Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

50
BAGIAN 6 Penyakit Inflamasi yang Disebabkan oleh Reaktivitas Humoral Abnormal dan Penyakit Inflamasi Lainnya Bab 37 Imunitas Humoral dan Komplemen Lela A. Lee Sekilas Mengenai Imunitas Humoral dan Struktur Antibodi Imunitas humoral, yang difasilitasi oleh antibodi yang diproduksi oleh limfosit B, merupakan suatu bentuk imunitas spesifik yang ditujukan secara primer untuk berikatan dengan antigen-antigen ekstraseluler Molekul antibodi terbentuk dari dua rantai ringan (light chains) identik yang berikatan secara kovalen dengan dua rantai berat yang identik (heavy chains). Variable region yang dimiliki oleh setiap molekul antibodi yang berbeda bertanggungjawab dalam pembentukan ikatan yang terjadi, sedangkan constant region memediasi sebagian besar fungsi-fungsi efektor Terdapat 5 kelas antibodi, dimana masing-masing memiliki fungsi tertentu. Imunoglobulin (Ig) Mmerupakan kelas antibodi yang terlibat dalam

description

inflamasi, humoral, imunitas

Transcript of Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

Page 1: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

BAGIAN 6

Penyakit Inflamasi yang Disebabkan oleh Reaktivitas Humoral

Abnormal dan Penyakit Inflamasi Lainnya

Bab 37 Imunitas Humoral dan Komplemen

Lela A. Lee

Sekilas Mengenai Imunitas Humoral dan Struktur Antibodi

Imunitas humoral, yang difasilitasi oleh antibodi yang diproduksi oleh

limfosit B, merupakan suatu bentuk imunitas spesifik yang ditujukan

secara primer untuk berikatan dengan antigen-antigen ekstraseluler

Molekul antibodi terbentuk dari dua rantai ringan (light chains) identik

yang berikatan secara kovalen dengan dua rantai berat yang identik (heavy

chains). Variable region yang dimiliki oleh setiap molekul antibodi yang

berbeda bertanggungjawab dalam pembentukan ikatan yang terjadi,

sedangkan constant region memediasi sebagian besar fungsi-fungsi

efektor

Terdapat 5 kelas antibodi, dimana masing-masing memiliki fungsi

tertentu. Imunoglobulin (Ig) Mmerupakan kelas antibodi yang terlibat

dalam respons antibodi, IgD merupakan reseptor antigen pada sel B naif

(naive B cells), IgA berperan dalam mekanisme imunitas mukosal, IgG

merupakan Ig mayor yang ditemukan dalam sirkulasi dan berperan penting

dalam respons antibodi sekunder, dan IgE memfasilitasi terjadinya

mekanisme imunitas terhadap parasit

Seorang individu dapat memproduksi jutaan antibodi yang diproduksi oleh

klona sel B melalui proses penyusunan ulang genetik (gene

rearrangement) dan diversitas jungsional (junctional diversity)

LIMFOSIT B

Page 2: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

Selama evolusi, vertebrata berahang mengembangkan suatu kemampuan dalam

merespons invasi yang diakibatkan oleh sejumlah besar organisme asing.1

Imunitas spesifik ditandai dengan berbagai macam (diversitas) respons imunitas

yang terjadi paska paparan terhadap organisme-organisme tersebut.2 Sel-sel tubuh

yang dapat membedakan spesifitas substansi ataupun sel lain yang berasal dari

luar tubuh melalui reseptor-reseptornya yang berjumlah sangat banyak adalah

limfosit. Imunitas spesifik yang juga dikenal sebagai imunitas adaptif dimana

imunitas adaptif ini berkembang sebagai adaptasi terhadap infeksi yang terjadi,

dan dapat digolongkan ke dalam dua bentuk, yakni: imunitas humoral, yang

dimediasi oleh antibodi-antibodi yang diproduksi oleh limfosit B,dan imunitas

seluler, yang dimediasi oleh limfosit T. Dua bentuk imunitas spesifik tersebut

berkembang dan bertanggungjawab atas fungsi yang ebrbeda pula. Imunitas

humoral utamanya ditujukan untuk melawan antigen-antigen ekstraseluler, seperti

bakteri dan toksin yang bersirkulasi. Imunitas seluler utamanya ditujukan terhadap

berbagai antigen yang menginfeksi sel-sel inang (lihat Bab 10). Guna melawan

antigen-antigen ekstaseluler tersebut, agen imunitas harus dibentuk dalam jumlah

yang masif dan terdistribusi secara luas dalam tubuh, khususnya pada bagian-

bagian tubuh yang terpapar langsung dengan lingkungan. Antibodi-antibodi yang

dibentuk tubuh memenuhi berbagai karakteristik tersebut dan dapat disekresikan

dalam jumlah/kuantitas yang besar dari berbagai sel yang memproduksinya dan

dapat didistribusikan pada darah, mukosa, dan cairan interstisiel. Sebagai

tambahan, melalui reseptor Fc (Fc receptors, FcRs) antibodi dapat berikatan

dengan beberapa sel tertentu dalam sistem imunitas, seperti: sel mast, dan

memberikan spesifitas antigen terhadap sel-sel yang tidak memiliki reseptor

antigen spesifik yang diproduksi secara endogen (endogenously produced antigen-

spesific receptors). Disamping memerankan fungsi utamanya dalam imunitas

humoral sebagai produsen antibodi, limfosit B juga memainkan peranan penting

dalam presentasi antigen, regulasi subset-subset sel T dan sel dendritik, organisasi

jaringan limfoid, dan produksi sitokin dan kemokin.3,4

STRUKTUR ANTIBODI

Page 3: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

Antibodi, atau imunoglobulin ((g) termasuk dalam keluarga glikoprotein yang

setiap kelasnya memiliki kesamaan struktur.2,5,6 Molekul antibodi memiliki bentuk

menyerupai huruf Y (Y-shape) yang terbentuk dari 2 rantai ringan yang identik,

dimana masing-masing memiliki berat molekul sebesar 24 kDa, dan membentuk

ikatan kovalen dengan 2 rantai berat yang identik, dimana masing-masing

memiliki berat molekul sebesar 55 atau 70 kDa, dan membentuk ikatan kovalen

satu sama lain. (Gambar 37-1). Baik dalam rantai berat maupun ringan terdapat

regio variabel dan konstan (variable and constant region). Fungsi mayor regio

variabel adalah untuk rekognisi/pengenalan antigen, sedangkan regio konstan

memfasilitasi fungsi-fungsi efektor. Rantai berat dan ringan terdiri dari

serangkaian ulangan, berupa unit homolog yang terbentuk dari 110 asam amino

yang diperkirakan memiliki struktur globuler dan dikenal sebagai domain Ig (Ig

domains). Motif domain Ig tersebut tidak hanya dapat ditemukan pada molekul

antibodi, tapi juga dapat ditemukan pada berbagai molekul lain yang tergolong

dalam Ig “superfamily”, termasuk reseptor sel T, the major histocompatibility

complex (MHC), CD4, CD8, intercellular adhesion molecule 1, dan beberapa

jenis molekul lain. Rantai ringan memiliki 2 domain mayor, (1) domain variabel

(VL) dan (domain konstan (Cl). Rantai berat memiliki 4 atau 5 domain mayor,

yakni: sebuah domain variabel (Vh) dan 3 domain konstan (pada IgA, IgD, dan

IgG) atau 4 domain konstan (pada IgM dan IgE) (CH1-4). Pada IgA, IgD, dan IgG,

terdapat sebuah regio persambungan/engsel (hinge region) antara CH1 dan CH2,

yang memberikan tambahan fleksibilitas bagi molekul antibodi. Domain-domain

variabel berada pada ujung N (N-terminus). Sedangkan pada ujung C (C-

terminus) dapat ditemukan domain-domain konstan dan pada ujung C rantai berat

dapat ditemukan domain-domain membran bound antibodies, transmembran, dan

sitoplasmik.

Dalam regio variabel dari rantai ringan dan berat terdapat 3 area yang

memiliki variabilitas yang besar, yang dikenal dengan nama regio hipervariabel

(hypervariable regions). Tiga regio tersebut yang notabene terletak berdekatan

pada struktur 3 dimensional antibodi, merupakan area yang paling

Page 4: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

bertanggungjawab atas fungsi pengikatan antigen. Hal ini disebabkan oleh regio

hipervariabel tersebut membentuk bentuk komplementer dari antigen, sehingga

regio hipervariabel juga dikenal sebagai complementarity-determining regions.

Area-area unik tersebut oleh regio-regio hipervariabel yang terdapat dalam

individu-individu tertentu yang tidak mampu membangkitkan self-tolerance.

