PENGAWASAN BADAN KOORDINASI PROMOSI DAN...

109
PENGAWASAN BADAN KOORDINASI PROMOSI DAN PENANAMAN MODAL DAERAH (BKPPMD) PROVINSI JAWA BARAT DALAM KEGIATAN INVESTASI PENANAM MODAL ASING (PMA) DAN PENANAM MODAL DALAM NEGERI (PMDN) DI PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Ujian Sidang Sarjana Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran RIZKI WAHYU MOCH AZHAR 170411080003 UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN JATINANGOR 2012

Transcript of PENGAWASAN BADAN KOORDINASI PROMOSI DAN...

PENGAWASAN BADAN KOORDINASI PROMOSI DAN PENANAMAN

MODAL DAERAH (BKPPMD) PROVINSI JAWA BARAT

DALAM KEGIATAN INVESTASI PENANAM MODAL ASING (PMA)

DAN PENANAM MODAL DALAM NEGERI (PMDN)

DI PROVINSI JAWA BARAT

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Ujian Sidang Sarjana

Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Padjadjaran

RIZKI WAHYU MOCH AZHAR

170411080003

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

JATINANGOR

2012

2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Dalam proses pembangunan suatu negara, terdapat banyak aspek penting

yang harus diperhatikan dan dimengerti. Dari segala aspek yang ada, aspek

ekonomi mempunyai pengaruh yang cukup besar. Di dalam aspek ekonomi, ada

banyak variabel yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Salah satu

variabel yang memiliki pengaruh terhadap pembangunan ekonomi di suatu negara

adalah investasi.

Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

produksi. Pada posisi semacam ini investasi pada hakekatnya juga merupakan

langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal

mempengaruhi tinggi rendahnya. pertumbuhan ekonomi dan mencerminkan

marak atau lesunya perekonomian. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian

setiap Negara senantiasa menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi.

Indonesia merupakan Negara berkembang, oleh karena itu di dalam usaha

peningkatan perekonomiannya dibutuhkan modal dan investasi yang besar. Modal

tersebut dapat disediakan oleh pemerintah dan masyarakat luas termasuk orang

asing yang berdiam di Negara ini.

3

Untuk mempercepat pembangunan ekonomi daerah dan mewujudkan

kedaulatan politik dan ekonomi diperlukan peningkatan penanaman modal untuk

mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan

modal yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Disamping

menggali sumber pembiayaan asli daerah, pemerintah daerah juga mengundang

sumber pembiayaan luar negeri salah satunya adalah Penanaman Modal Asing

Langsung (Foreign Direct Investment).

Dalam perkembangannya pemerintah Indonesia terus memperbaharui

berbagai peraturan untuk lebih mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif

dan untuk penguatan daya saing perekonomian nasional dan daerah serta

mempercepat peningkatan penanaman modal yang dituangkan dalam Undang-

Undang No 1 Tahun 1967 jo Undang-Undang No 11 Tahun 1967 tentang

Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-undang No 6 Tahun 1968 jo

Undang-Undang No 12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri

(PMDN), hingga diperbaharui dengan Undang-Undang No 25 Tahun 2007

tentang Penanaman Modal, Provinsi Jawa Barat masih menjadi primadona pilihan

investor untuk menanamkan modalnya, baik penanaman modal asing maupun

penanaman modal dalam negeri. Hal ini dikarenakan Provinsi Jawa Barat secara

geografis mempunyai letak yang sangat strategis, kekayaan alam yang cukup

memadai, dan kebijakan pemerintah yang pro bisnis sehingga mendorong investor

untuk melaksanakan kegiatan ekonominya.

Provinsi Jawa Barat mempunyai daya tarik penanaman modal baik asing

maupun dalam negeri, yaitu ditandai dengan perkembangan investasi PMA dan

4

PMDN yang masih cukup menggembirakan, selama 5 tahun terakhir yaitu tahun

2005 sampai dengan tahun 2009 berdasarkan Surat Persetujuan yang diterbitkan

oleh pemerintah sebagai tahap perencanaan investasi. Terdapat 2.098 proyek

PMA dengan nilai investasi Rp 98,78 Triliun dan 381 proyek PMDN dengan nilai

investasi Rp 69,15 Triliun. Gambaran kuantitatif ini menunjukan beban dan bobot

kewenangan penanaman modal di Jawa Barat cukup besar, yang berarti kegiatan

PMA dan PMDN juga cukup tinggi di Jawa Barat, sehingga diperlukan

pengelolaan secara kelembagaan yang bersifat koordinatif. Pengelolaan kegiatan

Penanaman Modal secara koordinatif tersebut di Provinsi Jawa Barat menjadi

wewenang dan tanggung jawab Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman

Modal Daerah Provinsi Jawa Barat (BKPPMD Provinsi Jawa Barat). Proyek-

proyek perencanaan penanaman modal selama 5 tahun yang cukup besar itu, dapat

memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat apabila

proyek-proyek tersebut direalisasikan sesuai dengan Peraturan Perundang-

undangan yang berlaku.

Agar proyek-proyek PMA dan PMDN yang telah direncanakan oleh

investor dapat direalisasikan dengan baik, maka Pemerintah Daerah dalam hal ini

BKPPMD Provinsi Jawa Barat harus mampu memfasilitasi secara optimal dan

professional. Sesuai dengan kedudukan dan fungsinya BKPPMD Provinsi Jawa

Barat berkewajiban melakukan fungsi pengawasan terhadap proyek PMA dan

PMDN di Provinsi Jawa Barat melalui kegiatan pengendalian dan pembinaan

sejak proyek PMA dan PMDN tersebut mendapat Surat Persetujuan pemerintah

sampai dengan tahap komersil. Dengan kegiatan pengawasan ini diharapkan

5

proyek-proyek PMA dan PMDN dalam melakukan kegiatan ekonominya sesuai

dengan ketentuan penanaman modal.

Realisasi pelaksanaan fungsi pengawasan proyek-proyek investasi PMA

dan PMDN sangat kompleks dikarenakan sifat penanaman modal yang multi

sektoral dan lintas sektoral serta bersifat koordinatif sehingga memerlukan

kerjasama yang baik antara pemangku kewenangan baik ditingkat Provinsi

maupun tingkat Kabupaten/Kota bahkan bila diperlukan berkoordinasi dengan

pemangku kewenangan ditingkat pusat, dalam rangka memecahkan

permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh para investor dalam

merealisasikan proyeknya.

Dalam awal penelitian ditemukan suatu permasalahan terutama Dalam

pelaksanaan kegiatan pengendalian dan pembinaan masih terdapat banyak hal

yang menjadi kendala bagi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal

Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat diantaranya yang paling mendasar

belum adanya petunjuk teknis yang dimiliki oleh pemerintah daerah, adanya

otonomi daerah yang mewarnai kelembagaan investasi di Kabupaten/Kota yang

berbeda-beda kondisi ini mengakibatkan lemahnya koordinasi sering terjadi

mutasi pegawai di Kabupaten/Kota khususnya aparatur penanaman modal

sehingga mengakibatkan kurang memahami wawasan dan pengetahuan tentang

penanaman modal, peraturan daerah yang membebani para investor sehingga

biaya ekonomi menjadi tinggi. Kesadaran investor untuk menyampaikan LKPM

berkisar antara 4-6%. Kompleksnya permasalahan tersebut merupakan tantangan

yang harus disikapi dengan penuh kesungguhan, cermat, teliti dan professional

6

oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat sehingga fungsi pengawasan yang dilakukan

terhadap proyek-proyek PMA dan PMDN dapat berjalan secara efektif dan

efisien.

Dari permasalahan yang dipaparkan diatas maka diperlukan suatu

Pengawasan yang teliti, cermat, dan professional oleh Badan Koordinasi Promosi

dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat (BKPPMD Provinsi Jawa

Barat) dalam bidang penanaman modal supaya memberikan kontribusi terhadap

pertumbuhan ekonomi khususnya Provinsi Jawa Barat.

Dengan berbagai paparan yang telah dikemukakan di atas maka saya

sebagai peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai pengawasan Badan

Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa

Barat. Dengan mengambil tema tersebut, peneliti menetapkan judul penelitian

sebagai berikut “PENGAWASAN BADAN KOORDINASI PROMOSI DAN

PENANAMAN MODAL DAERAH (BKPPMD) PROVINSI JAWA BARAT

DALAM KEGIATAN INVESTASI PENANAMAN MODAL ASING (PMA)

DAN PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI (PMDN) DI PROVINSI

JAWA BARAT”.

7

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat di identifikasikan ruang

lingkup pembahasan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengawasan preventif yang dilakukan oleh Badan Koordinasi

Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat

dalam kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman

Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat?

2. Bagaimana pengawasan represif yang dilakukan oleh Badan Koordinasi

Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat

dalam kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman

Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat?

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui,

mengumpulkan data dan menganalisis sejauh mana pengawasan BKPPMD

Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan investasi PMA/PMDN di Provinsi Jawa

Barat. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisi pengawasan preventif yang

dilakukan oleh Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah

(BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan investasi Penanaman

Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di

Provinsi Jawa Barat.

8

2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis pengawasan refersif yang

dilakukan oleh Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah

(BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan investasi Penanaman

Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di

Provinsi Jawa Barat.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini bagaimanapun juga diharapkan berguna baik secara

teoritis maupun secara praktis. Dengan kata lain kegunaan teoritis berarti hasil

penelitian memberikan kontribusi secara teoritis bagi pengembangan ilmu

pengetahuan dan secara praktis berarti hasil penelitian memberikan kontribusi

dalam pengambilan kebijakan guna perbaikan ke depan.

Lebih jauh lagi mengenai kegunaan penelitian ini, diantaranya sebagai

berikut:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

terhadap perkembangan dan pendalaman studi ilmu pemerintahan.

Khususnya tentang pengawasan yang dilakukan oleh Badan Koordinasi

Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat

dalam kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman

Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan

masukan dan evaluasi yang bermanfaat bagi Badan Koordinasi Promosi

dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat,

9

khususnya mengenai peningkatan pengawasan kegiatan investasi

Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri

(PMDN) di Provinsi Jawa Barat.

1.5. Kerangka Pemikiran

Dari sejumlah fungsi manajemen, pengawasan merupakan salah satu fungsi

yang sangat penting dalam pencapaian tujuan manajemen itu sendiri. Fungsi

manajemen lainnya seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan tidak akan

dapat berjalan dengan baik apabila fungsi pengawasan ini tidak dilakukan dengan

baik. Demikian pula halnya dengan fungsi evaluasi terhadap pencapaian tujuan

manajemen akan berhasil baik apabila fungsi pengawasan telah di lakukan dengan

baik.

Pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaanpekerjaan

terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki

(Ranupandojo, 1990 : 109). Pengawasan mempunyai hubungan yang erat dengan

fungsi manajemen lainnya, terutama dengan fungsi perencanaan. Oleh karena itu

Herbert G. Hicks dalam (Ulbert Silalahi) mengatakan bahwa pengawasan adalah

berhubungan dengan :

1. Perbandingan kejadian-kejadian dengan rencana-rencana

2. Melakukan tindakan-tindakan korektif yang perlu terhadap kejadian-

kejadian yang menyimpang dari rencana-rencana.

(Silalahi,1992:175)

10

Sedangkan Sondang P. Siagian dalam (Ulbert Silalahi) mengemukakan

pengertian pengawasan yaitu proses pengamatan dari pada pelaksanaan seluruh

kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang dilakukan

berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan (Silalahi, 1992:175).

Dari beberapa defenisi yang di kemukakan di atas dapat di tarik

kesimpulan bahwa: pengawasan adalah proses untuk menjaga agar kegiatan

terarah menuju pencapaian tujuan seperti yang direncanakan dan bila ditemukan

penyimpangan-penyimpangan diambil tindakan koreksi. Pelaksanaan kegiatan

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan memerlukan pengawasan, agar

perencanaan yang telah disusun dapat dilasksanakan dengan baik.

Pengawasan yang dilakukan adalah bermaksud untuk mendukung

kelancaran pelaksanaan kegiatan sehingga dapat terwujud daya guna, hasil guna,

dan tepat guna sesuai rencana dan sejalan dengan itu, untuk mencegah secara dini

kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan.

Sedangkan menurut Masry mengemukakan beberapa fungsi pengawasan

sebagai berikut:

1. Mempertebal rasa tanggung jawab terhadap pejabat yang diserahi tugas

dan wewenang dalam pelaksanaan pekerjaan.

2. Mendidik para pejabat agar mereka melaksanakan pekerjaan sesuai

dengan prosedur yang telah ditentukan. (Masry,2004:62)

Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, penyelewengan, kelalaian, dan

kelemahan, agar tidak terjadi kerugian yang tidak diinginkan. Adapun tujuan

pengawasan seperti yang dikemukakan oleh Usman menyatakan tujuan

pengawasan adalah sebagai berikut:

11

1. Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan,

penyelewengan, pemborosan, hambatan.

2. Mencegah terulang kembalinya kesalahan, penyimpangan,

penyelewengan,

pemborosan dan hambatan.

3. Meningkatkan kinerja lembaga

4. Melakukan tindakan koreksi terhadap kesalahan-kesalan yang

dilakukan dalam pencapain kinerja yang baik.

(Usman,2001:400)

Sementara itu, menurut Masry menyatakan tujuan pengawasan adalah

sebagai berikut:

1. Mencegah dan memperbaiki kesalahan,penyimpangan, ketidaksesuaian

dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan.

2. Agar pelaksanaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah

ditetapkan sebelumnya.

(Masry,2004:61)

Pencapaian tujuan lembaga agar sesuai dengan yang diharapkan maka

fungsi pengawasan harus dilakukan sebelum terjadinya penyimpangan-

penyimpangan sehingga lebih bersifat mencegah dibandingkan dengan tindakan-

tindakan pengawasan yang sesudah terjadinya penyimpangan. Oleh karena itu,

tujuan pengawasan adalah menjaga hasil pelaksanaan kegiatan sesuai dengan

rencana, ketentuan-ketentuan dan instruksi yang telah ditetapkan benar-benar

diimplementasikan, sebab pengawasan yang baik akan tercipta tujuan organisasi.

Dari uraian di atas dapatlah kita ambil kesimpulam bahwa pada dasarnya

pengawasan bertujuan untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan yang terjadi

nantinya dapat digunakan sebai pedoman untuk mengambil kebijakan guna

mencapai sasaran yang optimal.

Langkah-langkah yang dilakukan selama proses pengawasan menurut

Schermerhorn dalam Ernie dan Saefullah antara lain:

12

1. Penetapan standar: Tujuan yang ingin dicapai organisasi bisnis atau

organisasi harus ditetapkan dengan jelas dan lengkap pada saat

perencanaan dibuat.

2. Penilaian kinerja: Upaya untuk membandingkan kinerja yang dicapai

dengan tujuan dalam standar yang telah ditetapkan semula.

3. Tindakan koreksi: Tindakan yang dilakukan organisasi apabila

organisasi mengalami masalah dan mencari jawaban mengapa

masalah tersebut terjadi.

(Saefullah, 2005:317)

Sedangkan Taliziduhu Ndraha menyatakan bahwa proses pengawasan

biasanya meliputi dua kegiatan utama, yaitu :

1. Pengawasan preventif

Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum

pekerjaan mulai dilaksanakan, misalnya dengan mengadakan

pengawasan terhadap persiapan rencana kerja, rencana anggaran,

rencana penggunaan tenaga dan sumber-sumber lainnya.

2. Pengawasan represif

Pengawasan refresif adalah pengawasan yang dilakukan setelah

pekerjaan atau kegiatan tersebut dilaksanakan, hal ini kita ketahui

melalui audit dengan pemerikasaaan terhadap pelaksanaan pekerjaan

di tempat dan meminta laporan pelaksanaan kegiatan.

(Ndaraha 2011:201)

Selanjutnya pendapat dari beberapa para ahli yaitu dari Hasibuan

membagi macam proses pengawasan sebagai berikut

1. Preventive Control, adalah pengawasan yang dilakukan sebelum

kegiatan dilakukan dengan maksud supaya tidak terjadi

penyimpangan-penyimpangan. Hal ini bisa dilakukan dengan beberapa

cara yaitu :

a. Membuat peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tatacara

suatu kegiatan atau dibuat tata tertib.

b. Membuat pedoman-pedoman kerja

c. Menetapkan sanksi-sanksi terhadap pembuat kesalahan

d. Menentukan kedudukan, tugas, wewenang dan tanggungjawab

e. Mengorganisasikan segala macam kegiatan

f. Menentukan sistem koordinasi pelaporan dan pemeriksaan.

2. Repressive Control, ialah pengawasan yang dilakukan setelah terjjadi

penyimpangan/kesalahan dalam pelaksanaan kegiatan, dengan maksud

agar tidak terjadi pengulangan kesalahan, sehingga sasaran yang

direncanakan dapat tercapai. Hal ini dapat dilakukan dengan cara-cara

berikut :

13

a. Membandingkan hasil-hasil kegiatan dengan rencana yang telah

ditentukan.

b. Mencari penyebab terjadinya penyimpangan, kemudian mencari

jalan keluarmya.

c. Memberikan penilaian terhadap hasil kegiatan, termasuk kegiatan

para penanggungjawabnya.

d. Melaksanakan sanksi yang telah ditentukan terhadap pembuat

kesalahan.

e. Menilai kembali prosedur-prosedur yang telah ditentukan.

f. Mengecek kebenaran laporan yang dibuat oleh para petugas

pelaksana.

(Hasibuan, 1985:221)

Agar dapat efektif setiap pengawasan harus memenuhi kriteria tertentu.

Kriteria penting bagi pengawasan yang baik menurut pendapat Ranupandojo yaitu

1. Informasi yang akan diukur harus akurat

2. Pengawasan harus dilakukan tepat waktu disaat penyimpangan

diketahui

3. Sistem Pengawasan yang dipergunakan harus mudah dimengerti oleh

orang lain

4. Pengawasan harus dititik beratkan pada kegiatan-kegiatan strategis

5. Harus bersifat ekonomis, artinya biaya pengawasan harus lebih kecil

dibandingkan dengan hasilnya

6. Pelaksanaan pengawasan sesuai dengan struktur organisasi

7. Harus sesuai dengan arus kerja atau sesuai dengan sistem dan

prosedur yang dilaksanakan dalam organisasi

8. Harus luwes dalam menghadapi perubahan-perubahan yang ada

9. Bersifat memerintah dan dapat dikerjakan oleh bawahan

10. Sistem pengawasan harus dapat diterima dan dimengerti oleh semua

anggota organisasi

(Ranupandojo,1990 : 114)

Dalam kegiatan suatu organisasi, pengawasan sangat penting dalam upaya

mendorong disiplin guna mencapai mutu kerja yang tinggi. Pengawasan bagi

pimpinan merupakan proses pemantauan kegiatan untuk menjaga bahwa kegiatan

tersebut memang dilaksanakan terarah dan menuju kepada pencapaian tujuan

yang direncanakan. Pegawai yang tidak mempunyai komitmen terhadap tujuan

organisasi dan mudah terganggu dalam bekerja membutuhkan pengawasan yang

14

tinggi. Pengawasan disini meliputi ukuran atau standar pekerjaan, penilaian

terhadap pekerjaan, perbandingan antara hasil pekerjaan dengan ukuran atau

standar pekerjaan, dan perbaikan atas penyimpangan. Dimana pengawasan

dilaksanakan guna tercapainya kelancaran kerja agar semua rencana yang telah

ditetapkan dapat terealisasi dengan baik.

Dengan adanya pengawasan yang baik dimungkinkan akan meningkatkan

disiplin kerja pegawai. Karena disiplin kerja merupakan salah satu faktor yang

sangat penting bagi terciptanya suatu tujuan organisasi. Dan dengan adanya

kedisiplinan diharapkan pekerjaan akan dilaksanakan seefektif mungkin, bilamana

kedisiplinan tidak dilaksanakan maka kemungkinan tujuan yang telah ditetapkan

tidak dapat tercapai secara efektif dan efesien. Disiplin kerja ini dapat diukur

dengan adanya disiplin waktu, disiplin peraturan, dan disiplin tanggung jawab.

