PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA...
Transcript of PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA...
PERILAKU PE
BERAT
PERINATOLOGI
PRIJONEGORO
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana
PROGRAM STU
PERAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA
PADA BAYI BARU LAHIRDI RUANG
PERINATOLOGIRSUDdr. SOEHADI
PRIJONEGORO KABUPATEN
SRAGEN
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh:
IndraSuliswanto
NIM. S11022
GRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA
RUANG
Keperawatan
1 KEPERAWATAN
PERILAKU PERAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA
BERAT PADA BAYI BARU LAHIR DI RUANG
PERINATOLOGIRSUD
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
PRO
i
PERILAKU PERAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA
BERAT PADA BAYI BARU LAHIR DI RUANG
PERINATOLOGIRSUD dr. SOEHADI
PRIJONEGORO KABUPATEN
SRAGEN
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh:
IndraSuliswanto
NIM. S11022
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
PERILAKU PERAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA
BERAT PADA BAYI BARU LAHIR DI RUANG
dr. SOEHADI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
1 KEPERAWATAN
ii
iii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Indra Suliswanto
NIM : S11022
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini adalah asli dan belum pernah di ajukan untuk mendapatkan gelar
akademik (sarjana), baik di STIKes Kussuma Husada Surakarta maupun di
perguruan tinggi lain.
2. Skripsi ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim pembimbing dan masukan Tim Penguji.
3. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai
acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam
daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat
penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pancabutan gelar yang telah diperoleh karena
karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi
ini.
Surakarta, 22Agustus 2015
Yang membuat Pernyataan
Indra Suliswanto
NIM. S11022
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Anugerah, Rahmat dan
Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul“Perilaku
perawat dalam penanganan Asfiksia Berat pada bayi baru lahir di ruang
perinatologi RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen“. Skripsi ini di ajukan
sebagai persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Strata Satu Keperawatan di STIKes
Kusuma Husada Surakarta.Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan, dorongan dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati, ingin menyampaikan terimakasih
dan rasa hormat kepada
1. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta yang
telah memberikan kesempatan penulis untuk menyusun skripsi ini.
2. Wahyu Rima Agustin, S.kep,Ns., M.Kep selaku ketua prodi S1 Keperawatan yang
telah memberikan kesempatan penulis untuk menyususn skripsi ini.
3. Wahyuningsih Safitri, S.Kep,Ns., M.Kep selaku pembimbing I yang telah
membimbing dengan penuh sabar dan penuh tanggung jawab sampai tersusunnya
skripsi ini.
4. Aria Nurahman Hendram K, S,Kep,Ns.,M.Kepselaku pembimbing II yang telah
membimbing dengan penuh tanggung jawab sampai tersusunnya skripsi ini.
5. Seluruh staf pengajar dan akademik Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah membantu penulis.
6. Kepada direktur RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen yang telah
bersedia memberikan izin sebagai tempat penelitian.
7. Semua partisipan yang telah banyak membantu peneliti dalam penyelesaian skripsi
ini.
8. Orang tua tercinta dan tersayang Bapak Lasio, Ibu Sri Wati yang selalu memberikan
dukungan, doa, materi dan kasih sayangnya sepanjang waktu.
v
9. Aji Astia Sukma yang selalu memberi semangat dan dukungan.
10. Teman-teman seperjuangan S-1 Keperawatan angkatan 2011 yang selalu mendukung
dan membantu dalam proses pembuatan skripsi ini.
11. Teman-teman kecilku yang atas dukungan dan semangat yang diberikan sehingga
skripsi ini bisa selesai.
12. Semua pihak yang telah memberikan dukungan moral maupun material dalam
penyusunan skripsi ini, yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu.
Semoga segala bantuan dan kebaikan, menjadi amal sholeh yang akan mendapat
balasan yang lebih baik kelak. Pada akhirnya penulis bersyukur pada Allah SWT semoga
skripsi ini dapat bermanfaat kepada banyak pihak dan tidak lupa penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Surakarta, 22 Agustus 2015
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................ ii
SURAT PERNYATAAN ........................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ ix
ABSTRAK .................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori ....................................................................... 6
2.1.1 Perilaku .................................................................... 6
2.1.2 Asfiksia .................................................................... 9
2.1.3 Perawat .................................................................... 14
2.2 Kerangka Teori ...................................................................... 15
2.3 Fokus Penelitian .................................................................... 16
2.4 Keaslian Penelitian ................................................................ 16
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................ 18
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... 19
3.2.1 Tempat Penelitian ...................................................... 19
3.2.2 Waktu Penelitian ........................................................ 19
3.3 Populasi dan Sampel ............................................................. 19
vii
3.3.1 Populasi ..................................................................... 19
3.3.2 Sampel ....................................................................... 19
3.4 Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data ......................... 20
3.4.1 Instrumen ................................................................... 20
3.4.2 Prosedur Pengumpulan Data ..................................... 22
3.5 Analisa Data .......................................................................... 24
3.6 Keabsahan Data ..................................................................... 25
3.7 Etika Penelitian ..................................................................... 26
3.7.1 Informed Concernt ..................................................... 26
3.7.2 Anonimity .................................................................. 26
3.7.3 Confidenaly ................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Tabel Halaman
1. Tabel Apgar Score 11
2. Tabel Keaslian Penelitian 18
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Tabel Judul Tabel Halaman
1. Gambar Kerangka Teori 15
2. Gambar Fokus Penelitian 16
x
DAFTAR LAMPIRAN
NomorLampiran Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Surat Ijin Penelitian
Surat Balasan Ijin Studi Pendahuluan
Surat Ijin KesbangPol
Surat BAPPEDA
Surat Penjelasan Penelitian
Surat Persetujuan Menjadi Informan
Pedoman Wawancara
Data Demografi
Transkrip Wawancara Informan
Analisa Tematik
Lembar Observasi Penanganan Asfiksia
Jadwal Penelitian
Lembar Konsultasi
xi
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
Indra Suliswanto
PERILAKU PERAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA BERAT
PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO
KABUPATEN SRAGEN
Abstrak
Asfiksia merupakan kegawatan pada bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas
secara spontan yang dapat menimbulkan kematian pada bayi baru lahir, berdasarkan
kasus asfiksia pada bayi baru lahir di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen
tahun 2014 terdapat kasus asfiksia berat sebanyak 46 kasus dan 3 bulan terakhir terdapat
11 kasus, oleh karena itu perilaku perawat sangat penting pada penanganan asfiksia berat
pada bayi baru lahir. Penelitian ini untuk mengetahui perilaku perawat dalam penanganan
asfiksia berat pada bayi baru lahir di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen
Jenispenelitianiniadalahpenelitiankualitatif, denganmenggunakan
pendekatandeskriptiffenomenology, teknik analisa yang digunakanpada penelitian ini
adalah
menggunakanmetodeCollaizi.Teknikpengambilansampeldilakukandenganmenggunakanm
etodepurposive sampling dengan kriteria informanperawatdengan kriteria bekerja di
RumahSakit minimal menangani asfiksia berat selama 3 kali,perawat dalam kondisi fisik
dan psikologis yang baik, bersediamenjadiinforman. Sampel dihentikan setelah data
tersaturasi denganjumlah Informan sebanyak 3 Informan.
Dari penelitian ini didapatkantema1) Cara mendeteksi asfiksia berat 2)
Penanganan asfiksia berat 3) Gangguan pada asfiksia berat 4) Faktor penghambat
penanganan asfiksia 5) Faktor pendukung penanganan asfiksia.
Kesimpulan dalam penelitian ini penanganan asfiksia berat berkaitan dengan
gangguan pada bayi yang tidak bisa bernapas secara spontan, namun dalam pelaksanaan
di rumah sakit alat kurang memadai sehingga perawat dan dokter harus bekerjasama.
Kata kunci : Perilaku perawat, Penanganan asfiksia berat, asfiksia berat.
Daftar Pustaka : 27 (2001-2014)
xii
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE
KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
Indra Suliswanto
Nurses’ Behavior on Newborn Infants’ Severe Asphyxia Management at
dr. Soehadi Prijonegoro Local General Hospital ofSragen Regency
ABSTRACT
Asphyxiais an emergency condition when newborn infants fail to breathe
spontaneously, and it can cause to death.According to the data at dr. Soehadi Prijonegoro
Local General Hospital of Sragen Regency, in 2014 there were 46 severe asphyxia cases
and the last 3 months there were 11 cases. Therefore, nurses’ behavior is important onthe
newborn infants’ severe asphyxia management. The objective of the research is to
investigate the nurses’ behavior onthe newborn infants’ severe asphyxia management at
dr. Soehadi Prijonegoro Local General Hospital of Sragen Regency.
Thisresearch used the qualitative method with the descriptive phenomenological
approach. The samples of research were 3 informants.They were taken by using the
purposive sampling technique.The sampling was ended after the data were saturated. The
criteria of the informants were as follows:Being employed at the hospital with severe
asphyxia management experience for at least 3 times, having good physical and
psychological conditions, and willing to be informants.