Sehingga, sistem imunitas tidak mampu untuk membedakan porsi antibodi

tertentu sebagai bagian dari bagian tubuh dan akhirnya memproduksi antibodi

terhadap porsi/bagian antibodi tersebut. Area pada antibodi yang

bertanggungjawab dalam menimbulkan respons imunitas yang terjadi dikenal

sebagai idiotope, dan respons antibodi terhadap idiotope dapat menghasilkan

sebuah jejaring interaksi idiotipik-anti-idiotipik (a network of idiotypic-anti-

idiotypic interactions) yang dapat berperan dalam membantu meregulasi respons

imunitas humoral.7

Terdapat 2 tipe rantai ringan, Ƙ dan λ, masing-masingnya tersandikan

dalam kromosom-kromosom yang berbeda. Setiap molekul antibodi biasanya

memiliki 2 rantai Ƙ atau 2 rantai λ, atau tidak sama sekali. Diyakini, bila memang

benar ada, terdapat perbedaan fungsional antara rantai Ƙ dan λ, meskipun hingga

saat ini juga belum diketahui secara pasrti. Terdapat 5 macam rantai berat, (1) α,

(2) δ, (3) ε, (4) ϒ, dan (5) µ, yang secara berurutan berhubungan dengan kelas-

kelas antibodi IgA, IgD, IgD, IgE, dan IgM. Perbedaan kelas rantai berat yang

dimiliki masing-masing kelas antibodi secara signifikan menentukan berbagai

fungsi masing-masing kelas antibodi tersebut, sebagaimana yang didiskusikan

dalam Bagian “Kelas-Kelas Antibodi”. Kelas antibodi IgA dan IgG merupakan

subkelas yang berhubungan dekat, yang masing-masing terdiri dari IgA1 dan

IgA2 dan IgG1, IgG2, IgG3, dan IgG4 (Tabel 37-1).

Penguraian enzimatik dari molekul-molekul IgG oleh papain akan

menghasilkan 3 produk pecahan, berupa 2 fragmen identik yang tersusun atas

sebuah rantai ringan yang berikatan dengan regio VCH1 pada rantai berat dan

sebuah Fc portion yang tersusun dari dua CH2-CH3 pada rantai berat yang saling

berikatan satu sama lain. Nama Fab diturunkan berdasarkan fitur pengikatan

Page 5: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

antigen yang dimilikinya, sedangkan nama Fc diturunkan dari fitur kristalisasi

yang dimilikinya. Ketika IgG mengalami pemecahan oleh pepsin, regio ujung C

akan terurai menjadi beberapa fragmen yang berukuran lebih kecil. Terdapat

produk sisa yang tersusun atas regio Fab dan hinge region. Fragmen-fragemen

Fab yang berikatan dengan hinge region tersebut dikenal dengan nama Fab’.

Ketika 2 fragmen Fab’ dalam sebuah molekul antibodi tetap terhubung, maka

fragmen tersebut disebut sebagai F(ab’)2.

KELAS-KELAS ANTIBODI

(lihat Tabel 37-1)

IMUNOGLOBULIN M

Dalam sejarah evolusinya, IgM merupakan kelas antibodi terdahulu dan

merupakan molekul antibodi pertama yang terekspresikan selama perkembangan

sel B.1 Bentuk sekretorik primernya berupa pentamer yang tersusun atas 5

molekul IgM yang bergabung pada masing-masing ujung C pada rantai ekor dan

distabilkan oleh sebuah molekul yang dikenal sebagai joining (J) chain.

Terbentuknya ikatan antara molekul-molekul IgM pada membran dengan antigen

dapat menimbulkan aktivasi naive B cells. IgM yang disekresikan dapat

mengenali berbagai antigen, umumnya melalui interaksi berafinitas rendah, yang

mana dapat mengativasikan aktivitas komplemen. IgM merupakan efektor mayor

dalam respons primer antibodi. Meskipun interaksi IgM umumnya memiliki

afinitas yang rendah, IgM dapat berperan efektif dalam merespons berbagai

antigen polivalen (seperti polisakarida yang memiliki epitop berulang), hal ini

dapat terjadi nakibat struktur prntamerik yang dimilikinya dapat memfasilitasi

terjadinya beberapa interaksi berafinitas rendah sekaligus, sehingga dihasilkan

interaksi yang kuat (high avidity interaction) (Avidity disini menunjukkan

kekuatan keseluruhan dari ikatan yang terjadi, sedangkan afinitas merupakan

kekuatan yang dimiliki oleh ikatan tunggal antara antigen dengan tempat ikatan).

IMUNOGLOBULIN D

Page 6: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

Moleku IgD dapat dijumpai dalam bentuk berikatan dengan membran dan

merupakan kelas antibodi kedua yang diekspresikan selama perkembangan sel-sel

B. Fungsinya belum sepenuhnya dapat dimengerti, meskipun dalam bentuk ikatan

dengan membran tersebut, IgD dapat berperan sebagai reseptor antigen bagi sel-

sel B naif. IgD yang telah disekresikan dapat ditemukan pada permukaan basofil,

dimana pada tempat tersebut, IgD dapat menginduksi produksi substansi

antimikrobial, opsonisasi, inflamatorik, dan B-cell-stimulating factors.9

IMUNOGLOBULIN A

IgA merupakan molekul IgA yang paling melimpah keberadaannya dalam tubuh,

dapat ditemukan dalam kuantitas yang besar pada lapisan mukosa tubuh. IgA

bertanggungjawab dalam menyokong imunitas mukosal dan juga disekresikan

dalam air susu ibu, sehingga turut berkontribusi dalam imunitas neonatal. Dalam

bentuk sekresinya, IgA dapat ditemukan sebagai monomer, dimer, atau trimer,

dimana bentuk multimer dibentuk melalui interaksi-interaksi yang terjadi antara

ekor-ekor molekul dan distabilkan oleh J chain.Dalam transportasinya melewati

lapisan-lapisan epitelial, dimer IgA melekat pada satu tipe FcR yang dikenal

sebagai polymeric Ig receptor.10 Ketika proses transportasinya sudah lengkap,

dimer IgA akan tetap berikatan dengan bagian ekstraseluler dari reseptor tersebut,

yang dikenal sebagai secretory component, yang mana dapat menghindarkan IgA

dari proteolisis. Sel-sel dalam sistem imunitas yang memiliki reseptor terhadap

IgA diantaranya berupa neutrofil, eosinofil, dan monosit.

IMUNOGLOBULIN G

IgG merupakan molekul Ig yang paling melimpah keberadaannya dalam sirkulasi.

IgG disekresikan dalam bentuk monomer. IgG memainkan peranan penting dalam

respons antibodi sekunder, dan cenderung memiliki interaksi dengan afinitas yang

besar terhadap antigen, utamanya ketika sistem imunitas telah mengalami

maturasi. Sejumlah sel dalam sistem imunitas memiliki FcR untuk IgG,

diantaranya monosit, neutrofil, eosinofil, natural killer (NK) cells, dan B cells.

IgG akan mengopsonisasi (melapisi) antigen, sehingga antigen dapat difagositosis,

Page 7: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

dan mengaktivasikan komplemen. Terdapat pengecualian bagi molekul IgG4 yang

tidak memiliki kemampuan dalam mengatifkan komplemen. IgG berperan penting

dalam imunitas neonatal, karena IgG merupakan satu-satunya kelas IgG yang

dapat melewati plasenta, dan juga disekresikan dalam air susu ibu. Interaksi yang

terjadi antara IgG dengan reseptor FcR terkait MHC kelas I (MHC-class I-related

receptor FcRs) terlibat dalam mekanisme lolosnya IgG dalam melewati plasenta

dan juga atas pemanjangan kadar IgG yang tinggi dalam sirkulasi.11 Waktu paruh

iGG dalam serum mencapai 23 hari, yang mana dipertimbangkan relatif lebih

lama dibandingkan dengan waktu paruh Ig kelas lain.

IMUNOGLOBULIN E

IgE ditemukan dalam jumlah yang sangat kecil dalam sirkulasi. Dijumpai

terdapatnya reseptor-reseptor berafinitas tinggi terhadap Fc portion dari IgE pada

permukaan sel mast, basofil, dan eosinofil, dan reseptor-reseptor berafinitas

rendah yang dijumpai pada sel-sel B dan sel-sel Langerhans. Pada sel mast dan

basofil, terbentuknya ikatan antara IgE dengan antigen akan mengaktifkan sel-sel

tersebut. IgE memediasi terjadinya hipersensitifitas, meskipun sebenarnya fungsi

utamnaya adalah melawan infeksi parasit-parasit.

MEKANISME TERBENTUKNYA DIVERSITAS ANTIBODI

Jumlah berbagai informasi genetik yang tersandikan dalam DNA masing-masing

individu terbatasi oleh keterbatasan berupa kapasitas pengemasan DNA dalam

ukuran sel yang terbatas. Ruang sel yang tersedia terlalu sempit untuk menyimpan

DNA yang menyandikan milyaran reseptor-reseptor limfosit yang berbeda apabila

gen-gen tersebut disandikan secara terpisah. Limfosit telah beradaptasi terhadap

keterbatasan tersebut melalui mekanisme khusus yang dapat ditingkatkan

intensitasnya.12 Setiap klona dari sel B memproduksi reseptor-reseptor antigen

yang identik (contoh: antibodi) dengan spesifitas yang khas. Diperkirakan bahwa

masing-masing individu memiliki sebanyak 107 klona sel B yang berbeda, yang

dapat menghasilkan sebanyak 107 antibodi yang berbeda pula. Mekanisme utama

yang melatarbelakangi terbentuknya diversitas dalam jumlah yang sangat besar ini

Page 8: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

adalah terjadinya penyusunan ulang gen (gene rearrangement), dimana segmen-

segmen DNA dalam limfosit mengalami rekombinasi somatik.13 Gen yang

menyandikan rantai-rantai pendek (light chain genes) memiliki 3 regio, (1) V

(variable),(2) J (joining), dan (3) C (constant), dan gen yang menyandikan rantai-

rantai berat (heavy chain genes) memiliki 4 regio, (1) V, (2) D (diversity), (3) J,

dan (4) C. Dalam masing-masing regio terdapat beberapa segmen gen yang

menentukan produk akhir antibodi manakah yang akan diproduksi, yang terjadi

melalui seleksi random satu segmen gen dari setiap regio. Peristiwa awitan yang

terjadi dalam pembentukan antibodi adalah penggabungan satu segmen D dan

satu segmen J dari heavy chain gene, yang diikuti delesi DNA diantara gabungan

kedua segmen. Selanjutnya, sebuah segmen V dipilih unruk digabungkan dengan

segmen DJ, dan segmen-segmen D yang bersisa didelsesi. Kompleks VDJ

bergabung dengan ujung 3’ dari segmen-segmen J yang tersisa plus regio C.

