PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA...

64
PERILAKU PE BERAT PER P Untuk Meme PROG ERAWAT DALAM PENANGANAN PADA BAYI BARU LAHIRDI RUA RINATOLOGIRSUDdr. SOEHADI PRIJONEGORO KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI enuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Kepe Oleh: IndraSuliswanto NIM. S11022 GRAM STUDI S-1 KEPERAWATA STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 N ASFIKSIA ANG erawatan AN

Transcript of PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA...

Page 1: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

PERILAKU PE

BERAT

PERINATOLOGI

PRIJONEGORO

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana

PROGRAM STU

PERAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA

PADA BAYI BARU LAHIRDI RUANG

PERINATOLOGIRSUDdr. SOEHADI

PRIJONEGORO KABUPATEN

SRAGEN

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh:

IndraSuliswanto

NIM. S11022

GRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2015

RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA

RUANG

Keperawatan

1 KEPERAWATAN

Page 2: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

PERILAKU PERAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA

BERAT PADA BAYI BARU LAHIR DI RUANG

PERINATOLOGIRSUD

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

PRO

i

PERILAKU PERAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA

BERAT PADA BAYI BARU LAHIR DI RUANG

PERINATOLOGIRSUD dr. SOEHADI

PRIJONEGORO KABUPATEN

SRAGEN

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh:

IndraSuliswanto

NIM. S11022

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2015

PERILAKU PERAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA

BERAT PADA BAYI BARU LAHIR DI RUANG

dr. SOEHADI

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

1 KEPERAWATAN

Page 3: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

ii

Page 4: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

iii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Indra Suliswanto

NIM : S11022

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini adalah asli dan belum pernah di ajukan untuk mendapatkan gelar

akademik (sarjana), baik di STIKes Kussuma Husada Surakarta maupun di

perguruan tinggi lain.

2. Skripsi ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa

bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim pembimbing dan masukan Tim Penguji.

3. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau

dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai

acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam

daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat

penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pancabutan gelar yang telah diperoleh karena

karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi

ini.

Surakarta, 22Agustus 2015

Yang membuat Pernyataan

Indra Suliswanto

NIM. S11022

Page 5: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Anugerah, Rahmat dan

Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul“Perilaku

perawat dalam penanganan Asfiksia Berat pada bayi baru lahir di ruang

perinatologi RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen“. Skripsi ini di ajukan

sebagai persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Strata Satu Keperawatan di STIKes

Kusuma Husada Surakarta.Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak

terlepas dari bantuan, dorongan dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak. Pada

kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati, ingin menyampaikan terimakasih

dan rasa hormat kepada

1. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta yang

telah memberikan kesempatan penulis untuk menyusun skripsi ini.

2. Wahyu Rima Agustin, S.kep,Ns., M.Kep selaku ketua prodi S1 Keperawatan yang

telah memberikan kesempatan penulis untuk menyususn skripsi ini.

3. Wahyuningsih Safitri, S.Kep,Ns., M.Kep selaku pembimbing I yang telah

membimbing dengan penuh sabar dan penuh tanggung jawab sampai tersusunnya

skripsi ini.

4. Aria Nurahman Hendram K, S,Kep,Ns.,M.Kepselaku pembimbing II yang telah

membimbing dengan penuh tanggung jawab sampai tersusunnya skripsi ini.

5. Seluruh staf pengajar dan akademik Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada

Surakarta yang telah membantu penulis.

6. Kepada direktur RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen yang telah

bersedia memberikan izin sebagai tempat penelitian.

7. Semua partisipan yang telah banyak membantu peneliti dalam penyelesaian skripsi

ini.

8. Orang tua tercinta dan tersayang Bapak Lasio, Ibu Sri Wati yang selalu memberikan

dukungan, doa, materi dan kasih sayangnya sepanjang waktu.

Page 6: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

v

9. Aji Astia Sukma yang selalu memberi semangat dan dukungan.

10. Teman-teman seperjuangan S-1 Keperawatan angkatan 2011 yang selalu mendukung

dan membantu dalam proses pembuatan skripsi ini.

11. Teman-teman kecilku yang atas dukungan dan semangat yang diberikan sehingga

skripsi ini bisa selesai.

12. Semua pihak yang telah memberikan dukungan moral maupun material dalam

penyusunan skripsi ini, yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu.

Semoga segala bantuan dan kebaikan, menjadi amal sholeh yang akan mendapat

balasan yang lebih baik kelak. Pada akhirnya penulis bersyukur pada Allah SWT semoga

skripsi ini dapat bermanfaat kepada banyak pihak dan tidak lupa penulis mengharapkan

kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.

Surakarta, 22 Agustus 2015

Penulis

Page 7: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................ ii

SURAT PERNYATAAN ........................................................................... iii

KATA PENGANTAR .................................................................................. iv

DAFTAR ISI ................................................................................................. vi

DAFTAR TABEL ........................................................................................ vii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ ix

ABSTRAK .................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 4

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 4

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori ....................................................................... 6

2.1.1 Perilaku .................................................................... 6

2.1.2 Asfiksia .................................................................... 9

2.1.3 Perawat .................................................................... 14

2.2 Kerangka Teori ...................................................................... 15

2.3 Fokus Penelitian .................................................................... 16

2.4 Keaslian Penelitian ................................................................ 16

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................ 18

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... 19

3.2.1 Tempat Penelitian ...................................................... 19

3.2.2 Waktu Penelitian ........................................................ 19

3.3 Populasi dan Sampel ............................................................. 19

Page 8: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

vii

3.3.1 Populasi ..................................................................... 19

3.3.2 Sampel ....................................................................... 19

3.4 Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data ......................... 20

3.4.1 Instrumen ................................................................... 20

3.4.2 Prosedur Pengumpulan Data ..................................... 22

3.5 Analisa Data .......................................................................... 24

3.6 Keabsahan Data ..................................................................... 25

3.7 Etika Penelitian ..................................................................... 26

3.7.1 Informed Concernt ..................................................... 26

3.7.2 Anonimity .................................................................. 26

3.7.3 Confidenaly ................................................................ 27

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 9: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Tabel Halaman

1. Tabel Apgar Score 11

2. Tabel Keaslian Penelitian 18

Page 10: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Tabel Judul Tabel Halaman

1. Gambar Kerangka Teori 15

2. Gambar Fokus Penelitian 16

Page 11: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

x

DAFTAR LAMPIRAN

NomorLampiran Keterangan

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

Surat Ijin Penelitian

Surat Balasan Ijin Studi Pendahuluan

Surat Ijin KesbangPol

Surat BAPPEDA

Surat Penjelasan Penelitian

Surat Persetujuan Menjadi Informan

Pedoman Wawancara

Data Demografi

Transkrip Wawancara Informan

Analisa Tematik

Lembar Observasi Penanganan Asfiksia

Jadwal Penelitian

Lembar Konsultasi

Page 12: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

xi

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2015

Indra Suliswanto

PERILAKU PERAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA BERAT

PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO

KABUPATEN SRAGEN

Abstrak

Asfiksia merupakan kegawatan pada bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas

secara spontan yang dapat menimbulkan kematian pada bayi baru lahir, berdasarkan

kasus asfiksia pada bayi baru lahir di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen

tahun 2014 terdapat kasus asfiksia berat sebanyak 46 kasus dan 3 bulan terakhir terdapat

11 kasus, oleh karena itu perilaku perawat sangat penting pada penanganan asfiksia berat

pada bayi baru lahir. Penelitian ini untuk mengetahui perilaku perawat dalam penanganan

asfiksia berat pada bayi baru lahir di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen

Jenispenelitianiniadalahpenelitiankualitatif, denganmenggunakan

pendekatandeskriptiffenomenology, teknik analisa yang digunakanpada penelitian ini

adalah

menggunakanmetodeCollaizi.Teknikpengambilansampeldilakukandenganmenggunakanm

etodepurposive sampling dengan kriteria informanperawatdengan kriteria bekerja di

RumahSakit minimal menangani asfiksia berat selama 3 kali,perawat dalam kondisi fisik

dan psikologis yang baik, bersediamenjadiinforman. Sampel dihentikan setelah data

tersaturasi denganjumlah Informan sebanyak 3 Informan.

Dari penelitian ini didapatkantema1) Cara mendeteksi asfiksia berat 2)

Penanganan asfiksia berat 3) Gangguan pada asfiksia berat 4) Faktor penghambat

penanganan asfiksia 5) Faktor pendukung penanganan asfiksia.

Kesimpulan dalam penelitian ini penanganan asfiksia berat berkaitan dengan

gangguan pada bayi yang tidak bisa bernapas secara spontan, namun dalam pelaksanaan

di rumah sakit alat kurang memadai sehingga perawat dan dokter harus bekerjasama.

Kata kunci : Perilaku perawat, Penanganan asfiksia berat, asfiksia berat.

Daftar Pustaka : 27 (2001-2014)

Page 13: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

xii

BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE

KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA

2015

Indra Suliswanto

Nurses’ Behavior on Newborn Infants’ Severe Asphyxia Management at

dr. Soehadi Prijonegoro Local General Hospital ofSragen Regency

ABSTRACT

Asphyxiais an emergency condition when newborn infants fail to breathe

spontaneously, and it can cause to death.According to the data at dr. Soehadi Prijonegoro

Local General Hospital of Sragen Regency, in 2014 there were 46 severe asphyxia cases

and the last 3 months there were 11 cases. Therefore, nurses’ behavior is important onthe

newborn infants’ severe asphyxia management. The objective of the research is to

investigate the nurses’ behavior onthe newborn infants’ severe asphyxia management at

dr. Soehadi Prijonegoro Local General Hospital of Sragen Regency.

