Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi Organ Multipel

38
Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi Organ Multipel Patofisiologi Terdapat beberapa hal yang penting dalam patofisiologi sepsis. Yang pertama, adalah respon pejamu, dibandingkan dengan sifat alami patogen, hal ini lebih mempengaruhi hasil akhir pasien. Kedua, monosit dan sel endotel memiliki peran utama dalam mengawali dan mempertahankan respon pejamu. Ketiga, sepsis dihubungkan dengan keterlibatan aktivasi kaskade inflamasi dan koagulasi. Pada akhirnya, dalam upaya yang dilakukan untuk melawan dan mengeliminasi pathogen, respon pejamu dapat menimbulkan kerusakan yang sejalan pada jaringan normal, mengakibatkan suatu keadaan patologi yang tidak difus, tetapi lebih dapat dikenali distribusinya secara fokal. Setiap hal-hal tersebut di atas akan dibahas satu persatu. Pentingnya respon pejamu. Beberapa temuan menunjukkan tentang pentingnya faktor pejamu dalam mempengaruhi hasil akhir pasien dengan sepsis berat. Pertama, meskipun cepatnya implementasi terapi antibiotik yang tepat, angka kematian sepsis masih cukup tinggi, antara 28% hingga 50%. Kedua, pasien sepsis dengan kultur positif dan kultur negatif atau dengan syok septik 1

description

Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi Organ Multipel

Transcript of Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi Organ Multipel

Page 1: Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi Organ Multipel

Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi

Organ Multipel

Patofisiologi

Terdapat beberapa hal yang penting dalam patofisiologi sepsis. Yang pertama,

adalah respon pejamu, dibandingkan dengan sifat alami patogen, hal ini lebih

mempengaruhi hasil akhir pasien. Kedua, monosit dan sel endotel memiliki peran

utama dalam mengawali dan mempertahankan respon pejamu. Ketiga, sepsis

dihubungkan dengan keterlibatan aktivasi kaskade inflamasi dan koagulasi. Pada

akhirnya, dalam upaya yang dilakukan untuk melawan dan mengeliminasi

pathogen, respon pejamu dapat menimbulkan kerusakan yang sejalan pada

jaringan normal, mengakibatkan suatu keadaan patologi yang tidak difus, tetapi

lebih dapat dikenali distribusinya secara fokal. Setiap hal-hal tersebut di atas akan

dibahas satu persatu.

Pentingnya respon pejamu. Beberapa temuan menunjukkan tentang

pentingnya faktor pejamu dalam mempengaruhi hasil akhir pasien dengan sepsis

berat. Pertama, meskipun cepatnya implementasi terapi antibiotik yang tepat,

angka kematian sepsis masih cukup tinggi, antara 28% hingga 50%. Kedua,

pasien sepsis dengan kultur positif dan kultur negatif atau dengan syok septik

memiliki angka kematian yang sebanding. Ketiga, pemberian antibodi anti-

endotoksin dalam jumlah besar, secara klinis tidak memberikan peningkatan

angka kelangsungan hidup. Dan yang terakhir, terdapat hubungan langsung antara

jumlah kriteria SIRS dan angka kematian, dan terdapat peningkatan lebih lanjut

dalam angka kematian pada spectrum SIRS, sepsis, sepsis berat, dan syok septik.

Yang jelas, kesuksesan terapi masa depan akan berdasarkan pada kemampuan

respon pejamu yang adekuat.

Peran monosit dan sel endotel dalam memediasi respon pejamu. Monosit,

makrofag jaringan, berbagai derivat sel myeloid lainnya, dan beberapa perluasan

sel endotel, merupakan penjuru utama dari respon imun bawaan. Sebagai lini

pertama sistem pertahanan, sel-sel ini mengenali patogen yang menginvasi

1

Page 2: Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi Organ Multipel

melalui reseptor yang berinteraksi dengan struktur mikroba yang diawetkan.

Interaksi antara pathogen dan sel pejamu menghasilkan inisiasi kaskade inflamasi

dan koagulasi (Gambar 1). Jalur ini menghasilkan mediator yang dapat larut yang

berfungsi dalam siklus autokrin dan parakrin untuk mengaktifkan monosit/

makrofag jaringan dan/atau endotel lebih lanjut.

Gambar 1. Peran monosit dan endotel dalam memediasi respon pejamu terhadap

infeksi. LPS dan/atau sel yang berkaitan dengan pathogen lainnya, mengaktifkan reseptor

pengenal pathogen (atau toll-like receptors) pada monosit, makrofag jaringan dan sel

endotel, menghasilkan pelepasan mediator inflamasi dan faktor jaringan (dengan aktivasi

berurutan dari jalur koagulasi). Bersamaan dengan produk sistem kontak (misal, kinin)

dan kaskade komplemen (misal, C5a) (tidak ditunjukkan), mediator inflamasi berfungsi

dalam siklus autokrin dan parakrin untuk mengaktifkan monosit dan endotel lokal lebih

lanjut (garis putus-putus, kiri, menunjukkan jalur parakrin). Komponen kaskade

koagulasi yang bervariasi tidak hanya mengaktifkan substrat berikutnya (menghasilkan

pembentukan fibrin), tetapi juga memicu reseptor yang diaktifkan protease pada

permukaan beberapa sel, termasuk endotel (garis putus-putus, kanan). Efek gabungan

dari LPS, mediator inflamasi, dan serine protease pada endotel dapat menghasilkan

modulasi fenotipe yang signifikan (tidak ditunjukkan). CAM adalah cell adhesion

molecules; PAF, platelet activating factor; NO, nitric oxide; ROS, reactive oxygen

species; MIP-2, macrophage inflammatory protein 2.

Aktivasi jalur inflamasi dan koagulasi. Hal ini telah diakui secara luas bahwa

respon inflamasi memiliki peran yang penting dalam memediasi fenotipe sepsis.

Patogen memicu aktivasi awal dari sistem kontak (faktor XII, prekalikrein, dan

kininogen dengan berat molekul tinggi) dan kaskade komplemen, dan

meningkatkan pelepasan mediator inflamasi secara cepat dari beberapa tipe sel

2

Page 3: Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi Organ Multipel

(contoh monosit, dan sel endotel), perubahan yang bersamaan dengan manifestasi

klinis SIRS. Secara serentak, jalur inflamasi endogen teraktivasi, yang akan

mengurangi respon inflamasi. Proses berikutnya disebut sebagai sindrom respon

kompensasi anti-inflamasi. Idealnya, kedua fase ini dikoordinasikan untuk

membantu host melawan invasi oleh pathogen. Meskipun demikian, respon

inflamasi yang berlebihan atau terus-menerus, respon anti-inflamasi yang tidak

adekuat, atau mungkin tidak serentaknya kedua fase ini dapat mengakibatkan

kerusakan jaringan dan kematian.

Di samping mengaktifkan sistem inflamasi, pathogen juga memicu kaskade

pembekuan darah. Selama terjadinya sepsis, ekspresi faktor jaringan (TF) pada

permukaan monosit dan makrofag jaringan yang beredar akan meningkat

jumlahnya, mengakibatkan aktivasi jalur ekstrinsik, peningkatan thrombin dan

pembentukan fibrin. Fibrin tidak hanya menstabilkan perlekatan platelet, tetapi

juga berperan dalam menghambat pergerakan pathogen pada permukaan leukosit,

mempermudah untuk memakan dan menghilangkan pathogen. Pembekuan darah

diawali melalui jalur ekstrinsik dan dilanjutkan melalui jalur intrinsik oleh

mekanisme yang melibatkan umpan silang dan umpan balik. Kaskade pembekuan

darah disusun oleh serangkaian reaksi yang saling berhubungan dimana serine

protease, bila teraktivasi, akan terbebas untuk mengaktifkan substrat berikutnya.