Segmen-segmen J yang tidak terpakai dihilangkan selama RNA processing.

Sebuah proses yang serupa terjadi dalam light chain loci; karena tidak dijumpai

keberadaan segmen-segmen D dalam light chain loci, sehingga akan terbantuk

kompleks VJ saja, bukan kompleks VDJ. (Khusus pada lokus K, rekombinasi VJ

dapat terjadi melalui mekanisme lain yang berbeda yang melibatkan inversi DNA

yang tanpa disertai delesi sekuens-sekuens yang tidak diperlukan, dimana

meskipun terdapat perbedaan struktural, keluaran fungsional yang dihasilkan tetap

sama).

Kemampuan untuk menyeleksi satu segmen dari beberapa segmen yang

tersedia dalam regio V, D, dan J menyumbang besarnya kemungkinan jenis

antibodi yang terbentuk. Tambahan atas terjadinya diversitas dalam jumlah yang

sangat besar ini juga diberikan oleh terjadinya proses yang dikenal dengan nama

the juxtaposition of a rearranged light chain to a rearranged heavy chain; juga

melalui terjadinya adisi, delesi, atau transposisi nukleotida-nukleotida yang berada

pada pertemuan (junctions) antara segmen V dengan D, segmen D dengan J, dan

segmen V dengan J – fenomena ini dikenal dengan nama junctional diversity, dan

melalui hipermutasi somatik paska stimulasi oleh antigen (lihat bawah).

Page 9: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

MATURASI SEL B

Sekilas mengenai Maturasi Sel B

Pro-sel B (pro-B cell) mengekspresikan enzim-enzim yang diperlukan

dalam penyusunan ulang gen (gene rearrangement) dan junctional

diversity; meskipun demikian tidak terdapat rantai ringan maupun rantai

berat yang terekspresikan.

Pre sel B (pre-B cell) mensekresikan rantai berat µ (µ heavy chains) ke

dalam sitoplasma. Pada permukaan sel, rantai-rantai berattersebut

berikatan dengan rantai-rantai ringan yang sesuai (surrogate light chains)

untuk membentuk reseptor-reseptor pre-sel B.

Sel B imatur memproduksi rantai-rantai ringan dan dapat

mengekspresikan molekul-molekul antibodi pada permukaan sel. Apabila

terjadi paparan antigen pada fase ini, maka akan terjadi negative selection.

Selama fase transisional, sel-sel B secara gradual kehilangan sensitivitas

terhadap negative selection dan berubah menjadi kompeten secara

imunologis.

Sel B matur mengekspresikan baik IgM maupun IgD dan mampu

merespons terhadap paparan antigen yang terjadi.

Sel-sel yang digariskan menjadi sel-sel B matur akan mengalami berbagai

peristiwa dan progresi selama perkembangannya, sehingga dihasilkan pembentuan

rantai-rantai berat dan ringan yang sekuensial, dan keseluruhan molekul-molekul

antibodi, dimana dalam masa perkembangan tersebut terdapat beberapa

checkpoint guna menyeleksi sel-sel yang memproduksi gene rearrangement yang

tidak produktif atau antibodi-antibodi yang autoraktif (autoreactive antibody), dan

survival signals yang menyeleksi sel-sel yang dapat memproduksi antibodi-

antibodi yang memiliki kegunaan potensial. Proses perkembangan sel B terjadi

dalam beberapa tahap yang dapat dengan jelas diamati, dimana terdapat

karakteristik-karakteristik khusus berupa peristiwa-peristiwa spesifik dan dapat

Page 10: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

diidentifikasikan melalui sejumlah penanda permukaan sel yang spesifik (spesific

cell surface markers) dan ekspresi gen Ig (Ig gene expression).

Sumsum tulang dan stem cell pada liver fetus yang bersifat pluripoten

dapat berkembang menjadi sel-sel B.2,14 Stem cell yang berkembang mengikuti

jalur limfositik pada awalnya akan berkembang menjadi common lymphoid

progenitors, yang berikutnya dapat berkembang menjadi sel B, sel T, atau NK

cells. Sel-sel B yang berkembang dari stem cell liver fetus utamanya berupa sel-

sel B1 (lihat Bagian “Aktivasi Sel B dan Fungsi Antibodi”), sedangkan sel-sel B

yang berasal dari sumsum tulang umumnya berupa sel-sel B folikuler. Sel-sel dan

molekul-meolekul ekstraseluler yang terdapat pada lingungan mikro stromal

menyediakan substansi dan pensinyalan yang diperlukan dalam proses diferensiasi

limfosit. Sekresi berbagai regulator transkripsional seperti EBF, E2A, dan Pax-5

mengakibatkan diproduksinya sejumlah protein yang memiliki peran krusial

dalam perkembangan sel B. Terjadinya Regulasi mRNA post-transkripsi

(posttranscriptional regulation of mRNA) oleh protein-protein pengikat RNA

(RNA-binding proteins) dan microRNAs memfasilitasi kontrol yang lebih lanjut

terhadap proses perkembangan dan diferensiasi sel B.15

Tahap selanjutnya dalam maturasi sel B dipegang oleh pre-B cell dan

ditandai dengan terjadinya sintesis rantai berat µ sitoplasmik (cytoplasmic µ heavy

chain). Karena rantai-rantai ringan belum diproduksi pada tahap ini, maka surface

Ig juga belum dapat diproduksi. Beberapa rantai berat µ berikatan dengan

invariant molecules yang dikenal sebagai surrogate light chains dan signal

transducing proteins Ig α dan Ig β untuk membentuk kompleks-kompleks yang

dikenal sebagai pre-B cell receptors. Sel-sel yang mensintesis rantai-rantai berat

dan telah dapat membentuk bagian-bagian pre-B cell receptor akan tetap bertahan

pada fase ini, karena pre-B cell receptors yang dibentuk memberikan sinyhal-

sinyal penting yang dapat menyokong survival, proliferasi, dan maturasi sel-sel

tersebut.

Page 11: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

Pembentukan rantai-rantai ringan menandai terjadinya tahap selanjutnya

dalam maturasi sel B, yakni tahap sel B imatur (the immature B-cell stage).

Ketika rantai-rantai ringan bergabung dengan rantai-rantai berat µ, akan

dihasilkan sebuah molekul IgM yang akan diekspresikan pada permukaan sel.

Meskipun terbentuknya kompleks reseptor sel B memberikan kemampuan dalam

merekognisi antigen-antigen spesifik, meskipun demikian pada fase ini rekognisi

antigen yang terjadi belum dapat mengakibatkan terjadinya proliferasi atau

diferensiasi. Di lain pihak, sel-sel tersebut akan menagalmi negative selection

ketika terjadi paparan terhadap antigen. Sel-sel B imatur telah dapat mengenali

antigen sendiri (self-antigen) melalui terjadinya proses delesi,16 anergy, ataupun

receptor editing, yang merupakan sebuah proses berupa penyusunan ulang gen

sekunder yang dapat menghasilkan spesifitas yang baru terhadap antigen non-self

yang diperlukan dalam sistem imunitas.17

Perilisan sel-sel B imatur dari sumsum tulang menuju limpa menandai

awal terjadinya tahap selanjutnya, yakni berupa sel B-transisional (the transitional

B-cell stage).18 Sel-sel transisional secara gradual memperoleh ekspresi IgD,

CD21, dan CD23 pada permukaannya dan akan mejadi lebih kompeten secara

imunitas setelahnya. Alternative splicing of RNA yang terjadi menyebabkan

terjadinya ekspresi simultan dari IgM dan IgD. Pada awitan tahap ini, cross-link

antara reseptor-reseptor sel B mengakibatkan terjadinya negative selection.

Seiring berlanjutnya maturasi, sel-sel transisional menjadi responsif terhadap T-

cell helper dan mengalami hilangnya sensitifitas terhadap negative selection.

Sel B matur akan mengekspresikan IgM dan IgD dan telah kompeten

dalam merespons terhadap papran antigen. Sel-sel tersebut dipertimbangkan

masih bersifat naif (naive) apabila belum teraktivasikan oleh antigen. Mayoritas

sel B matur ditemukan bersirkulasi dalam jaringan limfoid periferal (splen, nodus

limfatikus, jaringan limfoid mukosal) dan dikenal sebagai sel B folikuler

(follicular B cells), atau recirculating B cells. Sel-sel B akan berkumpul menujun

folikel akibat pengaruh dari kemokin CXCL13, yang disekresikan oleh sel-sel

dendritik folikuler, dan bertahan dan hidup pada folikel dengan bantuan sitokin

Page 12: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

yang dikenal sebagai BAFF (B-cell activating factor), yang juga dikenal sebagai

BlyS (B lymphocyte stimulator). Sejumlah kecil persentase sel-sel B bersemayam

dalam zona marginal splen dan menetap di tempat tersebut.

