Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

99
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN JANIN Sampai saat ini, riset-riset obstetri komtemporer difokuskan pada fisiologi dan patofisiologi janin, perkembangan dan linkungannya. Akibat langsung yang penting dari riset-riset ini adalah bahwa status janin telah ditingkatkan menjadi seorang pasien yang sebagian besar dapat diberikan perlakuan yang sama seperti yang diberikan dokter kebidanan kepada wanita hamil. Dalam perkembangannya, semakin tampak bahwa konseptus adalah suatu kekuatan dinamis dalam unit kehamilan. Secara umum, organisme maternal berespons secara pasif terhadap sinyal- sinyal yang berasal dari jaringan mudigah-janin dan ekstraembrionik. Kontribusi konseptus terhadap implantasi, pengenalan kehamilan oleh ibu, penerimaan konseptus secara imunologis, fungsi endokrin, nutrisi dan persalinan sangatlah besar dan mutlak diperlukan agar kehamilan berhasil. Dalam hal ini akan dibahas teknik-teknik yang digunakan untuk mengevaluasi kesejahteraan atau kesehatan janin secara lebih rinci. Anormali, trauma dan penyakit yang mempengaruhi janin dan neonatus telah dibahas secara rinci. PENENTUAN USIA GESTASI Beberapa istilah yang berbeda digunakan untuk mendefinisikan lamanya kehamilan (usia janin), tetapi istilah-istilah ini

description

A

Transcript of Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

Page 1: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN JANIN

Sampai saat ini, riset-riset obstetri komtemporer difokuskan pada fisiologi dan

patofisiologi janin, perkembangan dan linkungannya.

Akibat langsung yang penting dari riset-riset ini adalah bahwa status janin telah

ditingkatkan menjadi seorang pasien yang sebagian besar dapat diberikan perlakuan yang

sama seperti yang diberikan dokter kebidanan kepada wanita hamil. Dalam

perkembangannya, semakin tampak bahwa konseptus adalah suatu kekuatan dinamis

dalam unit kehamilan. Secara umum, organisme maternal berespons secara pasif terhadap

sinyal-sinyal yang berasal dari jaringan mudigah-janin dan ekstraembrionik. Kontribusi

konseptus terhadap implantasi, pengenalan kehamilan oleh ibu, penerimaan konseptus

secara imunologis, fungsi endokrin, nutrisi dan persalinan sangatlah besar dan mutlak

diperlukan agar kehamilan berhasil.

Dalam hal ini akan dibahas teknik-teknik yang digunakan untuk mengevaluasi

kesejahteraan atau kesehatan janin secara lebih rinci. Anormali, trauma dan penyakit

yang mempengaruhi janin dan neonatus telah dibahas secara rinci.

PENENTUAN USIA GESTASI

Beberapa istilah yang berbeda digunakan untuk mendefinisikan lamanya kehamilan (usia

janin), tetapi istilah-istilah ini agak membingungkan. Usia gestasi atau menstruasi adalah

waktu yang berlalu sejak hari pertama menstruasi terakhir, suatu masa yang sebenarnya

mendahului konsepsi. Patokan awal ini, yang biasanya sekitar 2 minggu sebelum ovulasi

dan fertilisasi dan hampir 3 minggu sebelum implantasi blastokista, secara tradisional

digunakan karena sebagian besar wanita mengingat menstruasi terakhir mereka tetapi

tidak mengetahui kapan mereka terakhir berovulasi, walaupun dengan semakin

meningkatnya pemakaian terapi infertilitas hal ini sedikit banyak sudah berubah. Namun,

para ahli embriologi menjelaskan perkembangan mudigah-janin dalam hitungan hari atau

minggu sejak waktu ovulasi (usia ovulasi) atau konsepsi (usia pascakonsepsi)-dua yang

disebut terakhir hampir identik.

Pada suatu kehamilan, dokter kebidanan biasanya menghitung usia gestasi

berdasarkan usia menstruasi. Secara rata-rata waktu yang berlalu antara hari pertama

Page 2: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

menstruasi terakhir sampai lahirnya janin adalah 280 hari atau 40 minggu; 280 hari sama

dengan 9 1/3 bulan kalender, atau 10 satuan yang terdiri dari 28 hari. Satuan 28 hari

tersebut, secara umum disebut sebagai bulan lunar kehamilan meskipun sebenarnya

kurang tepat; sebenarnya, waktu antara satu bulan purnama ke bulan pernama berikutnya

adalah 29,5 hari. Untuk secara cepat memperkirakan tanggal berakhirnya suatu

kehamilan yang didasarkan pada siklus menstruasi dapat digunakan cara berikut:

tambahkan 7 hari ke hari pertama menstruasi terakhir dan kurangi 3 bulan. Sebagai

contoh, apabila hari pertama menstruasi terakhir adalah 8 Juni, tanggal perkiraan

persalinan (berakhirnya kehamilan) adalah 06/08 + 7 (hari) – 3 (bulan) = 15/03 (15

Maret) tahun berikutnya, banyak wanita sekarang sudah menjalani pemeriksaan

ultrasonografi pada trimester pertama atau awal trimester kedua untuk memastikan usia

gestasi, dan perkiraan sonigrafik ini biasanya beberapa hari lebih lambat daripada yang

ditentukan berdasarkan menstruasi terakhir. Untuk memperbaiki ketidakpastian ini – dan

untuk mengurangi jumlah kehamilan yang didiagnosis sebagai kehamilan postmatur –

sebagian pihak yang berwenang menyarankan bahwa lama kehamilan rata-rata dianggap

283 hari dan bukan 280 sehingga menstruasi terakhir ditambah 10 hari bukan 7 (Olsen

dan Clausen, 1998).

Periode gestasi juga dapat dibagi menjadi tiga satuan yang masing-masing terdiri

dari tiga bulan kalender, atau tiha trimester, karena tonggak-tonggak penting obstetri

dapat dengan mudah ditentukan dengan trimester. Sebagai contoh, kemungkinan abortus

spontan terutama terbatas pada trimester pertama, sedangkan kemungkinan bayi yang

lahir prematur untuk bertahan hidup sangat meningkat pada kehamilan yang berhasil

mencapai trimester ketiga.

Page 3: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

PERTUMBUHAN MORFOLOGIS

OVUM, ZIGOT, DAN BLASTOKISTA. Selama 2 minggu pertama setelah ovulasi,

dapat diidentifikasi sejumlah fase perkembangan yang terjadi berturut-turut :

1. Ovulasi

2. Fertilisasi ovum

3. Pembentukan blastokista bebas

4. Implantasi blastokista

Vili korionik primitif berkembangnya segera setelah implantasi. Dengan terbentuknya

vili korionik, prduk konsepsi sebaiknya tidak disebut sebagai ovum yang telah dibuahi,

atau zigot, melainkan sebagai mudigah.

MUDIGAH.

Periode embrionik dimulai sejak awal minggu ketiga setelah ovulasi / fertilisasi, yang

bersamaan dengan waktu perkiraan menstruasi berikutnya seharusnya dimulai. Sebagian

besar uji kehamilan yang mengukur gonadotropin korionik manusia akan memberi hasil

positif pada saat ini, dan lempeng embrionik sudah terbentuk sempurna. Tangkai tubuh

(body stalk) berdiferensiasi; kantung korion berdiameter sekitar 1 cm . terdapat ruang

antar-vilus sejati yang mengandung darah ibu dan vilus yang berisi mesoderm korion

angioblastik.

Pada akhir minggu keempat setelah ovulasi, kantung korion berdiameter 2 sampai 3

cm, dan mudigah memiliki panjang sekiatr 4 sampai 5 mm. pembentukan sekat pada

jantung primitif dimulai pada pertengahan minggu keempat. Tampak tonjolan bakal

lengan dan tungkai, dan amnion mulai mengeluarkan tungkai tubuh yang kemudian

menjadi tali pusat.

Pada akhir minggu keenam setelah fertilisasi, mudigah memiliki panjang 22 sampai

24 mm, dan kepala cukup besar dibandingkan dengan badan. Jantung sudah terbentuk

lengkap. Jari tangan dan kaki sudah terbentuk, dan lengan menekuk di siku. Bibir atas

telah lengkap dan telinga luar membenttuk tonjolan definitif di kedua sisi kepala.

JANIN. Akhir periode mudigah dan awal periode janin ditentukan secara tegas oleh

sebagian besar ahli embriologi terjadi 8 minggu setelah fertilisasi, atau 10 minggu setelah

Page 4: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

awitan menstruasi terakhir. Pada saat ini mudigah-janin memiliki panjang hampir 4 cm.

sedangkan besar perkembangan paru belum terjadi, tetapi beberapa struktur tubuh utama

sudah terbentuk setelah waktu ini. Perkembangan selama periode gestasi janin terdiri dari

pertumbuhan dan pematangan struktur-struktur yang telah terbentuk pada masa mudigah.

GESTASI 12 MINGGU. Pada akhir minggu ke-12 kehamilan, saat uterus biasanya

teraba tepat di atas simfisi pubis, maka panjang ubun-ubun-bokong (crown-rump length)

janin adalah 6 sampai 7 cm. Pusat-pusat osifikasi telah tanpak pada sebagian besar tulang

janin, dan jari tangan dan kaki telah mulai berdiferensiasi. Kulit dan kuku telah tumbuh

dan disana-sini muncul bakal rambur; genetalia eksterna telah mulai memperlihatkan

tanda-tanda definitif jenis kelamin pria atau wanita. Janin mulai melakukan gerakan

spontan.

GESTASI 16 MINGGU. Pada akhir minggu ke-16, panjang ubun-ubun-bokong telah

mencapai 12 cm dan beratnya 110 kg. jenis kelamin telah dapat ditentukan dengan tepat

oleh pemeriksa yang berpengalaman melalui inspeksi genetalia eksterna pada minggu

(menstruasi) ke-14.

GESTASI 20 MINGGU. Akhir minggu ke-20 merupakan titik pertengahan kehamilan

sesuai perkiraan dari awal menstruasi normal terakhir. Berat janin mulai meningkat

secara linier. Kulit janin mulai kurang transparan, lanugo halus menutupi seluruh

tubuhnya, dan mulai tumbuh beberapa rambut kepala.

GESTASI 24 MINGGU. Pada akhir minggu ke-24, janin memiliki berat sekitar 630 g.

Kulit memperlihatkan keriput yang khas, dan mulai terjadi penimbunan lemak. Kepala

masih relatif cukup besar; bulu mata dan alis biasanya sudah dapat dikenali. Periode

kanalikular perkembangan paru, yaitu saat bronkus dan bronkiolus membesar dan duktus

alveolaris terbentuk, sudah hampir selesai. Janin yang lahir pada periode ini akan

berusahan bernapas, tetapi sebagian besar akan meninggal karena sakus terminalis – yang

dibutuhkan untuk pertukaran gas – belum terbentuuk.

Page 5: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

GESTASI 28 MINGGU. Pada akhir minggu ke-28, panjang ubun-ubun – bokong adalah

sekitar 25 cm dan berat janin sekitar 1100 g. Kulit tipis, merah, dan ditutupi oleh verniks

kaseosa. Membran pupil baru lenyap dari mata. Bayi yang lahir pada waktu ini dapat

menggerakkan ekstremitasnya dengan cukup energik dan menangis lemah. Bayi normal

yang lahir pada usia ini memiliki kemungkinan 90 persen untuk bertahan hidup.

GESTASI 32 MINGGU. Pada akhir minggu ke-32 gestasi, janin memiliki panjang

ubun-ubun- bokong sekitar 28 cm dan berat sekitar 1800 g. Permukaan kulit masih

meraha dan berkeriput. Tanpa adanya keadaan penyulit, bayi yang lahir pada periode ini

biasanya akan bertahan hidup.

GESTASI 36 MINGGU. Pada akhir minggu ke-36 gestasi, rata-rata panjang ubun-ubun

– bokong janin adalah 32 cm dan berat sekitar 2500 g. Karena pengendapan lemak

subkutis, tubuh menjadi lebih bulat, dan gambaran keriput di wajah yang sebelumnya ada

telah menghilang. Bagi bayi yang lahir pada waktu ini memiliki kemungkinan yang

sangat baik untuk bertahan hidup dengan perawatan yang benar.

GESTASI 40 MINGGU. Aterm dicapai pada mingguke-40 dari awitan menstruasi

terakhir. Pada waktu ini, janin sudah berkembang sempurna, dengan gambarankhas

neonatus yang akan dijelaskan berikut ini. Rata-rata panjang ubun-ubun – bokong janin

aterm adalah sekitar 36 cm, dan berat sekitar300 g, dengan variasai yang akan dibahas

kemudian.

PANJANG JANIN. Karena panjang tungkai bervariasi dan kesulitan mempertahankan

tungkai dalam keadaan ekstensi, pengukuraan yang merujuk kepada tinggi duduk (ubun-

ubun sampai bokong) lebih akurat daripada pengukuran yang merujuk kepada tinggi

berdiri. Rata-rata tinggi duduk dan berat janin pada akhir setiap bulan telah diukur oleh

Streeter (1920) dari 704 spesiment. Angka-angka ini serupa dengan angka-angka yang

diperoleh dari peneletian terkini, dan diperlihatkan pada Tabel 7-1. Angka angka ini

adalah perkiraan, tetapi secara umum, panjang badan adalah kriteria penentuan usia

gestasi yang lebih kaurat daripada berat.

Page 6: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

BERAT NEONATUS. Di Amerika Serikat, rata-rata berat lahir bayi cukup bulan adalah

3000 sampai 3600 g, bergantung pada ras, status ekonomi orang tua, ukuran tubuh orang

tua, paritas ibu, dan ketinggian; anak laki-laki sekitar 100 g (3 ons) lebih berat daripada

anak perempuan. Selama paruh kedua kehamilan, berat janin meningkat secara linier

seiring waktu sampai sekitar minggu ke-37 gestasi, kemudian laju sedikit banyak

melambat. Penentu utama pertumbuhan janin menjelang akhir kehamilan sebagian besar

berkaitan dengan faktor-faktor yang dipengaruhi oleh status sosialekonomi ibu, seperti

diet, merokok, atau penyalahgunaan obat terlarang. Secara umum, semakin rendah

keadaan sosioekonomi, semakin lambat laju pertumbuhan janin pada akhir kehamilan.

Kadang-kadang dijumpai berat lahir yang lebih dari 5000 g , tetapi banyak kisah

mengenai bayi raksasa yang jauh melebihi angka ini didasarkan pada kabar burung atau

ketidakakuratan pengukuran. Diperkirakan bayi terbesar yang tercatat di dalam literatur

kedokteran adalah yang dilaporkan oleh Belcher (1961), seorang bayi perempuan lahir

mati dengan berat 11,340 g (25 lb). namun bayi aterm sering memiliki berat kurang dari

3200 g, dan kadang-kadang hanya 2250 g (5 lb) atau bahkan lebih kecil. Dahulu apabila

berat lahir 2500 g atau kurang, bayi biasanya diklasifikasikan sebagai prematur,

walaupun pada sebagian kasus berat lahir yang rendah bukan disebabkan oleh kelahiran

prematur tetapi oleh gangguan pertumbuhan.

KEPALA JANIN. Dari sudut pandang obstetri, ukuran kepala janin merupakan hal

penting karena ciri kepala janin terhadap tulang panggul ibu. Pada usia kehamilan aterm,

wajah hanya merupakan sebagian kecil dari kepala; sisanya adalah tengkorak padat, yang

terdiri dari dua tulang frontalis, dua tulang parientalis, dan dua tulang temporalis,

bersama dengan bagian atas tulang oksipitalis dan sayap stenoid.

Tulang-tulang ini tidak sepenuhnya menyatu, tetapi dipisahkan oleh ruang

membranosa yang disebut sutura. Sutura yang paling penting adalah sutura frontalis,

yang terletak antara dua tulang frontalis, sutura sagitalis, di antara dua tulang parientalis;

dua sutura koronaria, diantara tulang frontalis, yang terletak antara batas posterior tulang

parientalis dan batas atas tulang oksipitalis. Pada presentasi puncak kepala, semua sutura

dapat teraba saat persalinan kecuali sutura temporalis, yang terletak di kedua sisi antara

Page 7: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

batas inferior tulang parientalis dan batas superior tulang termporalis, yang tertutup oleh

bagian lunak dan tidak dapat diraba pada janin hidup.

Apabila beberapa sutura bertemu, maka terbentuk ruang ireguler, yang ditutupi oleh

suatu membran yang disebut sebagai ubun-ubun (frontanel). Tiga ubun-ubun yang paling

penting secara klinis adalah ubun-ubun yang paling penting secara klinis adalah ubun-

ubun mayor, minor dan temporalis. Ubun-ubun mayor (besar) atau anterior (depan)

adalah suatu ruang berbentuk kelah ketupat yang terletak di pertemuan antara sutura

sagitalis dan sutura koronaria. Ubun-ubun minor (kecil) atau posterior (belakang) adakah

daerah kecil berbentuk segi-segi di perpotongan antara sutura sagitalis dan sutura

lambdoidea. Keduanya dapat mudah diraba saat persalinan. Lokalisasi ubun-ubun ini

memberi informasi penting mengenai presentasi dan posisi janin. Ubun-ubun temporalis

atau ubun-ubun casserian, yang terletak di pertemuan antara sutura lamdoidea dan sutura

temporalis, tidak memiliki manfaat diagnostik.

Pada kepala neonatus biasanya dilakukan pengukuran beberapa diameter dan

lingkar tertentu yang penting. Diameter-diameter yang paling sering digunakan beserta

panjang rata-ratanya adalah sebagai berikut :

1. Diameter oksipitofrontal (11,5 cm), yang mengikuti garis yang berjalan dari titik tepat

diatas pangkal hidung ke bagian yang paling menonjol dari tulang oksipitalis.

2. Diameter biparientalis (9,5 cm), garus tengah tansversal paling panjang pada kepala,

yang berjalan dari satu tulang parientalis ke tulang parientalis lainnya.

3. Diameter bitemporalis (8,0 cm), jarak terjauh antara dua sutura temporalis.

4. Diameter oksipitomentalis (12,5 cm), dari dagu ke bagian paling menonjol dari

oksiput.

5. Diameter suboksipitobragmatikus (9,5 cm), yang mengikuti garis yang ditarik dari

bagian tengah ubun-ubun besar ke permukaan bawah tulang oksipitalis tepat

dipertemukan tulang ini dengan leher.

Lingkar terbesar di kepala, yang sesuai dengan bidang diameter oksipitofrontalis,

berukuran rata-rata 34,5 cm, suatu ukuran yang terlalu besar untuk masuk ke panggul

tanpa fleksi. Lingkar terkecil yang sesuai dengan bidang diameter

suboksipitobregmatikus, adalah 32 cm. biasanya bayi berkulit putih memiliki kepala lebih

besar daripada bayi bukan berkulit putih; bayi laki-laki sedikit lebih besar daripada bayi

Page 8: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

perempuan; dan bayi dari wanita multipara memiliki kepala lebih besar daripada nulipara.

