pasien tidak sadar
-
Upload
arifebriantari -
Category
Documents
-
view
42 -
download
0
description
Transcript of pasien tidak sadar
MERAWAT PASIEN TIDAK SADAR
I. Pengertian
Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu. (Corwin, 2001)
Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana seseorang mengenal/
mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya. (Padmosantjojo, 2000)
Penurunan kesadaran adalah keadaan dimana penderita tidak sadar dalam arti tidak
sengaja / tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang
normal terhadap stimulus.
Kesadaran yang utuh adalah suatu keadaan individu sadar akan dirinya dan
lingkungannya menghadapi stimulasi yang adekuat. Sedangkan kesadaran menyangkut
tingkat kesadaran ( Kualitatif - kuantitatif) dan isi kesadaran.
Kesadaran yang utuh tergantung dari integritas dan interaksi antara:
1. ARAS (Ascending Reticuler Activating System)
Kumpulan substansia drisea di bagian sentral batang otak bagian rostral(atas), mulai dari
mielum sampai di subtalamus(terutama di mesenfalon dan hipotalamus), menentukan
tingkat kesadaran, wakefullness - araeousel / keterjagaan (keadaan yang berhubungan
dengan respon E, V dan M.
2. Korteks di hemisfer serebri kiri yang utuh, merupakan substract anatomis untuk
kebanyakan komponen psikologik yang khusus,berbahasa, ingatan, intelektual, dan
tanggapan proses pembelajaran. Dalam mekanismenya digiatkan oleh thalamus,
hipotalamus, mesenfalon, tegmentum pontis bagian rostral.
3. Fungsi luhur /kortikal luhur/ higher cortical function adalah kemampuan otak untuk
berinteraksi dengan sekitarnya.
II. Penyebab Kondisi Pasien Tidak Sadar
Untuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan – kemungkinan penyebab
penurunan kesadaran dengan istilah “ SEMENITE “ yaitu :
1. S : Sirkulasi
Meliputi stroke dan penyakit jantung, Syok (shock) adalah kondisi medis tubuh
yang mengancam jiwa yang diakibatkan oleh kegagalan sistem sirkulasi darah dalam
mempertahankan suplai darah yang memadai. Berkurangnya suplai darah
mengakibatkan berkurangnya suplai oksigen ke jaringan tubuh. Jika tidak teratasi
maka dapat menyebabkan kegagalan fungsi organ penting yang dapat mengakibatkan
kematian. Kegagalan sistem sirkulasi dapat disebabkan oleh Kegagalan jantung
memompa darah, terjadi pada serangan jantung.
Berkurangnya cairan tubuh yang diedarkan. Tipe ini terjadi pada perdarahan besar
maupun perdarahan dalam, hilangnya cairan tubuh akibat diare berat, muntah maupun
luka bakar yang luas.
Shock bisa disebabkan oleh bermacam-macam masalah medis dan luka-luka
traumatic, tetapi dengan perkecualian cardiac tamponade dan pneumothorax, akibat
dari shock yang paling umum yang terjadi pada jam pertama setelah luka-luka
tersebut adalah haemorrhage (pendarahan).
Shock didefinasikan sebagai ‘cellular hypoperfusion’ dan menunjukan adanya
ketidakmampuan untuk memelihara keseimbangan antara pengadaan ‘cellular
oxygen’ dan tuntutan ‘oxygen’. Progress Shock mulai dari tahap luka hingga
kematian cell, kegagalan organ, dan pada akhirnya jika tidak diperbaiki, akan
mengakibatkan kematian organ tubuh. Adanya peredaran yang tidak cukup bisa cepat
diketahui dengan memasang alat penerima chemosensitive dan pressure-sensitive
pada carotid artery. Hal ini, pada gilirannya dapat mengaktivasi mekanisme yang
membantu mengimbangi akibat dari efek negative, termasuk pelepasan
catecholamines (norepinephrine dan epinephrine) dikarenakan oleh hilangnya syaraf
sympathetic ganglionic; tachycardia, tekanan nadi yang menyempit dan hasil batasan
disekeliling pembuluh darah (peripheral vascular) dengan mendistribusi ulang aliran
darah pada daerah sekitar cutaneous, splanchnic dan muscular beds. Dengan
demikian, tanda-tanda awal dari shock tidak kentara dan mungkin yang tertunda
hanyalah pemasukkan dari pengisian kapiler, tachycardia yang relatip dan
kegelisahan.