Pengawasan adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan

kedisiplinan pegawai. Melalui pengawasan secara efektif, dimaksudkan agar para

pegawai tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan. Tingkat kesalahan dan

pelanggaran yang terjadi dapat ditekan sekecil mungkin dengan adanya sikap

disiplin dalam diri para pegawai, karena seketat apapun pengawasan yang

dilakukan oleh pihak pimpinan jika dalam diri pegawai tersebut tidak mempunyai

sikap disiplin maka akan sulit untuk bekerja sesuai aturan. Disinilah perlunya

pengawasan untuk mendukung disiplin kerja pegawai agar lebih efektif. Sebab

disiplin disini berarti ketaatan pegawai terhadap aliran atau pengaturan organisasi.

15

Sedangkan pengawasan berarti mencegah adanya penyimpangan,

keterlambatan kerja, kesalahpahaman dan penyelewengan kerja. Dengan demikian

apabila pengawasan dilakukan secara teratur dan kontinyu maka penyimpangan

kerja dapat dihindari yang berarti disiplin kerja dapat terus dipertahankan dan

ditingkatkan dalam kegiatan instansi.

Berdasarkan apa yang dikemukakan di atas, maka disusun anggapan dasar

sebagai berikut :

1. Pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan pekerjaan

terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang

dikehendaki,

2. Pengawasan dilakukan melalui dua kegiatan utama yaitu : Pengawasan

preventif atau pengawasan sebelum terjadi dan Pengawasan represif atau

pengawasan sesudah terjadi,

3. Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan investasi PMA

dan PMDN dapat dilihat melalui pengawasan preventif atau pengawasan

sebelum kegiatan pengawasan investasi PMA dan PMDN dan pengawasan

represif atau pengawasan sesudah kegiatan pengawasan investasi PMA dan

PMDN.

Berdasarkan anggapan dasar tersebut, Untuk mempermudah pemahaman

terhadap kerangka pemikiran diatas maka disederhanakan ke dalam model

penelitian pada gambar berikut :

16

Gambar 1.1 Model Penelitian

1.6. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu proses kegiatan mencari kebenaran secara

sistematis dalam jangka waktu tertentu dengan menggunakan metode ilmiah serta

aturan-aturan yang berlaku. Metode penelitian pada dasarnya mengungkapkan

sejumlah cara yang diatur secara sistematis, logis, rasional, berencana, dan

mengikuti konsep ilmiah, sebelum atau sesudah mengumpulkan data diharapkan

mampu menjawab secara ilmiah rumusan masalah yang telah ditetapkan.

Pengawasan Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal

Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam Kegiatan

investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman

Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat.

Pengawasan Preventif:

a. Membuat peraturan-peraturan yang

berhubungan dengan tatacara suatu

kegiatan atau dibuat tata tertib.

b. Membuat pedoman-pedoman kerja

c. Menetapkan sanksi-sanksi terhadap

pembuat kesalahan

d. Mengorganisasikan segala macam

kegiatan

e. Menentukan sistem koordinasi

pelaporan dan pemeriksaan.

(Ndraha 2011:201)

Pengawasan Represif:

a. Membandingkan hasil-hasil kegiatan

dengan rencana yang telah ditentukan b. Mencari penyebab terjadinya

penyimpangan c. Memberikan penilaian terhadap hasil

kegiatan, termasuk kegiatan para

penanggungjawabnya.

d. Melaksanakan sanksi yang telah

ditentukan terhadap pembuat

kesalahan.

e. Mengecek kebenaran laporan yang

dibuat oleh para petugas pelaksana.

(Ndraha 2011:201)

17

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan

kualitatif. Maksudnya adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar

dan bukan angka-angka. Disamping itu, semua data yang dikumpulkan

kemungkinan dapat menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Dengan

demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi

gambaran dari objek penelitian.

Proses pendekatan kualitatif dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan

aturan berpikir yang akan digunakan dalam penelitian. Asumsi dan aturan berpikir

tersebut selanjutnya diterapkan secara sistematis dalam pengumpulan dan

pengolahan data untuk memberikan penjelasan dan argumentasi. Dalam penelitian

kualitatif informasi yang dikumpulkan dan diolah harus tetap obyektif dan tidak

dipengaruhi oleh pendapat peneliti sendiri.

Oleh karena itu metode deskriptif secara sederhana merupakan metode

penelitian yang hanya memaparkan situasi ataupun peristiwa. Dalam penelitian

deskriptif penulis terjun ke lapangan dengan tanpa dibebani atau diarahkan oleh

teori, Penulis tidak bermaksud untuk menguji teori, penulis juga bebas mengamati

objeknya, menjelajah, dan menemukan wawasan baru karenanya menurut Rahmat

bahwa :“Metode deskriptif digunakan untuk melahirkan teori-teori tentative,

karenanya metode deskriptif dasarnya adalah mencatat teori, bukan menguji teori”

(Rahmat 2002 :24-26).

Metode desktiptif digunakan karena merode ini ideal dalam penelitian

yang dilakukan peneliti, karena pebulis diberi kebebasan untuk mengamati objek

dalam hal ini peranan Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah

18

(BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam rangka pengawasan kegiatan investasi

Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

di Provinsi Jawa Barat.

Penelitian kualitatif banyak diterapkan dalam penelitian historis atau

deskriptif. Bodgan dan Taylor yang dikutip oleh Moleong berpendapat bahwa

“pendekatan kualitatif sebagai posedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

dapat diamati ”(Moleong, 2000:4).

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan karena perumusan gejala-gejala,

informasi-informasi atau keterangan-keterangan mengenai peran BKPPMD

Provinsi Jawa Barat dalam rangka pengawasan kegiatan investasi PMA/PMDN di

Provinsi Jawa Barat dilakukan melalui kajian atau telaah terhadap situasi dan

kondisi serta sistem gagasan para pelaku yang terlibat di dalamnya. Dengan

demikian dalam penelitian ini, peneliti ingin menggambarkan suatu peran Badan

Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa

Barat dalam rangka pengawasan kegiatan investasi Penanaman Modal Asing

(PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat.

Maka jenis penelitian yang paling tepat adalah jenis kualitatif dengan metode

deskriptif, dimana data akan lebih berbentuk kata-kata.

Menurut Kirk dan Miller yang dikutip dalam buku J. Moleong bahwa:

“Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu

pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari

pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam

peristilahannya” (Moleong : 2000 : 11 ).

19

Dengan demikian data yang dikumpulkan adalah non kuantitatif atau

tanpa statistik tapi data yang dikumpulkan berupa kata-kata, berisi kutipan-

kutipan data, yang data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara di

lapangan, dokumen pribadi, catatan pribadi dan dokumen resmi lainnya.

1.6.1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Suatu

hal yang penting dalam penulisan karya ilmiah hasil penelitian adalah data-data

dan informasi dari segala objek yang akan diteliti sehingga penulisan tersebut

menjadi objektif, rasional, dan faktual.

Guna memperoleh keterangan dan fakta-fakta yang lengkap dari keadaan

empirik dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan beberapa teknik

pengumpulan data, yaitu sebagai berikut :

1. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui

penelaahan beberapa literatur, teori-teori, dokumen-dokumen, surat kabar, serta

sumber tertulis lain yang berkaitan atau relevan terhadap objek penelitian.

Menurut Moh. Nazir dalam bukunya yang berjudul “Metode Penelitian”

mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan Studi kepustakaan adalah teknik

pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku,

literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya

dengan masalah yang dipecahkan” (Nazir, 1999:111).

20

2. Studi Lapangan

Studi lapangan adalah pengumpulan data dengan cara mengumpulkan dan

menyeleksi data yang diperoleh di tempat penelitian. Studi lapangan ini dilakukan

dengan teknik :

a. Wawancara

Mohammad Nazir menjelaskan bahwa:“Wawancara adalah proses

memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab

sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si

penjawab atau responden dengan alat yang dinamakan interview guide

(panduan pewawancara)”(Nazir, 1999:234).

Dengan kata lain wawancara yaitu mengadakan aktivitas tanya

jawab secara langsung kepada responden. Cara ini dilakukan untuk

menambah data-data diperlukan dari narasumber atau mereka yang

mengetahui secara jelas masalah apa yang akan ditanyakan oleh penulis

(Nazir, 1999: 235).

Dari beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa wawancara

adalah pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab, teknik

pengumpulan data yang dilakukan penulis melalui wawancara yaitu

teknik pengumpulan data yang diperoleh yaitu dengan melakukan tanya

jawab langsung kepada narasumber. Narasumber yang dapat memberi

informasi dalam penelitian kualitatif disebut informan.

21

b. Observasi

Observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan

secara sistematis terhadap gejala yang dapat diartikan sebagai

pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang

tampak pada objek penelitian (Sugiyono, 2005: 166).

Kegiatan observasi yang dilakukan penulis dalam penelitian ini

yaitu dengan melakukan kegiatan pengamatan dan pencatatan dalam hal

peranan Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah

(BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam rangka pengawasan kegiatan

investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam

Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat.

1.6.2 Teknik Pengambilan Informan

Teknik pengambilan informan merupakan salah satu aspek dari metode

penelitian. Pengambilan informan erat hubungannya dengan wawancara. Dalam

hal ini Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian sambil bertatap muka, dengan tanya jawab antara pewawancara dengan

informan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Dalam hal ini wawancara dilakukan kepada informan yang diambil

berdasarkan teknik purposive, yang berarti informan ditentukan berdasarkan dari

tujuan dan kebutuhan. Dalam hal ini Teknik purposive, Sugiyono (2005;53-54)

menyatakan bahwa :

22

”Purposive Sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data

dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini misalnya, orang

tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang akan kita harapkan atau

mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti

menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti” (Sugiyono,2005;53-54).

Dari kondisi tersebut, maka para narasumber yang akan diwawancarai oleh

penulis dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Table 1.1 Kriteria Informan

No. Informan Informasi yang ingin diperoleh Jumlah

informan

1. Kasubag Pengendalian Pengawasan BKPPMD kegiatan

investasi PMA dan PMDN di Provinsi

Jawa Barat

1

2. Kasubag Data dan

Laporan

Pengawasan BKPPMD kegiatan

investasi PMA dan PMDN di Provinsi

Jawa Barat

1

3. Pimpinan PMA Pengawasan BKPPMD kegiatan

investasi PMA dan PMDN di Provinsi

Jawa Barat

1

4. Pimpinan PMDN Pengawasan BKPPMD kegiatan

investasi PMA dan PMDN di Provinsi

Jawa Barat

1

Jumlah 4

(Sumber: Diolah oleh Penulis, 2011)

1.6.3 Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif, teknik analisa data yang lebih banyak

dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data, sesuai dengan metode penelitian

deskriptif dengan pendekatan kualitatif, maka analisa data dilakukan sepanjang

penelitian. Analisa data bertujuan untuk menyederhanakan data kedalam bentuk

yang lebih sederhana sehingga mudah dibaca dan dipahami sehinga kesimpulan

dapat diambil secara tepat dan sistematis.

23

Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Nasution

mengemukakan bahwa analisis data dan penafsiran data dapat diuraikan sebagai

berikut :

“Analisis adalah proses menyusun dan menggabungkan data ke dalam pola,

tema, kategori, sedangkan penafsiran adalah memberikan makna kepada

analisis, menjelaskan pola atau kategori, dan mencari hubungan antara

beberapa konsep. Penafsiran menggambarkan perspektif peneliti bukan

kebenaran. Analisis dan penafsiran data dalam penelitian kualitatif pada

dasarnya bukan merupakan hal yang berjalan bersama, keduanya dilakukan

sejak awal penelitian.” (Nasution, 1996:126).

Analisis data dilakukan agar data yang telah diperoleh akan lebih

bermakna. Analisis data merupakan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk

yang lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan.

Bagdan dan Biklen menjelaskan analisis data adalah proses mencari secara

sistematis dan mengatur catatan wawancara, catatan lapangan, dan rider lain yang

dihimpun untuk menggiring pengertian. Analisis tersebut melibatkan kerja dengan

data, mengaturnya, memisahkan ke dalam unit-unit yang dapat dikelola,

memadukannya, mencari-cari pola memenuhi hal-hal penting dan apa yang

diketahui dan memutuskan apa yang akan disampaikan kepada orang lain.

Untuk menyajikan data agar lebih bermakna dan mudah difahami, maka

langkah analisis data pada penelitian ini digunakan analisis model interaktif

(Interactive Model Analysis) dari Miles dan Huberman (1984:21–23).

Dalam penelitian ini setelah pengumpulan data maka kegiatan analisis

dilakukan dengan mengikuti pola interaksi antara reduksi data, display data, dan

penarikan kesimpulan atau verifikasi.

24

Gambar 1.2 Analisis Model Interaktif

(Miles dan Huberman, 2004: 23)

Tahap-tahap tersebut merupakan kegiatan yang harus diperhatikan dalam

analisis data kualitatif. Kegiatan pengumpulan data, reduksi data, penyajian dan

penarikan kesimpulan/verifikasi dalam analisis model interaktif merupakan siklus

interaktif dalam pengertian analisis kualitatif merupakan upaya yang berlanjut,

berulang dan terus menerus.

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Badan Koordinasi Promosi dan

Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat. Adapun penelitian

direncanakan dari bulan Maret 2011 sampai dengan November 2011,

sebagaimana yang tergambar pada table berikut:

Reduksi Data

Verifikasi/

Kesimpulan

Sajian Data

Pengumpulan Data

25

Table 1.2 Waktu Penelitian dan Penyusunan Skripsi

No Kegiatan

2011 2012

4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

1. Studi Kepustakaan

2. Studi Pendahuluan

3 Penelitian Lapangan

4 Pengolahan dan Analisis

Data

5 Penyusunan Laporan

6. Seminar UP

7. Seminar Draft

8. Sidang

(Sumber: Diolah oleh Penulis, 2011)

26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemerintahan

2.1.1 Pengertian Pemerintahan

Pemerintah mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakat.

Sebagai pihak yang menyelenggarakan pemerintahan, tentunya banyak hal yang

mesti dilakukan oleh pemerintah. Definisi pemerintah menurut Ndraha :

“Pemerintah adalah organ yang berwenang memproses pelayanan publik

dan berkewajiban memproses pelayanan sipil bagi setiap orang melalui

hubungan pemerintahan, sehingga setiap anggota masyarakat yang

bersangkutan menerimanya pada saat diperlukan, sesuai dengan tuntutan

(harapan) yang diperintah” (Ndraha,2003:6)

Secara etimologi kata Pemerintahan berasal dari kata “Perintah” yang

kemudian mendapat imbuhan sebagai berikut:

1. Mendapat awalan “Pe” menjadi kata “Pemerintah” berarti badan atau

organ elit yang melakukan pekerjaan mengurus suatu Negara.

2. Mendapat akhiran “An” menjadi kata “Pemerintahan berarti perihal,

cara, perbuatan atau urusan dari badan yang berkuasa dan memiliki

legitimasi.

Di dalam kata dasar “Perintah” paling sedikit ada empat unsure penting

yang terkandung didalamnya yaitu sebagai berikut:

1. Ada dua pihak yaitu yang memerintah disebut Pemerintah dan pihak

yang di perintah disebut rakyat.

2. Pihak yang memerintah memiliki kewenangan dan pihak legitimasi

untuk mengatur dan mengurus rakyat.

3. Hal yang di perintah memiliki keharusan untuk taat kepada Pemerintah

yang sah.

27

4. Antara pihak yang memerintah dengan pihak yang di perintah terhadap

hubungan timbale balik secara horizontal

(Inu Kencana Syafi’ie,2001:3)

Pengertian pemerintahan menurut Bayu Surianingrat, dalam bukunya yang

berjudul Mengenal Ilmu Pemerintahan adalah sebagai berikut: “Pemerintahan

adalah perbuatan atau cara urusan memerintah, misalnya pemerintahan yang adil,

pemerintahan demokrasi, pemerintahan diktator dan lain sebagainya”

(Surianingrat, 1990:11)

Definisi Pemerintahan lainnya yang dikemukakan oleh Taliziduhu Ndraha

dalam bukunya berjudul Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) I sebagai

berikut:

“Pemerintahan adalah sebuah system multiproses yang bertujuan

memenuhi dan melindungi kebutuhan dan tuntutan yang diperintah akan

jasa layanan civil. Tuntutan yang diperintah berdasarkan berbagai posisi

yang dipegangnya, misalnya sebagai sovereign, sebagai pelanggan,

consumer, yang tidak berdaya dan sebagainya. Pada dasarnya, proses-

proses itu kumulatif; proses demand-supply, pembelian (penerimaan)

penggunaan dan evaluasi-feadback (feedforward).” (Ndraha, 2003:5).

Selanjutnya menurut Ramlan Surbakti membedakan antara pemerintah dan

pemerintahan. Pemerintah merupakan aparat yang menyelenggarakan tugas dan

kewenangan Negara. Kemudian istilah pemerintahan itu sendiri pengertiannya

dapat dikaji atau ditinjau dari tiga aspek :

1. Ditinjau dari aspek kegiatan (dinamika), pemerintahan berarti segala

kegiatan atau usaha yang terorganisasikan, bersumber pada kedaulatan dan

berlandaskan pada dasar Negara,

2. Ditinjau dari aspek struktural fungsional, pemerintahan memandang arti

seperangkat fungsi negara, yang satu sama lain saling berhubungan secara

fungsional, dan melaksanakan fungsinya atas dasar-dasar tertentu demi

tercapainya tujuan Negara,

3. Ditinjau dari aspek tugas dan kewenangan Negara, maka pemerintahan

berarti seluruh tugas dan kewenangan Negara.

28

(Ramlan Surbakti, 1992:168)

Dari Definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pemerintah merupakan

organisasi yang memiliki tugas dan kewenangan tertentu, salah satunya adalah

proses pelayanan publik. Pelayanan publik dilakukan oleh pemerintah adalah

untuk mensejahterakan masyarakat.

2.1.2 Fungsi Pemerintahan

Menurut Taliziduhu Ndraha dalam bukunya Kybernology Sebuah

Rekontruksi Ilmu Pemerintahan mengutip pendapat Ryaas Rasyid

mengungkapkan: “Ada tiga fungsi pemerintahan yaitu pelayanan (service),

pemberdayaan (empowerment), dan pembangangunan (development).’ (Ndraha,

2005:58).

Selain pendapat tersebut, Talidziduhu Ndaraha dalam bukunya yang sama

menyatakan bahwa ada dua macam fungsi pemerintahan yaitu:

Pertama, pemerintahan mempunyai fungsi primer atau fungsi pelayanan

sebagai provider jasa dan yang tidak diprivatisasikan termasuk jasa

hankam dan layanan sipil termasuk layanan birokrasi.

Kedua, pemerintah mempunyai fungsi sekunder atau fungsi pemberdayaan

sebagai provider kebutuhan dan tuntutan yang diperintah akan barang-

barang dan jasa yang mereka tidak mampu penuhi sendiri karena masih

lemah dan tidak berdaya, termasuk penyediaan dan pembangunan sarana

dan prasarana. (Ndraha, 2005:78).

Sedangkan menurut Ryaas Rasyid, menyatakan bahwa ada tiga macam

fungsi hakiki pemerintahan yaitu: pelayanan (service), pemberdayaan

(empowerment), dan pembangunan (development).(Rasyid, 2000:59) Pelayanan

akan membuahkan keadilan dalam masyarakat, pemberdayaan akan mendorong

29

kemandirian masyarakat, dan pembangunan akan menciptakan kemakmuran

dalam masyarakat.

2.2 Pemerintahan Daerah

Definisi Pemerintahan Daerah berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 tentang

pemerintahan daerah pasal 1 ayat 2 adalah sebagai berikut:

“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh

pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam system

dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud

dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945”.

Melihat definisi pemerintahan daerah seperti yang telah dikemukakan

diatas, maka yang pemerintahan daerah disini adalah penyelenggaraan daerah

otonom oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi dan

unsure penyelenggara pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota

dan Perangkat daerah

Sedangkan menurut S Pamudji dalam bukunya kerjasama antar daerah

dalam rangka membina wilayah menyebutkan, bahwa yang dimaksud dengan

Pemerintahan Daerah adalah: “Pemerintahan Daerah adalah daerah otonom

diselenggarakan secara bersama-sama oleh seorang kepala wilayah yang sekaligus

merupakan kepala daerah otonom (Pamudji,1985:15).

Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan diatas, maka pengertian dari

Pemerintahan Daerah pada dasarnya sama yaitu suatu kegiatan antara pihak yang

berwenang memberikan perintah dalam hal ini pemerintah dengan menerima dan

melaksanakan perintah tersebut dalam hal ini masyarakat.

30

Pemerintah Daerah memperoleh pelimpahan wewenang pemerintahan

umum dari pusat, yang meliputi wewenang mengambil setiap tindakan untuk

kepentingan rakyat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Urusan pemerintahan umum yang dimaksud sebagian berangsur-angsur

diserahkan kepada pemerintah daerah sebagai urusan rumah tangga daerahnya,

kecuali yang bersifat nasional untuk menyangkut kepentingan umum yang lebih

luas.

2.3 Pengawasan

2.3.1 Pengartian Pengawasan

Dari sejumlah fungsi manajemen, pengawasan merupakan salah satu fungsi

yang sangat penting dalam pencapaian tujuan manajemen itu sendiri. Fungsi

manajemen lainnya seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan tidak akan

dapat berjalan dengan baik apabila fungsi pengawasan ini tidak dilakukan dengan

baik. Demikian pula halnya dengan fungsi evaluasi terhadap pencapaian tujuan

manajemen akan berhasil baik apabila fungsi pengawasan telah di lakukan dengan

baik.

Istilah pengawasan dalam bahasa Inggris disebut controlling, yang oleh

Dale (dalam Winardi, 2000:224) dikatakan bahwa: “concept of control rovides a

historical record of what has happened and provides date the enable the

executive to take corrective steps ”. (Winardi, 2000:224). Hal ini berarti bahwa

pengawasan tidak hanya melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil

kegiatan mengawasi, tetapi juga mengandung arti memperbaiki dan

meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang

31

direncanakan. More (dalam Winardi, 2000:226) menyatakan bahwa: “there’s

many a slip between giving works, assignments to men and carrying them out. Get

reports of what is being done, compare it with what ought to be done, and do

something about it if the two aren’t the same”. (Winardi, 2000:224).

Dengan demikian pengawasan pada hakekatnya merupakan tindakan

membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang

diinginkan (das sollen). Hal ini disebabkan karena antara kedua hal tersebut sering

terjadi penyimpangan, maka tugas pengawasan adalah melakukan koreksi atas

penyimpangan tersebut.

Pengawasan merupakan fungsi manajerial yang keempat setelah

perencanaan, pengorganisasian, dan pengarahan. Sebagai salah satu fungsi

manajemen, mekanisme pengawasan di dalam suatu organisasi memang mutlak

diperlukan. Pelaksanaan suatu rencana atau program tanpa diiringi dengan suatu

sistem pengawasan yang baik dan berkesinambungan, jelas akan mengakibatkan

lambatnya atau bahkan tidak tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditentukan.

Pengertian tentang pengawasan sangat beragam dan banyak sekali

pendapat para ahli yang mengemukakannya, namun demikian pada prinsipnya

kesemua pendapat yang dikemukan oleh para ahli adalah sama, yaitu merupakan

tindakan membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil

yang diinginkan (das sollen), yang dilakukan dalam rangka melakukan koreksi

atas penyimpangan yang terjadi dalam kegiatan manajemen. Berikut beberapa

pengertian tentang pengawasan dari para ahli:

32

Sejalan dengan itu, Silalahi mengutip pendapat Herbert G. Hicks yang

mendefinisikan pengawasan sebagai berikut: “Berhubungan dengan (1)

perbandingan kejadian-kejadian dengan rencana-rencana dan (2) melakukan

tindakan-tindakan koreksi yang perlu terhadap kejadian-kejadian yang

menyimpang dari rencana”. (Silalahi, 1992: 175).

Dari pengertian diatas, dapat dilihat bahwa pengawasan bertujuan agar

rencana yang telah ditetapkan agar dipantau pelaksanaannya, sehingga bila ada

penyimpangan atau kesalahan agar dapat dikoreksi atau diperbaiki agar

pelaksanaannya sesuai dengan rencana semula.

Mockler (dalam Certo dan Certo, 2006:480) menyebutkan pengawasan

sebagai :

“Controlling is a systematic effort by business management to compare

performance to predetermined standard, plans, or objectives to determine

whether performance is in line with theses standards and presumably to

take any remedial action required to see that human and other corporate

resources are being used in the most effective and efficient way possible in

achieving corporate objectives”. (Certo dan Certo 2006:480)

Konsep pengawasan dari Mockler di atas, menekankan pada tiga hal, yaitu

(1) harus adanya rencana, standard atau tujuan sebagai tolak ukur yang ingin

dicapai, (2) adanya proses pelaksanaan kerja untuk mencapai tujuan yang

diinginkan, (3) adanya usaha membandingkan mengenai apa yang telah dicapai

dengan standard, rencana, atau tujuan yang telah ditetapkan, dan (4) melakukan

tindakan perbaikan yang diperlukan. Dengan demikian konsep pengawasan dari

Mockler ini terlihat bahwa ada kegiatan yang perlu direncanakan dengan tolak

ukur berupa kriteria, norma-norma dan standar, kemudian dibandingkan, mana

yang membutuhkan koreksi ataupun perbaikan-perbaikan.

33

Siagian (1990:107) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan

pengawasan adalah: “Proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan

organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan

berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.” (Siagian

1990:107). Ciri terpenting dari konsep yang dikemukan oleh Siagian ini adalah

bahwa pengawasan hanya dapat diterapkan bagi pekerjaan yang sedang berjalan

dan tidak dapat diterapkan untuk pekerjaan yang sudah selesai dilaksanakan

Sedangkan menurut Terry (dalam Winardi, 1986:395) juga berpendapat

tentang pengertian pengawasan ini, ia mengatakan bahwa:

“Pengawasan berarti mendeterminasi apa yang dilaksanakan, maksudnya

mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakan-

tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana. Jadi

pengawasan dapat dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan dan

mengoreksi penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas

yang direncanakan”. (Winardi 1986:395)

Sementara menurut Lembaga Administrasi Negara (1996:159)

mengungkapkan bahwa:

“Pengawasan adalah salah satu fungsi organik manajemen, yang

merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin

bahwa tujuan dan sasaran serta tugas organisasi akan dan telah terlaksana

dengan baik sesuai dengan rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan-

ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku”. (LAN 1996:159)

Berdasarkan pendapat dari LAN di atas, tampak bahwa subjek yang

melakukan pengawasan adalah pimpinan. Hal senada juga ditegaskan oleh

Koontz, et. al. (dalam Hutauruk, 1986:195) bahwa :”Fungsi pengendalian harus

dilaksanakan oleh tiap-tiap manajer, mulai dari direktur sampai pengawas”.

(Hutauruk 1986:195)

34

Pengawasan sebagai fungsi manajemen sepenuhnya adalah tanggung

jawab setiap pimpinan pada tingkat mana pun. Hakikat pengawasan adalah untuk

mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan,

penyelewengan, hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan

sasaran serta pelaksanaan tugas organisasi.

Kemudian Handayaningrat mengemukakan pendapatnya tentang maksud

dan tujuan dari pengawasan itu sendiri adalah: “Untuk mencegah atau untuk

memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidak sesuaian, penyelewengan, dan

lainnya yang tidak sesuai dengan tugas dan wewenang yang telah ditentukan”.

(Handayaningrat 1994:143)

Farland seperti yang dikutip oleh Handayaningrat, memberikan definisi

pengawasan sebagai berikut: “Suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui

apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai

dengan rencana, perintah, tujuan atau kebijaksanaan yang telah ditentukan”

(Handayaningrat, 1994: 143)

Pengertian lain dikemukakan oleh Soejamto yang mengutip pendapat G.R.

Terry yang mengatakan: “Pengawasan adalah untuk menentukan apa yang ingin

dicapai, mengadakan evaluasi atasnya, dan mengambil tindakan-tindakan korektif

bila diperlukan untuuk menjamin agar hasilnya sesuai dengan rencana” (Soejamto,

1986:18).

Suryaningrat menjelaskan bahwa : “Pengawasan adalah suatu proses yang

menentukan tentang apa yang harus dikerjakan, agar apa yang diselenggarakan

sejalan dengan rencana” (Suryaningrat, 1980:107).

35

Dari kedua pengertian pengawasan tersebut, ada kesamaan bahwa

keduanya menyoroti pengertian pengawasan dari aspek yang sama, yaitu

pengawasan atas pelaksanaan pekerjaan agar sesuai dengan rencana yang telah

ditetapkan sebelumnya.

Dari beberapa defenisi yang di kemukakan di atas dapat di tarik

kesimpulan bahwa:

1) Pengawasan adalah merupakan proses kegiatan yang terus-menerus di

laksanakan untuk mengetahui pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan,

kemudian di adakan penilaian serta mengoreksi apakah pelaksanaannya

sesuai dengan semestinya atau tidak.

2) Selain itu Pengawasan adalah suatu penilaian yang merupakan suatu

proses pengukuran dan pembandingan dari hasil-hasil pekerjaan yang

nyata telah di capai dengan hasil-hasil yang seharusnya di capai. Dengan

kata lain, hasil pengawasan harus dapat menunjukkan sampai di mana

terdapat kecocokan atau ketidakcocokan serta mengevaluasi sebab-

sebabnya.

Akan tetapi kalau di terjemahkan begitu saja istilah controlling dari bahasa

Inggris, maka pengertiannya lebih luas dari pengawasan yaitu dapat diartikan

sebagai pengendalian, padahal kedua istilah ini berbeda karena dalam

pengendalian terdapat unsur korektif. Istilah pengendalian berasal dari kata

kendali yang berarti mengekang atau ada yang mengendalikan. Jadi berbeda

dengan istilah pengawasan, produk langsung kegiatan pengawasan adalah untuk

36

mengetahui sedangkan kegiatan pengendalian adalah langsung memberikan arah

kepada objek yang di kendalikan.

Dalam pengendalian kewenangan untuk mengadakan tindakan korektif itu

sudah terkandung di dalamnya, sedangkan dalam pengertian pengawasan tindakan

korektif itu merupakan proses lanjutan. Pengendalian adalah pengawasan

ditambah tindakan korektif. Sedangkan pengawasan adalah pengendalian tanpa

tindakan korektif. Namun sekarang ini pengawasan telah mencakup kegiatan

pengendalian, pemeriksaan, dan penilaian terhadap kegiatan.

Sementara Mockler (dikutip Stoner & Freeman dalam Wilhelmus dan

Molan 1994:241) mengatakan bahwa:

“Pengendalian adalah suatu upaya yang sistematis untuk menetapkan

standard kinerja dengan sasaran perencanaan, merancang sistem

umpan?balik informasi, membandingkan kinerja sesungguhnya dengan

standard yang terlebih dahulu ditetapkan itu, menentukan apakah ada

penyimpangan dan mengukur signifikansi penyimpangan tersebut, dan

mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa

semua sumber daya perusahaan tengah digunakan sedapat mungkin

dengan cara yang paling efektif dan efisien guna tercapainya sasaran

perusahaan”. (Wilhelmus dan Molan 1994:241)

Sedangkan berdasarkan Peraturan Kepala BKPM RI No 13 tahun 2009

yang dimaksud pengendalian pelaksanaan penanaman modal adalah:

Melaksanakan pemantauan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan

penanaman modal sesuai dengan hak, kewajiban dan tanggung jawab penanam

modal.

37

Adapun tujuan dari pengendalian pelaksanaan penanaman modal adalah

sebagai berikut:

a. Memperoleh data perkembangan realisasi penanaman modal dan informasi

masalah dan hambatan yang dihadapi oleh perusahaan.

b. Melakukan bimbingan dan fasilitas penyelesaian masalah dan hambatan

yang dihadapi oleh perusahaan.

c. Melakukan pengawasan pelaksanaan ketentuan penanaman modal dan

penggunaan fasilitas fisckl serta melakukan tindak lanjut atas

penyimpangan yang dilakukan oleh perusahaan.

Masih dalam buku yang sama, Soejamto mengutip pendapat Henry Fayol

yang menyatakan bahwa :

“Pengawasan terdiri dari pengujian apakah segala sesuatu berlangsung

sesuai dengan rencana yang ditentukan, dengan intruksi yang telah

diberikan dan dengan prinsip-prinsip yang telah digariskan. Ia bertujuan

(mengemukakan) kelemahan-kelemahan dan kesalahan-kesalahan dengan

maksud untuk memperbaikinya kembali” (Soejamto, 1986:18).

Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa kegiatan pengawasan

bertujuan agar pengawasan dimaksudkan untuk mencegah penyimpangan-

penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan atau pekerjaan dan sekaligus

melakukan tindakan perbaikan apabila penyimpangan sudah terjadi dari apa yang

sudah direncanakan. Oleh karena pengawasan dimaksudkan agar tujuan yang

dicapai sesuai atau tidak menyimpang dari rencana yang telah ditentukan, maka

kegiatan pengawasan mengandung kegiatan pemberian bimbingan, petunjuk atau

perintah.

38

Dari definisi yang telah dikemukakan diatas, diketahui bahwa pada

dasarnya pengawasan adalah proses untuk menjamin pelaksanaan tugas dilakukan

sesuai dengan rencana, kebijaksanaan atau perintah yang telah ditetapkan.

Pengawasan ditujukan pula untuk memperbaiki penyimpangan-penyimpangan

yang terjadi, sehingga pelaksanaan tugas dapat sesuai dengan rencana yang telah

ditentukan.

Bertitik tolak dari pengertian para ahli tentang pengawasan sebagai mana

diungkapkan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud

dengan pengawasan adalah sebagai suatu proses kegiatan pimpinan yang

sistematis untuk membandingkan (memastikan dan menjamin) bahwa tujuan dan

sasaran serta tugas organisasi yang akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai

dengan standard, rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan-ketentuan yang

telah ditetapkan dan yang berlaku, serta untuk mengambil tindakan perbaikan

yang diperlukan, guna pemanfaatan manusia dan sumber daya lain yang paling

efektif dan efisien dalam mencapai tujuan perusahaan

2.3.2 Maksud dan Tujuan Pengawasan

Dalam setiap organisasi terutama dalam organisasi pemerintah pengawasan

adalah hal yang sangat penting, karena pengawasan pemerintah adalah suatu

usaha untuk menjamin adanya keserasian antara penyelenggara pemerintahan

dengan masyarakat.

Pengawasan dimaksudkan untuk mencegah atau memperbaiki kesalahan,

penyimpangan, ketidaksesuaian, ketidaktertiban, penyelewengan, pelanggaran,

39

dan lain-lainnya yang tidak sesuai dengan tugas dan wewenang serta peraturan

yang telah ditentukan sebelumnya. Jadi maksud pengawasan bukan mencari-cari

kesalahan terhadap orangnya tetapi mencari kebenaran terhadap hasil pelaksanaan

pekerjaannya agar peraturan yang dibuat sebelumnya dilaksanakan dengan

kesadaran sehingga hal-hal yang tidak diinginkan tidak akan terjadi.

Dalam hal ini juga, Pengawasan bertujuan agar hasil pelaksanaan pekerjaan

diperoleh secara berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan rencana yang telah

ditentukan sebelumnya.

Terwujudnya tujuan yang dikehendaki oleh organisasi sebenarnya tidak

lain merupakan tujuan dari pengawasan. Sebab setiap kegiatan pada dasarnya

selalu mempunyai tujuan tertentu. Oleh karena itu pengawasan mutlak diperlukan

dalam usaha pencapaian suatu tujuan. Menurut Situmorang dan Juhir dalam

bukunya yang berjudul Aspek Hukum Pengawasan Melekat dalam Lingkungan

Aparatur Pemerintah, maksud pengawasan adalah untuk :

1. Mengetahui jalannya pekerjaan, apakah lancar atau tidak

2. Memperbaiki kesalahan?kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan

mengadakan pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan-

kesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan yang baru.

3. Mengetahui apakah penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam

rencana terarah kepada sasarannya dan sesuai dengan yang telah

direncanakan.

4. Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program (fase tingkat

pelaksanaan) seperti yang telah ditentukan dalam planning atau tidak.

5. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah

ditetapkan dalam planning, yaitu standard.

(Situmorang dan Juhir 1994:22)

Sedangkan menurut Rachman dalam buku Situmorang dan Juhir juga

mengemukakan tentang maksud pengawasan, yaitu:

40

1. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan sesuai dengan

rencana yang telah ditetapkan

2. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu telah berjalan sesuai dengan

instruksi serta prinsip?prinsip yang telah ditetapkan

3. Untuk mengetahui apakah kelemahan?kelemahan serta kesulitan-

kesulitan dan kegagalan?kegagalannya, sehingga dapat diadakan

perubahan? perubahan untuk memperbaiki serta. mencegah

pengulangan kegiatan?kegiatan yang salah.

4. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien dan apakah

dapat diadakan perbaikan?perbaikan lebih lanjut, sehingga mendapat

efisiensi yang lebih benar.

(Situmorang dan Juhir 1994:22)

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa maksud pengawasan

adalah untuk mengetahui pelaksanaan kerja, hasil kerja, dan segala sesuatunya

apakah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak, serta mengukur tingkat

kesalahan yang terjadi sehingga mampu diperbaiki ke arah yang lebih baik.

Sementara berkaitan dengan tujuan pengawasan, Maman Ukas dalam

bukunya Manajemen: Konsep, Prinsip dan Aplikasi mengemukakan:

1. Mensuplai pegawai manajemen dengan informasi yang tepat, teliti dan

lengkap tentang apa yang akan dilaksanakan.

2. Memberi kesempatan pada pegawai dalam meramalkan rintangan-

rintangan yang akan mengganggu produktivitas kerja secara teliti dan

mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menghapuskan atau

mengurangi gangguan-gangguan yang terjadi.

3. Setelah kedua hal di atas telah dilaksanakan, kemudian para pegawai

dapat membawa kepada langkah terakhir dalam mencapai

produktivitas kerja yang maksimum dan pencapaian yang memuaskan

dari pada hasil yang diharapkan.

(Maman Ukas 2004:337)

Sementara itu Situmorang dan Juhir mengatakan bahwa tujuan

pengawasan adalah :

1. Agar terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang didukung

oleh suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya guna (dan

berhasil guna serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang

konstruksi dan terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat

(kontrol sosial) yang obyektif, sehat dan bertanggung jawab.

41

2. Agar terselenggaranya tertib administrasi di lingkungan aparat

pemerintah, tumbuhnya disiplin kerja yang sehat.

3. Agar adanya keluasan dalam melaksanakan tugas, fungsi atau

kegiatan, tumbuhnya budaya malu dalam diri masing?masing aparat,

rasa bersalah dan rasa berdosa yang lebih mendalam untuk berbuat hal

yang tercela terhadap masyarakat dan ajaran agama.

(Situmorang dan Juhir 1994:26)

Lebih lanjut Situmorang dan Juhir mengemukakan bahwa secara langsung

tujuan pengawasan adalah untuk:

1. Menjamin ketetapan pelaksanaan sesuai dengan rencana,

kebijaksanaan dan perintah.

2. Menertibkan koordinasi kegiatan?kegiatan

3. Mencegah pemborosan dan penyelewengan

4. Menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas barang atau jasa

yang dihasilkan

5. Membina kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan organisasi.

(Situmorang dan Juhir 1994:26)

Sementara tujuan pengawasan menurut Soekarno yang dikutip Safrudin

dalam bukunya Pemerintah Daerah dan Pembangunan, adalah:

Untuk mengetahui apakah sesuatu berjalan sesuai dengan rencana, yang

digariskan, mengetahui apakah sesuatu dilaksanakan sesuai dengan

instruksi serta asas yang ditentukan, mengetahui kesulitan dan kelemahan

dalam bekerja, mengetahui apakah sesuatu berjalan efisien atau tidak, dan

mencari jalan keluar jika ternyata dijumpai kesulitan, kelemahan, atau

kegagalan ke arah perbaikan. (Safrudin 1965:36)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diketahui bahwa pada

pokoknya tujuan pengawasan adalah:

1. Membandingkan antara pelaksanaan dengan rencana serta instruksi-

instruksi yang telah dibuat.

2. Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan, kelemahan-kelemahan atau

kegagalan serta efisiensi dan efektivitas kerja.

42

3. Untuk mencari jalan keluar apabila ada kesulitan, kelemahan dan

kegagalan, atau dengan kata lain disebut tindakan korektif.

2.3.3 Sifat-Sifat Pengawasan

Untuk lebih memperjelas pemahaman tentang pengawasan, maka perlu

kiranya penulis untuk mengemukakan sifat-sifat dari pengawasan. Siagian

mengemukakan sifat-sifat dari pengawasan sebagai berikut :

1. Fact Finding. Dalam arti bahwa pelaksanaan pengawasan harus

menemukan fakta-fakta tentang bagaimana tugas-tugas dijalankan

dalam organisasi.

2. Pengawasan harus bersifat preventif yang berarti proses pengawasan

tersebut dijalankan untuk mencegah terjadinya penyimpangan-

penyimpangan.

3. Pengawasan diarahkan ke masa sekarang yang berarti hanya dapat

ditujukan kepada kegiatan yang sedang dilaksanakan.

4. Pengawasan adalah alat untuk meningkatkan efisiensi.

5. Pengawasan sebagai alat manajemen dan administrasi, maka

pelaksanaan pengawasan itu harus mempermudah tercapainya tujuan.

6. Proses pelaksanaan pengawasan harus efisien, jangan sampai

menghambat peningkatan efisiensi.

7. Pengawasan tidak dimaksudkan untuk mencari siapa yang salah jika

ada ketidak beresan, akan tetapi untuk menemukan apa yang tidak

betul.

8. Pengawasan harus bersifat membimbing agar supaya para pelaksana

meningkatkan kemampuannya untuk melakukan tugas.

(Siagian, 1996: 137)

2.3.4 Macam-macam Pengawasan

Apabila ditinjau dari berbagai sudut pandang, maka pengawasan dapat

dibedakan menjadi beberapa macam. Macam-macam pengawasan dapat

dibedakan dalam beberapa jenis sesuai dengan aspek yang menjadi perhatian

43

utamanya. Lubis dalam buku Pengendalian dan Pengawasan dan Proyek dalam

Manajemen menyebutkan macam-macam pengawasan sebagai berikut :

1. Dilihat dari segi bidang kerja atau objek yang diawasi pengawasan-

pengawasan dibidang penjualan, produksi, pembiayaan, perbekalan,

kualitas, anggaran belanja, pemasaran dan lain sebagainya.

2. Dilihat dari segi subjek atau petugas pengawasan. Pengawasan intern,

ekstern, formal, informal dan lain sebagainya.

3. Dilihat dari segi waktu pengawasan. Pengawasan-pengawasan

preventif, represif, tengah berprosesnya pengawasan dan sebagainya.

4. Dilihat dari segi lainnya, pengawasan-pengawasan umum, khusus,

langsung, tidak langsung, mendadak, teratur, terus menerus, menurut

pengecualian dan sebagainya.

(Lubis, 1985:159)

Macam-macam pengawasan yang telah dikemukakan oleh Lubis dapat

dijabarkan kembali dengan berdasarkan pada pendapat para ahli lain.

Dilihat dari segi bidang kerja atau objek yang diawasi, Hasibuan dalam

bukunya Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah, mengemukakan macam-

macam pengawasan sebagai berikut :

1. Production Control (Pengawasan Produksi) Yaitu untuk mengetahui kualitas dan kuantitas produksi yang dihasilkan, apakah sesuai dengan rencana yang ada.

2. Financial Control (Pengawasan Keuangan)

Pengawasan ini ditujukan kepada hal-hal yang menyangkut keuangan,

tentang pemasukan dan pengeluaran, biaya-biaya perusahaan termasuk

pengawasan anggaran.

3. Personal Control ( Pengawasan Pegawai)

Pengawasan ini ditujukan kepada hal-hal yang ada hubungannya

dengan kegiatan pegawai, apakah pegawai bekerja sesuai dengan

perintah, rencana, tata kerja, absensi pegawai serta lain-lain.

4. Time Control (Pengawasan Waktu)

Pengawasan ini ditujukan kepada penggunaan waktu, artinya apakah

waktu untuk mengerjakan suatu pekerjaan sesuai atau tidak dengan

rencana.

5. Policy Control (Pengawasan Kebijaksanaan)

Pengawasan ini ditujukan untuk mengetahui dan menilai apakah

kebijaksanaan-kebijaksanaan organisasi yang telah dilaksanakan sesuai

dengan yang telah digariskan.

6. Technical Control (Pengawasan Teknis)

44

Pengawasan ini ditujukan kepada hal-hal yang bersifat fisik, yang

berhubungan dengan tindakan teknis pelaksanaan.

7. Sales Control (pengawasan Penjualan)

Pengawasan ini ditujukan untuk mengetahui apakah produksi yang

dihasilkan terjual sesuai dengan target yang ditetapkan.

(Hasibuan, 1993:35)

Dilihat dari subjek/petugas pengawasan, Handayaningrat mengemukakan

pendapatnya sebagai berikut :

1. Pengawasan dari dalam (Internal control)

Pengawasan dari dalam berarti pengawasan yang dilakukan oleh

aparat/unit pengawasan yang dibentuk di dalam organisasi itu sendiri.

Aparat unit pengawasan ini bertindak atas nama pimpinan organisasi,

dan bertugas mengumpulkan segala data dan informasi yang

diperlukan oleh pimpinan organisasi, yang diperlukan untuk menilai

kemajuan dan kemunduran dalam pelaksanaan pekerjaan. Hasil

pengawasan ini dapat pula dipergunakan untuk menilai kebijaksanaan

pimpinan, untuk itu kadang-kadang pimpinan perlu meninjau kembali

kebijakan yang telah dikeluarkan. Sebaliknya pimpinan dapat pula

melakukan tindakan perbaikan (corrective) terhadap pelaksanaan

pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya.

2. Pengawasan dari luar organisasi (External control)

Pengawasan eksternal berarti pengawasan yang dilakukan oleh

aparat/unit pengawasan dari luar organisasi itu. Aparat/unit

pengawasan bertindak atas nama atasan dari organisasi tersebut, atau

bertindak atas nama pimpinan organisasi itu karena permintaannya.

Disamping itu, dapat pula pimpinan organisasi meminta bantuan pihak

luar organisasinya, dengan maksud untuk mengetahui efisiensi kerja,

untuk mengetahui jumlah keuntungan, untuk mengetahui jumlah pajak

yang harus dibayar, dan sebagainya.

3. Pengawasan informal

Pengawasan informal adalah pengawasan yang tidak melalui saluran

formal atau prosedur yang telah ditentukan. Pengawasan informal ini

biasanya dilakukan oleh pejabat pimpinan dengan melalui kunjungan

yang tidak resmi (pribaadi atau dengan incagnio. Hal ini dimaksudkan

untuk menghindarkan kekakuan hubungan antara atasan dengan

bawahan. Dengan cara demikian pimpinan menghendaki keterbukaan

dalam memperoleh informasi dan sekaligus usul/saran perbaikan

dalam penyempurnaannya dari bawahan. Dimana pimpinan dapat

memberikan jalan keluar pemecahannya, sebaliknya bawahan merasa

bangga karena diberi kesempatan mengemukakan pendapatnya secara

langsung terhadap pimpinan.

(Handayaningrat, 1985:144-148)

45

Sementara Bohari (1992:25) membagi macam teknik pengawasan sebagai

berikut :

1. Pengawasan preventif, dimaksudkan untuk mencegah terjadinya

penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan. Pengawasan preventif ini

biasanya berbentuk prosedur yang harus ditempuh dalam pelaksanaan

kegiatan. Pengawasan preventif ini bertujuan:

1. Mencegah terjadinya tindakan yang menyimpang dari dasar yang

telah ditentukan.

2. Memberi pedoman bagi terselenggaranya pelaksanaan kegiatan

secara efisien dan efektif.

3. Menentukan saran dan tujuan yang akan dicapai.

4. Menentukan kewenangan dan tanggung jawab sebagai instansi

sehubungan dengan tugas yang harus dilaksanakan.

2. Pengawasan represif, ini dilakukan setelah suatu tindakan dilakukan

dengan membandingkan apa yang telah terjadi dengan apa yang

seharusnya terjadi. Dengan pengawasan represif dimaksud untuk

mengetahui apakah kegiatan dan pembiayaan yang telah dilakukan itu

telah mengikuti kebijakan dan ketentuan yang telah ditetapkan.

Pengawasan represif ini biasa dilakukan dalam bentuk:

1. Pengawasan dari jauh, adalah pengawasan yang dilakukan dengan

cara pengujian dan penelitian terhadap surat?surat pertanggungan

jawab disertai bukti?buktinya mengenai kegiatan?kegiatan yang

dilaksanakan.

2. Pengawasan dari dekat, adalah pengawasan yang dilakukan di

tempat kegiatan atau tempat penyelenggaraan administrasi.

Bohari (1992:25)

Jelasnya, pelaksanaan pengawasan ini dilakukan baik selama proses

pelaksanaan pekerjaan maupun setelah pekerjaan tersebut selesai dan dapat

diketahui hasilnya yang sudah ditetapkan maupun dengan peraturan yang berlaku

sehingga apabila ada kesalahan atau penyimpangan dapat segera diketahui dan

dicegah agar tidak meluas serta dapat mencari jalan keluar pemecahannya.

Selanjutnya mengenai jenis-jenis pengawasan di lingkungan pemerintahan

menurut Siagian, memberikan pendapatnya sebagai berikut :

1. Pengawasan melekat

Bahwa efektivitas manajerial seseorang yang menduduki jabatan

pimpinan, tanpa mempersoalkan tingkatannya dalam jajaran

46

kepemimpinan itu sangat bergantung pada kemampuannya melakukan

pengawasan melekat disamping kemampuannya menyelenggarakan

berbagai fungsi organik manajerial lainnya.

2. Pengawasan fungsional

Pengawasan ini bisa dilakukan oleh aparat pengawasan yang terdapat

dalam satu instansi tertentu, tetapi dapat pula dilakukan oleh aparat

pengawasan yang berada di luar suatu instansi meskipun masih dalam

lingkungan pemerintahan.

3. Pengawasan oleh lembaga Konstitusional

Dalam Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia terdapat dua

lembaga konstitusional yang turut melakukan pengawasan yang dapat

dikatakan politis. Pertama adalah Badan Pemeriksa Keuangan negara

yang dikelola oleh semua aparat yang terdapat dalam lingkungan

negara Republik Indonesia. Kedua adalah Dewan Perwakilan Rakyat

yang melalui berbagai kegiatannya. Dewan ini dalam arti seluas-

luasnya juga melakukan kegiatan pengawasan.

4. Pengawasan Sosial

Dalam masyarakat yang menganut paham demokrasi, partisipasi

masyarakat dalam mengawasi jalannya roda pemerintahan bukan saja

dibenarkan tetapi juga didorong. Salah satu bentuknya adalah dengan

turut serta mengamati pelaksanaan kegiatan tugas-tugas umum

pemerintahan seperti dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat

dan penyelenggaraan berbagai kegiatan pengaturan dan juga dalam

menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pembangunan dalam segi

kehidupan bangsa dan negara.

(Siagian, 1996:198-204)

Dari pendapat Siagian mengenai jenis-jenis pengawasan dilingkungan

pemerintah tadi, dapat diambil pengertian bahwa jenis pengawasan yang pertama

yaitu pengawasan melekat adalah fungsi inhern atau sudah dengan sendirinya ada

pada setiap pimpinan dalam semua jenjang untuk melakukan pengawasan

terhadap pegawai atau bawahannya. Tiga jenis pengawasan yang pertama adalah

pengawasan di dalam tubuh badan-badan pemerintahan sendiri, sedangkan jenis

pengawasan yang keempat adalah pengawasan dari masyarakat (kontrol sosial)

terhadap aparatur pemerintah ataupun jalannya roda pemerintahan yang dapat

dilakukan dalam berbagai bentuk dan media.

47

2.4 Investasi

Menurut Mulyadi dalam bukunya yang berjudul “Akutansi Manajemen”

Investasi adalah sebagai pengkaitan sumber-sumber dalam jangka panjang untuk

menghasilkan laba di masa yang akan datang (Mulyadi, 1997:248).

Sedangkan menurut Eduardus Tandelilin dalam buku yang berjudul

“Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio” Investasi adalah Komitmen atas

sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan

tujuan memperoleh sejumlah keuntungan dimasa yang akan datang. (Tandelilin,

2001:3)

Pengertian lain dikemukakan oleh Sunariyah dalam buku yang berjudul

“Pengantar Pengetahuan Pasar Modal”. Investasi adalah penanaman modal

untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki biasanya berjangka waktu lama dengan

harapan mendapat keuntungan dimasa-masa yang akan datang. (Sunariyah,

2006:4)

Berdasarkan teori ekonomi, investasi berarti pembelian (dan berarti juga

produksi) dari capital/modal barang-barang yang tidak dikonsumsi tetapi

digunakan untuk produksi yang akan datang (barang produksi).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa investasi yang

dilakukan memiliki alasan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya

demi berjalannya operasional.

48

2.5 Penanam Modal Asing (PMA)

Definisi Penanam Modal Asing (PMA) berdasarkan Undang-undang No.

11 Tahun 1970 tentang Penanam Modal Asing, adalah sebagai berikut:

“Penanam Modal Asing adalah penanaman modal asing secara langsung

yang dilangsungkan atau berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang

No.1 Tahun 1967 tentang Penanam Modal Asing dan yang digunakan

untuk menjalankan perusahaan di Indonesia dalam arti bahwa pemilik

modal secara langsung menanggung resiko di penanaman modal tersebut”.

Sedangkan berdasarkan Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal, adalah sebagai berikut:

“Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk

melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan

oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing

sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam

negeri”

Berdasarkan definisi Penanaman Modal Asing di atas, maka pengertian

Penanaman Modal Asing (PMA) adalah :

1. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari

kekayaan devisa Indonesia,yang dengan persetujuan pemerintah

digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia.

2. Alat-alat untuk perusahaan, untuk penemuan baru milik orang asing

dan bahan-bahan, yang dimasukkan dari ke dalam wilayah Indonesia,

selama alat-alat tersebut tidak dibiyai dari kekayaan devisa Indonesia.

3. Bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-undang

diperkenankan transfer, tetapi dipergunakan tetapi digunakan untuk

membiayai perusahaan di Indonesia.

49

Adapun Penanaman Modal Asing (PMA) dalam Undang-undang ini tidak

hanya berbentuk valuta asing, tetapi meliputi alat-alat perlengkapan tetap yang

diperlukan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, penemuan-penemuan

milik orang atau badan asing yang dipergunakan dalam perusahaan yang boleh

ditransfer ke luar negeri tetapi dipergunakan kembali di Indonesia.

Penanaman Modal Asing (PMA) lebih banyak mempunyai kelebihan

diantaranya sifatnya jangka panjang, banyak memberikan andil dalam alih

teknologi, alih keterampilan manajemen, membuka lapangan kerja baru.

Lapangan kerja ini, sangat penting bagi negara sedang berkembang mengingat

terbatasnya kemampuan pemerintah untuk penyediaan lapangan kerja.

Berikut ini adalah Fungsi Penanaman Modal Asing (PMA) bagi Indonesia

diantaranya adalah :

1) Sumber dana modal asing dapat dimanfaatkan untuk mempercepat

investasi dan pertumbuhan ekonomi.

2) Modal asing dapat berperan penting dalam penggunaan dana untuk

perbaikan struktural agar menjadi lebih baik lagi.

3) Membantu dalam proses industrilialisasi yang sedang dilaksanakan.

4) Membantu dalam penyerapan tenaga kerja lebih banyak sehingga mampu

mengurangi pengangguran.

5) Mampu meningkatkan kesejahteraan pada masyarakat.

6) Menjadi acuan agar ekonomi Indonesia semakin lebih baik lagi dari

sebelumnya.

50

7) Menambah cadangan devisa negara dengan pajak yang diberikan oleh

penanam modal.

Sedangkan Tujuan dari Penanaman Modal Asing (PMA) bagi Indonesia

diantaranya adalah :

1) Untuk mendapatkan keuntungan berupa biaya produksi yang rendah,

manfaat pajak lokal dan lain-lain.

2) Untuk membuat rintangan perdagangan bagi perusahaan-perusahaan lain

3) Untuk mendapatkan return yang lebih tinggi daripada di negara sendiri

melalui tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, sistem

perpajakkan yang lebih menguntungkan dan infrastruktur yang lebih baik.

4) Untuk menarik arus modal yang signifikan ke suatu negara

2.5 Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN)

Definisi Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) berdasarkan Undang-

undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanam Modal Dalam Negeri, adalah sebagai

berikut:

“Penanam Modal Dalam Negeri adalah Bagian dari kekayaan masyarakat

Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda yang dimiliki oleh Negara

maupun swasta yang berdomisili di Indonesia, yang disishkan atau

disediakan guna menjalankan suatu usaha.”

Sedangkan berdasarkan Undang-undang No.25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal, adalah sebagai berikut: “Penanam Modal Dalam Negeri

adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara

Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam dalam negeri dengan

menggunakan modal dalam negeri.”

51

Berdasarkan definsi yang telah dikemukakan di atas, maka pengertian dari

Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) pada dasarnya sama yaitu suatu kegiatan

menanam modal yang dilakukan oleh pihak dalam negeri untuk melakukan usaha

di wilayah Negara Republik Indonesia.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap Penanam Modal Dalam

Negeri (PMDN) diantaranya adalah Potensi dan karakteristik suatu daerah,

Budaya masyarakat, Pemanfaatan era otonomi daerah secara proposional, Peta

politik daerah dan nasional, dan yang paling penting adalah Kecermatan

pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan lokal dan peraturan daerah yang

menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia bisnis dan investasi.

52

BAB III

OBYEK PENELITIAN

3.1 Perkembangan Investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat

Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam

Negeri (PMDN) setiap tahunnya mengalami kenaikan rata-rata di atas 12 %

pertahun, hal ini menunjukan perkembangan penanaman modal di Provinsi Jawa

Barat cukup menggembirakan.

Membaiknya perkembangan penanaman modal di Provinsi Jawa Barat

baik PMA maupun PMDN terlihat dari perkembangan investasi PMA dan PMDN

di Provinsi Jawa Barat periode tahun 2005 sampai dengan 2009 sebagaimana

tergambar pada tabel di bawah ini:

Table 3.1 Perkembangan Realisasi Investasi PMA dan PMDN di Provinsi

Jawa Barat Tahun 2005-2009

Periode

Tahun

Penanaman Modal Asing

(PMA)

Penanaman Modal Dalam Negeri

(PMDN)

Jumlah

Proyek

Nilai Investasi Jumlah

Proyek

Nilai Investasi

2005 281 14.160.258.539.422 69 4.210.731.785.513

2006 245 17.861.220.937.624 36 5.868.746.156.774

2007 286 12.197.398.800.198 39 11.347.889.345.657

2008 322 25.526.575.122.244 65 4.075.170.224.749

2009 255 19.135.363.487.466 51 2.817.336.718.386

Sumber: Buku Perkembangan realisasi PMA dan PMDN di Jabar

Dengan melihat data diatas terlihat bahwa Perkembangan investasi PMA

dan PMDN di Provinsi Jawa Barat setiap tahunnya mengalami kenaikan rata-rata

53

12% pertahun, hal ini menunjukan perkembangan perkembangan penanaman

modal di Provinsi Jawa Barat cukup menggembirakan.

Periode tahun 2005-2009 Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

maupun Penanaman Modal Asing (PMA) telah mengalami lompatan tajam.

Kontribusi investasi paling tinggi pada tahun 2008 sebesar Rp 29,601 trilliun.

