Penyakit Apendisitis
-
Upload
aldillah-nisriana-putri -
Category
Documents
-
view
138 -
download
1
Transcript of Penyakit Apendisitis
NAMA : ALDILLAH NISRIANA PUTRINIM : 1101003 (GANJIL)LOKAL : ATUGAS : PATOFISIOLOGI
Penyakit Apendisitis (Appendicitis)
atau Radang Usus Buntu
Sebelum dibahas lebih jauh mengenai radang usus buntu yang dalam bahasa
medisnya disebut Appendicitis, maka lebih dulu harus difahami apa yang dimaksud
dengan usus buntu. Usus buntu, sesuai dengan namanya bahwa ini merupakan
benar-benar saluran usus yang ujungnya buntu. Usus ini besarnya kira-kira sejari
kelingking, terhubung pada usus besar yang letaknya berada di perut bagian kanan
bawah.
DEFINISI USUS BUNTU
Usus buntu merupakan penonjolan kecil yang berbentuk seperti jari, yang
terdapat di usus besar, tepatnya di daerah perbatasan dengan usus halus. Usus
buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis, Organ ini
ditemukan pada manusia, mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Pada awalnya
Organ ini dianggap sebagai organ tambahan yang tidak mempunyai fungsi, tetapi
saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan
secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh)
dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid.
Seperti organ-organ tubuh yang lain, appendiks atau usus buntu ini dapat
mengalami kerusakan ataupun ganguan serangan penyakit. Hal ini yang sering kali
kita kenal dengan nama Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis).
DEFINISI APENDISITIS (RADANG USUS BUNTU)
Apendisitis (Radang Usus Buntu) adalah kondisi di mana infeksi terjadi di
umbai cacing, merupakan penyakit pembedahan abdominal yang paling umum dan
merupakan inflamasi apendiks vermiform akibat adanya obstruksi.. Dalam kasus
ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat,
angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai
cacing yang terinfeksi hancur.
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendiks disebut juga
umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di
masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah
sekum. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks
sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah
kesehatan.
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit.
Panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-15cm) dan berpangkal di sekum. Apendiks
menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Adanya hambatan dalam pengaliran
tersebut, tampaknya merupakan salah satu penyebab timbulnya appendisits. Di
dalam apendiks juga terdapat immunoglobulin sekretoal yang merupakan zat
pelindung efektif terhadap infeksi (berperan dalam sistem imun). Dan
immunoglobulin yang banyak terdapat di dalam apendiks adalah IgA. Namun
demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem
imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks
kecil sekali bila dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna lain.
Apendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun perempuan.
Namun lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun.
ETIOLOGI
Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen
intestinal apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan
tinja yang keras (gumpalan fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks,
striktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
terjadinya sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah
disebutkan di atas, fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab
obstruksi yang paling sering terjadi. Penyebab lain yang diduga menimbulkan
apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica, terjadinya
penyempitan, masuknya barium atau infeksi virus.
Secara umum, berikut ini adalah beberapa tanda / gejala yang sering timbul
pada penderita penyakit apendisitis :
Tanda dan Gejala Apendisitis
* Gejala Awal
Nyeri periumbilikal atau epigastrik kolik yang tergeneralisasi maupun
setempat, anoreksia, mual dan muntah
Nyeri setempat di kuadran abdomen kanan bawah
Rigiditas abdominal yang mirip papan
Respirasi retraktif
Rasa perih yang semakin menjadi
Spasma abdominal yang semakin parah
Rasa perih yang berbalik (rasa perih yang berlawanan dari abdomen
menunjukkan adanya inflamasi peritoneal)
Gejala yang minimal samar dan rasa perih yang ringan pada pasien berusia
lanjut
* Gejala Selanjutnya
Konstipasi (tetapi diare juga bisa terjadi)
Suhu tubuh pasien meningkat dari 99 sampai 102 derajat Fahrenheit
Takikardia
Perforasi atau infarksi apendiks yang diindikasikan oleh berhentinya nyeri
abdominal secara mendadak
Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan kebiasaan mengkonsumsi
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit
apendisitis. Tinja yang keras dapat menyebabkan terjadinya konstipasi. Kemudian
konstipasi akan menyebabkan meningkatnya tekanan intrasekal yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman
flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah timbulnya apendisitis.
PATOFISIOLOGI
Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar
ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan
mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran
mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus makin
bertambah banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen.
Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga
mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah
epigastrium di sekitar umbilikus.
Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus
meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah,
dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul pun
semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga menimbulkan nyeri
di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif
akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding
apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini
pecah, itu berarti apendisitis berada dalam keadaan perforasi.
Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi
proses peradangan ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan omentum,
dan usus halus, sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah
dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis
jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Namun, jika tidak terbentuk
abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang
dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
Pada anak-anak, dengan omentum yang lebih pendek, apendiks yang lebih
panjang, dan dinding apendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih
kurang, memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi
mudah terjadi karena adanya gangguan pembuluh darah.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna,
tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya
perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali
menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat
mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.
MANIFESTASI KLINIK
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah
nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau
periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang
muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam,
nyeri akan beralih pada regio kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri
terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi
terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.
Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.
Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -
38,5 derajat celcius.
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai
akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika
meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut.
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum
(terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas
dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut
kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan,
bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya
kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
▪ Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan
timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga
peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat
dan berulang-ulang (diare).
▪ Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih,
dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya
dindingnya.
Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit
dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya,
sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa
keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas.
1. Pada anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak
tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi
muntah- muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Diare juga dapat terjadi,
namun pada penderita lainnya justru dapat terjadi konstipasi. Perforasi, peritonitis
dan terbentukya abses merupakan komplikasi paling serius dari appendisitis.
Karena ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis diketahui setelah perforasi.
Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
2. Pada orang tua berusia lanjut
Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh
penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.
3. Pada wanita
Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang
gejalanya serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi,
menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil
dengan usia kehamilan trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan
muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia
ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke
kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih
ke regio lumbal kanan.
PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
· Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling,
sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.
· Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri.
Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan
bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut
kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut
tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah
dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut
tanda Blumberg (Blumberg Sign).
· Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk
menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat
dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks
yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci
diagnosis pada apendisitis pelvika.
· Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan
untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan
dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan
atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila
appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan
tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator
dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi
terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator
internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan
menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.
2. Pemeriksaan Penunjang
· Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein
reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah Sel
darah putih (lekosit) antara 10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil
diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang
meningkat.
· Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat
yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-
scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta
perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran
sekum. Selain itu, USG juga dapat dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis.
DIAGNOSIS
Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis
apendisitis masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis
lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki. Hal ini dapat disadari
mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering mengalami
gangguan yang mirip apendisitis. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena
ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain.Untuk
menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis meragukan, sebaiknya
dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam.
Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi dan laparoskopi bisa
meningkatkan akurasi diagnosis pada kasus yang meragukan.
TATA LAKSANA / EVALUASI DAN TERAPI
Bila dari hasil diagnosis positif apendisitis akut, maka tindakan yang paling
tepat adalah segera dilakukan apendiktomi. Apendektomi dapat dilakukan dalam
dua cara, yaitu cara terbuka dan cara laparoskopi. Apabila apendisitis baru
diketahui setelah terbentuk massa periapendikuler, maka tindakan yang pertama
kali harus dilakukan adalah pemberian/terapi antibiotik kombinasi terhadap
penderita. Antibiotik ini merupakan antibiotik yang aktif terhadap kuman aerob dan
anaerob. Setelah gejala membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu, barulah apendektomi
dapat dilakukan. Jika gejala berlanjut, yang ditandai dengan terbentuknya abses,
maka dianjurkan melakukan drainase dan sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan
apendisektomi. Namun, apabila ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan
pemeriksaan klinis serta pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan tanda
radang atau abses setelah dilakukan terapi antibiotik, maka dapat dipertimbangkan
untuk membatalkan tindakan bedah. Pemberian antibiotik dan perlakuan tindakan
appendektomi merupakan terapi appendicitis baik yang biasa maupun yang dengan
perforasi. Operasi dengan laparaskopi dapat mengurangi waktu penyembuhan.
Penyembuhan akan lebih lama bila telah terjadi perfororasi.
Jenis Antibiotik yang biasanya diberikan :
Golongan Penisilin : Piperacillin+tazobactam , Ampicillin+sulbactam ,
Ticarcillin+clavulanate
Golongan Sefalosporin : Cefotetan , Cefoxitin , Cefepime
Golongan Aminoglikosida : Gentamicin
Golongan Karbapenem : Meropenem , Ertapenem
Golongan Kuinolon : Ciprofloxacin , Levofloxacin , Moxifloxacin
Golongan lain seperti : Metronidazole , Tigecycline