Reaksi ini terjadi pada membran fosfolipid yang teraktivasi dan pada beberapa

kasus dipercepat dengan munculnya kofaktor (faktor VIIIa dan Va). Dalam setiap

respon prokoagulan, terdapat reaksi antikoagulan yang alami. Tissue factor

pathway inhibitor (TFPI) mengontrol jalur ekstrinsik, antitrombin III (ATIII)—

heparan menetralisir serin protease dalam kaskade tersebut, meekanisme

trombomodulin (TM)/protein C/protein S akan menonaktifkan kofaktor Va dan

VIIIa, dan plasmin mengurangi pembentukan fibrin. Hemostasis

merepresentasikan keseimbangan yang sangat baik antara pembentukan

prokoagulan dan antikoagulan. Bukan hanya aktivasi jalur ekstrinsik pada sepsis,

tetapi juga terdapat penurunan respon antikoagulan alami (misal pengurangan

kadar protein C dan ATIII yang beredar, penurunan ekspresi TM pada permukaan

sel endotel, fibrinolisis yang dihambat). Pergeseran hasil ke arah status

3

Page 4: Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi Organ Multipel

prokoagulan akan mengakibatkan peningkatan thrombin, pembentukan fibrin, dan

pemakaian faktor pembekuan yang berlebihan.

Sekali teraktivasi, interaksi jalur inflamasi dan koagulasi satu sama lain akan

memperkuat respon pejamu lebih lanjut (Gambar 1). Misalnya, mediator inflamasi

meningkatkan ekspresi TF pada permukaan monosit, makrofag jaringan, netrofil,

dan mungkin beberapa bagian sel endotel yang beredar. Sebaliknya, serine

protease mampu berinteraksi dengan reseptor yang diaktifkan protease pada

permukaan monosit dan sel endotel, mengakibatkan aktivasi dan inflamasi

tambahan. Contohnya, adanya sinyal trombin dalam sel endotel akan

menghasilkan perubahan bentuk sel, permeabilitas sel, respon proliferasi, dan

adhesi leukosit. Perubahan selanjutnya dimediasi terutama oleh kemampuan

trombin untuk mempengaruhi ekspresi E-selectin, P-selectin, Molekul Adhesi

Interseluler 1 (ICAM-1) dan Molekul Adhesi Sel Vaskuler 1 (VCAM-1). Selain

itu, adanya sinyal trombin dalam sel endotel telah terbukti dapat mempengaruhi

sekresi faktor von Willebrand (VWF), meningkatkan ekspresi reseptor mRNA

yang diaktifkan protease 1 (PAR-1), IL-8, monocyte chemoattractant protein 1

(MCP-1), faktor pertumbuhan, dan matriks metalloproteinase. Kompleks TF/VIIa

dan faktor Xa juga dapat berikatan dengan reseptor yang diaktifkan protease dan

memicu respon proinflamasi. Yang terakhir, fibrin(ogen) telah terbukti akan

berinteraksi dengan sel endotel, menghasilkan sejumlah perubahan fenotip

termasuk peningkatan ekspresi IL-8. Umpan silang antara jalur inflamasi dan

koagulasi berperan dalam respon pejamu yang kuat terhadap sepsis.

Ekspresi fokal terhadap fenotip sepsis. Sifat konsisten dari lesi patologis

dalam sepsis berat dan MODS adalah distribusinya yang bersifat fokal.

Khususnya, pasien hanya mengalami disfungsi pada beberapa organ yang terbatas.

Endotel merupakan faktor yang penting pada respon fokal dalam kasus sepsis.

Seperti yang akan didiskusikan berikut, endotel menunjukkan heterogenitas yang

sangat baik dalam status kesehatan dan penyakit, memadukan perubahan sistemik

dalam inflamasi dan koagulasi dalam jalur yang berbeda dari organ satu ke organ

lainnya.

4

Page 5: Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi Organ Multipel

Peran endotel dalam menyusun respon pejamu pada sepsis

Aktivasi dan disfungsi sel endotel

Endotel merupakan organ yang sangat pervasif; Tubuh manusia mengandung

sekitar 1013 sel endotel, dengan berat 1 kg dan mencakup luas permukaan 4000 m 2

hingga 7000 m2. Di antara fungsi-fungsi lainnya, endotel memediasi tonus

vasomotor, mengatur peredaran seluler dan nutrisi, memelihara kekentalan darah,

berperan atas keseimbangan lokal dalam mediator proinflamasi dan anti-inflamasi,

berpartisipasi dalam pembentukan pembuluh darah baru, dan menjalankan

kematian sel yang direncanakan. Yang penting, tiap-tiap aktivitas tersebut diatur

dalam waktu dan tempat yang berbeda (sebuah fenomena yang disebut sebagai

heterogenitas sel endotel atau keragaman vaskuler).

Dalam kondisi normal, sel endotel sangatlah aktif, secara terus-menerus

mengartikan dan bereaksi terhadap perubahan dalam lingkungan ekstraseluler

setempat, yang mungkin muncul dalam kondisi transient bacteremia, trauma

kecil, dan beberapa stress harian lainnya. Dengan kata lain, aktivasi sel endotel

muncul sebagai respon adaptasi normal, keberadaan dan durasinya tidak hanya

tergantung pada tipe stimulus, tetapi juga pada dinamika ruang dan waktu dari

sistem tersebut. Contohnya, pada setiap waktu, sel endotel vena dan arteri dapat

memiliki respon yang berbeda terhadap setiap sinyal sistemik, sedangkan di setiap

lokasi, respon akan bervariasi dari satu waktu ke waktu, bergantung pada

kesehatan dan status keseluruhan organisme. Oleh karena itu, aktivasi sel endotel

bukanlah suatu respon menyeluruh atau respon yang tidak berarti, dan apakah

respon ini perlu dikaitkan dengan penyakit. Aktivasi sel endotel justru

merepresentasikan sebuah spektrum dari respon dan muncul dibawah pengaruh

kondisi fisiologis dan patofisiologis.

Berbagai respon endotel yang bermanfaat bagi pejamu dapat dipertimbangkan

sebagai fungsional, fisiologis atau adaptasi. Misalnya, ketika patogen menginvasi

suatu jaringan, sel endotel dipengaruhi secara lokal untuk melepaskan mediator-

mediator inflamasi, untuk menarik leukosit, dan untuk meningkatkan pembekuan

darah untuk mendirikan pertahanan terhadap infeksi. Selama proses ini, sel

endotel dapat mengalami nekrosis atau apoptosis seiring dengan jaringan yang

5

Page 6: Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi Organ Multipel

direabsorbsi dan diperbaiki. Bila kita melihat pada tingkat seluler, nekrosis

dan/atau apoptosis merupakan ekspresi akhir dari suatu disfungsi. Meskipun

demikian, bila dipertimbangkan pada konteks pertahanan pejamu yang lebih luas,

kehilangan endotel lokal merupakan bagian dari sebuah respon adaptasi yang

telah dikoordinasikan lebih luas. Mungkin analogy yang pas adalah altruism

kelompok atau pemilihan kelompok, sebuah mekanisme kerjasama yang

evolusioner pada hewan, dimana efek positif pada tingkat kelompok lebih berarti

daripada efek negatif pada tingkat individu. Istilah disfungsi sel endotel lebih

dipilih untuk kasus dimana respon sel endotel, baik lokal maupun sistemik,

menggambarkan suatu kewajiban terhadap pejamu. Misalnya, dalam kasus sepsis

berat, terdapat aktivasi endotel yang berlebih, terus-menerus dan menyeluruh.