The result of the research shows that there were 5 themes, namely: (1)method of
detecting severe asphyxia,(2) severe asphyxia management, (3) disorder in severe
asphyxia,(4) inhibiting factors of asphyxiamanagement, and (5) supporting factors of
asphyxiamanagement.
Thus, there was a correlation between the severe asphyxia management and the
disorder the newborn infants’spontaneous breathing disorder. Nevertheless,the medical
devices at the hospital wereinadequateso that the nurses and doctors had to have
cooperation among them.
Keywords: Nurses’ behavior, severe asphyxia management, severe asphyxia
References:27 (2001-2014)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi aterm maupun preterm,
bayi dengan berat lahir cukup maupun dengan berat lahir rendah.Bayi
dengan BBLR yang preterm berpotensi mengalami kegawatan lebih besar.
Kegawatan yang dapat dialami bayi baru lahir yaitu trauma kelahiran,
asfiksia neonatorum, sindroma gawat nafas neonatus, infeksi, kejang dan
rejatan atau syok ( Yunanto, dkk, 2003 ). Asfiksia adalah keadaan gawat
bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat
menurunkan oksigen dan meningkatkan karbon dioksida yang menimbulkan
akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.Asfiksia berat termasuk dalam
bayi baru lahir dengan resiko tinggi karena memiliki kemungkinan lebih
besar mengalami kematian bayi atau menjadi sakit berat dalam masa
neonatal (Dewi dan Rukiyah, 2011).
Penilaian asfiksia dengan cara melakukan penilaian apgar score yang
terdiri dari penilaian frekuensi jantung, usaha bernafas, tonus otot, reflek,
dan warna kulit. Hasil penilaian apgar score pada bayi baru lahir asfiksia
berat bernilai 0-3 dengan ciri-ciri tidak ada frekuensi jantung, tidak ada
usaha bernafas, tidak bergerak, warna kulit biru/pucat (Prawirohardjo,
2010).
2
Asfiksia berat memerlukan intervensi dan tindakan perawat yang tepat
untuk meminimalkan terjadinya kematian bayi, yaitu dengan pelaksanaan
manajemen asfiksia berat pada bayi baru lahir yang bertujuan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa
berupa kelainan neurologi yang mungkin muncul. Peran perawat dalam
menangani bayi yang mengalami asfiksia berat yaitu dengan cara
membersihkan bayi untuk memaksimalkan kondisi bayi dalam suhu yang
stabil, melakukan suction untuk membersihkan lendir atau secret yang
mengganggu pernafasan bayi, dan jika perlu lakukan resusitasi untuk
memberikan stimulus pada jantung bayi supaya kembali normal (Dewi dan
Rukiyah, 2011).
Data Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa asfiksia menduduki urutan
pertama sebagai penyebab kematian (36%) pada bayi baru lahir (0-6
hari).Faktor ibu bisa dari preeklamsia dan eklamsia, kehamilan lewat waktu
(lebih dari 42 minggu), faktor tali pusat bisa dari lilitan tali pusat, tali pusat
pendek, simpul tali pusat dan prolapus tali pusat, faktor bayi berasal dari
bayi yang lahir sebelum 37 minggu kehamilan(Sarimawar, 2009; Iwan
Ariawan).
Berdasarkan data yang diperoleh Dinas Kesehatan Indonesia kejadian
asfiksia pada tahun 2009 sebanyak 151 kasus dan pada tahun 2011
mengalami peningkatan yaitu terdapat 212 kasus. Dan berdasarkan kasus
asfiksia pada bayi baru lahir di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kabupaten
3
Sragen tahun 2014 terdapat kasus asfiksia berat sebanyak 46 dan 3 bulan
terakhir terdapat 11 kasus.
Untuk mencegah asfiksia berlanjut pada kematian, maka perawat di
tuntut untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Pelatihan
keterampilan resusitasi kepada para tenaga kesehatan ini harus dilakukan
agar tenaga kesehatan lebih terampil dalam melakukan resusitasi dan
menganjurkan kepada masyarakat ataupun ibu khususnya, agar setiap
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan
ketrampilan (Dinkes Medan, 2008).
Berdasarkan wawancara pada 5 perawat tentang penanganan asfiksia
pada bayi baru lahir dengan kejadian asfiksia berat di RSUD dr. Soehadi
Prijonegoro Kabupaten Sragen yaitu sebanyak 2 perawat dengan cara
melakukan suction, 3 perawat dengan memasang masker sungkup. 5
Perawat tersebut mengatakanjika dengan melakukan suction dan memasang
masker sungkupkondisi bayi tidak membaik maka perawat melakukan
resusitasi. Dampak dari tindakan melakukan suction dan memasang masker
sungkup ini supaya bayi mulai bisa bernafas dengan baik dan agar bayi
tidak mengalami asfiksia.
Kondisi masih tingginya angka kematian asfiksia pada bayi baru lahir
diperlukan tindakan keperawatan yang tepat untuk meminimalkan kematian.
Pengetahuan perawat merupakan salah satu faktor yangmempengaruhi
perilaku tenaga kesehatan dalam penanganan asfiksia, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang perilaku perawat dalam
4
penangananasfiksia berat pada bayi baru lahir di RSUD dr. Soehadi
Prijonegoro Kabupaten Sragen.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Asfiksia merupakan kegawatan pada bayi baru lahir yang tidak dapat
bernafas secara spontan yang dapat menimbulkan kematian pada bayi baru
lahir, oleh karena itu peran perawat sangat penting pada penanganan
Asfiksia pada bayi baru lahir. Rumusan masalah penelitian ini adalah
“Bagaimana Perilaku Perawat Dalam Penanganan Asfiksia Berat Pada Bayi
Baru Lahir Di RSUDdr. Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen?”.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umun
Untuk mengetahui perilaku perawat dalam penanganan asfiksia
berat pada bayi baru lahir di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro
Kabupaten Sragen.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahuipertolongan pertama yang dilakukan perawat untuk
menangani asfiksia berat
b. Mengetahui dampak dan akibat asfiksia berat
c. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat saat melakukan
penanganan asfiksia berat
5
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1.4.1 Bagi Rumah Sakit
Sebagai informasi bagi manajemen rumah sakit tentang penanganan
asfiksia berat sehingga tindakan perawat dapat ditingkatkan melalui
pelatihan penanganan asfiksia berat.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai pengembangan ilmu dan pengetahuan dalam proses belajar
mengajar untuk meningkatkan kualitas pendidikan, dan refenrensi.
1.4.3 Bagi Peneliti Lain
Sebagai acuan untuk melakukan penelitian dengan metode lain
sehingga dapat melakukan penelitian danmelanjutkan penelitian.
1.4.4 Bagi Peneliti
Peneliti mengetahui tentang peran perawat dalam menangani asfiksia
berat.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Perilaku
1. Pengertian
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu
sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain
: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah,
menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah
semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati
langsung, maupun yang tidak langsung, maupun yang tidak
dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2010).
Perilaku manusia terjadi melalui proses : Stimulus →
Organisme → Respons, sehingga teori oleh Skiner ini disebut
teori “S-O-R” (stimulus – organisme – respons). Selanjutnya
teori ini menjelaskan adanya dua jenis respons, yaitu :
a. Respondent respon atau reflexive
b. Respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan
tertentu yang disebut eliciting stimulus, karena
menimbulkan respons-respons yang relatif tetap.
c. Operant respons atau instrumental respons
7
d. Respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh
stimulus atau forcing stimuli atau reinforcer, karena
berfungsi untuk memperkuat respons
2. Macam-macam Perilaku
Pengelompokan perilaku manusia berdasarkan teori “S-O-R”
menjadi dua, yaitu :
a. Perilaku tertutup (convert behavior)
Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap
stimulus tersebut belum dapat diamati orang lain (dari luar)
secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam
bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap
terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk
“unobservable behavior” atau “covert behavior” yang dapat
diukur adalah pengetahuan dan sikap.
b. Perilaku terbuka (overt behavor)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap
stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik,
sehingga dapat diamati orang lain dari luar atau observable
behavior
3. Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku
Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007),
ada tiga factor yang merupakan penyebab perilaku yaitu :
8
a. faktor pendorong (predisposing)
Faktor-faktor predisposisi merupakan faktor yang
mempermudah terjadinya suatu perilaku seperti
pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan,nilai-nilai,
tradisi dan lain-lain.
b. Faktor pendukung (enabling)
Faktor-faktor pemungkin merupakan faktor-faktor yang
merupakan sarana dan prasarana untuk berlangsungya suatu
perilaku. Yang merupakan faktor pendukung misalnya
lingkungan fisik dan ketersediaan fasilitas pelayanan
kesehatan setempat.
c. Faktor-faktor penguat (reinforcing)
Faktor-faktor penguat adalah faktor yang memperkuat
terjadinya suatu perilaku, Yang merupakan faktor penguat
dalam hal ini adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan
maupun petugas yang lain dalam upaya mempromosikan
perilaku kesehatan.