Thisresearch used the qualitative method with the descriptive phenomenological

approach. The samples of research were 3 informants.They were taken by using the

purposive sampling technique.The sampling was ended after the data were saturated. The

criteria of the informants were as follows:Being employed at the hospital with severe

asphyxia management experience for at least 3 times, having good physical and

psychological conditions, and willing to be informants.

The result of the research shows that there were 5 themes, namely: (1)method of

detecting severe asphyxia,(2) severe asphyxia management, (3) disorder in severe

asphyxia,(4) inhibiting factors of asphyxiamanagement, and (5) supporting factors of

asphyxiamanagement.

Thus, there was a correlation between the severe asphyxia management and the

disorder the newborn infants’spontaneous breathing disorder. Nevertheless,the medical

devices at the hospital wereinadequateso that the nurses and doctors had to have

cooperation among them.

Keywords: Nurses’ behavior, severe asphyxia management, severe asphyxia

References:27 (2001-2014)

Page 14: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi aterm maupun preterm,

bayi dengan berat lahir cukup maupun dengan berat lahir rendah.Bayi

dengan BBLR yang preterm berpotensi mengalami kegawatan lebih besar.

Kegawatan yang dapat dialami bayi baru lahir yaitu trauma kelahiran,

asfiksia neonatorum, sindroma gawat nafas neonatus, infeksi, kejang dan

rejatan atau syok ( Yunanto, dkk, 2003 ). Asfiksia adalah keadaan gawat

bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat

menurunkan oksigen dan meningkatkan karbon dioksida yang menimbulkan

akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.Asfiksia berat termasuk dalam

bayi baru lahir dengan resiko tinggi karena memiliki kemungkinan lebih

besar mengalami kematian bayi atau menjadi sakit berat dalam masa

neonatal (Dewi dan Rukiyah, 2011).

Penilaian asfiksia dengan cara melakukan penilaian apgar score yang

terdiri dari penilaian frekuensi jantung, usaha bernafas, tonus otot, reflek,

dan warna kulit. Hasil penilaian apgar score pada bayi baru lahir asfiksia

berat bernilai 0-3 dengan ciri-ciri tidak ada frekuensi jantung, tidak ada

usaha bernafas, tidak bergerak, warna kulit biru/pucat (Prawirohardjo,

2010).

Page 15: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

2

Asfiksia berat memerlukan intervensi dan tindakan perawat yang tepat

untuk meminimalkan terjadinya kematian bayi, yaitu dengan pelaksanaan

manajemen asfiksia berat pada bayi baru lahir yang bertujuan untuk

mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa

berupa kelainan neurologi yang mungkin muncul. Peran perawat dalam

menangani bayi yang mengalami asfiksia berat yaitu dengan cara

membersihkan bayi untuk memaksimalkan kondisi bayi dalam suhu yang

stabil, melakukan suction untuk membersihkan lendir atau secret yang

mengganggu pernafasan bayi, dan jika perlu lakukan resusitasi untuk

memberikan stimulus pada jantung bayi supaya kembali normal (Dewi dan

Rukiyah, 2011).

Data Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa asfiksia menduduki urutan

pertama sebagai penyebab kematian (36%) pada bayi baru lahir (0-6

hari).Faktor ibu bisa dari preeklamsia dan eklamsia, kehamilan lewat waktu

(lebih dari 42 minggu), faktor tali pusat bisa dari lilitan tali pusat, tali pusat

pendek, simpul tali pusat dan prolapus tali pusat, faktor bayi berasal dari

bayi yang lahir sebelum 37 minggu kehamilan(Sarimawar, 2009; Iwan

Ariawan).

Berdasarkan data yang diperoleh Dinas Kesehatan Indonesia kejadian

asfiksia pada tahun 2009 sebanyak 151 kasus dan pada tahun 2011

mengalami peningkatan yaitu terdapat 212 kasus. Dan berdasarkan kasus

asfiksia pada bayi baru lahir di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kabupaten

Page 16: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

3

Sragen tahun 2014 terdapat kasus asfiksia berat sebanyak 46 dan 3 bulan

terakhir terdapat 11 kasus.

Untuk mencegah asfiksia berlanjut pada kematian, maka perawat di

tuntut untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Pelatihan

keterampilan resusitasi kepada para tenaga kesehatan ini harus dilakukan

agar tenaga kesehatan lebih terampil dalam melakukan resusitasi dan

menganjurkan kepada masyarakat ataupun ibu khususnya, agar setiap

persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan

ketrampilan (Dinkes Medan, 2008).

Berdasarkan wawancara pada 5 perawat tentang penanganan asfiksia

pada bayi baru lahir dengan kejadian asfiksia berat di RSUD dr. Soehadi

Prijonegoro Kabupaten Sragen yaitu sebanyak 2 perawat dengan cara

melakukan suction, 3 perawat dengan memasang masker sungkup. 5

Perawat tersebut mengatakanjika dengan melakukan suction dan memasang

masker sungkupkondisi bayi tidak membaik maka perawat melakukan

resusitasi. Dampak dari tindakan melakukan suction dan memasang masker

sungkup ini supaya bayi mulai bisa bernafas dengan baik dan agar bayi

tidak mengalami asfiksia.

Kondisi masih tingginya angka kematian asfiksia pada bayi baru lahir

diperlukan tindakan keperawatan yang tepat untuk meminimalkan kematian.

Pengetahuan perawat merupakan salah satu faktor yangmempengaruhi

perilaku tenaga kesehatan dalam penanganan asfiksia, maka peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian tentang perilaku perawat dalam

Page 17: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

4

penangananasfiksia berat pada bayi baru lahir di RSUD dr. Soehadi

Prijonegoro Kabupaten Sragen.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Asfiksia merupakan kegawatan pada bayi baru lahir yang tidak dapat

bernafas secara spontan yang dapat menimbulkan kematian pada bayi baru

lahir, oleh karena itu peran perawat sangat penting pada penanganan

Asfiksia pada bayi baru lahir. Rumusan masalah penelitian ini adalah

“Bagaimana Perilaku Perawat Dalam Penanganan Asfiksia Berat Pada Bayi

Baru Lahir Di RSUDdr. Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen?”.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umun

Untuk mengetahui perilaku perawat dalam penanganan asfiksia

berat pada bayi baru lahir di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro

Kabupaten Sragen.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahuipertolongan pertama yang dilakukan perawat untuk

menangani asfiksia berat

b. Mengetahui dampak dan akibat asfiksia berat

c. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat saat melakukan

penanganan asfiksia berat

Page 18: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

5

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Bagi Rumah Sakit

Sebagai informasi bagi manajemen rumah sakit tentang penanganan

asfiksia berat sehingga tindakan perawat dapat ditingkatkan melalui

pelatihan penanganan asfiksia berat.

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai pengembangan ilmu dan pengetahuan dalam proses belajar

mengajar untuk meningkatkan kualitas pendidikan, dan refenrensi.

1.4.3 Bagi Peneliti Lain

Sebagai acuan untuk melakukan penelitian dengan metode lain

sehingga dapat melakukan penelitian danmelanjutkan penelitian.

1.4.4 Bagi Peneliti

Peneliti mengetahui tentang peran perawat dalam menangani asfiksia

berat.

Page 19: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Perilaku

1. Pengertian

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu

sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain

: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah,

menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat

disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah

semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati

langsung, maupun yang tidak langsung, maupun yang tidak

dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2010).

Perilaku manusia terjadi melalui proses : Stimulus →

Organisme → Respons, sehingga teori oleh Skiner ini disebut

teori “S-O-R” (stimulus – organisme – respons). Selanjutnya

teori ini menjelaskan adanya dua jenis respons, yaitu :

a. Respondent respon atau reflexive

b. Respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan

tertentu yang disebut eliciting stimulus, karena

menimbulkan respons-respons yang relatif tetap.

c. Operant respons atau instrumental respons

Page 20: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

7

d. Respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh

stimulus atau forcing stimuli atau reinforcer, karena

berfungsi untuk memperkuat respons

2. Macam-macam Perilaku

Pengelompokan perilaku manusia berdasarkan teori “S-O-R”

menjadi dua, yaitu :

a. Perilaku tertutup (convert behavior)

Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap

stimulus tersebut belum dapat diamati orang lain (dari luar)

secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam

bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap

terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk

“unobservable behavior” atau “covert behavior” yang dapat

diukur adalah pengetahuan dan sikap.

b. Perilaku terbuka (overt behavor)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap

stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik,

sehingga dapat diamati orang lain dari luar atau observable

behavior

3. Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku

Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007),

ada tiga factor yang merupakan penyebab perilaku yaitu :

Page 21: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

8

a. faktor pendorong (predisposing)

Faktor-faktor predisposisi merupakan faktor yang

mempermudah terjadinya suatu perilaku seperti

pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan,nilai-nilai,

tradisi dan lain-lain.

b. Faktor pendukung (enabling)

Faktor-faktor pemungkin merupakan faktor-faktor yang

merupakan sarana dan prasarana untuk berlangsungya suatu

perilaku. Yang merupakan faktor pendukung misalnya

lingkungan fisik dan ketersediaan fasilitas pelayanan

kesehatan setempat.

c. Faktor-faktor penguat (reinforcing)

Faktor-faktor penguat adalah faktor yang memperkuat

terjadinya suatu perilaku, Yang merupakan faktor penguat

dalam hal ini adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan

maupun petugas yang lain dalam upaya mempromosikan

perilaku kesehatan.

