kegawatan ortopedi

20
ORTHOPEDIC EMERGENCIES Adalah trauma pada muskuloskeletal dimana apabila tidak mendapat penanganan yang teapt dapat menyebabkan komplikasi lebih lanjut, kelumpuhan bahkan kematian. Jenisnya antara lain: 1. Open Fractures 2. Neurovascular Injuries 3. Dislocations 4. Septic Joints 1. OPEN FRACTURES Adalah patah tulang terbuka dimana kompartemen frakturnya berhubungan dengan lingkungan luar ditandai dengan kulit yang terluka KLASIFIKASI OPEN FRAKTUR (GUSTILLO/ANDERSON} Grade I Patah tulang terbuka dengan luka < 1 cm, relatif bersih, kerusakan jaringan lunak minimal, bentuk patahan simpel/transversal/oblik. Grade II Patah tulang terbuka dengan luka > 1 cm, kerusakan jaringan lunak tidak luas, bentuk patahan simpel. Grade III Patah tulang terbuka dengan luka > 10 cm, kerusakan jaringan lunak yang luas, kotor dan disertai kerusakan pembuluh darah dan saraf. IIIA. Patah tulang terbuka dengan kerusakan jaringan luas, tapi masih bisa menutupi patahan tulang waktu dilakukan perbaikan.

description

sekilas info

Transcript of kegawatan ortopedi

Page 1: kegawatan ortopedi

ORTHOPEDIC EMERGENCIES

Adalah trauma pada muskuloskeletal dimana apabila tidak mendapat penanganan yang teapt

dapat menyebabkan komplikasi lebih lanjut, kelumpuhan bahkan kematian. Jenisnya antara

lain:

1. Open Fractures

2. Neurovascular Injuries

3. Dislocations

4. Septic Joints

1. OPEN FRACTURES

Adalah patah tulang terbuka dimana kompartemen frakturnya berhubungan dengan lingkungan

luar ditandai dengan kulit yang terluka

KLASIFIKASI OPEN FRAKTUR (GUSTILLO/ANDERSON}

Grade I Patah tulang terbuka dengan luka < 1 cm, relatif bersih, kerusakan jaringan

lunak minimal, bentuk patahan simpel/transversal/oblik.

Grade II Patah tulang terbuka dengan luka > 1 cm, kerusakan jaringan lunak tidak luas,

bentuk patahan simpel.

Grade III Patah tulang terbuka dengan luka > 10 cm, kerusakan jaringan lunak yang luas,

kotor dan disertai kerusakan pembuluh darah dan saraf.

IIIA. Patah tulang terbuka dengan kerusakan jaringan luas, tapi masih bisa

menutupi patahan tulang waktu dilakukan perbaikan.

III B Patah tulang terbuka dengan kerusakan jaringan lunak hebat dan atau hilang

(soft tissue loss) sehingga tampak tulang (bone-exposs)

III C Patah tulang terbuka dengan kerusakan pembuluh darah dan atau saraf

yang hebat

Page 2: kegawatan ortopedi

Komplikasi Open Fractures

- Infeksi Soft tissue

- Osteomyelitis

- Gas gangrene

- Tetanus

- Crush syndrome

- Skin loss

- Fraktur Non-union

Penatalaksanaan

- Kontrol perdarahan

- Tutupi fraktur dengan sterile dressing

- Splint

- IV antibiotics

- Tetanus prophylaxis

- Anti Gas Gangrene Serum (AGGS, Clostridium perfringes)

2. NEUROVASCULAR INJURIES

1. Vascular trauma

2. Trauma to peripheral nerves

3. Acute compartment syndrome

Etiologi:

1. Fracture : Humerus, femur

2. Dislocation : siku dan lutut

3. Direct/penetrating trauma

4. Embolism

5. Direct Compression : Cast, unconscious

Acute Compartment Syndrome

kondisi peningkatan tekanan intertisial di dalam ruangan kompartemen

osteofasial yang tertutup mengganggu sirkulasi dan fungsi jaringan

Page 3: kegawatan ortopedi

menekan pembuluh darah dan saraf tepi Perfusi kurang, serat saraf rusak

iskemia nekrosis otot.

Dapat terjadi di ekstremitas atas, ekstremitas bawah, tangan, kaki, mata, dan abdomen.

