentang dan apel yang menjadi tanaman utama

juga bercirikan padat modal meski cara produksi keluarga masih dominan.

Pengusahaan pertanian meluas hingga menebang lereng-lereng gunung yang

mengelilingi Batu. Dari sini dapat terlihat ada dua perubahan cara produksi yakni cara

produksi tanaman komersial sebagai evolusi dari pertanian lokal dan cara produksi

pariwisata sebagai introdusir cara baru.

Pertanyaan selanjutnya adalah “mengapa” perubahan itu terjadi dan

“bagaimana” prosesnya? Sebelum masuk ke sana kita harus tahu secara mendalam

apa cara produksi dominan masyarakat Desa dulu, apa norma yang melingkupinya,

hubungan produksinya, serta herarkhi produksinya. Selanjutnya dibandingkan dengan

keadaan sekarang untuk dapat melihat perubahan-perubahannya.

Desa-Desa di Jawa, secara umum sebelum masuknya kolonialisme masih

dicirikan kehidupan non-kapitalisme. Lebih berorientasi subsistensi dan memproduksi 10 Lihat Hiroyosi Kano, Op cit. Hal 12-13

Page 42: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

29

bahan pangan terutama padi untuk keperluanya sendiri. Tanah menjadi kekuatan

produksi utama dan menggunakan anggota keluarga sebagai tenaga kerja utama.

Hubungan produksi lebih bersifat egaliter. Surplus terjadi karena penggunaan tenaga

kerja keluarga dan belum ada eksploitasi surplus. Masuknya kolonialisme dan

pembangunan perkebunan-perkebunan besar merutuhkan bangunan itu dan

menimbulkan struktur baru pada di pedesaan.

Perubahan tentunya tidak hanya berhenti saat kolonialisme masuk, namun

berlanjut. Di jaman kemerdekaan konsolidasi politik dilakukan hingga masuk ke

wilayah Desa baik oleh aparat pemerintah ataupun oleh jaringan partai politik.

Pembaruan sektor ekonomi juga dilakukan melalui nasionalisasi, pembangunan

pertanian, juga land reform. Sementara dalam sektor sosial sendiri tentu terjadi

dinamika paling tidak perubahan demografi. Intervensi pemerintah dan pertumbuhan

penduduk tentu berpengaruh pada struktur ekonomi pedesaan, tak terkecuali di TR.

Di jaman orde baru, pembangunan ekonomi menjadi agenda kerja utama dan

pertanian menjadi prioritas utama pada awal-awal. Revolusi hijau menjadi program

nasional untuk meningkatkan produksi beras dengan cepat. Program ini memang

khusus untuk daerah dataran rendah, namun Desa di dataran tinggi dikenalkan pada

tanaman-tanamam komersial terutama cengkeh. Meski fokus pada padi sawah, namun

intensifikasi dan program revolusi hijau juga dikenalkan pada daerah pegunungan

terutama pengenalan cara produksi baru. Teknik petanian baru, terutama

pemerantasan hama dikenalkan untuk mendukung penanaman tanaman pangan. Hal

inilah yang mendorong perubahan besar pada cara produksi mereka dari tradisional

menjadi sangat intensif. Di Tulung Rejo, dan rata-rata daerah lain di Batu, penggunaan

cara produksi sudah sangat intensif bahkan pemakaian pemberantas hama paling

tinggi dibandingkan dengan daerah dataran rendah.

Dari uraian di atas, dapat ditangkap adanya perubahan-perubahan pada

formasi sosial lokal. Pertanyaan yang muncul adalah apa sebab-sebab perubahan itu

terjadi? Apakah benar karena masuknya cara produksi kapitalis, pembangunan

pertanian, revolusi hijau, atau mungkin perkembangan disebabkan masalah demografi.

Dengan demikian muncul juga pertanyaan bagaimana mekanisme perubahan itu

terjadi dari masa ke masa?

Menjelaskan seluruh pertanyaan di atas harus dilihat dulu secara lebih rinci

tentang apa struktur ekonomi. Struktur ekonomi adalah hadirnya dua atau lebih cara

produksi dalam satu sektor sosial. Ada cara produksi dominan yang menjadi ciri dasar

Page 43: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

30

masyarakat, ia memiliki norma, alat produksi dan hubungan produksi. Dua atau lebih

cara produksi tersebut selanjutnya membentuk pola produksi tertentu dan akhirnya

akan membangun formasi sosial tertentu pula. Secara skematis dapat dilihat dalam

bagan berikut ini:

Gambar 2.2. Bagan alur berfikir

Hipotesis Pengarah

Agar pertanyan pokok tentang “mengapa” dan “bagaimana” perubahan struktur

ekonomi di Desa Tulung Rejo, berdasar atas konsep, teori, dan perumusan masalah

yang dilakukan, maka hipotesis pengarahnya adalah sebagai berikut :

1) Dari masa kolonial hingga saat ini, moda produksi lokal mengalami

kemunduran akibat dominasi moda produksi kapitalis yang masuk pada

struktur ekonomi lokal.

2) Perubahan moda-moda produksi dari masa ke masa di dorong oleh

dominasi moda produksi kapitalis yang masuk pada struktur ekonomi

lokal.

3) Dengan masuknya moda produksi kapitalis dari luar sistem sosial desa

maka formasi sosial desa dari masa ke masa akan didominasi oleh moda

produksi baru tersebut.

Moda produksi kapitalis dari luar sistem sosial

Tipe formasi sosial lokal lama

Tipe formasi sosial baru yang terpengaruh moda produksi luar

Moda Produksi baru yang mengadaptasi

ciri kapitalistik

Moda Produksi Lokal lama

Bersifat Kapitalistik

Page 44: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

31

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah kualitatif dengan strategi studi kasus. Strategi studi kasus

dipilih karena kekhasan masalah selain kemampuannya untuk menjelaskan fenomena

sosial secara lebih mendalam (Cresswel, 1994; Babie 2004. Menurut Sitorus (1999 :

46) dengan studi kasus maka pendekatan kualitatif yang memungkinkan “dialog”

peneliti dan tineliti (teori kritis), “interaksi antara dan dalam kalangan peneliti dan

tineliti” (teori kontruktivis) dapat dipadukan dengan pandangan emik (post-positivisme).

Kebenaran adalah kesepahaman bersama atas sebuah masalah berupa

intersubyektifitas yang lahir akibat interaksi antara peneliti dan tineliti.

Studi kasus terdiri dari dua jenis yakni intrinsik dan instrumental. Intrinsik

menunjuk pada penelitian dimana obyek telah ada dan ditentukan sebagai misal

evaluasi program. Jika dalam penelitian itu terdapat pertanyaan penelitian (research

question) yang dibangun dari rumusan masalah, sehingga perlu dipilih kasus tertentu,

maka disebut studi kasus instrumental (Stake 1995; 3). Dengan demikian karena

penelitian ini terdapat pertanyaan penelitian juga dibangun konsep secara jelas (moda

produksi dan formasi sosial) untuk menganalisis fakta sosial, maka dapat dikategorikan

sebagai studi kasus instrumental.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian di Desa Tulungrejo (TR) , Kecamatan Bumi Aji, Kota Batu,

Propinsi Jawa Timur yang dilakukan pada bulan Mei-Juni tahun 1995. Desa TR di pilih

karena kota Batu, dimana TR berada, merupakan salah satu daerah penghasil sayur

dan buah utama di Jawa setelah Dieng, Lembang, dan Bromo. Desa TR sendiri adalah

wilayah penghasil sayur dan buah utama di kota Batu. Di TR juga terdapat tiga obyek

wisata penting di Batu yakni Selecta, Coban Talun, dan pemandian air panar Cangar

yang merupakan obyek wisata utama di Batu. Karena suhunya yang dingin di TR juga

berkembang pabrik-pabrik bunga potong dan jamur merang yang keseluruhannya

berjumlah tujuh perusahaan.

Dalam perkembangan kapitalisme lokal, TR termasuk wilayah cukup penting

sejak jaman penjajahan. Pada masa kolonial, TR berada dalam wilayah Afdelling

Malang, Distrik Penanggungan yang merupakan daerah penghasil kina utama. Selain

itu juga menjadi tujuan wisata para pekebun Belanda baik dari Surabaya atau daerah

Page 45: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

32

lain di luar Malang sehingga dibangun sebuah taman wisata (Selecta). Setelah

penjajahan berakhir TR perkembangan ekonomi TR tidak berhenti me ski perkebunan

berhenti. Bahkan pertanian berkembang dengan cepat setelah komoditas komersial di

luar tanaman pangan masuk dan dibudidayakan oleh penduduk. Hal itu semakin

mengukuhkan TR sebagai daerah penting dalam perkembangan ekonomi lokal.

Dengan demikian pilihan terhadap Tulungrejo sebagai daerah penelitian sangat tepat

karena adanya kekhasan masalah dengan kerangka teoritis yang dibangun.

Penentuan Subyek Kasus

Subyek kasus dipilih berdasarkan kesesuaian antara masalah yang akan diteliti

dengan subyek yang menjadi sumber informasi. Ada tiga masalah utama yang digali

yakni sejarah desa, sejarah dinamika (timbul dan tenggelamnya moda-moda produksi

baik yang berbasis lokal maupun luar), proses perubahan moda produksi dan faktor-

faktor penyebabnya, serta formasi sosial yang terbangun akibat perubahan moda

produksi dari msa ke masa.

Untuk sejarah desa, data digali dari informan kunci yang terdiri dari para tokoh

desa dan orang-orang tua yang masih merasakan jaman penjajahan akhir dan

didukung oleh dokumen sejarah desa. Untuk mendapatkan data dinamika moda

produksi, informan kuncinya adalah para pelaku usaha dari seluruh golongan

masyarakat baik yang masih berlangsung atau yang telah berhenti. Karena

keterbatasan waktu dan tenaga maka informan kunci dibatasi pada beberapa pelaku

ekonomi yang kuat pada masa lalu dan sekarang.

Dengan demikian subyek kasus dalam penelitian ini adalah (1) Para tokoh,

perangkat desa, dan orang tua yang hidup pada akhir-akhir penjajahan, (2) Pelaku

ekonomi aktif maupun bekas yang besar (juragan dan pengusaha Cina) di TR dari

yang tua hingga pelaku ekonomi baru dibidang pertanian atau pabrik dan pariwisata,

(3) Para tani tanggung, srabutan, dan buruh tani baik yang tua maupun muda, (4) Para

boro kerjo baik yang lama maupun baru, (5) Para buruh bebas baik muda maupun tua,

dan (6) Para Pandek baik lama maupun baru. Lebih rinci mengenai permasalahan dan

subyek kasus yang telah diwawancarai dalam secara lebih rinci dapat dlihat dalam

lampiran II.

Page 46: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

33

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam, wawancara

bebas, mengamati secara langsung fenomena sosial, juga ikut serta dalam berbagai

kegiatan masyarakat. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data primer tentang

dinamika masyarakat. Data-data ini selanjutnya dituliskan langsung menjadi catatan

harian yang akan dijadikan bahan dasar untuk analisa.

Wawancara mendalam dilakukan dengan subyek kasus sebagai informan kunci

yang telah ditentukan sebelumnya. Wawancara ini dilakukan dengan dengan beberapa

orang untuk satu topik dan diulang kembali untuk mencocokkan data. Wawancara

bebas dilakukan dengan orang yang ditemui di lapang baik pedagang, penjual bakso,

penjual mie, juga sopir dan para wisatawan yang datang di TR.

Sementara itu untuk pengamatan langsung, telah peneliti lakukan sejak tahun

1998 karena di desa TR ada kebun percobaan Universitas Brawijaya dimana peneliti

belajar. Selain itu peneliti juga pernah menjadi asisten peneliti untuk penelitian

lembaga BALITSA (Balai penelitian tanaman sayur) Lembang selama 2 bulan di TR.

Penelitian itu bertujuan untuk menganalisis perkembangan organisasi produksi

tanaman kentang di Indonesia dan TR salah satu wilayah penelitiannya. Selain itu

secara intensif juga dilakukan wawancara dengan beberapa orang yang telah

melakukan penelitian di TR sebelumnya.

Selain data primer, juga dilakukan telaah dokumen dari sejarah wilayah juga

sejarah sosial ekonominya. Sejarah berguna untuk menelusuri perkembangan desa

dan wilayah penelitian. Penelusuran dilakukan melalui perpustakaan daerah dan

sumber lainnya yang mendukung data yang diperlukan. Data ini juga digali dari

berbagai penelitian sebelumnya yang menggambarkan moda produksi desa TR atau

paling tidak gambaran moda produksi yang pernah berkembang di TR terutama untuk

masa-masa awal kolonial untuk memberi gambaran lebih lengkap.

Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Data-data di atas disusun berdasar tindakan sambil membandingkan sumber

tertulis (dokumen-dokumen), catatan lapangan, peta dan data statisitik. Data yang

berhasil dikumpulkan selanjutnya diproses melalui kegiatan penyusunan satuan atau

pemilahan data dalam bidang masing-masing. Data yang telah tersusun tersebut

selanjutnya diolah berdasarkan pada kerangka analisis yang telah dirumuskan.

Page 47: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

34

Pengujian keabsahan data dilakukan dengan menggunakan teknik triangulasi

yaitu, check, recheck, and cross check terhadap data yang diperoleh. Triangulasi

adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di

luar data yang ada untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data

tersebut (Moleong, 1998:178). Triangulasi dapat dilakukan dengan sumber data dan

peneliti atau pengamat lain.

Teknik triangulasi merupakan prosedur pencocokan data melalui beberapa

sumber yang berbeda sehingga diperoleh data yang sah. Hal itu dapat dilakukan pada

beberapa aspek penting dari data yakni sumber data, metode, penyidik dan teori..

Triangulasi menggunakan sumber dilakukan dengan jalan (1) membandingkan data

hasil penelitian dengan hasil wawancara; (2) membandingkan apa yang dikatakan

orang didepan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi; (3) membandingkan

apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan orang

sepanjang waktu; (4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan

pendapat dan pandangan orang lain; (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi

suatu dokumen yang berkaitan.

Pemeriksaan metode dilakukan melalui pengecekan pada data pertama

dengan data kedua, dicocokkan lagi dengan data ketiga dan seterusnya dengan data

pertama. Masing-masing data akan dicocokkan pada data lainnya untuk memastikan

kebenaran dari data. Hal itu dapat dilakukan melalui (1) membandingkan fakta

lapangan dengan data hasil wawancara, (2) membandingkan data hasil wawancara

dengan isu dokumen yang saling berkaitan, (3) mengecek keabsahan data yang

diberikan antara informan-informan yang datanya saling berkaitan.

Sementara itu masalah penelitian dijawab melalui penjelasan atas pertanyaan

penelitian berdasarkan data di lapang yang telah di interprestasi dengan pendekatan

teori yang dirumuskan dalam tinjauan pustaka. Dari uraian ini akan muncul sebuah

gambaran sejauhmana formasi sosial yang terbangun akibat perubahan moda-moda

yang ada di desa TR dari masa ke masa.

Hambatan dalam Proses Penelitian

Desa TR termasuk desa yang cukup “maju” untuk ukuran desa-desa di jawa

jika kita lihat dari pendapatan desa, juga apresiasinya terhadap kehidupan kota.

Masyarakatnya sudah cukup urban, sehingga sangat susah bagi peneliti untuk dapat

memasuki karena waktu mereka yang sempit. Kerja keras sepanjang hari dan berbagai

Page 48: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

35

aktifitas sosial yang bertumpuk kadang menyulitkan peneliti untuk mencari tempat dan

waktu yang baik untuk wawancara. Bahkan untuk mewawancarai seorang juragan

peneliti harus menunggu dua tiga hari setelah beliau pulang dari kirim barang.

Jika masuk pada petani srabutan peneliti harus menyesuaikan dengan jadwal

kerja mereka. Jika sedang mendapat borongan cabut (petik wortel) jangan diharapkan

akan diterima meski kita ganti waktunya dengan uang. Kepentingan jangka panjang

tani srabutan untuk mempertahankan kinerja kayaknya lebih mereka pilih daripada

menerima uang kita. Cabut kadangkala bisa satu minggu penuh apalagi jika bekerja

ditempat juragan, tak ada waktu untuk kita sampai pekerjaannya selesai.

Jangan harap bisa bertemu petani di pagi hari. Mereka lebih suka malam atau

sore, itupun harus konfirmasi lebih dulu. Jika tidak kita akan ditinggal begitu saja

dengan sedikit basa-basi dengan alasan dipanggil temannya. Demikian juga jangan

sampai mewawancarai saat kerja karena akan ditegur oleh juragan atau ketua

rombongan. Jadi selama hampir satu minggu penulis masih dalam rangka pendekatan

untuk mencari celah yang tepat. Akhirnya penulis pindah kos ke rumah pemilik warung

yang memungkinkan penulis untuk kenal dengan banyak orang.

Sementara itu untuk mendapatkan informasi lebih dalam dari juragan, kepala

dusun yang kebetulan masih keluarga dekat dengan juragan sangat membantu.

Selama satu bulan wawancara dilakukan sambil menagih PBB (pajak bumi dan

bangunan) yang telah keluar SPPT-nya. Ini juga menjadi media untuk melihat lebih

dekat secara keseluruhan penduduk desa. Dari sinilah baru dapat merinci sasaran

dengan tepat sesuai dengan permasalahan yang mula i terbayang.

Informan kunci yang sudah tua sajalah yang dapat dengan mudah untuk

ditemui. Jika untuk juragan, tani tanggung, srabutan, atau pengelola pabrik dapat

ditemui malam, maka untuk orang tua dapat pagi hari. Kebanyakan dari mereka sudah

tidak lagi bekerja berat dan hanya menunggu rumah atau kerja kecil membersihkan

pekarangan. Jika panen kadangkala masih ikut membersihkan kentang atau sayur

lainnya meski hanya sebentar.

Hambatan yang juga alami adalah data sejarah perkebunan di TR yang tidak

ada. Perkebunan hanya dapat dilihat sisa-sisanya saja sementara seluruh arsip di

perpustakaan daerah, Jogja dan Perpustakaan Nasional tidak ditemukan. Hanya

disebutkan dalam sejarah Malang, kalau Batu termasuk wilayah yang penting bagi

pariwisata dan pertanian. Lebih rinci tidak ada, dan hanya disinggung sedikit saja.

Dengan demikian hambatan ini sangat mempengaruhi perumusan data-data desa TR

Page 49: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

36

pada masa-masa kolonial. Ketidakmampuan membaca bahasa Belanda juga

mempengaruhi kualitas interprestasi data dari arsip.

Hambatan tersebut akhirnya diatasi dengan melakukan konsultasi pada

beberapa sejarawan. Berdasar atas saran Beliau, penelusuran juga dapat dilakukan

melalui laporan studi-studi yang telah dilakukan di TR atau paling tidak gambaran

wilayah itu pada masa kolonial. Untuk selanjutnya peneliti lebih berkonsentrasi pada

cara ini sehingga pencarian data-data laporan masa kolonial tidak kami lakukan.

Pilihan cara ini juga terkait dengan keterbatasan waktu dan biaya yang harus

keluarkan.

Page 50: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

DESA TULUNG REJO : SOSIAL EKONOMI DAN SEJARAH DESA

Sejarah Desa

Desa TR tidak memiliki kawasan landai yang memadai sebagaimana

daerah dataran rendah pada umumnya. Daerah landai biasanya digunakan untuk

pemukiman penduduk dan bangunan-bangunan perkantoran juga sarana-sarana

umum. Dengan kondisi geografis demikian maka pemukiman penduduk desa TR

cenderung menyebar terdiri dari kelompok-kelompok kecil rumahtangga yang

biasanya masih kerabat dekat. Pemukiman penduduk juga cenderung mendekati

lahan pertanian agar memudahkan mereka dalam memelihara tanamannya. Pola

pemukiman yang menyebar dan bergerombol ini kiranya telah ada sejak

berdirinya desa.

Pada tahun 1835 ada tiga kelompok pemukiman mandiri yang masing-

masing memiliki seorang Petinggi9 (kepala Desa) yakni (1) Gondang dan Gerdu,

dikenal dengan dusun Gondang, (2) Kekep dan Pare (sekarang jadi satu dengan

Gondang), dikenal dengan Dusun Kekep, serta (3) Junggo yang dikenal dengan

nama dusun Junggo. Gondang merupakan kelompok pemukiman penduduk

paling tua dan telah memiliki pemerintahan sejak tahun 1836. Dusun Gondang

akhirnya terpecah menjadi dua dusun yakni Gondang dan Kekep. Pada tahun

1916 ketiga dusun yang asalnya kelompok-kelompok pemukiman penduduk

tersebut digabung menjadi satu desa yakni Tulungrejo dengan Gondang sebagai

ibukotanya (krajan).

Tahun-tahun itu adalah masa dimana pemerintah kolonial Belanda sangat

kuat pengaruhnya. Ada dua asset penting yang mereka lindungi yakni Selecta

dan perkebunan kina. Meskipun keduanya milik swasta, namun komitmen

pemerintah Belanda untuk mengamankan keduannya sangat kuat. Hal tersebut

tak lepas dari besarnya sokongan yang diberikan perkebunan kepada

pemerintah Belanda untuk biaya operasional tentara. Pemandian Selecta

merupakan tempat peristirahatan yang penting bagi para pekebun Belanda yang

tinggal di sekitar Malang dan Surabaya.

Usaha pemerintah kolonial Belanda untuk menguras sumberdaya alam

desa TR tidak berhenti pada perkebunan kina dan Selecta saja. Di jurang Kuali

9 Petinggi inilah yang menjalankan kepemimpinan Desa dan mengatur rumah tangganya sendiri. Ia juga menjadi penghubung warga Desa dengan kekuasaan pemerintah diatasnya yakni Gubermen Belanda.

Page 51: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

39

(dusun Sumberbrantas sekarang) meski jaraknya cukup jauh dari pusat desa,

namun penjajah Belanda tetap membuka kebun teh pada tahun 1938.

Ketika kebun teh mulai beroperasi, penjajah Belanda menyerah pada

armada perang Jepang dan secara otomatis daerah jajahannya menjadi hak

tentara Jepang. Pada jaman Jepang perkebunan ditutup dan tanah dikuasai

Negara yang sebagian diserahkan pada penduduk Desa untuk diolah.

Perkebunan teh dibongkar, dan penduduk wajib membudidayakan tanaman

pangan dan jarak. Pada masa-masa penjajahan Jepang, penduduk sangat

menderita karena bahan pangan susah didapatkan sementara tanaman jagung

dan ketela banyak yang tidak panen.

Pada tahun 1948, pemukiman bekas perkebunan teh yang telah

dibongkar berubah menjadi dusun baru yakni Sumberbrantas. Sumberbrantas

dulu lebih dikenal sebagai jurang Kuali dan masih dalam wilayah desa

Tulungrejo. Sementara itu, perkebunan kina yang ada di Junggo tidak dibongkar

oleh Jepang dan dibiarkan saja karena diperlukan dalam perang. Hal itulah yang

menyebabkan kina masih dapat dijumpai hingga tahun 50-an.

Revolusi fisik juga melanda desa TR. Seluruh kekuatan nasional

dimobilisasi oleh pemerintah RI termasuk perkebunan di TR. Pada tahun 1947,

presiden Sukarno berpidato di desa TR dan menyerukan agar tentara bahu

membahu berjuang bersama rakyat. Rakyat dihimbau untuk giat bertani dan

menyediakan pangan bagi perang, sementara tentara di garis depan untuk

berperang. Pidato tersebut dikumandangkan dari Hotel Bima Sakti (hotel Selecta

sekarang) dimana presiden pernah menginap di sana untuk mengendalikan

pemerintahan. Saat itu presiden Soekarno dikejar-kejar oleh Belanda untuk

ditangkap, setelah Jepang menyerah tanpa sarat pada sekutu tahun 1945.

Di tengah-tengah suasana perang, pada tahun 1948 berdirilah secara

resmi dusun Sumberbrantas dan lengkaplah cikal bakal desa TR. Bersamaan

dengan berdirinya dusun Sumberbrantas pemerintah Indonesia dan penjajah

Belanda menyepakati perjanjian yang mengatakan bahwa para pemilik

perkebunan Belanda berhak meneruskan usaha perkebunan sampai habis masa

kontraknya. Kembalinya pemilik perkebunan Belanda tersebut menimbulkan

kekacauan politik di desa TR. Kepala desa TR, P. Martorejo yang tidak mau

diatur perkebunan Belanda akhirnya terpaksa mengungsi. Perkebunan Belanda

akhirnya mengangkat P. Makali sebagai kepala desa baru, dan akhirnya dibunuh

oleh rakyat pada tahun 1948.

Page 52: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

40

Perkebunan Belanda kemudian melakukan pemilihan kepala desa dan

terpilih P. Ahmad sebagai kepala desa yang baru. P. Achmad hanya menjabat

dua tahun dan digantikan P. Martorejo yang telah kembali dari pengungsian. P.

Martorejo menjabat kepala desa hingga tahun 1967 dan diturunkan karena

dianggap terlibat PKI. Pada masa-masa genting tersebut kepala desa dijabat

oleh karateker Mulyono selama tiga bulan, September-Nofember 1967, dan

digantikan oleh karateker lagi P. Sunaryo hingga tahun 1972. Untuk menetralkan

suasana dan mengurangi konflik laten diadakan program transmigrasi lokal yang

anggotanya purnawirawan TNI-AU10.

Karena masuknya penduduk baru yang berasal dari peserta transmigrasi

tersebut maka dusun Junggo termasuk dusun yang cukup padat penduduknya.

Karena itu pada tahun 1999, dusun Junggo pecah menjadi dua yakni dusun

Junggo dan Wonorejo. Dusun baru tersebut memiliki seorang kepala dusun

melalui pilihan umum pada tahun 2001 dan masih menjabat hingga tahun 2005.

Dengan demikian pada tahun 2005, desa Tulungrejo memiliki 6 dusun yakni

Gondang, Gerdu, Kekep, Junggo, Wonorejo dan Sumberbrantas. Untuk ukuran

desa di Jawa, jumlah ini cukup besar apalagi dilihat dari jumlah penduduknya

yang mencapai 12000-an. Rata-rata di Jawa Timur hanya sekitar 4-7 ribu jiwa

saja. Tak heran jika saat penelitian dilakukan warga dusun Sumberbrantas

menuntut pembentukan Desa baru. Mengenai sejarah desa TR dari awal berdiri

hingga saat ini dapat dilihat dalam tabel berikut:

10 Para transmigran tersebut menempati daerah pusat sengketa yakni tanah-tanah bekas perkebunan Belanda di dusun Junggo terutama di blok Pancasila. Blok Pancasila digunakan untuk menghilangkan kesan bahwa daerah tersebut pernah menjadi basis PKI. Dengan memberi nama Pancasila sebagai dasar Negara, maka daerah basis PKI menjadi kabur karena PKI dianggap mau merubah dasar Negara.

Page 53: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

41

Table 4.1 : Sejarah desa Tulung Rejo

Tahun Wilayah Pemimpin Pengaruh luar Sebelum 1835

Ada 3 desa kecil yakni (1) desa Gondang yang terdiri dari dua dusun Gondang dan Gerdu, dan (2) desa Kekep terdiri dari 2 dusun yakni kekep dan Pare, (3) Desa Junggo

Masing-masing dusun memiliki seorang petinggi yang memegang kekuasaan mengatur segala urusan desa.

Masih dalam kekuasaan mataram meski kontrol longgar pada dasarnya mereka hanya pemukiman berdasarkan pada ikatan kekerabatan

1916-1922 Seluruh desa kecil disatukan menjadi satu desa besar

Kepala desa pilihan massa rakyat yang wewenang tidak seluas petinggi. Nama P. Dul Wongsosari

Belanda termasuk kebijakan menyatukan desa-desa

1922-1925 Tetap P. Siyah Belanda 1925-1932 Tetap P. Mukri Belanda 1932-1947 Tetap P. Martorejo Belanda dan mengungsi

saat agresi militer kedua 1947

1947-1948 Bertambah satu dusun yakni Sumberbrantas

P. Makali Boneka Belanda yang akhirnya dibunuh oleh penduduk

1948-1950 Tetap P. Achmad Belanda, dan melakukan pemilihan untuk menjamin perkebunan setelah kembali

1950-1967 Tetap P. Martorejo Pemerintah RI dan P. Martorejo terpilih setelah pulang dari mengungsi tahun 1947. beliau terlibat PKI ditangkap dan diasingkan

1967(September-nofember)

Tetap P. Mulyono Karateker yang ditunjuk oleh pemerintahan militer

1967-1972 Tetap P. Soekaryo Ditunjuk lagi oleh pemerintahan militer

1972-1990 Tetap P. Armanu Pemerintahan orde baru 1990-1998 Tetap H. Prawoto Pemerintah orde baru

melalui pemilihan 1998-sekarang

Tambah satu dusun yakni Wonorejo dan dusun Sumberbrantas akan memisahkan diri

H. Prawoto Saat pemerintahan Gus Dur melalui pemilihan langsung

Sumber : Catatan sejarah desa dan wawancara (2005)

Page 54: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

42

Gambaran Sosial-ekonomi Desa Basis Ekologi

Sebagai daerah pegunungan, topografi wilayah desa TR berbukit-bukit

dengan ketinggian berkisar antara 1.115 hingga 1.700 Dpl. Perbedaan tinggi

tersebut menyebabkan keragaman vegetasi tumbuh di sana. Bagian bawah

didominasi tanaman apel dan buah-buahan lain, tengah lebih banyak sayur

seperti kobis, wortel, kacang-kacangan, juga sedikit kentang sementara daerah

atas didominasi kentang terutama dusun Sumber Brantas.

Keragaman vegetasi tersebut, menyebabkan petani disetiap wilayah

memiliki keahlian bercocok tanam berbeda-beda. Meski tidak tegas dibedakan,

orang dusun Junggo dianggap lebih ahli menanam apel dibandingkan dengan

orang Sumberbrantas. Demikian juga orang Sumberbrantas akan dianggap lebih

ahli menanam kentang daripada orang dusun Junggo. Dusun Junggo ada di

bawah dan cocok untuk apel, sementara Sumberbrantas di atas dan sangat

cocok dengan tanaman kentang.

Daerah pegunungan juga membentuk pola penyebaran penduduk yang

tidak teratur. Pemukiman-pemukiman penduduk membentuk kantong-kantong

yang menyebar di daerah-daerah landai yang dihubungkan dengan jalan-jalan

kecil. Perumahan tidak mengumpul sebagaimana penduduk sawah tapi

menyebar sesuai dengan kelandaian daerah. Daerah-daerah yang padat

penduduk berada di dusun Sumberbrantas dan Wonorejo, sementara dusun

Gondang, Kekep, dan Gerdu, perumahan hanya ada kana-kiri jalan utama saja.

Karena topografi berbukit mekanisasi pertanian kurang berkembang.

Mekanisasi hanya dilakukan pada mesin penyemprotan hama dan alat siram

saja. Karena itu tidak mengherankan jika usaha tani sayur di desa TR

memerlukan banyak tenaga kerja mulai dari mengolah tanah hingga tanam.

Curah hujan rata-rata 8,9 Mm/tahun dengan suhu rata-rata 18 derajat

Celcius, dimana suhu terdingin dapat mencapai 17 derajat. Curah hujan cukup

besar bila dibandingkan dengan wilayah lain. Curah hujan tinggi ini

memungkinkan ketersediaan air sepanjang tahun di desa TR. Air merupakan

penunjang utama pertumbuhan tanaman sehingga ketersediaan sepanjang

tahun sangat menguntungkan. Dengan demikian ketersediaan air sepanjang

tahun sangat menunjang intensifikasi pertanian di TR. Lahan pertanian dapat

ditanami sayur hingga tiga hingga empat kali setahun. Ditunjang oleh kesuburan

tanah yang tinggi, pertanian di desa TR menjadi percontohan petani dari desa

Page 55: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

43

lain bahkan dari Bromo. Bibit kentang Jurangkuali (istilah untuk Sumberbrantas)

menjadi langganan petani kentang dari Bromo dan Pujon karena terkenal

kualitasnya. Kentang Sumberbrantas umbinya jauh lebih besar jika dibandingkan

dengan kentang jenis yang sama dari daerah Pujon dan Bromo.

Secara geografi desa TR terletak di sebelah Utara kota Batu yang diapit

oleh tiga pegunungan yakni Arjuno, Welirang dan Anjasmoro. Gunung Welirang

merupakan salah satu gunung yang masih aktif sehingga menyebabkan desa TR

termasuk daerah yang cukup subur di pulau Jawa. Sebelah Selatan berbatasan

dengan kecamatan Bumiaji, sebelah utara dengan gunung Welirang, dan barat

dengan gunung Anjasmoro. Sebelah timur laut berbatasan dengan gunung

Arjuno, sementara tenggara dengan desa Gondo. Antara desa Gondo dan TR

sebenarnya juga dipisahkan dengan sungai kecil yang bermuara di kali Brantas.

Secara administratif desa TR berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto di

sebelah Utara yakni wilayah Pacet. Karena dibatasi oleh pegunungan, kontak

sosial penduduk desa TR jarang terjadi. Hanya ada jalan tembus kecil yang

cukup sulit dilalui kendaraan karena medannya yang curam. Luas wilayah desa

TR adalah 1.249,155 Ha, terdiri dari 1.060,312 Ha lahan sawah dan tegal,

sementara sisanya berupa pemukiman, jalan, pekuburan, serta bondo deso.

Jarak desa dari kota kecamatan 1,5 kilometer, dan dari kota Batu enam

kilometer, sementara dari kota propinsi (Surabaya) 133 kilometer. Transportasi

dari desa ke kota kecamatan telah dilayani angkutan pedesaan (Mikrolet) yang

ada sepanjang hari hingga jam enam sore. Mikrolet telah beroperasi sejak tahun

1984 untuk mengangkut penduduk yang akan ke pasar atau ke kota Malang

yang jumlahnya terus bertambah dari tahun ke tahun. Angkutan desa

memudahkan pengujung tempat wisata sehingga menjadi salah satu penarik

turis lokal. Tarif yang dikenakan tidak terlalu mahal dan hampir sama dengan tarif

di kota malang meski jarak yang ditempuh lebih jauh pada tahun 2005.

Pengunjung dari luar daerah yang akan ke masuk atau keluar dari TR

harus transit dulu di terminal Arjosari kota Malang baru ke terminal Landungsari,

ke Batu, baru ke TR. Jalur yang cukup panjang bagi pengujung dari luar kota

tersebut menyebabkan mereka lebih menyukai kendaraan pribadi daripada naik

angkutan umum. Orang Surabaya biasanya menggunakan jalan tembus yang

melewati Singosari, dan tidak melalui kota Malang sehingga menghemat waktu

hampir setengah jam. Jalan tembus tersebut sudah beraspal halus hanya saja

medannya masih banyak tanjakan.

Page 56: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

44

Untuk pengunjung dari Kediri, mereka dapat melalui jalan tembus yang

sangat terjal melalui pegunungan Kawi dan Anjasmoro. Pegunungan Anjasmoro

dan Kawi ini konon adalah batas yang kerajaan yang dibuat oleh Mpu Barada

untuk memisahkan antara Jenggolo (Singhasari) di Timur dan Kediri di Barat.

Jalan tembus Kediri-Singosari tersebut juga menjadi jalur utama perdagangan

selain jalan tentara dari dua kerajaan yang memang sering bertempur.

Budaya Masyarakat Pegunungan Reproduksi Kultur Arek

Sebagaimana daerah pegunungan pada umumnya, masyarakat TR pada

awalnya tidak memiliki stratifikasi yang ketat sebagaimana daerah sawah. Tidak

ketatnya stratifikasi sosial dapat dilihat dari pergaulan sehari-hari antara pekerja

dan juragan. Meski orang bekerja pada seorang juragan dan sangat tergantung

secara ekonomi, namun mereka tidak menunjukkan kesan sebagai hamba

sahaya. Dalam pergaulan mereka tetap menggunakan bahasa jawa “ngoko”

(bahasa tingkat rendah dalam bahasa Jawa). Hal ini menunjukkan adanya

budaya egaliter yang tertanam masyarakat.

PNM (45) seorang juragan mengatakan, mereka (para buruh)

kebanyakkan juga teman sejawat. Selain itu di sini tidak ada bedanya antara

juragan dan buruh semuanya bekerja sama. Juragan tidak hidup kalau ada buruh

demikian juga buruh susah cari kerja kalau tidak ada juragan. Dalam pergaulan

tidak ada yang lebih tinggi , yang penting dapat hidup bersama dan jangan

membeda-bedakan. “Kabeh wis pernah ngrasake sugih, mlarat, dadi wong biasa,

sing penting iso kumpul karo koncone” (semua sudah pernah merasakan kaya,

miskin, jadi orang biasa, yang penting dapat berkumpul dengan teman-teman).

Kebiasaan egaliter dalam pergaulan tersebut jarang ditemukan pada

komunitas padi sawah. Pernah seorang anggota DPR datang ke kantor kepala

desa, mereka dibiarkan saja dan tidak disambut layaknya pejabat. Malah ditanya

basa-basi “Yok opo kabare rek, wah dadi DPR wis arang metu” (bagaimana

kabarnya, wah setelah jadi DPR jarang keluar lagi). Hal tersebut menunjukkan

bahwa masyarakat pergunungan tidfak membedakan tingkat sosial pergaulan.

Jika orang berprilaku membeda-bedakan antar kelas sosial akan dikatakan

“metuek” (sikap sok merasa tua).

Budaya egaliter tersebut mendapat bentuk semakin kuat ketika bertemu

dengan “kultur arek” yang juga tidak begitu memperhatikan tingkatan sosial

dalam pergaulan. Kultur arek tidak begitu memperhatikan kelas sosial dalam

pergaulan sehingga bahasa yang digunakan juga bahasa biasa sehari-hari. Hal

Page 57: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

45

ini berbeda dengan kebiasaan pada masyarakat daerah padi sawah yang sangat

memperhatikan kelas sosial. Wilayah Surabaya dan Malang merupakan pusat

perkembangan budaya arek.

Hal tersebut sejalan yang sama ditemukan oleh Chenderroth (1995) pada

masyarakat desa Batur di Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Dengan

demikian terjadi pertemuan dua kultur yang saling mendukung yakni budaya

pegunungan dan kultur arek. Apa implikasi sosiologis kultur demikian terhadap

dinamika moda produksi di TR dari masa ke masa? Sing penting iso kumpul

kancane (yang penting bisa berkumpul dengan temannya) mengandung makna

bahwa seseorang dalam mengejar apapun termasuk harta tujuannya hanya

untuk dapat berkumpul dengan temannya. Berkumpul di sini dalam arti kecil

berarti dapat ikut menyumbang jika tetangga ada kesusahan, dapat membeli

rokok untuk dirokok bersama saat berkumpul malam-malam dengan teman-

temannya. Dalam arti lebih luas berkumpul bermakna dapat setara atau lebih

tinggi sedikit dengan rata-rata seluruh anggota masyarakat. Menjadi anggota

komunitas yang berhasil dimaknai dapat dengan bebas berkumpul dengan

anggota yang lain karena memiliki modal yang cukup. Tidak usah berlebih, yang

penting dapat sama dengan yang lain atau lebih tinggi sedikit sudah cukup.

Spirit demikian berimplikasi pada orientasi usaha yang dikembangkan

oleh penduduk TR. Motivasi usaha tidaklah untuk akumulasi tanpa batas

sebagaimana jiwa kapitalis calvinistik, tapi memiliki konteks sosial lokal. Sebuah

keberhasilan materi akan dikejar oleh orang TR dengan jiwa kapitalis murni, dan

jika telah mencapai puncak akan berhenti karena motivasi lokal. Kultur egaliter

dan reproduksi kultur arek menjadi penghambat perkembangan kapitalis lokal.

Tidak ada motivasi lebih tinggi daripada memperoleh pengakuan sebagai orang

yang telah pernah kaya dan mampu menjadi lebih baik dari yang lain. Untuk

selanjutnya mereka cenderung untuk mempertahankan saja statusnya dan tidak

mengembangkan diri lebih besar.

Setiap usaha yang dikembangkan setelah mencapai titik maksimal

biasanya akan turun kemudian bangkrut. Beberapa tidak berkembang menjadi

semakin besar pada usaha yang sama atau investasi lain, dan hanya sekedar

mempertahankan ritme saja. Kecenderungan ini dapat dilihat pada beberapa

juragan mulai tidak menanam sayur yang berpotensi untung besar. Mereka

beralih pada apel yang berpotensi untung kecil namun aman dan tidak menguras

tenaga. Jika orang telah dapat menunjukkan mampu memiliki harta yang lebih

Page 58: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

46

dan dapat sejajar dengan yang lain, maka kepuasan telah terpenuhi. Pameo

mereka “alah mas, aku kabeh wis ngrasane, sugih lan mlarat podo ae rasane”

(aduh mas, saya semua sudah merasakan, kaya dan miskin sama saja rasanya).

Dinamika Sosial Ekonomi

Kegiatan ekonomi utama adalah pertanian komersil yang diusahakan

rakyat terutama sayur, bunga dan apel yang menghidupi hampir 55% dari jumlah

penduduknya. Sayur dan apel telah dijual ke seluruh wilayah Indonesia bahkan

kesemek telah dieksport ke Singapura. Sayur diusahakan secara intensif,

menggunakan teknologi modern, juga dikelola seperti perusahaan bagi petani

kaya. Setiap hari kita akan melihat orang mencuci sayur di jalanan untuk dipak

dan dikirim ke pasar.

Selain sayur ekonomi utama desa yang lain adalah pabrik bunga dan

jamur. Kedua usaha ini menyerap tenaga kerja hampir 25% angkatan kerja. Dua

buah perkebunan jamur menyerap hampir 700 tenaga kerja kasar, sementara

lima buah perusahaan bunga menyerap hampir 1500 tenaga kerja. Dari jumlah

pemilih 8500 orang, yang berarti usia produktif, maka jumlah tersebut termasuk

cukup besar.

Selain bekerja di sayur dan pabrik, sekitar 10 % penduduk bekerja di

sektor perdagangan, sementara lima persen di sektor pariwisata, dan sisanya

lima persen merupakan pedagang, pegawai, atau usaha lainnya. Dengan

demikian dominasi utama tetap pada produksi pertanian, disusul oleh

perkebunan lalu perdagangan dan pariwisata.

Kegiatan-kegiatan ekonomi utama di TR dikendalikan sepenuhnya oleh

petani-petani kaya dan pemodal. Petani kaya mengendalikan produksi sayur dan

apel sebagai tanaman utama karena kepemilikan lahan yang luas dan modal

kuat. Sementara itu pabrik-pabrik bunga dan jamur sepenuhnya merupakan

investasi pemodal dari luar daerah. Tani tanggung, srabutan, dan buruh tani

sepenuhnya menggantungkan hidupnya pada petani kaya dan pemilik modal.

Kegiatan ekonomi di TR dapat dilihat disepanjang jalan utama yang

memanjang mulai dari kota Batu hingga Pacet. Dusun-dusunnya terletak dikanan

kiri jalan utama ini hingga berakhir di Sumber Brantas. Sebelum masuk ke TR

akan melewati desa Punten, yang terkenal sebagai pusat wisata bunga. Kanan

kiri jalan terpajang bunga beraneka warna, bahkan hingga masuk ke gang-gang

kecil seluruhnya ditanami bunga. Setiap halaman penduduk dipenuhi bunga dan

ditawarkan dengan harga mulai dari Rp. 500 hingga jutaan rupiah. Agrek, kaktus,

Page 59: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

47

valentine, bonsai adalah daftar bunga yang mahal, selain bunga-bunga lainnya

seperti mawar, bogenvil, dan paku-pakuan yang harganya tidak terlalu mahal 11.

Di daerah perbatasan TR dengan punten terdapat sebuah pos mangkal

truk untuk menunggu barang kiriman hasil bumi. Truk-truk itu biasanya truk dari

Jakarta, Jogja, Bandung, Bali bahkan juga truk dari Kalimantan. Mereka mencari

muatan dari wilayah TR berupa sayur dan apel setelah kirim barang tertentu ke

Surabaya atau kota-kota lainnya di Jawa timur. Hal ini mereka lakukan agar truk

tidak kosong saat kembali ke daerah asal, atau yang mereka kenal dengan istilah

“balen”. Biasanya ongkos yang dikeluarkan oleh pemilik barang juga agak murah

daripada langsung menyewa truk yang bukan balen12.

Di kanan kiri jalan desa TR, terdapat villa-villa dan losmen-losmen, dan

penginapan kecil yang disewakan untuk pada wisatawan. Harganya bervariasi

mulai dari 25 ribu hingga 300 ribu permalam tergantung besar penginapan dan

fasilitas yang disediakan. Biasanya penginapan yang menyewakan kamar saja

banyak diisi oleh pasangan yang tidak membawa anak, atau yang datang sendiri.

Losmen dan villa biasanya lebih banyak disewa oleh keluarga-keluarga karena

mereka menyediakan tempat untuk anak-anak juga sarana masak dan bermain.

Selain villa dan losmen di TR juga terdapat hotel kecil MN yang sekarang

telah dibeli oleh pemilik hotel VT yang merupakan hotel paling besar di TR.

Kabar yang beredar di masyarakat, hotel itu bangkrut saat krisis dan tidak

mampu menggaji karyawanya karena pengunjung sepi. Karena itu hotel akhirnya

dijual dan dibeli oleh pemilik hotel VT. Meski berganti pemilik hotel itu tetap pada

kondisi semula baik arsitektur maupun nuansanya. Kata pekerja lama

sebenarnya hotel telah memiliki langganan sendiri yang suka nuansa aslinya.