Tulang-tulang kranium dalan keadaan normal dihubungkan hanya oleh sebuah lapisan

tipis jaringan fibrosa yang memungkinkan masing-masing tulang bergeser atau saling

tumpang tindih untuk mengakomodasi ukuran dan bentuk panggul ibu. Proses yang

berlangsung intrapartum ini disebut moulage. Karena mobilitas tulang tengkorak

bervariasi dan presentasi relatif kepala janin terhadap panggul juga bervariasi, maka

bentuk kepala neonatus juga dapat bervariasi. Posisi kepala dan tingkat penulangan

tengkorak menghasilkan spektrum plastisitas kranium dari minimum sampai maksimum

dan pada beberapa kasus, jelas menimbulkan disproporsi fetopelvik (FPD), suatu indikasi

utama seksio sesarea.

OTAK JANIN. Terdapat perubahan gestasional terkait usia secara terus menerus pada

penampakan dan fungsi otak janin. Dengan demikian, kita dapat mengidentifikasi usia

janin secara lebih tepat dari penampakan luarnya saja (Dolman, 1977). Mielinisasi akar

ventral saraf-saraf serebrospinalis dan batang orak dimulai pada sekitar 6 bulan, tetapi

sebagian terbesar mielinisasi terjadi setelah lahir. Kurangnya mielin dan belum

sempurnanya osifikasi tengkorak janin menyebabkan struktur otak dapat dilihat dengan

ultrasonografi sepanjang gestasi.

SISTEM KOMUNIKASI FETO-MATERNAL : SISI PLASENTA

Penyaluran oksigen dan beragam zat gizi dari ibu kepada janin, dan sebaliknya

penyaluran karbondioksida dan zat sisa metabolik lainnya dari janin kepada ibu,

dilaksanakan oleh komponen nutritif sisi plasenta pada sistem komunikasi feto-maternal.

Plasenta adalah organ penyalur antara ibu dan janin. Plasenta dan, pada tingkatyang lebih

kecil, membran-membran yang melekat padanya, menyalurkan semua bahan yang

diperlukan untuk pertumbuhan dan produksi energi janin sekaligus mengeluarkan produk

katabolisme janin.

Tidak terdapat komunikasi langsung antara darah janin-yang terdapat di dalam kapiler

janin pada ruang intravilus vilus korionik-dengan darah ibu-yang tetap berada di ruang

antarvilus. Salah satu pengecualian terhadap diktum ini adalah adanya kerusakan yang

kadang-kadang terjadi di vili korionik sehingga eritrosit dan leukosit janin, dalam jumlah

Page 9: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

bervariasi, lolos ke dalam sirkulasi ibu. Kebocoran inilah yang merupakan mekanisme

yang menyebabkan sebagian wanita rhesus negaitf tersensitisasi oleh eritrosit janin

mereka yang memiliki rhesus positif. Namun, selain kebocoran yang terjadi sesekali

tersebit, tidak terdapat pencampuran konstituen makromolekul besar-besaran antara

kedua sirkulasi ini. Dengan demikian, penyaluran zat dari ibu kepada janin dan dari janin

kepada ibu terutama bergantung pada proses-proses yang memungkinkan atau

mempermudah transpor zat semacam itu melalui sinsitiotrofoblas vili korionik yang utuh.

RUANG ANTARVILUS: DARAH IBU.ruang antarvilus adalah kompartemen biologis

utama pada transfer feto-maternal. Darah ibu dikompartemen ekstravaskular ini secara

langsung membasahi trofoblas. Zat-zat yang dipindahkan dari ibu ke janin pertama kali

masuk ke ruang antarvilus untuk kemudian diangkut ke sinsitiotrofoblas. Zat-zat yang

dipindahkan dari janin ke ibu disalurkan dari sinsitium ke dalam ruang yang sama. Proses

pemindahan ini memberikan oksigen serta nutrien kepada janin dan merupakan suatu

cara untuk mengeliminasi produk sisa metabolik. Dengan demikian, vili korionik dan

ruang antarvilus bersama-sama berfungsi sebagai paru, saluran cerna dan ginjal bagi

janin.

Meski fungsi ginjal berkembang secara bertahap, pembentukan urin janin dimulai

pada awal kehamilan dan urin janin membentuk sebagian besar cairan amnion setelah

minggu ke-16. Pada minggu ke-22, urin yang diproduksi rata-rata adalah 2,2 ml/jam,

meningkat menjadi 10 ml/jam pada minggu ke-30 dan 50 ml/jam pada saat aterm (Kurjak

dkk, 1981).

Volume residual ruang antarvilus pada plasenta aterm adalah sekitar 140 ml;

namun, volume normal ruang antarvilus sebelum persalinan mungkin dua kali lipat dari

angka ini (Aherne dan Dunnill, 1966). Aliran darah uteroplasenta menjelang aterm telah

diperkirakan sekitar 700 sampai 900 ml/mnt, dan sebagian besar darah tampaknya

mengalir ke ruang antarvilus.

Kontraksi kuat uterus saat persalinan aktif menyebabkan penurunan aliran darah ke

dalam ruang antarvilus, dengan derajat penurunan yang sangat bergantung padan

intensitas kontraksi. Tekanan daah di dalam ruang antarvilus secara signifikan lebih

rendah daripada tekanan arteri uterus, tetapi sedikit lebih besar daripada tekanan vena

Page 10: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

uterus. Tekanan vena uterus, sebaliknya bervariasi bergantung pada beberapa faktor,

termasuk posisi ibu. Sebagai contoh, dalam keadaan telentang, tekanan di bagian bawah

vena kava inferior meningkat; akibatnya pada posisi ini tekanan di vena uterus dan

ovarium serta di ruang antarvilus meningkat. Peningkatan tekanan antarvilus yang lebih

besar mungkin terjadi apabila wanita hamil tersebut berdiri.

KAPILER JANIN DI RUANG INTRAVILUS: DARAH JANIN. Tekanan hidrostatik

pada kapiler janin yang berjalan di vili korionik mungkin tidak banyak berbeda dari

tekanan di ruang antarvilus. Saat persalinan normal, peningkatan tekanan darah janin

harus sejajar dengan tekanan di cairan amnion dan ruang antarvilus. Apabila tidak,

kapiler di vili korionik akan kolaps dan aliran darah janin ke plasenta akan terhenti.

TRANSFER PLASENTA

VILI KORIONIK. Zat-zat yang berpindah dari darah ibu ke darah janin harus melewati

(1) sinsitiotrofoblas, (2) stroma ruang antarvilus, dan (3) dinding kapiler janin. Walaupun

memisahkan darah di sirkulasi ibu dan bayi, sawar histologis ini tidak berperilaku

seragam selayaknya sawar fisik biasa. Sepanjang kehamilan, sinsitiotrofoblas secara aktif

atau pasif membolehkan, memeprmudah, dan menyesuaikan jumlah dan kecepatan

penyaluran berbagai zat ke janin. Setelah pertengahan kehamilan, jumlah sel Langhans,

atau sitotrofoblas, yang melapisi bagian paling dalam vilus berkurang, dan epitel vilus

kemudian terutama terdiri dari sinsitiotrofoblas. Dinding kapiler vilus juga semakin tipis,

dan jumlah pembuluh janin relatif meningkat di bandingkan dengan jaringan ikat vilus.

Perlu diingat bahwa dinding pembuluh permukaan plasenta janin, setelah bercabang-cang

dari arteri trunkal pembuluh korion, tidak mengandung sel otot polos. Sejumlah upaya

telah dilakukan untuk memperkirakan luas permukaan total vili korionik di plasenta

manusia pada kehamilan aterm. Dari pengukuran planimetrik yang dilakukan oleh

Aherne dan Dunnil (1966) terhadap luas permukaan vilus plasenta, jelas bahwa terdapat

korelasi erat antara luas permukaan plasenta dengan berat janin. Luas permukaan total

pada kehamilan aterm diperkirakan sekitar 10 m2.

Page 11: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

PENGENDALIAN PENYALURAN DI PLASENTA. Sinsitiotrofoblas adalah

permukaan jaringan janin pada sisi plasenta dari sistem transpor (komunikasi) feto

maternal. Permukaan jaringan ini menghadap ke ibu ditandai oleh struktur mikrovilus

kompleks. Membran sel trofoblas yang menghadap ke janin (basal) adalah lokasi transfer

ke ruang intravilus tempat berjalannya kapiler janin. Kapiler janin merupakan tempat

tambahan untuk transpor dari ruang intravilus ke darah janin dan sebaliknya.

Dalam menentukan efektivitas plasenta manusia sebagai organ penyaluran, paling

tidak terdapat 10 variabel penting :

1. Konsentrasi zat yang bersangkutan di plasme ibu dan paa beberapa keadaan seberapa

kuat substrat tersebut berikatan dengan senyawa lain, misalnya protein pembawa.

2. Laju aliran darah ibu melintasi ruang antarvilus.

3. Luas daerah yang tersedia untuk pertukaran melewati epitel trofoblas vilus.

4. Sifat fisik sawar jaringan yang terletak di antara darah di ruang antarvilus dan di

kapiler janin, apabila zat yang bersangkutan disalurkan melalui proses difusi.

5. Kapasitas perangkat biokimiawi di plasenta untuk melakukan transfer aktif, misalnya

reseptor spesifik di membran plasme trofoblas, untuk setiap zat yang dipindahkan

secara aktif.

6. Jumlah zat yang dimetabolisasi oleh plasenta sewaktu penyaluran.

7. Daerah untuk pertukaran melewati kapiler janin di plasenta.

8. Konsentrasi zat dalam darah janin, di luar dari yang terikat.

9. Protein pembawa atau pengikat spesifik di sirkulasi ibu atau janin.

10. Laju aliran darah janin melalui kapiler vilus.

MEKANISME PENYALURAN. Sebagian besar zat dengan massa molekul kurang dari

500 mudah berdifusi menembus jaringan plasenta yang terletak di antara sirkulasi ibu dan

janin. Berat molekul jelas penting untuk menentukan laju penyaluran melalui difusi;

apabila semua hal lain setara, semakin kecil molekul, semakin cepat laju penyaluran.

Namun, difusi sederhana bukanlah satu-satunya mekanisme penyaluran senyawa

berberat molekul rendah. Sinsitiotrofoblas secara aktif mempermudah pemindahan

beragam senyawa kecil, terutama senyawa yang konsentrasinya di plasma ibu rendah

tetapi esensial bagi tumbuh-kembang normal janin. Difusi sederhana tampaknya

Page 12: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

merupakan mekanisme yang terlibat dalam penyaluran oksigen, karbondioksida, air dan

sebagian besar (tetapi tidak semua) elektrolit. Gas anestetik juga cepat melewati plasenta

melalui proses difusi sederhana.

Insulin, hormon steroid menembus plasenta tetapi dengan laju yang sangat lambat.

Hormon-hormon yang disintesis in situ di trofoblas masuk ke sirkulasi ibu dan janin,

tetapi jumlahnya tidak sama banyak. Sebagai contoh, konsentrasi ganodotropin korionik

dan laktogen plasenta di plasma janin jauh lebih rendah dari pada di plasma ibu. Zat-zat

yang berat molekulnya sangat tinggi biasanya tidak dapat melewati plasenta, tetapi

terdapat pengecualian penting, misalnya imunoglobulin gama G-dengan BM sekitar

160.000-yang dipindahkan melalui mekanisme yang diperantarai reseptor spesifik di

trofoblas.

PENYALURAN OKSIGEN DAN KARBON DIOKSIDA. Dalam ulasannya yang

sangat baik mengenai transpor plasenta, Morris dkk, (1994) mengingat bahwa Mayow,

pada tahun 1674, pernah mengemukakan bahwa plasenta berfungsi sebagai paru janin.

Erasmus Darwin, pada tahun 1976, hanya 22 tahun setelah penemuan oksigen,

mengamati bahwa warna darah yang melewati paru dan insang menjadi merah terang. Ia

mengambil kesimpulan bahwa berdasarkan struktur serta posisinya, plasenta tampaknya

merupakan organ respiratorik untuk memberikan oksigen kepada janin.

Penyaluran karbon dioksida melaintas plasenta dibatasi oleh difusi. Namun,

penyaluran oksigen dibatasi oleh aliran darah, dan terdapat juga pembatasan-pembatasan

lain. Plasenta menyalurkan sekitar 8 ml O2/mnt/kg berat janin, dan karena simpanan

oksigen darah janin hanya cukup untuk 1 sampai 2 menit, penyaluran ini harus

berlangsung terus-menerus (Longo, 1991). Karena oksigen dari darah ibu terus menerus

mengalir di ruang antar vilus ke janin, saturasi oksigen darah ini hampir sama dengan

saturasi di kapiler ibu. Rata-rata saturasi oksigen darah di ruang antarvilus diperkirakan

adalah 65 sampai 75 persen, dengan tekanan parsial (PO2) sekitar 30 sampai 35 mmHg.

Saturasi oksigen darah vena umbilikalis juga setara, tetapi dengan tekanan parsial oksigen

sedikit lebih rendah.

Walaupun PO2, relatif rendah, janin dalam keadaan normal tidak menderita

kekurangan oksigen. Janin manusia mungkin berperilaku seperti janin domba, sehingga

Page 13: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

memiliki curah jantung persatuan berat tubuh yang lebih besar bermakna daripada orang

dewasa. Jurah jantung yang tinggi, meningkatnya kapasitas hemoglobin janin

mengangkut oksigen, dan, pada akhir kehamilan, konsentrasi hemoglobin yang lebih

tinggi daripada orang dewasa, efektif mengkonpensasi tekanan oksigen yang rendah

tersebut (lihat hal. 157). Bukti lain bahwa janin normal tidak menderita kekurangan

oksigen adalah dari pengukuran kandungan asam laktat darah janin, yang hanya sedikit

lebih tinggi daripada kandungan dalam darah ibu (Morriss dkk., 1994).

Secara umum, penyaluran karbon dioksida janin berlangsung melalui difusi.

Plasenta sangat permeabel terhadap karbon dioksida, yng melintasi vili korionik lebih

cepat daripada oksigen. Menjelang aterm, tekanan parsial karbon diaoksica (PCO2) di

arteri umbilikalis diperkirakan rata-rata adalah 48 mmHg, atau sekitar 5 mmHg lelbih

besar daripaa didarah ibu antarvilus. Darah janin memiliki afinitas terhadap karbon

dioksida yang lebih rendah daripada darah ibu, sehingga penyaluran karbon dioksida dari

janin ke ibu berlangsung lebih mudah. Hiperventilasi ringan oleh wanita hamil

menyebabkan turunnya PCO2 yang juga memudahkan penyaluran karbon dioksida dari

kompartemen janin ke dalam darah ibu.

PENYALURAN SELEKTIF DAN DIFUSI TERFASILITASI. Walaupun difusi

sederhana adalah metode penyaluran yang penting di plasenta, trofoblas dan unti vlus

korionik memperlihatkan selektivitas yang tinggi dalam menyalurkan zat-zat. Hal ini

menyebbkan konsentrasi berbagai metabolit di kedua sisi vilus sangat beragam.

Konsentrasi sejumlah zata yang tidak disintesis oleh janin adalah beberpa kali lebih

besar di darah janin daripada di darah ibu. Asam askorbat adalah contoh yang baik untuk

fenomena ini. Zat yang memiliki berat molekul relatif rendah ini mirip dengan gula

pentosa dan heksosa dan diperkirakan menembus plasenta dengan difusi sederhana.

Namun, konsentrasi asam askorbat dua sampai empat kali lebih besar di plasma janin

daripada di plasma ibu (Morris dkk., 1994). Penyaluran besi satu arah menembus

plasenta merupakan contoh lain dari transpor dan sekuestrasi zat-zat tertentu. Biasanya

besi terdapat dalam konsentrasi yang lebih rendah di plasma ibu hamil daripada di

janinnya; dan pada saat yang sama, kapasitas plasma ibu mengikat besi jauh lebih besar.

Page 14: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

Meski demikianl, besi disalurkan secara aktif dari plasma ibu ke plasma janin; dan di

janin manusia, jumlah yang disalurkan tampaknya tidak bergantung pada status besi ibu.

Kadang-kadang dijumpai infeksi pada janin yang disebabkan oleh virus, bakteri,

dan protozoa (Bab 39). Banyak virus, termasuk rubel, varisela, sitomegalovirus, dan virus

imunodefisiensi manusia (HIV) dapat melewati plasenta dan menginfesi janin. Sejumlah

bakteri, terutama treponema dan tuberkulosis; serta protozoa sepertai toksoplasma dan

plasmodium juga dapat menginfeksi janin. Pada infeksi protozoa dan bakteri – tetapitiadk

pada infeksi virus – hampir selalu dijumpai bukti-bukti histologis keterlibatan plasenta.

Walaupun jarang, sel-sel ganas yang berasal dari neoplasma pada ibu hamil dapat

disalurkan ke plasenta, janin, atau keduanya (Gilstrap dan Cunningham, 1996). Seperti

dibahas pada Bab 32 (hal. 945), sebagian besar kasus seperti ini terbatas di plasenta,

tetapi kadang-kadang keganasan sel hematopoietik atau melanoma maligna dapat beranak

sebar ke janin.

NUTRISI JANIN

Selama 2 bulan pertama kehamilan, mudigah hampir seluruhnya terdiri dari air; pada

tahap perkembangan janin selnajutnya, zat padat relatif lebih banyak terbentuk. Jumlah

air, lemak, nitrogen, dan mineral tertentu pada berbagai minggu gestasi disajikan di Tabel

7-3. Karena jumlay yolk pada ovum manusia kecil, maka pertumbuhan mudigah janin

sejak tahap perkembangan awal sangat bergantung pada nutrien yang dperoleh dari ibu.

Selama beberapa hari pertama setelah implantasi, nutrisi blastokista berasal dari cairan

interstisial endometrium dan jaringan ibu di sekitarnya. Dalam minggu berikutnya,

terbentuk bakal ruang antarvilus. Pada awalnya, bakal ini hanyalah berupa lakuna

yangterisi oleh darah ibu, tetapi selam minggu ketiga setelah fertilisasi; muncul pembuluh

darah janin di vili korionik. Selama mingg keempat, terbentuk sistem kariovaskular

sehingga terciptalah sirkulasi yang sejati, baik di dalam mudigah maupun antara mudigah

dan vili korionik.

Intinya, makanan ibu menyediakan semua nutrien yang kemudian disalurkan ke

janin. Makanan yang tertelan diubah menjadi bentuk-bentuk simpanan yang dapat

disediakan secara terus menerus dengan tertur, untuk memenuhi kebutuhan energi,

perbaikan jaringan dan pertumbuhan baru, termasuk kebutuhan ibu untuk kehamilannya.

