Penyakit Hipertensi Yang Menyebabkan Gagal Jantung Akut
-
Upload
anjanete-viviandira-krisnadewi-ii -
Category
Documents
-
view
21 -
download
0
description
Transcript of Penyakit Hipertensi Yang Menyebabkan Gagal Jantung Akut
-
Penyakit Hipertensi yang Menyebabkan Gagal Jantung Akut
Anjanete Viviandira K. 102013204. E1
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
email: [email protected]
Abstrak: Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara
abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan satu
atau beberapa faktor resiko yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan
tekanan darah secara normal. Terbagi menjadi beberapa klasifikasi yang salah satunya adalah
hipertensi grade 1 dimana tekanan darahnya >140/90mmHg. Diobati melalui pengobatan yang
diberikan oleh JNC VIII. Jika tidak diobati akan menimbulkan gagal jantung. Dimana keadaan
jantung sudah tidak kuat untuk bekerja lagi. Ada gagal jantung akut dan kronik. Untuk kasus ini
biasanya terjadi gagal jantung akut, dan keadaan ini merupakan keadaan yang harus segera
ditangani, kalau tidak maka akan lebih besar kemungkinan untuk menimbulkan kematian.
Kata kunci: Hipertensi, Gagal jantung akut
Abstract: Hypertension is a condition in which there is an increase in blood pressure is
abnormally and persistently on the number of times of blood pressure caused one or more risk
factors does not run properly in maintaining normal blood pressure . Divided into several
classifications , one of which is a grade 1 hypertension where blood pressure > 140 / 90mmHg .
Treated through the treatment given by the JNC VIII . If left untreated will lead to heart failure .
Where the state of the heart is not strong enough to work again . There are acute and chronic
heart failure . For these cases usually occur acute heart failure , and this situation is a situation
that must be addressed , otherwise it will be more likely to cause death .
Key words:Hypertension, Acute heart failure
-
Pendahuluan
Membicarakan penyakit kardiovaskuler tentunya tidak dapat lepas dari hipertensi.
Hipertensi sampai saat ini menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia karena prevalensinya
yang tinggi, sekitar 90% tidak diketahui penyebabnya dan juga karena asosiasinya terhadap
kejadian penyakit kardiovaskuler yang salah satunya adalah gagal jantung. Hipertensi disebut
juga dengan istilah the Silent Killer. Hal ini disebabkan karena sering kali penyakit ini
dijumpai tanpa gejala, yang apabila tidak diobati dan ditanggulangi akan menimbulkan
komplikasi seperti stroke, penyakit jantung dan pembuluh darah, gangguan ginjal dan lainnya
yang pada akhirnya dapat mengakibatkan cacat maupun kematian. Hipertensi dapat terjadi
karena faktor herediter, asupan garam yang berlebihan, kurangnya aktifitas dan stress
psikososial.1
Menurut laporan pertemuan WHO di Jenewa pada tahun 2002, didapatkan angka
prevalensi penyakit hipertensi adalah 15-37% dari populasi dewasa di dunia. Setengah dari
populasi yang berusia lebih dari 60 tahun adalah penderita hipertensi. Di seluruh dunia, angka
Proportional Mortality Rate akibat hipertensi adalah 13% atau sekitar 7,1 juta kematian. Hasil
penelitian WHO (2002) menunjukkan bahwa 62% kasus stroke dan 49% kasus serangan jantung
disebabkan oleh hipertensi.2
Sementara, dari hasil pencatatan dan pelaporan rumah sakit,
didapatkan data bahwa kasus gagal jantung sendiri menempati peringkat ketiga. Sedangkan
untuk Case Fatality Rate (CFR) kasus gagal jantung menempati peringkat ke dua sebesar
13,42%.2
Gagal jantung (heart failure) merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang menjadi
masalah serius di dunia. American Heart Association (AHA) pada tahun 2004 melaporkan 5,2
juta penduduk Amerika menderita gagal jantung. Dimana penyakit ini merupakan salah satu
penyakit yang menghabiskan biaya besar untuk diagnosis dan pengobatannya. Diperkirakan
lebih dari 15 juta kasus baru gagal jantung setiap tahunnya di seluruh dunia.3
Anamnesis
Anamnesis harus mencakup penilaian gaya hidup seseorang serta pengaruh penyakit
jantung terhadap kegiatan sehari-hari penderita. Riwayat pasien sebaiknya juga mencakup
riwayat penyakit mengenai keluarga dan insidensi penyakit kardiovaskular pada keluarga tingkat
pertama (orang tua dan anak). Biasanya dijumpai gejala dan tanda penyakit jantung berikut ini
pada saat anamnesis dengan penderita penyakit jantung:4
1. Angina (atau nyeri dada) akibat kekurangan oksigen atau iskemia miokardium. Sebagian
penderita menyangkal adanya nyeri dada dan menjelaskan rasa kekauan, rasa penuh,
tertekan, atau berat pada dada tanpa disertai nyeri. Angina dapat dijumpai sebagai nyeri
yang dijalarkan atau nyeri yang seolah berasal dari mandibula, lengan atas, atau
-
pertengahan punggung. Tersadpat juga angina silent yang timbul tanpa disertai rasa
tidak nyaman, tetapi disertai rasa lemah dan lelah.