Selain itu di kanan kiri jalan utama berjajar pedagang-pedagang buah dan

oleh-oleh, serta bunga yang jumlahnya tak kurang dari 20 kios, hingga belok

kearah taman wisata Selecta. Jalan ke arah Selecta tepat di depan Balai Desa

dan jaraknya hanya 500 meter saja dari jalan utama. Selecta inilah yang menjadi

pusat industri pariwisata terbesar di TR, bahkan menjadi ikon Batu secara

nasional. Dalam kawasan selecta ini terdapat pasar buah dan bunga yang juga

11 Sebagai daerah wisata, TR tidak dapat dilepaskan dari wilayah di sekitarnya. Obyek wisata di sana menjadi satu paket dengan berbagai obyek wisata di sekitarnya, dan wisata bunga Punten merupakan daerah paling penting. 12 Balen adalah istilah bagi truk yang telah mengantar barang ke daerah tertentu dan ia mencari muatan yang arahnya menuju ke daerah asal truk. Asalkan sejalur maka barang akan diangkut dan ini disebut sebagai muatan balen. Karena statusnya yang bukan muatan pokok, maka balen ini biasanya tarifnya lebih murah daripada menyewa langsung.

Page 60: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

48

menjadi outlet bagi petani apel dan sayur, meski jumlahnya tidak terlalu besar 13.

Di sekitar selecta ini hampir seluruh lahan ditanami apel dan sedikit tanaman

kesemek, dan jarang bahkan tidak ada tanaman sayur. Daerah ini masuk dalam

dusun Gondang sebagai ibukota desa (krajan) dan Kekep yang merupakan

daerah dibawah Selecta.

Di sekitar kawasan selecta ini terdapat dua hotel berbintang tiga dan dua

hotel biasa termasuk MN. Hotel -hotel ini dua diantaranya merupakan warisan

Belanda yakni Gedung Perkasa dan dan hotel Bima Sakti14, sementara dua hotel

lain adalah bangunan baru. Penginapan demikian juga lahir saat pariwisata

ramai-ramainya tahun 80-90-an, yang waktu itu sedang digalakan Visit

Indonesian Years. Sejak krisis moneter pariwisata mulai meredup, termasuk juga

pengunjung di Selecta sangat sedikit. Selain pusat wisata, kawasan selecta ini

juga menjadi pusat pemerintahan dan pendidikan yang masuk dalam dusun

Gondang. Lebih detail tentang letak dusun-dusun di TR dapat dilihat dalam

lampiran I.

Dusun yang berdekatan dengan Gondang adalah Gerdu yang terletak

sebelah utaranya. Di kanan kiri dusun Gerdu, baik di tanah terbuka ataupun di

pekarangan penduduk banyak ditanami apel. Bunga juga ditanam di pinggir jalan

meski tidak banyak karena mereka kebanyakan menyetor tanamannya ke

Punten. Di dusun Gerdu terdapat perkampungan baru yang berisi keluarga-

keluarga tidak bertanah (tumpang karang) yang menguasai tanah milik

pengusaha Cina. Jumlah keluarga yang ada di sana tak kurang dari 75 rumah

tangga yang tergabung dalam satu RT. Hingga saat ini tanah itu masih menjadi

sengketa, namun karena telah diduduki warga lama pemerintah tidak berani

mengambil tindakan. Keluarga itu berasal dari dusun-dusun sekitar yang

kebanyakan dari daerah Junggo.

Dusun Gerdu berbatasan dengan dusun Junggo di sebelah utara. Junggo

adalah wilayah penting dalam produksi pertanian, karena terdapat juragan-

juragan sayur, apel, dan sebagian besar petani maju tinggal di sini. Ada 6

juragan sayur dan dua juragan buah. Sayur dan apel dikirim hampir ke seluruh 13 Selecta awalnya merupakan taman pemandian bagi para Bule Belanda yang berlibur ke Batu, baik dari Surabaya ataupun dari kota Malang. Selecta sendiri ada sejak jaman colonial dan dikelola oleh pengusaha Belanda. Sejak kemerdekaan diambil alih oleh pemerintah dan akhirnya dijual pada PT. Selecta sebagai pengelola saat ini, yang sahamnya dimiliki oleh pemilik dan masyarakat. 14 Desa TR tahun 1946 pernah menjadi tempat pengendalian pemerintahan republic Indonesia dimana Presiden Sukarno bertempat di Hotel Bima Sakti, Wakil Presiden M. Hatta bertempat di gedung Mimosa sekarang menjadi balai desa, sementara para menteri bertempat di gedung perkasa sekarang menjadi hotel Selecta II.

Page 61: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

49

Indonesia, sementara buah kesemek akhir-akhir ini permintaan dari Singapura

cukup besar dan mereka mengekspor melalui Surabaya dengan menggunakan

perusahaan rekanan. Kiriman sayur biasanya dikemas dalam keranjang-

keranjang besar, sementara buah dalam dos-dos khusus dengan merk tertentu

tergantung pedagangnya. Pengemasan dilakukan sejak buah import masuk

dengan kemasan khusus, karena kemasan dulu hanya keranjang bambu

sehingga penampilannya kurang bagus serta tidak tahan lama.

Di dusun Junggo terdapat perumahan Bukit Cemara Emas yang dihuni

para pensiunan pejabat di Jawa Timur. Rumahnya sekitar 25 rumah saja meski

luasnya hampir sama dengan perkampungan baru di bawahnya. Tanah

perumahan ini didapatkan dari pembelian tanah penduduk dan beberapa pemilik

Cina dengan harga sangat murah. Kejadian pendudukan lahan oleh keluarga

tidak mampu membuat orang-orang Cina takut dan cepat menjual tanahnya.

Perumahan ini sekaligus batas antara Dusun Gerdu dan Junggo.

Di Junggo juga terdapat terminal kecil angkutan kota dan mobil-mobil

pick-up yang disewakan untuk mengangkut hasil pertanian. Mobil-mobil ini

melayani pengangkutan berskala kecil yang biasanya langsung disewa petani ke

pasar sekitar seperti Dinoyo, Batu, Gadang, dan pasar-pasar tradisional lainnya.

Setiap hari berjajar sekitar 5-10 Pick-up menunggu penyewa. Kadang-kadang

mobil ini juga disewa oleh petani untuk mengambil pupuk, dan jemputan buruh.

Terminal ini pada tahun 50-70-an adalah pos bagi para buruh angkut dari atas.

Di samping terminal kecil ini terdapat bekas perkebunan kina milik Tuan

Anno Dangger, seorang Belanda yang meninggal tahun 1917. Perkebunan ini

dibangun kira-kira bersamaan dengan pembangunan pemandian selecta. Selain

perkebunan kina, kuda dan sapi juga dibudidayakan sementara tanaman apel

juga ditanam meski hanya untuk tanaman hias. Perkebunan kina ini bertahan

hingga jaman kemerdekaan, meski banyak yang rusak pada jaman Jepang.

Perkebunan inilah bentuk introdusir cara produksi dan nilai-nilai produksi baru,

selain pembukaan selecta. Saat ini wilayah kebun telah menjadi lokasi

transmigrasi lokal dan sebagian telah dikuasai massa rakyat, sementara TNI-AU

hanya memiliki kantor saja. Sebagian lahan perkebunan ini sekarang telah

menjadi dusun Wonorejo, yang penduduknya sebagian besar para purnawirawan

TNI-AU dan bekas pekerja perkebunan.

Di Junggo juga ada perkampungan baru yang berisi keluarga-keluarga

tak bertanah yakni Besta. Sekitar 50-an keluarga tidak mampu mendapatkan

Page 62: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

50

lahan pembagian perhutani yang ditukar guling dengan lahan di Malang Selatan.

Sebelum resmi demikian, penduduk tidak bertanah itu telah mendirikan rumah di

sana dan menduduki begitu saja sebagaimana lahan di dusun Gerdu yang di

kuasai Cina. Karena konflik yang berkepanjangan, pemerintah akhirnya

mengganti dengan tindakan tukar guling.

Dusun terakhir terletak diujung sebelah utara desa, yakni Sumber

Brantas. Meski masih satu desa, dusun Sumber Brantas dipisahkan dengan

dusun-dusun lain oleh hamparan tanah pertanian yang tidak ada penduduknya

sepanjang lebih dari enam kilometer. Tanah ini dulunya adalah bekas

perkebunan Belanda yang sekarang telah dikuasai oleh penduduk. Bangunan

yang ada hanyalah pabrik-pabrik bunga dan jamur, berjumlah tujuh buah, yang

diusahakan dengan manajemen perusahaan.

Bangunan pertama terbuat dari bambu berupa rumah-rumah kecil untuk

budidaya jamur Sintakhe yang berdiri di lahan kira-kira seluas satu Ha. Pekerja

jamur ini kira-kira 20-an orang yang hampir seluruhnya penduduk lokal. Di

samping persis pabrik jamur ini ada pabrik bunga potong PT. Kharisma yang

mempekerjakan kira-kira 200 orang tenaga kerja. Naik sedikit di samping jalan

terdapat pabrik bunga baru yang lebih besar dari PT. Kharisma yakni PT. Inggu

Laut. Pabrik ini juga diproyeksikan untuk membudidayakan bunga potong untuk

tujuan eksport. Hingga saat ini pembangunan masih berjalan dan belum ada

perekrutan tanaga kerja.

Satu Km dari ketiga pabrik itu terdapat juga pabrik bunga besar yakni PT.

Saka Tani dan pabrik bunga milik TNI-AL. PT. Sakatani menjelang krisis pernah

diguncang demo besar-besaran oleh karyawan yang menuntut pembayaran gaji

sesuai UMR dan pembayaran THR. Sebelumnya tak kurang dari 300 orang yang

bekerja di sini mulai dari tenaga ahli hingga buruh kasar. Saat ini pabrik mulai

jalan kembali sedikit-sedikit dan manajemen sangat selektif terhadap tenaga

kerja. Mereka mengandalkan tenaga kerja kontrak dan borongan, sementara

tenaga kerja kasar cukup mengambil tenaga harian.

Pabrik bunga yang didirikan oleh TNI AL berdiri di atas tanah pembagian

tahun 1984, dimana TNI-AL mendapat bagian selain masyarakat, Unibraw, dan

Perhutani. Lahan ini secara resmi merupakan hak koperasi TNI-Al karena

pembagian itu diberikan pada koperasi. Kebun bunga ini baru dibangun dan

nampaknya bukan hanya bunga potong, namun juga bunga biasa untuk dijual

Page 63: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

51

dalam negeri. Hingga laporan ini ditulis pembangunan kebun bunga ini belum

selesai, bahkan terlihat ada pelebaran luas kebun.

Kebun bunga TNI-AL ini berdampingan dengan kebun bunga milik CV.

Arjuno Flora. Kebun ini tidak begitu besar dan menurut pemiliknya mereka

memang mencoba kecil-kecilan saja. Namun demikian telah ada 20-an orang

yang bekerja di kebun dan akan ada penambahan jika kebun baru ini selesai

dibangun. Tanah di sana nampaknya baru saja dibeli, karena sebelumnya kebun

ada di bawah dekat pabrik jamur Sinthake.

Kawasan pabrik ini berbatasan langsung dengan dusun Sumberbrantas.

Di daerah perbatasan seluruh lahan terbuka dan ditanami tanaman sayur hingga

masuk ke dusun Sumber Brantas. Di tanah terbuka ini terdapat kampung baru

yang menempati tanah Negara yang kosong. Lahan itu sebenarnya adalah lahan

hutan lindung di pinggir sungai yang telah ditimbun oleh masyarakat sehingga

datar. Tak kurang dari 10-an rumah tangga yang mendirikan rumah di sana, yang

keseluruhannya sebelumnya tumpang karang. Portal jalan didirikan di ujung desa

untuk menarik pajak bagi truk yang lewat. Pajak ini dikelola oleh dusun untuk

perbaikan sarana dan prasarana desa.

Di Sumber Brantas, pedagang sayur hanya sedikit, tapi petani sayur

hampir seluruhnya berpusat di sini. Tanaman kentang saat ini telah naik hingga

ke lereng gunung baik di lahan resmi maupun lahan jarahan. Desa ini dulunya

adalah perkebunan teh yang dibuka tahun 1938 oleh pemerintah Belanda. Di

desa ini ada satu Gereja, dua masjid dan beberapa mushola kecil. Sebelah utara

desa terdapat Alborentum, atau semacam daerah resapan air yang penting

artinya bagi pengairan desa. Lahan itu seluas 11,3 Ha yang menurut masyarakat

dulu dibeli oleh pemerintah dengan harga murah. Beberapa penduduk ahli waris

saat ini masih sering menanyakan hal itu meski tidak pernah ada tanggapan.

Di Alborentum ini seharusnya perumahan penduduk habis, karena

setelah itu adalah wilayah Taman Hutan Rakyat (TAHURA) R. Suryo.

Kenyataannya lahan-lahan perbukitan telah menjadi lahan sayur dan perumahan

penduduk, bahkan terdapat pabrik jamur yang mempekerjakan 600-an orang di

ujung TAHURA. Pabrik ini memproduksi jamur merang untuk ekspor dan dimiliki

oleh orang Korea yang bermitra dengan orang Indonesia. Setelah pabrik jamur

terdapat pemandian air panas Cangar yang dikelola oleh PERHUTANI dan

kebun percobaan Fakultas Pertanian Unibraw.

Page 64: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

52

Pemukiman penduduk TR sebenarnya hanya memusat di sekitar jalan

utama dan hanya dusun Kekep dan Wonorejo saja yang harus melalui jalan

masuk. Di belakang jajaran rumah itulah tanaman apel dan sayur dibudidayakan.

Sementara itu tanah terluas berada di blok Gabes yakni wilayah tak berpenduduk

antara Junggo dan Sumber Brantas. Tanah ini dulunya bekas perkebunan kina

dan dikuasai oleh TNI-AU, yang sekarang telah diolah rakyat.

Dilihat dari banyaknya pabrik bunga dan jamur maka tidak heran apabila

kegiatan pabrik memiliki peran yang sangat penting, di samping pertanian dan

wisata. Tenaga kerja dan lahan diperlukan pabrik-pabrik ini untuk memperluas

usahanya. Dengan demikian akan terjadi persaingan antar pelaku ekonomi

(juragan-pengusaha Cina-pabrik-wisata) untuk memperebutkan dua sumberdaya

produksi tersebut.

Page 65: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

DINAMIKA MODA PRODUKSI DAN FORMASI SOSIAL : PERPEKTIF HISTORIS

Tinjauan historis bertujuan untuk memetakan tipe-tipe moda produksi

yang hadir di TR dari masa ke masa, dinamikanya, serta formasi sosial yang

terbangun. Bahasan dibagi dalam empat bagian yakni masa kolonial 1870-1945,

awal kemerdekaan 1945-1950, dan Orde Lama 1950-1965, dan masa Orde Baru

1966-1997. Pembagian masa berdasar faktor dominan yang mempengaruhi cara

produksi lokal sehingga terjadi perubahan-perubahan. Pertama, periode kolonial,

adalah masa pembentukan formasi sosial kapitalis awal, ditandai masuknya cara

produksi kapitalis kolonial melalui perkebunan sebagai artikulasinya.

Kedua, awal kemerdekaan adalah masa-masa perginya penjajah Belanda

dan Jepang hingga tahun 50-an. Masa ini ditandai dengan proses konsolidasi

pemerintahan RI dan berbagai perang melawan agresi Belanda. Kondisi perang

memporakporandakan seluruh bangunan ekonomi perkebunan, juga ekonomi

rakyat. Masa-masa ini mencapai puncaknya saat nasionalisasi dilakukan

pemerintah pada perkebunan-perkebunan asing. Kesempatan ekonomi yang

dikuasai oleh perkebunan beralih setelah proses nasionalisasi. Penguasaan

ekonomi berpindah dari pejajah ke penduduk Indonesia.

Ketiga, adalah masa Orde Lama dimana krisis politik berkepanjangan

mewarnai kehidupan desa. Permasalahan politik masuk dan menjadi wacana

umum hingga di tingkat desa dan mencapai puncak pada tahun 1965 saat

peristiwa PKI (partai Komunis Indonesia) meletus. Kejadian ini merombak

seluruh tata ekonomi dan politik desa. Dengan demikian cara produksi dan

formasi sosial banyak diwarnai oleh kondisi-kondisi politik tersebut.

Keempat, masa orde baru yakni masa dimana pembangunan mulai

dilaksanakan secara berencana melalui Pelita (pembangunan lima tahun).

Revolusi hijau dalam paket modernisasi pertanian diterapkan di pedesaan untuk

meningkatkan produksi pangan. Dikenalkan cara bercocok tanam modern

dengan pemakaian pupuk buatan dan obat-obatan kimia. Seluruh kegiatan

tersebut tentu saja berpengaruh terhadap corak cara produksi yang berkembang

di daerah penelitian.

Page 66: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

54

Moda Produksi dan Formasi Sosial Masa Kolonial (1870-1945)

Moda produksi yang ada pada masa kolonial terdapat dua tipe yakni cara

produksi pertanian tradisional dan cara produksi kapitalis kolonial. Yang pertama

mencakup usahatani yang dikelola oleh penduduk lokal sebagai warisan budaya

dan menjadi tradisi sejak lama, sementara kedua merupakan perkebunan kina

dan teh yang dikembangkan oleh kaum swasta Belanda14. Kedua corak moda

produksi ini hadir secara bersamaan dalam sistem sosial desa dimana moda

produksi kapitalis yang diartikulasikan perkebunan Belanda mendominasi.

Tipe-tipe Moda Produksi yang Hadir pada Formasi Sosial Lokal

Cara Produksi Pertanian Tradisional

Cara produksi non-kapitalis yang terartikulasi dalam pertanian tradisional

kekuatan produksi bertumpu pada penguasaan lahan pertanian dan tenaga kerja

keluarga. Penguasaan alat tidak menjadi kekuatan utama karena seluruh petani

memiliki alat yang sama. Tidak ada sistem upah, dan dikenal sistem gotong

royong. Tenaga kerja keluarga mendorong penerapan menajemen terbuka dan

bersifat informal, sehingga hubungan sosial produksi cenderung egaliter.

Menurut MSN (84) rumah penduduk di TR sebelum Jepang datang masih

beratap alang-alang dan berdinding gedek (anyaman bambu). Jagung dan

pohong (ketela pohon) ditanam sekali setahun dan dijual apabila ingin membeli

kebutuhan dapur. Makanan utama jagung dan pohong dan beras tidak ada.

Tidak ada orang yang menjual seluruh hasil kebun seperti sekarang, karena

hasilnya memang untuk dimakan. Pakaian cukup satu atau dua potong saja,

tidak perlu satu lemari seperti sekarang. Orang jarang bekerja upahan kecuali

para petani yang menumpang pada orang kaya atau buruh perkebunan.

Perkampungan penduduk TR pada mulanya hanya gerombol-gerombol

kecil keluarga dan mereka lebih mengutamakan produksi subsisten. Belanda

tidak begitu peduli dengan kehidupan mereka, malah memanfaatkan menjadi

tempat menginap atau singgah pada pekerja pabrik yang didatangkan dari

daerah lain. Perkampungan menyuplai bahan pangan para pekerja dan tempat

sosialisasi bagi para buruh upahan. Selanjutnya penduduk lokal banyak yang

14 Untuk mengkontruksi bagaimana moda produksi yang hadir pada masa ini didasarkan pada wawancara dengan orang-orang tua bekas buruh perkebunan dan digabungkan dengan kontruksi yang telah dilakukan peneliti lain di wilayah Malang. Hal ini mengingat cukup sulit untuk mengkontruksi dengan tepat moda produksi di desa TR secara pasti selama masa colonial. Untuk itu kajian atas penelitian lain diperlukan untuk lebih mendekati kenyataan. Peneliti tersebut antara lain Kano di Pagelaran distrik Gondanglegi (1990), Gordon et al., di Tulungrejo distrik Batu (1985), Cenderroth di Batur d istrik Tump ang (1995)

Page 67: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

55

bekerja di perkebunan dan semakin mengukuhkan integrasi ekonomi lokal pada

ekonomi kapitalis.

Orientasi produksi masih untuk keperluan keluarga sendiri, dan meski ada

pertukaran bukan untuk tujuan komersial. Petani menanam sesuai dengan

kebutuhan, dan kalau ada sedikit kelebihan dipertukarkan dengan barang lain.

Alat pertanian juga terbatas dan dibuat oleh sendiri meski untuk alat-alat tertentu

perlu tukang. Alat ini biasanya dari besi yang harus dibuatkan oleh ahlinya.

Jagung dan ketela sebagai tanaman utama, juga beberapa jenis polowijo, yang

seluruhnya adalah tanaman pangan. Pakaianpun banyak disediakan oleh

penduduk melalui “ngantih” (menenun kapas menjadi benang lalu kain) dan

kebiasaan ini tetap hidup hingga jaman kemerdekaan, bahkan tahun 50-an masih

ditemukan orang menenun kain. Bahan kapas mereka dapatkan dari pasuruan,

atau Malang dan kadang ada pedagang Cina yang datang menjajakan kapas.

Seorang petani juga memiliki tanggungjawab tertentu terkait dengan

haknya dalam pengelolaan tanah. Kewajiban ini biasanya berupa kepatuhan

pada otoritas lokal, juga kewajiban untuk mengorbankan sebagian hasil buminya

untuk berbagai kebutuhan adat, juga berbagai biaya sosial lainnya. Sedekah

Bumi di TR yang hingga kini diperingati setiap tahun, juga bersih desa adalah

kewajiban massal yang harus ditanggung bersama.

Sementara itu kekuatan produksi terutama lahan, bukan batasan bagi

petani karena hutan masih luas, dan siapa saja berhak untuk membukanya.

Batasan bukan pada regulasi atau larangan, tapi lebih pada keterbatasan tenaga

kerja. Sebenarnya TR masih masuk dalam kekuasaan Mataram. Karena jauh

dari lingkar kekuasaan aturan ketat sebagaimana pedesaan lain yang dekat

dengan istana tidak berlaku. Namun secara budaya penduduk desa tetap

mengiblat pada kebiasaan dan kebudayaan dari Mataram. Aturan yang ketat

tentang tanah sebagaimana di Jawa tengah kurang berlaku.

Kurang ketatnya pengaturan penguasaan lahan dari kekuasaan lebih

tinggi berakhir kira-kira sejak adanya kebijakan kolonial tentang administrasi

desa. Dikaitkan dengan politik kolonial, yakni re-organisasi pemerintahan desa,

penyatuan desa-desa kecil menjadi satu desa dan pengurangan hak “petinggi”

berguna untuk mengontrol politik lokal. Hal itu untuk mengesahkan bahwa tanah

hutan selain yang dikuasai petani adalah milik Negara. Catatan penyatuan

dusun-dusun di kawasan TR menjadi satu desa di tahun 1916 dilakukan oleh

Page 68: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

56

Belanda untuk menjamin keberadaan kebunnya secara politik sehingga

penerapan administrasi desa menjadi penting.

Relasi sosial produksi dibangun dalam unit keluarga dimana pemilik dan

pelaku usaha menjadi kesatuan unit produksi. Meski keluarga adalah organisasi

produksi utama, kerapkali orang luar masih diperlukan terutama kerabat. Unit

produksi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sosial secara keseluruhan karena

keduanya saling tergantung. Meski keluarga bebas memproduksi pada dasarnya

seluruh produksi itu tidak hanya untuk keluarga tapi juga untuk sistem sosial. Cara Produksi Kapitalis Kolonial

Cara produksi kapitalis yang diartikulasikan perkebunan teh dan kina,

produksi berorientasi ekspor, dengan perusahaan sebagai unit produksi.

Dibanding dengan petani, teknologi budidaya dan alat yang digunakan

perkebunan lebih modern. Paling tidak telah diperkenalkan mesin angkut dan

pengolahan kina. Tenaga kerja mengandalkan buruh upahan, sementara

tanaman yang dibudidayakan bernilai ekonomi tinggi di pasar Eropa. Keuntungan

menjadi tujuan utama usaha perkebunan. Dengan demikian hubungan sosial

produksi lebih cenderung kearah hubungan herakhis.

Kekuatan produksi perkebunan mengandalkan kemampuan modal uang

untuk menggerakan produksi. Meski lahan didapatkan gratis, pembukaan,

penanaman, pemeliharaan, juga biaya operasional lainnya memerlukan uang.

Dukungan pendanaan yang kuat diperlukan untuk membuka perkebunan di TR.

Kondisi TR yang berbukit dengan ketinggian hingga 1700 M Dpl, serta akses

yang sulit memerlukan pembangunan infrastruktur. Modal uang digunakan untuk

mengupah buruh, membeli alat, juga mesin-mesin pertanian.

Menurut MHR (sekdes 1945-1966) pembukaan kebun teh di

Sumberbrantas tahun 1938 banyak pekerja didatangkan dari luar daerah untuk

mebuat jalan dan membukan hutan. Penduduk desa yang muda juga banyak

terlibat. Jalan dibuat mulai dari Junggo hingga Sumberbrantas agar dapat dilalui

Jeep. Pengerjaan jalan utama saja memerlukan waktu dua bulan belum lagi

jalan-jalan kecil di tengah kebun.

Artikulasi cara produksi kapitalis kedua adalah industri pariwisata

pemandian Selecta. Kekuatan produksi utama modal yang digunakan untuk

membangun kawasan wisata dan pendukungnya. Selecta termasuk taman

pemandian besar. Ada dua hotel dan gedung pertemuan cukup besar untuk

Page 69: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

57

ukuran daerah kecil. Namun demikian karena sifatnya pelengkap perkebunan,

pengaruhnya pada formasi sosial belum terlihat.

Perkembangan cara produksi kapitalis Belanda di TR tidak dapat

dipisahkan dari skema kapitalisme kolonial secara nasional dan dunia. Malang,

dimana Batu sebagai salah satu distrik utama, dan TR berada-menjadi tujuan

investasi yang cukup menjanjikan secara ekonomis. Selain tanahnya yang subur,

kondisi alam yang indah dan hampir menyerupai hawa di Eropa, TR menarik

investor Belanda tidak hanya perkebunan tapi juga fasilitas wisata.

Cara produksi kapitalis kolonial di TR diartikulasikan dalam industri

perkebunan dan pariwisata. Selecta sebagai tempat wisata dan kebun kina

adalah wujud artikulasi itu. Selecta terkenal sebagai tempat pemandian, taman

wisata, serta tempat peristirahatan, sementara kina memiliki nilai ekonomis tinggi

di pasar dunia. Meski jauh dari kota dan memiliki infrastruktur buruk, sementara

daerahnya pegunungan, tak aneh jika Belanda mau membuka perkebunan dan

tempat wisata di sana.

Kebun Kina di TR mulai diusahakan pada abad 19 bersamaan dengan

tanaman kopi dan karet hevea, dan coklat. Luas tanaman kina pada tahun 1922

menurut Landbouwatlas van Java en Madura, Weltevreden, 1926, Jilid 2 Hal 92

(dalam Hiroyosi Kano) adalah 507 Ha, khusus di afdeeling Malang. Jika dilihat

dari tahun dan luas perkebunan, pekebunan Tuan Anno Danggerlah yang ada

pada tahun itu dengan luas yang hampir sama dengan luas yang ada. Hal ini

menunjukan jika TR adalah desa yang cukup penting bagi perkembangan

industri kapitalis perkebunan kolonial (Kano, 1989:15).

Pada aras makro perkembangan perkebunan swasta Belanda mulai

pesat setelah tahun 1870. Meski demikian tidak berarti tahun sebelum itu mereka

tidak memiliki peran. Bahkan produksi perkebunan swasta pernah menjadi

saingan pemerintah meski kemudian menurun. Bahkan tahun 1960 perkebunan

ini benar-benar menjadi pesaing utama perkebunan pemerintah. Hal ini tidak

menutup kemungkinan perkebunan kina di TR menjadi salah satu yang

berkembang di sana (Houben, dalam Lindblad 2000:97-98).

Produk kina bukan merupakan konsumsi dalam negeri, dan menjadi

bahan dasar untuk obat malaria. Dengan demikian pohon ini murni untuk ekspor

dan menjadi produk penting bagi industri obat di Eropa. Selain itu daerah-daerah

Hindia Belanda juga merupakan daerah rawan malaria dan kina menjadi penting

untuk dikembangkan. Jadi pemilik kebun ini orientasi produksinya adalah

Page 70: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

58

memenuhi industri obat di Eropa, dimana pabriknya tidak ada di Indonesia.

Tabelt kina adalah obat malaria terkenal saat perang gerilya sampai tahun 60-an.

Menurut KPN (79) seorang bekas pekerja perkebunan, bahwa

perkebunan memiliki tak kurang dari empat gudang penyimpanan kina dan satu

alat pemotong kulit kina. Gudang merupakan tempat penyimpanan kulit kina

yang baru di petik, sementara pemotong digunakan untuk mengemas kulit

sebelum dibawa ke luar. Pekerja dipimpin oleh seorang mandor dan membawahi

beberapa ratus hektar lahan kina. Pekerjaannya mulai dari membersihkan lahan,

memotong ranting, dan menguliti kina untuk dipanen.

Selain buruh dan mandor, juga terdapat seorang Belanda yang mengecek

kerja di lapang pada saat-saat tertentu untuk memeriksa para mandor. Mereka

mencatat kondisi kebun juga memberi petunjuk pada mandor untuk mengerjakan

hal-hal tertentu yang diperlukan untuk perbaikan kebun. Jumlah mereka cukup

banyak sampai ada enam orang dan tinggal dalam rumah utama perkebunan

bersama pemiliknya. Mereka itu menurut Kartodirdjo (1990) biasanya merupakan

pekebun baru yang ingin mengembangkan usaha di Jawa, atau pemuda Belanda

yang magang di daerah hindia Belanda.

Pemilik kebun secara langsung juga menjadi manajer pabrik dan

langsung mengendalikan organisasi produksi. Ini merupakan ciri dari

perkebunan-perkebunan swasta Belanda dimana pemilik modal langsung

mengomandoi jalanya perkebunan. Tuan Dangger yang meninggal tahun 1917

adalah pemilik kebun kina itu yang diteruskan kemudian oleh anak-anaknya, dan

akhirnya diambil alih oleh Negara.

Bagaimana dengan pariwisata? Industri pariwisata berkembang

bersamaan dengan pembukaan perkebunan Belanda. Hal ini bisa dilacak dari

pendirian Selecta dan gedung-gedung peristirahatan yang diperuntukan bagi

para pekebun Belanda. Sejak awal Selecta telah dikelola layaknya sebuah

perusahaan karena bentuknya berupa badan usaha swasta Belanda. Namun

demikian pada masa kolonial, industri pariwisata ini tidak memiliki kaitan secara

ekonomi dengan komunitas sekitar. Selain karena pendiriannya yang cukup jauh

dari perkampungan penduduk, Belanda sangat tegas memisahkan antara

aktifitas perusahaan dengan aktifitas penduduk15.

15 Telah menjadi kebiasaan dalam perusahaan Belanda melarang penduduk pribumi mengakses, bahkan masuk ke wilayah usaha saja merupakan pelanggaran. Hal ini juga terjadi dalam pemandian Selecta dimana penduduk tidak boleh mengakses meski itu orang orang terkemuka di

Page 71: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

59

Paket wisata di TR sebenarnya menjadi satu dengan daerah wisata

lainnya di Batu, seperti pemandian air panas Songgoriti dan berbagai tempat

wisata lainnya. Banyak orang Belanda dari Malang, Dampit, juga Surabaya yang

datang untuk menikmati liburan di Batu dan tentunya juga Selecta. Mengenai

aspek kedua moda produksi tersebut diatas (kapitalis kolonial dan pertanian

tradisional) diuraikan dalam tabel berikut: Tabel 5. 1 : Aspek moda produksi kapitalis kolonial dan pertanian tradisonal masa kolonial

Aspek cara produksi Pertanian tradisional (pertanian rakyat)

Kapitalis kolonial (Perkebunan kina & teh)

A Kekuatan produksi

1 Alat produksi Tanah Modal

2 Unit produksi Keluarga inti Perusahaan

3 Tenaga kerja utama Keluarga inti Buruh upahan

B Hubungan Produksi

1 Batas sosial hubungan produksi Keluarga inti Perusahaan

2 Struktur hubungan produksi Egaliter (antar keluarga inti)

Herarkhis (majikan dan buruh kebun)

3 Sifat hubungan produksi Non-eksploitatif Eksploitatif

Perubahan Moda Produksi Lokal: Perombakan Moda Produksi

Pertanian Tradisional

Seluruh kegiatan perkebunan di TR dan daerah lain pada umumnya

selalu berusaha mengarahkan potensi sosial dan fisik desa untuk mendukung

perkebunan. Tak heran jika cara produksi lokal terpaksa harus berubah dan

menyesuaikan dengan ritme perkebunan, jika tidak ingin mati sama sekali. Paling

tidak ada enam kegiatan utama dalam menjalankan usahanya. Kegiatan tersebut

antara lain (1) melakukan alih fungsi lahan hutan, (2) Melakukan perekutan buruh

baik penduduk lokal maupun yang didatangkan dari luar, (3) mengenalkan teknik

produksi baru yang modern dan berbeda dengan teknik pertanian lokal, (4)

melakukan kontrol politik untuk memastikan keberlangsungan perkebunan, (5)

memperkenalkan kepemilikan pribadi, (6) membatasi akses petani terhadap

teknologi modern terutama terkait dengan teknologi produksi perkebunan.

MSN (84) mengungkapkan kalau pada masa sebelum Jepang lahan

petani hanya tanah-tanah yang tidak masuk dalam areal perkebunan. tanah itu

biasanya warisan dari orang tua mereka, dan kalaupun ada tanah lain mereka

membuka hutan dan bukan menjadi hak milik. Banyak petani mengerjakan tanah daerah itu. Pemandian di khususkan bagi orang-orang Belanda yang memiliki kelas lebih tinggi daripada penduduk pribumi.

Page 72: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

60

perkebunan yang tidak terurus. Saat itu sudah mulai ada orang menjual tanah

meski sangat murah. Buruh juga banyak yang membuat rumah di TR apalagi

dengan pembukaan kebun baru (Teh) di Sumberbrantas pada tahun 1938.

Pembukaan kebun itu digambarkan oleh KPN (79) sebagai “usum kerjo”

atau iklim kerja. Kondisi itu menggambarkan ramainya pekerjaan karena banyak

rekutmen buruh terutama untuk pembukaan kebun teh. Pekerja datang dari luar

daerah hingga beratus-ratus sehingga meramaikan desa. Warung menjadi ramai,

muncul pedagang, dan anak-anak muda bekerja karena upah cukup baik

menurut ukuran saat itu.

Alih fungsi lahan hutan membatasi akses petani terhadap lahan sehingga

lahan semakin langka. Perekutan buruh dengan sendirinya meningkatkan arus

uang ke desa sehingga mendorong ekonomi uang. Sementara itu teknik baru

memberi pelajaran bagi petani tentang cara produksi modern, meski dalam kasus

ini tidak begitu berpengaruh pada teknik produksi petani. Kontrol politik jelas

mempengaruhi pengaturan atas lahan dan pemerintahan lokal. Sedangkan

kepemilikan pribadi akan meningkatkan jual beli dan sewa menyewa tanah. Di

sisi lain pembatasan akses teknologi menghambat perkembangan pertanian

hingga tetap pada kondisi sebelumnya dan menjadi pelayan perkebunan.

Hubungan produksi dengan masuknya buruh terkait batas hubungan

sosial produksi meluas menjadi organisasi produksi. Struktur hubungan mulai

herarkhis dan sifat hubungan mulai eksploitatif. Buruh diupah dengan uang dan

produksi berorientasi pada pengambilan keuntungan. Meski demikian produksi ini

pada dasarnya tidak untuk akumulasi sebagaimana jiwa kapitalis tapi lebih untuk

mendapat pengakuan sosial secara lokal. Perubahan aspek-aspek cara produksi

pertanian pada masa kolonial secara sederhana dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 5.2 : Perubahan aspek cara produksi subsistensi di TR setelah masuknya cara produksi kapitalis pada masa kolonial

Aspek cara produksi Masa kolonial

Pert. semi-komersial Pert. Tradisional

A Kekuatan produksi

1 Alat produksi Tanah Tanah

2 Unit produksi Keluarga inti Keluarga inti

3 Tenaga kerja utama Keluarga luas (kerabat) Keluarga inti

B Hubungan Produksi

1 Batas sosial hubungan produksi Organisasi produksi Keluarga inti

2 Struktur hubungan produksi Mulai herarkhis Egaliter

3 Sifat hubungan produksi Mulai eksploitatif Tidak eksploitatif

Page 73: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

61

Dengan adanya perubahan pada aspek-aspek moda produksi tersebut,

secara otomatis merubah seluruh norma masyarakat terkait dengan proses

produksi. Sumber tenaga utama tidak lagi mengandalkan keluarga inti,

menambah jangkauan pengaruh produksi. Produksi tidak lagi hanya melibatkan

anggota keluarga inti, tapi sudah orang lain (meski kerabat) sehingga pertukaran

yang terbangun juga akan berubah. Demikian juga batas produksi yang meluas,

hubungan yang herarkhis dan sifatnya yang mulai eksploitatif.

MSN (84) menggambarkan jika waktu itu dengan dibukanya perkebunan

Teh banyak berdiri warung, penduduk kaya mulai mengupah tenaga, juga

banyak pedagang masuk ke desa. Tanah semakin sulit didapatkan dan mulai

ada jual beli lahan yang sebelumnya tidak ada. Terkait pemerintahan desa

menurut MSN tidak ada pengaruh sama sekali dan hanya menjadi pembuka

acara saat panen raya saja. Petani tradisional tidak berubah dan tetap menanam

sekali setahun dan tidak menjual hasil panennya.

Dari uraian MSN perubahan dalam sistem sosial akibat masuknya

perkebunan dapat ditangkap ada empat perubahan yakni: Pertama, terkait

kelembagaan produksi ditandai dengan munculnya kelembagaan jual dan beli

dalam usaha pertanian. Hal itu terjadi karena kepemilikan pribadi mulai

diperkenalkan sementara lahan bebas yang dapat dibuka untuk pertanian

semakin langka. Pembukaan lahan hutan semakin mengurangi tanah yang dapat

diakses petani lokal. Lahan yang dulunya tidak menjadi kekuatan produksi utama

semakin penting peranannya menggeser peran sentral tenaga kerja keluarga.

Selain itu orientasi produksi juga bergeser dari subsistensi menjadi lebih

terbuka pada pasar. Produksi tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga

tapi juga untuk memenuhi permintaan pasar terutama untuk keperluan buruh.

Selain itu dalam kelembagaan produksi juga mulai terlibat buruh upahan

mengikuti apa yang dilakukan perkebunan. Meski demikian unit produksi tetap

keluarga meski telah mulai berubah menjadi lebih komersial.

Kedua, terkait bentuk pertukaran mulai menggunakan mekanisme pasar

dan tidak lagi mengandalkan ikatan kerabat. Hal itu terjadi akibat peningkatan

aktifitas ekonomi yang disebabkan oleh peredaran uang dan besarnya

permintaan pangan, baik karena perkembangan penduduk asli maupun

kedatangan para buruh dari luar daerah. Dengan demikian basis pertukaran yang

dulunya bersifat primordial dalam ikatan kerabat menjadi kontraktual dan berlaku

tawar-menawar antar individu. Selain itu produksi tidak hanya untuk keluarga tapi

Page 74: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

62

juga pasar. Barang-barang lain juga mulai masuk untuk memenuhi kebutuhan

para buruh, yang dibawa pedagang seiring dengan masuknya ekonomi uang.

Ketiga, terkait dengan relasi sosial produksi, hubungan buruh dan

majikan bersifat herarkhis. Kelangkaan tenaga kerja pertanian lokal karena

diserap perkebunan, mendorong petani untuk merekut buruh tani. Mereka yang

dulunya tenaga kerja utama pertanian berubah menjadi buruh upahan. Jejaring

produksi yang bertumpu pada unit keluarga berubah dengan melibatkan pasar,

dan perkebunan. Usaha mandiri pertanian terpaksa harus membuka diri agar

mendapatkan tenaga yang tidak mungkin bertumpu pada keluarga lagi. Produksi

ditentukan oleh permintaan pasar dan besarnya konsumsi keluarga. Hal itu

sangat dipengaruhi oleh kebijakan perkebunan terutama terkait tenaga kerja.

Keempat, terkait relasi kekuasaan terjadi pergeseran dari elit mandiri

menjadi elit dalam kontrol perkebunan. Gejala Terjadi perubahan relasi

kekuasaan akibat penerapan sistem politik kolonial yang menghilangkan fungsi

desa asli. Kepemimpinan tidak lagi ditentukan oleh rakyat, tapi merupakan

kepemimpinan yang dikendalikan oleh perkebunan. Pemimpin bukan

representasi rakyat yang memperjuangkan hak mereka, tapi hanya petugas

pencatat saja. Namun demikian pemimpin menjadi apparatus yang efektif untuk

menyosialisasikan seluruh kepentingan perkebunan.

Formasi Sosial Kapitalis Kolonial dan Keberlangsungan Moda produksi Lokal

Dalam teori formasi sosial kehadiran dua atau lebih cara produksi secara

bersamaan bersifat asimetris atau satu akan cenderung mendominasi yang lain.

Dalam kasus TR berdasar pada uraian di atas, siapa yang mendominasi?

perkebunan ataukah pertanian tradisional? Agar terlihat secara lebih rinci, perlu

ditelusuri hubungan kedua cara produksi itu secara lebih dalam, hingga terlihat

konstelasinya.

Produksi lokal sejak perkebunan masuk, praktis menjadi penyedia

pangan bagi buruh. Masuknya buruh besar-besaran dari luar daerah yang

didatangkan Belanda memerlukan sokongan pangan. Peran pertanian tradisional

sangat vital dalam menyediakan pangan bagi buruh perkebunan. Terjadilah

peningkatan produksi di desa. Seiring dengan itu terjadi pula peningkatan arus

uang karena munculnya buruh upahan dan perdagangan. Keduanya berdampak

pada peningkatan komersialisasi di pedesaan.

Tidak hanya pangan, tenaga kerja pertanian tradisional juga diserap oleh

perkebunan. Cara produksi lokal terpaksa melakukan perombakan sistem

Page 75: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

63

produksi untuk mengantisipasi kekurangan pekerja. Batas sosial produksi yang

dulunya hanya keluarga inti terpaksa meluas dengan masuknya buruh upahan.

Karena sebagian besar hasil untuk kebutuhan pangan perkebunan, meski

konsumsi keluarga tetap, perombakan ini mendorong peningkatan produksi.

Ujungnya tetap untuk menjamin ketersediaan pangan bagi buruh-buruh

perkebunan. Jika demikian reproduksi sistem kapitalis ditopang sepenuhnya oleh

keberadaan pertanian tradisional.

Dengan bertambahnya kebutuhan pangan maka produksi lokal juga

mengalami peningkatan. Tahun 1938 menurut KPN (79) hanya ada beberapa

orang saja yang menjual hasil buminya ke pasar yakni petani kaya bertanah luas

dan mampu untuk mengupah buruh. Petani kebanyakan berproduksi apa adanya

dan hanya untuk keperluan keluarga saja. Jika demikian adanya maka

peningkatan permintaan pangan ternyata hanya dapat ditangkap oleh para elit

desa terutama para petani kaya. Petani-petani kaya itu adalah pak Lurah dan

beberapa tokoh desa, yang kebanyakan dari daerah Bawah (Junggo dan

Gondang).

Masuknya cara produksi kapitalis kolonial yang diartikulasikan pada

perkebunan Kina dan Teh di TR secara perlahan mengintegrasikan seluruh

ekonomi desa pada aktifitas perkebunan. Produksi lokal yang sebelumnya hanya

untuk keluarga dipaksa untuk dapat memenuhi kebutuhan buruh. Selain itu

tenaga kerja yang dulunya hanya untuk pertanian keluarga terseret menjadi

buruh upahan. Aturan-aturan tentang penguasaan alat produksi dan hubungan

produksi berubah mengikuti cara perkebunan. Masuknya ekonomi uang

mempercepat proses integrasi tersebut.

Integrasi ekonomi desa direspon berbeda oleh struktur sosial lokal. Para

petani kaya yang terdiri dari elit desa yang biasanya sekaligus pemimpin desa

menangkap peluang itu dengan jalan meningkatkan produksi dan merekut buruh

untuk pertaniannya. Mereka meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan

pangan buruh yang bekerja di perkebunan. Namun demikian peningkatan

produksi ini tidak untuk akumulasi gaya cara produksi kapitalis, tapi hanya untuk

mengukuhkan status sosial lokal.

Untuk petani kebanyakan, masuknya cara produksi baru tidak

berpengaruh banyak terhadap cara produksinya. Meski ada tenaga kerja yang

tertarik pada perkebunan, mereka cenderung tidak merubah sistem produksinya.

Hal itu setidaknya masih dapat dilihat di akhir-akhir penjajahan dimana masih

banyak penduduk lokal yang tidak melakukan produksi untuk dijual ke pasar.

Page 76: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

64

Pemukiman-pemukiman di pinggiran desa pada tahun 1940-an masih memakai

daun kelapa dan membudidayakan tanaman sesuai dengan kebutuhan keluarga

dan tidak komersial.

Respon kedua kelas sosial di desa TR dalam mengartikulasikan cara

produksi masing-masing terlihat ada perubahan mendasar pada cara produksi

lokal. Petani kaya cenderung terpengaruh dan mengikuti pola produksi kapitalis

kolonial dengan jalan meningkatkan produksinya. Namun demikian mereka tidak

merubah orientasi produksinya ke arah kapitalis sebagaimana perkebunan dan

hanya untuk mengukuhkan statu sosial lokal saja. Sementara itu petani

kebanyakan ternyata masih mempertahankan cara lama dalam usaha taninya.

