PENGARUH TINGKAT KETUAAN BAHAN SETEK DAN TINGKAT …digilib.unila.ac.id/57490/3/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of PENGARUH TINGKAT KETUAAN BAHAN SETEK DAN TINGKAT …digilib.unila.ac.id/57490/3/SKRIPSI TANPA BAB...
PENGARUH TINGKAT KETUAAN BAHAN SETEK DAN
TINGKAT PENAUNGAN PADA PERTUMBUHAN
BIBIT LADA (Piper nigrum L.) NATAR-1
(Skripsi)
Oleh
QUDUS SABHA ADHINUGRAHA
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
PENGARUH TINGKAT KETUAAN BAHAN SETEK DAN
TINGKAT PENAUNGAN PADA PERTUMBUHAN
BIBIT LADA (Piper nigrum L.) NATAR-1
Oleh
QUDUS SABHA ADHINUGRAHA
Lada merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia, karena memiliki banyak
manfaat sebagai bahan baku industri makanan, obat tradisional, rempah-rempah
dan bumbu dapur. Lada umumnya diperbanyak dengan menggunakan setek.
Salah satu kendala dalam perbanyakan tanaman dengan setek yaitu tidak
terpenuhinya syarat tumbuh yang sesuai untuk dapat tumbuh dengan baik. Oleh
sebab itu, dibutuhkan penggunaan naungan agar setek lada dapat tumbuh dengan
baik. Selain itu, penggunaan bahan setek dengan tingkat ketuaan tertentu juga
bepengaruh terhadap kualitas bibit lada. Penelitian bertujuan untuk mengetahui
pengaruh perbedaan tingkat ketuaan bahan setek, perbedaan tingkat penaungan,
dan interaksi antara tingkat ketuaan bahan setek dan perbedaan penaungan
terhadap pertumbuhan bibit lada. Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca dan
Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Gedong
Meneng, Bandar Lampung pada bulan November 2018 hingga Januari 2019.
Penelitian disusun secara faktorial (4x3) dengan menggunakan rancangan petak
terbagi (RPT). Petak utama adalah tingkat penaungan yang terdiri atas tanpa
naungan, naungan ringan, naungan sedang, dan naungan berat. Anak petak adalah
tingkat ketuaan bahan setek yang terdiri atas setek bagian pangkal, setek bagian
tengah, dan setek bagian ujung. Homogenitas ragam diuji dengan uji Bartlett,
aditivitas data diuji dengan uji Tukey, jika asumsi terpenuhi data dianalisis ragam
dan perbedaan nilai tengah diuji dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf
5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Penggunaan bahan setek yang
berbeda berpengaruh pada pertumbuhan bibit lada asal setek, bahan setek bagian
ujung menghasilkan pertumbuhan bibit lada asal setek terbaik; (2) Tingkat
penaungan yang berbeda berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit lada asal setek,
tingkat penaungan sedang menghasilkan pertumbuhan bibit setek lada terbaik; (3)
Tanggapan pertumbuhan bibit setek lada pada berbagai tingkat penaungan tidak
dipengaruhi oleh tingkat ketuaan bahan setek, kecuali pada bobot segar tunas dan
bobot kering akar pangkal setek.
Kata kunci: Bahan setek, lada, naungan, setek
Qudus Sabha Adhinugraha
PENGARUH TINGKAT KETUAAN BAHAN SETEK DAN
TINGKAT PENAUNGAN PADA PERTUMBUHAN
BIBIT LADA (Piper nigrum L.) NATAR-1
Qudus Sabha Adhinugraha
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung tanggal 5 Maret 1998, merupakan anak ke
lima dari lima bersaudara pasangan Bapak Ir. Santoso Pondhy dan Ibu R.
Hamidah.
Penulis mengawali pendidikan formalnya di Taman Kanak-kanak (TK) Al-
Hidayah pada tahun 2002, kemudian pada tahun 2003 melanjutkan Sekolah Dasar
(SD) di SD Negeri 3 Labuhan Dalam, Kota Bandar Lampung dan lulus pada tahun
2009. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 20
Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2012. Kemudian melanjutkan
pendidikan di SMA Negeri 13 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun
2015.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Lampung pada tahun 2015 melalui jalur Seleksi Bersama Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis
pernah aktif sebagai anggota bidang Eksternal pada organisasi Persatuan
Mahasiswa Agroteknologi (PERMA AGT) periode 2016/2017. Selain
berorganisasi, penulis juga dipercaya menjadi asisten dosen mata kuliah Kimia
Dasar I semester ganjil 2017/2018, Kimia Dasar II semester ganjil 2017/2018, dan
Teknik Budidaya Tanaman semester ganjil 2017/2018.
Sebagai wujud pengabdian kepada masyarakat, penulis melaksanakan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) di Desa Karya Makmur, Kecamatan Labuhan Maringgai,
Lampung Timur pada bulan Januari-Februari 2018. Untuk meningkatkan
kemampuan sebagai mahasiswa pertanian, penulis melaksanakan Praktik Umum
(PU) di Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) Lembang, Jawa Barat
pada bulan Juli-Agusrus 2018.
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
berkah, rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis berterima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., selaku Ketua Bidang Agronomi
dan Hortikultura Fakultas Pertanian.
4. Bapak Ir. Sugiatno, M.S., selaku Pembimbing Utama atas bimbingan, bantuan,
kesabaran, dan motivasi selama penelitian hingga skripsi ini terselesaikan. .
5. Bapak Ir. Herry Susanto, M.P., selaku Pembimbing Kedua, atas segala saran,
motivasi, masukan, dan bimbingannya dalam penyusunan skripsi.
6. Bapak Akari Edy, S.P., M.Si., selaku Pembahas atas ilmu yang telah diberikan
serta saran dalam penyusunan skripsi.
7. Bapak Prof. Dr. Ir. Dwi Hapsoro, M.Sc., selaku pembimbing akademik yang
selalu memberikan bimbingan, dukungan, dan nasehat selama di bangku
perkuliahan.
8. Kedua orangtuaku tercinta Bapak Ir. Santoso Pondhy dan Ibu R. Hamidah
serta kakak-kakakku Susi, Batin, Nisah, dan Ajo yang selalu memberikan
do’a, dukungan, motivasi, dan saran kepada Penulis.
9. Tim seperjuangan selama penelitian, Syaicha F. Nisa, Rani E. Dini, Siti
Munawaroh, Taufiq R. Kurniawan., dan Yogi Prakoso.
10. Sahabat-sahabatku, Muhammad Asep, Pangestu, Ekes, Cemi Wulan, Dwi
Marsenta, Milla Mil’atu, Asri, Meuly, Anggi, Mika, dan Fajrin .
11. Melynda Tri Pratiwi yang telah memberikan dukungan moril, waktu dan
motivasi selama penelitian hingga skripsi ini terselesaikan.
12. Keluarga besar Agroteknologi kelas C, keluarga besar Agroteknologi 2015
serta senior-seniorku yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi.
13. Kru rumah kaca dan laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian
Universitas Lampung atas bantuan dan keramahan dalam melaksanakan
penelitian ini.
Penulis berharap semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan semoga
skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca. Amiin.