4. Bentuk-bentuk Perubahan Perilaku
Menurut WHO yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003),
perubahan perilaku itu dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
a. Perubahan alamiah
Sebagian perubahan alamiah disebabkan oleh
perubahan alam yang terjadi. Apabila dalam masyarakat
9
sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial
budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat di
dalamnya juga akan mengalami perubahan.
b. Perubahan terencana
Perubahan perilaku ini terjadi karena memang
direncanakan sendiri oleh subjek
c. Kesediaan untuk berubah
Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program
pembangunan di dalam masyarakat, maka yang sering
terjadi adalah sebagian orang akan mengadopsi inovasi
tersebut dengan cepat dan sebagian mengadopsi secara
lambat. Hal ini menegaskan bahwa setiap orang di dalam
suatu masyarakat mempunyai kesediaan untuk berubah.
2.1.2 Asfiksia
1. Pengertian
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak
dapat bernafas secara spontan dan teratur. Bayi dengan gawat
janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada
saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan
kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang
mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah
persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).Asfiksia ini dapat
terjadi karena kurangnya kemampuan organ bayi dalam
10
menjalankan fungsinya, seperti pengembangan paru (Hidayat.
Alimul A,A, 2008)
2. Penyebab Asfiksia
a. Faktor Ibu
Preeklampsia dan eklamsia, pendarahan abnormal
(plasenta previa atau solusio plasenta), partus lama atau
partus macet, demam selama persalinan, infeksi berat
(malaria, sifilis, TBC, HIV), kehamilan lewat waktu
(sesudah 42 minggu kehamilan).
b. Faktor Tali Pusat
Lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat,
prolapus tali pusat.
c. Faktor Bayi
Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan),
persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distisia
bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep), kelainan bawaan
(kongenital), air ketuban bercampur mekonium (warna
kehijauan).(Prawirohardjo 2010)
3. Klasifikasi Asfiksia
Untuk menentukan derajat asfiksia digunakan American
Pediatric Gross Assesment Record/ APGAR skor
11
Dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tanda 0 1 2
Frekuensi
Jantung
Usaha
bernafas
Tonus Otot
Reflek
Warna
Tidak ada
Tidak ada
Lumpuh
Tidak ada
Biru/pucat
< 100x/menit
Lambat,tidakteratur
Ekstremitas fleksi
sedikit
Gerakan sedikit
Tubuh kemerahan,
ekstremitas biru
>100x/menit
Menangis kuat
Gerakan aktif
Menangis
Tubuhdaneksr
emitas
kemerahan
Tabel 2.1 : apgar score
Keaslifikasi asfiksia :
1. Vigorus Baby, skor APGAR 7-10 :Bayi segera menangis
dalam beberapa detik setelah lahir
2. Mild Moderate asphicsia (asfiksia sedang), skor APGAR 4-
6 :Bayi sianosis, sirkulasi tidak lancar, tonus otot kurang
baik.
3. Asfiksia berat skor APGAR 0-3 :Tidak ada pernafasan, bayi
lemas, tonus otot buruk, sianosis berat, pucat, reflek tidak
ada.
4. Peatalaksanaan Asfiksia
Penatalaksanaan secara umun pada bayi baru lahirdengan
asfiksia menurut (Wikjonastro, 2005) adalah sebagai berikut :
12
a. Perawatan suhu
Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang
diikuti oleh penurunan suhu tubuh, sehingga dapat
mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan
oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga
kehangatan suhu bayi baru lahir dengan:
1) Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak
2) Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar
3) Bungkus bayi dengan kain kering
b. Pembersihan jalan nafas
Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari
lendir dan cairan amnion, kepala bayi harus posisi lebih
rendah sehingga memudahkan keluarnya lendir.
c. Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan
Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan
dengan memukul kedua telapak kaki bayi, menekan tendon
achiles atau memberikan suntikan vitamin K. Hal ini
berfungsi memperbaiki ventilasi.
Menurut (Perinasia, 2006), penatalaksanaan asfiksia sesuai
tingkatannya :
a. Vigorus Baby (Apgar score 7-10)
1) Bayi dibungkus dengan kain hangat.
13
2) Bersihkan jalan nafas dengan menghisap lendir pada
dinding hidung kemudian mulut.
3) Bersihkan badan dan tali pusat,
4) Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan
masukkan ke dalam inkubator.
b. Asfiksia sedang (apgar score 4-6)
1) Bersihkan jalan napas.
2) Berikan oksigen 2 liter per menit.
3) Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki
apabila belum ada reaksi, bantu pernapasan dengan
melalui masker.
4) Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis
berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc.
Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikkan melalui vena
umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah
tekanan intra kranial meningkat.
c. Asfiksia berat (apgar score 0-3)
1) Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag.
2) Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
3) Bila titak berhasil lakukan ETT.
4) Bersihkan jalan napas melalui ETT. setelah mulai
bernapas tetapi masih sianosis berikannatrium
14
bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak
40cc.
5) Jika tidak berhasil lakukan resusitasi.
2.1.3 Perawat
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang
merupakan bagian intergral dari pelayanan kesehatan yang
didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan
biopsikososial dan spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada
individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang
mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Hidayat, 2004).
Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan
individu, keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat
mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang
optimal dankualitas hidup dari lahir sampai mati (Bagolz, 2010).
15
2.2 Kerangka Teori
Gambar 2.1Kerangka teori
(Notoatmodjo, 2010; Prawirohardjo, 2010)
Perilaku perawat
Penanganan /
tindakan asfiksia
berat
Faktor Pendorong
perilaku
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Keyakinan
4. Nilai
Faktor pendukung
1. Fasilitas
2. Sarana
Faktor penguat
1. Sikap
2. Perilaku
Tindakan
1. Membersihkan jalan
nafas
2. Memasang ETT
3. Melakukan resusitasi
Penyebab asfiksia
1. Faktor Ibu
2. Faktor tali
pusat
3. Faktor bayi
16
2.3 Fokus Penelitian
2.4 Keaslian Penelitian
Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian yang sama belum pernah
dilakukan sebelumnya. Adapun penelitian yang sama yang berhubungan
dengan asfiksia yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya :
Tabel 2.2 : Keaslian penelitian
Nama peneliti Judul
penelitian Metode Hasil
Dwi Hapsari dan
Sarimawar Djaja
Aspek
kehamilan dan
persalinan
pada kematian
neonatal akibat
asfiksia lahir
sebelum dan
setelah
intervensi
manajemen
asfiksia di
Kabupaten
Cirebon
Survei bersifat
crosectional.
penurunan
kematian
neonatal karena
asflksia lahir
dengan adanya
intervensi pasca
pelatihan
manajemen
asflksia adalah
peningkatan
perlakuan
bidan/dokter
terhadap bayi
segera setelah
lahir untuk
memelihara
kesehatan bayi
.
Faktor penghambat
Perilaku perawat Penanganan asfiksia
Faktor pendukung
17
Siti Asfuriyah,
Amin Samiasih,
Dera Alfiyanti
Perbedaan
pengetahuan
perawat dan
bidan tentang
kegawatan
nafas dan
tindakan
resusitasi pada
neonatus di
rumah sakit
islam kendal
deskriptif
kuantitatif
Ada perbedaan
pengetahuan
perawat dan
bidan tentang
kegawatan nafas
tindakan
resusitasi pada
neonatus
18
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif.Penelitian
kualitatif dipilih karena penelitian berusaha untuk memahami dan
menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam
situasi tertentu menurut perspektif sendiri (Usman, 2003).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
fenomenologis yaitu penulis menaruh perhatian dengan menekankan pada
aspek subjektif perilaku manusia dengan berusaha masuk kedalam dunia
konseptual subjek agar dapat memahami bagaimana dan makna apa yang
mereka konstruksi disekitar peristiwa dalam kehidupannya sehari-hari
(Asmadi, 2003). Fenomenologi berpandangan bahwa apa yang tampak di
permukaan termasuk pola perilaku manusia hanyalah gejala atau fenomena
dari apa yang tersembunyi di “kepala” sang pelaku(Burhan, 2001).
Penelitian ini meliputi tentang perilaku perawat dalam penanganan asfiksia
pada bayi baru lahir di ruang perinatologi RSUD dr. Soehadi Prijonegoro
Kabupaten Sragen.
19
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerahdr.
Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2014
sampai dengan juni 2015.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat yang
bertugas di Ruang Perinatologi RSUDdr. Soehadi Prijonegoro
Kabupaten Sragen Sebanyak 12 perawat.
3.3.2 Sampel
Sampel merupakan objek yang diteliti dan dianggap mewakili
seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012).Sampel dari penelitian ini
dibebut dengan nama informan. Sampel terdiri dari bagian
populasi yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian
melalui sampling. Sampel sebanyak 3 orang hingga tercapai
saturasi (Afiyanti, 2014). Teknik pengambilan sampel dilakukan
menggunakan metode purposive sampling yaitu sampel yang
dipilih berorientasi pada tujuan penelitian individu diseleksi atau
dipilih secara sengaja karena memiliki pengalaman yang sesuai
20
dengan fenomena yang diteliti sampel ini menetapkan terlebih
dahulu kriteria – kriteria inklusi yang telah ditetapkan. Sedangkan
sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat
mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2011). Sampel pada
penelitian ini adalah perawat di ruang perinatologi RSUD dr.