Jadi cara produksi lokal pada dasarnya selama penjajahan tidak ada

perubahan yang berarti setelah masuknya cara produksi kolonial. Cara lama

tetap dipertahankan dan tumbuh hanya sekedar untuk mengamankan

perkebunan saja. Pertanian lokal hanya menjadi sumber pangan dan tenaga

kerja yang murah bagi perkebunan sehingga pertumbuhannya terbatas. Elit lokal

yang seharunya menjadi sumber perubahan ternyata hanya meningkatkan

produksi yang hanya berorientasi pada sistem sosial lokal.

Terkait dengan ketidakmampuan petani kaya untuk menjadi kapitalis

murni di masa kolonial ini tak lepas dari kebijakan politik Belanda. Menurut MHR

(sekdes 1946-1966) orang-orang kaya yang biasanya juga pamong desa

mendapat prioritas dari perkebunan. Mereka mendapat uang cuma-cuma dan

berbagai hadiah saat hari besar agama. Selain itu mereka dilibatkan aktif dalam

mengatur keberadaan buruh dan menjadi pembicara saat-saat panen atau

perayaan-perayaan yang dibiayai oleh perkebunan. Dengan peran demikian

maka dapat dimaklumi jika kesempatan ekonomi bagi elit ini tidak mampu

merubah orientasi ekonomi mereka sehingga tetap menjadi elit politik sekaligus

elit ekonomi lokal yang dikendalikan oleh perkebunan.

Perlu untuk dicatat bahwa sub-ordinasi cara produksi pertanian tradisional

hanya terjadi saat perkebunan dan pariwisata masih memiliki pengaruh. Masa-

masa itu berakhir setelah Jepang datang dan merubah seluruh tata produksi

desa, sehingga merusak berbagai pranata yang ada sebelumnya. Dengan

adanya revolusi kemerdekaan perubahan semakin nyata dengan keluarnya

seluruh pengusaha perkebunan karena proses nasionalisasi. Cara produksi

perkebunan praktis tidak mampu bangkit dan terjadi dis-kontinuitas. Sehingga

perkembangan cara produksi kapitalis berikutnya akan ditentukan oleh sifat-sifat

aktor yang membawanya, juga oleh perkembangan internal sistem sosial.

Page 77: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

65

Moda Produksi dan Formasi Sosial Awal Kemerdekaan (1945-1950)

Pada masa ini moda produksi yang hadir pada masa sebelumnya kembali

mengalami perubahan mendasar karena adanya gejolak politik nasional.

Revolusi nasional merombak seluruh sistem ekonomi lokal karena perkebunan

terhenti kegiatannya. Di awali penjajahan Jepang hingga berdiri pemerintahan

baru, sub-bab berikut menjelaskan peristiwa-peristiwa itu serta dinamika moda

produksi dengan lebih rinci.

Faktor-faktor Pendorong Perubahan

Kedatangan Penjajah Jepang

Perginya pengusaha perkebunan Belanda setelah pasukan Jepang

menang perang, mendorong para buruh mengusahakan lahan pertanian

sebagaimana para petani tradisional. Selain itu petani memiliki akses lahan lebih

luas karena perginya pengelola perkebunan. Namun demikian, pasukan Jepang

memaksa penanaman seluruh lahan perkebunan untuk kebutuhan perang

terutama pangan dan jarak. Pohon kina dibiarkan saja malah dikelola untuk

kebutuhan para tentara perangnya. Hingga tahun 1950-an pohon kina masih

diusahakan perkebunan meski tidak maksimal.

Penjajah Jepang tidak lama berkuasa, namun terjadi kerusakan tatanan

lokal dan sendi-sendi ekonominya. Dengan paksaan senjata mereka

membangun pemerintahan desa dan memobilisasi seluruh sumberdaya desa

untuk keperluan perang. Menurut BJO (76), tentara Jepang tidak hanya

menyuruh menanam jarak tapi juga banyak kerja wajib yang dikoordinasi kepala

desa. Anak-anak diajari Taisho (senam pagi/baris berbaris) dan menghormat

(Teno Heika) Kaisar Jepang dengan bungkuk pagi hari di lapangan desa

menghadap matahari.

Pak KPN (79) mengatakan bahwa produksi pertanian saat itu buruk dan

kelaparan dimana-mana. Pakaian tidak lagi dari kain tapi digantikan dengan

celana kolor dari Bagor (Semacam sak pupuk) yang terbuat dari plastik. Banyak

kutu celana dan makanan tidak lagi beras, ketela, atau jagung tapi Burgur

(ampas jagung). Desa serasa mati, ekonomi tidak berkembang malah mengalami

penurunan. Barang mahal dan langka karena tidak ada penjual yang masuk

selain memang tidak ada barang. Kondisi buruk ini berakhir setelah Jepang kalah

perang pada tahun 1945 dan meninggalkan Indonesia.

Page 78: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

66

Revolusi Nasional dan Rencana Ekonominya

Dengan tiba-tiba tahun 1945 Jepang pergi di TR begitu saja. Tidak ada

penyerahan kekuasaan apapun termasuk pengelolaan lahan perkebunan. Petani

akhirnya melanjutkan produksi sebagaimana sebelumnya dan menggantikan

tanaman jarak dengan jagung dan ketela. Mereka mengusahakan lahan sesuai

dengan kekuatan anggota keluarganya. Kondisi itu berubah dan aturan tentang

pengelolaan lahan perkebunan mulai jelas saat presiden Soekarno

mengintruksikan seluruh rakyat Indonesia untuk kembali membangun ekonomi

nasional. Perintah itu juga diucapkan di TR saat presiden mengungsi bersama

wakil presiden dan para menterinya16.

Presiden Soekarno memerintahkan kepada rakyat untuk tidak sedikitpun

mengosongkan lahan yang ada, baik itu milik pribadi maupun bekas perkebunan.

Semuanya harus berproduksi untuk menyokong ekonomi nasional yang telah

hancur. Secara nasional hal itu dikenal dengan “rencana Kasimo” dan ujung

tombaknya adalah sektor pertanian. Di TR pidato presiden Soekarno dari Hotel

Selecta (ada di kawasan wisata Selecta) menjadi pemacu mereka untuk

mengusahakan lahan-lahan bekas perkebunan di samping lahan pribadi. Hal itu

juga memberi kesempatan bagi para bekas buruh untuk melakukan hal sama.

Belanda kembali lagi tahun 1948 dan langsung melakukan konsolidasi

dengan mengangkat kepala desa baru. Namun sayang kepala desa itu harus

mati dibunuh oleh rakyat, dan terpaksa dilakukan pilihan ulang. Baliknya Belanda

juga sangat singkat-selain factor keamanan, kondisi politik yang tidak menentu

mendorong swasta Belanda untuk merelakan asetnya hilang begitu saja.

Tahun 50-an dengan kepergian Belanda penguasa perkebunan kembali

kosong dan negaralah yang mengambil alih. Beberapa daerah di Indonesia

tanah-tanah itu dikelolakan pada PTPN yang dulu PPN, namun untuk

perkebunan di TR rupanya lebih dipercayakan pada AURI. Menurut perencanaan

katanya untuk lapangan terbang dan fasilitas militer lainnya. AURI ini selanjutnya

mencoba menghidupkan kembali perkebunan dengan membuka peternakan dan

mengusahakan kembali kina di sana. Jadi, hingga tahun 1950 perkebunan

praktis tidak beroperasi dengan baik bahkan berhenti total, sehingga kegiatan

ekonomi utama di TR hanyalah pertanian rakyat saja.

16 Presiden Soekarno pernah menginap di TR sewaktu dikejar-kejar oleh Belanda bersama Mohamad Hatta dan para menterinya serta mengendalikan pemerintahan dari sana. Saat itu Sokarno berpidato bahwa rakyat tidak boleh tinggal diam dan harus bergerak membangun ekonomi dengan menanami seluruh tanah yang kososng termasuk bekas perkebunan.

Page 79: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

67

Peran Pengusaha Pertanian Cina

Percepatan komersialisi cara produksi tradisional terjadi saat Cina mulai

mengenalkan tanaman kentang di daerah itu. Salah satu pengusaha Cina yang

masih hidup hingga saat ini adalah PNO (71) , ALG (87). Mereka merekut orang

dari luar daerah untuk menjadi buruh terutama untuk daerah-daerah yang masih

sepi seperti Sumberbrantas, sementara untuk daerah Junggo dan sekitarnya

Cina juga merekut penduduk lokal. Introdusir cara produksi komersil terjadi, juga

jenis tanamannya dan penduduk dapat belajar dan mencoba sekaligus. Hal ini

berbeda dengan masuknya perkebunan kina dimana penduduk tidak mungkin

meniru karena pasarnya yang tidak mereka ketahui dan memang terbatas.

Petani kebanyakan menikmati berkah kentang dengan cara “ngasak” atau

mencari sisa-sisa panen kentang yang tidak terbawa saat panen. Mereka pada

awalnya sulit untuk mendapatkan bibit karena pengusaha Cina membawa

langsung dari luar negeri, dan petani belum dapat membiakkan. Setelah tanaman

mulai banyak dan Cina ternyata juga membiakan sendiri bibitnya di TR petani

mulai tahu cara pembiakan bibit. Jadi pertanian kentang dibawa langsung oleh

pengusaha Cina saat perkebunan Teh dan Kina mulai rusak di tahun 50-an.

Selain mengenalkan tanaman komersil yang sangat dekat dengan pasar

luar, pengusaha Cina juga mengenalkan cara produksi komersil. Upah dan sewa

lahan yang sebelumnya kurang lazim semakin banyak orang yang melakukan.

Buruh-buruh yang telah mandiri dan berkeluarga dengan penduduk asli adalah

pelopor pengupahan dan sewa menyewa tanah. Kekuatan produksi didapatkan

tidak lagi hanya melalui pewarisan atau pembelian dan pembukaan lahan-lahan

baru tapi melalui penyewaan. Menurut sumber informasi penelitian ini, di tahun

50-60-an belum ditemui sistem gadai.

Relasi sosial produksi yang dibangun pengusaha Cina pada dasarnya

menggunakan cara-cara produksi kapitalis murni. Ia memposisikan sebagai

juragan sementara para buruh adalah pekerja upahan yang ia gaji sesuai dengan

pasar tenaga kerja. Juga dikenal sistem mandor sebagai pengawas produksi

yang biasanya orang kepercayaan juragan. Jam kerja menjadi ukuran utama,

dan pengawasan ketat terhadap target produksi, bahkan untuk kerja-kerja

tertentu telah ada sistem insentif seperti lembur dan bonus. Lembur terutama

dikenakan untuk kerja panen dan tanam yang harus dilakukan serentak. Bonus

Page 80: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

68

diberikan pada buruh “mbangkat” yang membawa barang dari kebun hingga ke

pasar, paling tidak ke tempat dimana kendaraan dapat menjangkau17.

Tenaga kerja terdiri dari dua golongan yakni orang dalam yang tidak

punya tanah dan orang luar “boro kerjo” yang datang dari berbagai daerah

seperti Ponorogo, Blitar, Pujon, Kediri dan daerah Malang Selatan. Pekerja ini

tinggal di bedeng-bedeng, dan banyak yang menginap di rumah penduduk. Para

Boro pulang ke kampungnya hanya saat-saat tertentu biasanya hari raya, bahkan

banyak diantaranya tidak pulang selama bertahun-tahun. Jika pulang ia akan

membawa teman-temannya atau saudara untuk bekerja bersama. Dengan

semakin besarnya kebutuhan kentang kebutuhan tenaga kerja saat itu besar dan

berapapun yang dibawa boro lama akan tertampung.

Dari tahun ke tahun perkembangan pertanian komersil ini semakin

meningkat dan lahan bekas perkebunan semakin berkurang. Pembukaan

dilakukan besar-besaran secara terus menerus dan etnik Cina juga semakin

banyak yang terjun ke pertanian. Tenaga kerja juga semakin banyak didatangkan

hingga terkenal daerah TR adalah tempat boro yang paling menjanjikan.

Jangankan mau bekerja, menjadi pemungut sisa panen saja akan dapat

memenuhi kebutuhan hidupnya. Begitu terkenalnya wilayah ini sebagai pusat

pertanian, mendatangkan banyak imigrant masuk untuk bekerja juga berdagang.

Lama kelamaan pedagang juga masuk dan membeli hasil pertanian

kentang. Selain itu jagung juga mulai menjadi komersil meski keuntungan tidak

sebesar kentang. Pedagang datang secara berkala dan hanya satu dua orang

saja. Itupun yang dibeli adalah kentang sisa panen tertinggal yang dikumpulkan

petani. Kentang bukan makanan utama sehingga jarang penduduk yang suka

memakannya hingga saat ini. Meski mereka hanya mengambil sisa, tujuannya

bukan untuk konsumsi tapi untuk dijual. Tipe-tipe Moda Produksi yang Hadir pada Formasi Sosial Lokal Kapitalis Pertanian

Moda produksi kapitalis pertanian di TR pada awal kemerdekaan,

diartikulasikan pada usahatani pengusaha Cina. Alat produksi utama modal, unit

produksi organisasi produksi, tenaga kerja utama buruh upahan. Modal bagi 17 Mbangkat adalah istilah bagi para kuli angkut yang membawa hasil panen juga sarana produksi dari tempat pemberhentian kendaraan bermotor terakhir juga pasar. Mereka biasanya membawa pikulan dengan dua keranjang yang mebawa barang hingga 1 kwintal. Mbangkat paling berat adalah medan ke Sumberbrantas yang jauhnya mencapai 6 kilometer dengan jalan yang bergunung. Jalur untuk mbangkat ini sekarang menjadi jalur tiang listrik karena rutenya yang lurus dan paling pendek.

Page 81: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

69

pengusaha Cina digunakan untuk mendapatkan sewa tanah dan biaya

operasional usahataninya. Tanah didapatkan melalui pejabat lokal dan tentara,

terutama pada tanah-tanah bekas perkebunan. Pada saat itu tanah pertanian

umum belum menjadi sasaran pengusaha Cina karena ketersediaan lahan

perkebunan masih luas. Bahkan Cina hanya mengambil tanah-tanah yang paling

subur di daerah yang mudah terjangkau.

Sementara itu hubungan sosial produksi terbatas pada organisasi

produksi. Struktur hubungan sosial produksi herarkhis, dan sifat hubungan

produksi eksploitatif. Pengusaha Cina menjalankan usahanya sangat terpisah

dengan keluarga dan menggunakan organisasi yang cukup rumit. Mandor dan

pengawas lapang diangkat untuk mendatangkan dan menggerakkan buruh yang

jumlahnya dapat ratusan. Ada tingkatan-tingkatan yang memperlihatkan struktur

herarkhis sehingga kecenderungan sifat hubungan produksi eksploitatif.

Beberapa pengusaha Cina hingga saat ini masih hidup sekitar tujuh orang yang

usaha taninya diteruskan oleh anak-anaknya.

Pertanian Semi-komersil Usahatani rakyat pada masa ini alat produksi masih bertumpu pada

tanah, unit produksi keluarga inti, dan tenaga kerja utama dari keluarga luas dan

buruh upahan. Tanah mereka dapatkan dari warisan orang tua mereka sebelum

perkebunan berdiri. Tanah sudah menggunakan hak milik pribadi semenjak

pemberlakuan tanah milik di Jawa tahun 1870-an. Tanah-tanah itu menyebar di

sekitar perkebunan pada perkampungan-perkampungan yang tidak besar.

Produksi dikerjakan masih oleh keluarga inti meski petani-petani kaya banyak

yang mempekerjakan buruh upahan sebagaimana pengusaha Cina. Usaha

mereka tidak kemudian meluas menjadi usaha bersifat massal sebagaimana

usaha etnik Cina, dan hanya kecil saja sesuai dengan kepemilikan lahannya.

Hubungan produksi. Batas sosial hubungan adalah organisasi produksi

yang melibatkan petani sendiri, buruh, juga keluarga luas yang bekerja padanya.

Dengan adanya buruh upahan, struktur hubungan produksi herarkhis antara

pemilik dan pekerja, meski masih ada kerabat yang mungkin tidak menjadi buruh

upahan. Kerabat ini membantu biasanya akan dibalas dengan bantuan serupa

oleh petani pemilik dan kalaupun diupah dibayar dengan natura. Sementara itu

karena kentang termasuk tanaman bukan dikonsumsi utama, seluruhnya masuk

pada mekanisme pasar. Keuntungan menjadi tujuan utama produksi sehingga

eksploitatiflah sifat hubungan produksinya. Buruh diupah dengan harga pasar,

sementara kentang ditentukan oleh harga pasar yang bisa lebih mahal dari harga

Page 82: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

70

buruh juga bisa lebih murah, dimana marjin ini tidak lalu dibagi pada seluruh

buruh tapi untuk pemilik kekuatan produksi. Pertanian Tradisional

Produksi pertanian tradisonal ini mencakup petani-petani yang tidak

mampu mengakses usaha tani kentang dan tetap menanam tanaman pangan.

Mereka juga tidak berorientasi pada pasar sebagaimana petani lainnya dan lebih

memilih mengamankan pangan untuk keluarga dan sedikit pertukaran. Mereka

sebenarnya juga bersentuhan dengan usaha tani swasta namun karena

keterbatasan modal dan juga lahan tidak memungkinkan menjadi kapitalis.

Kekuatan produksi mereka tetap tahan milik yang diperoleh dari

pewarisan. Unit produksi keluarga inti demikian juga tenaga kerja yang

diorganisir seluruhnya anggota keluarga. Hubungan produksi dengan demikian

masih egaliter karena batas sosial produksi juga masih dalam keluarga. Dengan

sendirinya hubungan demikian tidak bersifat eksploiatif. Petani dengan ciri

demikian di TR hingga tahun 1950-an masih banyak dan dominan.

Petani-petani yang masih memperlihatkan ciri-ciri cara produksi pertanian

tradisional kebanyakan adalah petani lokal. Mereka tidak begitu terpengaruh

karena orientasi yang masih melihat kedalam untuk kepentingan keluarga.

Keluarga-keluarga ini juga banyak yang masih mengantih (menenun kain)

bahkan hingga tahun 1950. tanaman yang diusahakan juga hanya jagung dan

ketela dan tidak menanam tanaman komersil. Mengenai artikulasi tiga moda

produksi diatas hingga tahun 1950 dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 5.3 : Artikulasi cara produksi pertanian tradisonal, semi-komersil, dan kapitalis pada masa awal kemerdekaan

Aspek cara produksi Pertanian tradisonal

(petani kecil)

Pertanian Semi-komersil

(Petani kaya )

Kapitalis pertanian (Pengusaha Cina)

A Kekuatan produksi

1 Alat produksi Tanah Tanah Modal

2 Unit produksi Keluarga inti Keluarga inti Organisasi produksi

3 Tenaga kerja utama Keluarga inti Keluarga luas & buruh

Buruh upahan

B Hubungan Produksi

1 Batas sosial hubungan produksi

Keluarga inti Organisasi produksi

Organisasi produksi

2 Struktur hubungan produksi

Egaliter Semakin herarkhis

Herarkhis

3 Sifat hubungan produksi

Tidak eskploitatif Semakin eksploitatif

Eksploitatif

Page 83: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

71

Perubahan Moda Produksi Lokal: Dari Pertanian Tradisional Menuju Semi-

Komersil

Pertanian intensif pengusaha Cina berdampingan dengan pertanian

tradisional yang diusahakan petani lokal. Sentuhan langsung ini memungkinkan

terjadinya transformasi keahlian. Hasilnya lama-kelamaan petani juga menanam

tanaman sayur meski jumlahnya sedikit. Mereka masih menggunakan tenaga

kerja keluarga dan sayur hanya tanaman sela saja. Namun karena permintaan

yang besar maka petani akhirnya beralih menanam kentang. Kedatangan

pedagang yang ke desa membuka kran pasar bagi petani yang dulunya tertutup.

Selain itu di pasar lokal kentang juga telah menjadi komoditas yang cukup laku.

Seiring dengan itu maka perlahan pertanian komersil juga mulai ditiru oleh para

petani lokal. Pergaulan dengan para buruh, juga perkawinan yang terjadi diantara

mereka semakin membuka peluang kearah itu.

Pada mulanya, kentang masih menjadi tanaman utama sementara wortel

dan kol menjadi tanaman sela. Usaha juga dilakukan kecil-kecilan dengan pasar

yang juga sangat terbatas, dan pedagang mulai masuk dan penjualan sayur

semakin mudah. Hal ini mendorong penduduk untuk mulai menanam tanaman

sayur agak luas. Namun demikian karena kurangnya keahlian dan akses pasar

lemah, pertanian yang diusahakan oleh penduduk kurang berhasil. Namun

paling tidak kedatangan pengusaha Cina ini meninggalkan keahlian khusus yang

sebelumnya tidak pernah diperoleh dari Belanda meski di TR ratusan tahun.

Pada awal-awal pembukaan perkebunan, hadirnya pengusaha Cina di TR

tidak bermasalah dalam perkembangan ekonomi desa. Hal itu terkait dengan

lahan pertanian yang cukup luas, selain ketertarikan masyarakat lokal dalam

usaha pertanian komersil belum besar. Sebelumnya meski sudah ada

peningkatan produksi dan komersialisasi, tidak pernah muncul akumulasi kapital

dalam masyarakat. Dengan demikian orientasi akumulasi tidak berjiwa kapitalis

tapi tetap tradisional dan melihat ke dalam. Hal ini penting bagi keberlangsungan

perkebunan, terutama dalam penyediaan tenaga kerja dan lahan.

Sentuhan cara produksi kapitalis pertanian yang dibawa Cina pada

beberapa sisi mampu mengubah corak pertanian tradisonal, namun pada sisi lain

banyak yang tidak berubah. Meski modal dibutuhkan dalam proses produksi,

terutama untuk keperluan bibit dan upah kerja, tanah tetap menjadi alat produksi

utama dalam usahatani rakyat. Unit produksi juga masih pada keluarga inti,

sementara tenaga kerja utama berasal dari keluarga luas dan buruh. Jadi

Page 84: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

72

kekuatan produksi hanya pada tenaga kerja saja yang mengalami perubahan,

tidak lagi bertumpu pada kerabat dan keluarga, tapi berpindah pada buruh.

Untuk relasi sosial produksi batas sosial hubungan produksi tidak

berubah masih dalam lingkup organisasi produksi, sementara struktur hubungan

produksi semakin herarkhis sebagai konsekwensi semakin banyaknya buruh

yang bekerja. Dengan demikian sifat hubungan yang terjalin eksploitatif karena

ekstraksi buruh semakin besar dilakukan oleh petani. Secara sederhana

perubahan itu dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 5.4 : Perubahan aspek cara produksi pertanian tradisional di TR awal kemerdekaan

Masa kolonial Masa awal kemerdekaan (1945-1950) Aspek cara

produksi Pertanian semi-komersil

Pertanian tradisional

Pertanian semi-komersil

Pertanian tradisional

A Kekuatan produksi

1 Alat produksi Tanah Tanah Tanah Tanah

2 Unit produksi Keluarga inti Keluarga inti Keluarga inti Keluarga inti

3 Tenaga kerja utama

Keluarga luas (kerabat)

Keluarga inti Keluarga luas dan buruh

Keluarga inti

B Hubungan Produksi

1 Batas sosial hubungan produksi

Organisasi produksi

Keluarga inti Organisasi produksi

Keluarga inti

2 Struktur hubungan produksi

Mulai herarkhis

Egaliter Semakin herarkhis

Egaliter

3 Sifat hubungan produksi

Mulai eksploitatif

Tidak eksploitatif

Semakin eksploitatif

Tidak eksploitatif

Perubahan pada berbagai aspek moda produksi di atas, tentu saja akan

merubah ciri-ciri cara produksi pertanian yang tampak kemudian. Dengan

mempekerjakan buruh pada proses produksi dengan demikian batas hubungan

produksi tidak lagi pada keluarga inti tapi pada organisasi produksi. Ini berarti

pertukaran tidak lagi hanya didasari oleh kerjasama dan harus ada imbalan

sehingga upah menjadi penting. Hubungan kontraktuallah yang berkembang

daripada primordial sehingga hak dan kewajiban dari buruh dan majikan jelas.

Jika demikian adanya, produksi harus mampu melampui keluaran petani

dan pasar menjadi tumpuan. Orientasi produksi dengan demikian lebih untuk

mencari keuntungan daripada melayani sistem sosial. Kewajiban-kewajiban

tertentu masih ada tapi menjadi bagian kecil dari seluruh tujuan produksi. Secara

sederhana perubahan ciri-ciri tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut:

Page 85: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

73

Tabel 5.6 : Kecenderungan perubahan ciri-ciri cara produksi yang berkembang pada sistem sosial lokal pada masa awal kemerdekaan

Artikulasinya Ciri-ciri cara produksi Masa kolonial Awal kemerdekaan (1945-

1950)

Kelembagaan produksi Berorientasi pada kebutuhan sistem kapitalis

Berorientasi pada kebutuhan sistem kapitalis

Nilai yang mengatur orientasi produksi

Memenuhi kebutuhan keluarga, buruh perkebunan, mulai komersil

Memenuhi kebutuhan keluarga dan untuk dijual

Nilai yang mengatur tujuan produksi

Pada keselarasan dengan lingkungan sosial

Pada nilai kapitalis meski melihat lingkungan sosial

Nilai yang mengatur organisasi produksi

Keluarga sebagai unit produksi

Keluarga sebagai unit produksi

Nilai yang mengatur penguasaan kekuatan produksi

Tanah milik pribadi tapi memiliki tanggungjawab sosial

Tanah milik pribadi unt uk mencari keuntungan

Tipe/bentuk pertukaran ekonomi

Balance Mulai negatif

Elemen yang terlibat dalam proses produksi

Petani dan keluarga, kerabat, buruh upahan, dan sesepuh desa.

Petani-buruh-kerabat

Mekanisme petukaran Tukar-menukar melalui pasar, kecuali dalam jaringan kerabat

Tukar menukar melalui pasar

Basis kerjasama Hubungan kontraktual dengan adanya buruh

Hubungan kontraktual

Relasi sosial produksi Mulai mengenal system upah Sistem upah semakin biasa

Sifat relasi sosial produksi

Mulai bersifat herarkhis dengan adanya buruh upahan

Herarkhis karena buruh semakin banyak

Sumber buruh Dari sistem sosial secara luas, meski kerabat ada

Dari sistem sosial secara luas

Relasi kekuasaan Mulai eksploitatif Semakin eksploitatif Sumber kekuasaan buruh

Kedekatan dan ketrampilan Ketrampilan

Sumber kekuasaan majikan

Penguasaan kekuatan produksi terutama lahan

Penguasaan kekuaan produksi terutama lahan

Kekuasaan dominan Petani kaya Pengusaha cina

Formasi Sosial Kapitalis Pertanian dan keberlangsungan

Moda Produksi Lokal

Berbagai peristiwa setelah Belanda pergi, moda produksi yang hadir

dalam struktur ekonomi lokal menjadi tiga tipe. Moda produksi lokal terdiri dari

pertanian semi-komersil dan sisa-sisa pertanian tradisional, sementara muncul

cara produksi baru yakni kapitalis pertanian yang dibawa oleh pengusaha Cina.

Ketiganya saling berhubungan membangun sebuah formasi sosial.

Tiga cara produksi ini tidaklah berdiri sendiri, karena masing-masing

memiliki ketergantungan. Pertanian tradisional meski mengusahakan kentang,

Page 86: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

74

jumlah jagung dan ketela lebih besar. Ini merupakan sumber pangan bagi buruh-

buruh kebun yang didatangkan pengusaha Cina. Tumbuhnya peranian

pengusaha Cina didukung sepenuhnya oleh produksi pangan petani tradisional

maupun petani semi-komersil. Namun demikian yang paling menyumbang

banyak terhadap kelangsungan pertanian pengusaha Cina adalah petanian

tradisional, karena ia sepenuhnya menanam tanaman pangan.

Dengan sistem upah, pertanian tradisional merupakan penyedia tenaga

kerja murah. Pembukaan lahan kebun teh dilakukan petani lokal dan buruh

dengan cara borongan. Meski mendapatkan keuntungan dengan masuknya

ketang, petani tetap memprioritaskan tanaman jagung dan ketela. Ini merupakan

subsidi yang besar untuk menjamin keberlangsungan usaha etnik Cina.

Hal menarik dalam periode ini dimana para petani kaya yang dulunya

telah komersil pada jaman kolonial mulai berubah orientasi produksinya.

Perlahan mereka mulai menanam kentang dalam jumlah yang cukup besar

terutama di daerah-daerah bawah seperti Junggo dan Gerdu, serta sebagian

Gondang. Pertumbuhan ini cenderung terus berlanjut mengingat kentang

semakin biasa ditanam penduduk meski tidak menjadi tanaman utama. Beberapa

responden mengatakan jika waktu itu sekitar tahun 1948-an sudah ada

pedagang-pedagang pengumpul di Junggo meski hanya sekali seminggu.

Mana yang dominan dan mengendalikan seluruh proses produksi? Jika

kita melihat pertanian lokal dari tanaman yang ditanam dan jaringan pasar yang

dibangun jelas tidak mungkin. Tanaman pangan hanya untuk konsumsi lokal dan

melayani cara produksi lain yang tidak memiliki kekuatan untuk mampu merubah

cara produksi lainnya. Meski mereka sudah bersentuhan dengan pasar, sifatnya

masih terbatas. Volume produksi kentang tidak sebanyak pengusaha Cina,

sehingga yang memiliki pengaruh kuat adalah pengusaha Cina.

Jika pengusaha Cina, kita tahu mereka yang paling pertama menangkap

peluang usaha pertanian komersil dengan memanfaatkan aset Belanda yang

kosong. Ia juga memasukan tanaman komersil dan membudidayakan secara

luas berdampingan dengan tanaman pangan petani. Akhirnya petani secara

perlahan juga mengadopsi cara ini, hingga benar-benar menggantikan saat

pengusaha Cina terusir. Teknologi budidaya, pasar, dan organisasi produksi

seluruhnya diwariskan pada seluruh petani tradisional.

Apa yang terjadi dengan cara produksi pariwisata? Jaman kacau tidaklah

mungkin wisata dapat hidup dan berkembang. Praktis saat-saat kemerdekaan

Page 87: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

75

pariwisata rusak dan tidak ada aktifitas ekonomi dari sana. Selain itu pada masa

itu penikmat obyek wisata adalah Belanda yang telah pergi meninggalkan

seluruh asetnya, termasuk Selecta. Jadi pengaruhnya dalam menentukan corak

formasi sosial sangatlah kecil.

Dari uraian di atas, terlihat cara produksi kapitalis memiliki pengaruh

paling besar pada struktur ekonomi lokal. Cara produksi yang ada sebelumnya

seperti pertanian semi-komersil dan tradisional seluruhnya tumbuh untuk

mendukung cara produksi kapitalis pertanian. Peran perkebunan sebagai

dominator sebelumnya digantikan oleh pertanian pengusaha Cina. Jadi secara

perlahan jumlah petani tradisonal dan semi-komersil menurun digantikan oleh

kapitalis pertanian baik oleh pengusaha Cina maupun oleh petani kaya yang

mulai melakukan akumulasi.

Setelah kemerdekaan terjadi perubahan mendasar pada dua cara

produksi lokal yang sebelumnya hadir dalam struktur ekonomi lokal. Cara

produksi pertanian semi-komersil muncul dan memiliki peran semakin besar.

Petani-petani tradisional semakin banyak yang menjadi semi komersil apalagi

setelah pengusaha Cina mengusahakan tanaman kentang. Petani tradisional

semakin kecil jumlahnya, dan hanya tinggal di daerah-daerah pinggiran desa

yang semakin hari semakin habis.

Sementara petani tradisional berubah, petani kaya mulai merubah

orientasi produksinya. Meski masih menerapkan cara produksi semi-komersil,

mereka lebih maju dibanding dengan petani kebanyakkan. Diantara mereka

masih mengusahakan tanaman pangan, namun kentang juga menjadi tanaman

penting. Semakin hari tanaman kentang semakin bertambah luas apalagi

dengan masuknya pedagang perantara di TR. Cara-cara bertani pengusaha

Cina juga mulai mereka tiru meski tidak seluruhnya.

Jadi cara produksi lokal telah berubah menjadi dua ciri yakni pertanian

semi-komersil yang diartikulasikan oleh petani kaya dan pertanian tradisional

yang dilakukan oleh petani kebanyakan. Cara produksi pertanian semi-komersil

cenderung mendominasi karena semakin banyak petani kebanyakan yang

menggunakannya. Sementara itu pertanian tradisional semakin kehilangan

pengaruhnya hingga berakhirnya penjajahan meski aktor-aktor ekonomi yang

bermain di TR telah berganti.

Page 88: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

76

Moda Produksi dan Formasi Sosial Selama Orde Lama (1950-1965)

Pada masa ini moda produksi pertanian menunjukkan kemapanan karena

para petani mulai mengikuti teknik bertani pengusaha Cina. Petani kaya perlahan

mengusahakan kentang sebagai tanaman komersil secara luas. Mereka juga

melakukan akumulasi lahan pertanian dan menguasai pasar kentang. Di sisi lain,

petani kebanyakan juga melirik kentang untuk menggantikan tanaman pangan

terutama petani bekas buruh kebun. Lahan hasil nasionalisasi menjadi kekuatan

produksi utama mereka, sehingga pada akhir-akhir periode pengusaha Cina

terdesak dan mencari konsesi baru dengan tentara.

Faktor-faktor Pendorong Perubahan

Bekerja dan Belajar Bersama Pengusaha Cina

Pengusaha Cina merekut buruh dari luar daerah, seperti Ponorogo,

Kediri, Tulungagung, Blitar, atau daerah Malang Selatan yang tandus. Buruh

bekerja mulai dari membongkar lahan perkebunan Teh dan Kina, mengolah,

hingga menanam, memelihara, memanen, bahkan mengangkutnya ke pasar.

Penduduk lokal juga direkut menjadi buruh upahan sebagaimana buruh dari luar

daerah. Keterlibatan penduduk lokal ini menjadi media belajar membudidayakan

tanamam komersial. Petani-petani kaya yang memiliki modal mengikuti jejak

pengusaha Cina mengusahakan tananam kentang. Bibit harus dibeli dengan

harga mahal selain penjualan masih jauh di kota yang tidak mungkin dilakukan

petani kecil.

Ketang pada awalnya hanya dibudidayakan petani-petani kaya yang

biasanya juga para pemimpin desa. Petani pada dasarnya terdiri dari dua

kelompok besar yakni petani bekas para pekerja perkebunan dan petani asli.

Petani-petani kaya pada saat itu masih didominasi oleh penduduk asli.

Merekalah yang meniru dulu, sebelum akhirnya para petani bekas pekerja

perkebunan juga melakukan hal yang sama sekitar tahun 1953.

KPN (79), mengatakan kebanyakan petani ikut menjadi pekerja

pengusaha Cina untuk menambah pengasilan. Jagung dan ketela yang

diusahakan tidak perlu dijaga terus sehingga banyak waktu luang. Kebanyakan

dari mereka ikut dalam borongan pembongkaran lahan kebun dan pengolahan

untuk ditanami kentang. Petani kebayakan mulai membudidayakan kentang

meski untuk keperluan sendiri di pematang-pematang sawah. Beberapa petani

kaya ada lima orang yang menamam kentang tapi luasnya masih sempit. Saat itu

pedagang kentang yang datang ke desa hanya mampu membeli sedikit karena

Page 89: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

77

sulitnya jalan masuk. Mereka biasanya hanya membeli hasil mengasak

(memungut sisa) petani di lahan bekas ketang pengusaha Cina.

Keterlibatan penduduk dengan pertanian kentang telah menambah

ketrampilan mereka secara teknis. Pasar ketang yang sebelumnya sulit diakses

oleh petani lokal perlahan menjadi mudah. Pedagang ketang telah masuk ke

desa meski dalam jumlah dan skala kecil. Kedatangan mereka menambah

volume perdagangan kentang di tingkat petani. Setidaknya mulai tahun 1955

petani-petani kaya sudah mulai menanam ketang dalam jumlah besar dan

mempekerjakan banyak buruh. Tahun-tahun berikutnya mereka menanam

ketang tidak lagi untuk selingan tapi sudah menjadi tanaman utama. Untuk petani

kecil tanaman utama mereka masih jagung dan ketela.

Kentang termasuk tanaman mahal dan memerlukan biaya tinggi. Hal ini

tidak memungkinkan seluruh petani meniru dengan begitu saja, selain juga

karena masalah budaya. Petani kecil jarang menanam dan kalaupun ada para

bekas pekerja perkebunan yang lama bekerja di pengusaha Cina dan itupun

jumlahnya masih terbatas. Namun demikian, kentang telah menjadi bagian cukup

penting dalam ekonomi desa, apalagi untuk masa-masa selanjutnya.

Ketegangan Politik dan Stagnasi Ekonomi

Di samping perkembangan yang mulai baik di sektor pertanian, dalam

komunitas desa masih tersisa beberapa permasalahan. Berhentinya dua

perkebunan besar di TR yakni kina dan teh menyisakan ribuan buruh yang tidak

tentu kemana nasibnya. Satu-satunya jalan bagi mereka adalah bertani karena

industri belum berkembang. Penduduk lokal juga berkembang sehingga

menambah beban ekonomi. Kebangkrutan ekonomi nyata dirasakan. Seiring

dengan merosotnya ekonomi desa tanda-tanda kekacauan politik sudah mulai

nampak dipermukaan. Para buruh perkebunan memang terserap pengusaha

Cina namun tentu saja sangat kecil jumlahnya.

Perkebunan di TR sebenarnya oleh pemerintah masih diusahakan tetap

berdiri untuk dapat berproduksi dan menyerap tenaga kerja. TNI-AU yang

berpangkalan di Lanud Abdulrahman Saleh mendapat tugas memulihkan kondisi

dengan melakukan revitalisasi fungsi perkebunan. Kenyataannya tidak satupun

dapat diselamatkan, malah tanah banyak yang rusak dan menjadi hutan liar.

Penyelamatan bekas kebun teh tidak mungkin karena telah dibongkar seluruhnya

oleh etnik Cina dan penduduk. Untuk tanaman kina masih dapat dikelola meski

tidak menghasilkan kentungan yang baik.

Page 90: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

78

Secara nasional, kembalinya PKI pada kancah politik setelah

pemberontakan tahun 1948 di Madiun mendapat respon positif di mata rakyat.

Perolehan suaranya cukup signifikan di Pemilu tahun 1955 dan menjadi

pemenang ke empat, hanya sedikit lebih kecil dari NU. Petani dan buruh

merupakan isu utama dimana land reform sebagai platfom perjuangan partai.

Dengan suara yang ada di parleman dan pendukung yang luas di pedesaan, isu-

isu tanah menjadi bahan kampanye utama mereka. Di TR, tanah-tanah

perkebunan yang luas dan tidak terurus merupakan sasaran utama.

Imbas paling penting aktifitas politik PKI dalam perekonomian adalah

kampanye BTI dan gerakan pembukaan lahan perkebunan. Sasaran utama

mereka tentu saja mengarah pada pengusaha Cina yang mendapat konsesi

pada tanah-tanah negara. Intrik politik dilancarkan hingga akhirnya pengusaha

Cina terpaksa meninggalkan seluruh asetnya terutama di daerah-daerah bekas

perkebunan teh. Beberapa masi bertahan di daerah bekas perkebunan kina

namun jumlahnya juga semakin kecil.

Masa-masa gejolak politik, dan kepergian pengusaha Cina dari TR

merubah dengan cepat formasi penguasaan kekuatan produksi terutama tanah

dan tenaga kerja. Tanah dan aset-aset pengusaha Cina dikuasai oleh para

pekerja dan penduduk asli. Para pekerja yang dulunya menjadi hamba, sekarang

telah memiliki kekuatan produksi sendiri sehingga kelangkaan tenaga kerja

terjadi. Saat itu krisis memang sudah sangat memuncak, dan produksi pertanian

sepertinya tidak berhasil dengan baik. Di beberapa tempat bahkan banyak yang

menderita kekurangan pangan termasuk juga di TR. Meski kekuatan produksi

dikuasai rakyat, sebenarnya tidak menambah produksi. Kegagalan panen, hama

tikus, dan kekeringan melanda TR berkepanjangan.

Desa saat itu sedang dalam ketegangan yang luar biasa karena adanya

konsolidasi berlebihan dari kekuatan-kekuatan politik. Pengkaderan masuk

hingga ke dusun-dusun bahkan langsung ke keluarga-keluarga petani dengan

jalan menawarkan programnya. Tanah menjadi isu utama PKI, dan langsung

mendapat sambutan yang cukup bagus dari masyarakat. Di sisi lain ketahanan

pangan penduduk sebenarnya mulai goyang karena perubahan orientasi

produksi sejak masuknya tanaman kentang. Tanaman kentang tergantung pada

kondisi ekonomi di luar desa, yang secara nasional sedang terpuruk. Meski

harga baik, barang sulit didapatkan terutama bahan pangan.

Page 91: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

79

Jika diberi kurva, puncak ketegangan politik dan stagnasi ekonomi di

pedesaan terjadi saat operasi penumpasan PKI ditingkat desa. Operasi

penangkapan terhadap pengikut PKI dan ormasnya, meresahkan seluruh rakyat.

Banyak para aktifis partai ditangkap dan dibunuh, sebagian besar anggota yang

tidak tahu juga mendapatkan perlakukan serupa. Perlu diketahui desa TR

merupakan basis PKI karena banyaknya bekas-bekas buruh perkebunan dan

pengusaha Cina yang tidak memiliki tanah pertanian. Mereka masuk karena

program utama PKI adalah tanah untuk rakyat.

Kegiatan pertanian praktis berhenti dan desa mati saat peristiwa PKI.

Ketegangan terjadi hingga bertahun-tahun dimana seluruh kegiatan politik praktis

terhenti. Trauma GESTOK bahkan tidak hilang hingga saat ini, terutama bagi

para anak bekas anggota PKI. Di TR secara resmi masih ada 350 orang yang

dicatat sebagai bekas Tapol (Tahanan Politik). Ini adalah jumlah yang cukup

besar karena sebagian yang lain banyak yang telah mati, tertangkap atau

melarikan diri. Beberapa orang bahkan menyebut masa-masa itu hidup seperti

sapi dalam kandang yang setiap saat dapat saja dijemput untuk di penggal.

Kepala desa TR, Pak MR bahkan harus lengser dari kepemimpinan

padahal ia telah menjabat dari tahun 1932. Saat agresi militer Belanda kedua

tahun 1947-1948, beliau mengungsi karena tidak sepakat dengan kembalinya

Belanda menguasai perkebunan. Ia kembali dari pengungsian dan menjabat

sebagai kepala desa hingga akhirnya harus turun setelah PKI meletus. Soekarno

jatuh, tentara memegang kendali kekuasaan di TR, dan mengangkat seorang

karateker P. Mulyono hanya selama dua bulan, dan digantikan lagi oleh P.

Soekaryo sebagai karateker kepala desa hingga tahun 1972.

Praktis perkembangan ekonomi terhenti, bahkan bertani hanya untuk

mempertahankan diri saja. Terjadi perubahan formasi penguasaan kekuatan

produksi secara radikal dengan perginya petani-petani penggarap yang

sebelumnya menduduki tanah perkebunan. Selain banyak yang mati dan

ditangkap sebagai tahanan politik, banyak diantaranya yang pergi meninggalkan

desa. Tanah-tanah perkebunan kembali tak tergarap, dan kembali menjadi hutan.

Tanah yang dikuasai rakyat kembali pada posisi semula, sementara tanah

perkebunan dikembalikan pada Negara. Pengusaha Cina tidak berani kembali

berusaha tani, dan Negara melalui tentara menjadi pengatur utama.

Pada masa-masa itu seluruh kegiatan ekonomi desa berhenti dan tidak

terjadi perubahan signifikan hingga tahun 1970-an. Petani lokal telah

Page 92: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

80

sepenuhnya memiliki orientasi produksi untuk pasar sejak pengusaha Cina pergi.

Masa-masa pengolahan hasil pembagian lahan perkebunan merupakan tahap

pematangan moda produksi kapitalis pertanian di TR. Petani telah memproduksi

ketang untuk dijual ke Malang sementara tanaman pangan mulai berkurang

jumlahnya dan petani lebih memilih membeli dari pasar. Tipe-tipe Moda Produksi yang Terbangun

Cara Produksi Kapitalis Pertanian

Kekuatan produksi utama adalah modal uang. Modal tetap menjadi alat

produksi utama pengusaha Cina demikian juga unit produksi adalah organisasi

produksi. Sebagai majikan pengusaha Cina berperan juga sebagai seorang

manajer atas yang membawahi beberapa orang mandor. Ia tidak langsung

melakukan pembayaran dan pengawasan kerja diserahkan sepenuhnya pada

mandor. Modal jugalah yang digunakan oleh pengusaha Cina untuk

mendapatkan lahan dari konsesi perkebunan, juga operasional produksinya.

Hubungan produksi herakhis karena hubungan buruh majikan. Batas

hubungan produksi adalah organisasi produksi yang melibatkan buruh, mandor,

dan pengusaha Cina sendiri sebagai pemilik. Hubungan dibangun secara

herarkhis yang memusat pada pengusaha Cina sebagai pemilik alat produksi.

Orientasi produksi jelas untuk tujuan akumulasi dan ini tidak mengalami

perubahan berarti sejak kedatangannya di tahun 1946-an di TR. Jadi sifat

hubungan yang terbangun juga tetap eksploitatif.

