PERAN KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURAKARTA …/Peran... · nilai- nilai Pancasila dan UUD 1945....
Transcript of PERAN KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURAKARTA …/Peran... · nilai- nilai Pancasila dan UUD 1945....
1
PERAN KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURAKARTA
DALAM MENINGKATKAN KESADARAN MEMBAYAR PAJAK
PENGHASILAN ORANG PRIBADI
Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh
Derajat Sarjana Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh :
MOCHAMMAD LUKY PRASETYO
E1105104
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
2
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
PERAN KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURAKARTA
DALAM MENINGKATKAN KESADARAN MEMBAYAR PAJAK
PENGHASILAN ORANG PRIBADI
Disusun Oleh :
MOCHAMMAD LUKY PRASETYO
NIM:E.1105I04
Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji PenuHsan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada : 29 April 2010
Hari : Kamis
Tanggal : 2010
TIM PENGUJI
1. (Dr. I. Gusti Ayu Ketut R. H, SH, MM) : Ketua Penguji
2. (Wida Astuti S.H) : Sekretaris
3. (Wasis Sugandha, S.H, M.H, M.H.) : Anggota
MENGETAHUI
Dekan,
MOH. JAMIN, SH, M.Hum NIP. 19610930 1986011 001
ii
3
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PERAN KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURAKARTA
DALAM MENINGKATKAN KESADARAN MEMBAYAR PAJAK
PENGHASILAN ORANG PRIBADI
Disusun Oleh:
MOCHAMMAD LUKY PRASETYO
NIM:E.110S104
Disetujui untuk Dipertahankan
Pembimbing
WASIS SUGANDA, S.H, M.H, M.H. NIP. 19650213 199002 1 001
iii
4
ABSTRAK
MOCHAMMAD LUKY PRASETYO, 2010. PERAN KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURAKARTA DALAM MENINGKATKAN KESADARAN MEMBAYAR PAJAK PENGHASILAIM ORANG PRIBADL FAKULTAS HUKUM UNS.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta dalam meningkatkan kesadaran membayar pajak penghasilan orang pribadi selain itu juga untuk mengatahui faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam meningkatkan kesadaran membayar pajak penghasilan orang pribadi dan soiusinya.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif. Lokasi penelitian di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta. Jumlah responden 1 orang yaitu Bapak Gathot Subroto, S.E., M.SI selaku Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi I. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data utama, sedangkan data sekunder digunakan untuk mendukung data primer. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui wawancara dan penelitian kepustakaan. Analisis data kualitatif dengan model interaktif data.
Berdasarkan penelitian ini diperoleh basil bahwa peran Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kota Surakarta dalam meningkatkan kesadaran membayar pajak penghasilan orang pribadi adalah : 1) Mengadakan SosiaHsasi melalui media massa dan penyuluhan langsung, 2) Penyebaran Info melalui display pajak dan penerbitan buku pajak
Hambatan yang timbul dalam meningkatkan meningkatkan kesadaran membayar pajak penghasilan orang pribadi adalah sebagai berikut: 1) terkendala dengan sistem on-line yang sering hank, 2) Resistensi pada pajak yang negatif dari wajib pajak sendiri membuat kesadaran untuk membayar pajak dari masyarakat berkurang, 3) Dilihat dari sudut pandang wajib pajak, masih banyak wajib pajak yang belum paham mengenai Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Solusi untuk mengatasi hambatan tersebut antara lain : 1) dalam hal penggunaan sistem on-line yang sering terjadi permasalahan atau hank, maka Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta bersama dengan Pihak Bank BRI biasanya melayani pembayaran secara manual, 2) dilakukan kampanye atau sosialisasi mengenai kesadaran untuk penuigkatan membayar pajak lebih digencarakan sejak usia dini agar masyarakat selaku wajib pajak sadar akan pentingnya pajak bagi negara, 3) serta adanya kerja sama antara Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta dengan Bank Negeri maupun Swasta dalam hal peminjaman kredit yang diberlakukannya sebuah aturan kepada pihak peminjam yaitu harus melampirkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), 4) Adanya sistem antrian yang merupakan efisiensi dari segi pelayanan yang dilakukan oleh Kantor Pajak Pratama Kota Surakarta turut memperlancar bagi wajib pajak yang akan menjalankan kewajibannya yaitu membayar pajak. Kata kunci: kesadaran membayar pajak, orang pribadi, pajak penghasilan,
KPP Pratama Surakarta.
iv
5
ABSTRACT
MOCHAMMAD LUCKY PRASETYO, 2010. THE ROLE OF TAX SERVICE OFFICE OF PRATAMA OF SURAKARTA IN IMPROVING THE AWARENESS OF TAX PAYMENT OF PERSONAL PEOPLE INCOME. Faculty of Law, Sebelas Maret University of Surakarta 2010.
This research aims to find out the role of tax service office of Pratama of Surakarta in improving the awareness of tax payment of personal people income and to find out the factors which resistances the improving awareness of tax payment of personal people income people its solution.
The research belongs to empirical law research which has descriptive characteristic. The location of this research is in the office of tax service of Pratama of Surakarta. The number if respondent is one person that is Gathot Subroto, S.E., M.Si as the head of Observation and Consultation I Section. The data type of the research is premier and secondary data. Premier data is the main data and secondary data is the data which is used to support the premier data. Technique of collecting data of the research is interview and literature review. The data analysis of the research is qualitative with model of data interactive. From the result of the analysis, the result of the data test yields that the role of tax service office (KPP) of Pratama of Surakarta in improving the awareness of tax payment of personal people income is (1) performing a socialization through mass media and counseling directly, (2) spreading information through tax displayed and publisher of tax book.
The factors which resistances the improving awareness of tax payment of personal people income people its solution are (1) the first factors are burdened with the system of online which is often error, (2) the resistance of the negative tax from taxpayer make the decrease of the awareness to pay tax from the society, (3) if they are seen from the taxpayer, there are many taxpayers which have not understand about the annual notice. The solutions to solve these problems are (1) the using of online system which is often error, hence the office of tax service of Pratama of Surakarta with BRI Bank usually serve the payment manually, (2) the office of tax service of Pratama of Surakarta do a socialization to increase the payment of tax early so that the society aware about the important of tax in our country, (3) and there is cooperation between the office of tax service of Pratama of Surakarta with country bank and private bank in the case of credit loaning should have an order to the lender that they have to enclose the Fundamental Number of Taxpayer, (4) there is a queue systems that make efficiency from the services of the office of tax service of Pratama of Surakarta which help to accelerate the taxpayer to pay the tax.
v
6
MOTTO
"Ora et Labora" Belajar dan Berdoa.
"Perbuatan paling baik adalah berbuat baik kepada diri sendiri dan orang lain, one
for all....all for one".
(Mario Teguh)
"Masa lalu hanyalah pembelajaran, jadilah manusia super dengan belajar dari
masa lalu dan berjuang sekuat tenaga untuk mencapai sesuatu".
(Mario Teguh)
"Masyarakat yang maju tidak cukup hanya berciri produktif, tetapi juga bersifat
kreatif.
(Prof. Dr. Fuad Hasan)
".....Allah meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-
orang yang diberi Ilmu Pengetahuan beberapa derajat...."
(QS.Mujaadilah:11)
vi
7
Sahabat- Sahabatku Slamet, Kraitong, Aprexs, Pak Jaz, Gembur, Pampam semua
temen nongkrong yang selalu mendukungku.
9. teman FH UNS, Ronggo, Singgih, Ihsan, Bintang, Retno, Wibi, Hermin,
Yuke, Destina, Puri, Damar, Dalang, Gunawan, Rudi, Anung, Qinoy, Ajay,
Tika, Deden makasih sudah kasih semangat.
10. Pak wardi dan mas Wahyono makasih atas dukungannya.
11. Teman-temanku Teman- SMP, Deni, Croos, Kelik Cemani, Tyok, Hermawan,
Cahyadi, Matra, Alan, Hafid sukses buat kalian.
Penulis menyadari penulisan hukum ini masih jauh dari kesempurnaan,
mengingat keterbatasan dan kemampuan penulis. Dengan lapang dada penulis
mengharapkan segata saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak
untuk kesempurnaan penulisan hukum ini
Surakarta, April 2010
Penulis
vii
8
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
HALAMANPERSETUJUAN................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................. iii
ABSTRAK ............................................................................................. iv
HALAMAN MOTTO ............................................................................ vi
KATA PENGANTAR ............................................................................ vii
DAFTAR ISI........................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Perumusan Masalah ............................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ................................................................ 4
E. Metode Penelitian ................................................................. 4
F. Sistematika Skripsi ............................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 11
A. KerangkaTeori........................................................................ 11
1. Tinjauan Umum Tentang Pajak.......................................... 11
2. Tinjauan Umum Tentang Hak dan Kewajiban................... 26
3. Tinjauan Umum Tentang Kesadaran Membayar Pajak ..... 33
B. Kerangka Pemiktran . ............................................................. 36
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................... 38
A. Peran Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta
Dalam Meningkatkan Kesadaran Membayar Pajak Penghasilan
Orang Pribadi ..................................................................... 33
1. Sejarah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta 38
2. Kedudukan Tugas dan Fungsi Pokok Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Kota Surakarta........................................ 39
3. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Kota Surakarta............................................................... 40
viii
9
4. Uraian Tugas Jabatan Struktural Organisasi Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta ..................... .42
5. Dasar Hukum Pelaksanaan Kantor Pefayanan Pajak
Pratama Kota Surakarta dalam Meningkatkan Kesadaran
Membayar Pajak Orang Pribadi .................................... 44
6. Pelaksanaan Peningkatan Kesadaran Membayar Pajak
Penghasilan Orang Pribadi.............................................. 46
B. Faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam meningkatkan
kesadaran membayar Pajak Penghasilan Orang
Pribadi dan Solusinya ......................................................... 49
1. Faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam meningkatkan
kesadaran membayar Pajak Penghasilan Orang Pribadi 49
2. Solusi yang menjadi hambatan dalam meningkatkan
kesadaran membayar pajak penghasilan orang pribadi. 50
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN.................................................... 52
A. Kesimpulan .............................................................................. 52
B. Saran. ........................................................................................ 52
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMP1RAN
ix
10
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Bagan tahap analisis data ..................................................... 9
Gambar 2 : Bagan Kerangka Pemikiran ................................................ 36
Gambar 3 : Bagan Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Kota Surakarta........................................................ 42
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan dalam
rangka pengembangan atau mengadakan perubahan - perubahan kearah
keadaan yang lebuh baik. Pembangunan yang ingin dicapai bangsa Indonesia
adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur yang merata baik
materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang - Undang Dasar
1945. Demi terciptanya pembangunan nasional, maka penyusunan program
pembangunan tersebut rnengikuti suatu pola atau tatanan yang telah
ditentukan di dalam pemerintah negara Indonesia (Badudu - Zein, 1996: 203).