Walaupun pada tahun 2007 mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2006,

yaitu Rp 23,729 trilliun (tahun 2006) menjadi sebesar Rp 23,545 trilliun pada

tahun 2007, tapi pada dasarnya penanaman modal di Provinsi Jawa Barat relative

masih tinggi. Sedangkan pada tahun 2005 realisasi investasi sebesar Rp 18,371

trilliun.\

3.2 Sejarah Berdirinya Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman

Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat

Dengan berlakunya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang

Pemerintah Daerah yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah No. 25

Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah pusat dan daerah di bidang promosi

dan penanaman modal sebagai daerah otonom, membawa perubahan yang sangat

mendasar di dalam keseluruhan system kewenangan pemerintah, termasuk di

dalam proses pelayanan promosi dan penanaman modal yang berhubungan

semakin tajam, baik di antara daerah Kabupaten/Kota maupun Provinsi. Dengan

demikian daerah-daerah Kabupaten/Kota maupun Provinsi yang telah mampu

menyediakan informasi tentang peluang usaha bagi perusahaan PMA atau PMDN

dan pemberian pelayanan yang prima yang akan menjadikan pilihan utama

54

investor baik perusahaan PMA maupun PMDN guna melakukan investasi di

Provinsi Jawa Barat. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan daya saing di

masing-masing daerah yang pada gilirannya akan dapat memberikan kontribusi

pada peningkatan daya saing secara keseluruhan dalam menarik investor.

Pada penghujung tahun 2000, berdasarkan dari Peraturan Daerah Provinsi

Jawa Barat No. 16 Tahun 2000 tentang Lembaga Teknis Daerah Provinsi Jawa

Barat, maka dibentuk Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah

(BKKPMD) Provinsi jawa Barat dan ditindaklanjuti dengan Keputusan Gubernur

Jawa Barat No. 62 Tahun 2001 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Unit

Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat,

dan dalam rangka memperdayakannya telah disusun Perencanaan Strategis

(RENSTRA) BKPPMD Provinsi Jawa Barat selama lima tahun, yaitu selama

tahun 2001-2005, RENSTRA tersebut kini telah diperbaharui dengan disusunnya

RENSTRA tahun 2005-2008.

3.3 Visi dan Misi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal

Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat

Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal (BKPPMD) Provinsi

Jawa Barat mempunyai Visi adalah :

“Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal (BKPPMD) Provinsi Jawa

Barat sebagai fasilitator promosi dan pengembangan penanaman modal yang

dinamis dan berdaya saing.

55

Adapun Misi dari Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal

Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat adalah :

Menciptakan rumusan kebijakan teknis promosi dan penanaman modal

yang terarah dan terpadu secara regional.

Mendorong terwujudnya pengembangan promosi dan penanaman modal

melalui kerjasama dengan stekholders.

Mendorong dunia usaha untuk menanamkan modalnya di Provinsi Jawa

Barat.

Tujuan dari visi dan misi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman

Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut :

1. Terwujudnya pedoman pelaksanaan penanaman modal yang memenuhi

tuntutan dunia usaha.

2. Keterpaduan pelaksanaan penanaman modal dengan potensi regional.

3. Terwujudnya kegiatan promosi yang efektif dan efisien antara pemerintah,

dunia usaha dan masyarakat.

4. Terciptanya penanaman modal yang berdaya saing tinggi dan ramah

lingkungan.

5. Adanya peningkatan penanaman modal di daerah secara proporsional.

6. Terciptanya kesempatan kerja pada berbagai sektor/bidang usaha

Sasaran dari visi dan misi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman

Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut :

1. Tersusun satu buah pedoman di bidang promosi dan 3 buah pedoman di

bidang penanaman modal.

56

2. Meningkatnya pelaksanaan penanaman modal sekitar 10% pertahun pada

bidang usaha yang berbasis potensi regional.

3. Meningkatnya sinergitas dalam melaksanakan kegiatan promosi antara

pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat yang didukung oleh peningkatan

anggaran.

4. Meningkatnya kegiatan penanaman modal yang menggunakan bahan baku

local dan tidak merusak lingkungan.

5. Meningkatnya penanaman modal sesuai dengan karakteristik

pengembangan Kabupaten/Kota masing-masing.

3.4 Struktur Organisasi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman

Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat

Struktur organisasi yang terdapat pada Badan Koordinasi Promosi dan

Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat berdasarkan Peraturan

Gubernur Jawa Barat No 50 Tahun 2009 Tentang Tugas Pokok, Fungsi, Rincian

Tugas Unit dan Tata Kerja Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal

Daerah Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut:

1. Kepala BKPPMD Provinsi Jawa Barat

2. Sekertariat, terdiri atas :

a. Sub Bagian Perencanaan dan Program

b. Sub Bagian Keuangan

c. Sub Bagian Kepegawaian dan Umum

3. Bidang Pengendalian, terdiri atas:

57

a. Sub Bidang Pengendalian

b. Sub Bidang Data dan Laporan

4. Bidang Promosi, terdiri atas:

a. Sub Bidang Promosi Dalam Negeri

b. Sub Bidang Promosi Luar Negeri

5. Bidang Pelayanan dan Fasilitasi Investasi, terdiri atas:

a. Sub Bidang Pelayanan

b. Sub Bidang Fasilitasi

6. Bidang Pengembangan Investasi, terdiri atas:

a. Sub Bidang Pengembangan Potensi dan Peluang

b. Sub Bidang Pengembangan Infrastruktur

7. Kelompok Jabatan Fungsional

8. Unit Pelaksana Teknis Badan (UPTB).

Berikut ini adalah Struktur Organisasi Badan Koordinasi Promosi dan

Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat secara rinci dapat dilihat pada

gambar 1 berikut ini:

58

(Sumber : PERGUB NO 50 TAHUN 2009)

Gambar 3.1 Struktur Organisasi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman

Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat

KEPALA BKPPMD

PROV JABAR

SEKRETARIAT

SUB BAGIAN

PERENCANAAN

DAN PROGRAM

SUB BAGIAN

KEUANGAN

SUB BAGIAN

KEPEGAWAIAN

DAN UMUM

BIDANG PELAYANAN

DAN FASILITAS

INVESTASI

BIDANG

PENGEMBANGAN

INVESTASI

SUB BIDANG

PELAYANAN

SUB BIDANG

PENGEMBANGAN

POTENSI DAN

PELUANG SUB BIDANG

FASILITAS

SUB BIDANG

PENGEMBANGAN

INFRASTRUKTUR

BIDANG

PROMOSI

BIDANG

PENGENDALIAN

SUB BIDANG

PROMOSI

DALAM

NEGERI

SUB BIDANG

PROMOSI

LUAR

NEGERI

SUB BIDANG

PENGENDALIAN

SUB BIDANG

DATA DAN

LAPORAN

UPTB

KELOMPOK

JAFUNG

59

3.5 Tugas Pokok dan Fungsi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman

Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat

3.5.1 Kedudukan Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal

Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat

Pelaksanaan kegiatan BKPPMD Provinsi Jawa Barat sebagai perangkat

daerah yang bergerak di dalam bidang promosi dan penanaman modal di daerah

memiliki kedudukan, tugas pokok, dan fungsi yang sangat jelas. Hal tersebut

disebabkan BKPPMD Provinsi Jawa Barat merupakan satuan kerja yang memiliki

wewenang dan hak untuk melaksanakan promosi dan penanaman modal sesuai

dengan ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Daerah No. 16 Tahun 2000

tentang Lembaga Teknis Daerah Provinsi Jawa Barat dan juga Keputusan

Gubernur Jawa Barat No 50 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan

Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman

Modal Daerah Provinsi Jawa Barat.

3.5.2 Tugas Pokok dan Fungsi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman

Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat

Keberadaan Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah

Provinsi Jawa Barat telah diatur dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat

No. 16 Tahun 2000 tentang Lembaga Teknis Daerah Provinsi Jawa Barat dan di

tindak lanjuti dengan Keputusan Gubernur No 50 Tahun 2009 tentang Tugas

Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Badan Koordinasi Promosi

60

dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat maka BKPPMD Provinsi

Jawa Barat mempunyai Tugas Pokok sebagai berikut:

a. Merumuskan kebijakan teknis dan pengendalian di bidang koordinasi

promosi dan penanaman modal serta melaksanakan kewenangan tertentu

Pemerintah Provinsi seseuai dengan kebutuhan daerah dan kewenangan

lain yang dilimpahkan kepada Gubernur.

b. Merumuskan kebijakan teknis dan melaksanakan kewenangan tertentu

Pemerintah Provinsi sesuai dengan kebutuhan daerah dan kewenangan

yang dilimpahkan kepada Gubernur.

Dalam menyelenggarakan tugas pokok di atas, BKPPMD Provinsi Jawa

Barat mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Penyelenggaraan perumusan dan penetapan kebijakan teknis koordinasi

promosi dan penanaman modal daerah.

b. Penyelenggaraan kesekertariatan, pengendalian, promosi, pelayanan dan

fasilitas investasi dan pengembangan investasi.

c. Penyelenggaraan koordinasi dan pembinaan UPTB.

3.5.3 Tugas dan Fungsi Jabatan Fungsional

Sedangkan tugas pokok dan fungsi jabatan fungsional yang mengisi

struktur organisasi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah

(BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Kepala Badan

61

Kepala Badan mempunyai tugas pokok merumuskan, menetapkan,

memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan pelaksanaan kegiatan tugas

pokok Badan serta mengkoordinasikan dan membina UPTB.

Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,

Kepala Badan mempunyai fungsi:

a. Penyelenggaraan perumusan, penetapan, pengaturan dan koordinasi

pelaksanaan kebijakan teknis pengendalian, promosi, pelayanan dan

fasilitas investasi dan pengembangan investasi.

b. Penyelenggaraan perumusan dan penetapan pemberian dukungan atas

penyelenggaraan koordinasi promosi dan penanaman modal.

c. Penyelenggaraan fasilitasi dan pengendalian pelaksanaan tugas-tugas

koordinasi promosi dan penanaman modal.

d. Penyelenggaraan koordinasi dan kerjasama dalam rangka tugas pokok dan

fungsi badan.

e. Penyelenggaraan koordinasi dan pembinaan UPTB.

2. Sekretariat

Sekretariat mempunyai tugas pokok menyelenggarakan koordinasi

perencanaan dan program Badan, pengkajian perencanaan dan program,

pengelolaan keuangan, kepegawaian, dan umum.

Dalam menyelenggarakan tugas pokoknya sebagaimana dimaksud di atas,

Sekertariat mempunyai fungsi:

a. Penyelenggaraan koordinasi perencanaan dan program Badan.

b. Penyelenggaraan pengkajian perencanaan dan program Sekertariat.

62

c. Penyelenggaraan pengelolaan urusan keuangan, kepegawaian, dan umum.

Sekretariat di sini membawahai juga beberapa sub-sub bidang seperti:

1. Subbagian Perencanaan dan Program

Subbagian Perencanaan dan Program mempunyai tugas pokok

melaksanakan penyusunan bahan koordinasi perencanaan dan penyusunan

program.

Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,

Subbagian Perencananaan dan Program mempunyai fungsi:

a. Pelaksanaan penyusunan bahan perencanaan dan program Sekretariat.

b. Pelaksanaan penyusunan bahan penyelenggaraan dan hasil koordinasi

perencanaan dan program badan yang meliputi Pengendalian, Promosi,

Pelayanan dan fasilitasi investasi, pengembangan investasi.

c. Pelaksanaan koordinasi perencanaan dan program UPTB

2. Subbagian Keuangan

Subbagian Keuangan mempunyai tugas pokok melaksanakan pengelolaan

administrasi keuangan di lingkungan Badan.Dalam menyelenggarakan tugas

pokok sebagaimana dimaksud di atas, Subbagian Keuangan mempunyai fungsi:

a. Pelaksanaan penyusunan bahan rencana anggaran belanja langsung dan

tidak langsung Badan.

b. Pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan teknis administrasi keuangan dan

penyusunan pertanggungjawaban keuangan Badan.

c. Pelaksanaan koordinasi pengelolaan keuangan pada UPTB.

3. Subbagian Kepegawaian dan Umum

63

Subbagian Kepegawaian dan Umum mempunyai tugas pokok

melaksanakan pengelolaan administrasi kepegawaian, kelembagaan,

ketatalaksanaan, umum dan perlengkapan.

Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,

Subbagian Kepegawaian dan Umum mempunyai fungsi:

a. Pelaksanaan penyusunan bahan penyelenggaraan mutasi, pengembangan

karir, kesejahteraan dan disiplin pegawai, dan pengelolaan administrasi

kepegawaian lainnya.

b. Pelaksanaan penyusunan bahan penyelenggaraan pembinaan kelembagaan,

ketatalaksanaan dan rumah tangga.

c. Pelaksanaan administrasi, dokumentasi peraturan perundang-undangan,

kearsipan dan perpustakaan.

d. Pelaksanaan tugas kehumasan Badan.

e. Pelaksanaan pengelolaan perlengkapan Badan.

3. Bidang Pengendalian

Bidang Pengendalian mempunyai tugas pokok menyelenggarakan

pengkajian kebijakan teknis dan fasilitas pengendalian penanaman modal.

Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,

Bidang pengendalian mempunyai fungsi:

a. Penyelenggaraan pengkajian bahan kebijakan teknis pengendalian.

b. Penyelenggaraan pengendalian, monitoring, dan pelaporan penanaman

modal.

64

Bidang Pengendalian di sini membawahi juga beberapa sub-sub bidang

seperti:

1. Subbidang Pengendalian

Subbidang Pengendalian mempunyai tugas pokok melaksanakan

penyusunan bahan kebijakan teknis, melaksanakan kebijakan pengendalian

penanaman modal.

Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,

Subbagian Pengendalian mempunyai fungsi:

a. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis pengendalian penanaman

modal.

b. Pelaksanaan penyusunan bahan pedoman dan fasilitas pengendalian yang

meliputi pemantauan, pembinaan dan pengawasan penanaman modal.

c. Pelaksanaan dan fasilitasi pengendalian penanaman modal.

2. Subbidang Data dan Pelaporan

Subbidang Data dan Laporan mempunyai tugas pokok melaksanakan

pengolahan data serta pelaporan penanaman modal.

Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,

Subbidang Data dan Pelaporan mempunyai fungsi:

a. Pelaksanaan penyususnan pengelolaan data dan informasi penanaman

modal.

b. Pelaksanaan penyususnan pengelolaan pelaporan penanaman modal

4. Bidang Promosi

65

Bidang Promosi mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pengkajian

bahan kebijakan teknis, dan menyelenggarakan fasilitas promosi.

Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,

Bidang Promosi mempunyai fungsi:

a. Penyelenggaraan pengkajian bahan kebijakan teknis promosi.

b. Penyelenggaraan pengkajian bahan kebijakan teknis pengembangan materi

promosi.

c. Penyelenggaraan dan fasilitas promosi.

Dalam hal ini Bidang Promosi di sini membawahi juga beberapa sub-sub

bidang seperti:

1. Subbidang Promosi Dalam Negeri

Subbidang Promosi Dalam Negeri mempunyai tugas pokok melaksanakan

penyusunan bahan kebijakan teknis dan fasilitas penyelenggaraan promosi dalam

negeri.

Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,

Subbidang Promosi Dalam Negeri mempunyai fungsi:

a. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis promosi dalam negeri.

b. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis pengembangan materi

promosi dalam negeri.

c. Pelaksanaan fasilitasi penyelenggaraan promosi dalam negeri.

d. Pelaksanaan promosi terpadu dalam negeri.

2. Subbidang Promosi Luar Negeri

66

Subbidang Promosi Luar Negeri mempunyai tugas pokok melaksanakan

penyusunan bahan kebijakan teknis dan fasilitasi penyelenggaraan promosi luar

negeri.

Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,

Subbidang Promosi Luar Negeri mempunyai fungsi:

a. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis promosi luar negeri.

b. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis pengembangan materi

promosi luar negeri.

c. Pelaksanaan fasilitasi penyelenggaraan promosi luar negeri.

d. Pelaksanaan promosi terpadu luar negeri.

5. Bidang Pelayanan dan Fasilitas Investasi

Bidang Pelayanan dan Fasilitas Investasi mempunyai tugas pokok

menyelenggarakan pengkajian bahan kebijakan teknis dan pelayanan serta

fasilitasi investasi.

Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,

Bidang Pelayanan dan Fasilitas Investasi mempunyai fungsi:

a. Penyelenggaraan pengkajian bahan kebijakan teknis pelayanan dan

fasilitas investasi.

b. Penyelenggaraan koordinasi pelayanan dan fasilitasi investasi dengan unit

dan stakeholders terkait.

c. Penyelenggaraan koordinasi pelayanan dan fasilitasi pelayanan serta

investasi.

d. Penyelenggaraan pelayanan dan fasilitasi investasi.

67

Bidang Pelayanan dan Fasilitas Investasi di sini membawahi juga beberapa

sub sub bidang seperti:

1. Subbidang Pelayanan

Subbidang Pelayanan mempunyai tugas pokok melaksanakan penyusunan

bahan kebijakan teknis dan pelayanan investasi.

Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,

Subbidang Pelayanan mempunyai fungsi:

a. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis pelayanan investasi.

b. Pelaksanaan penyusunan bahan pelaksanaan koordinasi pelayanan

investasi dengan unit dan stakeholders terkait.

c. Pelaksanaan penyusunan bahan dan fasilitas pelayanan investasi.

2. Subbidang Fasilitas

Subbidang Fasilitas mempunyai tugas pokok melaksanakan penyususnan

bahan kebijakan teknis dan melaksanakan fasilitas investasi.

Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,

Subbidang Fasilitas mempunyai fungsi:

a. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis fasilitas investasi.

b. Pelaksanaan penyusunan bahan pelaksanaan koordinasi fasilitas investasi

dengan unit dan stakeholders terkait.

c. Pelaksanaan penyusunan bahan fasilitas investasi.

d. Pelaksanaan koordinasi dan fasilitas investasi.

6. Bidang Pengembangan Investasi

68

Bidang Pengembangan Investasi mempunyai tugas pokok

menyelenggarakan pengkajian bahan kebijakan teknis, penyelenggaraan

pengembangan, potensi dan peluang serta infrastruktur pendukung investasi.

Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,

Bidang Pengembangan Investasi mempunyai fungsi :

a. Penyelenggaraan pengkajian bahan kebijakan teknis pengembangan

potensi dan peluang serta infrastruktur pendukung investasi.

b. Penyelenggaraan koordinasi pengembangan potensi dan peluang serta

infrastruktur pendukung investasi.

c. Penyelenggaraan penyusunan data potensi dan peluang investasi serta

pemetaan kebutuhan infrastruktur pendukung investasi.

Bidang Pengembangan Investasi di sini membawahi juga beberapa sub sub

bidang seperti:

1. Subbidang Pengembangan Potensi dan Peluang

Subbidang Pengembangan Potensi dan Peluang mempunyai tugas pokok

melaksanakan penyusunan bahan kebijakan teknis dan melaksanakan

pengembangan potensi dan peluang investasi.

Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,

Subbidang Pengembangan Potensi dan Peluang mempunyai fungsi :

a. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis pengembangan potensi

dan peluang investasi.

b. Pelaksanaan koordinasi dan fasilitas pengembangan potensi dan peluang

investasi.

69

c. Pelaksanaan penyusunan data potensi dan peluang investasi.

2. Subbidang Pengembangan Infrastruktur

Subbidang pengembangan infrastruktur mempunyai tugas pokok

melaksanakan penyusunan bahan kebijakan teknis dan pengembangan

infrastruktur penunjang investasi.

Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,

Subbidang Pengembangan Infrastruktur mempunyai fungsi :

a. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan penanaman modal dan

pengembangan infrastruktur penunjang investasi.

b. Pelaksanaan penyiapan koordinasi dan fasilitasi pengembangan

infrastruktur penunjang investasi.

c. Pelaksanaan penyusunan data pengembangan infrastruktur penunjang

investasi.

7. Unit Pelaksana Teknis Badan

Unit Pelaksana Teknis Badan mempunyai tugas pokok yaitu Untuk

melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis

penunjang, pada badan dapat dibentuk UPTB, yang mempunyai wilayah kerja

atau beberapa Kabupaten/Kota.

8. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas pokok melaksanakan

sebagian tugas pemerintah daerah sesuai dengan keahlian dan kebutuhan.

Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah tenaga fungsional yang

ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

70

3.6 Keadaan dan Jumlah Pegawai Badan Koordinasi Promosi dan

Penanaman Modal (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat

Keadaan mengenai pegawai BKPPMD Provinsi Jawa Barat sebagai salah

satu pelaksana pelaksana kegiatan dalam tubuh organisasi BKPPMD Provinsi

Jawa Barat, mempunyai jumlah pegawai sampai tahun 2010 sebanyak 90

pegawai. Ketersediaan sumberdaya manusia yang handal, berkualitas, kompeten,

dibidangnya akan mempercepat tercapainya tujuan dari suatu kegitan atau

kebijakan pemerintah.

Pendidikan merupakan salah satu indikator kemajuan dan keberhasilan

dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diamanatkan dalam tujuan

pembangunan nasional yaitu membangun manusia Indonesia seutuhnya.

Berikut ini Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) berdasarkan tingkat

pendidikan pada BKPPMD Provinsi Jawa Barat dilampirkan dalam tabel pada

halaman berikut :

Tabel 3.2 Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) berdasarkan tingkat

Pendidikan

Tahun 2010 BKPPMD Provinsi Jawa barat

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

1. S3 1

2. Pasca Sarjana/S2 22

3. Sarjana/S1 30

4. Sarjana Muda/D3 3

5. SLTA 24

6 SLTP 7

7. SD 3

Sumber : Bidang Sub Bagian Kepegawaian BKPPMD Prov. Jawa Barat

71

Dengan melihat Data Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) berdasarkan

tingkat pendidikan pada BKPPMD Provinsi Jawa Barat diatas, Secara umum

terlihat sudah cukup baik, Hal ini terlihat dari dominan jumlah tingkat pendidikan

sarjana/S1 hingga ke tingkat pendidikan yang lebih atas yaitu S3 dibandingkan

melihat jumlah dari Sarjana Muda/D3 sampai jenjang pendidikan paling rendah

yaitu SD.

72

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengawasan Preventif

Pengawasan Preventif merupakan bagian dari pengawasan yang ditinjau

dari segi waktunya. Pengawasan Preventif merupakan suatu pengawasan yang

dilakukan sebelum pekerjaan mulai dilaksanakan. Pengawasan ini dimaksudkan

untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan.

Pengawasan preventif ini biasanya berbentuk prosedur yang harus ditempuh

dalam pelaksanaan kegiatan.

Apabila dikaitkan dalam dunia pemerintahan, Pengawasan Preventif

merupakan suatu pengawasan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah yang lebih

tinggi terhadap keputusan-keputusan dari aparatur yang lebih rendah. Pengawasan

dilakukan sebelum dikeluarkannya suatu keputusan atau ketetapan administrasi

negara atau peraturan lainnya dengan cara pengesahan terhadap ketetapan atau

peraturan tersebut. Apabila ketetapan atau peraturan tersebut belum disahkan

maka ketetapan atau peraturan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum.

Dalam pembahasan ini, menjelaskan mengenai Pengawasan Preventif oleh

Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi

Jawa Barat dalam kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) supaya memberikan kontribusi

terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya Provinsi Jawa Barat.

73

4.1.1 Peraturan-Peraturan yang Berhubungan dengan Pengawasan

BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan Investasi PMA dan

PMDN

Dasar hukum merupakan sesuatu yang sangat penting dalam sebuah

implementasi kebijakan. Dasar hukum tersebut sering dijadikan sebagai sebuah

kekuatan hukum dalam sebuah kebijakan. Dasar hukum yang dijadikan landasan

dalam Pelaksanaan kegiatan pengawasan investasi PMA dan PMDN oleh bidang

pengendalian BKPPMD Provinsi Jawa Barat secara operasioanl berlandaskan

kepada :

1. Undang-Undang No 22 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No 32 Tahun

2004 tentang pemerintah daerah

2. Undang-Undang No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

3. Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan

Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah daerah Kabupaten dan

Kota.

4. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No 13 Tahun 2009

tentang pedoman dan tata cara pengendalian pelaksanaan penanaman

modal.

5. Peraturan Gubernur No 50 tahunn 1999 tentang Tugas Pokok dan Fungsi

BKPPMD Prov Jabar.

Apabila memperhatikan landasan hukum tersebut di atas semuanya

merupakan komoditas kebijakan pusat yang masih bersifat umum dan belum

diturunkan secara teknis oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam bentuk juklak

74

(Petunjuk Pelaksanaan) padahal berdasarkan kajian lapangan dan memperhatikan

tugas dan pokok fungsi BKPPMD Provinsi Jawa Barat salah satu tugasnya adalah

merumuskan kebijakan penaman modal yang bersifat lebih teknis sebagai

pedoman bagi para aparatur daerah instansi penanaman modal Kabupaten dan

Kota.

Hal ini terlihat selama ini BKPPMD Provinsi Jawa Barat sejak

terbentuknya hingga saat ini belum pernah melaksanakan tugas perumusan

kebijakan penanaman modal. Secara umum, dan khususnya pembuatan petunjuk

teknis tentang tata cara pengendalian atau pengawasan kegiatan investasi PMA

dan PMDN baik dalam bentuk Peraturan Daerah maupun Peraturan Gubernur

Jawa Barat, padahal instansi penanaman modal di Jawa Barat sangat

membutuhkan terbitnya peraturan tersebut sebagai petunjuk teknis dan payung

hukum bagi aparatur daerah sebagai pemangku kewenangan Penanaman modal di

Kabupaten dan Kota yang akan melakukan kegiatan pengendalian terhadap

investasi PMA dan PMDN diwilayahnya.

Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan

penulis terhadap salah satu pimpinan PMA yang mengatakan bahwa dalam hal ini

tidak adanya Petunjuk Teknis (Juknis) tentang tata cara pengawasan sekaligus

pengendalian kegiatan investasi PMA dan PMDN sekaligus untuk payung hukum

juga dalam melakukan kegiatan pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan

investasi mengenai kejelasan dalam hal kewenangan antara Pemerintah provinsi,

maupun Kabupaten dan Kota.

75

Kondisi tersebut menyebabkan instansi penanaman modal daerah

Kabupaten dan Kota belum efektif dalam menyelenggarakan kegiatan

pengawasan investasi PMA dan PMDN didaerahnya, hal ini tidak sejalan dengan

Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 di mana kewenangan teknis operasional

di bidang penanaman modal berada pada instansi penanaman modal Kabupaten

dan Kota.

Menurut hemat penulis dengan mengacu kepada Peraturan Gubernur No

50 Tahun 1999 BKPPMD Provinsi Jawa Barat harus segera merumuskan

kebijakan penanaman modal di bidang pengendalian investasi PMA dan PMDN

dalam bentuk petunjuk teknis tata cara pengendalian investasi PMA dan PMDN

sebagai pedoman pemerintah Kabupaten dan Kota se Jawa Barat dalam

melaksanakan pengendalian dan pengawasan kegiatana investasi PMA dan

PMDN, agar batas kewenangan di bidang penanaman modal antar Pemerintah

Provinsi maupun Kabupaten dan Kota menjadi lebih jelas.

Dengan melihat hasil wawancara dan menganalisisnya maka penulis

mengambil suatu kesimpulan bahwa terlihat jelas bahwa kegiatan pengawasan

sekaligus pengendalian yang dilakukan oleh BKPPMD provinsi Jawa barat belum

berjalan sesuai dengan yang diharapkan yang sesuai dengan tugas pokok dan

fungsi dari BKPPMD sendiri yaitu merumuskan kebijakan penanaman modal

yang lebih bersifat teknis. Dalam hal ini permasalahannya adalah tidak adanya

Petunuk Teknis (Juknis) tentang tata cara pengawasan dan pengendalian kegiatan

investasi PMA dan PMDN yang berdampak juga pada ketidakjelasan batas

kewenangan kegiatan investasi antara Provinsi maupun Kabupaten dan kota.

76

4.1.2 Pedoman Kerja Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam

kegiatan Investasi PMA dan PMDN

Kegiatan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan investasi PMA dan

PMDN dilakukan dalam rangka untuk mengetahui sejauh mana perkembangan

pelaksanaan penanaman modal oleh investor, apakah sejalan atau tidak dengan

Peraturan Perundang-undangan Penanaman Modal yang berlaku.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Staf Subbidang

Pengendalian mengatakan bahwa, dalam hal ini pedoman kerja atau instrumen

pengendalian biasanya petugas tim pengendalian investasi PMA dan PMDN

BKPPMD Provinsi Jawa Barat menggunakan beberapa pedoman kerja atau

instrument diantaranya adalah:

1. Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing (SPPMA) bagi proyek-proyek

Penanaman Modal Asing.

2. Surat Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (SPPMDN) bagi

proyek-proyek Penanaman Modal Dalam Negeri.

3. Laporan Kegiatan Penamanam Modal (LKPM) yang dibuat oleh proyek

PMA dan PMDN.

4. Izin Usaha Tetap (IUT) bagi proyek PMA maupun PMDN

Dengan berlandaskan pedoman kerja atau instrumen tersebut di atas, dapat

dilihat tingkat realisasi perkembangan pelaksanaan kegiatan proyek-proyek PMA

dan PMDN di daerah Kabupaten dan Kota.

Perkembangan proyek-proyek PMA dan PMDN biasanya dikategorikan

kedalam 3 jenis tahapan yaitu :

77

1. Tahap Perencanaan yaitu tahapan dimana proyek PMA dan PMDN baru

mendapat surat persetujuan pemerintah yang merupakan izin perinsip dan

harus dilanjutkan dengan pelaksanaan permohonan izin-izin di daerah

seperti izin lokasi, dan hak atas tanah, izin mendirikan bangunan, dan izin

undang-undang gangguan serta izin lain yang diperlukannya.

2. Tahap Kontruksi/bangunan, yaitu tahap melakukan pembangunan fisik

pabrik dan fasilitas fisik lainnya yang dapat menunjang kelancaran

kegiatan operasional industri.

3. Tahap Produksi/Komersil, yaitu tahap dimana proyek PMA dan PMDN

melakukan uji coba produksi dan selanjutnya melakukan produksi

komersil sebagai realisasi proyeknya sesuai dengan rencana dan jadwal

proyek yang telah ditentukan.

Pengawasan ini melihat berdasarkan keberadaan pedoman kerja

pengawasan. Kita tahu bahwa pengawasan preventif dimaksudkan untuk

mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan. Pengawasan

preventif ini biasanya berbentuk prosedur yang harus ditempuh dalam

pelaksanaan kegiatan. Dalam kenyataannya BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam

tugasnya yaitu pengawasan pada kegiatan investasi PMA dan PMDN berdasarkan

pada pedoman kerja pengawasan yang telah ada.

Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa dalam hal pedoman kerja

pengawasan yang dilakukan BKPPMD Provinsi Jawa Barat pada kegiatan

investasi PMA dan PMDN tidak ada permasalahan. Ketersediaan Pedoman Kerja

78

Pengawasan memudahkan BKPPMD dalam melaksanakan tugas pokok dan

fungsinya.

4.1.3 Sanksi-Sanksi Terhadap Pembuat Kesalahan dalam Pengawasan

BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan Investasi PMA dan

PMDN

Sanksi merupakan hal yang harus selalu ada di dalam suatu kegiatan baik

itu kegiatan yang dilakukan dalam suatu pemerintahan maupun swasta berupa

tindakan tegas karena melanggar peraturan atau perjanjian yang sebelumnya telah

disepakati bersama.

Dalam hal ini apabila dikaitkan dalam tindakan atau langkah-langkah yang

dilakukan oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam hal pengawasan kegiatan

investasi merupakan langkah tindak pemerintah yang dikenakan kepada

perusahaan PMA dan PMDN yang melaksanakan kegiatan investasinya tidak

sesuai atau melanggar Peraturan Perundang-undangan Penanaman Modal.

Pengaturan mengenai sanksi terhadap perusahan yang melanggar atau

tidak sesuai diatur dalam peraturan kepala BKPM RI No 13 tahun 2009 Pasal 20.

Berdasarkan peraturan diatas perusahaan yang melanggar Peraturan Perundang-

undangan Penanaman Modal dapat dikenakan sanksi administratif jenis sanksi

yang dikenakan oleh pemerintah terhadap perusahaan PMA dan PMDN adalah

sebagai berikut:

1. Peringatan tertulis

2. Pembatasan kegiatan usaha

79

3. Pembekuaan kegiatan usaha/fasilitas penanaman modal atau

4. Pencabutan kegiatan usaha dan atau fasilitas penanaman modal

(pasal 21 Peraturan Kepala BKPM RI no 13 tahun 2009)

Dalam kesempatan ini penulis melakukan wawancara dengan pihak

BKPPMD Provinsi Jawa Barat bermaksud untuk mencari tahu pelaksanaan

sanksi-sanksi yang sudah diatur untuk perusahaan PMA dan PMDN yang

melakukan pelanggaran. Hasil wawancara tersebut mengatakan bahwa Dalam

implementasi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan PMA dan

PMDN pada setiap tahapan kegiatan investasi penerapan sanksi belum dilakukan

secara tegas, baik yang dilakukan oleh BKPM RI, BKPM Provinisi Jawa Barat

maupun instansi penanaman modal kabupaten dan kota.

Keabsahan suatu data dalam penelitian ini lebih diutamakan oleh penulis,

untuk itu penulis melakukan wawancara lanjutan terhadap orang yang berbeda

namun tetap masih dalam ruang lingkup BKPPMD Provinsi Jawa Barat hanya

sekedar untuk mempertanyakan kebenaran pernyataan hasil wawancara

sebelumnya sekaligus hanya bersifat meminta penjelasan, beliau mengatakan hal

tersebut memang ada dan terjadi hal seperti itu, dalam hal ini dikarenakan adanya

faktor pertimbangan politis yang menjadi permasalahan, yaitu apabila perusahaan

PMA dan PMDN yang melakukan pelanggaran dikenakan sanksi secara tegas

katakan pemerintah memberikan sanksi pencabutan kegiatan usaha akan

berdampak atau konsekuensi logisnya adalah terjadinya pemutusan hubungan

kerja (PHK) besar-besaran dan bagi pemerintah menjadi problem solving yang

pemecahannya perlu pertimbangan politis. Karena salah satu tujuan kegiatan

80

pengembangan investasi di daerah adalah menyerap tenaga kerja yang sebanyak-

banyaknya guna meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat.

Dari beberapa pernyataan yang diperoleh dari hasil wawancara, diatas,

penulis menganalisa bahwa pihak BKPPMD Provinsi Jawa Barat tidak bisa

bertindak tegas dalam hal penerapan sanksi-sanksi yang telah ditentukan,

dikarenakan melihat berbagai macam pertimbangan. Disamping sisi tujuan dari

kegiatan pengembangan investasi sangat penting yaitu menyerap tenaga kerja

yang sebanyak-banyaknya guna meningkatkan pendapatan dan daya beli

masyarakat, disisi lain peraturan harus tetap berjalan yaitu sanksi bagi perusahaan

PMA dan PMDN yang melanggar perjanjian sebelumnya.

Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa dalam hal pelaksanaan

sanksi bagi perusahaan PMA dan PMDN yang tidak sesuai atau melanggar

perjanjian sebelumnya tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan dikarenakan

ketidak tegasan dari pihak BKPPMD Provinsi Jawa Barat yaitu yang menjadi

permasalahan adanya faktor pertimbangan politis. Dengan kata lain dari pihak

BKPPMD tidak mau gegabah dalam hal memberikan sanksi kepada perusahaan

PMA dan PMDN.

4.1.4 Pengorganisasian Segala Macam Kegiatan dalam Pengawasan

BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam Kegiatan Investasi PMA dan

PMDN

Pengorganisasian merupakan langkah strategis dalam rangka pelaksanaan

program kegiatan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan proyek-proyek

PMA dan PMDN di Kabupaten dan Kota. Pengorganisasian Tim pengendalian

81

dilandasi oleh tugas pokok dan fungsi BKPPMD Provinsi Jawa Barat yang diatur

dalam Peraturan Gubernur No. 50 Tahun 2009.

Sejak Era Reformasi kedudukan dan wewenang BKPPMD Provinai Jawa

Barat mengalami perubahan karena kewenangan Penanaman Modal sebagian

besar diserahkan kepada Daerah Kabupaten dan Kota sejalan dengan UU No 22

Tahun 1999 Jo UU 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah kondisi ini

menjadikan peran dan kedudukan BKPPMD Provinsi Jawa Barat bersifat regulatif

dan koordinatif, teknis operasional dan direck services kepada investor menjadi

kewenangan Pemerintah Kabupaten dan Kota.

Akan tetapi dalam realisasinya pengorganisasian tim pengendalian peran

BKPPMD masih dominan dan daerah kurang dilibatkan maka nampaknya

berjalan masing-masing. Hubungan manajemen antara Pemerintah Provinsi dan

Pemerintah Kabupaten dan Kota seolah-olah terputus padahal otonomi daerah

tidak berarti khirarchi manajemen terputus, tetapi memberikan kewenangan

seluas-luasnya kepada daerah untuk membangun daerah sendiri tanpa intervensi

Pemerintah dan Pemerintah Provinsi dimana fungsi koordinasi antar Pemerintah

Provinsi dan Pemerintah Kabupaten dan Kota harus tetap dipelihara, sehingga

peraturan yang diciptakan oleh daerah dalam rangka pelaksanaan Undang-undang

No 25 tahun 1999 tentang Penanaman Modal tidak bertentangan dengan Undang-

undang Penanaman Modal itu sendiri.

Selama ini pengorganisasian tim pengendalian berdasarkan pengamatan

penulis dilandasi oleh Surat Tugas Kepala BKPPMD Provinsi Jawa Barat Kepada

82

Staf Bidang Pengendalian salah satu contoh Surat Tugas No 090/843/Pengdal,

tertanggal April 2011 kepada 6 orang staf Bidang Pengendalian.

Menurut hemat penulis dengan memperhatikan tugas pokok dan fungsi

seharusnya pengorganisasian tim pengendalian dilandasi oleh Surat Keputusan

Kepala BKPPMD Provinsi Jawa Barat selaku penanggungjawab team, ketua

pelaksana bidang pengendalian, sekertaris tim kepala subid pengendalian, para

anggotanya adalah: para staf bidang pengendalian, staf instansi penanaman modal

Kabupaten dan Kota, staf lembaga teknis terkait baik yang ada di Provinsi

maupun daerah agar fungsi koordinasi dan peran serta kedudukan BKPPMD

sebagai badan koordinator lebih jelas dan akan dapat terjaminnya keselarasan

tugas dan keserasian kerjasama antara BKPPMD dengan stakeholder terkait.

Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa pengorganisasian tim

pengendalian tidak berjalan dengan apa yang seharusnya. Di karenakan Peran

BKPPMD Provinsi Jawa Barat masih dominan dan daerah kurang dilibatkan maka

nampaknya berjalan masing-masing. dikarenakan tidak adanya penjelasan dan

petunjuk teknis yang mengatur mengenai kedudukan antara pihak pemerintah

provinsi dengan pemerintah kabupaten dan kota.

4.1.5 Sistem Koordinasi Pelaporan dan Pemeriksaan dalam Pengawasan

BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam Kegiatan Investasi PMA dan

PMDN

Pengawasan yang dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Promosi dan

Penanaman Modal (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat yaitu pengawasan sekaligus

83

pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan investasi PMA dan PMDN di

Kabupaten dan Kota yang ada di Jawa Barat.

Pengendalian yang dimaksud yaitu pengendalian yang di atur dalam tata

cara dan pedoman pengendalian pelaksanaan penanaman modal yang meliputi,

kegiatan pemantauan, pembinaan dan pengawasan dengan harapan agar

pelaksanaan kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan

peundang-undangan penanaman modal yang berlaku. (Peraturan Kepala BKPM

RI No 13 tahun 1999).

