PENGAWASAN BADAN KOORDINASI PROMOSI DAN...
Transcript of PENGAWASAN BADAN KOORDINASI PROMOSI DAN...
PENGAWASAN BADAN KOORDINASI PROMOSI DAN PENANAMAN
MODAL DAERAH (BKPPMD) PROVINSI JAWA BARAT
DALAM KEGIATAN INVESTASI PENANAM MODAL ASING (PMA)
DAN PENANAM MODAL DALAM NEGERI (PMDN)
DI PROVINSI JAWA BARAT
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Ujian Sidang Sarjana
Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Padjadjaran
RIZKI WAHYU MOCH AZHAR
170411080003
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
JATINANGOR
2012
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Dalam proses pembangunan suatu negara, terdapat banyak aspek penting
yang harus diperhatikan dan dimengerti. Dari segala aspek yang ada, aspek
ekonomi mempunyai pengaruh yang cukup besar. Di dalam aspek ekonomi, ada
banyak variabel yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Salah satu
variabel yang memiliki pengaruh terhadap pembangunan ekonomi di suatu negara
adalah investasi.
Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan
produksi. Pada posisi semacam ini investasi pada hakekatnya juga merupakan
langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal
mempengaruhi tinggi rendahnya. pertumbuhan ekonomi dan mencerminkan
marak atau lesunya perekonomian. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian
setiap Negara senantiasa menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi.
Indonesia merupakan Negara berkembang, oleh karena itu di dalam usaha
peningkatan perekonomiannya dibutuhkan modal dan investasi yang besar. Modal
tersebut dapat disediakan oleh pemerintah dan masyarakat luas termasuk orang
asing yang berdiam di Negara ini.
3
Untuk mempercepat pembangunan ekonomi daerah dan mewujudkan
kedaulatan politik dan ekonomi diperlukan peningkatan penanaman modal untuk
mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan
modal yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Disamping
menggali sumber pembiayaan asli daerah, pemerintah daerah juga mengundang
sumber pembiayaan luar negeri salah satunya adalah Penanaman Modal Asing
Langsung (Foreign Direct Investment).
Dalam perkembangannya pemerintah Indonesia terus memperbaharui
berbagai peraturan untuk lebih mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif
dan untuk penguatan daya saing perekonomian nasional dan daerah serta
mempercepat peningkatan penanaman modal yang dituangkan dalam Undang-
Undang No 1 Tahun 1967 jo Undang-Undang No 11 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-undang No 6 Tahun 1968 jo
Undang-Undang No 12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN), hingga diperbaharui dengan Undang-Undang No 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal, Provinsi Jawa Barat masih menjadi primadona pilihan
investor untuk menanamkan modalnya, baik penanaman modal asing maupun
penanaman modal dalam negeri. Hal ini dikarenakan Provinsi Jawa Barat secara
geografis mempunyai letak yang sangat strategis, kekayaan alam yang cukup
memadai, dan kebijakan pemerintah yang pro bisnis sehingga mendorong investor
untuk melaksanakan kegiatan ekonominya.
Provinsi Jawa Barat mempunyai daya tarik penanaman modal baik asing
maupun dalam negeri, yaitu ditandai dengan perkembangan investasi PMA dan
4
PMDN yang masih cukup menggembirakan, selama 5 tahun terakhir yaitu tahun
2005 sampai dengan tahun 2009 berdasarkan Surat Persetujuan yang diterbitkan
oleh pemerintah sebagai tahap perencanaan investasi. Terdapat 2.098 proyek
PMA dengan nilai investasi Rp 98,78 Triliun dan 381 proyek PMDN dengan nilai
investasi Rp 69,15 Triliun. Gambaran kuantitatif ini menunjukan beban dan bobot
kewenangan penanaman modal di Jawa Barat cukup besar, yang berarti kegiatan
PMA dan PMDN juga cukup tinggi di Jawa Barat, sehingga diperlukan
pengelolaan secara kelembagaan yang bersifat koordinatif. Pengelolaan kegiatan
Penanaman Modal secara koordinatif tersebut di Provinsi Jawa Barat menjadi
wewenang dan tanggung jawab Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman
Modal Daerah Provinsi Jawa Barat (BKPPMD Provinsi Jawa Barat). Proyek-
proyek perencanaan penanaman modal selama 5 tahun yang cukup besar itu, dapat
memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat apabila
proyek-proyek tersebut direalisasikan sesuai dengan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku.
Agar proyek-proyek PMA dan PMDN yang telah direncanakan oleh
investor dapat direalisasikan dengan baik, maka Pemerintah Daerah dalam hal ini
BKPPMD Provinsi Jawa Barat harus mampu memfasilitasi secara optimal dan
professional. Sesuai dengan kedudukan dan fungsinya BKPPMD Provinsi Jawa
Barat berkewajiban melakukan fungsi pengawasan terhadap proyek PMA dan
PMDN di Provinsi Jawa Barat melalui kegiatan pengendalian dan pembinaan
sejak proyek PMA dan PMDN tersebut mendapat Surat Persetujuan pemerintah
sampai dengan tahap komersil. Dengan kegiatan pengawasan ini diharapkan
5
proyek-proyek PMA dan PMDN dalam melakukan kegiatan ekonominya sesuai
dengan ketentuan penanaman modal.
Realisasi pelaksanaan fungsi pengawasan proyek-proyek investasi PMA
dan PMDN sangat kompleks dikarenakan sifat penanaman modal yang multi
sektoral dan lintas sektoral serta bersifat koordinatif sehingga memerlukan
kerjasama yang baik antara pemangku kewenangan baik ditingkat Provinsi
maupun tingkat Kabupaten/Kota bahkan bila diperlukan berkoordinasi dengan
pemangku kewenangan ditingkat pusat, dalam rangka memecahkan
permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh para investor dalam
merealisasikan proyeknya.
Dalam awal penelitian ditemukan suatu permasalahan terutama Dalam
pelaksanaan kegiatan pengendalian dan pembinaan masih terdapat banyak hal
yang menjadi kendala bagi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal
Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat diantaranya yang paling mendasar
belum adanya petunjuk teknis yang dimiliki oleh pemerintah daerah, adanya
otonomi daerah yang mewarnai kelembagaan investasi di Kabupaten/Kota yang
berbeda-beda kondisi ini mengakibatkan lemahnya koordinasi sering terjadi
mutasi pegawai di Kabupaten/Kota khususnya aparatur penanaman modal
sehingga mengakibatkan kurang memahami wawasan dan pengetahuan tentang
penanaman modal, peraturan daerah yang membebani para investor sehingga
biaya ekonomi menjadi tinggi. Kesadaran investor untuk menyampaikan LKPM
berkisar antara 4-6%. Kompleksnya permasalahan tersebut merupakan tantangan
yang harus disikapi dengan penuh kesungguhan, cermat, teliti dan professional
6
oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat sehingga fungsi pengawasan yang dilakukan
terhadap proyek-proyek PMA dan PMDN dapat berjalan secara efektif dan
efisien.
Dari permasalahan yang dipaparkan diatas maka diperlukan suatu
Pengawasan yang teliti, cermat, dan professional oleh Badan Koordinasi Promosi
dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat (BKPPMD Provinsi Jawa
Barat) dalam bidang penanaman modal supaya memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan ekonomi khususnya Provinsi Jawa Barat.
Dengan berbagai paparan yang telah dikemukakan di atas maka saya
sebagai peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai pengawasan Badan
Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa
Barat. Dengan mengambil tema tersebut, peneliti menetapkan judul penelitian
sebagai berikut “PENGAWASAN BADAN KOORDINASI PROMOSI DAN
PENANAMAN MODAL DAERAH (BKPPMD) PROVINSI JAWA BARAT
DALAM KEGIATAN INVESTASI PENANAMAN MODAL ASING (PMA)
DAN PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI (PMDN) DI PROVINSI
JAWA BARAT”.
7
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat di identifikasikan ruang
lingkup pembahasan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengawasan preventif yang dilakukan oleh Badan Koordinasi
Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat
dalam kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat?
2. Bagaimana pengawasan represif yang dilakukan oleh Badan Koordinasi
Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat
dalam kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat?
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui,
mengumpulkan data dan menganalisis sejauh mana pengawasan BKPPMD
Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan investasi PMA/PMDN di Provinsi Jawa
Barat. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisi pengawasan preventif yang
dilakukan oleh Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah
(BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan investasi Penanaman
Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di
Provinsi Jawa Barat.
8
2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis pengawasan refersif yang
dilakukan oleh Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah
(BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan investasi Penanaman
Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di
Provinsi Jawa Barat.
1.4. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini bagaimanapun juga diharapkan berguna baik secara
teoritis maupun secara praktis. Dengan kata lain kegunaan teoritis berarti hasil
penelitian memberikan kontribusi secara teoritis bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan secara praktis berarti hasil penelitian memberikan kontribusi
dalam pengambilan kebijakan guna perbaikan ke depan.
Lebih jauh lagi mengenai kegunaan penelitian ini, diantaranya sebagai
berikut:
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
terhadap perkembangan dan pendalaman studi ilmu pemerintahan.
Khususnya tentang pengawasan yang dilakukan oleh Badan Koordinasi
Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat
dalam kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan
masukan dan evaluasi yang bermanfaat bagi Badan Koordinasi Promosi
dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat,
9
khususnya mengenai peningkatan pengawasan kegiatan investasi
Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) di Provinsi Jawa Barat.
1.5. Kerangka Pemikiran
Dari sejumlah fungsi manajemen, pengawasan merupakan salah satu fungsi
yang sangat penting dalam pencapaian tujuan manajemen itu sendiri. Fungsi
manajemen lainnya seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan tidak akan
dapat berjalan dengan baik apabila fungsi pengawasan ini tidak dilakukan dengan
baik. Demikian pula halnya dengan fungsi evaluasi terhadap pencapaian tujuan
manajemen akan berhasil baik apabila fungsi pengawasan telah di lakukan dengan
baik.
Pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaanpekerjaan
terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki
(Ranupandojo, 1990 : 109). Pengawasan mempunyai hubungan yang erat dengan
fungsi manajemen lainnya, terutama dengan fungsi perencanaan. Oleh karena itu
Herbert G. Hicks dalam (Ulbert Silalahi) mengatakan bahwa pengawasan adalah
berhubungan dengan :
1. Perbandingan kejadian-kejadian dengan rencana-rencana
2. Melakukan tindakan-tindakan korektif yang perlu terhadap kejadian-
kejadian yang menyimpang dari rencana-rencana.
(Silalahi,1992:175)
10
Sedangkan Sondang P. Siagian dalam (Ulbert Silalahi) mengemukakan
pengertian pengawasan yaitu proses pengamatan dari pada pelaksanaan seluruh
kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang dilakukan
berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan (Silalahi, 1992:175).
Dari beberapa defenisi yang di kemukakan di atas dapat di tarik
kesimpulan bahwa: pengawasan adalah proses untuk menjaga agar kegiatan
terarah menuju pencapaian tujuan seperti yang direncanakan dan bila ditemukan
penyimpangan-penyimpangan diambil tindakan koreksi. Pelaksanaan kegiatan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan memerlukan pengawasan, agar
perencanaan yang telah disusun dapat dilasksanakan dengan baik.
Pengawasan yang dilakukan adalah bermaksud untuk mendukung
kelancaran pelaksanaan kegiatan sehingga dapat terwujud daya guna, hasil guna,
dan tepat guna sesuai rencana dan sejalan dengan itu, untuk mencegah secara dini
kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan.
Sedangkan menurut Masry mengemukakan beberapa fungsi pengawasan
sebagai berikut:
1. Mempertebal rasa tanggung jawab terhadap pejabat yang diserahi tugas
dan wewenang dalam pelaksanaan pekerjaan.
2. Mendidik para pejabat agar mereka melaksanakan pekerjaan sesuai
dengan prosedur yang telah ditentukan. (Masry,2004:62)
Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, penyelewengan, kelalaian, dan
kelemahan, agar tidak terjadi kerugian yang tidak diinginkan. Adapun tujuan
pengawasan seperti yang dikemukakan oleh Usman menyatakan tujuan
pengawasan adalah sebagai berikut:
11
1. Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan,
penyelewengan, pemborosan, hambatan.
2. Mencegah terulang kembalinya kesalahan, penyimpangan,
penyelewengan,
pemborosan dan hambatan.
3. Meningkatkan kinerja lembaga
4. Melakukan tindakan koreksi terhadap kesalahan-kesalan yang
dilakukan dalam pencapain kinerja yang baik.
(Usman,2001:400)
Sementara itu, menurut Masry menyatakan tujuan pengawasan adalah
sebagai berikut:
1. Mencegah dan memperbaiki kesalahan,penyimpangan, ketidaksesuaian
dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan.
2. Agar pelaksanaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan sebelumnya.
(Masry,2004:61)
Pencapaian tujuan lembaga agar sesuai dengan yang diharapkan maka
fungsi pengawasan harus dilakukan sebelum terjadinya penyimpangan-
penyimpangan sehingga lebih bersifat mencegah dibandingkan dengan tindakan-
tindakan pengawasan yang sesudah terjadinya penyimpangan. Oleh karena itu,
tujuan pengawasan adalah menjaga hasil pelaksanaan kegiatan sesuai dengan
rencana, ketentuan-ketentuan dan instruksi yang telah ditetapkan benar-benar
diimplementasikan, sebab pengawasan yang baik akan tercipta tujuan organisasi.
Dari uraian di atas dapatlah kita ambil kesimpulam bahwa pada dasarnya
pengawasan bertujuan untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan yang terjadi
nantinya dapat digunakan sebai pedoman untuk mengambil kebijakan guna
mencapai sasaran yang optimal.
Langkah-langkah yang dilakukan selama proses pengawasan menurut
Schermerhorn dalam Ernie dan Saefullah antara lain:
12
1. Penetapan standar: Tujuan yang ingin dicapai organisasi bisnis atau
organisasi harus ditetapkan dengan jelas dan lengkap pada saat
perencanaan dibuat.
2. Penilaian kinerja: Upaya untuk membandingkan kinerja yang dicapai
dengan tujuan dalam standar yang telah ditetapkan semula.
3. Tindakan koreksi: Tindakan yang dilakukan organisasi apabila
organisasi mengalami masalah dan mencari jawaban mengapa
masalah tersebut terjadi.
(Saefullah, 2005:317)
Sedangkan Taliziduhu Ndraha menyatakan bahwa proses pengawasan
biasanya meliputi dua kegiatan utama, yaitu :
1. Pengawasan preventif
Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum
pekerjaan mulai dilaksanakan, misalnya dengan mengadakan
pengawasan terhadap persiapan rencana kerja, rencana anggaran,
rencana penggunaan tenaga dan sumber-sumber lainnya.
2. Pengawasan represif
Pengawasan refresif adalah pengawasan yang dilakukan setelah
pekerjaan atau kegiatan tersebut dilaksanakan, hal ini kita ketahui
melalui audit dengan pemerikasaaan terhadap pelaksanaan pekerjaan
di tempat dan meminta laporan pelaksanaan kegiatan.
(Ndaraha 2011:201)
Selanjutnya pendapat dari beberapa para ahli yaitu dari Hasibuan
membagi macam proses pengawasan sebagai berikut
1. Preventive Control, adalah pengawasan yang dilakukan sebelum
kegiatan dilakukan dengan maksud supaya tidak terjadi
penyimpangan-penyimpangan. Hal ini bisa dilakukan dengan beberapa
cara yaitu :
a. Membuat peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tatacara
suatu kegiatan atau dibuat tata tertib.
b. Membuat pedoman-pedoman kerja
c. Menetapkan sanksi-sanksi terhadap pembuat kesalahan
d. Menentukan kedudukan, tugas, wewenang dan tanggungjawab
e. Mengorganisasikan segala macam kegiatan
f. Menentukan sistem koordinasi pelaporan dan pemeriksaan.
2. Repressive Control, ialah pengawasan yang dilakukan setelah terjjadi
penyimpangan/kesalahan dalam pelaksanaan kegiatan, dengan maksud
agar tidak terjadi pengulangan kesalahan, sehingga sasaran yang
direncanakan dapat tercapai. Hal ini dapat dilakukan dengan cara-cara
berikut :
13
a. Membandingkan hasil-hasil kegiatan dengan rencana yang telah
ditentukan.
b. Mencari penyebab terjadinya penyimpangan, kemudian mencari
jalan keluarmya.
c. Memberikan penilaian terhadap hasil kegiatan, termasuk kegiatan
para penanggungjawabnya.
d. Melaksanakan sanksi yang telah ditentukan terhadap pembuat
kesalahan.
e. Menilai kembali prosedur-prosedur yang telah ditentukan.
f. Mengecek kebenaran laporan yang dibuat oleh para petugas
pelaksana.
(Hasibuan, 1985:221)
Agar dapat efektif setiap pengawasan harus memenuhi kriteria tertentu.
Kriteria penting bagi pengawasan yang baik menurut pendapat Ranupandojo yaitu
1. Informasi yang akan diukur harus akurat
2. Pengawasan harus dilakukan tepat waktu disaat penyimpangan
diketahui
3. Sistem Pengawasan yang dipergunakan harus mudah dimengerti oleh
orang lain
4. Pengawasan harus dititik beratkan pada kegiatan-kegiatan strategis
5. Harus bersifat ekonomis, artinya biaya pengawasan harus lebih kecil
dibandingkan dengan hasilnya
6. Pelaksanaan pengawasan sesuai dengan struktur organisasi
7. Harus sesuai dengan arus kerja atau sesuai dengan sistem dan
prosedur yang dilaksanakan dalam organisasi
8. Harus luwes dalam menghadapi perubahan-perubahan yang ada
9. Bersifat memerintah dan dapat dikerjakan oleh bawahan
10. Sistem pengawasan harus dapat diterima dan dimengerti oleh semua
anggota organisasi
(Ranupandojo,1990 : 114)
Dalam kegiatan suatu organisasi, pengawasan sangat penting dalam upaya
mendorong disiplin guna mencapai mutu kerja yang tinggi. Pengawasan bagi
pimpinan merupakan proses pemantauan kegiatan untuk menjaga bahwa kegiatan
tersebut memang dilaksanakan terarah dan menuju kepada pencapaian tujuan
yang direncanakan. Pegawai yang tidak mempunyai komitmen terhadap tujuan
organisasi dan mudah terganggu dalam bekerja membutuhkan pengawasan yang
14
tinggi. Pengawasan disini meliputi ukuran atau standar pekerjaan, penilaian
terhadap pekerjaan, perbandingan antara hasil pekerjaan dengan ukuran atau
standar pekerjaan, dan perbaikan atas penyimpangan. Dimana pengawasan
dilaksanakan guna tercapainya kelancaran kerja agar semua rencana yang telah
ditetapkan dapat terealisasi dengan baik.
Dengan adanya pengawasan yang baik dimungkinkan akan meningkatkan
disiplin kerja pegawai. Karena disiplin kerja merupakan salah satu faktor yang
sangat penting bagi terciptanya suatu tujuan organisasi. Dan dengan adanya
kedisiplinan diharapkan pekerjaan akan dilaksanakan seefektif mungkin, bilamana
kedisiplinan tidak dilaksanakan maka kemungkinan tujuan yang telah ditetapkan
tidak dapat tercapai secara efektif dan efesien. Disiplin kerja ini dapat diukur
dengan adanya disiplin waktu, disiplin peraturan, dan disiplin tanggung jawab.
Pengawasan adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan
kedisiplinan pegawai. Melalui pengawasan secara efektif, dimaksudkan agar para
pegawai tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan. Tingkat kesalahan dan
pelanggaran yang terjadi dapat ditekan sekecil mungkin dengan adanya sikap
disiplin dalam diri para pegawai, karena seketat apapun pengawasan yang
dilakukan oleh pihak pimpinan jika dalam diri pegawai tersebut tidak mempunyai
sikap disiplin maka akan sulit untuk bekerja sesuai aturan. Disinilah perlunya
pengawasan untuk mendukung disiplin kerja pegawai agar lebih efektif. Sebab
disiplin disini berarti ketaatan pegawai terhadap aliran atau pengaturan organisasi.