Soehadi prijonegoro sebanyak 3 orang yang pernah menangani
asfiksia berat dengan kriteria inklusi sebagai berikut :
1. Perawat yang pernah menangani asfiksia berat pada bayi baru
lahir minimal 3 kali.
2. Perawat yang bersedia menjadi responden.
3. Sudah bekerja minimal 3 tahun
4. Pernah mendapat pelatihan kegawatdaruratan penanganan
asfiksia berat
3.4 Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data
3.4.1 Instrumen
Pada penelitian ini digunakan dua macam instrumen yaitu
instrument inti dan instrument penunjang sebagai berikut
1. Instrumen inti
Peneliti merupakan instrument kunci pada penelitian ini.
Peneliti sebagai instrument intiberusaha untuk meningkatkan
kemampuan diri dalam melakukan wawancara mendalam.
Usaha pertama peneliti adalah berusaha berlatih wawancara
terlebih dahulu sebelum pengambilan data kepada partisipan.
21
Pada saat latihan wawancara peneliti berusaha menggunakan
bahasa yang baik dan luwes dalam berkomunikasi.
Keterampilan wawancara kemudian terus diperbaiki seiring
dengan seringnya melakukan wawancara pada partisipan
berikutnya.
2. Instrumen penunjang
Alat bantu dalam pengumpulan data yang digunakan yaitu :
a. Panduan wawancara pada penelitian ini jumlah 8 daftar
pertanyaan terbuka yang telah diuji coba sebelumnya
kepada perawat lain dan lalu akan ditanyakan kepada
partisipan yang memenuhi kriteria inklusi yang sesuai.
b. Lembar demografi partisipan yang berisi nama inisial
responden, umur, pendidikan, pelatihan yang pernah diikuti.
c. Alat tulis yang digunakan dalam penelitian ini berupa buku
catatan dan bolpoin untuk mencatat hal-hal penting pada
penelitian.
d. Alat perekam dalam penelitian ini peneliti yang dilengkapi
program voice recorder, dengan memory card berkapasitas
2 giga bite yang mampu merekam kurang lebih 2 jam yang
bertujuan untuk mempermudah peneliti membuat transkip
wawancara.
e. lembar responden untuk mengetahui tindakan partisipan
pada penanganan asfiksia berat pada bayi baru lahir
22
3.4.2 Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur yang digunakan dalam pengumpulan data antara lain
(Creswell, 2013) :
1. Tahap Persiapan
Setelah peneliti mendapat surat izin penelitiaan dari STIKes
Kusuma Husada Surakarta, peneliti akan minta izin kepada
RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO Sragen untuk meneliti di
tempat tersebut, setelah mendapat izin peneliti akan meminta
izin kepada calon partisipan sesuai kriteria inklusi yang ada pada
rencana penelitian. Sebelum peneliti melakukan wawancara,
peneliti terlebih dahulu melakukan pendekatan kepada
partisipan, menjelaskan tujuan yang akan dilakukannya,
mengecek instrumenpenunjang seperti alat perekam,lembar
pedoman wawancara dan pertanyaan, lembar catatan lapangan,
peneliti harus menguasai konsep, latihan wawancara terlebih
dahulu dan menguji coba wawancara terlebih dahulu.
2. Tahap Pelaksanaan
Setelah itu wawancara secara mendalam dilakukan oleh peneliti
untuk mengumpulkan data dan untuk memperkuat
penelitiannya. Wawancara semiterstruktur, tujuan wawancara ini
adalah menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana
23
pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya.
Wawancara ini termasuk dalam kategori in-dept interview,
dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas. Dalam melakukan
wawancara peneliti mendengarkan secara teliti dan mencatat apa
yang dikemukakan oleh informan. Urutan pertanyaan tergantung
pada proses wawancara dan jawaban tiap individu, wawancara
ini menggunakan pertanyaan terbuka (Open-ended questions)
dan menggunakan bantuan pertanyaan wawancara yang telah
disiapkan sebelumnya (Stars H, 2007). Sebelum wawancara ini
dilakukan peneliti akan melakukan observasi terlebih dahulu
kepada partisipan saat menangani asfiksia berat pada bayi baru
lahir dan mencatat apa saja yang dilakukan partisipan sesuai
dengan jawabanpertanyaan di pedoman wawancara yang akan
ditanyakan kepada partisipan. Wawancara dilakukan sebanyak 2
kali, wawancara yang pertama sekitar 10 dan wawancara yang
kedua selama 15 menit.
3. Tahap Terminasi
Penulis menulis laporan dan mendokumentasikan hasilnya,
dalam penulisan laporanpeneliti harus mampu menuliskan setiap
frasa kata dan kalimat serta pengertian secara tepat sehingga
dapat mendeskripsikan data dan hasil analisa yang telah diambil.
Penulis mencatat kembali jika ada data tambahan, peneliti
24
memberikan reward kepada partisipan, peneliti menyatakan
bahwa penelitiannya sudah selesai kepada partisipan.
3.5 Analisa Data
Analisa Data merupakan proses pengumpulan data, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dari peneliti dan menulis catatan singkat sepanjang
penelitian. Teknik analisa yang dapat digunakan pada penelitian ini adalah
dengan menggunakan metode collaizi (Polit, 2006).
Adapun langkah-langkah analisa sebagai berikut :
1. Membuat deskripsi informan tentang fenomena dari informan dalam
bentuk narasi yang bersumber dari wawancara.
2. Membaca kembali secara keseluruhan deskripsi informasi dari informan
untuk memperoleh perasaan yang sama seperti pengalaman informan.
Peneliti melakukan 3-4 kali membaca transkrip untuk merasa hal yang
sama seperti informan.
3. Mengidentifikasi kata kunci melalui penyaringan pernyataan informan
yang signifikan dengan fenomena yang diteliti. Pernyataan-pernyataan
yang merupakan pengulangan dan mengandung makna yang sama atau
mirip maka pernyataan ini diabaikan.
4. Memformulasikan arti dari kata kunci dengan cara mengelompokkan
kata kunci yang sesuai pernyataan penelitian, selanjutnya
mengelompokkan lagi kata kunci yang sejenis. Peneliti sangat berhati-
hati agar tidak membuat penyimpangan arti dari pernyataan informan
dengan merujuk kembali pada pernyataan informan yang signifikan.
25
Cara yang perlu dilakukan adalah menelaah kalimat satu dengan yang
lain.
5. Mengorganisasikan arti-arti yang telah teridentifikasi dalam beberapa
kelompok tema. Setelah tema-tema terorganisir, peneliti memvalidasi
kembali kelompok tema tersebut.
6. Mengintegrasikan semua hasil penelitian ke dalam suatu narasi yang
menarik dan mendalam sesuai dengan topik penelitian.
7. Mengembalikan semua hasil penelitian pada masing-masing informan
lalu diikutsertakan pada diskripsi hasil akhir penelitian. Untuk
memvalidasikan wawancara, peneliti mengulang jawaban partisipan
dan menanyakan kembali apakah jawabannya sesuai dengan jawaban
partisipan dan meminta partisipan jika jawabannya ada yang kurang
meminta untuk menambahkan jawaban.
3.6 Keabsahan data
Hasil penelitian kualitatif atau penelitian naturalistik dipandang
memenuhi kriteria jika memiliki kepercayaan tertentu (Asmadi,
2003).Untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan
teknik pemeriksaan.Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas
sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan yaitu
1. Derajat Kepercayaan (Creadibility)
Prinsip kreadibilitas (creadibility) berarti apakah kebenaran hasil
penelitian kualitatif dapat dipercaya dalam mengungkapkan kenyataan
26
yang sesungguhnya. Untuk memenuhi kriteria ini, peneliti melakukan
wawancara terus-menerus hingga mencapai tingkat redundancy.
2. Kebergantungan (Dependability)
Prinsip dependabilitas (dependability) berarti apakah hasil
penelitian itu memiliki keandalan atau reliabilitas. Prinsip ini dapat
dipenuhi dengan cara mempertahankan konsistensi teknik pengumpulan
data, dalam menggunakan konsep dan menggunakan tafsiran atas
fenomena.
3. Kepastian (Confirmability)
Prinsip konfirmabilitas (cofirmability) bermakna keyakinan atas
data penelitian yang diperoleh.
4. Keteralihan (Transferability)
Prinsip transferabilitas (transfebraility) mengandung makna
apakah hasil penelitian ini dapat digeneralisasikan atau diaplikasikan.
3.7 Etika Penelitian
3.7.1 Informed consent (lembar persetujuan)
Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan informan
dengan memberikan lembar perertujuan menjadi partisipan.
Tujuannya agar informan mengetahui maksud dan tujuan peneliti
serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data.Apabila
informan setuju, maka diminta untuk menandatangani lembar
27
persetujuan.Namun peneliti harus tetap menghormati hak informan
bila tidak bersedia.
