Penilaian Variets Ikan Nila Salin
-
Upload
sheila-bayu-a -
Category
Documents
-
view
73 -
download
4
description
Transcript of Penilaian Variets Ikan Nila Salin
Penilaian Variets Ikan Nila Salin (Nila Srikandi) Posted on May 13, 2013by abata for kids
Penilaian Variets Ikan Nila Salin (Nila Srikandi)
Penyebaran ikan nila yang begitu cepat didukung dengan kecepatan
reproduksi, menyebabkan perkembangan ikan ini tidak terkontrol. Dampak
negatifnya adalah terjadinya perkawinan sedarah (inbreeding) yang
menyebabkan menurunnya fenotif seperti pertumbuhan, kelangsungan
hidup dan kelulushidupan serta meningkatnya jumlah individu yang
abnormal.
Untuk mengatasi masalah penurunan kualitas ikan nila tersebut, berbagai
upaya telah dilaksanakan, diantaranya dengan dibentuknya Broodstock
Center yang memiliki tugas diantaranya adalah melakukan perbanyakan
induk dasar dan induk pokok disamping itu dalam jangka panjang
diharapkan terus melakukan perbaikan genetika induk melalui berbagai
metode rekayasa genetika di beberapa sentra induk dengan sasaran akhir
mendapatkan induk ikan nila unggul.
Balai Pengembangan dan Penelitian Budidaya Ikan Air Tawar (BPBIAT)
Sukamandi telah melaksanakan kegiatan pemuliaan ikan Nila Salin dengan
metode seleksi individu dan selanjutnya mengajukan permohonan untuk
dilakukan penilaian terhadap jenis ikan Nila Sukamandi baru dengan kelas
induk pokok (Parent Stock) yang layak untuk dilepas atau diperbanyak.
Nila Salin: Ikan Nila Tahan Air Asin Hasil Rekayasa BPPT
Sebutan ”nila” pada ikan nila (Oreochromis niloticus) merujuk nama Sungai
Nil di Afrika sebagai tempat asalnya, sekaligus menegaskan bahwa ikan itu
berjenis ikan air tawar. Namun, para peneliti di Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT) berhasil merekayasanya menjadi ikan tahan
air asin.
”Hasil rekayasa diberi nama ikan nila salin karena tahan salinitas
tinggi,” kata Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
Marzan Azis Iskandar, Selasa (29/11), saat peluncuran ikan itu di Jakarta.
Bersamaan ikan nila salin diluncurkan juga vaksin DNA Streptococcus,
pakan protein rekombinan hormon pertumbuhan, serta pencanangan
pengembangan ikan nila salin di Karawang, Jawa Barat, dan Kabupaten
Bantaeng, Sulawesi Selatan. Marzan menyebut ini sebagai paket inovasi
yang memberi manfaat nyata bagi masyarakat.
Vaksin DNA Streptococcus untuk meningkatkan kekebalan ikan nila salin
terhadap risiko serangan bakteri Streptococcus yang mematikan. Pakan
protein rekombinan hormon pertumbuhan merupakan rekayasa pakan
dengan kandungan protein yang sesuai untuk mempercepat pertumbuhan
ikan nila salin.
Ikan konsumsi
Nila masuk ke Indonesia dari Taiwan untuk dipelihara dan
dikembangbiakkan di Balai Penelitian Perikanan Air Tawar di Bogor, Jawa
Barat, tahun 1969. Jenis ikan produksi ini termasuk banyak dikonsumsi di
dunia dengan produsen terbesar China, Mesir, dan Indonesia.
Husni Amarullah, salah satu perekayasa BPPT yang turut meneliti ikan nila
salin, mengatakan, metodenya melalui proses seleksi persilangan (dialling
crossing) dari delapan varietas ikan nila. ”Seleksi pertama dengan uji
tantang,” kata Husni.
Uji tantang adalah mengganti air tawar dengan air asin. Dari air tawar
dengan salinitas hampir nol ditingkatkan salinitasnya sampai 10 bagian per
seribu (parts per thousand/ppt), 20 ppt, dan 30 ppt.
Ikan yang berhasil melampaui uji tantang akan diseleksi. Kemudian, ikan-
ikan itu disilangkan. Proses penyilangan menghasilkan ikan nila salin yang
tahan tingkat salinitas 20 ppt atau air payau. ”Air laut memiliki tingkat
salinitas 30-35 ppt,” ujar Husni.
Husni mengatakan, pengembangan ikan nila salin ke depan diperlukan yang
mampu hidup di air laut. Dengan demikian, ikan bisa dibudidayakan di laut
dengan jaring apung.
Pakan protein rekombinan hormon pertumbuhan direkayasa dengan teknik
pengambilan hormon pertumbuhan pada kelenjar pituitari ikan nila.
Selanjutnya, digunakan teknik rekombinasi protein dengan bakteri
Escherichia coli yang mudah dikembangbiakkan.
Dari proses itu dihasilkan protein rekombinan hormon pertumbuhan yang
dicampurkan pada granula (butiran) pakan ikan. Husni mengatakan,
dengan kadar protein yang sesuai dan kandungan hormon pertumbuhan itu,
diharapkan dalam jangka enam bulan bisa diproduksi nila salin berbobot
600 gram.
”Bobot 600 gram per ekor ikan salin untuk konsumsi ekspor. Untuk
konsumsi domestik sekitar 250 gram per ekor,” kata Husni.
Budidaya tambak
Marzan mengatakan, ikan nila salin semula dirancang untuk menggantikan
komoditas ikan bandeng dan udang windu. Dua komoditas ini makin tidak
tahan dengan kualitas lingkungan tambak yang memburuk. Akibatnya,
banyak tambak telantar karena budidaya bandeng dan udang tidak lagi
memungkinkan.
Menurut Husni, Indonesia memiliki potensi tambak seluas 1,2 juta hektar.
Saat ini luas tambak 680.000 hektar, 50 persennya (340.000 hektar)
telantar.
Ketua Perhimpunan Pembudidaya Tambak Pantura, Jawa Barat, Endi
Muchtarudin hadir dalam peluncuran ikan nila salin. Endi bersama petani
tambak lain di Karawang akan menguji coba nila salin, terutama di tambak-
tambak telantar.
Bupati Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah juga
menyatakan siap memproduksi ikan nila salin. Di Kabupaten Bantaeng akan
dibangun pusat pembenihan ikan nila salin.
”Dari sisi pasar, Bantaeng siap menerima produk ikan nila salin. Saat ini
warga Bantaeng mengolah ikan laut untuk diekspor ke Jepang dan masih
kekurangan pasokan bahan baku,” tutur Nurdin.
Ikan nila salin dengan penunjangnya, yakni vaksin DNA Streptococcus dan
pakan protein rekombinan hormon pertumbuhan, dipersiapkan menjadi
komoditas baru tambak-tambak yang kini telantar. Inovasi ikan nila salin
menjadi harapan bagi penciptaan lapangan kerja baru.
Sumber: perbenihan-budidaya.kkp.go.id
Koran Kompas (9/12/2011)
http://benihnila.wordpress.com/2013/05/13/penilaian-variets-ikan-nila-salin-nila-srikandi/