Tanpa adanya dukungan buatan terhadap organ, sebenarnya semua pasien dengan

sepsis berat akan meninggal. Dengan kata lain, sebagian besar manusia tersebut

telah melewati ambang dari respon adaptif menjadi respon maladaptif. Sepanjang

endotel berperan dalam fenotip sepsis berat, perjalanannya dapat ditandai dengan

suatu gangguan fungsi.

Respon endotel dalam sepsis berat

Sepsis dapat meningkatkan modulasi fenotip endotel dengan berbagai

mekanisme yang berbeda. Dalam beberapa kasus, patogen secara langsung

menginfeksi sel endotel yang intak. Pada umumnya, komponen dinding sel bakteri

(seperti lipopolisakarida [LPS]) akan mengaktivasi reseptor pengenal pola pada

permukaan endotel. Akhirnya, ada banyak sekali faktor turunan pejamu yang

mengaktifkan sel endotel, termasuk komplemen, sitokin, kemokin, serin protease,

fibrin, leukosit dan trombosit yang teraktivasi, hiperglikemia, dan/atau perubahan

dalam oksigenasi atau aliran darah (lihat Tabel 1 dan Gambar 2 untuk daftar

mediator turunan pejamu)

Reaksi endotel dapat berbeda-beda tergantung pada sifat alami patogen,

genetic pejamu, komorbiditas yang mendasari, usia, jenis kelamin, dan lokasi

pembuluh darah utama. Sel endotel dapat mengalami perubahan struktural,

termasuk vakuolisasi nucleus, pembengkakan sitoplasma, fragmentasi sitoplasma,

pelepasan dan/atau pemisahan. Perubahan fungsional lebih umum terjadi dan

6

Page 7: Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi Organ Multipel

mencakup pergeseran keseimbangan hemostatis, peningkatan peredaran dan

adhesi leukosit, perubahan tonus vasomotor, penurunan fungsi pertahanan dan

kematian sel yang terprogram.

Tabel 1. Pengobatan menurut target.

Referensi tidak seluruhnya dimasukkan; tetapi disusun berdasarkan fase pemilihan dasar,fase

preklinis, fase klinis awal dan/atau fase 3 percobaan klinis, sebagaimana tinjauan yang terpilih.

*Penetapan cepat dari terapi antibiotik yang tepat memberikan jalan utama dalam terapi pasien

dengan sepsis berat.

†Fase 3 percobaan klinis telah menunjukkan tidak ada manfaat bagi angka kelangsungan hidup.

‡ Peran fisiologis utama Faktor XII bukan untuk memediasi aktivasi koagulasi, tetapi lebih

untuk meningkatkan angka dan luas aktivasi prekalikrein, menghasilkan pembentukakn

bradikinin, meningkatkan aktivitas profibrinolitik dan menghambat aktivasi trombosit yang

dimediasi trombin.

§ Fase 3 percobaan klinis telah dilakukan dan terbukti mampu meningkatkan angka

kelangsungan hidup. Derajat dimana penurunan aktivasi sel endotel terkait pengobatan yang

memiliki peran dalam manfaat keseluruhan masih belum diketahui.

7

Page 8: Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi Organ Multipel

Keberadaan prokoagulan. Mediator inflamasi dapat berinteraksi dengan sel

endotel untuk meningkatkan fenotipe prokoagulan sesungguhnya. Dalam kondisi

in vitro, penambahan LPS dan/atau sitokin pada sel endotel telah terbukti dapat

menurunkan sintesis TM, aktivator plasminogen tipe jaringan dan heparan, untuk

meningkatkan ekspresi TF dan penghambat aktivator plasminogen 1 (PAI-1), dan

untuk membentuk mikropartikel prokoagulan. Perluasan terhadap perubahan yang

terjadi pada endotel yang intak masih belum dimengerti dengan jelas. Dalam

penelitian terkini pada pasien dengan meningococcemia, kadar TM berkurang

dalam pembuluh darah mikro di kulit, sebuah efek yang akan diprediksikan untuk

menghasilkan penurunan kadar protein C aktif. Dalam percobaan tikus dengan

endotoksemia, pemberian LPS menghasilkan penurunan jumlah total antigen TM

jaringan di paru dan otak, tetapi tidak di ginjal, menunjukkan bahwa perubahan

ekspresi TM akibat sepsis dapat bervariasi pada masing-masing organ. Ketika

sepsis dihubungkan dengan peningkatan kadar PAI-1, sumber endotel PAI-1

masih belum ditentukan. Dengan beberapa pengecualian, penelitian sepsis secara

konsisten telah gagal dalam menunjukkan TF pada endotel yang intak.

Bila endotel dilihat dalam konteks lingkungan alaminya, kepemilikan

tambahan muncul yang dapat melibatkan status prokoagulan. Contohnya, sel

endotel yang teraktivasi akan menarik trombosit, monosit, dan netrofil—sel yang

mampu menginisiasi dan memperkuat koagulasi. Aktivasi endotel dapat

menghasilkan translokasi fosfolipid permukaan sel yang meningkatkan ikatan

kompleks koagulasi. Sel endotel yang mengalami apoptosis dapat

mengekspresikan sebuah fenotipe prokoagulan yang meningkat. Perkembangan

status aliran dalah yang lambat pada sepsis, yang dapat mengurangi curah jantung

secara sekunder, vasokonstriksi, atau lesi oklusif, dapat mengurangi pembersihan

serin protease yang teraktivasi, sehingga mengakibatkan pembekuan darah

tambahan.

Sebagaimana kekayaan endotel lainnya, keseimbangan hemostatis diatur

secara berbeda antar anyaman pembuluh darah. Dalam percobaan tikus dengan

endotoksemia, pemberian LPS sistemik menghasilkan pengendapan fibrin yang

spesifik organ pada ginjal dan kelenjar adrenal. Dalam penelitian lain, pemberian

8

Page 9: Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi Organ Multipel

LPS menghasilkan kadar fibrin yang dapat ditemukan di paru, tetapi tidak di otak,

dari seekor mencit liar. Penelitian lainnya membuktikan bahwa injeksi LPS pada

mencit liar berhasil meningkatkan kadar fibrin di ginjal, hepar, dan miokardium,

tetapi tidak di paru. Pada percobaan baboon dengan model sepsis, pemberian E.

coli dengan dosis lethal menghasilkan peningkatan endapan fibrin pada area

marginal dan sinusoid limpa, sinusoid hepar, glomerulus, dan pembuluh darah

peritubular ginjal, tetapi sedikit atau bahkan tidak ditemukan fibrin pada vena

porta hepar, korteks cerebrii, kulit, miokardium, atau aorta. Ketidaksesuaian pola

endapan fibrin dalam beberapa penelitian di atas mungkin berkaitan dengan

perbedaan spesies/keturunan yang diteliti, tipe model sepsis, dan/atau sifat alami

dari uji fibrin. Meskipun demikian, bila data tersebut dikumpulkan, terdapat data

yang konsisten dalam membuktikan hubungan antara sepsis dan koagulasi yang

spesifik organ.

Pada percobaan genetic tikus dengan hiperkoagulabilitas, sepsis menghasilkan

pergeseran yang menonjol dalam keseimbangan hemostasis. Contohnya, pada

mencit yang membawa mutasi gen TM yang akan mengacaukan aktivasi protein C

dependen TM, pemberian LPS mengakibatkan kadar endapan fibrin yang lebih

tinggi di paru dan ginjal tetapi tidak di otak, dibandingkan dengan mencit liar.