15
Sedangkan pengawasan berarti mencegah adanya penyimpangan,
keterlambatan kerja, kesalahpahaman dan penyelewengan kerja. Dengan demikian
apabila pengawasan dilakukan secara teratur dan kontinyu maka penyimpangan
kerja dapat dihindari yang berarti disiplin kerja dapat terus dipertahankan dan
ditingkatkan dalam kegiatan instansi.
Berdasarkan apa yang dikemukakan di atas, maka disusun anggapan dasar
sebagai berikut :
1. Pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan pekerjaan
terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang
dikehendaki,
2. Pengawasan dilakukan melalui dua kegiatan utama yaitu : Pengawasan
preventif atau pengawasan sebelum terjadi dan Pengawasan represif atau
pengawasan sesudah terjadi,
3. Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan investasi PMA
dan PMDN dapat dilihat melalui pengawasan preventif atau pengawasan
sebelum kegiatan pengawasan investasi PMA dan PMDN dan pengawasan
represif atau pengawasan sesudah kegiatan pengawasan investasi PMA dan
PMDN.
Berdasarkan anggapan dasar tersebut, Untuk mempermudah pemahaman
terhadap kerangka pemikiran diatas maka disederhanakan ke dalam model
penelitian pada gambar berikut :
16
Gambar 1.1 Model Penelitian
1.6. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu proses kegiatan mencari kebenaran secara
sistematis dalam jangka waktu tertentu dengan menggunakan metode ilmiah serta
aturan-aturan yang berlaku. Metode penelitian pada dasarnya mengungkapkan
sejumlah cara yang diatur secara sistematis, logis, rasional, berencana, dan
mengikuti konsep ilmiah, sebelum atau sesudah mengumpulkan data diharapkan
mampu menjawab secara ilmiah rumusan masalah yang telah ditetapkan.
Pengawasan Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal
Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam Kegiatan
investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat.
Pengawasan Preventif:
a. Membuat peraturan-peraturan yang
berhubungan dengan tatacara suatu
kegiatan atau dibuat tata tertib.
b. Membuat pedoman-pedoman kerja
c. Menetapkan sanksi-sanksi terhadap
pembuat kesalahan
d. Mengorganisasikan segala macam
kegiatan
e. Menentukan sistem koordinasi
pelaporan dan pemeriksaan.
(Ndraha 2011:201)
Pengawasan Represif:
a. Membandingkan hasil-hasil kegiatan
dengan rencana yang telah ditentukan b. Mencari penyebab terjadinya
penyimpangan c. Memberikan penilaian terhadap hasil
kegiatan, termasuk kegiatan para
penanggungjawabnya.
d. Melaksanakan sanksi yang telah
ditentukan terhadap pembuat
kesalahan.
e. Mengecek kebenaran laporan yang
dibuat oleh para petugas pelaksana.
(Ndraha 2011:201)
17
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Maksudnya adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar
dan bukan angka-angka. Disamping itu, semua data yang dikumpulkan
kemungkinan dapat menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Dengan
demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi
gambaran dari objek penelitian.
Proses pendekatan kualitatif dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan
aturan berpikir yang akan digunakan dalam penelitian. Asumsi dan aturan berpikir
tersebut selanjutnya diterapkan secara sistematis dalam pengumpulan dan
pengolahan data untuk memberikan penjelasan dan argumentasi. Dalam penelitian
kualitatif informasi yang dikumpulkan dan diolah harus tetap obyektif dan tidak
dipengaruhi oleh pendapat peneliti sendiri.
Oleh karena itu metode deskriptif secara sederhana merupakan metode
penelitian yang hanya memaparkan situasi ataupun peristiwa. Dalam penelitian
deskriptif penulis terjun ke lapangan dengan tanpa dibebani atau diarahkan oleh
teori, Penulis tidak bermaksud untuk menguji teori, penulis juga bebas mengamati
objeknya, menjelajah, dan menemukan wawasan baru karenanya menurut Rahmat
bahwa :“Metode deskriptif digunakan untuk melahirkan teori-teori tentative,
karenanya metode deskriptif dasarnya adalah mencatat teori, bukan menguji teori”
(Rahmat 2002 :24-26).
Metode desktiptif digunakan karena merode ini ideal dalam penelitian
yang dilakukan peneliti, karena pebulis diberi kebebasan untuk mengamati objek
dalam hal ini peranan Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah
18
(BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam rangka pengawasan kegiatan investasi
Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
di Provinsi Jawa Barat.
Penelitian kualitatif banyak diterapkan dalam penelitian historis atau
deskriptif. Bodgan dan Taylor yang dikutip oleh Moleong berpendapat bahwa
“pendekatan kualitatif sebagai posedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati ”(Moleong, 2000:4).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan karena perumusan gejala-gejala,
informasi-informasi atau keterangan-keterangan mengenai peran BKPPMD
Provinsi Jawa Barat dalam rangka pengawasan kegiatan investasi PMA/PMDN di
Provinsi Jawa Barat dilakukan melalui kajian atau telaah terhadap situasi dan
kondisi serta sistem gagasan para pelaku yang terlibat di dalamnya. Dengan
demikian dalam penelitian ini, peneliti ingin menggambarkan suatu peran Badan
Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa
Barat dalam rangka pengawasan kegiatan investasi Penanaman Modal Asing
(PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat.
Maka jenis penelitian yang paling tepat adalah jenis kualitatif dengan metode
deskriptif, dimana data akan lebih berbentuk kata-kata.
Menurut Kirk dan Miller yang dikutip dalam buku J. Moleong bahwa:
“Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu
pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari
pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam
peristilahannya” (Moleong : 2000 : 11 ).
19
Dengan demikian data yang dikumpulkan adalah non kuantitatif atau
tanpa statistik tapi data yang dikumpulkan berupa kata-kata, berisi kutipan-
kutipan data, yang data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara di
lapangan, dokumen pribadi, catatan pribadi dan dokumen resmi lainnya.
1.6.1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Suatu
hal yang penting dalam penulisan karya ilmiah hasil penelitian adalah data-data
dan informasi dari segala objek yang akan diteliti sehingga penulisan tersebut
menjadi objektif, rasional, dan faktual.
Guna memperoleh keterangan dan fakta-fakta yang lengkap dari keadaan
empirik dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan beberapa teknik
pengumpulan data, yaitu sebagai berikut :
1. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui
penelaahan beberapa literatur, teori-teori, dokumen-dokumen, surat kabar, serta
sumber tertulis lain yang berkaitan atau relevan terhadap objek penelitian.
Menurut Moh. Nazir dalam bukunya yang berjudul “Metode Penelitian”
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan Studi kepustakaan adalah teknik
pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku,
literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya
dengan masalah yang dipecahkan” (Nazir, 1999:111).
20
2. Studi Lapangan
Studi lapangan adalah pengumpulan data dengan cara mengumpulkan dan
menyeleksi data yang diperoleh di tempat penelitian. Studi lapangan ini dilakukan
dengan teknik :
a. Wawancara
Mohammad Nazir menjelaskan bahwa:“Wawancara adalah proses
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab
sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si
penjawab atau responden dengan alat yang dinamakan interview guide
(panduan pewawancara)”(Nazir, 1999:234).
Dengan kata lain wawancara yaitu mengadakan aktivitas tanya
jawab secara langsung kepada responden. Cara ini dilakukan untuk
menambah data-data diperlukan dari narasumber atau mereka yang
mengetahui secara jelas masalah apa yang akan ditanyakan oleh penulis
(Nazir, 1999: 235).
Dari beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa wawancara
adalah pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab, teknik
pengumpulan data yang dilakukan penulis melalui wawancara yaitu
teknik pengumpulan data yang diperoleh yaitu dengan melakukan tanya
jawab langsung kepada narasumber. Narasumber yang dapat memberi
informasi dalam penelitian kualitatif disebut informan.
21
b. Observasi
Observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan
secara sistematis terhadap gejala yang dapat diartikan sebagai
pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang
tampak pada objek penelitian (Sugiyono, 2005: 166).
Kegiatan observasi yang dilakukan penulis dalam penelitian ini
yaitu dengan melakukan kegiatan pengamatan dan pencatatan dalam hal
peranan Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah
(BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam rangka pengawasan kegiatan
investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat.
1.6.2 Teknik Pengambilan Informan
Teknik pengambilan informan merupakan salah satu aspek dari metode
penelitian. Pengambilan informan erat hubungannya dengan wawancara. Dalam
hal ini Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian sambil bertatap muka, dengan tanya jawab antara pewawancara dengan
informan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah penelitian.
Dalam hal ini wawancara dilakukan kepada informan yang diambil
berdasarkan teknik purposive, yang berarti informan ditentukan berdasarkan dari
tujuan dan kebutuhan. Dalam hal ini Teknik purposive, Sugiyono (2005;53-54)
menyatakan bahwa :
22
”Purposive Sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data
dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini misalnya, orang
tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang akan kita harapkan atau
mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti
menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti” (Sugiyono,2005;53-54).
Dari kondisi tersebut, maka para narasumber yang akan diwawancarai oleh
penulis dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Table 1.1 Kriteria Informan
No. Informan Informasi yang ingin diperoleh Jumlah
informan
1. Kasubag Pengendalian Pengawasan BKPPMD kegiatan
investasi PMA dan PMDN di Provinsi
Jawa Barat
1
2. Kasubag Data dan
Laporan
Pengawasan BKPPMD kegiatan
investasi PMA dan PMDN di Provinsi
Jawa Barat
1
3. Pimpinan PMA Pengawasan BKPPMD kegiatan
investasi PMA dan PMDN di Provinsi
Jawa Barat
1
4. Pimpinan PMDN Pengawasan BKPPMD kegiatan
investasi PMA dan PMDN di Provinsi
Jawa Barat
1
Jumlah 4
(Sumber: Diolah oleh Penulis, 2011)
1.6.3 Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif, teknik analisa data yang lebih banyak
dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data, sesuai dengan metode penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif, maka analisa data dilakukan sepanjang
penelitian. Analisa data bertujuan untuk menyederhanakan data kedalam bentuk
yang lebih sederhana sehingga mudah dibaca dan dipahami sehinga kesimpulan
dapat diambil secara tepat dan sistematis.
23
Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Nasution
mengemukakan bahwa analisis data dan penafsiran data dapat diuraikan sebagai
berikut :
“Analisis adalah proses menyusun dan menggabungkan data ke dalam pola,
tema, kategori, sedangkan penafsiran adalah memberikan makna kepada
analisis, menjelaskan pola atau kategori, dan mencari hubungan antara
beberapa konsep. Penafsiran menggambarkan perspektif peneliti bukan
kebenaran. Analisis dan penafsiran data dalam penelitian kualitatif pada
dasarnya bukan merupakan hal yang berjalan bersama, keduanya dilakukan
sejak awal penelitian.” (Nasution, 1996:126).
Analisis data dilakukan agar data yang telah diperoleh akan lebih
bermakna. Analisis data merupakan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk
yang lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan.
Bagdan dan Biklen menjelaskan analisis data adalah proses mencari secara
sistematis dan mengatur catatan wawancara, catatan lapangan, dan rider lain yang
dihimpun untuk menggiring pengertian. Analisis tersebut melibatkan kerja dengan
data, mengaturnya, memisahkan ke dalam unit-unit yang dapat dikelola,
memadukannya, mencari-cari pola memenuhi hal-hal penting dan apa yang
diketahui dan memutuskan apa yang akan disampaikan kepada orang lain.
Untuk menyajikan data agar lebih bermakna dan mudah difahami, maka
langkah analisis data pada penelitian ini digunakan analisis model interaktif
(Interactive Model Analysis) dari Miles dan Huberman (1984:21–23).
Dalam penelitian ini setelah pengumpulan data maka kegiatan analisis
dilakukan dengan mengikuti pola interaksi antara reduksi data, display data, dan
penarikan kesimpulan atau verifikasi.
24
Gambar 1.2 Analisis Model Interaktif
(Miles dan Huberman, 2004: 23)
Tahap-tahap tersebut merupakan kegiatan yang harus diperhatikan dalam
analisis data kualitatif. Kegiatan pengumpulan data, reduksi data, penyajian dan
penarikan kesimpulan/verifikasi dalam analisis model interaktif merupakan siklus
interaktif dalam pengertian analisis kualitatif merupakan upaya yang berlanjut,
berulang dan terus menerus.
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kantor Badan Koordinasi Promosi dan
Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat. Adapun penelitian
direncanakan dari bulan Maret 2011 sampai dengan November 2011,
sebagaimana yang tergambar pada table berikut:
Reduksi Data
Verifikasi/
Kesimpulan
Sajian Data
Pengumpulan Data
25
Table 1.2 Waktu Penelitian dan Penyusunan Skripsi
No Kegiatan
2011 2012
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
1. Studi Kepustakaan
2. Studi Pendahuluan
3 Penelitian Lapangan
4 Pengolahan dan Analisis
Data
5 Penyusunan Laporan
6. Seminar UP
7. Seminar Draft
8. Sidang
(Sumber: Diolah oleh Penulis, 2011)
26
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemerintahan
2.1.1 Pengertian Pemerintahan
Pemerintah mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakat.
Sebagai pihak yang menyelenggarakan pemerintahan, tentunya banyak hal yang
mesti dilakukan oleh pemerintah. Definisi pemerintah menurut Ndraha :
“Pemerintah adalah organ yang berwenang memproses pelayanan publik
dan berkewajiban memproses pelayanan sipil bagi setiap orang melalui
hubungan pemerintahan, sehingga setiap anggota masyarakat yang
bersangkutan menerimanya pada saat diperlukan, sesuai dengan tuntutan
(harapan) yang diperintah” (Ndraha,2003:6)
Secara etimologi kata Pemerintahan berasal dari kata “Perintah” yang
kemudian mendapat imbuhan sebagai berikut:
1. Mendapat awalan “Pe” menjadi kata “Pemerintah” berarti badan atau
organ elit yang melakukan pekerjaan mengurus suatu Negara.
2. Mendapat akhiran “An” menjadi kata “Pemerintahan berarti perihal,
cara, perbuatan atau urusan dari badan yang berkuasa dan memiliki
legitimasi.
Di dalam kata dasar “Perintah” paling sedikit ada empat unsure penting
yang terkandung didalamnya yaitu sebagai berikut:
1. Ada dua pihak yaitu yang memerintah disebut Pemerintah dan pihak
yang di perintah disebut rakyat.
2. Pihak yang memerintah memiliki kewenangan dan pihak legitimasi
untuk mengatur dan mengurus rakyat.
3. Hal yang di perintah memiliki keharusan untuk taat kepada Pemerintah
yang sah.
27
4. Antara pihak yang memerintah dengan pihak yang di perintah terhadap
hubungan timbale balik secara horizontal
(Inu Kencana Syafi’ie,2001:3)
Pengertian pemerintahan menurut Bayu Surianingrat, dalam bukunya yang
berjudul Mengenal Ilmu Pemerintahan adalah sebagai berikut: “Pemerintahan
adalah perbuatan atau cara urusan memerintah, misalnya pemerintahan yang adil,
pemerintahan demokrasi, pemerintahan diktator dan lain sebagainya”
(Surianingrat, 1990:11)
Definisi Pemerintahan lainnya yang dikemukakan oleh Taliziduhu Ndraha
dalam bukunya berjudul Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) I sebagai
berikut:
“Pemerintahan adalah sebuah system multiproses yang bertujuan
memenuhi dan melindungi kebutuhan dan tuntutan yang diperintah akan
jasa layanan civil. Tuntutan yang diperintah berdasarkan berbagai posisi
yang dipegangnya, misalnya sebagai sovereign, sebagai pelanggan,
consumer, yang tidak berdaya dan sebagainya. Pada dasarnya, proses-
proses itu kumulatif; proses demand-supply, pembelian (penerimaan)
penggunaan dan evaluasi-feadback (feedforward).” (Ndraha, 2003:5).
Selanjutnya menurut Ramlan Surbakti membedakan antara pemerintah dan
pemerintahan. Pemerintah merupakan aparat yang menyelenggarakan tugas dan
kewenangan Negara. Kemudian istilah pemerintahan itu sendiri pengertiannya
dapat dikaji atau ditinjau dari tiga aspek :
1. Ditinjau dari aspek kegiatan (dinamika), pemerintahan berarti segala
kegiatan atau usaha yang terorganisasikan, bersumber pada kedaulatan dan
berlandaskan pada dasar Negara,
2. Ditinjau dari aspek struktural fungsional, pemerintahan memandang arti
seperangkat fungsi negara, yang satu sama lain saling berhubungan secara
fungsional, dan melaksanakan fungsinya atas dasar-dasar tertentu demi
tercapainya tujuan Negara,
3. Ditinjau dari aspek tugas dan kewenangan Negara, maka pemerintahan
berarti seluruh tugas dan kewenangan Negara.
28
(Ramlan Surbakti, 1992:168)
Dari Definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pemerintah merupakan
organisasi yang memiliki tugas dan kewenangan tertentu, salah satunya adalah
proses pelayanan publik. Pelayanan publik dilakukan oleh pemerintah adalah
untuk mensejahterakan masyarakat.
2.1.2 Fungsi Pemerintahan
Menurut Taliziduhu Ndraha dalam bukunya Kybernology Sebuah
Rekontruksi Ilmu Pemerintahan mengutip pendapat Ryaas Rasyid
mengungkapkan: “Ada tiga fungsi pemerintahan yaitu pelayanan (service),
pemberdayaan (empowerment), dan pembangangunan (development).’ (Ndraha,
2005:58).
Selain pendapat tersebut, Talidziduhu Ndaraha dalam bukunya yang sama
menyatakan bahwa ada dua macam fungsi pemerintahan yaitu:
Pertama, pemerintahan mempunyai fungsi primer atau fungsi pelayanan
sebagai provider jasa dan yang tidak diprivatisasikan termasuk jasa
hankam dan layanan sipil termasuk layanan birokrasi.
Kedua, pemerintah mempunyai fungsi sekunder atau fungsi pemberdayaan
sebagai provider kebutuhan dan tuntutan yang diperintah akan barang-
barang dan jasa yang mereka tidak mampu penuhi sendiri karena masih
lemah dan tidak berdaya, termasuk penyediaan dan pembangunan sarana
dan prasarana. (Ndraha, 2005:78).
Sedangkan menurut Ryaas Rasyid, menyatakan bahwa ada tiga macam
fungsi hakiki pemerintahan yaitu: pelayanan (service), pemberdayaan
(empowerment), dan pembangunan (development).(Rasyid, 2000:59) Pelayanan
akan membuahkan keadilan dalam masyarakat, pemberdayaan akan mendorong
29
kemandirian masyarakat, dan pembangunan akan menciptakan kemakmuran
dalam masyarakat.
2.2 Pemerintahan Daerah
Definisi Pemerintahan Daerah berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah pasal 1 ayat 2 adalah sebagai berikut:
“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh
pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam system
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945”.
Melihat definisi pemerintahan daerah seperti yang telah dikemukakan
diatas, maka yang pemerintahan daerah disini adalah penyelenggaraan daerah
otonom oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi dan
unsure penyelenggara pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota
dan Perangkat daerah
Sedangkan menurut S Pamudji dalam bukunya kerjasama antar daerah
dalam rangka membina wilayah menyebutkan, bahwa yang dimaksud dengan
Pemerintahan Daerah adalah: “Pemerintahan Daerah adalah daerah otonom
diselenggarakan secara bersama-sama oleh seorang kepala wilayah yang sekaligus
merupakan kepala daerah otonom (Pamudji,1985:15).
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan diatas, maka pengertian dari
Pemerintahan Daerah pada dasarnya sama yaitu suatu kegiatan antara pihak yang
berwenang memberikan perintah dalam hal ini pemerintah dengan menerima dan
melaksanakan perintah tersebut dalam hal ini masyarakat.