2. E : Ensefalitis
Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang mungkin
melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan.
3. M : Metabolik
Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum.
Etiologi hipoglikemia pada DM yaitu hipoglikemia pada DM stadium dini,
hipoglikemia dalm rangka pengobatan DM yang berupa penggunaan insulin,
penggunaan sulfonil urea, bayi yang lahir dari ibu pasien DM, dan penyebab lainnya
adalah hipoglikemia yang tidak berkaitan dengan DM berupa hiperinsulinisme
alimenter pos gastrektomi, insulinoma, penyakit hati yang berat, tumor
ekstrapankreatik, hipopitiutarism
Gejala-gejala yang timbul akibat hipoglikemia terdiri atas 2 fase. Fase 1 yaitu
gejala-gejala yang timbul akibat aktivasi pusat autonom di hipotalamus sehingga
dilepaskannya hormon efinefrin. Gejalanya berupa palpitasi, keluar banyak keringat,
tremor, ketakutan, rasa lapar dan mual. gejala ini timbul bila kadar glukosa darah
turun sampai 50% mg. Sedangkan Fase 2 yaitu gejala-gejala yang terjadi akibat mulai
terjadinya gangguan fungsi otak , karena itu dinamakan juga gejala neurologi.
Gejalanya berupa pusing, pandang kabur, ketajam mental menurun, hilangnya
keterampilan motorik halus, penurunan kesadaran, kejang-kejang dan koma.gejala
neurologi biasanya muncul jika kadar glukosa darah turun mendekati 20% mg.
Pada pasien ini menurut gejalanya telah memasuki fase 2 karena telah terjadi
gangguan neurologik berupa penurunan kesadaran, pusing, dan penurunan kadar
glukosa plasma mendekati 20 mg%.dan menurut stadiumnya pasien telah mengalami
stadium gangguan otak karena terdapat gangguan kesadaran.
Pada pasien DM yang mendapat insulin atau sulfonilurea diagnosis hipoglikemia
dapat ditegakan bila didapatkan gejala-gejala tersebut diatas. Keadaan tersebut dapat
dikonfirmasikan dengan pemeriksaan glukosa darah. Bila gejalanya meragukan
sebaiknya ambil dulu darahnya untuk pemeriksaan glukosa darah. Bila dengan
pemberian suntik bolus dekstrosa pasien yang semula tidak sadar kemudian menjadi
sadar maka dapat dipastiakan koma hipogikemia.sebagai dasar diagnosis dapat
digunakan trias whipple, yaitu gejala yang konsisten dengan hipoglikemia, kadar
glukosa plasma rendah, gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat
Prognosis dari hipoglikemia jarang hingga menyebabkan kematian. Kematian
dapat terjadi karena keterlambatan mendapatkan pengobatan, terlalu lama dalam
keadaan koma sehingga terjadi kerusakan jaringan otak.
4. E : Elektrolit
Misalnya diare dan muntah yang berlebihan. Diare akut karena infeksi dapat
disertai muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau
kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi
yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan
hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut.
Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata
cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta
suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam
karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat
pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan
Kussmaul). Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat
berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah
menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan
kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul
aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun
sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul
penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
5. N : Neoplasma
Tumor otak baik primer maupun metastasis, Muntah : gejala muntah terdapat
pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih sering dijumpai pada
tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat proyektil dan tak disertai dengan
mual. Kejang : bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada
25% kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab
bangkitan kejang adalah tumor otak. Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak
di korteks, 50% pasien dengan astrositoma, 40% pada pasien meningioma, dan 25%
pada glioblastoma.
Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial (TTIK) : berupa keluhan nyeri kepala di
daerah frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari dan malam hari, muntah
proyektil dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan papil udem.
