PENYIDIKAN KASUS PERDAGANGAN PRODUK KOSMETIK ILEGAL …digilib.unila.ac.id/55489/3/TESIS TANPA BAB...

73
PENYIDIKAN KASUS PERDAGANGAN PRODUK KOSMETIK ILEGAL SECARA ONLINE OLEH BPOM (Tesis) Oleh Dhana Feby Rena PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2019

Transcript of PENYIDIKAN KASUS PERDAGANGAN PRODUK KOSMETIK ILEGAL …digilib.unila.ac.id/55489/3/TESIS TANPA BAB...

PENYIDIKAN KASUS PERDAGANGAN PRODUK KOSMETIK ILEGAL

SECARA ONLINE OLEH BPOM

(Tesis)

Oleh

Dhana Feby Rena

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

ABSTRAK

PENYIDIKAN KASUS PERDAGANGAN PRODUK KOSMETIK ILEGAL

SECARA ONLINE OLEH BPOM

Oleh

Dhana Feby Rena

Beragam produk kecantikan baik dari dalam maupun dari luar negeri yang belum

masuk di Indonesia telah membuka peluang bagi para pelaku usaha untuk

mengimpor dan memperjual belikan kosmetik luar negeri yang sebagian besar

belum terdaftar di BPOM melalui transaksi online. Pada Tahun 2000 Pemerintah

Indonesia membentuk Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

yang selanjutnya disebut BPOM. Permasalahan dalam penelitian ini adalah

bagaimanakah penyidikan kasus perdagangan produk kosmetik ilegal secara

online oleh PPNS BPOM, factor penghambat dalam penyidikan kasus

perdagangan produk kosmetik ilegal secara online oleh PPNS BPOM. Pendekatan

masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif

dan yuridis empiris, dengan narasumber yaitu PPNS BPOM Bandar Lampung,

Penyidik POLRI, Pelaku Usaha dan Akademisi Hukum Pidana pada Fakultas

Hukum Bandar Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan

dan studi lapangan. Analisis data dilakukan dengan cara analisis kualitatif. Hasil

penelitian menyimpulkan penyidikan kasus-kasus perdagangan kosmetik ilegal

secara online yang ada di Bandar Lampung memiliki dua tahapan yaitu pro justitia

dan non pro justitia. Berkaitan dengan kasus-kasus perdagangan kosmetik secara

online yang terdapat di Bandar Lampung belum ada kasus yang ditindaklanjuti

menjadi perkara untuk dilanjutkan ke Pengadilan Negeri dikarenakan tindak

pidana kosmetik ilegal yang ditinjau tidak cukup bukti atau unsur-unsur pasal.

Upaya yang dilakukan terhadap seluruh temuan produk perdagangan kosmetik

ilegal secara online oleh PPNS BPOM ini telah dilakukan pembinaan dan sanksi

administratif terhadap pelaku yang dikeluarkan oleh Kepala BPOM. Saran dari

penelitian adalah BPOM dapat mengoptimalkan tugas pokok dan fungsi serta

dapat meningkatkan hubungan koordinasi dengan instansi-instansi terkait untuk

mengoptimalkan jalannya pengawasan dan penyidikan, dan perlu diadakan

pelaksanaan penyuluhan hukum dengan rutin kepada masyarakat dan para pelaku

usaha agar kesadaran terhadap hukum dalam masyarakat dapat meningkat.

Kata Kunci : Penyidikan, Kosmetik Ilegal, Online.

ABSTRACT

INVESTIGATION OF THE ILLEGAL COSMETIC PRODUCT TRADE

ONLINE BY BPOM

By

Dhana Feby Rena

Various domestic and foreign beauty products that have not yet entered Indonesia

have opened up opportunities for businesses to import and sell foreign cosmetics,

most of which have not been registered with BPOM through online transactions.

in 2000 the Indonesian Government established the Republic of Indonesia Drug

and Food Supervisory Agency, hereinafter referred to as BPOM. The problem in

this study is how is the investigation of the case of trafficking of illegal cosmetic

products online by BPNS PPNS, why is there an obstacle in investigating cases of

trafficking in illegal cosmetic products online by PPNS BPOM. The approach to

the problem used in this study is the normative juridical and empirical juridical

approach, with speakers namely BPN PPNS Bandar Lampung, POLRI

Investigator, Business Actors and Criminal Law Academics at the Bandar

Lampung Law Faculty. Data collection is done by library studies and field studies.

Data analysis was carried out by qualitative analysis. The results of the study

concluded that the investigation of cases of illegal online cosmetic trade in Bandar

Lampung had two stages, namely pro justitia and non pro justitia. In connection

with cases of online cosmetic trafficking found in Bandar Lampung there have

been no cases that have been followed up to be proceedings to the District Court

due to illegal cosmetic crimes reviewed by insufficient evidence or elements of

the article. The efforts made on all the findings of illegal cosmetics trading

products online by PPNS BPOM have been given guidance and administrative

sanctions against the perpetrators issued by the Head of BPOM. Suggestions from

this research are that BPOM can optimize its main tasks and functions and can

improve coordination relations with relevant agencies to optimize the course of

supervision and investigation. And it is necessary to carry out routine legal

counseling to the public and business people so that awareness of the law in the

community can increase.

Keywords: Investigation, Illegal Cosmetics, Online.

PENYIDIKAN KASUS PERDAGANGAN PRODUK KOSMETIK ILEGAL

SECARA ONLINE OLEH BPOM

Oleh

Dhana Feby Rena

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

MAGISTER HUKUM (M.H)

Pada

Bagian Hukum Pidana Magister Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Lampung

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 19 Februari 1994, sebagai

anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Hamdan Salim dan Eti Rosita. Jenjang

pendidikan Penulis dimulai pada Taman Kanak-Kanak Al-Azhar Bandar

Lampung pada Tahun 1998 dan melanjutkan ke jenjang pendidikan Sekolah Dasar

Al-Azhar Bandar Lampung pada Tahun 1999 dan selesai Tahun 2005. Kemudian

penulis melanjutkan jenjang pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Kartika II-

2 Bandar Lampung selesai pada Tahun 2008. Setelah itu melanjutkan ke Sekolah

Menengah Atas Yayasan Pembina Universitas Lampung (YP UNILA)

diselesaikan pada Tahun 2011. Lalu penulis melanjutkan pendidikan Sarjana

Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung diselesaikan pada Tahun 2016.

Dan melanjutkan pendidikan Magister Hukum di Fakultas Hukum Universitas

Lampung diselesaikan pada Tahun 2019.

MOTO

Better to feel how hard education is at this time rather than fell the bitterness of

stupidity, later.

(Lebih baik merasakan sulitnya pendidikan sekarang daripada rasa pahitnya

kebodohan kelak.)

"Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua."

(Aristoteles)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah

Puji Syukur kupersembahkan kehadirat Allah SWT

Atas segala Rahmat dan Karunia-Mu yang membuat segala kesulitan menjadi

kemudahan dan kesempitan menjadi suatu kelapangan,

Kupersembahkan hasil buah pikiran dan karya tanganku kepada mereka yang

sangat berarti dalam hidupku

Kepada Ayahanda Hamdan Salim, yang tanpa lelah memberikan semangat untuk

terus melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Engkau adalah lelaki

terhebat dalam hidupku.

Kepada Ibunda tercinta Eti Rosita, atas semua kasih sayang, ajaran, bimbingan,

semangat, dan kesabaran dalam mendidikku. Engkau adalah wanita terhebat

dalam hidupku.

Kedua Keluarga Besarku, atas segala kebersamaan, panutan serta canda tawa

selama ini.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izin dan limpahan

karuniaNya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul :

“Penyidikan Kasus Perdagangan Kosmetik Ilegal Secara Online Oleh

BPOM.”. Mengingat segala keterbatasan yang ada, penulis menyadari bahwa

Tesis ini masih jauh dari sempurna. Dengan kemauan keras dan usaha yang

maksimal serta bimbingan, dorongan dan bantuan dari semua pihak, akhirnya

penulisan Tesis ini dapat diselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan rasa

hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah

membantu penulis dalam proses penyelesaian Tesis ini, yaitu kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. selaku Rektor Universitas

Lampung.

2. Bapak Prof. Dr. Maroni, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung dan Dosen Pembimbing I atas segala arahan, petunjuk,

serta motivasi selama proses penulisan Tesis ini.

3. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum. selaku Ketua Program Studi

Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung.

4. Bapak Dr. Hamzah, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II atas atas segala

arahan, petunjuk, serta motivasi selama proses penulisan Tesis ini.

5. Bapak Prof. Dr. Sunarto. DM, S.H., M.H. selaku Dosen Penguji I yang telah

memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penulisan Tesis ini.

6. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H. selaku Dosen Penguji II atas kritik dan saran

yang membangun dalam penulisan Tesis ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum

Universitas Lampung atas ilmu yang telah diberikan selama pembelajaran.

8. Seluruh staf dan karyawan pada Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum

Universitas Lampung atas segala bantuan yang telah diberikan.

9. Ibu Tuti Nurhayati selaku narasumber dari BPOM Kota Bandar Lampung

atas bantuan informasi yang diberikan selama penulisan Tesis ini.

10. Terima kasih yang tiada terhingga kepada kedua orang tua tercinta yang telah

memberikan dukungan, dorongan, motivasi baik moril maupun materil. Atas

semua doa yang dipanjatkan demi kelancaran studi penulis.

11. Kakak dan adik tercinta yang telah memberikan dukungan, motivasi baik

moril maupun materiil.

12. Rekan-rekan Magister Ilmu Hukum Erza, Gusti, Fima, Yayang, Angga,

Renni, dll yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas

kebersamaannya dalam suka dan duka selama ini;

13. Sahabat-sahabat terbaikku, Rani, Gasela, Suzan, Yolanda, Ayu, Bella,

Hindiana, Cindy, Lady, Surya, Hayyuni, Chelsi, dan April. Terima kasih atas

kebersamaannya dalam suka dan duka selama ini;

14. Sahabat-sahabat terbaikku, Nibud, Tara, Suci, Attu, Ditha, Bocil, Diah Ika,

Loren, Melati, Vina, Osy, Thia, Ulfi, Silvia, Akka, Dino, Moong, Dimas,

Kadek, Sona, Adit, Gilang, Siti, Novia, Putri, Hadi, Teky, Alam, Lutfi.

Terima kasih atas kebersamaannya dalam suka dan duka selama ini;

15. Almamater tercinta, Universitas Lampung.

Semoga kebaikan yang telah diberikan akan mendapatkan pahala dari Allah SWT,

hanya ucapan terima kasih yang dapat penulis berikan, penulis berharap semoga

tesis ini dapat bermanfaat. Amin.

Bandar Lampung, 24 Januari 2019

Penulis,

Dhana Feby Rena

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah............................................................................ 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ............................................................ 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .............................................................. 9

D. Kerangka Pemikiran .................................................................................. 10

E. Kerangka Teoritis ...................................................................................... 10

F. Konseptual ................................................................................................ 17

G. Metode Penelitian ..................................................................................... 18

H. Sistematika Penulisan ............................................................................... 23

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Penyidikan ................................................................... 25

1. Pengertian Penyidikan ....................................................................... 25

2. Pengertian Penyidik ........................................................................... 28

3. Proses Pemeriksaan Penyidikan yang Dilakukan Oleh Penyidik ...... 31

4. Tugas Pokok, Fungsi dan Wewenang Penyidik ................................. 32

B. Tinjauan Tentang Perdagangan Produk Kosmetik Ilegal Secara Online .. 34

1. Pengertian Kosmetik Ilegal ................................................................ 35

2. Penggolongan Kosmetik .................................................................... 37

3. Faktor-Faktor Penyebab Peredaran Kosmetik Ilegal ......................... 38

4. Peraturan Tentang Kosmetik Ilegal .................................................. 40

5. Perdagangan Online .......................................................................... 45

C. Gambaran Umum BPOM ......................................................................... 49

1. Visi dan Misi BPOM ......................................................................... 51

2. Fungsi Tugas dan Wewenang BPOM ................................................ 51

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penyidikan Kasus Perdagangan Produk Kosmetik Ilegal Secara Online

oleh BPOM ............................................................................................... 54

B. Faktor Penghambat dalam Penyidikan Kasus Perdagangan Produk

Kosmetik Ilegal Secara Online oleh BPOM. ............................................ 85

IV. PENUTUP

A. Simpulan .................................................................................................. 91

B. Saran ......................................................................................................... 93

DAFTAR PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan berkembangnya zaman serta taraf hidup manusia yang semakin

berkiblat pada modernisasi, kebutuhan yang harus dipenuhi tidak hanya sebatas

kebutuhan pokok/dasar saja, melainkan kebutuhan penunjang kehidupan sosial

seseorang dalam masyarakat antara lain kebutuhan akan penampilan yang

menarik. Banyak cara yang dapat ditempuh untuk memperbaiki penampilan agar

terlihat lebih menarik salah satu cara yang dapat dijumpai dikehidupan kita sehari-

hari diantaranya penggunaan tata rias wajah atau yang lazim dikenal dengan

istilah kosmetik.