Dalam usaha mencapat tujuan pembangunan tersebut, pemerintah
menciptakan tahap - tahap pelaksanaannya, baik untuk jangka panjang
maupun jangka pendek yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembiayaan,
pengawasan, dan evaluasi dengan tidak mengecilkan arti peran dari pokok -
pokok lainnya dalam berpartisipasi mensukseskan pembangunan nasional.
Untuk meningkalkan dan menetapkan penyelenggaraan pemerintah
dan pembangunan, maka dilakukan pendayagunaan aparatur pemerintah, yang
pelaksanaan dan penggunaannya juga diperlukan adanya pengawasan yang
efektif dan efisien agar pembangunan nasional berjalan dengan baik.
Pendayagunaan aparatur pemerintah sangat penting dalam pengelolaan
pendapatan untuk menggali sumber pendapatan guna membiayai
pembangunan.
Dalam membiayai pembangunan salah satu upaya pemerintah adalah
menyerap dari sektor pajak, meskipun tidak kalah pentingnya pemasukan dari
berbagai sektor pendapatan yang lain (Erly Suandy, 2000: 9)
Dengan digulirkannya reformasi dibidang perpajakan yang ditandai
dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang
Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Disamping itu juga Undang-
1
2
Undang Nomer 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang -
Undang Nomer 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Dari Undang
-Undang tersebut terjadi perubahan yang sangat mendasar dalam perpajakan.
Adanya perubahan menimbulkan akses yang besar bagi wajib pajak.
Salah satunya adalah menurunnya kepatuhan dan kesadaran wajib pajak akan
kewajibannya karena dasarnya atau ada kecenderungan wajib pajak merasa
keberatan katau harta yang telah dikumpulkan atau diperoleh sebagian
disetorkan kepada negara. Sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut
diperlukan suatu perangkat untuk menggugah kepatuhan wajib pajak.
Perangkat tersebut dapat berupa sosiaiisasi yang diberikan kepada wajib pajak
akan kesadaran wajib pajak dalam hal pembayaran pajak (Waluyo,200:2).
Kesadaran untuk menjadi wajib pajak yang patuh merupakan salah
satu kepatuhan terhadap hukum. Kepatuhan terhadap pembayaran pajak
termasuk tertib terhadap hukum perpajakan dimana disebutkan hukum
perpajakan tidak pandang bulu dan tidak luput dari perkecualian baik dimana
saja serta siapa saja semua sama berdasarkan ketentuan hukum perpajakan
yang berlaku untuk menghindari sanksi administrasi yang akan merugikan
wajib pajak sendiri.
Kesadaran untuk menjadi wajib pajak dan memenuhi segala
kewajibannya perlu dibina sehingga timbul disetiap kalbu wajib pajak yang
hidup bermasyarakat. Dengan demikian, maka roda pemerintahan akan
berlangsung lancar demi kepentingan wajib pajak itu sendiri dan lancarnya
roda pemerintahan akan melancarkan pula tercapainya keseluruhan cita- cita
rakyat / penduduk hidup dalam negara yang adil dan makmur dalam lingkup
nilai- nilai Pancasila dan UUD 1945. Setiap rakyat/penduduk harus sadar
bahwa kewajiban membayar Pajak Penghasilan bukanlah untuk pihak lain,
tetapi untuk melancarkan jalannya roda pemerintahan yang mengurusi segala
kepentingan rakyat sendiri. Jadi sadar berkorban dan pengorbanan itu adalah
untuk kepentingannya sendiri dari generasi ke generasi.
Oleh sebab itu, dengan adanya sosiaiisasi diharapkan kepatuhan wajib
pajak dapat timbul dari diri wajib pajak. Sehingga wajib pajak sadar akan
3
kewajiban- kewajibannya dalam hal membayar pajak, khususnya Pajak
Pengahasilan.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penyusunan skripsi ini
memilih judul "PERAN KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA
SURAKARTA DALAM MENINGKATKAN KESADARAN MEMBAYAR
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI.
B. Perumusan Masalah
Setiap penelitian ilmiah yang akan dilakukan selalu berangkat dari
masalah. Rumusan masalah dimaksudkan untuk penegasan masalah-masalah
yang akan diteliti sehingga memudahkan dalam pekerjaan serta pencapaian
sasaran. Perumusan masalah dalam suatu penelitian diperlukan untuk
memfokuskan masalah agar dapat dipecahkan secara sisternatis. Cara ini dapat
memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan pemahaman terhadap
permasalahan serta mencapai tujuan yang dikehendaki (Sugiyono, 2004 : 25).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mencoba
merumusakan perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peran Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta dalam
meningkatkan kesadaran membayar pajak penghasilan orang pribadi?
2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi hambatan dalam meningkatkan
kesadaran membayar pajak penghasilan orang pribadi dan bagaimana-
solusinya?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui peran Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta dalam
meningkatkan kesadaran membayar pajak penghasilan orang pribadi.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam
meningkatkan kesadaran membayar pajak penghasilan orang pribadi dan
solusinya.
4
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Merupakan salah satu sarana bagi penulis untuk mengumpulkan data
sebagai bahan penyusunan skripsi guna melengkapi persyaratan untuk
mencapai gelar kesarjanaan di bidang itrau hukum pada Fakultas
Hukum Universltas Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk sedikit memberi pemikiran dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.
c. Untuk menambah, memperluas, mengembangkan pengetahuan dan
pengalaman penulis serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan
praktek lapangan hukum yang sangat berarti bagi penulis.
2. Manfaat Praktis
a. Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai
bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang
terkait dengan masalah yang diteliti.
E. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian empiris. Penelitian empiris
adalah penelitian yang menggunakan data primer sebagai data utama,
dimana penulis langsung terjun ke lokasi penelitian yaitu Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Surakarta.
2. Sifat Penelitian
Penelitian yang penulis susun adalah termasuk penelitian yang
bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif menurut Soerjono Soekanto adalah
suatu penelitian yang dimaksud untuk memberikan data yang seteliti
mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksudnya
adalah terutama mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu
5
memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangka penyusunan
kerangka baru (Soeijono Soekanto, 2001 : 10).
Dalam pelaksanaan penelitian deskriptif ini tidak terbatas hanya
sampai pengumpulan dan penyusunan data saja, tetapi juga meliputi
analisa dan interpretasi data yang pada akhirnya dapat diambil
kesimpulan-kesimpulan yang dapat didasarkan penelitian data itu.
3. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggimakan jenis pendekatan kualitatif, yaitu
pendekatan yang digunakan oleh peneliti dengan mendasarkan pada data-
data yang dinyatakan responden secara Usan atau tulisan, dan juga
perilaku yang nyata, diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh
(Soerjono Soekanto, 2001 :250).
4. Lokasi Penelitian
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan, maka penulis
melakukan penelitian dengan mengambil lokasi di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Kota Surakarta dengan pertimbangan bahwa Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Kota Surakarta merupakan instansi yang berwenang dalam
hal pemungutan Pajak Pengahasilan khususnya di Kota Surakarta, salah
satunya mengenai pemungutan Pajak Penghasilan Orang Pribadi.
5. Jenis Data
Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data ini penulis dapatkan melalui wawancara dengan Bapak Gathot
Subroto selaku Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi I.
b. Data Sekunder
Data ini penulis dapatkan keterangan atau fakta yang diperoleh secara
tidak langsung, tetapi melalui penelitian kepustakaan.
6. Sumber Data
Sumber data adalah tempat ditemukan data. Adapun data dari
penelitian ini diperoleh dari dua sumber, yaitu pertama sumber data primer
6
yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta, kedua sumber data
sekunder yang terdiri dari:
a. Bahan Hukum Primer
yaitu norma atau kaidah dasar, peraturan perundang-undangan. Dalam
hal ini yang menjadi bahan hukum primer antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga
Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Utnum dan Tata Cara Perpajakan.
2. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan.
3. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No
98/KMK.01/2006 tentang Account Representative pada Kantor
Pelayanan Pajak yang telah menginplementasikan organisasi
modern.
b. Bahan Hukum Sekunder
yaitu hasil karya dari kalangan hukum, hasil-hasil penelitian, artikel
koran dan internet serta bahan lain yang berkaitan dengan pokok
bahasan.
c. Bahan Hukum Tersier atau Penunjang
yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, rnisalnya bahan dari
media internet, kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif dan sebagainya
(Soerjono Soekanto, 2001:52).
7. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam suatu penelitian merupakan hal yang sangat
pcnting dalam penulisan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan
teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Data Primer
Untuk mendapatkan data primer, adalah dengan cara wawancara.
Dalam penelitian ini penulis secara langsung mewawancarai Bapak
7
Gathot Subroto selaku Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi I di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta.
b. Data Sekunder
Untuk memperoleh data sekunder adalah observasi. Dalam penelitian
teknik observasi yang digunakan dengan pengamatan langsung tanpa
aiat terhadap gejala peristiwa yang terjadi di lapangan dalam mengkaji,
serta mengungkap fenomena-fenomena yang ada hubungannya dengan
penelitian secara nyata dan mendalam yaitu mengenai peran Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Surakarta dalam meningkatkan kesadaran
membayar pajak penghasilan orang pribadi.
8. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data
dalam pola, kategori dan uaraian dasar, sehingga akan ditemukan tema dsn
dapat dinimuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy J
Maleong, 2002: 103).
Penulis menggunakan model analisis interaktif (interaktif model of
analysis), yaitu data yang dikumpulkan akan dianalisa melalui 3 tahap,
yaitu tnereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan. Dalam
model ini dilakukan suatu proses siklus antar tahap-tahap, sehingga data
yang terkumpul akan berhubungan dengan satu sama lain dan benar-benar
data yang mendukung penyusunan laporan penelitian (HB. Sutopo, 2002
:35).
Tiga tahap tersebut adatah :
a. Reduksi Data
Kegiatan ini merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian yang
bertujuan untuk mempertegas, memperpendek, membuat fokus,
membuang hal-hal yang tidak penting yang muncul dari catatan dan
pengumpulan data. Proses ini berlangsung terus-menerus sampai
laporan akhir penelitian selesai.
8
b. Penyajian Data
Sekumpulan informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat
dilaksanakan.
c. Menarik Kesimpulan
Setelah memahami arti dari berbagai hal yang meliputi berbagai hal
yang ditemui dengan melakukan pencatatan-pencacatan peraturan,
pemyataan-pernyataan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur
sebab-akibat, akhirnya peneliti menarik kesimpulan (HB. Sutopo,
2002:37).
Berikut ini penulis memberikan Jlustrasi bagan dari tahap analisis data:
(HB. Sutopo, 2002:37)
Gambar 1 : Bagan tahap analisis data
F. SISTEMATIKA SKRIPSI
Untuk memberikan gambaran menyelurah mengenai sistematika
penulisan karya ilmiah yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan
ilmiah, maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun
sistematika penulisan hokum terbagi dalam 4 (empat) bab yang saling
berkaitan dan berhubungan. Sistematika dalam penulisan hukum ini adalah
sebagai berikut:
9
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Metode Penelitian
F. Sistematika Skripsi
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Pajak
2. Tinjauan Umum Tentang Hak dan Kewajiban
3. Tinjauan Umum Tentang Kesadaran Membayar
Pajak
B. Kerangka Pemikiran
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi lokasi penelitian yaitu Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Surakarta.
B. Hasil Penelitian.
BAB IV : SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.
B. Saran.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kerangka Teori
A. Tinjauan Umum Tentang Pajak
James Tobin, pemenang hadiah nobel ekonomi menyimpulkan,
bahwa kebijakan fiskal mengatur kewajiban warga negara dalam bidang
perpajakan untuk dialokasikan kepada aktifitas ekonomi masyarakat secara
adil dan merata. Untuk itu, keijakan fiskal terus diupayakan agar sehat,
menggali potensi sendiri, dan mengurangi ketergantungan. Beberapa teori
dan penelitian serupa, diantaranya Farid Wijaya (1997) dan Vinod Thomas
(2001), menyatakan bahwa sektor pajak merupakan sektor (fiskal) yang
sangat penting bagi sebuah Negara.
Secara spesifik, fungsi pajak sebagaimana sering disebut dalam
literatur pajak ada dua, yakni fungsi budgeter dan fungsi regilerend.
Kemudian, karena perkembangan jaman, fungsinya bertambah dua yakni,
fungsi demokrasi dan fungsi redistribusi (ilyas dan Buton, 2001). Fungsi
pertama adalah fungsi yang letaknya di sektor publik yaitu fungsi untuk
mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan undang-
undang yang berlaku yang pada waktunya digunakan untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara. Fungsi yang kedua adalah fungsi bahwa
pajak-pajak tersebut akan digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan.
Fungsi ini umumnya dapat dilihat dari sektor swasta. Fungsi yang
ketiga adalah fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud
gotong royong, termasuk kegiatan pemerintah dan pembangunan demi
kemaslahatan manusia. Sementara fungsi yang terakhir adalah fungsi yang
lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat.
Karena itu, pajak merupakan salah satu pos pendapatan sisi fiskal
dalam strukturAPBN Indonesia yang memegang peran penting dalam
10
11
proses redistribusi ekonomi (wealth). Dari redistribusi ekonomi inilah
diharapkan terciptanya keadilan dan kesejahteraan di semua lapisan
masyarakat.
Di kutup yang lain, meski dalam konteks subyek dan obyek serta
pendekatan yang berbeda, penelitian yang di lakukan oleh Aksam Tuasikal
(2003) terhadap seluruh perusahaan kecil dan menengah di Surabaya
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tata cara
perpajakan di Indonesia menunjukan tingkat signifikansi yang positif.
Penelitian ini sebetulnya terfbkus pada penelitian tentang system
self assessment dalam tata cara perpajakan di Indonesia. System self
assesment sendiri didefinisikan sebagai sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri
besarnya pajak yang terutang. Cirinya antara lain: (a) wewenang untuk
menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri; (b)
wajib pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri
pajak terutang; dan (c) fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
(Mardiasmo, 2008: 15)
1. Definisi Pajak
Dasar hukum Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
adalah Undang-undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2007. Dijelaskan
bahwa pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat ( Mardiasmo, 2008:21).
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat
balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan
norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan
12
jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum (http://www.
wikipedia. org/w/index.php.title=Pajak).
Menurut P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat
kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
membayamya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang)
dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk
dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan
(http://www. wikipedia. org/w/index.php.title=Pajak).
Menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock
Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke
sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib
dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu,
tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar
pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan
pemerintahan (http://www.wikipedia.org/w/index.php.title=Pajak).
Definisi pajak menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh
Mardiasmo dalam bukunya "Perpajakan" dituliskan bahwa pajak
adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum.
Dari definisi tersebut, dapat disimputkan bahwa pajak memiliki
unsur-unsur:
a. Iuran dari rakyat untuk negara, yang berhak memungut pajak
hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
b. Berdasarkan Undang-undang, pajak dipurigut berdasarkan atau
dengan kekuatan Undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara
langsung dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh
pemerintah.
13
d. Digunakan imtuk membiayai rumah tangga negara, yakni
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas (Mardiasmo,
2008:2).
2. Ciri-ciri Pajak
Dari berbagai defmisi yang diberikan terhadap pajak baik
pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari
sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yurtdis
(pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan
tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai
berikut:
a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai
dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan
"pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan
negara diatur dalam undang-undang."
b. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi perseorangan)
yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat
membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui'jalan yang sama
kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan
bermotor.
c. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan
umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan,
baik rutin maupun pembangunan.
d. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan
apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan
dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundag-undangan.
e. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas
Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup
pembiayaan penyeknggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi
sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara
dalam lapangan ekonomi dan sosial (fiingsi mengatur / regulatif) (
Mardiasmo, 2008:1).
14
3. Fungsi Pajak
Pajak yang dikenakan kepada masyarakat mempunyai 4 (empat)
fungsi, yaitu:
a. Fungsi Finansial (budgeter), pajak sebagai sumber dana bagi
pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran.
b. Fungsi mengatur (regulerend), pajak sebagai alat untuk mengatur
atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi. Contoh: pajak yang tinggi terhadap minuman keras untuk
mengurangi konsumsi minuman keras.
c. Fungsi stabilitas, dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana
untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas
harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan
antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat,
pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
d. Fungsi redistribusi pendapatan, pajak yang sudah dipungut oleh
negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan
umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga
dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat (Fidel, 2008:3).
4. Jenis Pajak
Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan
menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak
yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian
dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Departemen Keuangan.
Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh
Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Pajak-pajak Pusat dalam hal ini adatah :
a. Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan kepada
orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan
penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
15
berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat
digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan
nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka
penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium,
hadiah, dan lain sebagainya (Hadi Purnomo, 2004:1).
Menurut Undang Undang no. 17 tahun 2000 tentang pajak
penghasilan, subyek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:
1. Subyek pajak pribadi yaitu setiap orang yang tinggal di
Indonesia atau tidak bertempat tinggal di Indonesia yang
mendapatkan penghasilan dari Indonesia.
2. Subyek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari
seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi
menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan
pajak.
3. Subyek pajak badan yaitu perkumpulan orang dan/atau modal
baik melakukan usaha maupun tidak melakukan kegiatan usaha
meiiputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama
dan bentuk usaha apapun seperti firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, perkumpulan, persekutuan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi sejenis, lembaga,
bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya.
4. Bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu dua belas bulan, atau badan yang tidak didirikan dan
berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di
Indonesia.