6. I : Intoksikasi
Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara
menyeluruhmisalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh
gangguan ARAS di batangotak, terhadap formasio retikularis di thalamus,
hipotalamus maupun mesensefalon Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi
menjadi dua, yakni gangguan derajat(kuantitas, arousal wake f ulness) kesadaran dan
gangguan isi (kualitas, awareness alertness kesadaran). Adanya lesi yang dapat
mengganggu interaksi ARAS dengan korteks serebri, apakahlesi supratentorial,
subtentorial dan metabolik akan mengakibatkan menurunnya kesadaran.
Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat menyebabkan
penurunan kesadaran, Menentukan kelainan neurologi perlu untuk evaluasi dan
manajemen penderita. Pada penderita dengan penurunan kesadaran, dapat ditentukan
apakah akibatkelainan struktur, toksik atau metabolik. Pada koma akibat gangguan
struktur mempengaruhi fungsi ARAS langsung atau tidak langsung. ARAS
merupakan kumpulanneuron polisinaptik yang terletak pada pusat medulla, pons dan
mesensefalon, sedangkan penurunan kesadaran karena kelainan metabolik terjadi
karena memengaruhi energi neuronal atau terputusnya aktivitas membran neuronal
atau multifaktor. Diagnosis banding dapat ditentukan melalui pemeriksaan
pernafasan, pergerakan spontan, evaluasisaraf kranial dan respons motorik terhadap
stimuli.
7. T : Trauma
Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural, perdarahan
subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada. Cedera pada dada dapat mengurangi
oksigenasi dan ventilasi walaupun terdapat airway yang paten. Dada pasien harus
dalam keadaan terbuka sama sekali untuk memastikan ada ventilasi cukup dan
simetrik. Batang tenggorok (trachea) harus diperiksa dengan melakukan rabaan untuk
mengetahui adanya perbedaan dan jika terdapat emphysema dibawah kulit. Lima
kondisi yang mengancam jiwa secara sistematik harus diidentifikasi atau ditiadakan
(masing-masing akan didiskusikan secara rinci di Unit 6 - Trauma) adalah tensi
pneumothorax, pneumothorax terbuka, massive haemothorax, flail segment dan
cardiac tamponade. Tensi pneumothorax diturunkan dengan memasukkan suatu
kateter dengan ukuran 14 untuk mengetahui cairan atau obat yang dimasukkan
kedalam urat darah halus melalui jarum melalui ruang kedua yang berada diantara
tulang iga pada baris mid-clavicular dibagian yang terkena pengaruh. Jarum
pengurang tekanan udara dan/atau menutupi luka yang terhisap dapat memberi
stabilisasi terhadap pasien untuk sementara waktu hingga memungkinkan untuk
melakukan intervensi yang lebih pasti. Jumlah resusitasi diperlukan untuk suatu
jumlah haemothorax yang lebih besar, tetapi kemungkinannya lebih tepat jika
intervensi bedah dilakukan lebih awal, jika hal tersebut sekunder terhadap penetrating
trauma (lihat dibawah). Jika personalia dibatasi melakukan chest tube thoracostomy
dapat ditunda, tetapi jika pemasukkan tidak menyebabkan penundaan transportasi ke
perawatan yang definitif, lebih disarankan agar hal tersebut diselesaikan sebelum
metransportasi pasien.
8. E : Epilepsi
Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat menyebabkan
penurunan kesadaran.
Menurut Plum F dan Saper CB membagi penyebab gangguan kesadaran menjadi 3 bagian
yaitu:
1. Gangguan tingkat kesadaran
a. Lesi distruktif yang mempengaruhi mekanisme kesadaran
- kerusakan difus bilateral otak bagian depan
- kerusakan disensefalon
- kerusakan midbrain atas
b. Lesi kompresi yang mempengaruhi mekanisme kesadaran
- Hidrosefalus
- Herniasi central
- Herniasi unkus
- Herniasi keatas masa di ensephalon
- Hompresi pons akibat masa disereberal
2. Gangguan isi kesadaran
- Anterograde amnesia
- Afasia
- Apraksia
- Defisit spasial (amorfosintesis)
- Gangguan perhatian
3. Gangguan kesadaran umum (general disorders of conciousness)
- Encephalopati akut : penyakit multifaktlrial, penyakit metabolik difus
- Encephalo kronis : retardasi mental, demensia, persistent vegetatif state.
