Pengutek Edit

29
ABSTRAK Sebuah hasil produk atau benda kerja dapat dikatakan sama dengan yang kita inginkan apabila sudah dilakukan pengukuran dan hasilnya tidak melebihi daerah toleransi. Pengukuran ini dapat berupa pengukuran panjang, massa, sudut, dan lain-lain. Oleh karena itulah pengukuran ini dilakukan untuk lebih memahami cara-cara pengukuran dan jenis-jenis alat ukur serta cara pembacaan pada skala alat ukur ini. Praktikum ini dilakukan dengan menggunakan empat jenis alat ukur yaitu micrometer, jangka sorong, dial indicator, dan bevel protactor. Pada alat ukur micrometer untuk mengukur diameter luar. Jangka sorong untuk mengukur diameter dalam dan kedalaman. Bevel protactor untuk mengukur sudut. Dial indicator untuk mengukur toleransi perbedaan kerataan. Pengukuran ini dilakukan sebanyak lima kali percobaan. Setelah praktikum ini, maka hasil yang diharapkan adalah berupa nilai dari diameter luar, diameter dalam, kedalaman, sudut, dan kedataran.

description

aaa

Transcript of Pengutek Edit

ABSTRAK

Sebuah hasil produk atau benda kerja dapat dikatakan sama dengan yang

kita inginkan apabila sudah dilakukan pengukuran dan hasilnya tidak melebihi

daerah toleransi. Pengukuran ini dapat berupa pengukuran panjang, massa, sudut,

dan lain-lain. Oleh karena itulah pengukuran ini dilakukan untuk lebih memahami

cara-cara pengukuran dan jenis-jenis alat ukur serta cara pembacaan pada skala

alat ukur ini.

Praktikum ini dilakukan dengan menggunakan empat jenis alat ukur yaitu

micrometer, jangka sorong, dial indicator, dan bevel protactor. Pada alat ukur

micrometer untuk mengukur diameter luar. Jangka sorong untuk mengukur

diameter dalam dan kedalaman. Bevel protactor untuk mengukur sudut. Dial

indicator untuk mengukur toleransi perbedaan kerataan. Pengukuran ini dilakukan

sebanyak lima kali percobaan.

Setelah praktikum ini, maka hasil yang diharapkan adalah berupa nilai dari

diameter luar, diameter dalam, kedalaman, sudut, dan kedataran.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam perkembangan industri yang semakin pesat sekarang ini, masalah-

masalah yang muncul juga semakin kompleks. Agar industri dapat menyelesaikan

masalah yang muncul di industri perlu ketersediaan peralatan pengukuran yang

sekaligus ditunjang oleh SDM yang mampu mengoperasikan peralatan

pengukuran dengan baik dan sesuai standar penggunaan alat.

Oleh karena itu perlu dilakukan praktikum pengukuran teknik ini untuk

memberikan pengetahuan kepada mahasiswa agar mampu menggunakan dan

melakukan pengukuran pada beberapa alat ukur seperti micrometer, jangka

sorong, dial indicator dan bevel protactor.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun Perumusan masalah dalam praktikum pengukuran teknik ini adalah:

1. Bagaimana mampu menggunakan berbagai jenis alat ukur yaitu

micrometer, jangka sorong, dial indicator dan bevel protector dengan baik

dan benar.

2. Bagaimana mampu menetapkan ukuran benda ukur berdasarkan hasil

pengukuran dengan berbagai jenis alat ukur yaitu micrometer, jangka

sorong, dial indicator dan bevel protector.

1.3 Tujuan Percobaan

Tujuan dari praktikum pengukuran teknik adalah :

1. Mampu menggunakan berbagai jenis alat ukur yaitu micrometer, jangka

sorong, dial indicator dan bevel protector dengan baik dan benar.

2. Mampu menetapkan ukuran benda ukur berdasarkan hasil pengukuran

dengan berbagai jenis alat ukur yaitu micrometer, jangka sorong, dial

indicator dan bevel protector.