16
Undang Undang No. 17 tahun 2000 menjelaskan tentang
apa yang tidak termasuk obyek pajak sebagai berikut:
1. Badan perwakilan negara asing.
2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat -
pejabat lain dari negara asing dan orang - orang yang
diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga negara
Indonesia dan negara yang bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik.
3. Organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan
menteri keuangan dengan syarat Indonesia ikut dalam
organisasi tersebut dan organisasi tersebut tidak melakukan
kegiatan usaha di Indonesia. Contoh: WTO, FAO, UNICEF.
4. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan
oleh keputusan menteri keuangan dengan syarat bukan warga
negara Indonesia dan tidak memperoleh penghasilan dari
Indonesia.
b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adaiah pajak yang dikenakan atas
konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam
Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah
yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain
oleh Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar
10%. Dalam hal ekspor, tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud
Dengan Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi
wilayah darat, peraian, dan ruang udaradiatasnya{ Hadi Purnomo,
2004:1).
c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), selain dikenakan
PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong
17
mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang
Kena Pajak yang tergolong mewah adalah:
1) Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok
2) Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
3) Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat
berpenghasilan tinggi
4) Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status
5) Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral
masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat (Hadi
Purnomo, 2004:2).
d. Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti
surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat
berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas
jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan ( Hadi Purnomo, 2004:2).
e. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan
atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB
merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi
penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik
Proplnsi maupun Kabupaten/Kota (Hadi Purnomo, 2004:2).
f. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah
pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh
Pemerintah Pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya
diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun
Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan (Hadi Purnomo,
2004:2).
Mardiasmo dalam bukunya "Perpajakan" menjelaskan bahwa
pajak daerah di bagi menjadi 2 bagtan, yaitu: (Mardiasmo, 2008:13).
18
1. Pajak Propinsi
a) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air
b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas
Air
c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor
d) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air
Permukaan.
2. Pajak Kabupaten/ Kota
a) Pajak Hotel
b) Pajak Restoran
c) Pajak Hiburan
d) Pajak Reklame
e) Pajak Penerangan Jalan
f) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
g) Pajak Parkir
5. Jenis Wajib Pajak
a. Wajib Pajak Orang Pribadi
Wajib Pajak (WP) adalah Orang Pribadi atau Badan yang
menurut ketentuan peraturan perilndang-undangan perpajakan
ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk
pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
b. Wajib Pajak Badan
Wajib Pajak (WP) adalah Orang Pribadi atau Badan yang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan. termasuk
pemungut pajak alau pemotong pajak tertentu.
c. Wajib Pajak Bendaharawan
Bendaharawan Pemerintah adalah Bendaharawan
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga
19
Pemerintah, Lembaga Negara lainnya dan Kedutaan Besar
Republik Indonesia di Luar Negeri, yang membayar gaji, upah,
tunjangan, honorarium dan pembayaran lain dengan nama apapun
sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan.
d. Wajib Pajak Patuh
Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak sebagai Wajib Pajak yang memenuhi
kriteria tertentu yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan
kelebihan pembayaran paiak(http://www.paiak.go.ld/index.php?option
conicontent &view=article&N7285&Itemid=175X
6. Prinsip-prinsip Perpajakan
a. Menurut Safri Numata dalam bukunya yang berjudul "Pengantar
Perpajakan" dijelaskan bahwa prinsip pemungutan pajak di
Indonesia yaitu: ( Safri Numata, 2005:100).
1) Equity, tentang ukuran apa yang digunakan dalam membagi
secara adit pengeluaran pemerintah.
2) Economic Effect, pengenaan pajak haruslah netral, atau
diupayakan menimbulkan distorsi ekonomik terkecil. Upaya
yang diadakan adaiah dengan menidentifikasi struktur pajak
optimal yang menghasilkan kerugian economic yang minimal.
3) Collectibility, pelaksanaan suatu pajak harus memperhatikan
biaya-biaya yang timbul baik biaya dipihak pemerintah
maupun dipihak \vajib pajak
b. Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan
ajaran yang terkenal "The Four Maxims", asas pemungutan pajak
adalah sebagai berikut: {http://www.wikipedia.org/w/index.php.
title=Pajak).
1) Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau
asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara
harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak.
20
Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib
pajak.
2) Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak
harus berdasarkan UU, sehingga bag! yang melanggar akan
dapat dikenai sanksi hukum.
3) Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang
tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada
saat yang tepat bagi wajib pakak (saat yang paling baik),
misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya
atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
4) Asas Efficiency (asas efesien atau asas ekonomis): biaya
pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan
sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil
pemungutan pajak.
c. Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai
berikut: (http://www. wikipedia. org/w/index.php.title=Pajak).
1) Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus
berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin
tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang
dibebankan.
2) Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus
digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk
kepentingan umum.
3) Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara
digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
4) Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak
yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam
jumlah yang sama (diperlakukan sama).
5) Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak
diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika
21
dibandinglan sengan nilai obyek pajak. Sehingga tidak
memberatkan para wajib pajak.
d. Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan pajak adalah sebagai
berikut: (http://www. wikipedia. org/w/ind=Pajak).
1) Asas politik finalsial: pajak yang dipungut negara jumlahnya
memadadi sehingga dapat membiayai atau mendorong semua
kegiatan negara
2) Asas ekonomi: penentuan obyek pajak harus tepat Misalnya:
pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah
3) Asas keadilan yaitu pungutan pajak berlaku secara umum tanpa
diskritninasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula.
4) Asas administrasi: menyangkut masalah kepastian perpajakan
(kapan, dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan
(bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak.
5) Asas yuridis segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-
Undang.
7. Syarat Pemungutan Pajak
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau
perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat
pemungutan pajak, yaitu:
a. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan), sesuai dengan
tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan
pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-
undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata,
serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil
dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib
Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran
dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat
yuridis), di Indonesia pajak diatur dalam UU 1945 pasal 23 ayat 2.
22
hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan,
baik bagi negara maupun warganya.
c. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis), pemungutan
tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produk maupun
perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian
masyarakat.
d. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil), sesuai fungsi
budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga
lebih rendah dari hasil pemungutanya.
e. System pemungutan pajak harus sederhana, system pemungutan
pajak yang sederhana akan memudahkan dan mendorong
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Syarat ini
telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru
(Mardiasmo, 2008:2).
8. Asas Pengenaan Pajak
Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau
kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi
mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada
ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia,
secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar
1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan
berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-
undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan
dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.
Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai
asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak,
khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang
paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk
mengenakan pajak adalah: (http://www.wikipedia,
org/w/index.php.title=Pajak).
23
a. Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan
(domicile/residence principle), berdasarkan asas ini negara akan
mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau
diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan
perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident)
atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang
bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak
dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu
berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam
sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan
menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep
pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu
maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide
income concept).
b. Asas sumber, Negara yang menganut asas sumber akan
mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau
diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang
akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi
atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di
negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa
dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan
tersebut sebab yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah
objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh:
Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan
yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah
Indonesia.
c. Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas
kewarganegaraan (nationality/citizenship principle).Dalam asas ini,
yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status
kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh
penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari
24
mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti
halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan
asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara menggabungkan asas
nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide
income.
9. Teori Pemungutan Pajak
Menurut R. Santoso Brotodiharjo dalam bukunya Pengantar
Ilmu Hukum Pajak, ada beberapa teori yang mendasari adanya
pemungutan pajak, yaitu: (Santoso Brotodiharjo,1989:57).
a. Teori asuransi, menurut teori ini, negara mempunyai tugas untuk
melindungi warganya dari segala kepentingannya baik keselamatan
jiwanya maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan
tersebut diperiukan biaya seperti layaknya dalam perjanjian
asuransi deiperlukan adanya pembayaran premi. Pembayaran pajak
ini dianggap sebagai pembayaran prcmi kepada negara. Teori ini
banyajk ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan
perusahaan asuransi.
b. Teori kepentingan, menurut teori ini, dasar pemungutan pajak
adalah adanya kepentingan dari masing-masing warga negara.
Termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta.
Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin
tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini banyak
ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan
perlindungan orang miskin lebih tinggi daripada orang kaya. Ada
perlindungan jaminan sosial, kesehatan, dan lain-lain. Bahkan
orang yang miskin justru dibebaskan dari beban pajak.
c. Teori Daya/Gaya Pikul, beban pajak harus sesuai dengan
kemampuan bayar wajib pajak, dengan memperhatikan pada
besarnya Penghasilan, kekayaan dan daya beli wajib pajak tersebut
d. Teori Kewajiban Mutlak /Teori Bakti, negara sebagai
penyelenggaran Negara dan memenuhi kebutuhan. Negara serta
25
berhak memungut pajak dari warga negaranya, sebagai tanda bakti
kepada Negara
e. Teori Daya Beli, sebagai teori modern ditinjau dari daya beli dan
transaksi ekonomis warga Negara yang berpengaruh terhadap hak
Negara dalam hal pengenaan pajak. Sebagai pendapatan Negara
dalam menyelenggarakan / mengatur kegiatan pembiayaan Negara.