Bandar Lampung, Juni 2019
Penulis,
Qudus Sabha Adhinugraha
Bismillahhirohmanirrohim
Dengan mengucap rasa syukur dan bangga atas rahmat Allah SWT
Ku persembahkan karyaku kepada:
Keluargaku tersayang, Ibu R. Hamidah dan Ayah Santoso Pondhy
serta kakak-kakakku: Susi, Batin, Nisah, Ajo, dan Atin Kalian adalah semangat terbesar dalam hidupku.
Karya ini juga ku persembahkan untuk Almamaterku tercinta, Universitas Lampung
“Many of life’s failures are people who did not realize how close
they were to succes when they gave up”
- Thomas A. Edison -
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ vii
I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 4
1.4 Kerangka Pemikiran ....................................................................... 5
1.5 Hipotesis ......................................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 8
2.1 Botani Lada .................................................................................. 8
2.1.1 Klasifikasi botani lada ........................................................ 8
2.1.2 Morfologi tanaman lada ..................................................... 9
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Lada .................................................... 10
2.3 Setek Lada .................................................................................... 11
2.4 Penggunaan Naungan pada Setek ................................................ 12
2.5 Pengaruh Tingkat Ketuaan Bahan Setek ...................................... 13
2.6 Peranan Radiasi Matahari terhadap Pertumbuhan Tanaman ....... 14
III. BAHAN DAN METODE .................................................................. 16
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................... 16
ii
3.2 Bahan dan Alat .......................................................................... 16
3.3 Metode Penelitian ....................................................................... 16
3.4 Pelaksanaan Penelitian ............................................................... 18
3.4.1 Persiapan media tanam ................................................... 18
3.4.2 Pembuatan naungan ........................................................ 19
3.4.3 Persiapan bahan setek lada .............................................. 20
3.4.4 Penanaman setek ............................................................ 21
3.4.5 Pemeliharaan tanaman .................................................... 21
3.5 Pengamatan ................................................................................ 21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 25
4.1 Hasil ............................................................................................... 25
4.1.1 Persentase setek tumbuh dan waktu tumbuh tunas ............. 26
4.1.2 Panjang tunas, jumlah daun, dan diameter tunas .............. 27
4.1.3 Jumlah akar primer buku, jumlah akar primer pangkal setek,
jumlah akar total, dan panjang akar primer ...................... 28
4.1.4 Bobot segar tunas, bobot segar akar buku, bobot segar akar
pangkal, dan bobot segar akar total ................................... 29
4.1.5 Bobot kering tunas, bobot kering akar buku, bobot kering
akar pangkal, dan bobot kering akar total ......................... 31
4.2 Pembahasan .................................................................................... 33
V. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 41
5.1 Simpulan ....................................................................................... 41
5.2 Saran ............................................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 42
LAMPIRAN .............................................................................................. 45
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Produksi lada dari tahun 2013-2017 pada lima provinsi penghasil lada. 2
2. Besaran intensitas cahaya pada masing-masing naungan. .................... 20
3. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh tingkat ketuaan bahan setek
dan penaungan pada pertumbuhan bibit lada. ..................................... 26
4. Persentase setek tumbuh dan waktu tumbuh tunas dengan tingkat
ketuaan bahan setek dan penaungan yang berbeda. ............................ 27
5. Panjang tunas, jumlah daun, dan diameter tunas setek dengan tingkat
ketuaan bahan setek dan penaungan yang berbeda. ............................ 28
6. Jumlah akar primer buku, jumlah akar primer pagkal setek, jumlah
akar primer total, dan panjang akar primer setek dengan tingkat ketuaan
bahan setek dan penaungan yang berbeda. ........................................... 29
7. Bobot segar akar buku, bobot segar akar pangkal dan bobot segar akar
total setek dengan tingkat ketuaan bahan setek dan penaungan berbeda. 30
8. Bobot segar tunas setek dengan tingkat ketuaan bahan setek dan
penaungan berbeda. .............................................................................. 31
9. Bobot kering tunas, bobot kering akar buku, akar pangkal dan akar total
setek dengan tingkat ketuaan bahan setek dan penaungan berbeda. ..... 32
10. Bobot kering akar pangkal setek dengan tingkat ketuaan bahan setek
dan penaungan berbeda. ...................................................................... 33
11. Data hasil pengamatan persentase setek tumbuh selama 12 MST. ........ 46
12. Analisis ragam untuk peubah persentase setek tumbuh selama 12 MST. 46
13. Data hasil pengamatan waktu tumbuh tunas setek lada selama 12 MST 47
iv
14. Uji homogenitas ragam untuk peubah waktu tumbuh tunas setek lada
setelah 12 MST. .................................................................................. 47
15. Analisis ragam untuk peubah waku tumbuh tunas setek lada selama
12 MST. ............................................................................................. 48
16. Data hasil pengamatan panjang tunas setek lada setelah 12 MST. ..... 48
17. Uji homogenitas ragam untuk peubah panjang tunas setek lada setelah
12 MST. .............................................................................................. 49
18. Analisis ragam untuk peubah panjang tunas setek lada setelah 12 MST. 49
19. Data hasil pengamatan jumlah daun setek lada setelah 12 MST. ...... 50
20. Uji homogenitas ragam untuk peubah jumlah daun setek lada
setelah 12 MST. ................................................................................ 50
21. Analisis ragam untuk peubah jumlah daun setek lada setelah 12 MST. 51
22. Data hasil pengamatan diameter tunas setek lada setelah 12 MST. .... 51
23. Uji homogenitas ragam untuk peubah diameter tunas setek lada
setelah 12 MST. ................................................................................ 52
24. Analisis ragam untuk peubah diameter tunas setek lada setelah
12 MST. ............................................................................................... 52
25. Data hasil pengamatan jumlah akar primer buku setek lada
setelah 12 MST. ................................................................................... 53
26. Uji homogenitas ragam untuk peubah jumlah akar primer buku
setek lada setelah 12 MST. ................................................................. 53
27. Analisis ragam untuk peubah jumlah akar primer buku setek lada
setelah 12 MST. .................................................................................. 54
28. Data hasil pengamatan jumlah akar primer pangkal setek lada
setelah 12 MST. .................................................................................. 54
29. Uji homogenitas ragam untuk peubah jumlah akar primer
pangkal setek lada setelah 12 MST. ................................................... 55
30. Analisis ragam untuk peubah jumlah akar primer pangkal setek lada
setelah 12 MST. .................................................................................. 55
31. Data hasil pengamatan jumlah akar primer total setek lada setelah
12 MST. ............................................................................................... 56
v
32. Uji homogenitas ragam untuk peubah jumlah akar primer total
setek lada setelah 12 MST. ................................................................. 56
33. Analisis ragam untuk peubah jumlah akar primer total setek lada
setelah 12 MST. ................................................................................. 57
34. Data hasil pengamatan panjang akar primer setek lada setelah
12 MST. ............................................................................................... 57
35. Uji homogenitas ragam untuk peubah panjang primer akar setek
lada setelah 12 MST. ........................................................................... 58
36. Analisis ragam untuk peubah panjang akar primer setek lada setelah
12 MST. ............................................................................................... 58
37. Data hasil pengamatan bobot segar tunas setek lada setelah 12 MST. 59
38. Uji homogenitas ragam untuk peubah bobot segar tunas setek lada
