Peritonitis

33
BAB 1 PENDAHULUAN Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. Peradangan peritoneum (peritonitis) merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen. Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri secara inokulasi kecil-kecilan.Kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, penurunan resistensi, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. 1

description

peritonitis

Transcript of Peritonitis

Page 1: Peritonitis

BAB 1

PENDAHULUAN

Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut

yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini

memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada

perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat

menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna

sehingga terjadilah peritonitis.

Peradangan peritoneum (peritonitis) merupakan komplikasi berbahaya yang sering

terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis,

perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi

kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.

Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri secara inokulasi

kecil-kecilan.Kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, penurunan resistensi,

dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang

memudahkan terjadinya peritonitis.

Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap

keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan

mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan

melakukan analisis pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

1

Page 2: Peritonitis

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi Peritoneum

Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh.

Peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum parietal, yang melapisi dinding

rongga abdominal dan berhubungan dengan fascia muscular, dan peritoneum visceral, yang

menyelaputi semua organ yang berada di dalm rongga itu. Peritoneum parietale mempunyai

komponen somatic dan visceral yang memungkinkan lokalisasi yang berbahaya dan

menimbulkan defans muscular dan nyeri lepas.1,2 Ruang yang bisa terdapat di antara dua

lapis ini disebut ruang peritoneal atau cavitas peritonealis. Ruang di luarnya disebut Spatium

Extraperitoneale. Di dalam cavitas peritonealis terdapat cairan peritoneum yang berfungsi

sebagai pelumas sehingga alat-alat dapat bergerak tanpa menimbulkan gesekan yang berarti.

Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:

1.Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa).

2.Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.

3.Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.

Cavitas peritonealis pada laki-laki tertutup seluruhnya tetapi pada perempuan

mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui tuba uterina, uterus dan vagina. Spatium

Extraperitoneale dapat dibedakan menurut letaknya , di depan (spatium praepitoneale), di

belakang (spatium retroperitoneale) dan dibawah (spatium subperitoneale). Alat yang terletak

di dalam cavitas peritoneale disebut letak intraperitoneale, seperti pada lambung, jejunum,

ileum, dan limpa. Sedangkan yang terletak di belakang peritoneum disebut retroperitoneale

seperti pada ginjal dan pancreas.1

Omentum adalah dua lapisan peritoneum yang menghubungkan lambung dengan alat

viscera lainnya seperti dengan hepar (omentum minus), dengan colon transversum (omentum

majus), dan dengan limpa (omentum gastrosplenicum). Peritoneum dari usus kecil disebut

mesenterium, dari appendik disebut mesoappendix dari colon transversum dan sigmoideum

disebut mesocolon transversum dan sigmoideum. Mesenterium dan omentum berisi

pembuluh darah dan limfe serta saraf untuk alat viscera yang bersangkutan.2,3

2

Page 3: Peritonitis

Gambar 2. Struktur peritoneum 12

Peritoneum parietale sensitif terhadap nyeri, temperatur, perabaan dan tekanan dan

mendapat persarafan dari saraf-saraf segmental yang juga mempersarafi kulit dan otot yang

ada di sebelah luarnya. Iritasi pada peritoneum parietale memberikan rasa nyeri lokal, namun

insici pada peritoneum viscerale tidak memberikan rasa nyeri.1,2 Peritoneum viscerale sensitif

terhadap regangan dan sobekan tapi tidak sensitif untuk perabaan, tekanan maupun

temperature.4,5

Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kraniodorsal diperoleh

perdarahan dari cabang aa. Intercostalis VI – XII dan a. epigastrika superior. Dari kaudal

terdapat a. iliaca a. sircumfleksa superfisialis, a. pudenda eksterna dan a. epigastrika inferior.

Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun vertikal tanpa

menimbulkan gangguan perdarahan.1,2,3 Persarafan dinding perut dipersyarafi secara

segmental oleh n.thorakalis VI – XII dan n. lumbalis I. 2

Sangat penting untuk memahami posisi dari alat-alat viscera abdomen agar dapat

segera mengetahui atau memperkirakan alat apa yang terkena tusukan pada perut: .

Hepar merupakan suatu organ yang besar yang mengisi bagian atas rongga abdomen.

Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah per melekat pada permukaan

visceral lobus kanan hepar. Ujung buntunya (fundus) menonjol di bawah pinggir bawah

hepar.

Esophagus di daerah abdomen pendek, 1,25 cm terletak di belakang lobus kiri hepar.

Gaster (ventriculus) terletak pada regio hypochondriaca kiri, epigastrica dan umbilicalis

Duodenum terletak di regio epigastrica dan umbilicalis

3

Page 4: Peritonitis

Merupakan bagian pertama dari usus halus, berbentuk C, melekat pada caput

pankreas, panjang 20-25 cm

Terdiri dari 4 bagian:

o Pars I (superior)

o Pars II (desenden)

o Pars III (horizontal/inferior)

o Pars IV (asenden)

Duodenum pars Superior

Memanjang dari orificium piloricum gaster hingga collum vesica felea, tepat di sisi kanan

corpus vertebra L1. Panjang ± 5 cm.

Batas:

o Posterior oleh ductus biliaris komunis, arteri gastroduodenalis, vena porta, dan

vena cava inferior.

o Anterior oleh lobus quadratus hepar.