Cara Produksi Pertanian Semi-komersil kekuatan produksi utama sebenarnya tidak berubah dan tetap tanah

menjadi alat produksi utama. Hanya saja tanah pada masa ini tidak hanya

terbatas pada hak milik tapi juga tanah perkebunan yang didapatkan petani saat

nasionalisasi. Sementara itu unit produksi juga masih tetap pada keluarga inti,

sedangkan tenaga kerja utama didapatkan dari kerabat dan buruh upahan dari

dalam sistem sosial.

Batas hubungan produksi dengan demikian meluas pada organisasi

sosial produksi karena telah melibatkan buruh dalam proses produksi. Petani

kaya yang menanam kentang dalam jumlah besar di TR bahkan mempekerjakan

lebih dari 10 orang secara rutin dan dapat menyewa 20 oarang untuk membawa

hasil bumi ke pasar. Saat itu angkutan masih mengandalkan manusia dan kuda.

Pelibatan buruh lebih banyak menyebabkan relasi sosial produksi menjadi

Page 93: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

81

semakin herarkhis tidak sebagaimana perioede sebelumnya yang masih egaliter.

Dengan demikian maka sifat hubungan produksi eksploitatif karena adanya

pelibatan buruh secara intens untuk menambah keuntungan.

Cara Produksi Pertanian Tradisional

Pertanian tradisional alat produksi utama adalah tanah milik juga tanah

hasil nasionalisasi. Unit produksi adalah unit keluarga dimana seluruh anggota

keluarga juga menjadi pekerja dalam usaha. Dengan demikian sumber utama

pekerja adalah anggota keluarga. Pertanian tradisonal ini jumlahnya semakin

berkurang dan tidak sebanyak tahun 1950-an. Sebagian dari mereka ada yang

mulai menanam tanama kentang sebagian yang lain menjadi buruh tani pada

petani kaya dan pengusaha Cina.

Batas hubungan sosial produksi adalah keluarga inti karena mereka tidak

mempekerjakan buruh upahan. Kalaupun ada itu adalah dari kerabat dan

sifatnya membantu yang nanti akan dibalas dengan demikian juga. Dengan

demikian struktur hubungan produksi yang terbangun egaliter karena pekerja

juga anggota keluarga. Sementara itu sifat hubungan produksi tentu saja tidak

eksploitatif karena hasil produksi pada dasarnya untuk kepentingan bersama

seluruh anggota keluarga. Sebagai gambaran ringkas ketiga artikulasi itu dapat

dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 5.7 : Artikulasi cara produksi pertanian tradisonal, semi-komersil, dan kapitalis

pertanian pada masa Orde Lama

Aspek cara produksi Pertanian tradisonal

(petani kecil)

Pertanian Semi-komersil

(Petani kaya )

Kapitalis pertanian

(Pertanian Cina)

A Kekuatan produksi 1 Alat produksi Tanah Tanah Modal

2 Unit produksi Keluarga inti Keluarga inti Organisasi produksi

3 Tenaga kerja utama Keluarga inti dan kerabat

Keluarga luas dan buruh Buruh upahan

B Hubungan Produksi

1 Batas sosial hubungan produksi Keluarga luas

Organisasi produksi

Organisasi produksi

2 Struktur hubungan produksi Egaliter Semakin herarkhis Herarkhis

3 Sifat hubungan produksi Tidak eskploitatif Semakin eksploitatif Eksploitatif

Page 94: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

82

Perubahan Moda Produksi Lokal : Dari Semi-komersil menuju Kapitalis

Pertanian

Memasuki tahun 1950 atau lebih dikenal dengan masa Orde lama,

pertanian tradisional yang telah terpecah menjadi dua cara produksi terus

berubah seiring pekembangan-perkembangan ditingkat lokal maupun di luar

sistem sosial desa. Dinamika kehidupan desa TR selama tahun 1950-1965 tentu

saja berdampak secara langsung terhadap ciri cara produksi pertanian. Meski

secara riel kegiatan-kegiatan ekonomi tidak berjalan dengan normal, namun

pada dasarnya telah terjadi pergeseran yang cukup besar dari periode

sebelumnya. Paling tidak dengan belajar dari pengusaha Cina dan

perkembangan politik nasional yang berimbas pada tataran lokal mampu

merubah kemapanan yang ada sebelumnya.

Usaha tani setelah bersentuhan dengan pengusaha Cina ada sebagian

yang mampu meniru dan sebagian yang lain tetap berjalan sebagaimana

asalnya. Mereka yang kaya mampu meniru dan bahkan berkembang cukup

pesat setelah tahun 1955-an. Petani-petani kecil hanya menjadikan tanaman

kentang sebagai selingan saja. Hingga tahun 1960-an di TR penanam tanaman

kentang masih sedikit dan terbatas pada kelompok petani kaya, atau mereka

yang dulu pernah bekerja di pengusaha Cina.

Akibat perbedaan bentuk keterlibatan petani dengan pengusaha Cina,

maka kedua jenis petani lokal masing-masing memiliki kareakteristik yang sangat

berbeda. Petani kecil tetap menanam tanaman pangan dan masih mengikuti cara

lama baik dalam mengorganisasikan produksi juga orientasi produksinya.

Sementara itu petani kaya yang telah bersentuhan secara langsung dengan

tanaman komersial yang dibawa pengusaha Cina menjadi lebih kapitalis.

Perkembangan-perkembangan itu menunjukkan adanya perubahan

mendasar pada cara produksi pertanian. Terlihat jelas pertanian komersial mulai

menguasai seluruh kehidupan ekonomi desa. Kekuatan produksi pertanian lokal

pada dasarnya tidak berubah demikian cepat. Tanah tetap menjadi alat produksi

utama, demikian juga unit produksi tidak berubah. Hanya saja orientasi produksi

sekarang sudah mulai berkembang untuk pasar regional melalui pedagang

pengumpul yang masuk. Unti produksi demikian juga masih berkutat di keluarga

inti dan belum terbentuk usaha privat sebagaimana ciri kapitalis murni. Namun

demikian orientasi produksi dan akumulasi yang dilakukan mencirikan sifat

kapitalis murni.

Page 95: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

83

Hubungan produksi cara produksi pertanian terlihat semakin jelas

herarkhisnya. Tenaga kerja upahan semakin banyak dipekerjakan dan semakin

menunjukkan adanya eksploitasi buruh. Dikaitkan dengan perubahan nilai

produksi dan orientasinya maka jelas keuntungan tidak untuk dibagi bersama

sesama keluarga sebagaimana sistem tradisional tapi untuk kepentingan pemilik

modal. Dengan demikian pertanian komersil semakin menemukan bentuknya

dalam formasi sosial pedesaan. Mengenai aspek-aspek cara produksi pertanian

tradisional dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 5.8 : Perubahan aspek cara produksi lokal pada masa Orde Lama Periode 1945-1950 Periode 1950-1965

Aspek cara produksi Pert. semi-

komersil Pert. tradisional

Pert. komersil

Pert. tradisional

A Kekuatan produksi

1 Alat produksi Tanah Tanah Tanah Tanah

2 Unit produksi Keluarga inti Keluarga inti Keluarga inti Keluarga inti

3 Tenaga kerja utama

Keluarga luas dan buruh

Keluarga inti Keluarga luas dan buruh

Keluarga inti

B Hubungan Produksi

1 Batas sosial hubungan produksi

Organisasi produksi

Keluarga inti Organisasi produksi

Keluarga inti

2 Struktur hubungan produksi

Semakin herarkhis

Egaliter Herarkhis Egaliter

3 Sifat hubungan produksi

Semakin eksploitatif

Tidak eksploitatif

Eksploitatif Tidak eksploitatif

Menguatnya cara produksi kapitalis pertanian ternyata diiringi

pengurangan petani tradisional. SYN (70) mengatakan pada tahun 60-an jika

masih ada keluarga yang tidak menanam tanaman kentang hanya di daerah

Sumberbrantas paling atas. Mereka tinggal beberapa keluarga saja dan segera

setelah itu mereka mengusahakan kentang juga. Namun demikian, kentang tetap

menjadi tanaman kedua setelah jagung dan ketela. Selain sulit pemeliharaanya,

kentang saat itu dianggap tidak dapat langsung dijual atau dikonsumsi dan

menunggu pedagang datang. Kalau petani kecil tidak mungkin membawa ke

pasar selain jauh, mereka tidak mampu menyewa para buruh angkutnya.

Apa implikasi terhadap ciri-ciri kehidupan desa secara keseluruhan?

Kelembagaan produksi tentu saja berubah dari sebelumya masih berorientasi

pada nilai lokal setelah periode ini mulai goyah. Pertukaran juga demikian dari

balance mulai negatif. Hal ini terutama terjadi karena buruh semakin besar

Page 96: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

84

diusahakan dan petani kaya juga mulai memikirkan akumulasi karena pasar

kentang mulai meluas. Basis relasi sosial produksi juga tidak lagi terbatas pada

keluarga luas, namun telah mengikukan buruh upahan meski sifatnya masih

domestik. Sementara itu sifat hubungan produksi juga berubah mulai ekspolitaif

dari yang dulunya lebih mengandalkan kerjasama. Secara rinci perubahan itu

dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 5.9 : Kecenderungan perubahan cara produksi yang berkembang pada sistem

sosial lokal pada masa Orde Lama Artikulasinya Ciri-ciri cara produksi

Awal kemerdekaan Periode orde lama

Kelembagaan produksi Berorientasi pada sistem kapitalis

Berorientasi pada sistem kapitalis

Nilai yang mengatur orientasi produksi

Memenuhi kebutuhan keluarga dan untuk dijual

Untuk dijual semakin besar dari keluarga

Nilai yang mengatur tujuan produksi

Pada nilai kapitalis meski melihat lingkungan sosial

Semakin erat dengan nilai kapitalis

Nilai yang mengatur organisasi produksi

Keluarga sebagai unit produksi

Keluarga sebagai unit produksi

Nilai yang mengatur penguasaan kekuatan produksi

Tanah milik pribadi untuk mencari keuntungan

Tanah milik pribadi untuk mencari keuntungan

Tipe/bentuk pertukaran ekonomi

Mulai negatif Semakin negatif

Elemen yang terlibat dalam proses produksi

Petani-buruh-kerabat Petani-buruh-kerabat, buruh semakin dominan

Mekanisme petukaran Tukar menukar melalui pasar

Tukar menukar pasar

Basis kerjasama Hubungan kontraktual Hubungan kontraktual Relasi sosial produksi Sistem upah semakin

biasa Sistem upah semakin dominan

Sifat relasi sosial produksi Herarkhis karena buruh semakin banyak

Herarkhis

Sumber buruh Dari sistem sosial secara luas

Dari sistem sosial secara luas

Relasi kekuasaan Semakin eksploitatif Eksploitasi bertambah

Sumber kekuasaan buruh Ketrampilan Ketrampilan

Sumber kekuasaan majikan Penguasaan kekuaan produksi terutama lahan

Penguasaan kekuatan produksi lahan

Kekuasaan dominan Pengusaha cina Pengusaha Cina & petani

kaya Perubahan pada kehidupan sosial desa tak lepas dari perubahan cara

produksi pertanian. Pertanian komersil semakin berkembang pesat dengan

banyaknya petani yang beralih mengusahakan tanaman ketang. Hal itu semakin

kentara dengan berbagai intrik yang dilakukan petani lokal terhadap keberadaan

pengusaha Cina yang sebelumnya tidak pernah dimasalahkan.

Page 97: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

85

Menurut TSN (71) setelah tahun 1950, pengusaha Cina memang

meningkatkan aktifitas ekonominya. Perkembangan kentang sangat cepat

perkembangannya dan mulai melakukan sewa tanah pada petani. Tanah-tanah

penduduk mulai disewa dan sebagian juga dibeli untuk memperluas tanaman

kentang. Mereka juga merekut semakin banyak pekerja baik dari penduduk lokal

maupun dari luar daerah. Kebanyakan buruh ini kemudian kawin dengan

penduduk lokal yang masih menjadi kebiasaan hingga saat ini.

Di sisi lain, petani yang mengadopsi pertanian cara pengusaha Cina juga

bertambah banyak. Mereka memperluas tanaman kentang seiring masuknya

pedagang ke desa. Petani-petani kaya yang pada masa penjajahan menjadi

penyedia pangan bagi buruh pabrik beralih menjadi kapitalis pertanian sejati.

Kentang memungkinkan mereka dapat langsung bersentuhan dengan dunia luar

dan mengenal nilai-nilai kapitalis secara langsung.

Petani kaya selanjutnya sudah mulai mengenal akumulasi sebagaimana

pengusaha Cina. Hubungan produksi yang dibangun juga lebih mirip dengan

yang diusahakan oleh pengusaha Cina meski mereka masih memiliki kaitan

dengan sistem sosial lebih erat. Karena mereka memiliki tanah maka tanah tetap

menjadi kekuatan produksi penting bagi petani kaya.

Formasi Sosial Kapitalis Pertanian dan Keberlangsungan Cara Produksi

Lokal

Pada masa ini cara produksi yang muncul pada struktur ekonomi lokal

ada tiga yakni kapitalis pertanian, pertanian semi-komersil, dan pertanian

tradisional. Kapitalis pertanian diartikulasikan dalam usaha tani pengusaha

Pengusaha Cina dan petani kaya yang telah kapitalis, pertanian semi-komersil

oleh petani lokal, sementara pertanian tradisional oleh sisa-sisa petani lokal yang

belum berkembang.

Dilihat dari konstelasi hubungan seluruh moda produksi di TR, yang

menentukan hingga tahun 1955 adalah pengusaha Cina. Mereka paling dominan

dalam produksi di pedesaan karena mampu menyerap banyak petani untuk

bekerja padanya juga sebagian besar lahan dikuasai olehnya. Petani kaya

bahkan terpengaruh dan mengusahakan komoditas yang sama meski tidak

sebesar pengusaha Cina. Meski tidak terlihat adanya dominasi, namun pada

dasarnya arah perkembangan ditentukan oleh kapitalis pertanian.

Hal itu semakin kentara saat petani kaya mulai mengusahakan komoditas

lebih besar lagi tahun 60-an. Pengusiran pengusaha Cina sebenarnya juga dapat

Page 98: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

86

menjadi petunjuk baik, karena kepergiannya berarti kematian cara produksi

kapitalis. Kenyataanya kepergian pengusaha Cina malah semakin menegaskan

jika cara kapitalis pertanian sudah sepenuhnya menjadi bagian dari sistem sosial

itu sepenuhnya. Petani kaya yang mengambil alih peran pengusaha Cina dalam

menjalankan cara produksi kapitalis pertanian menandakan moda produksi ini

telah hidup dan berkembang.

Sementara itu secara perlahan pertanian tradisonal juga mengalami

penurunan jumlahnya. Petani-petani kecil ini kebanyakan dari mereka memilih

menjadi buruh pengusaha Cina dan petani kaya yang menandakan adanya

dominasi cara produksi kapitalis. Hingga tahun 1960 jumlah mereka di desa

hanya beberapa kelompok pemukiman yang kebanyakan ada di daerah

Sumberbrantas yang memang paling jauh dari jangkauan. Jadi cara produksi

kapitalis pertanian mendominasi cara produksi semi-komersil sementara

keduanya mendominasi pertanian tradisional.

Pada masa sebelumnya cara produksi lokal telah berubah menjadi semi-

komersil yang diperankan oleh petani kaya. Mereka meniru sistem produksi

pengusaha Cina dalam mengelola usaha taninya. Semakin hari mereka semakin

memiliki pengaruh kuat dan bahkan menjadi kapitalis pertanian sebagaimana

pengusaha Cina. Mereka mampu sepenuhnya mengadopsi cara produksi

kapitalis hingga mampu mendominasi ekonomi lokal. Puncak dominasi petani

kaya terjadi saat mereka mampu mengusir pengusaha Cina dari desa meski

menggunakan isu politik (land reform).

Di sisi lain pertanian tradisional semakin kecil pengaruhnya pada

ekonomi lokal. Di tahun 1955-an tidak ada lagi petani yang tertutup

sebagaimana periode sebelumnya. Seluruh petani telah mengenal tanaman

komersil meski mereka tidak membudidayakan secara luas. Pedagang perantara

juga mulai banyak hingga pasar terbuka sepenuhnya. Meski demikian masih ada

petani demikian meski jumlahnya sangat kecil.

Jadi masuknya pengusaha Cina sejak awal kemerdekaan, saat Orde

Lama cara produksi semi-komersil semakin kuat posisinya, meski pertanian

pengusaha Cina masih mendominasi. Para petani kaya mulai meniru pengusaha

Cina sehingga posisinya semakin kuat. Sementara itu pertanian tradisional

semakin berkurang perannya dan meski jumlahnya masih cukup banyak, dan

berkecenderungan menurun.

Page 99: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

87

Moda Produksi dan Formasi Sosial Orde Baru (1965-1997)

Pada masa ini petani kaya yang telah komersial sebelumnya, menjadi

semakin mapan, bahkan dapat bersaing dengan pengusaha Cina. Sementara itu

petani kecil terutama bekas pekerja perkebunan yang mengikuti jejak petani kaya

juga mulai komersial. Pertanian tradisional yang masih ada pada periode

sebelumnya habis sama sekali. Pada saat yang sama berkembang industri agro

bercirikan kapitalis yang diintrodusir oleh pemerintah. Peralihan dari tradisional

ke komersial tidak dengan sendirinya membawa petani kebanyakan menjadi

kapitalis, malah banyak yang terlempar menjadi buruh.

Faktor-faktor Pendorong Perubahan

Repelita dan Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ORBA di TR telah ditata sejak operasi besar-besaran

terhadap para pendukung PKI di tahun 1966 dan normalisasi pada tahun-tahun

berikutnya. Penggantian kepala desa dengan seorang karateker hingga dua kali

adalah wujud konsolidasi itu. Baru tahun 1972 setelah dipastikan kekuatan Orde

Baru mapan, dipilih seorang kepala desa. Baru pada tahun 1973 Pemilu

dilakukan untuk memberi legitimasi kekuasaan ORBA. Menurut MHR (79)

pemilihan kepala desa setahun sebelum pemilu, merupakan langkah awal ORBA

dalam konsolidasi kekuasaan untuk menambah legitimasinya karena

sebelumnya desa dipimpin militer.

Kebijakan ORBA mengutamakan stabilitas politik dan peningkatan

produksi pertanian saat awal-awal berdirinya. Perombakan besar-besaran

dilakukan pada sistem produksi usaha tani dengan jalan modernisasi pertanian.

Fokus utamanya adalah produksi pangan yang memang sangat terpuruk dan

mengalami stagnasi luar biasa pada tahun 60-an. Kebijakan ini dititik beratkan

pada usahatani padi sawah yang menjadi makanan pokok penduduk Indonesia.

Untuk daerah pegunungan ada program khusus, tapi tetap sebagai upaya

modernisasi pedesaan.

Di TR, upaya dari pemerintah tidak spesifik pada usaha tani tradisional,

namun pada intruksi untuk merubah atap rumah dari ilalang yang masih ada

hingga tahun 70-an menjadi genting. Menurut PRT (76) penyuluhan dilakukan

meski seringkali kepala desa agak memaksakan untuk kebijakan itu. Sesekali

ada juga himbauan untuk memperbaiki usaha tani melalui penggunaan bibit

unggul dan pupuk. Sebelumnya, meski tanaman yang ditanam telah komersial

(kentang), namun baik petani Cina maupun pribumi mengandalkan pupuk

Page 100: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

88

kandang dan belum mengenal pupuk buatan. Kebijakan ini awal-awal diberikan

dalam bentuk penyuluhan yang sistematis tidak hanya masalah pertanian tapi

juga kehidupan sosial secara umum.

Kebijakan kedua ORBA di TR, adalah Transmigrasi Lokal (Translok) yang

terdiri dari pensiunan TNI-AU untuk menempati tanah kosong bekas perkebunan.

Mereka terdiri dari 199 KK, dan menempati 110 Ha tanah yang sedianya untuk

lahan pertanian. Kebijakan ini selain untuk menetralisir gejolak masyarakat yang

sewaktu-waktu muncul, juga berfungsi untuk meningkatkan produksi pertanian.

Ternyata para keluarga tentara ini tidak menguasai cara bercocok tanam

sehingga lahan banyak yang mereka jual.

Menurut ALG (87) dan TSN (71) kesempatan ini kemudian ditangkap oleh

para bekas pengusaha Cina yang dulu pernah berusaha di TR. Mereka menyewa

atau membeli tanah yang dikuasai oleh TNI-AU dan lahan penduduk. Tanah-

tanah bekas tentara banyak menjadi hak milik pengusaha Cina. Kebijakan yang

tidak jelas pemerintahan Orde Baru pada tanah, memungkinkan orang luar

daerah, bahkan orang asing memiliki tanah di TR, termasuk pengusaha Cina. Di

TR mereka mengubah nama menjadi nama pribumi pada akte tanahnya hingga

diwariskan pada keturunannya hingga saat ini.

Pertanian sebagai basis ekonomi rakyat dibebaskan tanpa ada

perlindungan terutama kejelasan aturan pertanahan. Petani dibiarkan

berkompetisi dengan kekuatan ekonomi lain yang bercukupan modal, memiliki

kemampuan managemen baik, koneksi, juga jaringan pemasaran yang luas.

Para petani selalu di bawah para pengusaha Cina, baik dalam manajemen

maupun jaringan pasar, karena kebanyakan dari mereka bekas buruh

Pengusaha Pengusaha Cina.

Pengusaha Cina kembali menghidupkan cara produksi komersial yang

telah lama hilang semenjak ketegangan tahun 60-an. Mereka melakukan

rekutmen tenaga kerja kembali dalam jumlah besar. Banyak penduduk lokal yang

bekerja pada mereka, bersama dengan pekerja boro yang didatangkan dari luar

daerah. Pengusaha Cina juga mulai membawa langsung pedagang untuk

memanen tanamannya di kebun. Mereka juga lebih intensif dalam mengawasi

kerja buruh. Kerja-kerja yang dulu dimonopoli oleh orang, seperti bangkat

sekarang digantikan dengan mobil.

Pengusaha Cina bertambah dengan cepat karena konsensi yang

difasilitasi oleh tentara. Sewa mereka lebih murah dari harga pasar juga

kepastian perlindungan dari gangguan keamanan. Bahkan secara langsung

Page 101: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

89

tentara melalui para purnawirawan menjadi mitra di tingkat lapangan. Konsesi ini

akhirnya menjadi boomerang ketika Pengusaha Cina tidak hanya menyewa

lahan dari petani, tapi juga melakukan pembelian pada para transmigran.

Kebutuhan ekonomi dan ketidakmampuan para transmigran dalam berusaha tani

mendorong penjualan tanah-tanah jatah mereka.

Bagaimana pertanian yang mulai belajar komersial? Bagi mereka yang

memiliki tanah luas dan kemampuan manajemen, dapat bertahan. Bagi yang

tidak, banyak diantaranya kembali menanam tanaman lama yakni jagung dan

ketela. Tanaman kentang memerlukan biaya cukup besar dan keahlian khusus,

sehingga petani kecil tidak mungkin mampu. Kebijakan pemerintah yang lebih

condong pada pendekatan produktifitas tidak memberi perlindungan khusus.

Para petani kaya juga mulai mengambil buruh, bahkan mereka memberi

tempat bagi para buruh di rumah mereka. Rekutmen buruh tetap dilakukan

besar-besaran dibarengi dengan penciptaan ketergantungan. Tempat tinggal

sementara, bonus, juga kepastian pekerjaan tidak memungkinkan buruh

berpindah pada orang lain. Juragan baru ini menjadi pesaing para pengusaha

Cina. Mereka juga melakukan sewa terutama pada para transmigran dan

penduduk lokal untuk memperluas usahanya. Pendek kata mereka telah menjadi

kapitalis baru yang sama agresifnya dari para pengusaha Cina.

Pendorong utama perkembangan tanaman komersial di TR tak lepas dari

efek modernisasi yang dikenalkan orde baru. Introdusir pupuk buatan, obat-

obatan dan bibit unggul memacu produksi karena hambatan hama dan penyakit

teratasi. Sayur apalagi kentang yang sangat rentan terhadap serangan penyakit

dapat diatasi. Petani Cina paling pertama menangkap peluang itu dan melakukan

perubahan terhadap pola tanam menjadi lebih intensif. Penanaman kentang

menjadi dua kali setahun juga jarak tanam menjadi lebih sempit. Penggunaan

pupuk melipatkan produksi hingga berton-ton hasil kentang dalam tiap hektarnya.

Sayur yang dahulunya hanya dua kali tanam menjadi tiga sampai empat

kali dan tanah tidak pernah bero. Pestisida saat itu sangat ampuh hingga jarang

tanaman yang terserang penyakit. Pemupukan juga jarang, dengan sedikit saja

sudah meningkatkan produksi sangat besar yang tentunya menekan biaya

produksi. Tenaga kerjalah satu-satunya yang menjadi kendala utama. Tahun-

tahun itu pula jalan mulai dimakadam (diaspal godok) yang semakin

memudahkan transportasi. Tahun-tahun itu pula mulai banyak berkembang toko-

toko pertanian, warung-warung makanan, juga tengkulak-tengkulak sayur lokal.

Page 102: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

90

Dominasi Cina tidaklah berjalan demikian saja tanpa ada gejolak. Banyak

juga petani yang mulai berani masuk ke perkebunan meski hanya dipinggir-

pinggir saja untuk menanam tanaman sayur. Bahkan di Sumberbrantas secara

terang-terangan mereka melakukan pembatasan lahan yang dapat disewa oleh

pengusaha Cina. Banyak diantaranya yang hanya dengan meminjamkan uang

atau digadaikan dan tidak kembali karena gadainya yang beranak pinak.

Semakin lama pada tahun-tahun 1975-an mereka bahkan secara terang-

terangan mulai mempertanyakan kebijakan insentif yang diberikan oleh TNI-AU

pada pengusaha Cina. Para petani lokal merasa terganggu dengan cara

pengusaha Cina dalam menguasai lahan pertanian penduduk dan diskriminasi

yang dilakukan TNI-AU. Keresahan ini berakhir dengan diusirnya pengusaha

Cina dari Sumberbrantas sekitar tahun 1975-an1. Dengan perginya para

pengusaha Cina, secara otomatis para petani kaya lokal yang paling benyak

memetik manfaat.

Tahun 1980-an petani lokal mulai berhasil mengambil alih dominasi

pengusaha Cina. Sayur menjadi primadona terutama kentang, wortel dan kubis.

Secara perlahan mereka juga mulai mengembangkan apel terutama pada tanah

milik. Apel saat itu mulai menjadi tanaman yang familiar di masyarakat Indonesia

dan menjadi buah-buahan elit di pasar-pasar. Permintaan apel juga meningkat

dan harga semakin baik apalagi dengan semakin tidak cocoknya lahan di daerah

kota akibat peningkatan panas. Tanaman apel yang dulunya terlalu dingin di TR

menjadi sangat baik ditanam di sana.

Tahun-tahun itu juga menjadi babak baru dalam dunia transportasi lokal.

Angkutan penumpang maupun barang mulai banyak dimiliki oleh penduduk

pribumi dan tidak hanya pengusaha Cina. Kendaraan yang dikenalkan jeep Willis

untuk mengangkut sayur dari lahan. Kerja mbangkat mulai berkurang dan Willis

menjadi transportasi utama. Dengan adanya transportasi mobil, mobilitas

penduduk dan sirkulasi barang menjadi lebih cepat.

Sirkulasi barang ini berimbas pada permintaan barang hasil pertanian

penduduk. BDO (46) mengatakan masa itu kentang dan sayur harganya sangat

baik dan permintaan meningkat. Pedagang banyak yang masuk dan membeli

1 Pada jaman orde baru pengusiran ini tentu mendapat tantangan yang sangat keras karena pasti dianggap mengganggu kepentingan umum. Akan tetapi karena keterbatasan lahan yang memang sudah cukup memprihatinkan dan tidak terkendalinya luas penguasaan pengusaha Cina hal itu dibiarkan oleh pemerintah. Selain itu untuk lahan bekas perkebunan di Sumberbrantas memang tidak dikuasai oleh Tentara sebagaimana di Junggo sehingga kontrol tidak efektif, dan sebagian memang telah diduduki penduduk sejak lama.

Page 103: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

91

kentang yang belum panen. Boro kerjo semakin banyak dan para juragan mulai

membuat rumah-rumah tinggal bagi mereka. Sayur yang dahulunya hanya dua

kali panen menjadi menjadi tiga sampai empat kali dalam setahun, dan tanah

tidak pernah bero. Pestisida masih sangat ampuh hingga jarang tanaman yang

terserang penyakit, juga pupuk juga jarang digunakan hingga biaya produksi

sangat rendah.

Tahun-tahun itu pula jalan mulai dimakadam (diaspal godok) yang

semakin memudahkan transportasi. Ramainya kegiatan ekonomi mendorong

tumbuhnya toko-toko pertanian, warung-warung, juga tengkulak-tengkulak sayur

lokal. Tahun 1984 jalan diperlebar dan aspal diperbaiki hingga Junggo.

Pendatang mulai banyak untuk bekerja di lahan sayur atau menjadi pedagang

keliling (bakso, mie, kredit alat rumah tangga, kredit pakaian). Gelombang Masuknya Industri Agro

Industri agro sebenarnya bukan hal baru bagi penduduk TR, karena

perkebunan Belanda pada dasarnya juga berupa industri. Industri agro yang

berkembang sekarang berbarengan dengan perkembangan pertanian rakyat

yang semakin intensif dan cenderung kearah industri juga. Dengan demikian

pengaruhnya berbeda dengan masa Belanda dimana kompetisi terjadi lebih

komplek, tidak hanya tanah, tapi juga tenaga kerja modal, dan pasar.

Industri agro pertama, masuk pada tahun 1984 berupa kebijakan dari

pusat (Jakarta) untuk menggunakan lahan Gabes II (bekas perkebunan Kina) di

Junggo untuk proyek industri pengalengan asparagus. Pengembangan industri

ini diharapkan mampu memacu pertumbuhan industri di pedesaan selain untuk

mengoptimalkan aset pemerintah yang terbengkalai. Industri itu bernaung

dibawah PT. AN yang bergerak di bidang pengalengan asparagus.

Petani diajak bermitra dengan PT. AN untuk menanam asparagus,

sementara pabrik menerima hasilnya. Modelnya kemitraan bertujuan untuk

memberi akses pada petani atas lahan bekas perkebunan secara sah, mengingat

tanah itu sebelumnya memang bukan hak petani. Petani menerima dan mulai

menanam asparagus pada lahan bekas perkebunan. Secara otomatis hak petani

atas lahan hilang dan tanah secara sah dalam kendali PT. AN.

PT. AN memperkenalkan cara produksi yang relative baru pada

penduduk. Sistem kemitraan belum dikenal sebelumnya, yang ada hanya sewa

dan gadai atau pembelian langsung. Pabrik modern juga baru sekali itu dikenal

penduduk terutama pada proses pengolahan. Mereka tidak pernah memikirkan

Page 104: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

92

sebegitu jauh tentang pengemasan barang, yang dia tahu tanaman basah dapat

dijual langsung. Selain itu sistem upah bulanan juga mulai dikenal, juga sistem

buruh tetap. Dengan dikenalnya sisem ini hubungan perburuhan semakin

mendekati hubungan industrial.

Manajemen pengelolaan PT. AN menggunakan ciri perusahaan modern,

dimana ada tiga kompenen utama dalam produksi yakni pemilik saat itu

pemerintah dan investor, para manajer yang mengelola operasional perusahaan,

dan para buruh yang mengerjakan produksi. Hal dan kewajiban masing-masing

tercantum dalam kontrak kerja yang merujuk pada ketentuan yang dibuat

Negara. Relasi produksi sangat herarkhis dengan aturan yang rumit dan tertulis

antara pekerja dan pemilik.

Terkait dengan pengadaan bahan produksi, pabrik melakukan kemitraan

dengan petani. Kemitraan ini sebenarnya tidaklah sebagaimana konsep

semestinya dimana ada kesetaraan antar pelaku. Yang terjadi sebenarnya PT.

AN hanya mempekerjakan petani tanpa ikatan kontrak sebagai pekerja. Kenapa

demikian? Petani sebenarnya tidak memiliki kekuatan produksi pokok yakni

tanah dan modal uang. Keduanya adalah milik PT. AN. Meski sebagai mitra,

pada dasarnya petani tidak memiliki kekuatan produksi yang dapat dijadikan

modal. Mereka sebenarnya buruh yang dipekerjakan untuk menyediakan bahan

baku dengan label kemitraan.

PT. AN juga mengenalkan bermacam-macam jenis pestisida dan pupuk

buatan serta cara budidaya yang lebih modern daripada yang dikenalkan

pengusaha Cina. Cara-cara pemberantasan hama dilakukan dengan semprot

mesin yang sebelumnya menggunakan semprot tangan biasa. Pengolahan

kompos dengan cara modern juga diperkenalkan, termasuk cara pengelolaan

paska panen sayur. Cara-cara ini akhirnya banyak diadopsi oleh penduduk

dikemudian hari.

Tidak begitu jelas sebab kebangkrutan industri agro pertama ini. Menurut

beberapa sumber, sebelum bangkrut mereka sering melihat truk-truk membuang

kaleng asparagus ke kali Brantas. Para petinggi pabrik mengatakan Negara

pengimpor tidak mau menerima produk kita, sehingga banyak barang yang

dikembalikan. Namun menurut bisik-bisik saat itu, Negara pengimpor tidak mau

menerima karena kalengnya banyak yang rusak. Bahkan banyak memakai

kaleng bekas. “Biasa, anggaran kalengnya masuk menajer pabrik, katanya! Yang

jelas semenjak itu mulai ada pemberhentian pekerja dan pabrik ditutup.

Page 105: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

93

Industri agro kedua, adalah PT. SK yang bergerak dibidang pembibitan

bunga potong. PT. SK memperkerjakan sekitar 600 orang yang kebanyakkan

penduduk lokal. Buruh juga diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan tergantung

lama kerja dan keahliannya. Perusahaan ini dimiliki oleh etnik Cina yang

bermukim di Surabaya, sementara pengelolaan pabrik diserahkan pada orang

lokal kepercayaannya.

PT. SK berdiri tahun 1995 dengan membeli jatah tanah TNI AL dari

pembagian bekas kebun Teh tahun 1984 bersamaan dengan Unibraw dan

Perhutani. PT. SK juga melakukan pembelian lahan-lahan petani di atas harga

pasaran apalagi jika lokasi berbatasan dengan pabrik. Tak segan pabrik

mengeluarkan uang 1/3 lebih tinggi dari harga semestinya, dan mengutus orang-

orang kepercayaan untuk membujuk pemilik tanah agar menjual tanahnya.

Sebagaimana PT. AN, PT. SK juga menggunakan manajemen modern

untuk mengelola perusahaan. Modal uang menjadi kekuatan produksi utama

selain penguasaan tenaga kerja. Pemilik perusahaan tidak berada di tempat dan

pabrik dikelola oleh seorang manajer. Para buruh diambil dari daerah sekitar bagi

tenaga kasar, sementara untuk para ahli mereka mengambil dari luar daerah.

Hak dan kewajiban buruh disesuaikan dengan aturan resmi pemerintah yang

diatur dalam undang-undang tenaga kerja.

Model penggajian di PT. SK mengikuti trend dan peraturan pemerintah

(UMR). Hal ini menyebabkan kegoncangan kestabilan pasar tenaga kerja. Upah

buruh yang sebelumnya hanya 5000 di PT. SK dapat 8000-10000 yang

menyebabkan keterpurukan petani dan langkanya tenaga kerja. Para juragan

hanya dapat mengusahakan “pandek” saja. Buruh tidak tetap banyak yang

berpindah kerja di PT. SK. Para juragan akhirnya berinisiatif mencari buruh ke

luar daerah dengan melakukan penjemputan dan pemulangan. Setiap jam 6 pagi

mobil juragan menjemput dan jam empat sore mengantarkan pulang. Para

pekerja yang rumahnya di pinggir jalan menunggu dipinggir jalan sementara yang

jauh berkumpul di rumah yang terdekat atau di perempatan jalan.

PT. SK akhirnya bangkrut karena demonstrasi besar-besaran buruh

menuntut gaji sesuai UMR. Sejak berdiri kenaikan tidak lagi sesuai dengan UMR

dan dianggap buruh merugikan mereka. Karena merasa berat, pekerja akhirnya

di PHK dan diberi pesangon. Saat ini PT. SK mulai berdiri dengan usaha kecil-

kecilan dan memperkerjakan 200 orang pekerja lokal. Sekarang gaji sesuai

dengan pasaran tidak mengacu pada UMR lagi.

Page 106: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

94

Perkembangan Industri Pariwisata

Semenjak Selecta di jual pada swasta, tempat wisata yang pada mulanya

rusak perlahan mulai diperbaiki kembali. Perbaikan dilakukan bertahap dari

taman wisata, baru menginjak fasilitas gedung dan hotel-hotel. Secara perlahan

wisata kembali hidup, meski kapasitasnya masih sangat kecil dan hanya orang

dari Surabaya dan Malang saja yang datang untuk berlibur. Namun demikian

menurut ADI (55) pengelola Selecta, hal itu cukup untuk menghidupi karyawan

dan mendapat untung meski sedikit. Tidak heran jika fasilitas hanya hotel Bima

Sakti dan Gedung Perkasa yang sebenarnya bangunan lama.

Masa-masa ini secara nasional memang masa-masa pemulihan ekonomi

yang terpuruk setelah gonjang-ganjing PKI. Arus besar kebutuhan belum pada

kebutuhan pariwisata, namun lebih pada kebutuhan lainnya. Pariwisata hanya

milik kalangan tertentu yang jenuh pada kehidupan kota dan jumlahnya sangat

sedikit. Tidak mengherankan jika tahun 70-an keberadaan tempat wisata kurang

menjadi penggerak ekonomi yang penting. Tidak hanya ada di TR, kota Batu

sebagai pusat wisata, hotel-hotel juga sepi pengunjung.

Setelah Selecta dijual, pengelola baru sudah komitmen untuk

melaksanakan manajemen perusahaan modern. Buruh direkrut melalui seleksi

didasarkan atas keahlian masing-masing. Perusahaan dikelola layaknya

perusahaan yang dibawahi seorang manajer. Pemilik sendiri tidak begitu aktif

mengelola usaha dan hanya hadir saat rapat pemegang saham saja. Selecta

berbeda dengan perusahaan lain dimana kawasan wisatanya tidak boleh dimiliki

swasta murni. Jadi ada saham yang dimiliki oleh masyarakat sebagai konsesi

yang harus dipenuhi Selecta saat membeli dari pemerintah.

Pada tahun-tahun 75-an Selecta mulai ramai oleh pengunjung daripada

periode sebelumnya. Saat itu apel mulai dikenal sebagai buah asli Batu dan bisa

didapatkan dari Selecta. Apel menjadi penarik wisata selain pemandian dan

taman-taman yang lebih asri mendampingi pemandian yang ada. Seiring dengan

itu pedagang juga mulai muncul, terutama penjual kerajinan dan buah apel.

Dengan demikian wisata mulai memiliki peranan pada masyarakat desa TR

dikemudian hari.

Pada tahun 80-an pariwisata semakin maju, dan banyak dibangun villa di

jalan raya sepanjang Batu Selecta. Daerah paling banyak adalah Punten, yakni

desa persis di bawah Selecta. Pemilik Villa-villa kebanyakan orang dari Surabaya

yang ingin memiliki tempat istirahat di Batu. Hal itu secara otomatis semakin

Page 107: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

95

memperbanyak kunjungan wisata ke Selecta sebagai tujuan wisata utama.

Pendirian di punten hanya karena daerahnya lebih datar dan akses jalan besar

lebih mudah, selain tanah sekitar jalan masih kosong.

Di sisi lain, hotel dan penginapan juga mulai dibangun tidak hanya di

punten tapi juga di TR di tahun 80-90-an. Dua hotel besar dibangun khusus untuk

melayani tamu Selecta yang menginap. Hal ini menunjukkan peningkatan

kunjungan wisata dan hotel di Selecta tidak mencukupi. Pada masa ini juga ada

penambahan jumlah pedagang buah dan oleh-oleh khas Malang di sepanjang

jalan menuju Selecta.

Puncak pariwisata terjadi saat Indonesia sedang menggalakkan promosi

wisata baik nasional maupun internasional. Sejak itu banyak orang dari luar

negeri masuk untuk melihat pemandian Selecta yang terkenal sejak jaman

Belanda. Orang-orang Belanda banyak yang datang untuk melihat dari dekat

pemandian ini juga menikmati hotel-hotel bernuansa lama yang tidak dipugar

hingga saat ini. Tahun 85-an adalah puncak dari ramainya kunjungan wisata dari

luar juga dalam negeri.

Selain turis luar negeri, perekonomian Indonesia juga cukup baik.

Antusias pariwisata semakin bagus apalagi dengan berbagai kampanye tentang

wisata. Pembangunan TMII, program Visit Indonesian Years, dan program-

program lain semakin menambah jumlah kunjungan wisata. Selecta semakin

diperluas dengan membeli lahan-lahan di sekitarnya atau memberikan saham

pada orang yang memiliki tanah sekitar untuk bangunan wisata. Puncak dari

ramainya wisata terjadi ditandai dengan pembangunan pasar oleh-oleh di dalam

daerah wisata yang menjadi satu paket dengan pemandian.

Hingga masa itu pengelolaan Selecta belum mengalami perubahan sejak

menjadi milik swasta. Meski pengujung banyak dan tuntutan atas peruabhan

pengelolaan mendesak, belum juga ada perbaikan. Meski telah menggunakan

cara modern pada dasarnya peran pemilik masih sangat bear dan ini kurang

bagus bagi perkembangan perusahaan. Karena tuntutan para pemilik saham

yang sebagian besar juga masyarakat sekitar, akhirnya dilakukan perombakan.

Inilah awal babak baru dalam hubungan produksi industri pariwisata di TR.

Perkembangan Selecta ternyata juga diikuti oleh munculnya tempat-

tempat wisata alternative. Tak jauh dari Selecta juga dibuka tempat wisata Coban

Talun, yakni air terjun dan perkemahan. Selain itu sumber air panas di dusun

Sumberbrantas yang dulunya tidak komersial juga dibuka untuk wisata.

Page 108: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

96

Tipe-tipe Moda Produksi Yang Terbangun Pertanian Semi-Komersial

Moda produksi pertanian semi-komersialis kekuatan produksi masih

bertumpu pada penguasaan lahan pertanian dan tenaga kerja keluarga, meski

mereka telah merekut buruh dari sistem sosial lokal. Karena lahan masih luas,

tenaga kerja menjadi kekuatan produksi utama. Penguasaan alat tidak menjadi

kekuatan bagi keluarga tani karena seluruh petani memiliki alat yang sama.

Komoditas yang diusahakan sudah bercampur antara komersial dan pangan

dengan komposisi hampir sama. Unit produksi ada dalam organisasi produksi

yang melibatkan pemilik-buruh-anggota keluarganya.

Hubungan produksi dibangun pada organisasi produksi karena

melibatkan buruh luar selain anggota keluarga. Dalam organisasi produksi ini ada

hubungan buruh majikan. Dengan demikian, struktur hubungan produksi semakin

herarkis dengan semakin banyaknya buruh yang bekerja. Dengan demikian sifat

hubungan produksi menjadi cenderung eksploitatif. Petani-petani semi komersial

ini sering dinamakan sebagai tani tanggung.

Kapitalis Pertanian

Moda produksi kapitalis pertanian merujuk pada usaha pertanian etnik

Cina dan juragan yang berorientasi pada pasar. Meski pengelolaan pertanian

masih dipimpin langsung oleh etnik Cina, namun sebenarnya menggunakan

prinsip perusahaan modern. Dibanding petani, teknologi budidaya dan alat yang

digunakan etnik Cina lebih modern. Transportasi motor mulai masuk meski

tenaga orang (mbangkat) dan kuda masih dominan. Kekuatan produksi etnik

Cina mengandalkan modal uang untuk mengupah buruh, menyewa lahan, dan

biaya sarana produksi.

Hubungan produksi yang dikembangkan dengan demikian terbatas pada

organisasi produksi yang dikembangkan. Dengan seluruh pekerja buruh upahan,

maka dapat dipastikan struktur hubungan produksi sangat herarkhis dengan

piramida ada di pemilik modal. Sifat hubungan produksi tentu saja eksploitatif

karena keuntungan sepenuhnya dihasilkan untuk pengusaha Cina dari

mempekerjakan buruh upahan. Juragan meski tidak sebesar pengusaha Cina

memiliki karakteristik yang hampir sama.

Page 109: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

97

Kapitalis Industri

Kekuatan produksi jelas mengandalkan modal uang sebagai alat produksi

utama. Unit produksi perusahaan dimana manajemen modern diterapkan dengan

ketat dalam setiap unit kerja. Buruh tidak direkut berdasarkan atas kedekatan

tapi sepenuhnya mengambil dari pasar kerja berdasarkan ketrampilan yang

diperlukan. Pabrik bunga sebagai misal tidak dapat begitu saja mengambil

tenaga kerja petani karena keahlian yang dimilikinya masih lemah.