setelah 12 MST. ................................................................................... 59
39. Analisis ragam untuk peubah bobot segar tunas setek lada setelah
12 MST. ............................................................................................... 60
40. Data hasil pengamatan bobot segar akar buku setek lada setelah 12
MST. ................................................................................................... 60
41. Uji homogenitas ragam untuk peubah bobot segar akar buku setek
lada setelah 12 MST. .......................................................................... 61
42. Analisis ragam untuk peubah bobot segar akar buku setek lada
setelah 12 MST. ................................................................................... 61
43. Data hasil pengamatan bobot segar akar pangkal setek lada setelah
12 MST. ............................................................................................... 62
44. Uji homogenitas ragam untuk peubah bobot segar akar pangkal setek
lada setelah 12 MST. ............................................................. 62
45. Analisis ragam untuk peubah bobot segar akar pangkal setek lada
setelah 12 MST. ................................................................................. 63
46. Data hasil pengamatan bobot segar akar total setek lada setelah 12
MST. ................................................................................................... 63
47. Uji homogenitas ragam untuk peubah bobot segar akar total setek
lada setelah 12 MST. ......................................................................... 64
vi
48. Analisis ragam untuk peubah bobot segar akar total setek lada
setelah 12 MST. ................................................................................. 64
49. Data hasil pengamatan bobot kering tunas setek lada setelah 12 MST. 65
50. Uji homogenitas ragam untuk peubah bobot kering tunas setek lada
setelah 12 MST. .................................................................................. 65
51. Analisis ragam untuk peubah bobot kering tunas setek lada setelah
12 MST. ............................................................................................. 66
52. Data hasil pengamatan bobot kering akar buku setek lada setelah 12
MST. .................................................................................................. 66
53. Uji homogenitas ragam untuk peubah bobot kering akar buku setek
lada setelah 12 MST. ......................................................................... 67
54. Analisis ragam untuk peubah bobot kering akar buku setek lada setelah
12 MST. .............................................................................................. 67
55. Data hasil pengamatan bobot kering akar pangkal setek lada setelah 12
MST. ................................................................................................... 68
56. Uji homogenitas ragam untuk peubah bobot kering akar pangkal setek
lada setelah 12 MST. ......................................................................... 68
57. Analisis ragam untuk peubah bobot kering akar pangkal setek lada
setelah 12 MST. ................................................................................. 69
58. Data hasil pengamatan bobot kering akar total setek lada setelah 12
MST. .................................................................................................. 69
59. Uji homogenitas ragam untuk peubah bobot kering akar pangkal setek
lada setelah 12 MST. .......................................................................... 70
60. Analisis ragam untuk peubah bobot kering akar total setek lada setelah
12 MST. ............................................................................................. 70
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tata letak percobaan pengaruh tingkat penaungan dan tingkat ketuaan
bahan setek. ........................................................................................... 17
2. Tahapan pembuatan media tanam ......................................................... 18
3. Jenis tingkat penaungan yang digunakan. ............................................. 19
4. Jenis bahan setek yang digunakan. ....................................................... 20
5. Grafik persentase tumbuh setek selama 12 MST berdasarkan
bahan setek dan tingkat penaungan. ....................................................... 71
6. Grafik pertumbuhan panjang tunas selama 12 MST berdasarkan
bahan setek. .......................................................................................... 71
7. Grafik pertumbuhan panjang tunas selama 12 MST berdasarkan
tingkat penaungan. ................................................................................ 72
8. Grafik pertumbuhan jumlah daun selama 12 MST berdasarkan
bahan setek. .......................................................................................... 72
9. Grafik pertumbuhan jumlah daun selama 12 MST berdasarkan
tingkat penaungan. .............................................................................. 73
10. Grafik pertumbuhan diameter tunas selama 12 MST berdasarkan
bahan setek. ......................................................................................... 73
11. Grafik pertumbuhan diameter tunas selama 12 MST berdasarkan
tingkat penaungan. ........................................................................... 74
12. Pertumbuhan bibit lada setelah 4 MST. ............................................ 75
13. Pertumbuhan bibit lada setelah 8 MST. ......................................... 76
14. Pertumbuhan tunas dan akar. ............................................................ 77
viii
15. Penimbangan bobot segar. ................................................................ 77
16. Pengovenan pada suhu 70˚C selama 72 jam. ..................................... 77
17. Penimbangan bobot kering. ............................................................... 77
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lada merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia, karena memiliki
banyak manfaat sebagai bahan baku industri makanan dan pengobatan tradisional
(Rismunandar dan Rizki, 2003). Budidaya tanaman lada di Indonesia dilakukan
dalam skala kecil dan dilakukan oleh petani atau pekebun. Daerah sentra produksi
lada di Indonesia adalah Bangka Belitung, Lampung, Kalimantan Timur,
Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2017).
Lampung dikenal sebagai salah satu sentra produksi lada di Indonesia, namun
seiring berjalannya waktu produksi lada di Lampung cenderung menurun. Faktor
penyebab penurunan produksi lada di Lampung adalah teknik budidaya yang
dilakukan oleh pekebun belum tepat dalam mengatasi serangan hama dan
penyakit. Data produksi lada dari tahun 2013 sampai tahun 2017 di lima provinsi
penghasil lada di Indonesia disajikan pada Tabel 1.
2
Tabel 1. Produksi lada dari tahun 2013-2017 pada lima provinsi penghasil lada.
Provinsi Penghasil Lada Jumlah produksi lada (ton)
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
2013 2014 2015 2016 2017
Sumatera Selatan
8.757 9.167 8.725 8.776 8.855
Kep. Bangka Belitung
33.597 33.828 31.408 31.896 32.352
Lampung
24.654 15.642 14.860 14.848 14.830
Sulawesi Selatan
4.645 5.087 5.067 5.092 5.181
Kalimantan Timur
6.818 6.704 6.923 6.968 7.046
Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2017).
Tanaman lada dapat dibiakan dengan menggunakan biji (secara generatif) ataupun
secara vegetatif dengan menggunakan setek, namun umumnya tanaman lada
diperbanyak secara vegetatif karena relatif lebih mudah dan cepat dibandingkan
dengan menggunakan biji serta dapat menghasilkan bibit yang seragam dan
pertumbuhannya lebih cepat. Salah satu teknik perbanyakan tanaman secara
vegetatif yang sering dilakukan dalam penyediaan bibit lada adalah dengan
menggunakan setek.
Setek merupakan perbanyakan tanaman yang efektif dan efisien dalam budidaya
tanaman lada. Perbanyakan lada dengan setek lebih menguntungkan karena
menghasilkan populasi tanaman yang homogen dan memiliki sifat yang sama
dengan induknya (Balai Informasi Pertanian Irian Jaya, 1994).
3
Perbanyakan tanaman lada dengan setek memiliki beberapa kendala, salah satu
kendala dalam perbanyakan tanaman dengan setek yaitu tidak terpenuhinya syarat
tumbuh yang sesuai untuk dapat tumbuh dengan baik. Menurut Evizal (2013),
lada dapat tumbuh dengan baik pada suhu 23-32˚C. Oleh sebab itu, dibutuhkan
penggunaan naungan untuk menjaga suhu agar tetap stabil serta mengurangi
transpirasi, sehingga setek lada dapat tumbuh dengan baik. Pengaturan naungan
yang tepat sangat penting dalam menghasilkan bibit setek yang berkualitas. Hal
ini berkaitan langsung dengan intensitas dan kualitas cahaya matahari yang
diterima oleh tanaman untuk dapat melakukan proses fotosintesis. Wahid (1980),
menyatakan bahwa intensitas cahaya yang terlalu rendah akan menyebabkan
pertumbuhan setek lada yang terhambat, tetapi dengan intensitas cahaya yang
rendah akan mempercepat proses pengakaran dan memperoleh tingkat persentase
tumbuh yang tinggi.