30
Pemerintah Daerah memperoleh pelimpahan wewenang pemerintahan
umum dari pusat, yang meliputi wewenang mengambil setiap tindakan untuk
kepentingan rakyat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Urusan pemerintahan umum yang dimaksud sebagian berangsur-angsur
diserahkan kepada pemerintah daerah sebagai urusan rumah tangga daerahnya,
kecuali yang bersifat nasional untuk menyangkut kepentingan umum yang lebih
luas.
2.3 Pengawasan
2.3.1 Pengartian Pengawasan
Dari sejumlah fungsi manajemen, pengawasan merupakan salah satu fungsi
yang sangat penting dalam pencapaian tujuan manajemen itu sendiri. Fungsi
manajemen lainnya seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan tidak akan
dapat berjalan dengan baik apabila fungsi pengawasan ini tidak dilakukan dengan
baik. Demikian pula halnya dengan fungsi evaluasi terhadap pencapaian tujuan
manajemen akan berhasil baik apabila fungsi pengawasan telah di lakukan dengan
baik.
Istilah pengawasan dalam bahasa Inggris disebut controlling, yang oleh
Dale (dalam Winardi, 2000:224) dikatakan bahwa: “concept of control rovides a
historical record of what has happened and provides date the enable the
executive to take corrective steps ”. (Winardi, 2000:224). Hal ini berarti bahwa
pengawasan tidak hanya melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil
kegiatan mengawasi, tetapi juga mengandung arti memperbaiki dan
meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang
31
direncanakan. More (dalam Winardi, 2000:226) menyatakan bahwa: “there’s
many a slip between giving works, assignments to men and carrying them out. Get
reports of what is being done, compare it with what ought to be done, and do
something about it if the two aren’t the same”. (Winardi, 2000:224).
Dengan demikian pengawasan pada hakekatnya merupakan tindakan
membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang
diinginkan (das sollen). Hal ini disebabkan karena antara kedua hal tersebut sering
terjadi penyimpangan, maka tugas pengawasan adalah melakukan koreksi atas
penyimpangan tersebut.
Pengawasan merupakan fungsi manajerial yang keempat setelah
perencanaan, pengorganisasian, dan pengarahan. Sebagai salah satu fungsi
manajemen, mekanisme pengawasan di dalam suatu organisasi memang mutlak
diperlukan. Pelaksanaan suatu rencana atau program tanpa diiringi dengan suatu
sistem pengawasan yang baik dan berkesinambungan, jelas akan mengakibatkan
lambatnya atau bahkan tidak tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditentukan.
Pengertian tentang pengawasan sangat beragam dan banyak sekali
pendapat para ahli yang mengemukakannya, namun demikian pada prinsipnya
kesemua pendapat yang dikemukan oleh para ahli adalah sama, yaitu merupakan
tindakan membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil
yang diinginkan (das sollen), yang dilakukan dalam rangka melakukan koreksi
atas penyimpangan yang terjadi dalam kegiatan manajemen. Berikut beberapa
pengertian tentang pengawasan dari para ahli:
32
Sejalan dengan itu, Silalahi mengutip pendapat Herbert G. Hicks yang
mendefinisikan pengawasan sebagai berikut: “Berhubungan dengan (1)
perbandingan kejadian-kejadian dengan rencana-rencana dan (2) melakukan
tindakan-tindakan koreksi yang perlu terhadap kejadian-kejadian yang
menyimpang dari rencana”. (Silalahi, 1992: 175).
Dari pengertian diatas, dapat dilihat bahwa pengawasan bertujuan agar
rencana yang telah ditetapkan agar dipantau pelaksanaannya, sehingga bila ada
penyimpangan atau kesalahan agar dapat dikoreksi atau diperbaiki agar
pelaksanaannya sesuai dengan rencana semula.
Mockler (dalam Certo dan Certo, 2006:480) menyebutkan pengawasan
sebagai :
“Controlling is a systematic effort by business management to compare
performance to predetermined standard, plans, or objectives to determine
whether performance is in line with theses standards and presumably to
take any remedial action required to see that human and other corporate
resources are being used in the most effective and efficient way possible in
achieving corporate objectives”. (Certo dan Certo 2006:480)
Konsep pengawasan dari Mockler di atas, menekankan pada tiga hal, yaitu
(1) harus adanya rencana, standard atau tujuan sebagai tolak ukur yang ingin
dicapai, (2) adanya proses pelaksanaan kerja untuk mencapai tujuan yang
diinginkan, (3) adanya usaha membandingkan mengenai apa yang telah dicapai
dengan standard, rencana, atau tujuan yang telah ditetapkan, dan (4) melakukan
tindakan perbaikan yang diperlukan. Dengan demikian konsep pengawasan dari
Mockler ini terlihat bahwa ada kegiatan yang perlu direncanakan dengan tolak
ukur berupa kriteria, norma-norma dan standar, kemudian dibandingkan, mana
yang membutuhkan koreksi ataupun perbaikan-perbaikan.
33
Siagian (1990:107) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
pengawasan adalah: “Proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan
organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan
berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.” (Siagian
1990:107). Ciri terpenting dari konsep yang dikemukan oleh Siagian ini adalah
bahwa pengawasan hanya dapat diterapkan bagi pekerjaan yang sedang berjalan
dan tidak dapat diterapkan untuk pekerjaan yang sudah selesai dilaksanakan
Sedangkan menurut Terry (dalam Winardi, 1986:395) juga berpendapat
tentang pengertian pengawasan ini, ia mengatakan bahwa:
“Pengawasan berarti mendeterminasi apa yang dilaksanakan, maksudnya
mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakan-
tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana. Jadi
pengawasan dapat dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan dan
mengoreksi penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas
yang direncanakan”. (Winardi 1986:395)
Sementara menurut Lembaga Administrasi Negara (1996:159)
mengungkapkan bahwa:
“Pengawasan adalah salah satu fungsi organik manajemen, yang
merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin
bahwa tujuan dan sasaran serta tugas organisasi akan dan telah terlaksana
dengan baik sesuai dengan rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku”. (LAN 1996:159)
Berdasarkan pendapat dari LAN di atas, tampak bahwa subjek yang
melakukan pengawasan adalah pimpinan. Hal senada juga ditegaskan oleh
Koontz, et. al. (dalam Hutauruk, 1986:195) bahwa :”Fungsi pengendalian harus
dilaksanakan oleh tiap-tiap manajer, mulai dari direktur sampai pengawas”.
(Hutauruk 1986:195)
34
Pengawasan sebagai fungsi manajemen sepenuhnya adalah tanggung
jawab setiap pimpinan pada tingkat mana pun. Hakikat pengawasan adalah untuk
mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan,
penyelewengan, hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan
sasaran serta pelaksanaan tugas organisasi.
Kemudian Handayaningrat mengemukakan pendapatnya tentang maksud
dan tujuan dari pengawasan itu sendiri adalah: “Untuk mencegah atau untuk
memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidak sesuaian, penyelewengan, dan
lainnya yang tidak sesuai dengan tugas dan wewenang yang telah ditentukan”.
(Handayaningrat 1994:143)
Farland seperti yang dikutip oleh Handayaningrat, memberikan definisi
pengawasan sebagai berikut: “Suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui
apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai
dengan rencana, perintah, tujuan atau kebijaksanaan yang telah ditentukan”
(Handayaningrat, 1994: 143)
Pengertian lain dikemukakan oleh Soejamto yang mengutip pendapat G.R.
Terry yang mengatakan: “Pengawasan adalah untuk menentukan apa yang ingin
dicapai, mengadakan evaluasi atasnya, dan mengambil tindakan-tindakan korektif
bila diperlukan untuuk menjamin agar hasilnya sesuai dengan rencana” (Soejamto,
1986:18).
Suryaningrat menjelaskan bahwa : “Pengawasan adalah suatu proses yang
menentukan tentang apa yang harus dikerjakan, agar apa yang diselenggarakan
sejalan dengan rencana” (Suryaningrat, 1980:107).
35
Dari kedua pengertian pengawasan tersebut, ada kesamaan bahwa
keduanya menyoroti pengertian pengawasan dari aspek yang sama, yaitu
pengawasan atas pelaksanaan pekerjaan agar sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Dari beberapa defenisi yang di kemukakan di atas dapat di tarik
kesimpulan bahwa:
1) Pengawasan adalah merupakan proses kegiatan yang terus-menerus di
laksanakan untuk mengetahui pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan,
kemudian di adakan penilaian serta mengoreksi apakah pelaksanaannya
sesuai dengan semestinya atau tidak.
2) Selain itu Pengawasan adalah suatu penilaian yang merupakan suatu
proses pengukuran dan pembandingan dari hasil-hasil pekerjaan yang
nyata telah di capai dengan hasil-hasil yang seharusnya di capai. Dengan
kata lain, hasil pengawasan harus dapat menunjukkan sampai di mana
terdapat kecocokan atau ketidakcocokan serta mengevaluasi sebab-
sebabnya.
Akan tetapi kalau di terjemahkan begitu saja istilah controlling dari bahasa
Inggris, maka pengertiannya lebih luas dari pengawasan yaitu dapat diartikan
sebagai pengendalian, padahal kedua istilah ini berbeda karena dalam
pengendalian terdapat unsur korektif. Istilah pengendalian berasal dari kata
kendali yang berarti mengekang atau ada yang mengendalikan. Jadi berbeda
dengan istilah pengawasan, produk langsung kegiatan pengawasan adalah untuk
36
mengetahui sedangkan kegiatan pengendalian adalah langsung memberikan arah
kepada objek yang di kendalikan.
Dalam pengendalian kewenangan untuk mengadakan tindakan korektif itu
sudah terkandung di dalamnya, sedangkan dalam pengertian pengawasan tindakan
korektif itu merupakan proses lanjutan. Pengendalian adalah pengawasan
ditambah tindakan korektif. Sedangkan pengawasan adalah pengendalian tanpa
tindakan korektif. Namun sekarang ini pengawasan telah mencakup kegiatan
pengendalian, pemeriksaan, dan penilaian terhadap kegiatan.
Sementara Mockler (dikutip Stoner & Freeman dalam Wilhelmus dan
Molan 1994:241) mengatakan bahwa:
“Pengendalian adalah suatu upaya yang sistematis untuk menetapkan
standard kinerja dengan sasaran perencanaan, merancang sistem
umpan?balik informasi, membandingkan kinerja sesungguhnya dengan
standard yang terlebih dahulu ditetapkan itu, menentukan apakah ada
penyimpangan dan mengukur signifikansi penyimpangan tersebut, dan
mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa
semua sumber daya perusahaan tengah digunakan sedapat mungkin
dengan cara yang paling efektif dan efisien guna tercapainya sasaran
perusahaan”. (Wilhelmus dan Molan 1994:241)
Sedangkan berdasarkan Peraturan Kepala BKPM RI No 13 tahun 2009
yang dimaksud pengendalian pelaksanaan penanaman modal adalah:
Melaksanakan pemantauan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
penanaman modal sesuai dengan hak, kewajiban dan tanggung jawab penanam
modal.
37
Adapun tujuan dari pengendalian pelaksanaan penanaman modal adalah
sebagai berikut:
a. Memperoleh data perkembangan realisasi penanaman modal dan informasi
masalah dan hambatan yang dihadapi oleh perusahaan.
b. Melakukan bimbingan dan fasilitas penyelesaian masalah dan hambatan
yang dihadapi oleh perusahaan.
c. Melakukan pengawasan pelaksanaan ketentuan penanaman modal dan
penggunaan fasilitas fisckl serta melakukan tindak lanjut atas
penyimpangan yang dilakukan oleh perusahaan.
Masih dalam buku yang sama, Soejamto mengutip pendapat Henry Fayol
yang menyatakan bahwa :
“Pengawasan terdiri dari pengujian apakah segala sesuatu berlangsung
sesuai dengan rencana yang ditentukan, dengan intruksi yang telah
diberikan dan dengan prinsip-prinsip yang telah digariskan. Ia bertujuan
(mengemukakan) kelemahan-kelemahan dan kesalahan-kesalahan dengan
maksud untuk memperbaikinya kembali” (Soejamto, 1986:18).
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa kegiatan pengawasan
bertujuan agar pengawasan dimaksudkan untuk mencegah penyimpangan-
penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan atau pekerjaan dan sekaligus
melakukan tindakan perbaikan apabila penyimpangan sudah terjadi dari apa yang
sudah direncanakan. Oleh karena pengawasan dimaksudkan agar tujuan yang
dicapai sesuai atau tidak menyimpang dari rencana yang telah ditentukan, maka
kegiatan pengawasan mengandung kegiatan pemberian bimbingan, petunjuk atau
perintah.
38
Dari definisi yang telah dikemukakan diatas, diketahui bahwa pada
dasarnya pengawasan adalah proses untuk menjamin pelaksanaan tugas dilakukan
sesuai dengan rencana, kebijaksanaan atau perintah yang telah ditetapkan.
Pengawasan ditujukan pula untuk memperbaiki penyimpangan-penyimpangan
yang terjadi, sehingga pelaksanaan tugas dapat sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan.
Bertitik tolak dari pengertian para ahli tentang pengawasan sebagai mana
diungkapkan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud
dengan pengawasan adalah sebagai suatu proses kegiatan pimpinan yang
sistematis untuk membandingkan (memastikan dan menjamin) bahwa tujuan dan
sasaran serta tugas organisasi yang akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai
dengan standard, rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan-ketentuan yang
telah ditetapkan dan yang berlaku, serta untuk mengambil tindakan perbaikan
yang diperlukan, guna pemanfaatan manusia dan sumber daya lain yang paling
efektif dan efisien dalam mencapai tujuan perusahaan
2.3.2 Maksud dan Tujuan Pengawasan
Dalam setiap organisasi terutama dalam organisasi pemerintah pengawasan
adalah hal yang sangat penting, karena pengawasan pemerintah adalah suatu
usaha untuk menjamin adanya keserasian antara penyelenggara pemerintahan
dengan masyarakat.
Pengawasan dimaksudkan untuk mencegah atau memperbaiki kesalahan,
penyimpangan, ketidaksesuaian, ketidaktertiban, penyelewengan, pelanggaran,
39
dan lain-lainnya yang tidak sesuai dengan tugas dan wewenang serta peraturan
yang telah ditentukan sebelumnya. Jadi maksud pengawasan bukan mencari-cari
kesalahan terhadap orangnya tetapi mencari kebenaran terhadap hasil pelaksanaan
pekerjaannya agar peraturan yang dibuat sebelumnya dilaksanakan dengan
kesadaran sehingga hal-hal yang tidak diinginkan tidak akan terjadi.
Dalam hal ini juga, Pengawasan bertujuan agar hasil pelaksanaan pekerjaan
diperoleh secara berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan sebelumnya.
Terwujudnya tujuan yang dikehendaki oleh organisasi sebenarnya tidak
lain merupakan tujuan dari pengawasan. Sebab setiap kegiatan pada dasarnya
selalu mempunyai tujuan tertentu. Oleh karena itu pengawasan mutlak diperlukan
dalam usaha pencapaian suatu tujuan. Menurut Situmorang dan Juhir dalam
bukunya yang berjudul Aspek Hukum Pengawasan Melekat dalam Lingkungan
Aparatur Pemerintah, maksud pengawasan adalah untuk :
1. Mengetahui jalannya pekerjaan, apakah lancar atau tidak
2. Memperbaiki kesalahan?kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan
mengadakan pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan-
kesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan yang baru.
3. Mengetahui apakah penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam
rencana terarah kepada sasarannya dan sesuai dengan yang telah
direncanakan.
4. Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program (fase tingkat
pelaksanaan) seperti yang telah ditentukan dalam planning atau tidak.
5. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah
ditetapkan dalam planning, yaitu standard.
(Situmorang dan Juhir 1994:22)
Sedangkan menurut Rachman dalam buku Situmorang dan Juhir juga
mengemukakan tentang maksud pengawasan, yaitu:
40
1. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan
2. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu telah berjalan sesuai dengan
instruksi serta prinsip?prinsip yang telah ditetapkan
3. Untuk mengetahui apakah kelemahan?kelemahan serta kesulitan-
kesulitan dan kegagalan?kegagalannya, sehingga dapat diadakan
perubahan? perubahan untuk memperbaiki serta. mencegah
pengulangan kegiatan?kegiatan yang salah.
4. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien dan apakah
dapat diadakan perbaikan?perbaikan lebih lanjut, sehingga mendapat
efisiensi yang lebih benar.
(Situmorang dan Juhir 1994:22)
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa maksud pengawasan
adalah untuk mengetahui pelaksanaan kerja, hasil kerja, dan segala sesuatunya
apakah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak, serta mengukur tingkat
kesalahan yang terjadi sehingga mampu diperbaiki ke arah yang lebih baik.
Sementara berkaitan dengan tujuan pengawasan, Maman Ukas dalam
bukunya Manajemen: Konsep, Prinsip dan Aplikasi mengemukakan:
1. Mensuplai pegawai manajemen dengan informasi yang tepat, teliti dan
lengkap tentang apa yang akan dilaksanakan.
2. Memberi kesempatan pada pegawai dalam meramalkan rintangan-
rintangan yang akan mengganggu produktivitas kerja secara teliti dan
mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menghapuskan atau
mengurangi gangguan-gangguan yang terjadi.
3. Setelah kedua hal di atas telah dilaksanakan, kemudian para pegawai
dapat membawa kepada langkah terakhir dalam mencapai
produktivitas kerja yang maksimum dan pencapaian yang memuaskan
dari pada hasil yang diharapkan.
(Maman Ukas 2004:337)
Sementara itu Situmorang dan Juhir mengatakan bahwa tujuan
pengawasan adalah :
1. Agar terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang didukung
oleh suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya guna (dan
berhasil guna serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang
konstruksi dan terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat
(kontrol sosial) yang obyektif, sehat dan bertanggung jawab.
41
2. Agar terselenggaranya tertib administrasi di lingkungan aparat
pemerintah, tumbuhnya disiplin kerja yang sehat.
3. Agar adanya keluasan dalam melaksanakan tugas, fungsi atau
kegiatan, tumbuhnya budaya malu dalam diri masing?masing aparat,
rasa bersalah dan rasa berdosa yang lebih mendalam untuk berbuat hal
yang tercela terhadap masyarakat dan ajaran agama.
(Situmorang dan Juhir 1994:26)
Lebih lanjut Situmorang dan Juhir mengemukakan bahwa secara langsung
tujuan pengawasan adalah untuk:
1. Menjamin ketetapan pelaksanaan sesuai dengan rencana,
kebijaksanaan dan perintah.
2. Menertibkan koordinasi kegiatan?kegiatan
3. Mencegah pemborosan dan penyelewengan
4. Menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas barang atau jasa
yang dihasilkan
5. Membina kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan organisasi.
(Situmorang dan Juhir 1994:26)
Sementara tujuan pengawasan menurut Soekarno yang dikutip Safrudin
dalam bukunya Pemerintah Daerah dan Pembangunan, adalah:
Untuk mengetahui apakah sesuatu berjalan sesuai dengan rencana, yang
digariskan, mengetahui apakah sesuatu dilaksanakan sesuai dengan
instruksi serta asas yang ditentukan, mengetahui kesulitan dan kelemahan
dalam bekerja, mengetahui apakah sesuatu berjalan efisien atau tidak, dan
mencari jalan keluar jika ternyata dijumpai kesulitan, kelemahan, atau
kegagalan ke arah perbaikan. (Safrudin 1965:36)
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diketahui bahwa pada
pokoknya tujuan pengawasan adalah:
1. Membandingkan antara pelaksanaan dengan rencana serta instruksi-
instruksi yang telah dibuat.
2. Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan, kelemahan-kelemahan atau
kegagalan serta efisiensi dan efektivitas kerja.