Mekanisme terjadinya gangguan kesadaran:
1. Proses supratentorial dapat menyebabkan penurunan tingkat kesadaran
a. Disfungsi difus kortikal dari korteks serebri, seperti ensefalitis, neoplasma,trauma
kepala tertutup dengan perdarahan, empiema subdural ( akumulasi nanah) Intra
serebral ( perdarahan, infark, emboli, dan tumor).
b. Disfungsi subkortikal bilateral seperti, traum batang otak
c. Kelainan lokal hemesfer sereberi disebabkan masa yang menjepit , menekan struktur
bagian dalam diensefalon,herniasi mengganggu thalamus dan activating hipotalamus.
2. Proses infratentorial yg menyebabkan penurunan kesadaran :
a. Destruksi langsung pada ARAS
b. BO rusak akibat invasi langsung ( demeilinisasi, neoplasma, granuloma, abses trauma
kapitis) atau tudak langsung
c. Kompressi ARAS:
Tekanan langsung pada pons dan midbrain sehingga terjadi iskemik dan edema
neuron
Herniasi ke atas serebelum menekan atas dari midbrain dan diensefalon
Herniasi ke bawah melalui foramen magnum , menekan dan menggeser MO
III. Menilai tingkat kesadaran pasien.
A. Penilaian kesadaran
1. Secara kualitatif
DisorientasiPermulaan kehilangan kesadaran, disorientasi ( waktu, tempat dan orang
) gangguan memori..
Compos Mentis
Kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari panca indra dan
bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari luar
maupun dari dalam. GCS score 14-15.
Apatis Mengalami acuh tak acuh terhadap kesadaran disekitar
Lethargi Keterbatasan pembicaraan, gerakan motorik spontan, dapat dibangunkan
denga pembicaraan dan perabaan normal, dapat/tidak disorientasi.
Obtudation
Kesadaran yang tumpul, keterbatasan keterjagaan, acuh terhadap
lingkuangan, mudah tidur, kecuali dirangsang secara verbal/ perabaan,
menjawab pertanyaan dengan seminimal mungkin.
Delirium
Ketidaktenangan motorik, halusinasi, disorientasi, delusi/waham.
Ketakutan dan mudah terangsang, kelainan metabolik/toksik, impending
coma.
Stupor/Sopor
Tidur yang dalam tidak responsif, hanya dapat dibangunkan/ jawaban
motorik/verbal rangsangan yang kuatdan berulang, respon
menghindar/memegang rangsangan tersebut. Score 8-10
Sopor komaMata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat
mengerang tanpa arti, motorik hanya gerakan primitif.
KomaHilangnya kesadaran, tampak seperti tidur, tidak berespon terhadap
rangsangan eksternal. Score <5
Keadaan Vegetatif
Bernapas spontan, sirkulasi normal, siklus membuka dan menutup mata
seperti tidur, tapi tidak tanggal lingkungan, sepintas penyembuhan dari
keadaan koma dan menetap sampai akhir kematian. Kelainan difus
bilateral pada korteks serebri dengan BO, trauma kapitis, hipoksikemia.
Somnolen Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan dengan
perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walau sedikit bingung,
tampak gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya menurun. Score 11-13.
2. Secara kuantitatif
Penilaian kesadaran secara kuantitatif dapat diukur melalui penilaian skala koma
(glasgow) yang dinyatakan dengan ecscelargow cuma scale dengan nilai koma
dibawah 10.
Pemeriksaan tingkat kesadaran dengan penilaian kwantitatif metode Glasgow
coma scale (GCS), yaitu suatu metode menilai tingkat kesadaran dengan scoring
yang ditemukan oleh Glasgow university dan telah dikembangkan sampai saat ini,
adapun penilaian tersebut meliputi respon dari membuka mata, respon verbal, dan
respon motorik baik.