2. Dispnea (atau kesulitan bernapas) akibat meningkatnya usaha bernapas yang terjadi
akibat kongesti pembuluh darah paru dan perubahankemampuan pengembangan paru;
ortopnea atau kesulitan bernapas pada posisi berbaring; dispnea nokturnal paroksimal
atau dispnea yang terjadi sewaktu tidur yang terjadi akibat kegagal ventrikel kiri dan
pulih dengan duduk disisi tempat tidur.
3. Palpitasi atau merasakan denyut jantung sendiri terjadi karena perubahan kecepatan,
keteraturan, atau kekuatan kontraksi jantung.
4. Edema perifer atau pembengkakakn akibat penimbunan cairan dalam ruang intertisial
jelas terlihat di daerah yang menggantung akibat pengaruh gravitasi dan didahului oleh
bertambahnya berat badan.
5. Sinkop atau kehilangan kesadaran sesaat akibat aliran darah ke otak yang tidak adekuat.
6. Kelelahan dan kelemahan sering kali akibat curah jantung yang rendah dan perfusi aliran
darah.
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi saja terjadang sudah dapat memberikan banyak informasi berharga mengenai
keadaan fisik dan psikologis pendertia. Segala pengamatan (seperti warna kulit, bentuk tubuh,
pola pernapasan, kerja pernapasan, dan gambaran umum pasien) harus diikutsertakan dalam
gambaran klinis. Palpasi yang digabung dengan inspeksi semakin memperluas dan
memperkokoh data dasar kumulatif. Suhu, turgor, dan kelembaban kulit juga dievaluasi.
Pengisian kembali kapiler dapat dinilai dengan menekan ujung kuku hingga menjadi putih,
kemudian tekanan dilepaskan dan catat waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke warna semula.
Biasanya pengisian kembali terjadi segera.4,5
Auskultasi memungkinkan pengenalas bunyi jantung normal, bunyi jantung abnormal,
bising, dan bunyi-bunyi ekstrakardia. Bunyi jantung normal biasanya timbul akibat getaran
volume darah dan bilik-bilik jantung pada penutupan katup. Bunyi jantung pertama berkaitan
dengan penutupan katup arterioventrikularis (AV) sedangan bunyi jantung kedua berkaitan
dengan penutupan katup semilunaris. Oleh karena itu bunyi jantung pertama (S1) terdengar pada
permulaan sistole ventrikel, pada saat ini tekanan ventrikel meningkat melebihi tekanan atrium
dan menutup katup mitralisi dan trikuspidalis. Bunyi jantung kedua (S2) terdengar pada
permulaan relaksasi ventrikel karena tekanan ventrikel turun sampai dibawah tekanan arteri
pulmonalis dan aorta sehingga katup pulmonalis dan aorta tertutup.4,5
Terdapat bunyi jantung lain yang kadang-kadang terdengar selama diastolik ventrikel.
Bunyi jantung ketiga dan keempat (S3 dan S4) yang terdengan pada diastolik ventrikel. Tampilan
patologis S3 dan S4 disebut sebagai irama gallop. Walaupun bunyi jantung ini dapat normal pada
-
anak dan dewasa muda, tetapi biasanya merupakan suatu temuan patologis yang dihasilkan oleh
disfungsi jantung, terutama kegagalan ventrikel. Bising jantung atau biasanya disebut murmur
timbul akibat aliran turbulen dalam bilik dan pemuluh darah jantung. Aliran turbulen ini terjadi
bila melalui struktur yang abnormal (penyempitan lubang katup, insufisiensi katup atau dilatasi
segmen arteri).4,5
Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu alat pencatat grafis aktivitas listrik jantung. Pada
EKG terlihat bentuk gelombang khas yang disebut sebagai gelombang P, QRS, dan T sesuai
dengan penyebaran eksitasi listrik dan pemulihannya melalui sistem hantaran mikoardium.4
Pada
gagal jantung, interpretasi EKG yang perlu dicari ialah ritme. Ada tidaknya hipertofi ventrikel
kiri (LVH), serta ada tidaknya infark. Meski tidak spesifik EKG normal dapat mengeksklusi
disfungsi sistolik. Ciri-ciri LVH pada EKG yaitu R di lead V6 + S di lead V1 > 35 mm.4,6
Ekokardiografi merupakan prosedur pemeriksaan menggunakan gelombang ultrasonik
sebagai media pemeriksaan. Ekokardiografi memberikan infomasi penting mengenai struktur dan
gerakan bilik, katup, dan setiap masa pada jantung. Doppler memberikan pencitraan dan