4. Bentuk-bentuk Perubahan Perilaku

Menurut WHO yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003),

perubahan perilaku itu dikelompokkan menjadi tiga yaitu :

a. Perubahan alamiah

Sebagian perubahan alamiah disebabkan oleh

perubahan alam yang terjadi. Apabila dalam masyarakat

Page 22: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

9

sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial

budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat di

dalamnya juga akan mengalami perubahan.

b. Perubahan terencana

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang

direncanakan sendiri oleh subjek

c. Kesediaan untuk berubah

Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program

pembangunan di dalam masyarakat, maka yang sering

terjadi adalah sebagian orang akan mengadopsi inovasi

tersebut dengan cepat dan sebagian mengadopsi secara

lambat. Hal ini menegaskan bahwa setiap orang di dalam

suatu masyarakat mempunyai kesediaan untuk berubah.

2.1.2 Asfiksia

1. Pengertian

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak

dapat bernafas secara spontan dan teratur. Bayi dengan gawat

janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada

saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan

kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang

mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah

persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).Asfiksia ini dapat

terjadi karena kurangnya kemampuan organ bayi dalam

Page 23: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

10

menjalankan fungsinya, seperti pengembangan paru (Hidayat.

Alimul A,A, 2008)

2. Penyebab Asfiksia

a. Faktor Ibu

Preeklampsia dan eklamsia, pendarahan abnormal

(plasenta previa atau solusio plasenta), partus lama atau

partus macet, demam selama persalinan, infeksi berat

(malaria, sifilis, TBC, HIV), kehamilan lewat waktu

(sesudah 42 minggu kehamilan).

b. Faktor Tali Pusat

Lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat,

prolapus tali pusat.

c. Faktor Bayi

Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan),

persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distisia

bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep), kelainan bawaan

(kongenital), air ketuban bercampur mekonium (warna

kehijauan).(Prawirohardjo 2010)

3. Klasifikasi Asfiksia

Untuk menentukan derajat asfiksia digunakan American

Pediatric Gross Assesment Record/ APGAR skor

Page 24: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

11

Dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tanda 0 1 2

Frekuensi

Jantung

Usaha

bernafas

Tonus Otot

Reflek

Warna

Tidak ada

Tidak ada

Lumpuh

Tidak ada

Biru/pucat

< 100x/menit

Lambat,tidakteratur

Ekstremitas fleksi

sedikit

Gerakan sedikit

Tubuh kemerahan,

ekstremitas biru

>100x/menit

Menangis kuat

Gerakan aktif

Menangis

Tubuhdaneksr

emitas

kemerahan

Tabel 2.1 : apgar score

Keaslifikasi asfiksia :

1. Vigorus Baby, skor APGAR 7-10 :Bayi segera menangis

dalam beberapa detik setelah lahir

2. Mild Moderate asphicsia (asfiksia sedang), skor APGAR 4-

6 :Bayi sianosis, sirkulasi tidak lancar, tonus otot kurang

baik.

3. Asfiksia berat skor APGAR 0-3 :Tidak ada pernafasan, bayi

lemas, tonus otot buruk, sianosis berat, pucat, reflek tidak

ada.

4. Peatalaksanaan Asfiksia

Penatalaksanaan secara umun pada bayi baru lahirdengan

asfiksia menurut (Wikjonastro, 2005) adalah sebagai berikut :

Page 25: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

12

a. Perawatan suhu

Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang

diikuti oleh penurunan suhu tubuh, sehingga dapat

mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan

oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga

kehangatan suhu bayi baru lahir dengan:

1) Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak

2) Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar

3) Bungkus bayi dengan kain kering

b. Pembersihan jalan nafas

Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari

lendir dan cairan amnion, kepala bayi harus posisi lebih

rendah sehingga memudahkan keluarnya lendir.

c. Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan

Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan

dengan memukul kedua telapak kaki bayi, menekan tendon

achiles atau memberikan suntikan vitamin K. Hal ini

berfungsi memperbaiki ventilasi.

Menurut (Perinasia, 2006), penatalaksanaan asfiksia sesuai

tingkatannya :

a. Vigorus Baby (Apgar score 7-10)

1) Bayi dibungkus dengan kain hangat.

Page 26: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

13

2) Bersihkan jalan nafas dengan menghisap lendir pada

dinding hidung kemudian mulut.

3) Bersihkan badan dan tali pusat,

4) Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan

masukkan ke dalam inkubator.

b. Asfiksia sedang (apgar score 4-6)

1) Bersihkan jalan napas.

2) Berikan oksigen 2 liter per menit.

3) Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki

apabila belum ada reaksi, bantu pernapasan dengan

melalui masker.

4) Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis

berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc.

Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikkan melalui vena

umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah

tekanan intra kranial meningkat.

c. Asfiksia berat (apgar score 0-3)

1) Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag.

2) Berikan oksigen 4-5 liter per menit.

3) Bila titak berhasil lakukan ETT.

4) Bersihkan jalan napas melalui ETT. setelah mulai

bernapas tetapi masih sianosis berikannatrium

Page 27: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

14

bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak

40cc.

5) Jika tidak berhasil lakukan resusitasi.

2.1.3 Perawat

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang

merupakan bagian intergral dari pelayanan kesehatan yang

didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan

biopsikososial dan spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada

individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang

mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Hidayat, 2004).

Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan

individu, keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat

mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang

optimal dankualitas hidup dari lahir sampai mati (Bagolz, 2010).

Page 28: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

15

2.2 Kerangka Teori

Gambar 2.1Kerangka teori

(Notoatmodjo, 2010; Prawirohardjo, 2010)

Perilaku perawat

Penanganan /

tindakan asfiksia

berat

Faktor Pendorong

perilaku

1. Pengetahuan

2. Sikap

3. Keyakinan

4. Nilai

Faktor pendukung

1. Fasilitas

2. Sarana

Faktor penguat

1. Sikap

2. Perilaku

Tindakan

1. Membersihkan jalan

nafas

2. Memasang ETT

3. Melakukan resusitasi

Penyebab asfiksia

1. Faktor Ibu

2. Faktor tali

pusat

3. Faktor bayi

Page 29: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

16

2.3 Fokus Penelitian

2.4 Keaslian Penelitian

Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian yang sama belum pernah

dilakukan sebelumnya. Adapun penelitian yang sama yang berhubungan

dengan asfiksia yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya :

Tabel 2.2 : Keaslian penelitian

Nama peneliti Judul

penelitian Metode Hasil

Dwi Hapsari dan

Sarimawar Djaja

Aspek

kehamilan dan

persalinan

pada kematian

neonatal akibat

asfiksia lahir

sebelum dan

setelah

intervensi

manajemen

asfiksia di

Kabupaten

Cirebon

Survei bersifat

crosectional.

penurunan

kematian

neonatal karena

asflksia lahir

dengan adanya

intervensi pasca

pelatihan

manajemen

asflksia adalah

peningkatan

perlakuan

bidan/dokter

terhadap bayi

segera setelah

lahir untuk

memelihara

kesehatan bayi

.

Faktor penghambat

Perilaku perawat Penanganan asfiksia

Faktor pendukung

Page 30: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

17

Siti Asfuriyah,

Amin Samiasih,

Dera Alfiyanti

Perbedaan

pengetahuan

perawat dan

bidan tentang

kegawatan

nafas dan

tindakan

resusitasi pada

neonatus di

rumah sakit

islam kendal

deskriptif

kuantitatif

Ada perbedaan

pengetahuan

perawat dan

bidan tentang

kegawatan nafas

tindakan

resusitasi pada

neonatus

Page 31: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

18

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif.Penelitian

kualitatif dipilih karena penelitian berusaha untuk memahami dan

menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam

situasi tertentu menurut perspektif sendiri (Usman, 2003).

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

fenomenologis yaitu penulis menaruh perhatian dengan menekankan pada

aspek subjektif perilaku manusia dengan berusaha masuk kedalam dunia

konseptual subjek agar dapat memahami bagaimana dan makna apa yang

mereka konstruksi disekitar peristiwa dalam kehidupannya sehari-hari

(Asmadi, 2003). Fenomenologi berpandangan bahwa apa yang tampak di

permukaan termasuk pola perilaku manusia hanyalah gejala atau fenomena

dari apa yang tersembunyi di “kepala” sang pelaku(Burhan, 2001).

Penelitian ini meliputi tentang perilaku perawat dalam penanganan asfiksia

pada bayi baru lahir di ruang perinatologi RSUD dr. Soehadi Prijonegoro

Kabupaten Sragen.

Page 32: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

19

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerahdr.

Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2014

sampai dengan juni 2015.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat yang

bertugas di Ruang Perinatologi RSUDdr. Soehadi Prijonegoro

Kabupaten Sragen Sebanyak 12 perawat.

3.3.2 Sampel

Sampel merupakan objek yang diteliti dan dianggap mewakili

seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012).Sampel dari penelitian ini

dibebut dengan nama informan. Sampel terdiri dari bagian

populasi yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian

melalui sampling. Sampel sebanyak 3 orang hingga tercapai

saturasi (Afiyanti, 2014). Teknik pengambilan sampel dilakukan

menggunakan metode purposive sampling yaitu sampel yang

dipilih berorientasi pada tujuan penelitian individu diseleksi atau

dipilih secara sengaja karena memiliki pengalaman yang sesuai

Page 33: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

20

dengan fenomena yang diteliti sampel ini menetapkan terlebih

dahulu kriteria – kriteria inklusi yang telah ditetapkan. Sedangkan

sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat

mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2011). Sampel pada

penelitian ini adalah perawat di ruang perinatologi RSUD dr.

Soehadi prijonegoro sebanyak 3 orang yang pernah menangani

asfiksia berat dengan kriteria inklusi sebagai berikut :

1. Perawat yang pernah menangani asfiksia berat pada bayi baru

lahir minimal 3 kali.

2. Perawat yang bersedia menjadi responden.

3. Sudah bekerja minimal 3 tahun

4. Pernah mendapat pelatihan kegawatdaruratan penanganan

asfiksia berat

3.4 Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

3.4.1 Instrumen

Pada penelitian ini digunakan dua macam instrumen yaitu

instrument inti dan instrument penunjang sebagai berikut

1. Instrumen inti

Peneliti merupakan instrument kunci pada penelitian ini.

Peneliti sebagai instrument intiberusaha untuk meningkatkan

kemampuan diri dalam melakukan wawancara mendalam.

Usaha pertama peneliti adalah berusaha berlatih wawancara

terlebih dahulu sebelum pengambilan data kepada partisipan.

Page 34: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

21

Pada saat latihan wawancara peneliti berusaha menggunakan

bahasa yang baik dan luwes dalam berkomunikasi.

Keterampilan wawancara kemudian terus diperbaiki seiring

dengan seringnya melakukan wawancara pada partisipan

berikutnya.

2. Instrumen penunjang

Alat bantu dalam pengumpulan data yang digunakan yaitu :

a. Panduan wawancara pada penelitian ini jumlah 8 daftar

pertanyaan terbuka yang telah diuji coba sebelumnya

kepada perawat lain dan lalu akan ditanyakan kepada

partisipan yang memenuhi kriteria inklusi yang sesuai.

b. Lembar demografi partisipan yang berisi nama inisial

responden, umur, pendidikan, pelatihan yang pernah diikuti.

c. Alat tulis yang digunakan dalam penelitian ini berupa buku

catatan dan bolpoin untuk mencatat hal-hal penting pada

penelitian.

d. Alat perekam dalam penelitian ini peneliti yang dilengkapi

program voice recorder, dengan memory card berkapasitas

2 giga bite yang mampu merekam kurang lebih 2 jam yang

bertujuan untuk mempermudah peneliti membuat transkip

wawancara.

e. lembar responden untuk mengetahui tindakan partisipan

pada penanganan asfiksia berat pada bayi baru lahir

Page 35: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

22

3.4.2 Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur yang digunakan dalam pengumpulan data antara lain

(Creswell, 2013) :

1. Tahap Persiapan

Setelah peneliti mendapat surat izin penelitiaan dari STIKes

Kusuma Husada Surakarta, peneliti akan minta izin kepada

RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO Sragen untuk meneliti di

tempat tersebut, setelah mendapat izin peneliti akan meminta

izin kepada calon partisipan sesuai kriteria inklusi yang ada pada

rencana penelitian. Sebelum peneliti melakukan wawancara,

peneliti terlebih dahulu melakukan pendekatan kepada

partisipan, menjelaskan tujuan yang akan dilakukannya,

mengecek instrumenpenunjang seperti alat perekam,lembar

pedoman wawancara dan pertanyaan, lembar catatan lapangan,

peneliti harus menguasai konsep, latihan wawancara terlebih

dahulu dan menguji coba wawancara terlebih dahulu.

2. Tahap Pelaksanaan

Setelah itu wawancara secara mendalam dilakukan oleh peneliti

untuk mengumpulkan data dan untuk memperkuat

penelitiannya. Wawancara semiterstruktur, tujuan wawancara ini

adalah menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana

Page 36: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

23

pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya.

Wawancara ini termasuk dalam kategori in-dept interview,

dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas. Dalam melakukan

wawancara peneliti mendengarkan secara teliti dan mencatat apa

yang dikemukakan oleh informan. Urutan pertanyaan tergantung

pada proses wawancara dan jawaban tiap individu, wawancara

ini menggunakan pertanyaan terbuka (Open-ended questions)

dan menggunakan bantuan pertanyaan wawancara yang telah

disiapkan sebelumnya (Stars H, 2007). Sebelum wawancara ini

dilakukan peneliti akan melakukan observasi terlebih dahulu

kepada partisipan saat menangani asfiksia berat pada bayi baru

lahir dan mencatat apa saja yang dilakukan partisipan sesuai

dengan jawabanpertanyaan di pedoman wawancara yang akan

ditanyakan kepada partisipan. Wawancara dilakukan sebanyak 2

kali, wawancara yang pertama sekitar 10 dan wawancara yang

kedua selama 15 menit.

3. Tahap Terminasi

Penulis menulis laporan dan mendokumentasikan hasilnya,

dalam penulisan laporanpeneliti harus mampu menuliskan setiap

frasa kata dan kalimat serta pengertian secara tepat sehingga

dapat mendeskripsikan data dan hasil analisa yang telah diambil.

Penulis mencatat kembali jika ada data tambahan, peneliti

Page 37: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

24

memberikan reward kepada partisipan, peneliti menyatakan

bahwa penelitiannya sudah selesai kepada partisipan.

3.5 Analisa Data

Analisa Data merupakan proses pengumpulan data, mengajukan

pertanyaan-pertanyaan dari peneliti dan menulis catatan singkat sepanjang

penelitian. Teknik analisa yang dapat digunakan pada penelitian ini adalah

dengan menggunakan metode collaizi (Polit, 2006).

Adapun langkah-langkah analisa sebagai berikut :

1. Membuat deskripsi informan tentang fenomena dari informan dalam

bentuk narasi yang bersumber dari wawancara.

2. Membaca kembali secara keseluruhan deskripsi informasi dari informan

untuk memperoleh perasaan yang sama seperti pengalaman informan.

Peneliti melakukan 3-4 kali membaca transkrip untuk merasa hal yang

sama seperti informan.

3. Mengidentifikasi kata kunci melalui penyaringan pernyataan informan

yang signifikan dengan fenomena yang diteliti. Pernyataan-pernyataan

yang merupakan pengulangan dan mengandung makna yang sama atau

mirip maka pernyataan ini diabaikan.

4. Memformulasikan arti dari kata kunci dengan cara mengelompokkan

kata kunci yang sesuai pernyataan penelitian, selanjutnya

mengelompokkan lagi kata kunci yang sejenis. Peneliti sangat berhati-

hati agar tidak membuat penyimpangan arti dari pernyataan informan

dengan merujuk kembali pada pernyataan informan yang signifikan.

Page 38: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

25

Cara yang perlu dilakukan adalah menelaah kalimat satu dengan yang

lain.

5. Mengorganisasikan arti-arti yang telah teridentifikasi dalam beberapa

kelompok tema. Setelah tema-tema terorganisir, peneliti memvalidasi

kembali kelompok tema tersebut.

6. Mengintegrasikan semua hasil penelitian ke dalam suatu narasi yang

menarik dan mendalam sesuai dengan topik penelitian.

7. Mengembalikan semua hasil penelitian pada masing-masing informan

lalu diikutsertakan pada diskripsi hasil akhir penelitian. Untuk

memvalidasikan wawancara, peneliti mengulang jawaban partisipan

dan menanyakan kembali apakah jawabannya sesuai dengan jawaban

partisipan dan meminta partisipan jika jawabannya ada yang kurang

meminta untuk menambahkan jawaban.

3.6 Keabsahan data

Hasil penelitian kualitatif atau penelitian naturalistik dipandang

memenuhi kriteria jika memiliki kepercayaan tertentu (Asmadi,

2003).Untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan

teknik pemeriksaan.Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas

sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan yaitu

1. Derajat Kepercayaan (Creadibility)

Prinsip kreadibilitas (creadibility) berarti apakah kebenaran hasil

penelitian kualitatif dapat dipercaya dalam mengungkapkan kenyataan

Page 39: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

26

yang sesungguhnya. Untuk memenuhi kriteria ini, peneliti melakukan

wawancara terus-menerus hingga mencapai tingkat redundancy.

2. Kebergantungan (Dependability)

Prinsip dependabilitas (dependability) berarti apakah hasil

penelitian itu memiliki keandalan atau reliabilitas. Prinsip ini dapat

dipenuhi dengan cara mempertahankan konsistensi teknik pengumpulan

data, dalam menggunakan konsep dan menggunakan tafsiran atas

fenomena.

3. Kepastian (Confirmability)

Prinsip konfirmabilitas (cofirmability) bermakna keyakinan atas

data penelitian yang diperoleh.

4. Keteralihan (Transferability)

Prinsip transferabilitas (transfebraility) mengandung makna

apakah hasil penelitian ini dapat digeneralisasikan atau diaplikasikan.

3.7 Etika Penelitian

3.7.1 Informed consent (lembar persetujuan)

Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan informan

dengan memberikan lembar perertujuan menjadi partisipan.

Tujuannya agar informan mengetahui maksud dan tujuan peneliti

serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data.Apabila

informan setuju, maka diminta untuk menandatangani lembar

Page 40: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

27

persetujuan.Namun peneliti harus tetap menghormati hak informan

bila tidak bersedia.

3.7.2 Anonimity (tanpa nama)

Merupakan masalah etika dengan tidak membefrikan nama

informan pada alat bantu penelitian, cukup dengan kode yang hanya

dimengerti oleh peneliti.

3.7.3 Confidentially (kerahasiaan)

Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan

informasi yang diberikan oleh informan.Peneliti hanya melaporkan

kelompok data tertentu saja.

Page 41: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

28

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Padababinimenguraikanhasilpenelitiantentang perilaku perawat dalam

penanganan asfiksia berat pada bayi baru lahir diruang Perinatologi RSUD dr

soehadi prijonegoro kabupaten Sragen dari tanggal 13 Februari 2015 sampai 16

Mei 2015. Hasilpenelitiandiuraikanmenjadi 3

bagian.Pertamamenjelaskantentanggambaranlokasipenelitian.Keduamenjelaskante

ntangkarakteristik informan yang

terlibatsecaralangsungdalampenelitiandengansingkatdanketigamenguraikanhasilte

matiktentangpengalaman informan.

4.1 GambaranLokasiPenelitian

RumahSakitUmum Daerah (RSUD) Soehadi Prijonegoro Kabupaten

Sragen merupakanRumah Sakit Negeri yang berlokasi di Kabupaten Sragen,

Jawa Tengah. Didirikan pada tahun 1958 dengan klasifikasi tipe D. Tahun

1995 RSUD Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen berkembang menjadi tipe

C yang tertuang dalam SK Bupati Sragen Nomor : 445/461/011/1995 dan

pada tahun 1999 RSU menjadi C swadana yang tertuang dalam Perda Nomor

7 Tahun 1999. Dan kini RSUD Soehadi Prijonegoro Sragen telah menjadi

Page 42: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

29

rumah sakit tipe B. RSUD Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen memiliki

berbagai macam ruangan dari Unit Gawat darurat sampai ICU.

Ruangan yang digunakan oleh peneliti adalah ruangan Perinatologi yang

banyak menampung bayi asfiksia. RSUD Sragen mempunyai ruang

Perinatologi dan terdapat 12 perawat yang bekerja di ruang tersebut, ruang

Perinatologi tersebutterdapat 8ruangan, 4 ruangantindakan, 1 ruangisolasi, 1

ruanganadministrasi, 1 ruanganperawatdan 1 kamarmandipasien. Perinatologi

tersebutmemilikiprasarana yang memadaiseperti bed pasiendisetiapruangan,

tabungoksigendanprasaranapenunjang lainnya.

4.2 GambaranKarakteristikInforman

4.2.1 Informan 1

Ny. S berjenis kelamin perempuan dan berumur 32 tahun,

pendidikan terakhir Ny. Syaitu S1 Keperawatan. Pengalaman kerja Ny. S

sudah selama 4 tahunbekerja di ruang Perinatologi. Ny. S sudah menjadi

pegawai tetap di Perinatologi RSUD Soehadi Prijonegoro Kabupaten

Sragen. Ny. S sudahpernahmengikutipelatihankegawatdaruratan

penanganan asfiksia.

4.2.2 Informan 2

Ny. N berjenis kelamin perempuan, berumur 33 tahun, pendidikan

terakhir Ny. N yaitu S1 keperawatan. Ny. N adalah perawat di ruang

Perinatologi. Ny. N mempunyai pengalaman bekerja selama 5 tahun di

Perinatologi. Ny, N sudah menjadi pegawai tetap di Perinatologi RSUD

Page 43: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

30

Perinatologi RSUD Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen. Ny. S

sudahpernahmengikutipelatihankegawatdaruratan penanganan asfiksia.

4.2.3 Informan 3

Ny. H berjenis kelamin perempuan, berumur 34 tahun, pendidikan

terakhir Ny. H yaitu S1 keperawatan. Ny. H adalah perawat di ruang

Perinatologi. Ny. H mempunyai pengalaman bekerja selama 5 tahun di

Perinatologi. Ny. H sudahmenjadipegawaitetap di Perinatologi RSUD

Perinatologi RSUD Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen. Ny. S

sudahpernahmengikutipelatihankegawatdaruratan penanganan asfiksia.

4.3 Hasilpenelitian.

4.3.1 Mengetahui pertolongan pertama yang dilakukan perawat untuk

menangani asfiksia berat

Hasilpenelitianuntuk Mengetahui pertolongan pertama yang

dilakukan perawat untuk menangani asfiksia berat didapatkan 2 temayaitu

1) Cara mendeteksi asfiksia berat 2) Penanganan

asfiksia.Berikutungkapandariinforman:

1. Cara mendeteksi asfiksia berat

Tema Cara mendeteksi asfiksiaberatini didapatkan kategori 1)

Status pernapasan 2) Respon bayi.Ungkapan Informan:

“…bayi yang baru lahir tidak langsung bisa bernafas(I1)”

“…bayi tidak segera bernafas dengan spontan dengan nilai apgar

score 1-3 (I2)”

Page 44: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

31

Informan 1 dan 2 mengungkapkan asfiksia berat itu adalah bayi tidak

segera bernafas dengan spontan dengan nilai apgar score 1-3.

“…langsung menangis atau tidak, terus kondisi bayi bugar atau

tidak dan yang ketiga dari warna kulitnya merah, biru atau pucat

(I3)”

“…ada 3 yaitu hr, tangis, warna kulit(I1)”

“…denyut jantung, kedua nafas, yang ketiga tonus otot dan yang

ke empat rangsang, dan kelima warna kulit (I2)

Informan ke 3 mengungkapkan bahwa asfiksia berat dapat dilihat dari

langsung menangis atau tidak, terus kondisi bayi bugar atau tidak dan yang

ketiga dari warna kulitnya merah, biru atau pucat, informan 1

mengunkapkan bahwa asfiksia berat dapat dilihat dari hr, tangis, warna

kulit. Informan 2 mengungkapkan bahwa asfiksia berat dapatdilihat dari

denyut jantung, kedua nafas, yang ketiga tonus otot dan yang ke empat

rangsang, dan kelima warna kulit

2. Penanganan asfiksia

Tema Penanganan asfiksia ini didapatkan 5 kategori 1) Resusitasi

2) Pembebasan jalan nafas 3) Posisi ekstensi 4) Pemenuhan oksigen 5)

Pemberian cairan. Ungkapan dari informan:

“…tindakan resusitasi (I1)”

“…melakukan resusitasi (I2)”

“…lakukan resusitasi (I3)”

Informan1, 2 dan 3 mengungkapkan bahwa Penanganan pertama pada

asfiksia berat yaitu dengan cara resusitasi.

Page 45: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

32

“…tahapanya posisikan bayi keringkan,hisap lender posisikan

lagi sedikit ekstsensi, hisap lender pasang oksigen (I1)”

“…dihangatkan dibersihkan jalan nafasnya diposisikan setengah

tengadah untuk dibersihkan lendirnya, hitung denyut jantungnya

atau rr nya,perlu dilakukan beging atau tidak (I3)”

Informan 1 mengatakan tahapanya posisikan bayi keringkan,hisap lender

posisikan lagi sedikit ekstsensi, hisap lender pasang oksigen. Informan

3mengatakandihangatkan dibersihkan jalan nafasnya diposisikan setengah

tengadah untuk dibersihkan lendirnya, hitung denyut jantungnya atau rr

nya,perlu dilakukan beging atau tidak.

“…sedikit ekstensi (I1)”

“...diposisikan setengah tengadah (13)”

Informan 1 mengatakan bayi diposisikan sedikit ekstensi.Informan 2

mengatakan diposisikan setengah tengadah.

“…kita beri oksigen (I1)”

“…pemasangan infus, oksigen (I3)”

Informan 1 dan 3 mengatakan penanganan asfiksia dilakukan pemasangan

oksigen

“…menggunakan nasal kanul (I1)”

“…nasal kanul (I2)”

Informan 1 dan 2 mengatakan pemberian oksigen pada bayi asfiksia berat

menggunakan nasal kanul.

Page 46: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

33

“…sekitar 4-5 liter permenit (I1)”

“…diberi 5 liter per menit (I2)”

“…5 sampai 10 liter per menit (I3)”

Informan 1 mengungkapkan pemberian oksigen pada bayi asfiksia berat

diberi sekitar 4-5 liter per menit, Informan 2 mengungkapkan pemberian

oksigen pada bayi asfiksia berat diberi 5 liter per menit, Sedangkan

Informan 3 mengatakan pemberian oksigen pada bayi asfiksia berat 5 liter

per menit.

“…bayi butuh oksigen yang cukup kita beri oksigen sesuai

kebutuhan (I2)”

Informan 2 mengatakan bayi butuh oksigen yang cukup kita beri oksigen

sesuai kebutuhan.

“…kita pasang iv (I1)”

“…pemasangan infuse (I3)”

Informan 1 dan 3 mengatakan untuk pemberian cairan menangani asfiksia

berat dilakukan pemasangan infus.

4.3.2 Mengetahui dampak dan akibat asfiksia berat.

Hasilpenelitianuntukmengetahui dampak dan akibat asfiksia berat

didapatkan 1 tema yaitu Gangguan pada asfiksia berat. Berikutungkapan

dari informan:

1. Gangguan pada asfiksia berat

Tema Gangguan pada asfiksia berat didapatkan 4 kategori 1)

Gangguan nafas 2) Gangguan ginjal 3) Persarafan 4) Infeksi:

Page 47: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

34

“…gangguan yang pertama bayi kemungkinan terjadi gangguan

nafas(I1)”

“...sindrom gangguan nafas (I2)”

“…sindrom gangguan nafas,(I3)”

Informan 1 mengungkapkan bahwa dampak dan akibat dari asfiksia adalah

terjadi gangguan nafas. Informan 2 dan 3 mengatakan dampak dan akibat

asfiksia adalah sindrom gangguan nafas.

“…pada ginjal gagal ginjal, infeksi dan sepsis (I2)”

Informan 2 mengungkapkan bahwa dampak dsan akibat asfiksia pada

ginjal adalah gagal ginjal.

“…bayi bisa kejang karena dampak hipoksia (I1)”

“…kadang juga kejang (I3)”

Informan 1 dan 3 mengatakan akibat dari asfiksia bayi bisa kejang.

“…ketuban bisa mengalami infeksi atau sepsis (I1)”

“…infeksi dan sepsis (I2)”

Informan 1 dan 2 mengatakan akibat dari asfiksia bayi bisa terkena infeksi

4.3.3 Mengetahui faktor pendukung dan penghambat saat melakukan

penanganan asfiksia berat

Hasil penelitian untuk Mengetahui faktor pendukung dan

penghambat saat melakukan penanganan asfiksia berat didapatkan 2 tema

Page 48: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

35

yaitu 1) Faktor penghambat penanganan asfiksia 2) Faktor pendukung

penanganan asfiksia.

1. Faktor penghambat penanganan asfiksia

Tema Faktor penghambat penanganan asfiksia didapatkan 2 kategori yaitu

1) Kondisi ibu dan bayi 2) Kurangnya peralatan. Berikut ungkapan dari

Informan.

“…kondisi asfiksia karena efek dari ibunya (I1)”

“…dari factor ibu (I3)”

Informan 1 dan 3 mengatakan faktor penghambat saat melakukan tindakan

adalah kondisi asfiksia karena efek dari ibunya atau factor dari ibu.

“...misal ibu kejang (I1)”

“…gangguan nafas berat (I1)”

“…bayi fital distress (I3)”

Informan 1 menyatakan faktor yang mempengaruhi asfiksia berat yaitu

missal ibu kejang dan gangguan nafas berat, sedangkan Informan 3

menyatakan faktor yang mempengaruhi asfiksia berat yaitu bayi yang fital

distres.

“…peralatan yang kita miliki juga belum lengkap kan disini

belum ada ventilator (I1)”

“…peralatan yang kita miliki juga belum lengkap kan disini

belum ada ventilator (I2)”

Page 49: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

36

Informan 1 dan 2 menyatakan faktor penghambat saat melakukan

penanganan asfiksia berat yaitu peralatan yang kita miliki juga belum

lengkap kan disini belum ada ventilator.

“…dan dari alat yang kurang memadai (I1)”

“…alat-alatnya kurang memadai (I3)”

Informan 1 dan3 menyatakan factor penghambat penanganan asfiksia berat

yaitu dari alat yang kurang memadai.

2. Faktor pendukung penanganan asfiksia

Tema faktor pendukung penanganan asfiksia didapatkan 2 kategori

yaitu 1) Peralatan medis 2) Kerjasama tim. Berikut ungkapan dari

informan

“…nasal kanul, suction, kanul O2, alinen kering dan pemotongan

tali pusat dan iv (I1)”

“…, stetoskop, stopwat, nasal kanul, ambubeg yang terpasang

oksigen, suction, alinen kering dan pempotongan tali pusat dan iv

(I2)”

“…beging, oksigen, untuk pengukuran antoprometri, dan alat

penunjang lainnya (I3)”

Informan 1 mengungkapkan Pelayanan medis alat-alat untuk penanganan

asfiksia berat yaitu nasal kanul, suction, kanul O2, alinen kering dan

pemotongan tali pusat dan iv. Informan 2 mengungkapkan alat-alat untuk

penanganan asfiksia berat yaitu stetoskop, stopwat, nasal kanul, ambubeg

Page 50: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

37

yang terpasang oksigen, suction, alinen kering dan pempotongan tali pusat

dan iv. Informan 3mengungkapkan alat-alat untuk penanganan asfiksia

berat yaitu beging, oksigen, untuk pengukuran antoprometri, dan alat

penunjang lainnya.

“Bekerjasama dengan teman2, dengan cara resusitasi setelah

resusitasi kemudian kita lakukan tindakan sesuai perintah dokter

(I1)”

“Ya bekerjasama dengan teman satu tim , karena kalau sendiri

pasti tidak dapat menangani asfiksia berat (I2)”

“dilakukan resusitasi, dokter nyuruh apa ya kita lakukan (I3)”

Informan 1 mengungkapkan Pelayanan medis yang mendukung saat

menangani asfiksia berat yaitu Bekerjasama dengan teman2, dengan cara

resusitasi setelah resusitasi kemudian kita lakukan tindakan sesuai perintah

dokter. Informan 2 mengungkapkan Ya bekerjasama dengan teman satu

tim , karena kalau sendiri pasti tidak dapat menangani asfiksia berat.

Informan 3 mengungkapkan dilakukan resusitasi, dokter nyuruh

apayakitalakukan.

“…membagi tugas dengan teman satu tim,nanti ada yang jadi

leader dan menyiapkan alat (I1)”

“…, kalau sudah lapor dokteruntuk pemasangan infus (I3)”

Informan 1 mengungkapkan cara menangani asfiksia membagi tugas

dengan teman satu tim,nanti ada yang jadi leader dan menyiapkan alat.

Page 51: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

38

Informan 3 mengungkapkan kalau sudah lapor dokter untuk pemasangan

infus.

BAB V

PEMBAHASAN

5.1.1 Mengetahui pertolongan pertama yang dilakukan perawat untuk

menangani asfiksia berat.

1. Cara mendeteksi asfiksia berat

Hasil wawancara dari informan 1 dan

2mengungkapkanbahwaasfiksia berat ituadalahbayi tidak segera bernafas

dengan spontan dengan nilai apgar score 1-3. Hal ini sama dengan yang

diungkapkan oleh Hidayat. Alimul A,A, (2008) bahwa asfiksia adalah

keadaan bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur.

Menurut Depkes RI, (2005) asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernapas

secara spontan dan terarur.

Page 52: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

39

Hasil wawancara dari Informan 3 mengungkapkan bahwa asfiksia

berat dapat dilihat dari langsung menangis atau tidak, terus kondisi bayi

bugar atau tidak dan yang ketiga dari warna kulitnya merah, biru atau

pucat, informan 1 mengunkapkan bahwa asfiksia berat dapat dilihat dari

hr, tangis, warna kulit. Informan 2 mengungkapkan bahwa asfiksia berat

dapatdilihat dari denyut jantung, kedua nafas, yang ketiga tonus otot dan

yang ke empat rangsang, dan kelima warna kulit. Hal ini sama dengan

teori klasifikasi asfiksia yaitu dapat dilihat dari frekuensi jantung, usaha

bernafas, tonus otot, reflek dan warna kulit. Hal ini juga sama dengan hasil

penelitian Sedyo wahyudi, (2003) yaitu asfiksia berat dapatdilihat dari

penilaian apgar score nya meliputi frekuensi jantung, usaha bernafas,

tonus otot, reflek dan warna kulit,

2. Penanganan Asfiksia

Hasil wawancara dari Informan 1, 2 dan 3 mengungkapkan bahwa

Penanganan pertama pada asfiksia berat yaitu dengan cara resusitasi. Hal

ini sama dengan yang diungkapkan Perinasia, (2006) yaitu Bersihkan jalan

napas sambil pompa melalui ambubag, berikan oksigen 4-5 liter per menit,

bila titak berhasil lakukan ETT, bersihkan jalan napas melalui ETT.

setelah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikannatrium bikarbonat

7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 40cc dan jika tidak berhasil

lakukan resusitasi.

Page 53: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

40

Hasil wawancara Informan 1 dan 3, Informan 1 mengungkapkan

tahapanya posisikan bayi keringkan, hisap lendir posisikan lagi sedikit

ekstsensi, hisap lender pasang oksigen. Informan 3 mengungkapkan

dihangatkan dibersihkan jalan nafasnya diposisikan setengah tengadah

untuk dibersihkan lendirnya, hitung denyut jantungnya atau rr nya,perlu

dilakukan beging atau tidak. Hal ini sama dengan yang diungkapkan

Depkes RI, (2008)yaitu Langkah awal diselesaikan dalam 30 detik yaitu

jaga bayi tetap hangan, atur posisi bayi, hisap lender, keringkan dan

rangsang bayi atus posisi kepala dan selimut bayi .

Hasil wawancara Informan 1 dan 2, Informan 1 mengungkapkan

bayi diposisikan sedikit ekstensi.Informan 2 mengungkapkan diposisikan

setengah tengadah. Hal ini sama dengan yang diungkapkanWikjonastro,

(2005) yaitu saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan

cairan amnion, kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga

memudahkan keluarnya lendir.

Informan 1 dan 3 mengungkapkan penanganan asfiksia dilakukan

pemasangan oksigen. Hal ini sama dengan apa yang diungkapkan Depkes

RI (2005) Oksigen sangatlah penting untuk kehidupan baik sebelum dan

sesudah persalinan, setelah bayi lahir plasenta tidak lagi berhubungan,

sehingga bayi akan tergantung pada paru sebagai sumber oksigen, jika

paru tidak berfungsi secara normal kita berikan oksigen untuk memenuhi

kebutuhan bayi.

Page 54: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

41

Informan 1 dan 2 mengatakan pemberian oksigen pada bayi

asfiksia berat menggunakan nasal kanul. Hal ini sama dengan yang

diungkapkan Novita, (2011) yaitu berikan oksigen 4-5 liter pemenit

dengan nasal kanul, apabila tidak berhasil biasanya dipasang ETT ( endo

tracheal tube), selanjutnya bersihkan jalan nafas melalui lubang ETT.

Informan 1, 2 dan 3 mengungkapkan pemberian oksigen pada bayi

asfiksia berat diberi sekitar 5 liter per menit. Hal ini sama dengan yang

diungkapkan Perinasia, (2006) yaitu berikan oksigen 4-5 liter per menit.

Informan 2 mengatakan bayi butuh oksigen yang cukup kita beri

oksigen sesuai kebutuhan. Hal ini sama dengan yang diungkapkan Depkes

RI (2005) Oksigen sangatlah penting untuk kehidupan baik sebelum dan

sesudah persalinan, setelah bayi lahir plasenta tidak lagi berhubungan,

sehingga bayi akan tergantung pada paru sebagai sumber oksigen.

Informan 1 dan 3 mengatakan untuk pemberian cairan menangani

asfiksia berat dilakukan pemasangan infus. Hal ini sama dengan yang

diungkapkan Novita, (2011) yaitu Bila asfiksia berkelanjutan,maka bayi

masuk ICU dan infuse terlebih dahulu. Hal ini sama dengan hasil

penelitian Andri firdaus, (2003) yaitu keseimbangan cairan harus

diperehatikan cairan intravena dapat segera diberikan untuk mencegah

keadaan hipoglikemik, pemberian cairan bisa dimulai dengan jumlah yang

minimum, mulai dari 60 ml/kg/BB/hari ditambahkan pada infuse cairan

yang diberikan.

.

Page 55: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

42

5.1.2 Mengetahui dampak dan akibat asfiksia berat

1. Gangguan pada asfiksia berat

Informan 1 mengungkapkan bahwa dampak dan akibat dari asfiksia

adalah terjadi gangguan nafas. Informan 2 dan 3 mengatakan dampak dan

akibat asfiksia adalah sindrom gangguan nafas. Hal ini sama dengan yang

diungkapkan Gonella TL (2004) yaitu organ paru dapat terjadi beberapa

gangguan karena asfiksia berat yaitu Sindrom aspirasi mekonium

(SAM),hipertensi pulmonal persisten, perdarahan paru, sindrom gawat

nafas akibat defisiensi atau disfungsi surfaktan.

Informan 2 mengungkapkan bahwa dampak dan akibat asfiksia

pada ginjal adalah gagal ginjal. Hal ini sama dengan yang diungkapkan

Toth-Heyn P, dkk (2000) yaitu organ ginjal karena asfiksia berat dapat

terjadi gagal ginjal akut, kerusakan ginjal bisa bervariasi dari

pembengkakan dan nekrosis tubuler akut sampai infark seluruh nefron

dan nekrosis kortikomenduler. Perinatal hipoksemia atau asfiksia bisa

menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal akibat vasokontriksi renal

dan penurunan laju filtrasi glomerulus. Sedangkan Informan 1 dan 3

mengatakan akibat dari asfiksia bayi bisa kejang, Informan 1 dan 2

mengatakan akibat dari asfiksia bayi bisa terkena infeksi. Hal ini sama

dengan hasil penelitian Vera Muna (2003) menjelaskan hipoksia ginjal

dapat menimbulkan gangguan perfusi dan dilusi ginjal, serta kelainan

filtrasi glomerulus,hal ini timbul karena proses redistribusi aliran darah

akan menimbulkan beberapa kelainan ginjal antara lain nekrosis tubulus

Page 56: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

43

dan perdarahan medulla.penanganan asfiksia berat ensefalopati hipoksik

iskemik meliputi upaya mempertahankan suhu tubuh bayi tetap normal,

menjaga perfusi dan ventilasi yang baik, mempertahankan kadar glukosa

antara 75-100 mg/dl, menjaga keseimbangan asam basa dan elektrolit serta

penanganan kejang. Diusahakan terapi yang adekuat pada suhu,

perfusi,ventilasi, metabolismeglukosa dan kalsium, status asam basa juga

pentingnya penanganan kejang.

5.1.3 Mengetahui faktor pendukung dan penghambat saat melakukan

penanganan asfiksia berat

1. Faktor penghambat penanganan asfiksia

Informan 1 dan 3 mengatakan faktor penghambat saat melakukan

tindakan adalah kondisi asfiksia karena efek dari ibunya atau factor dari

ibu. Hal ini sama dengan yang diungkapkan Prawirohardjo (2010) yaitu

Faktor Ibu yang menjadikan penyulit penanganan asfiksia yaitu

preeklampsia dan eklamsia, pendarahan abnormal (plasenta previa atau

solusio plasenta), partus lama atau partus macet, demam selama

persalinan, infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV), kehamilan lewat

waktu (sesudah 42 minggu kehamilan).

Informan 1 menyatakan faktor yang mempengaruhi asfiksia berat

yaitu misal ibu kejang dan gangguan nafas berat. Hal ini sama dengan

hasil penelitian Lailatul badriah, ely thahyani, (2014) yaitu factor ibu yang

mempengaruhi asfiksia berat adalah gangguan pernapasan, ibu yang

Page 57: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

44

kejang, gizi yang kurang, penyakit jantung. sedangkan Informan 3

menyatakan faktor yang mempengaruhi asfiksia berat yaitu bayi yang fital

distress. Hal ini sama dengan hasil penelitian Lailatul badriah, ely

thahyani, (2014) yaitu bayi asfiksia berat biasanya terjadi gangguan nafas

berat karena paru belum bisa berkembang.

Informan 1 dan 2 menyatakan faktor penghambat saat melakukan

penanganan asfiksia berat yaitu peralatan yang kita miliki juga belum

lengkap kan disini belum ada ventilator.Informan 1 dan 3 menyatakan

faktor penghambat penanganan asfiksia berat yaitu dari alat yang kurang

memadai. Hal ini sama dengan yang diungkapkanNovita, (2011) yaitu bila

bayi asfiksia berlanjut infuse bayi terlebih dahulu dan lakukan

pemasangan ventilator. Karena alat yang digunakan saat penanganan

asfiksia berat kurang lengkap dapat menghambat tenaga kesehatan saat

melakukan penanganan asfiksia berat.

2. Faktor pendukung penanganan asfiksia

Informan 1 mengungkapkan Pelayanan medis alat-alat untuk

penanganan asfiksia berat yaitu nasal kanul, suction, kanul O2, alinen

kering dan pemotongan tali pusat dan iv. Informan 2 mengungkapkan alat-

alat untuk penanganan asfiksia berat yaitu stetoskop, stopwat, nasal kanul,

ambubeg yang terpasang oksigen, suction, alinen kering dan pemotongan

tali pusat dan iv. Informan 3 mengungkapkan alat-alat untuk penanganan

asfiksia berat yaitu beging, oksigen, untuk pengukuran antoprometri, dan

alat penunjang lainnya. Hal ini sama dengan yang diungkapkan Ilyas,

Page 58: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

45

(2004) yaitu alat-alat yang digunakan untuk resusitasi adalah meja

resusitasi dengan kemiringan 10 derajat, guling kecil untuk penyangga,

lampu pemanans badan bayi, penghisap, oksigen, spuilt, ETT, nasal kanul,

alat pemotong tali pusat, laringoskop, infuse, obat-obatan dan jika perlu

ventilator. Hal ini juga sama dengan yang diungkapkan Wiknjosastro,

(2007) yaitu sebelum menolong persalinan pada bayi asfiksia berat alat-

alat resusitasi harus siap pakai, yaitu handuk, bahan ganjal bahu bayi

untuk mengatur kepala bayi,alat penghisap, tabung sungkup lendir dan

nasal kanul, kotak alat resusitasi semua lengkap, jam pencatat waktu.

Informan 1 mengungkapkan Pelayanan medis yang mendukung

saat menangani asfiksia berat yaitu Bekerjasama dengan teman2, dengan

cara resusitasi setelah resusitasi kemudian kita lakukan tindakan sesuai

perintah dokter. Informan 2 mengungkapkan Ya bekerjasama dengan

teman satu tim , karena kalau sendiri pasti tidak dapat menangani asfiksia

berat. Informan 3 mengungkapkan dilakukan resusitasi, dokter nyuruh apa

ya kita lakukan. Hal ini sama dengan yang diungkapkan Leonardo, (2008)

yaitu kematian bayi baru lahir lebih banyak disebabkan oleh manajemen

persalinan yang tidak sesuai dengan standar dan kurangnya kesadaran ibu

untuk menurunkan kematian bayi baru lahir dengan asfiksia, persalinan

harus dilakukan tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan

ketrampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir karena kemampuan

dan ketrampilan ini digunakan setiap kali menolong persalinan. Hal ini

Page 59: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

46

karena tenaga kesehatan akan bekerja sama dengan tim dan temannya

untuk menangani asfiksia dengan cara bersama-sama.

Informan 1 mengungkapkan cara menangani asfiksia membagi

tugas dengan teman satu tim,nanti ada yang jadi leader dan menyiapkan

alat. Informan 3 mengungkapkan kalau sudah lapor dokter untuk

pemasangan infus. Hal ini sama dengan hasil penelitian Sutriani,dkk,

(2013) yaitu Untuk penanganan asfiksia berat pada bayi baru lahir

membutuhkan penanganan serius baik oleh dokter, perawat serta penolong

persalinan. Hal ini sama dengan yang diungkapkan Leonardo, (2008) yaitu

asfiksia berat harus ditangani tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan

dan ketrampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir karena

kemampuan dan ketrampilan ini digunakan setiap kali menolong

persalinan.

BAB VI

PENUTUP

Bagian ini merupakan bagian akhir dari laporan hasil penelitian yang

menjelaskan kesimpulan dan saran. Simpulan yang dibuat berdasarkan kategori

yang ada dan tema-tema yang telah ditemukan dalam penelitian tentang perilaku

perawat dalam penanganan asfiksia berat. Saran pada bab ini dibuat bagi rumah

sakit, institusi pendidikan, peneliti lain, peneliti dan perawat.

6.1 Kesimpulan

Page 60: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

47

Dari tujuan khusus yang pertama Pertolongan pertama yang dilakukan

perawat untuk menangani asfiksia berat didapatkan tema 1) Cara

mendeteksi asfiksia beratcaranya yaitu dari informan 1 dan 2

mengungkapkan bayi tidak bisa bernapas secara spontan, sedangkan

informan 3 mengunggkapkan bayi tidak bisa menangis2) Penanganan

asfiksia berat, menurut informan 1, 2 dan 3 mengungkapkan dengan cara

resusitasi. Tujuan khusus yang kedua dampak dan akibat asfiksia berat

didapatkan tema 1) Gangguan asfiksia berat, menurut informan 1, 2 dan 3

gangguang pada asfiksia berat adalah gangguan nafas atau sindrom

gangguan nafas . Tujuan khusus yang ketiga faktor pendukung dan

penghambat saat melakukan penanganan asfiksia berat didapatkan tema 1)

Faktor penghambat penanganan asfiksia untuk faktor penghambatnya

menurut informan 1, 2 dan 3 yaitu gangguan asfiksia yang berasal dari ibu

missal ibu terjadi gangguan nafas berat dan kejang,dan dari alat yang

kurang memadai 2) Faktor pendukung penanganan asfiksia menurut

informan 1,2 dan 3 untuk alat-alat saat melakukan resusitasi harus

lengkap, dan tim pelayanan kesehatan harus siap dan saling bekerjasama.

6.2 Saran

6.2.1 Rumah Sakit

Penelitianinidiharapkandapatdigunakan sebagai bahan masukan

bagi perawat dalam penanganan gawat darurat khususnya asfiksia berat di

ruang Perinatologi dan membuat SOP yang baru untuk penanganan

Page 61: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

48

asfiksia berat. Program untuk meningkatkan pelayanan yang lebih

meningkatkan baik dengan acuan penelitian yang sudah dilakukukan.

Penelitianinidiharapkandapatdijadikanperawatsebagaimotivasiuntu

klebihbaiklagidalammenjalankantugasnya dengan cepat dan

tepatkhususnya perawat yang bekerja di ruang Perinatologi.

6.2.2 Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan,

pengalaman, dan wawasan mengenai perilaku perawat dalam penanganan

asfiksia berat, sehingga penelitian ini dapat dijadikan contoh atau referensi

di perpustakaan.

6.2.3 Peneliti lain

Hasilpenelitianinidiharapkandapatdijadikansebagaireferensi dalam

penelitianlebihlanjutmengenai perilaku perawat dalam penanganan

asfiksia berat.

6.2.4 Peneliti

Menambahpengalamandanwawasanpenelitidalam penelitian

keperawatantentang perilaku perawat dalam penanganan asfiksia berat

dalampenangananpasiengawatdarurat di ruang.

Page 62: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

DAFTAR PUSTAKA

Afiyanti, Y& Rachmawati, I, N.(2014). Metodologi penelitian kualitatif dalam

riset keperawatan. Jakarta: Rajawali Pers

Alsa Asmadi. (2003).Pendekatan kuantitatif dan kualitatif serta kombinasinya

dalam penelitian psikologi. Yogjakarta: Pustaka Belajar.

Asfuriyah, siti, dkk, 2006. “Perbedaan pengetahuan perawat dan bidan tentang

kegawatan nafas dan tindakan resusitasi pada neonatus di rumah sakit

islam kendal.

http://download,portalgaruda.org/article.php?article=171591&val=426&title=PER

BEDAAN%20PENGETAHUAN%20PERAWAT%20DAN%20BIDAN

%20TENTANG%20KEGAWATAN%20NAFAS%20DAN%20TINDA

KAN%20RESUITASI%20PADA%20NEONATUS%20DI%20RUMAH

%20SAKIT%20ISLAM%20KENDALdiakses :14 oktober2014

Badan Litbangkes, DepKes (2008). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) Indonesia-Tahun 2007. Kematian menurut kelompok

umur; p.278-279.

Badriyah, lailatul, Tjahyani, eli. 2013. “Hubungan antara preeklamsia berat dengan

kejadian berat bayi lahir rendah.”

http://jurnal-

griyahusada.com/awal/images/file/HUBUNGAN%20ANTARA%20PRE

EKLAMSIA%20BERAT%20DENGAN%20KEJADIAN%20BERAT%

20BAYI%20LAHIR%20RENDAH(1).pdfdiakses : 13 agustus 2015

Burhan Bungin. (2001)Metodologi penelitian kualitatif: aktualisasi metodologis

ke arah ragam varian kontenporer. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Creswell, John W. (2013). Research Design Pendekatan Kuakitatif, Kuantitatif,

dan Mixed. Yogjakarta : Pustaka Belajar

Depkes RI, (2004). Asuhan Persalinan Normal. Jakarta.

Depkes RI, (2007). Riset kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta

Dewi vivian, (2011). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : Salemba

Medika

Page 63: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

Gonella TL, (2009). Perinatas asphyxia. Dalam Neonatology managemen,

protcedurs, on-call problems, drugs. 4th

ed. New York: Appleton and

large: 480-9

Hidayat, A.A.A. (2005). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Buku 2. Jakarta :

Penerbit Salemba Medika

Hidayat, A.(2009). Metode penelitian keperawatan dan teknik analisa

data.Jakarta : Salemba Medika

Hapsari, Dwi, September 2009. “Aspek kehamilan dan persalinan pada kematian

neonatal akibat asfiksia lahir sebelum dan setelah intervensi manajemen

asfiksia di Kabupaten Cirebon”. Jurnal ekologi kesehatan: 1057-

1065http://download.portalgaruda.org/article.php?=171591&val=4887.

diakses 16 oktober 2014

Manoe, veramuna,September 2003. Gangguan fungsi multi organ pada bayi asfiksia

berat. Sari pediatri Vol 5. No 2. http://saripediatri.idai,or,id/pdfile/5-2-

6.pdfdiakses : 15 agustus 2015

Moleong L. (2007)Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : PT Remaja

Rosdakarya

Nursalam, (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Perinasia. (2004). Manajemen Laktasi. Menuju Persalinan Aman dan Bayi Baru

Lahir Sehat. 2nd ed. Jakarta

Polit, Denise F & Cheryl Tatano Beck. (2006). Essentials of Nursing Research:

Methods, Appraisal, and zutilization 6th ed. Lippincott William &

Wilkins, A Wolter Kluwer Company: Philadelphia

Prawirohardjo, S. (2008). Buku Acuan Nasional Pelayanan Maternal dan

Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Rukiyah, A. (2009). Asuhan Kebidanan 2 dan persalinan. Jakarta : CV. Tran info

media

Sarimawar Djaja, dkk (2009). Keberhasilan Pelatihan Manajemen. Jakarta

Soekidjo Notoatmodjo. (2002).Metodologi penelitian kesehatan. Edisi revisi.

Jakarta : Rineka Cipta.

Sugiyono. (2008).Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Page 64: PERILAKU PE RAWAT DALAM PENANGANAN ASFIKSIA …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-indrasulis... · 1.1 LATAR BELAKANG Kegawatan perinatal bisa terjadi pada bayi

Toth-Heyn P, Drukkerr A, Guignard JJP, (2000). The Stressed neonatal kidney:

From pathophysiology to clinical management of neonatal vasomotor

nephropathy. Padatr Nephrol: 14: 227-39

Usman Husaini. (2003)Metodologi penelitian sosial. Jakarta: Bumi Aksara.

Wikjansastro, H. (2005). Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo

Wiknkjosastro, S. (2005). Ilmu kebidanan esisi ketujuh. Jakarta: Yayasan

Sarwono Prawirohardjo