4

Page 5: Peritonitis

o Superior oleh foramen epiploica

o Inferior oleh caput pankreas

o Setengah bagian proksimalnya bebas bergerak dan setengah bagian distalnya

terfiksasi

Duodenum pars descendens

Berada tepat di sisi kanan linea mediana dan memanjang dari collum vesica fellea

hingga batas inferior dari vertebra L3. Panjangnya sekitar 7,5 cm.

Batas:

o Anterior oleh kolon transversum, lobus hepar dekstra, dan jejunum,

o Posterior oleh ginjal kanan,

o Medial oleh caput pankreas,

o Lateral oleh kolon asenden dan fleksura kolika dekstra.

o Di pertengahan pars II (sisi posteromedial) terdapat traktus pankreatikobiliaris

terdapat papila duodeni mayoris (muara dari duktus biliaris dan duktus pankreatikus)

serta papila duodeni minoris (muara duktus pankreatikus asesorius).

Duodenum pars horizontal/inferior

Bagian duodenum terpanjang, memanjang dari sisi kanan vertebra lumbal 3 atau 4 ke

sisi kiri aorta. Panjangnya 10 cm.

Batas :

Superior : caput dan prosessus uncinatus pankreas, dengan arteri pankreatikoduodenalis

inferior terletak pada sulkus di antara pankreas dan duodenum.

Anteroinferior : jejunum.

Duodenum pars ascendens

Panjangnya sekitar 2,5 cm. Melengkung secara oblik ke atas, atau ke sisi kiri aorta

hingga kira-kira batas atas dari vertebra lumbal II dan berakhir pada duodenojejunal junction.

Sambungan ini berada sekitar 4 cm di inferomedial dari ujung kartilago costa IX, dikelilingi

oleh lipatan peritoneum yang mengandung kumpulan serabut otot yang disebut

muskulus/ligamentum suspensoria (ligamentum Treitz).

5

Page 6: Peritonitis

Batas posterior dari pars IV adalah trunkus simpatikus sinistra, muskulus psoas serta

arteri/vena renalis dan gonadalis.

Pancreas terbentang dari regio umbilicalis sampai ke regio hypochondriaca kiri pada lien.

Lien terletak pada bagian atas kiri dari rongga abdomen antara lambung dan diaphragma di

regio sepanjang sumbu iga x kiri.

Ren terletak pada dinding belakang abdomen posterior dari peritoneum parietale di sisi kanan

dan kiri columna transversalis.

Glandula suprarenalis terletak pada dinding belakang abdomen di sisi kana dan kiri columna

vertebralis.

Jejunum mengisi bagian atas kiri rongga abdomen dan ileum mengisi bagian kanan bawah

rongga abdomen dan rongga pelvis.

Colon terbentang mengelilingi jejunum dan ileum, terbagi atas caecum, colon ascendens,

colon tranversum, colom desendens dan colon sigmoid.

     

II. PERFORASI DUODENUM

Perforasi usus halus dapat berupa perforasi bebas atau terbatas. Perforasi bebas terjadi ketika

isi usus halus keluar secara bebas kedalam rongga abdomen, menyebabkan terjadi peritonitis difuse

misalnya perforasi duodenum. Perforasi terbatas terjadi peradangan akut menyebabkan perlekatan

dengan organ sekitar sehingga terbentuk abses (penetrasi ulkus duodenum ke pankreas).

6

Page 7: Peritonitis

Diagnosa dan penatalaksanaan perforasi pada duodenum lebih sulit karena posisinya

retroperitoneum. Biasanya tanda fisik dan gejala tidak mengesankan. Pemeriksaan fisik menunjukkan

nyeri tekan ringan.

2.1 Etiologi

1.Trauma tajam abdomen seperti pada luka tusuk oleh pisau.

Usus halus paling sering cedera pada rongga intra abdominal karena bentuknya yang

melingkar di abdomen dan menempati daerah rongga peritoneal.

2.Trauma tumpul abdomen.

Trauma berhubungan dengan kecelakaan lalu lintas, sindrome pemakaian sabuk pengaman.

3.Obat-obatan seperti aspirin, non steroidal anti inflammatory drugs (NSAIDs), dan steroid.

4.Adanya kondisi pencetus

Ulkus peptikum, apendisitis akut, divertikulitis akut.

Apendisitis akut, penyebab paling sering perforasi usus halus pada pasien lanjut usia.

5.Cedera usus halus berhubungan dengan endoskopi.

6.Infeksi bakteri

Infeksi bakteri seperti demam tifoid bisa menyebabkan perforasi usus halus sekitar 5%.

7.Perforasi usus halus oleh keganasan intra abdominal.

8.Substansi kimia

Masuknya substansi kimia secara kebetulan atau disengaja bisa menyebabkan perforasi akut

usus halus dan peritonitis.

9.Benda asing bisa menyebabkan perforasi esophagus, lambung dan usus halus dengan infeksi

intra abdominal, peritonitis, dan sepsis.