Perintahkan pasien untuk membuka mata, menggerakkan anggota tubuh dan
menjawab pertanyaan pemeriksa, lalu observasi kemampuan ketiga aspek yang
dinilai dan beri nilai dari ketiga aspek tersebut sesuai dengan kemampuan pasien.
1. Nilai membuka mata.
a. Membuka mata sendiri secara spontan = 4
b. Membuka mata jika diajak bicara = 3
c. Membuuka mata bila dirangsang nyeri = 2
d. Tidak membuka mata dengan rangsangan apapun = 1
2. Nilai kemampuan motorik.
a. Dapat melakukan gerakan sesuai dengan perintah
= 6
b. Ada gerakan menghindari terhadap rangsangan pada beberapa tempat = 5
c. Gerakan flexi disertai gerakan abduksi bahu = 4
d. Flexi lengan disertai aduksi bahu = 3
e. Ekstensi lengan disertai aduksi bahu endorotasi bahu dan pronasi
lengan bawah =2
f. Tak ada gerakan dengan rangsangan yang cukup kuat = 1
3. Nilai kemampuan berkomunikasi
a. Berorientasi baik terhadap tempat, waktu dan orang = 5
b. Jawaban kacau terhadap pertanyaan kita = 4
c. Seperti berteriak dan tidak menanggapi pebicaraan = 3
d. Suara rintihan/ erangan = 2
e. Tidak bersuara = 1
Apabila dengan perintah pasien tidak berespon maka lakukan pemeriksaan
dengan memberi pijitan/nyeri pada area tertentu yaitu area orbita (apabila tidak ada
cidera area frontal), area ibu jari kaki, area sternum atau area lain, observasi ketiga
aspek yang dinilai dan beri nilai dari setiap aspek tersebut diatas.
Setelah diberi nilai dari setiap aspek yang dinilai maka jumlahkan
keseluruhannya dan konver kekriteria dibawah ini :
Perhitungan :
a. Ringan = 14 – 15
b. Sedang = 9 – 13
c. Berat = 3 – 8
4. Pemeriksaan tingkat kewaspadaan pasien dengan tehnik AVPU
Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien diperiksa
apakah sadar baik (alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika
dirangsang nyeri (pain), atau pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal
maupun diberi rangsang nyeri (unresponsiv)
a. Observasi kewaspadaan (Alert), apabila tidak waspada,
b. Perintahkan (Verbal) untuk melakukan sesuatu, apabila tidak ada respon maka,
c. Lakukan Permberian nyeri (Painful) pada area tertentu,
d. Dari pemeriksaan tersebut nilai nilai tingkat ketidaksadaran klien
(Unresponsive).
5. Skala ACDU
Skala ACDU adalah metode lain yang lebih sederhana dan lebih mudah dari GCS
dengan hasil yang kurang lebih sama akuratnya. Pasien diperiksa kesadarannya
apakah baik (alertness), bingung atau kacau (confusion), mudah tertidur (drowsiness),
dan tidak ada respon (unresponsiveness).
6. Menilai reflek – reflek patologis
a. Reflek Babinsky
Apabila kita menggores bagian lateral telapak kaki dengan suatu benda yang
runcing maka timbullah pergerakan reflektoris yang terdiri atas fleksi kaki dan
jari – jarinya ke daerah plantaran.
b. Reflek kremaster
Dilakukan dengan cara menggoreskan kulit dengan benda halus pada bagian
dalam (medial) paha. Reaksi positif normal adalah terjadinya kontraksi M.
Kremaster homolateral yang berakibat tertariknya atau mengerutnya testis.
Menurutnya atau menghilangnya reflek tersebut berarti adanya gangguan traktus
corticulspinal.
IV. Upaya Memelihara Kepatenan Jalan Napas Pasien
Pada perawatan pasien dengan penurunan/tidak sadar, perlu mempertahankan dan
memelihara kepatenan jalan nafas agar tidak terjadi komplikasi seperti aspirasi dan
menimbulkan akibat lanjut kekurangan oksigenasi pada cerebral.