pendekatan transesofageal terhadap jantung. Pendekatan transesofageal dapat memperlihatkan
batasan masalah posisi yang berkaitan dengan obesitas, trauma dada, penyakit paru kronis, dan
katup mekanis atau yang mengalami kalsifikasi. Model-M merupakan model yang paling sering
dipakai. Pada model-M, echo diperlihatkan sebagai suatu garis bergelombang yang tersusun
titik-titik dengan intensitas berbeda. Pada pemeriksaan fungsi ventrikel kiri, ekokardiogram
doppler untuk menilai ukuran dan fungsi ventrikel kiri, serta kondisi katup dan gerakan dinding
jantung. Indeks fungsi ventrikel yang paling berguna adalah fraksi ejeksi (stroke volume dibagi
en diastolik volume). Fraksi ejeksi normal bila > 50%.4,6
Laboratorium rutin seperti darah tepi lengkap, elektrolit, BUN, kreatinin, enzim hepar,
serta urinalisis. Pemeriksaan untuk diabetes melitus, dislipidemua, dan kelainan tiroid juga
penting dilakukan.6
Diagnosis Banding
ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome)
ARDS adalah suatu sindrom gagal napas akut akibat kerusakan sawar membran kapiler
alveoli sehingga menyebabkan edema paru akibat peningkatan permeabilitas. Hal ini dapat
timbul sebagai komplikasi pada berbagai penyakit interna dan bedah. ARDS (Gagal nafas Akut)
merupakan ketidakmampuan atau kegagalan sitem pernapasan oksigen dalam darah sehingga
pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru - paru tidak dapat memelihara laju
-
konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel sel tubuh.sehingga tegangan
oksigen berkurang dan akan peningkatan karbondioksida akan menjadi lebih besar. Gagal nafas
total, aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan, pada gerakan nafas spontan
terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi,
adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan. Gagal nafas parsial,
terdenganr suara nafas tambahan gargling (sumbatan akibat dari cairan), snoring (mendengkur),
Growing(sumbatan napas dengan lidah jatuh ke belakang) dan wheezing (mengi), ada retraksi
dada. Hiperkapnia yaitu peningkatan PCO2 (penurunan kesadaran), dan hipoksemia yaitu
takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun).7
Pneumoniae
Pneumonia adalah infeksi atau peradangan pada salah satu atau kedua paru-paru, lebih
tepatnya peradangan itu terjadi pada alveolus. Alveolus akan terisi cairan atau nanah sehingga
menyebabkan sesak nafas, batuk berdahak, demam, menggigil, dan kesulitan bernapas. Infesi
biasanya disebabkan oleh berbagai organisme termasuk bakteri, virus dan jamur. Gejalanya
bervariasi dari ringan ke berat, meliputi demam, batuk berdahak dan sesak.6
Edema Paru Akut
Ektravasasi cairan yang berasal dari vaskular paru masuk ke dalam interstitium dan
alveoli paru. Edema paru adalah suatu kegawatdaruratan medis yang membutuhkan penanganan
segera. Ada Edema paru kardiak akibat gagal jantung kiri sehingga tekanan end-diastolic
ventricel. Sebagai akibatnya tekanan hidrostatik vena pulmonalis dan kapiler paru juga akan
meningkat dan terjadi ektravasasi cairan ke jaringan. Edema paru adalah salah satu ciri dari gagal
jantung dekompensasi akut atau gagal jantung akut. Pada diagnosis ditemukan sesak napas yang
bertambah hebat dalam waktu singkat disertai ortopnea, kadang dapat ditemui gejala batuk
dengan sputum berbusa kemerahan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan ronki basah halus sebagai
akibat dari cairan yang terakumulasi di dalam alveolus, dan wheezing.4,6
Gagal Jantung Kronis
Gagal jantung kronis adalah kondisi jantung yang tak memiliki kemampuan memompa
darah yang telah diderita dan diketahui selama bertahun-tahun, dan telah mencapai fase yang
paling parah. Kondisi pasien gagal jantung tergantung dari sejauh mana tingkat keparahannya.
Namun secara umum pasien gagal jantung kronis sering mengalami sesak nafas dan kelelahan.