Pada mencit dengan defisiensi ATIII heterozigot, tantangan LPS menghasilkan

peningkatan endapan fibrin di dalam ginjal, hepar, dan jantung. Beberapa

penelitian tersebut menunjukkan pentingnya genetic yang mendasari dalam

memodulasi fenotip sepsis.

Keberadaan proadhesif. Reaksi endotel terhadap mediator inflamasi dengan

mengekspresikan adhesi molekul pada permukaan sel, termasuk P-selectin, E-

selectin, ICAM-1 dan VCAM-1. Secara bersamaan, perubahan ini mengakibatkan

peningkatan pergiliran, perlekatan yang kuat, dan perpindahan leukosit menuju

jaringan yang mendasari. Perubahan ini tidaklah menyeluruh, tetapi lebih

cenderung terjadi secara lokal di organ dan segmen anyaman pembuluh darah

tertentu. Sel endotel yang teraktivasi juga akan menarik jumlah trombosit yang

lebih banyak ke dinding pembuluh darah. Pentingnya adhesi molekul dalam

memediasi fenotip sepsis didukung oleh penelitian pada mencit mati.

9

Page 10: Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi Organ Multipel

Gambar 2. Endotel sebagai target terapi.

Pemahaman respon endotel terhadap patogen memberikan dasar untuk desain terapi. Untuk tujuan

ilustrasi dan diskusi, urutan waktu kejadian digambarkan dari kiri ke kanan. Dalam sepsis, endotel

diaktifkan oleh ikatan toll-like receptor (TLR4) yang dimediasi LPS, atau dengan interaksi

mediator inflamasi (IL-6, TNF-α, IL-1, kinin, dan C5a ditampilkan) dengan reseptornya yang

berurutan (digambarkan sebagai reseptor tunggal yang mewakilinya). Pada waktu yang sama (atau

selanjutnya dalam kaskade sepsis), endotel dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan lainnya,

seperti hipoksi, aliran darah yang lambat, perubahan suhu, gangguan elektroli/asam-basa, dan/atau

hiperglikemia. Interaksi mediator ekstraseluler dengan reseptornya mengakibatkan aktivasi jalur

pemberian isyarat berikutnya (termasuk MAPK dan PKC), yang menghasilkan perubahan

posttranskripsi dari fungsi sel atau perubahan profil ekspresi gen melalui sejumlah faktor

transkripsi, termasuk NF-кB, GATA-2, dan AP-1. Peningkatan adhesi molekul sel pada

permukaan endotel (P-selectin, E-selectin, VCAM-1 dan ICAM-1 ditunjukkan) menimbulkan

peningkatan adhesi, pergiliran, dan perpindahan leukosit yang beredar. Interaksi leukosit-endotel

lebih lanjut akan memodulasi fenotip sel-sel tersebut. Pelepasan sitokin dari endotel

mengakibatkan aktivasi tambahan monosit dan sel endotel. Peningkatan ekspresi prokoagulan

(seperti TF) dan/atau berkurangnya ekspresi antikoagulan (contoh TM, EPCR) menimbulkan

peningkatan produksi trombin dan pembentukan fibrin. Berbagai komponen jalur koagulasi

(termasuk serin protease, fibrin, dan trombosit) dapat memberikan isyarat langsung pada endotel

melalui reseptor yang diaktifkan protease (PAR-1 ditunjukkan). Perubahan ekspresi gen

proapoptosis dan antiapoptosis (bersama dengan banyaknya perubahan posttranskripsi) dapat

mengakibatkan pergeseran keseimbangan kematian sel terprogram. Selama proses aktivasi,

NADPH oksidase dapat mempengaruhi pembentukan reactive oxygen species (ROS), nitric oksida

(NO) dilepaskan, dan permeabilitas sel meningkat. Untuk menjaga dinamika tempat dan waktu,

aktivitas relatif berbagai jalur akan bervariasi antar sel endotel yang berbeda dari satu waktu ke

waktu lainnya. Hal yang tidak digambarkan adalah interaksi kuat antara endotel dengan matriks

ekstraseluler dan sel parenkim yang mendasari. Temp menunjukkan suhu; ICAM-1, adhesi

10

Page 11: Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi Organ Multipel

molekul intraseluler 1; VCAM-1, adhesi molekul sel pembuluh darah; EC, sel endotel; TF, faktor

jaringan; TM, trombomodulin; EPCR, reseptor protein C endotel; NO, nitricoksida; PGI2,

prostasiklin. Reseptor dinamai dengan huruf tipis.

Keberadaan vasomotor. Tonus vasomotor diatur oleh kombinasi mekanisme

yang tergantung endotel dan yang tidak tergantung endotel. Sel endotel

memproduksi molekul vasoaktif yang mengatur tonus arteriol dan berperan dalam

pengaturan tekanan darah. Hal ini mencakup vasodilator (nitrit oksida [NO] dan

prostasiklin) dan vasokonstriktor (endothelin, tromboksan A2 dan platelet

activating factor). Pada sepsis, endotel yang teraktivasi akan mengalami

perubahan spesifik lokasi yang dapat mempengaruhi keseimbangan

vasokonstriktor dan vasodilator.

Peningkatan permeabilitas. Dalam pembuluh darah yang intak, endotel

membentuk pertahanan yang bersifat terus-menerus, semipermeabel yang

bervariasi kesatuan dan pengaturannya pada setiap anyaman pembuluh darah yang

berbeda. Sifat utama endotel dalam sepsis adalah peningkatan permeabilitas atau

hilangnya fungsi pertahanan, yang mengakibatkan pergeseran komponen sirkulasi

dan edema jaringan. TNF-α mempengaruhi peningkatan permeabilitas sel endotel

baik in vitro maupun in vivo. Dalam kondisi in vitro, trombin juga meningkatkan

permeabilitas sel endotel, sedangkan TNF-α dan trombin bekerja secara sinergis

untuk mempengaruhi disfungsi pertahanan in vitro. Distribusi ulang cairan dari

ruang intravaskular ke ekstravaskular dapat berperan dalam hipovolemia,

hemokonsentrasi, dan stasis aliran darah.

Apoptosis sel endotel. Apoptosis sel endotel merupakan proses yang diatur

dengan sangat baik. Normalnya, hanya sedikit sekali persentase (< 0.1%) sel

endotel yang mengalami apoptosis. Dalam kondisi in vitro, patogen tertentu

mampu mempengaruhi apoptosis sel endotel. Inkubasi sel endotel biakan dengan

LPS telah dilaporkan dapat mempengaruhi apoptosis pada beberapa tetapi tidak

semuanya. LPS telah terbukti mampu meningkatkan regulasi Bc1-2 homolog, A1,

dan zinc finger protein, A20, dalam sel endotel biakan. Kaskade sepsis melibatkan

banyak mediator inflamasi lainnya yang dapat mempengaruhi apoptosis sel

11

Page 12: Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi Organ Multipel

endotel, termasuk TNF-α, IL-1, interferom, radikal bebas oksigen, dan hipoksia.

Interaksi antara sel yang beredar dan endotel dapat memperbesar sinyal

proapoptosis lebih lanjut. Misalnya, monosit yang diaktifkan LPS menimbulkan

kematian sel terprogram pada sel endotel melalui kombinasi mekanisme yang

tergantung dan tidak tergantung TNF-α.

Apoptosis sel endotel mengakibatkan respon proinflamasi yang berarti.