Penyebab:

1. Penurunan volume kompartemen :

- Penutupan defek fascia yang ketat

- Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas

- Casts, dressing atau splint

- Pakaian militer antishock

- Kompresi eksternal dalam waktu lama pada anggota tubuh Posisi litotomi yang

lama

2. Peningkatan tekanan struktur kompartemen:

- Pendarahan atau pembentukan hematoma akibat trauma vaskuler atau koagulopati

- Peningkatan permeabilitas kapiler

- Trauma akibat fraktur atau kerusakan jaringan

- Penggunaan otot berlebihan akibat olahraga intensif, kejang, tetanus, eklampsi

- Luka bakar

- Operasi ortopaedi

- Gigitan ular

- Penurunan osmolaritas plasma akibat sindrom nefrotik

- Injeksi obat intraarteri

- Hipertrofi otot

Page 4: kegawatan ortopedi

Gejala klinisnya (5P):

1. Pain (nyeri)

2. Pallor

3. Pulselesness

4. Parestesia

5. Paralisis

Terapi

1. Terapi Medikal/non operatif

- Menempatkan kaki setinggi jantung.

- gips harus di buka dan pembalut kontriksi dilepas.

- gigitan ular berbisa, beri anti racun sindroma kompartemen berkurang.

- koreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah

- Hidrasi intravena

- Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik + manitol dapat mengurangi

tekanan kompartemen.

2. Terapi pembedahan / operatif (apabila tekanan intrakompartemen > 30 mmHg)

fasciotomi

3. DISLOKASI

Diagnosa umum dislokasi: Mirip dengan tanda-tanda fraktur

- Anamnesis:

Persendiannya lepas/keluar dari tempatnya

Nyeri

Spasme otot

Gangguan fungsi

- Pemeriksaan Fisik:

Swelling/pembengkakan

Deformitas: angulasi, rotasi, kehilangan bentuk yang normal, pemendekan

Gerakan yang abnormal

Nyeri setempat

Page 5: kegawatan ortopedi

Dislokasi Sendi Panggul

Dislokasi ke Posterior (sering)

Penderita berbaring, panggul yang terkena dalam posisi fleksi, adduksi dan rotasi Interna

Dislokasi ke Anterior (jarang)

Penderita berbaring posisi panggul dalam keadaan ekstensi, abduksi dan rotasi eksterna

Dislokasi ke Sentral (selalu disertai Fraktur dari Acetabulum)

Dislokasi Sendi Bahu

Anterior (paling sering)

Posterior lengan terkunci dalam posisi adduksi dan rotasi interna

Inferior dimana caput humerus terperangkap dibawah cavitas glenoidales dikenal

sebagai Luxatio Erecta

Dislokasi Sendi siku

2 tipe:

Flexi

Extensi

Dislokasi ke arah posterior:

Trauma pada sendi siku dalam keadaan sedikit fleksi/truma yang menyebabkan hiper

ekstensi siku

Sering disertai fraktur dari proc coronoideus, capitullum humerus atau caput radii

Sendi bengkak dalam posisi semi flexi dan olecranon teraba di bagian posterior

4. SEPTIC JOINT/SEPTIC ARTHRITIS

Pembengkakan dari membran synovial dengan nanah yang purulen memenuhi kapsul sendi.

Biasanya monoarticular

Prevalensi terjadinya 2-10 kasus per 100,000 pada populasi umum.

Kuman penyebab

Gonococcal vs nongonococcal

80% berasal dari kuman gram positif aerob (S aureus, beta-hemolytic streptococci, and

Streptococcus pneumoniae)

Etiology

Page 6: kegawatan ortopedi

- Kontak langsung

- Trauma

- Iatrogenic

- Penyebaran hematogen

- osteomyelitis

- infeksi Soft tissue

Lokasi

- Lutut - 40-50%

- Hip- 20-25%*

*paling sering terjadi pada bayi baru lahir dan anak kecil

- Lengan- 10%

- Bahu, ankle, siku- 10-15%

Faktor Resiko

- Pemakaian Sendi buatan

- Infeksi kulit

- Pembedahan sendi

- Riwayat Rheumatoid arthritis dan Diabetes Mellitus

- Pengguna obat IV

- Degeneratif

Tanda dan gejala

- Onsetnya cepat

- Nyeri sendi

- Pembengkakan Sendi

- Rasa panas di daerah sendi

- Sendi yang Kemerahan

- Demam

- Penurunan Range of Motion

- Nyeri pada saat gerakan ROM aktif maupun pasifDecreased range of motion

Pengobatan

- Antibiotika IV

Page 7: kegawatan ortopedi

- Drainase

- Aspirasi berulang

- Perlu dipertimbangkan lavage

Indikasi dilakukannya pembedahan terbuka dengan drainase

- Kesulitan pada aspirasi sendi

- Demam serta gejala yang menetap selama > 24 jam

- Leukocytosis selama >48-72 jam

- Kultur darah atau sendi yang positif berulang >48 jam

- Sendi buatan yang terinfeksi

Komplikasi

- Destruksi cepat pada sendi dengan pengobatabyang tertunda (>24 jam)