2.2 Patofisiologi

PERFORASI BEBAS

7

Page 8: Peritonitis

Pelepasan cairan asam lambung atau duodenum ke dalam rongga peritoneal disebut fase

peritonitis kimiawi. Jika kebocoran tidak ditutup maka partikel makanan ikut masuk dalam rongga

peritoneal dan menjadi tempat berkembang biak bakteri disebut peritonitis bakterial. Pasien dapat

bebas dari gejala untuk beberapa jam diantara peritonitis kimiawi dan peritonitis bakterial karena

reaksi peritoneum berupa pengenceran zat asam yang merangsang.

Bakteri sedikit ditemukan pada duodenum. Sedangkan pada jejunum dan ileum mengandung

organisme aerobik (Escherichia coli) dan persentase tinggi organisme anaerobik (Bacteroides

fragilis).

PERFORASI LOKALISATA

Adanya bakteri dalam rongga peritoneal merangsang sel inflamasi akut. Peradangan akut

hebat menginduksi perlekatan dengan organ sekeliling dan omentum melokalisasir daerah inflamasi

dengan membentuk phlegmon. Hipoksia yang timbul pada daerah tersebut menyebabkan tumbuhnya

bakteri anaerob dan kelemahan aktivitas bakterisidal dari granulosit. Aktivitas fagositosis granulosit

meningkat, degradasi sel, cairan di jaringan interstitial hipertonik membentuk abses, efek osmotik

jaringan interstitial tinggi menyebabkan perpindahan banyak cairan ke daerah abses kemudian terjadi

pembesaran abses abdominal. Jika tidak diobati bisa terjadi bakteremia, sepsis generalisata, kegagalan

organ multiple dan terjadi syok.

2.3 Manifestasi Klinis

Riwayat :

1.Trauma tajam atau tumpul pada bagian abdomen

2.Konsumsi aspirin, NSAIDs, atau steroid, sebagian terjadi pada pasien lanjut usia

3.Riwayat pengobatan ulkus peptikum

4.Nyeri abdomen : Onset, durasi, lokasi, karakteristik.

Pemeriksaan fisik

Ø Tanda vital

Ø Pemeriksaan abdomen

8

Page 9: Peritonitis

1.Inspeksi : terdapat luka eksternal/tidak, pola pernafasan pasien, pergerakan abdomen ketika

bernafas, distensi abdomen dan perubahan warna (pada pasien perforasi ulkus peptikum,

pasien berbaring kaku biasanya dengan fleksi pada lutut dan abdomen keras seperti papan)

2.Palpasi : berupa nyeri tekan, nyeri ketok dan nyeri lepas, serta kekakuan dinding perut.

Takikardia, demam, dan kekakuan abdomen bisa dicurigai sebagai peritonitis.

3.Perkusi : shifting dulnes untuk adanya cairan/darah dan bila ada udara bebas terdapat

perubahan suara pekak hati.

4.Auskultasi : bising usus pada peritonitis umum tidak ada.

2.4 Diagnosa Banding

1.Ulkus peptikum

2.Pankreatitis akut

3.Kolesistitis

4.Apendisitis akut

5.Demam tifoid

2.5 Pemeriksaan Penunjang

1.Darah lengkap

2.Kultur darah untuk organisme aerobik atau anaerobik.

3.Pencitraan :

a.Radiografi adalah pilihan pertama untuk membantu diagnosa perforasi usus halus.

Dengan foto polos abdomen 3 posisi (tegak/setengah duduk, supine/terlentang, left

lateral decubitus). Temuan yang mengarah untuk perforasi adalah :

Ø Posisi tegak/setengah duduk.

Ada udara bebas yang terjebak pada daerah subdiafragma kanan.

9

Page 10: Peritonitis

Ø Posisi supine/telentang

1. Bila ada cairan bebas extraluminer, dapat terlihat diantara 2 loop usus dan

di daerah praperitoneal.

2. Terlihatnya garis psoas/psoas shadow :

Muncul sebagai struktur oblique memanjang dari kuadran kanan atas ke

umbilikus, terutama ketika terdapat jumlah gas yang besar disalah satu sisi

/kedua sisi ligamen.

Ø Posisi left lateral decubitus (LLD)

Terdapat udara bebas terutama bila jumlah udara sedikit, yang tidak terlihat pada

posisi tegak.

b.USG (Ultrasonografi)

1. Dapat diketahui lokalisasi kumpulan gas yang berhubungan dengan perforasi.

2. Dapat diketahui lokasi perforasi.

3. Selain itu bisa juga mengevaluasi hati, limpa, pankreas, ginjal, ovarium,

adrenal, uterus.

c. Laparaskopi

Signifikan untuk memutuskan dilakukan operasi pada pasien dengan nyeri abdomen

akut.

2.6 Terapi

1.Bedah (Laparotomi Eksplorasi)

a.Memperbaiki kelainan anatomi

b.Memperbaiki penyebab peritonitis

10

Page 11: Peritonitis

c.Untuk membuang benda asing pada rongga peritoneal yang dapat memungkinkan

pertumbuhan bakteri seperti feses, makanan, empedu, sekresi gaster atau intestinal,

darah.

2.Medikamentosa

Untuk mengurangi infeksi setelah operasi dan pada pasien infeksi intra peritoneal dan

septikemia.

a.Metronidazole, biasanya di kombinasi dengan aminoglikosida, bisa untuk gram

negatif dan anaerobik.

b.Gentamisin, untuk gram negatif.

c.Cefotetan dan cefoxitin generasi kedua cephalosporin.

d.Cefoferazone sodium, generasi ketiga cephalosporin.