Hubungan produksi lebih dibatasi pada perusahaan sebagai unit

produksi. Hubungan sangat rumit dan herarkhis dimana pemilik menyerahkan

jalannya perusahaan pada manejer yang diangkat olehnya. Dengan demikian

sepenuhnya sifat hubungan produksi eksploitatif karena keuntungan tidak dibagi

pada buruh tapi untuk pemilik modal. Orientasi produksi sepenuhnya untuk

mencari keuntungan. Gambaran ketiga artikulasi moda produksi tersebut secara

ringkas dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 5. 10 : Artikulasi cara produksi semi-komersial, kapitalis pertanian dan kapitalis industri pada masa Orde Baru

Aspek cara produksi Pertanian Semi-komersial

(Tani tanggung dan srabutan)

Kapitalis pertanian (Juragan dan

pengusaha Cina)

Kapitalis (industri agro dan

pariwisata)

A Kekuatan produksi

1 Alat produksi Tanah Modal Modal

2 Unit produksi Keluarga inti Organisasi produksi Perusahaan

3 Tenaga kerja utama Keluarga luas & buruh Buruh upahan Buruh upahan

B Hubungan Produksi

1 Batas sosial hubungan produksi

Keluarga luas Organisasi produksi

Perusahaan

2 Struktur hubungan produksi

Cenderung herarkhis

Herarkhis Herarkhis

3 Sifat hubungan produksi

Cenderung eksploitatif

Eksploitatif Eksploitatif

Perubahan Moda Produksi Lokal : Kemapanan Kapitalis Pertanian

Setelah intrik politik berakhir ditahun 1965, masuklah masa

pembangunan. Petani menghadapi modernisasi pertanian yang dicanangkan

oleh pemerintah melalui revolusi hijau. Bagi petani kaya (juragan) yang memiliki

lahan luas dan telah mengadopsi cara produksi pengusaha Pengusaha Cina

telah siap menerima program pemerintah. Peluang pembangunan memberi

ruang bagi kelas elit untuk berkembang dan sejajar dengan pengusaha Cina.

Page 110: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

98

Sepenuhnya usaha juragan dipisahkan dari rumahtangga meski pengelolaan

masih dalam unit keluarga.

Moda produksi kapitalisme pertanian semakin kuat seiring kebijakan

pengembangan industri agro pemerintah. Para juragan masih dapat bersaing

dengan industri. Industri bahkan mengadopsi cara kerja juragan terutama dalam

pengorganisasian buruh. Mereka tidak memakai cara perusahaan modern murni

tapi menggunakan cara juragan. Persaingan ini menyebabkan masyarakat

semakin banyak yang terlempar dari lingkar perkembangan ekonomi.

Juragan dan perusahaan agro, serta pariwisata secara perlahan

mengambil kekuatan produksi utama yakni lahan petani. Muncul barisan petani

tanggung dan tani srabutan yang kepemilikan tanahnya semakin sempit. Tidak

terkecuali muncul juga barisan-barisan buruh tani yang jumlahnya ribuan orang

dan bekerja pada perusahaan serta juragan. Meski terjadi perkembangan

ekonomi ternyata juga terjadi penyisihan kelompok petani kecil dari orbit

ekonomi. Munculnya kampung baru yang dihuni oleh petani tak bertanah dan

orang-orang miskin menegaskankan hal itu.

Bagaimana perubahan yang terjadi pada moda produksi pertanian

dengan adanya kejadian-kejadian itu? Secara perlahan seluruh sisa-sia

pertanian tradisional habis dan berganti menjadi kapitalis dan semi-komersial.

Jumlah semi-komersial cenderung menurun menjadi barisan buruh tani. Industri

berkembang meski tidak seagresif juragan. Telah terjadi pergeseran kekuatan

produksi maupun hubungan produksi pada pertanian komersial yang telah

tumbuh menjadi kapitalis pertanian.

Kekuatan produksi terkait alat produksi yang dulu didominasi oleh tanah

sekarang menjadi perpaduan antara keduanya. Tanah menjadi alat utama

disamping juga modal. Modal dapat menjamin alat berguna untuk operasional

produksi. Unit produksi tetap pada organisasi produksi, namun telah

dimodernisasi dengan aturan-aturan kontraktual yang ketat. Buruh tidak hanya

terbatas pada sistem sosial lokal tapi telah meluas hingga ke luar desa.

Hubungan produksi juga berubah demikian cepat. Batas hubungan

produksi pada organisasi produksi yang diorganisir dari buruh yang didatangkan

dari berbagai daerah. Struktur semakin herarkhis dengan penunjukkan mandor-

mandor dalam proses produksi. Dengan demikian eksploitatif semakin kentara

dari hubungan buruh-juragan.

Page 111: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

99

Untuk petani yang tidak begitu kapitalis (tani tanggung da srabutan)

memang tidak demikian herakhis dan eksploitatif. Tapi secara nyata tujuan

produksi mereka bergeser murni untuk mencari keuntungan sebagaimana

juragan dan pengusaha Cina. Kekuatan produksi masih mengandalkan tanah,

sementara modal tidak mereka kuasai. Karena kondisi itulah secara perlahan

mereka berubah menjadi kapitalis bagi yang berhasil dan menjadi buruh bagi

yang terlempar. Dan kenyatannya sebagian besar dari mereka terlempar dari

orbit ekonomi. Secara skematis gambaran aspek moda produksi keduanya dapat

dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 5.11 : Perubahan aspek cara produksi semi-komersial dan kapitalis di TR pada masa Orde Baru

Periode 1950-1965 Periode 1966-1997 Aspek cara produksi

Pertanian semi-komersial

Pertanian tradisional

Pertanian Semi-

komersial

Kapitalis pertanian

A Kekuatan produksi 1 Tanah Tanah Tanah Tanah 2 Keluarga inti Keluarga inti Keluarga inti Keluarga inti Organisasi

produksi

3 Keluarga luas dan buruh

Keluarga luas dan buruh

Keluarga inti Keluarga luas dan buruh

Buruh upahan

B Hubungan produksi

1 Organisasi produksi

Organisasi produksi

Keluarga inti Organisasi produksi

Organisasi produksi

2 Herarkhis Semakin herarkhis

Egaliter Semakin herarkhis

Herarkhis

3 Eksploitatif Semakin eksploitatif

Tidak eksploitatif

Semakin eksploitatif

Eksploitatif

Perubahan cara produksi pertanian di atas dengan sendirinya merubah

seluruh aspek kehidupan sosial masyarakat desa. Pertama, terkait kelembagaan

produksi. Orientasi produksi berubah kearah komersial akibat berbagai peristiwa

yang terjadi setelah kemerdekaan. Produksi tidak lagi sebatas untuk mencukupi

kebutuhan desa, tapi juga luar daerah. Nilai kewirausahaan meningkat dengan

cepat seiring keberhasilan akumulasi kekayaan petani-petani kaya. Organisasi

produksi tidak lagi bersatu dengan rumah tangga dan mulai melakukan

pembukuan terpisah. Kelembagaan sewa menjadi cara paling mudah untuk

mendapatkan lahan pertanian.

Kedua, perubahan bentuk pertukaran ekonomi. Mekanisme pertukaran

dari hubungan kerabat dan sedikit jual beli menjadi banyak jual beli dan sedikit

kerabat. Basis kerjasama telah murni kontraktual secara individual, sehingga

Page 112: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

100

tidak ada ikatan-ikatan primordial lagi dalam pertukaran ekonomi. Harga juga

ditentukan oleh pasar dan sepenuhnya berdasar pada aspek tawar menawar.

Produksi tidak untuk dipertukarkan dengan pengakuan sosial, tapi murni untuk

mencari keuntungan.

Ketiga, perubahan relasi sosial produksi. Jika pada masa kolonial masih

ada ikatan kerabat, telah berubah menjadi murni pekerja. Upah telah

sepenuhnya dinilai dengan uang dan tidak ada pertukaran natura. Tenaga kerja

kerabatpun akan dihitung dalam uang dan tidak mengenal natura lagi. Dengan

demikian hubungan buruh-majikan bersifat sangat herarkhis. Buruh tidak hanya

dari sistem sosial desa, tapi juga didatangkan dari luar daerah.

Keempat, perubahan relasi kekuasaan. Jika pada masa sebelumnya

kekuasaan dipegang oleh pengusaha Cina, sekarang didominasi oleh para

petani kaya. Petani kaya dapat mengendalikan buruh sepenuhnya, juga

menentukan berbagai keputusan dalam produksi. Melalui pemimpin lokal petani

kaya mendapatkan legitimasi untuk melakukan akumulasi kekuatan produksi

berupa lahan pertanian. Bahkan secara nyata seluruh program pembangunan

yang lewat pemerintah masuk lebih banyak pada petani kaya. Perubahan yang

terjadi pada moda produksi pertanian tradisional selama Orde Baru dapat dilihat

dalam skema berikut:

Tabel 5.12 : Kecenderungan perubahan moda produksi yang berkembang pada sistem sosial lokal pada masa Orde Baru

Artikulasinya Ciri-ciri moda produksi

Orde Lama (1950-1965) Orde Baru (1966-1997) Kelembagaan produksi Berorientasi pada kebutuhan

sistem kapitalis Berorientasi pada nilai kapitalis

Nilai yang mengatur orientasi produksi

Untuk dijual semakin besar dari keluarga

Pasar lokal, internasional, dan sedikit untuk konsumsi terutama tani srabutan

Nilai yang mengatur tujuan produksi

Semakin erat dengan nilai kapitalis

Pada nilai luar meski memperhatikan lingkungan sosial

Nilai yang mengatur organisasi produksi

Keluarga sebagai unit produksi Keluarga sebagai unit produksi tapi telah terpisah pembukuannya

Nilai yang mengatur penguasaan kekuatan produksi

Tanah milik pribadi untuk mencari keuntungan

Kepemilikan pribadi dan sewa

Bentuk pertukaran ekonomi

Semakin negatif Negative

Elemen yang terlibat dalam proses produksi

Petani-buruh-kerabat, buruh semakin dominan

Petani-lembaga keuangan-buruh upahan

Mekanisme petukaran Tukar menukar pasar Sepenuhnya tukar-menukar melalui pasar

Basis kerjasama Hubungan kontraktual Hubungan kontraktual dengan adanya buruh

Page 113: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

101

Tabel 5.12 : (lanjutan) Artikulasinya Ciri-ciri moda produksi

Orde Lama (1950-1965) Orde Baru (1966-1997)

Basis Relasi sosial produksi

Sistem upah semakin dominan Upah sepenuhnya

Sifat relasi sosial produksi Herarkhis Herarkhis karena buruh upahan, untuk tani tanggung relative egaliter dan srabutan sepenuhnya egaliter

Sumber buruh Dari s istem sosial secara luas Dari pasar kerja dan luar daerah Relasi kekuasaan Eksploitasi bertambah Eksploitatif sepenuhnya

Sumber kekuasaan buruh Ketrampilan Ketrampilan dan sedikit hubungan keluarga

Sumber kekuasaan majikan

Penguasaan kekuatan produksi lahan

Penguasaan lahan dan pemanfaatan program pemerintah

Kekuasaan yang dominan Pengusaha pengusaha Cina dan petani kaya

Petani kaya/juragan

Formasi Sosial Kapitalis Negara dan Keberlangsungan Moda Produksi

Lokal

Masa setelah orde lama, formasi sosial desa TR dibangun oleh tiga moda

produksi utama yakni kapitalis pertanian yang diartikulasikan dalam pertanian

pribumi dan pengusaha Cina, kapitalis industri yang diartikulasikan dalam industri

agro dan pariwisata, serta subsistensi yang diartikulasikan dalam tani srabutan.

Kebijakan Negara mendominasi pengaturan penguasaan kekuatan produksi.

Siapa yang mampu meningkatkan produksi akan mendapat fasilitas pemerintah

asal sesuai dengan visi dan misi Orde Baru yakni pertumbuhan.

Berbagai kebijakan pemerintah merubah formasi kekuatan produksi

paska kekacauan jaman PKI berimplikasi pada ketidak seimbangan konstelasi

produksi. Pengusaha Cina dengan kekuatan modal dan kemudahan dari TNI-AU

memiliki kemampuan untuk survive lebih besar daripada petani lokal. Mereka

selalu menjaga hubungan baik dengan tentara dengan jalan menyewa lahan

dalam jumlah luas dan memberikan berbagai fasilitas. Hal ini menjadi rahasia

umum jika pengusaha Cina selalu memberi “angpao” (uang) pada para pejabat

tentara untuk memperoleh lahan bekas perkebunan.

Sementara itu petani kecil yang sudah mulai mengusahakan tanaman

komersial saat pengusaha Cina pergi di tahun 60-an kembali mengusahakan

tanaman non-komersial. Mereka sangat tertekan karena lahan perkebunan yang

telah diusahakan sebelumnya harus dikembalikan pada Negara. Kejadian PKI

adalah pukulan bagi gairah berusaha mereka. Menuntut hak atas tanah berarti

bagian dari PKI dan dapat dianggap sebagai musuh negara. Tak ada jalan lain

Page 114: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

102

bagi mereka kecuali menjadi tani kecil dan buruh tani pada juragan kaya, juga

bekerja untuk pengusaha Cina.

Petani kaya yang mampu menyewa dan membeli tanah semakin

berkembang. Pengusiran pengusaha Cina dari desa TR menambah dominasi

mereka. Petani kaya sepenuhnya menggunakan cara pengusaha Cina untuk

mengorganisir produksinya baik dalam manajemen, maupun teknik produksi.

Untuk permasalahan buruh mereka lebih maju dari pengusaha Cina dengan

mengumpulkan tenaga kerja pada rumah-rumah yang ia bangun. Buruh

mendapat makan dan minum dari juragan sehingga harus kerja sepanjang hari.

Isi pembangunan adalah produksi. Untuk itu perlu memaksimalkan

pemanfaatan sumberdaya potensial untuk produksi. Di TR langkah pertama yang

diambil pemerintah adalah menata penguasaan kekuatan produksi terutama

lahan. Penertiban dilakukan dengan mengembalikan hak perkebunan, hak asli

rakyat, dan hak para pengusaha Cina. Namun demikian tidak seluruhnya

berhasil, karena tidak sepenuhnya lahan perkebunan yang dikuasai rakyat

dikembalikan. Karena kekuatan produksi utama saat itu adalah lahan,

menguasainya berarti dapat mengendalikan seluruh cara produksi, dan memberi

corak dominan dalam formasi sosial.

Orde baru pada dasarnya tidak memberikan perbedaan akses dalam

melakukan modernisasi. Hanya saja untuk urusan privilege ORBA lebih

mengutamakan Cina daripada penduduk. Konsesi yang diberikan oleh TNI-AU

kepada mereka untuk mengusahakan lahan bekas perkebunan, merupakan

bentuk privilege itu. Bahkan mereka dapat mengakses sumber modal lebih dulu.

Pemerintah juga secara langsung turut serta dalam produksi melalui

perusahaan Negara. PT. AN masuk mengenalkan perusahaan modern dengan

manajemen kapitalis layaknya Belanda. PT. AN juga melibatkan sepenuhnya

penduduk dalam organissi produksinya. Tidak berapa lama, PT-PT lain menyusul

muncul juga memakai cara yang sama dengan PT. AN. Seluruhnya

mengandalkan modal uang dan teknologi modern untuk menjalankan produksi.

Pemerintah juga melakukan optimalisasi pemanfaatan kawasan wisata.

Selecta yang sebelumnya tidak tergarap akhirnya di serahkan pada swasta untuk

dikembangkan. Secara perlahan pariwisata mulai memberi kontribusi pada

ekonomi TR. Bermunculan kemudian kegiatan-kegiatan ekonomi pendukung

obyek wisata. Tempat-tempat wisata lain juga bermunculan dan berkontribusi

pada perkembangan ekonomi lokal TR.

Page 115: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

103

Dimana peran para petani? Saat-saat itu mereka lebih banyak melakukan

konsolidasi usaha yang terganggu akibat kekacauan sistem pengaturan lahan.

Bagi pemilik lahan luas mereka tinggal memanfaatkan saja fasilitas pemerintah,

dan kebanyakan mengambil keuntungan dari itu. Intensifikasi mereka lakukan

dengan gencar hingga akhirnya mampu bersaing dengan PT dan Industri

pariwisata. Sementara itu sebagian banyak yang kehilangan lahan terutama

bekas buruh yang dulu masuk ke perkebunan. Pembagian oleh PKI tidak dapat

lagi digunakan karena telah dikuasai oleh TNI-AU apalagi setelah program

transmigrasi. Kelompok inilah yang kemudian menjadi tani tanggung dan tani

srabutan dimasa datang.

Cara produksi apa yang dominan saat itu? Jika kita lihat dari besar

pengaruhnya, pada masa itu yang selalu membuat perubahan-perubahan adalah

industri agro. Kebijakan modernisasi pemerintah yang ditujukan pada penduduk

hanya dinikmati oleh sebagian kecil penduduk, dan hanya mampu mengantarkan

mereka pada mobilisasi saja. Sementara itu industri pariwisata belum dapat

dikatakan memiliki pengaruh karena juga masih pada tahap konsolidasi. Dengan

demikian industri agrolah yang menjadi penggerak dominan perubahan. Dengan

demikian formasi sosial yang terbangun lebih menuju pada kapitalis.

Gejolak-gejolak upah tenaga kerja dan keluhan para juragan adalah

wujud dominasi industri agro pada formasi sosial kapitalis baru. Dengan berbagai

cara juragan mulai mengadopsi sistem pengorganisasian tenaga kerja berupa

pengetatan-pengetatan aturan kerja. Selain itu berbagai fasilitas yang diberikan

dulu tanpa imbalan apa-apa mulai dikaitkan dengan kinerja kerja buruh.

Puncaknya saat juragan akhirnya menyerah dan menyesuaikan upahnya dengan

pabrik meski dengan berbagai tuntutan baru pada pekerja.

Pada masa Orde Baru, moda produksi pertanian tradisional sepenuhnya

hilang dan berganti menjadi semi-komersial dan kapitalis pertanian. Semi-

komersial banyak diisi oleh petani-petani kebanyakan yang tidak segera meniru

cara produksi yang dikembangkan oleh pengusaha Cina pada awal-awal

kemerdekaan. Bagi yang masih memiliki kekuatan produksi bertahan menjadi

semi-komersial dan bagi yang tidak akan langsung menjadi buruh upahan pada

industri agro dan wisata maupun petani kaya dan pengusaha Cina.

Aktor-aktor ekonomi lokal yang terdiri dari petani kaya semakin kuat

posisinya karena mereka mampu bertahan dan melebarkan usahanya. Jaringan

pemasaran dan tanah mereka kuasai sebagaimana pengusaha Cina menguasai

sebelumnya. Mereka bahkan mampu bersaing dengan posisi sejajar setelah

Page 116: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

104

pengusaha Cina yang sebelumnya di usir kembali lagi. Selama pengusaha Cina

pergi dan krisis politik berkepanjangan, petani-petani kaya ini ternyata

memapankan kemampuannya. Al-hasil setelah pembangunan seluruh peluang

yang ada dapat mereka manfaatkan dengan baik.

Pada tahun 1982 posisi Juragan yang berasal dari petani kaya semakin

kuat saat menyebar isu anti pengusaha Cina di Malang. Menurut beberapa

responden orang-orang Cina dan peranakannya sangat takut dan banyak

meninggalkan usahanya. Di TR mereka juga banyak yang begitu saja

meninggalkan asetnya dan tidak di urus hingga bertahun-tahun. Tanah terlantar

milik pengusaha Cina salah satunya diambil oleh penduduk di daerah SARFAAT

untuk pemukiman. Gencarnya isu anti Cina saat itu dikenal dengan istilah RAC

(Remaja Anti Cina) yang melakukan sweping dan intimidasi.

Jadi, selama orde baru cara produksi lokal yakni pertanian semi-

komersial dan tradisional masing-masing berubah menjadi kapitalis pertanian

yang diartikulasikan oleh petani kaya, sementara pertanian tradisional menjadi

buruh tani. Pertanian tradisional hilang sehingga cara produksi lokal sepenuhnya

berubah menjadi kapitalis. Masuknya industri semakin mempercepat proses

kepunahan cara produksi lokal.

Ikhtisar

Berdasar temuan di atas, pada masa kolonial cara produksi yang muncul

dalam struktur ekonomi lokal adalah pertanian tradisional dan kapitalis kolonial.

Pertanian tradisional dalam posisi tersub-ordinasi karena seluruh surplus

produksi diserap oleh perkebunan melalui tenaga kerja dan pangan. Elit lokal dan

petani kaya memanfaatkan peningkatan kebutuhan pangan dengan jalan

memperbanyak produksi namun tidak sampai terjadi akumulasi. Dengan

demikian dominasi cara produksi tradisional secara perlahan memudar seiring

perkembangan perkebunan dan usaha tani petani kaya.

Pada awal kemerdekaan cara produksi yang muncul adalah pertanian

tradisional (petani biasa), semi-komersial (petani kaya), dan kapitalis pertanian

(pengusaha Cina). Cara produksi lokal terutama pertanian tradisional semakin

tidak berpengaruh dan cenderung menjadi semi-komersial. Sementara itu petani

kaya yang semi-komersial perlahan mulai menjadi kapitalis. Petani tradisional

semakin menurun dan pengaruhnya semakin kecil digantikan oleh pertanian

semi-komersial.

Page 117: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

105

Memasuki Orde Baru, cara produksi yang muncul adalah pertanian semi-

komersial (tani tanggung dan srabutan), kapitalis pertanian (pengusaha Cina dan

juragan), dan kapitalis (industri agro dan wisata). Pada masa ini pertanian

tradisional sepenuhnya hilang dan tinggal pertanian semi-komersial yang masih

memiliki corak lokal. Pertanian semi-komersial sebenarnya tidak begitu

berpengaruh karena seluruh kegiatan ekonomi berkiblat pada investasi

pemerintah. Para pelaku ekonomi lokal akhirnya menjadi buruh tani bagi yang

tidak mampu bertahan atau usaha tani kecil-kecilan bagi yang masih bertanah,

sebagian yang lain melakukan ekspansi ke lereng-lereng gunung.

Moda produksi lokal telah berubah dari moda produksi pertanian

tradisional sebelum masuknya kolonialisme menjadi kapitalis pertanian dan

pertanian semi-komersial setelah reformasi. Pada masa kolonial cara produksi

pertanian tradisional terpecah menjadi dua yakni pertanian semi-komersial yang

diartikulasikan oleh usahatani petani kaya dan pertanian tradisional yang

diusahakan oleh petani kebanyakkan. Perubahan ini didorong oleh kegiatan-

kegiatan perkebunan yang memaksa sistem lokal untuk mendukung sepenuhnya

sistem perkebunan.

Pada awal kemerdekaan hingga tahun 1950 terjadi perombakan

mendasar pada sistem sosial desa karena masuknya Jepang dan pengusaha

Cina. Jepang membongkar perkebunan dan membagikan lahan pada penduduk,

sementara pengusaha Cina memasukan komoditas kentang yang sangat

komersial pada struktur ekonomi lokal. Akibatnya petani yang telah mulai

komersial saat penjajahan menjadi semakin komersial. Jumlah mereka semakin

banyak dan cenderung meningkat pada periode berikutnya. Bahkan pada masa

Orde Lama petani lokal banyak yang menjadi semi-komersial dan mengusir

pengusaha Cina dari TR. Beberapa dari mereka bahkan telah menjadi kapitalis

pertanian dan menggantikan peran pengusaha Cina.

Memasuki Orde Baru cara produksi pertanian lokal semakin kuat bahkan

ketika pengusaha Cina datang mereka sepenuhnya dapat bersaing

memperebutkan peluang pembangunan. Hanya saja perkembangan itu

dibarengi oleh meningkatnya jumlah petani tak berlahan dan buruh tani. Hal itu

semakin parah saat industri juga masuk memperebutkan kekuatan ekonomi

desa. Pada masa Orde Baru sepenuhnya pertanian tradisional tidak ada lagi.

Mengenai evolusi cara produksi lokal dari masa ke masa yang terjadi di

TR dapat dilihat secara ringkas dalam tabel berikut:

Page 118: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

102

Tabel 5.13 : Perubahan aspek-aspek cara produksi pertanian tradisonal dari jaman kolonial hingga saat ini

Periode kolonial akhir2

Periode awal kemerdekaan (1945-1950) 3

Orde Lama 1950-19654

Orde Baru 1966-19975 Periode

Aspek cara produksi Pertanian semi-

komersial Pertanian semi

komersial Pertanian Semi-

komersial Kapitalis pertanian Pertanian Semi-komersial

A Kekuatan produksi

1 Alat produksi dominan Tanah Tanah Tanah Modal Tanah

2 Unit produksi Keluarga inti Keluarga inti Keluarga inti Organisasi produksi Keluarga inti

3 Sumber tenaga kerja utama

Keluarga luas dan buruh

Keluarga luas dan buruh

Keluarga luas dan buruh

Buruh upahan Keluarga luas dan buruh

B Hubungan Produksi

1 Batas sosial hubungan produksi

Keluarga luas Keluarga luas Keluarga luas Organisasi produksi Keluarga luas

2 Struktur hubungan produksi

Mulai herarkhis Semakin herarkhis Herarkhis Herarkhis Herarkhis

3 Sifat hubungan produksi

Mulai eksploitatif Semakin eskploitatif Eksploitatif Eksploitatif Eksploitatif

2 Periode ini pertanian semi-komersialis diartikulasikan oleh petani kaya yang mampu memetik manfaat dari perkebunan, dan kebanyakan petani masih bercirikan pertanian tradisional 3Periode ini pertanian semi-komersial jumlahnya semakin banyak seiring masuknya pengusaha Cina yang membawa komoditas kentang, sementara jumlah petani tradisional masih banyak. 4 Periode ini pertanian semi-komersial kelanjutan periode sebelumnya yang semakin besar, dimana jumlah petani tradisional semakin kecil dan tinggal di daerah yang jauh. 5 Periode ini pertanian komersial sebelumnya menjadi kapitalis, sementara tradisional menjadi komersial atau menjadi buruh tani, saat ini telah masuk industri agro ke desa.

Page 119: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

103

Perubahan pada moda produksi lokal diatas selanjutnya berimplikasi

pada perubahan sistem sosial secara umum. Kelembagaan produksi, pertukaran

ekonomi, relasi sosial produksi dan relasi kekuasaan dalam masyarakat

mengalami pergeseran. Terlihat setelah cara produksi kapitalis kolonial masuk

kelembagaan produksi berubah orientasinya dari sistem lokal ke nilai-nilai

kapitalis. Sementara itu pertukaran ekonomi dari agak altruistic dimasa kolonial

menjadi balance dimasa kolonial, mulai negatif saat awal kemerdekaan, semakin

negatif pada masa Orde Lama, negatif penuh pada masa Orde Baru, dan sangat

negatif pada masa reformasi.

Relasi sosial produksi yang berkembang di masyarakat juga mengalami

perubahan secara perlahan dari masa ke masa. Pra kolonial basis hubungan

produksi masih pada hubungan keluarga, mulai mengenal sistem upah saat cara

produksi kolonial masuk, sistem upah menjadi biasa saat awal kemerdekaan,

sistem upah semakin biasa saat Orde Lama, dan selama Orde Baru dan

reformasi sistem upah mendominasi seluruh hubungan sosial produksi.

Selain relasi sosial produksi, relasi kekuasaan di TR juga mengalami

evolusi dari masa ke masa. Pada masa pro-kolonial sifat hubungan kekuasaan

dalam masyarakat masih berdasar atas kerjasama. Setelah cara produksi

kolonial masuk mulai eksploitatif dan semakin eksploitatif pada masa awal

kemerdekaan. Perkembangan berikutnya pada masa Orde Lama eksploitatif

semakin mendominasi dan saat Orde Baru sepenuhnya seluruh hubungan

kekuasaan dalam masyarakat bersifat eksploitatif. Sementara itu setelah

reformasi hubungan menjadi eksploitatif oportunistik.

Secara ringkas pergeseran yang terjadi pada sistem sosial terkait dengan

perubahan cara produksi dari masa ke masa dapat dilihat dalam tabel berikut:

Page 120: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

104

Tabel 5.14 : Evolusi ciri-ciri cara produksi pertanian tradisional dari masa kolonial hingga saat ini

Ciri-ciri cara produksi Kolonial akhir (1870-1945) Awal Merdeka (1945-1997) Orde Lama (1950-1965) Orde baru (1966-1997)

Kelembagaan produksi Berorientasi pada sistem kapitalis Berorientasi pada sistem kapitalis

Berorientasi pada sistem kapitalis

Berorientasi pada nilai kapitalis

Nilai yang mengatur orientasi produksi

Memenuhi kebutuhan keluarga, buruh perkebunan, dan mulai komersial

Memenuhi kebutuhan keluarga dan untuk dijual

Untuk dijual semakin besar dari keluarga

Pasar lokal, internasional, dan sedikit untuk konsumsi terutama tani srabutan

Nilai yang mengatur tujuan produksi

Pada keselarasan dengan lingkungan sosial

Pada nilai kapitalis meski melihat lingkungan sosial

Semakin erat dengan nilai kapitalis Pada nilai luar meski memperhatikan lingkungan sosial

Nilai yang mengatur organisasi produksi

Keluarga sebagai unit produksi Keluarga sebagai unit produksi Keluarga sebagai unit produksi Keluarga sebagai unit produksi tapi telah terpisah pembukuannya

Nilai yang mengatur penguasaan kekuatan produksi

Tanah milik pribadi tapi memiliki tanggungjawab sosial

Tanah milik pribadi untuk mencari keuntungan

Tanah milik pribadi untuk mencari keuntungan

Kepemilikan pribadi dan sewa

Bentuk pertukaran ekonomi

Balance Mulai negatif Semakin negatif Negative

Elemen yang terlibat dalam proses produksi

Petani dan keluarga, kerabat, buruh upahan, dan sesepuh desa.

Petani-buruh-kerabat Petani-buruh-kerabat, buruh semakin dominan

Petani-lembaga keuangan-buruh upahan

Mekanisme petukaran Tukar-menukar melalui pasar, kecuali dalam jaringan kerabat

Tukar menukar melalui pasar Tukar menukar pasar Sepenuhnya tukar-menukar melalui pasar

Basis kerjasama Hubungan kontraktual dengan adanya buruh

Hubungan kontraktual Hubungan kontraktual Hubungan kontraktual dengan adanya buruh

Relasi sosial produksi Mulai mengenal system upah Sistem upah semakin biasa Sistem upah semakin dominan Upah sepenuhnya

Sifat relasi sosial produksi Mulai bersifat herarkhis dengan adanya buruh upahan

Herarkhis karena buruh semakin banyak

Herarkhis Herarkhis karena buruh upahan, tani tanggung relative egaliter dan srabutan egaliter

Sumber buruh Dari sistem sosial luas, meski kerabat diperlukan

Dari sistem sosial secara luas Dari sistem sosial secara luas Dari pasar kerja dan luar daerah

Relasi kekuasaan Mulai eksploitatif Semakin eksploitatif Eksploitasi bertambah Eksploitatif sepenuhnya

Sumber kekuasaan buruh Kedekatan dan ketrampilan Ketrampilan Ketrampilan Ketrampilan dan sedikit hubungan keluarga

Sumber kekuasaan majikan

Penguasaan kekuatan produksi terutama lahan

Penguasaan kekuaan produksi terutama lahan

Penguasaan kekuatan produksi lahan

Penguasaan lahan, memanfaatkan program pemerintah

Kekuasaan dominan Petani kaya Pengusaha cina Pengusaha pengusaha Cina dan petani kaya

Petani kaya/juragan

Page 121: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

105

Berdasarkan moda produksi di atas dan perubahan yang terjadi pada

moda produksi lokal pada akhir kolonial hingga saat ini formasi sosial yang

terbangun dalam tiap masa dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal. Pertanian

tradisional lokal yang menjadi ciri formasi sosial awal desa berubah ketika cara

produksi kapitalis yang diartikulasikan dalam perkebunan Belanda masuk dalam

struktur ekonomi lokal. Dengan masuknya cara produksi kapitalis ini cara

produksi lokal akhirnya menjadi tersub-ordinasi.

Hal itu berubah setelah Penjajah Jepang masuk, kemerdekaan dan

rencana ekonomi pemerintah saat itu, serta masuknya pengusaha Cina. Masa

awal kemerdekaan ini diliputi oleh perang fisik dan mobilitas produksi untuk

memulihkan ekonomi nasional yang sedang ambruk. Setelah Belanda pergi dan

pengusaha Cina masuk maka cara produksi lokal menjadi tersub-ordinasi oleh

cara produksi kapitalis pertanian yang dikembangkan oleh pengusaha Cina.

Masa-masa ini berakhir tahun 1950-an.

Masa berikutnya adalah Orde Lama, dimana nasionalisasi perkebunan

dilakukan dan petani mulai memiliki kesadaran politik karena masuknya politik

hingga tingkat desa. Petani sebagai pelaku ekonomi lokal mulai belajar dan

meniru cara produksi baru yang dikenalkan oleh pengusaha Cina. Petani-petani

lokal yang memiliki kemampuan akhirnya mampu menjadi lebih komersial karena

mereka mulai mengusahakan tanaman komersial. Mereka adalah para petani

kaya yang sebelumnya telah mampu memetik keuntungan dari perkebunan.

Secara perlahan dominasi cara produksi kapitalis pertanian yang dikembangkan

oleh pengusaha Cina tergeser oleh petani kaya lokal. Hal itu mencapai

puncaknya ditahun 1960-an saat pengusaha Cina di usir dari desa TR. Masa ini

berakhir tahun 1965 saat peristiwa PKI.

Memasuki Orde Baru seluruh potensi nasional diarahkan untuk

pertumbuhan ekonomi sehingga dikembangkan modernisasi di pedesaan.

Seluruhnya diperbolehkan mengambil keuntungan dari desa termasuk

pengusaha Cina yang telah terusir. Industri agro dan program-program

pembangunan di masukkan dan dapat ditangkap oleh petani kaya dan

pengusaha Cina. Kiblat saat itu adalah investasi pemerintah sehingga yang

dominan adalah cara produksi kapitalis yang diartikulasikan dalam industri agro

dan wisata, serta petani kaya dan pengusaha Cina. Dominasi ini berubah dengan

cepat saat krisis ekonomi, dimana seluruh cara produksi di TR terhenti hingga

Page 122: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

106

akhirnya melakukan reposisi diri. Mengenai formasi sosial yang terbangun dalam

tiap periode dapat dilihat lebih rinci dalam tabel berikut: Tabel 5.14 : Formasi sosial TR dari jaman kolonial hingga reformasi

Cara produksi Masa kolonial Awal

kemerdekaan

Orde Lama Orde Baru

Pertanian Tradisional *** ** * 0

Kapitalis kolonial **** 0 0 0

Pertanian semi-komersial * ** *** *

Kapitalis pertanian 0 **** **** ***

Kapitalis 0 0 0 ****

Ket : ***** Sangat mendominasi *** Mendominasi ** Kurang mendominasi

* Tidak mendominasi 0 Tidak ada

Dari tabel di atas, terlihat pada masa kolonial cara produksi kapitalis

kolonial sangat dominan, baru disusul oleh pertanian tradisional, dan pertanian

semi komersial. Pertanian komersial meski lebih dekat dengan kapitalis kolonial

belum menjadi kekuatan yang dominan akibat pertumbuhannya yang sangat

terbatas. Ia tumbuh karena kebutuhan pangan buruh dimana pertanian

tradisional juga menyumbangkan surplus produksinya meski kecil. Karena

kondisi demikian dominasi pertanian semi-komersial relatif lebih rendah

dibanding dengan pertanian tradisional.

Hal berbeda terjadi pada masa awal kemerdekaan dimana kapitalis

pertanian yang dibawa pengusaha Cina sangat mendominasi. Di sisi lain

pertanian semi-komersial juga berkembang dengan pelaku para petani kaya

yang telah tumbuh sebelumnya pada masa kolonial. Pertanian tradisional malah

menurun dominasinya karena banyak petani tradisional yang berpindah

menanam tanaman komersial sebagaimana yang diusahakan pengusaha Cina

dan tani semi-komersial.

Pada masa Orde Lama yang meningkat pengaruhnya hanyalah pertanian

semi-komersial. Banyaknya petani tradisional yang berpindah ke tanaman

komersial cenderung meningkatkan pengaruh cara produksi ini. Namun

demikian, dominasi cara produksi kapitalis pertanian tetap kuat. Di sisi lain

Page 123: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

107

pengaruh pertanian tradisional menjadi sangat kecil karena banyak yang beralih

ke pertanian semi-komersial.

Dominasi kapitalis pertanian rupanya berakhir setelah orde baru.

Investasi pemerintah yang cukup besar di bidang industri agro menjadikan cara

produksi kapitalis menjadi dominan. Kapitalis pertanian dengan pemain

pengusaha Cina dan petani kaya harus bergeser, sementara petani semi-

komersial menjadi sangat kecil pengaruhnya. Banyak dari pelaku cara produksi

semi-komersial yang menjadi kapitalis atau buruh.

Pada masa reformasi sebenarnya tidak ada perbedaan dengan masa

sebelumnya. Hanya saja pertanian semi-komersial sebenarnya telah sangat

berkurang pengaruhnya dan cenderung beralih ke kapitalis pertanian. Pelakunya

banyak yang kehilangan kekuatan produksi dan menjadi buruh tani atau buruh

industri. Sebenarnya kapitalis pertanian meningkat pengaruhnya, namun

dominasi cara produksi kapitalis sangat kuat karena masuknya para investor

baru selain pemain lama. Kekuatan modal yang dimiliki dan cara

pengorganisasian buruh baru menambah kekuatan dominasi cara produksi ini.

Page 124: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

DINAMIKA MODA PRODUKSI

DAN FORMASI SOSIAL KONTEMPORER (1997-2005)

Bab ini membahas perubahan moda produksi kapitalis pertanian akibat

perkembangan-perkembangan mendasar berbagai artikulasi ekonomi kapitalis

terutama dalam industri agro dan pariwisata. Setelah krisis, industri agro dan

pariwisata merombak organisasi produksinya dari model manajemen modern

klasik, menjadi lebih akomodatif terhadap sistem yang berkembang di

masyarakat. Strukturnya tidak lagi kaku dan herakhis, tapi lebih luwes terutama

pada pengorganisasian buruh upahan.

Faktor-faktor Pendorong Perubahan

Perkembangan Juragan dan Pengusaha Cina

Juragan dan pengusaha Cina identik dengan kekayaan, keberhasilan,

dan tanah yang luas. Juragan mulai mendapat warna jelas pada tahun 1990-an,

saat sayur mencapai puncak kejayaan. Orang dikatakan juragan bila memiliki

tanah luas, biasanya lebih dari lima hektar, memiliki banyak tanah sewaan, dan

memelihara banyak boro kerjo19. Meski peran juragan telah nampak dan semakin

nyata, saat itu mereka belum mendominasi sepenuhnya ekonomi desa seperti

sekarang. Disejajarkan dengan pengusaha industri agro dan pengusaha Cina,

mereka belum memiliki kekuatan berarti saat itu.

Saat ini juragan telah mendominasi dinamika ekonomi lokal, meski masih

tetap kalah dengan industri. Sebelum krisis, kekuatan produksi juragan

ditentukan oleh penguasaan lahan saja, dan sekarang mereka mampu

menggabungkan modal uang dan lahan. Modal uang digunakan untuk sewa

lahan, sementara modal lahan digunakan untuk mengambil uang di bank. Para

juragan memiliki tanah luas lebih dari lima hektar, bahkan ada diantaranya yang

hingga puluhan hektar20.

19 Boro kerjo adalah nama bagi buruh dari luar daerah yang mencari kerja di TR dan menginap di sana hingga berbulan-bulan bahkan tahunan mengingat kerja di sayur dan apel sepanjang tahun. Mereka biasanya dari daerah marjinal seperti selatan Malang, Blitar, juga dari Pujon dan daerah-daerah lainnya di sekitar TR. Mereka menginap di rumah juragan karena tiap juragan memiliki rumah penampungan khusus untuk mereka, dan ada juga yang menginap dirumah penduduk atau di rumah saudaranya yang telah dulu masuk dan menjadi warga TR. 20 Di TR ada lima juragan yang menguasai tanah masing-masing tidak kurang dari 20 hektar baik milik pribadi maupun sewa yakni GRN, PNO, dan NRA yang menjadi juragan karena warisan, serta P. BK dan P. NY yang menjadi juragan karena usaha. Ketiga pertama masih memiliki hubungan saudara keturunan orang kaya lama, sementara dua kedua adalah bekas buruh boro dari Blitar yang kawin dengan orang elit lokal.

Page 125: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

109

Seorang juragan mampu menampung tenaga kerja boro untuk tinggal di

rumahnya hingga 50-an orang. Mereka bekerja sepanjang tahun dan

mendapatkan gaji tiap bulan. Juragan juga memiliki beberapa orang pekerja

tetap atau yang dikenal sebagai “pandek”. Juragan juga jarang berhubungan

langsung dengan pekerja, tapi melalui mandor. Mandor adalah orang

kepercayaan juragan yang bertugas melakukan kontrol terhadap kerja buruh dan

bertanggungjawab pada penggajian. Biasanya mandor masih kerabat juragan,

atau pandek yang sudah lama dan memiliki kepemimpinan yang baik.

Seorang juragan mendapatkan pekerja melalui orang kepercayaannya.

Orang kepercayaan ini biasanya telah lama bekerja padanya dan memiliki

hubungan dengan asal pekerja. Juragan tinggal memesan berapa jumlah orang

dan apa keahliannya. Ia akan mendapatkannya segera dengan bantuan orang

kepercayaan tersebut. Karena tanaman sayur dan apel memerlukan perawatan

sepanjang tahun, maka tenaga kerja diperlukan terus. Akibatnya, tenaga kerja

harus ada sepanjang tahun dan hanya berhenti saat senggang saja. Karena itu

juragan hafal betul dengan kelompok kerja yang bekerja padanya.

Untuk juragan kaya dan memiliki tanah luas, pekerja dalam dan luar tidak

mungkin mencukupi. Juragan demikian biasanya memiliki kuli tetap yang tinggal

di rumahnya sepanjang tahun. Kuli ini digaji bulanan serta makan dan minum dari

juragan. Kuli tetap bisa boro kerjo atau orang desa sendiri yang jumlahnya dapat

10-20 orang, bahkan hingga 50 orang. Mereka makan dan minum di rumah

juragan dengan gaji yang sama dengan pekerja harian. Fasilitas lebih yang

diterima diganti dengan kerja 24 jam penuh. Kadang kala mereka juga harus

lembur jika sayur panen atau kirim barang ke luar daerah.

Seorang kuli ada yang bekerja telah 25 tahun pada juragan yang sama.

Kuli demikian biasanya berasal dari daerah yang jauh sehingga mereka tidak

memungkinkan pulang ke daerahnya setiap hari. Mereka biasanya bekerja

selama satu tahun dan pulang setiap lebaran, meski ada juga yang pulang setiap

bulan atau 3 bulan sekali tergantung keuangan dan jauh dekatnya rumah.

Seorang kuli yang pulang biasanya juga membawa teman baru untuk

bekerja pada juraganya. Pola berantai ini berguna bagi kuli lama untuk

menambah teman dan orang satu kampung agar kerasan. Orang yang

membawa teman baru biasanya telah dipercaya oleh juragan atau paling tidak

akan dikenalkan oleh orang kepercayaan agar diterima bekerja. Jika ada yang

menjamin juragan pasti dapat menerimanya.

Page 126: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

110

Juragan, karena sifat usahanya yang sangat kapitalis, memiliki hubungan

sangat dekat dengan bank. Hal ini untuk mendukung permodalan mereka

terutama dalam menghidupi tenaga kerja. Uang pinjaman bank dapat mencapai

ratusan juta yang dicicil dua kali setahun. Bank sangat dekat dengan usaha

juragan sehingga sangat mudah untuk memberikan pinjaman dengan jaminan

sertifikat. Ini merupakan usaha dari juragan untuk mendapatkan cara kerja dan

membangun usahanya.

Cara Mengorganisasikan Buruh. Tidak hanya permasalah kekuatan

produksi, juragan juga melakukan perubahan mendasar pada relasi buruh

majikan. Jika dulu buruh dapat bekerja apa saja dan kapan saja, saat ini buruh

mengenai jumlah, jenis kelamin, dan keahliannya, tergantung pada jenis

pekerjaannya. Terjadi spesialisasi pekerjaan sebagai konsekwensi atas semakin

kapitalisnya juragan. Hal itu dapat dilihat dari seluruh item pekerjaan dalam satu

proses produksi, dimana buruh telah memiliki spesifikasi tersendiri.

Untuk tanaman apel pekerjaannya meliputi penanaman (lubang dan

pengurukan) dikerjakan oleh laki-laki secara borongan. Setiap lubang tanaman

seharga 1000 rupiah. Borongan ini marak saat PT. AN sering menggunakan

sistem itu untuk mengerjakan pembuatan jalan ke pabrik dan pengolahan lahan.

Sekarang kerja borongan tidak ada lagi dan seluruhnya dengan gaji.

Paling tidak ada tiga jenis buruh yakni : pertama pandek adalah buruh

yang telah lama bekerja pada juragan dan tidak berganti-ganti. Ia memiliki

Hubungan khusus dengan juragan yang tidak dimiliki oleh buruh biasa. Pandek

kadangkala hingga dikawinkan oleh juragan jika juragannya baik dan pandek ini

seorang bujangan. Hubungan khusus itu berupa pinjaman uang, jaminan sosial

jika kekurangan, juga membantu pekerjaan lain di luar kerja sawah. Saat pesta,

kematian keluarga juragan, hajatan, pandeklah yang memiliki pekerjaan paling

berat. Sangat jarang pandek berpindah juragan, jika tidak ada perselisihan cepat

teratasi. Pindah terjadi jika juragan mati atau bangkrut dan pekerjaan tidak ada.