Contohnya, dalam kondisi in vitro, sel endotel yang apoptosis akan memediasi

induksi parakrin ICAM-1 dan VCAM-1 yang dependen IL-1, meningkatkan

produksi reactive oxygen species (ROS), meningkatkan aktivitas prokoagulan,

menurunkan produksi prostasiklin, dan aktivasi komplemen. Selain itu, sel endotel

yang mengalami apoptosis terbukti dapat meningkatkan ikatan terhadap platelet

yang nonaktif.

Dalam percobaan tikus dengan endotoksemia, LPS yang diberikan secara

intraperitoneal mengakibatkan apoptosis endotel yang luas. Dalam penelitian

lainnya, pemberian LPS melalui intravena pada mencit telah terbukti mampu

mempengaruhi apoptosis sel endotel di paru, tetapi tidak di hepar, menunjukkan

adanya kematian sel yang terprogram yang spesifik pada organ tertentu.

Aktivasi endotel lokal versus sistemik

Respon pejamu bawaan berkembang sebagai mekanisme kerja lokal untuk

merngeradikasi patogen dan jaringan nekrotik. Endotel menyusun respon lokal

dengan memicu adhesi dan transmigrasi leukosit, mempengaruhi produksi

trombin dan pembentukan fibrin, mengubah tonus vasomotor lokal, meningkatkan

permeabilitas, dan memicu kematian sel yang terprogram. Aktivasi koagulasi

memberikan sejumlah peran yang potensial, termasuk pertahanan terhadap

patogen, aktivasi reseptor yang diaktifkan protease, dan stimulasi ekspresi

chemokin makrofag ekstravaskuler. Normalnya, mekanisme umpan balik negatif

lokal dan sistemik akan teraktivasi, mengurangi respon pada lokasi distal.

Penggolongan respon imun bawaan membatasi kerusakan kolateral pejamu dan

melindungi integritas dan kemampuan adaptasi terhadap endotel yang tidak

terlibat. Oleh karenanya, endotel secara keseluruhan tidak terkunci ke dalam

respon tunggal tetapi juga menjaga keseimbangan untuk berhubungan dengan

12

Page 13: Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi Organ Multipel

serangan lain. Ketika respon pejamu menyeluruh, hal ini akan melepaskan

keseimbangan dan kesesuaian lokal yang berkembang baik dan mengakibatkan

gangguan regulasi, respon inflamasi yang tidak tepat. Dalam kondisi ini,

keterlibatan endotel yang luas dan monosit/makrofag jaringan, bersama dengan

aktivasi inflamasi dan koagulasi yang lebih menyeluruh, dapat mengakibatkan

SIRS dan MODS.

Hubungan antara disfungsi sel endotel dan MODS

Selain meningkatnya pengetahuan bahwa kaskade inflamasi dan koagulasi

akan teraktivasi dalam kondisi sepsis berat, sedikit yang tahu tentang mekanisme

bahwa hal itu dapat mengakibatkan disfungsi organ dan kematian. Jalur inflamasi

dan koagulasi dan tipe sel yang bervariasi sangatlah erat kaitannya bahwa mereka

tidak dapat dan tidak seharusnya dipandang sebagai sesuatu yang berdiri sendiri-

sendiri dalam sepsis berat. Aktivasi kaskade inflamasi memberi pengaruh yang

kuat bagi jalur koagulasi, dan juga sebaliknya. Monosit yang teraktivasi

mempengaruhi endotel, dan begitu pula sebaliknya. Adanya disfungsi dari satu

organ manapun memiliki efek beruntun terhadap semua organ lainnya. Sehingga,

respon pejamu terhadap sepsis sangatlah terintegrasi dengan baik, dan secara

keseluruhan jauh lebih besar daripada total unsur utamanya (Gambar 3).

Berdasarkan pertimbangan tersebut, bagaimana bisa kita menilai dengan baik

peran endotel dalam memediasi fenotip sepsis? Bukti yang ada menunjukkan

bahwa fungsi endotel berubah dalam kondisi sepsis berat yang akan berbeda dari

satu lokasi anyaman pembuluh darah dengan yang lainnya. Perubahan ini, pada

bagian yang lebih besar, respon pejamu yang terintegrasi, dapat membantu

mengawali dan mempertahankan siklus inflamasi, koagulasi, dan interaksi seluler

yang spesifik lokasi yang pada akhirnya dapat mengakibatkan oklusi, hipoksia,

dan disfungsi organ. Untuk mendukung bahwa endotel memiliki peran utama

yang lebih atau kutang dibandingkan dengan monosit, atau bahwa kaskade

inflamasi lebih atau kurang penting dibandingkan kaskade koagulasi dalam

pathogenesis sepsis masih belum diketahui pasti. Mungkin sebuah jalan pemikiran

yang lebih produktif adalah sebagai berikut: endotel sangatlah penting, tetapi tidak

tunggal, sebagai komponen respon pejamu terhadap sepsis; endotel secara

13

Page 14: Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi Organ Multipel

strategis terletak di antara darah dan jaringan yang mendasarinya; endotel

merupakan lapisan sel yang sangat lunak dan fleksibel; sehingga, endotel

berpotensi sebagai target yang berharga bagi terapi sepsis.

Endotel sebagai target terapi

Perspektif terapi

Selama satu dekade terakhir, sejumlah penelitian telah dicurahkan pada

percobaan sepsis, dengan lebih dari 10000 pasien terdaftar dalam lebih dari 20

percobaan dengan kontrol placebo, fase 3 percobaan klinis acak. Kebanyakan

pengobatan ini telah gagal dalam mengurangi angka kematian pasien dengan

sepsis berat, termasuk strategi antiendotoksin, antisitokin, antiprostaglandin,

antibradikinin, dan anti-PAF, ATIII serta TFPI. Selama penulisan jurnal ini,

sejumlah 5 fase 3 percobaan klinis telah membuktikan peningkatan angka

kelangsungan hidup pada pasien yang sakit kritis atau pasien dengan sepsis berat.

Hal ini meliputi penggunaan ventilasi volume tidal yang rendah, protein C aktif,

glukokortikoid dosis rendah, terapi insulin intensif, dan terapi dengan tujuan

terarah segera.

Gambar 3. Gambaran kompleks respon pejamu terhadap infeksi

Respon pejamu terhadap infeksi melibatkan serangkaian sel dan mediator larut yang sangat luas,

dimana meliputi tetapi tidak terbatas pada monosit, sel endotel, dan trombosit dan komponen

komplemen, kaskade inflamasi dan koagulasi. Dibandingkan menunjukkan hubungan yang detil,

gambar ini bermaksud untuk menyampaikan sifat respon pejamu yang saling ketergantungan,

berlebihan, dan pleiotropik. Beberapa faktor memodulasi fenotip, termasuk tipe patogen, dan

14

Page 15: Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi Organ Multipel

faktor pejamu, seperti genetik, make up, usia, jenis kelamin, status kesehatan dan sistem organ

lainnya (contohnya ginjal dan hepar). Normalnya, mekanisme pejamu terkoordinasi dengan baik,

baik dalam tempat dan waktu, untuk membantu pejamu melawan patogen. Meskipun demikian,

ketika respon pejamu tidaklah proporsional dengan pengobatan (misal, berlebihan, terus-menerus,

terlokalisasi buruk), maka keseimbangan kekuatan akan bergeser menyerupai patogen,

mengakibatkan fenotip sepsis. Dengan adanya respon dengan integrasi tinggi dan sifat alami yang

nonlinear, akan cukup sulit untuk mengidentifikasi komponen tunggal dari modulasi terapi

manakah yang akan mempersingkat kaskade dan meningkatkan hasilnya. Seiring dengan

kompleksitas respon sepsis yang menyisakan hal di luar kendali kita, harapan terbaik bagi

kemajuan terapi akan berdasar pada sasaran yang luas, dimana komponen multipel ditargetkan

pada waktu yang sama.