Tiga depo penyimpanan utama pada ibu: hati, otot, dan jaringan lemak serta hormon

Page 15: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

insulin simpanan, berperan penting dalam metabolisme nutrien yang diserap dari usus

ibu. Insulin ibu disekresikan sebagai respons terhadap berbagai senyawa yang dibebaskan

selama pencernaan dan penyerapan. Sekresi insulin dipertahankan oleh meningkatnya

kadar glukosa dan asam amino serum. Efek akhirnay adalah peyimpanan glulosa sebagai

glikogen terutama di hati dan otot, retensi sebagian asam amino sebagai protein, dan

peynimpanan kelebihannya sebagai lemak. Penyimpanan lemak ibu memuncak pada

trimester kedua, dn kemudian menurun seiring dengan meningkatnya kebutuhan jenan

pada akhir kehamilan (Pipe dkk., 1979).

Selama puasa, glukosa dibebaskan dari glikeon, tetapi simpanan glikogen ibu tidak

banyak dan tidak dapat menyediakan glukosa dalam jumlah memadai untuk memenuhi

kebutuhan energi ibu dan pertumbuhan janin. Namun, penguraian triasilgliserol yang

disimpan di jaringan lemak, memberikan energi kepada ibu dalam bentuk asam lemak

bebas. Terjadi pengaktifan liplisis – secar alangsung atau tidak langsung – oleh sejumlah

hormon, termasuk glukogon, norepinefrin, laktogen plasenta (hPL), glukokortikosteroid,

dan tiroksin.

GLUKOSDAN PERTUMBUHAN JANIN. Janin tidak mendapat pasokan glukosa

secara kontinu, dan kadar glukosa plasma ibu dapat bervariasi sampai 75 persen.

Walaupun janin cukup bergantung pada ibu untuk nutrisinya, janin bukanlah parasit yang

pasif melainkan aktif ikut serta menyediakan nutrisi untuk dirinya. Pada pertengahan

kehamilan, konsentrasi glukosa janin tidak bergantung pada ibu bahkan dapat melebihi

kadar ibu (Bozzeti dkk., 1998).

Glukosa adalah nutrien utama untuk pertumbuhan dan energi janin. Cukup masuk

akal bila selama kehamilan terdapat mekanisme untuk meminimalkan pemakaian glukosa

oleh ibu, sehingga pasokan ibu yang terbatas dapat diberikan kepada janin. Diperkirakan

bahwa laktogen plasenta (hPL), suatu hormon yang normalnya banyak terdapt di ibu

tetapi tidak di janin, menghambat peneyrapan dan pemakaian glukosa di jaringan perifer,

sementara itu juga meningkatkan mobilisasi dan pemakaian asam lemak bebas oleh

jaringan ibu (Bab 6, hal. 122). Namun, baik hPL maupun hormon pertumbuhan

tampaknya tiak mutlak dibutuhkan untuk mencapai hasil kehamilan normal.

Page 16: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

TRANSPOR GLUKOSA. Penyaluran D-glukosa menembus membran sel dilakukan

oleh proses difusi terfasilitsi (facilitated diffusion) yang tidak terkonsentrasi,

stereospesifik, dan diperntarai oleh suatu pembawa (carrier). Telah ditemukan enam

protein pengangkut glukosa (GLUT) yang berbeda. Keenam protein ini termasuk dalam

superfamilia 12-transmembrane segment transporter dan lebih lanjut ditandai oleh

distribusinya yang spesifik-jaringan (Bab 29, hal. 827). Protein pengangkut D-glukosa,

GLUT-1, dan GLUT-3, telah diidentifikasi di membran plasma (mikrovili)

sinsitiotrofoblas manusia. Ekspresi GLUT-1 tampak menonjol di plasenta manusia,

meningkat seiring dengan perkembangan kehamilan, dan diinduksi oleh hampir semua

faktor pertumbuhan (Sakata dkk., 1995). GLUT-3 juga banyak diekspresikan di plasenta

manusia, terutama di sinsitiotrofoblas (Hahn dkk., 1995).

Cukup banyak penelitian yang difokuskan paa nutrisi ibu dan efeknya paa tumbuh-

kemban janin. Ukuran besarnya janin tidak saja merupakan fungsi dari usia janin, tetapi

juga menggambarkan efisiensi transpor nutrien, ketersediaan nutrien, dan sejumlah

kofaktor lain. Sebagai contoh, pada wanita hamil pengidap diabetes tanpa komplikasi

vaskular yang signifikan, janin mungkin lebih besar daripada normal karena tingginya

kadar glukosa ibu dan penyaluran yang efisien. Sebaliknya, apabila terjadi kelainan

vaskular berat sebagai penyulit diabetesnya, janin mungkin lebih kecil daripada normal

karena terjadi gangguan penyaluran (Bab 29, hal. 835).

GLUKOSA, INSULIN, DAN MAKROSOMIA JANIN. Proses biomolekuler yang

pasti pada patofisiologi makrosomia janin masih belum diketahui. Bagaimanapun,

tampaknya jelas bahwa hiperinsulinemia janin merupakan salah satu faktor pendorong

(Schwartz dkk., 1994). Seperti dibahas pada Bab 29 (hal. 829), faktor pertumbuhan mirip

insulin (insulin-lie growth factor, IGF-I), serta faktor pertumbuhan fibroblas (fibroblast

growth factor, FGF-2), juga terlibat (Guideice dkk., 1995; Hill dkk., 1995). Dengan

demikian, keadaan hiperinsulinemia disertai peningkatan kadar faktor pertumbuhan

tertentu, dan peningkatan ekspresi protein GLUT di sinsitiotrofoblas, mungkin

menyebabkan pertumbuhan janin yang berlebihan.

Page 17: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

LAKTAT. Zat ini juga disalurkan melewati plasenta melalui proses difusi terfasilitasi.

Melalui kotranspor dengan ion hidrogen, laktat mungkin disalurkan sebagai asam laktat.

ASAM LEMAK BEBAS DAN TRIGLISERIDA. Diantara sesama neonatus mamalia,

neonatus manusia memiliki proporsi lemak yangbesar, yaitu rata-rata 15 persen dari berat

tubuh (Kimura, 1991). Ini menunjukkan bahwa menjelang akhir kehamilan, cukup

banyak zat yang disalurkan ke janin manusia kemudian disimpan sebagai lemak. Lemak

netral (triasilgliserol) tidak dapat menembus plasenta, tetapi gliserol dapat. Mungkin

sebagian besar asam lemak menembus plasenta melalui difusi sederhana. Selain itu,

asam-asam lemak juga disentesis di plasenta. Lipoprotein lipase dapat ditemukan di sisi

maternal plasenta tetapi tidak di sisis fetal. Susunan ini mengisyaratkan bahwa hidrolisis

triasilgliserol cenderungterjadi di ruang antarvilus ibu sedangkan lemak netral di darah

janin lebih dihemat. Asam-asam lemak yang disalurkan ke janin dapat diubah menjadi

triasilgliserol di hati janin.

Penyerapan dan pemakaian lipoprotein berdensitas rendah (LDL) oleh plasenta

disebut dalam Bab 6 (hal. 132) sebagai mekanisme alternatif untuk asimilasi asam lemak

esensial dan asam amino oleh janin. Partikel LDL dari plasma ibu berikatan dengan

reseptor LDL spesifik di area-area mikrovilus yang memiliki celah berselubung disisi

sinsitiotrofoblas yang menghasap ke ibu. Partikel LDL yang besar (sekitar 250.000) d)

diserap melalui proses endositosis yang diperantarai oleh reseptor.

Protein dan ester kolesterol dari LDL dihidrolisis oleh enzim-enzim lisosom di

sinsitium untuk menghasilkan:

1. Kolesterol untuk sintesisi pogesteron.

2. Asam amino bebas termasuk asam amino esensial.

3. Asam lemak esensial, terutama asam linoleat

Memang,konsentrasi asam arakidonat, yang disintesisi dari asam linoleat di plasma janin,

lebih besar daripada yang di plasma ibu. Asam linoleat (dan/atau asam arakidonat) harus

diasimilasi dari asupan makanan ibu.

Page 18: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

ASAM AMINO

Selain hidrolisis LDL, plasenta diketahui mengumpulkan sejumlah besar asam

amino di dalam sel-selnya (Lemons, 1979). Asam-asam amino netral dari plasma ibu

diserap oleh trofoblas melalui paling sedikit tiga proses spesifik. Diperkirakan asam-asam

amino dikonsentrasikan di sinsitiotrofoblas, dan kemudian dipindahkan ke sisi fetal

melalui difusi. Berdasarkan data dari sampel darah yang diambil melalui kordosentesis,

konsentrasi asam amino di plasma darah tali pusat lebih besar daripada di plasma vena

atu arteri ibu (Morriss dkk, 1994).

PROTEIN

Secara umum, sangat sedikit protein berukuran besar yang dapat menembus

plasenta. Terdapat beberapa pengecualian yang penting; sebagai contoh, imunoglobulin

G (IgG) menembus plasenta dalam jumlah besar, pengecualian lain adalah protein

peringkat-retinol.

Menjelang a term, IgG terdapat di dalam serum tali pusat dan serum ibu dalam

konsentrasi yang kira-kira sama, tatapi IgA dan IgM yang berasal dari ibu dikeluarkan

secara efektif dari janin, IgG dilakukan oleh reseptor ini melalui proses endositosisi

klasik. Peningkatan IgM dijanin dijumpai hanya setelah sistem imun janin dipicu oleh

infeksi pada tubuh janin untuk membentuk respons antibodi.

ION DAN LOGAM-LOGAM RENIK

Transpor iodida menembus plasenta jelas disebabkan oleh proses aktif yang

memerlukan energi dan diperantarai oleh pembawa (carrier); memang benar, plasenta

mengonsentrasikan iodida. Konsentrasi seng di plasma janin juga lebih besar daripada di

plasma ibu. Sebaliknya, kadar tembaga di plasma janin lebih rendah daripada kadar di

plasma ibu. Hal ini sangat menarik karena enzim-enzim penting yang dependen tembaga

diperlukan untuk perkembangan janin.

Page 19: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

SEKUESTRASI LOGAM BERAT OLEH PLASENTA

Protein pengikat logam berat, metalotionein-1, diekspresikan oleh sinitiotrofoblas

manusia. Protein ini mengikat (menyekuestarasi) sejumlah logam berat termasuk seng,

tembaga, timah, dan kadmium.

Sumber utama kadmium di lingkungan adalah asap rokok. Kadar kadmium dalam

darah ibu di plasenta meningkat apabila ibu merokok, tetapi tidak terjadi peningkatan

penyaluran kadmium ke janin. Konsentrasi kadmium di darah tali pusat lebih kecil

daripada di darah ibu, dan tidak ada atau hanya terdapat sedikit kadmium di hati atau

ginjal janin. Diperkirakan bahwa rendahnya kadar kadmium di janin disebabkan oleh

sekuestrasi (pengikatan) kadmium oleh metalotionein (metalotionein) di trofoblas. Hal ini

terjadi karena kadmium bekerja untuk meningkatkan transkripsi gen (-gen)

metalotionein; dan peningkatan kadar metalotionein di trofoblas yang dipicu oleh

kadmium ini menyebabkan penimbunan (sekuestrasi) kadmium di plasenta.

Metalotionein juga mengikat (mensekuestrasi) tembaga (Cu2+) di plasenta sehingga kadar

Cu2+ dalam darah tali pusat rendah. Sejumlah enzim mamalia memerlukan Cu2+, dan

defisiensi logam ini menyebabkan gangguan pembentukan ikatan saling kolagen

sehingga daya regang jaringan juga berkurang.

Konsentrasi kadmium dalam cairan amnion setara dengan konsentrasi di darah ibu.

Insidensi ketuban (amnion) pecah dini pada bayi prematur meningkat pada wanita yang

merokok. Diperkirakan bahwa kadmium memicu sintesis metalotionein di amnion,

sehingga terjadi sekuestrasi Cu2+ dan pseudodefisiensi tembaga.

KALSIUM DAN FOSFOR.

Zat-zat ini juga disalurkan secara akrif dari ibu ke janin. Di plasenta terdapat

protein pengikat kalsium. Parathyroid hormon-related protein (PTH-rP), seperti yang

diisyaratkan oleh namanya, bekerja sebagai “wakil” PTH di banyak sistem, termasuk

alam aktivitas adenilat siklase dan perpindahan Ca2+. Riwayat dan beberapa efek khusus

yang diperkirakan di lakukan oleh PTH-rP di endometrium/desidua dijelaskan pada Bab

4 (hal.77). pembentukan PTH-rP di plasenta di bahas pada Bab 6 (hal. 122), dan

kemungkinan peran zat ini dimiometrium dikutip pada Bab 11 (hal. 297). PTH-rP tidak

diproduksi oleh kelenjar paratiroid orang dewasa normal, tetapi diproduksi oleh

Page 20: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

paratiroid janin dan plasenta jaringan janin lain, khususnya ginjal. Lebih lanjut, PTH iya

ditemukan di plasma janin manusia, tetapi diproduksi oleh paratiroid janin dan plasenta

serta jaringan janin lain, khususnya ginjal. Lebih lanjut, PTH-rP. Karena itu, sebagian

orang menyebut PTH-rP sebagai parathormon janin (Abbas dkk., 1990). Seperti para

kelenjar paratiroid, di trofoblas juga terdapat reseptor yang mendeteksi Ca2+ (Juhlin dkk.,

1990). Ekspresi PTH-rP di sitotrofoblas diatur oleh konsentrasi Ca2+ ekstrasel (Hellman

dkk., 1992). Dengan demikian, PTH-rP yang disintesisi di desidua, plasenta, dan jaringan

janin lainnya mungkin penting dalam penyaluran dan homeostasis kalsium janin.

VITAMIN

Konsentrasi vitamin A (retinol) lebih besar di plasma janin daripada di plasma ibu.

Vitamin A di plasma janin terikat pada protein peringkat-retinol dan prealbumin. Protein

pengikat-retinol disalurkan dari kompartemen ibu menembus sinsitium. Transpor vitamin

C (asam askorbat) menembus plasenta dari ibu ke janin dilaksanakan oleh suatu proses

aktif yang dependen-energi dan diperantarai oleh pembawa (carrier). Kadar metabolit

utama vitamin D (kolekalsiferol), termasuk 1,25 dihidroksikolekalsiferol, lebih besar di

plasma ibu daripada di plasma janin. Proses 1 α-hidroksilasi dari 25-hidroksivitamin D3

diketahui berlangsung di plasenta dan didesidua.

FISIOLOGI JANIN

Cairan Amnion

Pada awakl kehamilan, cairan amnion adalah suatu ultrafiltrat plasma ibu. Pada

awal trimester kedua, cairan ini terutama terdiri dari cairan ekterasel yang berdifusi

melalui kulit janin sehingga mencerminkan komposisi plasma janin (Gilbert dan Brance,

1993). Namun, setelah 20 minggu, kornifikasi kulit janin menghambat difusi ini dan

cairanamnion terutam terdiri dari urin janin. Ginjal janin mulai memproduksi urin pada

usia gestasi 12 minggu, dan pada Minggu ke-18 memproduksi 7 sampai 14 ml urin per

hari. Urin janin mengandung lebih banyak urea, kreatinin, dan asam urat dibandingkan

plasma; selain itu, juga mengandung sel janin yang mengalami deskuamasi, verniks,

lanugo, dan berbagai sekresi. Karena zat-zat ini bersifat hipotonik, maka seiring dengan

bertambahnya usia gestsi, osmolalitas cairan amnion berkurang. Cairan parumemberi

Page 21: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

kontribusi kecil terhadap volume amnion keseluruhan, dan cairan yang tersaring melalui

plasenta berperan membentuk sisanya.

Volume cairan amnion pada setiap Minggu gestasi cukup berbeda-beda. Secara

umum, volume meningkat 10 ml per Minggu pada Minggu ke-8 dan meningkat

sampai 60 ml per Minggu pada Minggu ke-21, dan kemudian berkurang secara

bertahap hingga kembali ke kondisi mantap pada Minggu ke-33 (Brace dan Wolf,

1989). Dengan demikian, volume cairan amnion biasanya meningkat dari 50 ml

pada Minggu ke-12 menjadi 400 ml pada pertegahan kehamilan dan 1000 ml pada

kehamilan term (Gillibrand, 1969).

Cairan amnion berfungsi sebagai bantalan bagi janin, yang memungkinkan

perkembangan sistem muskuloskeletal dan melindungi janin dari trauma. Cairan

ini juga mempertahankan suhu dan memiliki fungsi nutrisi yang minimal. Faktor

pertumbuhan epidermis (epidermal growth factor, EGF) dan faktor pertumbuhan

mirip-EGF, misalnya transformng growth factor- α, terdapat di cairan amnion.

Ingesti cairan amnion ke dalam paru dan saluran cerna mungkin meningkatkan

pertumbuhan diferensiasi jaringan-jaringan ini melalui gerakan inspirasi dan

menelan cairan amnion. PTH-rP dan endotelin-1 juga terdapat di cairan amnion,

dan diperkirakan bahwa peptida-peptida ini mungkin terlibat dalam

perkembangan janin. Keduanya berfungsi sebagai faktor pertumbuhan di sel-sel

tertentu, dan in vitro, PTH-rP mendorong sintesisi surfaktan di pneumosit tipe II

(Rubin dkk., 1994).

Namun, fungsi yang lebih penting adalah mendorong pertumbuhan dan

perkembangan normal paru dan saluran cerna. Studi-studi terhadap hewan telah

membuktikan bahwa hipoplasia paru dapat terjadi dengan mengalirkan cairan

amnion, dengan mengikat trakea untuk mencegah “inhalasi” cairan di dalam paru,

dengan cara terus menerus mengeluarkan cairan paru melalui trakea, dan dengan

secara fisik mencegah gerakan toraks janin yang mirip gerakan bernapas (Adzick

dkk., 1984; Alcorn dkk., 1977). Dengan demikian, pembentukan cairan intraparu

dan keluar-masuknya cairan di paru oleh gerakan bernapas yang paling tidak sama

pentingnya, merupakan hal esensial bagi perkembangan paru. Dampak klinis

oligohidramnion dan hipoplasia paru dibahas pada bab 31 (hal. 917).

Page 22: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

Sirkulasi Janin.

Sirkulais ini secara mendasar berbeda dari sirkulasi dewasa. Sebagai contoh, karena

darah janin tidak perlu masuk ke pembuluh paru agar dapat teroksigenasi, maka

ke pembuluh paru agar dapat teroksigenasi, maka sebagian besar curah ventrikel

kanan tidak melewati paru. Oksigen dan zat gizi yang diperlukan untuk

pertumbuhan dan pematangan janin disalurkan ke janin dari plasenta oleh satu

vena umbilikalis sehingga tidak perlu diserap melalui saluran cerna (gambar 7-9).

Selain itu,bilik-bilik jantung janin bekerja secara pararel, bukan serial, sehingga

berhasil lebih banyak menyalurkan darah yang mengandung lebih banyak oksigen

ke otak dan jantung daripada ke bagian tubuh lainnya. Sirkulasi janin bersifat

unik, dan berfungsi baik samai saat kelahiran, saat sirkulasi tersebut dituntut

untuk berubah secara dramatis.