42
3. Untuk mencari jalan keluar apabila ada kesulitan, kelemahan dan
kegagalan, atau dengan kata lain disebut tindakan korektif.
2.3.3 Sifat-Sifat Pengawasan
Untuk lebih memperjelas pemahaman tentang pengawasan, maka perlu
kiranya penulis untuk mengemukakan sifat-sifat dari pengawasan. Siagian
mengemukakan sifat-sifat dari pengawasan sebagai berikut :
1. Fact Finding. Dalam arti bahwa pelaksanaan pengawasan harus
menemukan fakta-fakta tentang bagaimana tugas-tugas dijalankan
dalam organisasi.
2. Pengawasan harus bersifat preventif yang berarti proses pengawasan
tersebut dijalankan untuk mencegah terjadinya penyimpangan-
penyimpangan.
3. Pengawasan diarahkan ke masa sekarang yang berarti hanya dapat
ditujukan kepada kegiatan yang sedang dilaksanakan.
4. Pengawasan adalah alat untuk meningkatkan efisiensi.
5. Pengawasan sebagai alat manajemen dan administrasi, maka
pelaksanaan pengawasan itu harus mempermudah tercapainya tujuan.
6. Proses pelaksanaan pengawasan harus efisien, jangan sampai
menghambat peningkatan efisiensi.
7. Pengawasan tidak dimaksudkan untuk mencari siapa yang salah jika
ada ketidak beresan, akan tetapi untuk menemukan apa yang tidak
betul.
8. Pengawasan harus bersifat membimbing agar supaya para pelaksana
meningkatkan kemampuannya untuk melakukan tugas.
(Siagian, 1996: 137)
2.3.4 Macam-macam Pengawasan
Apabila ditinjau dari berbagai sudut pandang, maka pengawasan dapat
dibedakan menjadi beberapa macam. Macam-macam pengawasan dapat
dibedakan dalam beberapa jenis sesuai dengan aspek yang menjadi perhatian
43
utamanya. Lubis dalam buku Pengendalian dan Pengawasan dan Proyek dalam
Manajemen menyebutkan macam-macam pengawasan sebagai berikut :
1. Dilihat dari segi bidang kerja atau objek yang diawasi pengawasan-
pengawasan dibidang penjualan, produksi, pembiayaan, perbekalan,
kualitas, anggaran belanja, pemasaran dan lain sebagainya.
2. Dilihat dari segi subjek atau petugas pengawasan. Pengawasan intern,
ekstern, formal, informal dan lain sebagainya.
3. Dilihat dari segi waktu pengawasan. Pengawasan-pengawasan
preventif, represif, tengah berprosesnya pengawasan dan sebagainya.
4. Dilihat dari segi lainnya, pengawasan-pengawasan umum, khusus,
langsung, tidak langsung, mendadak, teratur, terus menerus, menurut
pengecualian dan sebagainya.
(Lubis, 1985:159)
Macam-macam pengawasan yang telah dikemukakan oleh Lubis dapat
dijabarkan kembali dengan berdasarkan pada pendapat para ahli lain.
Dilihat dari segi bidang kerja atau objek yang diawasi, Hasibuan dalam
bukunya Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah, mengemukakan macam-
macam pengawasan sebagai berikut :
1. Production Control (Pengawasan Produksi) Yaitu untuk mengetahui kualitas dan kuantitas produksi yang dihasilkan, apakah sesuai dengan rencana yang ada.
2. Financial Control (Pengawasan Keuangan)
Pengawasan ini ditujukan kepada hal-hal yang menyangkut keuangan,
tentang pemasukan dan pengeluaran, biaya-biaya perusahaan termasuk
pengawasan anggaran.
3. Personal Control ( Pengawasan Pegawai)
Pengawasan ini ditujukan kepada hal-hal yang ada hubungannya
dengan kegiatan pegawai, apakah pegawai bekerja sesuai dengan
perintah, rencana, tata kerja, absensi pegawai serta lain-lain.
4. Time Control (Pengawasan Waktu)
Pengawasan ini ditujukan kepada penggunaan waktu, artinya apakah
waktu untuk mengerjakan suatu pekerjaan sesuai atau tidak dengan
rencana.
5. Policy Control (Pengawasan Kebijaksanaan)
Pengawasan ini ditujukan untuk mengetahui dan menilai apakah
kebijaksanaan-kebijaksanaan organisasi yang telah dilaksanakan sesuai
dengan yang telah digariskan.
6. Technical Control (Pengawasan Teknis)
44
Pengawasan ini ditujukan kepada hal-hal yang bersifat fisik, yang
berhubungan dengan tindakan teknis pelaksanaan.
7. Sales Control (pengawasan Penjualan)
Pengawasan ini ditujukan untuk mengetahui apakah produksi yang
dihasilkan terjual sesuai dengan target yang ditetapkan.
(Hasibuan, 1993:35)
Dilihat dari subjek/petugas pengawasan, Handayaningrat mengemukakan
pendapatnya sebagai berikut :
1. Pengawasan dari dalam (Internal control)
Pengawasan dari dalam berarti pengawasan yang dilakukan oleh
aparat/unit pengawasan yang dibentuk di dalam organisasi itu sendiri.
Aparat unit pengawasan ini bertindak atas nama pimpinan organisasi,
dan bertugas mengumpulkan segala data dan informasi yang
diperlukan oleh pimpinan organisasi, yang diperlukan untuk menilai
kemajuan dan kemunduran dalam pelaksanaan pekerjaan. Hasil
pengawasan ini dapat pula dipergunakan untuk menilai kebijaksanaan
pimpinan, untuk itu kadang-kadang pimpinan perlu meninjau kembali
kebijakan yang telah dikeluarkan. Sebaliknya pimpinan dapat pula
melakukan tindakan perbaikan (corrective) terhadap pelaksanaan
pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya.
2. Pengawasan dari luar organisasi (External control)
Pengawasan eksternal berarti pengawasan yang dilakukan oleh
aparat/unit pengawasan dari luar organisasi itu. Aparat/unit
pengawasan bertindak atas nama atasan dari organisasi tersebut, atau
bertindak atas nama pimpinan organisasi itu karena permintaannya.
Disamping itu, dapat pula pimpinan organisasi meminta bantuan pihak
luar organisasinya, dengan maksud untuk mengetahui efisiensi kerja,
untuk mengetahui jumlah keuntungan, untuk mengetahui jumlah pajak
yang harus dibayar, dan sebagainya.
3. Pengawasan informal
Pengawasan informal adalah pengawasan yang tidak melalui saluran
formal atau prosedur yang telah ditentukan. Pengawasan informal ini
biasanya dilakukan oleh pejabat pimpinan dengan melalui kunjungan
yang tidak resmi (pribaadi atau dengan incagnio. Hal ini dimaksudkan
untuk menghindarkan kekakuan hubungan antara atasan dengan
bawahan. Dengan cara demikian pimpinan menghendaki keterbukaan
dalam memperoleh informasi dan sekaligus usul/saran perbaikan
dalam penyempurnaannya dari bawahan. Dimana pimpinan dapat
memberikan jalan keluar pemecahannya, sebaliknya bawahan merasa
bangga karena diberi kesempatan mengemukakan pendapatnya secara
langsung terhadap pimpinan.
(Handayaningrat, 1985:144-148)
45
Sementara Bohari (1992:25) membagi macam teknik pengawasan sebagai
berikut :
1. Pengawasan preventif, dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan. Pengawasan preventif ini
biasanya berbentuk prosedur yang harus ditempuh dalam pelaksanaan
kegiatan. Pengawasan preventif ini bertujuan:
1. Mencegah terjadinya tindakan yang menyimpang dari dasar yang
telah ditentukan.
2. Memberi pedoman bagi terselenggaranya pelaksanaan kegiatan
secara efisien dan efektif.
3. Menentukan saran dan tujuan yang akan dicapai.
4. Menentukan kewenangan dan tanggung jawab sebagai instansi
sehubungan dengan tugas yang harus dilaksanakan.
2. Pengawasan represif, ini dilakukan setelah suatu tindakan dilakukan
dengan membandingkan apa yang telah terjadi dengan apa yang
seharusnya terjadi. Dengan pengawasan represif dimaksud untuk
mengetahui apakah kegiatan dan pembiayaan yang telah dilakukan itu
telah mengikuti kebijakan dan ketentuan yang telah ditetapkan.
Pengawasan represif ini biasa dilakukan dalam bentuk:
1. Pengawasan dari jauh, adalah pengawasan yang dilakukan dengan
cara pengujian dan penelitian terhadap surat?surat pertanggungan
jawab disertai bukti?buktinya mengenai kegiatan?kegiatan yang
dilaksanakan.
2. Pengawasan dari dekat, adalah pengawasan yang dilakukan di
tempat kegiatan atau tempat penyelenggaraan administrasi.
Bohari (1992:25)
Jelasnya, pelaksanaan pengawasan ini dilakukan baik selama proses
pelaksanaan pekerjaan maupun setelah pekerjaan tersebut selesai dan dapat
diketahui hasilnya yang sudah ditetapkan maupun dengan peraturan yang berlaku
sehingga apabila ada kesalahan atau penyimpangan dapat segera diketahui dan
dicegah agar tidak meluas serta dapat mencari jalan keluar pemecahannya.
Selanjutnya mengenai jenis-jenis pengawasan di lingkungan pemerintahan
menurut Siagian, memberikan pendapatnya sebagai berikut :
1. Pengawasan melekat
Bahwa efektivitas manajerial seseorang yang menduduki jabatan
pimpinan, tanpa mempersoalkan tingkatannya dalam jajaran
46
kepemimpinan itu sangat bergantung pada kemampuannya melakukan
pengawasan melekat disamping kemampuannya menyelenggarakan
berbagai fungsi organik manajerial lainnya.
2. Pengawasan fungsional
Pengawasan ini bisa dilakukan oleh aparat pengawasan yang terdapat
dalam satu instansi tertentu, tetapi dapat pula dilakukan oleh aparat
pengawasan yang berada di luar suatu instansi meskipun masih dalam
lingkungan pemerintahan.
3. Pengawasan oleh lembaga Konstitusional
Dalam Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia terdapat dua
lembaga konstitusional yang turut melakukan pengawasan yang dapat
dikatakan politis. Pertama adalah Badan Pemeriksa Keuangan negara
yang dikelola oleh semua aparat yang terdapat dalam lingkungan
negara Republik Indonesia. Kedua adalah Dewan Perwakilan Rakyat
yang melalui berbagai kegiatannya. Dewan ini dalam arti seluas-
luasnya juga melakukan kegiatan pengawasan.
4. Pengawasan Sosial
Dalam masyarakat yang menganut paham demokrasi, partisipasi
masyarakat dalam mengawasi jalannya roda pemerintahan bukan saja
dibenarkan tetapi juga didorong. Salah satu bentuknya adalah dengan
turut serta mengamati pelaksanaan kegiatan tugas-tugas umum
pemerintahan seperti dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat
dan penyelenggaraan berbagai kegiatan pengaturan dan juga dalam
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pembangunan dalam segi
kehidupan bangsa dan negara.
(Siagian, 1996:198-204)
Dari pendapat Siagian mengenai jenis-jenis pengawasan dilingkungan
pemerintah tadi, dapat diambil pengertian bahwa jenis pengawasan yang pertama
yaitu pengawasan melekat adalah fungsi inhern atau sudah dengan sendirinya ada
pada setiap pimpinan dalam semua jenjang untuk melakukan pengawasan
terhadap pegawai atau bawahannya. Tiga jenis pengawasan yang pertama adalah
pengawasan di dalam tubuh badan-badan pemerintahan sendiri, sedangkan jenis
pengawasan yang keempat adalah pengawasan dari masyarakat (kontrol sosial)
terhadap aparatur pemerintah ataupun jalannya roda pemerintahan yang dapat
dilakukan dalam berbagai bentuk dan media.
47
2.4 Investasi
Menurut Mulyadi dalam bukunya yang berjudul “Akutansi Manajemen”
Investasi adalah sebagai pengkaitan sumber-sumber dalam jangka panjang untuk
menghasilkan laba di masa yang akan datang (Mulyadi, 1997:248).
Sedangkan menurut Eduardus Tandelilin dalam buku yang berjudul
“Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio” Investasi adalah Komitmen atas
sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan
tujuan memperoleh sejumlah keuntungan dimasa yang akan datang. (Tandelilin,
2001:3)
Pengertian lain dikemukakan oleh Sunariyah dalam buku yang berjudul
“Pengantar Pengetahuan Pasar Modal”. Investasi adalah penanaman modal
untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki biasanya berjangka waktu lama dengan
harapan mendapat keuntungan dimasa-masa yang akan datang. (Sunariyah,
2006:4)
Berdasarkan teori ekonomi, investasi berarti pembelian (dan berarti juga
produksi) dari capital/modal barang-barang yang tidak dikonsumsi tetapi
digunakan untuk produksi yang akan datang (barang produksi).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa investasi yang
dilakukan memiliki alasan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya
demi berjalannya operasional.
48
2.5 Penanam Modal Asing (PMA)
Definisi Penanam Modal Asing (PMA) berdasarkan Undang-undang No.
11 Tahun 1970 tentang Penanam Modal Asing, adalah sebagai berikut:
“Penanam Modal Asing adalah penanaman modal asing secara langsung
yang dilangsungkan atau berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang
No.1 Tahun 1967 tentang Penanam Modal Asing dan yang digunakan
untuk menjalankan perusahaan di Indonesia dalam arti bahwa pemilik
modal secara langsung menanggung resiko di penanaman modal tersebut”.
Sedangkan berdasarkan Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal, adalah sebagai berikut:
“Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan
oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing
sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam
negeri”
Berdasarkan definisi Penanaman Modal Asing di atas, maka pengertian
Penanaman Modal Asing (PMA) adalah :
1. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari
kekayaan devisa Indonesia,yang dengan persetujuan pemerintah
digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia.
2. Alat-alat untuk perusahaan, untuk penemuan baru milik orang asing
dan bahan-bahan, yang dimasukkan dari ke dalam wilayah Indonesia,
selama alat-alat tersebut tidak dibiyai dari kekayaan devisa Indonesia.
3. Bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-undang
diperkenankan transfer, tetapi dipergunakan tetapi digunakan untuk
membiayai perusahaan di Indonesia.
49
Adapun Penanaman Modal Asing (PMA) dalam Undang-undang ini tidak
hanya berbentuk valuta asing, tetapi meliputi alat-alat perlengkapan tetap yang
diperlukan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, penemuan-penemuan
milik orang atau badan asing yang dipergunakan dalam perusahaan yang boleh
ditransfer ke luar negeri tetapi dipergunakan kembali di Indonesia.
Penanaman Modal Asing (PMA) lebih banyak mempunyai kelebihan
diantaranya sifatnya jangka panjang, banyak memberikan andil dalam alih
teknologi, alih keterampilan manajemen, membuka lapangan kerja baru.
Lapangan kerja ini, sangat penting bagi negara sedang berkembang mengingat
terbatasnya kemampuan pemerintah untuk penyediaan lapangan kerja.
Berikut ini adalah Fungsi Penanaman Modal Asing (PMA) bagi Indonesia
diantaranya adalah :
1) Sumber dana modal asing dapat dimanfaatkan untuk mempercepat
investasi dan pertumbuhan ekonomi.
2) Modal asing dapat berperan penting dalam penggunaan dana untuk
perbaikan struktural agar menjadi lebih baik lagi.
3) Membantu dalam proses industrilialisasi yang sedang dilaksanakan.
4) Membantu dalam penyerapan tenaga kerja lebih banyak sehingga mampu
mengurangi pengangguran.
5) Mampu meningkatkan kesejahteraan pada masyarakat.
6) Menjadi acuan agar ekonomi Indonesia semakin lebih baik lagi dari
sebelumnya.
50
7) Menambah cadangan devisa negara dengan pajak yang diberikan oleh
penanam modal.
Sedangkan Tujuan dari Penanaman Modal Asing (PMA) bagi Indonesia
diantaranya adalah :
1) Untuk mendapatkan keuntungan berupa biaya produksi yang rendah,
manfaat pajak lokal dan lain-lain.
2) Untuk membuat rintangan perdagangan bagi perusahaan-perusahaan lain
3) Untuk mendapatkan return yang lebih tinggi daripada di negara sendiri
melalui tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, sistem
perpajakkan yang lebih menguntungkan dan infrastruktur yang lebih baik.
4) Untuk menarik arus modal yang signifikan ke suatu negara
2.5 Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN)
Definisi Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) berdasarkan Undang-
undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanam Modal Dalam Negeri, adalah sebagai
berikut:
“Penanam Modal Dalam Negeri adalah Bagian dari kekayaan masyarakat
Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda yang dimiliki oleh Negara
maupun swasta yang berdomisili di Indonesia, yang disishkan atau
disediakan guna menjalankan suatu usaha.”
Sedangkan berdasarkan Undang-undang No.25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal, adalah sebagai berikut: “Penanam Modal Dalam Negeri
adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara
Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam dalam negeri dengan
menggunakan modal dalam negeri.”
51
Berdasarkan definsi yang telah dikemukakan di atas, maka pengertian dari
Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) pada dasarnya sama yaitu suatu kegiatan
menanam modal yang dilakukan oleh pihak dalam negeri untuk melakukan usaha
di wilayah Negara Republik Indonesia.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap Penanam Modal Dalam
Negeri (PMDN) diantaranya adalah Potensi dan karakteristik suatu daerah,
Budaya masyarakat, Pemanfaatan era otonomi daerah secara proposional, Peta
politik daerah dan nasional, dan yang paling penting adalah Kecermatan
pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan lokal dan peraturan daerah yang
menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia bisnis dan investasi.
52
BAB III
OBYEK PENELITIAN
3.1 Perkembangan Investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat
Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) setiap tahunnya mengalami kenaikan rata-rata di atas 12 %
pertahun, hal ini menunjukan perkembangan penanaman modal di Provinsi Jawa
Barat cukup menggembirakan.
Membaiknya perkembangan penanaman modal di Provinsi Jawa Barat
baik PMA maupun PMDN terlihat dari perkembangan investasi PMA dan PMDN
di Provinsi Jawa Barat periode tahun 2005 sampai dengan 2009 sebagaimana
tergambar pada tabel di bawah ini:
Table 3.1 Perkembangan Realisasi Investasi PMA dan PMDN di Provinsi
Jawa Barat Tahun 2005-2009
Periode
Tahun
Penanaman Modal Asing
(PMA)
Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN)
Jumlah
Proyek
Nilai Investasi Jumlah
Proyek
Nilai Investasi
2005 281 14.160.258.539.422 69 4.210.731.785.513
2006 245 17.861.220.937.624 36 5.868.746.156.774
2007 286 12.197.398.800.198 39 11.347.889.345.657
2008 322 25.526.575.122.244 65 4.075.170.224.749
2009 255 19.135.363.487.466 51 2.817.336.718.386
Sumber: Buku Perkembangan realisasi PMA dan PMDN di Jabar
Dengan melihat data diatas terlihat bahwa Perkembangan investasi PMA
dan PMDN di Provinsi Jawa Barat setiap tahunnya mengalami kenaikan rata-rata
53
12% pertahun, hal ini menunjukan perkembangan perkembangan penanaman
modal di Provinsi Jawa Barat cukup menggembirakan.
Periode tahun 2005-2009 Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
maupun Penanaman Modal Asing (PMA) telah mengalami lompatan tajam.
Kontribusi investasi paling tinggi pada tahun 2008 sebesar Rp 29,601 trilliun.