Strategi untuk mencapai target endotel

Pada prinsipnya, terdapat 2 strategi untuk mengurangi respon endotel pada

sepsis. Pertama adalah untuk menargetkan komponen nonendotel respon pejamu,

termasuk mediator yang larut atau tipe sel lainnya (seperti leukosit, trombosit),

yang tidak memodulasi fungsi sel endotel. Strategi lainnya adalah dengan

menargetkan komponen endotel (misal, reseptor permukaan sel, jalur pemberi

tanda, jaringan transkripsi, atau produk gen sel endotel) yang terlibat dalam

memediasi fenotip sepsis (Gambar 2; Tabel 1). Target yang terdaftar dalam Tabel

1 diturunkan dari kombinasi penelitian dasar dan klinis. Sementara sejumlah

terapi ini telah mencapai fase 3 percobaan klinis, yang lain masih dalam fase

preklinis atau fase klinis awal. Perluasan terhadap target selanjutnya akan

menerjemahkan ke dalam efektivitas klinis masih harus diperhatikan.

Terapi antimediator. Beberapa upaya telah dibuat untuk mencapai target LPS

atau mediator inflamasi yang secara langsung mengaktifkan sel endotel baik pada

tingkat faktor ekstraseluler maupun reseptornya sendiri. Pada fase besar 3

percobaan klinis, penggunaan terapi antimediator spesifik telah gagal dalam

meningkatkan angka kelangsungan hidup pada pasien dengan sepsis berat.

Terapi antiadhesi. Interaksi sel yang beredar dengan endotel sepertinya

memiliki peran yang penting dalam respon pejamu terhadap infeksi. Beberapa

strategi telah digunakan untuk menghambat interaksi leukosit-sel endotel dalam

percobaan hewan dengan sepsis, termasuk penggunaan antibody monoclonal.

15

Page 16: Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi Organ Multipel

Selain itu, trombosit yang nonaktif mendorong endotel yang terstimulasi, dalam

sebuah proses yang melibatkan P-selectin dan E-selectin, menunjukkan bahwa

terapi yang ditujukan pada adhesi molekul sel ini juga dapat mengurangi interaksi

trombosit-endotel. Trombosit yang teraktivasi telah terbukti dapat melekat pada

endotel melalui mekanisme dependen GPIIbIIIa, menunjukkan peran yang

potensial bagi penghambat GPIIbIIIa dalam sepsis. Hingga saat ini, terapi

antiadhesi dalam sepsis masih diselidiki.

Terapi antikoagulan. Beberapa molekul antikoagulan telah diteliti dalam

percobaan hewan primata dengan sepsis. Heparin dan active-site-blocked factor

Xa menghambat aktivasi koagulasi, tetapi tidak melindungi terhadap disfungsi

organ atau kematian. Hasil ini menunjukkan bahwa aktivasi kaskade koagulasi

tidaklah cukup untuk mempengaruhi angka kematian dalam sindrom ini.

Berlawanan dengan agen yang menghambat aktivitas trombin atau penghasil

trombin, pemberian active-site-blocked factor Xa, ATIII, dan protein C aktif, atau

TFPI akan memblok aktivasi jalur koagulasi dan inflamasi, mengurangi kerusakan

organ, dan mencegah kematian pada percobaan baboon dengan sepsis. Efek anti-

inflamasi dari agen ini terkait, setidaknya sebagian, dengan kemampuan mereka

untuk memblok protease-activated receptor–mediated signaling dan/atau untuk

mengaktifkan jalur perlindungan dalam endotel. Bersama dengan kegagalan hasil

percobaan antisitokin/antimediator, data ini menunjukkan, tetapi tanpa bukti

berarti, bahwa angka kematian pada sepsis berat berkaitan dengan aktivasi

gabungan dari jalur proinflamasi dan koagulasi.

Potensi terapi protein C aktif dibuktikan dalam fase 3 terbaru percobaan

Protein C Worldwide Evaluation in Severe Sepsis (PROWESS), dimana

pemberian rekombinasi protein C aktif manusia (drotrecogin alfa [aktif]) kepada

pasien dengan sepsis berat menghasilkan penurunan angka kematian. Sejumlah

1690 pasien dengan diagnosis sepsis berat diacak untuk menerima terapi

drotrecogin alfa (aktif) atau placebo. Terdapat penurunan yang signifikan dalam

waktu 28 hari yang menyebabkan kematian (24.7% vs. 30.8% dalam kelompok

pengobatan dan placebo, P < 0.005). Percobaan PROWESS merupakan percobaan

16

Page 17: Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi Organ Multipel

klinis yang pertama kali dipublikasikan untuk membuktikan adanya keuntungan

angka kelangsungan hidup pada pasien dengan sepsis berat.

Berlawanan dengan hasil penelitian preklinis dan fase awal 1/2 yang

menjanjikan, fase 3 percobaan klinis dengan ATIII atau TFPI gagal membuktikan

peningkatan angka kelangsungan hidup pada pasien dengan sepsis berat. Satu

penjelasan yang memungkinkan atas temuan ini adalah terkait dengan desain

penelitian. Misalnya, pasien dalam fase 3 percobaan klinis mungkin telah

mendapatkan dosis ATIII dan/atau TFPI yang kurang optimal. Selain itu, dalam

penelitian ATIII, manfaat potensial dari obat tersebut dapat dikaburkan dengan

pemberian heparin yang bersamaan. Penjelasan lain adalah bahwa protein C aktif

memiliki efek biologis unik yang menjadikannya terlepas dari ATIII dan TFPI

pada manusia dengan sepsis berat (berbeda dengan percobaan baboon dengan

sepsis). Sesungguhnya, saat TFPI dan ATIII mungkin menggunakan efek anti

inflamasinya secara tidak langsung melalui reseptor yang diaktifkan protease

(hingga saat ini, belum ada bukti tentang reseptor ATIII), protein C aktif mengikat

dan mengaktifkan reseptor unik, reseptor protein C endotel (EPCR), yang

diekspresikan pada permukaan sel endotel dan beberapa monosit. Interaksi antara

protein C aktif dengan reseptornya telah diterapkan dalam fungsi anti-inflamasi

dan antiapoptosis nya yang sangat besar.

Terapi antiapoptosis. Seperti yang telah didiskusikan sebelumnya, apoptosis

memiliki peran yang sangat penting dalam memediasi fenotip sepsis. Yang

menarik, adanya inhibisi apoptosis akan merepresentasikan suatu alur umum

dalam terapi sepsis yang ditetapkan. Contohnya, protein C aktif telah terbukti

mampu menghambat apoptosis dalam sel endotel biakan dengan mekanisme yang

mungkin mencakup penurunan transkripsi dari gen proapoptosis calreticulin dan

TRMP-2, dan mempengaruhi gen antiapoptosis A1 Bc1-2 homolog dan

penghambat apoptosis (IAP) homolog B. Pemeliharaan aliran darah dan oleh

karenanya mengurangi stress dapat menjadi penghambat apoptosis sel endotel

yang penting, dan manfaat terapi yang direncanakan dengan segera dapat

menggambarkan, sedikitnya sebagian, efek perlindungan hemodinamik pada

fungsi sel endotel. Selain itu, insulin menimbulkan kelangsungan sel endotel yang

17

Page 18: Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi Organ Multipel

dependen Akt. Untuk menyoroti temuan ini, sangatlah menarik untuk

menspekulasikan bahwa terapi insulin yang intensif dan kontrol gula darah yang

ketat pada pasien dengan sakit kritis memiliki efek perlindungan (prosurvival)

terhadap endotel.