Kosmetika atau yang biasa disebut dengan kosmetik adalah salah satu kebutuhan

sehari-hari yang tidak dapat terhindar dari kehidupan masyarakat saat ini.

Pengguna kosmetik bukan hanya para kaum wanita bahkan kaum pria juga

menggunakan produk kosmetik untuk menunjang penampilannya. Dengan adanya

kemajuan teknologi dibidang kosmetik membuat produk kosmetik yang

ditawarkan memiliki variasi fungsi serta khasiat dan telah memberikan alternatif

bagi konsumen untuk memenuhi kebutuhan akan produk kecantikan tersebut.

2

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

1176/Menkes/Per/VIII/2010 tentang notifikasi kosmetika, yang dimaksud dengan

kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada

bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital

bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan,

mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau

melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.

Dalam surat Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor. HK. 00. 05. 4. 1745

tentang kosmetik, yang dimaksud kosmetik adalah bahan atau sediaan yang

dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusida (epidermis,

rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar) atau gigi atau mukosa mulut

terutama membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau

memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi

baik.

Peredaran kosmetik di Indonesia sendiri sudah cukup meluas, adanya perubahan

gaya hidup dari masyarakat menyebabkan kosmetik sudah menjadi barang

kebutuhan yang sulit untuk dilepaskan. Banyak produk kosmetik baru yang

dikeluarkan seperti krim pemutih, bedak, lipstik, maskara, lulur, sampo, losion

dan sebagainya. Beragam produk kecantikan baik dari dalam negeri maupun dari

luar negeri yang belum masuk di Indonesia telah membuka peluang bagi para

pelaku usaha untuk mengimpor dan memperjual belikan kosmetik luar negeri

yang sebagian besar belum terdaftar di BPOM melalui transaksi online.

3

Perkembangan perdagangan secara online melalui media internet sudah

berkembang sedemikian pesatnya di Indonesia, bahkan sudah sangat dikenal baik

oleh masyarakat. Beragam kemudahan dalam berbelanja dan bermacam jenis

produk dan jasa yang ditawarkan, membuat masyarakat Indonesia menjadikan

transaksi online sebagai salah satu “tempat berbelanja” baru selain pusat

perbelanjaan. Banyak pelaku usaha online yang berlomba–lomba menawarkan

produknya dengan berbagai cara untuk menarik konsumen berbelanja, mereka

memanfaatkan keadaan dimana belanja online sedang saat diminati oleh

masyarakat Indonesia sampai saat ini. Dilain sisi pihak produsen, penyalur dan

penjual kadang tidak mengindahkan ketentuan hukum perlindungan konsumen

yang berlaku.

Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara material maupun formal

makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan

teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktivitas dan efisiensi

produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai

sasaran usaha. Peran pemerintah dalam banyak hal dalam mengantisipasi

pelanggaran-pelanggaran hukum berupa penjualan kosmetik ilegal yang tidak

memenuhi syarat serta tanpa izin edar. Konsumen berhak mendapatkan keamanan

dari barang dan jasa yang ditawarkan kepadanya. Produk barang dan jasa itu tidak

boleh membahayakan jika dikonsumsi sehingga konsumen tidak dirugikan baik

secara jasmani dan rohani.1 Dengan demikian, pemerintah selayaknya

mengadakan pengawasan secara ketat.

1Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2009,

hlm. 33.

4

Sebagaimana data yang diperoleh dalam lima tahun terakhir, sebanyak 220

perusahaan dan lebih dari 660 brand (merek) dengan perbandingan brand luar

negeri dan Indonesia sekitar 70 banding 30 persen.2 Artinya, dominannya brand

luar negeri yang telah berkembang pesat di Indonesia, maka pemerintah juga

bertugas untuk mengawasi berjalannya peraturan serta undang-undang dengan

baik. Untuk itu pada tahun 2000 Pemerintah Indonesia membentuk Badan

Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut

BPOM. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 166 dan No. 173 Tahun 2000

tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Wewenang, Struktur Organisasi dan Tata

Kerja BPOM, yang memiliki jaringan nasional dan internasional serta

kewenangan penegakan hukum dan memiliki kredibilitas profesional yang tinggi.

Dalam prakteknya, BPOM adalah badan yang memiliki kewenangan untuk

menegakan hukum di bidang pengawasan produk makanan, minuman, obat, obat

tradisional, dan kosmetik. Pengawasan yang dilakukan oleh BPOM tersebut

secara tidak langsung juga memberikan peran perlindungan konsumen, yang

dalam hal ini adalah konsumen produk kosmetik mengingat semakin maraknya

produk kosmetik tanpa izin edar yang beredar secara ilegal di pasaran di seluruh

nusantara.3

Keberadaan BPOM RI mempunyai fungsi sebagai salah satu unsur operasional

dalam penegakan hukum. Pasal 6 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara

2Galuh Mekar Kuncoro, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Peredaran

Kosmetik Perawatan Wajah Tanpa Notifikasi, Jurnal Ilmiah: Universitas Surabaya, diunduh 20

maret 2018, pukul 15.50 WIB 3 Balai Besar Pengawas Obat Dan Makanan (BBPOM) Bandar Lampung. Buku Laporan

Tahun 2008 Balai Besar Pengawas Obat Dan Makanan Bandar Lampung, hlm. 1. Diunduh pada

12 November 2017 pukul 19.15 WIB.

5

Pidana memberikan wewenang kepada penyidik untuk melakukan penyidikan

terkait adanya pelanggaran pidana pengadaan, penyimpanan, penjualan obat, obat

tradisional, kosmetik dan pangan berbahaya. Diberikannya wewenang untuk

memudahkan dalam pengungkapan suatu tindak pidana mengingat banyaknya

kendala yang dihadapi oleh aparat kepolisian dalam melakukan penyidikan.

Pusat Penyidikan Obat dan Makanan atau PPOM merupakan salah satu unit

penunjang teknis (pusat-pusat). PPOM melaksanakan kinerjanya dalam

pemberantasan pelanggaran di bidang obat dan makanan, selaras dengan fungsi

utama BPOM untuk menjamin obat dan makanan yang beredar dan dikonsumsi

oleh masyarakat aman, bermutu, berkhasiat, dan/atau bermanfaat. PPOM adalah

unsur pelaksana tugas BPOM yang berada di bawah dan bertanggung jawab

kepada Kepala Balai, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari secara teknis dibina

oleh Deputi dan secara administratif dibina oleh Sekretaris Utama.

PPOM memiliki sinergitas kinerja dengan UPT di Balai Besar/ Balai POM di

seluruh Indonesia, melalui bagian penyidikan. Kegiatan penyidikan PPOM

dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). PPNS merupakan

pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberikan kewenangan khusus oleh

undang-undang untuk melakukan penyidikan tindak pidana sesuai undang-undang

yang menjadi dasar hukumnya.4

Dalam pelaksanaan tugasnya, PPNS berada di bawah koordinasi dan pengawasan

penyidik POLRI. Tetapi yang paling penting dalam upaya mewujudkan

penyelenggaraan peradilan pidana secara terpadu adalah hubungan kerja antara

4 http://www.pom.go.id/penyidikan/media.php?hal=latarbelakang&halaman=1, diunduh

pada 12 November 2017 pukul 20.34 WIB.

6

PPNS dengan POLRI.5 Melalui peyidikannya PPNS BPOM mendapati, beberapa

pelaku usaha yang telah di razia di kediaman maupun di toko. Hasil dari razia

tersebut mendapati barang bukti beberapa merek lokal maupun merek impor yang

belum memiliki izin edar atau ilegal.

Berikut adalah beberapa contoh kasus perdagangan produk kosmetik ilegal secara

online :

Kasus 1 :

Jual produk-produk alat-alat kecantikan tanpa izin edar Badan Pengawas Obat dan

Makanan (BPOM), Rizky Junaidi (27), warga Jojoran, Surabaya, Jawa Timur

terpaksa berurusan dengan Satreskrim Polres Tanjung Perak. Tersangka

mengedarkan produk-produk alat kosmetik tanpa melengkapi surat izin edar

BPOM. Produk-produk berbahaya ini, dijual melalui online dengan sistem

delivery order, terang Kasatreskrim Polres Tanjung Perak, Surabaya, AKP Aldy

Sulaiman. Dari penyidikan pihaknya, diketahui produk-produk kosmetik ini

berasal dari Korea dan China. Jadi alat-alat kecantikan ini sangat berbahaya jika

digunakan.

Efeknya bisa seperti alergi gatal-gatal. Terungkapnya kasus ini sendiri, ketika

petugas menerima informasi masyarakat yang ditindaklanjuti dengan penyidikan

dan kemudian melakukan penangkapan terhadap tersangka, ucapnya. Sementara

di hadapan penyidik, tersangka mengaku membeli barang-barang tersebut via

online lalu menjualnya kembali melalui media sosial. Tiap kosmetik harganya

bervariasi, antara Rp 20 ribu hingga 50 ribu rupiah. Dari tiap penjualan itu, saya

5Nikmah Rosida, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Sebuah Upaya Penegakan Peraturan

Daerah), Penerbit Pustaka Magister, Semarang 2012, hlm. 51.

7

hanya ambil untuk Rp 5 ribu sampai 10 ribu rupiah, aku tersangka, yang juga

mengaku baru seminggu membuka lapak online-nya.

Beberapa barang bukti yang turut diamankan bersama tersangka, di antaranya;

enam yesnow, empat shisedo, sembilan lipstick, naked, body losion, hair shampo

dan puluhan jenis kosmetik lainnya. Selanjutnya, tersangka akan dijerat Pasal

196 dan atau Pasal 197 Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009, tentang

Kesehatan dan atau Pasal 62 Jo Pasal 8 huruf (i) dan (j) Undang-Undang RI

Nomor 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana

maksimal tujuh tahun kurungan.6

Kasus 2 :

Penyidikan lainnya yang dilakukan oleh BPOM terhadap salah satu pelaku usaha

online berinisial (S) yang ditemukan di Bandar Lampung. Pelaku usaha tersebut

menjalankan perdagangan kosmetik online melalui social media instagram. Selain

menjalankan melakukan perdagangan secara online, pelaku usaha memiliki

sebuah toko yang berlokasi di Tanjung Karang. Dalam penyelidikannya PPNS

BPOM juga menemukan produk-produk kosmetik yang belum memiliki izin edar

dari dalam dan luar negeri. Penanganan PPNS BPOM dalam melaksanakan

penyidikan di TKP berupa penggeledahan dan penyitaan barang, kemudian

meminta persetujuan/penetapan kepada Pengadilan setempat.

Berdasarkan isu hukum di atas terbukti masih beredar luasnya kosmetik ilegal di

beberapa toko online, yang mengacu pada Pasal 196 dan atau Pasal 197 Undang-

6Moch Andriansyah, Jual kosmetik via online rizki dibekuk polisi,

https://www.merdeka.com/peristiwa/jual-kosmetik-berbahaya-via-online-rizky-dibekuk-polisi.html,

diunduh pada 28 Desember Pukul 13.44 WIB.

8

Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 62 Jo Pasal 8

huruf (i) dan (j) Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan

Konsumen. Apabila kinerja PPNS BPOM dalam hal penyidikan telah memberikan

hasil yang maksimal, maka kosmetik-kosmetik ilegal yang selama ini beredar

bebas dipasaran tidak akan lagi ditemukan. Hal inilah yang membuat peneliti

tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai “Penyidikan Kasus

Perdagangan Produk Ilegal Secara Online Oleh BPOM”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang penulis bahas di dalam tesis ini adalah

sebagai berikut :

a. Bagaimanakah penyidikan kasus perdagangan produk kosmetik ilegal

secara online oleh PPNS BPOM?

b. Apa yang menjadi faktor penghambat dalam penyidikan kasus

perdagangan produk kosmetik ilegal secara online oleh PPNS BPOM?

2. Ruang Lingkup

Ruang Lingkup dalam penelitian ini adalah kajian bidang hukum pidana dan

kajian perlindungan konsumen, dengan objek kajian penelitian mengenai

penyidikan kasus perdagangan produk kosmetik ilegal secara online oleh

BPOM. Penelitian ini akan dilakukan di BPOM Bandar Lampung dan

Polresta Bandar Lampung dan waktu penelitian dilaksanakan pada Tahun

2018/2019.

9

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

a. Untuk menganalisis penyidikan kasus perdagangan produk kosmetik ilegal

secara online oleh PPNS BPOM.

b. Untuk menganalisis Apa yang menjadi faktor penghambat dalam

penyidikan kasus perdagangan produk kosmetik ilegal secara online oleh

PPNS BPOM.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah :

a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi

pemikiran, khususnya mengenai penyidikan kasus perdagangan produk

ilegal secara online oleh BPOM.

b. Kegunaan Praktis

Manfaat penelitian ini digunakan untuk meningkatkan pengetahuan yang

dapat digunakan dalam keperluan akademik bagi penulis dan pihak-pihak

yang membutuhkan, khususnya mengenai penyidikan kasus perdagangan

produk ilegal secara online oleh BPOM.

10

D. Kerangka Pemikiran

1. Alur Pikir

E. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah abstraksi hasil pemikiran atau kerangka acuan atau dasar

yang relevan untuk pelaksanaan penelitian hukum.7 Salah satu fungsi hukum, baik

sebagai kaidah maupun sebagai sikap tidak atau prilaku teratur, adalah

membimbing prilaku manusia sehingga hal itu juga menjadi salah satu ruang

lingkup studi terhadap hukum secara ilmiah. Dalam kenyataanya dapat dijumpai

sebagai wujud sikap tindak atau prilaku hukum, misalnya suatu keputusan pihak

7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1986, hlm.103.

Faktor Internal Faktor Eksternal Pro Justitia Non Projustitia

Perdagangan produk kosmetik ilegal secara

online

Faktor penghambat penyidikan kasus

perdagangan kosmetik illegal secara

online

Sanksi Administratif

Penyidikan kasus perdagangan

produk kosmetik ilegal secara

online

11

yang berwenang mengenai berlakunya aturan tertentu merupakan hukum,

demikian pula halnya dengan polisi yang menangkap penjahat dan seterusnya.

Suatu sikap tindak atau prilaku hukum lazimnya mempunyai pengaruh tertentu,

apabila berhunungan dengan tingkah laku pihak-pihak lain. Suatu sikap tindak

atau prilaku hukum dianggap efektif, apabila sikap tindak atau prilaku pihak lain

menuju pada tujuan yang dikehendaki, artinya apabila pihak lain tersebut

mematuhi hukum. Pada tahap ini penyusun menggunakan beberapa teori,

diantaranya adalah :

1. Teori Penyelidikan dan Penyidikan

Ruang lingkup penyelidikan merupakan serangkaian tindakan penyelidik untuk

mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur

dalam Undang-Undang. Definisi mengenai penyelidikan dijelaskan dalam Pasal 1

angka 5 KUHAP Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 “penyelidikan adalah

serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa

yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya

penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”

Penyelidikan dilakukan sebelum penyidikan, penyelidikan berfungsi untuk

mengetahui dan menentukan peristiwa apa yang sesungguhnya telah terjadi dan

bertugas membuat berita acara serta laporan yang nantinya merupakan dasar

permulaan penyidikan. Istilah penyidikan dipakai sebagai istilah yuridis atau

hukum pada 1961 yaitu sejak dimuat dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 1961

tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepolisian Negara.

12

Penyidikan berasal dari kata “sidik” yang artinya terang. Jadi penyidikan artinya

membuat terang atau jelas, KUHAP membedakan penyidikan dan penyelidikan

dalam fungsi yang berbeda. Penyidikan artinya membuat terang Kejahatan yang

dalam bahasa Belanda disebut sebagai “Opsporing” dan dalam bahasa Inggris

disebut sebagai “Investigation”. Namun istilah dan pengertian penyidikan pada

dasarnya terbagi menjadi dua yaitu :

a. Istilah dan pengertian secara gramatikal. Dalam kamus besar Bahasa

Indonesia dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan penyidikan adalah

serangkaian tindakan penyidik yang diatur oleh Undang-Undang untuk

mencari dan mengumpulkan bukti pelaku tindak pidana. Asal kata

penyidikan adalah sidik yang berarti periksa, menyidik, menyelidik atau

mengamat-amati.

b. Istilah dan pengertian secara yuridis. Dalam Pasal 1 butir (2) KUHAP

dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan penyelidikan adalah serangkaian

tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-

Undang ini untuk mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat

terang tindak pidana yang terjadi dan duna menemukan tersangkanya.8

Penyelidikan merupakan tahap permulaan dalam proses penyidikan, penyelidikan

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari fungsi penyidikan, karena untuk

melakukan proses penyidikan yang menentukan tersangka dalam tindak pidana

harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu untuk menentukan apakah perbuatan

8 Ketut, Adi Purnama, Transparansi Penyidik Polri dalam Sistem Peradilan Pidana di

Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2018, hlm. 68.

13

tertentu merupakan perbuatan pidana atau tidak yang dilakukan penyelidik dengan

mengumpulkan bukti permulaan yang cukup.

Fungsi penyelidikan antara lain sebagai perlindungan dan jaminan terhadap hak

asasi manusia, adanya persyaratan dan pembatasan dan rehabilitasi, dikaitkan

bahwa tidak semua peristiwa yang terjadi dan diduga sebagai tindak pidana itu

terlihat bentuknya secara jelas sebagai tindak pidana.9 Berdasarkan Pasal 4

KUHAP yang dapat menjadi penyelidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik

Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan

penyelidikan. Berbeda halnya dengan penyidik, yang dapat menjadi penyidik

bukan hanya anggota kepolisian saja tetapi pegawai negeri sipil tertentu yang

diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Dari ketentuan Pasal 1 Ayat 5

tentang penyelidikan dan Pasal 5 Ayat 1 huruf (a) dan (b) KUHAP tentang tugas

dan wewenang penyelidik adalah :

1. Apabila dilihat dari tugas dan wewenang penyelidik berdasarkan hukum dapat

berupa :

a. Menerima laporan atau pengaduan;

b. Mencari keterangan dan alat bukti;

c. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta

memeriksa tanda pengenal diri;

d. Mengadakan tindakan lain menurut hukuman yang bertanggung jawab.

9 Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana, PT. Alumni, Bandung, 2007, hlm. 56

14

2. Kewenangan penyelidik atas perintah penyidik :

a. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan

penyitaan;

b. Pemeriksaan dan penyitaan surat;

c. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

d. Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik.

2. Teori Tentang Faktor Penghambat

Penegakan hukum dan efektivitas suatu perundang-undangan pasti akan menemui

hambatan-hambatan di dalam pelaksanaannya, karena tidak semua aturan hukum

tersebut bisa berjalan dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku dan kenyataan di lapangan yang dilakukan oleh masyarakat. Peran

sub-sistem di dalam proses penegakan hukum bukanlah satu-satunya peran ideal

yang dapat meningkatkan efektivitas penegakan hukum, akan tetapi faktor-faktor

di luar sub-sistem di dalam proses penegakan hukum tersebut. Soerjono Soekanto

menjelaskan 5 faktor agar suatu kaedah hukum benar-benar berfungsi, yaitu :

a. Faktor Hukum

Praktek penyelenggaraan penegakan hukum dilapangan sering kali terjadi

pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini terjadi dikarenakan

konsepsi merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan kepastian

hukum sudah ditentukan secara normative. Tindakan atau kebijakan yang

tidak sepenuhnya berdasarkan hukum atau undang-undang merupakan suatu

yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan tersebut tidak

bertentangan dengan hukum. Oleh karenanya penegakan hukum merupakan

15

proses penyerasian antara nilai-nilai dan akidah-akidah serta pada perilaku

nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.

b. Faktor Penegak Hukum

Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas

atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam rangka penegakan

hukum oleh setiap lembaga penegakan hukum, keadilan dan kebenaran harus

dinyatakan, harus terasa dan terlihat serta harus diaktualisasikan. Namun, pada

kenyataannya masih kurangnya kuakitas penegak hukum di Indonesia belum

mendukung terlebih dari sisi profesionalisasinya, karena jumlah penegak

hukum yang memiliki keahlian dibidang tersebut masih terbatas.

Lembaga-lembaga penegak hukum mempunyai pelekatan, fungsi-fungsi

tersendiri di dalam berlakunya sistem hukum. Lembaga-lembaga ini antara

lain adalah Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan Dan Lembaga Pemasyarakatan.

Secara lebih mendalam lagi, lembaga-lembaga tersebut memiliki Undang-

Undang tersendiri sebagai dasar hukum bekerjanya, disamping Undang-

Undang Hukum Pidana. Secara singkat dapat dikatakan bahwa komponen

yang bersifat struktual ini memungkinkan kita untuk mengharapkan

bagaimana suatu system hukum itu harusnya bekerja.

c. Faktor Sarana dan Fasilitas

Fasilitas dapat dirumuskan sebagai sarana yang bersifat fisik, yang berfungsi

sebagai faktor pendukung untuk mencapai tujuan. Fasilitas pendukung

mencakup perangkat lunak dan perangkat keras. Sarana dan fasilitas yang

kurang mendukung, baik dari kuantitas maupun kualitas yang dimiliki oleh

masing-masing petugas penegak hukum belum sesuai dengan beban tugas

16

yang mereka jalankan. Karena dalam tahapan penyidikan diperlukan sarana

dan fasilitas yang memadai.

d. Faktor Masyarakat

Setiap warga masyarakat atau kelompok pasti mempunyai kesadaran hukum,

yakni kepatuhan hukum yang tinggi, sedang atau rendah. Sebagaimana

diketahui kesadaran hukum merupakan suatu proses yang mencakup

pengetahuan hukum, sikap hukum dan perilaku hukum. Dapat dikatakan

bahwa derajat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan merupakan

salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan. Artinya, jika

derajat kepatuhan warga masyarakat terhadap suatu peraturan tinggi, maka

peraturan tersebut memang berfungsi. Partisipasi masyarakat sangat

diperlukan terhadap pelaksanaan penegakan hukum, karena bagian yang

terpenting dalam penegakan hukum adalah kesadaran hukum masyarakat.

Karena semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin

memungkinkan penegakan hukum yang baik.

e. Faktor Kebudayaan

Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat.

Berlakunya hukum tertulis harus mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar

hukum adat. Dalam penegakan hukum, semakin banyak penyesuaian antara

peraturan perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan

semakin mudah dalam menegakkannya. Tetapi sebaliknya apabila peraturan

perundangan tidak sesuai atau bertentangan dengan kebudayaan masyarakat,

17

maka akan semakin sukar untuk melaksanakan dan menegakkan peraturan

hukum tersebut.10

Kelima hal tersebut saling berkaitan dengan hal-hal yang menjadi penghambat di

dalam penegakan hukum khususnya di dalam upaya penegakan hukum suatu

tindak pidana. Dimana faktor penghambat tersebut berasal dari faktor undang-

undang yang mengatur suatu tindak pidana tersebut, aparat penegak hukum,

masyarakat, fasilitas serta budaya yang berlaku didalam masyarakat tertentu.

F. Konseptual

Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara

konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti.11

Berdasarkan defenisi

tersebut, maka batasan pengertian dari istilah yang digunakan dalam penelitian ini

antara lain:

1. Penyidikan menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang KUHAP menjelaskan tentang penyidikan, yang berbunyi “penyidikan

adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur

dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang

dengan bukti itu membuat terang tentang pidana yang terjadi dan guna

menemukan tersangkanya”.12

10

Maroni dan Eddy Rifai, Studi Penegakan dan Pengembangan Hukum, Universitas

Lampung, 2013, hlm 259. 11

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Op. Cit, hlm.132. 12

Hartono, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 32.

18

2. Perdagangan atau perniagaan pada umumnya, ialah pekerjaan membeli barang

dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat lain

atau pada waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan.13

3. Produk kosmetik ilegal bisa dikatakan ilegal jika diperjualbelikan tanpa izin

edar, masa berlaku produk sudah habis atau tidak terdaftar nomor

registrasinya. Produk yang dipalsukan juga termasuk ilegal, namun ada

perbedaan yang perlu diketahui. Produk ilegal belum tentu palsu, tapi produk

palsu sudah pasti ilegal.14

4. Transaksi online adalah transaksi jual beli berupa transaksi penawaran barang

oleh penjual dan permintaan barang oleh pembeli secara online dengan

memanfaatkan teknologi internet.

5. Badan Pengawas Obat dan Makanan atau disingkat BPOM adalah sebuah

lembaga di Indonesia yang bertugas mengawasi peredaran obat-obatan dan

makanan di Indonesia.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara

untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.15

Karya

ilmiah seharusnya mempunyai unsur-unsur ilmiah yang terkandung didalamnya,

unsur-unsur ini merupakan syarat metode ilmiah yang harus dimiliki, antara lain:

13

Kansil C.S.T dan Kansil S.T Christine, Pokok Pokok Pengetahuan Hukum Dagang

Indonesia, Sinar Grafika,Jakarta, 2002, hlm. 15. 14

Hestianingsih, Kosmetik Palsu dan Ilegal Beredar, Apa Perbedaannya?,

https://wolipop.detik.com/read/2014/05/21/111536/2588051/234/kosmetik-palsu-dan-ilegal-

beredar-apa-perbedaannya, diunduh pada 13 November 2017 pukul 19.15 WIB. 15

Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 1989,

hlm. 30.

19

a. Merupakan pengetahuan;

b. Tersusun secara sistematis;

c. Menggunakan Logika; dan

d. Dapat diuji atau dikendalikan serta dibuktikan secara kritis oleh orang lain.16

1. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan

menggunakan pendekatan:

a. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan dalam arti menelaah kaidah-

kaidah atau norma-norma dan aturan-aturan yang berhubungan dengan

masalah yang akan dibahas atau dilakukan hanya pada peraturan-peraturan

yang tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain. Pendekatan tersebut

dilakukan dengan mengumpulkan berbagai peraturan-peraturan, teori-teori

yang berkenaan dengan permasalahan dan pembahasan dalam penelitian ini.

b. Pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan yang dilakukan secara langsung

terhadap objek penelitian dengan cara mendapatkan data langsung dari

narasumber melalui observasi dan wawancara, khususnya yang berkaitan

dengan permasalahan yang akan dibahas dalam mencari dan menemukan fakta

tersebut. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan BPOM sebagai

lembaga yang berwenang dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan di

bidang pengawasan Obat dan Makanan . Hal ini dilakukan untuk mendapatkan

informasi yang akurat.

16

Mukti Fajar Dkk, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta, 2009, hlm.23

20

2. Sumber dan Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer,

yaitu sebagai berikut:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh penulis melalui studi dengan

mengadakan wawancara dan pertanyaan kepada pihak yang terkait.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data tambahan yang diperoleh melalui studi

kepustakaan (library research) dengan cara membaca, menelaah dan

mengutip terhadap berbagai teori, asas dan peraturan yang berhubungan

dengan permasalahan. Data sekunder yang digunakan terdiri dari

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang terdiri dari :

a. Undang-Undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.

c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan

konsumen.

d. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1175/MENKES/PER/VII/2010

Tentang Izin Produksi Kosmetika.

e. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1176/MENKES/PER/VIII/2010 Notifikasi Kosmetika.

f. Undang-Undang nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik.

21

2. Bahan hukum sekunder, merupakan bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti, rancangan undang-

undang, hasil penelitian dan pendapat para pakar hukum.

3. Bahan hukum tersier, merupakan bahan hukum yang fungsinya

melengkapi dari bahan hukum primer dan skunder agar dapat menjadi

lebih jelas, seperti makalah, jurnal penelitian, literatur-literatur, media

masa serta hasil-hasil penelitian dan petunjuk-petunjuk yang berkaitan

dengan penyidikan kasus perdagangan produk kosmetik ilegal secara

online oleh BPOM.

3. Penentuan Narasumber

Penelitian ini memerlukan narasumber sebagai sumber informasi untuk mengelola

dan mengumpulkan data serta menganalisis data sesuai permasalahan yang

dibahas. Narasumber adalah seseorang yang memberikan informasi yang

diinginkan dan dapat memberikan tanggapan terhadap informasi yang diberikan.17

Adapun narasumber dalam penelitian ini adalah :

a. Pelaku Usaha : 1 orang

b. PPNS BPOM : 1 orang

c. Penyidik POLRI : 1 orang

d. Akademisi Hukum Pidana Magister Hukum Universitas Lampung : 1 orang +

Jumlah = 4 orang

17

Moh. Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998, hlm. 25

22

4. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

Penyusunan penulisan ini sesuai dengan jenis dan sumber data sebagaimana

ditentukan diatas mempergunakan dua macam prosedur, dalam rangka

mengumpulkan data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu :

a. Prosedur Pengumpulan Data

1) Studi Kepustakaan

Studi pustaka (library research), adalah pengumpulan data dengan

menelaah dan mengutip dari bahan kepustakaan dan melakukan

pengkajian peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

bahasan.

2) Studi Lapangan

Studi lapangan (field research), dilakukan sebagai usaha mengumpulkan

data secara langsung di lapangan penelitian guna memperoleh data yang

dibutuhkan. Studi lapangan dilaksanakan dengan wawancara kepada

nasumber penelitian.

b. Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data yang telah diperoleh, maka penulis melakukan kegiatan-

kegiatan antara lain:

1) Pemeriksaan Data

Yaitu memeriksa kembali kelengkapan, kejelasan dan kebenaran data

yang telah diterima serta relevansinya dalam penelitian. Dalam penelitian

ini data-data berupa peraturan perundang-undangan dan literatur atau

buku yang relevan dengan permasalahan yang akan dibahas.

23

2) Klasifikasi Data

Yaitu suatu kumpulan data yang diperoleh perlu disusun dalam bentuk

logis dan ringkas, kemudian disempurnakan lagi menurut ciri-ciri data

dan kebutuhan penelitian yang diklasifikasikan sesuai jenisnya.

3) Sistematisasi Data

Yaitu melakukan penyusunan data secara sistematis sesuai jenis data dan

pokok bahasan dengan maksud memudahkan dalam menganalisa data

tersebut.

5. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan cara analisis kualitatif dan teknik deskripsi yaitu,

dengan mendeskripsikan data dan fakta yang dihasikan atau dengan kata lain yaitu

dengan menguraikan data dengan kalimat-kalimat yang tersusun secara terperinci,

sistematis dan analisis, sehingga akan mempermudah dalam membuat kesimpulan

dari penelitian dilapangan dengan suatu interpretasi, evaluasi dan pengetahuan

umum. Setelah data dianalisis maka kesimpulan terakhir dilakukan dengan

metode induktif yaitu berfikir berdasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus,

kemudian dilanjutkan dengan pengambilan yang bersifat umum.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisannya proposal tesis ini disajikan dalam beberapa bab yang

saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya yaitu sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan secara garis besar mengenai latar belakang penulisan,

perumusan masalah dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan,

24

kerangka teoritis dan konseptual, metode penelitian serta sistematika

penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini merupakan pengantar pemahaman ke dalam pengertian-pengertian

umum serta pokok bahasan. Dalam uraian bab ini lebih bersifat teoritis yang

nantinya akan digunakan sebagai bahan studi perbandingan antara teori yang

berlaku dengan kenyataannya yang berlaku dalam praktek.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang deskripsi penyajian dan pembahasan data yang telah

didapat dari penelitian, terdiri dari deskripsi dan analisis mengenai

penyidikan kasus perdagangan produk kosmetik ilegal secara online oleh

BPOM dan apa yang menjadi faktor penghambat dalam penyidikan kasus

perdagangan produk kosmetik ilegal secara online oleh BPOM.

IV. PENUTUP

Bab ini merupakan penutup dari penulisan tesis yang berisikan secara singkat

hasil pembahasan dari penelitian dan beberapa saran dari peneliti sehubungan

dengan masalah yang dibahas, memuat lampiran-lampiran, serta saran-saran

yang berhubungan dengan penulisan dan permasalahan yang dibahas bagi

aparat penegak hukum yang terkait.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Penyidikan

1. Pengertian Penyidikan

Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP

menjelaskan Tentang Penyidikan, yang berbunyi sebagai berikut :

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara

yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti

yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan

guna menemukan tersangkanya.

Berdasarkan rumusan Pasal 1 butir 2 KUHAP, unsur-unsur yang terkandung

dalam pengertian penyidikan adalah:

a. Penyidikan merupakan serangkaian tindakan yang mengandung tindakan-

tindakan yang antara satu dengan yang lain saling berhubungan;

b. Penyidikan dilakukan oleh pejabat publik yang disebut penyidik;

c. Penyidikan dilakukan dengan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

d. Tujuan penyidikan ialah mencari dan mengumpulkan bukti, yang dengan bukti

itu membuat terang tindak pidana yang terjadi, dan menemukan tersangkanya.

26

Berdasarkan keempat unsur tersebut sebelum dilakukan penyidikan, telah

diketahui adanya tindak pidana tetapi tindak pidana itu belum terang dan belum

diketahui siapa yang melakukannya, adanya tindak pidana yang belum terang itu

diketahui dari penyelidikannya.19

Penyidikan menurut Moeljatno dilakukan setelah

dilakukannnya penyelidikan, sehingga penyidikan tersebut mempunyai landasan

atau dasar untuk melakukannya. Pada tindakan penyelidikan, penekanannya

diletakkan pada tindakan “mencari dan menemukan” suatu “peristiwa” yang

dianggap atau diduga sebagai tindakan pidana.

Sedangkan pada penyidikan titik berat penekanannya diletakkan pada tindakan

“mencari serta mengumpulkan bukti”. Dengan kata lain penyidikan dilakukan

bukan atas praduga terhadap seseorang menurut penyidik bahwa ia bersalah, tetapi

suatu asas dipergunakan adalah bahwa penyidikan bertujuan untuk membuat suatu

perkara menjadi terang dengan menghimpun pembuktian mengenai terjadinya

suatu perkara pidana.

Penyidikan dilakukan bila telah cukup petunjuk-petunjuk bahwa seorang atau para

tersangka telah melakukan peristiwa yang dapat dihukum.20

Pengumpulan

perbuatan pidana itu harus dilakukan dengan cara mempertimbangkan dengan

seksama makna dari ketentuan hukum yang sesungguhnya, dengan parameter

apakah perbuatan atau peristiwa pidana itu bertentangan dengan nilai-nilai hidup

pada komunitas yang ada di masyarakat setempat, misalnya perbuatan itu nyata-

19

Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia

Publishing, Malang, 2005, hlm.380-381. 20

Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana, Bina

Aksara, Jakarta. 1993. hlm. 105.

27

nyata di luar kesepakatan telah mencederai kepentingan pihak lain, dan ada pihak

lain yang nyata-nyata dirugikan atas peristiwa tersebut.

Dalam penyidikan memiliki tujuan secara konkrit yang dapat diperinci sebagai

tindakan penyidik untuk mendapatkan keterangan tentang:

a. Tindak pidana apa yang dilakukan.

b. Kapan tindak pidana dilakukan.

c. Dengan apa tindak pidana dilakukan.

d. Bagaimana tindak pidana dilakukan.

e. Mengapa tindak pidana dilakukan.

f. Siapa pembuatnya atau yang melakukan tindak pidana tersebut.21

Penyidikan merupakan suatu istilah yang dimaksudkan sejajar dengan pengertian

opsporing (Belanda) dan investigation (Inggris) atau penyiasatan atau siasat

(Malaysia). Pengetahuan dan pengertian penyidikan perlu dinyatakan dengan pasti

dan jelas, karena hal itu langsung menyinggung dan membatasi hak-hak asasi

manusia. Penyidikan merupakan suatu tahap yang terpenting dalam kerangka

hukum acara pidana di Indonesia, karena dalam tahap ini pihak penyidik berupaya

mengungkap fakta-fakta dan bukti-bukti atas terjadinya suatu tindak pidana serta

menemukan tersangka pelaku tindak pidana tersebut. Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) seperti yang dirumuskan memberi maksud

penyidik adalah orang yang melakukan penyidikan yang terdiri dari pejabat yaitu

Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia (POLRI) yang terbagi menjadi pejabat

penyidik penuh dan pejabat penyidik pembantu, serta Pejabat Pegawai Negeri

21

Abdussalam, H. R. Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif dalam Disiplin Hukum,

Restu Agung, Jakarta. 2009. hlm. 86.

28

Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Namun dalam

hal tertentu jaksa juga memiliki kewenangan sebagai penyidik terhadap perkara

atau tindak pidana khusus, seperti perkara Hak Asasi Manusia dan Tindak Pidana

Korupsi.

2. Pengertian Penyidik

Menurut Pasal 1 Butir (1) KUHAP, penyidik adalah Pejabat Polisi Negara

Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi

wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Kegiatan

penyidikan harus mengarah pada penuntutan. Keberhasilan penuntutan selain

ditentukan oleh profesionalitas Penuntut Umum, juga dipengaruhi oleh

kesempurnaan hasil penyelidikan. Oleh karena itu, penyidikan menempati posisi

yang tidak dapat diabaikan.

Penyidik dibagi menjadi 4 bagian, yaitu :

a. Penyidik Pembantu

Menurut Pasal 10 Ayat (1) KUHAP Penyidik Pembantu adalah pejabat

oleh Kepala Negara Republik Indonesia yang diangkat oleh kepala

Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan syarat kepangkatan.

Kewenangan pengangkatan menjadi penyidik pembantu ada pada Kapolri

atau pejabat yang ditunjuk, atas usulan komandan atau pimpinan kesatuan

masing-masing.

b. Penyidik Tindak Pidana Umum

Penyidik tunggal terhadap tindak pidana umum (KUHP) adalah Pejabat

Polisi Negara Republik Indonesia (POLRI). KUHAP Pasal 1 butir 1 Jo.

Pasal 6 Ayat (1) menyebut selain Polri sebagai Penyidik adalah Pejabat

29

Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu yang diberi wewenang khusus oleh

undang-undang.

c. Penyidik Tindak Pidana Khusus

Berdasarkan KUHAP dan PP Nomor 27 Tahun 1983 pelaksanaan

penyidikan tindak pidana khusus dilakukan oleh Penyidik POLRI dan

Jaksa. Tindak pidana khusus dimaksud adalah tindak pidana yang diatur

dalam undang-undang:

(1) Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1955, tentang Pengusutan,

Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi.

(2) Undang-Undang Nomor 11 PnPs Tahun 1963 tentang Pemberantasan

Kegiatan Subversi.

(3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

d. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

Selain Penyodol POLRI yang dimaksud penyidik adalah pejabat pegawai

negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang

untuk melakukan penyidikan (vide Pasal 1 butir Jo. Pasal 6 Ayat (1)

KUHAP).22

Tugas penyidik dalam melaksanakan penyidikan sesuai dengan arti penyidikan itu

sendiri dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP meliputi :

a. Membuat berita acara tentang hasil pelaksanaan tindakannya.

22

Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hlm. 45.

30

b. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum atau jaksa; penyidik

yang dari pegawai negeri sipil menyerahkannya dengan melalui penyidik

yang dari pejabat kepolisian negara.

Sedangkan wewenang seorang penyidik adalah:

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak

pidana.

b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.

c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal dari

tersangka.

d. Melakukan penangkapan, penggeledahan, penahanan, dan penyitaan.

e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.

f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.

g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau

saksi.

h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara.

i. Mengadakan penghentian penyidikan.

j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Wewenang penyidik pembantu juga sama dengan penyidik, kecuali dalam hal

melakukan penahanan wajib mendapatkan pelimpahan wewenang dari penyidik.

Keberhasilan penyidikan suatu tindak pidana akan sangat mempengaruhi berhasil

tidaknya penuntutan Jaksa Penuntut Umum pada tahap pemeriksaan siding

pengadilan nantinya. Namun apabila dalam proses penyidikan berhenti di tengah

jalan Undang-Undang memberikan wewenang penghentian penyidikan kepada

31

penyidik, yakni penyidik berwenang bertindak menghentikan penyidikan yang

telah dimulainya. Hal ini ditegaskan Pasal 109 Ayat 2 KUHAP yang memberi

wewenang kepada penyidik untuk menghentikan penyidikan yang sedang

berjalan. Pasal 109 Ayat 2 KUHAP menyebutkan, “dalam hal penyidik

menghentikan penyidikan karena tidak cukup bukti atau peristiwa tersebut

ternyata bukan merupakan Tindak Pidana tindak pidana atau penyidikan

dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut

umum, tersangka atau keluarganya”.

3. Proses Pemeriksaan Penyidikan yang Dilakukan oleh Penyidik

Pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik difokuskan sepanjang hal yang

menyangkut persoalan hukum. Titik pangkal pemeriksaan dihadapan penyidik

ialah tersangka. Dari penyidik diperoleh keterangan mengenai peristiwa pidana

yang sedang diperiksa. Akan tetapi, sekalipun tersangka yang menjadi titik tolak

pemeriksaan, tersangka harus ditempatkan pada kedudukan menusia yang

memiliki harkat martabat tersangka harus dinilai sebagai subjek, bukan sebagai

objek. Pemeriksaan tersebut ditujukan ke arah kesalahan tindak pidana yang

dilakukan oleh tersangka. Tersangka harus dianggap tak bersalah, sesuai dengan

prinsip hukum “praduga tak bersalah” (presumption of innocent) sampai diperoleh

putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.23

Pada pemeriksaan tindak pidana, tidak selamanya hanya tersangka saja yang harus

diperiksa, diperlukan pemeriksaan saksi atau ahli. Untuk mendapatkan kejelasan

peristiwa pidana yang disangkakan. Penyidik POLRI tidak secara serta-merta

23

M Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan

Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 134.

32

dapat melakukan kegiatan penyidikan tanpa peraturan, melainkan ada juga

batasan-batasan yang harus diikuti oleh penyidik tersebut agar tidak melanggar

hak asasi manusia mengingat kekuasaan penyidik dalam melakukan rangkaian

tindakan tersebut terlampau besar.

4. Tugas Pokok, Fungsi dan Wewenang Penyidik

Pasal 6 Ayat (1) KUHAP memberikan pengertian yang jelas tentang siapa saja

yang dapat menjadi penyidik tindak pidana. Penyidik tindak pidana terdiri atas

dua komponen, yaitu Penyidik POLRI dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil

(PPNS). Letak perbedaan antara keduanya adalah terletak pada kewenangan

masing-masing sebagaimana diatur dalam undang-undang. Tugas Pokok dan

fungsi penyidik itu sendiri yaitu :

a. Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang

terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana

korupsi wajib segera melakukan penyidikan yang diperlukan.

b. Menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada

penuntut umum.

c. Dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk

dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai

dengan petunjuk dari penuntut umum.

d. Wajib memanggil dan memeriksa saksi dan ahli.

e. Wajib membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan tersangka

dan atau saksi, setelah mereka menyetujui isinya.

f. Dalam rangka melakukan penggeledahan rumah, wajib terlebih dahulu

menjukkan tanda pengenalnya kepada tersangka atau keluarganya.

33

g. Membuat berita acara tentang jalannya dan hasil penggeledahan rumah.

h. Wajib menunjukkan tanda pengenalnya terlebih dahulu dalam hal

melakukan penyitaan.

i. Penyidik membuat berita acara penyitaan.

j. Menyampaikan turunan berita acara penyitaan kepada atasannya.

k. Wajib segera menyerahkan berkas perkara penyidikan kepada penuntut

umum, jika penyidikan dianggap telah selesai.

Mengetahui wewenang pejabat penyidik yang terbagi menjadi pejabat penyidik

dan penyidik pembantu, dapat kita lihat secara normatif kewenangan penyidik

termaktub dalam Pasal 7 KUHAP Ayat (1) yang berbunyi :

1. Sesuai dengan Pasal 7 Ayat (1) KUHAP, penyidik berwenang untuk :

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak

pidana;

b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri

tersangka;

d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;

e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

g. Memanggil orang untuk diperiksa sebagai tersangka atau saksi (Pasal 7

Ayat (1) Jo Pasal 112 Ayat (1) KUHAP);

h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

34

2. Dalam hal dianggap perlu dapat meminta pendapat seorang ahli atau orang

yang memiliki keahlian khusus (Pasal 120 KUHAP Jo Pasal 133 Ayat (1)

KUHAP).

3. Penyidik dapat mengabulkan permintaan tersangka, keluarga, atau penasihat

hukum tersangka atas penahanan tersangka (Pasal 123 Ayat (2) KUHAP).

4. Penyidik dapat mengadakan penjagaan atau penutupan tempat atau rumah

yang digeledah demi keamanan dan ketertiban (Pasal 127 Ayat (1) KUHAP).

5. Penyidik berhak memerintahkan setiap orang yang dianggap perlu tidaknya

meninggalkan tempat tersebut selama penggeledahan berlangsung (Pasal 127

Ayat (2) KUHAP).

Sehubungan dengan hal di atas, maka penyidik dalam menjalankan tugas pokok,

fungsi dan wewenangnya di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia,

khususnya di daerah hukum pejabat yang bersangkutan ditugaskan harus

didasarkan kepada ketentuan peraturan perundangan yang berlaku atau dapat

dikatakan harus sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Kewajiban aparat

hukum menentukan kepastian perbuatan seseorang merupakan perbuatan pidana

berdasarkan undang-undang pidana dengan cara memperoleh bukti-bukti kuat

bahwa pelaku benar-benar melakukannya.

B. Tinjauan Tentang Perdagangan Produk Kosmetik Ilegal Secara Online

Kosmetika berasal dari bahasa Yunani “Kosmetikos” yang berarti keterampilan

menghias, mengatur.Namun dalam perkembangannya, istilah kosmetika telah

dipakai oleh banyak kalangan dan profesi yang berbeda sehingga pengertian

35

kosmetik menjadi begitu luas dan tidak jelas.24

Menurut Pasal 1 Ayat (1)

Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor Hk.00.05.4.1745 Tentang Kosmetik, kosmetik adalah bahan atau sediaan

yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis,

rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut

terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan/

memperbaiki bau badan/ melindungi/ memelihara tubuh pada kondisi baik.

Tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.

Kosmetik telah menjadi sebuah lahan perdagangan yang mempunyai omset yang

memuaskan. Kosmetik sendiri telah menjadi bagian kebutuhan primer kebanyakan

masyarakat. Banyak dari para produsen yang tidak mementingkan kesehatan

konsumen dengan menomorsekiankan kualitas. Artinya banyak produk yang kini

beredar di pasaran mengandung beberapa zat yang tidak memenuhi syarat

kelayakan pemakaian.