2.7 Komplikasi

1.Abses abdominal yang terlokalisasi.

2.Peritonitis.

3.kegagalan organ multiple dan syok septik.

a.Septikemia didefinisikan sebagai proliferasi bakteri kedalam aliran darah

menghasilkan manifestasi sistemik seperti rigor, demam, hipotermi (pada septikemia

gram negatif dengan endotoksemia), leukositosis atau leukopenia, takikardia, dan

kolaps sirkulasi.

b.Syok septik berhubungan dengan kombinasi dari beberapa dibawah ini:

1. Peningkatan permeabilitas kapiler.

2. Kerusakan endothelium kapiler.

3. Hilangnya volume darah sirkulasi.

4. Depresi miokardial dan syok.

11

Page 12: Peritonitis

c.Infeksi pada gram negatif biasanya lebih buruk prognosisnya daripada gram positif,

karena gram negatif bisa menimbulkan endotoksemia.

4.Gagal ginjal dan ketidakseimbangan cairan elektrolit dan pH.

5.Perdarahan mukosa gastroinstestinal

biasanya berhubungan dengan kegagalan organ multiple dan berhubungan dengan defek pada

mukosa lambung.

6.Obstruksi instestinal mekanik

Sering terjadi setelah operasi disebabkan perlekatan setelah operasi.

2.8 Prognosis

Resiko kematian meningkat pada :

1.Usia tua

2.Penyakit yang menyertai

3.Malnutrisi

4.Adanya komplikasi lanjut.

III. PERITONITIS

3.1 Definisi

Peritonitis adalah peradangan peritoneum ( membran serosa yang melapisi rongga

abdomen dan menutupi visera abdomen ) merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi

dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi

dari organ abdomen, perforasi saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen. Organisme

yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon (pada kasus ruptura

appendik) yang mencakup Eschericia coli atau Bacteroides. Sedangkan stafilokokus dan

streptokokus sering kali masuk dari luar.1,2

12

Page 13: Peritonitis

III.2 Etiologi

Peritonitis yang merupakan suatu peradangan membran serosa rongga abdomen dan

organ-organ yang terkandung di dalamnya. Peritonitis bisa terjadi karena proses infeksi atau

proses steril dalam abdomen melalui perforasi dinding perut, misalnya pada ruptur apendiks

atau divertikulum colon. Penyakit ini bisa juga terjadi karena adanya iritasi bahan kimia,

misalnya asam lambung dari perforasi ulkus gastrikum atau kandung empedu dari kantong

yang pecah atau hepar yang mengalami laserasi. Pada wanita, peritonitis juga terjadi terutama

karena terdapat infeksi tuba falopii atau ruptur kista ovarium.

III.3 Klasifikasi

1. Peritonitis primer

Disebabkan oleh invasi hematogen dari organ peritoneal yang langsung dari

rongga peritoneum. Banyak terjadi pada penderita : 3,4

- sirosis hepatis dengan asites

- nefrosis

- SLE

- bronkopnemonia dan TBC paru

- pyelonefritis

2. Peritonitis sekunder

Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal

atau tractus urinarius. 5

Disebabkan oleh infeksi akut dari organ intraperitoneal seperti:

Iritasi Kimiawi : Perforasi gaster, pankreas, kandung empedu, hepar,

lien, kehamilan extra tuba yang pecah

Iritasi bakteri : Perforasi kolon, usus halus, appendix, kista ovarii pecah, ruptur

buli dan ginjal.

Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam

cavum peritoneal.

3. Peritonitis Tersier

Peritonitis yang mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi kuman,

danakibat tindakan operasi sebelumnya.

13

Page 14: Peritonitis

3.4 Manifestasi Klinis

            Gejala dan tanda biasanya berhubungan dengan proses penyebaran di dalam rongga

abdomen. Bertanya gejala berhubungan dengan beberapa faktor yaitu: lamanya penyakit,

perluasan dari kontaminasi cavum peritoneum dan kemampuan tubuh untuk melawan, usia

serta tingkat kesehatan penderita secara umum.

            Manifestasi klinis dapat dibagi menjadi (1) tanda abdomen yang berasal dari awal

peradangan dan (2) manifestasi dari infeksi sistemik. Penemuan lokal meliputi nyeri

abdomen, nyeri tekan, kekakuan dari dinding abdomen, distensi, adanya udara bebas pada

cavum peritoneum dan menurunnya bising usus yang merupakan tanda iritasi dari peritoneum

parietalis dan menyebabkan ileus. Penemuan sistemik meliputi demam, menggigil, takikardi,

berkeringat, takipneu, gelisah, dehidrasi, oliguria, disorientasi dan pada akhirnya dapat

menjadi syok.

Gejala

·        Nyeri abdomen

Nyeri abdomen merupakan gejala yang hampir selalu ada pada peritonitis.

Nyeri biasanya datang dengan onset yang tiba-tiba, hebat dan pada penderita dengan

perforasi nyerinya didapatkan pada seluruh bagian abdomen.

Seiring dengan berjalannya penyakit, nyeri dirasakan terus-menerus, tidak ada

henti-hentinya, rasa seperti terbakar dan timbul dengan berbagai gerakan. Nyeri

biasanya lebih terasa pada daerah dimana terjadi peradangan peritoneum.