3.7.2 Anonimity (tanpa nama)
Merupakan masalah etika dengan tidak membefrikan nama
informan pada alat bantu penelitian, cukup dengan kode yang hanya
dimengerti oleh peneliti.
3.7.3 Confidentially (kerahasiaan)
Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan
informasi yang diberikan oleh informan.Peneliti hanya melaporkan
kelompok data tertentu saja.
28
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Padababinimenguraikanhasilpenelitiantentang perilaku perawat dalam
penanganan asfiksia berat pada bayi baru lahir diruang Perinatologi RSUD dr
soehadi prijonegoro kabupaten Sragen dari tanggal 13 Februari 2015 sampai 16
Mei 2015. Hasilpenelitiandiuraikanmenjadi 3
bagian.Pertamamenjelaskantentanggambaranlokasipenelitian.Keduamenjelaskante
ntangkarakteristik informan yang
terlibatsecaralangsungdalampenelitiandengansingkatdanketigamenguraikanhasilte
matiktentangpengalaman informan.
4.1 GambaranLokasiPenelitian
RumahSakitUmum Daerah (RSUD) Soehadi Prijonegoro Kabupaten
Sragen merupakanRumah Sakit Negeri yang berlokasi di Kabupaten Sragen,
Jawa Tengah. Didirikan pada tahun 1958 dengan klasifikasi tipe D. Tahun
1995 RSUD Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen berkembang menjadi tipe
C yang tertuang dalam SK Bupati Sragen Nomor : 445/461/011/1995 dan
pada tahun 1999 RSU menjadi C swadana yang tertuang dalam Perda Nomor
7 Tahun 1999. Dan kini RSUD Soehadi Prijonegoro Sragen telah menjadi
29
rumah sakit tipe B. RSUD Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen memiliki
berbagai macam ruangan dari Unit Gawat darurat sampai ICU.
Ruangan yang digunakan oleh peneliti adalah ruangan Perinatologi yang
banyak menampung bayi asfiksia. RSUD Sragen mempunyai ruang
Perinatologi dan terdapat 12 perawat yang bekerja di ruang tersebut, ruang
Perinatologi tersebutterdapat 8ruangan, 4 ruangantindakan, 1 ruangisolasi, 1
ruanganadministrasi, 1 ruanganperawatdan 1 kamarmandipasien. Perinatologi
tersebutmemilikiprasarana yang memadaiseperti bed pasiendisetiapruangan,
tabungoksigendanprasaranapenunjang lainnya.
4.2 GambaranKarakteristikInforman
4.2.1 Informan 1
Ny. S berjenis kelamin perempuan dan berumur 32 tahun,
pendidikan terakhir Ny. Syaitu S1 Keperawatan. Pengalaman kerja Ny. S
sudah selama 4 tahunbekerja di ruang Perinatologi. Ny. S sudah menjadi
pegawai tetap di Perinatologi RSUD Soehadi Prijonegoro Kabupaten
Sragen. Ny. S sudahpernahmengikutipelatihankegawatdaruratan
penanganan asfiksia.
4.2.2 Informan 2
Ny. N berjenis kelamin perempuan, berumur 33 tahun, pendidikan
terakhir Ny. N yaitu S1 keperawatan. Ny. N adalah perawat di ruang
Perinatologi. Ny. N mempunyai pengalaman bekerja selama 5 tahun di
Perinatologi. Ny, N sudah menjadi pegawai tetap di Perinatologi RSUD
30
Perinatologi RSUD Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen. Ny. S
sudahpernahmengikutipelatihankegawatdaruratan penanganan asfiksia.
4.2.3 Informan 3
Ny. H berjenis kelamin perempuan, berumur 34 tahun, pendidikan
terakhir Ny. H yaitu S1 keperawatan. Ny. H adalah perawat di ruang
Perinatologi. Ny. H mempunyai pengalaman bekerja selama 5 tahun di
Perinatologi. Ny. H sudahmenjadipegawaitetap di Perinatologi RSUD
Perinatologi RSUD Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen. Ny. S
sudahpernahmengikutipelatihankegawatdaruratan penanganan asfiksia.
4.3 Hasilpenelitian.
4.3.1 Mengetahui pertolongan pertama yang dilakukan perawat untuk
menangani asfiksia berat
Hasilpenelitianuntuk Mengetahui pertolongan pertama yang
dilakukan perawat untuk menangani asfiksia berat didapatkan 2 temayaitu
1) Cara mendeteksi asfiksia berat 2) Penanganan
asfiksia.Berikutungkapandariinforman:
1. Cara mendeteksi asfiksia berat
Tema Cara mendeteksi asfiksiaberatini didapatkan kategori 1)
Status pernapasan 2) Respon bayi.Ungkapan Informan:
“…bayi yang baru lahir tidak langsung bisa bernafas(I1)”
“…bayi tidak segera bernafas dengan spontan dengan nilai apgar
score 1-3 (I2)”
31
Informan 1 dan 2 mengungkapkan asfiksia berat itu adalah bayi tidak
segera bernafas dengan spontan dengan nilai apgar score 1-3.
“…langsung menangis atau tidak, terus kondisi bayi bugar atau
tidak dan yang ketiga dari warna kulitnya merah, biru atau pucat
(I3)”
“…ada 3 yaitu hr, tangis, warna kulit(I1)”
“…denyut jantung, kedua nafas, yang ketiga tonus otot dan yang
ke empat rangsang, dan kelima warna kulit (I2)
Informan ke 3 mengungkapkan bahwa asfiksia berat dapat dilihat dari
langsung menangis atau tidak, terus kondisi bayi bugar atau tidak dan yang
ketiga dari warna kulitnya merah, biru atau pucat, informan 1
mengunkapkan bahwa asfiksia berat dapat dilihat dari hr, tangis, warna
kulit. Informan 2 mengungkapkan bahwa asfiksia berat dapatdilihat dari
denyut jantung, kedua nafas, yang ketiga tonus otot dan yang ke empat
rangsang, dan kelima warna kulit
2. Penanganan asfiksia
Tema Penanganan asfiksia ini didapatkan 5 kategori 1) Resusitasi
2) Pembebasan jalan nafas 3) Posisi ekstensi 4) Pemenuhan oksigen 5)
Pemberian cairan. Ungkapan dari informan:
“…tindakan resusitasi (I1)”
“…melakukan resusitasi (I2)”
“…lakukan resusitasi (I3)”
Informan1, 2 dan 3 mengungkapkan bahwa Penanganan pertama pada
asfiksia berat yaitu dengan cara resusitasi.
32
“…tahapanya posisikan bayi keringkan,hisap lender posisikan
lagi sedikit ekstsensi, hisap lender pasang oksigen (I1)”
“…dihangatkan dibersihkan jalan nafasnya diposisikan setengah
tengadah untuk dibersihkan lendirnya, hitung denyut jantungnya
atau rr nya,perlu dilakukan beging atau tidak (I3)”
Informan 1 mengatakan tahapanya posisikan bayi keringkan,hisap lender
posisikan lagi sedikit ekstsensi, hisap lender pasang oksigen. Informan
3mengatakandihangatkan dibersihkan jalan nafasnya diposisikan setengah
tengadah untuk dibersihkan lendirnya, hitung denyut jantungnya atau rr
nya,perlu dilakukan beging atau tidak.
“…sedikit ekstensi (I1)”
“...diposisikan setengah tengadah (13)”
Informan 1 mengatakan bayi diposisikan sedikit ekstensi.Informan 2
mengatakan diposisikan setengah tengadah.
“…kita beri oksigen (I1)”
“…pemasangan infus, oksigen (I3)”
Informan 1 dan 3 mengatakan penanganan asfiksia dilakukan pemasangan
oksigen
“…menggunakan nasal kanul (I1)”
“…nasal kanul (I2)”
Informan 1 dan 2 mengatakan pemberian oksigen pada bayi asfiksia berat
menggunakan nasal kanul.
33
“…sekitar 4-5 liter permenit (I1)”
“…diberi 5 liter per menit (I2)”
“…5 sampai 10 liter per menit (I3)”
Informan 1 mengungkapkan pemberian oksigen pada bayi asfiksia berat
diberi sekitar 4-5 liter per menit, Informan 2 mengungkapkan pemberian
oksigen pada bayi asfiksia berat diberi 5 liter per menit, Sedangkan
Informan 3 mengatakan pemberian oksigen pada bayi asfiksia berat 5 liter
per menit.
“…bayi butuh oksigen yang cukup kita beri oksigen sesuai
kebutuhan (I2)”
Informan 2 mengatakan bayi butuh oksigen yang cukup kita beri oksigen
sesuai kebutuhan.
“…kita pasang iv (I1)”
“…pemasangan infuse (I3)”
Informan 1 dan 3 mengatakan untuk pemberian cairan menangani asfiksia
berat dilakukan pemasangan infus.