- Penyakit sendi degeneratif

- Trauma jaringan lunak

- Osteomyelitis

- fibrosis sendi

- Sepsis

- Kematian

Sumber :

1. Anonim.2010.www.usuhs.mil/fap/resources/eit/

OrthopedicEmergencies andUrgencies.ppt. diunduh 15 September 2012

2. Mansjoer, Arif. et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

FKUI

CONGENITAL TALIPES EQUINO VARUS ( CTEV )

Congenital Talipes Equino Varus ( CTEV ) atau clubfoot merupakan salah satu

kelainan kongenital atau kelainan yang sudah didapat sejak lahir. Talipes berasal dari kata

Talus yang berarti tulang Talus, Pes berarti kaki, dan Varus yang artinya posisi kaki yang

memutar ke dalam sehingga telapak kaki menghadap bagian dalam. Sehingga dapat di

simpulkan bahwa CTEV artinya kelainan bawaan dimana kaki berputar ke arah dalam

Page 8: kegawatan ortopedi

sehingga telapak kaki menghadap ke bagian dalam. Kelainan ini juga disertai oleh lengkungan

kaki di bagian dalam yang lebih tinggi.

Kelainan bawaan ini merupakan gabungan beberapa kelainan, antara lain adduksi dan

supinasi kaki sendi tarso-metatarsal, posisi varus kalkaneus pada sendi subtalar, kedudukan

ekuinus pada sendi pergelangan kaki, dan deviasi ke arah medial seluruh kaki terhadap lutut

yang disebabkan angulasi leher talus dan

torso tibia ke arah dalam. Tingkatan CTEV

dapat ringan, sedang, atau berat, bergantung

pada kekakuan dan tahanannya. Otot pada

bagian posterior dan medial kaki,

terutama otot gastrocnemius dan otot

tibialis posterior, memendek dan

sendi turut menebal pada sisi konkaf

kelainan ini.

Gambar 1 : Congenital Talipes Equino Varus ( CTEV )

Kelainan ini mudah didiagnosis tetapi sulit dikoreksi sempurna. Insidens nya 2000 per

kelahiran hidup, setengahnya terjadi secara bilateral. Rasio penderita laki-laki dan perempuan

adalah 2:1. Penyebabnya masih belum diketahui, namun ada beberapa teori mengenai

kemungkinan penyebabnya,

a. Kelainan genetik

b. Gangguan tumbuh kembang selama di kandungan

c. Kelainan saraf

d. Sebagai kelainan yang timbul akibat posisi janin dalam kandungan ibu ( postural )

e. Atau sebagai bagian dari kelainan-kelainan yang lain ( syndrome )

Page 9: kegawatan ortopedi

Faktor genetik berperan pada 10% kasus, tapi sisanya merupakan kelainan yang timbul

pertama kali dalam silsilah keluarga. Deformitas ini diketahui timbul pada usia dini

perkembangan embrio pada saat kaki pertama kali terbentuk. Ada beberapa kelainan yang

dapat menyertai CTEV diantaranya :

1. Gangguan perkembangan sendi panggul sehingga terjadi cerai sendi

2. Penutupan yang tidak sempurna dari bagian tulang belakang ( spina bifida )

3. Gangguan saraf dan jaringan ikat yang mengakibatkan kekakuan pada sendi-sendi

anggota gerak ( arthrogryposis )

4. Kurang sempurna atau tidak terbentuknya tibia

Kontraktur jaringan lunak berjalan progresif dan menimbulkan perubahan sekunder, tidak

saja pada tulang yang sedang tumbuh tetapi juga pada sendi. Oleh karena itu, koreksinya harus

dilakukan sedini mungkin, selambat-lambatnya dalam hari-hari pertama kehidupan bayi.