Selain pengaturan intensitas cahaya matahari yang harus sesuai, penggunaan
bahan setek dengan tingkat ketuaan tertentu juga mempengaruhi kualitas bibit
lada yang dihasilkan. Sumber bahan setek yang berasal dari bagian yang berbeda
akan mengalami masa perkembangan yang berbeda pula (Rismawati dan Syakhril,
2012). Bagian setek yang digunakan tersebut berkaitan dengan kandungan nutrisi
didalamnya terutama karbohidrat, protein, lipid, nitrogen, enzim, hormon dan
rooting co-factor (Hartmann et al, 1997). Keberhasilan setek dalam membentuk
akar dipengaruhi oleh umur tanaman, fase pertumbuhan dan perbedaan bagian
tanaman yang digunakan sebagai bahan setek (Syakir et al., 1992). Oleh sebab
4
itu diperlukan penelitian mengenai pengaruh tingkat ketuaan bahan setek dan
tingkat penaungan pada pertumbuhan bibit lada.
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam
pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaruh perbedaan tingkat ketuaan bahan setek terhadap
pertumbuhan bibit lada?
2. Bagaimanakah pengaruh perbedaan tingkat penaungan pada pertumbuhan bibit
lada?
3. Apakah tanggapan pertumbuhan bibit tanaman lada pada beberapa tingkat
ketuaan bahan setek lada dipengaruhi oleh tingkat penaungan yang berbeda?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan tingkat ketuaan bahan setek terhadap
pertumbuhan bibit lada.
2. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan tingkat penaungan terhadap
pertumbuhan bibit lada.
3. Untuk mengetahui tanggapan pertumbuhan bibit lada pada beberapa tingkat
ketuaan bahan setek lada terhadap tingkat penaungan yang berbeda.
5
1.4 Kerangka Pemikiran
Lada merupakan salah satu komoditas yang bernilai ekonomi tinggi, karena selain
sebagai penghasil devisa juga sebagai penyedia lapangan pekerjaan. Sejak zaman
kolonial Belanda, lada menjadi komoditas perdagangan dan ekspor antar negara.
Tanaman ini biasa digunakan untuk industri makanan dan pengobatan. Dalam
industri makanan, lada biasa digunakan sebagai bumbu beragam masakan,
minuman ringan, dll. Sementara itu, dalam bidang pengobatan, lada digunakan
untuk stimulan pengeluaran keringat (diaphoretic), peningkat selera makan, dan
peluruh air seni (diuretic) (Rismunandar dan Riski, 2003).
Secara umum teknik perbanyakan tanaman dibagi menjadi dua, yaitu secara
generatif dan vegetatif. Beberapa tanaman sulit diperbanyak menggunakan biji
(perbanyakan generatif), sehingga perlu dilakukannya perbanyakan secara
vegetatif untuk dapat memperbanyak tanaman tersebut. Keunggulan dari
perbanyakan secara vegetatif adalah menghasilkan tanaman yang seragam dengan
induknya, serta tanaman akan lebih cepat berproduksi dibanding dengan tanaman
yang diperbanyak menggunakan biji. Salah satu teknik perbanyakan tanaman
secara vegetatif yang sering digunakan adalah setek batang.
Perbanyakan melalui setek batang masih memiliki kendala, salah satunya adalah
rendahnya persentase setek yang hidup. Faktor keberhasilan setek dipengaruhi
oleh dua faktor, yaitu faktor internal meliputi jenis tanaman dan bahan setek
sedangkan faktor eksternal meliputi suhu, media tanam, kelembaban udara,
intensitas cahaya, dan pemberian ZPT (Hartmann et al, 1997).
6
Penggunaan naungan untuk mengatur suhu dan intensitas cahaya yang masuk
serta pemilihan bahan setek yang tepat sangat penting untuk menghasilkan bibit
setek lada yang baik.
Penggunaan bahan setek yang berbeda dapat mempengaruhi kualitas setek yang
dihasilkan. Menurut Syakir et al (1992), perbedaan bagian tanaman yang
digunakan sebagai bahan setek akan mempengaruhi keberhasilan setek dalam
membentuk akar. Hal ini berkaitan dengan kandungan nutrisi yang dikandung
oleh bahan setek terutama karbohidrat, protein, lipid, nitrogen, enzim, hormon dan
rooting co-factor (Hartmann et al., 1997). Humoen (2017) dan Nurhuda etl al
(2017), melaporkan bahwa penggunaan bahan setek bagian tengah menghasilkan
pertumbuhan setek terbaik dibandingkan dengan setek yang menggunakan bahan
setek yang berasal dari bagian ujung dan pangkal. Hal ini dikarenakan bahan
setek yang berasal dari bagian tengah memiliki kandungan cadangan makanan
berupa karbohidrat dan nitrogen yang cukup untuk dapat tumbuh dengan baik.
Selain pemilihan bahan setek, pengaturan tingkat penaungan yang tepat juga
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan setek lada. Intensitas cahaya yang
rendah akan menghambat bibit tanaman dalam melakukan fotosintesis, sehingga
pertumbuhan tanaman akan terhambat (Kurniaty et al, 2010), sedangkan intensitas
cahaya yang terlalu tinggi akan meningkatkan resiko kematian pada setek karena
transpirasi yang terlalu tinggi. Lada merupakan tanaman yang memerlukan
penaungan agar dapat tumbuh dengan baik. Namun, penggunaan naungan yang
berlebihan dapat berakibat buruk terhadap pertumbuhan tanaman lada. Menurut
7
Wahid (1984) dalam Syakir (1994), tanaman lada dapat tumbuh dengan baik
apabila tingkat penaungannya maksimal 50%. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Syakir (1994) menunjukkan bahwa tanaman lada yang ditanam dengan
tingkat penaungan >50% dapat menurunkan tingkat indeks pertumbuhan dan laju
tumbuh pertanaman. Pada penelitian ini bertujuan untuk mempelajari tingkat
naungan dan jenis bahan setek yang tepat dalam menghasilkan bibit setek lada
yang terbaik.
1.5 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, penelitian ini disusun hipotesis sebagai
berikut:
1. Tingkat ketuaan bahan setek berpengaruh pada pertumbuhan bibit lada dan
ketuaan bahan setek sedang (bagian tengah) berpengaruh terhadap
pertumbuhan bibit lada yang terbaik.
2. Tingkat penaungan berpengaruh pada pertumbuhan bibit lada dan tingkat
penaungan sedang (intensitas penaungan 50%) berpengaruh terhadap
pertumbuhan bibit lada yang terbaik.