Terpaparnya mature naive B cells pada antigen tertentu mengakibatkan

terjadinya aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi sel B. (lihat Bagian “Aktivasi Sel

B dan Fungsi Antibodi”). Satu subsetsel B akan berkembang menjadi sekelompok

sel yang dikenal sebagai memory B cells, yang akan keberadaannya akan bertahan

dalam jangka waktu yang cukup lama meskipun tanpa adanya stimulasi oleh

antigen, dan dapat merespons kembali dengan cepat apabila dalam sirkulasi

dijumpai antigen serupa.19 Subset sel B yang lain berdiferensiasi menjadi sel-sel

yang mensekresikan IgG. Sel-sel B yang telah mencapai diferensiasi terminal

akan memproduksi dan mensekresikan sejumlah Ig, lini sel-sel tersebut dikenal

sebagai sel plasma yang umumnya memiliki retikulum endoplasma yang

melimpah, yang jelas konsisten dengan fungsi yang diperankannya sebagai pabrik

produksi antibodi.20

PENGIKATAN ANTIGEN OLEH SEL-SEL B

Sel-sel B mampu mengenali berbagai jenis makromolekul, termasuk protein, lipid,

karbohidrat, dan asam nukleat. Porsi/bagian molekul tertentu yang mampu

dikenali oleh antibodi disebut sebagai epitop atau determinan. Sel-sel B

merekognisi baik epitop linear (epitop yang dibentuk oleh beberapa asam amino

yang berdekatan) dan paling umum, dapat mengenali epitop konformasional

(epitop berupa pelipatan/folding dari makromolekul).21 Berbeda dengan sel-sel B,

respons imunitas yang dimiliki sel-sel T umumnya bersifat terbatas hanya mampu

mengenali epitop linear dari peptida-peptida tertentu saja.

Makromolekul-makromolekul, khususnya protein yang berukuran besar,

umumnya mengandung beberapa epitop yang berbeda, dan respons humoral

terhadap sebuah makromolekul tertentu umumnya difasilitasi oleh beberapa jenis

antibodi yang berbeda. Meskipun setiap antibodi bersifat spesifik terhadap

konfigurasi epitopik tertentu, kesamaan epitop dapat dijumpai pada antibodi

Page 13: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

terhadap epitop tertentu dari makromolekuln tertentu, dan juga dapat ditemukan

terjadinya ikatan antibodi terhadap epitop yang berbeda dari makromeolekul yang

berbeda pula. Fenomena ini dikenal sebagai reaktivitas silang (cross-reactivity),

dan berperan penting dalam pembentukan/genesis respons antibodi autoimun.

Makromolekul-makromolekul yang memiliki epitop-epitop identik dalam

jumlah yang multipel diklasifikasikan sebagai polivalen atau multivalen. Reaksi

yang terjadi antara antibodi-antibodi terhadap berbagai makromolekul tersebut

atau agregat makromolekulernya dapat membentuk kompleks-kompleks yang

dikenal sebagai kompleks imun (immune complexes) dengan antigen. Dalam

konsentrasi tertentu, antibodi dan antigen berada pada zona ekuivalen (zone of

equivalence), akan terbentuk serangkaian jejaring yang tersusun dari antibodi-

antibodi dan antigen-antigen. Pada konsentrasi antibodi atau antigen yang lebih

rendah ataupun lebih tinggi, kompleks yang terbentuk umumnya berukuran lebih

kecil. Kompleks-kompleks imun, yang dibentuk dalam sirkulasi atau dalam

jaringan, diperkirakan bertanggungjawab terhadap terjadinya penyakit melalui

inisiasi respons inflamasi yang dibawanya.

AKTIVASI SEL B DAN FUNGSI ANTIBODi

SEKILAS MENGENAI AKTIVASI SEL B DAN FUNGSI ANTIBODI

Ketika reseptor sel B (antibodi permukaan) berikatan dengan antigen,

sebuah sinyal sekunder yang dirilis oleh ikatan yang terjadi antara C3d

dengan reseptor komplemen (complement receptor) 2 secara signifikan

menyebabkan dan memperkuat aktivasi sel B.

Respons sel B terhadap antigen protein umumnya memerlukan bantuan

sel T helper

Sel B teraktivasi dapat berkembang menjadi sel-sel plasma yang memiliki

waktu hidup yang pendek (short-lived plasma cells), sel-sel B memori

(memory B cells), atau sel-sel plasma yang memiliki periode hidup yang

panjang (long-lived plasma cells). Long-lived plasma cells akan

bermigrasi menuju sumsum tulang, dimana di tempat tersebut sel-sel

Page 14: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

tersebut akan terakumulasi dan bertahan hidup dan menjadi sumber utama

yang memproduksi antibodi-antibodi spesifik antigen tertentu (antigen-

spesific antibodies) dalam sirkulasi.

Fungsi efektor dari antibodi berupa netralisasi antigen, aktivasi

komplemen, aktivasi sel, fagositosis dan antibody-dependent, cell-

mediated cytotoxicity. Sebagian besar fungsi tersebut diperantarai oleh

terbentuknya ikatan Ig dengan reseptor-reseptor Fc yang didalamnya

terkandung sebuah imunoreseptor, berupa motif aktivasi berbasis tirosin

(immunoreceptor tyrosine-based activation motif).

Saat terjadi cross-linking antara reseptor sel B matur dengan antigen, bentukan

kluster reseptor yang terjadi menginisiasi pensinyalan yang ditransduksikan oleh

Igα dan Igβ. Kaskade komplek sensinyalan (complex signaling cascade) tersebut

melibatkan terjadinya fosforilasi tirosin kinase, termasuk Lyn, Fyn, Btk, dan Syk,

yang mengakibatkan terjadinya ekspresi gen-gen yang terlibat dalam aktivasi sel

B.22 Aktivasi sel B difasilitasi oleh sinyal sekunder, yang ditransduksikan oleh

protein komplemen, C3d.23 Fragmen komplemen C3d terbentuk sebagai hasil

atas terjadinya aktivasi komplemen (lihat Bagian “Komplemen”). Pada

permukaan sel B dapat dijumpai sebuah kompleks ko-reseptor yang mengandung

complement receptor 2 (CR2), CD19, dan CD81 (yang juga dikenal sebagai

TAPA-1, atau target for antipro liferative antigen-1). Terjadinya pengikatan yang

simultan antara antigen dengan antibodi pada permukaan sel B dan C3d dengan

CR2 mengakibatkan terjadinya peningkatan aktivasi sel B. Aktivasi sel B dapat

juga terjadi melalui toll-like receptors yang dapat merekognisi/mengenali produk

mikrobial spesifik.24

Respons lanjutan yang terjadi akibat paparan antigen sering melibatkan

interaksi kompleks yang terjadi antara sel-sel B dan sel-sel T, dimana dari sini

akan dapat dibangkitkan respons imunitas yang berfungsi dengan baik.25

Rekognisi antigen baik oleh sel B maupun sel T menyebabkan terjadinya

peningkatan ekspresi protein-protein permukaan sel dan sitokin-sitokin yang

menyebabkan terjadinya migrasi sel-sel tersebut dan terjadinya interaksi secara

Page 15: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

produktif diantaranya. Sel T mengenali peptide-class II MHC complexes yang

terdapat pada sel-sel dendritik dan menerima sinyal primer yang berasal dari

kompleks-kompleks tersebut dan sinyal sekumder yang berasal dari interaksi

kostimularik yang melibatkan pengikatan B7-1 dan B7-2 pada sel-sel dendritik

dengan CD28 pada sel T.26 Sel-sel T teraktivasi tersebut mengekspresikan CXCR5

yang merupakan ligan untuk CXCL13, sehingga menyebabkan terjadinya migrasi

sel T menuju folikel dan meningkatkan jumlahnya melebihi jumlah sel-sel B yang

ada. Respons yang timbul atas paparan antigen protein, sel B memfagositosis

(take-up) antigen, memprosesnya, dan mempresentasikan hasil olahan antigen

pada permukaan sel dalam kompleks MHCkelas II. Sel-sel B teraktivasi

mengekspresikan CXCR5 dalamjumlah yang lebih sedikit, sehingga

memungkinkan terjadinya migrasi sel-sel ini dari folikel menuju zona-zona sel T.

Pada perbatasan antara folikel dengan zona sel T,sel-sel T teraktivasi berinteraksi

dengan sel-sel B dan memberikan pensinyalan bagi sel-sel B melalui

pembentukan ikatan antara CD40 yang terdapat pada sel-sel B dengan ligan CD40

(CD154) pada sel-sel T dan melalui aktivitas sitokin-sitokin yang terjadi,

utamanya interleukin 2 (IL-2), IL-4, IL-21, BAFF, dan APRIL (a proliferation-

inducing ligand).2 Sinyal-sinyal tersebut berperan penting proses subsequent class

(heavy chain isotype) switching, afinitas maturasi, dan permbentukan dan

perkembangan sel B memori. Keseluruhan efek yang terjadi pada sel-sel B

menjadi stimulasi atas proliferasi dan diferensiasi yang terjadi selanjutnya.