4.3.2 Mengetahui dampak dan akibat asfiksia berat.
Hasilpenelitianuntukmengetahui dampak dan akibat asfiksia berat
didapatkan 1 tema yaitu Gangguan pada asfiksia berat. Berikutungkapan
dari informan:
1. Gangguan pada asfiksia berat
Tema Gangguan pada asfiksia berat didapatkan 4 kategori 1)
Gangguan nafas 2) Gangguan ginjal 3) Persarafan 4) Infeksi:
34
“…gangguan yang pertama bayi kemungkinan terjadi gangguan
nafas(I1)”
“...sindrom gangguan nafas (I2)”
“…sindrom gangguan nafas,(I3)”
Informan 1 mengungkapkan bahwa dampak dan akibat dari asfiksia adalah
terjadi gangguan nafas. Informan 2 dan 3 mengatakan dampak dan akibat
asfiksia adalah sindrom gangguan nafas.
“…pada ginjal gagal ginjal, infeksi dan sepsis (I2)”
Informan 2 mengungkapkan bahwa dampak dsan akibat asfiksia pada
ginjal adalah gagal ginjal.
“…bayi bisa kejang karena dampak hipoksia (I1)”
“…kadang juga kejang (I3)”
Informan 1 dan 3 mengatakan akibat dari asfiksia bayi bisa kejang.
“…ketuban bisa mengalami infeksi atau sepsis (I1)”
“…infeksi dan sepsis (I2)”
Informan 1 dan 2 mengatakan akibat dari asfiksia bayi bisa terkena infeksi
4.3.3 Mengetahui faktor pendukung dan penghambat saat melakukan
penanganan asfiksia berat
Hasil penelitian untuk Mengetahui faktor pendukung dan
penghambat saat melakukan penanganan asfiksia berat didapatkan 2 tema
35
yaitu 1) Faktor penghambat penanganan asfiksia 2) Faktor pendukung
penanganan asfiksia.
1. Faktor penghambat penanganan asfiksia
Tema Faktor penghambat penanganan asfiksia didapatkan 2 kategori yaitu
1) Kondisi ibu dan bayi 2) Kurangnya peralatan. Berikut ungkapan dari
Informan.
“…kondisi asfiksia karena efek dari ibunya (I1)”
“…dari factor ibu (I3)”
Informan 1 dan 3 mengatakan faktor penghambat saat melakukan tindakan
adalah kondisi asfiksia karena efek dari ibunya atau factor dari ibu.
“...misal ibu kejang (I1)”
“…gangguan nafas berat (I1)”
“…bayi fital distress (I3)”
Informan 1 menyatakan faktor yang mempengaruhi asfiksia berat yaitu
missal ibu kejang dan gangguan nafas berat, sedangkan Informan 3
menyatakan faktor yang mempengaruhi asfiksia berat yaitu bayi yang fital
distres.
“…peralatan yang kita miliki juga belum lengkap kan disini
belum ada ventilator (I1)”
“…peralatan yang kita miliki juga belum lengkap kan disini
belum ada ventilator (I2)”
36
Informan 1 dan 2 menyatakan faktor penghambat saat melakukan
penanganan asfiksia berat yaitu peralatan yang kita miliki juga belum
lengkap kan disini belum ada ventilator.
“…dan dari alat yang kurang memadai (I1)”
“…alat-alatnya kurang memadai (I3)”
Informan 1 dan3 menyatakan factor penghambat penanganan asfiksia berat
yaitu dari alat yang kurang memadai.
2. Faktor pendukung penanganan asfiksia
Tema faktor pendukung penanganan asfiksia didapatkan 2 kategori
yaitu 1) Peralatan medis 2) Kerjasama tim. Berikut ungkapan dari
informan
“…nasal kanul, suction, kanul O2, alinen kering dan pemotongan
tali pusat dan iv (I1)”
“…, stetoskop, stopwat, nasal kanul, ambubeg yang terpasang
oksigen, suction, alinen kering dan pempotongan tali pusat dan iv
(I2)”
“…beging, oksigen, untuk pengukuran antoprometri, dan alat
penunjang lainnya (I3)”
Informan 1 mengungkapkan Pelayanan medis alat-alat untuk penanganan
asfiksia berat yaitu nasal kanul, suction, kanul O2, alinen kering dan
pemotongan tali pusat dan iv. Informan 2 mengungkapkan alat-alat untuk
penanganan asfiksia berat yaitu stetoskop, stopwat, nasal kanul, ambubeg
37
yang terpasang oksigen, suction, alinen kering dan pempotongan tali pusat
dan iv. Informan 3mengungkapkan alat-alat untuk penanganan asfiksia
berat yaitu beging, oksigen, untuk pengukuran antoprometri, dan alat
penunjang lainnya.
“Bekerjasama dengan teman2, dengan cara resusitasi setelah
resusitasi kemudian kita lakukan tindakan sesuai perintah dokter
(I1)”
“Ya bekerjasama dengan teman satu tim , karena kalau sendiri
pasti tidak dapat menangani asfiksia berat (I2)”
“dilakukan resusitasi, dokter nyuruh apa ya kita lakukan (I3)”
Informan 1 mengungkapkan Pelayanan medis yang mendukung saat
menangani asfiksia berat yaitu Bekerjasama dengan teman2, dengan cara
resusitasi setelah resusitasi kemudian kita lakukan tindakan sesuai perintah
dokter. Informan 2 mengungkapkan Ya bekerjasama dengan teman satu
tim , karena kalau sendiri pasti tidak dapat menangani asfiksia berat.
Informan 3 mengungkapkan dilakukan resusitasi, dokter nyuruh
apayakitalakukan.
“…membagi tugas dengan teman satu tim,nanti ada yang jadi
leader dan menyiapkan alat (I1)”
“…, kalau sudah lapor dokteruntuk pemasangan infus (I3)”
Informan 1 mengungkapkan cara menangani asfiksia membagi tugas
dengan teman satu tim,nanti ada yang jadi leader dan menyiapkan alat.
38
Informan 3 mengungkapkan kalau sudah lapor dokter untuk pemasangan
infus.
BAB V
PEMBAHASAN
5.1.1 Mengetahui pertolongan pertama yang dilakukan perawat untuk
menangani asfiksia berat.
1. Cara mendeteksi asfiksia berat
Hasil wawancara dari informan 1 dan
2mengungkapkanbahwaasfiksia berat ituadalahbayi tidak segera bernafas
dengan spontan dengan nilai apgar score 1-3. Hal ini sama dengan yang
diungkapkan oleh Hidayat. Alimul A,A, (2008) bahwa asfiksia adalah
keadaan bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur.
Menurut Depkes RI, (2005) asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernapas
secara spontan dan terarur.
39
Hasil wawancara dari Informan 3 mengungkapkan bahwa asfiksia
berat dapat dilihat dari langsung menangis atau tidak, terus kondisi bayi
bugar atau tidak dan yang ketiga dari warna kulitnya merah, biru atau
pucat, informan 1 mengunkapkan bahwa asfiksia berat dapat dilihat dari
hr, tangis, warna kulit. Informan 2 mengungkapkan bahwa asfiksia berat
dapatdilihat dari denyut jantung, kedua nafas, yang ketiga tonus otot dan
yang ke empat rangsang, dan kelima warna kulit. Hal ini sama dengan
teori klasifikasi asfiksia yaitu dapat dilihat dari frekuensi jantung, usaha
bernafas, tonus otot, reflek dan warna kulit. Hal ini juga sama dengan hasil
penelitian Sedyo wahyudi, (2003) yaitu asfiksia berat dapatdilihat dari
penilaian apgar score nya meliputi frekuensi jantung, usaha bernafas,
tonus otot, reflek dan warna kulit,
2. Penanganan Asfiksia
Hasil wawancara dari Informan 1, 2 dan 3 mengungkapkan bahwa
Penanganan pertama pada asfiksia berat yaitu dengan cara resusitasi. Hal
ini sama dengan yang diungkapkan Perinasia, (2006) yaitu Bersihkan jalan
napas sambil pompa melalui ambubag, berikan oksigen 4-5 liter per menit,
bila titak berhasil lakukan ETT, bersihkan jalan napas melalui ETT.
setelah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikannatrium bikarbonat
7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 40cc dan jika tidak berhasil
lakukan resusitasi.
40
Hasil wawancara Informan 1 dan 3, Informan 1 mengungkapkan
tahapanya posisikan bayi keringkan, hisap lendir posisikan lagi sedikit
ekstsensi, hisap lender pasang oksigen. Informan 3 mengungkapkan
dihangatkan dibersihkan jalan nafasnya diposisikan setengah tengadah
untuk dibersihkan lendirnya, hitung denyut jantungnya atau rr nya,perlu
dilakukan beging atau tidak. Hal ini sama dengan yang diungkapkan
Depkes RI, (2008)yaitu Langkah awal diselesaikan dalam 30 detik yaitu
jaga bayi tetap hangan, atur posisi bayi, hisap lender, keringkan dan
rangsang bayi atus posisi kepala dan selimut bayi .
Hasil wawancara Informan 1 dan 2, Informan 1 mengungkapkan
bayi diposisikan sedikit ekstensi.Informan 2 mengungkapkan diposisikan
setengah tengadah. Hal ini sama dengan yang diungkapkanWikjonastro,
(2005) yaitu saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan
cairan amnion, kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga
memudahkan keluarnya lendir.