Hipoksia telah terbukti mampu mempengaruhi kematian sel yang terprogram

pada sel endotel, sehingga menegaskan pentingnya memelihara oksigenasi yang

adekuat. Strategi antiapoptosis lainnya yang dapat dipertimbangkan mencakup

statin, antioksidan, faktor pertumbuhan dan penghambat caspase.

Faktor transkripsi sebagai target. Beberapa faktor transkripsi dalam endotel

telah terlibat dakam respons pejamu terhadap infeksi, termasuk NF-кB,

epithelium-specific Ets factor-1 (ESE-1), activator protein-1 (AP-1), GATA-2,

dan Egr-1. Selain itu, pemberian LPS pada hewan pengerat telah terbukti mampu

menurunkan aktivitas ikatan DNA dengan Sp1 dan AP-2.

Dari berbagai faktor transkripsi yang terlibat dalam mediasi fenotip sepsis,

NF-кB telah mendapatkan perhatian khusus sebagai target terapi yang potensial.

Pada percobaan tikus dengan endotoksemia, transfer gen somatic secara intravena

dengan IкBα menghasilkan peningkatan angka kelangsungan hidup. Dalam

percobaan tikus dengan sepsis, pemberian pyrrolidine dithiocarbamate sistemik

menghambat ekspresi gen TNF-α, siklooksigenase-2 (COX-2) dan ICAM-1 yang

dimediasi oleh NF-кB. Penghambat NF-кB yang lebih selektif, seperti peptida

antibacterial PR39, dapat mempertahankan hasil yang lebih menjanjikan.

ATIII dan protein C aktif, masing-masing telah terbukti dapat menghambat

aktivasi NF-кB pada sel endotel. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa

penggunaan glukokortikoid dosis rendah mengurangi angka kematian pada pasien

dengan sepsis berat. Efek steroid yang menguntungkan juga mungkin

berhubungan, sebagian, dengan melemahnya aktivitas NF-кB.

Sebagai hal yang penting, NF-кB telah terbukti mampu mengurangi apoptosis

sel endotel yang dimediasi TNF-α, mungkin melalui induksi protein sitoprotektif

seperti IAPs, Bc1-2-like factors, dan A20. Selain itu, blokade selektif NF-кB

dapat mensensitisasi sel endotel terhadap efek proapoptosis TNF-α. Pengamatan

ini menunjukkan bahwa NF-кB memiliki peran protektif selama perjalanan sepsis

18

Page 19: Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi Organ Multipel

dan menggarisbawahi perlunya kewaspadaan dalam pengembangan terapi anti-

NF-кB.

Jalur pemberian isyarat sebagai target. Jalur pemberian isyarat p38 mitogen-

activated protein kinase (MAPK) dipercaya memiliki peran penting dalam

memediasi respon proinflamasi dan apoptosis sel endotel. Mencit yang tidak

memiliki MAPKAP kinase 2, sebuah target akhir p38 MAPK, menunjukkan

peningkatan resistensi terhadap LPS, sebuah efek yang diperjelas dengan

berkurangnya produksi TNF-α. Beberapa penelitian telah menjadikan isyarat p38

MAPK sebagai target dalam percobaan menggunakan hewan, dengan hasil yang

beragam. Yang menarik, dalam percobaan seorang manusia dengan endotoksemia,

pemberian per oral penghambat p38 MAPK terbaru mengurangi produksi sitokin

dan respon leukosit. Suatu perluasan dimana pengobatan tidak berdampak pada

disfungsi sel endotel.

Isoform protein kinase C (PKC) yang baru dan atipikal juga terlibat dalam

aktivasi sel endotel. Dalam kondisi in vitro, induksi ICAM-1 yang dimediasi

trombin dalam sel endotel akan tergantung pada jalur pemberian isyarat PKC-δ-

NF-кB, dimana stimulasi ICAM-1 oleh TNF-α melibatkan PKC-ζ-NF-кB.

Stimulasi trombin VCAM-1 dalam sel endotel dimediasi oleh PKC-δ-NF-кB dan

jalur isyarat PKC-ζ-GATA-2. PKC-ζ juga terbukti memediasi stimulasi TNF-α

terhadap NADPH oxidase–derived ROS dalam sel endotel. Dibandingkan dengan

mencit liar, pemberian LPS terhadap PKC-ζ -/- mencit menghasilkan aktivasi NF-

кB yang lebih sedikit dan signifikan di paru, tetapi tidak di hepar. Hasil ini

menunjukkan bahwa isoform PKC-ζ memiliki peran yang penting dalam

memediasi respon pejamu pada organ tertentu dan dapat menunjukkan target

terapi spesifik lokasi yang berharga pada kasus sepsis berat.

Pengambat Nitric oxide synthase (NOS). Sepsis dikaitkan dengan

peningkatan aktivitas inducible NOS (iNOS) dan menurunkan aktivitas endotel

NOS (eNOS). Meskipun demikian, peran relatif iNOS dan eNOS dalam

memediasi fenotip sepsis masih belum jelas. Pada percobaan genetic tikus, tidak

adanya iNOS dan eNOS tidak mengubah fenotipe sepsis secara signifikan.

Sesungguhnya, ekspresi eNOS yang berlebih dan kronik dalam endotel mencit

19

Page 20: Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi Organ Multipel

berakibat peningkatan resistensi terhadap hipotensi yang dipengaruhi LPS dan

kematian. Dalam beberapa penelitian, penggunaan penghambat NOS memberikan

hasil yang menguntungkan, dimana beberapa penelitian lain melaporkan temuan

yang berlawanan. Pada percobaan kelinci dengan sepsis, pemberian L-arginin,

tetapi tanpa L-NAME (N(G)-nitro-L-arginine methyl ester), dapat menurangi

kerusakan sel endotel oleh LPS. Induksi interaksi trombosit-endotel oleh LPS

pada mencit yang telah terbukti dapat dikurangi dengan donor NO dan diperburuk

dengan penghambat NOS atau defisiensi eNOS, menunjukkan efek

menguntungkan dari NO turunan eNOS. Penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan

untuk mempertimbangkan terapi penghambat NOS pada sepsis.

Tantangan terapi

Banyak alasan yang diungkapkan untuk menjelaskan sejarah kegagalan

percobaan klinis pada sepsis. Hal ini meliputi tidak dapat digunakannya hasil

percobaan dari hewan dengan sepsis, ketidakseragaman pengobatan suportif,

heterogenitas populasi pasien, keterlibatan efek perancu, pemilihan waktu yang

tidak tepat, dan pilihan pengujian hasil yang buruk. Penjelasan yang berhubungan

dengan rumitnya respon pejamu. Hal ini sangat penting untuk dipertimbangkan

ketika memilih endotel sebagai target terapi.

Pemilihan waktu. Sepsis menggambarkan serangkaian gejala klinis dan

patologis yang berat. Dalam percobaan sepsis, pilihan criteria inklusi dan eksklusi

akan sangat mempengaruhi hasilnya. Contohnya, pada satu akhir spectrum,

inklusi pasien berisiko rendah dapat menyembunyikan respon menguntungkan

yang sebaliknya. Pada individu ini, efek berlawanan dari pengobatan (seperti

perdarahan akibat antikoagulan) dapat lebih banyak dari keuntungan kecil lainnya.

Pertimbangan lain yang penting adalah sifat adaptasi alami respon pejamu.