B. Tinjauan Umum Tentang Hak dan Kewajiban
1. Tugas dan fungsi Kanior Pelayanan Pajak
a. Tugas Pokok Kantor Pelayanan Pajak
1) Melaksanakan pelayanan
2) Pengawasan administrative dan
3) Pemeriksaan sederhana terhadap Wajib Pajak di bidang Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah dan Pajak Tidak Langsung
4) Lainnya dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Liberty Pandiangan, 2009:
67).
b. Fungsi Kantor Pelayanan Pajak
Dalam melaksanakan tugasnya, Kantor Pelayanan Pajak
mempunyai ilmgsi: (Liberty Pandiangan, 2009: 67)
1) pengumpulan dan pengolahan data, penyajian infortnasi
perpajakan, pengamatan potensi perpajakan dan ekstensifikasi
Wajib Pajak
2) penelitian dan penatausahaan surat pemberitahuan tahunan,
surat pemberitahuan masa serta berkas Wajib Pajak
3) pengawasan pembayaran masa Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambah-an Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan
Pajak Tidak Langsung Lainnya
4) penatausahaan piiitang pajak, penerimaan, penagihan,
penyelesaian keberatan, penatausahaan banding, dan
26
penyelesaian restitusi Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan
Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan Pajak Tidak
Langsung Lainnya;
5) pemeriksaan sederhana dan penerapan sanksi perpajakan;
6) penerbitan surat ketetapan pajak;
7) pembetulan surat ketetapan pajak;
8) pengurangan sanksi pajak;
9) penyuluhan dan konsultasi perpajakan;
10) pelaksanaan administrasi Kantor Pelayanan Pajak.
Menurut Keputusan Menteri Keuangan nomor
98/KMK.01/2006 Kantor Pelayanan Pajak pada saat ini
berimplementasikan Organisasi Modern, telah ditetapkan
adanya Account Representative yang mengemban tugas
intensiftkasi perpajakan melalui pemberian
bimbingan/himbauan, konsultasi, analisis dan pengawasan
terhadap wajib pajak. Dalam rangka meningkatkan citra serta
efektifitas Account Representative sebagai gugus depan
organisasi Direktorat Jendral Pajak, dipandang perlu untuk
menetapkan rumusan tugas, tanggung jawab, syarat dan jumlah
Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak yang
telah mengimplementastkan Organisasi Modern.
Account Representative mempunyai tugas sebagai
berikut:
(http://solusiakuntansi.com^/index2.php?option=com_content).
1. melakukan pengawasan kepatuhan perpajakan wajib pajak
2. bimbingan/himbauan dan konsultasi teknis peipajakan
kepada wajib pajak
3. penyusunan profil wajib pajak
4. analisis kinerja wajib pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak
dalam rangka intensifikasi
27
5. melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan
yang berlaku.
2. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Penghasilan (PPh)
Menurut Mardiasmo dalam bukunya "Perpajakan" menjelaskan bahwa
kewajiban dan hak wajib pajak, yaitu:
a. Kewajiban Wajib Pajak
1) mendaftarkan diri, sesuai dengan sistem self assessment maka
Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan
Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4)/ Kantor Pelayanan
Penyuluhan dan Konsultasi perpajakan (KP2KP) yang
wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib
Pajak untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Disamping melalui KPP atau KP4/KP2KP, pendaftaran NPWP
juga dapat dilakukan melalui e-register, yaitu suatu cara
pendaftaran NPWP melalui media elektronik on-line (internet).
2) melaporkan usaha untuk di kukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak (PKP), setelah memperoleh NPWP, Wajib Pajak sebagai
Pengusaha yang dikenakan PPN wajib melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada
KPP, KP4 /KP2KP, atau dapat pula dilakukan secara on-line
melalui e-registration. Dalam rangka pengukuhan sebagai PKP
tersebut maka akan dilakuan penelitian setempat mengenai
keberadaan dan kegiatan usaha yang bersangkutan. Dengan
dikukuhkannya Pengusaha sebagai PKP maka atas penyerahan
barang kena pajak atau jasa kena pajak, wajib diterbitkan
Faktur Pajak.
3) Kewajiban Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, Dan
Pelaporan, Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakan sesuai dengan sistem self assessment wajib
28
melakukan sendiri penghitungan, pembayaran. dan pelaporan
pajak terutang.
a. Membayar sendiri pajak yang terutang
1) Pembayaran angsuran setiap bulan (PPh Pasal 25) Pembayaran
PPh Pasal 25 yaitu pembayaran Pajak Penghasilan secara
angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan beban
Wajib Pajak dalam melunasi pajak yang terutang dalarn satu
tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk mengangsur pajak
yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar sendiri
angsuran pajak setiap bulan.
2) Pembayaran PPh Pasal 29 setelah akliir tahun; Pembayaran
PPh Pasal 29 yaitu pelunasan Pajak Penghasilan yang
dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak pada akhir tahun pajak
apabila pajak terutang untuk suatu tahun pajak lebih besar dari
jumiah total pajak yang dibayar sendiri dan pajak yang
dipotong atau dipungut pihak lain sebagai kredit pajak
b. Pemotongan atau Pemungutan
Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada
pembayaran bulanan yang dilakukan dengan mekanisme
pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga.
Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah PPh Pasal 21, PPh
Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh
pasai 15 dan PPN dan PPn BM.
c. Pelaporan Pajak
Sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang
Perpajakan, Surat Peraberitahuan (SPT) mempunyai ftmgsi sebagai
suatu sarana bagi Wajib Pajak di dalam melaporkan dan
mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang
sebenarnya terutang. Selain itu Surat Pemberitahuan berfiingsi
untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak baik yang
29
dilakukan Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme
pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak ke-3,
melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotong
atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan pajak yang
telah dilakukan. Sehingga Surat Pemberitahuan mempunyai makna
yang cukup penting baik bagi Wajib Pajak maupun aparatur pajak.
Pelaporan pajak disampaikan ke KPP atau KP4/KP2KP dimana
Wajib Pajak terdaftar.
4) Kewajiban wajib Pajak yang diperiksa adalah :
a. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri
pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan
khususnya untuk jenis pemeriksaan kantor
b. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan,
dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain
termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang
berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan
usaha, pekerjaan bebas wajib Pajak, atau objek yang
terutang Pajak. Khusus untuk pemeriksaan lapangan,
wajib Pajak wajib memberikan kesempatan untuk
mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara
elektronik
c. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau
ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan
lainnya guna kelancaran pemeriksaan
d. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas
surat pemberitahuan hasil pemeriksaan
e. Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat
oleh akuntan publik khususnya untuk jenis pemeriksaan
kantor
f. Memberikan keterangan lain balk tisan maupun tulisan
yang diperlukan.
30
5) Kewajiban Memberi Data
Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak
lain wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan
dengan perpajakan kepada Direktort Jenderal Pajak yang
ketentuannya diatur UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang
perubahan ketiga UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketenluan
Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Dalam rangka pengawasan kepatuhan pelaksanaan
kewajiban perpajakan sebagai konsekuensi penerapan self
assessment, data dan informasi yang berkaitan dengan
perpajakan yang bersumber dari instansi pemerintah, lembaga.
asosiaai dan pihak lain sangat diperlukan oleh Direktorat
Jenderal Pajak. Data dan Informasi dimaksud adalah data dan
informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan
kegiatan atau usaha , peredaran usaha, penghasilan dan/atau
kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mcngenai
nasabah debitur, data transksi keuangan dan lain lintas devisa,
kartu kredit, serta laporan keuangan dart/ atau laporan kegiatan
usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar DJP.
b. Hak-Hak Wajib Pajak
Hadi Purnomo menjelaskan di dalam bukunya yang
berjudul Hak dan Kewajiban Wajib Pajak mengenai Hak- hak
Wajib Pajak yaitu: (Hadi Purnomo, 2005: 15)
1. Kerahasiaan Wajib Pajak, Wajib Pajak mempunyai hak untuk
mendapat perlindungan kcrahasiaan atas segala sesuatu
informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat
Jendera! Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan
perpajakan. Disamping itu pihak lain yang melakukan tugas di
bidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan
Wajib Pajak, termasuk tenaga ahli. sepert ahli bahasa, akuntan,
31
pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk
membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan.
Kerahasiaan Wajib Pajak antara lain :
a. Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen
lainnya yang dilaporkan oleh Wajib Pajak
b. Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia
c. Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai
ketentuan perpajakan yang berlaku.
2. Penundaan Pembayaran, dalam ha!-hal atau kondisi tertentu
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan menunda
pembayaran pajak.
3. Pengangsuran Pembayaran. dalam hal-hal atau kondisi tertentu
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan mengangsur
pembayaran pajak.
4. Penundaan Pelaporan SPT Tahunan. dengan alasan-alasan
tertentu Wajib Pajak dapal menyampaikan perpanjangan
penyampaian SPT Tahunan baik PPh Badan maupun PPh Pasal
21.
5. Pembebasan Pajak, dengan alasan-aiasan tertentu Wajih Pajak
dapat mengajukan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal
25.
6. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak,
Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai
Wajib Pajak Patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan
kelebihan penibayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat
1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal
permohonan.
7. Pajak Ditanggung Pemerintah, dalam rangka pelaksanaan
proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana
pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang
32
diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama
ditanggung oleh pemerintah.
C. Tinjauan Umum Tentang Kesadaran Membayar Pajak
Kesadaran membayar pajak dapat dikatakan sebagai kesadaran
hukum, karena dengan membayar pajak sama artinya patuh dengan hukum
yaitu pada Undang-Undang Perpajakan (http://www.kantorhukum-
Ihs.com/details_artikei_hukum.php?id l3)
Menurat Sudikno Mertokusumo dalam artikelnya yang bejudul
"Kesadaran Hukum sebagai Landasan untuk Memperbaiki Sistem Hukum"
menjelaskan bahwa kesadaran hukum adalah kesadaran bahwa hukum itu
melindungi kepentingan manusia dan oleh karena itu harus dilaksanakan
serta pelanggarnya akan terkena sanksi. Pada hakekatnya kesadaran
hukum adalah kesadaran akan adanya atau terjadinya "kebatilart" atau
"onrecht", tentang apa hukum itu atau apa seharusnya hukum itu.