Biasanya pasien sering mengalami ketidakmampuan untuk bernafas jika berbaring akibat adanya
cairan yang tertahan di dalam jantung. Akibat adanya cairan yang tertahan di jantung, biasanya
-
akan terdengar suara mirip cairan mengalir jika dideteksi menggunakan stetoskop. Penderita
gagal jantung kronis harus melakukan pemeriksaan medis secara berkala untuk mengurangi
gejala dan untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Dengan demikian kemungkinan untuk
sembuh bisa bertambah dan harapan untuk hidup lebih meningkat. Apabila gagal jantung kronis
tidak bisa lagi diatasi dengan obat-obatan, terapi, dan perawatan lainnya, maka jalan satu-satunya
adalah melakukan operasi agar jantung kembali berfungsi. Tindakan operasi yang dilakukan
untuk pasien gagal jantung kronis umumnya adalah operasi bypass atau transplantasi jantung
(cangkok jantung).6,8
Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara
abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan satu
atau beberapa faktor resiko yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan
tekanan darah secara normal. Hipertensi berkaitan dengan kenaikan tekanan sistolik atau tekanan
diastolik atau tekanan keduanya. Sepanjang hari, tekanan darah bervariasi, selalu berubah-ubah
tergantung waktu dan keadaan penderita. Tekanan darah meningkat selama berolah raga, saat
mengalami stress atau gangguan mental. Sebaliknya tekanan darah menurun bila tubuh dalam
keadaan istirahat atau tidur. Bagaimanapun, karena bervariasinya tekanan darah, maka sebelum
mendiagnosa terjadinya hipertensi, penting untuk mengkonfirmasi kenaikan tekanan darah
dengan mengulang pengukuran tekanan darah lebih dari beberapa waktu.9
Hipertensi atau tekanan darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pembuluh darah
yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke
jaringan tubuh yang membutuhkannya. Kemudian terjadi pengerasan arteri akibat gangguan
tekanan darah yang tidak normal pada hipertensi. Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg
secara kronis. Berdasarkan klasifikasi JNC VII, hipertensi dapat dikategorikan menjadi
prehipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2. Ada juga kondisi yang biasanya ditemukan pada
usia lanjut, yaitu hipertensi sistolik terisolasi, yaitu tekanan darah sistolik > 140mmHg, tetapi
tekanan darah diastolik
-
hipertensi primer. Umumnya gejala baru terlihat setelah terjadi komplikasi pada organ target
seperti ginjal, mata, otak dan jantung.penyebabnya. Hipertensi sekunder terjadi akibat suatu
penyakit atau kelainan yang mendasari seperti stenosis arteri renalis, penyakit parenkim ginjal,
feokromositoma, hiperaldosteronisme, dan sebaginya.6,9
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi berdasarkan JNC VII. (sumber: JNC VII, 2003)
Derajat Tekanan Sistolik
(mmHg)
Tekanan Diastolik
(mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Pre-hipertensi 120 - 139 atau 80 - 89
Hipertensi derajat I 140 - 159 atau 90 - 99
Hipertensi derajat II 160 atau 100
Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi berdasarkan European Society of Cardiology(sumber: ESC, 2007)
Kategori Tekanan Sistolik
(mmHg)
Tekanan
Diastolik
(mmHg)
Optimal < 120 dan < 80
Normal 120 - 129 dan/atau 80 - 84
Normal tinggi 130 - 139 dan/atau 85 - 89
Hipertensi derajat I 140 - 159 dan/atau 90 - 99
Hipertensi derajat II 160 - 179 dan/atau 100 - 109
Hipertensi derajat III 180 dan/atau 110
Hipertensi Sistolik
terisolasi 140 dan < 90
Patofisiologi Hipertensi
Kepastian mengenai patofisiologi hipertensi masih dipenuhi ketidakpastian. Sejumlah
kecil pasien (antara 2% dan 5%) memiliki penyakit dasar ginjal atau adrenal yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah. Namun, masih belum ada penyebab tunggal yang dapat diidentifikasi
dan kondisi inilah yang disebut sebagai hipertensi esensial. Sejumlah mekanisme fisiologis
terlibat dalam pengaturan tekanan darah normal, yang kemudian dapat turut berperan dalam
terjadinya hipertensi esensial.6,4
-
Beberapa faktor yang saling berhubungan mungkin juga turut serta menyebabkan
peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensif, dan peran mereka berbeda pada setiap
individu. Di antara faktor-faktor yang telah dipelajari secara intensif adalah asupan garam,
obesitas dan resistensi insulin, sistem renin-angiotensin, dan sistem saraf simpatis. Pada beberapa
tahun belakangan, faktor lainnya telah dievaluasi, termasuk genetik, disfungsi endotel (yang
tampak pada perubahan endotelin dan nitrat oksida).6,4
Gambar 1. Patofisiologi Hipertensi (sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I edisi IV,
2007;142:599).
Curah Jantung
Peningkatan curah jantung dapat terjadi akibat 2 hal yaitu peningkatan volume cairan
(preload) atau dari peningkatan kontraktilitas dari stimulasi saraf pada jantung. Pada mayoritas
penelitian, penderita dengan tekanan darah tinggi memiliki volume darah yang lebih rendah
dibandingkan mereka dengan tekanan darah normal.4,11
Pada hipertensi yang sangat awal, resistensi perifer belum meningkat. Sehingga, dapat
disimpulkan bahwa peningkatan tekanan darah disebabkan peningkatan curah jantung, yang
berhubungan dengan hiperaktifitas simpatis. Peningkatan resistensi arteriol perifer kemudian
terjadi sebagai mekanisme kompensasi untuk mencegah peningkatan tekanan diteruskan pada
-
area kapiler dimana hal ini dapat mempengaruhi homeostasis sel. Bagaimanapun, meskipun
peningkatan curah jantung terlibat pada permulaan peningkatan tekanan darah, hal ini umumnya
tidak berlangsung terus menerus. Umumnya, perubahan yang ditemukan pada kasus hipertensi
berupa peningkatan resistensi perifer dan curah yang jantung yang lebih rendah atau normal.4,11
Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron
Sistem renin-angiotensin mungkin merupakan bagian paling penting dari sistem endokrin
yang mempengaruhi kontrol tekanan darah. Renin disekresi dari apparatus jukstaglomerular
ginjal sebagai respon terhadap kurangnya perfusi glomerulus atau penurunan asupan garam.