1.4 Manfaat Percobaan

Batasan masalah dari praktikum pengukuran teknik adalah :

1. Peralatan atau alat ukur telah dikalibrasi dengan baik

2. Suhu ruangan dianggap sesuai dan tidak mempengaruhi hasil pengukuran

3. Meja yang digunakan pada saat pengukuran dianggap rata

4. Tidak ada getaran yang mempengaruhi hasil pengukuran

1.5 Sistematika Laporan

Adapun Sistematika Laporan Pengukuran Teknik ini adalah Bab I

Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan

masalah, tujuan praktikum, manfaat praktikum, dan sistematika laporan.

Bab II Dasar Teori berisi teori-teori pengukuran, sifat-sifat alat ukur,

faktor kesalahan pengukur, dan perbedaan presisi dan akurasi.

Selanjutnya Bab III Metodologi Percobaan berisi tentang peralatan yang

digunakan dan langkah-langkah percobaan.

Kemudian Bab IV Analisa Data dan Pembahasan berisi tentang data

acuan, data praktikan, contoh perhitungan standar deviasi dan rata-rata, dan

pembahasan.

Dan yang terakhir Bab V Kesimpulan dan Saran berisi tentang

kesimpulan dan saran.

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pengukuran

Pengukuran adalah membandingkan suatu besaran dengan besaran

standart. Alat yang digunakan pada proses pengukuran disebut alat ukur. Jenis alat

ukur yang dikenal dalam metrologi industri amat beraneka ragam, mulai dari yang

umum penggunaanya sampai dengan yang khusus dibuat untuk tujuan pengukuran

tertentu.

Alat ukur dapat diterangkan dari segi pemakaiannya, maka secara garis

besar dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Alat ukur linier langsung (direct linier measuring instrument)

2. Alat ukur linier tak langsung (indirect linier measuring instrument)

3. Alat ukur sudut (angle measuring instrument)

4. Alat ukur kedataran (horizontal aligment), kelurusan (straighness) dan kerataan

(flatness)

5. Metrologi ulir (screw thread metrology)

6. Metrologi roda gigi (gear metrology)

7. Alat ukur kebulatan (roundness) dan beberapa kesalahan bentuk (form

deviation)

8. Alat ukur kekasaran permukaan (surface roughness measuring instrument)

2.1.1 Alat Ukur dan Bagian-bagiannya

Sesuai dengan jenis pengukurannya, maka dikenal dua jenis alat ukur

linier. Yaitu alat ukur linier langsung dan alat ukur linier tak langsung. Alat ukur

linier langsung adalah alat ukur yang hasil pengukurannya dapat langsung dibaca

pada bagian penunjuk (skala) dari alat ukur tersebut. Berikut adalah jenis-jenis

dari alat ukur linier langsung :

2.1.1.1 Jangka sorong

Prinsip dari jangka sorong sama seperti mistar ukur yaitu dengan adanya

skala linier pada batangnya. Terdapat rahang ukur tetap dan rahang ukur gerak

yang berfungsi sebagai sensor untuk menjepit benda ukur sewaktu melakukan

pengukuran. Permukaan kedua rahang ukur ini dibuat sejajar dan relative kecil

untuk menghindari kesalahan ukur. Batang ukurnya dibuat kaku dengan

permukaan yang keras sehingga tidak mudah melentur dan tahan aus. Sebab

rahang ukur gerak harus menggeser pada batang ini. Pembacaan skala linier

atau skala utama dilakukan melalui garis indeks yang terletak pada peluncur

(yang bersatu dengan rahang ukur gerak) dan kecermatan pembacaannya dapat

lebih baik dari mistar ukur (lebih kecil dari 0,5 mm) karena dibantu dengan

skala nonius.