Kesadaran hukum adalah sumber segala hukum
(http://sudiknoartikel.blogspot.com/2008/03/kesadaran-hukum-sebagai-
landasan-untuk.html).
Kesadaran hukum adalah kesadaran yang ada pada setjap manusia
tentang apa hukum itu atau apa seharusnya hukum itu, suatu kategori
tertentu dari hidup kejiwaan kita dengan mana kita membedakan antara
hukum dan tidak hukum (onrecht), antara yang seyogyanya dilakukan dan
tidak seyogyanya dilakukan (Scholten, 1954: 166).
Menurut Soerjono Soekanto, Kesadaran hukum masyarakat
menyangkut faktor-faktor apakah suatu ketentuan hukum diketahui,
dimengerti, ditaati dan dihargai. Apabila masyarakat hanya mengetahui
adanya suatu ketentuan hukum, maka taraf kesadaran hukumnya lebih
rendah daripada apabila mereka memahaminya dan seterusnya,
(http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php7judul=MENUMBUHKAN%20K
ESADARAN%20HUKUM&&nomorurut_artikel=3).
Kesadaran akan kewajiban hukum tidak semata-mata berhubungan
dengan kewajiban hukum terhadap ketentuan undang-undang saja, tidak
33
berarti kewajiban untuk taat kepada undang-undang saja, tetapi juga
kepada hukum yang tidak tertulis. Bahkan kesadaran akan kewajiban
hukum ini sering timbul dari kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa
yang nyata. Kalau suatu peristtiwa teijadi secara terulang dengan teratur
atau ajeg, maka lama-lama akan timbul pandangan atau anggapan bahwa
memang demikianlah seharusnya atau seyogyanya dan hat ini akan
menimbulkan pandangan atau kesadaran bahwa demikianlah hukumnya
atau bahwa hal itu merupakan kewajiban hukum. Suatu peristiwa yang
teijadi berturut-turut secara ajeg dan oleh karena ttu lalu biasa dilakuan
dan disebut kebiasaan, lama-ama akan mempunyai kekuatan mengikat (die
normatieve Kraft des Faktischeri) (http://sudiknoartikel.blogspot. com
/2008/03/meningkatkan-kesadaran-hukum-masyarakathtml).
Pentingnya pemahaman atas pengettian pajak dapat menimbulkan
kesadaran pajak (tax consiousness). Hal ini terutama melalui jalur
pendidikan yang terencana dengan baik dimulai sejak usia dini hingga
generasi muda mendatang sehingga mereka mempunyai pemahaman
pengetahuan pajak yang baik. Namun kesadaran pajak saja belum cukup,
harus pula diupayakan menjelma menjadi disiplin pajak. Demikian
disampaikan oleh Prof. Wiratni Ahmad dalam orasi ilmiahnya yang
berjudul "Disiplin Pajak Sebagai Faktor Utama Keberhasilan Pemungutan
Pajak di Indonesia" pada acara Penerimaan Jabatan Guru Besar dalam
Ilmu Hukum Pajak pada Fakultas Hukum Unpad di Grha Sanusi
Hardjadinata, Jln. Dipati Ukur No. 35 Bandung, Jumat (4/12)
(http://www.impad.ac Jd/berita/sadar-pajak-saja-tidakH;ukup-harus-
disiplin-pajak/)
Atep Adya Barata mengemukakan bahwa kreativitas penggalian
sektor pajak itu harus ditunjang pula oleh penerapan iklim yang kondusif
bagi masyarakat wajib pajak, sehingga perlu dibangun suatu sistem
perpajakan yang baik (avaible tax syste), yang didalamnya meliputi :
Kebijakan Perpajakan (tax policy), hukum Undang-undang Pajak (tax
law), dan Administrasi Pajak (tax administration) yang komprehensif dan
34
mencerminkan kemudahan serta keadilan bagi semua pihak, keadaan ini
akan mampu mendorong kesadaran dan kepatuhan wajib pajak
(http://www.pelita.or.id/baca.php?id=36436).
35
Penjelasan:
Republik Indonesia adalah suatu negara, dimana memiliki unsur
yaitu adanya pemerintahan dan adanya masyarakat. Pemerintah Republik
Indonesia sebagai Fiskus yang memegang tanggung jawab salah satunya
di bidang pajak. Dalam hal ini melalui kantor pajak, yang lebih khusus
dalam pembahasan ini Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta (KPP
Pratama Surakarta). Sedangkan masyarakat dalam hal ini sebagai Obyek
Pajak. Adapun KPP Pratama Surakarta dan masyarakat sama-sama
memiliki hak maupun kewajiban dalam hal pajak khususnya dalam hal ini
Pajak Penghasilan (PPh). Bilamana antara hak dan kewajiban tersebut
dapat dijalankan seimbang oleh pemerintah maupun oleh masyarakat maka
diharapkan timbul suatu kesadaran, dengan adanya kesadaran dan bukan
dikarenakan paksaan diharapkan masyarakat dapat memcnuhi
kewajibannya dalam membayar pajak. Sikap seperti ini yang diharapkan
kepada seluruh masyarakat Indonesia agar terbentuk kesadaran dalam
setiap diri obyek pajak dalam hal pemenuhan kewajiban pajak, maka
kesejahteraan rakyat pun akan tercapai sebagai mana itu merupakan salah
satu dari tujuan negara.
36
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Peran Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta Dalam
Meningkatkan Kesadaran Membayar Pajak Penghasilan Orang Pribadi
1. Sejarah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta
Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta
merupakan rangkaian yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah
perkembangan perpajakan di Indonesia, khususnya bagi perkembangan
perpajakan di Kota Surakarta sendiri.
Sesuai dasar hukum pembentukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Kota Surakarta adalah KEP-141/PJ/2007 tanggal 3 Oktober 2007 tentang
penerapan organisasi, tata kerja dan saat mulai beroperasinya kantor
wilayah direktorat jenderal pajak Jawa Tengah II dan kantor wilayah
direktorat jenderal pajak daerah istimewa Yogyakarta, serta kantor
pelayanan pajak pratama dan kantor pelayanan, penyuluhan dan konsultasi
perpajakan di lingkungan kantor wilayah direktorat jendera) pajak jawa
tengah I, kantor wilayah direktorat jenderal pajak jawa tengah II, dan
kantor wilayah direktorat jenderal pajak Daerah Istimewa Yogyakarta.
Alasan terbentuknya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota
Surakarta ini karena begitu banyak wajib pajak yang terdapat di wilayah
Kota Surakarta ini, sehingga mengakibatkan pelayanan yang kurang
efektif dan efektifitas dalam melayani wajib pajak maka didirikanlah
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta yang beralamat di Jalan
K.H. Agus Salim No. 1 Surakarta - 57147, dengan kode wilayah Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota
Surakarta adalah 526, dengan wilayah kerja meliputi beberapa kecamatan,
yaitu Kecamatan Banjarsari, Kecamatan Jebres, Kecamatan Laweyan,
Kecamatan Pasar Kliwon, Kecamatan Serengan.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kola Surakarta merupakan suatu
lembaga yang bernaung di bawah Ditjen Pajak yang didirikan untuk
36
37
menempatkan pajak sebagai salah satu perwujudan bagi warga Negara RI
dalam menjunjung tinggi hak dan kewajiban warga Negara itu sendiri.
Kewajiban yang diwujudkan di dalam pembayaran pajak ini merupakan
penunjang dalam pembiayaan pengeluaran Negara dan menyukseskan
pembangunan nasional yang hasilnya dapat dirasakan oleh warga Negara
RI sendiri termasuk wajib pajak itu sendiri yang merupakan haknya untuk
merasakan hasil dari suksesnya pembangunan.
2. Kedudukan Tugas dan Fungsi Pokok Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Kota Surakarta
a. Kedudukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta sebagai unsur
perpajakan di bidang pelaksanaan pelayanan pajak di Kota Surakarta.
Di pimpin oleh seorang Kepala Badan yang dalam melaksanakan tugas
berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direkorat Jendral
Pajak.
b. Tugas Pokok Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta
1) Melaksanakan pelayanan,
2) Pengawasan administrative dan
3) Pemeriksaan sederhana terhadap Wajib Pajak di bidang Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah dan Pajak Tidak Langsung
4) Lainnya dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
c. Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta
Dalam melaksanakan tugasnya, Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Kota Surakarta mempunyai flings!:
1) pengumpulan dan pengolahan data, penyajian informasi
perpajakan, pengamatan potensi perpajakan dan ekstensifikasi
Wajib Pajak
2) penelitian dan penatausahaan surat pemberitahuan tahunan, surat
pemberitahuan masa serta berkas Wajib Pajak
38
3) pengawasan pembayaran masa Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambah-an Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan
Pajak Tidak Langsung Lainnya
4) penatausahaan piutang pajak, penerimaan, penagihan, penyelesaian
keberatan, penatausahaan banding, dan penyelesaian restitusi Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya;
5) pemeriksaan sederhana dan penerapan sanksi perpajakan;
6) penerbitan surat ketetapan pajak;
7) pembetulan surat ketetapan pajak;
8) pengurangan sanksi pajak;
9) penyuluhan dan konsultasi perpajakan;
10) pelaksanaan administrasi Kantor Pelayanan Pajak.
3. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota
Surakarta
Kantor Pelayanan Pajak adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal
Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. Kantor Pelayanan Pajak
mempunyai tugas melaksanakan pelayanan, pengawasan administratif, dan
pemeriksaan sederhana terhadap Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan,
Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan Pajak
Tidak Langsung Lainnya dalam wilayah wewenangnya berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Susunan Organisasi Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta terdiri dari:
a. Kepala Kantor
b. Sub. Bagian Umum
c. Seksi Pengolahan data dan informasi
d. Seksi Pelayanan
e. Seksi Penagihan
f. Seksi Pengawasan dan Konsultasi
g. Seksi Peraeriksaan
39
h. Kelompok Fungsional pemeriksa
i. Account Representative
j. Staf
Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota
Surakarta dirancang dan dibentuk sesuai dengan prinsip modernisasi yaitu
dengan berbasis "fungsi". Perubahan paradigma organisasi ini guna
memberikan pefayanan yang terbaik dan pelayanan prima kepada Wajib
Pajak. Dengan berbasis "fungsi" ini, seluruh unit kerja akan dapat
memberikan pelayanan penuh secara optimal kepada Wajib Pajak. Berikut
ini penulis sajikan bagan struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Kota Surakarta.
Gambar 3 : Bagan Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Kota Surakarta
4. Uraian Tugas Jabatan Struktural Organisasi Kantor Felayanan Pajak
Pratama Kota Surakarta
Adapun tugas pokok Sub Bagian dan Seksi adalah sebagai berikut:
a. Sub Bagian Umum : melaksanakan urusan kepegawaian, keuangan,
tata usaha dan rumah tangga.
b. Seksi Pengolahan data dan informasi : melakukan pengumpulan,
pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan,
penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan,
40
pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan
e-Filing serta penyiapan laporan kerja.
c. Seksi Pelayanan : melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum
perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan,
penerimaan dan pengelolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan
surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan regristrasi Wajib
Pajak, serta melakukan kerjasama perpajakan.
d. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (ada 4 Seksi) : masing-masing seksi
mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban
perpajakan Wajib Pajak, bimbingan/himbauan dan konsullasi teknis
perpajakan kepada Wajib Pajak, penyusunan profil Wajib Pajak
(company profil), analisis kerja Wajib Pajak, melakukan rekonsiliasi
data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intetisifikasi serta evaluasi
hasil banding.
e. Seksi Pemeriksaan: melakukan penyusunan rencana pemeriksaan,
pengawasan pelaksaan aturan pemeriksaan, penerbit dan penyaluran
Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3), serta administrasi
pemeriksaan perpajakan lainya
f. Seksi Penagihan: melakukan urusan penatausahaan piutang pajak,
penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan
penghapusan piutang pajak, penyimpanan dokumen-dokumen
penagihan.
g. Kelompok Fungsional pemeriksa: melakukan kegiatan sesuai dengan
jabatan fungstonal masing-masing di bidang pemeriksaan berdasarkan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
41
5. Dasar Hukum Pelaksanaan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota
Surakarta dalam Meningkatkan Kesadaran Membayar Pajak Orang
Pribadi
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta sesuai dengan
adanya program sadar membayar pajak berwenang untuk melakukan
program-program peningkatan kesadaran membayar pajak sesuai dengan
kemampuan masing-masing wilayah dalam hal ini di Kota Surakarta. Hal
ini dilakukan untuk meningkatkan pendapatan negara dan menyadarkan
masyarakat tentang arti pentingnya pajak demi peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Namun demikian, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota
Surakarta dalam menjalankan kewenangannya untuk mengadakan dan
melaksanakan program peningkatan kesadaran masyarakat untuk
membayar pajak, tetap harus memperhatikan ketentuan hukum yang sudah
ada. Hal ini agar dalam menjalankan kewenangannya Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Kota Surakarta mempunyai dasar hukum yang jelas.
Dasar hukum yang digunakan dalam pelaksanaan kesadaran
membayar pajak adalah Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang
Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Undang-Undang Nomor 36
tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan dijelaskan bahwa yang menjadi subyek pajak
adalah orang pribadi, badan, dan bentuk usaha tetap. Dalam hal ini sasaran
dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta dalam peningkatan
pajak penghasilan adalah orang pribadi. Dengan demikian pelaksanaan
peningkatan kesadaran membayar pajak yang dilakukan oleh Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta mengacu pada Undang-Undang
tersebut dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan dijelaskan bahwa yang menjadi obyek pajak
penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
42
atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari dalam maupun luar
negeri yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Dari ketentuan tersebut Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta
melakukan peningkatan kesadaran membayar pajak untuk menambah
kekayaan dan konsumsi negara.
Dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan disebutkan bahwa besamya penghasilan kena
pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan
berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk yang sebutkan dalam
huruf a butir 2 biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah,
gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan dalam bentuk uang.
Jadi hal tersebut yang menjadi obyek pajak orang pribadi dalam
pelaksanaan peningkatan kesadaran membayar pajak yang dilakukan oleh
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta.
Kemudian Pasal 9 ayat (1) huruf i menjelaskan bahwa untuk
menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak dalam
negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan biaya yang
dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau
orang yang menjadi tanggungannya. Dengan demikian, biaya untuk
keperluan pribadi wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya,
pada hakikatnya merupakan penggunaan penghasilan oleh wajib pajak
yang bersangkutan.
6. Pelaksanaan Peniagkatan Kesadaran Membayar Pajak Penghasilan
Orang Pribadi
Kesadaran kritis (critical consciousness), sebagaimana Paulo
Freire (2003) tampaknya telah ada pada publik. Kesadaran kritis diartikan
sebagai kesadaran yang melihat aspek sistem dan struktur sebagai sumber
masalah. Masyarakat melihat bahwa sistem perpajakan yang ada masih
belum memadai untuk diterapkan pada masyarakat. Dari sudut pandang
43
publik, sistem tidak hanya sekedar tnenyangkut pembayaran pajak pada
internet-banking (e-payment), pendaftaran nomor pokok Wajib Pajak
(NPWP) melalui peralalan elektranik (e-registration), atau pelaporan SPT
yang juga eleklronik (e-filling) sebagaimana berkembang, tetapi juga
menyangkut aparat maupun petugas pajak (fiskus) di lapangan. Artinya,
dukungan sistem yang baik tanpa fiskus yang jujur pajak tidak akan
menjadi apa-apa.
Sistem pajak, dalam pandangan publik tidak selalu mengandung
pengertian 'pemungutan' pajak, namun juga mengandung pengertian
sosialisasi pajak itu sendiri. Karena itu, sence of duty serta sence of
obligation fiskus pajak lebih dituntut oleh publik. Karena publik
menyadari bahwa pemahaman mereka tentang perpajakan masih belum
optimal, khususnya tentang Pajak penghasilan (PPh). Up grade sistem
pelayanan memang haras dilakukan, tetapi masyarakat kelas bawah yang
relatif tidak mempunyai akses yang cukup terhadap sistem itu menjadi
tidak tergarap potensi pajaknya.
Faktor kesadaran publik terhadap pajak sebetulnya bukan karena
faktor-faktor 'kesadaran' itu sendiri, tetapi publik lebih taat dan takut
terhadap hukum ketimbang kesadaran. Semestinya hal ini dapat direduksi
dan dieliminasi dengan memberikan kepercayaan (trust) pada publik
bahwa fiskus juga konsisten terhadap etika dan norma pekerjaan yang
dilakukannya. Trust, kata Fukuyama (2002), dapat muncul
karenakohesifitasantarakebajikansosial dan modal sosial (social capital).
Trust seperti kejujuran, sence of obligation, dengan demikian menjadi
modal utama bag! timbulnya kesadaran masyarakat dalam membayar
pajak.
Dari hasil penelitian di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta
dalam upaya peningkatan kesadaran membayar pajak penghasilan orang
pribadi, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta sesuai hasil
wawancara dengan Bapak Gathot Subroto selaku Kepala Seksi
44
Pengawasan dan Konsultasi 1 dapat dijelaskan langkah- langkah
pelaksanaan sebagai berikut:
a. Mengadakan Sosialisasi
Dalam hal mengadakan sosialisasi mengenai masatah
perpajakan kepada masyarakat, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota
Surakarta khususnya melalui seksi pelayanan bersama staf telah
melakukan beberapa cara atau metode, yaitu:
1. media massa, dalam hal ini Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota
Surakarta mensosialisasikan hal-hal yang berhubungan dengan
kesadaran membayar pajak melalui media televisi yaitu bekerja
sama dengan TA TV dalam waktu penayangan antara pukul 14.00 -
17.00 WIB serta melalui media radio yaitu bekerja sama dengan
Solo Pos FM. Hal ini dikarenakan lebih menjangkau kepada
masyarakat untuk dapat lebih memahami dan mengetahui tentang
periunya kesadaran membayar pajak.
2. penyuluhan langsung, Penyampaian dalam metode ini melibatkan
langsung para staf Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta
dengan wajib pajak. Tempat dilaksanakan untuk mensosialisasikan
tersebut diantaranya di Kantor Kelurahan se-Surakarta sudah
hampir tujuh puluh persen antara lain, kelurahan Mojosongo,
Kampung Sewu, Keratonan, Sangkrah dan Kantor Instansi
Pemerintah seperti Dinas Pekerjaan Umum, Tata Kota, Kesehatan,
Pendidikan Pemuda dan Olahraga, Lalu Lintas dan Angkutan jalan,
Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal, Tenaga Kerja
serta kantor maupun perusahaan milik swasta dan BUMN seperti
Kantor Keuangan Daerah, Kantor Pengelolaan Aset Daerah, Bank
BCA, PT Telkom, PT KA1. Sasaran penyuluhan tersebut yaitu
pegawai negeri atau swasta dan para pensiunan pegawai negeri
yang berpenghasilan kena pajak.