Dalam fase ini, beberapa sel B teraktivasi berubah menjadi short-lived

plasma cells, dan juga menghasilkan respons inisial yang cukup terhadap antigen,

sedangkan sisanya bermigrasi kembali dari folikel di perifer dan berproliferasi

secara cepat serta membentuk germinal centers. Utamanya, pada germinal centers

inilah terjadi class switching, maturasi afinitas (affinity maturation), dan

berkembangnya sel B memori. Class switching antara IgM dengan IgA, IgE, atau

IgG terjadi akibat adanya interaksi yang terjadi antara sel-sel T dengan sel-sel

B.27,28 Penentuan kelas antibodi yang digunakan didasarkan pada tempat dimana

antigen ditangkap dan cytokine milieu. Sebagai contoh, respons sel B terhadap

Page 16: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

antigen-antigen yang ditangkap pada permukaan mukosa umumnya terjadi akibat

terdapatnya switching class menjadi IgA, dan transforming growth factor-β

merupakan salah satu sitokin penting yang turut berkontribusi didalamnya.IL-4

merupakan sinyal penting yang berperan dalam class switching menjadi IgE.

Interaksi sel T dengan sel B juga mengakibatkan terjadinya maturasi afinitas,

selain itu juga menyebabkan peningkatan afinitas antibodi terhadap antigen

secara progresif. Selama maturasi afinitas, hipermutasi somatik yang terjadi pada

gen-gen antibodi mengakibatkan dihasilkannya antibodi-antibodi yang memiliki

afinitas yang dapat lebih kuat sekaligus lebih lemah.29,30Antibodi-antibodi yang

memiliki afinitas lebih kuat umumnya memberikan manfaat survival bagi sel-sel

B yang memproduksinya. Secara progresif, populasi sel-sel B berevolusi guna

memproduksi antibodi-antibodi yang mememiliki afinitas antibodi terhadap

antigen yang lebih tinggi. Dalam prosesnya, baik class switching maupun

maturasi afinitas memerlukan keberadaan suatu enzim yang disebut activation-

induced cytosine deaminase (AID).31

Kulminasi aktivitas germinal center berupa pembentukan sel-sel B

memori dan long-lived plasma cells.32 Sejumlah regulator transkripsional terlibat

dalam perkembangan lanjut sel B (late B-cell development), diantaranya yakni

BLIMPI (B-lymphocyte maturation protein 1), IRF4 (interferon regulatory factor

4), dan XBP1 (X-box-binding protein 1). Sel plasma dapat saja berkembang dari

sel B memori atau dapat berkembang dari sel intermediat, plasmablast. Long-lived

plasma cells bermigrasi menuju dan hidup dalam sumsum tulang, dimana

ditempat tersebut itulah mereka akan bertahan. Sel plasma yang berada pada

sumsum tulang tersebut merupakan sumber utama dari antibodi spesfik antigen

(antigen-spesific antibody) yang beredar dalam sirkulasi.

Sebagaimana yang diuraikan dalam Bagian “Pengikatan Antigen oleh Sel

B”,respons sel T terbatasi hanya pada sebagian besar jenis peptida. Sehingga,

respons sel B terhadap antigen nonprotein tidak dapat membangkitkan reaksi sel T

helper melalui mekanisme-mekanisme yang telah diuraikan sebelumnya.33 Pada

beberapa kasus terpilih, T-cell independent nonprotein antigen dapat menginduksi

Page 17: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

terjadinya class switching, tetapi umumnya, T-cell independent responses yang

terjadi ditandai oleh antibodi IgM dengan afinitas yang lebih rendah. Satu tipe T-

cell independent B-cell response menghasilkan satu substansi yang dikenal

sebagai natural antibodies – yakni, berupa antibodi IgM yang sebagian besarnya

berupa antibodi antikarbohidrat yang diproduksi tanpa adanya paparan terhadap

antigen.34 Natural antibodies ini diproduksi dalam jumlah yang terbatas dan

secara primer diproduksi oleh sel-sel peritoneal B1 atau secara spontan atau

sebagai respons terhadap bakteria yang hidup berkolonisasi pada saluran

pencernaan. Diperkirakan sel-sel zona marginal B yang terletak berdekatan

dengan sinus marginal pada splen juga memproduksi natural antibodies ini.

Melekatnya antigen pada tempat pengikatan antibodi (antibody-binding

sites) pada sel-sel B dapat menimbulkan fungsi fungsional, yang dikenal sebagai

fungsi efektor (effector functions). Dengan pengecualian berupa netralisasi

antigen direk melalui pengikatan antibodi (direct neutralization of antigen by

antibody binding), fungsi efektor biasanya difasilitasi melalui pengikatan Ig pada

FcR.35,36 FcR dapat dikategorikan ke dalam jenis yang dapat memicu aktivasi sel

dan jenis yang tidak memicu aktivasi sel. Jenis yang dapat memicu aktivasi

umumnya mengandung 1 atau lebih motif yang dikenal sebagai immunoreceptor

tyrosine-based inhibition motif. FcR yang tidak mengaktivasikan maupun

menginhibisi aktivasi sel terlibat dalam transport Ig melalui epitelia dan

prolongasi/pemanjangan waktu paruh IgG.

Fungsi efektor antibodi dalam mengeliminasi antigen diinisiasi oleh

respons imunitas dan juga di-downregulate oleh respons imunitas ketika aktivasi

tidak perlu dilanjutkan. Fungsi efektor

JALUR ALTERNATIF

Gambar 37-2

Page 18: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

Langkah pertama dalam aktivasi jalur alternatif yaitu pengikatan C3b ke

permukaan sel seperti permukaan sel bakteri. C3 yang intak, merupakan molekul

inaktif, namun terdapat kadar yang rendah dari pembelahan spontan C3 yang

disebut dengan tickover, yang menyebabkan frgamen C3b selalu tersedioa. C3b

dapat berikatan dengan stabil pada permukaan sel melalui adanya interaksi dari

kelompok tioester C3b dan kelompok hidroksil dari permukaan sel. Pada C3 yang

intak, domain tioester ditutupi oleh residu hidrofobik yang mencegah hidrolisis

dari ikatan tioester. Domaian anafilaksis (ANA) dari C3 menstabilkan

konformasi inaktif tersebut. Ketika domain ANA membelah untuk mengeluarkan

C3a, kelompok tioester menjadi terpajan dan terjadi perubahan konformasional

yang menyebabkan munculnya kemampuan untuk berikatan pada permukaan

sel50,51. Apabila ikatan kimia tersebut tidak terjadi, kelompok tioester akan

dihidrolisasi dan C3b akan diinaktifkan.

Sekali saja pelekatan stabil dari C3b pada permukaan sel terjadi, protein

plasma yang disebut dengan Factor B akan berikatan pada C3b. Kemudian

dengan adanya faktor D, faktor B akan membelah menghasilkan Bb dan Ba.

Kompleks C3b dengan Bb distabilkan oleh protein plasma properidin, yang

merupakan jalur alternatif konvertase C3 (menyebabkan pembelahan C3 menjadi

C3a dan C3b). Hasil dari aktivitas C3 konvertase yaitu amplifikasi jalur melalui 2

atau 3 urutan. Penambahan C3b ke dalam kompleks tersebut akan membentuk

C3bBbC3b, yang mengubah jalur alternatif tersebut menjadi C5 konvertase.

Langkah yang lebih akhir dari aktivasi komplemen setelah pembelahan C5,

bersifat umum untuk ketiga jalur tersebut dan dijelaskan di dalam langkah akhir

dari aktivasi komplemen.

Oleh karena itu, kadar rendah dari C3b dalam plasma bertindak sebagai

mikronba sentinel. Sekali C3b berikatan pada permukaan sel, interaksi molekul

selanjutnya menghasilkan amplifikasi substansial dari jalur alternatif dan

pembelahan C5. Syarat untuk pengikatan C3b ke elemem struktural yaitu untuk

membatasi efek dari aktivasi komplemen hanya pada daerah dimana komplemen

diaktivasi. Jalur alternatif dari aktivasi komplemen tidak membutuhkan

Page 19: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

pengenalan spesifik dari antigen dan oleh karena itu dianggap sebagai komponen

imunitas alami. Dan jika pengenalan spesifik tidak dibutuhkan, maka C3b dapat

berikatan pada sel manusia juga ke sel mikroba. Namun, aktivasi pada sel manusia

umumnya dicegah oleh adanya intervensi dari protein regulator yang berada pada

permukaan sel manusia yang melindungi sel tersebut dari serangan yang tidak

sesuai dan berbahaya52.

JALUR KLASIK

Gambar 37-3.

Langkah awal dalam aktivasi jalur klasik secara karakterisitik ditandai dengan

pengikatan dari bagian kompleks C1 yang disebut C1q pada antibodi IgG atau

IgM46. Molekul C1q terdiri dari 6 lengan identik yang melekat pada struktur

sentral. Akhir globular dari lengan tersebut, melekat pada regio pengikatan

komplemen dari sisi rantai berat dari kelas Ig tertentu. Agar C1q dapat diaktifkan,

maka zat tersebut harus berikatan secara terus menerus dengan setidaknya 2 buah

rantai berat Ig. Hal tersebut berarti bahwa untuk menimbulkan efek, Ig harus

sudah mengikat antigen. Pada kasus IgG, pengikatan dari epitop multipel oleh

antibodi menghasilkan proksimitas yang dekat dari antibodi dan oleh karena itu

dapat membentuk konfigurasi yang sesuai untuk aktivasi C1q (pengecualian untuk

IgG4). Karena IgM berada dalam bentuk pentamer, secara teoritis IgM tanpa

berikatan dengan antigen dapat mengaktifkan komplemen. Namun, ketika IgM

tidak berikatan dengan antigen maka tempat pengikatan C1q tidak dapat diakses.