Gambar 2.1 Bagian-bagian Jangka Sorong

Bagian-bagian jangka sorong adalah terdiri dari :

1. Kunci peluncur

2. Kunci penggerak halus

3. Skala utama

4. Batang ukur

5. Penggerak halus

6. Lidah pengukur kedalaman

7. Peluncur

8. Sensor gerak (rahang ukur gerak)

9. Sensor tetap (rahang ukur tetap)

10. nonius

Pada jenis pertama, untuk pengukurannya dimensi dalam maka harga yang

dibaca pada skala linier harus ditambah dengan tebal dari ujung kedua rahang

ukur. Biasanya dengan mistar ingsut ini mempunyai kapasitas ukur sampai

dengan 150 mm. Sedangkan untuk jenis yang besar dapat sampai 1000 mm.

Kecermatan pembacaan tergantung dari skala nonius nya, dalam hal ini adalah

0,1 ; 0,05 atau 0,02 mm.

Benda ukur ditahan pada salah satu sisi/permukaannya oleh rahang ukur

tetap, kemudian peluncur digeserkan sehingga rahang ukur gerak menempel

pada sisi lainnya. Pada saat benda ukur dijepit seperti ini pengukur dapat

membaca posisi garis indeks pada skala ukur(atau lebih dahulu mistar ingsut

dikeluarkan dari benda ukur dengan hati-hati tanpa mengubah posisi rahang

ukur tetap, bila perlu dikunci, kemudian baru dibaca hasil pengukurannya.

Karena dipakai dengan cara seperti ini, permukaan batang ukur harus relatif

keras dan tahan aus dan dirancang dengan ketelitian geometrik yang tinggi.

Beberapa hal yang harus diperhatikan saat memakai jangka sorong adalah:

- Rahang ukur gerak(peluncur) harus dapat meluncur pada batang ukur dengan

baik tanpa bergoyang

- Periksa kedudukan nol serta kesejajaran permukaan kedua rahang dengan

cara mengatupkan rahang

- Benda ukur sedapat mungkin jangan diukur hanya dengan menggunakan

ujung rahang ukur(harus agak kedalam)

- Tekanan pengukuran jangan terlampau kuat yang bisa melenturkan rahang

ukur ataupun lidah ukur

- Pembacaan skala nonius mungkin dilakukan setelah mistar ingsut diangkat

dari objek ukur dengan hati-hati (setelah peluncur dimatikan)

2.1.1.2 Mikrometer

Mikrometer merupakan alat ukur linier yang mempunyai kecermatan yang

lebih baik daripada jangka sorong. Pada micrometer mempunyai kecermatan

sampai 0,01 mm. Kadang adapula yang dibuat dengan kecermatan 0,0005 mm;

0,002 mm; 0,001 mm dan bahkan sampai 0,0005mm, meskipun demikian

karena keterbatasan dari ketelitian pembuatan ulir yang merupakan komponen

utama dari sistem pengubah ini, maka derajat kepercayaan atau hasil

pengukuran akan turun apabila mikrometer tersebut mempunyai kecermatan

yang lebih kecil dari 0,005 mm.

Komponen terpenting dari mikrometer adalah ulir utama. Dengan

memutar silinder putar satu kali maka poros ukur akan bergerak linier

sepanjang satu kisar sesuai dengan kisar(pitch) dari ulir utama(biasanya 0,5

mm). Meskipun ulir utama ini dibuat dengan teliti akan tetapi kesalahan selalu

ada. Untuk membatasi kesalahan komulatif kisar maka biasanya panjang dari

ulir utama(jarak gerak dari poros ukur) hanya dibuat sampai 25mm.

Gambar 2.2 Bagian-bagian Micrometer

Beberapa hal yang perlu diperhatikan sewaktu menggunakan mikrometer

adalah sebagai berikut :

1. Permukaan benda ukur dan mulut ukur dari mikrometer harus

dibersihkan terlebih dahulu.