Renin juga disekresi akibat stimulasi sistem saraf simpatis.11
Renin berperan dalam proses konversi substrat renin (agniotensinogen) menjadi
angiotensin I, yang merupakan substansi inaktif secara fisiologi dan secara cepat akan diubah
menjadi angiotensin II di paru oleh angiotensin converting enzyme (ACE). Angiotensin II
merupakan vasokonstriktor kuat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. SEbagai
tambahan, angiotensin II juga menstimulasi pelepasan aldosteron dari zona glomerulosa di
kelenjar adrenal, yang akan semakin meningkatkan tekanan darah melalui mekanisme retensi
natrium dan cairan.11
Sistem renin-angiotensin pada sirkulasi dianggap tidak berperan secara langsung dalam
peningkatan tekanan darah pada hipertensi esensial. Mengingat banyak dari pasien hipetensi
memiliki kadar renin dan angiontensin II yang rendah, terutama pada pasien berusia tua dan
berkulit hitam, dan obat-obatan yang bekerja memblok sistem renin-angiotensin tidak terlalu
efektif.11
Sistem Saraf Simpatis
Stimulasi sistem saraf simpatis dapat menyebabkan baik konstriksi maupun dilatasi
arteriol. Untuk itu, dapat dianggap bahwa sistem saraf autonom memiliki peran penting dalam
mempertahankan tekanan darah normal. Hal ini juga penting dalam pengaturan perubahan
tekanan darah jangka pendek sebagai respon terhadap kegiatan fisik dan stress.11
Epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin) dianggap kurang memiliki peran
yang jelas sebagai etiologi hipertensi. Namun, bagaimanapun, efek yang mereka timbulkan
adalah penting, dan tidak dapat diremehkan karena obat yang menghambat sistem saraf simpatis
pada kenyataannya berhasil menurunkan tekanan darah dan memiliki peran terapi yang
penting.11
-
Untuk itu, dapat disimpulkan bahwa hipertensi berhubungan dengan interaksi antara
sistem saraf simpatis dengan sistem renin-angiotensin, bersama dengan faktor lainnya, termasuk
natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon.11
Resistensi Perifer
Perubahan pada struktur dan fungsi vaskular dapat menyebabkan atau merupakan
konsekuensi dari peningkatan tekanan darah. Sebagai contoh, bahkan peningkatan tekanan darah
secara mendadak yang mengganggu fungsi endotel juga merupakan akibat dari disfungsi endotel
itu sendiri.11
Menurut hukum Poiseuille, resistensi vaskular berhubungan dengan viskositas darah dan
panjang sistem arterial. Resistensi perifer tidaklah ditentukan oleh arteri besar atau kapiler
namun oleh arteriol kecil, yang memiliki dinding yang tersusun atas sel otot polos. Kontraksi sel
otot polos dianggap berhubungan dengan peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler, yang
dapat menjelaskan efek vasodilatasi dari obat yang menghambat saluran kalsium. Kontriksi otot
polos yang berkepanjangan dianggap akan menginduksi perubahan structural dengan penebalan
dinding arteriol yang mungkin dimediasi oleh angiotensin, dan akan menyebabkan peningkatan
ireversibel pada resistensi perifer.11
Disfungsi Endotel
Sel endotel pembuluh darah berperan penting dalam regulasi kardiovaskular dengan
memproduksi sejumlah zat vasoaktif lokal yang kuat, termasuk molekul vasodilator nitrat oksida
dan vasokonstriktor endotel peptide. Modulasi fungsi endotel merupakan pilihan terapi yang
menarik dalam usaha untuk meminimalisasi beberapa komplikasi penting dari hipertensi. Terapi
antihipertensi yang efektif secara klinis nampaknya dapat memperbaiki gangguan produksi nitrat
oksida, namun tidak dapat memperbaiki gangguan relaksasi vaskular atau respon vaskular
terhadap agonis endotel. Hal ini menunjukkan bahwa disfungsi endotel merupakan salah satu
kelainan utama yang bersifat ireversibel setelah proses hipertensif terjadi.11
Substansi Vasoaktif
Terdapat berbagai sistem dan mekanisme vasoaktif yang mempengaruhi transport
natrium dan tonus vaskular yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah normal.