Walaupun pada tahun 2007 mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2006,
yaitu Rp 23,729 trilliun (tahun 2006) menjadi sebesar Rp 23,545 trilliun pada
tahun 2007, tapi pada dasarnya penanaman modal di Provinsi Jawa Barat relative
masih tinggi. Sedangkan pada tahun 2005 realisasi investasi sebesar Rp 18,371
trilliun.\
3.2 Sejarah Berdirinya Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman
Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat
Dengan berlakunya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah No. 25
Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah pusat dan daerah di bidang promosi
dan penanaman modal sebagai daerah otonom, membawa perubahan yang sangat
mendasar di dalam keseluruhan system kewenangan pemerintah, termasuk di
dalam proses pelayanan promosi dan penanaman modal yang berhubungan
semakin tajam, baik di antara daerah Kabupaten/Kota maupun Provinsi. Dengan
demikian daerah-daerah Kabupaten/Kota maupun Provinsi yang telah mampu
menyediakan informasi tentang peluang usaha bagi perusahaan PMA atau PMDN
dan pemberian pelayanan yang prima yang akan menjadikan pilihan utama
54
investor baik perusahaan PMA maupun PMDN guna melakukan investasi di
Provinsi Jawa Barat. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan daya saing di
masing-masing daerah yang pada gilirannya akan dapat memberikan kontribusi
pada peningkatan daya saing secara keseluruhan dalam menarik investor.
Pada penghujung tahun 2000, berdasarkan dari Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Barat No. 16 Tahun 2000 tentang Lembaga Teknis Daerah Provinsi Jawa
Barat, maka dibentuk Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah
(BKKPMD) Provinsi jawa Barat dan ditindaklanjuti dengan Keputusan Gubernur
Jawa Barat No. 62 Tahun 2001 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Unit
Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat,
dan dalam rangka memperdayakannya telah disusun Perencanaan Strategis
(RENSTRA) BKPPMD Provinsi Jawa Barat selama lima tahun, yaitu selama
tahun 2001-2005, RENSTRA tersebut kini telah diperbaharui dengan disusunnya
RENSTRA tahun 2005-2008.
3.3 Visi dan Misi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal
Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat
Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal (BKPPMD) Provinsi
Jawa Barat mempunyai Visi adalah :
“Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal (BKPPMD) Provinsi Jawa
Barat sebagai fasilitator promosi dan pengembangan penanaman modal yang
dinamis dan berdaya saing.
55
Adapun Misi dari Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal
Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat adalah :
Menciptakan rumusan kebijakan teknis promosi dan penanaman modal
yang terarah dan terpadu secara regional.
Mendorong terwujudnya pengembangan promosi dan penanaman modal
melalui kerjasama dengan stekholders.
Mendorong dunia usaha untuk menanamkan modalnya di Provinsi Jawa
Barat.
Tujuan dari visi dan misi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman
Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut :
1. Terwujudnya pedoman pelaksanaan penanaman modal yang memenuhi
tuntutan dunia usaha.
2. Keterpaduan pelaksanaan penanaman modal dengan potensi regional.
3. Terwujudnya kegiatan promosi yang efektif dan efisien antara pemerintah,
dunia usaha dan masyarakat.
4. Terciptanya penanaman modal yang berdaya saing tinggi dan ramah
lingkungan.
5. Adanya peningkatan penanaman modal di daerah secara proporsional.
6. Terciptanya kesempatan kerja pada berbagai sektor/bidang usaha
Sasaran dari visi dan misi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman
Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut :
1. Tersusun satu buah pedoman di bidang promosi dan 3 buah pedoman di
bidang penanaman modal.
56
2. Meningkatnya pelaksanaan penanaman modal sekitar 10% pertahun pada
bidang usaha yang berbasis potensi regional.
3. Meningkatnya sinergitas dalam melaksanakan kegiatan promosi antara
pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat yang didukung oleh peningkatan
anggaran.
4. Meningkatnya kegiatan penanaman modal yang menggunakan bahan baku
local dan tidak merusak lingkungan.
5. Meningkatnya penanaman modal sesuai dengan karakteristik
pengembangan Kabupaten/Kota masing-masing.
3.4 Struktur Organisasi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman
Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat
Struktur organisasi yang terdapat pada Badan Koordinasi Promosi dan
Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat berdasarkan Peraturan
Gubernur Jawa Barat No 50 Tahun 2009 Tentang Tugas Pokok, Fungsi, Rincian
Tugas Unit dan Tata Kerja Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal
Daerah Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut:
1. Kepala BKPPMD Provinsi Jawa Barat
2. Sekertariat, terdiri atas :
a. Sub Bagian Perencanaan dan Program
b. Sub Bagian Keuangan
c. Sub Bagian Kepegawaian dan Umum
3. Bidang Pengendalian, terdiri atas:
57
a. Sub Bidang Pengendalian
b. Sub Bidang Data dan Laporan
4. Bidang Promosi, terdiri atas:
a. Sub Bidang Promosi Dalam Negeri
b. Sub Bidang Promosi Luar Negeri
5. Bidang Pelayanan dan Fasilitasi Investasi, terdiri atas:
a. Sub Bidang Pelayanan
b. Sub Bidang Fasilitasi
6. Bidang Pengembangan Investasi, terdiri atas:
a. Sub Bidang Pengembangan Potensi dan Peluang
b. Sub Bidang Pengembangan Infrastruktur
7. Kelompok Jabatan Fungsional
8. Unit Pelaksana Teknis Badan (UPTB).
Berikut ini adalah Struktur Organisasi Badan Koordinasi Promosi dan
Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat secara rinci dapat dilihat pada
gambar 1 berikut ini:
58
(Sumber : PERGUB NO 50 TAHUN 2009)
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman
Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat
KEPALA BKPPMD
PROV JABAR
SEKRETARIAT
SUB BAGIAN
PERENCANAAN
DAN PROGRAM
SUB BAGIAN
KEUANGAN
SUB BAGIAN
KEPEGAWAIAN
DAN UMUM
BIDANG PELAYANAN
DAN FASILITAS
INVESTASI
BIDANG
PENGEMBANGAN
INVESTASI
SUB BIDANG
PELAYANAN
SUB BIDANG
PENGEMBANGAN
POTENSI DAN
PELUANG SUB BIDANG
FASILITAS
SUB BIDANG
PENGEMBANGAN
INFRASTRUKTUR
BIDANG
PROMOSI
BIDANG
PENGENDALIAN
SUB BIDANG
PROMOSI
DALAM
NEGERI
SUB BIDANG
PROMOSI
LUAR
NEGERI
SUB BIDANG
PENGENDALIAN
SUB BIDANG
DATA DAN
LAPORAN
UPTB
KELOMPOK
JAFUNG
59
3.5 Tugas Pokok dan Fungsi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman
Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat
3.5.1 Kedudukan Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal
Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat
Pelaksanaan kegiatan BKPPMD Provinsi Jawa Barat sebagai perangkat
daerah yang bergerak di dalam bidang promosi dan penanaman modal di daerah
memiliki kedudukan, tugas pokok, dan fungsi yang sangat jelas. Hal tersebut
disebabkan BKPPMD Provinsi Jawa Barat merupakan satuan kerja yang memiliki
wewenang dan hak untuk melaksanakan promosi dan penanaman modal sesuai
dengan ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Daerah No. 16 Tahun 2000
tentang Lembaga Teknis Daerah Provinsi Jawa Barat dan juga Keputusan
Gubernur Jawa Barat No 50 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan
Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman
Modal Daerah Provinsi Jawa Barat.
3.5.2 Tugas Pokok dan Fungsi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman
Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat
Keberadaan Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah
Provinsi Jawa Barat telah diatur dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat
No. 16 Tahun 2000 tentang Lembaga Teknis Daerah Provinsi Jawa Barat dan di
tindak lanjuti dengan Keputusan Gubernur No 50 Tahun 2009 tentang Tugas
Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Badan Koordinasi Promosi
60
dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat maka BKPPMD Provinsi
Jawa Barat mempunyai Tugas Pokok sebagai berikut:
a. Merumuskan kebijakan teknis dan pengendalian di bidang koordinasi
promosi dan penanaman modal serta melaksanakan kewenangan tertentu
Pemerintah Provinsi seseuai dengan kebutuhan daerah dan kewenangan
lain yang dilimpahkan kepada Gubernur.
b. Merumuskan kebijakan teknis dan melaksanakan kewenangan tertentu
Pemerintah Provinsi sesuai dengan kebutuhan daerah dan kewenangan
yang dilimpahkan kepada Gubernur.
Dalam menyelenggarakan tugas pokok di atas, BKPPMD Provinsi Jawa
Barat mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Penyelenggaraan perumusan dan penetapan kebijakan teknis koordinasi
promosi dan penanaman modal daerah.
b. Penyelenggaraan kesekertariatan, pengendalian, promosi, pelayanan dan
fasilitas investasi dan pengembangan investasi.
c. Penyelenggaraan koordinasi dan pembinaan UPTB.
3.5.3 Tugas dan Fungsi Jabatan Fungsional
Sedangkan tugas pokok dan fungsi jabatan fungsional yang mengisi
struktur organisasi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah
(BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kepala Badan
61
Kepala Badan mempunyai tugas pokok merumuskan, menetapkan,
memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan pelaksanaan kegiatan tugas
pokok Badan serta mengkoordinasikan dan membina UPTB.
Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,
Kepala Badan mempunyai fungsi:
a. Penyelenggaraan perumusan, penetapan, pengaturan dan koordinasi
pelaksanaan kebijakan teknis pengendalian, promosi, pelayanan dan
fasilitas investasi dan pengembangan investasi.
b. Penyelenggaraan perumusan dan penetapan pemberian dukungan atas
penyelenggaraan koordinasi promosi dan penanaman modal.
c. Penyelenggaraan fasilitasi dan pengendalian pelaksanaan tugas-tugas
koordinasi promosi dan penanaman modal.
d. Penyelenggaraan koordinasi dan kerjasama dalam rangka tugas pokok dan
fungsi badan.
e. Penyelenggaraan koordinasi dan pembinaan UPTB.
2. Sekretariat
Sekretariat mempunyai tugas pokok menyelenggarakan koordinasi
perencanaan dan program Badan, pengkajian perencanaan dan program,
pengelolaan keuangan, kepegawaian, dan umum.
Dalam menyelenggarakan tugas pokoknya sebagaimana dimaksud di atas,
Sekertariat mempunyai fungsi:
a. Penyelenggaraan koordinasi perencanaan dan program Badan.
b. Penyelenggaraan pengkajian perencanaan dan program Sekertariat.
62
c. Penyelenggaraan pengelolaan urusan keuangan, kepegawaian, dan umum.
Sekretariat di sini membawahai juga beberapa sub-sub bidang seperti:
1. Subbagian Perencanaan dan Program
Subbagian Perencanaan dan Program mempunyai tugas pokok
melaksanakan penyusunan bahan koordinasi perencanaan dan penyusunan
program.
Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,
Subbagian Perencananaan dan Program mempunyai fungsi:
a. Pelaksanaan penyusunan bahan perencanaan dan program Sekretariat.
b. Pelaksanaan penyusunan bahan penyelenggaraan dan hasil koordinasi
perencanaan dan program badan yang meliputi Pengendalian, Promosi,
Pelayanan dan fasilitasi investasi, pengembangan investasi.
c. Pelaksanaan koordinasi perencanaan dan program UPTB
2. Subbagian Keuangan
Subbagian Keuangan mempunyai tugas pokok melaksanakan pengelolaan
administrasi keuangan di lingkungan Badan.Dalam menyelenggarakan tugas
pokok sebagaimana dimaksud di atas, Subbagian Keuangan mempunyai fungsi:
a. Pelaksanaan penyusunan bahan rencana anggaran belanja langsung dan
tidak langsung Badan.
b. Pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan teknis administrasi keuangan dan
penyusunan pertanggungjawaban keuangan Badan.
c. Pelaksanaan koordinasi pengelolaan keuangan pada UPTB.
3. Subbagian Kepegawaian dan Umum
63
Subbagian Kepegawaian dan Umum mempunyai tugas pokok
melaksanakan pengelolaan administrasi kepegawaian, kelembagaan,
ketatalaksanaan, umum dan perlengkapan.
Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,
Subbagian Kepegawaian dan Umum mempunyai fungsi:
a. Pelaksanaan penyusunan bahan penyelenggaraan mutasi, pengembangan
karir, kesejahteraan dan disiplin pegawai, dan pengelolaan administrasi
kepegawaian lainnya.
b. Pelaksanaan penyusunan bahan penyelenggaraan pembinaan kelembagaan,
ketatalaksanaan dan rumah tangga.
c. Pelaksanaan administrasi, dokumentasi peraturan perundang-undangan,
kearsipan dan perpustakaan.
d. Pelaksanaan tugas kehumasan Badan.
e. Pelaksanaan pengelolaan perlengkapan Badan.
3. Bidang Pengendalian
Bidang Pengendalian mempunyai tugas pokok menyelenggarakan
pengkajian kebijakan teknis dan fasilitas pengendalian penanaman modal.
Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,
Bidang pengendalian mempunyai fungsi:
a. Penyelenggaraan pengkajian bahan kebijakan teknis pengendalian.
b. Penyelenggaraan pengendalian, monitoring, dan pelaporan penanaman
modal.
64
Bidang Pengendalian di sini membawahi juga beberapa sub-sub bidang
seperti:
1. Subbidang Pengendalian
Subbidang Pengendalian mempunyai tugas pokok melaksanakan
penyusunan bahan kebijakan teknis, melaksanakan kebijakan pengendalian
penanaman modal.
Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,
Subbagian Pengendalian mempunyai fungsi:
a. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis pengendalian penanaman
modal.
b. Pelaksanaan penyusunan bahan pedoman dan fasilitas pengendalian yang
meliputi pemantauan, pembinaan dan pengawasan penanaman modal.
c. Pelaksanaan dan fasilitasi pengendalian penanaman modal.
2. Subbidang Data dan Pelaporan
Subbidang Data dan Laporan mempunyai tugas pokok melaksanakan
pengolahan data serta pelaporan penanaman modal.
Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,
Subbidang Data dan Pelaporan mempunyai fungsi:
a. Pelaksanaan penyususnan pengelolaan data dan informasi penanaman
modal.
b. Pelaksanaan penyususnan pengelolaan pelaporan penanaman modal
4. Bidang Promosi
65
Bidang Promosi mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pengkajian
bahan kebijakan teknis, dan menyelenggarakan fasilitas promosi.
Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,
Bidang Promosi mempunyai fungsi:
a. Penyelenggaraan pengkajian bahan kebijakan teknis promosi.
b. Penyelenggaraan pengkajian bahan kebijakan teknis pengembangan materi
promosi.
c. Penyelenggaraan dan fasilitas promosi.
Dalam hal ini Bidang Promosi di sini membawahi juga beberapa sub-sub
bidang seperti:
1. Subbidang Promosi Dalam Negeri
Subbidang Promosi Dalam Negeri mempunyai tugas pokok melaksanakan
penyusunan bahan kebijakan teknis dan fasilitas penyelenggaraan promosi dalam
negeri.
Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,
Subbidang Promosi Dalam Negeri mempunyai fungsi:
a. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis promosi dalam negeri.
b. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis pengembangan materi
promosi dalam negeri.
c. Pelaksanaan fasilitasi penyelenggaraan promosi dalam negeri.
d. Pelaksanaan promosi terpadu dalam negeri.
2. Subbidang Promosi Luar Negeri
66
Subbidang Promosi Luar Negeri mempunyai tugas pokok melaksanakan
penyusunan bahan kebijakan teknis dan fasilitasi penyelenggaraan promosi luar
negeri.
Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,
Subbidang Promosi Luar Negeri mempunyai fungsi:
a. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis promosi luar negeri.
b. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis pengembangan materi
promosi luar negeri.
c. Pelaksanaan fasilitasi penyelenggaraan promosi luar negeri.
d. Pelaksanaan promosi terpadu luar negeri.
5. Bidang Pelayanan dan Fasilitas Investasi
Bidang Pelayanan dan Fasilitas Investasi mempunyai tugas pokok
menyelenggarakan pengkajian bahan kebijakan teknis dan pelayanan serta
fasilitasi investasi.
Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,
Bidang Pelayanan dan Fasilitas Investasi mempunyai fungsi:
a. Penyelenggaraan pengkajian bahan kebijakan teknis pelayanan dan
fasilitas investasi.
b. Penyelenggaraan koordinasi pelayanan dan fasilitasi investasi dengan unit
dan stakeholders terkait.
c. Penyelenggaraan koordinasi pelayanan dan fasilitasi pelayanan serta
investasi.
d. Penyelenggaraan pelayanan dan fasilitasi investasi.
67
Bidang Pelayanan dan Fasilitas Investasi di sini membawahi juga beberapa
sub sub bidang seperti:
1. Subbidang Pelayanan
Subbidang Pelayanan mempunyai tugas pokok melaksanakan penyusunan
bahan kebijakan teknis dan pelayanan investasi.
Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,
Subbidang Pelayanan mempunyai fungsi:
a. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis pelayanan investasi.
b. Pelaksanaan penyusunan bahan pelaksanaan koordinasi pelayanan
investasi dengan unit dan stakeholders terkait.
c. Pelaksanaan penyusunan bahan dan fasilitas pelayanan investasi.
2. Subbidang Fasilitas
Subbidang Fasilitas mempunyai tugas pokok melaksanakan penyususnan
bahan kebijakan teknis dan melaksanakan fasilitas investasi.
Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,
Subbidang Fasilitas mempunyai fungsi:
a. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis fasilitas investasi.
b. Pelaksanaan penyusunan bahan pelaksanaan koordinasi fasilitas investasi
dengan unit dan stakeholders terkait.
c. Pelaksanaan penyusunan bahan fasilitas investasi.
d. Pelaksanaan koordinasi dan fasilitas investasi.
6. Bidang Pengembangan Investasi
68
Bidang Pengembangan Investasi mempunyai tugas pokok
menyelenggarakan pengkajian bahan kebijakan teknis, penyelenggaraan
pengembangan, potensi dan peluang serta infrastruktur pendukung investasi.
Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,
Bidang Pengembangan Investasi mempunyai fungsi :
a. Penyelenggaraan pengkajian bahan kebijakan teknis pengembangan
potensi dan peluang serta infrastruktur pendukung investasi.
b. Penyelenggaraan koordinasi pengembangan potensi dan peluang serta
infrastruktur pendukung investasi.
c. Penyelenggaraan penyusunan data potensi dan peluang investasi serta
pemetaan kebutuhan infrastruktur pendukung investasi.
Bidang Pengembangan Investasi di sini membawahi juga beberapa sub sub
bidang seperti:
1. Subbidang Pengembangan Potensi dan Peluang
Subbidang Pengembangan Potensi dan Peluang mempunyai tugas pokok
melaksanakan penyusunan bahan kebijakan teknis dan melaksanakan
pengembangan potensi dan peluang investasi.
Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,
Subbidang Pengembangan Potensi dan Peluang mempunyai fungsi :
a. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis pengembangan potensi
dan peluang investasi.
b. Pelaksanaan koordinasi dan fasilitas pengembangan potensi dan peluang
investasi.
69
c. Pelaksanaan penyusunan data potensi dan peluang investasi.
2. Subbidang Pengembangan Infrastruktur
Subbidang pengembangan infrastruktur mempunyai tugas pokok
melaksanakan penyusunan bahan kebijakan teknis dan pengembangan
infrastruktur penunjang investasi.
Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas,
Subbidang Pengembangan Infrastruktur mempunyai fungsi :
a. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan penanaman modal dan
pengembangan infrastruktur penunjang investasi.
b. Pelaksanaan penyiapan koordinasi dan fasilitasi pengembangan
infrastruktur penunjang investasi.
c. Pelaksanaan penyusunan data pengembangan infrastruktur penunjang
investasi.
7. Unit Pelaksana Teknis Badan
Unit Pelaksana Teknis Badan mempunyai tugas pokok yaitu Untuk
melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis
penunjang, pada badan dapat dibentuk UPTB, yang mempunyai wilayah kerja
atau beberapa Kabupaten/Kota.
8. Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas pokok melaksanakan
sebagian tugas pemerintah daerah sesuai dengan keahlian dan kebutuhan.
Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah tenaga fungsional yang
ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
70
3.6 Keadaan dan Jumlah Pegawai Badan Koordinasi Promosi dan
Penanaman Modal (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat
Keadaan mengenai pegawai BKPPMD Provinsi Jawa Barat sebagai salah
satu pelaksana pelaksana kegiatan dalam tubuh organisasi BKPPMD Provinsi
Jawa Barat, mempunyai jumlah pegawai sampai tahun 2010 sebanyak 90
pegawai. Ketersediaan sumberdaya manusia yang handal, berkualitas, kompeten,
dibidangnya akan mempercepat tercapainya tujuan dari suatu kegitan atau
kebijakan pemerintah.
Pendidikan merupakan salah satu indikator kemajuan dan keberhasilan
dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diamanatkan dalam tujuan
pembangunan nasional yaitu membangun manusia Indonesia seutuhnya.
Berikut ini Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) berdasarkan tingkat
pendidikan pada BKPPMD Provinsi Jawa Barat dilampirkan dalam tabel pada
halaman berikut :
Tabel 3.2 Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) berdasarkan tingkat
Pendidikan
Tahun 2010 BKPPMD Provinsi Jawa barat
No. Tingkat Pendidikan Jumlah
1. S3 1
2. Pasca Sarjana/S2 22
3. Sarjana/S1 30
4. Sarjana Muda/D3 3
5. SLTA 24
6 SLTP 7
7. SD 3
Sumber : Bidang Sub Bagian Kepegawaian BKPPMD Prov. Jawa Barat
71
Dengan melihat Data Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) berdasarkan
tingkat pendidikan pada BKPPMD Provinsi Jawa Barat diatas, Secara umum
terlihat sudah cukup baik, Hal ini terlihat dari dominan jumlah tingkat pendidikan
sarjana/S1 hingga ke tingkat pendidikan yang lebih atas yaitu S3 dibandingkan
melihat jumlah dari Sarjana Muda/D3 sampai jenjang pendidikan paling rendah
yaitu SD.
72
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengawasan Preventif
Pengawasan Preventif merupakan bagian dari pengawasan yang ditinjau
dari segi waktunya. Pengawasan Preventif merupakan suatu pengawasan yang
dilakukan sebelum pekerjaan mulai dilaksanakan. Pengawasan ini dimaksudkan
untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan.
Pengawasan preventif ini biasanya berbentuk prosedur yang harus ditempuh
dalam pelaksanaan kegiatan.
Apabila dikaitkan dalam dunia pemerintahan, Pengawasan Preventif
merupakan suatu pengawasan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah yang lebih
tinggi terhadap keputusan-keputusan dari aparatur yang lebih rendah. Pengawasan
dilakukan sebelum dikeluarkannya suatu keputusan atau ketetapan administrasi
negara atau peraturan lainnya dengan cara pengesahan terhadap ketetapan atau
peraturan tersebut. Apabila ketetapan atau peraturan tersebut belum disahkan
maka ketetapan atau peraturan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum.
Dalam pembahasan ini, menjelaskan mengenai Pengawasan Preventif oleh
Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi
Jawa Barat dalam kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) supaya memberikan kontribusi
terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya Provinsi Jawa Barat.
73
4.1.1 Peraturan-Peraturan yang Berhubungan dengan Pengawasan
BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan Investasi PMA dan
PMDN
Dasar hukum merupakan sesuatu yang sangat penting dalam sebuah
implementasi kebijakan. Dasar hukum tersebut sering dijadikan sebagai sebuah
kekuatan hukum dalam sebuah kebijakan. Dasar hukum yang dijadikan landasan
dalam Pelaksanaan kegiatan pengawasan investasi PMA dan PMDN oleh bidang
pengendalian BKPPMD Provinsi Jawa Barat secara operasioanl berlandaskan
kepada :
1. Undang-Undang No 22 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No 32 Tahun
2004 tentang pemerintah daerah
2. Undang-Undang No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
3. Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan
Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah daerah Kabupaten dan
Kota.
4. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No 13 Tahun 2009
tentang pedoman dan tata cara pengendalian pelaksanaan penanaman
modal.
5. Peraturan Gubernur No 50 tahunn 1999 tentang Tugas Pokok dan Fungsi
BKPPMD Prov Jabar.
Apabila memperhatikan landasan hukum tersebut di atas semuanya
merupakan komoditas kebijakan pusat yang masih bersifat umum dan belum
diturunkan secara teknis oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam bentuk juklak
74
(Petunjuk Pelaksanaan) padahal berdasarkan kajian lapangan dan memperhatikan
tugas dan pokok fungsi BKPPMD Provinsi Jawa Barat salah satu tugasnya adalah
merumuskan kebijakan penaman modal yang bersifat lebih teknis sebagai
pedoman bagi para aparatur daerah instansi penanaman modal Kabupaten dan
Kota.
Hal ini terlihat selama ini BKPPMD Provinsi Jawa Barat sejak
terbentuknya hingga saat ini belum pernah melaksanakan tugas perumusan
kebijakan penanaman modal. Secara umum, dan khususnya pembuatan petunjuk
teknis tentang tata cara pengendalian atau pengawasan kegiatan investasi PMA
dan PMDN baik dalam bentuk Peraturan Daerah maupun Peraturan Gubernur
Jawa Barat, padahal instansi penanaman modal di Jawa Barat sangat
membutuhkan terbitnya peraturan tersebut sebagai petunjuk teknis dan payung
hukum bagi aparatur daerah sebagai pemangku kewenangan Penanaman modal di
Kabupaten dan Kota yang akan melakukan kegiatan pengendalian terhadap
investasi PMA dan PMDN diwilayahnya.
Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan
penulis terhadap salah satu pimpinan PMA yang mengatakan bahwa dalam hal ini
tidak adanya Petunjuk Teknis (Juknis) tentang tata cara pengawasan sekaligus
pengendalian kegiatan investasi PMA dan PMDN sekaligus untuk payung hukum
juga dalam melakukan kegiatan pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan
investasi mengenai kejelasan dalam hal kewenangan antara Pemerintah provinsi,
maupun Kabupaten dan Kota.
75
Kondisi tersebut menyebabkan instansi penanaman modal daerah
Kabupaten dan Kota belum efektif dalam menyelenggarakan kegiatan
pengawasan investasi PMA dan PMDN didaerahnya, hal ini tidak sejalan dengan
Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 di mana kewenangan teknis operasional
di bidang penanaman modal berada pada instansi penanaman modal Kabupaten
dan Kota.
Menurut hemat penulis dengan mengacu kepada Peraturan Gubernur No
50 Tahun 1999 BKPPMD Provinsi Jawa Barat harus segera merumuskan
kebijakan penanaman modal di bidang pengendalian investasi PMA dan PMDN
dalam bentuk petunjuk teknis tata cara pengendalian investasi PMA dan PMDN
sebagai pedoman pemerintah Kabupaten dan Kota se Jawa Barat dalam
melaksanakan pengendalian dan pengawasan kegiatana investasi PMA dan
PMDN, agar batas kewenangan di bidang penanaman modal antar Pemerintah
Provinsi maupun Kabupaten dan Kota menjadi lebih jelas.
Dengan melihat hasil wawancara dan menganalisisnya maka penulis
mengambil suatu kesimpulan bahwa terlihat jelas bahwa kegiatan pengawasan
sekaligus pengendalian yang dilakukan oleh BKPPMD provinsi Jawa barat belum
berjalan sesuai dengan yang diharapkan yang sesuai dengan tugas pokok dan
fungsi dari BKPPMD sendiri yaitu merumuskan kebijakan penanaman modal
yang lebih bersifat teknis. Dalam hal ini permasalahannya adalah tidak adanya
Petunuk Teknis (Juknis) tentang tata cara pengawasan dan pengendalian kegiatan
investasi PMA dan PMDN yang berdampak juga pada ketidakjelasan batas
kewenangan kegiatan investasi antara Provinsi maupun Kabupaten dan kota.
76
4.1.2 Pedoman Kerja Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam
kegiatan Investasi PMA dan PMDN
Kegiatan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan investasi PMA dan
PMDN dilakukan dalam rangka untuk mengetahui sejauh mana perkembangan
pelaksanaan penanaman modal oleh investor, apakah sejalan atau tidak dengan
Peraturan Perundang-undangan Penanaman Modal yang berlaku.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Staf Subbidang
Pengendalian mengatakan bahwa, dalam hal ini pedoman kerja atau instrumen
pengendalian biasanya petugas tim pengendalian investasi PMA dan PMDN
BKPPMD Provinsi Jawa Barat menggunakan beberapa pedoman kerja atau
instrument diantaranya adalah:
1. Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing (SPPMA) bagi proyek-proyek
Penanaman Modal Asing.
2. Surat Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (SPPMDN) bagi
proyek-proyek Penanaman Modal Dalam Negeri.
3. Laporan Kegiatan Penamanam Modal (LKPM) yang dibuat oleh proyek
PMA dan PMDN.
4. Izin Usaha Tetap (IUT) bagi proyek PMA maupun PMDN
Dengan berlandaskan pedoman kerja atau instrumen tersebut di atas, dapat
dilihat tingkat realisasi perkembangan pelaksanaan kegiatan proyek-proyek PMA
dan PMDN di daerah Kabupaten dan Kota.
Perkembangan proyek-proyek PMA dan PMDN biasanya dikategorikan
kedalam 3 jenis tahapan yaitu :
77
1. Tahap Perencanaan yaitu tahapan dimana proyek PMA dan PMDN baru
mendapat surat persetujuan pemerintah yang merupakan izin perinsip dan
harus dilanjutkan dengan pelaksanaan permohonan izin-izin di daerah
seperti izin lokasi, dan hak atas tanah, izin mendirikan bangunan, dan izin
undang-undang gangguan serta izin lain yang diperlukannya.
2. Tahap Kontruksi/bangunan, yaitu tahap melakukan pembangunan fisik
pabrik dan fasilitas fisik lainnya yang dapat menunjang kelancaran
kegiatan operasional industri.
3. Tahap Produksi/Komersil, yaitu tahap dimana proyek PMA dan PMDN
melakukan uji coba produksi dan selanjutnya melakukan produksi
komersil sebagai realisasi proyeknya sesuai dengan rencana dan jadwal
proyek yang telah ditentukan.
Pengawasan ini melihat berdasarkan keberadaan pedoman kerja
pengawasan. Kita tahu bahwa pengawasan preventif dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan. Pengawasan
preventif ini biasanya berbentuk prosedur yang harus ditempuh dalam
pelaksanaan kegiatan. Dalam kenyataannya BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam
tugasnya yaitu pengawasan pada kegiatan investasi PMA dan PMDN berdasarkan
pada pedoman kerja pengawasan yang telah ada.
Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa dalam hal pedoman kerja
pengawasan yang dilakukan BKPPMD Provinsi Jawa Barat pada kegiatan
investasi PMA dan PMDN tidak ada permasalahan. Ketersediaan Pedoman Kerja
78
Pengawasan memudahkan BKPPMD dalam melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya.
4.1.3 Sanksi-Sanksi Terhadap Pembuat Kesalahan dalam Pengawasan
BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan Investasi PMA dan
PMDN
Sanksi merupakan hal yang harus selalu ada di dalam suatu kegiatan baik
itu kegiatan yang dilakukan dalam suatu pemerintahan maupun swasta berupa
tindakan tegas karena melanggar peraturan atau perjanjian yang sebelumnya telah
disepakati bersama.
Dalam hal ini apabila dikaitkan dalam tindakan atau langkah-langkah yang
dilakukan oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam hal pengawasan kegiatan
investasi merupakan langkah tindak pemerintah yang dikenakan kepada
perusahaan PMA dan PMDN yang melaksanakan kegiatan investasinya tidak
sesuai atau melanggar Peraturan Perundang-undangan Penanaman Modal.
Pengaturan mengenai sanksi terhadap perusahan yang melanggar atau
tidak sesuai diatur dalam peraturan kepala BKPM RI No 13 tahun 2009 Pasal 20.
Berdasarkan peraturan diatas perusahaan yang melanggar Peraturan Perundang-
undangan Penanaman Modal dapat dikenakan sanksi administratif jenis sanksi
yang dikenakan oleh pemerintah terhadap perusahaan PMA dan PMDN adalah
sebagai berikut:
1. Peringatan tertulis
2. Pembatasan kegiatan usaha
79
3. Pembekuaan kegiatan usaha/fasilitas penanaman modal atau
4. Pencabutan kegiatan usaha dan atau fasilitas penanaman modal
(pasal 21 Peraturan Kepala BKPM RI no 13 tahun 2009)
Dalam kesempatan ini penulis melakukan wawancara dengan pihak
BKPPMD Provinsi Jawa Barat bermaksud untuk mencari tahu pelaksanaan
sanksi-sanksi yang sudah diatur untuk perusahaan PMA dan PMDN yang
melakukan pelanggaran. Hasil wawancara tersebut mengatakan bahwa Dalam
implementasi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan PMA dan
PMDN pada setiap tahapan kegiatan investasi penerapan sanksi belum dilakukan
secara tegas, baik yang dilakukan oleh BKPM RI, BKPM Provinisi Jawa Barat
maupun instansi penanaman modal kabupaten dan kota.
Keabsahan suatu data dalam penelitian ini lebih diutamakan oleh penulis,
untuk itu penulis melakukan wawancara lanjutan terhadap orang yang berbeda
namun tetap masih dalam ruang lingkup BKPPMD Provinsi Jawa Barat hanya
sekedar untuk mempertanyakan kebenaran pernyataan hasil wawancara
sebelumnya sekaligus hanya bersifat meminta penjelasan, beliau mengatakan hal
tersebut memang ada dan terjadi hal seperti itu, dalam hal ini dikarenakan adanya
faktor pertimbangan politis yang menjadi permasalahan, yaitu apabila perusahaan
PMA dan PMDN yang melakukan pelanggaran dikenakan sanksi secara tegas
katakan pemerintah memberikan sanksi pencabutan kegiatan usaha akan
berdampak atau konsekuensi logisnya adalah terjadinya pemutusan hubungan
kerja (PHK) besar-besaran dan bagi pemerintah menjadi problem solving yang
pemecahannya perlu pertimbangan politis. Karena salah satu tujuan kegiatan
80
pengembangan investasi di daerah adalah menyerap tenaga kerja yang sebanyak-
banyaknya guna meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat.
Dari beberapa pernyataan yang diperoleh dari hasil wawancara, diatas,
penulis menganalisa bahwa pihak BKPPMD Provinsi Jawa Barat tidak bisa
bertindak tegas dalam hal penerapan sanksi-sanksi yang telah ditentukan,
dikarenakan melihat berbagai macam pertimbangan. Disamping sisi tujuan dari
kegiatan pengembangan investasi sangat penting yaitu menyerap tenaga kerja
yang sebanyak-banyaknya guna meningkatkan pendapatan dan daya beli
masyarakat, disisi lain peraturan harus tetap berjalan yaitu sanksi bagi perusahaan
PMA dan PMDN yang melanggar perjanjian sebelumnya.
Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa dalam hal pelaksanaan
sanksi bagi perusahaan PMA dan PMDN yang tidak sesuai atau melanggar
perjanjian sebelumnya tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan dikarenakan
ketidak tegasan dari pihak BKPPMD Provinsi Jawa Barat yaitu yang menjadi
permasalahan adanya faktor pertimbangan politis. Dengan kata lain dari pihak
BKPPMD tidak mau gegabah dalam hal memberikan sanksi kepada perusahaan
PMA dan PMDN.
4.1.4 Pengorganisasian Segala Macam Kegiatan dalam Pengawasan
BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam Kegiatan Investasi PMA dan
PMDN
Pengorganisasian merupakan langkah strategis dalam rangka pelaksanaan
program kegiatan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan proyek-proyek
PMA dan PMDN di Kabupaten dan Kota. Pengorganisasian Tim pengendalian
81
dilandasi oleh tugas pokok dan fungsi BKPPMD Provinsi Jawa Barat yang diatur
dalam Peraturan Gubernur No. 50 Tahun 2009.
Sejak Era Reformasi kedudukan dan wewenang BKPPMD Provinai Jawa
Barat mengalami perubahan karena kewenangan Penanaman Modal sebagian
besar diserahkan kepada Daerah Kabupaten dan Kota sejalan dengan UU No 22
Tahun 1999 Jo UU 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah kondisi ini
menjadikan peran dan kedudukan BKPPMD Provinsi Jawa Barat bersifat regulatif
dan koordinatif, teknis operasional dan direck services kepada investor menjadi
kewenangan Pemerintah Kabupaten dan Kota.
Akan tetapi dalam realisasinya pengorganisasian tim pengendalian peran
BKPPMD masih dominan dan daerah kurang dilibatkan maka nampaknya
berjalan masing-masing. Hubungan manajemen antara Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten dan Kota seolah-olah terputus padahal otonomi daerah
tidak berarti khirarchi manajemen terputus, tetapi memberikan kewenangan
seluas-luasnya kepada daerah untuk membangun daerah sendiri tanpa intervensi
Pemerintah dan Pemerintah Provinsi dimana fungsi koordinasi antar Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten dan Kota harus tetap dipelihara, sehingga
peraturan yang diciptakan oleh daerah dalam rangka pelaksanaan Undang-undang
No 25 tahun 1999 tentang Penanaman Modal tidak bertentangan dengan Undang-
undang Penanaman Modal itu sendiri.
Selama ini pengorganisasian tim pengendalian berdasarkan pengamatan
penulis dilandasi oleh Surat Tugas Kepala BKPPMD Provinsi Jawa Barat Kepada
82
Staf Bidang Pengendalian salah satu contoh Surat Tugas No 090/843/Pengdal,
tertanggal April 2011 kepada 6 orang staf Bidang Pengendalian.
Menurut hemat penulis dengan memperhatikan tugas pokok dan fungsi
seharusnya pengorganisasian tim pengendalian dilandasi oleh Surat Keputusan
Kepala BKPPMD Provinsi Jawa Barat selaku penanggungjawab team, ketua
pelaksana bidang pengendalian, sekertaris tim kepala subid pengendalian, para
anggotanya adalah: para staf bidang pengendalian, staf instansi penanaman modal
Kabupaten dan Kota, staf lembaga teknis terkait baik yang ada di Provinsi
maupun daerah agar fungsi koordinasi dan peran serta kedudukan BKPPMD
sebagai badan koordinator lebih jelas dan akan dapat terjaminnya keselarasan
tugas dan keserasian kerjasama antara BKPPMD dengan stakeholder terkait.
Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa pengorganisasian tim
pengendalian tidak berjalan dengan apa yang seharusnya. Di karenakan Peran
BKPPMD Provinsi Jawa Barat masih dominan dan daerah kurang dilibatkan maka
nampaknya berjalan masing-masing. dikarenakan tidak adanya penjelasan dan
petunjuk teknis yang mengatur mengenai kedudukan antara pihak pemerintah
provinsi dengan pemerintah kabupaten dan kota.
4.1.5 Sistem Koordinasi Pelaporan dan Pemeriksaan dalam Pengawasan
BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam Kegiatan Investasi PMA dan
PMDN
Pengawasan yang dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Promosi dan
Penanaman Modal (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat yaitu pengawasan sekaligus
83
pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan investasi PMA dan PMDN di
Kabupaten dan Kota yang ada di Jawa Barat.
Pengendalian yang dimaksud yaitu pengendalian yang di atur dalam tata
cara dan pedoman pengendalian pelaksanaan penanaman modal yang meliputi,
kegiatan pemantauan, pembinaan dan pengawasan dengan harapan agar
pelaksanaan kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan
peundang-undangan penanaman modal yang berlaku. (Peraturan Kepala BKPM
RI No 13 tahun 1999).
Mekanisme Pengendalian dilakukan antara lain dengan cara Preventif
yaitu Pengendalian yang dilakukan kepada perusahaan PMA dan PMDN lebih
bersifat pembinaan, terutama kepada perusahaan-perusahaan PMA dan PMDN
yang baru mendapatkan Surat Persetujuan Pemerintah, diberikan bimbingan teknis
tentang langkah-langkah selanjutnya yang harus dilakukan melalui pelaksanaan
program sosialisasi dan bimbingan teknis penanaman modal.