3. Tanggapan pertumbuhan bibit setek lada pada beberapa tingkat penaungan
dipengaruhi oleh tingkat ketuaan bahan setek.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani Lada
Lada merupakan tanaman rempah yang paling penting secara ekonomis, bahkan
lada disebut sebagai “The King of Spices”. Diperkirakan tanaman lada dibawa
oleh kolonis Hindu ke Jawa pada sekitar tahun 100 SM sampai tahun 600 M
(Evizal, 2013).
2.1.1 Klasifikasi botani lada
Menurut Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (1996), klasifikasi tanaman
lada sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta (tanaman berbiji)
Sub divisi : Angiospermae (biji berada di dalam buah)
Kelas : Dicotyledoneae (biji berkeping dua)
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper nigrum Linn
9
2.1.2 Morfologi tanaman lada
1. Batang
Lada merupakan tanaman pemanjat, batang berkayu dengan percabangan dimorfik
(satu batang pokok dengan dua macam cabang), yaitu cabang orthotrop (vertikal)
dan cabang plagiotrop (horizontal). Cabang orthotrop tumbuh membentuk
kerangka dasar tanaman lada., sedangkan cabang plagiotrop dengan akar pelekat
terbentuk dari buku antar ruas (Rismunandar dan Riski, 2003).
2. Akar
Lada termasuk anggota tumbuhan dikotil, sehingga akar pada lada adalah akar
tunggang. Namun, saat ini akar tunggang tidak banyak ditemukan pada tanaman
lada karena pada umumnya lada yang dibudidayakan saat ini diperbanyak
menggunakan setek. Sehingga akar yang terbentuk adalah akar lateral. Akar lada
akan terbentuk pada buku-buku di ruas batang pokok dan cabang (Rismunandar
dan Riski, 2003).
3. Daun
Daun lada berbentuk bulat telur dengan ujung meruncing, tunggal, dan bertangkai
2-5 cm. Tulang daun pada tanaman lada menyirip memanjang. Pada bagian atas,
daun berwarna hijau tua mengkilat, sedangkan pada bagian bawah daun berwarna
hijau pucat. Panjang daun lada mencapai 12–18 cm dengan lebar 5–10 cm
(Rismunandar dan Riski, 2003).
10
4. Bunga
Bunga lada berbentuk malai, dengan panjang 3-25 cm, tidak bercabang, berporos
tunggal, dan terdapat sekitar 150 bunga kecil. Bunga lada tumbuh pada ketiak
daun, dan berbenang sari sebanyak 2-4 helai serta putik berjumlah 3-5 tangkai.
Kepala putik mampu menerima serbuk sari selama 10 hari pada saat mulai subur.
Puncak kesuburan tercapai pada 3-5 hari setelah masa subur. Dalam satu malai
pembungaan selesai dalam 7-8 hari (Rismunandar dan Riski, 2003). Bunga
bersifat protogini, yaitu bunga betina masak terlebih dahulu dibandingkan dengan
bunga jantan. Lada melakukan penyerbukan secara self pollination, namun
dimungkinkan juga melakukan penyerbukan secara penyerbukan tetangga
(geitonogami).
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Lada
Lada tumbuh dengan baik pada daerah dengan ketinggian 0-500 m dari
permukaan laut. Curah hujan yang sesuai berkisar antara 2000-3000 mm per tahun
dengan 2 bulan kering untuk mendorong pembungaan. Hujan dan angin yang
terlalu kencang dapat menyebabkan tangkai bunga menjadi rontok dan tandan
berbuah jarang. Kisaran suhu udara yang terbaik adalah 23-32°C dengan suhu
pada siang hari adalah 29°C. Lada tumbuh dengan baik pada tanah yang
bertekstur ringan, gembur, drainase baik, dan subur. pH tanah yang dapat ditolerir
oleh tanamn lada berkisar antara 4-7, namun yang terbaik adalah tanah dengan pH
6 (Evizal, 2013).
11
2.3 Setek Lada
Setek merupakan suatu perlakuan pemisahan, pemotongan beberapa bagian dari
tanaman (akar, batang, daun, dan tunas) dengan tujuan untuk membentuk individu
yang baru. Secara umum, setek digolongkan menjadi 4 jenis, yaitu: setek akar,
setek batang, setek daun, dan setek umbi (Wudianto, 2005).
Bahan setek yang digunakan dalam setek lada harus memiliki kemurnian genetik
yang terjamin, diperoleh dari pohon induk yang sehat, dan memiliki ukuran yang
optimum (Rismunandar dan Riski, 2003). Selain itu, bahan setek yang baik
dipilih dari cabang yang tidak terlalu tua ataupun terlalu muda. Bahan setek yang
berasal dari cabang yang terlalu tua akan sulit membentuk akar, sedangkan bahan
setek yang berasal dari cabang yang terlalu muda akan meningkatkan resiko
kematian setek karena pada cabang yang terlalu muda proses transpirasinya sangat
cepat sehingga setek menjadi lemah dan akhirnya mati (Wudianto, 2005).
Menurut Rismunandar dan Riski (2003), bahan setek lada yang baik berasal dari
tanaman induk yang telah berumur dua tahun, serta tanaman telah mengalami
pemangkasan pertama pada umur 8-10 bulan dan pemangkasan kedua pada umur
18-20 bulan.
Secara umum, setek lada digolongkan menjadi dua jenis, yaitu setek tujuh ruas
dan setek satu ruas. Setek tujuh ruas merupakan setek yang diambil dari tanaman
induk sebanyak tujuh ruas. Setek tujuh ruas dapat ditanam langsung tanpa
melalui proses pembibitan. Sementara itu, setek satu ruas merupakan setek yang
diambil dari tanaman induk sebanyak satu ruas. Setek jenis ini membutuhkan
12
proses pembibitan sebelum dipindahkan ke lahan. Keunggulan dari jenis setek
satu ruas adalah memiliki tingkat persentase keberhasilan yang lebih baik
dibanding dengan jenis setek tujuh ruas (Rismunandar dan Riski, 2003).
Teknik pengambilan dan pemotongan bahan setek harus diperhatikan dengan
baik, karena tahap ini sangat menentukan keberhasilan dalam penyetekan. Waktu
pemotongan yang baik adalah pada saat kelembaban udara tinggi. Sementara itu,
pemotongan setek sebaiknya dilakukan di dalam air. Tujuannya agar jaringan
pembuluh pada bahan setek terisi oleh air, sehingga akan memudahkan dalam
penyerapan nutrisi dan menurunkan tingkat resiko kematian (Wudianto, 2005).
Media pengakaran juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
pengakaran setek. Media pengakaran memiliki beberapa fungsi, antara lain: untuk
menjaga bahan setek agar tetap tegak selama periode pengakaran, untuk
memberikan kelembaban pada bahan setek, untuk memudahkan penetrasi akar,
serta menciptakan kondisi aerasi yang baik untuk pertumbuhan setek (Hartmann
et al, 1997). Media pengakaran yang baik adalah campuran antara komponen
organik dan komponen mineral. Komponen organik yang dapat digunakan adalah
sekam bakar, serbuk kayu, dll., sedangkan komponen mineral yang dapat
digunakan adalah pasir (Hartmann et al, 1997).
2.4 Penggunaan Naungan pada Setek
Tingkat radiasi sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan setek lada.