2. Sebelum dipakai kedudukan nol dari mikrometer harus diperiksa

3. Bukalah mulut ukur sampai sedikit melebihi dimensi objek ukur.

Apabila dimensi tersebut cukup lebar maka poros ukur dapat

digerakkan dengan cara menggelindingkan silinder putar

4. Benda ukur dipegang dengan tangan kiri dan mikrometer dengan

tangan kanan

5. Pada waktu mengukur, maka penekanan poros ukur pada benda ukur

tidak boleh terlalu keras sehingga memungkinkan adanya deformasi

dari benda ukur maupun alat ukurnya sendiri

Mikrometer dibuat dalam berbagai bentuk yang masing-masing

mempunyai kegunaan tertentu. Beberapa jenis mikrometer adalah sebagai

berikut :

1. Mikrometer luar (outside micrometer)

2. Mikrometer indicator (indicating micrometer)

3. Mikrometer batas (limit micrometer)

4. Mikrometer bangku (bench micrometer)

5. Mikrometer dalam (inside mikrometer)

6. Dan lain-lain

2.1.1.3 Dial Indicator (Jam Ukur)

Dial indikator(jam ukur) merupakan alat ukur pembanding yang banyak

digunakan dalam industri permesinan, bagian produks maupun pada bagian

pengukuran. Prinsip kerjanya adalah secara mekanis, dimana gerakan linier

dari sensor dirubah menjadi gerakan putaran dari jarum penunjuk pada piringan

yang berskala dengan perantaraan batang bergigi dan susunan roda gigi.

Gambar 2.3 Dial Indicator dan Bagian-bagiannya

Pegas koil berfungsi sebagai penekan batang bergigi sehingga sensor

selalu menekan kebawah, sedangkan pegas spiral berfungsi sebagai penekan

sistem tranmisi roda gigi sehingga permukaan gigi yang berpasangan selalu

menekan pada sisi yang sama untuk kedua arah putaran guna menghindari

backlash yang terjadi karena profil gigi yang tidak sempurna atau karena

keausan.

Kecermatan pembacaan skala adalah 0,01 ; 0,005 atau 0,002 mm dengan

kapasitas ukur yang berbeda, misalnya 20, 10, 5, 2 atau 1 mm. Untuk kapasitas

ukur yang besar biasanya dilengkapi dengan jam kecil pada piringan jam yang

besar, dimana satu putaran penuh dari jarum yang besar adalah sesuai dengan

satu angka dari jam yang kecil.

Dalam pemakaiannya, jam ukur dipasangkan pada dudukan. Tinggi sensor

disesuaikan dengan tinggi nominal dari produk yang akan diperiksa

dimensinya. Dalam proses produksi, jam ukur dapat dipasang pada mesin

perkakas pada tempat dan posisi tertentu sedemikian rupa sehingga pada saat

permesinan hampir berakhir maka melalui jam ukur gerakan perkakas potong

relaif terhadap benda kerja dapat dibaca oleh operator sehingga proses

permesinan dapat dihentikan tepat pada waktunya.

2.1.1.4 Bevel Protector (Busur Bilah)

Bevel protector adalah alat ukur sudut antara dua permukaan benda ukur

dengan kecermatan lebih kecil dari satu derajat.

Gambar 2.4 Bevel Protractor dan Bagian-bagiannya

Bagian-bagian utama dari bevel protector adalah :

Badan atau piringan dasar. Berupa lingkaran penuh berdiameter +-

55mm. Permukaan bawahnya rata dan tepi permukaan atasnyaterdapat

skala 0o – 90o ; 0o – 90o (skala kiri dan skala kanan)

Pelat dasar, bersatu dengan piringan dasar. Panjang, lebar dan tebalnya

+- 90x15x7mm. Sisi kerjanya diatas dan lurus serta toleransi kerataan

0,01mm

Piringan indeks. Titik pusat putarannya berhimpit dengan pusat piringan

dasar. Terdapat garis indeks dan skala nonius, biasanya dengan

kecermatan sampai 5menit, kadang dilengkapi pemutar halus.

