PENGARUH TERAPI MUSIK TERHADAP PENINGKATAN … · pengetahuan bagi ilmu keperawatan medikal bedah...
-
Upload
nguyenxuyen -
Category
Documents
-
view
252 -
download
2
Transcript of PENGARUH TERAPI MUSIK TERHADAP PENINGKATAN … · pengetahuan bagi ilmu keperawatan medikal bedah...
1
PENGARUH TERAPI MUSIK TERHADAP PENINGKATAN GLASGOW COMA
SCALE (GCS) PADA PASIEN STROKE DI RSUD Dr MOEWARDI
Sri Dew
Program Sarjana Keperawatan STIKes Kusuma Husada
ABSTRAK
Stroke merupakan penyakit gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf
(deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Pada serangan awal stroke
umumnya berupa gangguan kesadaran. Pasien stroke yang mengalami penurunan
kesadaran dapat dilakukan pengkajian neurologik yang termasuk didalamnya Glasgow
Coma Scale.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi musik terhadap
peningkatan Glasgow Coma Scale pada pasien stroke di RSUD Dr Moewardi.
Pada penelitian ini menggunakan desain penelitian quasy experiment dengan one
group pretest–post test design with group control, kelompok dibagi menjadi 2 yaitu
kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Penelitian dilakukan di ruang Intensive Care
Unit dan High Care Unit Stroke di RSUD Dr Moewardi. Sampel diambil secara total
sampling dengan pendekatan purposive, jumlah sampel adalah 8 orang (4 kelompok
intervensi dan 4 kelompok kontrol). Pengumpulan data melalui observasi selama 3 hari
dengan skala pengukuran Glasgow Coma Scale, data yang diperoleh dilakukan uji
normalitas data dengan menggunakan Shapiro-Wilk Test. Data berdistribusi normal
dianalisa menggunakan uji t-test.
Berdasarkan analisis statistik didapatkan hasil Pvalue = 0,172; α=0,05 artinya
tidak ada pengaruh signifikan terapi musik terhadap peningkatan Glasglow Coma Scale
pada pasien stroke. Pada pengamatan kesadaran secara kualitatif terdapat respon berupa
membuka mata, berbicara kacau, tangan dan kaki bergerak, mengeluarkan air mata serta
mengerang
Kesimpulan penelitian ini tidak ada pengaruh terapi musik terhadap peningkatan
Glasglow Coma Scale pada pasien stroke.
Kata Kunci : stroke, terapi musik, Glasgow Coma Scale
THE EFFECT OF MUSIC THERAPY ON THE IMPROVEMENT OF
GLASGOW COMA SCALE (GCS) IN THE STROKE CLIENTS AT DR.
MOEWARDI LOCAL GENERAL HOSPITAL
ABSTRACT
Stroke is a brain function disorder such as nerve paralysis (deficit
neurologic) due to the interruption of blood flow to the brain. In the initial attack
of stroke, the consciousness of clients is generally impaired. The stroke clients
who experience a consciousness disorder can be exposed to neurological tests
including Glasgow Coma Scale.
The objective of this research is to investigate the effect of music therapy on
the improvement of Glasgow Coma Scale in the stroke clients at Dr. Moewardi
Local General Hospital of Surakarta.
This research used the quasi experimental research method with the one
group pretest–post test design. It used two groups, namely: Control Group and
2
Experimental Group. The research was conducted at the Intensive Care Unit and
High Care Unit of Strokes at Dr. Moewardi Local General Hospital of Surakarta.
The samples of the research were taken by using the purposive sampling
technique. They consisted of 8 persons, 4 in Control Group and 4 in Experimental
Group. The data of the research were gathered through observation for three days
with Glasgow Coma Scale. Prior to analysis, the data were exposed to normality
test by using Shapiro-Wilk‟s Test. The result of the test shows that the data had a
normal distribution. The data were then statistically analyzed by using the t test.
The result of the statistical test shows that the value of p is 0.172 with
α=0.05, meaning that there is not any significant effect of the music therapy on the
improvement of Glasgow Coma Scale in the stroke clients. On the observation of
consciousness, qualitatively there are responses such as opening the eyes,
speaking garbled words, having moving extremities, tearing, and moaning.
Based on the result of the research, a conclusion is drawn that there is not
any effect of the music therapy on the improvement of Glasgow Coma Scale in the
stroke clients.