Ketika antigen diikat, maka perubahan konformasional akan menghasilkan

pajanan dari tempat pengikatan C1q.

Komponen komplemen dari C1 merupakan kompleks dari C1q, C1r dan

C1s. Pengikatan dari 2 atau lebih dari kepala globular C1q akan mengakibatkan

aktivasi dari C1r. C1r yang teraktivasi merupakan protease yang menyebabkan

pembelahan dan aktivasi dari C1s, dan C1s teraktivasi, yang pada akhirnya akan

menyebabkan C4 membelah menjadi C4a dan C4b.

Page 20: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

Penomoran protein komplemen berbeda dari posisinya dalam urutan

aktivasinya, karena komplemen ditemukan sebelum penemuan tentang kedudukan

mereka di dalam jalur aktivsinya. C4b sebagaimana C3b mengandung kelompok

tioester yang dapat membentuk ikatan yang stabil dengan kelompok hidroksil

dalam struktur tertentu. C4b yang terikat kemudian diikaat oleh C2, yang

kemudian membelah menjadi C2a dan C2b. Kompleks C4bC2b merupakan jalur

klasik C3 konvertase (Penambahan sisipan ‘a’ menandakan fragmen yang lebih

kecil dan sisipan ‘b’ menandakan fragmen yang lebih besar. Namun pengecualian

untuk C2, dimana C2a menunjukkan fragmen komplemen yang lebih kecil, dan

C2b mewakili fragmen yang lebih besar. Beberapa buku pada akhir-akhir ini

mengidentifikasi fragmen yang lebih kecil sebagai C2a dan fragmen yang lebih

besar sebagai C2b untuk mempertahankan konsistensi dengan nomenklatur

protein komplemen lainnya. Namun, banyak publikasi terbaru yang tetap

memakai nomenklatur yang lama).

Pembelahan C3 akan membentuk C3a dan C3b. Fragmen C3b kemudian

akan mengaktifkan komplemen melalui jalur alternatif, atau bertindak bersama

dengan C4bC2b untuk membentuk C4bC2bC3b, yang merupakan jalur klasik C5

konvertase.

Karakteristik utama dari jalur klasik sebagian besar mirip dengan jalur

alternatif. Aktivasi dari jalur tersebut membutuhkan adanya perlekatan dari

protein komplemen pada struktur seperti permukaan sel atau kompleks imun,

sehingga efek dari aktivasi komplemen menjadi terbatas. Langkah aktivasi awal

menyebabkan pembentukan C3 konvertase yang mebuat C3 membelah.

Pembelahan C3 mengakibatkan pembentukan C5 konvertase yang membuat C5

membelah menjadi C5a dan C5b. Perbedaan utamanya yaitu inisiasi dari jalur

klasik membutuhkan pengenalan spesifik dari antigen oleh antibodi. Hal tersebut

berkebalikan dengan jalur alternatif yang hanya membutuhkan pengenalan yang

bersifat kurang spesifik.

JALUR LEKTIN

Page 21: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

Jalur lektin sangat mirip dengan jalur klasik, dengan perkecualian pada langkah

inisiasi. Langkah pertama merupakan pengikatan plasma lektin, mannose binding

protein (MBP) pada polisakarida di permukaan sel mikroba53. MBP, yang

merupakan anggota dari famili kolektin (kolagen lektin), secara struktural mirip

dengan C1q dan dapat berhubungan dengan C1r dan C1s. Perlekatan MBP pada

mikroba dapat memulai kaskade melalui aktivasi C1r dan C1s. MBP juga

berinteraksi dengan MBP-associatd-serine proteases (MASPs), yang merupakan

analog bagi C1r dan C1s. Pengikatan MBP pada permukaan sel mengakibatkan

pembelahan dari MBP-associatd-serine proteases (MASPs) dan pembelahan dari

C454. Pada kedua peristiwa tersebut akibat dari pembentukan C4b dan ikatannya

yang stabil pada permukaan sel. Sebagaimana kasus pada jalur alternatif, jalur

lektin juga merupakan komponen dari imunitas alami.

LANGKAH AKHIR DARI AKTIVASI KOMPLEMEN

Gambar 37-4

Jalur alternatif, klasik dan lektin mengakibatkan pembelahan dari C5.

Fragmen C5b tetap terikat pada permukaan sel. Langkah selanjutnya tidak

melibatkan pembelahan enzimatis namun merupakan pengikatan yang berurutan

dari C6, C7, dan C8 pada C5b. Kompleks C5b-8 secara stabil berikatan pada

membran sel yang kemudian menjadi membrane active complex (MAC) melalui

penambahan C9. C9 berpolimerisasi di sekitar kompleks dan membentuk pori-

pori pada membran sel. Pori-pori tersebut dapat mengakibatkan kematian melalui

ruptur osmotik terutama pada sel eritrosit tak berinti.

Sel berinti lebih resisten terhadap lisis, tapi tetap menampilkan efek yang

ditujukan pada pengikatan MAC55. Sangat mungkin bahwa perubahan non lisis

yang diinduksi oleh MAC bersifat lebih fungsional dan patologis dibandingkan

dengan lisis sel yang diinduksi langsung oleh MAC56. Efek non-lisis tersebut

dapat berbeda bergantung pada tipe sel dan karakteristiknya dan meskipun

terdapat efek yang sama akan menyebabkan hasil yang berbeda. Sebagai contoh

yaitu insersi MAC ke dalam membran sel fagosit dapat mengakibatkan produksi

Page 22: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

mediator inflamasi seperti spesies oksigen reaktif dan prostaglandin, yang

menyebabkan aktivasi fagosit57. Sel epitel glomerulus juga dapat memicu produksi

mediator inflamasi, namun dalam konteks tersebut, mediator inflamasi dapat

menyebabklan kerusakan jaringan58. MAC juga telah dilaporkan menyebabkan

proliferasi sel tertentu dan dilaporkan juga bahwa MAC memiliki karakteristik

apoptosis maupun non-apoptosis55.

INISIATOR TAMBAHAN PADA AKTIVASI KOMPLEMEN

Selain karakteristik inisiator dari ketiga jalur yang telah disebutkan, struktur

tambahan tertentu dapat memicu aktivasi komplemen59. Hal tersebut termasuk: di

dalam jalur alternatif, yaitu kompleks imun IgA dan endotoksin; di dalam jalur

klasik yaitu C-reaktif protein, badan apoptosis, dan serum amiloid P; di dalam

jalur lektin yaitu serum fikolin (lektin yang berikatan pada N-acetylglucosamine).

FUNGSI PROTEIN KOMPLEMEN

Sebagaimana telah disebutkan di awal, fungsi paling awal dari sistem komplemen

yang ditemukan yaitu lisis bakteri. Pembunuhan mikroba melalui lisis langsung

dipeantarai oleh MAC, C5b-9. Mikroba juga dapat dihancurkan melalui proses

coating atau opsonisasi oleh komplemen dan fagositosis dari partikel

teropsonisasi oleh sel fagositik. Proses opsonisasi dan fagositosis juga merupakan

mekanisme untuk fungsi penting lainnya dari komplemen yang meliputi

pembersihan kompleks imun dan debris apoptosis dari sirkulasi.

Fungsi sekunder yang penting dari aktivasi komplemen yaitu sebagai

induksi inflamasi. Inflamasi yang ditandai dengan perubahan vaskular dan

aktivasi leukosist dan protein inflamasi menyebabkan augmentasi respon imun

lokal pada jaringan. Tiga mediator inflamasi yang muncul akibat aktivasi

komplemen yaitu fragmen komplemen C3a, C4a, dan C5a. Fragmen tersebut

disebut sebagai anafilatoksin karena kemampuannya dalam menginduksi

degranulasi sel mast, eosinofil, basofil, monosit , neutrofil, sel otot polos dan sel

epitel. Pengikatan dari C5a pada sel endotel mengakibatkan peningkatan

permeabilitas vaskular dan ekspresi dari P-selektin, dimana keduanya memicu

Page 23: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

akumulasi leukosit pada jaringan. Pengikatan pada neutrofil menyebabkan

peningkatan motilitas neutrofil, adhesi pada sel endotel dan produksi spesies

oksigen reaktif. Hasil keseluruhan yaitu akumulasi sel inflamasi pada daerah lokal

dalam jaringan dimana sel tersebut dapat memfagosit mikroba secara efisien.

Aktivasi komplemen juga menghasilkan stimulasi sistem imun humoral

melalui produksi C3d. Sel B yang antibodi permukaan selnya mengenali antigen

yang terikat pada komplemen, mengalami peningkatan ekspresi oleh pengikatan

lanjut dari C3d pada CR2 di permukaan sel B. Opsonisasi oleh komplemen juga

memfasilitasi terjadinya presentasi antigen pada sel B oleh sel dendritik folikular.