Bilah Utama. Dapat diatur kedudukannya dengan kunci yang ada pada

piringan indeks. Dimensi +- 150/300x13x12mm. Kedua ujungnya

menyudut 45o dan 60o, kedua tepi dibuat lurus dan toleransi kerataan 0,02

; 0,03 mm untuk seluruh panjang

Piringan indeks dapat berputar bersama-sama dengan bilah utama dan dapat

dikunci kedudukannya terhadap piringan dasar untuk memudahkan pembacaan

skala. Busur bilah universal mempunyai bilah bantu yang dipasang tegak lurus,

sehingga memudahkan pengukuran. Jenis yang lain memakai sistem optis untuk

pembacaan skala, sehingga kecermatannya sampai 2menit.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemakaian bevel protector :

1. Permukaan benda ukur dan permukaan kerja bevel protector harus bersih

2. Bidang dari bevel protector harus berimpit atau sejajar sudut yang diukur

3. Sisi kerja dari pelat dasar dan salah satu sisi dari bilah utama harus betul-

betul berimpit dengan permukaan benda ukur

Harga sudut dibaca pada kedudukan bilah utama berimpit dengan permukaan

ukur, atau kunci terlebih dahulu piringan indeks kemudian baru dibaca harga

sudut dengan cara memiringkan busur bilah untuk mempermudah pembacaan

skala noniusnya.

Pemakaian bevel protector(busur bilah) adalah sebagai berikut :

Posisi bilah utama terhadap pelat dasar adalah tegak lurus

Diputar kebalikan jarum jam

- Digunakan skala nonius kanan

- Sudut yang terbaca adalah dari bilah utama ke pelat dasar kebalikan jarum

jam

- Sudut pelurus adalah dari pelat dasar ke bilah utama, kebalikan jarum jam

Diputar searah jarum jam

- Digunakan skala nonius kiri

- Induk yang terbaca adalah dari bilah utama ke pelat dasar, searah jarum

jam

- Sudut pelurus adalah dari pelat dasar ke bilah utama, searah jarum jam

2.2 Sifat-sifat Alat Ukur

Setiap alat ukur mempunyai sifat yang bermacam-macam, dibawah ini ada

beberapa sifat yang umum dimiliki oleh alat ukur, antara lain :

1. Tracebility (mampu ukur)/ kalibrasi

Kalibrasi/ peneraan mencocokkan harga-harga(bukan satu harga) yang

tercantum pada alat ukur dengan harga-harga yang standart(harga sebenarnya)

Kalibrasi diwajibkan bagi alat ukur yang :

- Baru selesai dibuat(baru sama sekali)

- Telah lama dipakai (karena aus)

2. Sensitivity

Kemampuan alat ukur untuk merasakan dan menunjukkan suatu perbedaan

yang relatif kecil dari harga yang diukur (yang dideteksi sensor)

3. Readibility (kemudahan baca)

Kemampuan alat ukur (bagian penunjuk) untuk menunjukkan harga dengan

jelas dan berarti sehingga menghindarkan salah baca.

Usahanya antara lain :

- Garis skala, garis indeks, jarum penunjuk dipertipis

- Pemakaian skala linier, skala nonius

- Jarak garis skala cukup terpisah dengan jelas

4. Floating (pengambangan)

Jarum berubah-ubah posisinya dengan cepat ( angka paling akhir penunjuk

digital berubah-ubah) karena adanya gangguan pada sensor (getaran) dan noise

pada sistem getaran. Proses pengukuran harus bebas getaran (sangat

berpengaruh pada komparator peka)

5. Histerisis

Perbedaan harga(sistematik) hasil proses pengukuran yang dilakukan secara

kontinu/berurutan dalam dua arah yang berbeda (dari skala nol maksimum

nol)

6. Passivity, kelambatan reaksi

Keterlambatan reaksi, sensor berubah posisi(kecil) tetapi jarum penunjuk tetap

diam(benda ukur berubah) atau sensor berubah posisi, tetapi jarum penunjuk

terlambat bereaksi

7. Zero stability

Kestabilan nol, kemampuan jarum penunjuk untuk kembali ke posisi semula

bila benda ukur diambil

8. Kepresisian

Ketepatan, hasil pengukuran yang didapatkan sama setelah diulang secara

identik

9. Keakuratan

Ketika diukur ulang nilainya hampir sama.

2.3 Faktor Kesalahan Pengukuran

Pada saat proses pengukuran, tidak selalu hasil yang didapatkan itu akurat.