Mengurangi tingkat radiasi dapat mempercepat proses pengakaran pada tanaman
13
yang sulit tumbuh. Setek yang ditanam di bawah naungan akan mengalami
perubahan anatomi dan fisiologis pada jaringan batang. Pengurangan intensitas
cahaya akibat penggunaan naungan akan meningkatkan sensitivitas bahan setek
terhadap auksin, sehingga dapat mempercepat proses pengakaran (Hartmann et al,
1997).
Pengaturan penggunaan tingkat naungan yang tepat sangat menentukan
keberhasilan penyetekan serta kualitas bibit setek yang dihasilkan. Menurut
Haryanti (2010), tanaman yang tumbuh pada lingkungan berintensitas cahaya
rendah akan memiliki jumlah akar dan daun yang lebih sedikit. Jumlah akar yang
sedikit disebabkan karena terhambatnya translokasi hasil fotosintesis ke akar.
Selain itu, ruas batang tanaman akan lebih panjang dan memiliki dinding sel yang
tipis. Tetapi intensitas cahaya yang terlalu tinggi akan meningkatkan persentase
kematian pada setek.
2.5 Pengaruh Tingkat Ketuaan Bahan Setek
Sumber bahan setek dari bagian yang berbeda akan memiliki komposisi kimia
yang berbeda, terutama perbedaan kandungan karbohidrat, protein, lipid, nitrogen,
enzim, hormon, dan rooting co-factor. Pada tanaman bluberry (Vaccinium
corymbossum), penggunaan bahan setek yang berasal dari bagian pangkal akan
menghasilkan perakaran yang lebih baik dibandingkan dengan bahan setek yang
berasal dari bagian ujung (Hartmann et al, 1997). Sementara itu, penelitian yang
dilakukan Putri et al (2017), pada tanaman pulai (Alstonia scholaris)
menunjukkan bahwa penggunaan bahan setek yang berasal dari bagian ujung akan
14
menghasilkan jumlah akar yang lebih baik dibandingkan dengan bagian tengah
dan pangkal, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar. Pada tanaman
tin (Ficus carica) penggunaan bahan setek yang berasal dari bagian tengah akan
meningkatkan persentase setek hidup dan jumlah daun selama pembibitan
(Yulistyani et al, 2014).
2.6 Peranan Radiasi Matahari terhadap Pertumbuhan Tanaman
Radiasi matahari merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
tanaman. Respon tanaman terhadap radiasi matahari pada dasarnya dapat dibagi
menjadi tiga aspek, yaitu intensitas, kualitas dan fotoperiodisitas. Ketiga aspek ini
mempunyai pengaruh yang berbeda satu dengan yang lainnya, demikian juga
keadaannya di alam. Radiasi matahari sangat diperlukan oleh tumbuhan dalam
proses fotosintesis. Proses fotosintesis adalah proses metabolisme yang dilakukan
oleh tumbuhan untuk mengubah unsur hara menjadi karbohidrat (Setiadi, 1994).
Intensitas cahaya yang tinggi tidak seluruhnya dapat digunakan oleh tanaman.
Energi cahaya yang digunakan oleh tanaman dalam proses fotosintesis berkisar
antara 0,5 - 2% dari jumlah total energi matahari yang tersedia untuk proses
pertumbuhan. Apabila intensitas cahaya matahari yang diterima oleh tanaman
kurang dari batas optimal yang dibutuhkan, maka hasil fotosintesis yang terbentuk
akan berkurang (Suseno, 1974 dalam Utami, 2018), dan setiap tanaman
memerlukan intensitas cahaya yang berbeda-beda utnuk melakukan proses
fotosintesis secara optimal. (Wahid, 1984). Tanaman jagung (Akmalia dan
Suharyanto, 2017) dan kacang hijau (Saifulloh, 2017) memrerlukan cahaya
15
penuh untuk dapat tumbuh dengan baik. Sedangkan pada tanaman lada (Wahid,
1984) dan cabai jawa (Nurkhasanah et al, 2013) menghasilkan pertumbuhan
tanaman terbaik pada intensitas pencahayaan 75%.
16
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2018 sampai dengan Januari 2019,
di Rumah Kaca dan Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas
Lampung, Gedong Meneng, Bandar Lampung.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah pasir yang telah dicuci
bersih, arang sekam, sulur panjat lada varietas Natar-1 yang telah dipotong
menjadi dua buku, label, dan pestisida. Alat-alat yang digunakan adalah paranet,
rangka kayu, polibeg ukuran 15 cm x 20 cm, penggaris, jangka sorong, luxmeter,
timbangan elektrik, oven, sprayer, cutter, dan alat tulis.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian disusun secara faktorial (4x3) dengan menggunakan rancangan petak
terbagi. Petak utama adalah tingkat penerusan radiasi matahari atau tingkat
penaungan (N) yang terdiri atas tanpa penaungan (intensitas penaungan 0%) (N0),
penaungan ringan (intensitas penaungan 35%) (N1), penaungan sedang (intensitas
penaungan 50%) (N2), dan penaungan berat (intensitas penaungan 75%) (N3).
17
Anak petak adalah tingkat ketuaan bahan setek (B) yang terdiri atas setek bagian
pangkal (B1), setek bagian tengah (B2), dan setek bagian ujung (B3). Penaungan
ringan adalah penaungan menggunakan paranet standar yang diambil 1 serat
secara berselang seling, penaungan sedang adalah penaungan menggunakan
paranet standar, dan penaungan berat adalah menggunakan paranet standar yang
dipasang dua lapis. Tingkat penaungan dikalibrasi dengan menggunakan alat
luxmeter. Penelitian terdiri atas 12 kombinasi perlakuan (satuan percobaan),
setiap satuan percobaan diulang 3 kali, dan setiap satuan percobaan terdiri atas 3
setek. Naungan pembibitan dibuat menggunakan rangka kayu dengan tinggi 100
cm yang dipasang di atas meja rumah kaca, dan jarak antar naungan 50 cm. Tata
letak percobaan dapat dilihat pada Gambar 1. Setelah data didapatkan, data diuji
homogenitas dengan uji Barlett. Selanjutnya dilakukan uji aditivitas data dengan
uji Tukey. Untuk mengetahui perbedaan nilai tengah antar perlakuan digunakan
uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
(N0) (N1) (N2) (N3)
Gambar 1. Tata letak percobaan pengaruh tingkat penaungan dan tingkat ketuaan
bahan setek.
Keterangan:
N0 = Tanpa Naungan N1 = Naungan ringan N2 = Naungan sedang
N3 = Naungan berat
B1 = Setek bagian pangkal B2 = Setek bagian tengah B3 = Setek bagian
ujung
I B2 B3 B1 I B2 B3 B1 I B1 B3 B2 I B1 B3 B2
II B1 B2 B3 II B3 B2 B1 II B1 B3 B2 II B3 B2 B1
III B2 B3 B1 III B2 B3 B1 III B3 B2 B1 III B2 B3 B1
18
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Persiapan media tanam
Media tanam yang digunakan adalah campuran pasir dan arang sekam dengan
perbandingan 1:1. Sebelum digunakan pasir dicuci menggunakan air untuk
menghilangkan lumpur dan pencegahan penyakit. Media campuran pasir dan
arang sekam dimasukkan ke dalam polibeg ukuran 15 cm x 20 cm. Tahapan
pembuatan media tanam dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Tahapan pembuatan media tanam (a) Pasir disaring, (b) Pasir dicuci,
(c) Pasir dan arang sekam dicampur dengan perbandingan 1:1, (d) Media tanam
disusun di meja penelitian.
a
a
b
a
c
a
d
a
a
19
3.4.2 Pembuatan naungan
Naungan dipasang pada rangka kayu berbentuk persegi panjang dengan ukuran 40
cm x 130 cm dan tinggi 100 cm. Jenis- jenis tingkat penaungan yang digunakan
dapat dilihat pada Gambar 3. Besaran intenstitas cahaya pada setiap naungan
dapat dilihat pada Tabel 2.
Gambar 3. Jenis tingkat penaungan yang digunakan (a) Tanpa naungan
(intensitas penaungan 0%) (N0), (b) Naungan ringan (intensitas penaungan 35%)
(N1), (c) Naungan sedang (intensitas penaungan 50%) (N2), (d) Naungan berat
(intensitas penaungan 75%) (N3).
a
a
b
a
d
a
c
a
20
Tabel 2. Besaran intensitas cahaya pada masing-masing naungan.
No. Variabel Intensitas Cahaya (lux)
1. Luar rumah kaca 24.800 – 34.100
2. Tanpa naungan 10.800 – 11.100
3. Naungan ringan 7.000 – 7.400
4. Naungan sedang 4.700 – 5.200
5. Naungan berat 2.800 – 3.200
3.4.3 Persiapan bahan setek lada
Bahan tanam diambil dari kebun percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) Natar. Bagian tanaman lada yang dijadikan bahan setek adalah sulur
panjat lada varietas Natar-1 yang memiliki panjang 100-110 cm. Bahan setek
dibagi menjadi tiga kategori, yaitu bagian ujung, tengah, dan pangkal. 6 ruas dari
bagian ujung digunakan sebagai bahan setek ujung, 6 ruas dari bagian pangkal
digunakan sebagai bahan setek pangkal, sedangkan lainnya digunakan sebagai
bahan setek tengah. Bahan setek yang telah dipisahkan kemudian dipotong
menjadi dua buku satu daun. Bagian bawah setek dipotong 45˚ dengan tujuan
memperluas pengakaran pada pangkal setek. Jenis-jenis bahan setek yang
digunakan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Jenis bahan setek yang digunakan (a) Setek bagian pangkal, (b) Setek
bagian tengah, (c) Setek bagian ujung.
a
a
b
a
c
a
21
3.4.4 Penanaman setek
Penanaman setek dilakukan pada sore hari. Sebelum penanaman, media tanam
disiram terlebih dahulu untuk menjaga kelembaban dan memudahkan saat
penanaman. Setek lada dua buku ditanam pada media dengan buku bagian bawah
tertimbun media tanam. Setelah ditanam, setek lada diberi label dan disiram.
3.4.5 Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan melakukan penyiraman setiap hari untuk
menjaga kelembaban media, serta dilakukan pembersihan gulma yang tumbuh
pada media setek. Untuk mencegah serangan hama dan penyakit, diaplikasikan
insektisida dan fungisida setiap 2 minggu sekali.
3.5 Pengamatan
Peubah pengamatan meliputi:
a. Persentase setek tumbuh
Persentase setek tumbuh dihitung menggunakan rumus:
Persentase setek tumbuh = Jumlah setek yang hidup
Jumlah seluruh setek x 100 %
Setek yang tumbuh memiliki ciri-ciri daun dan batang setek berwarna hijau
serta menunjukkan gejala pertumbuhan awal, yaitu munculmya tunas pada
ketiak daun.
22
b. Waktu tumbuh tunas
Waktu tumbuh tunas adalah waktu yang dibutuhkan setek untuk dapat
menghasilkan tunas. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 12 MST.
c. Panjang tunas
Pengukuran panjang tunas dilakukan dengan cara mengukur tunas yang
tumbuh dimulai dari pangkal tunas hingga ujung tunas dengan satuan cm.
Pengamatan panjang tunas dilakukan setiap 4 minggu sekali hingga bibit setek
lada berumur 12 MST.
d. Jumlah daun
Penghitungan jumlah daun dilakukan dengan menghitung daun yang telah
terbuka secara sempurna pada setiap bibit setek lada. Penghitungan jumlah
daun dilakukan setiap 4 minggu sekali hingga bibit setek lada berumur 12
MST.
e. Diameter tunas
Pengukuran diameter tunas dilakukan pada bagian tengah ruas pertama tunas.
Pengukuran diameter tunas dilakukan menggunakan jangka sorong dengan
satuan mm dan dilakukan setiap 4 minggu sekali hingga bibit setek lada
berumur 12 MST.
23
f. Jumlah akar primer
Penghitungan jumlah akar dilakukan dengan menghitung akar yang muncul
pada pangkal setek serta pada bagian buku. Penghitungan jumlah akar terbagi
menjadi tiga, yaitu jumlah akar primer yang muncul pada pangkal setek, jumlah
akar primer yang muncul pada bagian buku pertama, serta jumlah akar primer
total yaitu akumulasi antara jumlah akar primer pada pangkal setek dan jumlah
akar primer pada bagian buku pertama. Penghitungan jumlah akar primer
dilakukan ketika bibit setek lada berumur 12 MST.
g. Panjang akar primer
Pengukuran panjang akar primer dilakukan dengan mengukur tiga akar primer
terpanjang yang muncul dari bagian pangkal setek dan bagian buku pertama.
Pengukuran panjang akar primer dilakukan ketika bibit setek lada berumur 12
MST.
h. Bobot segar bibit
Bobot segar bibit terbagi menjadi empat, yaitu bobot segar tunas, bobot
segar akar buku, bobot segar akar pangkal dan bobot segar akar total. Bobot
segar diperoleh dari setek yang telah berumur 12 MST kemudian dipisahkan
per bagian tunas, akar buku, dan akar pangkal, lalu ditimbang menggunakan
timbangan elektrik dalam satuan gram.
24
i. Bobot kering bibit
Bobot kering bibit terbagi menjadi empat, yaitu bobot kering tunas,
bobot kering akar buku, bobot kering akar pangkal, dan bobot kering akar total.
Bobot kering diperoleh dari setek yang telah dipisahkan per bagian tunas, akar
buku, dan akar pangkal, lalu dikeringkan menggunakan oven selama 72 jam
pada suhu 70˚C, kemudian ditimbang menggunakan timbangan elektrik dalam
satuan gram.
39
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Penggunaan bahan setek yang berbeda berpengaruh pada pertumbuhan bibit
lada asal setek, bahan setek bagian ujung menghasilkan pertumbuhan bibit lada
asal setek terbaik daripada bahan setek bagian tengah dan pangkal;
2. Tingkat penaungan yang berbeda berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit lada
asal setek, tingkat penaungan sedang menghasilkan pertumbuhan bibit setek
lada terbaik daripada penaungan berat, penaungan ringan, dan tanpa
penaungan;
3. Tanggapan pertumbuhan bibit setek lada pada beberapa tingkat penaungan
tidak dipengaruhi oleh tingkat ketuaan bahan setek, kecuali pada peubah bobot
segar tunas dan bobot kering akar pangkal setek.
5.2 Saran
Peneltian mengenai pengaruh tingkat penaungan yang dilakukan di dalam rumah
kaca menghasilkan tingkat penaungan sedang yang terbaik, oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian serupa namun dilakukan pada lokasi terbuka.