Darah teroksigenasi di salurkan ke janin oleh vena umbilikalis, yang masuk ke

abdomen melalui cincin umbilikus dan naik sepanjang dinding abdomen anterior

ke arah hepar. Vena ini kemudian bercabang menjadi duktus venosus dan sinus

portal. Duktus venosus adalah cabang utama vena umbilikalis yang melintasi

hepar untuk langsung masuk ke vena kava inferior. Karena tidak memasok

oksigen ke jaringan-jaringan yang dilaluinya, maka pembuluh ini membawa darah

yang mengandung banyak oksigen langsung ke jantung. Sebaliknya, sinus portal

mengangkut darah ke vena-vena hepartika yang terutama terletak di sisi kiri

hepar, tempat terjadinya ekstraksi oksigen. Darah dari hepar yang relatif

terdeoksigenasi kemudian mengalir kembali ke vena kava inferior terdiri dari

campuran darah mirip-darah arteri yang mengalir langsung melalui duktus

venosus dan darah kurang teroksigenasi yang kembali dari sebagian besar vena di

bawah diafragma. Oleh karena itu, kandungan oksigen dalam darah yang

disalurkan ke jantung dari vena kava inferior lebih rendah daripada dalam darah

yang meninggalkan plasenta.

Berbeda dengan kehidupan setelah lahir, ventrikel jantung janin bekerja secara

paralel, bukan serial. Darah yang cukup teroksigenasi masuk ke eventrikel kiri,

yang memasok jantung dan otak, dan darah yang kurang teroksigenasi masuk ke

Page 23: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

ventrikel kanan, yang memasok bagian tubuh sisanya. Kedua sirkulasi yang

terpisah ini dipertahankan oleh struktur atrium kanan, yang dengan efektif

mengarahkan darah yang masuk ke atrium kiri atau ventrikel kanan, bergantung

pada kandungan oksigennya ini dipermudah oleh pola aliran darah di vena kava

inferior. Darah yang cukup teroksigenasi cenderung berjalan di sepanjang sisi

lateral dinding pembuluh, sehingga darah ini mudah dialirkan ke sisi jantung yang

berlawanan. Apabila darah ini sudah masuk ke atrium, maka konfigurasi septum

antraratrium atas, yang disebut krista dividens, adalah sedemikian sehingga

konfigurasi tersebut mengalihkan darah yang cukup teroksigenasi baik dari sisi

medial vena kava inferior dan duktus venosus melalui foramen oval ke dalam

jantung (Dawes, 1962). Setelah jaringan-jaringan ini menyerap oksigen yang

diperlukan, maka darah yang kurang teroksigenasi kembali ke jantung kanan

melalui vena kava superior.

Darah kruang teroksigenasi yang berjalan di sepanjang dinding lateral vena kava

inferior masuk ke atrium kanan dan dibelokkan melalui katup trikuspid ke

ventrikel kanan. Vena kava superior berjalan di sebelah inferior dan anterior

sewaktu masuk ke atrium akan untuk memastikan bahwa darah yang kurang

teroksigenasi yang berasal dari otak dan tubuh bagian atas juga akan dialihkan

secara langsung ke ventrikel kanan. Demikian juga, ostium sinus koronarius

terletak tepat superior dari katup trikuspid sehingga darah kurang teroksigenasi

yang berasal dari jantung juga kembali ke ventrikel kanan. Akibat dari pola aliran

darah ini, maka saturasi darah di ventrikel kanan. Demikian juga, ostium sinus

koronarius terletak tepat superior dari katup trikuspid sehingga darah kurang

teroksigenasi yang berasal dari jantung juga kembali ke ventrikel kanan. Akibat

dari pola aliran darah ini, maka saturasi darah di ventrikel kanan 15 sampai 20

persen lebih rendah daripada darah di ventrikel kiri.

Bagian terbesar (87 persen) darah yang eluar dari ventrikel kanan kemudian

dialihkan melalui duktus arteriosus ke aorta desenden, resistensi vaskular paru

yang tinggi dan resistensi duktus arteriosus dan pembuluh umbilikus-plasenta

yang lebih rendah memastikan bahwa hanya sekitar 13 persen dari curah ventrikel

kanan (8 persen dari gabungan curah kedua ventrikel) mengalir ke paru (Titel,

Page 24: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

1992). Sepertiga darah yang melewati duktus arteriosus disalurkan ke tubuh, dan

curah ventrikel kanan sisanya kembali ke plasenta melalui dua arteri hipogastrika,

yang di distal menjadi arteri umbilikalis. Di plasenta, darah ini menyarap oksigen

dan nutrien lain, dan kemudian diedarkan kembali melalui vena umbilikalis.

Setelah lahir, dalam keadaan normal pembuluh umbilikus, duktus arteriosus,

foramen oval, dan duktus venosus mengalami konstruksi atau kolaps. Dengan

tertutupnya duktus arteriosus secara fungsional dan mengembangnya paru, maka

darah yang meninggalkan paru akan cenderung mengalir ke pembuluh paru untuk

mendapat oksigen sebelum kembali ke jantung kiri. Hampir dalam sekejap, kedua

ventrikel yang pada masa janin bekerja secara paralel sekarang secara efektif

bekerja serial. Bagian arteri hipogastrika yang terletak lebih distal, yang berjalan

dari setinggi kandung kemih di sepanjang dinding abdomen hingga ke cincin

umbilikus dan ke dalam tali pusat sebagai arteri umbilikalis, mengalami atrofi dan

obliterasi selama 3 sampai 4 hari setelah lahir. Kedua bagian arteri ini menjadi

ligamentum umbilikale sedangkan sisa vena umbilikalis intra-abdomen

membentuk ligamentum teres. Duktus venosus mengalami konstruksi dalam 10

sampai 96 jam setelah lahir dan secara anatomis menutup dalam 3 sampai 3

minggu untuk membentuk ligamentum venosum (Clymann dan Heymann, 1981).

STUDI PADA HEWAN.

Janin domba telah dipelajari secara intensif oleh beberapa kelompok peneliti yang

menyimpulkan bahwa fungsi sirkulasi janin domba yang sudah matang (dalam

banyak aspek) serupa dengan yang dijumpai pada janin manusia amatur. Usaha-

usaha untuk mengukur curah jantung di janin domba memberi hasil yang agak

bervariasi. Assali dkk. (1968) mendapatkan curah rerata sekitar 225 ml/kg/mnt,

tetapi dengan variasi individual yang cukup besar. Paton dkk. (1973)

mendapatkan angka yang sangat mirip pada janin babon. Curah jantung yang

demikian besar tersebut, yang persatuan berat tubuh adalah sekitar tiga kali lipat

daripada curah jantung orang dewasa dalam keadaan istirahat, mungkin berfungsi

mengompensasi rendahnya kandungan oksigen dalam darah janin. Tingginya

curah jantung ini sbagian disebabkan oleh tingginya frekuensi denyut jantung

janin dan resistensi sistematik (perifer) yang rendah.

Page 25: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

Diperkirakan bahwa pada janin domba, sekitar separuh dari curah kedua ventrikel

mengalir ke plasenta. Dengan menyuntikkan mikrosfir plastik berlabel radioisotop

ke dalam sirkulasi janin domba di berbagai tempat, dapat ditentukan distribusi

curah jantung selama trimester ketiga sebagai berikut: plasenta, 40 persen;

kerangka, 35 persen; otak, 5 persen; jantung, 5 persen; saluran cerna; 5 persen;

paru, 4 persen; ginjal, 2 persen; limpa, 2 persen; dan hepar (hanya arteri hepatika),

2 persen (Rudolph dan Heymann, 1968).

Penjepitan tali pusat dan ekspansi paru janin,baik melalui napas spontan maupun

respirasi buatan, dengan cepat memicu berbagai perubahan hemodinamik pada

domba (Assali dkk., 1968). Tekanan arteri sistemik pada awalnya sedikit turun,

tampaknya akibat pembalikan arah aliran darah di duktus arteriosus, tetapi

tekanan tersebut cepat pulih dan kemudian meningkat di atas nilai kontrol. Para

peneliti ini menyimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mengendalikan

aliran darah melalui duktus arteriosus. Salah satunya adalah perbedaan tekanan

antara arteri pulmonalis dan aorta dan yang lain adalah tegangan oksigen dalam

darah yang melewati duktus arteriosus. Keduanya mampu mempengaruhi aliran

melalui duktus arteriosus dengan mengubah PO2 darah. Apabila paru mendapat

ventilasi dengan oksigen dan PO2 meningkat melebihi 55 mmHg, alira duktus

turun, tetapi ventilasi dengan nitrogen, paling tidak pada awalnya, memulihkan

aliran duktus ke pola semula.

Efek dari variasi dalam tegangan oksigen darah yang mengalir melalui duktus

arteriosus diperkirakan diperantarai oleh efek prostaglandin pada duktus.

Prostaglandin E2 menyebabkan dilatasi duktus arteriosus yang mengalami

konstruksi dan berperan penting dalam mempertahankan patensi normal duktus

arteriosus in utero. Inhibitor prostaglandin sintase, apabila diberikan kepada ibu,

dapat menyebabkan penutupan prematur duktus arteriosus (Bab 27, hal. 795; Bab

38, hal. 1147). Obat-obat ini juga dapat diguankan secara farmakologis untuk

menutup duktus arteriosus paten simtomatik postnatal (Brash dkk., 1981).

Page 26: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

DARAH JANIN

HEMOPOIESIS

Pada masa mudigah dini, hemopoiesis pertama kali ditemukan di yolk sac. Lokasi

hemopoiesis utama berikutnya adalah hepar, dan akhirnya sumsum tulang.

Kontribusi yang dibuat oleh masing-masing lokasi sepanjang pertumbuhan dan

perkembangan mudigah dan janin diperlihatkan secara grafis pada Gambar 7-10.

Eritropoiesis terutama diatur oleh eritropietin, yang meningkat bersamaan dengan

usia gestasi (Thomas dkk., 1983).

Eritrosit pertama yang dibebaskan ke dalam sirkulasi janin masih memiliki inti sel

dan makrositik. Rerata volume sel adalah paling sedikit 180 fl pada mudigah dan

secara normal berkurang menjadi 105 sampai 115 fl pada janin term. Eritrosit

pada janin aneuploid umumnya tidak mengalami pematangan ini dan

mempertahankan rerata volume sel yang tinggi, sekitar 130 fl (Sipes, dkk., 1991).

Seiring dengan perkembangan janin, semakin banyak eritrosit darah yang menjadi

lebih kecil dan tidak berinti. Dengan tumbuhnya janin, yang meningkat bukan saja

volume darah sirkulasi fetoplasentas, tetapi juga konsentrasi hemoglobin (lihat

Gambar 39-13, hal. 1192). Kandungan hemoglobin darah janin meningkat sampai

kadar sekitar 12 g/dl pada pertengahan kehamilan. Pada kehamilan yang

mengalami sensitisasi antigen-D, konsentrasi eritropoietin janin berbanding

terbalik dengan konsentrasi hemoglobin. Produksi eritropoetin dipengaruhi oleh

testosteron, estrogen, prostaglandin, hormon tiroid, dan lipoprotein (Stockman

Dan de Alarcon, 1992). Kadar eritropoietin dan jumlah eritrosit yang responsif

terhadapnya meningkat seiring dengan semakin matang janin. Lokasi pasti

produksi eritropoiein pada janin masih diperdebatkan, tetapi hepar janin

tampaknya merupakan sumber penting sampai produksi di ginjal di mulai.

Terdapat hubungan yang erat antara konsentrasi eritropoietin dalam cairan amnion

dengan konsentrasinya di darah vena umbilikalis yang diperoleh melalui

kordosentrasis. Setelah lahir,eritropoietin secara normal mungkin tidak terdeteksi

sampai usia 3 bulan.

Page 27: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

VOLUME DARAH JANIN.

Belum ada cara untuk mengukur volume fetoplasenta manusia secara tepat. Namun,

Usher dkk. (1963) pernah mengukur volume darah bayi-bayi normal term

langsung setelah lahir dan mendapatkan rata-rata 78ml/kg bila tali pusat segera di

jepit. Gruenwald (1967) menemukan volume darah di dalam plasenta yang berasal

dari janin setelah penjepitan tali pusat rata-rata 45 ml/kg berat jani. Dengan

demikian, volume darah fetoplasenta saat term adalah sekitar 125 ml/kg berat

janin.

HEMOGLOBIN JANIN.

Hemoglobin adalah suatu tentramer yang terdiri atas dua salinan dari dua rantai

peptida yang berbeda. Identitas dua rantai peptida tersebut menentukan tipe

hemoglobin yang diproduksi; rantai α dan β yang menyebabkan dibentuknya

beberapa hemoglobin embrionik yang berlainan secara serial. Gen-gen yang

mengarahkan pembentukan berbagai versi rantai hemoglobin mudgah ini tersusun

dalam suatu urutan di kromosom tempat gen-gen tersebut diaktifkan, yaitu

kromosom 11 (rantai tipe-) dan 16 (rantai tipe-). Sekuens ini diperlihatkan di

Gambar 7-11 dan masing-masing gen diaktifkan dan kemudian diinaktifkan

selama masa janin, sampai gen α dan β, yang mengarahkan pembentukan

hemoglobin A, diaktifkan secara permanen.

Yang menarik, penentuan waktu produksi masing-masing versi hemoglobin awal

ini bersesuaian dengan perubahan tempat produksi hemoglobin. Seperti

diperlihatkan pada gambar 7-10, darah janin pertama kali dibentuk di Yolk sac.

Tempat dibentuknya hemoglobin Gower 1, Gower 2 dan Portland. Eritropoiesis

kemudian berpindah ke hepar, tempat hemoglobin F (hemoglobin janin) dibentuk.

Saat hemopoiesis akhirnya berpindah ke sumsum tulang pada sekitar Minggu ke

11, muncul hemoglobin A normal di sel darah merah janin dan secara progresif

jumlahnya meningkat seiring dengan pematangan janin (Pateryas dan

Stamatoyannopoulos, 1972).

Versi dewasa akhir rantai α diproduksi secara eksklusif mulai Minggu ke 6. setelah

itu tidak terdapat vesi alternatif fungsional. Apabila terjadi mutasi atau delesi gen

Page 28: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

α, maka tidak ada rantai tipe α alternatif sebagai pengganti untuk membentuk

hemoglobin fungsional. Sebaliknya, paling tidak terdapat dua vesi rantai β, delta

dan gama, yang terus diproduksi sepanjang kehidupan janin dan sesudahnya. Pada

kasus mutasi atau delesi gen β, kedua versi lain β ini sering terus diproduksi

sehingga dihasilkan hemoglobin A2 atau hemoglobin F, yang menggantikan

hemoglobin yang abnormal atau hilang.

Mekanisme yang menyebabkan gen-gen ini menjadi inaktif adalah metilasi

terhadap regio kontrol (BAB 36, hal. 1072). Dengan demikian, pertukaran

berbagai hemoglobin mudigah menjadi hemoglobin A kemungkinan berkaitan

dengan metilasi gen-gen globin awal ini. Pada beberapa keadaan, tidak terjadi

metilasi, dan pada neonatus dari wanita diabetes mungkin terjadi persistensi

hemoglobin F akibat hipometilasi gen- tidak termetilasi, dan pasien terus

memproduksi hemoglobin janin dalam jumlah besar (Bab 49, hal. 1474).

Terdapat perbedaan fungsional antara hemoglobin A dan F. Pada setiap tegangan

oksigen dan pada pH yang sama, eritrosit janin yang terutama mengandung

hemoglobin F meningkat lebih banyak hemoglobinnya A (lihat gambar 34-4, hal.

1302). Hal ini terutama disebabkan karena hemoglobin A lebih kuat meningkat

2,3-difosfogliserat (2,3 – DPG) daripada hemoglobin F dan hal ini menurunkan

afinitas hemoglobin A terhadap oksigen (De Verdier dan Garby, 1969).

Meningkatnya afinitas eritrosit janin terhadap oksigen terjadi karena rendahnya

konsentrasi 2,3 DPG dibandingkan dengan konsentrasi 2,3-DPG di eritrosit ibu,

yang kadarnya meningkat selama kehamilan.

Jumlah hemoglobin F pada eritrosit janin agak menurun selama Minggu-minggu

terakhir kehamilan. Normalnya, saat term sekitar iga perempat hemoglobin totol

adalah hemoglobin F. Selama 6 sampai 12 bulan pertama kehidupan, proporsi

hemoglobin F terus menurun, akhirnya mencapai kadar rendah seperti pada

eritrosit orang dewasa. Satu faktor yang tampaknya memperantarai perpidahan

dari hemoglobin janin ke hemoglobin dewasa adalah efek glukokortikosteroid

yang bersifat ireversibel (Zitnik dkk., 1995).

Page 29: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

FAKTOR PEMBEKUAN DARAH DI JANIN.

Berbagai protein pembekuan darah tidak memiliki bentuk-bentuk embrionik.

Kecuali fibrinogen, janin mulai memproduksi protein-protein prokoagulan,

fibrinolitik, dan antikoagulan tipe dewasa normal pada usia sekitar 12 minggu,

tetapi dalam kadar yang cukup rendah. Kadar protein-protein ini tidak dapat

menembus plasenta. Dengan demikian, konsentrasi beberapa faktor pembekuan

saat lahir jauh di bawah kadar yang kemudian terbentuk dalam beberapa Minggu

setelah lahir (Corrigan, 1992). Faktor-faktor yang berada di darah tali pusat dalam

jumlah sedikit adalah faktor II. VII, IX, X, XI, XII, XIII, dan fibrinogen. Tanpa

terapi profilaktik vitamin K, kadar faktor pembekuan bergantung vitamin K

biasnya semakin berkurang selama beberapa hari setelah lahir terutama pada bayi

yang mendapat ASI dan hal ini dapat menyebabkan perdarahan pada neonatus

(lihat Bab 39, hal. 1199).

Fibrinogen janin, yang muncul dini pada usia 5 minggu, memiliki komposisi asam

amino yang sama seperti fibrinogen dewasa, tetapi sifatnya berbeda (Iklagsburn

dkk.,1988). Protein ini membentuk bekuan yang tidak begitu kenyal dan monomer

fibrinnya memiliki derajat agregasi yang lebih rendah (Heimark dan Schwartz,

1988). Oleh sebab-sebab yang belum diketahui, waktu untuk mengonversi

fibrinogen dalam plasma menjadi bekuan fibrian saat penambahan trombin (waktu

trombin TT) agak memanjang dibandingkan dengan yang dijumpai pada anak atau

orang dewasa. Kadar fibrinogen saat lahir sedikit lebih rendah daripada kadar

pada orang dewasa tidak hamil.

Kadar faktor XIII (fibrin-stabilizing factor) fungsional dalam plasma jelas lebih

rendah dibandingkan dengan kadar pada orang dewasa normal (Henriksson dkk.,

1974). Neonatus yang terus mengalami perembesan (ooze) dari puntung

umbilikus biasanya dicurigai mengidap defisiensi berat faktor VIII, IX, XI atau

XIII. Nielsen (1969) melaporkan kadar plasminogen yang lebih rendah dan

aktivitas fibrinolitik yang agak meningkat di plasma tali pusat dibandingkan

degan plasma ibu. Hitung trombosit di darah tali pusat berada dalam kisaran

normal untuk orang dewasa tidak hamil.