Hal ini biasanya disebabkan karena adanya kesalahan rambang, yaitu ditentukan

dengan melakukan pengukuran berulang-ulang. Kesalahan rambang ini misalnya

adalah :

1. Penyimpangan yang berasal dari benda ukur

Peralatan belum dikalibrasi dengan baik, kerataan dan kesejajaran sensor

2. Penyimpangan yang berasal dari posisi pengukuran

Kesalahan kosinus: karena pengambilan posisi pengukuran yang salah,

garis pengukuran membuat sudut terhadap garis dimensi

3. Penyimpangan yang berasal dari kondisi lingkungan

Misalnya: cahaya, kotor/debu, getaran, temperatur

2.4 Perbedaan Presisi dan Akurasi

2.4.1. Presisi

Presisi adalah istilah untuk menggambarkan tingkat kebebasan alat

ukur dari kesalahan acak. Jika pengukuran individual Dilakukan berulang-

ulang, maka sebran hasil pembacaan akan berubah-ubah disekitar nilai

rata-ratanya. Presisi tinggi dari alat ukur tidak mempunyai implikasi

terhadap akurasi pengukuran. Alat ukur yang mempunyai presisi tinggi

belum tentu alat ukur tersebut mempunyai akurasi tinggi. Akurasi rendah

dari alat ukur yang mempunyai presisi tinggi pada umum nya disebabkan

oleh bias dari pengukuran, yang bisa dihilangkan dengan kalibrasi. Dua

istilah yang mempunyai arti mirip dengan presisi adalah repeatability dan

reproducibility. Repeability digunakan untukmenggambarkan kedekatan

(closeness) keluaran pembacaan bila dimasukkan yang sama digunakan

secara berulang-ulang pada periode waktu yang singkat pada kondisi dan

lokasi pengukuran yang sama, dan dengan alat ukur yang sama.

Reproducibility digunakan untuk menggambar kedekatan (closeness)

keluaran pembacaan bila masukan yang sama digunakan secara

berulangulang. Persamaa pada keduanya adalah menggambarkan sebaran

keluaranpembacaan induvidual untuk masukan yang sama. Sebaran

akanmengacu pada repeatability bila kondisi pengukurannya tetap,

danakan mengacu reproducibility kondisi pengukurannya berubah.Derajat

repeatability dan reproducibility dlm. pengukuran hanyamerupakan

alternatif untuk mengekspresikan presisi dari sebuah alat ukur.

2.4.2 Akurasi

Akurasi pengukuran atau pembacaan adalah istilah yang sangat

relatif. Akurasi didefinisikan sebagai beda atau kedekatan (closeness)

antara nilai yang terbaca dari alat ukur dengan nilai sebenarnya. Dalam

eksperiman, nilai sebenarnya yang tidak pernah diketahui diganti dengan

suatu nilai standar yang diakui secara konvensional. Secara umum akurasi

sebuah alat ukur ditentukan dengan cara kalibrasi pada kondisi operasi

tertentu dandapat diekspresikan dalam bentuk plus-minus atau presentasi

dalam skala tertentu atau pada titik pengukuran yang spesifik. Semua alat

ukur dapat diklasifikasikan dalam tingkat atau kelas yang berbeda-beda,

tergantung pada akurasinya. Sedang akurasi dari sebuah sistem tergantung

pada akurasi Individual elemen pengindra primer, elemen skunder dan alat

manipulasi Yang lain.

TAMBAH DIAGARAM RADAR!!!!!!!!!!!!!!!

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Peralatan Percobaan

Peralatan yang digunakan pada percobaan ini adalah :

1. Micrometer

2. Jangka sorong

3. Dial indicator

4. Bevel protector

3.2 Langkah Percobaan

3.2.1 Micrometer

1. Alat ukur yang dipakai ditentukan ketelitiannya

2. Permukaan benda ukur dan mulut ukur harus dibersihkan terlebih dahulu

3. Kedudukan titik nol dari micrometer diperiksa, alat disetel terlebih dahulu

4. Mulut ukur dibuka sampai melebihi dimensi benda ukur. Poros ukur

digunakan untuk membuka mulut ukur.