Dalam 1 tahun dilaksanakan 3 kali kegiatan yang dikoordinasikan dengan
perangkat daerah penanaman modal Kabupaten dan Kota yang akan dijadikan
tempat kegiatan sosialisasi dan bekerjasama dengan Badan Koordinasi Wilayah
(BAKORWIL) Jawa Barat, seperti: Bakorwil Cirebon, Bakorwil Priangan Timur
(Garut), Bakorwil Bogor dan Bakorwil Purwakarta.
Maksud dan tujuan diselenggarakan sosialisasi dan bimbingan teknis
penanaman modal, yaitu:
1. Bagi para aparatur Penanaman Modal Kabupaten dan Kota diharapkan
dapat memahami peraturan perundang-undangan penanaman modal yang
84
berlaku sehingga dapat berperan sebagai fasilitator bagi para perusahaan
PMA dan PMDN yang akan menanamkan modalnya di daerah Kabupaten
dan Kota yang bersangkutan dan mampu melayani secara professional
kepada para pengusaha PMA dan PMDN.
2. Bagi para perusahaan PMA dan PMDN tentu diharapkan mengetahui,
memahami semua ketentuan-ketentuan atau peraturan perundang-
undangan penanaman modal yang berlaku, sehingga dalam melaksanakan
kegiatan investasi PMA dan PMDN tidak terjadi penyimpangan-
penyimpangan yang tidak diharapkan serta memahami kewajibannya
untuk menyampaikan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM).
Tujuan yang diharapkan dari diselenggarakan sosialisasi dan bimbingan
teknis penanaman modal yaitu dalam rangka mewujudkan:
1. Perkembangan kegiatan investasi PMA dan PMDN yang berwawasan
lingkungan.
2. Meningkatkan kesadaran para investor PMA dan PMDN dalam memenuhi
kewajiabnnya.
3. Terciptanya iklim investasi PMA dan PMDN yang kondusif.
Adapun penyelengaraan sosialisasi dan bimbingan teknis Penanaman
Modal pada tahun anggaran 2011 adalah sebagai berikut:
Table 4.1 Kegiataan Sosialisasi dan Bimbingan Teknis Penanaman Modal
Bulan Lokasi Peserta
Perusahaan Aparat
Mei 2011 Bakorwil Cirebon 120 30
Juni 2011 Bakorwil Bogor 120 30
Juli 2011 Bakorwil Purwakarta 120 30
Sumber: Subbagian Pengendalian BKPPMD Prov Jabar
85
Disamping penyelenggaraan sosialisasi dan bimbingan teknis, juga
dilakukan pemerikasaan administrasi dan pemantauan perkembangan kegiatan
seperti halnya pengurusan izin-izin daerah, bagi perusahaan PMA dan PMDN
yang mengalami kesulitan akan difasilisitasi dan biasanya mendapat bimbingan
dan dibantu hingga diperolehnya perijinan daerah yang dikehendaki.
Permasalahannya adalah Pemerintah Pusat (BKPM RI) selaku pemangku
kewenangan yang berhak menerbitkan Surat Persetujuan Penanam Modal Asing
dan Penanam Modal Dalam Negeri (SP PMA dan PMDN) terkadang tidak
menyampaikan tembusan SP PMA dan SP PMDN ke Pemerintah Provinsi
(BKPPMD Provinsi Jawa Barat)..
Padahal SP PMA dan SP PMDN yang diterbitkan oleh Pemerintah
merupakan alat atau instrument untuk bahan informasi yang dijadikan tolak ukur
suatu perusahaan dalam melaksanakan perencanaan investasinya disuatu daerah.
Dimana dalam Surat Persetujuan (SPPMA dan PMDN) dapat diperoleh informasi
tentang:
1. No kode proyek
2. No Surat Persetujuan
3. Nama Perusahaan dan Alamat Perusahaan
4. Bidang usaha yang diminati
5. Struktur permodalan
6. Modal sendiri
7. Modal pinjaman
8. Jadwal kegiatan proyek
86
9. Rencana produksi dan kapasitas produksi
10. Rencana pengunaan tenaga kerja
11. Rencana pemasaran
12. Nama direktur perusahaan
13. Berlakunya surat persetujuan
Dari informasi yang diperoleh dari Surat Persetujuan SP PMA dan PMDN
yang dimiliki, maka perkembangan kegiatan dapat dipantau, dikendalikan dan
diawasi bagi perusahaan yang baru tahap perencanaan. Bagi Perusahaan PMA dan
PMDN yang telah mendapatkan Surat Persetujuan Pemerintah setelah 6 (enam)
bulan sejak SK diterima perusahaan berkewajiban menyampaikan Laporan
Kegiatan Penanaman Modalnya (LKPM). Untuk dapat diketahui kesungguhan
perusahaan dalam merealisasikan rencana kegiatan proyeknya.
Laporan Kegiatan Penanaman Modal ini sanggat penting sekali bagi
kegiatan pengendalian karena realisasi perkembangan kegiatan investasi dapat
dilihat melalui cara yaitu dengan memeriksa dan membandingkan antara Surat
Persetujuan dengan isi materi Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) yang
disampaikan sehingga dapat diketahui informasinya, antara lain:
1. Bagi perusahaan yang bertahap rencana dapat dilihat, apakah izin-izin
selanjutnya (izin daerah), seperti izin lokasi dan hak guna tanah, izin
mendirikan bangunan, izin kerja tenaga kerja asing bagi yang
menggunakan tenaga kerja asing apakah sudah dimiliki atau belum dan
izin lainnya yang diperlukan.
87
2. Bagi perusahaan PMA dan PMDN yang bertahap kontruksi/pembangunan
dapat dilihat dari pemilikan ijin bangunan setelah dari LKPM menunjukan
adanya kepemilikan IMB tentu mencermikan perusahaan PMA dan
PMDN ada pada tahap kontruksi, biasanya untuk memastikannya diadakan
pemeriksaan lapangan atau check on the spot dan biasanya diperiksa
tentang Building (BCR) dengan berpedoman kepada tata ruang daerah
kabupaten dan kota yang bersangkutan dimana perusahaan industry
dibangun atau lokasi daerah pabrik industi didirikan. Misalnya BCR yang
diberlakukan di daerah Kab dan Kota tersebut berdasarkan tata ruang yang
diberlakukan 60% bangunan dan 40% penghijauan.
3. Bagi perusahaan PMA dan PMDN yang bertahap produksi/komersil,
LKPM merupakan informasi yang sangat penting bagi kegiatan
pengendalian, karena dari LKPM yang disampaikan dapat dikaji dan
dinilai antara rencana perusahaan dengan realisasi dilapangan apakah
perusahaan PMA dan PMDN tersebut benar-benar melakukan kegiatan
penanaman modalnya sejalan dengan peraturan perundang-undangan
penanaman modal atau tidak.
Pemeriksaan administrasi dapat di cros check antara SP PMA dan PMDN
dengan LKPM yang disampaikan diantaranya dapat dikaji secara garis besar dapat
ditemukan yaitu:
1. Rencana penggunaan modal sudah berapa persen modal sendiri berapa
atau modal pinjaman berapa.
88
2. Rencana penggunaan tenaga kerja, yaitu berapa jumlah penggunaan tenaga
kerja asing dan berapa jumlah penggunaan tenaga kerja Indonesia.
3. Rencana kapasitas produksi sudah terpenuhi atau belum.
4. Rencana pemasaran ekspor atau dalam negeri
5. Penyelesaian fisik
6. Keterangan perusahaan
7. Perijinan penanaman modal yang dimiliki.
8. Kewajiban perusahaan PMA dan PMDN yang tercantum dalam Surat
Persetujuan penanaman modal atau izin usaha atau ketentuan yang
berlaku.
9. Permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan.
Dari faktor-faktor tersebut diatas, dapat dilihat apakah proyek-proyek
PMA dan PMDN berjalan sesuai dengan rencana, yaitu sesuai dengan isi materi
yang terdapat dalam Surat Persetujuan (SP PMA dan SP PMDN) atau tidak.
Apabila tidak sesuai, maka dilakukan pembinaan dan pengarahan agar kegiatan
proyek PMA dan PMDN itu sesuai dengan rencana yang tertuang dalam Surat
Persetujuan yang telah dimiliki.
Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa dalam hal Koordinasi
Pelaporan dan Pemeriksaan dalam Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat
dalam Kegiatan Investasi PMA dan PMDN berjalan sesuai dengan prosedur yang
sudah ditetapkan. Pelaksanaan pembinaan, pengarahan hingga pelaksanaan
sosialisasi tidak menghadapi suatu persoalan yang serius.
89
4.2 Pengawasan Represif
Pengawasan Represif merupakan salah satu bagian lainnya dari
pengawasan yang ditinjau dari segi waktunya. Pengawasan represif, ini dilakukan
setelah suatu tindakan dilakukan dengan membandingkan apa yang telah terjadi
dengan apa yang seharusnya terjadi. Dengan pengawasan represif dimaksud untuk
mengetahui apakah kegiatan dan pembiayaan yang telah dilakukan itu telah
mengikuti kebijakan dan ketentuan yang telah ditetapkan.
Apabila dikaitkan dalam dunia pemerintahan, Pengawasan a-posteriori
atau pengawasan represif merupakan suatu pengawasan yang dilakukan oleh
aparatur pemerintah yang lebih tinggi terhadap keputusan aparatur pemerintah
yang lebih rendah. Pengawasan dilakukan setelah dikeluarkannya keputusan atau
ketetapan pemerintah atau sudah terjadinya tindakan pemerintah. Tindakan dalam
pengawasan represif dapat berakibat pencabutan apabila ketetapan pemerintah
tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Dalam keadaan yang mendesak tindakan dapat dilakukan yaitu salah satunya
dengan cara menangguhkan ketetapan yang telah dikeluarkan sebelum dilakukan
pencabutan.
Dalam pembahasan ini, menjelaskan mengenai Pengawasan Represif oleh
Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi
Jawa Barat dalam kegiatan investasi bidang Penanaman Modal Asing (PMA) dan
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) supaya memberikan kontribusi
terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya Provinsi Jawa Barat.
90
4.2.1 Perbandingan Hasil Kegiatan dengan Rencana dalam Pengawasan
BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam Kegiatan Investasi PMA dan
PMDN
Pengendalian merupakan kegiatan untuk melakukan pemantauan,
pembinaan, dan pengawasan agar pelaksanaan penanaman modal sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan Penanaman Modal yang berlaku. Pengendalian
yang dimaksud yaitu pengendalian terhadap Penanaman Modal baik Penanaman
Modal Asing maupun Penanaman Modal Dalam Negeri dilakukan terhadap
proyek PMA dan PMDN mulai dari tahap perencanaan, tahap pembangunan dan
tahap produksi atau komersil.
Berdasarkan sumber data BKPPMD Provinsi Jawa Barat selama 5 tahun
yaitu sejak tahun 2005-2009 total proyek PMA dan PMDN yang harus
dikendalikan adalah 1649 proyek, jumlah tersebut merupakan target pengendalian.
Untuk mendapatkan gambaran secara rinci penulis sajikan data perusahaan atau
proyek-proyek PMA dan PMDN sebagai target kegiatan pengendalian yang
direncanakan oleh Bidang Pengendalian selama 5 tahun adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2 Jumlah Proyek PMA dan PMDN yang Dijadikan Target
Pengendalian Selama 5 tahun (2005-2009)
Tahun PMA PMDN Jumlah
2005 281 69 350
2006 245 36 281
2007 286 39 325
2008 322 65 387
2009 255 51 306
(Sumber: Subbidang Pengendalian,2011)
Dari gambaran table diatas setiap tahun target pengendalian bersifat
flukfulatif berdasarkan hasil wawancara dan informasi yang diterima dari pejabat
91
yang bersangkutan sebagai pemangku kewenangan pengendalian hal tersebut
dikarenakan bersumber pada Surat Persetujuan Penanaman Modal (SP.PMA dan
SP.PMDN) yang diterbitkan oleh pemerintahan baik yang berstatus PMA
maupun PMDN secara kuantatif setiap tahun berbeda jumlahnya tergantung pada
minat Investor yang akan menanamkan modalnya di Provinsi Jawa Barat.
Dari jumlah 1649 proyek PMA dan PMDN secara sektoral lebih banyak
atau dominan minat Investor lebih tertarik pada sektor sekunder (sektor Industri)
dibanding sektor primer (Pertanian dalam arti luas) dan sektor tersier
(perdagangan dan jasa) hal ini dikarenakan sektor sekunder secara ekonomis lebih
prospektif, marketabel, dan profitabel. Dari aspek lokasi yang dipilih tentu daerah
yang dianggap strategis yaitu daerah kabupaten dan kota yang dekat dengan ibu
kota Negara yaitu Jakarta dengan motif adannya dukungan fasilitas yang memadai
baik infrastruktur maupun fasilitas lainnya sebagai penunjang kelancaran
pelaksanaan kegiatan Penanaman Modal. Kabupaten dan Kota yang dimaksud
seperti halnya; Kabupaten dan Kota Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten
Purwakarta, Kota Depok, Kabupaten dan Kota Sukabumi serta Kabupaten dan
Kota lainnya.
Selama 5 tahun (2005-2009) dari target program kegiatan pengendalian
investasi PMA dan PMDN se Jawa Barat sebanyak 1649 proyek terealisasi 767
proyek atau sekitar 47%. Adapun ratio perkembangan kegiatan pengendalian oleh
Bidang Pengendalian BKPPMD Provinsi Jawa Barat selama 5 tahun tersebut
dapat digambarkan pada tabel dibawah ini, adalah sebagai berikut:
92
Tabel 4.3 Realisasi capaian target pengendalian
Tahun Jumlah Target Proyek Jumlah Realisasi Tingkat Capai
2005 350 138 47
2006 281 137 47
2007 325 156 47
2008 373 182 47
2009 306 154 47
1649 767 47
(Sumber: Sub Bidang Pengendalian, 2011)
Dari aspek perencanaan program pengendalian nampaknya dilapangan
masih banyak kelemahan yaitu: dalam proses pendataan baik PMA maupun
PMDN belum memenuhi kebutuhan tugas pokok dan fungsi kegiatan
pengendalian seperti halnya belum tersedianya data berupa jumlah Perusahaan
PMA dan PMDN yang dikategorikan tahap perencanaan, Perusahaan PMA dan
PMDN yang dikategorikan tahap pembangunan serta Perusahaan PMA dan
PMDN tahap produksi/komersil.
Kondisi tersebut menyulitkan untuk mendapatkan informasi atau untuk
mengetahui jumlah perusahaan atau proyek PMA dan PMDN secara kongkrit
yang bertahap perencanaan, jumlah perusahaan PMA dan PMDN yang bertahap
pembangunan dan jumlah perusahaan PMA dan PMDN bertahap
produksi/komersil padahal menurut hemat penulis instrument data merupakan alat
yang sangat vital dan urgen bagi sebuah proses penyusunan perencanaan program
kegiatan pengendalian agar hasilnya dapat dijadikan sebuah pedoman yang akurat
dan dapat dievaluasi secara tepat tanpa data yang informatif tentu hasil kegiatan
pengendalian tidak akan terlaksana secara efektif.
Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan nampaknya fungsi koordinasi
masih lemah karena proses penyusunan perencanaan masih didominasi oleh unit
93
kerja Bidang Pengendalian belum melibatkan Stakeholder yang terkait khususnya
Lembaga Teknis Penanaman Modal yang berada di Kabupaten dan Kota Provinsi
Jawa Barat, demikian juga dengan Instansi Teknis terkait tentu hal ini tidak
sejalan dengan nomenklatur lembaga teknis BKPPMD Provinsi Jawa Barat yang
berfungsi sebagai Badan Kordinator kegiatan Promosi dan Penanaman Modal di
daerah.
Implikasinya terhadap hasil penyusunan perencanaan program
pengendalian yang belum mengakomodir masukan-masukan dan pandangan-
pandangan dari setiap Stakeholder sehingga perencanaan program kegiatan
pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan PMA dan PMDN belum sinergis
dengan perencanaan program pengendalian Lembaga Teknis Kabupaten dan Kota
di Jawa Barat.
Menurut hemat penulis seharusnya untuk mendapat hasil penyusunan
program kegiatan pengandalian terhadap pelaksanaan kegiatan PMA dan PMDN
proses penyusunannya sebaiknya melibatkan Stakeholder atau Lembaga Teknis
Penanaman Modal yang ada di Kabupaten dan Kota yang wilayahnya dijadikan
tempat berinvestasi dengan harapan diperolehnya sinergitas, keserasian program
yang dirumuskan. Sehingga sesuai dengan kedudukan dan peran BKPPMD
Provinsi Jawa Barat sebagai unit organisasi kordinator Promosi dan Penanaman
Modal (Peraturan Gubernur No 50 Tahun 2009).
Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa dalam hal pengawasan
BKPPMD terhadap kegiatan investasi PMA dan PMDN dengan cara
membandingkan hasil kegiatan dengan rencana yang sudah di rencanakan
94
sebelumnya, pencapaiannya belum maksimal dan sesuai dengan target yang
diharapkan dikarenakan permasalahan dalam hal seperti halnya belum tersedianya
data berupa jumlah Perusahaan PMA dan PMDN yang dikategorikan tahap
perencanaan, tahap pembangunan, dan tahap produksi/komersil, lalu fungsi
koordinasi masih lemah karena proses penyusunan perencanaan belum melibatkan
Stakeholder yang terkait khususnya Lembaga Teknis Penanaman Modal yang
berada di Kabupaten dan Kota.
4.2.2 Penyebab Terjadinya Penyimpangan dalam Pengawasan BKPPMD
Provinsi Jawa Barat dalam Kegiatan Investasi PMA dan PMDN
Dalam setiap tindakan baik itu pengawasan maupun pengendalian
terhadap suatu organisasi maupun perusahaan tidak akan pernah luput dengan
namanya mencari penyebab dari suatu hasil yang tidak diharapkan. Hal tersebut
penting untuk melakukan perbaikan kearah yang lebih baik.
Dalam hal ini tim pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan
kegiataan penanaman modal yang dilakukan oleh BKPPMD terhadap baik PMA
maupun PMDN di daerah, mereka harus siap bertanggungjawab dengan cara
memberikan laporan berupa hasil pelaksanaan baik hasilnya baik maupun buruk.
Penulis dalam hal ini melakukan wawancara dengan Staf Subbidang
Pengendalian BKPPMD, bermaksud untuk menanyakan soal permasalahan yang
terjadi terhadap pengendalian yang bersifat administratif maupun lapangan adalah
sebagai berikut:
95
1. Perusahaan PMA dan PMDN tidak menyampaikan alamat yang
sebenarnya atau pinjam alamat khususnya bagi perusahaan PMA dan
PMDN yang tahap perencanaan.
2. Pengisian LKPM belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan
penyampaian yang terlambat.
3. Penggunaan tenaga kerja asing melebihi perencanaan.
4. Pemilikan ijin daerah yang belum lengkap.
5. Melaksanakan perluasan baik fisik maupun peningkatan produksi belum
melaksanakan pengurusan ijin usaha tetep (IUT).
6. Belum tercapainya kapasitas produksi atau melebihi kapasitas produksi.
7. Mesin dilapangan belum sesuai dengan master list yang dimiliki
8. Pembangunan proyek belum sesuai dengan jadwal kegiatan proyek
9. Water treatment belum sesuai dengan amdal.
10. Dalam rangka alih teknologi tenaga kerja asing tidak menyampaikan job
diskripsi, sehingga tenaga pendamping tidak mengetahui uraian tugas yg
sebenarnya.