Selama respon menyeluruh adalah protektif (misal selama stadium awal

perjalanan sepsis), terapi yang ditargetkan mungkin tidak memiliki pengaruh, atau

bahkan memberikan dampak negative terhadap kelangsungan hidup. Pada

keadaan lain, pasien dengan penyakit stadium akhir dapat relatif resisten terhadap

terapi. Kaskade yang dipengaruhi sepsis yang telah mendapatkan intervensi terapi,

mungkin tidak lagi responsif. Ketika merencanakan terapi dengan target endotel,

20

Page 21: Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi Organ Multipel

akan sangatlah penting untuk menentukan pemilihan waktu yang optimal dan

spectrum beratnya suatu penyakit.

Kerumitan respon pejamu. Secara tradisional, berbagai pendekatan telah

dilakukan untuk memahami patofisiologi sepsis. Sesungguhnya, sebagian besar

penelitian dasar dalam bidang ini telah terfokus pada mekanisme isolasi dan

spesifik tentang respon pejamu. Data ini telah memunculkan model patofisiologi

linear, yang telah memandu pada pilihan target terapi. Dugaan bahwa berbagai

komponen respon pejamu terlibat dalam serangkaian prediksi dimana

berkurangnya satu saja komponen tersebut (contoh TNF-α) akan mengganggu

kaskade sepsis. “Model tipe domino” ini memberikan cara untuk paradigma

kerumitan nonlinear yang lebih realistis, dimana berbagai tipe sel, mediator

inflamasi, faktor koagulasi, reseptor permukaan sel, jalur isyarat intraseluler,

faktor transkripsi, dan gen berinteraksi sebagai bagian dari jaringan yang saling

berpasangan lokasi dan waktunya.

Satu cara untuk memahami kerumitan respon pejamu yang tak terpisahkan

adalah untuk mengembangkan rencana target dasar yang luas, dimana berbagai

komponen dikurangi secara bersamaan, misalnya kaskade inflamasi dan

koagulasi. Hal ini mungkin dengan memilih terapi yang lebih luas yang

menggantikan protein C aktif, dimana banyak agen lainnya sebelum ia gagal.

Meskipun mekanisme yang tepat dimana drotrecogin alfa (aktif) yang

meningkatkan angka kelangsungan hidup pada pasien ini belum diketahui,

beberapa bukti mengarah pada peran beraneka ragam komponen ini dalam

menghambat respon proinflamasi dan prokoagulan, memicu fibrinolisis, dan

mengurangi aktivasi sel endotel dan leukosit.

Pendekatan alternative adalah untuk menargetkan komponen respon pejamu

yang tidak berlebihan yang menjadi pusat inisiasi dan bertahannya fenotip sepsis.

Beberapa contoh dapat meliputi fungsi tunggal endotel (misal apoptosis), atau

faktor transkripsi tunggal (misal NF-кB). Meskipun demikian, dalam

merencanakan strategi semacam itu, sangatlah penting bila kita memahami

perilaku sistem kompleks linear yang tak terprediksi dan mengatur kembali

harapan kita sesuai kondisi tersebut. Bila dalam teori, respon pejamu terhadap

21

Page 22: Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi Organ Multipel

infeksi (dalam setiap pasien pada setiap waktu) dapat dibentuk dengan

serangkaian kompleks persamaan nonlinear yang sangat rumit, formula ini tidak

hanya sulit untuk dipahami, tetapi juga mungkin sangat sensitive pada kondisi

awal. Hasilnya, menjadikan target komponen tunggal tidak hanya dapat gagal

dalam memodulasi respon pejamu, tetapi dapat memiliki konsekuensi yang tidak

diharapkan dan mengganggu. Tantangan ilmiah yang penting untuk abad 21

adalah untuk mempelajari bagaimana mempengaruhi interaksi nonlinear bagi

pendekatan mekanistik dan terapetik. Perkembangan lebih lanjut dalam

memahami jaringan yang rumit akan mendasari peningkatan hasil dan sarana

matematis dan statistik yang lebih lengkap, termasuk kemajuan teknik

pengelompokan, pengumpulan data dan strategi pengenalan pola, teknik Bayesian,

persamaan diferensial, serta sarana simulasi. Dengan mempelajari dan melingkupi

model biologis yang lebih realistis yang melibatkan jaringan yang rumit, kita

dapat meningkatkan kapasitas kita untuk menyusun kembali respon pejamu dalam

pemahaman kita.

Implikasi bagi percobaan klinis. Dalam percobaan klinis, pasien mungkin

serupa, tetapi mereka tidak pernah identik. Dari titik awal terapi, apa yang dapat

menyelamatkan seorang pasien, mungkin berbahaya bagi yang lainyya. Selain itu,

intervensi terapi yang menguntungkan pasien pada suatu waktu dapat

mengganggu titik lain pada saat bersamaan. Sehingga, terapi yang optimal bagi

sepsis sangat tergantung pada masing-masing pasien dan waktu. Meskipun

demikian, sampai saat kita dapat menandai perilaku yang rumit dari respon

pejamu, kita akan terbatas pada desain klasik randomized control trial, dimana

intervensi tunggal diuji dalam kelompok pasien yang heterogen. Tujuan yang

penting, yang hanya dapat dicapai melalui percobaan klinis besar, adalah untuk

mengidentifikasi sejumlah pasien yang mendapatkan manfaat pengobatan.

Informasi ini kemudian dapat digunakan untuk merancang penelitian

preklinis/klinis yang baru. Beberapa pendekatan akan membantu mengurangi

heterogenitas pasien dan dapat mengembangkan terapi yang lebih sesuai,

misalnya, terhadap salah satu komponen respon endotel atau komponen lainnya

atau terhadap anyaman pembuluh darah yang spesifik.

22

Page 23: Peran Endotel dalam Sepsis Berat dan Sindrom Difungsi Organ Multipel

Simpulan

Selain informasi baru tentang patofisiologi dan pengobatan sepsis berat,

kelainan ini juga berhubungan dengan tingginya angka kematian yang tidak dapat

diterima. Pemecahan selanjutnya akan membutuhkan pergeseran konsep yang

menegaskan hubungan antara mediator yang bervariasi dan sel yang terlibat dalam

respon pejamu. Endotel merupakan kunci dalam mengawali, mempertahankan dan

memodulasi respon pejamu terhadap infeksi. Penelitian tambahan menjanjikan

untuk memberikan pandangan yang baru tentang endotel, bukan sebagai

mekanisme isolasi dari patofisiologi sepsis, tetapi lebih sebagai koordinator dalam

respon yang tersusun jauh lebih luas, secara lokasi dan waktu.

Catatan tambahan untuk dibuktikan. Penelitian terkini menunjukkan bahwa

protein C aktif memberi isyarat melalui PAR-1 dalam sel endotel biakan, oleh

suatu mekanisme dependen EPCR. Konsisten dengan hasil ini, baik EPCR dan

PAR-1 terbukti memang dibutuhkan untuk memediasi fungsi sitoprotektif dari

protein C aktif dalam biakan sel endotel otak manusia yang hipoksia dan dalam

mencit dengan model stroke. Secara bersamaan, temuan ini menunjukkan bahwa

protein C aktif memberi isyarat melalui reseptor PAR-1 baik in vitro maupun in

vivo. Oleh karena PAR-1 juga merupakan reseptor bagi trombin, penelitian ini

menimbulkan pertanyaan menarik tentang bagaimana dua ligan yang berbeda,

yaitu protein C aktif dan trombin, memediasi respon PAR-1 yang berbeda (misal,

respon perlindungan dan proinflamasi, secara berurutan).

23