5. Pada waktu mengukur, penekanan poros ukur pada benda ukur tidak boleh

terlalu keras. Pembatas momen putar digunakan ke titik poros untuk

mencapai benda ukur

6. Pengukuran dilakukan dan dicatat pada lembar data

7. Pengukuran dilakukan sampai 5 kali pengambilan data

3.2.2 Jangka Sorong

1. Kecermatan dari jangka sorong yang digunakan ditentukan sebelum

dilakukan pengukuran

2. jJangka sorong dan benda yang akan diukur dibersihkan sebelum

dilakukan pengukuran

3. Sebelum jangka sorong digunakan dipastikan skala nonius dapat bergeser

dengan bebas

4. Angka “0” dipastikan pada kedua skala bertemu dengan tepat

5. Sewaktu mengukur benda yang diukur diusahakan sedekat mungkin

dengan skala utama.

6. Jangka sorong ditempatkan tegak lurus dengan benda yang diukur

7. Tekanan pengukuran tidak boleh terlalu kuat, karena akan menyebabkan

terjadinya pembengkokan pada rahang ukur maupun pada lidah pengukur

kedalaman

8. Baut pengunci dikencangkan agar rahang tidak bergeser, tetapi tidak boleh

terlalu kuat karena bisa menimbulkan keruusakan alat ukur

9. Pengukuran diameter luar, diameter dalam dan kedalaman dilakukan

10. Hasil pengukuran dicatat pada lembar data

11. Langkah 10-11 diulangi sebanyak 5 kali untuk masing-masing pengukuran

3.2.3 Dial Indicator

Gambar 3.1 Skema Dial Indicator

1. Alat diset seperti gambar

2. Pengukuran ketinggian benda ukur pada suatu titik dilakukan

3. Hasil pengukuran dicacat pada lembar data

4. Langkah 1-2 diulangi sebanyak 5 kali

3.2.4 Bevel Protector

Gambar 3.2 Bevel Protractor

1. Pengukuran dilakukan seperti sudut a pada benda seperti pada gambar

2. Hasil pengukuran dicacat pada lembar data

Langkah 1-2 diulangi sebanyak 5 kali

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Acuan

Data acuan yang digunakan untuk melakukan analisa data dan pembahasan

adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Data Acuan

4.2 Data Praktikan

4.2.1 Jangka Sorong

A. Diameter Luar

Tabel 4.2 Data Praktikan Jangka Sorong (diameter luar)

PraktikanDiameter luar

Khafid Iga Esty Alfons Rifqy Sariadi Tari data acuan1 63.55 63.7 63.6 63.55 63.6 63.55 63.55 63.62 63.55 63.7 63.7 63.7 63.55 63.55 63.55 63.63 63.55 63.8 63.55 63.75 63.6 63.55 63.6 63.64 63.55 63.8 63.7 63.8 63.6 63.55 63.55 63.65 63.55 63.7 63.6 63.7 63.65 63.55 63.6 63.6

B. Diameter Dalam

Tabel 4.3 Data Praktikan Jangka Sorong (diameter dalam)

PraktikanDiameter dalam

Khafid Iga Esty Alfons Rifqy Sariadi Taridata acuan

1 56.4 56.1 56.1 56.4 56.1 56.4 56.4 56.452 56.35 56.1 56.2 56.1 56.2 56.35 56.35 56.453 56.2 56.2 56.2 55.3 56.2 56.4 56.5 56.454 56.35 56.25 56.1 56.5 56.4 56.4 56.4 56.455 56.35 56.2 56.2 56.3 56.2 56.4 56.3 56.45

No Jenis Pengukuran Data Acuan

1 Jangka SorongDiameter luar 63.60 mmDiameter dalam 56.45 mmKedalaman 41.00 mm

4 Mikrometer Diameter luar 5.43 mm5 Bevel Protractor 140ᵒ 50’ = 140,83ᵒ6 Dial Indicator 670 μm

C. Kedalaman

Tabel 4.3 Data Praktikan Jangka Sorong (kedalaman)