Kedua, buruh bebas adalah buruh yang bekerja dengan bebas pada

juragan tanpa terikat oleh Hubungan khusus. Ia dapat berpindah juragan

semaunya dan untuk tim manapun. Buruh ini dapat memilih jenis pekerjaan dan

juragan mana yang akan diikuti. Buruh dapat berhenti kapan saja tergantung

kemampuan dan kemauannya. Ia tidak mendapat fasilitas khusus oleh juragan

dan hanya mendapat gaji biasa. Buruh bebas ini kebanyakan berasal dari dalam

desa dan memiliki kesempatan memilih juragan daripada buruh dari luar daerah.

Page 127: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

111

Ketiga, boro Kerjo adalah pekerja luar daerah yang mencari kerja di TR

dan menginap beberapa bulan selama musim pekerjaan. Mereka ada yang

menginap di rumah juragan yang memang selalu disediakan atau di rumah

penduduk. Mereka biasanya adalah anak-anak muda tapi ada pula orang-orang

tua yang datang dari berbagai tempat. Mereka mendapatkan fasilitas dari juragan

berupa tempat tinggal dan makan. Sebagai imbalan mereka harus bekerja

sepanjang hari hingga malam. Bahkan, mereka juga harus siap mengawal

pengiriman barang ke pasar kapan saja sesuai pesanan.

Sekelompok pekerja datang ke Lokasi setiap jam 07.00 pagi dengan

membawa alat masing-masing yakni cangkul, sabit, dan alat lainnya tergantung

pekerjaan apa yang akan dilakukan. Alat-alat seperti sprayer, selang, alat angkut

telah disediakan juragan dan dibawa mandor dari rumah juragan. Lahan yang

jauh, biasanya telah dibuatkan rumah kecil untuk menampung alat-alat tersebut.

Pekerja datang ke lokasi kalau segala kebutuhan kebun telah dilayani dan

langsung bekerja.

Buruh istirahat jam 09.00 pagi untuk makan pagi. Mereka telah membawa

makanan dari rumah masing-masing. Biasanya mandor akan pergi dan makan di

luar atau pindah lokasi untuk mengawasi pekerjaan di lahan lain. Mandor dapat

membawahi beberapa tempat lahan, dan jika terlalu banyak, ia memiliki wakil

informal. Biasanya wakil ini adalah “pandek” juragan yang telah lama bekerja,

atau orang yang dipercaya mandor.

Untuk kerja rompes biasanya dikerjakan perempuan, karena gajinya kecil

dan hasilnya dengan laki-laki sama. Penanaman, rompes dan pemupukan tidak

memerlukan keahlian sehingga siapapun juga boleh ikut. Sementara itu untuk

pekerjaan memotong dan melengkungkan batang harus orang khusus. Buruh

perempuan digaji 9-10 ribu per hari, sementara buruh laki-laki 10-12 ribu, dan

buruh potong dapat 12-15 ribu sehari. Kesalahan potong dan melengkungkan

batang apel menyebabkan kematian dan tidak berbuah.

Pekerjaan pemupukan, tenaga kerja laki-laki dan perempuan bersama,

dimana laki-laki mengangkut pupuk dan membuat lubang, sementara perempuan

memupuk dan menutup lubangnya. Kalau yang tersedia tenaga kerja perempuan

atau laki-laki saja, maka pemupukan dapat dilakukan salah satu. Untuk kerja

rompes biasanya dikerjakan perempuan karena gajinya kecil dan hasilnya sama

dengan laki-laki.

Untuk mendapatkan buruh, juragan dapat menggunakan “pandek” atau

orang kepercayaan untuk menghubungi kelompok kerja tertentu. Seorang

Page 128: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

112

pandek kebun tinggal bilang pada kelompok-kelompok kerja, baik yang ada di

dalam desa maupun yang dari luar desa. Kelompok kerja ini biasanya

sekawanan orang yang biasa bekerja bersama dan didesa ada banyak kelompok

kerja. Setiap kelompok kerja ada seorang pemimpin yang akan mengumpulkan

orang-orang jika ia mendapat pesanan orang. Dengan menunjuk ketua kelompok

ini maka juragan tidak perlu repot-repot mencari orang, tinggal pesan berapa

yang diperlukan dan apa keahliannya.

Biasanya kelompok kerja ini spesialis tertentu meski dapat juga

melakukan pekerjaan lain. Kelompok kerja ini sebenarnya tidak formal, hanya

karena keseharian mereka yang selalu bersama. Keanggotaan juga tidak tertutup

sekali, namun terbuka bagi siapa saja. Namun biasanya seorang pemimpin akan

memprioritaskan orang-orang dekatnya jika pekerjaan kecil. Namun jika

pekerjaan besar ia dapat mengajak orang lain.

Untuk mengenali kelompok, juragan tinggal melihat siapa pemimpinnya.

Orang akan mengatakan “iku lho, golongane Cak Di” (itu lho, golongannya Cak

Di). Golongan Cak Di menunjukkan kumpulan orang yang dipimpin Cak Di dan

juragan akan langsung tahu kinerjanya. Dengan tahu kelompok tertentu, maka

juragan telah paham orangnya pasti si A dan si B atau si C dengan kelemahan

dan keunggulan masing-masing.

Untuk pekerja dari luar, sang juragan akan memanfaatkan orang

kepercayaannya yang biasanya telah lama bekerja disana untuk mencari orang.

Juragan tinggal berapa kebutuhan dan apa keahliannya, ia mendapatkannya

segera dengan bantuan orang kepercayaan. Orang kepercayaan adalah orang

kampung tempat calon kuli tinggal. Setelah kuli terkumpul, keesokan harinya

juragan menjemputnya. Tanaman sayur dan apel memerlukan perawatan

sepanjang tahun, sehingga tenaga kerja diperlukan terus. Dengan demikian di

TR, pekerjaan tersedia sepanjang tahun sehingga juragan hafal betul dengan

kelompok kerja yang bekerja padanya.

Hak dan Kewajiban Buruh dan Juragan. Pada dasarnya hak buruh

adalah mendapatkan imbalan yang layak dalam bekerja dan tepat waktu

pembayarannya. Imbalan pokok berupa gaji juga fasilitas lainnya berupa bonus,

hadiah, THR atau bentuk-bentuk lain seperti rokok, makanan, juga pinjaman jika

buruh memerlukan uang mendadak. Hak ini melekat pada buruh jika ia juga

memenuhi berbagai kewajibannya.

Kewajiban buruh adalah menyelesaikan pekerjaan dengan baik, tepat

waktu dan tidak merugikan majikannya (berbuat salah, salah potong, salah

Page 129: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

113

angkut atau malas-malasan). Seorang buruh harus rajin dan terampil agar

diperhatikan dan mendapat gaji lebih dari juragannya. Buruh tidak boleh terlihat

menganggur meski pekerjaannya selesai. Jika buruh berhenti bekerja, meski

pekerjaan selesai maka tetap ia dikatakan malas dan ini menjadi beban bagi

buruh dan merasa tidak enak dengan majikan. Buruh seringkali mencari

pekerjaan lain seperti membersihkan selokan atau memeriksa kembali

pekerjaaannya meski perkerjaan utama telah selesai.

Sementara itu, hak majikan hanya satu yakni mendapatkan hasil

pekerjaan yang memuaskan. Memuaskan artinya pekerjaan tepat waktu, hasil

baik dan sedikit kerusakan. Dengan demikian, juragan memiliki hak penuh untuk

menyuruh, menegur, juga memberhentikan buruh jika tidak memuaskannya.

Teguran tidak langsung pada buruh yang bersangkutan, tapi melalui orang

kepercayaan atau ketua kelompok kerja.

Di sisi lain, kewajiban juragan adalah memberikan seluruh hak buruh

dengan baik seperti gaji, bonus juga hadiah-hadiah tertentu. Selain itu juragan

juga berkewajiban untuk menjaga hubungan baik untuk mendapatkan loyalitas

buruh. Meski hanya buruh, dan tenaga kerja melimpah, menyalahi buruh dapat

menyulitkan juragan dalam mencari buruh lagi.

Juragan yang kasar dan sering memotong gaji akan dicap sebagai

juragan lalim. Cap jelek dapat menurunkan reputasi dan berimbas pada kesulitan

mencari buruh. Paling tidak buruh akan mengerjakannya terakhir setelah juragan

lain selesai. Hal itu tentu merugikan juragan sendiri. Sebaliknya jika juragan

sering memberi hadiah di luar gaji, juga berprilaku baik, maka ia akan menjadi

prioritas. Akibat kondisi pasar kerja yang rentan isu demikian, maka juragan

cenderung ingin menambah tenaga kerja tetap agar mendapat jaminan tenaga

sepanjang tahun.

Pekerja tetap relatif sulit berpindah dan lebih tekun dari pada buruh

bebas. Buruh tetap merupakan buruh utama juragan, sementara buruh luar

sebenarnya hanya untuk tambahan karena beban kerja yang tidak mungkin

diselesaikan buruh tetap. Buruh luar cenderung sulit untuk dipegang dan kotrol

juragan lemah. Karena sulitnya mencari buruh tetap, kadang juragan terpaksa

merekut buruh luar lebih banyak.

Mekanisme Kontrol Buruh oleh Juragan. Untuk mencapai target

produksi, seorang juragan memerlukan kerja buruh yang baik. Buruh yang malas

dan sembrono sangat merugikan. Buruh dikatakan baik jika kwalitas kerja dan

kotinuitas kerja baik. Kwalitas diukur dari banykanya hasil pekerjaan dan

Page 130: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

114

kecepatan waktunya. Sementara itu kontinuitas kerja adalah konsistensi buruh

untuk selalu masuk kerja setiap juragan memerlukan tenaganya. Agar keduanya

terjamin maka juragan perlu melakukan kontrol terhadap kerja buruh.

Kontrol dilakukan melalui beberapa tahap, yakni (1) rekutmen atau seleksi

buruh, (2) keahlian atau kerja di lapang, dan (3) konsistensi kerja. Pertama,

seleksi dilakukan oleh juragan melalui orang kepercayaannya dimana juragan

telah menyatakan nama-nama tertentu. Orang kepercayaan akan menyeleksi

anggota kerjanya sesuai dengan kebutuhan juragan. Orang kepercayaan

biasanya dipilih juragan berdasarkan kepemimpinan dan etos kerjanya. Orang

kepercayaan memiliki dua sisi peran, yakni mengamankan kelompok kerjanya,

juga harus menjaga keamanan dirinya sendiri.

Kedua, kerja lapang. Pada tahap ini kontrol dilakukan sepenuhnya oleh

juragan, atau orang dekatnya yang memimpin kerja, juga orang kepercayaan

(mandor). Juragan sekali-kali mengunjungi dan mengingatkan buruhnya agar

lebih giat. Untuk menarik simpati, biasanya juragan membawa jajanan kecil dan

rokok untuk para pekerja (Penulis ikut kelompok kerja). Ia akan melihat kerja dan

berbicara dengan buruh satu-satu sambil berputar melihat tanamannya. Setelah

dirasa cukup ia berbicara dengan mandor dan memberikan penilaian, juga

intruksi atau pesan-pesan tertentu untuk mandor.

Seorang mandor juga mengatur ritual kerja agar tidak terlalu giat atau

terlalu lambat. Sepertinya ia dapat mengukur dengan nalurinya kapan kerja itu

cepat dan kapan lambat, juga kapan harus berhenti. Saat saya bertanya kenapa

demikian? Ia menjawab “Ya agar kita tidak dianggap terlalu lambat nanti ndak

enak sama juragan, dan jika terlalu cepat ndak enak dengan kelompok lain

dianggap menjilat juragan”. (saya memikirkan dalam hati apakah HDI (human

development indeks) dapat diterapkan di Indonesia jika diukur dengan metode

biasa). Ini membuktikan jika standar kerja di TR tidak hanya berkaitan dengan

juragan saja, tapi dengan kelompok lain juga.

Kalau juragan turun maka kerja dikendalikan langsung olehnya. Ia tinggal

menyuruh sana sini untuk memastikan kerja berjalan cepat. Jika buruh lambat,

juragan bekerja lebih cepat, dan buruh akan mengikuti. Dengan isyarat perilaku

kerja, menjadi tanda/simbol bagi buruh untuk mengikuti ritme kerja juragan. Jika

buruh terlalu cepat, juragan berbicara sanepan (kiasan) “alon-alon ae po oo rek!

Koyok sesuk gaak nok dino” (Hai jangan cepat-cepat, sepertinya besok tak ada

hari). Juragan punya ukuran sendiri kapan kerja cepat, dan kapan lambat.

Page 131: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

115

Cara kontrol efektif adalah saat buruh memasuki masa orientasi. Ini

berlaku bagi buruh baru, dimana juragan akan membimbing dengan suara keras

untuk memberi contoh cara kerja yang baik. Hal ini akan diingat selalu oleh

seorang buruh, dan akan diulang kembali oleh juragan jika kelompok buruh baru

datang. Suara keras juragan juga bermakna mengingatkan buruh untuk selalu

ingat tugas dan kewajibannya.

Ketiga, konsistensi kerja adalah evaluasi jangka panjang akan prestasi

buruh atau kontrol juragan atas kerja buruh dari waktu ke waktu. Kontrol ini

berfungsi untuk menetapkan reward/imbalan bagi prestasi buruh. Reward ada

tiga jenis yakni penghargaan/sebutan, hadiah-hadiah, juga kepercayaan juragan.

Jika buruh telaten dan loyal serta setia pada juragan maka ia dikenal sebagai

buruh baik dan sewaktu-waktu dapat menjadi orang kepercayaan juragan. Hal itu

terjadi jika buruh serius (dalam kerja) dan memiliki jiwa kepemimpinan. Orang

kepercayaan juragan sering mendapat hadiah-hadiah, dan kalau lebaran, THR

lebih besar dari buruh kebanyakan. Perkembangan Tani Tanggung Tani tanggung sebenarnya merujuk pada petani yang memiliki tanah tidak

terlalu luas, juga kekayaan yang biasa saja. Mereka tidak dapat mengerjakan

tanahnya sendiri tanpa mempekerjakan orang lain terutama saat panen dan

tanam. Meski demikian tenaga kerja inti adalah seluruh anggota keluarga,

terutama saat pemeliharaan tanaman. Luas lahan berkisar antara 0,5-1 hektar,

yang jumlahnya cukup luas dibandingkan petani lainnya.

Kekuatan produksi utama adalah lahan milik, juga dari sewaan. Lahan

sewa juga tidak terlalu luas hanya sekitar satu sampai dua hektar saja.

Organisasi produksi menggunakan keluarga dimana pemilik juga sekaligus

manajer usaha. Tidak ada mandor sebagaimana juragan dan hubungan kerja

relatif egaliter. Tani tanggung juga tidak memiliki buruh pandek sebagaimana

juragan. Mereka lebih mengandalkan buruh bebas dan boro kerjo yang tidak

terikat pada juragan tertentu. Selain mudah didapat, mempekerjakan buruh

bebas lebih praktis karena tidak perlu menyediakan tempat menginap. Buruh

bebas berasal dari orang sekitar sehingga tahu persis kualitas kerjanya.

Sistem kerja tidak seketat sebagaimana di rumah juragan. Selain aturan

jam mulai yang tidak ketat, waktu istirahat dan pulang juga sangat fleksible. Kerja

juga tidak ditarget meski seseorang dapat mengukur sendiri berapa lama sebuah

beban kerja seharusnya habis. Jika di juragan buruh lepas tidak mendapatkan

Page 132: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

116

apa-apa, di tani tanggung masih mendapatkan rokok, makan, juga jajanan

tergantung kebaikan tuan rumah. Hal ini umum dibicarakan jika orang makin

kaya makin pelit, hingga waktu kencing saja harus di potong gajinya.

Hubungan kerja yang dibangun antara buruh dan majikan tidaklah

herarkhis sebagaimana juragan. Bisa saja buruh bebas teman bermain majikan,

atau bahkan saudaranya. Kesalahan-kesalahan kerja juga dapat dimaafkan

dengan mudah asalkan mau memperbaiki. Karena hal demikian sangat jarang

seorang buruh melakukan kesalahan, sebagaimana biasa terjadi pada juragan.

Tani tanggung tidak begitu memiliki hubungan erat dengan lembaga

keuangan seperti bank sebagaimana juragan. Kalaupun ada paling hanya

meminjam pada BPR yang jumlahnya kurang dari 10 juta. Mereka menganggap

berhubungan dengan bank membuat orang tidak tenang dalam usaha. Jika

memang tidak memiliki modal, mereka menanam tanaman yang tidak

memerlukan biaya tinggi seperti bawang pre atau wortel.

Cara Megorganisasikan Buruh. Tidak sebagaimana juragan, tani

tanggung tidak perlu mengerahkan banyak tenaga kerja karena lahan sempit.

Bantuan diperlukan saat beban kerja banyak yakni mengolah lahan, menanam,

dan panen saja. kadang-kadang cukup beberapa orang untuk membantu dan

tidak perlu mencari jauh-jauh. Kecuali jika panen, ada kelompok khusus yang

bekerja dan hasil dibawa langsung oleh pedagang.

Kerap kali petani tanggung mendapatkan tenaga dengan cara omong-

omong ke tetangga atau kelompok kerja tertentu. Dia mengatakan perlu

beberapa orang untuk membantu dan akan langsung ada orang yang

menawarkan diri. Biasanya ia tinggal berbicara pada orang yang biasa menjadi

pemimpin pekerja (dari kelompok tertentu). Orang ini selanjutnya akan

mengumpulkan anggota kelompoknya dan menentukan siapa yang berangkat.

Jika pekerjaan banyak maka seluruh anggota akan ikut, jika hanya sedikit maka

akan dipilih orang-orang tertentu tergantung kebijaksanaan pemimpin.

Sementara itu, tani tanggung akan berangkat pagi-pagi ke lahan sendiri

beserta anggota anak laki-laki dengan membawa peralatan yang diperlukan. Ia

selalu datang sebelum para pekerja dan telah melakukan beberapa pekerjaan

untuk menunjukkan bahwa ia tani “tulen”. Jika ia tidak melakukan hal ini maka

dapat dianggap berprilaku seperti juragan. Karena para pekerja kelasnya tidak

begitu jauh dengan mereka, biasanya hubungan yang dijalin lebih egaliter.

Setelah para pekerja datang, tani tanggung menghentikan pekerjaannya

dan mulai berputar mengitari lahan. Ia akan mencari tempat jauh agar tidak

Page 133: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

117

melihat para pekerja memulai pekerjaan. Kadang kala malah pergi pulang untuk

makan atau mengambil peralatan lagi. Setelah itu datang membawa beberapa

oleh-oleh berupa makanan ringan dan minum atau paling tidak rokok.

Hak dan Kewajiban Buruh-Majikan. Pada dasarnya hak buruh

seluruhnya sama yakni mendapatkan upah yang layak sesuai aturan sosial yang

berlaku. Selain itu buruh juga berhak mendapatkan perlakukan baik selama

bertugas, juga setelah tugasnya selesai. Jika keduanya tidak diberikan, atau

salah satunya, tani tanggung akan mendapat sangsi sosial. Ia akan sulit

mendapatkan tenaga kerja, juga akan disebut sebagai orang yang “medit” (kikir)

untuk upah dan “mokong” untuk perlakuan.

Kewajiban buruh adalah menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan

tugasnya dan tidak mengulur waktu atau bermalas-malas dalam bekerja. Selain

itu buruh juga harus menjaga ritme agar tidak terlalu cepat atau lambat. Jika

seorang buruh terlalu cepat maka ia akan mendapat teguran dari teman-temanya

dan dikatakan “ngoyo” memaksa dan jika lambat “ngisinke” memalukan.

Sekelompok pekerja sepertinya telah memiliki standar kerja sendiri sehingga

mereka menyelesaikan kerja dengan tepat waktu.

Sementara itu seorang juragan memiliki hak untuk mendapatkan

pekerjaan sesuai dengan kebiasaan yang ada. Jika dalam satu hektar lahan

dikerjakan oleh 10 orang maka dalam lima hari sudah hari selesai, dan

penanaman kentang cukup dua hari. Jika panen maka tidak ada batasan karena

bentuknya borongan sesuai dengan hasil panen. Demikian juga tanaman wortel

tidak ada upah harian untuk buruh “cabut” panen karena dihitung tiap keranjang.

Banyak tani tanggung dibantu oleh anggota keluarganya dalam

menyelesaikan pekerjaan. Tidak ada upah bagi mereka dan hanya mendapatkan

bonus untuk jajan atau sekedar uang jalan-jalan bagi anak laki-laki yang

membantu. Untuk anak perempuan tidak mendapatkan hal itu. Jika tani tanggung

memanggil buruh untuk membantu mengerjakan lahannya, anggota keluarga

perempuan tidak ada satupun yang membantu. Mereka di rumah menyediakan

makan jika buruh tidak lepas atau makanan kecil jika lepas21. Uang panen

biasanya dikelola oleh perempuan demikian juga pengalokasiannya.

Pembayaran buruh juga dilakukan oleh perempuan.

Mekanisme Kontrol Buruh oleh Majikan. Kontrol buruh oleh majikan

dilakukan melalui tiga tahap, sama dengan yang dilakukan oleh juragan. Pertama

21 Buruh lepas adalah buruh yang hanya diupah tanpa diberi makan sehingga imbalan gaji saja

Page 134: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

118

kali tani tanggung memastikan buruhnya bekerja dengan baik melalui pemilihan

kelompok kerja yang diundangnya. Jika mengundang tetangga secara

perorangan, ia akan memilih buruh yang sekiranya dapat bekerja bersama dia.

Orang yang telah sering bekerja biasanya sudah “pasangan” atau telah cocok

dengan pemilik22. Pasangan biasanya juga dapat diundang khusus meski hanya

membantu beberapa hari saja. Seorang pasangan malu jika tidak memenuhi

undangan dan bekerja pada orang lain, kecuali telah ada kontrak sebelumnya.

Kedua, ia akan selalu mengikuti kerja buruh di lahan dan menunjukkan

contoh kerja. Jika buruh agak malas, ia akan meningkatkan tempo pekerjaanya

dan tentu saja buruh lain akan malu jika tidak mengikuti ritme majikan. Namun

jika ritme buruh terlalu cepat majikan juga akan mengurangi ritmenya untuk

memberi tanda bila kerjanya kelebihan. Antara buruh dan majikan pada pertanian

kapitalis sepertinya telah memiliki norma/aturan khusus. Ada kepatutan tertentu

yang mengarahkan buruh untuk tidak bekerja malas, atau sebaliknya terlalu rajin.

Ketiga, ia juga dapat menegur melalui pemimpin jika ada pekerja yang

mengecewakannya. Teguran diberikan setelah pekerjaan selesai dan biasanya

pemimpin akan menasehati anggotanya. Seorang yang ditegur akan bersikap

biasa saja dan pada hari berikutnya pasti akan mempercepat kerja. Anak muda

dan anggota barulah yang sering melakukan kesalahan. Tidak pernah ada sangsi

pemotongan upah atau tidak boleh bekerja bagi orang yang malas, tapi

kelompoklah yang akan mendapat cap buruk anggotanya. Karena itu setiap

kelompok berusaha tampil baik guna mendapat perhargaaan. Perkembangan Tani Srabutan

Tani srabutan merujuk petani yang memiliki tanah sempit hingga memiliki

banyak waktu untuk bekerja pada orang lain. Mereka juga dapat bekerja apa saja

di luar pertanian asalkan menghasilkan uang. Seorang keluarga tani srabutan

akan mengerahkan seluruh anggota keluarganya untuk bekerja. Tani srabutan

biasanya mengusahakan tanaman yang cepat panen yakni wortel dan bawang

pre, atau malah sledri yang hanya perlu waktu sebulan untuk panen.

Tani srabutan tidak pernah mempekerjakan orang untuk mengolah

lahannya. Bahkan banyak waktunya digunakan untuk bekerja pada orang lain,

kebanyakan pada juragan. Tani srabutan dapat juga sebagai pandek seorang

juragan jika ia tidak sedang mengerjakan lahannya. 22 Pasangan adalah orang yang dianggap sangat cocok oleh tani tanggung untuk bermitra dengannya dalam bekerja. Pasangan ini biasanya teman akrabnya atau mitra kerja disaat keduannya menjadi buruh pada juragan atau tani tanggung lain.

Page 135: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

119

Tani srabutan paling banyak ada di TR dan merupakan angkatan kerja

utama di sana. Biasanya mereka telah tergabung dalam kelompok-kelompok

kerja dan memiliki jaringan kerja sendiri. Jika sedang tidak di lahan dan

kelompoknya mendapat pekerjaan, maka ia akan berangkat. Ketersediaan

lapangan kerja sepanjang tahun menjamin tenaga kerja mereka laku.

Kerja mereka mengandalkan tenaga sehingga tidak memiliki hubungan

dengan bank. Kalaupun ada hubungan untuk pembelian barang-barang

elektronik atau biaya sekolah anaknya. Mereka lebih senang menghutang pada

BPR keliling yang jumlahnya tidak lebih dari 500 ribu.

Tani srabutan biasanya terdiri dari keluarga-keluarga muda yang baru

menikah yang berasal dari orang biasa. Banyak diantaranya merupakan

pasangan antara penduduk lokal dan para pekerja boro. Mereka kebanyakan

masih menumpang di rumah orang tuannya dan diberi tanah sedikit untuk modal

usaha. Meski demikian banyak juga keluarga-keluarga lama yang tetap menjadi

petani srabutan sepanjang hidupnya.

Kampung-kampung baru sering menjadi kantong tani srabutan. Kawasan

Besta, Sarfaat, dan talon merupakan kampung baru basis tani srabutan. Mereka

adalah keluarga tidak mampu yang tidak memiliki tanah, ataupun kalau punya

hanya sempit saja. Meski demikian dikampung-kampung lain juga ada terutama

keluarga-keluarga miskin yang telah kehilangan lahanya.

Tani srabutan ini pada saat-saat tertentu ia juga dapat bekerja sebagai

buruh lepas di pabrik bunga dan jamur. Hal ini ia pilih setelah kerja di juragan dan

tani tanggung tidak ada sama sekali, atau memang ia sedang ingin kerja di

pabrik. Karena pekerjaan yang tersedia sepanjang tahun, mereka memiliki

kesempatan untuk memilih pekerjaaanya. Meski pada dasarnya sama beban

kerjanya, namun orang lebih suka kerja pada petani biasa daripada pabrik.

Cara Megorganisasikan Buruh. Sebenarnya tidak ada istilah buruh

dalam arti upahan bagi usahatani yang dikelola petani srabutan. Lahan sempit

dapat dikerjakan sendiri oleh kepala keluarga atau seluruh anggota keluarga

secara bersama. Tenaga kerja tidak dibayar. Hubungan sosial produksi yang

terbangun bersifat lebih egaliter. Suasana kerja tidak terlalu kaku, baik dalam

ritme maupun waktu kerja. Usaha tani sering sebagai sambilan dan tani srabutan

lebih banyak berburuh pada orang lain.

Ada beberapa cara yang digunakan tani srabutan untuk mensiasati

waktu. Berburuh pada juragan sangat ketat sehingga tidak mungkin membolos

untuk mengerjakan lahanya sendiri. Karena itu mereka sering mengerjakan

Page 136: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

120

waktu sore setelah pulang kerja, atau dikerjakan penuh dalam beberapa hari, lalu

kerja lagi. Kadang-kadang cukup dikerjakan oleh istri dan anggota keluarga lain.

Yang lebih sering mereka mengerjakan pekerjaan berat sementara yang lain

diurus anak dan istrinya.

Seorang tani srabutan ada yang tidak pernah pergi ke lahan dan cukup

istrinya saja yang mengurusi. Tanaman yang dibudidayakan biasanya mudah

dan tidak memerlukan biaya besar. Wortel dan bawang pre biasanya menjadi

tanaman favorit karena tidak memerlukan tenaga kerja berat. Di sela-sela

tanaman utama, ditanami sayur untuk konsumsi sendiri. Daripada membeli,

mereka akan memaksimalkan fungsi lahannya. Tanaman komersial yang

ditanam juga hanya sedikit dan untuk dijual pada pedagang kecil saja.

Masing-masing anggota keluarga bekerja sesuai dengan kesempatan

yang ada. Seorang kepala keluarga yang mendapat panggilan dari kelompoknya

berusaha memenuhi dan meninggalkan lahan miliknya sendiri. Anak bisa

menggantikan kalau telah dewasa. Seringkali anak telah memiliki kelompok

sendiri. Cara-cara di atas merupakan usaha keluarga tani srabutan

memaksimalkan seluruh potensi keluarga untuk mendapatkan hasil maksimal

baik dari memburuh maupun dari lahannya.

Hak dan Kewajiban Buruh-Majikan. Pada dasarnya tidak ada hak dan

kewajiban yang harus dipenuhi karena tidak ada buruh yang dipekerjakan.

Keluarga yang bekerja di lahan sendiri tidak dibayar karena pada dasarnya untuk

kebutuhan diri sendiri. Hanya ada kepatutan norma standar tentang orang

bekerja yang tidak boleh mengulur waktu dan ceroboh. Hal ini yang mendorong

seorang pekerja untuk bekerja giat dan cepat menyelesaikan tugas. Jika

panggilan kelompok datang kewajiban baginyalah untuk mempercepat kerja. Jadi

antara hak dan kewajiban melekat jadi satu, karena selain pemilik, tani srabutan

sekaligus pekerja.

Pekerja anak cukup dengan memberinya uang saku. Kalau yang

mengerjakan istri atau anak perempuan, maka tidak perlu menyediakan uang

saku. Kalau yang bekerja bersama, maka biasanya ayah akan mentraktir

anaknya di warung atau memberi uang padanya untuk jajan. Hal ini dilakukan

agar anaknya tertarik bekerja dengan baik dan tepat waktu.

Lahan tani srabutan sebenarnya menjadi arena sosialisasi pekerjaan

pada anak, meski mereka tidak menyadari. Berbagai teknik mengolah sawah

memelihara tanaman dan pekerjaan lainya disosialisasikan orang tua di lahan.

Orang tua sering menilai prestasi kerja yang bertujuan untuk melatih anaknya

Page 137: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

121

bertanggungjawab. Seorang anak tani srabutan harus memburuh dikemudian

hari sehingga nilai-nilai itu penting baginya kelak. Tanpa proses sosialisasi

pekerjaan, maka anak sulit menyesuaikan kondisi kerja sebenarnya nanti.

Mekanisme Kontrol Buruh oleh Majikan. Karena tenaga kerja keluarga,

maka kontrol buruh tidak perlu dilakukan. Masing-masing anggota keluarga akan

bekerja sesuai dengan tugasnya. Pada anak yang masih belum dewasa,

seorang tani srabutan biasanya memberi peringatan agar anak bekerja cepat.

Tapi jika anak telah dewasa, akan dibiarkan saja bekerja sesuka hatinya.

Kebebasan juga diberikan pada istri dan mungkin anggota keluarga yang lain.

Ada kecenderungan pada anak muda kurang bersemangat bekerja di

lahan sendiri karena tidak digaji. Peringatan selalu diberikan oleh ibunya yang

datang mengantar makanan. Kebanyakan dari mereka hanya diberi uang saku

dan makan di luar sehingga kontrol tidak ada. Mereka kerapkali tidak bekerja dan

pergi jalan-jalan atau bekerja asal-asalan.

Perkembangan Industri Agro

Industri agro pada masa Orde Baru, kekuatan produksi terletak pada

penguasaan lahan pertanian. Secara perlahan, sekarang kekuatan produksi

beralih pada penguasaan modal uang. Pabrik-pabrik mulai menyewa dan

membeli lahan lebih agresif dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pabrik

semakin intensif mendekati pemilik tanah untuk disewa atau dibeli. Akhir-akhir ini

PT. KF membeli lahan dari pensiunan AURI seluas satu hektar yang lokasinya

berdekatan dengan pabrik, seharga Rp. 500 juta.

Selain penguasaan lahan melalui kekuatan modal uang, para pemilik

pabrik juga memberlakukan sistem kerja petani kebanyakan. Mereka juga

merekut buruh upahan untuk menggantikan buruh tetap. Ini kecenderungan aneh

mengingat sebelumnya mereka mengutamakan sistem perusahaan daripada

sistem lokal. Perusahaan terus mengembangkan usahanya dan merekut

semakin banyak pekerja lepas harian tanpa ikatan formal. Sistem kapitalis

semakin lama harusnya semakin rumit dan memiliki herakhis jelas. Untuk kasus

perkebunan di TR malah sebaliknya-semakin lama hubungan produksi menjadi

lebih sederhana.

Rekutmen tenaga kerja harian ini juga dilakukan oleh PT. SK setelah

bangkrut karena demo buruh. Tenaga kerja diikat dengan sistem kontrak dan

sedikit merekut tenaga kerja tetap. PT. SK membangun relasi produksi

berdasarkan kebiasaan masyarakat yang ternyata lebih menguntungkan

Page 138: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

122

daripada sistem perusahaan. Pada level paling bawah, yakni pekerja harian

pengorganisasian buruh tidak berbeda dengan sistem petani lokal.

Hal sama juga dilakukan oleh PT. KF. Usaha PT. KF tidak mengalami

goncangan yang berarti karena sistem penggajian yang sesuai dengan kondisi

sekitar, hingga tidak muncul kesenjangan. Komunikasi dengan pihak pemerintah

juga berjalan dengan intensif hingga hubungan dengan masyarakat juga terjalin.

Karena berdiri setelah peristiwa demo buruh di PT. SK, pengalaman itu dijadikan

bekal bagi PT. KF dalam mengelola organisasi produksinya. Sistem UMR tidak

dipakai pada seluruh pegawainya, dan lebih mengandalkan tenaga kerja harian.

Sistem lokal juga digunakan oleh pabrik Jamur Korea dalam

mengorganisir buruh. Pekerja-pekerja tertentu saja yang digaji tetap terutama

para tenaga ahli. Besar gaji untuk pekerja harian sama dengan harga pasaran,

bahkan kadang lebih kecil. Namun demikian sistem kerja masih herarkhis antara

manajer, majikan dan buruh. Perubahan hanya menyangkut aturan kerja bagi

buruh harian yang menjadi lebih fleksibel.

Pabrik akan berusaha untuk menguasai seluruh kekuatan produksi

terutama lahan pertanian. Lahan milik P. BK (seorang Juragan) seluas 1,5 ha

ditawar dua milyar dan belum diberikan. P. BK adalah petani paling kaya di

Sumberbrantas yang mengusahakan tanah lebih dari 20 Ha belum termasuk

tanah sewa. Beliau sangat tidak cocok dengan keberadaan pabrik, yang

menurutnya merusak pasar tenaga kerja dan membeli lahan tanpa batas.

Selain pabrik jamur besar, ada juga pabrik jamur baru yang lebih kecil di

Junggo. Pabrik ini memproduksi jamur Sinthake untuk konsumsi lokal sekitar

Malang. Pemiliknya pribumi dan mempekerjakan 20-an orang. Namun demikian

pabrik sedang memperluas usaha dan membeli tanah-tanah sekitarnya. Berbeda

dengan jamur merang, pemiliknya juga bekerja bersama dengan buruh di pabrik.

Relasi produksi yang dibangun oleh pabrik jamur kecil fleksible dan

tergantung kebiasaan masyarakat. Cara merekrut karyawan tidak melalui seleksi

tapi menyerahkan pada pasar kerja lokal. Tenaga ahli juga hanya tiga orang

yang menjadi mandor langsung para pekerja kasar. Juragan sekaligus menjadi

manajer pabrik. Jadi herarkhi produksi hanya ada juragan dan buruh saja.

Saat laporan ini ditulis ada pembangunan tiga pabrik bunga besar yakni

milik TNI-AL, CV. AF dan PT. IL. Pabrik milik TNI-AL mempekerjakan sekitar 50-

an orang sementara PT. IL rencananya akan mempekerjakan lebih dari 400

mengingat bangunannya lebih besar dari PT. KF yang mempekerjakan 300-an

orang. CV, AF paling kecil bengunannya, milik penduduk asli dan

Page 139: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

123

mempekerjakan sekitar 25-an orang. Untuk dua pabrik yang lain seluruhnya

dimiliki oleh investor dari luar desa.

Berdasar atas karakteristik cara produksinya maka industri agro di TR

digolongkan dalam dua tipe utama yakni (1) Industri agro padat modal, mewakili

perkebunan bunga besar dan (2) Industri agro rumah tangga, mewakili industri

agro kecil. Yang pertama herarkhi produksi terjadi dalam tiga tingkatan yakni

pemilik, manajer dan buruh, sementara kedua hanya ada buruh dan manajer

sekaligus majikan. Di TR yang termasuk kelompok pertama adalah PT. SK, PT.

KF Flora, Pabrik Jamur Korea, PT. IL, dan kebun bunga TNI-AL, sementara

golongan kedua CV. AF dan Jamur Sithake.

Cara Mengorganisasikan Buruh. Ada perbedaan mendasar antara

pengorganisasian buruh pabrik dan buruh tani terutama terkait dengan cara

perekutan, cara kerja, juga herarkhi yang dibangun. Pabrik merekut buruh sejak

awal telah merencanakan tipe buruh yang dibutuhkan. Orang yang diterima

langsung masuk pada unit kerja tertentu. Rekrutmen juga dilakukan secara resmi

melalui panitia pendaftaran dan sebelumnya telah diumumkan oleh pamong

desa. Kerapkali pamong desa telah memiliki daftar nama yang diterima, sehingga

rekutmen bebas hanya untuk sisanya. Mekanisme itu dilakukan pabrik untuk

mendapatkan tenaga kerja kasar dan legitimasi penguasa desa.

Rekutmen tenaga ahli dilakukan melalui pengumuman resmi di media

massa, juga di kampus-kampus. Biasanya mereka mengambil sarjana budidaya

pertanian atau keahlian lainnya terkait pekerjaannya. Untuk superviser pabrik

sering menggunakan tenaga sarjana, atau paling tidak diploma. Tes dilakukan di

kampus oleh tenaga ahli dari pabrik, kadang-kadang pemilik juga ikut melakukan

tes. Tenaga ahli tidak banyak karena hanya sebagai koordinator pekerja kasar.

Untuk manajer, pabrik akan mengangkat orang tertentu dan kebanyakan

adalah famili pemilik. Paling tidak manajer memiliki kemampuan tertentu dan

dekat dengan pemilik. Manajer dapat juga melalui karier, tapi hanya berlaku bagi

orang yang dekat dengan pemilik saja. Seorang pekerja karier, jabatan tertinggi

hanya kepala bagian saja, seperti bagian peralatan, produksi, atau pemasaran.

Pekerja datang tepat jam tujuh pagi dan langsung memasuki bagian

masing-masing untuk mempersiapkan alat dan berganti baju kerja. Setiap orang

telah memiliki pekerjaan tetap sehingga langsung dapat bekerja. Hal itu tidak

berlaku jika superviser memberikan tugas tertentu pada pekerja, atau diperlukan

oleh kepala bagian untuk membantu kelompok lain. Buruh bagian produksi

sebagai misal bekerja teknis sesuai dengan bidangnya, sementara superviser

Page 140: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

124

melakukan pengawasan, juga pencatatan segala sesuatu yang diperlukan untuk

produksi berikutnya, juga berapa produksi yang dihasilkan. Catatan ini

selanjutnya diberikan pada kepala bagian untuk dikoordinasikan dengan bagian

pemasaran dan peralatan.

Perpindahan seorang buruh dari satu superviser ke superviser lain

ditentukan sepenuhnya oleh kepala bagian, melalui usulan superviser dan

permintaan superviser lain. Biasanya perpindahan ini karena dua sebab yakni

ketidak cocokan dalam tim, atau memang terjadi overload kerja pada tim lain

sehingga perlu bantuan. Jika pertukaran terjadi antar bagian maka manajer harus

mengetahui, juga atas usulan superviser dan persetujuan kepala bagian.

Seorang superviser seringkali diputar untuk memimpin tim lain dalam satu

bagian bahkan antar bagian. Jika dalam satu bagian, kepala bagian tidak perlu

lapor pada manajer, dan jika antar bagian, manajer harus mengetahuinya. Jika

antar bagian harus ada persetujuan kepala bagian yang menerima dan manajer.

Sementara itu jika pergeseran dilakukan antar bagian manajerlah sepenuhnya

yang memiliki hak untuk itu.

Hak dan Kewajiban Buruh-Majikan. Hak dan kewajiban buruh di

perusahaan sepenuhnya menggunakan aturan pemerintah dan kesepakatan

tertentu antara pemilik dengan para buruh. Seorang buruh yang melanggar

perjanjian kerja dapat dikenakan sangsi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Akan tetapi dalam praktek hal itu sebenarnya sangat subyektif tergantung pada

penilaian pimpinan dalam unit kerja.

Secara normative seorang buruh mendapatkan upah setelah bekerja

sesuai dengan kewajibannya. Selain itu mereka juga berhak atas berbagai

tunjangan lain baik resmi maupun inisitatif perusahaan untuk menarik kerja

buruhnya. Hal itu sebenarnya juga menjadi norma umum yang ada dalam

masyarakat dan berlaku bagi buruh tani.

Perusahaan di sisi lain memiliki hak untuk memanfaatkan tenaga dan

keahlian buruh untuk menyelesaikan tugas pada unit kerjanya masing-masing.

Tugas ini sesuai dengan target perusahaan dan pekerja harus memenuhinya

bersama dengan kepala bagian. Tanggungjawab ditanggung secara herarkhis

demikian juga perintah kerja. Jika buruh lalai maka superviser akan menegur dan

melakukan koreksi.

Target kerja dapat diukur dari keberhasilan masing-masing bagian karena

merupakan unit yang mandiri. Produksi, keberhasilannya ditentukan oleh kinerja

tim-tim yang ada di dalamnya. Demikian juga perlengkapan keberhasilan jika

Page 141: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

125

dapat menydiakan keperluan seluruh bagian dalam menjalankan tugasnya. Jika

kegagalan karena kontribusi tim lain seperti alat telat atau kurang, maka manajer

akan menegur kepala bagian yang lain. Jika karena kelalaian intern bagian,

maka kepala bagian yang bersangkutanlah yang mendapat teguran. Jika pabrik

kinerjanya buruk, manajerlah yang mendapat teguran dari pemilik karena

kerugian Ia-lah yang menanggung ruginya.

Buruh yang berprestasi menurut pimpinannya memiliki kesempatan maju

menjadi superviser. Demikian juga seorang superviser dapat naik menjadi wakil

kepala bagian ataupun kepala bagian. Hal ini sepenuhnya tergantung penilaian

manajer. Meski demikian kenaikan sangat jarang, biasanya hanya berupa bonus

saja untuk perangsang prestasi.

Mekanisme Kontrol Buruh. Kontrol buruh dilakukan dalam tiga tahap

yakni tahap seleksi, tahap selama kerja dan prestasi jangka panjang. Tahap

seleksi dilakukan oleh tim dan majikan dimana mereka memilih orang yang

sekiranya dapat menyelesaikan tugas dengan baik. Meski demikian tidak

seluruhnya menjamin tenaga kerja dapat bekerja dengan baik. Paling tidak

dengan pengetatan seleksi lebih baik daripada sistem bebas.

Kontrol saat kerja dilakukan berjenjang sesuai dengan tugasnya dan

bagian mana ia berada. Superviser adalah pengontrol utama dan berhadapan

langsung dengan para buruh kasar. Seorang buruh dikatakan baik atau buruk

tergantung pada rekomendasi dari superviser. Ia juga berhak untuk mengusulkan

pemindahan buruh pada tim lain jika kurang cocok dalam timnya.

Superviser sendiri juga dikontrol oleh kepala bagian sesuai dengan target

yang diberikan padanya. Jika target tidak terpenuhi maka superviser dapat

dipindahkan memimpin tim lain atau diturunkan statusnya. Sepenuhnya penilaian

ini tergantung pada kepala bagian. Untuk kepala bagian, bertahan atau tidak

jabatanya sangat tergantung pada penilaian manajer. Manejerlah yang berhak

memberhentikan, memidah, atau menurunkan jabatannya. Sementara itu

manajer sangat tergantung pada pemilik yang ukurannya adalah kinerja

keseluruhan perusahaan.

Perkembangan Industri Pariwisata

Industri pariwisata kontemporer memiliki pola berbeda dengan jaman

pembangunan. Ada kecenderungan terjadi enklavisasi (integrasi seluruh kegiatan

wisata: obyek+pendukung) menjadi satu kesatuan. Mulai terjadi pertarungan

perebutan ruang antar pemain juga dominasi antar mereka. Lebih dalam telah

Page 142: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

126

terjadi perubahan mendasar pada kekuatan produksi dan relasi sosial produksi

dalam industri pariwsata pada masing-masing artikulasinya.

Sejak kejayaan sayur redup saat krisis dan melambungnya ongkos

produksi melewati batas margin untung, secara perlahan industri pariwisata mulai

menampakkan prospek bagus. Tidak sebagaimana industri agro atau pertanian

yang memerlukan tenaga kerja besar, industri ini lebih mengandalkan keahlian.

Modal memiliki peranan penting daripada penguasaan lahan. Karena sifatnya

jasa, maka kinerja tergantung pelayanan yang tentunya sangat tergantung pada

kemampuan manajerial.

Berbeda dengan industri pariwisata tahun 70-an, orientasi pariwisata saat

ini tidak hanya terbatas pada orang tertentu yang memiliki hoby berwisata.

Tahun-tahun 70-80-an wisata adalah pekerjaan sia-sia bagi masyarakat karena

mereka belum membutuhkannya. Orang-orang kaya sajalah yang mau

mengeluarkan uang untuk tujuan ini. Wisata termasuk mahal dan tidak berguna

bagi orang awam.

Perkembangan kontemporer memiliki kecenderungan berbeda, dimana

seluruh lapisan masyarakat memiliki keinginan yang sama untuk berwisata.

Buruh-buruh pabrik di kota dari kelas menengah bahkan orang biasa saat ini

seluruhnya membutuhkan hiburan. Hal ini ditanggapi oleh pemilik Selecta

dengan memperluas taman wisatanya hingga beberapa hektar, juga pengelola

kawasan wisata lainnya. Dengan memperluas kawasan daya tampung

pengunjung menjadi lebih besar.

Jikalau dulu wisata bersifat ekslusif dimana orang-orang tertentu saja

yang datang untuk menikmati alam TR, saat ini semua saja dapat dan mampu ke

sana. Selain ongkos transportasi yang tidak terlalu mahal, sifat pariwisata yang

massal juga menjadi penyebabnya. Kebijakan pemerintah tentang study tour bagi

para murid sekolah juga menambah fungsi massal dari tempat wisata. Bagi

wisatawan eklusif, mereka dapat memanfaatkan hotel-hotel berbintang atau villa

elit untuk menikmati alam, sementara bagi wisatawan kebanyakkan dapat

menyewa penginapan dan rumah-rumah penduduk.

Apa konsekwensi terhadap formasi penguasaan kekuatan produksi? jelas

terjadi ekpansi besar-besaran pengusaha tempat wisata untuk mendapatkan

lahan. Selecta melakukan negosiasi dengan pemilik tanah di sekitarnya untuk

dijadikan taman dengan konsesi saham, sementara perhutani membuat batas-

batas sendiri untuk membuka perkemahan di Coban Talon yang sebelumnya

Page 143: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

127

tidak tergarap. Demikian juga pemandian air panas mulai dibatasi akses

penduduk lokal dan di beri pagar, juga didirikan bangunan-bangunan untuk

istirahat. Secara perlahan tanah di sekitar tempat wisata menjadi mahal melebihi

harga tanah di kota Batu.

Selain itu terjadi peralihan fungsi beberapa rumah penduduk di sekitar

Selecta menjadi penginapan dan villa. Pemiliknya banyak yang membuat rumah

kembali di daerah yang lebih dalam. Mereka menyewakan pada para turis

dengan harga bervariasi tergantung banyaknya pengunjung dan negosiasi yang

dilaukan. Banyak juga terjadi peralihan kepemilikan rumah-rumah di sepanjang

jalur Selecta dari penduduk ke orang luar daerah. Kemunculan penginapa ini tak

lain merupakan respon atas perkembangan kontemporer pariwisata sebagai milik

public dan bukan orang ekslusif saja.

Perkembangan yang tak kalah penting adalah kemunculan kegiatan-

kegiatan ekonomi pendukung industri wisata. Selain hotel dan penginapan,

fasilitas yang juga memanjakan wisatawan adalah belanja oleh-oleh. Di area

Selecta telah ada pasar bunga dan buah, juga kios-kios oleh-oleh lain yang

dibangun tahun 95-an sebagai respon atas meningkatnya kunjungan wisata.

Pedagang-pedagang lama tidak lagi dapat mencukupi karena jumlahnya masih

sedikit. Bermunculan pedagang-pedagang buah baru yang jumlahnya cukup

banyak di sepanjang jalur wisata. Dagangan yang ditawarkan juga bervariasi dari

buah segar sebagaimana tradisi lama, hingga produk olahan apel dan kentang.

Bagaimana bentuk Hubungan produksi yang terjadi dalam industri

pariwisata sekarang? Jika dulu pekerja banyak harian saat-saat ramai saja,

sekarang mereka adalah pegawai yang harus bekerja sepanjang hari. Pekerja

harian terutama untuk pekerjaan kasar masih ada tapi jumlahnya sedikit. Manajer

juga diserahkan pada orang lain, sementara pemilik mengembangkan sarana

wisata baru di kawasan itu.

Setiap unit kerja dulu terpisah dan masing-masing memiliki hak untuk

mengelola unitnya baik keuangan maupun penataan wilayah seperti jualan,

parkir dan hotel. Saat ini seluruhnya menjadi satu menajemen. Administrasi

terpusat pada tata usaha mulai dari hotel, taman wisata, villa, juga tempat parkir

dan pasar. Seluruh fasilitas itu menjadi satu tiket saja yakni di pintu masuk

kawasan wisata. Dulu setiap kawasan harus membayar sendiri seperti

pemandian, taman, pasar, juga obyek yang lain. Saat ini dengan kita membeli

satu karcis dapat menikmati seluruh obyek gratis sepuasnya. Hal demikian juga

Page 144: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

128

menjadi tren bagi kawasan wisata yang tidak hanya mengandalkan obyek wisata

saja, tapi juga menonjolkan fasilitas pendukung sebagai satu kesatuan.

Cara Mengorganisasikan Buruh. Industri pariwisata di TR meliputi dua

komponen penting yakni obyek wisata dan pendukungnya. Obyek wisata adalah

tempat tujuan wisata utama sementara pendukung adalah penyedia jasa

pelayanan seperti hotel, penginapan, dan villa. Selain itu pendukung obyek

wisata juga para pedagang oleh-oleh dan pedagang berbagai makanan untuk

melayani para pengunjung. Dengan demikian membicarakan hubungan relasi

produksi harus membedakan kegiatan-kegiatan ini lebih detail.

Obyek wisata di TR ada dua jenis yakni milik swasta murni yakni Selecta

dan milik perhutani yakni Coban Talun dan Pemandian air panas Cangar.

Selecta secara penuh menerapkan organisasi produksi yang herakris antara

majikan dan buruh, yang dikoordinasi oleh seorang manajer. Sebagaimana

dengan pabrik bunga dan jamur, organisasi produksi hampir sama skemanya.

Rekutmen juga dilakukan terbuka, dimana pemilik dan tim perusahaan

melakukan seleksi langsung untuk mendapatkan tenaga kerja. Namun demikian

banyak juga buruh diperoleh atas rekomendasi pamong desa, juga dari program

magang. Masing-masing buruh masuk dalam bagian unit produksi sesuai dengan

kemampuannya masing-masing.

Model kerja hampir sama dengan pabrik jamur dan bunga dimana buruh

bertanggungjawab pada atasannya. Mereka juga dapat digeser dari satu bagian

ke bagian lain sesuai dengan rekomendasi atasan. Hal itu terjadi disegala tingkat

manajemen, mulai dari buruh hingga manajer. Seluruh pengorganisasian juga

terjadi dalam kegiatan ekonomi pendukung yakni hotel. Hotel-hotel yang ada di

TR seluruhnya menggunakan standar modern manajemen dan menggunakan

aturan pemerintah yang berlaku.

Hal berbeda terdapat dalam usaha ekonomi pendudukung lain yakni

penginapan, villa, dan toko buah. Ketiganya masih menggunakan manajemen

keluarga untuk mengelola usahanya. Selain itu untuk villa kadang hanya

memerlukan satu orang penunggu yang khusus melayani tamu yang mau

menginap saja. Penginapan hanya memerlukan satu orang penjaga saja untuk

melayani para tamu, kadangkala salah satu anggota keluarga. Dengan demikian

antara pemilik, pekerja, juga manajer tidak dapat dibedakan karena mereka

merangkap seluruhnya, atau paling dibagi dalam keluarga.

Page 145: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

129

Industri wisata berikutnya adalah Air terjun Coban talon dan pemandian

air panas Cangar yang dikelola oleh perhutani. Perhutani adalah perusahaan

Negara yang mengurusi hutan dan situs yang ada didalamnya dengan tujuan

konservasi dan ekonomi. Fungsi ekonomi adalah memanfaatkan hutan berupa

kayu, juga situs-situs didalamnya untuk wisata atau kepentingan ilmiah. Coban

Talun dan Pemandian air panas adalah situs yang dimanfaatkan Perhutani untuk

tujuan ekonomi dan konservasi.

Berbeda dengan Selecta, perhutani merupakan perusahaan berskala

nasional sehingga yang ada di TR hanya kantor cabangnya saja. Tempat wisata

itu masuk dalam wilayah KPH Malang dan menjadi bagian dari kantor propinsi

Jawa Timur. Dengan demikian, struktur organisasi herakhis dimana kegiatan di

tempat wisata merupakan bagian dari kerja perusahaan secara keseluruhan.

Tidak mungkin membedah bagaimana mekanisme Perhutani secara

nasional, sehingga penulis hanya melihat bagaimana kerja lapang digerakkan

untuk dapat melayani para pengunjung. Di air terjun, setiap hari ada dua orang

penjaga yang tetap berada di tempat untuk memungut tiket pengunjung. Jika

malam juga ada dua penjaga yang mengawasi perkemahan. Kegiatan mereka

menjadi lebih padat jika hari libur karena banyak yang datang berkemah. Hari

biasa mereka berjaga di pintu masuk saja. Hal itu juga sama dengan di Cangar

dimana hanya pada hari libur saja kerja buruh agak banyak.

Hak dan Kewajiban Buruh dan Majikan. Pada usaha penginapan dan

villa, hubungan buruh dan majikan sangat sulit diuraikan karena keduanya

menjadi satu. Untuk villa yang dimiliki oleh orang dari luar daerah pasti

dipercayakan pada orang lokal untuk disewakan. Jika pemilik memakai villa,

maka tidak disewakan dan penunggu menjadi pelayan pemilik.

Untuk obyek wisata Selecta, kewajiban buruh dan majikan sesuai dengan

aturan yang berlaku secara normative. Namun demikian seorang buruh wajib

untuk menyelesaikan tugas dengan baik sesuai beban di unit kerjanya. Pernah

ada seorang recepsionist hotel berlaku kurang enak saat ditanya oleh

pengunjung tentang cara mencari teman wanita. Hal itu membuat pengunjung

sangat marah dan melapor pada pemilik hotel. Akhirnya recepsionist dipindahkan

pada bagian lain meski perbuatan pelanggan tersebut juga tidak baik.

Sama dengan pabrik jamur, Selecta juga mengenal berbagai bonus

seperti THR dan bonus prestasi. Bahkan untuk Selecta jika pengunjung banyak

Page 146: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

130

manajemen juga memberikan uang tip bagi karyawannya. Tip jenis ini tidak

pernah ada di pabrik jamur, juga usaha pendukung obyek wisata.

Hal berbeda terjadi di obyek wisata yang dikelola Perhutani. Seorang

pekerja adalah pegawai yang mendapat gaji dari pusat di Jawa Timur. Seluruh

penghasilan obyek wisata dimasukkan dalam kas perusahaan dan pekerja

mendapat gaji bulanan. Namun demikian kenyataannya setiap mendapatkan

hasil, mereka telah memotong sendiri. Hal ini menjadi rahasia umum dan

Perhutani diam saja. Bahkan jika ada pimpinan yang datang ke lokasi, mereka

juga harus menyediakan perlengkapan termasuk juga uang saku.

Mekanisme Kontrol Buruh. Mekanisme kontrol buruh dalam industri

pariwisata menggunakan cara perusahaan khususnya di Selecta dan hotel-hotel.

Struktur organisasi perusahaan menentukan siapa harus diawasi siapa, sesuai

dengan kedudukannya dalam unit kerja. Seorang buruh menempati unit kerja

tertentu dan ada pemimpinnya yang mengawasi kerja mereka. Di Selecta ada

dua divisi yakni taman wisata dan pemandian serta perhotelan. Taman wisata

terdiri dari bagian perlengkapan dan keamanan, pemeliharaan, juga pemasaran

yang menangani tiket. Di atasnya manajer yang mengurusi hotel dan taman, dan

di atasnya lagi ada direktur yang mengurusi seluruh unit usaha di Selecta.

Hal yang menjadi ukuran utama bagi kontrol karyawan adalah

kedatangan di tempat kerja. Orang ke taman wisata pada hari agak siang atau

paling tidak sudah jam 9 pagi. Itupun kalau mereka menginap di daerah sekitar

taman. Karena sepi, biasanya banyak pekerja yang tenang-tenang saja dan tidak

lekas bekerja. Jika demikian, maka kepala bagian akan menegur dan

melaporkan pada atasannya. Hal itu juga saat taman tutup sebelum jam kerja

karena pengunjung sepi. Manajer kerap mengingatkan pekerja untuk tetap di

tempat pengunjung meski sepi.

Hal paling penting dalam tempat wisata adalah bagian tiket, dimana ia

harus jujur dan tegas pada pengunjung. Kerapkali pengunjung tidak membeli

tiket dengan alasan penduduk penduduk sekitar atau kerabat pekerja. Hal ini

sering menyulitkan dan penjaga tiket harus tegas. Kebobolan ini sering terjadi

hingga akhirnya ditempatkan tiket tepat diatas jalan menuju kampung agar dapat

dibedakan antara orang kampung dan pengunjung. Di bagian ini seringkali

manajer melakukan kontrol langsung dan memperingatkan anak buahnya.

Selain kontrol saat kerja, setiap akhir pekan pasti ada pembekalan untuk

hari libur. Hal ini dijadikan ajang bagi pimpinan untuk melakukan koreksi atas

Page 147: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

131

kinerja tiap bidang. Hal itu untuk memberikan legitimasi bagi kepala bagian untuk

memerintah anak buahnya agar bekerja lebih baik. Teguran langsung dari

manejer akan memberi kekuatan bagi kepala bagian untuk menekan anak

buahnya. Di bagian hotel mekanisme demikian juga dilakukan.

Bagi tempat wisata yang dikelola perhutani kontrol buruh hampir tidak ada

karena pimpinan mereka memang jarang datang. Yang ada di lapang hanya tim

kecil dan satu pemimpin hubungan dengan anak buahnya sangat dekat. Karena

itu seringkali terjadi kelalaian dan kekecewaan pengunjung. Coban talon sebagai

misal tidak pernah dilakukan perbaikan sarana, dan tidak ada penanam hutan

meski pohonya banyak ditebang. Meski ada kewajiban menanam pekerja jarang

melakukan karena tidak ada kontrol dari atasan. Satu satunya kontrol dilakukan

tiap pimpinan melakukan kunjungan. Tipe-tipe Moda Produksi yang Terbangun

Kapitalis Industri

Sejak krisis ekonomi, hampir seluruh pelaku ekonomi di TR mereposisi

manajemen organisasi produksinya. Perusahaan-perusahaan bunga dan jamur

secara perlahan melakukan informalisasi sistem kerja dengan jalan merekut

buruh melalui pasar tenaga kerja lokal. Sebelumnya buruh adalah karyawan

tetap mulai dari tingkat manejer hingga tenaga kasar. Setelah krisis, terjadi

perampingan struktur dimana buruh tetap hanya tenaga-tenaga kunci saja,

sementara buruh kasar menggunakan tenaga kerja harian. Tenaga harian ini

diperoleh dari pasar lokal sehingga menimbulkan persaingan dengan pelaku

ekonomi lain terutama juragan dan pengusaha Cina.

Kekuatan produksi moda produksi kapitalis tidak berubah dan tetap

mengandalkan modal uang. Demikian juga unit produksi tetap perusahaan

dimana buruh didapatkan dari pasar kerja lokal. Hanya saja relasi produksi

menjadi lebih longgar karena adanya buruh harian. Buruh harian menuntut

perusahaan memberlakukan cara umum (petani) dalam mengorganisasikanya.

Tidak ada aturan formal yang mengikat buruh harian sehingga mendapatkannya

murni melalui pasar kerja lokal.

Kapitalis Pertanian

Setelah krisis para pelaku usaha pertanian komersil menyadari

pentingnya penguasaan modal dalam menjalankan usahanya. Lahan dirasa

memiliki keterbatasan mengingat ongkos produksi yang mulai tinggi.

Pengeluaran-pengeluaran khusus juga harus dikeluarkan oleh juragan untuk

Page 148: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

132

menarik buruh mau bekerja padanya. Dengan demikian juragan mulai

menggunakan modal uang untuk mengembangkan usahanya, terutama sewa

lahan dan menggerakan buruh.

Hubungan produksi yang dijalin semakin herakhis dan eksploitatif.

Juragan setelah krisis berusaha memperpanjang waktu kerja dan mengetatkan

aturan. Hal itu dilakukan dengan alasan juragan memberikan berbagai fasilitas

yang tidak diberikan pabrik terutama tempat tinggal sementara. Selain itu pekerja

di juragan juga dapat menikmati jatah makan yang tidak mereka dapatkan jika

bekerja di pabrik.

Pertanian Semi-komersial

Petani tanggung setelah krisis tidak melakukan perubahan apa-apa.

Kekuatan produksi tetap mengandalkan kepemilikan tanahnya yang sempit dan

tenaga kerja keluarga untuk menompang produksinya. Karena sifat usahanya

yang kecil, seringkali mereka mencari kesempatan ekonomi di luar pertanian,

atau paling tidak menjadi buruh di petani tanggung lainnya.

Hubungan produksi yang dikembangkan juga tetap. Hubungan egaliter

dan suasana kerja yang nyaman dikembangkan untuk mendapatkan tenaga kerja

bebas. Tenaga kerja bebas lebih murah dan efisien sehingga memberikan

keuntungan bagi tani tanggung. Tenaga kerja ini tidak memerlukan tambahan

fasilitas menginap, THR, juga fasilitas lainnya karena biasanya mereka penduduk

lokal yang telah memiliki rumah sendiri. Mengenai artikulasi ketiga cara produksi

setelah krisis dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 6.1 : Artikulasi cara produksi semi-komersil, kapitalis pertanian dan kapitalis

industri pada masa reformasi

Aspek cara produksi Pertanian Semi-komersil

Kapitalis pertanian

Kapitalis

A Kekuatan produksi

1 Alat produksi Tanah Modal Modal

2 Unit produksi Keluarga inti Organisasi produksi Perusahaan

3 Tenaga kerja utama Keluarga luas & buruh Buruh upahan Buruh upahan

B Hubungan Produksi

1 Batas sosial Hubungan produksi

Keluarga luas Organisasi produksi

Perusahaan

2 Struktur hub. produksi Herarkhis Sangat Herarkhis Kurang Herarkhis

3 Sifat Hubungan produksi Eksploitatif Sangat Eksploitatif Sangat Eksploitatif

Page 149: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

133

Perubahan Moda Produksi Lokal : Dominasi Kapitalis Industri

Tak satupun Negara di Asia Tenggara dapat menghindari krisis ekonomi

yang datang tak terkirakan sebelumnya. Kapitalis global kiranya sedang diuji

ketahanannya. Cara terbaik adalah mengorbankan Negara-negara yang akan

maju dalam percaturan perdagangan. Banyak analisis yang memprediksi Asia

Tenggara dapat menjadi saingan kuat kapitalis dunia lainnya yang telah mapan.

Kehancurannya tidak hanya perlu untuk menjaga kesetimbangan, tapi juga

penting bagi kedudukan Negara dominan. Di Indonesia krisis ini terasa hingga ke

pelosok-pelosok desa termasuk TR, karena sepenuhnya Indonesia sebenarnya

telah terintegrasi dengan pasar global.

Perubahan moda produksi pertanian setelah krisis disebabkan oleh dua hal

yakni (1) persaingan dalam penguasaan tenaga kerja dan, (2) masalah

persaingan dalam penguasaan lahan. Pertama masalah tenaga kerja. Industri

agro membuka kebun-kebun bunga yang dikelola secara intensif memerlukan

tenaga kerja ribuan orang. Industri agro jamur dari dua pabrik saja, tidak kurang

dari 620-an tenaga kerja terlibat. Dari seluruh kebun bunga tidak kurang dari

1500-an tenaga kerja yang diperlukan. Jumlah ini cukup besar untuk desa yang

memiliki tenaga kerja aktif sebanyak 8500-an orang.

Pada awalnya seluruh industri agro di TR menggunakan pola perusahaan

modern murni untuk menjalankan produksinya. Tenaga kerja digaji sesuai

dengan UMR, aturan THR, prestasi kerja, dan disiplin kerja berdasarkan standar

resmi. Para pemilik perusahaan berasal dari kota besar Surabaya dan Malang,

sehingga model kapitalis mereka terapkan. Inilah yang menjadi pangkal

terjadinya gejolak tenaga kerja di TR. Pola kapitalis bertemu dengan sistem

tradisional yang telah mapan dalam pasar tenaga kerja pertanian.

Dalam masyarakat sendiri, ada mekanisme atau aturan main yang telah

menjadi tradisi berdasar atas pasar kerja di desa. Para buruh tani, biasanya

mendapatkan upah harian dari para juragan dengan harga di bawah standar

UMR. Meski demikian juragan memiliki kewajiban menyediakan berbagai fasilitas

lain di luar gaji utama. Harga lebih tinggi yang diberikan pabrik mengacaukan

pasar tenaga kerja lokal hingga terjadi kecemburuan antara pekerja pabrik dan

pertanian biasa.

Sebenarnya hal itu pernah terjadi saat PT. AN masuk tahun 1984 yang juga

menerapkan upah UMR dan tidak memperhatikan pasar lokal. Pada saat itu juga

terjadi gejolak meski tidak terlalu lama karena pabrik segera bangkrut. Saat ini

selisih upah cukup besar antara pertanian dan industri. Para buruh pertanian

Page 150: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

134

mulai sering menggunjing juragan pelit atau tidak bekerja sesuai dengan jamnya

lagi. Batas kerja jam 3 sore tidak berlaku dan buruh buru-buru pulang jika telah

jam satu atau dua. Kondisi ini semakin memperuncing perseteruan antara pabrik

dan juragan dalam memperebutkan tenaga kerja lokal.

Sampai beberapa tahun, selisih upah buruh tetap berjalan. Juragan tidak

mau meningkatkan upah karena menganggap pengeluarannya lebih besar untuk

fasilitas buruh daripada pabrik. Ia menyediakan tempat menginap, makan, juga

berbagai pinjaman pada buruh sementara pabrik tidak. Para buruh pabrik harus

menyewa kamar menginap, sehingga pengeluarannya lebih besar daripada

buruh tani. Karena kebanyakan tenaga kerja adalah penduduk lokal,

bagaimanapun selisih upah yang besar tetap mengacaukan pasar tenaga kerja.

Keluhan-keluhan juragan mulai keluar di forum-forum desa, juga melalui

ungkapan-ungkapan sinis pada pabrik yang tidak melihat keadaan.

Bagaimanapun sangat sulit bagi juragan untuk bersaing dengan pabrik jika

selisih upah terlalu besar. Juragan akhirnya melakukan berbagai efisiensi

terutama dalam waktu kerja dan intensitas kerja. Upah dinaikkan hampir sama

dengan pabrik, dan beberapa fasilitas tidak diberikan lagi. Mereka melakukan

kontrol dan kerja selesai tepat jam tiga sore, kalaupun ada yang istirahat atau

pulang, dilakukan pemotongan.

Setelah krisis berakhir bermunculanlah pabrik-pabrik baru yakni jamur

merang, PT. KF, TNI-AL, PT. IL, juga pabrik bunga kecil-kecil lainnya. Yang

menarik adalah model rekutmen tenaga kerja mereka tidak lagi menggunakan

cara perusahaan modern murni tapi ikut berkompetisi pada pasar kerja. Hanya

tenaga inti saja yang digaji sebagaimana cara pabrik sementara tenaga kasar

mencari dipasar kerja lokal. Upah demikian juga sesuai dengan harga pasar dan

tidak memakai standar UMR lagi. Hal itu juga dilakukan oleh PT. SK yang juga

mulai membuka usahanya kembali setelah tutup. Dari sini menyebabkan pola

kompetisi berubah tidak perang harga tapi murni pada mekanisme pasar.

Apa strategi masing-masing untuk memenangkan pasar? Juragan

mengaktifkan kembali pola lama yakni memberikan tempat menginap bagi buruh

boro, juga makan dan mimun kembali diberikan. Bonus juga diberikan pada para

tenaga kerja yang loyal padanya. Pabrik selain memberikan bonus dan THR,

juga memberikan fasilitas pinjaman bagi buruh dengan potong gaji. Namun

demikian jumlah cicilan tidak boleh melebihi separuh gaji. Hal ini berbeda dengan

juragan yang dapat memberi tanpa ada batasan khusus. Persaingan antara

Page 151: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

135

industri agro dan juragan sangat sengit karena mereka memiliki kekuatan modal

sama kuatnya.

Dari konstelasi ini dimana letak tani tanggung berada? Mereka sebenarnya

hanya pengikut saja dalam hal upah buruh. Jika juragan dan pabrik membayar

10 ribu ia akan melakukan hal yang sama. Tidak ada perlawanan dari mereka

sebagaimana yang dilakukan oleh juragan. Tani tanggung diuntungkan oleh

kecenderungan buruh bebas yang lebih suka bekerja pada mereka daripada di

juragan atau di pabrik. Buruh bebas ini memiliki karakter tidak mau menetap dan

lebih suka bekerja longgar. Pada tani tanggunglah kebutuhan itu terpenuhi.

Kenapa untung? Pertama, buruh bebas mudah didapatkan dan dapat

dipilih sesuai dengan keahliannya. Jika petani tanggung ingin menanam wortel,

ia dapat memanggil kelompok kerja tertentu, demikian juga jika panen. Kalaupun

pekerjaan sudah habis, pekerja pergi begitu saja. Kedua, tidak perlu

menyediakan tempat tinggal sebagaimana juragan. Tempat tinggal bagi pekerja

bagaimanapun tetap memerlukan pengeluaran yang lebih. Pekerja bebas

kebanyakan penduduk setempat sehingga kembali ke rumah jika selesai kerja.

Dari konstelasi perang buruh ini, dimana posisi industri pariwisata? Tidak

sebagaimana pertanian dan industri agro, industri pariwisata tidak begitu banyak

memerlukan tenaga kerja. Selain itu tenaga kerja yang masuk lebih banyak

mengandalkan keahlian khusus sehingga tidak bertarung dalam bursa kerja

lokal. Tenaga kerja kasar diperlukan sedikit dan dapat diperoleh dari daerah

sekitar tanpa harus merusak bursa kerja lokal. Dengan demikian tidak ada

persaingan khusus antara pertanian tradisional dengan pariwisata demikian juga

antara pariwisata dengan industri agro.

Kedua tentang masalah lahan. Baik pariwisata, pertanian komersil, maupun

industri agro pada dasarnya memerlukan lahan untuk membuka usahanya.

Masing-masing akan berusaha menguasai lahan seluas-luasnya untuk

mengembangkan produksi. Masing-masing artikulasi moda produksi akan masuk

ke pasar tanah dengan kekuatan masing-masing. Jika juragan mengandalkan

modal lahan milik sebagai kekuatan produksi utama, maka industri agro dan

pariwisata menggunakan modal uang untuk memenangkan persaingan.

Industri agro mengusai lahan pada awalnya melalui tanah-tanah konsesi

dari TNI-AU dan membeli dari para pensiunan tentara yang mendapat jatah

tanah transmigrasi. PT. KF sebagai misal menguasai lahan di bekas perkebunan

yang menjadi jatah para tranmigran seluas kurang lebih 15 hektar. Tanah itu

Page 152: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

136

dibeli dengan harga murah dari tentara atau anaknya yang tidak dapat bertani.

Selain itu pabrik juga membeli lahan disekitarnya dari para petani lokal.

Pola yang sama juga dilakukan oleh PT. SK dan pabrik yang lain pada

awal-awal mereka beroperasi. Semakin agresifnya pembelian tanah yang

dilakukan oleh industri agro meningkatkan harga tanah. Namun demikian, pabrik

tetap melakukan pembelian berapapun harganya jika ada tanah yang dijual

apalagi yang berdampingan dengan lokasi pabrik. Secara khusus mereka

mengutus orang tertentu untuk mempengaruhi pemilik tanah juga memanfaatkan

pamong desa untuk membujuk petani agar menjual lahan ke pabrik.

Saingan utama para pemilik modal besar adalah juragan. Dengan modal

lahan yang luas, juragan mampu mengakumulasi modal uang untuk membeli

lahan dengan harga mahal dimanapun berada. Ia tidak memperdulikan lokasi

lahan apakah dekat atau jauh dari tanah-tanah mereka sebelumnya asalkan

harganya cocok. Juragan menjadi tempat bagi para pemilik tanah luas jika akan

menjual lahannya. Selain itu, juragan juga melayani gadai tanah dan sewa tanah

hingga puluhan tahun. Kerapkali tanah gadai dijual lepas pada para penyewa jika

pemilik memerlukan uang.

Untuk para pelaku industri pariwisata, pola yang digunakan sebenarnya

hampir sama dengan industri agro. Mereka juga melakukan pembelian pada

tanah-tanah di sekitar tempat usaha untuk menambah ruang bagi usahanya.

Pembelian hotel MN oleh hotel VT merupakan contoh dari usaha perluasan lahan

mereka. Penggabungan lahan-lahan penduduk di sekitar Selecta untuk

memperluas taman wisata, serta pembelian tanah untuk pasar wisata merupakan

usaha Selecta untuk memperluas lahan yang dikuasainya. Tak ayal lagi tanah-

tanah di sekitar tempat wisata harganya menjadi sangat mahal. Jikalau dulu

rumah-rumah penduduk banyak berjajar, saat ini ruko dan tempat usaha

pendukung pariwisata saja yang kita temui di sekitar sana.

Agresifitas para pemilik modal kuat melambungkan harga tanah di TR.

Harga tanah tidak mungkin dapat dijangkau oleh petani srabutan apalagi buruh

tani. Tidak ada lagi harapan bagi mereka untuk memiliki tanah apalagi dalam

jumlah luas. Bagaimana posisi tani tanggung dalam persaingan ini? Petani

tanggung hanya dapat menjadi penonton drama persaingan juragan dan pemilik

cara besar dalam menguasai lahan pertanian. Yang dapat lakukan hanya

mengambil tanah-tanah kecil, atau orang-orang yang menjual lahannya sebagian

dan tidak dalam jumlah luas. Alasan tetangga dan kerabat digunakan agar tanah

dijual pada mereka. Kadang-kadang mereka juga melakukan penyewaan dan

Page 153: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

137

gadai hingga akhirnya tanah dijual padanya. Mereka juga lebih suka membeli

tanah-tanah yang letaknya di dalam serta sulit diakses karena harga agak murah.

Strategi ini digunakan untuk memenangkan pemburuan lahan.

Perseteruan dalam memperebutkan lahan dan tenaga kerja di atas secara

langsung berimplikasi pada sifat moda-moda produksi di TR. Memang tidak ada

moda produksi baru yang muncul pada struktur ekonomi lokal, namun sifat moda

produksi lama sedikit berubah. Struktur hubungan produksi dengan adanya

persaingan menjadi semakin herarkhis dan sifat hubungan produksi menjadi

sangat eksploitatif melebihi masa sebelumnya. Secara rinci perubahan itu dapat

dilihat dalam tebel berikut:

Tabel 6.2 : Perubahan aspek cara produksi semi-komersil, kapitalis pertanian dan kapitalis pada masa reformasi

Masa Orde Baru Masa Reformasi Aspek cara

produksi Pertanian

Semi-komersil

Pertanian Semi-

komersil

Pertanian Semi-

komersil

Pertanian Semi-

komersil

A Kekuatan produksi

1 Alat produksi Tanah Tanah Tanah Modal

2 Unit produksi Keluarga inti Organisasi produksi

Keluarga inti Organisasi produksi

3 Tenaga kerja utama

Keluarga luas dan buruh

Buruh upahan Keluarga luas & buruh

Buruh upahan

B Hubungan Produksi

1 Batas sosial Hubungan produksi

Organisasi produksi

Organisasi produksi

Keluarga luas Organisasi produksi

2 Struktur Hubungan produksi

Semakin herarkhis

Herarkhis Herarkhis Sangat Herarkhis

3 Sifat Hubungan produksi

Semakin eksploitatif

Eksploitatif Eksploitatif Sangat Eksploitatif

Perubahan artikulasi cara produksi pertanian di atas, mencerminkan

adanya perubahan pada kehidupan sosial desa secara luas. Perubahan terjadi

pada kelembagaan produksi yang meliputi (1) nilai yang mengatur orientasi

produksi, (2) nilai/norma yang mengatur tujuan produksi, (3) nilai yang mengatur

organisasi produksinya, (3) nilai yang mengatur penguasaan kekuatan produksi,

dan (4) nilai yang mengatur hubungan antar elemen dalam proses produksi.

Pertama, orientasi produksi jika pada masa sebelumnya produksi hanya untuk

memenuhi pasar dalam negeri dan konsumsi sendiri, saat ini orientasi produksi

sepenuhnya untuk kebutuhan pasar.

Page 154: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

138

Kedua, norma yang mengatur tujuan produksi. Jika pada cara produksi

sebelumnya lebih condong untuk menjaga keselarasan sistem sosial, saat ini

produksi sepenuhnya bertujuan untuk akumulasi. Kewajiban-kewajiban sosial

sebagai konsekwensi status sosial seseorang juragan, tidak lagi melekat erat.

Kewajiban-kewajiban cukup dipenuhi dengan memberi hak buruh sebagaimana

mestinya. Jadi produksi untuk mendapatkan keuntungan dari usaha pertanian

telah menjadi lazim.

Ketiga, nilai yang mengatur organisasi produksi. Jika pada masa

sebelumnya seorang juragan masih menggunakan cara kekeluargan, maka saat

ini usaha berjalan layaknya perusahaan. Buruh tidak lagi dapat seenaknya

bekerja sebagaimana sebelumnya karena aturan diketatkan. Jika ada kerja

tambahan, juragan dapat memberikan bonus uang lembur. Pengrogasisasian

buruh dilakukan lebih intensif karena persaingan dengan industri agro sangat

ketat. Jugaran harus mengeluarkan biaya ekstra (menjemput buruhdan rumah

tinggal) yang tidak dilakukan oleh industri. Dengan demikian pengetatan aturan

kerja dan menuntut waktu ekstra buruh perlu dilakukan juragan.

Tipe-Tipe Pertukaran Ekonomi. Pertukaran ekonomi dalam moda

produksi kapitalis pertanian di TR melibatkan juragan sebagai majikan, buruh,

lembaga keuangan, toko penyedia saprodi, dan pasar. Majikan menguasai

kekuatan produksi dan mengorganisasikan seluruh potensi untuk produksi. Antar

elemen memiliki hubungan dengan pola tertentu dalam proses produksi. Pola-

pola yang terbangun menentukan tipe pertukaran yang terbangun nantinya.

Untuk menuju tipe pertukaran, maka kita harus menguraikan mekanisme

pertukaran yang terjadi. Buruh digunakan tenaga dan keahliannya oleh majikan

untuk menghasilkan barang. Buruh mendapat upah sesuai dengan kebiasaan

yang berlaku. Juragan akan membangun hubungan dengan toko saprodi jika

memerlukan input produksi. Sementara itu untuk menjalankan produksi

memerlukan cara uang, dengan demikian berhubunganlah majikan dengan

lembaga keuangan. Setelah itu untuk menjual barang yang dihasilkan oleh

buruh, majikan akan berhubungan dengan pasar.

Seluruh mekanisme pertukaran itu dilandasi oleh prinsip man to man atau

hubungan individual antara majikan dengan pihak yang dilibatkannya. Seorang

buruh atas nama pribadi menjalin hubungan dengan majikan tanpa rekomendasi

kelompok. Meski ada kelompok buruh spesialis, pada dasarnya mereka tetap

bertindak secara individual dan prestasi juga diukur individual. Hal sama juga

terjadi dengan pihak-pihak lain, dimana mereka berhubungan secara pribadi

Page 155: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

139

dengan majikan. Jadi basis pertukaran lebih pada hubungan individual dan tidak

ada hubungan primordial.

Bagaimana sifat pertukarannya? Eksploitatifkan atau egaliter? Tidak jauh

berbeda dengan moda kapitalis industri, moda kapitalis pertanian juga

menempatkan buruh sebagai pihak yang tereksploitatif. Pemilik toko saprodi

relative egaliter, sementara untuk lembaga keuangan sepertinya majikan menjadi

sub-ordinasi. Majikan bahkan mau memberikan bonus tertentu bagi lembaga

keuangan jika kreditnya dicairkan. Ada kalanya untuk mendapatkan kredit

majikan harus mengadakan pendekatan pada pegawai bank. Sementara itu

untuk hubungan dengan pasar, juragan sangat tergantung pada harga pasar.

Jadi pada moda produksi kapitalis pertanian terdapat dua tipe pertukaran, yakni

timbal-balik dan eksploitatif. Timbal balik terjadi antara majikan-toko dan majikan-

pasar, sementara esploitatif pada majikan-buruh dan bank-majikan.

Bentuk/Tipe Hubungan Sosial Produksi. Hubungan sosial produksi di TR

pada kapitalis petanian melibatkan buruh dan majikan. Buruh sebagaimana juga

pada indutri didapatkan dari pasar kerja lokal maupun luar daerah. Dalam

produksi mereka tergantung pada penilaian majikan sehingga posisinya sangat

imperior dalam struktur produksi, meski telah bekerja lama. Dengan demikian,

hubungan sosial produksi yang dikembangkan moda produksi kapitalis pertanian

sangat herarkhis.

Pada masing-masing jenis buruh memiliki pola hubungan sosial produksi

berbeda. Buruh bebas lebih longgar hubunganya dengan majikan dibandingkan

dengan buruh tetap. Sementara untuk pandek, hampir tidak ada tempat bagi

mereka untuk melepaskan diri dari pengaruh majikan. Hal ini juga menyiratkan

hegemoni yang bertingkat pada jenis-jenis buruh.

Buruh bebas dapat memilih juragan lebih leluasa, dan mereka lebih

mengutamakan kerja di tani tanggung daripada juragan. Kondisi lebih egaliter

yang dikembangkan tani tanggung menjadi penarik buruh bebas, yang secara

ekonomis paling menguntungkan. Seorang majikan tidak perlu menyediakan

tempat bagi pekerja tetap (boro kerjo) jika mendapatkan buruh bebas karena

mereka akan makan dan tidur di rumah masing-masing. Memilih tani tanggung

bagi buruh bebas memberi eksistensi pada dia sebagai kuli merdeka dan tidak

tergantung pada juragan.

Buruh tetap memiliki ketergantungan yang sangat besar pada juragan. Ia

makan minum, juga tidur di rumah juragan yang tentunya tidak gratis dan harus

diganti dengan kerja ekstra. Rumah jauh dan ketidakpastian kerja pada majikan

Page 156: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

140

lain mendorong mereka mengambil resiko paling kecil yakni ikut juragan.

Biasanya mereka yang telah mapan atau lama bertempat tinggal di TR perlahan

akan memilih juragan yang lebih baik atau berpindah menjadi buruh bebas.

Pandek memiliki ketergantung lebih erat dari dua jenis buruh sebelumnya.

Mereka tidak akan pernah dapat lepas dari majikan karena tugas yang diberikan

sudah pasti dan melekat sebagai wujud kesetiaan. Juragan menjalin hubungan

khusus lebih emosiaonal dengan pandek bahkan juga memberikan banyak

fasilitas di luar fungsinya sebagai buruh biasa. Seorang pandek bisa dibuatkan

rumah, dinikahkan dan diberi modal kerja.

Jadi, relasi sosial produksi dalam moda produksi kapitalis pertanian

memiliki dua tipe yakni herarkhis merujuk pada hubungan buruh tetap-majikan,

pandek-majikan, dan semi-egaliter merujuk hubungan buruh bebas-majikan.

Buruh tetap merupakan strategi yang dikembangkan oleh majikan agar dapat

bersaing dengan pabrik, dan ini merupakan gejala kapitalisme biasa. Sementara

itu fenomena pandek merupakan peninggalan sistem feudal atau perbudakan.

Jika dicocokkan dengan sistem Hacieda, pandek menunjukkan persamaan ciri.

Relasi Kekuasaan Produksi. Pada dasarnya relasi kekuasaan buruh dan

majikan tidak berbeda jauh pada cara produksi kapitalis pertanian dan kapitalis

industri. Hanya saja perbedaan status buruh dan jenis majikan berbeda pula

relasi kekuasaan yang dibangun. Pandek membangun kekuasaan berbeda

dengan buruh bebas demikian pula buruh tetap. Majikan di sisi lain juga berbeda

antara juragan/petani kaya, tani tanggung dan tani srabutan.

Buruh tetap terikat kuat pada satu juragan karena hidup di rumah hingga

yang disediakan juragan sampai berbulan-bulan. Buruh tetap ini mendapat

makan dan minum dari juragan, dan tidak membayar uang sewa meski bertahun-

tahun. Akibatnya mereka menjadi sangat tergantung dan posisinya sangat lemah

bila terjadi ketidak cocokan kerja. Bargaining mereka sangat lemah karena

kertegantungan yang dibuat juragan.

Kekuatan dapat dibangkitkan jika mereka mampu menguasai seluruh

tenaga kerja sehingga dapat bernegosiasi dengan juragan. Biasanya mengenai

fasilitas rumah, fasilitas kerja, juga gaji dan pinjaman jika diperlukan. Karena itu

buruh tetap biasanya berusaha menghomogenkan kelompoknya dengan jalan

menarik pekerja dari daerah yang sama sebanyak-banyaknya. Mereka juga akan

mengangkat seorang negosiator yang biasanya dituakan diantara mereka. Jika

tidak homogen betul paling tidak dalam satu kelompok kerja akan didominasi

orang dari satu daerah.

Page 157: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

141

Pandek, karena nilai pengabdian dan hubungan emosional yang

dibangun dengan juragan, kekuasaan tidak didasari oleh bargaining. Mereka

lebih mengadalkan hubungan baik untuk mendapatkan fasilitas biasanya

menggunakan istri. Istri pandek juga bekerja pada juragan sebagai juru masak

buruh sehingga hubungan dengan istri juragan dekat.

Bagaimana dengan pekerja bebas? Mereka tidak perduli dengan jalinan

kekuasaan. Jika tidak cocok mereka langsung pindah juragan, dan kebanyakan

mereka bekerja pada tani tanggung yang memang sudah egaliter. Kekuatan

satu-satunya mereka adalah ketidak tergantungan dan status sebagai penduduk

asli sehingga tidak bisa dianggap rendah sebagaimana buruh lain. Buruh bebas

biasanya memiliki kelebihan ketrampilan dan pengalaman karena sejak kecil

telah bekerja di pertanian.

Apa kekuatan juragan? Ia memiliki alat produksi juga lahan dan cara

sehingga tanggungjawab produksi ada padanya. Dengan demikian ia dapat

merekut buruh berapapun dan kapanpun sesuai dengan kebutuhannya. Karena

hal itu, buruh kadang menjadi sangat riskan kedudukannya apalagi dengan

masuknya buruh tetap yang dijemput dari luar daerah setiap pagi. Dengan

kekuatan modal uang juragan dapat menyediakan rumah untuk tempat tinggal

buruh sehingga buruh menjadi tergantung.

Jadi, hubungan sosial produksi di TR pada moda produksi kapitalis

pertanian memperlihatkan struktur herarkhis yang kuat terutama pada usaha tani

juragan. Sementara itu pada usaha tani tanggung hubungan lebih egaliter karena

tani tanggung berkepentingan pada petani bebas yang suka suasana kerja

egaliter. Sementara pada tani srabutan hubungan sangat egaliter karena tenaga

kerja juga sebagai anggota keluarga. Mengenai perubahan aspek-aspek cara

produksi kapitalis setelah kontemporer dapat digambarkan dalam tabel berikut:

Page 158: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

142

Tabel 6.3 : Kecenderungan perubahan cara produksi yang berkembang pada sistem sosial lokal pada masa Reformasi

Artikulasinya Perubahan ciri-ciri cara produksi Sebelum krisis 1965-1997

(Jaman pembangunan) Setelah krisis 1997-2005 (Paska pembangunan)

Kelembagaan produksi Berorientasi pada nilai kapitalis

Berorientasi pada kapitalis global

Nilai yang mengatur orientasi produksi

Pasar lokal, internasional, dan sedikit untuk konsumsi terutama tani srabutan

Pasar lokal, internasional, dan tidak ada hasil untuk konsumsi sediri

Nilai yang mengatur tujuan produksi

Pada pembangunan karena merupakan usaha Negara

Pada nilai kapitalis karena kepemilikan pribadi

Nilai yang mengatur organisasi produksi

Perusahaan sebagai lembaga usaha

Perusahaan sebagai lembaga usaha

Nilai yang mengatur penguasaan kekuatan produksi

Kepemilikan pribadi dan sewa

Kepemilikan pribadi dan sewa

Pertukaran ekonomi Negative Negative

Elemen yang terlibat Buruh, cara swasta, dan manajemen. Buruh, majikan, dan manajer

Mekanisme petukaran Tukar menukar melalui pasar

Tukar menukar melalui pasar

Basis kerjasama Pada ikatan kontraktual buruh majikan.

Ikatan kontraktual tapi menjadi lebih sederhana

Relasi sosial produksi Upah sepenuhnya Herakhis

Sifat relasi sosial produksi

Herarkhis meski didapati tenaga kerja kerabat terutama pada juragan, tani tanggung egaliter juga srabutan sepenuhnya

Herarkhis karena buruh upahan, untuk tani tanggung relative egaliter dan srabutan sepenuhnya egaliter

Sumber buruh Dari pasar kerja dan luar daerah

Tetap

Relasi kekuasaan Eksploitatif sepenuhnya Eksploitatif oportunistik Sumber kekuasaan buruh

Ketrampilan dan soliditas kelompok

Ketrampilan, soliditas kelompok dan kedekatan

Sumber kekuasaan majikan

Penguasaan kekuatan produksi

Penguasaan kekuatan produksi

Kekuasaan dominan Juragan Juragan Persaingan antar cara produksi menyebabkan beberapa ekses yakni (1)

terjadi kesenjangan penguasaan kekuatan produksi, (2) perluasan pasar tenaga

kerja dan pasar tanah, (3), perubahan pada pola pemanfaatan sumberdaya alam

dan (4) pelemparan petani tanggung dan srabutan dari orbit ekonomi. masing-

masing terjadi secara simultan dan memiliki efek sebab akibat.

Pertama, kesenjangan penguasan kekuatan produksi khususnya lahan,

semakin besar di tandai dengan meningkatnya penguasaan lahan industri agro,

industri wisata, juga juragan. Perlahan-lahan tanah bergeser penguasaannya dari

petani. Data dari pajak desa menunjukkan jika 60 pemilik lahan terluas pertama

Page 159: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

143

tahun 2003 menguasai 440,0946 hektar tanah yang berarti lebih dari 50% lahan

produktif di TR. Ini merupakan kesenjangan sangat besar mengingat penduduk

TR tak kurang dari 12.000 nyawa.

Implikasi langsung dari kesenjangan ini adalah meningkatnya jumlah

keluarga tidak bertanah dari tahun ketahun. Hal itu menjadi masalah sosial yang

pelik di TR hingga muncul berbagai problem sosial. Puncaknya terjadi saat

penduduk miskin desa menduduki lahan milik Cina di daerah Sarfaat dan

dijadikan tempat pemukiman. Hingga saat ini tak kurang dari 75 keluarga

menempati tanah itu, meski terus dipermasalahkan oleh pemiliknya. Baru-baru ini

tahun 2003 pendudukan lahan juga terjadi pada tanah milik Perhutani di daerah

Besta. Sekitar 150 keluarga tak bertanah membuat pemukiman di sana. Tanah

Perhutani itu selanjutnya oleh Pemerintah ditukar dengan tanah lain di daerah

Malang selatan.

Selain untuk pemukiman, pembukaan lahan pertanian juga dilakukan

besar-besaran oleh petani sejak tahun 1997 dimulai dari tanah bekas PT. AN.

Yang melakukan pembabatan adalah para petani bekas mitra PT, atau anak-

anaknya. Seluruh lahan akhirnya dapat dibabat dan digunakan untuk lahan

pertanian. Tidak hanya itu, tekanan atas sumberdaya alam juga terjadi pada

lahan hutan. Kontrol pemerintah yang lemah mendorong mereka melakukan

penjarahan lahan hutan sampai ke lereng-lereng gunung. Hal yang sama

ssebenarnya juga dilakukan oleh perhutani dengan melakukan perluasan

kawasan wisata dan membuat banyak tempat parker pada wilayah yang

seharusnya tetap menjadi hutan.

Jauh sebelum itu sebenarnya telah terjadi hal yang sama. Penduduk desa

tak bertanah melakukan pendudukan lahan perhutani di daerah Talon. Mereka

kebanyakan para petani tak bertanah dan tidak memiliki tempat tinggal. Karena

kondisi yang sangat mendesak, mereka akhirnya menduduki lahan itu meski

pemerintah melarang. Kejadian itu terjadi tahun 1988 dimana pemerintah orde

baru sangat kuat dan kejadian demikian termasuk langka dan jarang terjadi.

Penduduk berani karena memang kondisinya telah sangat mendesak. Pada

waktu itu usaha sayur mulai booming dan para juragan mulai melakukan

pembelian lahan besar-besaran.

Akhir-akhir ini terjadi juga pembabatan “tetel” lahan hutan untuk pertanian

yang dilakukan oleh orang-orang tak berlahan. Lahan ini digunakan untuk

tanaman wortel, ketang, juga sayuran lainnya. Lahan ini secara komulatif cukup

Page 160: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

144

luas, hingga ratusan hektar. Ini belum tanah-tanah tumpangsari antara hutan dan

rumput yang luasnya juga kurang lebih sama. Jadi luas lahan yang dikuasai

petani jauh lebih banyak daripada yang mereka miliki secara resmi.

Meski lahan bertambah dengan adanya tetelan, juragan secara perlahan

juga mulai masuk dan membeli tanah-tanah itu dengan harga murah. Banyak

diantara petani tidak bertanah menjual lahannya dan kembali membatat lahan

hutan pada daerah yang lebih dalam. Akumulasi penguasaan lahan terus

berlanjut dan juraganlah yang mendapatkan keuntungan paling besar.

Kedua, terkait pasar tenaga kerja dan tanah. Sistem perusahaan yang

dikenakan industri agro dalam pengelolaan buruh bagaimanapun merubah

kesetimbangan pasar kerja lokal. Permintaan buruh meningkat dan terjadi

persaingan untuk memperebutkan buruh lokal. Selain efisien, buruh lokal juga

memiliki mobilitas cepat karena mereka tinggal dekat lokasi. Gaji UMR yang

diterapkan oleh perusahaan menyebabkan persaingan harga tidak seimbang,

dan juragan mengalami kerugian.

Kelangkaan tenaga kerja pertanian dan peningkatan upah menjadi

konsekwensi dari persaingan ini. Para juragan akhirnya mencari buruh hingga ke

desa-desa lain dengan jalan menjemput mereka. Biaya menjadi lebih besar dan

mobilitas semakin meurun larena lokasi buruh terlalu jauh. Selain itu tentu saja

buruh baru belum memiliki kemampuan yang baik sebagaimana buruh biasanya.

Selain kelangkaan buruh, lahan pertanian juga semakin mahal harganya.

Pasar lahan menjadi ramai dan terjadi perlombaan untuk menguasai kekuatan

prduksi utama ini. Perkembangan pariwisata juga menarik orang luar untuk

membeli lahan di sana untuk villa dan tempat peristirahatan. Saat ini lahan

benar-benar menjadi komoditas yang semakin bebas diperjual belikan, tidak

hanya oleh penduduk lokal tapi juga orang luar.

Ketiga, terkait dengan perubahan pola pemanfaatan lahan. Perubahan pola

pemanfaatan lahan sebenarnya lebih merupakan tanggapan atas semakin

menurunnya kemampuan pola lama bertahan dari persaingan antar cara

produksi. Jika petani hanya menanam sekali dalam setahun, maka hasil

perwaktu akan semakin kecil dan ia tidak mungkin bersaing dengan industri agro

yang terus produksi sepanjang hari. selain itu sewa lahan yang semakin tinggi

juga menuntut produksi yang semakin tniggi pula agar peningkatan biaya

produksi tertutupi.

Page 161: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

145

Tanpa melakukan perubahan pola pemanfaatan sumberdaya alam tidak

mungkin cara produksi bertahan. Cara produksi akan bertahan jika ia mampu

untuk mendapat keuntungan dari produksinya. Di TR penanaman sayur sebelum

masuknya pengusaha Cina hanya dilakukan sekali setahun. Karena Cina

menanam setahun dua kali maka petani harus mengikuti jika tidak ingin lahannya

terdesak. Dulu tanaman hanya ada pada daerah datar saja, saat ini di daerah

paling miringpun orang menanam sayur. Penanaman satu kali tahun 1970-an

berubah menjadi tiga kali ditahun 1990-an. Saat ini tidak lagi ada petani yang

membiarkan lahannya diam barang satu atau dua minggu, bahkan tanaman satu

belum dipetik kerapkali telah ditanami tanaman lain.

Pemilihan jenis tanaman atau kombinasi beberapa tanaman dalam satu

tahun akan dicari yang paling optimal. Ini melibatkan ketajaman analisis petani

karena terkait dengan keadaan pasar. Sekiranya memberi keuntungan paling

besar, petani akan menanam suatu tanaman tanpa ragu. Jika petani monoton

sebagaimana gaya dulu yang hanya menanam jagung atau ketela saja maka ia

akan tergeser oleh cara produksi lain. Komersialisasi memerlukan biaya banyak

dan itu hanya dapat ditutupi oleh peningkatan produksi. Tidak heran jika petani

selalu memilih kombinasi produksi yang paling optimal yakni (wortel, kentang,

sawi)-(Kentang, bawang, wortel)-(kentang,sawi,wortel). Intensifikasi inilah adalah

cara paling efektif digunakan untuk memenangkan persaingan.

Tentu saja ketersediaan pekerjaan sepanjang tahun karena tiap musim

pasti ada petani yang memerlukan tenaga kerja. Inilah yang menjamin hidup para

buruh tani. Sayur adalah tanaman yang memerlukan banyak tenaga kerja,

apalagi medan pegunungan yang sangat sulit untuk melakukan mekanisasi.

Praktis seluruh kerja dilakukan dengan manual terutama pengolahan lahan.

Keempat, tentang keterlemparan petani kecil. Keadaan nyata kondisi ini

adalah adanya kesenjangan struktur penguasaan lahan. Lahan adalah kekuatan

produksi utama di pedesaan. Akumulasi kepemilikan lahan pada juragan dan

industri agro, serta pariwisata merupakan proses penggeseran petani dari orbit

utama ekonomi. Apakah menjadi buruh tani dan pekerja pabrik terjadi

peningkatan penguasaan kekauatan produksi di luar tanah? cara sebagai misal?

Apakah dapat mereka kumpulkan kemudian menjadi sebuah cara usaha? Paling

besar usaha mereka adalah pedagang apel pinggir jalan, yang hasil tiap harinya

tak lebih besar dari buruh tani.

Page 162: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

146

Terjadi ketimpangan yang sangat besar, bahkan banyak penduduk yang

benar-benar tidak memiliki lahan pertanian. Terjadi reproduksi barisan buruh tani

yang meluas di TR hingga saat ini. Kampung Talun, Besta, dan Sarfaat adalah

kampung baru yang berisi keluarga-keluarga tidak bertanah dan saksi

pertarungan tiga gajah raksasa (juragan, industri agro, dan industri pariwisata)

yang memperebutkan lahan. Mau tak mau mereka harus menyingkir jika tidak

akan terlindas kaki-kaki gajah. Banyak diantaranya mengabdi pada salah satu

gajah dan tidak satupun dari mereka, setidaknya hingga hari ini menjadi gajah

atau paling tidak gajah kecil.

Formasi Sosial Kapitalis Industri dan keberlangsungan Moda Produksi

Lokal

Setelah krisis terlihat ada kecenderungan berbeda-beda dari seluruh

artikulasi cara produksi di TR. Industri agro terlihat merubah cara

pengorganisasian buruh, tidak lagi menggunakan cara perusahaan yang ketat

tapi mengadopsi cara petani biasa. Ini dilakukan untuk mendapatkan tenaga

kerja murah terutama untuk pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian khusus.

Buruh untuk kerja kasar ini tidak lagi dari karyawan tetap sebagaimana

sebelumnya, tapi dari tenaga kerja harian.

Juragan dan pengusaha Cina di sisi lain juga melakukan perubahan cara

mengorganisir buruh. Juragan semakin memperbanyak fasilitas bagi buruh boro

dengan memperbesar gaji dan fasilitas tempat tinggal. Ini dilakukan untuk

mendapatkan tenaga ekstra dengan cara mempererat ikatan dan ketergantungan

buruh pada juragan. Pengusaha Cina tidak mungkin melakukan hal sebagaimana

juragan karena mereka tidak bertempat tinggal di desa. Mereka lebih memilih

mendatangkan tenaga kerja dari desa lain dengan model jemputan23. Tenaga

kerja dari luar desa ini sangat murah dan lebih terjamin ketersediaannya

sehingga tidak perlu bersaing dengan pelaku ekonomi lain.

Selain tenaga kerja, secara perlahan seluruh pelaku ekonomi di TR selain

tani tanggung dan srabutan, berlomba mendapatkan kekuatan produksi penting

lainnya yakni tanah. Juragan berusaha mengakumulasi seluruh sumber kekuatan

23 Tenaga kerja jemputan adalah tenaga kerja yang diperoleh juragan dengan jalan menjemput langsung dari desa sekitar TR terutama daerah kering sehingga harganya murah. Meski demikian pengusaha Cina wajib menjemput tiap pagi dan menganarkanya kembali pada sore hari. Hal ini tentu saja menambah pengeluaran produksi, tapi pengusaha Cina memeng tidak ada alternative lain karena rata-rata penduduk local tidak mau bekerja padanya demikian juga boro karena ia tidak menyediakan tempat tinggal sebagaimana juragan.

Page 163: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

147

produksi terutama tanah dengan jalan meyewa dan membeli dari tani srabutan

dan tani tanggung. Demikian juga industri agro mengikuti langkahnya dalam

menguasai lahan dengan mengandalkan kemampuan modal uangnya. Industri

pariwisata di sisi lain, belum menampakkan pengaruhnya begitu kuat, meski

beberapa hal juragan juga sudah mulai melirik hal itu24.

Perubahan kedua moda produksi tersebut berimplikasi pada formasi

sosial baru yang terbangun. Moda produksi kapitalis yang diartikulasikan pada

industri agro dan pariwisata tidak lagi mendominasi seluruh aspek ekonomi.

Juragan yang mulai berciri kapitalis murni menjadi pesaing utama industri.

Persaingan terjadi dalam perebutan lahan dan tenaga kerja sebagai kekuatan

produksi utama di TR. Keduanya masing-masing berusaha mengakumulasi

keuntungan untuk menguatkan cara dan membeli lahan-lahan pertanian.

Ke depan, dilihat dari kecenderungan yang ada mulai ada pergeseran

corak formasi sosial dari dominasi pertanian komersil kearah Industri Agro

dengan modifikasi pada relasi hubungan sosial produksi yang tidak berbasis

pada sistem perusahaan tapi pada sistem lokal. Sementara itu, pertanian

komersil mulai mengarah pada industri pariwisata dan peralihan pada tanaman

apel yang semakin meluas. Faktor pendorong utama perubahan adalah

kebijakan pemerintah dan pertanian komersil sendiri pengaruhnya semakin turun.

Bagaimana dengan petani tanggung dan srabutan ? Jelas ia tidak

berperan sedikitpun dalam menentukan formasi sosial. Hanya saja dalam

persaingan dengan juragan, dalam hal tenaga kerja mereka menang, karena

banyak tenaga kerja bebas sebagai tenaga kerja paling murah dan efisien dapat

mereka ikat. Paling tidak ini satu-satunya cara yang menguntungkan mereka di

tengah tekanan dua raksasa besar yakni juragan dan industri agro.

Sebenarnya tidak ada perubahan mendasar antara masa Orde Baru dan

Reformasi terkait cara-cara produksi yang hadir dalam struktur ekonomi lokal.

Hanya saja para juragan dan pengusaha Cina mulai mendapatkan tekanan yang

kuat dari pelaku ekonomi lain, khususnya industri agro dan pariwisata.

Kemampuan modal mereka mendesak para juragan dan pengusaha Cina untuk

24 Di dua obyek wisata yakni coban Talon dan air panas Cangar mulai ada wacana pengelolaan tempat wisata tidak pada perhutani tapi pada masyarakat yang digerakan oleh para pemimpin lokal. Dalam hal ini mereka berpendapat bahwa pendudk telah mampu dan mereka sanggup untuk mengeluarkan modal. Setelah saya telusuri arah isu ini ternyata ada beberapa juragan yang memang bersedia menjadi pemodal sekiranya desa dapat memperjuangkan pengelolaanya. Ada beberapa malah yang mengusulkan PT dengan model saham yang disebar luas pada masyarakat.

Page 164: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

148

merombak cara produksinya. Mereka mengetatkan aturan buruh dan majikan

selain menggunakan lahan sebagai kekuatan penyokong utama.

Usaha juragan dan pengusaha Cina untuk memenangkan tekanan itu

akhirnya berdampak pada berkurangnya jumlah petani semi-komersil (tani

tanggung dan srabutan). Juragan semakin agresif dalam mendapatkan lahan dan

membeli dari petani-petani kecil yang tidak begitu luas lahanya. Kekuatan

produksi mereka berpindah ke juragan dan pengusaha Cina hingga menjadi

buruh pabrik atau buruh tani. Laju penambahan barisan buruh semakin cepat

saat industri agro juga melakukan hal yang sama.

Jadi, secara cepat setelah Orde Baru tumbang pertanian semi-komersil

semakin habis perannya. Moda produksi satu-satunya yang dekat dengan

pertanian tradisional sebagai moda produksi awal semakin terkikis. Lahan sempit

sebagai satu-satunya kekuatan produksi tertekan terus oleh juragan, pengusaha

Cina, dan industri. Di sisi lain dengan luasan yang sempit, tidak mungkin untuk

mengakumulasi keuntungan dan menginvestasikan sebagaimana pelaku

ekonomi lain. Kalau tidak bertahan, lahan pasti akan berpindah ke juragan,

pengusaha Cina, atau industri agro dan wisata.

Ihktisar

Setelah Orde Baru dan memasuki reformasi, cara-cara produksi yang

hadir tetap, hanya saja ada kecenderungan jumlah petani semi-komersill

menurun, sementara juragan dan aktifitas industri agro berkembang. Penurunan

jumlah petani semi-komersil semakin memudarkan pengaruh cara produksi lokal

yang tersisa. Pelaku cara produksi semi-komersil beralih menjadi buruh baik

pada industri maupun juragan dan pengusaha Cina. Para petani yang kehilangan

kekuatan produksi utama (tanah) sebagian mendirikan perkampungan baru

dengan jalan menduduki lahan Perhutani dan Pengusaha Pengusaha

Pengusaha Cina.

Page 165: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

149

Tabel 6.4 : Perubahan aspek-aspek cara produksi lokal selama reformasi

Periode Aspek moda produksi

Artikulasinya

Kapitalis pertanian Semi-komersial

A Kekuatan produksi

1 Alat produksi dominan Modal Tanah

2 Unit produksi Organisasi produksi Keluarga inti

3 Sumber tenaga kerja utama Buruh upahan Keluarga luas dan buruh

B Hubungan Produksi

1 Batas sosial hubungan produksi

Organisasi produksi Organisasi produksi

2 Struktur hubungan produksi Sangat Herarkhis Herarkhis

3 Sifat hubungan produksi Sangat Eksploitatif Eksploitatif

Sementara pada masa reformasi, perubahan didorong oleh persaingan

antar artikulasi moda produksi dan antar artikulasi dalam satu moda produksi.

Persaingan mendorong masing-masing artikulasi merubah manajemen produksi

untuk semakin banyak menguasai kekuatan produksi. Penguasaan atas

kekuatan produksi ini menjadi penentu kemampuan reproduksi masing-masing

cara produksi. Petani kaya dan pengusaha Cina mengandalkan penguasaan

lahan sementara industri agro menggunakan modal uang sepenuhnya.

Tabel 6.5 : Perubahan ciri-ciri cara produksi pertanian tradisional pada masa reformasi

Ciri-ciri cara produksi Artikulasinya

Kelembagaan produksi Berorientasi pada kapitalis global

Nilai yang mengatur orientasi produksi Pasar lokal, internasional, dan tidak ada hasil untuk konsumsi sediri

Nilai yang mengatur tujuan produksi Pada nilai kapitalis karena kepemilikan pribadi

Nilai yang mengatur organisasi produksi Perusahaan sebagai lembaga usaha

Nilai yang mengatur penguasaan kekuatan produksi Kepemilikan pribadi dan sewa

Bentuk pertukaran ekonomi Negative

Elemen yang terlibat dalam proses produksi Buruh, majikan, dan manajer

Mekanisme petukaran Tukar menukar melalui pasar

Basis kerjasama Ikatan kontraktual tapi menjadi lebih sederhana

Relasi sosial produksi Upah sepenuhnya

Sifat relasi sosial produksi Herarkhis karena buruh upahan, tani tanggung relative egaliter dan srabutan egaliter

Sumber buruh Dari pasar kerja dan luar daerah

Relasi kekuasaan Eksploitatif oportunistik

Sumber kekuasaan buruh Ketrampilan, soliditas kelompok dan kedekatan

Sumber kekuasaan majikan Penguasaan kekuatan produksi

Kekuasaan dominan Juragan

Page 166: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

150

Setelah krisis dan memasuki masa reformasi masing-masing artikulasi

cara produksi di TR melakukan berbagai pembenahan. Industri melakukan

informalisasi kerja dengan merekut buruh harian, petani kaya dan pengusaha

Cina melakukan pengetatan aturan kerja. Masing-masing bersaing untuk dapat

menguasai tenaga kerja dan lahan sebagai kekuatan produksi utama. Namun

demikian karena kekuatan modal dan kemampuan manajemen yang lebih baik

industri agro dan wisatalah yang akhirnya mampu mendominasi. Bahkan juragan

dan pengusaha Cina juga mulai merombak organisasi produksinya menyerupai

model perusahaan untuk dapat bersaing. Mengenai formasi sosial yang

terbangun dalam tiap periode dapat dilihat lebih rinci dalam tabel berikut: Tabel 6.6 : Formasi sosial TR dari jaman kolonial hingga reformasi

Cara produksi Tingkat dominasi

Pertanian Tradisional 0

Kapitalis kolonial 0

Pertanian semi-komersil *

Kapitalis pertanian ***

Kapitalis ****

Ket : ***** Sangat mendominasi *** Mendominasi ** Kurang mendominasi * Tidak mendominasi

0 Tidak ada

Page 167: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasar temuan di atas, pada masa kolonial moda produksi yang

muncul dalam struktur ekonomi lokal adalah pertanian tradisional dan kapitalis

kolonial. Pertanian tradisional berada dalam posisi tersub-ordinasi karena seluruh

surplus produksi diserap oleh perkebunan melalui tenaga kerja dan pangan. Elit

lokal dan petani kaya memanfaatkan peningkatan kebutuhan pangan akibat

masuknya buruh dengan jalan memperbanyak produksi namun tidak sampai

terjadi akumulasi. Dengan demikian moda produksi tradisional keberadaannya

secara perlahan memudar seiring perkembangan perkebunan dan usaha tani

petani kaya.

Petani kebanyakan sebagian besar masih menggunakan moda produksi

lama meski menyesuaikan dengan perkembangan moda produksi kapitalis.

Penyesuaian dilakukan dengan cara merekut tenaga kerja upahan yang sifatnya

sangat terbatas, bahkan lebih banyak menggunakan kerabat. Meski telah

mengadopsi moda kapitalis, pertanian tradisional tetap bertahan dengan moda

lama. Hal ini lebih disebabkan oleh kebijakan kolonial yang membiarkan moda

lokal tetap hidup untuk menompang keberadaan perkebunan. Jadi, pada masa

kolonial moda produksi lokal tetap bertahan meski dalam posisi terdominasi oleh

moda produksi kapitalis kolonial.

Pada awal kemerdekaan, moda produksi yang muncul adalah pertanian

tradisional (petani biasa), semi-komersil (petani kaya), dan kapitalis pertanian

(pengusaha Cina). Moda produksi lokal terutama pertanian tradisional semakin

tidak berpengaruh dan mulai mengadopsi moda baru dan cenderung menjadi

semi-komersil. Sementara itu petani kaya yang semi-komersil perlahan mulai

menjadi kapitalis. Jumlah petani tradisional semakin menurun dan pengaruhnya

semakin kecil digantikan oleh pertanian semi-komersil.

Sementara pada masa Orde Lama moda produksi tetap yakni pertanian

tradisional (petani biasa), pertanian semi-komersil (petani maju), dan kapitalis

pertanian (petani kaya dan pengusaha Cina). Hanya saja pertanian tradisional

semakin tidak berpengaruh dan hanya tinggal sisa-sisanya saja. Pertanian

komersil semakin banyak, sementara petani semi-komersil pada periode

sebelumnya sepenuhnya menjadi kapitalis pertanian bahkan mampu menggeser

dominasi pengusaha Cina.

Page 168: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

152

Memasuki Orde Baru, moda produksi yang muncul adalah pertanian

semi-komersil (tani tanggung dan srabutan), kapitalis pertanian (pengusaha Cina

dan juragan), dan kapitalis (industri agro dan wisata). Pada masa ini pertanian

tradisional sepenuhnya hilang dan tinggal pertanian semi-komersil yang masih

memiliki corak lokal. Pertanian semi-komersil sebenarnya tidak begitu

berpengaruh karena seluruh kegiatan ekonomi berkiblat pada investasi

pemerintah. Para pelaku ekonomi lokal akhirnya menjadi buruh tani bagi yang

tidak mampu bertahan atau usaha tani kecil-kecilan bagi yang masih bertanah,

sebagian yang lain melakukan ekspansi ke lereng-lereng gunung.

Setelah Orde Baru dan memasuki reformasi, moda-moda produksi yang

hadir tetap, hanya saja ada kecenderungan jumlah petani semi-komersill

menurun, sementara juragan dan aktifitas industri agro berkembang. Penurunan

jumlah petani semi-komersil semakin memudarkan pengaruh moda produksi

lokal yang tersisa. Pelaku moda produksi semi-komersil beralih menjadi buruh

baik pada industri maupun juragan dan pengusaha Cina. Petani yang kehilangan

kekuatan produksi utama (tanah) sebagian mendirikan perkampungan baru

dengan jalan menduduki lahan Perhutani dan Pengusaha Cina.

Memudarnya moda produksi lokal (pertanian tradisional) pada masa

kolonial didorong oleh kegiatan-kegiatan perkebunan kina dan teh. Sumberdaya

lokal seluruhnya dipaksa mendukung sepenuhnya sistem yang dikembangkan

perkebunan. Tenaga kerja, lahan, dan pangan didapatkan dari sistem sosial

lokal sehingga muncul ketimpangan pada sistem lokal. Pengenalan sistem upah,

kepemilikan pribadi, teknik produksi baru, dan konsolidasi politik lokal, memaksa

moda lokal berubah agar tidak mati.

Pada awal kemerdekaan hingga tahun 1950 perubahan didorong oleh

masuknya penjajah Jepang, kebijakan ekonomi pemerintah, dan masuknya

pengusaha Cina. Penjajah Jepang memberikan akses tanah pada petani dan

merombak seluruh sistem pertanahan. Tanah perkebunan yang sebelumnya

telah dibagi oleh Jepang selanjutnya dipertegas oleh kebijakan pemerintah.

Soekarno memerintahkan rakyat TR untuk tidak membiarkan lahan kosong yang

berarti mengesahkan pendudukan rakyat. Sementara setelah Jepang pergi,

pengusaha Cina datang membawa moda produksi baru yang diartikulasikan

dalam usahatani kentang. Karena ketiga faktor itu moda produksi lokal yang

terbangun sebelumnya berubah menyesuaikan dengan moda produksi baru

yang dibawa oleh pengusaha Cina.

Page 169: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

153

Pada masa Orde Lama, perubahan lebih banyak didorong oleh

perkembangan pertanian pengusaha Cina dan gejolak politik nasional.

Pengusaha Cina secara tidak langsung mengenalkan teknik produksi baru yang

sepenuhnya dapat ditiru oleh petani. Secara perlahan petani kaya merespon

dengan menanam tanaman kentang, sehingga dapat menerapkan sistem

produksi pengusaha Cina. Lama-kelamaan, mereka semakin mapan. Ketika

gejolak politik nasional (land reform) semakin kuat dan memberi ruang bagi

petani kaya, mereka mengusir pengusaha Cina. Petani kaya dengan demikian

semakin mapan kedudukannya dan dominan pada masa itu.

Memasuki Orde Baru perubahan didorong kebijakan pembangunan,

investasi pemerintah, dan masuknya industri agro pada struktur ekonomi lokal.

Kebijakan pembangunan semakin mematapkan pengaruh petani kaya. Petani

kaya bahkan mampu duduk sejajar dengan pengusaha Cina yang masuk

kembali. Investasi pemerintah pada industri agro saat itu menjadi penggerak

utama ekonomi lokal sehingga seluruh moda produksi mengiblat padanya.

Masuknya industri agro swasta yang masuk kemudian, semakin mengokohkan

pengaruh kapitalis industri.

Pada masa reformasi, perubahan didorong oleh persaingan antar

artikulasi moda produksi dan antar artikulasi dalam satu moda produksi.

Persaingan mendorong masing-masing artikulasi merubah manajemen produksi

agar semakin banyak menguasai kekuatan produksi. Penguasaan atas kekuatan

produksi, menjadi penentu kemampuan reproduksi masing-masing moda

produksi. Petani kaya dan pengusaha Cina mengandalkan penguasaan lahan

sementara industri agro menggunakan modal uang sepenuhnya.

Berdasar atas peta moda produksi dan proses perubahan di atas, terlihat

pada masa kolonial moda produksi pertanian tradisional tersub-ordinasi oleh

moda produksi kapitalis yang diartikulasikan dalam perkebunan kina dan teh.

Seluruh hasil dari pertanian tradisional sepenuhnya digunakan untuk kepentingan

perkebunan sehingga surplus produksi mengalir ke perkebunan. Moda produksi

pertanian tradisional sepenuhnya menompang keberlangsungan moda produksi

kapitalis kolonial.

Pada awal kemerdekaan, moda produksi pertanian tradisional tersub-

ordinasi oleh moda produksi kapitalis pertanian yang diartikulasikan dalam

pertanian pengusaha Cina. Ini terjadi karena pengusaha Cina mampu

memobilisasi kekuatan produksi lokal untuk mengembangkan usaha taninya.

Dengan demikian formasi sosial lokal yang terbangun adalah kapitalis pertanian

Page 170: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

154

yang didominasi moda produksi kapitalis pertanian. Setelah Orde Lama,

dominasi ini secara perlahan digantikan oleh petani-petani kaya lokal. Sehingga

formasi sosial tetap kapitalis pertanian dengan aktor yang berbeda.

Pada masa Orde Baru, seluruh moda produksi mengiblat pada investasi

pemerintah. Moda produksi yang dominan saat itu adalah moda produksi

kapitalis industri yang diartikulasikan dalam industri agro dan wisata. Formasi

sosial yang terbangun dengan demikian bercorak kapitalis industri yang

diintrodusir oleh pemerintah pada formasi sosial lokal. Setelah krisis, terjadi

pergeseran dimana peran pemerintah semakin hilang dan digantikan oleh swasta

yang mengembangkan industri agro di tingkat lokal. Moda produksi dominan

adalah kapitalis industri yang diartikulasikan pada industri agro dan wisata

karena memiliki kekuatan modal dan manajemen. Dengan demikian pada masa

reformasi formasi sosial yang terbangun adalah kapitalis industri dengan aktor

para pengusaha swasta.

Dari hasil penelitian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa moda

produksi lokal yang diartikulasikan oleh usahatani tradisional dari jaman kolonial

hingga reformasi tidak mengalami perubahan orientasi. Keberadaaanya dari

masa ke masa selalu dalam posisi terdominasi oleh moda produksi lain. Pada

masa kolonial oleh moda produksi kapitalis kolonial, awal kemerdekaan oleh

pengusaha Cina, Orde Lama oleh petani kaya dan pengusaha Cina, sementara

Orde Baru oleh kapitalis industri investasi pemerintah. Hal itu tidak berubah

hingga masa reformasi dimana pertanian tani tanggung dan srabutan sebagai

sisa artikulasi moda produksi lokal cenderung hilang, dimana pelakunya

perlahan-lahan beralih menjadi buruh tani dan pabrik.

Saran

Hasil penelitian memperlihatkan jika moda produksi lokal yang menjadi

penompang utama struktur ekonomi suatu daerah selalu hancur saat moda

produksi baru dimasukan. Moda produksi lokal ternyata tidak mampu

mereproduksi dirinya atau paling tidak mengakomodasi moda produksi baru.

Akibat yang kemudian timbul adalah keterlemparan pelaku ekonomi lokal

sebagai artikulasi dari moda produksi lokal. Berdasarkan atas kenyataan itu dan

berdasar temuan penelitian ini maka di sarankan, pertama, dalam menerapkan

kebijakan industrialisasi di pedesaan hendaknya dipertimbangkan moda produksi

asli yang berkembang dalam masyarakat sehingga dapat disesuaikan atau paling

tidak dapat diakomodasi oleh moda produksi lokal.

Page 171: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

155

Kedua, jika suatu kebijakan berpotensi merombak penguasaan kekuatan

produksi dan hubungan produksi yang ada dalam masyarakat kiranya perlu untuk

melihat struktur sosial secara cermat mengingat hanya kelompok elitlah yang

selama ini mampu memetik manfaat dari seluruh kebijakan. Hasil penelitian

menunjukan jika sejak jaman kolonial hingga saat ini yang mampu

memanfaatkan kebijakan dan mengadopsi moda produksi baru hanyalah kelas

elit. Kelas bawah cenderung selalu kehilangan kontrol atas kekuatan produksinya

dan tidak mampu mempertahankan relasi sosial produksi yang dikembangkanya

sehingga terlempar dari orbit ekonomi.

Ketiga, berdasar atas kecenderungan kelas elit dan aktor ekonomi baru

untuk mengakumulasi kekuatan produksi dan membangun hubungan produksi

yang eksploitatif, maka sangat penting untuk menekan kecenderungan itu melalui

pembatasan penguasaan kekuatan produksi dan mengatur secara lebih rinci

tentang hak dan kewajiban dalam produksi. Dengan demikian tidak terjadi

percepatan laju keterlemparan kelas bawah dari orbit ekonomi sehingga

diharapkan mereka mampu berkembang.

Berdasar atas temuan penelitian maka untuk penelitian berikutnya dapat

dilengkapi dengan, pertama, melakukan kajian lebih mendalam pada aspek

supra struktur masyarakat yang terbangun (ideologi dan sistem politik) karena

perubahan moda-moda produksi di TR dari waktu ke waktu, kedua, Melakukan

kajian pada perkembangan masing-masing artikulasi moda produksi (pariwisata,

industri agro, juragan, tani tanggung, srabutan) secara spesifik agar lebih terlihat

secara detail proses dan penyebab perubahan moda produksi, dan ketiga,

melakukan kajian perkembangan ekonomi kawasan untuk dapat dilihat penyebab

perubahan dari tingkat mikro hingga meso.

Page 172: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

DAFTAR PUSTAKA

___________, 2004, Profil Desa Tlungrejo, Kecamatan Bumi Aji, Kota Batu, Jawa Timur.

___________, 2004, Potensi Kecamatan Bumi Aji, Kota Batu Bulan April 2004, Badan Pusat Statistik Nasional, Jakarta.

Babie, E. 2004, The Practies Of Social Research, Wadsworth, Belmonth

Beaud, M., 2001, A History of Capitalism 1500-2000, Montly Review Press, New York

Boeke, J.H., 1953, Economics and Economiics Policy of Dual Societies as Exsemplified By Indonesia, Institut Of Fasific Relation, New York

Booth, A., O’Malley, J., Weidemann, A., 1988, Sejarah Ekonomi Indonesia, LP3ES, Jakarta

Carles L. Halper, 1989, Exploring Social Change, Prentice Hall, Engelwood Cliff, New Jersey

Cederroth, S., 11995, Survival And Provit In Rural Java: The Case of an East Javanese Village, Curzon Press

Collier, at all, 1974, Agricultural Technology and Institusional Change in Java, Food Research Institut Studies, Vol. 13 N0; 21

Cresswel, J., 1994, Research Design : Qualitatif And Quantitative Approach, Sage Publication.

Freidberg, E. S., 2003, Culture, Convention and Colonial Constructs of Rurality in South-north Horticultural Trades, Journal of Rural Studies, Volume 19 (2003) 97-109.

Geerzt, C.,1976, Involusi Pertanian “Perubahan Ekologis Pertanian Di Indonesia Terdj., Institut pertanian Bogor, Bogor.

Gordon, et al 1985, The Critical Up Land of Eastern Java: An Agroecosystems Analisis, Unibraw-Ford Foundation, USAID, Deptan.

Godelier, M., 1978, The Concept of the “Asiatic Mode of Production” and Marxis Models of Social Evolution, dalam Seddon, D., 1978, Relation of Prduction : Marxis Aproach to Economic Anthropology, Frank Cass.

Hashim, Wan, 1988, Peasant Under Peripheral Capitalism, Penerbit Universitas Kebangsaan Malaysia, Bangi.

Hayami dan Khikuci, 1987, Dilemma Ekonomi Pedesaan; Suatu Pendekatan Ekonomi Terhadap Kelembagaan di Asia Tenggara, YOI, Jakarta

Heffner, R., 1999, Geger Tengger: Perubahan Sosial dan Perkelahian Politik, LkiS, Jogjakarta.

Houben, V. J.H., 2000, Perkebunan Perkebunan Swasta di Jawa Abad ke-19: Sebuah Kaji Ulang, dalam Lindblad J. Thomas, Sejarah Ekonomi Modern Indonesia: Berbagai Tantangan Baru, LP3ES, Jakarta

Kano, H., 1990, Pagelaran; Anatomi Sosial Ekonomi Pelapisan Masyarakat Tani Sebuah Desa Di Jawa Timur, UGM Press, Jogjakarta

Page 173: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

Kartodirdjo, S dan Suryo J., 1991, Sejarah perkebunan di Indonesia ‘Kajian Sosial ekonomi, Aditya media, Jogjakarta.

Khan S. Joel, 1974, Economic Integration And The Peasant Economic: The Minangkabau (Indonesia) Blacksmith, University of London , London School of Economic.

Kostov P. dan Lingard J., 2002, Subsisten Farming in Transition Economic: Lesson from Bulgaria, Journal of Rural Studies, Volume 18 (2002) 83-94.

Maleong, Lexi J., 1998, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, Penerbit Remaja Rosda Karya.

Marzali, Amri, 1974, Konsep Peasan dan Kajian Masyarakat pedesaan Indonesia, Jurnal FISIP UI, Jakarta.

Moedjanto, G., 2002, Konsep Kepemimpinan dan Kekuasaan Jawa Tempo Dulu, Pengatar dalam Antlov, H., dan Chederroth, C.(eds), 2002, Kepemimpinan di Jawa ; Perintah Hakus, Pemerintahan Otoriter, YOI, Jakarta

Neil, Van, 2000, Sistem Tanam Paksa di Jawa, LP3ES, Jakarta

Nibbering, JW and A. Schrevel, 1982, The Role of Additional Activities in Rural Java: A Chase Study of Two Vilagges in the Malang Regency, Utrecht, Departement of Geography No. 17 University of Utrecht.

Peet, R. and Hartwick, E., 1999, Theories of Development, The Guilford Press

Pilling, G., 1980, Marx’s Capital, Philosophy and Political Economy, Routledge & Keagan Paul

Ray, C., 2002, A Mode of Production for Fragile Rural Economic : the Territorial Accumulation of Form of Capital, Journal of Rural Studies, Volume 18 (2002) 225-231.

Rickelfs, M.C., 2002, Yogjakarta di Bawah Mangkubumi 1749-1792 ; Sejarah Pembagian Jawa, Mata Bangsa, Jogjakarta

Russel, W. James, 1989, Modes Of Production in World History, London and New York, Routlge.

Roxborough, 1986, Teori-teori keterbelakangan, LP3ES, Jakarta

Sanderson, 2003, Makro Sosiologi : Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial, Rajawali Press, Jakarta

Sayogjo, 1982, Modernization Without Development In Rural Java, Journal Of Social Studies, Dacca.

Sitorus, M.T.F., 2004, “revolusi coklat” : Social Formation, And Forest Margins In Up Land Sulawesi, Indonesia, dalam Gerold, G., Fremerey, M., dan Guhardja (eds.) Land Use, Nature Conservation And The Stability Of Rainforest Margins In Southeast Asia, Springer

Sitorus, M.T.F., 1999, Pembentukan Golongan Pengusaha Local Di Indonesia: Pengusaha Tenun Dalam Masyarakat Batak Toba, Desertasi IPB, Bogor

Soemarno, 2000, Potensi Pengembangan Agropolitan di Batu, LPM-Unibraw, Paper tidak dipublikasikan.

Page 174: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

Soehartono, 1991, Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta 1830-1920., Tiara Wacara, Jogjakarta.

Stompka, Prior, 1994, The Sociologi Of Social Change, Oxpord: Blackwell Publisher

Stavenhagen, R., 1975, Economic Transition in West Africa, Anchor Book, Anchor Press, Doubleday.

Stake, R., E., 1995, The Art of Case Study Research, Sage Publication

Taylor, G., Jhon, 1979, From Modernization to Mode Of Production; A Critique of the Sociologies of Development and Under Development, MacMilan

Wertheim, W.F., 1999, Masyarakat Indonesia dalam Transisi, Studi Perubahan SoSial, Yogjakarta, Tiara Wacana

White, 2002, Agrarian Debates and Agrarian Research In Java, Past and Present, Dalam 70 Tahun Gunawan Wiradi, Akatiga, Bandung

White 1976, Production and Reproduction in Javanese Village, Ph.D Thesis, Columbia University

Wiradi, G., 2001, TonggakTtonggak perjalanan Kebijakan Agraria di Indonesia, dalam Tim Lappera, Prinsip-Prinsip Reforma Agraria : Jalan Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat, Lappera, Jogjakarta

Wolf. Eric R, 1966, Petani “Suatu Tinjauan Antropologis” Terjd., Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta.

Wright, Olin, E., 1997, Class Count : Acomparative Studies in Class Analysis , Cambridge University Press. Cambridge

Page 175: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

Peta Jawa Timur, Kota Batu, dan Desa Tulung Rejo

Page 176: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

Lampiran II : Nama dan status subyek kasus serta permasalahan yang digali dalam penelitian.

No Masalah Subyek kasus

Status Metode penggalian data

1 Informasi umum kondisi sosial ekonomi

CPR SDK

Kepala desa Kepala dusun

Wawancara bebas

2 Sejarah desa CPR MHR

Kepala desa Sekdes 1946-1966

Wawancara bebas

3 Kemunculan pertanian komersil

PNO Petani umur 71 thn Wawancara mendalam

4 Kehidupan buruh boro kerjo muda

PND Boro kerjo umur 26 thn Wawancara Mendalam

5 Perkembangan tanaman apel dan sayur

KPN Juragan umur 79 thn Wawancara mendalam

6 Perjalanan hidup janda AURI BSY Janda AURI umur 81 thn Wawancara mendalam

7 Perkembangan ekonomi dusun SB. Brantas

SDK MSN

Kepala dusun Tani tanggung umur 71 tahun

Wawancara mendalam

8 Komposisi penduduk dan keberadaan juragan

SDK Kepala dusun Wawancara mendalam

9 Kemunculan usahatani besar BAI Srabutan Wawancara mendalam

10 Organisasi kerja pertanian sayur dan apel

BKR Juragan Wawancara mendalam

11 Profil buruh tani MSN Tani tanggung umur 84 tahun

Wawancara mendalam

12 Cara kerja di pertanian dari kolonial hingga saat ini

MSN

PRT SYH BJO

Tani tanggung umur 84 tahun Bekas tani umur 76 thn Buruh tani umur 61 thn Juragan umur 76 thn

Wawancara mendalam

13 Perkembangan kegiatan-kegiatan ekonomi lokal TR

RNI (peneliti)

Peneliti Program Doktor ekonomi sumberdaya

Wawancara bebas

14 Keseharian buruh Cabut (panen) (hub. Buruh-majikan)

MHD Buruh panen Wawancara mendalam

15 Proses berdirinya kampung Besta

HDR Srabutan Wawancara mendalam

16 Kemajuan dan kemunduran usaha tani

CPR LKT MHR

Kepala desa Pengusaha apel Bekas kepala dusun periode

Wawancara mendalam

17 Pembangunan desa dari msa ke masa

SRP CPR SDK

Bekas carik 1966-1984 Kepala desa sekarang Kepala dusun

Wawancara mendalam

18 Sistem kerja di pertanian dalam satu tahun

SWJ Kepala dusun Wawancara mendalam

19 Sistem kerja di pabrik sebelum krisis

SWJ Kepala dusun Wawancara mendalam

20 Sistem kerja setelah krisis SWJ JMR

Kepala dusun Buruh pabrik bunga

Wawancara mendalam

21 Usahatani awal di TR MHR Sekdes 1946-1966 Wawancara mendalam

22 Sejarah masuknya pengusaha Cina

ALG

TSN

Pengusaha Cina (87) Pengusaha Cina (71)

Wawancara mendalam

Page 177: PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL - repository.ipb.ac.id filePERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

Lampiran II (Lanjutan) No Masalah Subyek

kasus Status Metode

penggalian data

23 Kegiatan-kegiatan ekonomi utama sejk tahun 1970

SYN Pedagang (70Thn) Wawancara mendalam

24 Cara mengorganisir buruh BDO Juragan (46Thn) Wawancara mendalam

25 Ramai sepinya usaha di luar pertanian

RBT SAI

Pedagang bakso (76Thn) Warung (45Thn)

Wawancara mendalam

27 Hak dan kewajiban buruh-juragan

BDO Juragan (46 Thn) Wawancara mendalam

28 Mekanisme kontrol buruh dan juragan

BDO SYN KSN

Juragan (46 Thn) Pedagang (70Thn) Buruh bebas

Wawancara mendalam

29 Kegiatan ekonomi pendukung wisata

PTR Pedagang buah (35 Thn) Wawancara mendalam

30 Kegiatan ekonomi dominan dan sejarah perkembangannya

MTS Bekas petani (87 thn) Wawancara mendalam

31 Asal usul juragan dan perjuangannya

PNM BJO BDO BKR

Juragan (45 Thn) Juragan (68 Thn) Juragan (46 Thn) Juragan (56 THN)

Wawancara mendalam

32 Kegiatan ekonomi pariwisata ADI Karyawan hotel Wawancara mendalam

33 Nilai-nilai terkait wisata ARI Karyawan Selecta Wawancara mendalam

34 Kegiatan produksi dominan sejak 1938-sekarang

ATM Bekas pejuang (81 Thn) Wawancara mendalam

34 Kekuatan produksi utama ATN IHN

Tani-tanggung (33 Thn) Tani Tanggung (44 Thn)

Wawancara mendalam

35 Relasi produksi seluruh kegaitan ekonomi

SJD MLH

Srabutan (46 Thn) Tani tanggung (66 Thn)

Wawancara mendalam

36 Sistem politik lokal dan kekuasaan lokal

CHP ABI

Kepala desa Calon Kepala desa 1984 yang gagal

Wawancara mendalam