45
b. Penyebaran Info
Penebaran info adalah salah satu cara yang dilakukan oleh
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta, dalam metode ini
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta melalui seksi
pengawasan dan informasi beserta account reprecentative melakukan
dengan cara, yaitu:
1. display pajak, metode ini hampir sama dengan metode iklan, akan
tetapi dalam metode ini menggunakan berbagai macam sarana
seperti penyebaran pamfJet setiap 3 bulan, pemasangan baliho ,
pemasangan spanduk-spanduk di kantor, bank serta pusat
perbelanjaan, serta brosur pajak yang isinya mengenai jenis-jenis
pajak serta tulisan untuk mengajak para Wajib Pajak untuk
memenuhi kewajibannya dalam hal membayar pajak. Metode ini di
gunakan agar lebih memasyarakatkan tentang kesadaran membayar
pajak di wilayah Kota Surakarta.
2. penerbitan buku pajak, cara ini di tempuh oleh Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Kota Surakarta agar masyarakat lebih mengenai
serta memahami berbagai jenis pajak, bagaimana cara membayar
pajak sehingga masyarakat lebih mudah dalam mengidentifikasi
pajak dan juga kewajiban pajak apa yang harus dipenuhi atau di
bayar oleh masyarakat selaku wajib pajak.
B. Faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam meningkatkan kesadaran
membayar Pajak Penghasilan Orang Pnbadi dan Solusinya
1. Faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam meningkatkan
kesadaran membayar Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Dari hasil wawancara dengan Bapak Gathot Subroto selaku Kepala
Seksi Pengawasan dan Konsultasi 1 dapat diperoleh hasil penelitian
mengenai faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam meningkatkan
kesadaran membayar Pajak Penghasilan Orang Pribadi ialah sebagai
berikut:
46
a. Ditinjau dari sudut pandang Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
Kota Surakarta
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Gatot Subroto
dijelaskan bahwa pembayaran pajak yang dilakukan di bank mungkin
terkendala dengan sistem on-line yang dilaksanakan oleh bank tersebut
sering terjadi permasalahan atau hank dengan sistem tersebut. Hal ini
sangat menggangu dalam pembayaran dan menggangu kenyamanan
wajib pajak karena kemungkinan harus menunggu lama dalam proses
pembayaran pajak tersebut.
Resistensi pada pajak yang negatif dari wajib pajak sendiri
membuat kesadaran untuk membayar pajak dari masyarakat
berkurang. Hal ini mengakibatkan berkurangnya penghasilan yang
diperoleh negara karena kesadaran untuk membayar pajak berkurang.
b. Wajib Pajak
Dilihat dari sudut pandang wajib pajak, masih banyak wajib
pajak yang belum paham mengenai Surat Pemberitahuan Tahunan
(SPT). Kemudian wajib pajak berhak untuk mengajukan penangguhan
untuk pembayaran pajak, hal ini secara tidak langsung akan
menghambat dalam hal peningkatan kesadaran pembayaran pajak.
2. Solusi yang menjadi hambatan dalam meningkatkan kesadaran
membayar pajak penghasilan orang pribadi
Setelah melihat berbagai hambatan dalam pelaksanaan peningkatan
membayar pajak Penghasilan Orang Pribadi dari hasil wawancara dengan
Bapak Gathot Subroto selaku Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi I
memberikan solusi, yaitu:
a) dalam hal penggunaan sistem on-line yang sering teijadi permasalahan
atau hank, maka Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta bersama
dengan Pihak Bank BRI biasanya melayani pembayaran secara manual
dengan memperpanjang waktu pembayaran pajak yang semestinya
pelayanan pembayaran pajak dari pukul 08.00- 16.30 WIB menjadi
pukui 17.00 WIB.
47
b) dilakukan kampanye atau sosialisasi mengenai kesadaran untuk
peningkatan membayar pajak lebih digencarakan sejak usia dini agar
masyarakat selaku wajib pajak sadar akan pentingnya pajak bag'
negara. Kemudian tnelakukan pendekatan langsung kepada masyarakat
sejak dini agar nantinya kesadaran untuk membayar pajak dapat terbina
di dalam diri masyarakat.
c) serta adanya kerja sama antara Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Surakarta dengan Bank Negeri maupun Swasta dalam hal peminjaman
kredit yang diberlakukannya sebuah aturan kepada pihak peminjam
yaitu harus melampirkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai
syarat mengajukan pinjaman kredit bank. Hal ini juga ikul mcndukung
dalam membina kesadaran membayar pajak khusunya Pajak
Penghasilan.
d) Adanya sistem antrian yang merupakan efisiensi dari segi pelayanan
yang dilakukan oleh Kantor Pajak Pratama Kota Surakarta turut
memperlancar bag! wajib pajak yang akan menjalankan kewajibannya
yaitu membayar pajak.
Hambatan-hambatan serta solusi diatas yang telah penulis jelaskan,
maka berdasarkan Tugas serta Fungsi Pokok Kantor Pelayanan Pajak
berdasarkan Keputusan Presiden No 84 Tahun 2001 tentang kedudukan,
tugas, fungsi susunan organisasi, dan tata kerja instansi vertikal di
lingkungan Departemen Keuangan, Kantor Pajak Pratama Kota Surakarta
telah menjalankan tugas serta fungsinya dengan baik yang juga akan
berdampak penghasilan negara di bidang pajak khususnya Pajak
Penghasilan.
48
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Peran Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta dalam meningkatkan kesadaran
membayar pajak penghasilan orang pribadi dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Dari hasil analisis deskriptif bahwa peran Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Kota Surakarta dalam meningkatkan kesadaran membayar pajak
penghasilan orang pribadi dapat berjalan dengan baik serta sudah sesuai
dengan tugas dan rungs! pokoknya. Dalam hal ini Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Kota Surakarta melaksanakan perannya dalam meningkatkan
kesadaran membayar pajak penghasilan orang pribadi dengan cara
Preventive atau pencegahan
2. Hambatan yang muncul dalam pelaksanaan kesadaran membayar pajak
tergolong dalam tnasalah teknis pembayaran pajak dengan sistem online.
Serta masalah sosiologis mengenai resistetisi pada pajak yang negatif dari
wajib pajak sendiri. Hal ini mengakibatkan berkurangnya penghasilan
yang diperoleh negara karena kesadaran untuk membayar pajak berkurang.
Solusi untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut adalah melayani
pembayaran secara manual serta dilakunya kampanye peningkatan
kesadaran membayar pajak.
B. Saran-Saran
Kantor Pajak Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta pada khususnya
harus lenbih bisa meningkatkan kesadaran membayar pajak dari wajib pajak
dengan cara:
1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta harus lebih transparansi
dalam mengelola hasil pendapatan pajak dengan cara memberikan
informasi atau laporan kerja pertahun kepada masyarakat baik melalui
48
49
media massa atau pun memuatnya di papan pengumuman Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta.
2. Meningkatkan kepercayaan para wajib pajak di Surakarta kepada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Surakarta melalui sosialtsasi tentang art!
pentingnya serta manfaat dalam membayar pajak dengan cara memberikan
gambaran secara nyata tentang penggunaan hasil pajak khususnya pajak
penghasilan orang pribadi pada setiap sosialisasi secara berkaia.
50
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Badudu - Zein. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Balai Pustaka, Jakarta. Erly Suandy, 2000. Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta
Fidel. 2008. Pajak Penghasilan (Pembahasan UU No. 36/2008 tentang Pajak Penghasilan Dengan Komentar Pasal Per Pasal). Jakarta :Carofm Publishing.
Hadi Purnomo. 2004. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak. Dtrektorat Jendral Pajak. Jakarta.
HB Sutopo. 2002. Pengantar Penelitian Kualitatif (Dasar-Dasar Teoritis dan Praktis). Pusat Penelitian Surakarta.
Koentjoroningrat. 1993. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia.
Lexi J Maleaong. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Liberty Pandiangan, 2009. Modernisasi Pelayanan Perpajakan. Jakarta: Elex Media.
Mardiasmo. 2008, Perpajakan edisi Revisi 2008. Yogyakarta : CV. Andy Offset.
Safri Numata. 2005. Pengantar Perpajakan. Yayasan Obor Indonesia. Santoso
Brotodiharjo. 1989. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Yogyakarta
Soerjono Soekanto. 2001. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas Indonesia Ul-Pers.
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : CV. Alfabeta
Sutrisno Hadi. 1989. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Waluyo dan Wirawan B. Ilyas. 2000. Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Cetakan II, Jakarta.
51
Winarno Surachman. 1990. Pengantar Penelitian flmiah. Bandung: Tarsito.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 98/KMK.01/2006 tentang Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak yang telah menginplementasikan organisasi modem.
Website
http://www.pajak.go.id/index. php?option=comjx)ntent&view=article&id=7285& Itemid=l75 (Diakses tanggal 25 Juli 2009)
http://www. wlkipedia.. org/w/index.php.title=Pajak (Diakses tanggal 15 Juli 2009)
wikipedia- orgAv/index.php.title=Paiak Penghasilan (Diakses tanggal