PraktikanKedalaman

Khafid Iga Esty Alfons Rifqy Sariadi Tari data acuan1 40.85 39.4 40.9 40.85 40.75 40.85 40.75 412 40.8 40.2 40.8 40.85 40.6 40.9 41.15 413 40.8 39.45 40.8 40.9 40.7 40.85 41 414 40.85 40.25 40.8 40.95 40.75 40.85 40.85 415 40.85 39.45 40.9 41 40.75 40.85 40.85 41

4.2.2 Mikrometer

Tabel 4.4 Data Praktikan Mikrometer Jangka Sorong (diameter luar)

Praktikan Khafid Iga Esty Alfons Rifqy Sariadi Taridata acuan

1 5.44 5.44 5.44 5.4 5.42 5.42 5.44 5.432 5.44 5.44 5.44 5.45 5.43 5.43 5.44 5.433 5.44 5.44 5.44 5.44 5.42 5.42 5.44 5.434 5.45 5.44 5.44 5.44 5.42 5.42 5.43 5.435 5.44 5.43 5.43 5.45 5.42 5.42 5.45 5.43

4.2.3 Bevel Protactor

Tabel 4.5 Data Praktikan Bevel protactor (sudut)

Praktikan Khafid Iga Esty Alfons Rifqy Sariadi Taridata acuan

1 140.5 140.5 140.75 140.33 140.5 140.67 140.42 140.832 140.16 140.916 140.67 140.5 140.5 140.58 140.5 140.833 140.5 140.916 140.75 140.31 140.58 140.67 140.5 140.834 140.16 140.916 140.75 140.16 140.5 140.58 140.33 140.835 140.16 140.916 140.67 140.5 140.41 140.58 140 140.83

4.2.4 Dial Indikator

Tabel 4.6 Data Praktikan Dial Indikator

Praktikan Khafid Iga Esty Alfons Rifqy Sariadi Taridata acuan

1 675 676 678 689 682 677 665 6702 678 676 676 689 674 675 665 6703 677 677 677 674 681 676 664 6704 674 676 678 676 680 677 668 6705 678 679 678 674 681 676 670 670

4.3 Contoh PerhitunganContoh perhitungan menggunakan data dari praktikan Iga

4.3.1 Percobaan jangka sorong

4.3.1.1 Diameter luar

Mean

= x1 + x2 + x3 + x4 + x5

n

= 63.7+ 63.7+ 63.8+ 63.8+ 63.7

5

= 63.74(0.0548)

Standar Deviasi

= 0.07155

Ditulis lengkap

4.4 Pembahasan

4.4.1 Jangka Sorong

4.4.1.1 Diameter Luar

a. Grafik

b. One Sample T

Hipotesis

Ho : miyu1 = data acuan

H1 : miyu 1 tidak sma dengan data acuan

c. One Way ANOVA

Hipotesis

Ho : miyu1 = miyu 2= miyu3= miyu ke n

H1 : salah satu miyu ada yang tidak sma

d. Pembahasan

Paragraph 1 : pembahsan grafik (hasil grafik dibuat paragraph), axis name nya pengukuran keberapa, ordinat namenya hasil

Paragraph 2 : pembahasan b, mean dan standar deviasi, hipotesis dibhas, siapa saja yang paling teliti dan paling tepat, siapa saja yang paling tidak teliti dan tidak tepat

Paragraph 3 : pembahsan c, dilihat P value, hipotesis dibahas, data bisa dikatakan seragam atau tidak dilhat dari harga P value

Paragraph 4 : factor2 kesalahan yang mungkin terjadi selama praktikum (misalnya kenapa data tidak seragam?), pengertian ho dan h1, nama praktikan yg datanya diterima dan ditolak berdasarkan one sample T

P< alfa maka Ho ditolak

P> alfa maka Ho diterima

Mean untuk acuan teliti atau tidak

Standar Deviasi acuan presisi atau tidak

One sample T pendekatan data praktikan dengan data acuan

ANOVA keseragaman data antara praktikan