Page 30: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

Walaupun terjadi penurunan relatif faktor-faktor yang diperlukan untuk pembekuan

darah, janin tampak terlindung dari perdarahan, dan perdarahan janin merupakan

kejadian yang jarang dijumpai. Biasanya tidak terjadi perdarahan yang berlebihan

walaupun janin menjalani prosedur invasi, misalnya kordosentesis. Net dkk.,

(1989) membuktikan bahwa tromboplstin cairan amnion dan sebagian faktor pada

Whorton Jelly bekerja sama untuk meningkatkan koagulasi di tempat pungsi tali

pusat.

Berbagai trombofilia misalnya definisi protein C,S atau antitrombin III, atau mutasi

Leiden (Faktor V) dapat menyebabkan trombosis dan penyulit kehamilan pada

orang dewasa (bab 49, hal 1490). Apabila janin mewarisi salahsatu dari mutasi

ini, dapat terjadi trombosis dan infark. Thorarensen dkk. (1997) melaporkan tiga

neonatus dengan infark iskemik atau stroke hemoragik yang ternyata mengalami

mutasi faktor V Leiden heterozigot. Satu janin menderita trombosis multipel di

pembuluh plasenta. Demikian juga, tarakan dkk. (193) melaporkan satu kasus

lahir mati yang diikuti oleh emboli paru ibu yang berkaitan dengan defisiensi

protein S.

PROTEIN PLASMA JANIN.

Janin menghasilkan enzim-enzim hepar dan protein plasma lainnya, dan kadar

berbagai protein ini tidak berkaitan dengan kadar di ibu (Weiner dkk., 1992).

Konsentrasi protein albumin, laktat dehidrogenasi, aspartat aminotrasferase, -

glutamil transpeptidase, dan lain transferase dalam plasma semuaya meningkat

seiring dengan usia gestasi. Saat lahir, rata-rata konsentrasi albumin dan protein

total plasma dalam darah janin setara dengan kadar ibu (Foley dkk., 1978).

ONTOGENI RESPONS IMUN JANIN

Infeksi in utero memberikan kesempatan bagi kita untuk meneliti sebagian

mekanisme respons imun oleh janin manusia. Bukti-bukti kompetensi imunologis

dilaporkan dijumpai pada janin usia sedini 13 minggu. Altshuler (1974)

melaporkan infeksi pada plasenta dan janin oleh sitomegalovirus disertai

proliferasi hebat sel radang yang khas serta badan inklusif virus. Sintesisi

Page 31: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

komplemen oleh janin pada akhir trimester pertama sudah dibuktikan oleh Kohler

(1973) dan dipastikan oleh Stabile dkk. (1988). Semua komponen komplemen

diproduksi pada tahap awal perkembangan janin. Di darah tali pusat menjelang

atau saat term, kadar rerata sebagian besar komponen tersebut adalah sekitar

separuh kadar dewasa (Adinolfi, 1977).

IMUNOKOMPETENSI JANIN.

Tanpa adanya rangsangan antigenik langsung, misalnya infeksi, imunoglobulin di

janin hampir seluruhnya terdiri dari imunoglobulin G (IgG) yang dibentuk di

kompartemen ibu dan kemudian dipindahkan melalui plasenta dari proses yang

diperantarai reseptor di sinsitiotrofoblas, seperti yang akan dijelaskan. Dengan

demikian, antibodi pada janin dan neonatus umumnya mencerminkan pengalaman

imunologis ibu.

IMUNOGLOBULIN G.

IgG dipindahkan dari ibu ke janin mulai sekitar Minggu ke-16 dan semakin

meningkat sesudahnya. Sebagian besar IgG diperoleh janin dari ibunya pada 4

minggu terakhir kehamilan (Gitlin, 1971). Dengan demikian, bayi prematur relatif

kurang mendapat antibodi ibu. Neonatus mulai memproduksi IgG tetapi masih

lambat, dan kadar dewasa belum tercapai sampai usia sekitar 3 tahun. Pada

keadaan tertentu, penyaluran antibodi IgG dari ibu ke janin dapat merugikan dan

bukan melindungi janin. Contoh klasik adalah penyakit hemolitik pada janin dan

neonatus akibat isoimunisasi antigen-D (Bab 39, hal. 1183).

IMUNOGLOBULIN M.

Pada orang dewasa, pembentukan imunoglobulin M (IgM) sebagai respons

terhadap antigen digantikan (selama sekitar seminggu) terutama oleh produksi

IgG. Sebaliknya, respons IgM dominan pada janin dan hal ini terus berlangsung

selama beberapa Minggu sampai beberapa bulan pada neonatus. IgM tidak

dipindahkan dari ibu ke janin; degan demikian, semua IgM di janin atau neoatus

dibentuk oleh janin/neonatus tersebut. Hanya sedikit IgM yang diproduksi oleh

Page 32: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

janin normal sehat dan IgM yang diproduksi tersebut mungkin mencakup antibodi

terhadap limfosit T ibu (Hayward, 1983). Meningkatnya kadar IgM juga dijumpai

pada neonatus dengan infeksi kongenital misalnya rubela, sitomegalovirus, atau

toksoplasmosis. Pengukuran kadar IgM serum dalam darah tali pusat da

identifikasi antibodi spesifik mungkin bermanfaat dalam diagnosisi infeksi

intrauterus. Kadar IgM seperti dewasa biasanya dicapai pada usia 9 bulan.

IMUNOGLOBULIN A.

Berbeda dengan banyak mamalia lain, neonatus manusia tidak memperoleh banyak

imunitas pasif dari penyerapan antibodi humoral yang tertelan melalui kolostrum.

Namun, imunoglobulin A (IgA) yang tertelan bersama kolostrum memberikan

proteksi mukosa terhadap infeksi enterik. Hal ini tampaknya juga berlaku untuk

IgA yang tertelan bersama cairan amnion sebelum pelahiran.

LIMFOSIT

Sistem imun mulai mengalami pematangan pada awal kehidupan janin. Limfosit B

muncul di hepar pada Minggu ke-9 dan terdapat di darah dan galkas timus sekitar

Minggu ke-14 (hayward, 1983). Walaupun demikian, neonatus kurang berespons

terhadap imunisasi, dan terutama terhadap polisakarida kapsul bakteri. Maturitas

respons ini mungkin disebabkan oleh defisiensi respons sel B neonatus terhadap

aktivator poliklonal, atau kurangnya sel T yang berproliferasi sebagai respons

terhadap rangsangan spesifik (Hayward, 1983).

MONOSIT

Pada neonatus, monosit maupun mengolah dan menyajikan antigen apabila diuji

dengan sel T spesifik-antigen ibu.

SISTEM SARAF DAN ORGAN SENSORIK

Pada mudigah, korda spinalis berjalan sepanjang kolumna vertebralis tetapi setelah

itu korda spinalis tumbuh lebih lambat. Pada Minggu ke-24 korda spinalis

memanjang hanya sampai Sv. saat lahir smapai Ly dan pada orang dewasa sampai

Page 33: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

L1. Meilinisasi korda spinalis dimulai pada pertengahan gestasi da berlanjut

sepanjang tahun pertama kehidupan. Fungsi sinaps sudah cukup berkembang pada

Minggu ke delapan sehingga dapat terjadi fleksi leher dan badan (Temiras dkk.,

1968). pada usia 10 minggu, rangsangan membuka mulut, penutupan jari tangan

yang tidak sempurna, dan fleksi plantar jari kaki. Penutupan sempurna jati tangan

dicapai selama bulan lunar ke empat. Menelan dimulai pada usia sekitar 10

minggu dan respirasi tampak jelas pada Minggu ke-14 sampai 16 (Miller, 1982).

Papil pengcap rudimeter dijumpai apda Minggu ke-7, DAN reseptor matang

terdapat pada usia 12 minggu (Mistretta, 1975). Kemampuan menghisap belum

muncul sampai usia paling tidak 24 minggu (Lebenthal dan Lee, 1983). Selama

trimeter ketiga, integrasi fungsi saraf dan otot berlangsung secara pesat.

Komponen dalam, tengah, dan luar telinga sudah terbentuk sempurna pada

pertengahan kehamilan. Janin tampaknya dapat mendengar beberapa suara in

utero pada usia sedini 24 sampai 26 minggu. Pada Minggu ke-28, mata peka

terhadap sinar, tetapi persepsi terhadap bentuk dan warna belum sempurna sampai

jauh setelah lahir.

TRAKTUS GASTROINTESTINAL

Menelan dimulai pada usia 10 sampai 12 minggu, bersamaan dengan kemampuan

usus halus mengalami peristalsis dan mengangkut glukosa secara aktif (koldovsky

dkk., 1965; miller, 1982). Sebagian besar air dalam cairan yang tertelan akan

diserap, dan zat yang tidak diserap di dorong sampai sejauh kolon bawah (Gambar

7-12). Belum jelas apa yang merangsang gerakan menelan, tetapi analog rasa haus

pada saraf janin, pengosongan lambung, dan perubahan komposisi cairan amnion

mungkin berperan (Boyle, 1992). Papil pengecap janin mungkin berperan karena

sakarin yang disuntikan ke dalam cairan amnion meningkatkan gerakan menelan,

sedangkan penyuntikan zat-zat kimia berbahaya menghambatnya (Liley, 1972).

Gerakan menelan oleh janin tampaknya tidak banyak berpengaruh terhadap

volume cairan amnion pada awal kehamilan, karena jumlah yang tertelan relatif

kecil dibandingkan dengan volume total. Namun, pada akhir kehamilan, volume

Page 34: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

cairan amnion tampaknya dikendalikan secara substansila oleh proses menelan

oleh bayi, karena apabila proses menelan dihentikan terjadi hidram.

nion (Bab 31, hal. 910). Janin aterm dilaporkan menelan antara 200 sampai 760

ml cairan perhari—suatu jumlah yang setara dengan yang dikonsumsi oleh

neonatus (P ritchard, 1966).

Menjelang akhirnya kehamilan, menelan berfungsi untuk membersihkan sebagian

debris yang tidak larut yang biasanya dilepaskan ke dalam kantung amnion dan

kadang-kadang secara abnormal diekresikan ke dalamnya. Pada masa awal janin,

asam hidroklorida dan sebagian enzim pencernaan dewasa terdapat di lambung

dan usus halus dalam jumlah yang sangat sedikit. Faktor intrinsic sudah dapat

dideteksi pada minggu ke-11, dan pepsinogen pada minggu ke-16. namun, pada

bayi prematur, sering terjadi defisiensi enzim-enzim ini yang sifatnya sementara,

bergantung pada usia gestasi saat mereka dilahirkan (Lebenthal dan Lee, 1983).

Pengosongan lambung tampaknya dirangsang terutama oleh volume. Aliran cairan

amnion melalui sistem gastrointestinal mungkin meningkatkan pertumbuhan dan

perkembangan saluran cerna dan mengkondisikan janin untuk alimentasi

(pemberian makan) setelah lahir. Namun faktor-faktor pengatur lain mungkin

berperan karena janin anensefalus, yang tidak sering menelan, sering

memperlihatkan volume cairan amnion dan penampakan saluran cerna yang

normal. Bagian debris yang tertelan namun tidak tercerna dapat diidentifikasi

dimekonium. Cairan amnion yang tertelan tidak banyak menambah kalori bagi

janin tetapi mungkin memberikan nutrien-nutrien esensial. Gitlin (1974)

membuktikan bahwa pada kehamilan tahap lanjut janin tampaknya mencerna

sekitar 0,8 g protein larut, sekitar separuh dari kadar albumin, setiap harinya.

Beberapa anomali dapat mempengaruhi fungsi pencernaan janin. Penyakit

hirschprung, atau megakolon angaglionik kongenital, menghambat rekalsasi usus

yang diperantarai oleh sistem parasimpatis sehingga pengosongan saluran cerna

tidak berlangsung normal (Watkins, 1992). Kelainan ini dapat dikenali prenatal

oleh adanya pembesaran usus yang berlebihan pada pemeriksaan sonografi.

Obstruksi seperti pada atresia duodenum, sindrom megakistik/mikrokolon, atau

atresia ani juga menghambat pengosongan isi usus secara normal. Ileus

Page 35: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

mekonium, yang umumnya terjadi pada fibrosis kistik, adalah obstruksi usus oleh

mekonium kental lengket yang menghambat ileum distal.

MEKONIUM. Mekonium tidak hanya terdiri dari debris yang tidak tercerna yang berasal

dari cairan amnion, tetapi juga berbagai produk sekresi misalnya gliserofosfolipid

dari paru, sel janin yang mengalami deskuamasi, lanugo, rambut kepala, dan

verniks. Warna hijau tua kehitaman disebabkan oleh pigmen-pigmen, terutama

biliverdin. Pasase mekonium dapat terjadi akibat pristalsis usus normal pada janin

matur atau akibat stimulasi vagus karena tekanan tali pusat. Keluarnya mekonium

juga dapat terjadi ketika hipoksia merangsang pengeluaran vasopresin arginin

(AVP) dari kelenjar hipofisis janin. AVP merangsang otot polos kolon untuk

berkontraksi sehingga terjadi defekasi intra-amnion (DeVane dkk, 1982);

Rosenfeld dan Porter, 1985).

Obstruksi usus halus dapat menyebabkan muntah in utero (Shrand, 1972). Janin

yang menderita diare klorida kongenital mungkin mengalami diare in utero, yang

menyebabkan hidramnion dan persalinan prematur (Hohnberg dkk., 1977).

HEPAR. Fungsi hepar pada janin berbeda dari fungsinya pada orang dewasa dalam

bebreapa aspek. Seperti telah dibahas, kadar enzim hepar janin meningkat seiring

usia gestasi, tetapi terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan

kadar pada kehidupan selanjutnya. Hepar memiliki kapasitas yang sangat terbatas

untuk mengubah bilirubin bebas menjadi bilirubin diglukuronida (Bab 39, hal.

1194). Semakin imatur janin, semakin besar difisiensi sistem untuk

mengkonjugasikan bilirubin.

Karena rentang usia eritrosit janin lebih singkat daripada eritrosit dewasa, bilirubin

yang diproduksi relatif lebih banyak. Sebagian besar bilirubin disalurkan ke

sirkulasi ibu melalui plasenta (Bashore dkk., 1969). Hepar janin

mengkonjugasikan hanya sebagian kecil bilirubin, yang kemudian diekskresikan

melalui saluran empedu ke dalam usus dan akhirnya dioksidasi menjadi

biliverdin. Namun, bilirubin yang tidak terkonjugasi diekskresikan ke dalam

cairan amnion setelah minggu ke-12 dan kemudian disalurkan menembus

Page 36: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

plasenta. Meski demikian, penyaluran melalui plasenta bersifat dua arah. Sebagai

gambaran, seorang wanita hamil dengan anemia sel sabit yang mengalami

isoimunisasi akibat transfusi sel darah merah tidka dapat dievaluasi dengan

pengukuran od450 cairan amnion karena bilirubin ibu segera mengalir ke dalam

cairan amnion (Gopfert dkk., komunikasi pribadi). Bilirubin terkonjugasi tidak

dipertukarkan antara ibu dan janinnya dalam jumlah berarti.

Sebagian besar kolesterol janin diproduksi di hepar janin selama trimester kedua,

tetapi menjelang aterm terjadi peningkatan cepat dan mencolok hingga mencapai

kadar dua sampai tiga kali dibandingkan dengan kadar di hepar orang dewasa.

Setelah lahir, kandungan glikogen turun dengan cepat.

PANKREAS. Penemuan insulin oleh Banting dan Best (1922) bersumber dari ekstra

pankreas janin sapi. Granula berisi insulin dapat diidentifikasi di pankreas janin

manusia pada usia 9 sampai 10 minggu, dan insulin dapat dideteksi di plasma

janin pada minggu ke-12 (Adam dkk., 1969). Pankreas janin berespons terhadap

hiperglikemia dengan meningkatkan insulin plasma (Obenshain dkk., 1970).

Walaupun peran pasti insulin yang berasal dari janin masih belum jelas, sampai

tahap tertentu pertumbuhan janin ditentukan oleh jumlah nutrien dasar dari ibu

dengan anabolisme melalui kerja insulin janin. Kadar insulin serum tinggi pada

neonatus dari ibu diabetes dan pada bayi besar untuk usia kehamilan lainnya,

tetapi kadar insulin rendah pada bayi yang kecil untuk usia kehamilannya

(Brinsmead dan Liggins, 1979). Hubungan ini dibahas lebih jauh di Bab 29.

Glukagon dapat aditemukan di pankreas janin pada usia 8 minggu. Induksi

hipoglikemia dna pemberian infus alanin menyebabkan meningkatnya kadar

glukagon induk monyet rhesus, namun rangsangan yang sama kepada janin tidak

berefek serupa. Meski demikian, dalam 12 jam setelah lahir bayi telah mampu

berespons (Chez dkk., 1975). Sel-sel pankreas janin mampu berespons terahdap

L-dopa (Epstein dkk., 1977). Dengan demikian, kurangnya respons sel- terhadap

hipoglikemia mungkin lebih disebabkan oleh kegagalan pelapasan glukagon

daripada produksi yang kurang adekuat. Hal ini sejalan dengan temuan ekspresi

gen-gen pankreas pada janin (Mally dkk., 1994).

Page 37: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

Sebagian besar enzim-enzim pankreas telah ada pada minggu ke-16. tripsin,

kimotripsin, fosfolipase A dan lipase sudah ditemukan pada janin berusia 14

minggu dengan kadar yang rendah, dan kadar enzim-enzim ini meningkat seiring

usia gestasi (Werlin, 1992). Amilase sudah dapat diidentifikasi di cairan amnion

pada usia 14 minggu (Davis, 1986).

Fungsi eksokrin pankreas janin masih terbatas. Sekresi yang penting secara faali

hanya terjadi setelah stimulasi oleh secretagogue (zat yang memicu sekresi)

misalnya asetilkolin, yang dikeluarkan secara lokal setelah stimulasi vervus vagus

(Werlin, 1992). Kolesistokinin normalnya hanya dibebaskan setelah ingesti

protein, sehingga biasanya tidak ditemukan di janin. Namun, pengeluaran zat ini

dapat dirangsang secara ekspremental. Pritchard (1965) menyuntikkan albumin

berlabel-yodium radiaktif ke dalam kantung amnion tempat zat ini kemudian

ditelan oleh janin, dicerna, dan diserap dari usus janin. Bukti terjadinya

pencernaan dan penyerapan diperoleh dari adanya ekskresi yodium dalam urin

ibu.