Informan 1 dan 3 mengungkapkan penanganan asfiksia dilakukan
pemasangan oksigen. Hal ini sama dengan apa yang diungkapkan Depkes
RI (2005) Oksigen sangatlah penting untuk kehidupan baik sebelum dan
sesudah persalinan, setelah bayi lahir plasenta tidak lagi berhubungan,
sehingga bayi akan tergantung pada paru sebagai sumber oksigen, jika
paru tidak berfungsi secara normal kita berikan oksigen untuk memenuhi
kebutuhan bayi.
41
Informan 1 dan 2 mengatakan pemberian oksigen pada bayi
asfiksia berat menggunakan nasal kanul. Hal ini sama dengan yang
diungkapkan Novita, (2011) yaitu berikan oksigen 4-5 liter pemenit
dengan nasal kanul, apabila tidak berhasil biasanya dipasang ETT ( endo
tracheal tube), selanjutnya bersihkan jalan nafas melalui lubang ETT.
Informan 1, 2 dan 3 mengungkapkan pemberian oksigen pada bayi
asfiksia berat diberi sekitar 5 liter per menit. Hal ini sama dengan yang
diungkapkan Perinasia, (2006) yaitu berikan oksigen 4-5 liter per menit.
Informan 2 mengatakan bayi butuh oksigen yang cukup kita beri
oksigen sesuai kebutuhan. Hal ini sama dengan yang diungkapkan Depkes
RI (2005) Oksigen sangatlah penting untuk kehidupan baik sebelum dan
sesudah persalinan, setelah bayi lahir plasenta tidak lagi berhubungan,
sehingga bayi akan tergantung pada paru sebagai sumber oksigen.
Informan 1 dan 3 mengatakan untuk pemberian cairan menangani
asfiksia berat dilakukan pemasangan infus. Hal ini sama dengan yang
diungkapkan Novita, (2011) yaitu Bila asfiksia berkelanjutan,maka bayi
masuk ICU dan infuse terlebih dahulu. Hal ini sama dengan hasil
penelitian Andri firdaus, (2003) yaitu keseimbangan cairan harus
diperehatikan cairan intravena dapat segera diberikan untuk mencegah
keadaan hipoglikemik, pemberian cairan bisa dimulai dengan jumlah yang
minimum, mulai dari 60 ml/kg/BB/hari ditambahkan pada infuse cairan
yang diberikan.
.
42
5.1.2 Mengetahui dampak dan akibat asfiksia berat
1. Gangguan pada asfiksia berat
Informan 1 mengungkapkan bahwa dampak dan akibat dari asfiksia
adalah terjadi gangguan nafas. Informan 2 dan 3 mengatakan dampak dan
akibat asfiksia adalah sindrom gangguan nafas. Hal ini sama dengan yang
diungkapkan Gonella TL (2004) yaitu organ paru dapat terjadi beberapa
gangguan karena asfiksia berat yaitu Sindrom aspirasi mekonium
(SAM),hipertensi pulmonal persisten, perdarahan paru, sindrom gawat
nafas akibat defisiensi atau disfungsi surfaktan.
Informan 2 mengungkapkan bahwa dampak dan akibat asfiksia
pada ginjal adalah gagal ginjal. Hal ini sama dengan yang diungkapkan
Toth-Heyn P, dkk (2000) yaitu organ ginjal karena asfiksia berat dapat
terjadi gagal ginjal akut, kerusakan ginjal bisa bervariasi dari
pembengkakan dan nekrosis tubuler akut sampai infark seluruh nefron
dan nekrosis kortikomenduler. Perinatal hipoksemia atau asfiksia bisa
menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal akibat vasokontriksi renal
dan penurunan laju filtrasi glomerulus. Sedangkan Informan 1 dan 3
mengatakan akibat dari asfiksia bayi bisa kejang, Informan 1 dan 2
mengatakan akibat dari asfiksia bayi bisa terkena infeksi. Hal ini sama
dengan hasil penelitian Vera Muna (2003) menjelaskan hipoksia ginjal
dapat menimbulkan gangguan perfusi dan dilusi ginjal, serta kelainan
filtrasi glomerulus,hal ini timbul karena proses redistribusi aliran darah
akan menimbulkan beberapa kelainan ginjal antara lain nekrosis tubulus
43
dan perdarahan medulla.penanganan asfiksia berat ensefalopati hipoksik
iskemik meliputi upaya mempertahankan suhu tubuh bayi tetap normal,
menjaga perfusi dan ventilasi yang baik, mempertahankan kadar glukosa
antara 75-100 mg/dl, menjaga keseimbangan asam basa dan elektrolit serta
penanganan kejang. Diusahakan terapi yang adekuat pada suhu,
perfusi,ventilasi, metabolismeglukosa dan kalsium, status asam basa juga
pentingnya penanganan kejang.
5.1.3 Mengetahui faktor pendukung dan penghambat saat melakukan
penanganan asfiksia berat
1. Faktor penghambat penanganan asfiksia
Informan 1 dan 3 mengatakan faktor penghambat saat melakukan
tindakan adalah kondisi asfiksia karena efek dari ibunya atau factor dari
ibu. Hal ini sama dengan yang diungkapkan Prawirohardjo (2010) yaitu
Faktor Ibu yang menjadikan penyulit penanganan asfiksia yaitu
preeklampsia dan eklamsia, pendarahan abnormal (plasenta previa atau
solusio plasenta), partus lama atau partus macet, demam selama
persalinan, infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV), kehamilan lewat
waktu (sesudah 42 minggu kehamilan).
Informan 1 menyatakan faktor yang mempengaruhi asfiksia berat
yaitu misal ibu kejang dan gangguan nafas berat. Hal ini sama dengan
hasil penelitian Lailatul badriah, ely thahyani, (2014) yaitu factor ibu yang
mempengaruhi asfiksia berat adalah gangguan pernapasan, ibu yang
44
kejang, gizi yang kurang, penyakit jantung. sedangkan Informan 3
menyatakan faktor yang mempengaruhi asfiksia berat yaitu bayi yang fital
distress. Hal ini sama dengan hasil penelitian Lailatul badriah, ely
thahyani, (2014) yaitu bayi asfiksia berat biasanya terjadi gangguan nafas
berat karena paru belum bisa berkembang.
Informan 1 dan 2 menyatakan faktor penghambat saat melakukan
penanganan asfiksia berat yaitu peralatan yang kita miliki juga belum
lengkap kan disini belum ada ventilator.Informan 1 dan 3 menyatakan
faktor penghambat penanganan asfiksia berat yaitu dari alat yang kurang
memadai. Hal ini sama dengan yang diungkapkanNovita, (2011) yaitu bila
bayi asfiksia berlanjut infuse bayi terlebih dahulu dan lakukan
pemasangan ventilator. Karena alat yang digunakan saat penanganan
asfiksia berat kurang lengkap dapat menghambat tenaga kesehatan saat
melakukan penanganan asfiksia berat.
2. Faktor pendukung penanganan asfiksia
Informan 1 mengungkapkan Pelayanan medis alat-alat untuk
penanganan asfiksia berat yaitu nasal kanul, suction, kanul O2, alinen
kering dan pemotongan tali pusat dan iv. Informan 2 mengungkapkan alat-
alat untuk penanganan asfiksia berat yaitu stetoskop, stopwat, nasal kanul,
ambubeg yang terpasang oksigen, suction, alinen kering dan pemotongan
tali pusat dan iv. Informan 3 mengungkapkan alat-alat untuk penanganan
asfiksia berat yaitu beging, oksigen, untuk pengukuran antoprometri, dan
alat penunjang lainnya. Hal ini sama dengan yang diungkapkan Ilyas,
45
(2004) yaitu alat-alat yang digunakan untuk resusitasi adalah meja
resusitasi dengan kemiringan 10 derajat, guling kecil untuk penyangga,
lampu pemanans badan bayi, penghisap, oksigen, spuilt, ETT, nasal kanul,
alat pemotong tali pusat, laringoskop, infuse, obat-obatan dan jika perlu
ventilator. Hal ini juga sama dengan yang diungkapkan Wiknjosastro,
(2007) yaitu sebelum menolong persalinan pada bayi asfiksia berat alat-
alat resusitasi harus siap pakai, yaitu handuk, bahan ganjal bahu bayi
untuk mengatur kepala bayi,alat penghisap, tabung sungkup lendir dan
nasal kanul, kotak alat resusitasi semua lengkap, jam pencatat waktu.
Informan 1 mengungkapkan Pelayanan medis yang mendukung
saat menangani asfiksia berat yaitu Bekerjasama dengan teman2, dengan
cara resusitasi setelah resusitasi kemudian kita lakukan tindakan sesuai
perintah dokter. Informan 2 mengungkapkan Ya bekerjasama dengan
teman satu tim , karena kalau sendiri pasti tidak dapat menangani asfiksia
berat. Informan 3 mengungkapkan dilakukan resusitasi, dokter nyuruh apa
ya kita lakukan. Hal ini sama dengan yang diungkapkan Leonardo, (2008)
yaitu kematian bayi baru lahir lebih banyak disebabkan oleh manajemen
persalinan yang tidak sesuai dengan standar dan kurangnya kesadaran ibu
untuk menurunkan kematian bayi baru lahir dengan asfiksia, persalinan
harus dilakukan tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan
ketrampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir karena kemampuan
dan ketrampilan ini digunakan setiap kali menolong persalinan. Hal ini
46
karena tenaga kesehatan akan bekerja sama dengan tim dan temannya
untuk menangani asfiksia dengan cara bersama-sama.
Informan 1 mengungkapkan cara menangani asfiksia membagi
tugas dengan teman satu tim,nanti ada yang jadi leader dan menyiapkan
alat. Informan 3 mengungkapkan kalau sudah lapor dokter untuk
pemasangan infus. Hal ini sama dengan hasil penelitian Sutriani,dkk,
(2013) yaitu Untuk penanganan asfiksia berat pada bayi baru lahir
membutuhkan penanganan serius baik oleh dokter, perawat serta penolong
persalinan. Hal ini sama dengan yang diungkapkan Leonardo, (2008) yaitu
asfiksia berat harus ditangani tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan
dan ketrampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir karena
kemampuan dan ketrampilan ini digunakan setiap kali menolong
persalinan.
BAB VI
PENUTUP
Bagian ini merupakan bagian akhir dari laporan hasil penelitian yang
menjelaskan kesimpulan dan saran. Simpulan yang dibuat berdasarkan kategori
yang ada dan tema-tema yang telah ditemukan dalam penelitian tentang perilaku
perawat dalam penanganan asfiksia berat. Saran pada bab ini dibuat bagi rumah
sakit, institusi pendidikan, peneliti lain, peneliti dan perawat.
6.1 Kesimpulan
47
Dari tujuan khusus yang pertama Pertolongan pertama yang dilakukan
perawat untuk menangani asfiksia berat didapatkan tema 1) Cara
mendeteksi asfiksia beratcaranya yaitu dari informan 1 dan 2
mengungkapkan bayi tidak bisa bernapas secara spontan, sedangkan
informan 3 mengunggkapkan bayi tidak bisa menangis2) Penanganan
asfiksia berat, menurut informan 1, 2 dan 3 mengungkapkan dengan cara
resusitasi. Tujuan khusus yang kedua dampak dan akibat asfiksia berat
didapatkan tema 1) Gangguan asfiksia berat, menurut informan 1, 2 dan 3
gangguang pada asfiksia berat adalah gangguan nafas atau sindrom
gangguan nafas . Tujuan khusus yang ketiga faktor pendukung dan
penghambat saat melakukan penanganan asfiksia berat didapatkan tema 1)
Faktor penghambat penanganan asfiksia untuk faktor penghambatnya
menurut informan 1, 2 dan 3 yaitu gangguan asfiksia yang berasal dari ibu
missal ibu terjadi gangguan nafas berat dan kejang,dan dari alat yang
kurang memadai 2) Faktor pendukung penanganan asfiksia menurut
informan 1,2 dan 3 untuk alat-alat saat melakukan resusitasi harus
lengkap, dan tim pelayanan kesehatan harus siap dan saling bekerjasama.
6.2 Saran
6.2.1 Rumah Sakit
Penelitianinidiharapkandapatdigunakan sebagai bahan masukan
bagi perawat dalam penanganan gawat darurat khususnya asfiksia berat di
ruang Perinatologi dan membuat SOP yang baru untuk penanganan
48
asfiksia berat. Program untuk meningkatkan pelayanan yang lebih
meningkatkan baik dengan acuan penelitian yang sudah dilakukukan.
Penelitianinidiharapkandapatdijadikanperawatsebagaimotivasiuntu
klebihbaiklagidalammenjalankantugasnya dengan cepat dan
tepatkhususnya perawat yang bekerja di ruang Perinatologi.
6.2.2 Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan,
pengalaman, dan wawasan mengenai perilaku perawat dalam penanganan
asfiksia berat, sehingga penelitian ini dapat dijadikan contoh atau referensi
di perpustakaan.
6.2.3 Peneliti lain
Hasilpenelitianinidiharapkandapatdijadikansebagaireferensi dalam
penelitianlebihlanjutmengenai perilaku perawat dalam penanganan
asfiksia berat.
6.2.4 Peneliti
Menambahpengalamandanwawasanpenelitidalam penelitian
keperawatantentang perilaku perawat dalam penanganan asfiksia berat
dalampenangananpasiengawatdarurat di ruang.
DAFTAR PUSTAKA
Afiyanti, Y& Rachmawati, I, N.(2014). Metodologi penelitian kualitatif dalam
riset keperawatan. Jakarta: Rajawali Pers
Alsa Asmadi. (2003).Pendekatan kuantitatif dan kualitatif serta kombinasinya
dalam penelitian psikologi. Yogjakarta: Pustaka Belajar.
Asfuriyah, siti, dkk, 2006. “Perbedaan pengetahuan perawat dan bidan tentang
kegawatan nafas dan tindakan resusitasi pada neonatus di rumah sakit
islam kendal.
http://download,portalgaruda.org/article.php?article=171591&val=426&title=PER
BEDAAN%20PENGETAHUAN%20PERAWAT%20DAN%20BIDAN
%20TENTANG%20KEGAWATAN%20NAFAS%20DAN%20TINDA
KAN%20RESUITASI%20PADA%20NEONATUS%20DI%20RUMAH
%20SAKIT%20ISLAM%20KENDALdiakses :14 oktober2014
Badan Litbangkes, DepKes (2008). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) Indonesia-Tahun 2007. Kematian menurut kelompok
umur; p.278-279.
Badriyah, lailatul, Tjahyani, eli. 2013. “Hubungan antara preeklamsia berat dengan
kejadian berat bayi lahir rendah.”
http://jurnal-
griyahusada.com/awal/images/file/HUBUNGAN%20ANTARA%20PRE
EKLAMSIA%20BERAT%20DENGAN%20KEJADIAN%20BERAT%
20BAYI%20LAHIR%20RENDAH(1).pdfdiakses : 13 agustus 2015
Burhan Bungin. (2001)Metodologi penelitian kualitatif: aktualisasi metodologis
ke arah ragam varian kontenporer. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Creswell, John W. (2013). Research Design Pendekatan Kuakitatif, Kuantitatif,
dan Mixed. Yogjakarta : Pustaka Belajar
Depkes RI, (2004). Asuhan Persalinan Normal. Jakarta.
Depkes RI, (2007). Riset kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta
Dewi vivian, (2011). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : Salemba
Medika
Gonella TL, (2009). Perinatas asphyxia. Dalam Neonatology managemen,
protcedurs, on-call problems, drugs. 4th
ed. New York: Appleton and
large: 480-9
Hidayat, A.A.A. (2005). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Buku 2. Jakarta :
Penerbit Salemba Medika
Hidayat, A.(2009). Metode penelitian keperawatan dan teknik analisa
data.Jakarta : Salemba Medika
Hapsari, Dwi, September 2009. “Aspek kehamilan dan persalinan pada kematian
neonatal akibat asfiksia lahir sebelum dan setelah intervensi manajemen
asfiksia di Kabupaten Cirebon”. Jurnal ekologi kesehatan: 1057-
1065http://download.portalgaruda.org/article.php?=171591&val=4887.
diakses 16 oktober 2014
Manoe, veramuna,September 2003. Gangguan fungsi multi organ pada bayi asfiksia
berat. Sari pediatri Vol 5. No 2. http://saripediatri.idai,or,id/pdfile/5-2-
6.pdfdiakses : 15 agustus 2015
Moleong L. (2007)Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Nursalam, (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Perinasia. (2004). Manajemen Laktasi. Menuju Persalinan Aman dan Bayi Baru
Lahir Sehat. 2nd ed. Jakarta
Polit, Denise F & Cheryl Tatano Beck. (2006). Essentials of Nursing Research:
Methods, Appraisal, and zutilization 6th ed. Lippincott William &
Wilkins, A Wolter Kluwer Company: Philadelphia
Prawirohardjo, S. (2008). Buku Acuan Nasional Pelayanan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Rukiyah, A. (2009). Asuhan Kebidanan 2 dan persalinan. Jakarta : CV. Tran info
media
Sarimawar Djaja, dkk (2009). Keberhasilan Pelatihan Manajemen. Jakarta
Soekidjo Notoatmodjo. (2002).Metodologi penelitian kesehatan. Edisi revisi.
Jakarta : Rineka Cipta.
Sugiyono. (2008).Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Toth-Heyn P, Drukkerr A, Guignard JJP, (2000). The Stressed neonatal kidney:
From pathophysiology to clinical management of neonatal vasomotor
nephropathy. Padatr Nephrol: 14: 227-39
Usman Husaini. (2003)Metodologi penelitian sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
Wikjansastro, H. (2005). Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Wiknkjosastro, S. (2005). Ilmu kebidanan esisi ketujuh. Jakarta: Yayasan
Sarwono Prawirohardjo