Cara mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan memberikan posisi imobilisasi
kepala, langkah-langkah sebagai berikut:
1. Ucapkan salam saat akan berhadapan dengan pasien
2. Tempatkan pasien dengan posisi supine
3. Pertahankan posisi kepala posisi netral tanpa fleksi, ekstensi atau rotasi. Jika
menggunakan collar, jangan sampai menghambat venus return
4. Tinggikan tempat tidur sesuai dengan yang dianjurkan
5. Pertahankan aligment torso dan ekstremitas bawah. Hindari kaki fleksi terlalu ekstrem.
6. Pasang papan kaki untuk mencegah dropfoot
7. Pasang penghalang dikedua sisi tempat tidur
8. Jika pasien harus menggunakan blackboard, pertahankan posisi trendelenburg dengan
meninggikan kepala pasien
V. Teknik/cara pemantauan tanda-tanda vital dan pemantauan Status Hemodinamik
pasien
Tatalaksana pemantauan status hemodinamik
Keperawatan Mandiri
1. Oksigenasi
Monitor TTV, TIK, perdarahan bila ada (Management TIK)
Monitor tingkat kesadaran, respirasi
Monitor Oksigenasi Cerebral (AGD, dll)
2. Mempertahankan Asupan Cairan Adequat
Hitung kebutuhan, keseimbangan cairan dan elektrolit
Hitung intake – output cairan
Monitor hasil laboratorium (elektrolit, komponen lain)
3. Mempertahankan Asupan Nutrisi Adequat
Hitung kebutuhan nutrisi, tentukan kebutuhan nutrisi adequat
Berikan nutrisi per NGT / per-parenteral
Monitor hasil laboratorium (albumin, protein)
4. Eliminasi
Penuhi kebutuhan eliminasi (pasang kondom cateter, DC)
Monitor pemasangannya (catat perkembangan gangguan eliminasi)
Monitor aliran, karakteristik eliminasi urine dan bowel
Catat setiap pengeluaran / eliminasi
5. Positioning
Posisikan pasien sesuai kondisi pasien (elevasi kepala 30-40 derajat, miring kanan –
miring kiri)
Monitor dan perhatikan setiap lokasi adanya tekanan pada daerah
persendian/penonjolan
Segah terjadinya luka/gangguan integritas kulit/decubitus
Perhatikan pemberian posisi pada pasien dengan kelumpuhan (Management pasien
Paralisis)
6. Pemenuhan ADL
Personal Hygiene
Aktivitas dan mobilisasi bertahap (Rehabilitasi)
7. Perhatian pada pasien safty dan cegah adanya infeksi sekunder
Keamanan TT, pengikatan diperhatikan
Catat dan monitor alat invasif
8. Komunikasi dan edukasi keluarga
Penuhi psikososial pasien dan keluarga
Keperawatan Kolaborasi
1. Terapy Oksigenasi
2. Terapy dan pemberian cairan
3. Pemberian nutrisi – ahli gizi
4. Terapy obat-obatan yang sesuai
5. Monitor pemerikasaan paenunjang: Laboratorium dan lainnya
VI. Bentuk evaluasi dan tindak lanjut tindakan
Harus dilakukan retriase atau pemeriksaan ulang setelah melakukan tindakan
keperawatan pada pasien yang tidak sadar, selalu memonitor kondisi pasien, yaitu:
a) Kepatenan jalan nafas, pola nafas dan kondisi sirkulasi darah
b) Tingkat kesadaran
c) Oksigenasi, cairan dan elektrolit dalam batas normal
d) Asupan nutrisi adequat
e) Tidak terjadi cedera
f) Terpenuhinya kebutuhan ADL
DAFTAR PUSTAKA
Caroline, Nancy L. 1998. Emergency Care In The Street. Boston: Little Brown Company
Kepmenkes 856/Menkes/SK/IX/2009, tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rummah
Sakit, Direktorat Bina Pelayanan Medik; Depkes RI
Padmosantjojo. 2000. Keperawatan Bedah Saraf. Jakarta: Bagian Bedah Saraf FKUI.
Thomas JS. 1995. Manual Of Emergency Nursing. W.B. Saunder Company; Philadelphia