SISTEM URINARIA. Dua sistem urinaria primitif, pronefros dan mesonefros,

mendahului pembentukan metanefros. Pronefros mengalami involusi pada

minggu ke-2 dan mesonofres menghasilkan urin pada minggu ke-5 serta

mengalami degenerasi pada usia 11 sampai 12 minggu. Kegagalan pembentukan

atau regresi kedua struktur ini dapat menyebabkan anomali perkembangan sistem

urinaria definitif. Antara minggu ke-9 dan 12, tunas ureter dan blastema

nefrogenik berinterakasi untuk menghasilkan metanefros. Pada minggu ke-14,

ansa Henle sudah berfungsi dan terjadi reabsorpsi (Smith dkk., 1992). Namun,

nefron-nefron baru terus terbentuk sampai minggu ke-36 dan pada bayi prematur

pembentukan nefron tersebut berlanjut setelah lahir.

Walaupun menghasilkan urin, ginjal janin kurang memiliki kemampuan untuk

memekatkan dan memodifikasi pH urin bahkan pada janin cukup bulan. Urin

janin bersifat hipotonik dibanding plasma janin dan konsentrasi elektrolitnya juga

rendah. Pada janin manusia, ginjal mendapat antara 15 dan 18 persen pada

neonatus (Gilbert, 1980). Resistensi pembuluh ginjal tinggi dan fraksi filtrasi

Page 38: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

rendah dibandingkan pada kehidupan selanjutnya (Smith, 1992). Aliran darah

ginjal janin—dan karenanya produksi urin juga—dikendalikan atau dipengaruhi

oleh sistem renin-angiotensin, sistem saraf simpatis, prostaglandin, kalikrein, dan

faktor natriuretik atrium. Pada janin, laju filtrasi glomerulus rendah, tetapi

meningkat seiring dengan usia gestasi dari kurang dari 0,1 ml/mnt pada minggu

ke-12 menjadi 0,3 ml/mnt pada minggu ke-20. Pada usia gestasi selanjutnya, laju

filtrasi glomerulus tetap konstan apabila dikoreksi terhadap berat janin (Smith

dkk., 1992). Perdarahan atau hipoksia umumnya menyebabkan penurunan aliran

darah ginjal, laju filtrasi glomerulus, dan produksi urin.

Urin biasanya ditemukan di dalam kandung kemih bahkan pada janin kecil. Ginjal

janin mulai memproduksi urin pada usia gestasi 12 minggu. Pada minggu ke-18,

ginjal janin menghasilkan 7 sampai 14 ml urin per hari dan pada janin aterm

jumlah ini meningkat menjadi 27 ml/jam atau 650 ml/hari (Wladimiroff dan

campbell, 1974). Diuretik yang diberikan kepada ibu (furosemid) meningkatkan

pembentukan urin janin, sementara insufisiensi uteroplasenta dan berbagai tipe

stres lain pada janin menguranginya. Kurjak dkk. (1981) mendapatkan bahwa laju

filtrasi glomerulus dan reabsorpsi air oleh tubulus ginjal janin menurun pada 33%

bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan dan pada 17% bayi dari ibu

diabetes. Semua angka pengukuran menunjukkan hasil normal pada bayi

anensefalus dan pada kasus polihidramnion.

Obstruksi uretra, kandung kemih, ureter atau pelvis ginjal dapat merusak parenkim

ginjal dan mengubah anatomi janin; kandung kemih mungkin sedemikian

teregang sehingga mengalami ruptur atau terjadi distosia. Ginjal atidak esensial

untuk kelangsungan hidup in utero, tetapi penting untuk mengendalikan

komposisi dan volume cairan amnion. Selain itu, kelainan yang menyebabkan

anuria kronik biasanya disertai oleh oligohidramnion dan hipoplasial paru.

Keterkaitan patologis dan terapi prenatal pada obstruksi saluran kemih dibahas

pada Bab 37 (hal. 1108).

SISTEM PARU. Seperti dibahas pada Bab 39 (hal, 1164), waktu pematangan paru dan

identifikasi indeks-indeks biokimia mengenai kematangan fungsional paru janin

Page 39: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

merupakan hal yang sangat penting (dan patut dipertimbangkan) bagi dokter

kebidanan. Imaturitas morfologis atau fungsional paru saat lahir menyebabkan

sindrom gawat napas (RDS), dan mempersulit perjalanan serta pengobatan

penyakit neonatus lainnya.

Keberadaan zat aktif-permukaan (surfaktan) dalam jumlah memadai di cairan

amnion biasanya dianggap sebagai bukti bahwa paru sudah matang. Namun,

seperti ditekankan oleh Liggins (1994), pematangan struktural dan morfologis

paru janin juga sangat penting agar paru neonatus dapat berfungsi dengan baik.

Hal ini juga penting dalam pemilihan obat yang digunakan untuk mempercepat

pematangan paru janin apabila diperkirakan atau akan dilakukan paersalinan

prematur. Dengan demikkian, perlu dipertimbangkan dua aspek pematangan paru

janin yang terpisah tetapi saling melengkapi. Dua aspek tersebut adalah

perkembangan anatomis dan morfologis serta kapasitas paru janin untuk

membentuk surfaktan.

PEMATANGAN ANATOMIS PARU JANIN. Seperti percabangan sebuah pohon,

perkembangan paru berlangsung sesuai jadwal yang sudah ditentukan dan

tampaknya tidak dapat dipercepat oleh terapi antenatal atau neonatal. Dengan

demikian, batas-batas viabilitas tampaknya ditentukan oleh proses pertumbuhan

paru. Terdapat tiga stadium pentiong dalam perkembangan paru seperti

diterangkan oleh Moore (1983). Selama stadium pseudoglandular, yang

merupakan pertumbuhan cabang bronkus intrasegmental antara minggu ke-5 dan

17, paru secara mikroskopis tampak seperti kelenjar. Periode ini diikuti oleh

stadium kanalikular, dari minggu ke-16 sampai 25, ketika lempeng-lempeng

tulang rawan bronkus meluas ke perifer. Setiap bronkiolus terminal menghasilkan

beberapa bronkiolus respiratorik, dan selanjutnya masing-masing bronkiolus ini

terbagi-bagi terjadi duktus-duktus sakular. Stadium akhir adalah stadium sakus

terminalis, saat muncul alveolus paru primitif yang disebut sakus terminalis.

Secara bersamaan, matriks ekstrasel berkembang dari segmen paru proksimal ke

distal sampai aterm, serta terbentuk jaringan kapiler yang ekstensif, sistem limfe

terbentuk, dan sel tipe II mulai membentuk surfaktan. Saat lahir, jumlah alveolus

Page 40: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

yang ada hanya sekitar 15 persen dari jumlah pada orang dewasa sehingga paru

terus berkembang menambah jumlah alveolus sejak akhir kehidupan janin sampai

usia sekitar 8 tahun.

Berbagai hal dapat mengganggu proses ini, dan waktu timbulnya gangguan tersebut

menentukan hasil akhirnya. Sebagai contoh, pada agenesis ginjal tidak terbentuk

cairan amnion sejak awal perkembangan paru dan terjadi defek mayor pada ketiga

stadium perkembangan di atas. Janin yang mengalami ketuban pecah dini sebelum

usia 20 minggu biasanya memperlihatkan percabangan bronkus dan

perkembangan tulang rawan yang hampir normal tetapi alveolusnya imatur. Pecah

ketuban yang terjadi setelah 24 minggu mungkin tidak banyak menimbulkan efek

jangka-panjang pada struktur paru.

SURFAKTAN. Setelah lahir, sakus terminalis harus tetap terbuka walaupun timbul

tekanan akibat pertemuan antara jaringan dan udara; surfaktan menjaga agar

kantung tersebut tidak kolaps. Terdapat lebih dari 40 tipe sel di paru, tetapi

surfaktan secara spesifik dibentuk di pneumosit tipe II yang melapisi alveolus

(Gambar 7-13). Sel tipe II ditandai oleh badan multivesikel yang menghasilkan

badan lamelar—tempat surfaktan dibuat. Menjelang akhir masa janin, saat

alveolus dikneali sebagai penghubung air ke jaringan, terjadi sekresi badan

lamelar utuh dari paru yang tersapu ke dalam cairan amnion sewaktu janin

melakukan gerakan seperti-bernapas (fetal breathing).

Saat lahir, dengan tarikan napas pertama, terbentuk pertemuan udara ke jaringan di

alveolus paru. Hal ini memungkinkan surfaktan terbebaskan dari badan lamelar;

zat penurun tegangan permukaan ini kemudian menyebar untuk melapisi alveolus

sehingga alveolus dicegah agar tidak kolaps saat ekspirasi. Dengan demikian,

yang menentukan kematangan paru sebelum lahir adalah kapasitas paru janin

untuk membentuk surfaktan, dan bukan pengendapan zat ini di paru in utero.

KOMPOSISI SURFAKTAN. Komponen aktif permukaan pada surfaktan yang utama

adalah lesitin spesifi, atau dipalmitoilfostatidilkolin. Berkat karya Gluck dkk.

(1967, 1970, 1972) serta Hallman dkk. (1976), sekarang diketahui bahwa sekiktar

Page 41: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

90% surfaktan (berat kering) terdiri dari lemak. Protein membentuk sekitar 10

persen dari masa surfaktan.

Sekitar 80 persen gliserofosfolipid adalah fosfatidilkolin (lesitin), yang hampir 50

persennya terdiri dari lesitin tidak jenuh (Gambar 7-14). Fosfatidilgliserol,

komponen surfaktan glisorofosfolipid paling aktif kedua, membentuk sekitar 8

sampai 15 persen sisanya (Keidel dan Gluck, 1975). Fosfatidilgliserol mampu

mengurangi tegangan permukaan di alveolus, tetapi peran pasti dari zat ini masih

belum jelas. Bayi yang lahir dengan rasio L/S yang “matang”, tetapi tanpa

fosfatidilgliserol, umumnya dalam keadaan baik.

SINTESIS SURFAKTAN. Biosintesis surfaktan berlangsung di sel tipe II paru.

Apoprotein diproduksi di retikulum endosplasma dan gliserofosfolid di sintesis

oleh interaksi beberapa organel sel. Fosfolipid adalah komponen utama surfaktan

yang menurunkan tegangan permukaan, sedangkan apoprotein surafaktan

berfungsi untuk mempermudah pembentukan dan pembetukan-ulang lapisan

permukaan di alveolus selama respirasi.

Sifat permukaan fosfolipid surfaktan ditentukan oleh komposisi dan derajat

kejenuhan asam lemak rantai panjang, adanya lemak minor dan protein berikut

identitasnya, serta suhu. Pengendalian sintesis fosfatidilgliserol merupakan hal

yang sangat penting. Hallman dkk. (1976) telah membuktikan bahwa

meningkatnya konsentrasi fosfatidilgliserol dalam surfaktan, bersama dengan

menurunnya konsentrasi fosfatidilinositol, juga menandakan pematangan paru

(Gambar 7-15).

Saat ini diketahui tiga protein terkait surfaktan: protein surfaktan A, B, dan c

(whitsett, 1992). Approtein utama adalah surfaktan A (SP-A), suatu glikoprotein

(BM sekitar 28.000 sampai 35.000). Zat ini disintesis di sel tipe II, dan

meningkatnya sintesis ini berkaitan secara temporal dengan meningkatnya

pembentukan surfaktan pada paru janin yang sedang mengalami pematangan.

Kandungan SP-A dalam cairan aminiom juga meningkat, demikian juga rasio L/S,

sebagai fungsi untuk menentukan usia gestasi dan kematangan paru janin.

Page 42: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

Sintesis SP-A diketahui dapat meningkat dengan pemberian AMP siklik (analog) serta

faktor pertumbuhan epidermis dan triiodotironin ke jaringan paru janin. SP-A

tampaknya penting dalam transformasi struktural badan lamelar yang disekresi

menjadi mielin tubular di dalm lumen alveolus. SP-A juga mungkin berperan

dalam transoformasi struktural badan lamelar yang disekresi menjadi mielin

tubular di dalam lumen alveolus. SP-A juga mungkin berperan dalam endositosik

dan daur ulang surfaktan yang disekresikan oleh sel tipe II.

Juga terdapat sejumlah apoprotein dengan berat molekul lebih rendah (BM sekitar

5000 sampai 18.000). SP-B dan SP-C diperkirakan penting untuk

mengoptimalkan sifat aktif-permukaan surfaktan. Delesi pada gen SP-B surfaktan

juga pernah ditemukan. Neonatus dengan kelainan ini tidak dapat bertahan hidup

walaupun produksi lemak surfaktan berlimpah. SP-A, setelah diserap kembali

oleh sel tipe II melalui endositosis yang diperantarai reseptor, bekerja untuk

menghambat sintesis dan sekresi gliserofosfolipid surfaktan.

Meningkatnya sintesis apoprotein surfaktan mendahului peningkatan sintesis

gliserofosfolipid surfaktan (Mendelson dkk., 1986). Ekspresi gen SP-A belum

terdeteksi pada minggu ke-16 sampai 20, tetapi dapat ditemukan pada usia 29

minggu (Snyder dkk., 1988). Baru-baru ini telah dibuktikan bahwa terdapat dua

gen SP-A yang berbeda (SP-A1 dan SP-A2), dan bahwa pengendalian sintesis

kedua gen ini (kromosom 10) tersendiri dan berbeda. McCormick dan Mendelson

(1994) mendapatkan bahwa kedua gen SP-A mengalami pengendalian yang

berbeda. AMP siklik lebih penting pada ekspresi SP-A2 (11 kali lipat), sedangkan

deksametason menyebabkan berkurangnya ekspresi SP-A2.

KORTIKOSTEROID DAN PEMATANGAN PARU JANIN. Liggins (1969)

mengamati bahwa tampaknya terjadi percepatan pematangan paru pada domba

yang lahir prematur yang diberi glukokortikosteroid sebelum lahir. Sejak saat itu,

banyak peneliti menyarankan bahwa kortisol, yang diproduksi di kelenjar adrenal

janin, merupakan rangsangan alami bagi pematangan paru dan meningkatkan

sintesis surfaktan. Kortikosteroid mungkin bukan satu-satunya perangsang untuk

meningkatkan sintesis surfaktan di paru janin manusia yang sedang mengalami

Page 43: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

pematangan. Sindrom gawat napas (RDS) tidak selalu dijumpai pada neonatus

yang kapasitasnya untuk menghasilkan kortisol terbatas, misalnya janin dengan

anensefalus, hipoplasia adrenal, atau hiperplasia adrenal kongenital. Sekarang

sudah cukup banyak bukti yang menyatakan bahwa pemberian

glukokortikosteroid dalam jumlah besar kepada wanita pada saat-saat kritis

tertentu selama gestasi menyebabkan peningkatan laju pematangan paru janin.

Selain itu, penemuan terapi surfaktan pada neonatus, baik diberikan tersendiri

maupun setelah terapi kortikosteroid prenatal telah menurunkan insiden penyakit

pernapasan secara bermakna. Pemakaian betametason untuk mempercepat

pematangan paru janin diikuti oleh terapi surfaktan sesuai kebutuhan sudah

diterima secara luas, seperti dibahas pada Bab 27 (hal. 785) dan 39 (hal. 1163).

TERAPI LAIN YANG DIGUNAKAN DALAM PEMATANGAN PARU JANIN.

Terdorong oleh keberhasilan betametason, atau mungkin justru khawatir akan

efek sampingnya, para peneliti mencari modalitas farmakologis lain untuk

mempercepat pematangan paru janin. Penelitian pada hewan mengisyaratkan

bahwa pemberian tiroksin ke janin pada berbagai tahap gestasi berkaitan dengan

percepatan pematangan paru dan kemunculan dini badan inklusi lamelar osmofilik

di dalam pneumonosit tipe II (Rooney dkk., 1974; Wu dkk., 1971, 1973). Peneliti

lain mendapatkan bahwa tiroksin tidak berpengaruh pada kativitas enzim-enzim

yang berperan dalam sintesis atau konsentrasi surfaktan (Mason, 1973; Rooney

dkk., 1974). Peneliti lainnya lagi menguji pemberian aminofilin, prolaktin, cAMP,

dan thyroid-releasing hormone kepada ibu (Ballard dkk., 1992; DiRenzo dkk.,

1989; O’Brien, 1991). Satu uji klinis aca multisentra membandingkan

betametason saja dengan betametason plus thyrotropin-relasing hormone pada

190 wanita dengan persalinan prematur, dan tidak menemukan perbedaan dalam

hasil akhir di suatu kelompok (Collaborative Santiago Surfactant Group, 1998).

Sampai saat ini belum ada studi yang membuktikan manfaat tambahan yang

signifikan dari terapi selain betametason yang diberikan kepada ibu 24 sampai 48

jam sebelum persalinan diikuti oleh terapi surfaktan pada enonatus.

Page 44: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

RESPIRASI. Dalam beberapa menit setelah lahir, sistem pernapasan harus mampu

menyediakan oksigen serte mengeluarkan karbon dioksida. Otot pernapasan

berkembang sejak dini dan gerakan dada janin dapat dideteksi oleh teknik

ultrasonografi pada usia sedini 11 minggu (Boddy dan Dawes, 1975). Sejak awal

bulan keempat, janin mampu melakukan gerakan pernapasan yang cukup intens

untuk mengalirkan cairan amnion keluar-masuk saluran napas. Dalam foto

rontgen pada gambar 7-12, yang diperoleh 26 jam satelah penyuntikan zat warna

radiooplak ke dalam kantung amnion, medium kontras sudah tampak di paru

janin.

VAGITUS UTERI. Menangis dalam rahim adalah suatu fenomena yang jarang. Setelah

ketuban pecah, udara dapat masuk ke rongga amnion dan terhirup oleh janin.

Thiery dkk. (1973) melaporkan tiga kasus yang mencatat terdengarnya tangisan

janin sewaktu diperiksa dalam (vaginal touche), amnioskopi, atau aplikasi klip

elektroda ke janin. Cegukan janin merupakan fenomena yang lebih sering, dan

gerakan yang ditimbulkan oleh janin sering dapat dirasakan oleh ibu.

Page 45: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

KELENJAR ENDOKRIN

KELENJAR HIPOFISIS. Sistem endokrin janin sudah berfungsi beberapa waktu

sebelum susunan saraf pusat mencapai tingkat kematangan agar kompeten untuk

melakukan banyak fungsi yang berkaitan dengan homeostasis (Mulchahey dkk.,

1987). Sistem endokrin janin tidak harus serupa dengan sistem pada orang

dewasa, tetapi bagaimana sistem ini merupakan salah satu sistem homeostatik

yang pertama kali berkembang. Hipofisis janin berkembang dari dua sumber yang

berbeda. Adenohipofisis berkembang dari oral ektoderm—kantung Rathke; dan

neurohipofisis berkembang dari neuroektoderm.