42
DAFTAR PUSTAKA
Akmalia, H.A. dan E. Suharyanto. 2017. Pengaruh perbedaan intensitas cahaya
dan penyiraman pada pertumbuhan jagung (Zea mays L.) sweet boy-02. J.
Sains Dasar. 6(1): 8-16.
Artha, D.D., Yusnita, dan Sugiatno. 2015. Pengaruh kombinasi NAA
(Naphtaleneacetic Acid) dan IBA (Indole Butyric Acid) terhadap
pengakaran setek lada (Piper nigrum L.) varietas Natar-1. J. Agrotek
Tropika. 3(1): 1-6.
Balai Informasi Pertanian Irian Jaya. 1994. Perbanyakan Tanaman Lada (Piper
nigrum L.). BIP Irian Jaya. Jayapura. 4 hlm..
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 1996. Monograf Tanaman Lada.
Balitro. Bogor. 234 hlm.
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 2016. Perbenihan dan Budidaya
Lada Perdu. Balitro. Bogor. 20 hlm.
Cruz, P. 1997. Effect of shade on the growth and mineral nutrition of C4
parrennial grass under field conditions. Plant and Soil. 188: 227-237.
Danu, I.Z. Siregar, C. Wibowo., dan A. Subiakto. 2010. Pengaruh umur sumber
bahan setek terhadap keberhasilan setek pucuk meranti tembaga (Shorea
leprosula MIQ.). J. Penelitian Hutan Tanaman. 7(3): 1-14.
Direkorat Jenderal Perkebunan. 2017. Statisktik Perkebunan Indonesia.
Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta.
Evizal, R. 2013. Tanaman Rempah dan Fitofarmaka. Lembaga Penelitian
Universitas Lampung. Bandar Lampung. 198 hlm.
Gardner, F.P., B. Pearce, dan R.I. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Universitas Indonesia Press. Jakarta. 428 hlm.
Hartmann, H.T., D.E. Kester, F.T. Davies, dan R.L. Geneve, 1997. Plant
Propagation: Principles and Practice. 6th
Edition. Prentice Hall Inc. New
Jersey. 770 hlm.
43
Haryanti, S. 2010. Pengaruh naungan yang berbeda terhadap jumlah stomata dan
ukuran porus stomata daun Zephyranthes rosea L. Buletin Anatomi dan
Fisiologi. 18(1): 41-48.
Humoen, M.I. 2017. Pengaruh bagian setek dan lama perendaman ekstrak daun
kelor terhadap pertumbuhan bibit daun sirih (Piper betle L.). J. Pertanian
Konservasi Lahan Kering. 2(4): 59-61.
Kurniaty, R., B. Budiman, dan M. Suartana, , 2010. Pengaruh media dan naungan
terhadap mutu bibit suren (Toona sureni MERR.). J. Penelitian Hutan
Tanaman. 7(2): 77 - 83.
Martin, A.B., M. Same, dan W. Indrawati. 2015. Pengaruh media pembibitan pada
pertumbuhan setek lada (Piper nigrum L.). J. Agro Industri Pertanian.
3(2): 94-107.
Moko, H. 2004. Teknik Perbanyakan Tanaman Hutan secara Vegetatif. Informasi
Teknis. Puslitbang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.
Yogyakarta. 2(1):1-20.
Nurhakim, Y.I. 2014. Perkebunan Lada Cepat Panen. Infra Hijau. Jakarta. 140
hlm.
Nurhayati, A.D. 2000. Pengaruh bahan setek dan rootone-f terhadap
pertumbuhan setek seuseureuhan (Piper aduncum L.) Skipsi. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 45 hlm.
Nurhuda, A., N. Azizah, dan E. Widaryanto. 2017. Kajian jenis dan bagian sulur
pada pertumbuhan setek cabe jamu (Piper retrofractum Vahl.). J. Produksi
Tanaman. 5(1): 154-160.
Nurkhasanah, N., K.P., Wicaksono, dan E. Widaryanto. Studi pemberian air dan
tingkat naungan terhadap bibit tanaman cabe jamu (Piper retrofractum
Vahl.). J. Produksi Tanaman: 1(4): 325-332.
Putri, K.A., Suwirmen, dan Z.A. Noli. 2017. Respon berbagai sumber bahan setek
terhadap kemampuan berakar setek Alstonia scholaris L. sebagai upaya
penyediaan bibit untuk lahan terdegradasi. J. Bio. UA. 5(1): 1-5.
Rismawati dan Syakhril. 2012. Respons asal bahan setek sirih merah (Piper
crocatum Ruiz and Pav.) terhadap konsentrasi rootone-F. J. Agrifor. 11(2):
148-156.
Rismunandar dan M.H. Riski, 2003. Lada Budi Daya dan Tata Niaga. Penebar
Swadaya. Jakarta. 126 hlm.
Rosmarkam, A dan N.W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius.
Yogyakarta. 214 hlm.
44
Saifulloh, I.N. 2017. Pengaruh intensitas cahaya dan jenis tanah terhadap
pertumbuhan dan hasil kacang hijau. Repository Universitas PGRI
Yogyakarta. Universitas PGRI Yogyakarta. Yogyakarta. 10 hlm.
Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Institut
Teknologi Bandung. Bandung. 343 hlm.
Setiadi. 1994. Kentang Varietas dan Pembudidayaan. Penebar Swadaya. Jakarta.
87 hlm
Suwandiyati, N.S. 2009. Pengaruh asal bahan setek dan dosis pupuk kandang sapi
terhadap pertumbuhan bibit nilam (Pogostemon cablin B.). Skripsi.
Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 34 hlm.
Syakir, M., M.H. Bintoro, dan Y.D. Amrin. 1992. Pengaruh berbagai zat pengatur
tumbuh dan bahan setek terhadap pertumbuhan setek cabang buah lada
(Piper nigrum L.). J. Littri Puslitbang Perkebunan. 19 (3-4): 59-65.
Syakir, M. 1994. Pengaruh naungan, unsur hara P dan Mg terhadap iklim mikro,
indeks pertumbuhan dan laju tumbuh tanaman lada (Piper nigrum L.).
Bul. Littro. 9(2): 106-114.
Utami, 2018. Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan tanaman. Kajian Pustaka.
Universitas Udayana. Denpasar. 42 hlm.
Wahid, P. 1980. Pengaruh mulsa dan tutup terhadap pertumbuhan setek tanaman
Lada (Piper nigrum L.). J. Littri Puslitbang Perkebunan. 41: 39-48.
Wahid, P. 1984. Pengaruh naungan dan pemupukan terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman lada (Piper nigrum L.). Disertasi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 201 hlm.
Woodward, A.W. dan B. Bartel. 2005. Auxin: regulation, action, and interaction.
Annals of Botany. 95: 707-735.
Wudianto, R. 2005. Membuat Setek, Cangkok, dan Okulasi. Penebar Swadaya.
Jakarta. 172 hlm.
Yulistyani, W., D.S. Sobarna, dan A. Nuraini. 2014. Pengaruh jenis setek batang
dan komposisi media tanam terhadap pertumbuhan bibit tanaman ara
(Ficus carica L.). J. Agric. Sci. 1(4): 215-224.