Bagaimanapun, masih belum diketahui pasti, pada bagian manakah pengaruhnya dalam proses
terjadinya hipertensi esensial. Bradikinin merupakan vasodilator kuat yang di-inaktifasi oleh
angiotensin converting enzyme.11
-
Endotelin merupakan vasokontriktor endotel kuat yang menghasilkan peningkatan
tekanan darah. Endotelin juga mengaktifkan sistem rennin-angiotensin. Endotel menghasilkan
faktor relaksan, dikenal sebagai nitrat oksida, yang dihasilkan oleh endotel arteri dan vena dan
berdifusi melalui dinding pembuluh darah ke otot polos menyebabkan vasodilatasi.11
Natriuretic peptide atrial adalah hormone yang disekresi dari atrium sebagai respon
terhadap peningkatan volume darah. Zat ini meningkatkan ekskresi natrium dan air dari ginjal
sebagai diuretik alami. Gangguan pada sistem ini dapat menyebabkan retensi cairan dan
hipertensi.11
Transport natrium melalui dinding sel otot polos pembuluh darah juga dianggap
mempengaruhi tekanan darah melalui hubungannya dengan transport kalsium. Quabain mungkin
merupakan substansi menyerupai steroid yang muncul secara alami dam dianggap berhubungan
dengan natrium sel dan transport kalsium, dan menyebabkan vasokontriksi.11
Sindrom Metabolik
Secara epidemiologis, terdapat pengkategorian beberapa faktor resiko, mencakup
obesitas, hipertensi, intoleransi glukosa, diabetes mellitus dan hiperlipidemi. Hal ini mengarah
kepada anggapan bahwa hal-hal ini mewakili sebuah sindrom tunggal (sindrom metabolik X atau
sindrom Reaven), dengan jalur akhir umumnya menyebabkan peningkatan tekanan darah dan
kerusakan pembuluh darah. Bahkan, beberapa pasien hipertensif yang tidak mengalami obesitas
memperlihatkan adanya resistensi insulin. Terdapat banyak keberatan terhadap hipotesis ini,
namun hal ini dapat menjelaskan mengapa paparan terhadap resiko kardiovaskular bersifat
sinergistik atau berganda.11
Genetik
Meskipun faktor genetik telah dihubungkan dengan proses terjadinya hipertensi esensial,
hal ini lebih tampak pada individu tertentu. Untuk itu, sangatlah sulit untuk menentukan secara
akurat hubungan dari setiap gen tersebut. Bagaimanapun, hipertensi sekitar dua kali lipat lebih
umum pada subjek dengan orang tua (baik salah satu maupun keduanya) yang memiliki
hipertensi. Dari penelitian epidemiologis pun didapatkan bahwa faktor genetik menyumbang
90% dari variasi tekanan darah pada populasi. Hal ini didapatkan dari pembandingan dari orang
tua dengan anak kembar monozigot dan dizigot, juga dengan anak-anak mereka yang lainnya,
dan dengan anak adopsi. Kesimpulan yang didapat nampaknya menggambarkan bahwa faktor
gaya hidup (pola makan) juga turut berperan.11
-
Faktor Resiko Hipertensi
Ada faktor resiko yang tidak dapat diubah dan faktor resiko yang dapat diubah. Faktor
resiko yang tidak dapat diubah berupa usia, jenis kelamin, genetik, ras dan suku bangsa. Faktor
resiko yang dapat diubah meliputi mengkonsumsi garam yang berlebihan (asupan garam kurang
dari 3 gram setiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah sedangkan jika asupan
garam antara 5-15 gram per hari menyebabkan prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-
20%), obesitas, alkohol, merokok, stres, dan aktivitas fisis kurang.12
Merokok mempermudah terjadinya penyakit pembuluh darah jantung, otak, dan kaki.
Merokok menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah untuk sementara dan
hal ini disebabkan oleh pengaruh nikotin dalam peredaran darah. Meningkatnya tekanan darah
ini lebih nyata pada penderita tekanan darah tinggi. Selain pengaruh langsung tersebut, hanya
sedikit bukti adanya hubungan merokok dengan tekanan darah tinggi yang menetap. Walaupun
demikian, merokok dapat menyebabkan terjadinya penyempitan arteri dan akibatnya terjadi
penyakit tekanan darah tinggi yang berat terutama pada usia lanjut.12
Komplikasi
Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi, maka dalam jangka
panjang akan menyebabkan kerusakan arteri di dalam tubuh hingga orang-organ yang mendapat
suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ-organ sebagai
berikut: Jantung: gagal jantung dan penyakit jantung koroner, otak: resiko stroke meningkat
hingga 7x bila tidak diobati, ginjal: kerusakan sistem penyaringan di dalam ginjal, dan mata:
retinopati hipertensi.6
Penatalaksanaan
Tatalaksana hipertensi dapat dimulai dengan modifikasi gaya hidup, namun terapi
antihipertensi dapat langsung dimulai untuk hipertensi derajat 1 dengan penyerta dan hipertensi
derajat 2. Penggunaan antihipertensi harus tetap disertai dengan modifikasi gaya hidup.
Modifikasi gaya hidup meliputi: penurunan berat badan dengan target indeks masa tubuh dalam
rentang normal, untuk orang Asia pasifik 18,5 22,9 kg/m2; diet, atau DASH (Dietary
Approaches to Stop Hypertension) mencakup konsumsi buah-buahan, sayur-sayuran, serta
produk susu rendah lemak jenuh/lemak total; penurunan asupan garam yaitu
-
terapi dengan penghambat ACE atau ARB, sementara usia >55 tahun dengan CCB. Menurut
JNC 8, pilihan antihipertensi didasarkan pada usia, serta ada atau tidaknua DM dan penyakit
ginjal kronik. Pada ras kulit hitam,penghambat ACE dan ARB tidak menjadi pilihan kecuali
terdapat PGK, dengan atau tanpa DM.6
Sekali terapi antihipertensi dimulai, pasien harus rutin kontrol dan mendapat pengaturan
dosis setiap bulan sampai target tekanan darah tercapai. Pantau tekanan darah, LFG, elektrolit.