RESEPTOR KOMPLEMEN

SEKILAS TENTANG RESEPTOR KOMPLEMEN DAN PROTEIN

REGULATOR

Beberapa efek penting dari komplemen diperantarai oleh pengikatan

protein komplemen pada reseptor komplemen. CR1 berfungsi dalam

proses fagositosis, pembersihan kompleks imun dan penurunan ekspresi

reseptor. CR2 penting dalam stimulasi imunitas humoral. CR3 dan CR4

memicu timbulnya fagositosis.

Regulasi aktivasi komplemen dilakukan oleh serum tertentu dan protein

permukaan sel. Kebanyakan protein regulator permukaan sel diekspresikan

pada sel manusia namun tidak diekspresikan pada mikroba. Hal tersebut

untuk melindungi sel manusia dari kerusakan komplemen.

Beberapa dari protein regulator menurunkan aktivasi komplemen melalui

penggantian komponen pada langkah awal dari kaskade aktivasi. Hal

tersebut termasuk inhibitor C1,faktor H, C4 binding inhibitor, faktor

penghancur akselerator, protein kofaktor membran dan CR1.

Terdapat beberapa protein yang berinteraksi dengan komplemen dan

menjadi pengatur dari fungsi komplemen. Reseptor α yang merupakan anggota

dari seven-transmembrane α helical G protein yang disebut dengan regulators of

complement activationein coupled receptor family yang telah disebutkan pada

Page 24: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

bagian sebelumnya. Beberapa reseptor yang telah berhasil dijelaskan dengan baik

yaitu CR1-CR4. Reseptor komplemen tipe 1, CR1 (CD35), merupakan anggota

famili protein yang disebut sebagai regulator of complement activation (RCA),

yang berbagi struktur umum yang terdiri dari complement control protein

repeats52. CR mengikat C3b atau C4b dan diekspresikan pada sel darah perifer

termasuk monosit, limfosit T dan B, neutrofil, eosinofil, dan eritrosit; pada sel

dendritik folikular dan pada keratinosit62. Pada sel fagositik, pengikatan CR1 pada

C3b atau C4b menyebabkan fagositosis dari partikel yang teropsonisasi oleh

fragmen komplemen, serta aktivasi mekanisme mikrobisidal dalam sel fagositik.

Pada eritrosit, pengikatan CR1 pada C3b atau C4b yang dilapisi oleh kompleks

imun menyebabkan transpor kompleks tersebut menuju limpa dan hati, dimana

kompleks tersebut akan mengalami pembersihan dari sirkulasi oleh sel fagositk.

Oleh karena itu, CR1 memiliki peran penting sebagai mediator dari fungsi

komplemen. CR1 dapat menurunkan aktivasi komplemen, karena terlibat dalam

disosiasi dari kompleks C5 konvertase.

Reseptor komplemen tipe 2 yaitu CR2 (CD21) juga merupakan anggota

famili RCA59. CR2 mengikat fragmen C3 yaitu C3b, C3dg, dan C3d serta Epstein

Barr virus, interferon alfa dan protein imunoregulator yaitu CD23. CR2

diekspresikan pada subset limfosit T dan B, basofil, sel mast, sel dendritik

folikular, serta beberapa sel epitel dan keratinosit. Pada sel B, CR2 bertindak

sebagai koreseptor untuk aktivasi sel B. Ketika CR2 diikat oleh C3d, tingkat

aktivasi sel B akan naik sesuai dengan urutan ukurannya63. Pada sel sendritik,

pengikatan CR2 menyebabkan terperangkapnya kompleks imun pada pusat

germinal. CR2 juga berperan dalam presentasi antigen pada sel T.

Reseptor komplemen tipe 3, yaitu CR3 (CD11b/CD18, Mac-1) merupakan

molekul permukaan sel integrin yang diekspresikan pada monosit, neutrofil, sel

NK, dan sel mast64. Reseptor tersebut berfungsi untuk memicu fagositosis

mikroba melalui pengikatan pada iC3b (C3b inaktif) dan melalui ikatan langsung

pada mikroba. Reseptor tersebut berinteraksi dengan molekul adhesi intraseluler 1

yang diekspresikan secara endogen pada sel endotel untuk menstabilkan adhesi

Page 25: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

leukosit pada endotelium yang pada akhirnya memfasilitasi perekrutan leukosit

dari sirkulasi ke dalam jaringan.

Reseptor komplemen tipe 4 , yaitu CR4 (CD11c/CD18), juga merupakan

molekul permukaan sel integrin. Reseptor tersebut diekspresikan pada monosit,

neutrofil, sel NK, dan sel dendritik serta memiliki fungsi yang mirip dengan CR3.

Diantara reseptor komplemen yang baru-baru ini dideskripsikan, yaitu

SIGN-RI,65 yang berikatan pada C1qq dan diekspresikan pada makrofag limpa

zona marginal, dan CR1g (reseptor komplemen dari famili imunoglobulin)66, yang

berikatan pada C3b dan iC3b serta diekspresikan pada subset jaringan makrofag

pendatang.

REGULASI AKTIVASI KOMPLEMEN

Molekul yang terlibat dalam regulasi aktivasi komplemen berfungsi untuk

menurunkan ekspresi respon imun saat respon imun sudah tidak lagi dibutuhkan

dan untuk membatasi respon imun hanya pada daerah dimana C1 berada dalam

bentuk kompleks C1q dengan sebuah tetramer yang terdiri dari 2 buah fragmen

C1r dan 2 buah C1s. Ketika C1q mengikat antibodi, C1 INH dapat bertindak

untuk membatasi aktivasi komplemen dengan berikatan pada tetramer C1rC1s

sehingga membuatnya berdisosiasi dari C1q dan mencegah aktivasi selanjutnya

dari jalur komplemen tersebut.

Poin utama lain yang penting dalam interaksi dari protein regulator yaitu

adanya pengikatan dengan C3b atau C4b52. Seperti yang telah dijelaskan di atas,

kelompok tioester yang belum berikatan dengan C3b atau C4b akan dihidrolisasi

dengan cepat sehingga membuatnya menjadi inaktif. Untuk ikatan permukaan

dengan C3b atau C4b, proses inaktivasi terjadi melalui pemindahan komponen

jalur alternatif atau jalur klasik C3 konvertase dari C3b atau C4b. Pada jalur

alternatif, inaktivasi dari kompleks C3 konvertase yaitu C3bBb, dapat terjadi

melalui pemindahan Bb dari dari C3 oleh faktor plasma protein H atau protein

permukaan sel bernama decay accelerating factor (DAF, CD55), membrane

cofactor protein (MCP,CD46) dan CR1. Ketiga protein permukaan sel tersebut

Page 26: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

merupakan anggota dari famili RCA, yang diekspresikan pada sel manusia,

namun tidak diekspresikan pada mikroba, dan oleh karenanya perlindungan

terhadap kerusakan sel manusia akibat aktivasi komplemen dapat tetap dilakukan.

Sementara itu proses pembunuhan sel mikroba juga berlangsung. Faktor H lebih

suka untuk berikatan pada permukaan sel dengan kadar asam sialit yang tinggi

pada sel manusia, namun tidak pada mikroba, dan selanjutnya akan menurunkan

aktivitas komplemen pada sel manusia. Dalam jalur klasik dan lektin, C3

konvertase yang berperan yaitu C4bC2b, DAF, MCP, dan CR1 yang

menggantikan C2b dari C4b, serta plasma protein C4 binding (C4BP). Oleh

karena itu, protein sel permukaan yaitu DAF, MCP dan CR1 dapat mendisosiasi

C3 konvertase baik dari jalur alternatif, klasik maupun lektin, sedangkan faktor

protein plasma H dan C4BP bersifat spesifik untuk jalur alternatif atau

klasik/lektin. Proteolisis dari C3b atau C4b diperantarai oleh faktor I yang

merupakan protein plasma yang memerlukan kofaktor untuk aktivitasnya. MCP,

CR1, faktor H dan C4BP dapat bertindak sebagai kofaktor untuk faktor I.

Regulasi dari komplemen pada langkah akhir diperantarai oleh CD59,

yang merupakan protein sel permukaan yang diekspresikan pada sel manusia,

namun tidak diekspresikan pada mikroba. Senyawa tersebut berikatan pada

kompleks C5b8 dan menghambat penambahan C9, sehingga memblok

pembentukan MAC. Protein plasma S berikatan pada kompleks C5b7 dan

memblok insersi ke dalam membran sel serta menghambat polimerisasi C967.

MACs intak dapat dihilangkan dari sel melalui pemutusan pada transpor sel

membran atau melalui internalisasi dan degradasi55.

Karboksipeptidase N dapat menghilangkan arginin terminal dari C3a, C4a,

dan C5a dan disebut dengan istilah ANA inactivator68. Karboksipeptidase R juga

telah ditunjukkan dapat menghilangkan arginin terminal dari C3a dan C5a69.

KOMPLEMEN DAN PENYAKIT

ABNORMALITAS GENETIK DARI SISTEM KOMPLEMEN

Page 27: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

Defisiensi protein yang terlibat dalam kaskade komplemen, reseptor komplemen

atau protein regulator komplemen dapat mengakibatkan berkembangnya berbagai

penyakit70. Defisiensi genetik dari komplemen telah dikaitkan dengan peningkatan

resiko infeksi dan autoimunitas. Sebagai contoh, defisiensi dari berbagai

komponen komplemen terutama komponen komplemen tahap awal yaitu C1-C4,

telah dikaitkan dengan kejadian systemic lupus eritematosus (SLE), sementara itu

defisiensi C3 telah dikaitkan dengan infeksi piogenik yang mengancam nyawa,

dan defisiensi C5-C9 telah dikaitkan dengan infeksi Neisseria. Defisiensi genetik

dari mannose-binding lectin bersifat umum, dengan kadar rendah yang terjadi

dalam jumlah sekitar 10% pada ras Kaukasian, dan berkaitan dnegan peningkatan

resiko infeksi serta autoimunitas termasuk SLE71,72.

Perubahan ekspresi dari CR3 (CD11b/CD18) dan CR4 (CD11c/CD18)

terjadi pada kondisi defisiensi-1 leukosit, yaitu sebuah kelainan kongenital akibat

mutasi pada gen yang mengkode CD18. Mutasi pada CD18 juga mempengaruhi

ekspresi CD11a/ CD18 (leukocyte function associated antigen 1). Pasien dengan

defisiensi-1 adhesi leukosit, akan menunjukkan abnormalitas yang signifikan dari

adesi leukosit dan akan mengalami infeksi yang berulang. Defisiensi dari protein

regulator komplemen C1 INH akan menyebabkan angioneurotik edema sebagai

akibat dari aktivasi jalur klasik yang kurang teratur dan kelebihan bradikinin

akibat aksi kalikrein dan faktor XII. Angioedema juga dapat terjadi jika seseorang

memiliki kadar inaktivator ANA yang sangat kurang yaitu karboksipeptidase N73.

Defisiensi protein yang diperlukan untuk ekspresi yang sesuai dari DAF

dan CD59 pada permukaan sel berkaitan dengan paroxismal nocturnal

hemoglobinuria, suatu penyakit yang ditandai dengan lisis eritrosis yang

diperantarai oleh komplemen74. Sindrom uremik hemolitik juga dikaitkan dengan

mutasi pada MCP, faktor H dan faktor I75. Defisiensi faktor H juga telah dikaitkan

dengan membranoproliferatif glomeruonefritis.

Page 28: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

Resiko untuk mengalami degenerasi makula akibat penuaan juga

dipengaruhi oleh adanya polimorfisme gen tertentu dari sistem komplemen,

terutama komplemen faktor H dan juga faktor B dan C276.

Defisiensi genetik dari komponen komplemen telah dikaitkan teruatama

dengan kerentanan terkena penyakit infeksi atau autoimunitas. Defisiensi

genetik dari protein regulator komplemen dapat mengakibatkan

perpanjangan aktivasi komplemen seperti yang terjadi pada kasus

defisiensi inhibitor C1.

Komplemen berkaitan dengan SLE melalui beberapa mekanisme yang

mungkin. Hal tersebut termasuk peningkatan resiko autoimunitas yang

terjadi akibat defisiensi komplemen tertentu, kerusakan jaringan yang

disebabkan oleh aktivasi komplemen yang diinduksi autoantibodi,

pembersihan yang tidak efektif dari debris apoptosis yang memicu

autoimunitas dan kegagalan dalam mengeliminasi sel reactive B cells.

Aktivasi komplemen dianggap terlibat dalam patogenesis aterosklerosis,

reperfusi kerusakan setelah infark miokard akut, penyakit diabetik

mikrovaskular, dan infark serebral pada stroke iskemia.

Agen infeksius tertentu menunjukkan mekanisme penghindaran dari

destruksi oleh komplemen, dan beberapa menggunakan reseptor

komplemen atau protein regulator untuk mendapatkan jalan masuk ke

dalam sel.

KOMPLEMEN, SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS (SLE) DAN

AUTOANTIBODI

Komplemen diduga kuat berhubungan dengan SLE, melalui jalur yang tampaknya

masih paradoks77,78. Defisiensi genetik dari komponen komplemen berhubungan

dengan SLE, namun beberapa dari kerusakan jaringan yang terlihat pada SLE

tampaknya diperantarai sebagian oleh aktivasi komplemen. Oleh karena itu,

komplemen tampaknya bersifat protektif dan mendelesi secara terus-menerus.

Pengamatan tersebut menggarisbawahi peran protean dari komplemen dalam

Page 29: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

sistem imun. Aktivasi komplemen berpotensi untuk mengakibatkan kerusakan

jaringan, namun komponen komplemen mungkin berguna dalam pembersihan

kompleks imun dan debris apoptosis. Badan apoptosis yang tidak dibersihkan

secara efektif, akan memicu autoimunitas melalui presentasi autoantigen yang

telah mengalami sekuesterisasi ke dalam sistem imun. Komplemen juga dianggap

berpartisipasi dalam mengeliminasi self-reactive immune B cell, yang menjadi

mekanisme dasar dalam menimbulkan efek protektif komplemen pada SLE78.

Perubahan ekspresi dari CR1 maupun CR2 telah diamati pada pasien

dengan SLE79. Dalam model murin lupus, tikus dengan kekurangan ekspresi CR1

dan CR2 (yang terletak pada gen yang sama dalam tikus dan diproduksi melalui

pemecahan alternatif) menunjukkan peningkatan autoimunitas . Penemuan

tersebut menunjukkan bahwa interaksi antara CR2 dengan C3d, berperan penting

dalam respon sel B terhadap antigen, yang merupakan faktor penentu lain

terhadap kerentanan terkena SLE78. Autoantibodi terhadap C1q bersifat umum

pada SLE dan telah dikaitkan dengan beberapa penyakit renal berat, kemungkinan

melalui sebuah reaksi efek samping dalam proses pembersihan kompleks imun

atau badan apoptosis81. Faktor nefritik C3 merupakan autoantibodi terhadap C3

konvertase, yaitu C3bBb, yang bertindak untuk menstabilkan kompleks tersebut.

Signifikasnsi klinis tersebut yaitu hubungannya dengan membranoproliferatif

glomerulonefritis tipe II dan lipodistrofi parsial.

KOMPLEMEN DAN PENYAKIT VASKULAR

Aktivasi komplemen telah terbukti terlibat dalam patogenesis aterosklerosis,

reperfusi kerusakan setelah iskemia miokardia82,83. Pada penyakit mikrovaskular

proliferatif yang berhubungan dengan diabetes, glikation, dan inaktivasi dari

CD59 dapat mengakibatkan proliferasi seluler akibat efek proliferatif non lisis

dari MAC84. Aktivasi komplemen juga telah terbukti berperan dalam penolakan

hiperakut dari xenotransplan akibat adanya antibodi alami terhadap komponen

dari sel endotel dari organ transplan, yang ditandai dengan adanya aktivasi

komplemen, kerusakan sel endotel, dan koagulasi intravaskular.

Page 30: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya

MEKANISME PENGHINDARAN KOMPLEMEN OLEH MIKROBA

Pengamatan pada individu dengan defisiensi komponen tahap akhir dari aktivasi

komplemen menunjukkan bahwa individu tersebut beresiko tinggi untuk terkena

serangkaian infeksi yang terbatas. Fenomena tersebut membuktikan bahwa agen

infeksius mengadakan mekanisme penghindaran terhadap destruksi komplemen85.

Bakteri gram positif memiliki dinding yang tebal yang sulit untuk ditembus oleh

MAC46. Protein M Streptococcus grup A yang mengikat faktor H, yang

menurunkan aktivasi komplemen dan patogen lainnya, memiliki mekanisme

penghindaran untuk menarik faktor H melalui ekspresi asam sialik pada

permukaannya. Staphylococcuc aureus mengekspresikan beberapa protein yang

menghambat aktivasi C3. Sebuah protein vaccinia virus (VCP-1, vaccinia virus

complement control protein-1) bertindak sebagai kofaktor untuk faktor I, yang

mengakibatkan terjadinya proteolisis dari C3b dan C4b. Pada infeksi human

immunodeficiency virus (HIV), inklusi dari molekul penurun aktivasi sistem

komplemen ke dalam virus atau membran sel host menyebabkan HIV

menghindari destruksi yang diperantarai oleh komplemen86. DAF dan CD59 dapat

dimasukkan ke dalam membran virus HIV karena pembentukan tunas dari sel

manusia yang terinfeksi, dan faktor H yang dapat berikatan pada glikoprotein

permukaan HIV di dalam sel manusia yang terinfeksi.

Sistem komplemen telah direduksi oleh agen infeksius tertentu agar dapat

masuk ke dalam sel. Epstein-Barr virus berpenetrasi ke dalam sel B melalui

pengikatan terhadap CR2 pada permukaan sel B46. Virus campak berikatan pada

sel melalui MCP. Mycobacteria membuat molekul mirip C4 yang berikatan

dengan C2b dan kemudian membelah menjadi C3. Deposisi dari C3b pada

membran sel mikobakterium yang mengakibatkan influks ke dalam makrofag,

yang berada dalam bentuk parasit intraseluler. Pengetahuan mengenai strategi

penghindaran patogen tersebut dapat berguna dalam merancang vaksin dan target

terapi85.

Page 31: Penyakit Inflamasi Yang Disebabkan Oleh Reaktivitas Humoral Abnormal Dan Penyakit Inflamasi Lainnya