Gambaran tersebut di atas menurut hemat penulis merupakan kondisi
permasalahan dilapangan yang terjadi pada unit kerja bidang pengendalian
BKPPMD Provinsi Jawa Barat bahwa tugas-tugas kegiatan pengendalian dan
pengawasan Investasi PMA dan PMDN dari mulai perencanaan program dan
pelaksanaan kegiatan program pengendalian dan pengawasan belum efektif hal ini
dikarenakan lemahnya fungsi koordinasi baik pada pelaksanaan pengendalian dan
pengawasan secara preventif maupun pengendalian secara represif.
96
Dalam hal ini juga diperlihatkan adanya gambaran secara ril dilapangan
berdasarkan obeservasi, bahwa jumlah perusahaan PMA dan PMDN yang
memiliki kewajiban sesuai dengan Amanah Undang Undang No 25 tahun 2009
tentang Penanaman Modal baru mencapai 10 % artinya sebagian besar masih
terdapat perusahaan PMA dan PMDN dalam mengelola kegiatan operasional
proyek PMA dan PMDN di daerah belum memenuhi amanah Peraturan
Perundang-undangan Penanaman Modal yang berlaku.
Kondisi ini berarti hasil tujuan pengendalian dan pengawasan belum
optimal padahal berdasarkan teori tujuan dari kegitaan pengendalian dan
pengawasan yang dikemukakan oleh masri pada bab I hal 8 adalah:
Mencegah dan memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidaksesuaian dalam
pelaksanaan tugas yang dilakukan. Agar pelaksanaan yang dilaksanakan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
(Masry,2004:61)
Sejalan dengan konsep tujuan pengawasan yang dikemukakan masri,
BKPPMD Provinsi Jawa Barat telah melaksanakan upaya pencegahan dan upaya
mengeliminasi atau mengurangi penyimpangan-penyimpangan kegiatan Investasi
PMA dan PMDN di daerah melalui kegiatan sosialisasi Peraturan Perundang-
undangan Penanaman Modal dan pembinaan penanaman modal kepada
perusahaan PMA dan PMDN selama 3 (tiga) kali dalam satu tahun, akan tetapi
hasilnya belum optimal oleh karena itu guna tercapainya efektifitas kegiatan perlu
kegiatan pengendalian dan pengawasan Investasi PMA dan PMDN baik yang
bersifat preventif maupun refresif perlu dievaluasi guna untuk meningkatkan
97
perusahaan PMA dan PMDN yang berkembang di Jawa Barat dapat
melaksanakan kegiatannya sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku.
Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa pengendalian dan
pengawasan yang dilakukan oleh BKPPMD terhadap kegiatan investasi PMA dan
PMDN belum efektif dan oftimal, hal ini dikarenakan lemahnya fungsi koordinasi
baik pada pelaksanaan pengendalian dan pengawasan secara preventif maupun
pengendalian secara represif yang dilakukan oleh BKPPMD terhadap perusahaan
PMA dan PMDN, sekaligus lemahnaya kordinasi antara pihak yang terkait dalam
kegiatan investasi baik itu di Pemerintah Provinsi maupun dengan Pemerintah
kabupaten atau kota.
4.2.3 Penilaian Terhadap Hasil Kegiatan dalam Pengawasan BKPPMD
Provinsi Jawa Barat dalam Kegiatan Investasi PMA dan PMDN
Setiap tim pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiataan
penanaman modal baik PMA maupun PMDN di daerah, mereka harus
menyampaikan laporan hasil tugas lapangannya sebagai bukti bahwa tim telah
melaksanakan tugasnya.
Laporan merupakan informasi yang disampaikan oleh tim pengendalian
dan pengawasan yang memuat data perusahaan dan hasil-hasil temuan yang
terjadi dilapangan sebagai pertanggungjawaban tim kepada pimpinan dalam hal
ini Kepala BKPPMD Provinsi Jawa Barat sebagai pemberi tugas.
98
Hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis terhadap salahsatu pekerja
yang berada di BKPPMD Provinsi Jawa Barat menyatakan bahwa proses
penilaian terhadap kegiatan pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh
BKPPMD pertama menerima hasil laporan yang disampaikan, yang kedua
sekaligus tindak lanjut dari laporan tersebut dilakukan suatu tindakan pengecekan
terhadap pelaporan tersebut.
Laporan yang disampaikan dilengkapi dengan berita acara pemeriksaan
terhadap perusahaan PMA dan PMDN, yang selanjutnya sebagai bahan pokok
bahasan rapat untuk menghasilkan putusan sebagai langkah tindak terhadap
perusahaan atau proyek PMA dan PMDN yang telah melakukan penyimpangan-
penyimpangan atau pelenggaran ketentuan yang berlaku.
Untuk mengkonfirmasikan kebenaran pelaksanaan tim pengendalian dan
pengawasan terhadap proyek PMA dan PMDN di daerah, biasanya pimpinan
meminta penjelasan kepada ketua tim agar menyampaikan penjelasan tentang
kondisi proyek-proyek PMA dan PMDN yang telah diperiksa di dalam rapat.
Penjelasan yang disampaikan oleh ketua tim merupakan alat cros check yang
dilakukan pimpinan terhadap laporan hasil pengendalian dan pengawasan
dilapangan sebagai bukti bahwa tim benar-benar telah melakukan kegiatan
pengendalian dan pengawasan terhadap proyek PMA dan PMDN di daerah
Kabupaten dan Kota yang bersangkutan.
Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa pengendalian dan
pengawasan yang dilakukan oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat terhadap
kegiatan investasi PMA dan PMDN yaitu dalam segi proses kegiatan penilaian
99
terhadap hasil kegiatan dalam pengawasan kegiatan investasi sudah sesuai dengan
prosedur. Dari pimpinan BKPPMD tidak hanya menerima hasil laporan semata,
namun dilakukan suatu tindakan pengecekan langsung atau cros check sehingga
hasil laporannya bisa dipertanggungjawabkan.
4.2.4 Sanksi yang Dilakukan Terhadap Pembuat Kesalahan dalam
Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam Kegiatan Investasi
PMA dan PMDN
Sanksi merupakan hal yang harus selalu ada didalam suatu kegiatan baik
itu kegiatan yang dilakukan dalam suatu pemerintahan maupun swasta berupa
tindakan tegas karena melanggar peraturan atau perjanjian yang sebelumnya telah
disepakati bersama.
Hasil wawancara didapatkan informasi mengenai Permasalahan yang
menimbulkan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan PMA dan
PMDN adalah sebagai berikut:
1. Kurangnya pemahaman Peraturan Perundang-undangan Penanaman
Modal.
2. Rendahnya tingkat kesadaran para investor baik PMA maupun PMDN
dalam memenuhi kewajibannya.
3. Terbatasnya kemampuan dari para aparatur pemerintah penanaman modal
di daerah tentang pengetahuan teknis penanaman modal.
100
4. Motif perusahaan baik asing maupun lokal dalam melakukan kegiatan
investasinya masih berorientasi profit orientit dan kurang memperhatikan
sosial motif.
5. Sering terjadinya mutasi jabatan dilingkungan instansi penanaman modal
di daerah, menyebabkan terjadinya stagnasi pegawai baru yang menguasai
pengetahuan teknik penanaman modal.
6. Perusahaan PMA dan PMDN kurang memperhatikan program penempatan
pegawai yang khusus menangani tugas-tugas yang berhubungan dengan
pengelolaan administrasi kegiatan usahanya yang harus selalu
diinformasikan kepada pemerintah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan staf Subbidang Pengendalian dan
pengawasan di BKPPMD Provinsi Jawa Barat, menyatakan bahwa dari adanya
pelanggaran-pelanggaran tersebut, Pegawai Subbagian Pengendalian BKPPMD
Provinsi Jawa Barat melakukan cross chek kelapangan yang selanjutnya
memberikan surat peringatan kepada Perusahaan PMA dan PMDN, biasanya surat
peringatan ini diberikan sebanyak 3 kali, apabila setelah surat peringatan sanksi
dilakukan dengan cara diajukan rekomendasi oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat
berupa jenis-jenis pelanggaran yang telah dilakukan oleh perusahaan PMA dan
PMDN kepada BKPM RI dalam menindak atau memberikan sanksi lebih lanjut
terhadap perusahaan PMA dan PMDN.
Namun dalam inplementasinya pelanggaran-pelanggaran tersebut di atas
yang dilakukan oleh perusahaan PMA dan PMDN penerapan sanksi belum begitu
101
tegas yang dilakukan oleh BKPM RI. Hal ini karena adanya faktor pertimbangan
politis yang menjadi permasalahan.
Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa Kegiatan pengawasan
Represif yaitu pengawasan yang dilakukan oleh BKPPMD dalam kegiatan
investasi oleh PMA dan PMDN dalam hal pemberian sanksi terhadap perusahaan
yang melakukan pelanggaran belum dilakukan secara tegas oleh pihak BKPPMD
Provinsi Jawa Barat. Alasannya sama dengan penjelasan alasan sebelumnya
dalam pembahasan sanksi dalam pengawasan preventif yaitu alasan faktor
pertimbangan politis yang menjadi permasalahannya.
4.2.5 Pengecekan Kebenaran Laporan yang Dibuat oleh Para Petugas
Pelaksana dalam Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam
Kegiatan Investasi PMA dan PMDN
Kegiatan pengecekan merupakan pemeriksaan kembali, kegiatan
pengecekannya dilakukan secara langsung atau bisa saja dilakukan dengan cara
meminta laporan dari pihak yang berbeda. Pengendalian penanaman modal atau
pelaksanaan kegiatan investasi PMA dan PMDN lebih banyak dilakukan secara
preventif dari pada pengendalian atau pengawasan yang bersifat represif.
Pengawasan yang bersifat represif biasanya dilakukan bagi proyek-proyek PMA
dan PMDN yang melakukan pelanggaran berat seperti halnya terjadi pencemaran
atau kurang memperhatikan aspek lingkungan dan biasanya terjadi karena adanya
pengaduan-pengaduan masyarakat setempat yang merasa dirugikan karena
dampak polusi tanaman di daerah sekitarnya mati, ikan-ikan terdapat di kolam
102
juga mati, dan biasanya terjangkitnya penyakit kulit atau pernapasan yang di
derita oleh mereka. Apabila terjadi peristiwa tersebut di atas BKPPMD Provinsi
Jawa Barat mengundang mitra kerja terkait untuk membahas permasalahan-
permasalahan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan proyek PMA dan PMDN di
Kabupaten atau Kota dimana proyek tersebut dioperasikan.
Dalam rapat koordinasi pembahasan masalah, biasanya di bentuk tim
untuk melakukan peninjauan lapangan di daerah Kabupaten dan Kota dimana
perusahaan PMA dan PMDN dibangun dalam rangka pencarian atau penggalian
informasi baik dari perusahaan itu sendiri atau dari pihak masyarakat di daerah
sekitar industri yang didirikan, untuk mendapatkan kebenaran informasi.
Untuk memperoleh informasi dari perusahaan dapat dikaji secara
administrasi dapat dilihat dari jenis perizinan yang dimiliki baik perizinan pusat
maupun perizinan daerah. Sehingga secara legalitas dapat diketahui apakah
perusahaan tersebut telah melanggar aturan atau tidak disamping secara
administrasi juga diperiksa, dikaji, dievaluasi secara fisik tentang bangunan water
tritmen yang dimiliki sudah sesuai dengan rencana amdal atau tidak. Apabila
terjadi pelanggaran tim pengendalian akan melakukan langkah-langkah tindak
dengan protap-protap yang telah dilakukan dalam ketentuan-ketentuan yang
berlaku.
Hasil dari pemeriksaan lapangan yang dilakukan oleh tim pengendalian
biasanya dibuat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang ditandatangani oleh
pihak tim pengendalian dan pihak perusahaan yang bersangkutan. Dalam Berita
Acara Pemeriksaan juga dimuat temuan yang terjadi dalam operasional kegiatan
103
perusahaan PMA dan PMDN tersebut. Salah satu contoh pelanggaran yang
dilakukan oleh perusahaan, misalnya pencemaraan lingkungan (tercemarnya air
dilingkungan sekitar perusahaan). Bukti pelanggaran tersebut (contoh air yang
tercemar) di bawa bersamaan dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh tim
pengendalian. Kemudian tim pengendalian merumuskan rekomendasi yang
ditandatangani oleh Kepala BKPPMD Provinsi Jawa Barat untuk disampaikan
kepada kepala BKPM RI sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil langkah-
langkah kebijakan lebih lanjut.
Dengan melihat hasil penelitian dan penjelasan di atas, maka penulis
berkesimpulan bahwa kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh BKPPMD
provinsi Jawa Barat dalam hal ini pengecekan kembali terhadap hasil laporan
yang diterima sudah diterapkan didalam program kerja dari BKPPMD provinsi
Jawa barat, disamping itu.kegiatan pengecekaan kembali sudah sesuai dengan
prosedur yang di tetapkan oleh BKPPMD provinsi Jawa Barat.
104
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian serta analisa peneliti mengenai pelaksanaan
pengawasan kegiatan Investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman
Modal Dalam Negeri di Provinsi Jawa Barat oleh Badan Koordinasi Promosi dan
Penanaman Modal (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat, maka peneliti
mengemukakan kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengawasan preventif yang dilakukan oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat
dalam kegiatan Investasi PMA dan PMDN di Provinsi Jawa Barat pada
dasarnya telah dilakukan dengan baik, namun masih terdapat beberapa
kekurangan, yaitu: tidak adanya Petunjuk Teknis (JUKNIS) tentang tata
cara pengawasan kegiatan Investasi PMA dan PMDN yang berdampak
pada ketidakjelasan batas kewenangan kegiatan Investasi antara Provinsi
maupun Kabupaten dan Kota, ada ketidakjelasan dalam hal penerapan
sanksi-sanksi kepada perusahaan PMA dan PMDN yang melanggar
peraturan, pengorganisasian tim pengendalian tidak berjalan dengan apa
yang seharusnya, dikarenakan peran BKPPMD Provinsi Jawa Barat masih
dominan dan daerah kurang dilibatkan.
2. Pengawasan represif yang dilakukan oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat
dalam kegiatan Investasi PMA dan PMDN di Provinsi Jawa Barat masih
terdapat kekurangan, antara lain: belum tersedianya berapa jumlah
105
perusahaan PMA dan PMDN yang dikategorikan tahap perencanaan, tahap
pembangunan, dan tahap komersil, fungsi koordinasi masih lemah karena
proses penyusunan perencanaan belum melibatkan lembaga teknis
penanaman modal yang berada di Kabupaten dan Kota, laporan
pelaksanaan tugas tim pengendalian dan pengawasan kegiatan Investasi
PMA dan PMDN baru dilakukan secara tertulis dan belum di evaluasi oleh
pimpinan untuk mengetahui kinerja tim berdasarkan tingkat struktural.
5.2 Saran-Saran
Saran yang akan peneliti berikan bertujuan sebagai bahan masukan bagi
pelaksanaan pengawasan kegiatan Investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan
Penanaman Modal Dalam Negeri di Provinsi Jawa Barat oleh Badan Koordinasi
Promosi dan Penanaman Modal (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat. Adapun saran
peneliti dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dalam pengawasan preventif dalam kegiatan Investasi PMA dan PMDN
di Provinsi Jawa Barat oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat sebaiknya
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari BKPPMD Provinsi Jawa Barat
yaitu merumuskan kebijakan penanaman modal yang lebih bersifat teknis,
pemberian sanksi yang lebih tegas kepada perusahaan PMA dan PMDN
dalam rangka meningkatkan kesadaran para pelaku usaha yang melakukan
kegiatan investasi di Jawa Barat, dalam pengorganisasian peran daerah
lebih dilibatkan agar dapat terjaminnya keselarasan tugas dan keserasian
106
kerjasama antara BKPPMD Provinsi Jawa Barat dengan Stakeholder
terkait.
2. Dalam pengawasan preventif dalam kegiatan Investasi PMA dan PMDN
di Provinsi Jawa Barat oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat sebaiknya
penyusunan program kegiatan pengendalian dan pengawasan terhadap
pelaksanaan kegiatan PMA dan PMDN proses penyusunannya melibatkan
lembaga teknis penanaman modal yang ada di Kabupaten dan Kota dengan
harapan diperolehnya sinergitas, keserasian program yang dirumuskan,
meningkatkan fungsi koordinasi antara BKPPMD Provinsi Jawa Barat dan
lembaga teknis penanaman modal di Kabupaten dan Kota sebaiknya
frekuensi kegiatan sosialisai dan bimbingan teknis penanaman modal lebih
ditingkatkan, laporan tim yang telah melakukan tugas lapangan sebaiknya
menyampaikan laporan secara lisan dalam pelaksanaan program rapat
hasil pengendalian secara terprogram atau terjadwal.
107
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku
Bohari. 1992. Pengawasan Keuangan Negara. Jakarta: Rajawali Press
Certo, Samuel C. & S. Travis Certo. 2006. Modern Management,
Pearson Prentice Hall.
Hasibuan. 1993. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: CV Haji
Masagung
Koontz, Harold & Cyril O’Donnel & Heinz Weihrich. 1986. Manajemen. Jilid 2.
Terjemahan: Gunawan Hutauruk. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia. 1996. Sistem Administrasi
Negara Republik Indonesia. Jilid II/Edisi Ketiga. Jakarta: Toko Gunung
Agung.
Lubis. 1985. Pengendalian dan Pengawasan Proyek dalam Manajemen. Jakarta:
Ghalia Indonesia
Maman Ukas. 2004. Manajemen: Konsep, Prinsip dan Aplikasi. Bandung :
Penerbit Agnini.
Miles dan Huber Mas. 1992. Analisis Dara Kualitatif (Buku Sumber tentang
metode-metode barau). Jakarta: UI Press.
Moloeng, L.J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
Mulyadi. 1997. Akutansi Manajemen, Konsep, Manfaat dan Rekayasa. Jogjakarta:
STIE YKPN
Ndraha. 2003. Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru) Jilid I. Jakarta:
PT Rineka Cipta
Ndraha. 2005. Kybernologi: Sebuah Rekontruksi Ilmu Pemerintahan. Jakarta: PT
Rineka Cipta
Pamudji S. 1985. Kerjasama Antara Daerah dalam Rangka Pembinaan Wilayah.
Jakarta: Surya Cipta
Setiady, Akbar dan Usman Husaini. 1990. Pengantar Statistika, Edisi kedua,
Jakarta: Bumi Aksara.
108
Silalahi, Ulbert. 1992. Studi Tentang Ilmu Administrasi Konsep, Teori dan
Dimensi. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Situmorang, Viktor dan Jusuf Juhir. 1994. Aspek Hukum Pengawasan Melekat
dalam Lingkungan Aparatur Pemerintah. Jakarta: PT Rineka Cipta
Siagian. 2005. Fungsi-Fungsi Manajerial. Jakarta: Bumi Aksara
Stoner, James A. F. and Edward R. Freeman. 1994. Manajemen. Jilid 2, Edisi
Kelima. Alih Bahasa: Wilhelmus W. Bakowatun dan Benyamin Molan.
Editor: Heru Sutejo. Jakarta : Intermedia
Surianingrat, Bayu, Drs. 1990, Mengenal Ilmu Pemerintahan. Jakarta:
PT Rineka Cipta
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alpabeta
Sunariyah. 2006. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Jogjakarta: AMP YKPN
Syafie, Kencana, Inu. 2001. Pengantar Ilmu Pemerintaham. Bandung:
PT Refika Aditama
Tandelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio Edisi I.
Jogjakarta: BPFE Jogjakarta
Winardi. 2000, Manajer dan Manajemen. Bandung: Citra Aditya Bakti
B. Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang No 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal dalam Negeri
Undang-Undang No 11 Tahun 1970 Tentang Penanaman Modal Asing
Undang-Undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
Peraturan Daerah No. 16 Tahun 2000 tentang Lembaga Teknis Daerah
Provinsi Jawa Barat
Peraturan Gubernur Jawa Barat No 50 Tahun 2009 Tentang Tugas Pokok, Fungsi,
Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Badan Koordinasi Promosi dan
Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat.