PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf ·...

66
i PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA KOSMETIK ILEGAL (Studi di DITRESKRIMSUS POLDA JAWA TENGAH)SKRIPSI DISUSUN UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA HUKUM Oleh NOVIA OKTAREZA WARDANI 8111415285 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2019

Transcript of PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf ·...

Page 1: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

i

“PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA

KOSMETIK ILEGAL

(Studi di DITRESKRIMSUS POLDA JAWA TENGAH)”

SKRIPSI

DISUSUN UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA HUKUM

Oleh

NOVIA OKTAREZA WARDANI

8111415285

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2019

Page 2: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

ii

Page 3: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

iii

Page 4: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

iv

Page 5: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“Lakukan yang terbaik, kesempatan tidak selalu dating dua kali.” (Penulis)

“Let your dreams change your reality, don’t change your reality change your

dreams.” (Jordan Rose)

“Ruang, pola, dan energi bisa jadi sama. Tapi kalau bukan porsinya, sudah pasti

bukan.” (Marchella FP)

“Ketika engkau sudah berada dijalan yang benar menuju Allah, maka berlarilah.

Jika sulit bagimu, maka berlari kecillah. Jika kamu lelah, berjalanlah. Jika itupun

tidakmampu, merangkaklah. Namun, jangan pernah berbalik arah” (Imam Syafi’i)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Orang tuaku tercinta Bapak Irsan dan Ibu Warnita serta Abangku

tersayang Muhammad Ramdhan Wardani.

2. Teman-teman BEM Fakultas Hukum Unnes Kabinet Kolaborasi, Kabinet

Karya dan Kabinet Serasi yang tetap berkolaborasi untuk terus

menciptakan karya yang serasi.

3. Almamater UNNES dan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.

Page 6: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga skripsi yang berjudul

“Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di

Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah)” dapat terselesaikan. Penyelesaian skripsi ini

bertujuan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang. Penyelesaian penelitian hingga

tersusunnya skripsi ini atas bantuan dari berbagai pihak, sehingga dengan rendah

hati penulis sampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fatkhur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Dr. Rodiyah, S.Pd., S.H., M.Si., Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri

Semarang.

3. Muhammad Azil Maskur, S.H., M.H., Pembimbing dan Penguji 3 yang telah

memberikan bimbingan, motivasi, bantuan, saran, dan kritik dengan sabar.

4. Aprila Niravita, S.H., M.kn., Dosen Wali selama proses perkuliahan di

Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.

5. Dr. Indah Sri Utari, S.H., M.Hum Penguji Utama Sidang Skripsi

6. Sonny Saptoajie W, S.H., M.Hum Penguji Kedua Sidang Skripsi

7. Seluruh Dosen dan Staf Akademik Fakultas Hukum Universitas Negeri

Semarang.

8. Direktur Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Tengah, atas izin

penelitian yang telah diberikan.

9. Bapak Achmad Khomarul Huda,S.H selaku PANIT Subdit I INDAG

Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah.

Page 7: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

vii

10. Bapak Firman Erry Probo, S.Far., Apt selaku Penyidik PNS Badan Pengawas

Obat dan Makanan Jawa Tengah yang telah membantu penulis selama proses

penelitian.

11. Kedua Orang Tua yang saya cintai, Bapak Irsan dan Ibu Warnita, terima

kasih atas doa, bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

12. M. Ramdhan Wardani, Fitri Diana, Amd.S.Ter., Umi Rachmawati, S.H., yang

selalu memberikan dukungan dan doa terbaik kepada penulis.

13. Keluarga besar BEM FAKULTAS HUKUM UNNES Kabinet Kolaborasi,

Kabinet Karya, dan Kabinet Serasi yang selalu membersamai untuk terus

berkarya.

14. Keluarga besar Kementerian Dalam Negeri BEM FH UNNES 2016 dan

Kementerian Luar Negeri BEM FH UNNES 2018 (Rurin Sisilia, Suci

Arumsari, Reynanata Dwisatya, Ando Tri Kurniawan, Septeryan) yang selalu

membersamai dalam berkarya dan memberikan dukungan serta doa terbaik

kepada penulis.

15. Mochamad Nurhuda Febriansah, S.H., Dini Eka Wati, S.H., Wildan Prasetyo

Usaman, S.H., Bagas Bilowo, S.H. yang selalu memberikan pencerahan,

dukungan dan doa terbaik kepada penulis.

16. Kawan-kawan seperjuangan Keluarga Besar Pandawa (Rezal Ardinato,

Bangun Pangestu, Ook Mufrohim, Fahmi Rizal Fauzi, Nur Mulya Utami,

Dinda Ayu Putri, Heriansyah), Keluarga Besar JANNDA ( Dita

Tintisetyowati, M.Apriyanto, Akhamad Syarifudin J) yang selalu memberi

dukungan dan doa terbaik kepada penulis.

Page 8: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

viii

17. Kawan seperjuangan PKL dan Skripsi Novi Handayaningsih dan Afif Aji

Satria yang selalu membantu dan menularkan semangat satu sama lain.

18. Dede Mardiansyah yang selalu mengingatkan penulis untuk menyimbangkan

antara kepentingan organisasi dan kepentingan akademis agar dapat lulus

tepat waktu.

19. Keluarga sopotabek (solo, ponorogo, tangerang, bekasi) Annisa Septia,

Listiana Citra, dan Aldhanalia Pramesti Salsabila yang selalu membantu,

mendukung dan memberikan doa terbaik kepada penulis sejak menjadi

mahasiswa baru.

20. Adik-adik (Mela, Caca, Mutia) yang selalu menemani melepas penat dan

memberikan dukungan serta doa terbaik kepada penulis.

21. Pak Kamto yang selalu memberikan doa terbaik kepada penulis.

22. Seluruh teman-teman seperjuangan mahasiswa Fakultas Hukum 2015, terima

kasih atas segalanya. Semoga kita dapat meraih kesuksesan bersama dimasa

depan.

23. Semua pihak yang telah membantu, yang tidak dapat penulis sebutkan

satupersatu.

Semoga semua pihak mendapatkan pahala yang melimpah dari Allah SWT dan

semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Page 9: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

ix

ABSTRAK

Wardani, Novia Oktareza. 2019. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku

Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah). Skripsi,

Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang. Dosen

Pembimbing: Muhammad Azil Maskur, S.H., M.H.

Kata Kunci: Penegakan Hukum Pidana; Pelaku Usaha Kosmetik; Kosmetik

Ilegal

Kemajuan teknologi membuat perederan kosmetik di Indonesia semakin

berkembang selaras dengan meningkatnya budaya konsumtif masyarakat. Akan

tetapi hal ini tidak diimbangi dengan pengetahuan masyarakat terkait bahaya

penggunaan kosmetik ilegal bagi kesehatan. Sehingga memicu pelaku usaha untuk

melakukan berbagai macam kecurangan guna mendapatkan keuntungan yang

sebesar-besarnya dan mengabaikan peraturan yang ada. Oleh karena itu penelitian

ini membahas: (1) tinjauan yuridis pelaku usaha kosmetik illegal dalam sistem

hukum Indonesia; (2) efektifitas penegakan hukum pidana terhadap pelaku usaha

kosmetik illegal.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis

penelitian yuridis sosiologis. Sumber data yang digunakan terdiri dari data primer:

(1) Wawancara; (2) Observasi yang dipersandingkan dengan data sekunder

melalui studi kepustakaan. Analisis data menggunakan analisis deskriptif.

Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) secara yuridis pelaku usaha kosmetik

ilegal dapat dijerat dengan menggunakan berbagai peraturan perundang-

undangan, antara lain: Pasal 197 Jo. Pasal 106 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan, Pasal 62 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (1) huruf a UU No. 8 tentang

Perlindungan Konsumen berupa sanksi pidana dan Pasal 39 ayat (1) Keputusan

Kepala BPOM Nomor HK.00.05.4.1745 Tahun 2003 tentang Kosmetik berupa

sanksi administratif; (2) penegakan hukum pidana terhadap pelaku usaha

kosmetik ilegal di Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah kurang efektif karena masih

terdapat beberapa kendala dalam proses penegakan hukum, diantaranya: peraturan

yang ada kurang sesuai dengan kultur masyarakat, sarana prasarana kurang

memadai, dll.

Simpulan dari penelitian ini adalah pelaku usaha kosmetik di Indonesia

harus tunduk terhadap peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kegiatan

produksi, pengedaran dan perdagangan kosmetik di Indonesia. Apabila melanggar

maka akan dikenakan sanksi pidana dan/atau sanksi administratif. Kurang

efektifnya penegakan hukum terhadap pelaku usaha kosmetik ilegal di

Ditreskrimsus Polda Jateng disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Saran

dan rekomendasi sebagai solusi agar pelaku usaha kosmetik ilegal dapat

ditegakkan secara maksimal.

Page 10: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... I

PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................. II

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................... III

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ..................... IV

MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................................................. V

KATA PENGANTAR ................................................................................. VI

ABSTRAK ................................................................................................... IX

DAFTAR ISI ................................................................................................ X

DAFTAR BAGAN ...................................................................................... XIII

DAFTAR GRAFIK………………………………………………………XIV

DAFTAR TABEL ………………………………………………………..XV

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... XVI

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1

1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................ 8

1.3 Pembatasan Masalah ............................................................................... 9

1.4 Rumusan Masalah ................................................................................... 10

1.5 Tujuan Penelitian .................................................................................... 10

1.6 Manfaat Penelitan ................................................................................... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 13

2.1 Penelitian Terdahulu ............................................................................... 13

2.2 Landasan Teori ........................................................................................ 19

Page 11: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

xi

2.2.1 Teori Efektivitas ........................................................................... 19

2.2.2 Teori Efektivitas Hukum .............................................................. 20

2.2.3 Teori Sistem Hukum……………………………………………...23

2.3 Landasan Konseptual .............................................................................. 28

2.3.1 Tinjauan Umum Sistem Peradilan Pidana di Indonesia .............. 28

2.3.2 Tinjauan Umum Hukum Pidana ................................................... 33

2.3.2.1 Pengertian Hukum Pidana ................................................ 33

2.3.2.2 Tujuan dan Fungsi Hukum Pidana ................................... 35

2.3.2.3 Jenis-jenis Hukum Pidana………………………………..37

2.3.3 Tinjauan Umum Tindak Pidana .................................................... 38

2.3.4 Pelaku Usaha……………………………………………………..41

2.3.5 Kosmetik Ilegal…………………………………………………..42

2.4 Kerangka Berpikir ................................................................................... 43

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 44

3.1 Pendekatan Penelitian ............................................................................. 44

3.2 Jenis Penelitian ........................................................................................ 45

3.3 Fokus Penelitian ...................................................................................... 46

3.4 Lokasi Penelitian ..................................................................................... 47

3.5 Sumber Data ............................................................................................ 47

3.6 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ...................................................... 49

3.7 Validitas Data ......................................................................................... 51

3.8 Analisis Data ........................................................................................... 53

BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................ 54

Page 12: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

xii

4.1. Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal Dalam

Sistem Hukum di Indonesia .................................................................... 54

4.1.1.Perdagangan Kosmetik di Indonesia ............................................. 54

4.1.2. Landasan Yuridis Pelaku Usaha Kosmetik di Indonesia ........... 56

4.1.3. Tinjauan Yuridis Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal Dalam

Sistem Hukum di Indonesia ....................................................... 66

4.2. Efektifitas Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha

Kosmetik Ielgal di Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah .......................... 72

4.2.1. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik

Ielgal di Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah ............................... 72

4.2.2. Efektifitas Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku

Usaha Kosmetik Ilegal di Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah

.................................................................................................... 88

BAB V PENUTUP ....................................................................................... 100

5.1 Simpulan ................................................................................................ 100

5.2 Saran ....................................................................................................... 101

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 102

LAMPIRAN ................................................................................................. 106

Page 13: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

xiii

DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Skema Proses Sistem Peradilan Pidana .................................................... 72

Bagan 2 Proses Penegakan Hukum di Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah ............. 83

Page 14: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

xiv

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1 Jumlah Kosmetik yang beredar di Indonesia ........................................... 55

Page 15: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jenis Perizinan di Bidang Kosmetik ......................................................... 65

Tabel 2 Kasus Kosmetik Ilegal di Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah.................... 74

Page 16: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat ijin penelitian di Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah ..............….

Lampiran 2 Surat Ijin penelitian di BPOM Jawa Tengah ...................................….

Lampiran 3 Surat Keputusan Dosen Pembimbing Skripsi ..................................….

Lampiran 4 Instrumen Penelitian ........................................................................….

Lampiran 5 Foto Penelitian………………………………………………………..

Page 17: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Perkembangan ekonomi di bidang perindustrian dan perdagangan

nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang

dapat dikonsumsi. Globalisasi telah menimbulakn perubahan dalam

berbagai aspek kehidupan dalam skala nasional maupun internasional

(Nugroho H., 2008 : 319). Perdagangan yang didukung oleh kemajuan

teknologi komunikasi dan kemajuan dibidang transportasi berhasil

memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi

suatu negara. Sehingga barang dan/atau jasa yang ditawarkan bervariasi

baik hasil produksi luar negeri maupun dalam negeri. Oleh karenanya

konsumen dapat memilih aneka jenis kulaitas barang dan/atau jasa yang

sesuai dengan keinginan kemampuan konsumen. (Nugroho, 2008 : 1)

Kondisi ini membuat kebutuhan masyarakat atas barang dan /atau

jasa semakin mudah untuk terpenuhi serta memiliki kebebasan untuk

memilih jenis dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan

dan kemampuan masyarakat semakin terbuka lebar. Saat ini Indonesia

dihadapkan pada berbagai tantangan sebagai akibat adanya keterbukaan

dan perdagangan bebas, dan untuk itu Bangsa Indonesia dituntut untuk

dapat memiliki daya saing yang kuat.

Page 18: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

2

Produk kecantikan berupa kosmetik merupakan salah satu

kebutuhan hidup manusia yang kian berkembang. Kosmetik merupakan

kebutuhan harian yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat terutama

wanita yang ingin terlihat cantik dan menarik serta lebih percaya diri untuk

tampil dimuka umum. Tidak heran jika kebutuhan kosmetik semakin

meningkat dan semakin bervariasi dari tahun ke tahun.

Kosmetika berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No 220/Men.Kes/Per/IX/76 yaitu:

Bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan,

dituangkan, dipercikkan pada badan atau bagian badan

manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara,

menambah daya tarik, atau mengubah rupa dan tidak

termasuk golongan obat.

Kosmetika Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Penjelasan Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengaman

Sediaan farmasi dan Alat Kesehatan yaitu:

Paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan

(kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar),

gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya

tarik, mengubah penampilan, melindungi agar tetap dalam

keadaan baik, memperbaiki bau badan, tetapi tidak

dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu

penyakit.

Dalam perkembangannya interaksi antara pelaku usaha dan

masyarakat tidak sepenuhnya dapat berjalan dengan baik, banyak kendala

yang datang dan memperburuk hubungan antara keduanya. Sediaan

farmasi seperti kosmetik tidak dapat diedarkan dan/atau diperdagangkan

sembarangan tanpa melewati proses perizinan yang sudah ditentukan.

Persyaratan atau standar menjual/memperdagangkan sediaan farmasi yang

Page 19: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

3

berasal dari Luar Negeri (Impor) maupun Dalam Negeri (Indonesia) telah

diatur dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 12 dan Pasal 13 Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan

Farmasi dan Alat Kesehatan yang secara ringkas dapat dijelaskan sebagai

berikut:

1. Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah

memperoleh izin edar dari Menteri Kesehatan.

2. Izin edar sediaan farmasi dan alat kesehatan diberikan atas dasar

permohonan secara tertulis kepada Menteri yang disertai dengan

keterangan dan/atau data mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan

yang dimohonkan untuk memperoleh izin edar serta contoh sediaan

farmasi dan alat kesehatan.

3. Terhadap sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diajukan tersebut

dilakukan pengujian terhadap mutu, keamanan dan kemanfaatan.

4. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang lulus dalam pengujian

diberikan izin edar. Sedangkan sediaan farmasi dan alat kesehatan

yang tidak lulus dalam pengujian diberikan surat keterangan yang

menyatakan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bersangkutan

tidak memenuhi persyaratan untuk diedarkan.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72

tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi bahwa semua sediaan

farmasi yang akan diedarkan diwilayah Negara Republik Indonesia harus

telah memiliki izin edar termasuk produk Impor. Ketentuan tersebut untuk

memberikan jaminan kepada masyarakat agar masyarakat mendapatkan,

Page 20: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

4

menggunakan, dan/atau mengkonsumsi sediaan farmasi yang bermutu,

berkhasiat dan bermanfaat oleh karena produk yang beredar memiliki izin

edar berarti produk tersebut telah melalui penelitian menyangkut mutu,

khasiat dan kemanfaatan.

Izin edar adalah bentuk persetujuan pendaftaran yang diberikan

oleh BPOM untuk dapat dipasarkan sebagaimana tertulis dalam Undang-

Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Untuk mengedarkan

kosmetik di wilayah Indonesia pelaku usaha harus memenuhi persyaratan

izin edar meskipun dengan melalui proses yang panjang dan

membutuhkan biaya yang mahal. Sehingga sering terjadi kenakalan pelaku

usaha yang mengedarkan kosmetik tanpa mendaftarakan izin edar terlebih

dahulu. Mengakibatkan terjadinya kosmetik tanpa izin edar banyak

diperdagangkan di masyarakat. Pelaku usaha yang tidak bertanggungjawab

dengan mengedarkan kosmetik tanpa izin edar membuat kesehatan

masyarakat yang menggunakannya berpotensi dalam bahaya karena

didalam kosmetik yang belum memiliki izin edar dijumpai zat-zat

berbahaya yang dilarang seperti parabens, merkuri, oxybenzone,

hidrokuinon, dll. Pemakaian kosmetik yang mengandung bahan berbahaya

bisa berdampak buruk bagi kesehatan tubuh terutama kulit karena

pemakaian kosmetik yang mengandung bahan berbahaya apabila

dilakukan secara terus menerus dapat menimbulkan berbagai hal seperti

perubahan warna kulit, alergi, iritasi, rasa terbakar, kerusakan permanen

pada susunan syaraf, otak, ginjal, gangguan perkembangan janin dan dapat

menyebabkan kanker kulit.

Page 21: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

5

Memang dengan menjual kosmetik ilegal atau tanpa izin edar

pelaku usaha dapat meraup keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa harus

melalui prosedur yang panjang dan konsumen bisa tampil cantik juga

menarik dengan biaya yang murah. Seharusnya pelaku usaha tetap

memperhatikan standar mutu kosmetik yang diperjualbelikan. Standar

mutu merupakan suatu ketentuan yang harus dipenuhi produsen ataupun

pelaku usaha tidak hanya pada saat mereka meminta izin edar, tetapi juga

sepanjang masa barang tersebut dilepaskan di pasaran. (Susilo, 1996 : 1).

Penyediaan dan/atau pengedaran kosmetik tidak boleh menggunakan

bahan berbahaya diatur secara khusus dalam Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2013 tentang Izin Produksi

Kosmetika, menyatakan bahwa:

“Industri kosmetika tidak diperbolehkan membuat kosmetik

dengan menggunakan bahan kosmetika yang dilarang sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan”

Lebih lanjut Peraturan kepala BPOM mengatur mengenai

pengertian kosmetik berbahaya yang dilarang beredar di Indonesia.

Menurut Peraturan Kepala BPOM (BPOM) Nomor HK

03.1.23.08.11.07517 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Bahan

Kosmetika, Kosmetik berbahaya adalah kosmetik yang menggunakan

campuran bahan yang diperbolehkan dengan ketentuan Undang-Undang

serta kosmetik yang menggunakan campuran bahan yang dilarang untuk

digunakan dalam pembuatan kosmetika karena tidak memenuhi syarat

keadaman, dan kemanfaatan.

Page 22: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

6

Apabila pelaku usaha yang terbukti meyediakan dan/atau

mengedarkan kosmetik berbahaya dan tidak memiliki izin edar yang

diproses ke pengadilan maka akan dikenakan ketentuan pidana Undang-

Undang Kesehatan mengatur ketentuan pidana tercantum dalam pasal 197

Jo. Pasal 106 Ayat (1) :

Pasal 106 berbunyi:

“ (1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat

diedarkan setelah mendapatkan izin edar.”

Pasal 197 berbunyi:

“Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau

mengedarkan Sediaan farmasidan/atau alat kesehatan yang

tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam pasal

106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15

(lima belas) tahun dan denda sebanyak Rp 1.500.000.000,00

(satu miliar lima ratus juta rupiah)”

Pelaku usaha yang memproduksi dan menjual kosmetik ilegal atau

tanpa izin edar tidak hanya melanggar ketentuan Undang-Undang

Kesehatan saja melainkan juga melanggar ketentuan Undang-Undang

Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pelaku usaha

dijerat pasal 62 ayat (1) jo pasal 8 ayat (1) huruf a dengan ancaman pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp

2.000.000.000,- (dua miliar rupiah).

Perjalanan sebagai negara hukum bangsa Indonesia telah

mengalami pasang surut sesuai dengan perkembangan kondisi politik

ekonomi bangsa (Maskur, 2016 : 42). Kosmetik ilegal merupakan salah

satu penunjang peningkatan dibidang ekonomi karena merupakan

kebutuhan sehari-hari. Namun, masyarakat tidak semuanya memahami

dengan baik cara membedakan sediaan farmasi berupa kosmetik yang asli

Page 23: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

7

dan aman dengan sediaan farmasi berupa kosmetik yang tidak memiliki

izin edar. Pelaku usaha pun sering kali tidak memberikan informasi yang

sebenarnya terkait kosmetik yang diedarkan. Seharusnya pelau usaha di

dalam menjalankan kegiatan usahannya selalu mengutamakan kejujuran

dan keterbukaan, pelaku usaha harus mampu memberikan informasi secara

benar, jelas, jujur dan transparan mengenai kondisi dan jaminana barang

dan/atau jasa yang diperdagangkannya berdasarkan ketentua standar mutu

yang telah diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan yang

berlaku. (Dewi, 2015 : 58)

Pelaku usaha yang tidak tunduk terhadap peraturan perundang-

undangan yang berlaku menyebabkan para konsumen menjadi korban dan

merasa dirugikan diantaranya:

1. Raodah, wanita asal Bandar Lampung yang berusia 25 tahun

mengalami permasalahan kulit wajah seperti kusam dan penuh jerawat

setelah menggunakan paket krim pemutih tanpa izin edar seharga Rp,

120.000,- (sumber: Tribun Lampung)

2. Andari, wanita asal Pekan Baru yang berusia 25 tahun mengalami

permasalahan kulit wajah menjadi hitam-hitam disertai bopeng karena

menggunakan produk perawatan yang terdiri dari sabun, krim siang

dan krim malam tanpa izin edar senilai Rp, 150.000,- (sumber:

Tirtoit.Id)

3. Vega, wanita asal Jakarta yang berusia 22 tahun mengalami

permasalahan kulit kering dan kemerahan setelah menggunakan

Page 24: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

8

produk kosmetik yang tidak ia ketahui bahwa produk tersebut

merupakan kosmetik palsu. (sumber: Portal Berita Wanita)

Terhadap hal yang ditimbulkan oleh pelanggaran hukum yang

dilakukan oleh pelaku usaha maka hukum harus ditegakkan melalui

penegakan hukum. Dalam penegakan hukum ada tiga unsur yang selalu

harus diperhatikan yaitu kepastian hukum (rectssicherheit), kemanfaatan

(zweckmassigkeit) , dan keadilan (gerechtigkeit) (Mertokusumo, 2005 :

160). Berkaitan dengan hal tersebut, kosmetik ilegal dapat dikatakan suatu

pelanggaran, karena melanggar Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009

Tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen Dengan adanya pelanggaran tersebut, hukum

harus ditegakkan.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka penulis tertarik

melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul :

“ PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA

KOSMETIK ILEGAL (Studi di DITRESKRIMSUS POLDA JAWA

TENGAH)”

1.2. IDENTIFIKASI MASALAH

Dari latar belakang di atas maka dapat diidentifikasi beberapa

permasalahan berikut:

1. Maraknya penjualan kosmetik ilegal yang menimbulkan kerugian

kepada masyarakat.

Page 25: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

9

2. Pengaturan terhadap pelaku usaha kosmetik ilegal dalam peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

3. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bagaimana cara

membedakan kosmetik legal dan ilegal .

4. Tingginya tingkat kebutuhan masyarakat akan produk kecantikan

berupa kosmetik untuk mempercantik diri dan tampil lebih menarik.

5. Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang efek samping dari

kosmetik ilegal .

6. Kosmetik ilegal tidak memenuhi syarat uji laboratorium dan tidak

memiliki izin edar dari BPOM.

7. Efektivitas penegakan hukum pidana terhadap pelaku usaha kosmetik

ilegal yang d ilakukan oleh Polisi Direktorat Reserse Kriminal Khusus

Polda Jawa Tengah.

1.3. PEMBATASAN MASALAH

Berdasarkan identifikasi masalah di atas masalah yang muncul

sangatlah kompleks sehingga perlu dibatasi. Pembatasan masalah ini

bertujuan agar pembahasan masalah yang akan menjadi bahan penelitian

yaitu:

1. Tinjauan yuridis terhadap pelaku usaha kosmetik ilegal dalam sistem

hukum di Indonesia

2. Efektivitas Penegakan hukum pidana terhadap pelaku usaha kosmetik

ilegal yang dilakukan oleh Polisi Direktorat Reserse Kriminal Khusus

Polda Jawa Tengah

Page 26: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

10

1.4.RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang

sampai dengan pembahasan masalah, adapun rumusan masalah yang

timbul dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tinjauan yuridis terhadap pelaku usaha kosmetik ilegal

dalam sistem hukum di Indonesia?

2. Bagaimana Efektivitas penegakan hukum pidana terhadap pelaku usaha

kosmetik ilegal di Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah?

1.5. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari disusunnya penelitian ini oleh peneliti adalah

sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis dan mengkaji tinjauan yuridis terhadap pelaku

usaha kosmetik ilegal dalam sistem hukum di Indonesia.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis Efektivitas penegakan hukum

tindak pidana kosmetik ilegal yang dalam hal ini dikhususkan untuk

kasus yang terjadi di Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah.

1.6.MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian yang

dituangkan dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut :

a. Manfaat Teoritis

1. Penelitian ini agar dapat memberikan manfaat untuk kepentingan

perlindungan hukum, sehingga dapat dijadikan masukan kepada

Page 27: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

11

aparat pelaksana penegak hukum yang melaksanakan tugas-tugas

muliannya dan mewujudkan tujuan hukum yang dicita-citakan.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian ilmu

pengetahuan hukum, khususnya di dalam hukum pidana dalam

rangka memberikan penjelasan mengenai penegakan hukum

pidana terhadap pelaku usaha kosmetik ilegal berbahaya yang

dilakukan di Kepolisian Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah.

3. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca

terutama mengenai penegakkan hukum tindak pidana kosmetik

ilegal yang dilakukan di Kepolisian Ditreskrimsus Polda Jawa

Tengah.

4. Penelitian ini diharapkan dapat menemukan informasi yang

belum banyak diketahui masyarakat sehingga dapat menambah

wawasan terkait tindak pidana kosmetik ilegal .

b. Manfaat Praktis

1. Bagi konsumen dapat mengenali bagaimana ciri-ciri kosmetik

ilegal dan dapat mengetahui apa yang harus dilakukan apabila

menjadi korban adanya tidank pidana kosmetik ilegal .

2. Bagi pelaku usaha dapat berhati-hati dalam memilah dan memilih

macam kosmetik yang akan dijual, diharapkan sesuai dengan

persyaratan dan ketentuan yang sudah diatur dan tidak melanggar

Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan dan

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen.

Page 28: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

12

3. Bagi masyarakat, penelitian ini berkontribusi pada pemberian

informasi tentang bahaya penggunaan kosmetik ilegal, peraturan

perundang-undangan yang mengatur dan penegakan hukum.

Page 29: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENELITIAN TERDAHULU

Hasil dari penelitian terdahulu merupakan dasar dan/atau acuan

dalam penulisan proposal skripsi dan dijadikan sebagai data

pendukung dalam proposal skripsi. Terdapat beberapa penelitian yang

sejenis pernah dilakukan sebelumnya, dan penulis jadikan sebagai

dasar atau acuan dalam penulisan proposal ini yaitu:

1. Skripsi Sekar Ayu Amiluhur Priaji yang berjudul “Perlindungan

Hukum Terhadap Peredaran Kosmetik Yang Merugikan

Konsumen” Tahun 2018 (Universitas Islam Indonesia

Yogyakarta).

Dalam Skripsi ini peneliti memiliki fokus pada

perlindungan hukum terhadap peredaran kosmetik yang

berpotensi merugikan konsumen serta analisis tanggung jawab

pelaku usaha atas penjualan dan pemasaran produk kosmetik yang

merugikan bagi konsumen. Perlindungan hukum terhadap

peredaran kosmetik selain dapat dilihat secara normatif dan

empirik juga dapat dilihat menurut hukum islam.

Konsumen memiliki beberapa hak yang diatur dalam

UUPK, yakni:

a. Hak memperoleh keamanan (the right to savety)

Page 30: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

14

Aspek ini ditujukan untuk perlindungan konsumen dari

pemasaran barang dan atau jasa yang membahayakan

Keselamatan jiwa konsumen.

b. Hak memilih (the right to choose)

Hak memilih bagi konsumen merupakan hak prerogratif

konsumen apakah ia akan membeli atau tidak suatu barang dan

atau jasa.

c. Hak untuk informasi (the right to be informed)

Hak ini sangat fundamental sebagai factor lain di luar diri

konsumen sebagai penentu apakah konsumen akan

menggunakan satu barang dan atau jasa.

d. Hak untuk didengar (the right to be heard)

Hak ini dimaksudkan untuk menjamin konsumen bahwa

kepentingan konsumen harus diperhatikan oleh pemerintah,

termasuk untuk di dengar dalam pembuatan kebijaksanaan

mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen.

Oleh sebab itu, pelaku usaha baik yang berbentuk badan

hukum maupun yang bukan badan hukum wajib

bertanggungjawab atas kerugian yang diperoleh konsumen

karena adanya peredaran kosmetik yang merugikan konsumen.

Perbedaan paling mendasar dalam penelitian tersebut yaitu

membahas khusus mengenai perlindungan hukum terhadap

peredaran kosmetik yang merugikan konsumen sedangkan

penelitian penulis membahas dan berfokus pada penegakan

Page 31: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

15

hukum pidana terhadap pelaku usaha kosmetik ilegal di

Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah.

2. Skripsi Elina Lestari yang berjudul “Pertanggungjawaban

Pidana Bagi Pelaku Usaha Yang Menjual Kosmetik Pemutih

Wajah Yang Mengandung Bahan Kimia Berbahaya (Studi di

BPOM Surabaya” Tahun 2015 (Universitas Brawijaya Malang ).

Dalam skripsi ini dijelaskan mengenai pertanggung jawaban

pidana bagi pelaku usaha yang memproduksi kosmetik berupa

pemutih wajah yang mengandung bahan kimia berbahaya yang

pada akhirnya mengakibatkan kerusakan fisik bagi masyarakat

atas dasar kesalahan yang telah dibuat dengan sengaja. Dari

penelitian tersebut menghasilkan jawaban terkait suatu unsur

kesengajaan yang dilakukan oleh pelaku usaha kosmetik

berbahaya dan di jerat dengan pasal 197 jo. 106 Undang-Undang

Kesehatan No. 36 Tahun 2006.

Penelitian ini berfokus pada pertanggungjawaban pidana

bagi pelaku usaha yang menjual kosmetik pemutih wajah yang

mengandung bahan kimia berbahaya yang ditangani oleh BPOM

Surabaya dan kendala dalam tingkat penyidikan yang dihadapi

BPOM Surabaya dalam mengungkap banyaknya pelaku usaha

yang menjual kosmetik pemutih wajah yang mengandung bahan

kimia berbahaya.

Sedangkan penelitian penulis lebih fokus dalam mengkaji

penegakan hukum pidana terhadap pelaku usaha kosmetik ilegal

Page 32: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

16

di Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen. Selain itu penulis juga berfokus pada

Efektivitas penegakan hukum pidana yang lebih terhadap pelaku

usaha kosmetik ilegal.

3. JOM (Jurnal Online Mahasiswa) Fakultas Hukum Volume III

Nomor 2 Oleh Syafrina Maisusri yang berjudul “Penegakan

Hukum Terhadap Tindak Pidana Peredaran Obat Impor Yang

Tidak Memiliki Izin Edar Oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil

Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan” Tahun 2016

(Universitas Riau).

Kesehatan merupakan salah satu unsur kebutuhan dasar

manusia yang harus terpenuhi. Dan salah satu penunjang

pelayanan kesehatan adalah dengan tersedianya obat. Obat yang

beredar di masyarakat harus memiliki izin edar, baik obat

produksi dalam negeri maupun obat impor, yang dikeluarkan

oleh Kepala BPOM (Badan POM).

Berdasarkan Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Peraturan Menteri

Kesehatan RI Nomor1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang

Registrasi obat menyatakan bahwa sediaan farmasi dan alat

kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar.

Dengan adanya izin edar dari Badan POM menunjukan bahwa

Page 33: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

17

obat tersebut layak dikonsumsi serta memenuhi persyaratan

keamanan, khasiat, dan mutu. Apabila yang tanpa diregristrasi

terlebih dahulu maka obat tersebut adalah obat ilegal. Penemuan

obat-obatan tanpa ijiin edar tersebut menunjukan bahwa

penegakan hukum terhadap izin edar obat belum berjalan secara

optimal.

Dalam jurnal ini berfokus pada penegakan hukum terhadap

peredaran obat impor yang tidak memiliki izin edar di

Pekanbaru serta upaya yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai

Negeri Sipil untuk mengatasi hambatan yang harus dihadapi.

BPOM Pekanbaru dapat memberi sanksi administratif kepada

pelau usaha yang melanggar izin edar yang masuk kedalam

kategori non-projustitia, yaitu teguran secara tertulis. Sanksi

pidana juga dapat diberikan bagi pelaku usaha yang termasuk

kedalam kategori projustitia, yaitu dengan merujuk kepada Pasal

197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Berbeda dengan penelitian penulis yang lebih fokus dalam

mengkaji Efektivitas penegakan hukum pidana terhadap pelaku

usaha kosmetik ilegal di Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 8

tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dan tidak

berfokus pada Penyidik Pegawai Negeri Sipil, melainkan

berfokus pada penyidik kepolisian. Selain itu penulis juga

Page 34: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

18

mengupas tentang tinjauan yuridis pelaku usaha kosmetik ilegal,

tidak berfokus pada obat-obatan.

4. Jurnal Poenale Volume 5 Nomor 4 Oleh Avis Sartika yang

berjudul “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha

Kosmetik Yang Mengandung Bahan Berbahaya Di Provinsi

Lampung” Tahun 2016 (Fakultas Hukum Unila).

Dalam jurnal ini penulis menjelaskan tentang zat berbahaya

yang sering terdapat dalam bahan kosmetik. Karena zat

berbahaya dapat bisa menimbulkan keracunan dan berdampak

buruk pada tubuh jika digunakan dalam waktu yang lama.

Namun keinginan manusia untuk selalu tampil cantik dan

ketidaktahuan konsumen akan efek samping yang ditimbulkan

dari kosmetik mengandung bahan berbahaya bisa dijadikan

suatu alasan mereka untuk masih tetap menggunakan kosmetik

tersebut.

Selain itu penulis juga berfokus pada penegakan hukum

pidana terhadap pelaku usaha kosmetik yang mengandung bahan

berbahaya Di Provinsi Lampung. Ketidaktahuan konsumen akan

efek samping kosmetik yang mengandung bahan berbahaya

menjadikan pelaku usaha yang tidak bertanggungjawab dapat

merugikan konsumennya. Serta menjelaskan tentang tahapan

penyidikan yang dilakukan oleh BPOM kepada pelaku-pelaku

usaha dalam upaya penegakan hukum pidana terhadap pelaku

usaha kosmetik yang mengandung bahan berbahaya.

Page 35: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

19

Perbedaan paling mendasar dalam penelitian tersebut yaitu

dalam skripsi ini penulis tidak membahas tentang zat-zat

berbahaya tetapi berfokus pada kosmetik ilegal atau tanpa izin

edar dan penegakan hukum pidana terhadap pelaku usaha

kosmetik ilegal di Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah. Penulis

berfokus pada penyidik kepolisian, berbeda dengan jurnal diatas

yang mengupas tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

2.2. LANDASAN TEORI

2.2.1. Teori Efektivitas

Efektivitas berasal dari kata efektif, dengan batasan konsep

tersebut menjadi sulit untuk mendefinisikan efektif itu sendiri yang

disebabkan tiap-tiap disiplin ilmu memberikan pengertian yang

berbeda. Namun kata efektif dapat diartikan secara sederhana sebagai

capaian keberhasilan dalam meraih tujuan yang telah ditentukan.

Dalam kamus John M. Echols dan Hasan Shadily, effective memiliki

arti berhasil dan ditaati. (Echols, 2005 : 5)

Efektivitas dapat dikaitkan dengan hubungan antara hasil yang

diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Sehingga

didalamnya terdapat hubungan kesesuaian antara target yang

ditentukan dengan hasil usaha yang dilakukan, atau bisa diartikan

sampai sejauh mana pencapaian hasil yang sesuai dengan target yang

ditetapkan tersebut. Efektivitas memiliki beberapa indikator dalam arti

pencapaian suatu target yang sebelumnya sudah ditentukan sebagai

indikator dalam menentukan atau menjalankan tindakan yang

Page 36: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

20

dilakukan sudah sesuai atau dapat diukurnya suatu tindakan tersebut

telah mencapai target yang direncanakan berdasarkan kondisi sutau

kelompok tersebut dalam mencapai suatu target tertentu.

Efektivitas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk

menyelesaikan tugas, fungsi, daripada suatu organisasi atau sejenisnya

yang mana dalam menjalankan kemampuannya tersebut tidak didasari

karena suatu tekanan atau paksaan dari yang menjalankan

(Kurniawan, 2005 : 109). Namun apabila terdapat latar belakang

orientasi kerja menurut seseorang tentang efektivitas yang menjadi

patokan dari efektivitas itu berupa capaian dari berbagai target kerja

tersebut memanfaatkan sumber-sumber tertentu yang sudag ditentukan

sebelumnya.

Melihat pendapat beberapa ahli di atas penulis memiliki

pandangan bahwa konsep efektivitas dapat didefinisikan sesuai

dengan bidang keilmuan masing-masing. Dengan disiplin ilmu yang

berbeda maka konsep efektivitas juga dapat diartikan berbeda sesuai

dengan disiplin ilmu yang dipelajari, dengan demikian satu hal yang

dapat disamakan dalam hal definisi efektivitas yaitu mengenai

pencapaian tujuan akhir.

2.2.2. Teori Efektivitas Hukum

Penegakan hukum adalah bagaimana terjadi sebuah keselarasan

hubungan nilai-nilai hukum yang diwujudkan oleh masyarakat

menjadi sebuah kedamaian, ketentraman dan ketertiban. Efektivitas

hukum merupakan proses yang bertujuan agar hukum berlaku efektif

Page 37: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

21

(Muliadi, 2014 : 126). Satjipto Rahardjo membatasi membatasi

pengertian hukum menjadi 3 (tiga) kelompok pengertian dasar, yaitu:

pertama, hukum sebagai perwujudan ide atau nilai-nilai tertentu;

kedua, hukum sebagai suatu sistem peraturan yang abstrak; ketiga,

hukum dipandang sebagai sarana untuk mengatur masyarakat (sosial

control) (Maskur, 2016 : 44).

Efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 faktor

(Soekanto, 2007 : 8). Faktor-faktor ini mempunyai arti netral sehingga

dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor tersebut, yang

berupa:

a. Faktor hukumnya sendiri (undang-undang)

Menurut Soerjono Soekanto dengan undang-undang dalam

arti materil adalah peraturan tertulis yang berlaku umum

dan dibuat oleh penguasa pusat manapun daerah yang sah.

Kemungkinannya adalah bahwa terjadinya ketidakcocokan

dalam peratiran perundang-undangan mengenai bidang

kehidupan tertentu. Kemungkinan lainnya adalah

ketidakcocokan peraturan undang-undang dengan hukum

tertulis atau hukum kebiasaan, kadang kala ketidak serasian

antara hukum tercata dengan hukum kebiasaan dan

seterusnya.

b. Faktor penegak hukum

Metalitas petugas yang menegakan hukum antara lain

mencakup hakim, polisi, jaksa, penasihat hukum, petugas

Page 38: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

22

kemasyarakatan. Jika hukumnya baik tapi mental oramg

yang bertanggungjawab untuk menegakkan hukum tersebut

belum mantap, maka bisa menyebabkan terjadinya

gangguan dalam sistem hukum itu sendiri,

c. Faktor sarana atau fasilitasnya yang mendukung penegakan

hukum

Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak

mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan

lancer. Sarana atau fasilitas tersebut, antara lain mencakup

tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisais

yang baik, peralatan yang memadai, keuangan ang cukup,

dan seterusnya.

d. Faktor masyarakat

Lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan. Hukum yang berlaku penegak hukum dan

sarana atau fasilitas dapat mempengaruhi kepatuhan hukum

masyarakat. Masyarakat kebanyakan biasanya tidak peduli

dengan aturan hukum yang diberlakukan, namun mereka

hanya ingin mendapatkan keadilan dan kepastian hukum

terhadap perkara yang sedang mereka hadapi.

e. Faktor kebudayaan

Hasil karya dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di

dalam pergaulan hidup. Bagaimana hukum yang ada bisa

masuk kedalam menyatu dengan kebudayaan yang ada

Page 39: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

23

sehingga semuannya berjalan dengan baik (Soekanto, 2007

: 8 )

Pengukuran efektivitas pidana sering dikaitkan dengan tujuan

atau hasil yang ingin dicapai. Menurut Antony Allot (Barda Nawawi

Arief) mengukur efektivitas harus dilihat seberapa jauh sistem hukum

itu dapat mewujudkan atau mencapai tujuan-tujuannya (Muliadi, 2014

: 126).

2.2.3. Teori Sistem Hukum

Penegakan hukum berkaitan erat dengan sistem hukum, sistem

hukum adalah kesatuan utuh dari tananan-tananan yang terdiri dari

bagian-bagian atau unsur-unsur yang satu sama lain saling

berhubungan dan berkaitan secara erat (Nurhardianto, 2015 : 35).

Suatu sistem hukum dalam operasi aktualnya merupakan sebuah

organisme kompleks dimana substansi, struktur, dan kultur

berinteraksi. Interaksi antara perundang-undangan, penegakan hukum

dan budaya masyarakat yang sejalan akan menciptakan sistem hukum

yang dicita-citakan. Apabila terjadi keselarasan antara tiga komponen

tersebut maka tujuan dan fungsi hukum terpenuhi dimana tujuan

hukum tidak lain adalah mewujudkan ketertiban dan kesejahteraan.

Juwana (2006:212) mengatakan bahwa “Law enforcement hold on

important role in Indonesia Legal sistem. How strict the law is

enforced will determine the extence of the law itself “.

Page 40: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

24

Lawrence M. Friedman (1986) dalam bukunya yang berjudul

“Law and Society” menyatakan sistem hukum berisikan 3 (tiga)

komponen:

1. Substansi Hukum

Komponen ini disebut sebagai sistem substansial yang

menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan. Substansi

tersususn dari “peraturan-peraturan dan ketentuan mengenai

bagaimana institusi-institusi berperilaku”. Substansi bukan hanya

aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law books) namun

juga mencakup hukum yang hidup (living law). Dapat

disimpulkan bahwa substansi hukum merupakan peraturan yang

menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum melaksanakan

tugas dan fungsinya.

Hukum tidak dapat tegak dengan sendirnya, artinya “hukum

tidak mampu mewujudkan sendiri janji-janji serta kehendak-

kehendak yang tercantum dalam (peraturan-peraturan) hukum”

(Rahardjo, 2009 : 7). Dalam hal ini hukum dianggap sebagai

substansi. Substansi yang diciptakan dengan baik tidak ada

artinya apabila aparat penegak hukum tidak melakukan tugas dan

fungsinya dengan baik dan dipengaruhi juga oleh budaya hukum,

dalam pengertian kepatuhan terhadap peraturan perundang-

undangan yang ada akan sulit untuk tumbuh dan berkembang

selama “hukumnya sendiri tidak memuaskan, selama aparat

penegak hukum lemah dan bisa dibeli, selama pengadilan bukan

Page 41: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

25

lagi tempat untuk mencari kebenaran dan keadilan” (Rosyadi,

2007 : 77) Pencapaian tujuan penegakan hukum dilaksanakan

dengan melihat penegakan hukum pidana sebagai suatu sistem

peradilan pidana.

Joni Efraim Liunima (2016 : 80) mengatakan bahwa “in fact

goals contained in law enfrocment may not be achieved, because

the law is used as an action to protect certain group’s interes”.

Tidak dapat dipungkiri bahwa hukum tidak dapat memberikan

keadilan bagi semua pihak, oleh karena itu “Law enforcement is

an effort process to uphold or to function the legal norms

factually as a behaviour guidance towards law relations in

society and state life”. Penegakan hukum sebagai upaya

memfungsikan kembali norma hukum sebagai pedoman perilaku

antara hubungan masyarakat dan kehidupan negara dapat

terwujud apabila dilaksanakan secara efektif.

Berkaitan dengan substasni hukum, Pelaku usaha yang terbukti

meyediakan dan/atau mengedarkan kosmetik berbahaya dan tidak

memiliki izin edar melanggar Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2009 Tentang Kesehatan pasal 197 Jo. Pasal 106 Ayat (1):

Pasal 197 berbunyi:

“Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau

mengedarkan Sediaan farmasidan/atau alat kesehatan

yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud

dalam pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana

penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda

sebanyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus

juta rupiah)”

Page 42: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

26

Pasal 106 berbunyi:

“(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat

diedarkan setelah mendapatkan izin edar.”

Dan melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen yang terdapat dalam Pasal 62

ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) huruf a yang menyebutkan bahwa

pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan

barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai

dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan

perundang-undangan oleh karenanya diancam dengan pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling

banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

2. Struktur Hukum

Struktur merupakan komponen pelaksanaan dari substansi.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana struktur hukum meliputi Kepolisian,

Kejaksaan, Pengadilan, dan Badan Pelaksanaan Pidana (Lembaga

Pemsyarakatan).

Struktur hukum merupakan unsur pelaksana, yang memuat

mengenai bagaimana aparat penegak hukum melakukan tugas dan

fungsinya. Struktur hukum berkaitan erat dengan penegakan

hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Menurut

Barda Nawawi Arief (2002:109), Penegakan hukum adalah:

“Suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan secara

rasional, memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna.

Dalam rangka menanggulangi kejahatan terhadap

berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan

Page 43: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

27

kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana maupun

non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu

dengan yang lainnya. Apabila sarana pidana dipanggil

untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan

dilaksanakan politik hukum pidana, yakni mengadakan

pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan

pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada

suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang”.

Sedangkan menurut Jimly Asshiddiqie (2017: 1):

Penegakan hukum adalah “proses dilakukannya upaya

untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum

secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu

lintas hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara”.

Penulis berkaitan dengan teori tersebut, penegakan

hukum ditinjau dari subjek dalam arti sempit, lebih

mengarah kepada penegak hukum yang dilakukan oleh

aparat penegak hukum pihak Kepolisian Negara Republik

Indonesia di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda

Jawa Tengah yang berwenang untuk melakukan

penyelidikan dan penyidikan terkait tindak pidana kosmetik

ilegal.

3. Kultur Hukum

Sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum

kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapan disebut dengan kultur

hukum (Friedman, 2001 : 8). Budaya hukum dalam hubungannya

dengan sistem hukum menentukan apakah orang akan

mendayagunakan pengadilan, polisi atau jaksa dalam menghadapi

suatu kasus. Disini budaya hukum menentukan apakah komponen

struktural dan komponen substansi dalam sistem hukum

Page 44: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

28

mendapat tempat yang logis, sehingga menjadi milik masyarakat.

(Husin, 2016 : 55)

Lawrence M. Friedman mengungkapkan bahwa kultur hukum

adalah “elemen sikap dan nilai sosial”. Kultur hukum

menyangkut “sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum-

kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya”.

Sebaik apapun kualitas substansi hukum yang dibuat oleh

lembaga yang berwenang kemudian dengan pelaksaan yang

tertata pula oleh struktur hukum tidak akan berjalan dengan baik

apabila tidak didukung oleh kultur hukum karena budaya hukum

berkaitan erat dengan kesadaran masyarakat terhadap hukum.

Hukum akan berperan dengan baik manakala ketiga hal tersebut

saling berinterkasi dan memainkan peran sesuai fungsinya.

(Prasetyo, 2012: 311)

2.3. LANDASAN KONSEPTUAL

Berikut ini adalah landasan konseptual yang digunakan pada

penelitian ini sebagai berikut:

2.3.1. Tinjauan Umum Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia

Sistem peradilan pidana adalah sistem dalam suatu

masyarakat untuk menanggulangi kejahatan, dengan tujuan

mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan, menyelesaikan

kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa

keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana dan

Page 45: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

29

mengusahakan mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak

mengulangi kejahatannya (Moeljatno, 2002 : 1).

Menurut Remington dan Ohlin Criminal Justice Sistem

dapat diartikan sebagai pemakaian pendekatan sistem terhadap

mekanisme administrasi peradilan pidana, dan peradilan pidana

sebagai suatu sistem merupakan hasil interaksi antara peraturan

perundang-undangan, praktik administrasi, dan sikap atau tingkah

laku sosial (Barama, 2016 : 2). Pengertian sistem itu sendiri

mengandung implikasi suatu proses interaksi yang dipersiapkan

secara rasional dan dengan cara efisien untuk memberikan hasil

tertentu dengan segala keterbatasannya (Atmasasmita, 2010 : 2).

Romli Atmasasmita mengemukakan sistem peradilan

pidana sebagai suatu penegakan hukum atau law enforcement, maka

didalamnya terkandung aspek hukum yang menitik beratkan kepada

operasionalisasi peraturan perundang-undangan dalam upaya

menanggulangi kejahatan dan bertujuan mencapai kepastian hukum

(certainly) Dilain pihak apabila pengertian sistem peradilan pidana

dipandang sebagai bagian dari pelaksanaan social defence yang

terkait kepada tujuan mewujudkan kesejahteraan masyarakat, maka

dalam sistem peradilan pidana terkandung aspek sosial yang menitik

beratkan kegunaan (expediency). Tujuan akhir dari sistem peradilan

pidana dalam jangka panjangan yakni mewujudkan kesejahteraan

masyarakat yang merupakan tujuan kebijakan sosial dalam jangka

Page 46: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

30

pendek yakni mengurangi terjaidnya kejahatan dan residivisme

(Barama, 2016 : 8).

Menurut Kadish, pengertian sistem peradilan pidana dapat

dilihat dari sudut pendekatan normatif, manajemen dan sosial.

Ketiga bentuk pendekatan tersebut sekalipun berbeda tetapi tidak

dapat dipisahkan satu sama lain, bahkan ketiganya saling

mempengaruhi dalam menentukan tolok ukur keberhasilan dalam

menanggulangi kejahatan. Mardjono juga mengemukakkan bahwa

empat komponen dalam sistem peradilan pidana (kepolisian,

kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan) diharapkan

dapat bekerja sama dan dapat membentuk suatu “integrated criminal

justice sistem” (Atmasasmita, 2010 : 3).

Rangkaian proses peradilan pidana terdiri dari proses non

ajudikasi dan proses ajudikasi. Dalam proses non ajudikasi, salah

satu peran yang penting diemban oleh polisi dan lembaga kepolisian

sebagai perangkat awal dalam proses peradilan yang berperan

menentukan suatu perbuatan (pidana) beserta alat bukti pendukung.

Selanjutnya, proses ajudikasi lembaga yang berperan penting adalah

pengadilan (hakim) beserta lembaga pemasyarakatan. Walaupun

diakui jaksa sebagai pejabat kunci dalam satu kasus administrasi

peradilan pidana, namun menanggapi hal demikian, kadish

beranggapan pengertian pengadilan itu termasuk meliputi proses

penuntutan (Husni, 2016 : 11).

Page 47: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

31

Penyidikan merupakan bagian awal dari proses penegakan

hukum pidana, kedudukan penyidikan sangat penting mengingat

proses ini menentukan berhasil tidaknya proses selanjutnya. Istilah

penyidikan dalam Bahasa Indonesia memiliki kata dasar “sidik”.

Sidik berarti terang, jadi menyidik berarti membuat terang atau jelas.

Kata sidik juga berarti bekas, bekas yang kita jumpai dalam sidik

jari, bekas jari atau bekas telapak jari, sehingga menyidik juga

berarti mencari bekas, dala, hal ini berarti bekas-bekas kejahatan.

(Nugroho H, 2008 : 15).

Selain itu adapun tahap-tahap proses sistem peradilan

pidana di kepolisian sebagi berikut: (Husni, 2016 : 92)

a. Tahap Di Kepolisian

1. Penyelidikan

Menurut KUHAP dalam Pasal 1 butir 5 yang dimaksud

penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk

mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai

tindakan pidana guna menentukan dapat atau tidaknya

diadakan penyidikan menurut cara yang diatur oleh undang-

undang.

2. Penyidikan

Penyidikan berdasarkan Pasal 1 butir 2 KUHAP diartikan

sebagai serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan

menurut cara yang diatur dalam udang-undang ini untuk

mencari serta engumpulkan bukti, yang dengan bukti tersebut

Page 48: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

32

membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna

menentukan tersangkanya.

3. Penangkapan

Menurut KUHAP dalam Pasal 1 butir 20 yang diartikan

dengan penangkapan adalah suatu tindakan penyidikan

berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka

atau terdakwa apabila cukup bukti guna kepentingan

penyidikan, penuntutan, dan/atau peradilan dalam hal serta

menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

4. Penahanan

Menurut Pasal 1 butir 21 KUHAP penahanan adalah

penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh

penyidik atau penuntut umum atau hakim berdasarkan

penetapannya dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam

undang-undang.

5. Penggeledahan

Menurut Pasal 1 butir 18 penggeledahan badan adalah

tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan

atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga

keras ada pada badannya atau dibawa untuk disita.

6. Penyitaan

Menurut Pasal 1 butir 16 KUHAP penyitaan adalah tindakan

penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah

penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud

Page 49: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

33

atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam

penyidikan, penuntutan dan peradilan.

7. Berakhirnya Tugas Polisi dalam Penyidikan

Pada dasarnya penyidikan telah dianggao selesai apabila

berkas perkara yang diserahkan penyidik kepada penuntut

umum telah diterima dan dinyatakan lengkap (P-21) setelah

tenggang waktu 14 (empat belas) hari dari penyerahan.

2.3.2. Tinjauan Umum Hukum Pidana

2.3.2.1. Pengertian Hukum Pidana

Secara umum ada dua pengertian tentang hukum pidana,

yaitu disebut dengan ius poenale dan ius puniend. Ius poenale

merupakan pengertian hukum pidana objektif sedangkan ius

puniendi merupakan hukum pidana subjektif. Menurut Mezger

hukum pidana merupakan aturan hukum yang mengikatkan kepada

suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat

yang berupa pidana.

Perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu

dimaksudkan perbuatan yang dilakukan oleh orang, yang

memungkinkan pidan. Perbuatan semacam itu dapat disebut

“perbuatan yang dapat dipidana” atau “perbuatan jahat”

(Verbrechen atau crime). Sedangkan pidana itu sendiri merupakan

penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang

melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu

tersebut. (Sudarto, 2009 : 13)

Page 50: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

34

Menurut Simons (Sudarto, 2009 : 14) Hukum pidana

merupakan keseluruhan larangan atau perintah yang oleh negara

diancam dengan nestapa yaitu suatu pidana apabila tidak ditaati,

keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk

penjatuhan pidana, dan keseluruhan ketentuan yang memberikan

dasar untuk penjatuhan dan penerapan pidana.

Moeljatno memberikan makna hukum pidana sebagai bagian

daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang

mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk: (Moeljatno, 1985

: 1)

a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh

dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau

sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa

melanggar larangan tersebut.

b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada merwka

yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat

dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah

diancamkan.

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu

dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah

melanggar larangan tersebut.

Perumusan Moeljatno mengidikasikan bahwa hukum pidana

merupakan seperangkat aturan yang mengatur tentang 3 unsur yaitu

tentang aturan tentang tindak pidana, pertanggungjawaban pudana

Page 51: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

35

dan proses verbal penegakan hukum jika terjadi tindak pidana.

Unsur ini menunjukan keterkaitan antara hukum pidana materil dan

hukum pidana formil, dengan makna bahwa pelanggaran terhadap

hukum pidana materil tidak akan ada artinya tanpa ditegakkannya

hukum pidana formil, demikian juga sebaliknya.

Selain pengertian ius poenale juga ada pengertian ius

puniendi yang dapat diartikan secara luas dan sempit. Jika diartikan

secara luas, ius puniendi merupakan hak dari negara atau alat-alat

perlengkapan negaea untuk mengenakan atau mengancam pidana

terhadap perbuatan tertentu. Sedangkan apabila diartikan secara

sempit ius puniendi merupakan hak negara untuk mrnuntut perkara-

perkara pidana, menjatuhkan dan melaksanakan pidana terhadap

orang yang melaukan tindak pidana. (Sudarto, 2009 : 15)

2.3.2.2. Tujuan dan Fungsi Hukum Pidana

Para pakar hukum pidana mengutarakan bahwa tujuan hukum

pidana ialah pertama, untuk menakut-nakuti orang agar jangan

sampai melakukan kejahatan (preventif). Kedua, untuk mendidik

atau memperbaiki orang-orang yang sudah menandakan suka

melakukan kejahatan agar menjadi orang yang baik tabi’atnya

(represif) (Profjodikoro, 2003 : 20). Tujuan hukum pidana adalah

untuk melindungi kepentingan orang perseorangan atau hak asasi

manusia dan masyarakat. Tujuan hukum pidana di Indonesia harus

sesuai dengan falsafah Pancasila yang mampu membawa

kepentingan yang adil bagi seluruh warga negara. Dengan

Page 52: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

36

demikian hukum pidana di Indonesia adalah mengayomi seluruh

rakyat Indonesia. Tujuan hukum pidana dibagi menjadi 2 (dua),

yaitu: (Prasetyo, 2010 : 7)

1. Tujuan hukum pidana sebagai hukum sanksi, tujuan ini bersifat

konseptual atau filsafati yang bertujuan memberidasar adanya

sanksi pidana. Jenis bentuk dan sanksi pidana dan sekaligus

sebagai parameter dalam menyelesaikan pelanggaran pidana.

2. Tujuan dalam penjatuhan sanksi pidana terhadap orang yang

melanggar hukum pidana, tujuan ini bercorak pragmatic dengan

ukuran yang jelas dan konkret relevan degan problem yang

muncul akibat adanya pelanggaran hukum pidana dan orang

yang melakukan pelanggaran hukum pidana.

Selain tujuan hukum pidana, Sudarto juga mengemukakan

beberapa pendapat bahwa fungsi hukum pidana dibedakan sebagai

berikut: (Sudarto, 2009 : 18)

1. Fungsi yang umum

Hukum pidana merupakan salah satu bagian dari hukum, oleh

karena itu fungsi hukum pidana juga sama dengan fungsi hidup

kemasyarakatan atau untuk menyelenggarakan tatanan dalam

masyarakat. Selain itu hukum pidana juga mengatur masyarakat

secara patut dan bermanfaat. Ini sejalan dengan anggapan bahwa

hukum dapat digunakan sebagai sarana untuk menuju ke policy

dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya.

Page 53: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

37

2. Fungsi yang Khusus

Fungsi khusu bagi hukum pidana adalah untuk melindungi

kepentingan hukum terhadao perbuatan yang hendak

memperkosannya (rechtguterschutz) dengan sanksi berupa

pidana yang sifatmya lebih tajam jika dibandingkan dengan

saksi yang terdapat pada cabang hukum laiinya.

2.3.1.3. Jenis-Jenis Hukum Pidana

Pembagian hukum pidana dapat dikelompokkan sebagai

berikut:

1. Hukum Pidana Materiil dan Hukum Pidana Formil

Dimana hukum pidana materil itu memuat aturan-aturan

yang menetapkan dan merumuskan perbuatan-perbuatan yang

dapat dipidana, aturan-aturan yang memuat syarat-syarat untuk

dapat menjatuhkan pidana.

Sedangkan hukum pidana formal atau yang biasa disebut

hukum acara pidana mengatur bagaimana negara dengan

kelengkapan-nya melaksanakan haknya untuk mengenakan

pidana.

2. Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus

Hukum pidana umum memuat aturan-aturan hukum pidana

yang berlaku bagi setiap orang. Berbeda dengan hukum pidana

khusus yang memuat aturan-aturan hukum pidana yang

menyimpangdari hukum pidana umum, hukum pidana khusus

secara khusus mengatur golongan tertentu (militer), atau suatu

Page 54: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

38

tindakam tertentu, seperti pemberantasan tindak pidana ekonomi

ataupun pemberantasan tindak pidana fiskal. Prinsip penerapan

antara kedua jenis hukum pidana ini berlaku asas lex spesialis

derogatlegi generalis bahwa hukum pidana khusu lebih

diutamakan daripada ketentuan umum.

3. Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Lokal

Hukum pidana umum dibentuk oleh pembentukan Undang-

Undang Pusat. Sedangkan hukum pidana local dibentuk oleh

Pembentukan Undang-Undaang Daerah.

4. Hukum Pidana Tertulis dan Tidak Tertulis

Hukum pidana tertulis terdiri dari dua bentuk, yaitu:

a. Hukum pidana yang dikodifikasikan yaitu Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP).

b. Sedangkan hukum pidana yang tidak dikodifikasikan

terdiri dari tindak pidana khusus yang diatur dalam

udang-undang tersendiri seperti UU Tindak Pidana

Ekonomi, UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

UU Pemberantasam Fiskal, dll.

5. Hukum Pidana Nasional dan Hukum Pidana Internasional.

2.3.3. Tinjauan Umum Tindak Pidana

Secara sederhana tindak pidana merupakan perbuatan yang

dilarang oleh suatu aturan hukum, yang mana larangan tersebut

disertai sanksi yang berupa pidana tertentu. (Nikmah, 2011 : 10).

Pengertian tindak pidana pada Kitab Undang-Undang Hukum

Page 55: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

39

Pidana dalam bahasa Belanda biasa disebut dengan Strafbaar Feit.

Kedua istilah tersebut baik tindak pidana dan strafbaar feit

keduanya sering disama artikan.

Menurut Simons, strafbaar feit adalah kelakuan yang

diancam pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan

dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu

bertanggungjawab. (Moeljanto, 2000 : 56) Sedangkan menurut

Van Hamel, dikatakan istilah strafbaar feit adalah kelakuan orang

yang dirumuskan dalam Undang-undang, yang bersifat melawan

hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.

Ada dua istilah tentang tindak pidana yang dipakai dalam

bahasa Belanda, yaitu strafbaar feit dan delict yang mempunyai

makna sama. Strafbaar feit dalam bahasa Indonesia mempunyai

beberapa arti yang belum diperoleh kata sepakat diantara para

terjemahan : “perbuatan pidana, peristiwa pidana, tindak pidana,

delik, perbuatan yang dihukum, pelanggaran pidana. Namun dari

berbagai salinan ke bahasa Indonesia yang dimaksud dengan

berbagai istilah tersebut ialah Strafbaar feit (Martiman, 1997 : 15).

Sedangkan delict diterjemahkan dengan delik saja, delik itu

sendiri berasal dari bahasa latin yaitu delicta atau delictum. Dalam

kamus hukum pengertian delik berarti perbuatan melanggar

undang-undang atau hukum yang diancam dengan hukuman. Unsur

delik terdiri atas dua macam, yakni “unsur subjektif dan unsur

objektif”. “ Unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada diri si

Page 56: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

40

pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan segala

sesuatu yang terkandung didalam hatinya”. Sedangkan unsur

objektif adalah “unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-

keadaan, yaitu didalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan

dari si pelaku itu harus dilakukan.”. (Marpaung, 2009 : 11)

Secara lebih rinci dijelaskan rumusan untuk memahami

terkait pokok penjelasan dari apa yang dimaksud dengan perbuatan

pidana, dalam bukunya Moeljanto menejelaskan (2000: 57) yaitu:

a. Bahwa “feit” dalam strafbaar feit berbeda dengan

pengertian “perbuatan” dalam perbuatan pidana.

Perbuatan adalah kelakuan + kejadian yang

ditimbulkan oleh kelakuan atau dengan kata lain

sama dengan kelakuan akibat dan bukan kelakuan

saja. Sebetulnya Simons juga pernah mengatakan

bahwa strafbaar feit itu sendiri terdiri dari

handeling dan gevolg (kelakuan dan akibat).

b. Bahwa pengertian strafbaar feit dihubungkan

dengan kesalahan orang melakukan kejadian tadi.

Ini berbeda dengan perbuatan pidana sebab ini

tidak dihubungkan dengan kesalahan yang

merupakan pertanggungjawaban pidana. Perbuatan

pidana hanya menunjukan kepada sifat perbuatan

saja, yaitu sifat dilarang dengan ancaman pidana

kalau dilanggar. Apakah benar-benar dipidana

seperti yang sudah diancamkan, ini tergantung

kepada keadaan batinnya dan hubungan batinnya

dengan perbuatan itu, yaitu dengan kesalahan. Jadi

perbuatan pidana dipisahkan dari

pertanggungjwaban pidana juga dipisahkan dari

kesalahan. Lain halnya strafbaar feit, tercakup

pengertian perbuatan pidana dan kesalahan.

Dapat disimpulan bahwa tindak pidana adalah larangan

berupa ancaman yang disepaktai dan telah diatur sebelumnya oleh

pemerintah dimana apabila dilanggar maka akan mendapatkan

sanksi atau pidana itu sendiri. Perbuatan seseorang untuk dapat

dikatakan sebagai tindak pidana harus memenuhi beberapa unsur.

Page 57: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

41

Menurut Adam (2002 : 211) Suatu perbuatan dapat dikatakan

sebagai tindak pidana apabila memenuhi unsur-unsur sebagai

berikut:

a. Subjek;

b. Kesalahan;

c. Bersifat melawan hukum (dari tindakan);

d. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh

undang-undang terhadap pelanggarannya diancam

dengan pidana;

e. Waktu, tempat, dan keadaan (unsur objektif lainnya).

Setiap pelaku tindak pidana harus mempertanggungjawabkan

perbuatannya melalui proses hukum. Pertanggungjwaban pidana

(criminal responsibility) adalah suatu mekanisme untuk

menentukan apakah seorang terdakwa atau tersangka

dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi

atau tidak. Untuk dapat dipertanggungjawabkan secara pidana,

maka satu perbuatan harus mengandung kesalahan, Kesalahan

dalam arti sempit terdiri dari dua jenis yaitu kesengajaan dan

kelalaian.

2.3.4. Pelaku Usaha

Pelaku Usaha yaitu setiap orang atau badan usaha baik yang

berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang

didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam

wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri atau

bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan

usaha dalam berbagai bidang.

Page 58: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

42

2.3.5. Kosmetik Ilegal

Kosmetika merupakan bahan atau sediaan yang dimaksudkan

untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis,

rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar) atau gigi dan

mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan,

mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau

melindungi atau memeilihara tubuh pada kondisi baik.

Sedangkan Izin edar secara umum adalah bentuk persetujuan

pendaftaran yang diberikan oleh Badan POM untuk sediaan farmasi

yang telah lulus dalam penilaian dan pengujian yang telah diajukan

permohonan pendaftarannya ke Badan POM untuk dapat diedarkan

dipasaran.

Perizinan merupakan salah satu fungsi pengaturan dan bersifat

pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah terhadap kegiatan-

kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Perizinin dapat berbentuk

pendaftaran, rekomendasi, sertifikat, dll yang hars dimiliki oleh

suatu badan usaha atau seseorang sebelum melakukan suatu

tindakan. Tidak semua badan usaha atau seseorang bisa

mendapatkan izin, sebuh izin dapat ditolak apabila tidak memenuhi

persyaratan yang sudah ditentukan.

Page 59: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

43

2.4. KERANGKA BERPIKIR

Tujuan Pembangunan Nasional

Social Defence Social Walfare

Penegakan Hukum

HTN Perdata Pidana Kosmetik Ilegal

1. Undang-undang Nomor 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan

2. Undang-undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen

Penyidik

1. Penegakan Hukum Pidana

Terhadap Pelaku Usaha

Kosmetik Ilegal

2. Model Penegakan Hukum

Pidana yang Lebih Efektif Bagi

Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal

Page 60: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

100

BAB V

PENUTUP

5.1. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan Penegakan Hukum

Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus Polda

Jawa Tengah), didapatkan simpulan sebagai berikut:

1. Secara yuridis pelaku usaha kosmetik ilegal dalam sistem hukum di

Indonesia melanggar beberapa peraturan, antara lain:

a. Pasal 197 Jo. Pasal 106 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan

b. Pasal 62 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (1) huruf a UU No. 8 tentang

Perlindungan Konsumen

c. Pasal 39 ayat (1) Keputusan Kepala BPOM Nomor

HK.00.05.4.1745 Tahun 2003 tentang Kosmetik.

Dalam peraturan-peraturan tersebut pelaku usaha kosmetik ilegal dapat

dikenakan sanksi pidana dan/atau sanksi administratif

2. Penegakan hukum pidana terhadap pelaku usaha kosmetik ilegal di

Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah kurang efektif. Dilihat dari lima

faktor Efektivitas hukum menunjukkan adanya beberapa kendala seperti

UU yang kurang sesuai dengan kultur masyarakat, tinnginya tingkat

toleransi penegak hukum dan terbatasnya sarana prasana. Oleh

Page 61: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

101

karenanya perlu dilakukan pembentukan Tim Gabungan Pemberantasan

Kosmetik Ilegal (TGPKI) guna mempermudah koordinasi antar instansi

dalam proses penegakan hukum pidana terhadap pelaku usaha kosmetik

ilegal.

5.2. SARAN

1. Perlu dan penting adanya penyesuaian peraturan pelaku usaha kosmetik

yang berlaku dengan keadaan masyarakat yang konsumtif agar penerapan

peraturan yang ada sesuai dengan kultur masyarakat. Selain itu, perlu dan

penting adanya sistem koordinasi yang lebih efisien antara penyidik

kepolisian dengan Petugas BPOM guna mempermudah proses

penyidikan hingga penetapan tersangka. Serta pembaruan proses

pendaftaran izin edar di BPOM agar mempermudah pelaku usaha untuk

mendaftarkan produk kosmetik. Sehingga pelaku usaha tidak memilih

untuk memproduksi, mengedarkan dan memperdagangkan kosmetik

ilegal.

2. Perlu dan penting adanya kerjasama antara Kementerian Komunikasi dan

Informatika dengan Ditreskrimsus untuk menggencarkan public warning

kepada masyarakat dengan menggunakan fasilitas media massa maupun

media sosial, guna meningkatkan kesadaran terhadap masyarakat sebagai

pelaku usaha ataupun konsumen untuk mematuhi peraturan yang telah

ditetapkan. Serta perlu dan penting adanya kerjasama antara Kepolisian

dengan BPOM dan Dinas Kesehatan guna memberi sosialisasi tentang

bahaya penggunaan kosmetik ilegal untuk kesehatan, memberitahukan

ciri-ciri kosmetik ilegal dan bahaya penggunaan kosmetik ilegal.

Page 62: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

102

DAFTAR PUSTAKA

a. Buku

Amirundin. 2016. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT Raja

Grafindo.

Arief, B. N. 2002. Kebijakan Hukum Pidana. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Hukum. Yogyakarta: Rienka Cipta.

Ashshofa, B. 2013. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Atmasasmita, R. 2010. Sistem Peradilan Pidana Kontemporer. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group.

Chazawi, A. 2002. Pelajaran Hukum pidana Bagian I. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Dewi, E. W. 2015. Hukum Perlindungan Konsumen. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Husin, K. 2016. Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

H, E. J. 2005. Kamus Inggris Indonesia. An English-Indonesia Dictionary.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kurniawan, A. 2005. Transformasi Pelayanan Publik . Yogyakarta:

Pembaharuan.

-----------------. 2013. Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial. Bandung: Nusa

Media.

Marpaung, Leden. 2009. Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana. Jakarta: Sinar

Grafika.

Page 63: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

103

Martiman. 1997. Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Jakarta: PT

Prandnya Paramita.

Marzuki, P. M. 2014. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenadamedia.

Mertokusumo, S. 2005. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty.

Moeljanto. 2000. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: PT Rineka Cipta.

------------. 2002. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum

Pidana. Yogyakarta: Aksara.

Moleong, L. 2013. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nawawi Arief, B.arda. 2002. Kebijakan Hukum Pidana. Bandung: PT Citra

Aditya Bakti.

Nikmah, R. 2011. Asas-Asas Hukum Pidana. Semarang: Pustaka Magister

Semarang.

Nugroho, S. A. 2008. Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari

Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya. Jakarta: Kencana.

Prasetyo, T. 2010. Hukum Pidana. Jakarta: Rajawali Press.

Profjodikoro, W. 2003. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: PT

Refika Aditama.

Rahardjo, S. 2009. Penegakan Suatu Tinjauan Sosiologis. Yogyakarta: Genta

Publishing.

--------------. 2012. Ilmu Hukum. Jakarta: Citra Aditya Bakti.

--------------. 2002. Polisi sipil dalam perubahan sosial di Indonesia. Jakarta:

Kompas.

Soekanto, S. 2014. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Page 64: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

104

Sudarto. 1986. Hukum dan Hukum Pidana. Bandung: PT Sinar Grafika.

Sudarto. 2009. Hukum Pidana I. Semarang: Yayasan Sudarto d/a Fakultas Hukum

Undip Semarang.

Susilo, Z. K. 1996. Penyambung Lidah Konsumen. Jakarta: PT Penebar Swadaya.

Waluyo, B. 2002. Penelitian Dalam Praktik. Jakarta: Sinar Grafika.

b. Jurnal

Asshiddiqie, J. 2017. Penegakan Hukum. e-jurnal, 1.

Barama, M. 2016. Model Sistem Peradilan Pidana Dalam Perkembangan. Jurnal

Ilmu Hukum. Vol. III No.8

Juwana, H. 2006. Law and Development. International law journal, 212.

Luinima, J. E. (2016). Progressive Law enforcement Towards Human Rights

Violation In Kupang City. Jurnal Dinamika Hukum, 80. Vol. 16 No. 1

Maharani, N. 2016. Peranan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Balai Besar

Pengawasan Obat dan Makanan Terhadap Peredaran Kosmetik Ilegal Di

Wilayah Hukum Kota Pekan Baru. JOM Fakultas Hukum, 5.

Maskur, M. A. 2016. Potret Buram Positivisme Hukum: Sebuah Telaah Terhadap

Kasus-Kasus Kecil yang Menciderai Rasa Keadilan Masyarakat. Jurnal

Humani, 42. Vol. 6 No.1

Maskur, M. A. 2018. Internalisasi Nilai-Nilai Masyarakat Adat Dalam

Pembaharuan Hukum Pidana Nasional. Masalah-masalah Hukum, 23. Jilid

47 No. 1

Page 65: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

105

Muliadi, S. 2014. Efektifitas Hukum Pidana Melalui Pengelolaan Sumber Daya

Manusia di Daerah Untuk Mencapai Penegakan Hukum. Jurnal

Academica Fisip Untad, 126. Vol. 06 No. 02

Nugroho, H. 2008. Merekonstruksi Sistem Penyidikan Dalam Peradilan Pidana.

Jurnal Hukum Pro Justitia, 15. Volume 26 No.1

Nugroho, H. 2008. Paradigma Penegakkan Hukum Indonesia Dalam Era Global.

Jurnal Hukum Pro Justitia, 319. Vol. 26 No. 4

Nurhardianto, F. (2015). Sistem Hukum dan Posis Hukum Indonesia. Jurnal

TAPIs, 35. Vol. 11 No. 1

Maisuri, Syafrina. 2016. Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Peredaran

Obat Impor Yang Tidak Memiliki Izin Edar Oleh Penyidik Pegawai

Negeri Sipil Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan. JOM Fakultas

Hukum, Vol III Nomor 2.

Sartika, Avis. 2016. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik

Yang Mengandung Bahan Berbahaya Di Provinsi Lampung. Jurnal

Poenale, Vol 5 Nomor 4.

c. Undang-Undang

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 220/Men.Kes/Per/IX/76

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2013 tentang

Ijin Produksi Kosmetika

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 Tentang

Pengaman Sediaan farmasi dan Alat Kesehatan

Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang PPerlindungan Konsumen

Peraturan Kepala BPOM (BPOM) Nomor HK 03.1.23.08.11.07517 Tahun 2011

tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika

Page 66: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA …lib.unnes.ac.id/36080/1/8111415285_Optimized.pdf · “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal (Studi di Ditreskrimsus

106

Peraturan Kepala BPOM Nomor HK. 03.1.23.12.10.11983 Tahun 2010 tentang

Kriteri dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika

Putusan Kepala POM RI No. HK.00.05.4.1745 Tahun 2003 tentang Kosmetik

d. Internet

http://www.pom.go.id/mobile/index.php/view/berita/13513/Kepala-Badan-POM-

RI-Menekankan-Optimalisasi-Pelaksanaan-Harmonisasi-ASEAN-di-Bidang-

Kosmetika-pada-Pengawasan-Kosmetika-di-Peredaran.html diakses pada 10.30

29 Januari 2019

https://www.pom.go.id/mobile/index.php/view/berita/164/Harmonisasi-ASEAN-

di-Bidang-Kosmetik.html diakses pada 11.45 29 Januari 2019

https://www.seputarpengetahuan.co.id/2017/06/pengertian-pembangunan-

nasional-tujuan-visi-misi-sasaran-hakikat.html diakes pada 5 Februari 2019