Tindak koreksi pasif yang dilakukan berupa pengadaan abduksi secara hati-hati untuk

melawan adduksi kaki depan, varus, ekuinus, dan melawan varus tumit serta pergelangan kaki.

Koreksi ini harus dipertahankan cukup lama sampai berakhirnya usia pertumbuhan. Meskipun

demikian, setelah koreksi sempurna, sering terjadi kegagalan pertumbuhan jaringan ikat lunak

yang memendek sehingga timbul kekambuhan pada sebagian penyandang, terutama pada

periode pertumbuhan tulang yang cepat.

Metode pengobatan CTEV dapat dibagi menjadi penanganan operatif dan non-operatif.

Penanganan non-operatif dilakukan dengan melakukan koreksi dari kelainan yang ada dan

kemudian dipertahankan dengan gips secara bertahap. Metode ini sebaiknya dilakukan sedini

mungkin, yaitu dalam minggu pertama setelah lahir, sebaiknya setelah bayi berumur satu atau

dua hari.

Gambar 2 : Metode non operatif, tidak

boleh dipaksa eversi atau pronasi

selama di gips

Page 10: kegawatan ortopedi

Dilakukan manipulasi dan koreksi dari kelainan yang ada dan dipertahankan dengan

gips yang mulai dipasang mulai dari ujung-ujung kaki sampai pertengahan paha. Gips dibuka

setiap 1 minggu, kemudian koreksi dilakukan kembali dan dipertahankan dengan gips.

Demikian seterusnya hingga dicapai kaki yang mendekati bentuk dan posisi yang normal,

biasanya selama 8-12 minggu. Bila perlu juga dilakukan operasi ringan untuk memanjangkan

tendon Achilles yang tegang dan menghambat koreksi. Apabila telah tercapai koreksi yang

diinginkan, maka bayi tidak di gips lagi tetapi posisi kaki dipertahankan dengan menggunakan

sepatu khusus yang disebut sepatu Dennis-Browne sepanjang hari selama 2-3 bulan.

Setelahnya sepatu Dennis-Browne hanya dipakai pada malam hari sampai anak mencapai usia

3 tahun. Komplikasi dari metode non-operatif ini diantaranya koreksi tidak maksimal,

kemudian gangguan aliran darah ke kaki dan jari-jari kaki akibat gips yang terlalu ketat.

Gambar 3 :Metode Operatif

Metode operatif dilakukan apabila metode non-operatif tidak berhasil atau terjadi

kekambuhan setelah dilakukan penanganan dengan metode non-operatif atau pada kasus-kasus

yang terlambat datang. Prinsipnya adalah membebaskan struktur-struktur di kaki atau

memanjangkan otot-otot kaki yang menghambat koreksi. Penanganan pasca operasi, posisi

kaki yang telah dikoreksi dipertahankan dengan gips dan tetap menggunakan sepatu Dennis-

Browne. Komplikasi yang dapat terjadi pada metode operatif diantaranya infeksi, gangguan

penyembuhan luka operasi, dan cedera pada pembuluh darah maupun saraf.

Page 11: kegawatan ortopedi

Sumber :

Sjamsuhidajat, de Jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Minoo Patel, MBBS, MS, FRACS. 2011. Clubfoot.

http://emedicine.medscape.com/article/1237077-overview. diunduh 15 september

2012

Harjanto Effendi, dr. Sp.OT . 2012. Beberapa Kelainan Bengkok Pada Kaki Anak.

http://www.mitrakeluarga.com/bekasibarat/beberapa-kelainan-kaki-bengkok-pada-anak/ .

diunduh 15 September 2012

SCIWORA SYNDROM

merupakan cedera medulla spinalis tanpa abnormalitas radiografik, biasanya terjadi primer

pada anak-anak. Tingginya insiden trauma sumsum tulang belakang komplit yang berkaitan

dengan SCIWORA dilaporkan biasanya terjadi pada anak-anak usia kurang dari 9 tahun

Etiologi Penyebab trauma sumsum tulang belakang meliputi kecelakaan sepeda motor (44

%), tindak kekerasan (24 %), jatuh (22 %), kecelakaan olahraga misal menyelam (8 %), dan

penyebab lain (2 %). 3 Jatuh merupakan penyebab utama trauma sumsum tulang belakang

pada orang usia 65 tahun ke atas. Trauma sumsum tulang belakang karena kecelakaan

olahraga biasanya terjadi pada usia 29 tahun.

Patofisiologi

Trauma traktus kortikospinal

atau kolumna dorsal berakibat terjadinya paralisis ipsilateral atau hilangnya sensasi raba,

propriosepsi, dan getar. Sedangkan trauma pada traktus spinotalamikus lateral menyebabkan

hilangnya sensasi suhu dan nyeri kontralateral. Trauma sumsum tulang belakang anterior

menyebabkan paralisis dan hilangnya sensasi raba inkomplit. Fungsi otonom dijalankan

Page 12: kegawatan ortopedi

melalui traktus interomedial anterior. Saraf simpatis keluar dari sumsum tulang belakang di

antara C7-L1, sedangkan saraf parasimpatis keluar di antara S2 dan S4. Oleh karena itu lesi

atau trauma sumsum tulang belakang dapat menyebabkan disfungsi otonom.

Trauma sumsum tulang belakang

Terdiri dari primer atau sekunder. Trauma primer merupakan akibat dari gangguan mekanis

elemen neural. Trauma ini biasa terjadi pada fraktur dan atau dislokasi tulang belakang. Akan

tetapi, dapat juga terjadi tanpa adanya fraktur atau dislokasi tulang belakang. Trauma penetrasi

seperti trauma tembak juga dapat menyebabkan trauma primer. Kelainan ekstradural juga

dapat menyebabkan trauma primer.

Manifestasi klinis

Gambaran klinis bergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang terjadi. Kerusakan

melintang memberikan gambaran berupa hilangnya fungsi motorik maupun sensorik kaudal

dari tempat kerusakan disertai syok spinal. Syok spinal terjadi pada kerusakan mendadak

sumsum tulang belakang karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat. Peristiwa ini

umumnya berlangsung selama satu hingga enam minggu, kadang lebih lama. Tandanya adalah

kelumpuhan flaksid, anestesia, arefleksi, hilangnya perspirasi, gangguan fungsi rektum dan

kandung kemih, priapismus, bradikardia dan hipotensi. Setelah syok spinal pulih kembali,

akan terjadi hiperrefleksi. Terlihat pula tanda gangguan fungsi autonom, berupa kulit kering

karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik, serta gangguan fungsi kandung kemih dan

gangguan defekasi.

Penatalaksanaan

jika pada penderita kecelakaan:

adakan imobilisasi di tempat kejadian (dasar papan)

optimalisasi faal ABC : jalan nafas, pernafasan, dan peredaran darah

penanganan kelainan yang lebih urgen

pemeriksaan neurologik untuk menentukan tempat lesi

pemeriksaan radiologik (kadang diperlukan)

tindak bedah (dekompresi, reposisi, atau stabilisasi)

Page 13: kegawatan ortopedi

SYOK SPINAL

Syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif, yaitu Syok neurogenik terjadi

akibat kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak

di seluruh tubuh.sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung

(capacitance vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini diakibatkan

oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang

dalam.

Tanda spinal shock (pemotongan komplit ransangan), meliputi:

- Flaccid paralisis dibawah batas luka

- hilangnya sensasi dibawah batas luka

- hilangnya reflek-reflek spinal dibawah batas luka

- hilangnya tonus vaso motor (Hipotensi)

- Tidak ada keringat dibawah batas luka

- inkontinensia urine dan retensi feses berlangsung lama hiperreflek/paralisis spastic

Penatalaksanaan syok spinal

dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler

dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah

yang berkumpul ditempat tersebut.

1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg).

2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan

menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat,

penggunaanendotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini

untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi

yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik

dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.

3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan.

Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus

secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan

darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi.

Page 14: kegawatan ortopedi

4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif

(adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien).

- Dopamin

Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa

dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.

- Norepinefrin

Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor

terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam

menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak

sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik

karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung

(palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali.

Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi

otot-otot uterus.

- Epinefrin

Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme cepat

dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap

jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak

mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan

vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik

- Dobutamin

Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac output.

Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.

Sumber :

Page 15: kegawatan ortopedi

Anonim. 2012. http://www.herryyudha.com/2012/08/penatalaksanaan-trauma-spinal-

dan_5726.html diunduh tanggal 15 september 2012

Anonom. 2010. http://ml.scribd.com/doc/53079198/Syok-Neurogenik di undu htanggal 15

september 2012

FDNR