HIPOFISIS ANTERIOR. Adenohipofisis, atau hipofisis anterior, berdiferensiasi

menjadi lima jenis sel yang menyekresikan enam hormon protein : (1) laktotropik,

yang menghasilkan prolaktin (PRL); (2) somatotropik, yang menghasilkan

hormon pertumbhan (GH); (3) kortikotropik, yang menghasilkan kortikotropin

(ACTH); (4) tirotropik, yang menghasilkan thyroid-stimulating hormone (TSH);

dan (5) gonodotropik, yang menghasilkan luteinizing hormone (LH) dan follicle-

stimulating hormone (FSH). ACTH pertama kali terdeteksi di kelenjar hipofisis

janin pada minggu ke-7, dan sebelum akhir minggu ke 17 kelenjar hipofisis janin

sudah mampu membuat dan menyimpan semua hormon hipofisis. GH, ACTH,

dan LH sudah dapat diidentifikasi pada usia 13 minggu. Selain itu, hipofisis janin

responsif terdapat hormon-hormon hipofisiotropik dan mampu mengeluarkan

hormon-hormon ini sejak awal gestasi (Grumbach dan Kaplan, 1974).

Kadar hormon pertumbuhan imunoreaktif dalam darah tali pusat relatif tinggi,

walaupun perannnya dalam tubuh kembang janin masih belum jelas. Berat janin

anensefalus, yang jaringan hipofisisnya sedikit, tidak jauh berbeda dari janin

normal. Hipofisis janin menghasilkan dan membebaskan endorfin- dengan cara

yang tidak bergantung pada kadar plasma ibu (Browning dkk., 1983). Selain itu,

kadar endorfin- di dalam darah tali pusat diketahui menurun seiring dengan

menurunnya pH janin tetapi memiliki korelasi positif dengan PC02 janin.

Page 46: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

NEUROHIPOFISIS. Struktur in sudah berkembang baik pada minggu gestasi ke-10

sampai 12, dan oksitosin serta vasopresin arginin (AVP) sudah dapat ditemukan.

Selain itu, hormon neurohipofisis pada vertebrata submamalia, vasotosin arginin

(AVT), terdapat di kelenjar pineal dan hipofisis janin. Pada manusia, AVT hanya

terdapat pada masa janin (Fisher, 1986). Di janin, oksitosin dan AVP mungkin

berfungsi untuk menghemat air melalui kerja terutama di tingkat paru dan

plasenta dan bukan di ginjal. Kadar AVP di plasma tali pusat meningkat

mencolok dibandingkan dengan kadar ibu (Chard dkk., 1971); Polin dkk., 1977).

AVP dalam darah tali pusat dan janin tampaknya meningkat pada gawat janin

(DeVane dan Porter, 1980; DeVane dkk., 1982).

KELENJAR HIPOFISIS INTERMEDIA. Pada janin manusia, lobus intermedius

kelenjar hipofisis berkembang baik. Sel-sel di struktur ini mulai menghilang

sebelum masa aterm dan tidak ditemukan pada hipofisis dewasa. Produk

sekretorik utama sel-sel lobus intermedius adalah -melanocyte-stimulating

hormone (-MSH) dan endorfin-. Kadar -MSH pada janin menurun seiring

usia gestasi.

TIROID. Sistem hipofisis-tiroid sudah bekerja pada akhir trimester pertama (Tabel 7-4).

Kelenjar tiroid mampu mensintesis hormon pada usia 10 sampai 12 minggu, dan

TSH, tiroksin, serta globulin mengikat tiroid sudah terdeteksi di serum janin pada

usia sedini 11 minggu (Ballabio dkk., 1989). Plasenta aktif memekatkan iodida di

sisi janin dan, pada usia 12 minggu dan sepanjang kehamilan, tiroid janin

memekatkan iodida lebih besar daripada yang dilakukan tiroid ibu. Dengan

demikian, setelah waktu ini pemberian radiodida atau iodida biasa dalam jumlah

besar kepada ibu hamil dapat membayhakan. Kadar normal T4 bebas, T3 bebas,

dan globulin pengikat tiroksin di janin meningkat terus-menerus sepanjang gestasi

(Ballabio dkk., 1989). Konsentrasi TSH serum janin lebih tinggi daripada kadar

dewasa namun konsentrasi T3 total dan bebas lebih rendah daripada kadar dewasa,

sedangkan konsentrasi T4 pada usia 36 minggu setara dengan dewasa. Hal ini

mengisyaratkan bahwa hipofisis janin mungkin belum peka terhadap umpan balik

Page 47: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

sampai menjelang akhir masa janin (Thorpe-Beeston dkk., 1991; Wenstrom dkk.,

1990).

Hormon tiroid janin berperan dalam perkembangan normal hampir semua jaringan

janin, tetapi yang utama terhadap perkembangan otak. Pengaruhnya digambarkan

oleh hipertiroidisme konginetal, yang terjadi pada antibodi perangsang tiroid dari

bu menembus plasenta untuk merangsang tiroid janin. Janin ini mengalami

takikardial, hepatosplenomegali, kelainan darah, kraniosinostosis, dan restiksi

pertumbuha. Sebagai anak, mereka akan menderita gangguan persepsi motorik,

hiperaktivitas, dan pertumbuhan terhambat (Wenstrom dkk., 1990).

Membran dan jaringan plasenta tampaknya banyak mencegah pasase hormon tiroid

ibu ke janin yaitu dengan secepatnya melakukan deiodinasi T4 dan T3 ibu menjadi

reserve-T3 yaitu bentuk yang realtif inaktif (Vulsma dkk., 1989). Namun, long-

acting thyroid stimulators, LATS dan protektor LATS, serta imunoglobulin

perangsang tiroid mudah melewati plasenta apabila terdapat konsentrasi tinggi

pada ibu (Bab 50, hal. 1501).

Hormon tiroid ibu menembus plasenta dalam jumlah terbatas, seperti tergambar

pada hipotiroidisme kongenital. Kelainan ini menyebabkan berbagai masalah pada

neonatus, di antaranya kelainan neurologis, gangguan pernapasan, facies

dismorfik, letargi dan hipotonia, serta miksedema laring dan epiglotis. Masalah-

masalh ini biasanya hanya muncul setelah lahir, dan dapat dihindari dengan

pemberian terapi sulih tiroid secepatnya. Walaupun dahulu dianggap bahwa

tumbuh kembang janin normal merupakan bukti bahwa tiroid tidak esensial untuk

pertumbuhan janin, sekarang diketahui bahwa tumbuh-kembang tersebut

berlangasung normal tanpa hormon tiroid janin karena sejumlah kecil T4 ibu

masuk ke janin dan mencegah kretinisme antenatal. Vulsma dkk. (1989)

mempelajari janin yang mengalami hipotiroid berat akibat agenesis tiroid atau

karena ketiadaan tiroid peroksidase konginital, suatu enzim yang penting untuk

iodinasi tiroglobulin. Mereka mendapatkan bahwa kadar T4 janin sangat rendah

dan mencerminkan hormon ibu yang menembus plasenta.

Segera setelah lahir, terjadi perubahan besar dalam fungsi dan metabolisme tiroid.

Lingkungan yang dingin memicu peningkatan sekresi tirotropin secara mendadak

Page 48: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

dan nyata, yang selanjutnya menyebabkan peningkatan progresif kadar T4 serum

yang mencapai makasimal 24 sampai 36 jam setelah lahir. Terjadi penignkatan

kadar T3 serum secara hampir bersamaan. Apabila hal ini tidak terjadi, seperti

pada janin dengan hipotiroidisme kongenital, timbul berbagai masalah termasuk

krenitisme, suatu bentuk retardasi mental akibat cedera otak postnatal.

KELENJAR ADRENAL. Dibandingkan dengan ukuran tubuh total, kelenjar ini jauh

lebih besar dibandingkan dengan ukuran saat dewasa. Yang terutama menentukan

besarnya ukuran ini adalah bagian dalam korteks adrenal yang disebut juga zona

janin (fetal zone). Zona janin yang mengalami hipertrofi normal akan segera

berinvolusi setelah lahir. Pada kasus-kasus yang jarang, ketika kelenjar hipofisis

secara konginital tidak terbentuk, zona ini dan pengendalian steroidogenesis

adrenal janin (dehidroepiandrosteron sulfat dan kortisol) dibahas secara rinci pada

Bab 6 (hal. 126).

Kelenjar adrenal janin juga mensintesis aldosteron. Pada sebuah studi, kadar

aldosteron di plasma tali pusat menjelang aterm melebihi kadar di plasma ibu,

demikian juga kadar renin dan substrat renin (Katz dkk., 1974). Tubulus ginjal

neonatus, dan mungkin janin, tampaknya relatif kurang peka terhadap aldosteron

(Kaplan, 1972).

JENIS KELAMIN JANIN.

Penentuan rasio jenis kelamin primer pada manusia merupakan tindakan yang kurang

praktis, karena untuk itu diperlukan penemuan dan penentuan jenis kelamin pada

zigot yang gagal membelah, blastokista yang gagal berimplantasi, dan keguguran

pada awal kehamilan. Carr (1963) memperkirakan bahwa rasio jenis kelamin

primer pada manusia mungkin sekitar satu. Namun, rasio jenis kelamin sekunder

yaitu rasio jenis kelamin pada janin yang mencapai viabilitas biasnya dianggap

sekitar 106 laki-laki terhadap 100 perempuan. Studi-studi terakhir di berbagai

negara industri mengisyaratkan bahwa proporsi bayi laki-laki menurun. Davis

dkkk. (1998) melaporkan penurunan bermakna kelahiran bayi laki-laki sejak

tahun 1950 di Denmark, Swedia, Belanda, Amerika Serikat, Jerman, Norwegia,

Page 49: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

dan Finlandia. Allan dkk. (1997) meneliti rasio laki-laki : perempuan untuk semua

kelahiran hidup di Kanada dan mendapatkan bahwa sejak tahun 1970, proporsi

laki-laki turun sebesar 2,2 kelahiran laki-laki per 1000 kelahiran hidup. Di daerah

Atlantik, penurunannya adalah 5,6 kelahiran laki-laki per 1000!

Walaupun secara teoritis yang seharusnya sperma yang mengandung kromosom Y

sama banyak dengan yang mengandung kromosom X, sehingga rasio jenis

kelamin primer saat fertilisasi adalah satu, namun data-data terakhir

menyangkalnya. Banyak faktor, misalnya perbedaan kerentanan terhadap toksin

dan pejanan lingkungan lain serta kelainan-kelainan medis, terbukti berperan

terhadap jenis kelamin saat konsepsi. Usia orang tua tampaknya mempengaruhi

rasio jenis kelamin primer, dan Manning (1997) melaporkan bahwa pasangan

dengan perbedaan usia yang besar cenderung memiliki anak laki-laki. James

(1986) berteori bahwa hal ini mungkin disebabkan oleh tingginya stres di

masyarakat perkotaan yang mungkin menyebabkan peningkatan rekresi

kortikotropin yang kemudian merangsang sekresi androgen ibu sehingga jenis

kelamin cenderung laki-laki. Apabila bukan disebabkan oleh hal ini, maka

ketidakseimbangan dalam rasio jenis kelamin sekunder hanya dapat dijelaskan

oleh banyaknya kematian mudigah janin perempuan pada bulan-bulan awal

kehamilan dibandingkan dengan laki-laki.

PENENTUAN JENIS KELAMIN SAAT LAHIR. Hal pertama yang ingin diketahui

orang tua di kamar bersalin adalah jenis kelamin anak mereka. Apabila genitalia

eksterna neonatus tidak jelas (ambigu), maka ahli kebidanan akan menghadapi

dilema besar. Griffin dan Wilson (1986) menyatakan bahwa tidaklah berlebihan

untuk berpendapat bahwa deteksi ambiguitas jenis kelamin pada neonatus

merupakan suatu kedaruratan medis sejati. Kesalahan penentuan jenis kelamin

kemungkinan besar akan mendatangkan masalah psikologis dan sosial yang berat

bagi bayi dan keluarganya. Selain itu, beberapa kelainan endokrinologis penyebab

ambiguitas jenis kelamin dapat menyebabkan instabilitas tekanan darah yang

hebat dan kelainan metabolik yang serius.

Page 50: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

Sekarang anggapab bahwa penentuan jenis kelamin fungsional yang benar bagi

neonatus dengan ambiguitas kelamin dapat dilakukan di kamar bersalin sudah

tidak berlaku lagi. Penentuan jenis kelamin bayi memerlukan pengetahuan tentang

jenis kelamin kariotip, jenis kelamin gonad, lingkungan hormon tempat janin

terpajan, anatomi, dan semua kemungkinan untuk koreksi bedah. Dahulu, banyak

dokter langsung menggolongkan bayi dengan phallus yang kecil atau insufisien

sebagai bayi perempuan. Berdasarkan apa yang sekarang diketahui tentang peran

pajanan janin terhadap hormon dalam menentukan preferensi dan perilaku

seksual, dapat dilihat menggapa kebijakan seperti itu menyebabkan gangguan

identitas jenis kelamin (Slijper dkk., 1998). Dengan demikian, pendekatan terbaik

adalah memberi tahu orang tua bahwa bayinya sehat, tetapi secara jujur mengakui

bahwa jenis kelamin perlu ditentukan setelah serangkaian pemeriksaan. Untuk

membuat suatu rencana untuk menentukan penyebab ambiguitas genitalia, maka

mekanisme diferensiasi seksual normal adalah abnormal perlu dipahami.

DIFERENSIASI SEKSUAL PADA MUDIGAH-JANIN. Diferensiasi jenis kelamin

ditentukan oleh susunan kromosom, ynag bekerja bersama dengan perkembangan

gonad; untuk menghasilkan jenis kelamin fenotip.

JENIS KELAMIN KROMOSOM. Jenis kelamin genetik, XX atau XY, sudah

ditentukan saat pembuahan ovum. Namun, selama 6 minggu pertama sesudahnya,

perkembangan morfologis mudigah laki-laki dan perempuan tidak dapat

dibedakan. Diferensiasi gonad primordial menjadi testis atau ovarium menandai

pembentukan jenis kelamin gonad (Gambar 7-16).

JENIS KELAMIN GONAD. Sel germinatium primordial berasal dari endoderm yolk

sac dan bermigrasi ke genital ridge untuk membentuk gonad indiferen (Simpson,

1997). Apabila terdapat sebuah kromosom Y, maka pada sekitar 6 minggu setelah

konsepsi gonad mulai berkembang menjadi testis. Pembentukan testis diarahkan

oleh sebuah gen yang terletak di lengan pendek Y, yang disebut testis determining

factor (TDF), yang juga disebut sexdetermining region (SRY). Gen ini mengkode

Page 51: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

sebuah faktor transkripsi yang bekerja mengatur laju transkripsi sejumlah gen

yang terlibat dalam diferensiasi gonad. Gen SRY bersifat spesifik untuk

kromosom Y dan diekspresikan di zigot sel-tunggal manusia segera setelah

pembuahan ovum. Gen ini tidak diekspresikan di spermatozoa (Fiddler dkk.,

1995; Gustafson dan Donahoe, 1994).

Selain itu, pembentukan testis memerlukan regio dose-dependent sex reversal

(DDS) di kromosom X, serta gen-gen autosom yang belum lagi terindentifikasi.

Belum jelas bagaimana gen-gen ini, atau kromosom Y, mengarahkan proses-

proses biomolekular yang berperan dalam diferensiasi gonad menjadi testis.

Kontribusi jenis kelamin kromosom terhadap jenis kelamin gonad tergambar pada

beberapa keadaan paradoks. Insiden laki-laki berfenotip 46, XX diperkirakan

sekitar 1 dari 20.000 kelahiran bayi laki-laki.

Kelainan ini tampaknya terjadi akibat translokasi fragmen kromosom Y yang

mengandung TDF ke kromosom X sewaktu meiosis sel germinativum laki-laki

(George dan Wilson, 1988). Demikian juga, individu dengan kromosom XY dapat

tampak secara fenotipik sebagai perempuan apabila mereka mengalami mutasi di

gen TDR (SRY). Terdapat bukti bahwa gen-gen di Xp mampu menekan

perkembangan testis, walaupun terdapat gen SRY. Memang, hal ini merupakan

penyebab suatu bentuk disgenesis gonad resesif terkait-X.

Keberadaan gen-gen autosom penentu jenis kelamin didukung oleh beberapa

sindrom genetik yang bila terdapat gangguan pada sebuah gen autosom

menyebabkan, diantaranya, disgenesis gonad. Sebagai contoh, comptomelic

dysplasia, yang terletak di kromosom 17, berkaitan dengan XY sex reversal.

Demikian juga, pseudohermafroditisme laki-laki dikatakan berkaitan dengan

mutasi di gen penekan tumor Wilms di kromosom 11.

JENIS KELAMIN FENOTOP. Setelah jenis kelamin gonad terbentuk, jenis kelamin

fenotip berkembang pesat. Jelaslah bahwa diferensiasi seksual fenotip laki-laki

diarahkan oleh fungsi testis janin. Tanpa adanya testis, yang berkembang adalah

jenis kelamin perempuan apapun jenis kelamin genetiknya.

Page 52: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

Pada mudigah manusia, perkembangan saluran urogenital di kedua jenis kelamin

tidak dapat dibedakan sebelum 8 minggu. Setelah itu, perkembangan

(diferensiasi) genitalia interna dan eksterna menjadi fenotip laki-laki bergantung

pada fungsi testis. Eksperimen fundamental untuk menentukan peran testis dalam

diferensiasi seksual pria dilakukan oleh ahli anatomi Perancis, Alfred Jost.

Akhirnya ia memastikan bahwa fenotip yang diinduksi adalah laki-laki dan bahwa

asekresi dari gonad tidak dibutuhkan untuk diferensiasi perempuan. Ovarium

tidak diperlukan secara spesifik untuk diferensiasi jenis kelamin perempuan.

Jost dkk. (1973) mendapatkan bahwa apabila janin kelinci sudah dikastrasi sebelum

diferensiasi anlagen (bakal organ rudimenter), genital, maka semua bayi secara

fenotip adalah betina dengan genitalia eksterna dan interna betina. Dengan

demikian, duktus mulleri berkembang menjadi uterus, tua fallopii, dan vagian

bagian atas.

Apabila kastrasi janin dilakukan sebelum diferensiasi anlagen genital, dan setelah

itu sebuah testis diimplantasikan di salah satu sisi menggantikan gonad yang

diangkat, maka fenotip semua janin adalah jantan. Dengan demikian, genitalia

eksterna janin tersebut mengalami maskulinisasi. Di sisi tempat testis

berimplantasi, duktus wolffi berkembang menjadi epididimis, vas deferens, dan

vesikula seminalis. Di sisi tempat implantasi testis, tidak dijumpai struktur

mulleri, termasuk kornu uterus dan tuba fallopii. Disisi yang tidak terdapat implan

testis, duktus mulleri tetap berkembang (dengan kastrasi) tetapi duktus wolffi

tidak.

Pada eksperimen lain, para peneliti ini mendapatkan bahwa apabila setelah kastrasi

janin pada tahap sebelum diferensiasi seksual dilakukan pematangan suatu pelet

androgen di satu sisi—di tempat gonad yang diangkat—maka genitalia eksterna

akan mengalami maskulisasi. Demikian juga duktus wolffi di sisi tmepat

pemasangan pelet androgen. Namun, duktus mulleri tidak mengalami regresi;

sehingga tetap terbentuk kornu uterus dan tuba falloopii walaupun telah dilakukan

implantasi androgen.