Mekanisme Pengendalian dilakukan antara lain dengan cara Preventif

yaitu Pengendalian yang dilakukan kepada perusahaan PMA dan PMDN lebih

bersifat pembinaan, terutama kepada perusahaan-perusahaan PMA dan PMDN

yang baru mendapatkan Surat Persetujuan Pemerintah, diberikan bimbingan teknis

tentang langkah-langkah selanjutnya yang harus dilakukan melalui pelaksanaan

program sosialisasi dan bimbingan teknis penanaman modal.

Dalam 1 tahun dilaksanakan 3 kali kegiatan yang dikoordinasikan dengan

perangkat daerah penanaman modal Kabupaten dan Kota yang akan dijadikan

tempat kegiatan sosialisasi dan bekerjasama dengan Badan Koordinasi Wilayah

(BAKORWIL) Jawa Barat, seperti: Bakorwil Cirebon, Bakorwil Priangan Timur

(Garut), Bakorwil Bogor dan Bakorwil Purwakarta.

Maksud dan tujuan diselenggarakan sosialisasi dan bimbingan teknis

penanaman modal, yaitu:

1. Bagi para aparatur Penanaman Modal Kabupaten dan Kota diharapkan

dapat memahami peraturan perundang-undangan penanaman modal yang

84

berlaku sehingga dapat berperan sebagai fasilitator bagi para perusahaan

PMA dan PMDN yang akan menanamkan modalnya di daerah Kabupaten

dan Kota yang bersangkutan dan mampu melayani secara professional

kepada para pengusaha PMA dan PMDN.

2. Bagi para perusahaan PMA dan PMDN tentu diharapkan mengetahui,

memahami semua ketentuan-ketentuan atau peraturan perundang-

undangan penanaman modal yang berlaku, sehingga dalam melaksanakan

kegiatan investasi PMA dan PMDN tidak terjadi penyimpangan-

penyimpangan yang tidak diharapkan serta memahami kewajibannya

untuk menyampaikan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM).

Tujuan yang diharapkan dari diselenggarakan sosialisasi dan bimbingan

teknis penanaman modal yaitu dalam rangka mewujudkan:

1. Perkembangan kegiatan investasi PMA dan PMDN yang berwawasan

lingkungan.

2. Meningkatkan kesadaran para investor PMA dan PMDN dalam memenuhi

kewajiabnnya.

3. Terciptanya iklim investasi PMA dan PMDN yang kondusif.

Adapun penyelengaraan sosialisasi dan bimbingan teknis Penanaman

Modal pada tahun anggaran 2011 adalah sebagai berikut:

Table 4.1 Kegiataan Sosialisasi dan Bimbingan Teknis Penanaman Modal

Bulan Lokasi Peserta

Perusahaan Aparat

Mei 2011 Bakorwil Cirebon 120 30

Juni 2011 Bakorwil Bogor 120 30

Juli 2011 Bakorwil Purwakarta 120 30

Sumber: Subbagian Pengendalian BKPPMD Prov Jabar

85

Disamping penyelenggaraan sosialisasi dan bimbingan teknis, juga

dilakukan pemerikasaan administrasi dan pemantauan perkembangan kegiatan

seperti halnya pengurusan izin-izin daerah, bagi perusahaan PMA dan PMDN

yang mengalami kesulitan akan difasilisitasi dan biasanya mendapat bimbingan

dan dibantu hingga diperolehnya perijinan daerah yang dikehendaki.

Permasalahannya adalah Pemerintah Pusat (BKPM RI) selaku pemangku

kewenangan yang berhak menerbitkan Surat Persetujuan Penanam Modal Asing

dan Penanam Modal Dalam Negeri (SP PMA dan PMDN) terkadang tidak

menyampaikan tembusan SP PMA dan SP PMDN ke Pemerintah Provinsi

(BKPPMD Provinsi Jawa Barat)..

Padahal SP PMA dan SP PMDN yang diterbitkan oleh Pemerintah

merupakan alat atau instrument untuk bahan informasi yang dijadikan tolak ukur

suatu perusahaan dalam melaksanakan perencanaan investasinya disuatu daerah.

Dimana dalam Surat Persetujuan (SPPMA dan PMDN) dapat diperoleh informasi

tentang:

1. No kode proyek

2. No Surat Persetujuan

3. Nama Perusahaan dan Alamat Perusahaan

4. Bidang usaha yang diminati

5. Struktur permodalan

6. Modal sendiri

7. Modal pinjaman

8. Jadwal kegiatan proyek

86

9. Rencana produksi dan kapasitas produksi

10. Rencana pengunaan tenaga kerja

11. Rencana pemasaran

12. Nama direktur perusahaan

13. Berlakunya surat persetujuan

Dari informasi yang diperoleh dari Surat Persetujuan SP PMA dan PMDN

yang dimiliki, maka perkembangan kegiatan dapat dipantau, dikendalikan dan

diawasi bagi perusahaan yang baru tahap perencanaan. Bagi Perusahaan PMA dan

PMDN yang telah mendapatkan Surat Persetujuan Pemerintah setelah 6 (enam)

bulan sejak SK diterima perusahaan berkewajiban menyampaikan Laporan

Kegiatan Penanaman Modalnya (LKPM). Untuk dapat diketahui kesungguhan

perusahaan dalam merealisasikan rencana kegiatan proyeknya.

Laporan Kegiatan Penanaman Modal ini sanggat penting sekali bagi

kegiatan pengendalian karena realisasi perkembangan kegiatan investasi dapat

dilihat melalui cara yaitu dengan memeriksa dan membandingkan antara Surat

Persetujuan dengan isi materi Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) yang

disampaikan sehingga dapat diketahui informasinya, antara lain:

1. Bagi perusahaan yang bertahap rencana dapat dilihat, apakah izin-izin

selanjutnya (izin daerah), seperti izin lokasi dan hak guna tanah, izin

mendirikan bangunan, izin kerja tenaga kerja asing bagi yang

menggunakan tenaga kerja asing apakah sudah dimiliki atau belum dan

izin lainnya yang diperlukan.

87

2. Bagi perusahaan PMA dan PMDN yang bertahap kontruksi/pembangunan

dapat dilihat dari pemilikan ijin bangunan setelah dari LKPM menunjukan

adanya kepemilikan IMB tentu mencermikan perusahaan PMA dan

PMDN ada pada tahap kontruksi, biasanya untuk memastikannya diadakan

pemeriksaan lapangan atau check on the spot dan biasanya diperiksa

tentang Building (BCR) dengan berpedoman kepada tata ruang daerah

kabupaten dan kota yang bersangkutan dimana perusahaan industry

dibangun atau lokasi daerah pabrik industi didirikan. Misalnya BCR yang

diberlakukan di daerah Kab dan Kota tersebut berdasarkan tata ruang yang

diberlakukan 60% bangunan dan 40% penghijauan.

3. Bagi perusahaan PMA dan PMDN yang bertahap produksi/komersil,

LKPM merupakan informasi yang sangat penting bagi kegiatan

pengendalian, karena dari LKPM yang disampaikan dapat dikaji dan

dinilai antara rencana perusahaan dengan realisasi dilapangan apakah

perusahaan PMA dan PMDN tersebut benar-benar melakukan kegiatan

penanaman modalnya sejalan dengan peraturan perundang-undangan

penanaman modal atau tidak.

Pemeriksaan administrasi dapat di cros check antara SP PMA dan PMDN

dengan LKPM yang disampaikan diantaranya dapat dikaji secara garis besar dapat

ditemukan yaitu:

1. Rencana penggunaan modal sudah berapa persen modal sendiri berapa

atau modal pinjaman berapa.

88

2. Rencana penggunaan tenaga kerja, yaitu berapa jumlah penggunaan tenaga

kerja asing dan berapa jumlah penggunaan tenaga kerja Indonesia.

3. Rencana kapasitas produksi sudah terpenuhi atau belum.

4. Rencana pemasaran ekspor atau dalam negeri

5. Penyelesaian fisik

6. Keterangan perusahaan

7. Perijinan penanaman modal yang dimiliki.

8. Kewajiban perusahaan PMA dan PMDN yang tercantum dalam Surat

Persetujuan penanaman modal atau izin usaha atau ketentuan yang

berlaku.

9. Permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan.

Dari faktor-faktor tersebut diatas, dapat dilihat apakah proyek-proyek

PMA dan PMDN berjalan sesuai dengan rencana, yaitu sesuai dengan isi materi

yang terdapat dalam Surat Persetujuan (SP PMA dan SP PMDN) atau tidak.

Apabila tidak sesuai, maka dilakukan pembinaan dan pengarahan agar kegiatan

proyek PMA dan PMDN itu sesuai dengan rencana yang tertuang dalam Surat

Persetujuan yang telah dimiliki.

Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa dalam hal Koordinasi

Pelaporan dan Pemeriksaan dalam Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat

dalam Kegiatan Investasi PMA dan PMDN berjalan sesuai dengan prosedur yang

sudah ditetapkan. Pelaksanaan pembinaan, pengarahan hingga pelaksanaan

sosialisasi tidak menghadapi suatu persoalan yang serius.

89

4.2 Pengawasan Represif

Pengawasan Represif merupakan salah satu bagian lainnya dari

pengawasan yang ditinjau dari segi waktunya. Pengawasan represif, ini dilakukan

setelah suatu tindakan dilakukan dengan membandingkan apa yang telah terjadi

dengan apa yang seharusnya terjadi. Dengan pengawasan represif dimaksud untuk

mengetahui apakah kegiatan dan pembiayaan yang telah dilakukan itu telah

mengikuti kebijakan dan ketentuan yang telah ditetapkan.

Apabila dikaitkan dalam dunia pemerintahan, Pengawasan a-posteriori

atau pengawasan represif merupakan suatu pengawasan yang dilakukan oleh

aparatur pemerintah yang lebih tinggi terhadap keputusan aparatur pemerintah

yang lebih rendah. Pengawasan dilakukan setelah dikeluarkannya keputusan atau

ketetapan pemerintah atau sudah terjadinya tindakan pemerintah. Tindakan dalam

pengawasan represif dapat berakibat pencabutan apabila ketetapan pemerintah

tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Dalam keadaan yang mendesak tindakan dapat dilakukan yaitu salah satunya

dengan cara menangguhkan ketetapan yang telah dikeluarkan sebelum dilakukan

pencabutan.

Dalam pembahasan ini, menjelaskan mengenai Pengawasan Represif oleh

Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi

Jawa Barat dalam kegiatan investasi bidang Penanaman Modal Asing (PMA) dan

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) supaya memberikan kontribusi

terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya Provinsi Jawa Barat.

90

4.2.1 Perbandingan Hasil Kegiatan dengan Rencana dalam Pengawasan

BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam Kegiatan Investasi PMA dan

PMDN

Pengendalian merupakan kegiatan untuk melakukan pemantauan,

pembinaan, dan pengawasan agar pelaksanaan penanaman modal sesuai dengan

Peraturan Perundang-undangan Penanaman Modal yang berlaku. Pengendalian

yang dimaksud yaitu pengendalian terhadap Penanaman Modal baik Penanaman

Modal Asing maupun Penanaman Modal Dalam Negeri dilakukan terhadap

proyek PMA dan PMDN mulai dari tahap perencanaan, tahap pembangunan dan

tahap produksi atau komersil.

Berdasarkan sumber data BKPPMD Provinsi Jawa Barat selama 5 tahun

yaitu sejak tahun 2005-2009 total proyek PMA dan PMDN yang harus

dikendalikan adalah 1649 proyek, jumlah tersebut merupakan target pengendalian.

Untuk mendapatkan gambaran secara rinci penulis sajikan data perusahaan atau

proyek-proyek PMA dan PMDN sebagai target kegiatan pengendalian yang

direncanakan oleh Bidang Pengendalian selama 5 tahun adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Jumlah Proyek PMA dan PMDN yang Dijadikan Target

Pengendalian Selama 5 tahun (2005-2009)

Tahun PMA PMDN Jumlah

2005 281 69 350

2006 245 36 281

2007 286 39 325

2008 322 65 387

2009 255 51 306

(Sumber: Subbidang Pengendalian,2011)

Dari gambaran table diatas setiap tahun target pengendalian bersifat

flukfulatif berdasarkan hasil wawancara dan informasi yang diterima dari pejabat

91

yang bersangkutan sebagai pemangku kewenangan pengendalian hal tersebut

dikarenakan bersumber pada Surat Persetujuan Penanaman Modal (SP.PMA dan

SP.PMDN) yang diterbitkan oleh pemerintahan baik yang berstatus PMA

maupun PMDN secara kuantatif setiap tahun berbeda jumlahnya tergantung pada

minat Investor yang akan menanamkan modalnya di Provinsi Jawa Barat.

Dari jumlah 1649 proyek PMA dan PMDN secara sektoral lebih banyak

atau dominan minat Investor lebih tertarik pada sektor sekunder (sektor Industri)

dibanding sektor primer (Pertanian dalam arti luas) dan sektor tersier

(perdagangan dan jasa) hal ini dikarenakan sektor sekunder secara ekonomis lebih

prospektif, marketabel, dan profitabel. Dari aspek lokasi yang dipilih tentu daerah

yang dianggap strategis yaitu daerah kabupaten dan kota yang dekat dengan ibu

kota Negara yaitu Jakarta dengan motif adannya dukungan fasilitas yang memadai

baik infrastruktur maupun fasilitas lainnya sebagai penunjang kelancaran

pelaksanaan kegiatan Penanaman Modal. Kabupaten dan Kota yang dimaksud

seperti halnya; Kabupaten dan Kota Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten

Purwakarta, Kota Depok, Kabupaten dan Kota Sukabumi serta Kabupaten dan

Kota lainnya.

Selama 5 tahun (2005-2009) dari target program kegiatan pengendalian

investasi PMA dan PMDN se Jawa Barat sebanyak 1649 proyek terealisasi 767

proyek atau sekitar 47%. Adapun ratio perkembangan kegiatan pengendalian oleh

Bidang Pengendalian BKPPMD Provinsi Jawa Barat selama 5 tahun tersebut

dapat digambarkan pada tabel dibawah ini, adalah sebagai berikut:

92

Tabel 4.3 Realisasi capaian target pengendalian

Tahun Jumlah Target Proyek Jumlah Realisasi Tingkat Capai

2005 350 138 47

2006 281 137 47

2007 325 156 47

2008 373 182 47

2009 306 154 47

1649 767 47

(Sumber: Sub Bidang Pengendalian, 2011)

Dari aspek perencanaan program pengendalian nampaknya dilapangan

masih banyak kelemahan yaitu: dalam proses pendataan baik PMA maupun

PMDN belum memenuhi kebutuhan tugas pokok dan fungsi kegiatan

pengendalian seperti halnya belum tersedianya data berupa jumlah Perusahaan

PMA dan PMDN yang dikategorikan tahap perencanaan, Perusahaan PMA dan

PMDN yang dikategorikan tahap pembangunan serta Perusahaan PMA dan

PMDN tahap produksi/komersil.

Kondisi tersebut menyulitkan untuk mendapatkan informasi atau untuk

mengetahui jumlah perusahaan atau proyek PMA dan PMDN secara kongkrit

yang bertahap perencanaan, jumlah perusahaan PMA dan PMDN yang bertahap

pembangunan dan jumlah perusahaan PMA dan PMDN bertahap

produksi/komersil padahal menurut hemat penulis instrument data merupakan alat

yang sangat vital dan urgen bagi sebuah proses penyusunan perencanaan program

kegiatan pengendalian agar hasilnya dapat dijadikan sebuah pedoman yang akurat

dan dapat dievaluasi secara tepat tanpa data yang informatif tentu hasil kegiatan

pengendalian tidak akan terlaksana secara efektif.

Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan nampaknya fungsi koordinasi

masih lemah karena proses penyusunan perencanaan masih didominasi oleh unit

93

kerja Bidang Pengendalian belum melibatkan Stakeholder yang terkait khususnya

Lembaga Teknis Penanaman Modal yang berada di Kabupaten dan Kota Provinsi

Jawa Barat, demikian juga dengan Instansi Teknis terkait tentu hal ini tidak

sejalan dengan nomenklatur lembaga teknis BKPPMD Provinsi Jawa Barat yang

berfungsi sebagai Badan Kordinator kegiatan Promosi dan Penanaman Modal di

daerah.

Implikasinya terhadap hasil penyusunan perencanaan program

pengendalian yang belum mengakomodir masukan-masukan dan pandangan-

pandangan dari setiap Stakeholder sehingga perencanaan program kegiatan

pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan PMA dan PMDN belum sinergis

dengan perencanaan program pengendalian Lembaga Teknis Kabupaten dan Kota

di Jawa Barat.

Menurut hemat penulis seharusnya untuk mendapat hasil penyusunan

program kegiatan pengandalian terhadap pelaksanaan kegiatan PMA dan PMDN

proses penyusunannya sebaiknya melibatkan Stakeholder atau Lembaga Teknis

Penanaman Modal yang ada di Kabupaten dan Kota yang wilayahnya dijadikan

tempat berinvestasi dengan harapan diperolehnya sinergitas, keserasian program

yang dirumuskan. Sehingga sesuai dengan kedudukan dan peran BKPPMD

Provinsi Jawa Barat sebagai unit organisasi kordinator Promosi dan Penanaman

Modal (Peraturan Gubernur No 50 Tahun 2009).

Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa dalam hal pengawasan

BKPPMD terhadap kegiatan investasi PMA dan PMDN dengan cara

membandingkan hasil kegiatan dengan rencana yang sudah di rencanakan

94

sebelumnya, pencapaiannya belum maksimal dan sesuai dengan target yang

diharapkan dikarenakan permasalahan dalam hal seperti halnya belum tersedianya

data berupa jumlah Perusahaan PMA dan PMDN yang dikategorikan tahap

perencanaan, tahap pembangunan, dan tahap produksi/komersil, lalu fungsi

koordinasi masih lemah karena proses penyusunan perencanaan belum melibatkan

Stakeholder yang terkait khususnya Lembaga Teknis Penanaman Modal yang

berada di Kabupaten dan Kota.

4.2.2 Penyebab Terjadinya Penyimpangan dalam Pengawasan BKPPMD

Provinsi Jawa Barat dalam Kegiatan Investasi PMA dan PMDN

Dalam setiap tindakan baik itu pengawasan maupun pengendalian

terhadap suatu organisasi maupun perusahaan tidak akan pernah luput dengan

namanya mencari penyebab dari suatu hasil yang tidak diharapkan. Hal tersebut

penting untuk melakukan perbaikan kearah yang lebih baik.

Dalam hal ini tim pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan

kegiataan penanaman modal yang dilakukan oleh BKPPMD terhadap baik PMA

maupun PMDN di daerah, mereka harus siap bertanggungjawab dengan cara

memberikan laporan berupa hasil pelaksanaan baik hasilnya baik maupun buruk.

Penulis dalam hal ini melakukan wawancara dengan Staf Subbidang

Pengendalian BKPPMD, bermaksud untuk menanyakan soal permasalahan yang

terjadi terhadap pengendalian yang bersifat administratif maupun lapangan adalah

sebagai berikut:

95

1. Perusahaan PMA dan PMDN tidak menyampaikan alamat yang

sebenarnya atau pinjam alamat khususnya bagi perusahaan PMA dan

PMDN yang tahap perencanaan.

2. Pengisian LKPM belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan

penyampaian yang terlambat.

3. Penggunaan tenaga kerja asing melebihi perencanaan.

4. Pemilikan ijin daerah yang belum lengkap.

5. Melaksanakan perluasan baik fisik maupun peningkatan produksi belum

melaksanakan pengurusan ijin usaha tetep (IUT).

6. Belum tercapainya kapasitas produksi atau melebihi kapasitas produksi.

7. Mesin dilapangan belum sesuai dengan master list yang dimiliki

8. Pembangunan proyek belum sesuai dengan jadwal kegiatan proyek

9. Water treatment belum sesuai dengan amdal.

10. Dalam rangka alih teknologi tenaga kerja asing tidak menyampaikan job

diskripsi, sehingga tenaga pendamping tidak mengetahui uraian tugas yg

sebenarnya.

Gambaran tersebut di atas menurut hemat penulis merupakan kondisi

permasalahan dilapangan yang terjadi pada unit kerja bidang pengendalian

BKPPMD Provinsi Jawa Barat bahwa tugas-tugas kegiatan pengendalian dan

pengawasan Investasi PMA dan PMDN dari mulai perencanaan program dan

pelaksanaan kegiatan program pengendalian dan pengawasan belum efektif hal ini

dikarenakan lemahnya fungsi koordinasi baik pada pelaksanaan pengendalian dan

pengawasan secara preventif maupun pengendalian secara represif.

96

Dalam hal ini juga diperlihatkan adanya gambaran secara ril dilapangan

berdasarkan obeservasi, bahwa jumlah perusahaan PMA dan PMDN yang

memiliki kewajiban sesuai dengan Amanah Undang Undang No 25 tahun 2009

tentang Penanaman Modal baru mencapai 10 % artinya sebagian besar masih

terdapat perusahaan PMA dan PMDN dalam mengelola kegiatan operasional

proyek PMA dan PMDN di daerah belum memenuhi amanah Peraturan

Perundang-undangan Penanaman Modal yang berlaku.

Kondisi ini berarti hasil tujuan pengendalian dan pengawasan belum

optimal padahal berdasarkan teori tujuan dari kegitaan pengendalian dan

pengawasan yang dikemukakan oleh masri pada bab I hal 8 adalah:

Mencegah dan memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidaksesuaian dalam

pelaksanaan tugas yang dilakukan. Agar pelaksanaan yang dilaksanakan sesuai

dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

(Masry,2004:61)

Sejalan dengan konsep tujuan pengawasan yang dikemukakan masri,

BKPPMD Provinsi Jawa Barat telah melaksanakan upaya pencegahan dan upaya

mengeliminasi atau mengurangi penyimpangan-penyimpangan kegiatan Investasi

PMA dan PMDN di daerah melalui kegiatan sosialisasi Peraturan Perundang-

undangan Penanaman Modal dan pembinaan penanaman modal kepada

perusahaan PMA dan PMDN selama 3 (tiga) kali dalam satu tahun, akan tetapi

hasilnya belum optimal oleh karena itu guna tercapainya efektifitas kegiatan perlu

kegiatan pengendalian dan pengawasan Investasi PMA dan PMDN baik yang

bersifat preventif maupun refresif perlu dievaluasi guna untuk meningkatkan

97

perusahaan PMA dan PMDN yang berkembang di Jawa Barat dapat

melaksanakan kegiatannya sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang

berlaku.

Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa pengendalian dan

pengawasan yang dilakukan oleh BKPPMD terhadap kegiatan investasi PMA dan

PMDN belum efektif dan oftimal, hal ini dikarenakan lemahnya fungsi koordinasi

baik pada pelaksanaan pengendalian dan pengawasan secara preventif maupun

pengendalian secara represif yang dilakukan oleh BKPPMD terhadap perusahaan

PMA dan PMDN, sekaligus lemahnaya kordinasi antara pihak yang terkait dalam

kegiatan investasi baik itu di Pemerintah Provinsi maupun dengan Pemerintah

kabupaten atau kota.

4.2.3 Penilaian Terhadap Hasil Kegiatan dalam Pengawasan BKPPMD

Provinsi Jawa Barat dalam Kegiatan Investasi PMA dan PMDN

Setiap tim pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiataan

penanaman modal baik PMA maupun PMDN di daerah, mereka harus

menyampaikan laporan hasil tugas lapangannya sebagai bukti bahwa tim telah

melaksanakan tugasnya.

Laporan merupakan informasi yang disampaikan oleh tim pengendalian

dan pengawasan yang memuat data perusahaan dan hasil-hasil temuan yang

terjadi dilapangan sebagai pertanggungjawaban tim kepada pimpinan dalam hal

ini Kepala BKPPMD Provinsi Jawa Barat sebagai pemberi tugas.

98

Hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis terhadap salahsatu pekerja

yang berada di BKPPMD Provinsi Jawa Barat menyatakan bahwa proses

penilaian terhadap kegiatan pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh

BKPPMD pertama menerima hasil laporan yang disampaikan, yang kedua

sekaligus tindak lanjut dari laporan tersebut dilakukan suatu tindakan pengecekan

terhadap pelaporan tersebut.

Laporan yang disampaikan dilengkapi dengan berita acara pemeriksaan

terhadap perusahaan PMA dan PMDN, yang selanjutnya sebagai bahan pokok

bahasan rapat untuk menghasilkan putusan sebagai langkah tindak terhadap

perusahaan atau proyek PMA dan PMDN yang telah melakukan penyimpangan-

penyimpangan atau pelenggaran ketentuan yang berlaku.

Untuk mengkonfirmasikan kebenaran pelaksanaan tim pengendalian dan

pengawasan terhadap proyek PMA dan PMDN di daerah, biasanya pimpinan

meminta penjelasan kepada ketua tim agar menyampaikan penjelasan tentang

kondisi proyek-proyek PMA dan PMDN yang telah diperiksa di dalam rapat.

Penjelasan yang disampaikan oleh ketua tim merupakan alat cros check yang

dilakukan pimpinan terhadap laporan hasil pengendalian dan pengawasan

dilapangan sebagai bukti bahwa tim benar-benar telah melakukan kegiatan

pengendalian dan pengawasan terhadap proyek PMA dan PMDN di daerah

Kabupaten dan Kota yang bersangkutan.

Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa pengendalian dan

pengawasan yang dilakukan oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat terhadap

kegiatan investasi PMA dan PMDN yaitu dalam segi proses kegiatan penilaian

99

terhadap hasil kegiatan dalam pengawasan kegiatan investasi sudah sesuai dengan

prosedur. Dari pimpinan BKPPMD tidak hanya menerima hasil laporan semata,

namun dilakukan suatu tindakan pengecekan langsung atau cros check sehingga

hasil laporannya bisa dipertanggungjawabkan.

4.2.4 Sanksi yang Dilakukan Terhadap Pembuat Kesalahan dalam

Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam Kegiatan Investasi

PMA dan PMDN

Sanksi merupakan hal yang harus selalu ada didalam suatu kegiatan baik

itu kegiatan yang dilakukan dalam suatu pemerintahan maupun swasta berupa

tindakan tegas karena melanggar peraturan atau perjanjian yang sebelumnya telah

disepakati bersama.

Hasil wawancara didapatkan informasi mengenai Permasalahan yang

menimbulkan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan PMA dan

PMDN adalah sebagai berikut:

1. Kurangnya pemahaman Peraturan Perundang-undangan Penanaman

Modal.

2. Rendahnya tingkat kesadaran para investor baik PMA maupun PMDN

dalam memenuhi kewajibannya.

3. Terbatasnya kemampuan dari para aparatur pemerintah penanaman modal

di daerah tentang pengetahuan teknis penanaman modal.

100

4. Motif perusahaan baik asing maupun lokal dalam melakukan kegiatan

investasinya masih berorientasi profit orientit dan kurang memperhatikan

sosial motif.

5. Sering terjadinya mutasi jabatan dilingkungan instansi penanaman modal

di daerah, menyebabkan terjadinya stagnasi pegawai baru yang menguasai

pengetahuan teknik penanaman modal.

6. Perusahaan PMA dan PMDN kurang memperhatikan program penempatan

pegawai yang khusus menangani tugas-tugas yang berhubungan dengan

pengelolaan administrasi kegiatan usahanya yang harus selalu

diinformasikan kepada pemerintah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan staf Subbidang Pengendalian dan

pengawasan di BKPPMD Provinsi Jawa Barat, menyatakan bahwa dari adanya

pelanggaran-pelanggaran tersebut, Pegawai Subbagian Pengendalian BKPPMD

Provinsi Jawa Barat melakukan cross chek kelapangan yang selanjutnya

memberikan surat peringatan kepada Perusahaan PMA dan PMDN, biasanya surat

peringatan ini diberikan sebanyak 3 kali, apabila setelah surat peringatan sanksi

dilakukan dengan cara diajukan rekomendasi oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat

berupa jenis-jenis pelanggaran yang telah dilakukan oleh perusahaan PMA dan

PMDN kepada BKPM RI dalam menindak atau memberikan sanksi lebih lanjut

terhadap perusahaan PMA dan PMDN.

Namun dalam inplementasinya pelanggaran-pelanggaran tersebut di atas

yang dilakukan oleh perusahaan PMA dan PMDN penerapan sanksi belum begitu

101

tegas yang dilakukan oleh BKPM RI. Hal ini karena adanya faktor pertimbangan

politis yang menjadi permasalahan.

Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa Kegiatan pengawasan

Represif yaitu pengawasan yang dilakukan oleh BKPPMD dalam kegiatan

investasi oleh PMA dan PMDN dalam hal pemberian sanksi terhadap perusahaan

yang melakukan pelanggaran belum dilakukan secara tegas oleh pihak BKPPMD

Provinsi Jawa Barat. Alasannya sama dengan penjelasan alasan sebelumnya

dalam pembahasan sanksi dalam pengawasan preventif yaitu alasan faktor

pertimbangan politis yang menjadi permasalahannya.

4.2.5 Pengecekan Kebenaran Laporan yang Dibuat oleh Para Petugas

Pelaksana dalam Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam

Kegiatan Investasi PMA dan PMDN

Kegiatan pengecekan merupakan pemeriksaan kembali, kegiatan

pengecekannya dilakukan secara langsung atau bisa saja dilakukan dengan cara

meminta laporan dari pihak yang berbeda. Pengendalian penanaman modal atau

pelaksanaan kegiatan investasi PMA dan PMDN lebih banyak dilakukan secara

preventif dari pada pengendalian atau pengawasan yang bersifat represif.

Pengawasan yang bersifat represif biasanya dilakukan bagi proyek-proyek PMA

dan PMDN yang melakukan pelanggaran berat seperti halnya terjadi pencemaran

atau kurang memperhatikan aspek lingkungan dan biasanya terjadi karena adanya

pengaduan-pengaduan masyarakat setempat yang merasa dirugikan karena

dampak polusi tanaman di daerah sekitarnya mati, ikan-ikan terdapat di kolam

102

juga mati, dan biasanya terjangkitnya penyakit kulit atau pernapasan yang di

derita oleh mereka. Apabila terjadi peristiwa tersebut di atas BKPPMD Provinsi

Jawa Barat mengundang mitra kerja terkait untuk membahas permasalahan-

permasalahan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan proyek PMA dan PMDN di

Kabupaten atau Kota dimana proyek tersebut dioperasikan.

Dalam rapat koordinasi pembahasan masalah, biasanya di bentuk tim

untuk melakukan peninjauan lapangan di daerah Kabupaten dan Kota dimana

perusahaan PMA dan PMDN dibangun dalam rangka pencarian atau penggalian

informasi baik dari perusahaan itu sendiri atau dari pihak masyarakat di daerah

sekitar industri yang didirikan, untuk mendapatkan kebenaran informasi.

Untuk memperoleh informasi dari perusahaan dapat dikaji secara

administrasi dapat dilihat dari jenis perizinan yang dimiliki baik perizinan pusat

maupun perizinan daerah. Sehingga secara legalitas dapat diketahui apakah

perusahaan tersebut telah melanggar aturan atau tidak disamping secara

administrasi juga diperiksa, dikaji, dievaluasi secara fisik tentang bangunan water

tritmen yang dimiliki sudah sesuai dengan rencana amdal atau tidak. Apabila

terjadi pelanggaran tim pengendalian akan melakukan langkah-langkah tindak

dengan protap-protap yang telah dilakukan dalam ketentuan-ketentuan yang

berlaku.

Hasil dari pemeriksaan lapangan yang dilakukan oleh tim pengendalian

biasanya dibuat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang ditandatangani oleh

pihak tim pengendalian dan pihak perusahaan yang bersangkutan. Dalam Berita

Acara Pemeriksaan juga dimuat temuan yang terjadi dalam operasional kegiatan

103

perusahaan PMA dan PMDN tersebut. Salah satu contoh pelanggaran yang

dilakukan oleh perusahaan, misalnya pencemaraan lingkungan (tercemarnya air

dilingkungan sekitar perusahaan). Bukti pelanggaran tersebut (contoh air yang

tercemar) di bawa bersamaan dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh tim

pengendalian. Kemudian tim pengendalian merumuskan rekomendasi yang

ditandatangani oleh Kepala BKPPMD Provinsi Jawa Barat untuk disampaikan

kepada kepala BKPM RI sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil langkah-

langkah kebijakan lebih lanjut.

Dengan melihat hasil penelitian dan penjelasan di atas, maka penulis

berkesimpulan bahwa kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh BKPPMD

provinsi Jawa Barat dalam hal ini pengecekan kembali terhadap hasil laporan

yang diterima sudah diterapkan didalam program kerja dari BKPPMD provinsi

Jawa barat, disamping itu.kegiatan pengecekaan kembali sudah sesuai dengan

prosedur yang di tetapkan oleh BKPPMD provinsi Jawa Barat.

104

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian serta analisa peneliti mengenai pelaksanaan

pengawasan kegiatan Investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman

Modal Dalam Negeri di Provinsi Jawa Barat oleh Badan Koordinasi Promosi dan

Penanaman Modal (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat, maka peneliti

mengemukakan kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengawasan preventif yang dilakukan oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat

dalam kegiatan Investasi PMA dan PMDN di Provinsi Jawa Barat pada

dasarnya telah dilakukan dengan baik, namun masih terdapat beberapa

kekurangan, yaitu: tidak adanya Petunjuk Teknis (JUKNIS) tentang tata

cara pengawasan kegiatan Investasi PMA dan PMDN yang berdampak

pada ketidakjelasan batas kewenangan kegiatan Investasi antara Provinsi

maupun Kabupaten dan Kota, ada ketidakjelasan dalam hal penerapan

sanksi-sanksi kepada perusahaan PMA dan PMDN yang melanggar

peraturan, pengorganisasian tim pengendalian tidak berjalan dengan apa

yang seharusnya, dikarenakan peran BKPPMD Provinsi Jawa Barat masih

dominan dan daerah kurang dilibatkan.

2. Pengawasan represif yang dilakukan oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat

dalam kegiatan Investasi PMA dan PMDN di Provinsi Jawa Barat masih

terdapat kekurangan, antara lain: belum tersedianya berapa jumlah

105

perusahaan PMA dan PMDN yang dikategorikan tahap perencanaan, tahap

pembangunan, dan tahap komersil, fungsi koordinasi masih lemah karena

proses penyusunan perencanaan belum melibatkan lembaga teknis

penanaman modal yang berada di Kabupaten dan Kota, laporan

pelaksanaan tugas tim pengendalian dan pengawasan kegiatan Investasi

PMA dan PMDN baru dilakukan secara tertulis dan belum di evaluasi oleh

pimpinan untuk mengetahui kinerja tim berdasarkan tingkat struktural.

5.2 Saran-Saran

Saran yang akan peneliti berikan bertujuan sebagai bahan masukan bagi

pelaksanaan pengawasan kegiatan Investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan

Penanaman Modal Dalam Negeri di Provinsi Jawa Barat oleh Badan Koordinasi

Promosi dan Penanaman Modal (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat. Adapun saran

peneliti dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dalam pengawasan preventif dalam kegiatan Investasi PMA dan PMDN

di Provinsi Jawa Barat oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat sebaiknya

sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari BKPPMD Provinsi Jawa Barat

yaitu merumuskan kebijakan penanaman modal yang lebih bersifat teknis,

pemberian sanksi yang lebih tegas kepada perusahaan PMA dan PMDN

dalam rangka meningkatkan kesadaran para pelaku usaha yang melakukan

kegiatan investasi di Jawa Barat, dalam pengorganisasian peran daerah

lebih dilibatkan agar dapat terjaminnya keselarasan tugas dan keserasian

106

kerjasama antara BKPPMD Provinsi Jawa Barat dengan Stakeholder

terkait.

2. Dalam pengawasan preventif dalam kegiatan Investasi PMA dan PMDN

di Provinsi Jawa Barat oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat sebaiknya

penyusunan program kegiatan pengendalian dan pengawasan terhadap

pelaksanaan kegiatan PMA dan PMDN proses penyusunannya melibatkan

lembaga teknis penanaman modal yang ada di Kabupaten dan Kota dengan

harapan diperolehnya sinergitas, keserasian program yang dirumuskan,

meningkatkan fungsi koordinasi antara BKPPMD Provinsi Jawa Barat dan

lembaga teknis penanaman modal di Kabupaten dan Kota sebaiknya

frekuensi kegiatan sosialisai dan bimbingan teknis penanaman modal lebih

ditingkatkan, laporan tim yang telah melakukan tugas lapangan sebaiknya

menyampaikan laporan secara lisan dalam pelaksanaan program rapat

hasil pengendalian secara terprogram atau terjadwal.

107

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Bohari. 1992. Pengawasan Keuangan Negara. Jakarta: Rajawali Press

Certo, Samuel C. & S. Travis Certo. 2006. Modern Management,

Pearson Prentice Hall.

Hasibuan. 1993. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: CV Haji

Masagung

Koontz, Harold & Cyril O’Donnel & Heinz Weihrich. 1986. Manajemen. Jilid 2.

Terjemahan: Gunawan Hutauruk. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia. 1996. Sistem Administrasi

Negara Republik Indonesia. Jilid II/Edisi Ketiga. Jakarta: Toko Gunung

Agung.

Lubis. 1985. Pengendalian dan Pengawasan Proyek dalam Manajemen. Jakarta:

Ghalia Indonesia

Maman Ukas. 2004. Manajemen: Konsep, Prinsip dan Aplikasi. Bandung :

Penerbit Agnini.

Miles dan Huber Mas. 1992. Analisis Dara Kualitatif (Buku Sumber tentang

metode-metode barau). Jakarta: UI Press.

Moloeng, L.J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung : PT

Remaja Rosdakarya.

Mulyadi. 1997. Akutansi Manajemen, Konsep, Manfaat dan Rekayasa. Jogjakarta:

STIE YKPN

Ndraha. 2003. Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru) Jilid I. Jakarta:

PT Rineka Cipta

Ndraha. 2005. Kybernologi: Sebuah Rekontruksi Ilmu Pemerintahan. Jakarta: PT

Rineka Cipta

Pamudji S. 1985. Kerjasama Antara Daerah dalam Rangka Pembinaan Wilayah.

Jakarta: Surya Cipta

Setiady, Akbar dan Usman Husaini. 1990. Pengantar Statistika, Edisi kedua,

Jakarta: Bumi Aksara.

108

Silalahi, Ulbert. 1992. Studi Tentang Ilmu Administrasi Konsep, Teori dan

Dimensi. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Situmorang, Viktor dan Jusuf Juhir. 1994. Aspek Hukum Pengawasan Melekat

dalam Lingkungan Aparatur Pemerintah. Jakarta: PT Rineka Cipta

Siagian. 2005. Fungsi-Fungsi Manajerial. Jakarta: Bumi Aksara

Stoner, James A. F. and Edward R. Freeman. 1994. Manajemen. Jilid 2, Edisi

Kelima. Alih Bahasa: Wilhelmus W. Bakowatun dan Benyamin Molan.

Editor: Heru Sutejo. Jakarta : Intermedia

Surianingrat, Bayu, Drs. 1990, Mengenal Ilmu Pemerintahan. Jakarta:

PT Rineka Cipta

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alpabeta

Sunariyah. 2006. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Jogjakarta: AMP YKPN

Syafie, Kencana, Inu. 2001. Pengantar Ilmu Pemerintaham. Bandung:

PT Refika Aditama

Tandelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio Edisi I.

Jogjakarta: BPFE Jogjakarta

Winardi. 2000, Manajer dan Manajemen. Bandung: Citra Aditya Bakti

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang No 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal dalam Negeri

Undang-Undang No 11 Tahun 1970 Tentang Penanaman Modal Asing

Undang-Undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

Peraturan Daerah No. 16 Tahun 2000 tentang Lembaga Teknis Daerah

Provinsi Jawa Barat

Peraturan Gubernur Jawa Barat No 50 Tahun 2009 Tentang Tugas Pokok, Fungsi,

Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Badan Koordinasi Promosi dan

Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat.

109