Menurunnya intensitas dan penyebaran dari nyeri menandakan adanya lokalisasi dari

proses peradangan, ketika intensitasnya bertambah meningkat diserta dengan

perluasan daerah nyeri menandakan penyebaran dari peritonitis.

·        Anoreksia, mual, muntah dan demam

Pada penderita juga sering didapatkan anoreksia, mual dan dapat diikuti

dengan muntah. Penderita biasanya juga mengeluh haus dan badan terasa seperti

demam sering diikuti dengan menggigil yang hilang timbul. Meningkatnya suhu

tubuh biasanya sekitar 38OC sampai 40 OC.

·        Facies Hipocrates

14

Page 15: Peritonitis

Pada peritonitis berat dapat ditemukan fascies Hipocrates. Gejala ini termasuk

ekspresi yang tampak gelisah, pandangan kosong, mata cowong, kedua telinga

menjadi dingin, dan muka yang tampak pucat.

Penderita dengan peritonitis lanjut dengan fascies Hipocrates biasanya berada

pada stadium pre terminal. Hal ini ditandai dengan posisi mereka berbaring dengan

lutut di fleksikan dan respirasi interkosta yang terbatas karena setiap gerakan dapat

menyebabkan nyeri pada abdomen.

Tanda ini merupakan patognomonis untuk peritonitis berat dengan tingkat

kematian yang tinggi, akan tetapi dengan mengetahui lebih awal diagnosis dan

perawatan yang lebih baik, angka kematian dapat lebih banyak berkurang.

·        Syok

Pada beberapa kasus berat, syok dapat terjadi oleh karena dua factor. Pertama

akibat perpindahan cairan intravaskuler ke cavum peritoneum atau ke lumen dari

intestinal. Yang kedua dikarenakan terjadinya sepsis generalisata.

Yang utama dari septicemia pada peritonitis generalisata melibatkan kuman

gram negative diman dapat menyebabkan terjadinya tahap yang menyerupai syok.

Mekanisme dari fenomena ini belum jelas, akan tetapi dari penelitian diketahui bahwa

efek dari endotoksin pada binatang dapat memperlihatkan sindrom atau gejala-gejala

yang mirip seperti gambaran yang terlihat pada manusia.

Tanda

·        Tanda Vital

Tanda vital sangat berguna untuk menilai derajat keparahan atau komplikasi

yang timbul pada peritonitis. Pada keadaan asidosis metabolic dapat dilihat dari

frekuensi pernafasan yang lebih cepat daripada normal sebagai mekanisme

kompensasi untuk mengembalikan ke keadaan normal. Takikardi, berkurangnya

volume nadi perifer dan tekanan nadi yang menyempit dapat menandakan adanya

syok hipovolemik. Hal-hal seperti ini harus segera diketahui dan pemeriksaan yang

lebih lengkap harus dilakukan dengan bagian tertentu mendapat perhatian khusus

untuk mencegah keadaan yang lebih buruk.

·        Inspeksi

Tanda paling nyata pada penderita dengan peritonitis adalah adanya distensi

dari abdomen. Akan tetapi, tidak adanya tanda distensi abdomen tidak menyingkirkan

15

Page 16: Peritonitis

diagnosis peritonitis, terutama jika penderita diperiksa pada awal dari perjalanan

penyakit, karena dalam 2-3 hari baru terdapat tanda-tanda distensi abdomen. Hal ini

terjadi akibat penumpukan dari cairan eksudat tapi kebanyakan distensi abdomen

terjadi akibat ileus paralitik.

·        Auskultasi

Auskultasi harus dilakukan dengan teliti dan penuh perhatian. Suara usus

dapat bervariasi dari yang bernada tinggi pada seperti obstruksi intestinal sampai

hampir tidak terdengar suara bising usus pada peritonitis berat dengan ileus. Adanya

suara borborygmi dan peristaltic yang terdengar tanpa stetoskop lebih baik daripada

suara perut yang tenang. Ketika suara bernada tinggi tiba-tiba hilang pada abdomen

akut, penyebabnya kemungkinan adalah perforasi dari usus yang mengalami

strangulasi.

·        Perkusi

Penilaian dari perkusi dapat berbeda tergantung dari pengalaman pemeriksa.

Hilangnya pekak hepar merupakan tanda dari adanya perforasi intestinal, hal ini

menandakan adanya udara bebas dalam cavum peritoneum yang berasal dari intestinal

yang mengalami perforasi. Biasanya ini merupakan tanda awal dari peritonitis.

Jika terjadi pneumoperitoneum karena rupture dari organ berongga, udara

akan menumpuk di bagian kanan abdomen di bawah diafragma, sehingga akan

ditemukan pekak hepar yang menghilang.

·        Palpasi

Palpasi adalah bagian yang terpenting dari pemeriksaan abdomen pada kondisi

ini. Kaidah dasar dari pemeriksaan ini adalah dengan palpasi daerah yang kurang

terdapat nyeri tekan sebelum berpindah pada daerah yang dicurigai terdapat nyeri

tekan. Ini terutama dilakukan pada anak dengan palpasi yang kuat langsung pada

daerah yang nyeri membuat semua pemeriksaan tidak berguna. Kelompok orang

dengan kelemahan dinding abdomen seperti pada wanita yang sudah sering

melahirkan banyak anak dan orang yang sudah tua, sulit untuk menilai adanya

kekakuan atau spasme dari otot dinding abdomen. Penemuan yang paling penting

adalah adanya nyeri tekan yang menetap lebih dari satu titik. Pada stadium lanjut

nyeri tekan akan menjadi lebih luas dan biasanya didapatkan spasme otot abdomen

secara involunter. Orang yang cemas atau yang mudah dirangsang mungkin cukup

gelisah, tapi di kebanyakan kasus hal tersebut dapat dilakukan dengan mengalihkan

perhatiannya. Nyeri tekan lepas timbul akibat iritasi dari peritoneum oleh suatu proses

16

Page 17: Peritonitis

inflamasi. Proses ini dapat terlokalisir pada apendisitis dengan perforasi local, atau

dapat menjadi menyebar seperti pada pancreatitis berat. Nyeri tekan lepas dapat hanya

terlokalisir pada daerah tersebut atau menjalar ke titik peradangan yang maksimal.

Pada peradangan di peritoneum parietalis, otot dinding perut melakukan

spasme secara involunter sebagai mekanisme pertahanan. Pada peritonitis, reflek

spasme otot menjadi sangat berat seperti papan.

3.5 Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Evaluasi laboratotium hanya dilakukan jika adanya hubungan antara riwayat penyakit

dengan pemeriksaan fisik. Tes yang paling sederhana dilakukan adalah termasuk hitung sel

darah dan urinalisis. Pada kasus peritonitis hitung sel darah putih biasanya lebih dari

20.000/mm3, kecuali pada penderita yang sangat tua atau seseorang yang sebelumnya

terdapat infeksi dan tubuh tidak dapat mengerahkan mekanisme pertahanannya.

Pada perhitungan diferensial menunjukkan pergeseran ke kiri dan didominasi oleh

polimorfonuklear yang memberikan bukti adanya peradangan, meskipun jumlah leukosit

tidak menunjukkan peningkatan yang nyata.

Analisa gas darah, serum elektrolit, faal pembekuan darah serta tes fungsi hepar dan

ginjal dapat dilakukan.

b. Radiologi

Pemeriksaan radiologi pada kebanyakan kasus peritonitis hanya mencakup foto thorak

PA dan lateral serta foto polos abdomen. Pada foto thorak dapat memperlihatkan proses

pengisian udara di lobus inferior yang menunjukkan proses intraabdomen. Dengan

menggunakan foto polos thorak difragma dapat terlihat terangkat pada satu sisi atau keduanya

akibat adanya udara bebas dalam cavum peritoneum daripada dengan menggunakan foto

polos abdomen.

Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis, usus halus dan usus

besar mengalami dilatasi, udara bebas dapat terlihat pada kasus perforasi. Foto polos

abdomen paling tidak dilakukan dengan dua posisi, yaitu posisi berdiri/tegak lurus atau

lateral decubitus atau keduanya. Foto harus dilihat ada tidaknya udara bebas. Gas harus

dievaluasi dengan memperhatikan pola, lokasi dan jumlah udara di usus besar dan usus halus.

3.6 Tata Laksana

17

Page 18: Peritonitis

Tatalaksana utama pada peritonitis antara lain pemberian cairan dan elektrolit, kontrol

operatif terhadap sepsis dan pemberian antibiotik sistemik.

Penanganan Preoperatif

Resusitasi Cairan

                        Peradangan yang menyeluruh pada membran peritoneum menyebabkan perpindahan

cairan ekstraseluler ke dalam cavum peritoneum dan ruang intersisial.

                        Pengembalian volume dalam jumlah yang cukup besar melalui intravaskular sangat

diperlukan untuk menjaga produksi urin tetap baik dan status hemodinamik tubuh. Jika

terdapat anemia dan terdapat penurunan dari hematokrit dapat diberikan transfusi PRC

(Packed Red Cells) atau WB (Whole Blood). Larutan kristaloid dan koloid harus diberikan

untuk mengganti cairan yang hilang.

Secara teori, cairan koloid lebih efektif untuk mengatasi kehilangan cairan

intravaskuler, tapi cairan ini lebih mahal. Sedangkan cairan kristaloid lebih murah, mudah

didapat tetapi membutuhkan jumlah yang lebih besar karena kemudian akan dikeluarkan

lewat ginjal.

Suplemen kalium sebaiknya tidak diberikan hingga perfusi dari jaringan dan ginjal

telah adekuat dan urin telah diprodukasi.

Antibiotik

Bakteri penyebab tersering dari peritonitis dapat dibedakan menjadi bakteri aerob

yaitu E. Coli, golongan Enterobacteriaceae dan Streptococcus, sedangkan bakteri anaerob

yang tersering adalah Bacteriodes spp, Clostridium, Peptostreptococci. Antibiotik berperan

penting dalam terpai peritonitis, pemberian antibiotik secara empiris harus dapat melawan

kuman aerob atau anaerob yang menginfeksi peritoneum.

Pemberian antibiotik secara empiris dilakukan sebelum didapatkan hasil kultur dan

dapat diubah sesuai dengan hasil kultur dan uji sensitivitas jika masih terdapat tanda infeksi.

Jika penderita baik secara klinis yang ditandai dengan penurunan demam dan menurunnya

hitung sel darah putih, perubahan antibiotik harus dilakukan dengan hati-hati meskipun sudah

didapatkan hasil dari uji sensitivitas.

Efek pemberian antibiotik pada peritonitis tergantung kondisi-kondisi seperti: (1)

besar kecilnya kontaminasi bakteri, (2) penyebab dari peritonitis trauma atau nontrauma, (3)

ada tidaknya kuman oportunistik seperti candida. Agar terapi menjadi lebih efektif, terpai

antibiotik harus diberikan lebih dulu, selama dan setelah operasi.

18

Page 19: Peritonitis

Pada umumnya Penicillin G 1.000.000 IU dan streptomycin 1 gram harus segera

diberikan. Kedua obat ini merupakan bakterisidal jika dipertahankan dalam dosis tinggi

dalam plasma. Kombinasi dari penicillin dan streptomycin juga memberikan cakupan dari

bakteri gram negatif. Penggunaan beberapa juta unit dari peniillin dan 2 gram streptomycin

sehari sampai didapatkan hasil kultur merupakan regimen terpai yang logis. Pada penderita

yang sensitif terhadap penicillin, tetracycline dosis tinggi yang diberikan secara parenteral

lebih baik daripada chloramphenicol pada stadium awal infeksi.

Pemberian clindamycin atau metronidazole yang dikombinasi dengan aminoglikosida

sama baiknya jika memberikan cephalosporin generasi kedua.

Antibiotik awal yang digunakan cephalosporin generasi ketiga untuk gram negatif,

metronidazole dan clindamycin untuk organisme anaerob.

Daya cakupan dari mikroorganisme aerob dan anerob lebih penting daripada

pemilihan terapi tunggal atau kombinasi. Pemberian dosis antibiotikal awal yang kurang

adekuat berperan dalam kegagalan terapi. Penggunaan aminoglikosida harus diberikan

dengan hati-hati, karena gangguan ginjal merupakan salah satu gambaran klinis dari

peritonitis dan penurunan pH intraperitoneum dapat mengganggu aktivitas obat dalam sel.

Pemberian antibiotik diberikan sampai penderita tidak didapatkan demam, dengan hitung sel

darah putih yang normal.

Oksigen dan Ventilator

Pemberian oksigen pada hipoksemia ringan yang timbul pada peritonitis cukup

diperlukan, karena pada peritonitis terjadi peningkatan dari metabolism tubuh akibat adanya

infeksi, adanya gangguan pada ventilasi paru-paru. Ventilator dapat diberikan jika terdapat

kondisi-kondisi seperti (1) ketidakmampuan untuk menjaga ventilasi alveolar yang dapat

ditandai dengan meningkatnya PaCO2 50 mmHg atau lebih tinggi lagi, (2) hipoksemia yang

ditandai dengan PaO2 kurang dari 55 mmHg, (3) adanya nafas yang cepat dan dangkal.

Intubasi, Pemasangan Kateter Urin dan Monitoring Hemodinamik

Pemasangan nasogastric tube dilakukan untuk dekompresi dari abdomen, mencegah

muntah, aspirasi dan yang lebih penting mengurangi jumlah udara pada usus. Pemasangan

kateter untuk mengetahui fungsi dari kandung kemih dan pengeluaran urin. Tanda vital

(temperature, tekanan darah, nadi dan respiration rate) dicatat paling tidak tiap 4 jam.

Evaluasi biokimia preoperative termasuk serum elektrolit, kratinin, glukosa darah, bilirubin,

alkali fosfatase dan urinalisis.

Penanganan Operatif

19

Page 20: Peritonitis

Terapi primer dari peritonitis adalah tindakan operasi. Operasi biasanya dilakukan

untuk mengontrol sumber dari kontaminasi peritoneum. Tindakan ini berupa penutupan

perforasi usus, reseksi usus dengan anastomosis primer atau dengan exteriorasi. Prosedur

operasi yang spesifik tergantung dari apa yang didapatkan selama operasi berlangsung, serta

membuang bahan-bahan dari cavum peritoneum seperti fibrin, feses, cairan empedu, darah,

mucus lambung dan membuat irigasi untuk mengurangi ukuran dan jumlah dari bakteri

virulen.

Kontrol Sepsis

Tujuan dari penanganan operatif pada peritonitis adalah untuk menghilangkan semua

material-material yang terinfeksi, mengkoreksi penyebab utama peritonitis dan mencegah

komplikasi lanjut. Kecuali pada peritonitis yang terlokalisasi, insisi midline merupakan

teknik operasi yang terbaik. Jika didapatkan jaringan yang terkontaminasi dan menjadi

fibrotik atau nekrosis, jaringan tersebut harus dibuang. Radikal debridement yang rutin dari

seluruh permukaan peritoneum dan organ dalam tidak meningkatkan tingkat bertahan hidup.

Penyakit primer lalu diobati, dan mungkin memerlukan tindakan reseksi (ruptur apendik atau

kandung empedu), perbaikan (ulkus perforata) atau drainase (pankreatitis akut). Pemeriksaan

kultur cairan dan jaringan yang terinfeksi baik aerob maupun anaerob segera dilakukan

setelah memasuki kavum peritoneum.

Peritoneal Lavage

Pada peritonitis difus, lavage dengan cairan kristaloid isotonik (> 3 liter) dapat

menghilangkan material-material seperti darah, gumpalan fibrin, serta bakteri. Penambahan

antiseptik atau antibiotik pada cairan irigasi tidak berguna bahkan berbahaya karena dapat

memicu adhesi (misal: tetrasiklin, povidone-iodine). Antibiotik yang diberikan cecara

parenteral akan mencapai level bakterisidal pada cairan peritoneum dan tidak ada efek

tambahan pada pemberian bersama lavage. Terlebih lagi, lavage dengan menggunakan

aminoglikosida dapat menyebabkan depresi nafas dan komplikasi anestesi karena kelompok

obat ini menghambat kerja dari neuromuscular junction. Setelah dilakukan lavage, semua

cairan di kavum peritoneum harus diaspirasi karena dapat menghambat mekanisme

pertahanan lokal dengan melarutkan benda asing dan membuang permukaan dimana fagosit

menghancurkan bakteri.

Peritoneal Drainage

Penggunaan drain sangat penting untuk abses intra abdominal dan peritonitis lokal dengan

cairan yang cukup banyak. Drainase dari kavum peritoneal bebas tidak efektif dan tidak

sering dilakukan, karena drainase yang terpasang merupakan penghubung dengan udara luar

20

Page 21: Peritonitis

yang dapat menyebabkan kontaminasi. Drainase profilaksis pada peritonitis difus tidak dapat

mencegah pembentukan abses, bahkan dapat memicu terbentuknya abses atau fistula.

Drainase berguna pada infeksi fokal residual atau pada kontaminasi lanjutan. Drainase

diindikasikan untuk peradangan massa terlokalisasi atau kavitas yang tidak dapat direseksi.

Pengananan Postoperatif

Monitor intensif, bantuan ventilator, mutlak dilakukan pada pasien yang tidak stabil.

Tujuan utama adalah untuk mencapai stabilitas hemodinamik untuk perfusi organ-organ

vital., dan mungkin dibutuhkan agen inotropik disamping pemberian cairan. Antibiotik

diberikan selama 10-14 hari, bergantung pada keparahan peritonitis. Respon klinis yang baik

ditandai dengan produksi urin yang normal, penurunan demam dan leukositosis, ileus

menurun, dan keadaan umum membaik. Tingkat kesembuhan bervariasi tergantung pada

durasi dan keparahan peritonitis. Pelepasan kateter (arterial, CVP, urin, nasogastric) lebih

awal dapat menurunkan resiko infeksi sekunder.

3.7 Komplikasi

Komplikasi postoperatif sering terjadi dan umumnya dibagi menjadi komplikasi lokal

dan sistemik. Infeksi pada luka dalam, abses residual dan sepsis intraperitoneal, pembentukan

fistula biasanya muncul pada akhir minggu pertama postoperasi. Demam tinggi yang

persisten, edema generalisata, peningkatan distensi abdomen, apatis yang berkepanjangan

merupakan indikator adanya infeksi abdomen residual. Hal ini membutuhkan pemeriksaan

lebih lanjut misalnya CT-Scan abdomen. Sepsis yang tidak terkontrol dapat menyebabkan

kegagalan organ yang multipel yaitu organ respirasi, ginjal, hepar, perdarahan, dan sistem

imun.

3.8 Prognosis

Tingkat mortalitas dari peritonitis generalisata adalah sekitar 40%. Faktor-faktor yang

mempengaruhi prognosis, antara lain:

a. jenis infeksinya/penyakit primer

b. durasi/lama sakit sebelum infeksi

c. keganasan

d. gagal organ sebelum terapi

e. gangguan imunologis

f. usia dan keadaan umum penderita

21

Page 22: Peritonitis

Tingkat mortalitas sekitar 10% pada pasien dengan ulkus perforata atau apendisitis,

pada usia muda, pada pasien dengan sedikit kontaminasi bakteri, dan pada pasien yang

terdiagnosis lebih awal.

Keterlambatan penanganan 6 jam meningkatkan angka mortalitas sebanyak 10-30%.

Pasien dengan multipel trauma 80% pasien berakhir dengan kematian. Peritonitis yang

berlanjut, abses abdomen yang persisten, anstomosis yang bocor, fistula intestinal

mengakibatkan prognosis yang jelek.

22

Page 23: Peritonitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R. 2011 Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC.

2. Schwartz, Shires, Spencer. 2000.Peritonitis dan Abses Intraabdomen dalam Intisari

Prinsip – Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal 489 – 493

3. Schrock. T. R.. 2000.Peritonitis dan Massa abdominal dalam Ilmu Bedah, Ed.7, alih

bahasa dr. Petrus Lukmanto, EGC, Jakarta.

4. Arief M, Suprohaita, Wahyu.I.K, Wieiek S, 2000, Bedah Digestif, dalam Kapita

Selekta Kedokteran, Ed:3; Jilid: 2; p 302-321, Media Aesculapius FKUI, Jakarta.

5. Brian, J. 2011, Peritonitis and Abdominal

Sepsis.http://emedicine.medscape.com/article/180234-verview#aw2aab6b2b4aa

23