Wilson dan Gloyna (1970) serta Wilson dan lasnitzki (1971) membuktikan bahwa

kerja testosteron diperkuat oleh konversinya menjadi 5-dihidrotestosteron dalam

Page 53: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

suatu reaksi yang dikatalisis oleh enzim (-enzim) 5-reduktase. Hormon ini

bekerja terutama (hampir secara eksklusif) di tuberkulum genitale dan lipatan

labioskrotal.

DASAR FISIOLOGIS DAN BIOMELEKULAR DIFERENSIASI SEKSUAL.

Berdasarkan pengamatan-pengamatan di atas, dasar fisiologis diferensiasi seksual

dapat diringkas sebagai berikut: jenis kelamin genetik ditentukan saat pembuahan.

Jenis kelamin gonad ditentukan terutama oleh faktor-faktor yang dikode oleh gen-

gen pada kromosom Y, misalnya gen SRY. Melalui suatu cara yang belum

dipahami, terjadi diferensiasi gonad primitif menjadi testis.

KONSENTRASI TESTIS JANIN PADA DIFERENSIASI JENIS KELAMIN LAKI-

LAKI. Testis janin mengeluarkan suatu zat mengandung protein yang disebut

mullerian-inhibiting substance, suatu glikoprotein dimer (BM sekitar 140.000).

zat ini bekerja lokal sebagai faktor parakrin untuk menyebabkan regresi duktus

mulleri. Dengan demikian, zat ini mencegah perkembangan uterus, tuba fallopii,

dan vagina bagian atas. Testis janin mengeluarkan testosteron, yang bekerja untuk

menimbulkan virilisasi anlagen genitalia eksterna dan interna.

Mullerian-inhibiting substance diproduksi oleh sel Sertoli tubulus seminiferus.

Yang penting, tublus ini tampak di gonad janin sebelum diferensiasi sel Leydig—

tempat pembentukan testosteron. Dengan demikian, mullerian-inhibiting

substance diproduksi oleh sel Sertoli bahkan sebelum diferensiasi tubulus

seminiferus, dan sudah disekresikan pada usia sedini 7 minggu. Regresi duktus

mulleri selesai pada usia 9 sampai 10 minggu, yaitu sebelum dimulainya sekresi

testosteron. Karena bekerja secara lokal di dekat tempat pembentukannya, apabila

tidak terdapat testis di satu sisi, maka duktus mulleri di sisi tersebut akan menetap

dan pada sisi tersebut akan terbentuk uterus dan tuba fallopii.

Sekresi mullerian-inhibiting usbstance berlanjut sepanjang kehidupan janin dan

setelah lahir, tetapi ekspresi reseptornya pada masa mudigah sangat singkat.

Kadar zat ini dalam serum anak laki-laki tetap tinggi (10 sampai 50 ng/ml)

sebelum menurun menjadi kadar basal 1 sampaiu 5 ng/ml saat pubertas.

Page 54: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

Mullerian-inhibiting substance juga diproduksi oleh sel granulosa ovarium, tetapi

tidak semasa kehidupan janin atau postnatal sampai menjelang perkiraan waktu

pubertas. Namun, kadar mullerian-inhibiting substance di dalam serum mungkin

meningkat secara nyata pada wanita dengan tumor sel granulosa di ovarium

(Gustafson dan donahoe, 1994).

SEKRESI TESTOSTERON JANIN. Testis janin mensekresikan testosteron,

tampaknya karena stimulasi yang pada awalnya disebabkan oleh gonadotropin

koriotik (hCG), dan kemudian oleh LH hipofisis. Beberapa peneliti berpandnagan

bahwa sintesis testosteron pada mudigah-janin tersebut tidak bergantung pada

gonadotropin. Testosteron bekerja secara langsung di duktus wolffi untuk memicu

perkembangan vas deferens, epididimis, dan vesikula seminalis. Testosteron juga

masuk ke darah janin dan bekerja pada anlagen genitalia eksterna. Namun, di

jaringan-jaringan ini testosteron diubah menjadi 5-dihidrotestosteron, yang

memperkuat efek androgen testosteron yaitu virilisasi genitalia eksternal.

AMBIGUITAS GENITALIA PADA NEONATUS. Ambiguitas ini terjadi akibat efek

androgen berlebihan pada mudigah-janin yang ditakdirkan menjadi perempuan,

atau kurangnya androgen bagi bayi yang sebenarnya ditakdirkan menjadi laki-

laki. Walaupun jarang, ambiguitas genitalia mungkin menunjukkan adanya

hermafroditisme sejati. Apabila neonatus secara fenotip adalah laki-laki

dengan kriptorkismus bilateral, atau apabila genitalia jelas ambigu,

diagnosisnya adalah hiperplasia adrenal kongenital dan neonatus yang

bersangkutan diterapi sampai uji-uji yang sesuai dapat memastikan atau

menyingkirkan diagnosis tersebut. Hal ini berlaku karena, dari semua kausa

ambiguitas genitalia, hanya hiperplasia adrenal kongenital yang dapat mengancam

nyawa. Apabila tidak segera diobati, terjadi kegagalan adrenal yang memicu

mual, muntah, diare, dehidrasi, dan syok (Speroff dkk., 1994).

Pada manusia, kelainan diferensiasi jenis kelamin yang menyebabkan ambiguitas

genitalia dapat digolongkan ke salah satu dari empat kategori klinis :

1. Pseudohermafroditisme wanita.

Page 55: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

2. Pseudohermafroditisme pria.

3. Gonad disgenetik, termasuk hermafroditisme sejati.

4. Hermafroditisme sejati (jarang).,

KATEGORI 1. PSEUDOHERMAFRODITISME WANITA. Pada keadaan ini:

1. Mullerian-inhibiting substance tidak diproduksi.

2. Terjadi pajanan mudigah-janin terhadap androgen secara berlebihan tetapi dalam

kadar yang bervariasi, pada janin yang ditakdirkan menjadi wanita.

3. Kariotipe adalah 46, Xx.

4. Terdapat ovarium.

Dengan demikian, berdasarkan jenis kelamin genetik dan gonad, semua pasien dalam

kategori ini ditakdirkan menjadi perempuan, dan kelainan dasarnya adalah

kelebihan androgen. Karena mullerian-inhibiting substance tidak diproduksi, pada

pasien terbentuk uterus, tuba fallopii, dan vagina bagian atas. Apabila janin yang

bersangkutan baru terpajan androgen dalam jumlah sedikit baru terpajan androgen

dalam jumlah sedikit pada tahap perkembangan yang cukup lanjut, satu-satunya

kelainan genital adalah hipertrofi klitoris ringan sampai sedang dengan fenotip

wanita lainnya normal. Pada pajanan androgen yang lebih besar, hipertrofi klitoris

akan lebih mencolok dan akan terjadi fusi labia psterior. Apabila pajanan terhadap

androgen lebih besar dan terjadi lebih awal pada perkembangan mudigah,

virilisasi yang terjadi semakin hebat. Hal ini mencakup pembentukan lipatan

labioskrotal, berkembangnya sinus urogenital (tempat vagina mengeluarkan isinya

ke uretra posterior), dan bahkan terbentuknya uretra penis disertai skrotum

(sindrom skrotum hampa).

Kelebihan androgen pada janin dengan pseudohermafroditisme wanita paling

sering terjadi akiabt hiperpalasia adrenal kongenital. Defek enzim steroidogenik

dalam sintesis kortisol dari koleterol ini menyebabkan meningkatnya sekresi

prahormon androgen oleh korteks adrenal janin. Dengan tergangguanya sintesis

kortisol, sekresi ACTH hipofisis tidak terhambat dan terjadi stimulasi ACTH

berlebihan terhadap kelenjar adrenal janin yang menyebabkan sekresi dalam

Page 56: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

jumlah besar prekursor kortisol, termasuk prahormon androgen. Berbagai

prahormon ini, misalnya androstenedion, diubah menjadi testesteron di jaringan

ekstra-adrenal janin. Defisiensi enzim mungkin melibatkan salahs atu dari

beberapa enzim, tetapi yang tersering adalah steroid 21-hidroksilase, 11--

hidroksilase atau 11--hidroksilase menyebabkan peningkatan produksi

deoksikortikosteron, yang menimbulkan hipertensi dan asidosis hipokalemik.

Dengan demikian, bentuk-bentuk hiperplasia adrenal konginetal ini adalah suatu

kedarutatan medis.

Kausa lain kelebihan androgen pada mudigah janin perempuan adalah penyaluran

androgen dari kompartemen ibu. Kelebihan sekresi androgen ibu mungkin berasal

dari ovarium yang mengalami hiperreaksio luteinalis atau kista teka lutein atau

tumor misalnya luteoma, arenoblastoma (tumor sel Sertoli/Leydig), atau tumor sel

hilus. Namun, pada sebagian besar kasus, janin perempuan tidak mengalami

virilisasi, hal ini terjadi karena selama hampir sepanjang kehamilan, janin

terlindung dari kelebihan anadrogen ibu oleh kapasitas luar biasa sinsitio-trofoblas

untuk mengubah sebagian besar steroid C19 (termasuk testosteron) menjadi

estradiol-17. Satu-satunya pengecualian untuk generalisasi ini adalah bahwa

pada defisiensi aromatase janin terjadi virilisasi baik pada ibu maupun janin (Bab

6, hal. 130). Obat-obat yang dikonsumsi selama kehamilan juga dapt

menyebabkan peningkatan androgen berlebihan pada janin perempuan. Umumnya

obat yang diduga menjadi penyebab adalah progestin sintetik atau steroid anabolik

(Bab 38, hal. 1135).

Yang penting, semua pengidap pseudohermafroditisme wanita, kecuali mereka

yang mengalami defisiensi aromatase, dapat menjadi wanita normal subur apabila

diagnosis tepat dan terapi diberikan secara benar dan dalam waktu yang tepat.

KATOGORI 2. PSEUDOHERMAFRODITISME PRIA. Pada pasien dijumpai:

1. Pembentukan mullerian-inhibiting substance.

2. Penampakan androgenik inkomplet, tetapi bervariasi, pada janin yang ditakdirkan

menjadi laki-laki.

3. Kariotipe 46, XY.

4. Adanya testis atau tidak ada gonad.

Page 57: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

Maskulinisasi inkomplet pada janin yang ditakdirkan menjadi laki-laki disebabkan

oleh tidak memadainya produksi testosteron oleh testis janin. Hal ini juga dapat

terjadi akibat berkurangnya responsivitas anlagen genitalia terhadap androgen

dalam jumlah normal, yang mencakup kegagalan pembentukan 5-

dihidrotestosteron in situ di jaringan peka androgen. Karena testis tampak, paling

tidak pada suatu saat selama masa mudigah, maka pada masa tersebut diproduksi

mullerian-inhibiting substance. Dengan demikian, uterus, tuba fallopii, dan

vagina bagian atas tidak terbentuk.

Defisiensi produksi testosteron oleh testis janin dapat terjadi apabila terdapat suatu

defek enzimatik dalam steroidogenesis yang mengenai salah satu dari empat

enzim dalam jalur biosintesis testosteron. Gangguan steroidogenesis di testis janin

juga dapat disebabkan oleh kelainan di reseptor LH/hCG dan oleh hipoplasia sel

Leydig.

Dengan terjadinya regresi testis mudigah semasa kehidupan janian atau mudigah,

sesudah itu tidak lagi terjadi produksi testosteron (Edman dkk., 1977). Para pasien

ini memperlihatkan suatu spektrum fenotipe yang bervariasi dari wanita normal

tanpa uterus, tuba fallopii, dan vagina bagian atas, sampai fenotipe laki-laki

normal dengan anorkia.

Resistensi androgen, atau defisiensi responsivitas terhadap androgen, disebabkan

oleh kelainan (atau tidak adanya) protein reseptor androgen, atau disebabkan oleh

kegagalan konversi testosteron menjadi 5-dihidrotestosteron di jaringan-jaringan

tersebut karena defisiensi aktivitas enzim (Wilson dan MacDonald, 1978).

SINDROM INSENSIVITAS ANADROGEN. Dahulu keadaan ini disebut feminisasi

testikular dan merupakan salah satu bentuk sindrom resistensi androgen yang

paling ekstrim. Para pasien tidak memiliki responsivitas jaringan terhadap

androgen. Pasien memiliki fenotipe perempuan dengan vagina yang pendek dan

buntu, tanpa uterus dan tuba fallopii, dan tanpa struktur duktus wolffi. Pada

perkiraan waktu pubertas, kdar testosteron pada wanita ini meningkat ke kadar

yang serupa dengan pria normal. Bagaimanapun, tidak terjadi virilisasi, dan

Page 58: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

bahkan rambut pubis dan ketiak tidak tumbuh karena resistensi end-organ.

Diperkirakan karena adanya resistensi androgen di tingkat otak dan hipofisis,

kadar LH juga meningkat. Sebagai respons terhadap tingginya kadar LH, juga

terjadi peningkatan sekresi estradiol-17 oleh testis dibandingkan dengan pada

pria normal (MacDonald dkk., 1979). Meningkatnya sekresi estrogen, dan tidak

adanya responsivitas terhadap androgen, bersama-sama menimbulkan feminisasi

(pembentukan payudara).

Para individu dengan insensitivitas androgen inkomplet memperlihatkan sedikit

responsivitas terhadap androgen. Mereka biasanya mengalami hipertrofi klitoris

tingkat sedang saat lahir; tetapi pada waktu perkiraan pubertas, terjadi

pembentukan rambut pubis dan aksila walaupun tidak tearjadi virilisasi. Para

wanita ini juga membentuk payudara feminin, mungkin melalui mekanisme

endokrin yang sama dengan yang terjadi pada wanita dengan bentuk komplet

penyakit ini (Madden dkk., 1975).

Kelompok pasien lain disebut sebagai seudohermafroditisme pria familial, tipe I

(Walsh dkk., 1974). Kelainan ini juga sering disebut sebagai sindrom Reifenstein,

tetapi merupakan suatu spektrum virilisasi genital inkomplet yang dapat bervariasi

dari fenotip yang serupa dengan wanita dengan insensitivitas androgen inkomplet

sampai ke fenotip pria dengan hanya sebuah skrotum bifida, infertilitas, dan

ginekomastia. Pada pasien seperti ini, rsistensi androgen ditunjukkan oleh

berkurangnya kapasitas fibroblas dari kulit genital yang dibiakkan untuk

mengikuti 5-dihidrostestosteron.

Gen yang mengode reseptor androgen terletak di kromosom X. Lebih dari 100

mutasi yang berbeda pada gen ini sudah diketahui. Hal ini menjadi penyebab

luasnya variabilitas dalam responsivitas androgen di antara pasien yang protein

reseptor anadrogennya abnormal atau tidak ada, dan banyak mutasi yang berbeda

yang berkaitan dengan satu penyakit (McPhaul dkk., 1991; Patterson dkk., 1994).

Alternatif bentuk rsistensi androgen lain adalah yang disebabkan oleh defiseensi

5-reduktase di jaringan peka androgen. Karena efek androgen pada anlagen

genitalia eksternal diperantarai oleh 5-dihidrotestosteron, orang yang mengidap

defisiensi ini memperlihatkan genitalia eksterna perempuan (hipertrofi klitoris

Page 59: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

sedang). Tetapi karena efek androgen di duktus wolffi langsung diperantarai oleh

testosteron, epididimis, vesikula seminalis, dan vas deferens terbentuk sempurna,

sementara duktus ejakulatorius menyalurkan isinya ke dalam vagina (Walsh dkk.,

1974).

Andersson dkk. (1991) telah membuktikan bahwa terdapat dua gen yang mengkode

5-reduktase steroid. Gen tipe 1 diekspresikan di banyak jaringan dan enzim yang

dikode oleh gen ini berfungsi terutama pada reaksi awal metabolisme testosteron

di hati. Gen tipe 2 diekspresikan terutama di jaringan peka androgen dan ekspresi

yang abnormal penyebab pseudohermafroditisme pria. Kumpulan foto genetalia

eksterna dari masing-masing subyek yang mengalami keempat tipe resitensi

androgen diperlihatkan di gambar 7-17.

KATEGORI 3: GONAD DISGENETIL. Kategori ini mencakup kelainan diferensiasi

jenis kelamin yang memiliki beberapa gambaran umum :

1. Mullerian-inhibiting substance tidak diproduksi.

2. Pajanan janin terhadap androgen bervariasi kadarnya.

3. Kariotipe berbeda-beda di antara pasien dan seringkali abnormal.

4. Tidak teradpat testis maupun ovarium normal—walaupun jarang, dapat ditemukan

baik jaringan ovarium maupun testis. Pada semua pasien dalam kategori ini, dijumpai

uterus, tuba fallopii, dan vagina bagian atas.

Pada sebagian besar pasien yang termasuk kategori 3, gonadnya mengalami disgenesis.

Pada bentuk disgenesis gonad yang paling sering, sindrome turner (46,X),

fenotipnya adalah perempuan tetapi karateristik seks sekunder tidak muncul pada

usia perkiraan pubertas, dan pasien tetap mengalami infantilisme seksual.

Sebagian orang dengan gonad disgenetik memperlihatkan jenis genitalia yang

ambigu, yang mengindikasikan bahwa selama masa mudigah-janin, gonad

abnormal memproduksi androgen, walaupun dalam jumlah kecil. Secara umum,

pada pasien-pasien ini terdapat gonad disgenetik campuran, dan salah satu

contohnya adalah gonad disgenetik pada satu sisi dan testis abnormal atau tumor

disontogenetik pada sisi lain.

Page 60: Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin

KATEGORI 4 : HERMAFRODITISME SEJATI. Pada sebagian besar pasien yang

hermafroditisme sejati, karakteristik yang terdapat di kategori 3 terpenuhi. Selain

itu, hermafroditisme sejati memiliki jaringan ovarium dan testis, dan terutama,

sel-sel germinativum dari kedua jenis kelamin (ovum dan sperma) ditemukan di

gonad yang abnormal.

DIAGNOSIS AWAL KAUSA AMBIGUITAS GENITALIA. Diagnosis awal etiologi

dan patogenesis ambiguitas jenis kelamin dapat ditegakkan saat bayi yang

bersangkutan lahir. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan ultrasonografi terhadap

bayi tersebut, dokter yang berpengalaman dapat memastikan sejumlah temuan

penting. Temuan-temuan tersebut mencakup apakah gonad dapat diraba, dan

apabila demikian, di mana letak gonad tersebut; panjang dan garis tengah phallus;

posisi meatus uretra; derajat fusi lipatan labioskrotal; dan ada tidaknya vagina,

kantung vagina, atau sinus urogenital (Speroff dkk., 1994). Apabila terdapat

uterus, diagnosisnya adalah pseudohermafroditisme wanita, disgenesis testis atau

gonad, atau hermafroditisme sejati. Riwayat hiperplasia adrenal kongenital dalam

keluarga juga membantu. Apabila tidak terdapat uterus, diagnosisnya adalah

pseudohermafroditisme pria. Resistensi androgen dan defek enzim dalam

biosintesis testosteron testis sering bersifat familial.