1. Pengertian Kosmetik Ilegal

Menurut Ondri Dwi Sampurno, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional,

Kosmetika dan Produk Komplemen BPOM, ada dua jenis kosmetik ilegal, yaitu

kosmetik tanpa izin edar (TIE) dan kosmetik palsu. Jadi, yang dimaksud kosmetik

ilegal adalah kosmetik yang beredar, tapi tidak/belum dinotifikasi ke BPOM,

termasuk juga kosmetik palsu. Kosmetik yang tergolong kosmetik TIE adalah

yang tidak memiliki nomor notifikasi dari BPOM. Sedangkan kosmetik palsu

adalah kosmetik yang dibuat dengan tidak memenuhi kaidah cara pembuatan

24

Azhara dan Nurul Khasanah, Waspada Bahaya Kosmetik, (Yogyakarta: Flash Book, 2001),

hlm. 15.

36

kosmetik yang baik (CPKB) dengan menggunakan bahan-bahan yang tidak

seharusnya digunakan.

Biasanya produk kedaluwarsa yang telah diganti tanggalnya, produk yang

dikemas ulang seolah-olah merek internasional, hingga yang diproduksi oleh

pihak tidak bertanggung jawab yang menambahkan bahan berbahaya. Produk

kosmetik ilegal yang beredar di pasaran tidak sedikit yang mengandung bahan

berbahaya yang sebenarnya dilarang sebagai bahan baku kosmetik, seperti

merkuri, hidrokinon, asam retinoat, bahan pewarna, dietilen glikol, dan

resorsinol. Padahal, penggunaan bahan-bahan berbahaya ini secara terus-menerus

dapat menimbulkan masalah kesehatan.

Tiap kosmetik yang beredar di pasaran harus memiliki izin edar, karena produsen

bisa mempertanggungjawabkan kandungan apa saja yang mereka gunakan dalam

produknya. Selain itu, produsen harus menyimpan data mutu dan keamanan

produk yang siap diperiksa sewaktu-waktu oleh petugas pengawas BPOM. Saat

ini untuk izin edar kosmetik di Indonesia tidak lagi menggunakan sistem

registrasi. Izin edar yang berlaku telah menggunakan sistem notifikasi, peraturan

baru ini mengikuti aturan yang ada di Negara ASEAN. Dengan demikian, tiap

produsen kosmetik yang akan memasarkan produknya harus menotifikasikan

produk tersebut terlebih dahulu kepada pemerintah di tiap negara tempat produk

tersebut akan dipasarkan.25

25

Faunda Liswijayanti, https://www.femina.co.id/trending-topic/ini-beda-kosmetik-ilegal-

dan-kosmetik-palsu-jangan-terjebak, diunduh pada 19 Agustus 2018 pukul 23.34 WIB.

37

Setiap kosmetik wajib mencantumkan penandaan/label yang benar, meliputi:

a. Nama Produk.

b. Nomor Bets/kode produksi.

c. Nama dan alamat lengkap pemohon notifikasi.

d. Nama dan Negara produsen (untuk kosmetika import).

e. Netto.

f. Komposisi.

g. Tanggal Kedaluwarsa.

h. Kegunaan dan cara penggunaan dalam Bahasa Indonesia, kecuali untuk

produk yang sudah jelas penggunaanya.

2. Penggolongan Kosmetik

Maraknya kosmetika dewasa ini terdiri dari produk pabrik kosmetika di dalam dan

di luar negeri yang jumlahnya telah mencapai angka ribuan. Jumlah yang

sedemikian memerlukan penggolongan kosmetik untuk menjabarkan penggunaan

kosmetik dengan aturan pakainya. Penggolongan tersebut meliputi jenis kulit,

warna kulit, iklim, cuaca, waktu penggunaan, umur, dan jumlah pemakaiannya

sehingga tidak menimbulkan efek yang tidak diinginkan.

Sebelum mempergunakan kosmetik, sangatlah penting untuk mengetahui lebih

dulu apa yang dimaksud dengan kosmetik, manfaat dan pemakaian yang benar.

Kosmetik berdasarkan sifat, bahan, cara pembuatan dan fungsinya dapat

digolongkan menjadi beberapa macam. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri

Kesehatan Nomor 045/C/SK/1977 tanggal 22 Januari 1977, menurut kegunaannya

kosmetika dikelompokkan dalam 13 golongan yaitu:

38

a. Penggolongan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 045/C/SK/1977,

kosmetik dibagi dalam 13 macam, yaitu;

1) Kosmetik untuk bayi, misalnya minyak bayi, bedak bayi, dan sebagainya;

2) Kosmetik untuk mandi; misalnya sabun mandi, bath capsule, dan

sebagainya;

3) Kosmetik untuk mata, misalnya mascara,eye shadow, dan sebagainya;

4) Wangi-wangian , misalnya parfum, toilet water, dan sebagainya;

5) Kosmetik untuk rambut, misalnya, cat rambut, hair spray, dan sebagainya;

6) Kosmetik pewarna rambut, misalnya cat rambut dan sebagainya;

7) Make up (kecuali mata), misalnya bedak, lipstick dan sebagainya;

8) Kosmetik untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gigi dan sebagainya;

9) Kosmetik kebersihan badan, misalnya deodorant dan sebagainya;

10) Kosmetik untuk perawatan kuku, misalnya cat kuku dan sebagainya;

11) Kosmetik perawatan kulit, misalnya pembersih, pelembap, pelindung dan

sebagainya;

12) Kosmetik cukur, misalnya sabun cukur, dan lain-lain;

13) Kosmetik untuk suntan dan sunscreen, misalnya sunscreen foundation,

dan lain-lain.

3. Faktor-Faktor Penyebab Peredaran Kosmetik Ilegal

Faktor utama penyebab peredaran kosmetik palsu adalah faktor ekonomi atau

motivasi pelaku dalam memalsukan kosmetik untuk mendapatkan keuntungan

yang sebanyak-banyaknya sebab kosmetik asli biasanya harganya jauh lebih

mahal. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah:

a. Kurangnya pengawasan terhadap barang yang masuk ke wilayah kota

khususnya pada pintu masuk seperti pelabuhan atau bandara.

b. Kurangnya pengetahuan masyarakat untuk membedakan kosmetik asli dengan

palsu membuat peredaran barang ini marak terjadi. Umumnya masyarakat

hanya tertarik pada harga yang murah tanpa jeli mengetahui bahan dasar dari

pembuatan kosmetik tersebut.

Bahan kosmetik yang gampang dan murah untuk didapatkan di pasaran dan

pengetahuan pelaku pemalsuan terkait komposisi pembuatan kosmetik palsu pun

39

menjadi faktor peredaran kosmetik ilegal. Upaya penanggulangan peredaran

kosmetik palsu mengacu kepada BPOM sebagai panduan pelaksanaan tugas

pokok dan fungsi BPOM dengan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran

konsumen untuk membedakan dan mengetahui dampak dari penggunaan kosmetik

ilegal, dan dengan menjerat para pelaku pemalsuan kosmetik sesuai dengan

peraturan yang ada. Berbagai dampak reaksi negatif yang disebabkan oleh

kosmetik ilegal pada kulit maupun sistem tubuh, antara lain:

a. Iritasi

Reaksi langsung timbul pada pemakaian pertama kosmetik karena salah satu

atau lebih bahan yang dikandungnya bersifat iritan. Sejumlah deodorant,

kosmetik pemutih kulit (misalnya kosmetik impor Pearl Cream yang

mengandung merkuri) dapat langsung menimbulkan reaksi iritasi.

b. Alergi.

Reaksi negatif pada kulit muncul setelah dipakai beberapa kali, kadang-

kadang setelah bertahun-tahun, karena kosmetik itu mengandung bahan yang

bersifat alergenik bagi seseorang meskipun tidak bagi yang lain.

c. Fotosensitisasi

Reaksi negatif muncul setelah kulit yang memakai kosmetik terkena sinar

matahari karena salah satu atau lebih dari bahan, zat pewarna, zat pewangi

yang dikandung oleh zat kosmetik itu bersifat photosensitizer.

d. Jerawat (acne)

Beberapa kosmetik pelembap kulit yang sangat berminyak dan lengket pada

kulit, seperti yang diperuntukkan bagi kulit kering di iklim dingin, dapat

menimbulkan jerawat bila digunakan pada kulit yang berminyak. Terutama di

40

negara-negara tropis seperti di Indonesia karena kosmetik demikian cenderung

menyumbat pori-pori kulit bersama kotoran dan bakteri.

e. Intoksikasi

Keracunan dapat terjadi secara local maupun sistemik melalui penghirupan

lewat melalui hidung dan hidung, atau penyerapan lewat kulit. Terutama jika

salah satu atau lebih bahan yang dikandung kosmetik itu bersifat toksik.

f. Penyumbatan Fisik

Penyumbatan oleh bahan-bahan berminyak dan lengket yang ada dalam

kosmetik tertentu, seperti pelembab atau dasar bedak terhadap pori-pori kulit

atau pori-pori kecil pada bagian tubuh yang lain.26

4. Peraturan Tentang Kosmetik Ilegal

Dalam situs resmi BPOM menjelaskan bahwa selama periode Januari hingga

Oktober 2016, BPOM menerima 354 pengaduan masyarakat tentang kosmetika

ilegal, baik produknya yaitu kosmetika tidak memiliki nomor notifikasi dan dijual

melalui online maupun sarana produksi kosmetika ilegalnya. Data ini

menunjukkan bahwa kosmetika ilegal termasuk mengandung bahan berbahaya

masih beredar di pasaran. Data temuan BPOM menunjukkan bahwa 80%

kosmetika ilegal adalah kosmetika impor ilegal.

Peredaran kosmetika ilegal, juga dapat berdampak negatif terhadap perekonomian

nasional karena berpotensi menurunkan daya saing kosmetika produksi dalam

negeri. Sebagai wujud upaya pemerintah memberantas produk ilegal dan

mengandung bahan berbahaya tersebut serta dalam rangka memberikan rasa

26

Podani Natoras, http://ilmuef.blogspot.com/2016/02/defenisi-kosmetika.html, diunduh pada

20 Agustus 2018 pukul 00.20 WIB.

41

keadilan dalam berusaha bagi para pelaku usaha, BPOM secara konsisten

melakukan penertiban peredaran kosmetika ilegal dan mengandung bahan

berbahaya, khususnya kosmetika impor. Penertiban ini dilaksanakan baik oleh

BPOM secara mandiri maupun bersama lintas sektor. Setiap kosmetika yang

beredar wajib memenuhi standar dan/atau persayaratan mutu, keamanan, dan

kemanfaatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Setiap kosmetika hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar dan izin

produksi dari Menteri. Izin produksi tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 1175/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Izin Produksi

Kosmetika. Izin produksi pembuatan kosmetika hanya dapat dilakukan oleh

industri kosmetika harus diberikan oleh Direktur Jenderal. Izin produksi

kosmetika hanya berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama

memenuhi ketentuan yang berlaku. Izin produksi kosmetika diberikan sesuai

bentuk dan jenis sediaan kosmetika yangakan dibuat. Izin produksi dapat

dibedakan menjadi dua golongan, yaitu :

a. Golongan A yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang dapat membuat

semua bentuk dan jenis sediaan kosmetika;

b. Golongan B yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang dapat membuat

bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu dengan menggunakan teknologi

sederhana.

Industri kosmetika dalam membuat kosmetika wajib menerapkan CPKB

sebagaimana yang dimaksud CKBK dapat ditetapkan oleh Menteri. Terdapat

ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penerapan CPKB yang ditetapkan oleh

Kepala Badan. Izin produksi industri kosmetika Golongan A diberikan dengan

42

persyaratan diantaranya memiliki apoteker sebagai penanggungjawab, memiliki

fasilitas produksi sesuai dengan produk yang akan dibuat, memiliki fasilitas

laboratorium, wajib menerapkan CPKB.

Sedangkan izin produksi industri kosmetika Golongan B diberikan dengan

persyaratan diantaranya memiliki sekurang-kurangnya tenaga teknis kefarmasian

sebagai penanggungjawab, memiliki fasilitas produksi dengan teknologi

sederhana sesuai produk yangakan dibuat dan mampu menerapkan higiene

sanitasi dan dokumentasi sesuai CPKB. Tidak semua yang mengajukan izin

produksi akan langsung diterima oleh kepala badan, izin produksi juga bisa

menjadi batal atau dapat dibatalkan. Izin produksi menjadi batal atau dapat

dibatalkan apabila, dalam hal:

a. Atas permohonan sendiri;

b. Izin usaha industri atau tanda daftar industri habis masa berlakunya dan tidak

diperpanjang;

c. Izin produksi habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang;

d. Tidak berproduksi dalam jangka waktu 2 (dua) tahun berturut turut; atau

e. Tidak memenuhi standar dan persyaratan untuk memproduksi kosmetika.

Industri kosmetika tidak diperbolehkan membuat kosmetika dengan menggunakan

bahan kosmetika yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.Direktur Jenderal dapat mewajibkan industri kosmetika memberikan

laporan produksi sesuai kebutuhan. Pembinaan terhadap pabrik kosmetika

dilakukan secara berjenjang oleh Kepala Dinas dan Direktur Jenderal, pembinaan

tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan pedoman teknis yang ditetapkan oleh

43

Direktur Jenderal. Dalam melaksanakan tugas pengawasan oleh tenaga pengawas

dapat dilakukan dengan ketentuan-ketentuan, yaitu :

a. Memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan produksi,

penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan kosmetika untuk memeriksa,

meneliti, dan mengambil contoh dan segala sesuatu yang digunakan dalam

kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan

kosmetika;

b. Membuka dan meneliti kemasan kosmetika; dan/atau

c. Memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan

mengenai kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan

kosmetika, termasuk menggandakan atau mengutip keterangan tersebut.27

Selain memiliki izin produksi setiap kosmetika juga memiliki ketentuan lain, yaitu

harus memiliki izin edar yang dapat dikeluarkan oleh Menteri, izin edar tersebut

dapat disebut juga sebagai notifikasi. Dikecualikan bagi kosmetika yang

digunakan untuk penelitian dari sampel kosmetika untuk pameran dalam jumlah

terbatas dan tidak diperjualbelikan. Notifikasi dilakukan sebelum kosmetika

beredar yang disetujui oleh pemohon kepada Kepala Badan. Pasal 4 Ayat (2)

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1176/MENKES/PER/VIII/2010 Notifikasi Kosmetika menyebutkan pemohon

terdiri atas :

a. Industri kosmetika yang berada di wilayah Indonesia yang telah memiliki izin

produksi.

27

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1175/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Izin Produksi

Kosmetika.

44

b. Importir kosmetika yang mempunyai Angka Pengenal Impor (API) dan surat

penunjukkan keagenan dari produsen Negara asal, dan/atau

c. Usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi dengan

industri kosmetika yang telah memiliki izin produksi.

Kosmetika yang dinotifikasi harus dibuat dengan menerapkan CPKB dan

memenuhi persayatan teknis, persyaratan teknis sebagaimana dimaksud meliputi

persayatan keamanan, bahan, penandaan, dan klaim. Ketentuan mengenai

pedoman CPKB dan persyaratan teknis dapat ditetapkan oleh Kepala Badan.

Kepada pemohon yang akan mengajukan permohonan notifikasi kosmetika harus

mendaftarkan diri kepada Kepala Badan, pendaftaran tersebut hanya dilakukan 1

kali sepanjang tidak terjadi perubahan data pemohon. Pemohon yang telah

terdaftar dapat mengajukan permohonan notifikasi dengan mengisi formulir

secara elektronik pada website BPOM. Notifikasi tersebut dapat berlaku dalam

jangka waktu 3 tahun, setelah jangka waktu berakhir pemohon harus

memperbaharui notifikasi. Ketentuan memperbaharui notifikasi dapat mengikuti

tata cara pengajuan notifikasi yang ditetapkan oleh Kepala Badan. Dalam

pendaftaran notifikasi, notifikasi menjadi batal atau dapat dibatalkan apabila:

a. Izin produksi kosmetika, izin usaha industri atau tanda daftar industri sudah

tidak berlaku atau Angka Pengenal Importir (API) sudah tidak berlaku.

b. Berdasarkan evaluasi kosmetika yang telah beredar tidak memenuhi

persyaratan teknis.

c. Perjanjian kerjasama antara pemohon dengan perusahaan pemberi

lisensi/industri penerima kontrak produksi, atau surat penunjukan keagenan

dari produsen negara asal sudah berakhir dan tidak diperbaharui.

45

d. Atas permintaan pemohon notifikasi.

e. Kosmetika yang telah beredar tidak sesuai dengan data dan/atau dokumen

yang disampaikan pada saat permohonan notifikasi; atau

f. Pemohon notifikasi tidak memproduksi atau mengimpor dan mengedarkan

kosmetika.28

5. Perdagangan Online

Menurut ketentuan hukum yang berlaku, Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang dimaksud

dengan transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan

menggunakan komputer, dan atau media elektronik lainnya. Perbuatan hukum ini

dapat terjadi dalam lingkup publik dan privat. Peter Scisco memberikan

pengertian tentang e-commerce, yaitu :

“Electronic Commerce or e-commerce, the exchange of good and services by

means of the internet or other computer networks. E-commerce follows the same

basic principles as traditional commerce that is, buyers and sellers come together

to exchange goods for money. But rather than conducting business in the

traditional way – in stores and other “brick and mortar “ buildings or through

mail order catalogs and telephone operators – in e-commerce buyer and sellers

transact business over networked Computers.”29

28

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1176/MENKES/PER/VIII/2010

Notifikasi Kosmetika. 29

Peter Scisco, 2003, Electronic Commerce dalam Microsoft. Microsoft Encarta Reference

Library. Microsoft Corporation (Jakarta : Ensiklopedia Elektronik. 2003), hlm. 19.

46

Pengertian e-commerce sebagaimana dikemukakan oleh Peter Scisco adalah

pertukaran barang dan jasa menggunakan internet atau jaringan komputer lainnya.

Kegiatan-kegiatan pokok dalam e-commerce, menurut Peter Scisco terdiri dari:30

a. Product transaction (transaksi-transaksi produk), adalah bisnis-bisnis eceran

yang menjual produk kepada konsumen (retail businesses that sell products to

consumers)

b. Auctions.

c. Business-to-business transactions.

d. Service transactions (transaksi-transaksi jasa) berkenaan dengan penyediaan

layanan jasa yang menjual jasa kepada konsumen (service providers that sell

service to consumers).

Menurut World Trade Organization (WTO), cakupan e-commerce meliputi

bidang produksi distribusi, pemasaran, penjualan, dan pengiriman barang atau jasa

melalui elektronik, sedangkan OECD (Organization for Economic

Cooperationdan Development) menjelaskan bahwa e-commerce adalah transaksi

berdasarkan proses dan transmisi data secara elektronik. Selain dari dua lembaga

internasional tersebut, Alliance for Global Business, suatu asosiasi dibidang

perdagangan terkemuka mengartikan e-commerce sebagai seluruh transaksi nilai

yang melibatkan transfer informasi, produk, jasa atau pembayaran melalui

jaringan elektronik sebagai media.31

30

Ibid, hlm. 20. 31

Ade Maman Suherman, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Jakarta, Ghalia Indonesia,

2002, hlm. 179.

47

Dalam melakukan sistem pembayaran elektronik menggunakan uang digital, para

pihak yang terkait tentu saja memiliki hubungan hukum antara satu dengan yang

lainnya. Berikut ini adalah pihak-pihak yang terkait kegiatan pembayaran dengan

menggunakan uang digital:

a. Pemilik Rekening Uang Digital

Sebagai pemilik rekening uang digital, infromasi-informasi tercantum dalam

rekening tersebut dan bisa diakses melalui internet atau telepon seluler.

b. Pedagang (Merchant)

Merchant adalah penjual barang dan jasa yang menerima pembayaran dari

transaksi penggunaan uang digital. Pedagang sebelumnya telah mengadakan

perjanjian kepada pengelola sistem pembayaran elektronik untuk menerima

perjanjian kepada pengelola sIstem pembayaran elektronik untuk menerima

jenis pembayaran menggunakan uang digital. Hubungan hukum yang terjadi

antara pedagang dengan pengguna alat pembayaran uang digital adalah

perjanjian jual beli sebagaimana diatur pada Pasal 1457 dan Pasal 1518 KUH

Perdata.

c. Penerbit (Issuer)

Penerbit adalah Bank atau Lembaga Selain Bank (LSB) yang mengeluarkan

alat pembayaran yang berbentuk uang digital. Dalam prakteknya penerbitan

uang digital didasari atas kebutuhan akan suatu pembayaran.

d. Bank

Bank sebagai perantara (fasilisator) dana yang akan dikonversi menjadi uang

digital antara pemilik dan penerbit.

48

Pada transaksi jual beli online (e-commerce), para pihak yang terkait didalamnya

melakukan hubungan hukum yang dituangkan melalui suatu bentuk perjanjian

atau kontrak yang dilakukan secara elektronik dan sesuai dengan Pasal 1 butir

(17) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) disebut sebagai

kontrak elektronik yakni perjanjian yang dimuat dalam dokumen elektronik atau

media elektronik lainnya. Menurut Sutan Remy Sjahdeini, e-commerce adalah

kegiatan bisnis yang menyangkut konsumen, manufaktur, service providers, dan

pedagang perantara dengan menggunakan jaringan-jaringan komputer yaitu

internet.32

Berdasarkan pengertian diatas, beberapa unsur dari e-commerce, yaitu :

a. Ada kontrak dagang.

b. Kontrak itu dilaksanakan dengan media elektronik.

c. Kehadiran fisik dari para pihak tidak diperlukan.

d. Kontrak itu terjadi dalam jaringan public.

e. Sistemnya terbuka, yaitu dengan internet.

f. Kontrak itu terlepas dari batas, yuridiksi nasional. 33

Pihak-pihak dalam transaksi e-commerce, yaitu :

a. Penjual yaitu perusahaan/produsen yang menawarkan produknya melalui

internet.

b. Konsumen, yaitu orang-orang yang ingin memperoleh produk melalui

pembelian secara online.

c. Acquirer, yaitu pihak perantara penagihan dan perantara pembayaran.

32

Badrulzaman, Dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2001,

hlm. 283. 33

Ibid, hlm. 284.

49

d. Issuer, yaitu perusahaan credit card yang memberikan kartu.

e. Certification authorities, yaitu pihak ketiga yang netral yang memegang

hak untuk mengeluarkan sertifikasi kepada penjual, kepada issuer, dan

dalam beberapa hal diberikan juga kepada card holder.34

C. Gambaran Umum BPOM

Seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi yang diciptakan manusia,

termasuk juga dengan penemuan-penemuan bahan pangan, kosmetik dan

obat-obatan. Disisi lain kemajuan tersebut bermanfaat bagi kesejahteraan

manusia, namun dilain pihak pesatnya teknologi pangan dan obat-obatan

patut dijaga dan diawasi agar tidak merugikan masyarakat. Konsumsi

masyarakat terhadap produk-produk tersebut cenderung terus meningkat,

seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat termasuk pola

konsumsinya. Sementara itu pengetahuan masyarakat masih belum

memadai untuk dapat memilih dan menggunakan produk secara tepat,

benar dan aman.

Berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 103 Tahun 2001 tentang

Kedudukan, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja

Lembaga Pemerintah Non Departemen yang telah diubah beberapa kali,

terakhir dengan Peraturan Presiden RI No. 64 Tahun 2005, maka

dibentuklah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang dalam

pelaksanaan tugasnya berkoordinasi dengan Menteri Kesehatan. Fungsi

34

Dikdik M. Arief Mansur, Cyberlaw, PT. Refika Aditama, Bandung, 2009, hlm. 152-153.

50

dan tugas badan ini menyerupai fungsi dan tugas Food and Drugs

Administration (FDA) di Amerika Serikat.

Pada awal berdirinya BPOM, nama lembaga ini adalah Direktorat Jendral

Pengawas Obat dan Makanan yag berada dibawah Departemen Kesehatan yang

memiliki tugas dan fungsi menjalankan sebagian kewenangan pemerintah

dibidang obat dan makanan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri

Kesehatan Nomor 130/MenkesSK/I/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Departemen Kesehatan. Setelah reformasi berjalan, pada tahun 2000 Abdurahman

Wahid yang pada saat itu menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia

mengeluarkan suatu Keputusan Presiden Nomor 166 dan menetapkan BPOM

sebagai Lembaga Non Departemen yang menjalankan tugas pemerintah dalam

bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan undang-undang

yang berlaku.

BPOM adalah suatu lembaga dalam melindungi masyarakat dari produk obat dan

makanan yang membahayakan kesehatan diruangkan dalam sistem pengawasan

full spectrum mulai dari pre-market hingga post-market control yang disertai

dengan upaya penegakan hukum dan pemberdayaan masyarakat. Lembaga BPOM

didirikan berdasarkan kebutuhan konsumen terhadap betapa pentingnya pangan

yang mereka konsumsi berbahaya atau tidak untuk kesehatan. BPOM bersifat

indipendent sebagai superguard wilayah makanan, obat-obatan, dan kosmetik.

BPOM mempunyai posisi yang strategis berkaitan dengan tugas utama

pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat dibidang obat

dan makanan.

51

1. Visi dan Misi BPOM

Visi dari BPOM ialah Obat dan Makanan Aman Meningkatkan Kesehatan

Masyarakat dan Daya Saing Bangsa.

Selain visi BPOM juga memiliki misi yang diemban, yaitu:

a. Meningkatkan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko

untuk melindungi masyarakat.

b. Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan

keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan

pemangku kepentingan.

c. Meningkatkan kapasitas kelembagaan BPOM.

2. Fungsi Tugas dan Wewenang BPOM

BPOM melaksanakan tugas pemerintahan dibidang pengawasan obat dan

makanan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan Pasal 2 pada Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang

Badan Pengawas Obat dan Makanan, BPOM mempunyai beberapa tugas, yaitu:

a. BPOM mempunyai tugas menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang

pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

b. Obat dan Makanan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) terdiri atas obat,

bahan obat, narkotika, psikotropika, prekursor, zat adiktif, obat tradisional,

suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan.

52

Berdasarkan Pasal 3 pada Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang

Badan Pengawas Obat dan Makanan, BPOM mempunyai fungsi:

a. Penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan;

b. Pelaksanaan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan;

c. Penyusunan dan penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di

bidang Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama Beredar;

d. Pelaksanaan Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama

Beredar;

e. Koordinasi pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dengan instansi

pemerintah pusat dan daerah;

f. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengawasan Obat dan

Makanan;

g. Pelaksanaan penindakan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan

perundang-undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan;

h. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan

administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan BPOM;

i. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab

BPOM;

j. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BPOM; dan

k. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur

organisasi di lingkungan BPOM.

Berdasarkan Pasal 4 pada Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang

Badan Pengawas Obat dan Makanan, dalam melaksanakan tugas pengawasan

Obat dan Makanan, BPOM mempunyai kewenangan :

a. Menerbitkan izin edar produk dan sertifikat sesuai dengan standar dan

persyaratan keamanan, khasiat/manfaat dan mutu, serta pengujian obat dan

makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. Melakukan intelijen dan penyidikan di bidang pengawasan Obat dan

Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

c. Pemberian sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

d. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BPOM tentunya juga

mempunyai tujuan atau dengan kata lain BPOM mempunyai target kinerja

yang hendak dicapai sehingga dapat mewujudkan misi-misinya. Adapun

target kinerja BPOM adalah sebagai berikut :

e. Terkendalinya penyaluran produk terapetik dan NAPZA;

f. Terkendalinya mutu, keamanan dan khasiat/kemanfaatan produk obat dan

makanan termasuk klim pada label dan iklan di peredaran;

g. Tercegahnya risiko penggunaan bahan kimia berbahaya sebagai akibat

pengelolaan yang tidak memenuhi syarat;

53

h. Penurunan kasus pencemaran pangan;

i. Peningkatan kapasitas organisasi yang didukung dengan kompetensi dan

keterampilan personil yang memadai;

j. Terwujudnya komunikasi yang efektif dan saling menghargai antarsesama

dan pihak terkait.

IV. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan pada hasil penelitian dan pembahasan

maka bagian dari penutup ini dikemukakan beberapa simpulan sebagai hasil dari

pembahasan tentang penyidikan kasus perdagangan produk kosmetik ilegal secara

online oleh BPOM.

1. Penyidikan terhadap kasus perdagangan produk kosmetik ilegal secara online

di Bandar Lampung dilakukan dengan dua tahapan yaitu pro justitia dan non

pro justitia, pro justitia yaitu tahapan dimana kasus yang ditemukan oleh

PPNS BPOM telah terbukti. Dalam penangangannya, tahapan masih dibagi

lagi kedalam dua tahapan yaitu penyidikan dan non penyidikan. Upaya yang

dilakukan terhadap seluruh temuan produk-produk perdagangan kosmetik

illegal secara online oleh PPNS BPOM Bandar Lampung yang mengandung

bahan berbahaya atau tidak memiliki izin edar ini belum ada yang

ditindaklanjuti menjadi perkara untuk dilanjutkan di Pengadilan Negeri karena

tidak memenuhi unsur-unsur pasal, maka PPNS BPOM telah melakukan

pembinaan termasuk pengawasan dan sanksi administratif terhadap pelaku

usaha yang dikeluarkan oleh Kepala BPOM.

92

Penyidikan dilakukan berdasarkan KUHAP dan Undang-Undang No.36

Tahun 2009 serta berkoordinasi dengan Penyidik POLRI khususnya

dengan tim Cyber dan aparat penegak hukum lainnya dalam memberantas

tindak pidana peredaran kosmetik ilegal secara online, koordinasi dengan

penyidik POLRI sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam koordinasi

hubungan kerja antara Penyidik POLRI juga melakukan pengawasan dan

pengarahan terhadap pelaksanaan penyidikan oleh PPNS BBPOM untuk

menjamin agar seluruh kegiatan penyidikan yang dilakukan antara

Penyidik POLRI dan PPNS BPOM dapat mencapai tujuan sistem

peradilan pidana secara efektif dan efisien.

2. Faktor penghambat dalam penyidikan kasus perdagangan kosmetik ilegal

secara online oleh BPOM meliputi kurangnya jumlah personil untuk

mengontrol pelaku usaha diwilayah Bandar Lampung, kurangnya

koordinasinya PPNS BPOM dengan instansi terkait, dan faktor terbesar

yang paling berpengaruh adalah faktor masyarakat baik dari produsen dan

konsumen.

93

B. Saran

1. Agar Pemerintah khususnya PPNS BPOM dapat mengoptimalkan dalam

penyidikan kasus perdagangan kosmetik ilegal secara online dengan cara

menambah jumlah personil dan meningkatkan kinerja PPNS BPOM Bandar

Lampung.

2. Perlu diadakan pelaksanaan penyuluhan hukum dengan rutin kepada

masyarakat dan para pelaku usaha agar kesadaran terhadap hukum dalam

masyarakat itu meningkat dan masyarakat mendapatkan pengetahuan

mengenai bahaya kosmetik ilegal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Badrulzaman, Dkk. 2001. Kompilasi Hukum Perikatan. Jakarta: PT. Citra Aditya

Bakti.

Chazawi, Adami. 2005. Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia.

Malang: Bayumedia Publishing.

C.S.T, Kansil dan Kansil S.T Christine. 2002. Pokok Pokok Pengetahuan Hukum

Dagang Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Effendi, Sofian dan Singarimbun Masri. 1989. MetodePenelitian Survey. Jakarta:

LP3ES.

Fajar, Mukti dkk. 2009. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hamzah, Andi. 2001. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Harahap, M Yahya. 2007. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP,

Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika.

Hartono. 2012. Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.

H.R, Abdussalam. 2009. Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif dalam

Disiplin Hukum. Jakarta: Restu Agung.

HS, Salim Haji. 2010. Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum. Jakarta:

Rajawali.

Kristiyanti, Siwi Try Celina. 2009. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:

Sinar Grafika.

Mansur, M.Arief dan Dikdik. 2009. Cyberlaw. Bandung: PT. Refika Aditama.

Maroni, dan Rifai Eddy. 2013. Studi Penegakan dan Pengembangan Hukum.

Bandar Lampung : Universitas Lampung.

Moeljatno. 1993. Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum

Pidana. Jakarta: Bina Aksara

Mulyadi, Lilik. 2007. Hukum Acara Pidana. Bandung: PT. Alumni.

Nawawi Arief, Barda dan Muladi. 1996. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidan.

Bandung: Citra Aditya Bakti.

Nazir, Moh. 1998. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nurul, Khasanah dan Azhara. Waspada Bahaya Kosmetik. 2001. Yogyakarta.

Purnama, Adi I Ketut. Transparansi Penyidik Polri dalam Sistem Peradilan

Pidana di Indonesia. 2018. Bandung: Refika Aditama.

Rahardjo Satjipto. 1983. Masalah Penegakan Hukum. Bandung: Sinar Baru.

Reksodiputro, Mardjono Reksodiputro. 1994. Kriminologi dan Sistem Peradilan

Pidana, Kumpulan Karangan Buku Kedua. Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan

dan Pengadilan Hukum.

Rosida, Nikmah. 2012. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Sebuah Upaya Penegakan

Peraturan Daerah). Semarang: Penerbit Pustaka Magister.

Scisco, Peter. 2003, Electronic Commerce dalam Microsoft. Microsoft Encarta

Reference Library. Microsoft Corporation. Jakarta: Ensiklopedia Elektronik.

Soekanto, Soerjono. 1983. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan

Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

----------1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia.

Suherman, Ade Maman. 2002. Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global. Jakarta:

Ghalia Indonesia.

Waluyo, Bambang. 2004. Pidana dan Pemidanaan. Jakarta: Sinar Grafika.

2. Jurnal

Kuncoro, Galuh Mekar. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap

Peredaran Kosmetik Perawatan Wajah Tanpa Notifikasi. Universitas

Surabaya.

Bariyah, Khoirotul. Wewenang Pegawai Negeri Sipil Badan Pom Dalam

Penyidikan Tindak Pidana Peredaran Obat Dan Makanan Di Indonesia.

Universitas Wisnuwardhana.

Barkatullah, Juni Abdul Halim.“Urgensi Perlindungan Hukum Terhadap Hak-

Hak Konsumen Dalam Transaksi E-Commerce”. Cita Hukum.

3. Internet

Balai Besar Pengawas Obat Dan Makanan (BBPOM) Bandar Lampung. Buku

Laporan Tahun 2008 Balai Besar Pengawas Obat Dan Makanan Bandar

Lampung.

http://www.pom.go.id/penyidikan/media.php?hal=latarbelakang&halaman=1.

Moch Andriansyah, “Jual kosmetik via online rizki dibekuk polisi”,

https://www.merdeka.com/peristiwa/jual-kosmetik-berbahaya-via-online-

rizky-dibekuk-polisi.html.

Hestianingsih, “Kosmetik Palsu dan Ilegal Beredar, Apa Perbedaannya?”,

https://wolipop.detik.com/read/2014/05/21/111536/2588051/234/kosmetik-

palsu-dan-ilegal-beredar-apa-perbedaannya.

Faunda Liswijayanti, https://www.femina.co.id/trending-topic/ini-beda-kosmetik-

ilegal-dan-kosmetik-palsu-jangan-terjebak.

Podani Natoras, http://ilmuef.blogspot.com/2016/02/defenisi-kosmetika.html.