Frekuensi kontrol untuk hipertensi derajat 2 disarankan untuk lebih sering. Setelah tekanan darah
mencapai target dan stabil, frekuensi kunjungan dapat diturunkan hingga menjadi 3-6 bulan
sekali. Namun jika belum tercapai, diperlukan evaluasi terhadap pengobatan dan gaya hidup,
serta pertimbangkan terapi kombinasi. Setelah tekanan darah tercapai, pengobatan harus
dilanjutkan dengan tetap memperhatikan efek samping dan komplikasi hipertensi. Pasien perlu
diedukasi bahwa terapi antihipertensi ini bersifat jangka panjang dan terus dievaluasi secara
berkala. Pemberian ACE-Inhibitor sebaiknya dihentikan jika terdapat penurunan LFG >30% dari
nilai dasar dalam 4 bulan atau kadar kalium > 5,5 mEq/L. Khusus kasus kehamilan,
antihipertensi yang direkomendasikan ialah metildopa (250-1000 mg per oral), labetalol (100-
200 mg), atau nifedipin oros (30-60 mg).6,13
Hubungan Hipertensi ke Gagal Jantung
Hipertensi telah diidentifikasi sebagai faktor resiko utama dari terbentuknya hipertrofi
ventrikel kiri dan infark miokard, yang keduanya merupakan penyebaba utama dari disfungsi
sistolik ventrikel. Hipertrofi ventrikel kiri sendiri dapat menyebabkan disfungsi diastolik
ventrikel yang juga merupakan faktor resiko dari infark miokard. Disfungsi ventrikel kiri, baik
sistolik maupun diastolik, dapat menyebabkan gagal jantung. Hipertrofi ventrikel kiri dimulai
dengan peningkatan kontraktilitas miokard yang dipengaruhi oleh sistem saraf adrenergik
sebagai respon neurohormonal, kemudian diikuti dengan peningkatan aliran darah balik vena
karena vasokontriksi di pembuluh darah perifer dan retensi cairan oleh ginjal. Bertambahnya
volume darah dalam vaskuler akan meningkatkan beban kerja jantung, kontraksi otot jantung
akan menurun karena suplai aliran darah yang menurun dari aliran koroner akibat arteriosclerosis
dan berkurangnya cadangan aliran pembuluh darah koroner. Proses perubahan di atas terjadi
secara simultan dalam perjalanan penyakit hipertensi dalam mewujudkan terjadinya gagal
jantung.6
Penyakit jantung hipertensif merupakan kelainan jantung yang disebabkan oleh
hipertensi. Organ lain yang turut mengalami kerusakan akibat hipertensi ialah otak, ginjal, arteri
perifer, serta mata. Riset kesehatan dasar nasional tahun 2007 mengungkapkan pravalensi
hipertensi pada penduduk berusia 18 tahun ke atas mencapai 28% dan lebih tinggi pada
kelompok usia lanjut. Hubunga antara hipertensi telah lama diteliti setiap kenaikkan tekanan
darah 20/10 mmHg, akan meningkatkan mortalitas kardiovaskular dua kali lipat.6
-
Peran hipertensi terhadap kelainan jantung terjadi melalui sejumlah mekanisme yang
kompleks. Hipertensi menyebabkan peningkatan afterload yang mengakibatkan kompensasi
berupa hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi diastolik dan sistolik, yang pada tahap selanjutnya
menjadi gagal jantung. Di lain sisi, tekanan darah tinggi juga menyebabkan kerusakan dinding
arteri sehingga mempercetpat proses ateoskeloris. Dengan demikian, hipertensi juga menjadi
faktor resiko terjadi infark miokard.6
Kompensasi jantung berupa dilatas dan hipertofi ventrikel kiri tidak akan bertahan lama,
seiring dengan semakin banyaknya kerusakan miosit dan perubahan struktur jaringan, sebaliknya
kerusakan sel dan jaringan akan turut meningkatkan kadar angiotension II dan norepinefrin yang
pada akhirnya menyebabkan hipertrofi dan dilatasi semkin progresif. Aktivasi sistem RAA dan
simpatis telah terbukti mengakibatkan proses fibrosis, apoptosis, hipertrofi seluler, perubahan
molekular, dan miotoksisitas. Proses ini bagaikan lingkaran setan yang berujung pada
remodeling ventrikel kiri (aritmia dan gagal jantung), dan/atau perubahan hemodinamik dan
retensi air-garam (gejala gagal jantung akut).6
Gagal Jantung
Suatu sindrom klinis akibat kelainan struktur atau fungsi jantung yang ditandai dengan
gejala gagal jantung: sesak nafas atau lelah bila beraktifitas pada kondisi berat bisa muncul saat
istirahat, tanda retensi cairan seperti kongesti paru atau bengkak pergelangan kaki dan bukti
objektif kelainan struktur atau fungsi jantung saat istirahat.6
Berdasarkan presentasinya gagal jantung dibagi menjadi gagal jantung akut, kronis
(menahun) dan acute on chronic heart failure. Gagal jantung akut timbulnya sesak napas secara
cepat (
-
NYHA II Gejala ringsn (sesak napas ringan dan/atau angina serta terdapat
keterbatasan ringan dalam aktivitas fisik sehari-hari biasa.
NYHA III Tedapat keterbatasan aktivitas fisik sehari-hari akibat gejala gagal
jantung pada tingkatan yang lebih ringan, misalnya berjalan 20-100
m. Pasien hanya merasa nyaman saat beristirahat.
NYHA IV Terdapat keterbatasan aktivitas yang berat, misalnya gejala muncul
saat istirahat.
Patofisiologi Gagal Jantung
Gagal jantung terjadi akibat sejumlah proses yang mengakibatkan penurunan kapasitas
pompa jantung, seperti iskemia, hipertensi, infeksi, dan sebagainya. Penurunan kapasitas
awalnya akan dikompensasi oleh mekanisme neurohormonal: sistem saraf adrenergik, sistem
renin-angiotensin-aldosteron, dan sistem sitokin. Kompensasi awal bertujuan untuk menjaga
curah jantung dengan meningkatkan tekanan pengisian ventrikel (preload) dan kontraksi
miokardium. Namun seiring dengan berjalannya waktu, aktivitas sistem tersebut akan
menyebabkan kerusakan sekunder pada ventrikel seperti remodelling ventrikel kiri dan
dekompensasi jantung. Kadar angiotensin II, aldosteron dan katekolamin akan semakin tinggi
mengakibatkan fibrosis, dan apoptosis miokardium yang bersifat progresif. Pada tahap yang
lebih lanjut, penurunan fungsi ini juga akan desertai peningkatan resiko terjadinya aritmia
jantung. Prinsip neurohormonal inilah yang mendasari terapi gagal jantung saat ini.6
Penatalaksanaan Gagal Jantung dengan Hipertensi
Pada tahap asimptomatik, kontrol tekanan darah adalah target utama terapi baik dengan
medikomentosa, diet, dan aktivitas fisik. Beberapa obat pun telah diketahui manfaatnya dalam
mencegak kerusakan dan remodein jantung dalam jangka panjang, yaitu penghambat ACE atau
ARB, penyekat beta dan golongan statin (efek anti-inflamasi). Namun penggunaan obat tersebut
harus disesuaikan dengan indikasi kotraindikasi, dan konsisi pasien. Apabila terjadi gagal
jantung akut atau kronik, pemeriksaan dan terapi harus disesuaikan dengan kondisi pasien.6
Terapi awal gagal jantung akut bertujuan untuk memperbaiki gejala dan menstabilkan
kondisi hemodinamik, yang meliputi oksigenasi dengan sungkup masker atau CPAP (continous
positive airway pressure) dengan target saturasi O2 94-96&, pemberian vasodilator berupa nitrat
atau nitroprusid, terapi diuretik, pemberian morfin, pemberian infus intravena jika terdapat
kecurigaan tekanan pengisian yang rendah, pacing, antiaritmia, atau elektrovoresi jika terjadi
kelainan denyut dan irama jantung, mengatasi komplikasi metabolik dan kondisi spesifik organ
lainnya. Terapi spesifik lebih lanjut harus diberikan berdasarkan karakteristik klinis dan
hemodinamik pasien yang tidak responsif terhadap terapi awal.6,13
-
Kesimpulan
Penyakit hipertensi yang dibiarkan saja dapat menyebabkan gagal jantung dan
penanganan pertamanya kita obati gagal jantungnya dahulu, baru kemudian kita obati
hipertensinya.
Daftar Pustaka
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009.
2. Yahya, A.. Sebelum Jantung Anda Berhenti Berdetak. Bandung: Kaifa, 2005.
3. American Heart Association, NHLBI, NHCS. Fact Sheet. USA: 2008.
4. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit edisi 6 volume
1. Dalam: Dimattia ST. Prosedur diagnostik penyakit kardiovaskular. Jakarta: EGC,
2005.
5. Gleadle J. At a Glance: Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga,
2005. h.26-7, 93-100.
6. Tanto C. Kapita selekta kedokteran edisi 4. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius, 2014.
h.635-9, 742-7
7. Harman EM. Acute Respiratory Distress Syndrome. Medscape, 2014.
8. Ghanie Ali. Gagal jantung kronik. Dalam: Setiat et al. Buku ajar penyakit dalam. Edisi
keenam. Jakarta: Interna Publishing, 2014. h.1148-51.
9. E.J. Kapojos. Ilmu Penyakit Dalam, jilid II. Jakarta: FK UI, 2001.
10. Pratanu S. Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi 5 jilid II. Dalam: Pratanu S.
Elektrokardiografi. Jakarta: Interna publishing. h.1523-38.
11. Beevers, Gareth, Gregory Y.H.. The Pathophysiology of Hypertension from British
Medical Journal. 2001.
12. Joewono, B.S.. Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya: Airlangga University Press, 2003. 13. Sudoyo, dkk. Gagal Jantung dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007.