Keywords: Stroke, music therapy, and Glasgow Coma Scale
References: 31 (2002-2013)
PENDAHULUAN
Stroke merupakan penyakit
gangguan fungsional otak berupa
kelumpuhan saraf (deficit neurologic)
akibat terhambatnya aliran darah ke
otak. Secara sederhana stroke dapat
didefinisikan sebagai penyakit otak
akibat terhentinya suplai darah ke otak
karena sumbatan (stroke iskemik)
ataupun perdarahan (stroke hemoragik)
(Junaidi, 2011).
Laporan data ICU RSUD Dr
Moewardi pada tahun 2010, jumlah
kasus stroke sebanyak 164 kasus, tahun
2011 sebanyak 134 kasus, pada tahun
2012 jumlahnya meningkat dari tahun
sebelumnya yaitu sebanyak 301 kasus.
Data tersebut dapat dilihat bahwa RSUD
Dr Moewardi ini terdapat jumlah
penyakit stroke mengalami peningkatan
setiap tahunnya.
Pasien stroke yang mengalami
penurunan kesadaran dapat dilakukan
pengkajian neurologik yang termasuk
didalamnya GCS (Glasgow Coma
Scale), tanda-tanda vital ukuran dan
1. Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan STIKES Kusuma Husada Suakarta
2
reaksi pupil, dan kekuatan ektremitas.
Pada pemeriksaan GCS digunakan untuk
mengevaluasi status neurologik seperti
respon mata, respon verbal maupun
respon motorik dengan nilai terendah 3
(respon paling sedikit) dan 15 (paling
berespon) nilai 8 atau dibawah 8
umumnya dikatakan sebagai koma dan
membutuhkan intervensi keperawatan
bagi pasien stroke (Brunner dan
Suddarth, 2002).
Terapi musik merupakan
sebagai terapi alternatif telah
dikembangkan pada berbagai bagian di
rumah sakit untuk mengatasi berbagai
jenis penyakit, khususnya dalam
rehabilitasi neurologi pada pasien stroke.
Musik juga merupakan kekuatan yang
luar biasa dalam memberikan efek
emosional dan mampu menjangkau jauh
kedalam dan menyentuh inti setiap
pribadi. Lebih jauh musik dapat
menyentuh tingkat kesadaran fisik,
psikologi, spiritual, dan sosial (Asrin
dkk, 2007).
Efek yang ditimbulkan musik
adalah menurunkan stimulasi sistem
syaraf simpstis. Respon yang muncul
dari penurunan aktifitas tersebut adalah
menurunnya aktivitas adrenalin,
menurunkan ketegangan aktivitas
neuromuskular, meningkatkan ambang
kesadaran. Indikator yang biasa diukur
adalah menurunnya Heart Rate,
Respiratory Rate, menurunnya asam
lambung, dan penurunan tekanan darah
(Novita, 2012).
Terapi musik di Indonesia belum
banyak ditekuni oleh para psikologi dan
diterapkan dirumah sakit,
perkembangannya sedikit tertinggal
dibandingkan dengan negara-negara lain
yang sudah menerapkan terapi ini
sebagai salah satu terapi pelengkap
untuk pengobatan di rumah sakit
mereka. Di rumah sakit Dr Moewardi
juga belum menerapkan terapi musik
untuk penyembuhan pasien.
Berdasarkan uraian latar
belakang masalah diatas peneliti ingin
3
mengetahui adakah pengaruh pemberian
terapi musik terhadap peningkatan
Glasgow Coma Scale (GCS) pada pasien
stroke di RSUD Dr Moewardi. Tujuan
Umum dari penelitian ini adalah untuk
menganalisa perbedaan skala Glasgow
Coma Scale (GCS) sebelum dan sesudah
pada kelompok intervensi yang
mendapat terapi musik dan kelompok
kontrol. Tujuan khususnya yaitu Untuk
mengidentifikasi skala Glasgow Coma
Scale (GCS) pada kelompok kontrol dan
kelompok intervensi sebelum mendapat
terapi musik instrumental serta untuk
mengidentifikasi skala Glasgow Coma
Scale (GCS) pada kelompok intervensi
dan kelompok kontrol sesudah mendapat
terapi musik instrumental. Selain itu juga
untuk menganalisa perbedaan skala
Glasgow Coma Scale (GCS) pada
kelompok intervensi dan kelompok
kontrol sebelum dan sesudah mendapat
terapi musik instrumental
Manfaat pada penelitian adalah :
1) Sebagai bahan pertimbangan untuk
menerapkan terapi musik sebagai salah
satu terapi pelengkap untuk
penyembuhan pasien yang telah banyak
diterapkan pada rumah sakit di negara
lain. 2) Pembelajaran dan pengalaman
dalam melakukan penelitian yang terkait
dengan keperawatan terapi musik
terhadap peningkatan status kesadaran
pada pasien stroke dengan gangguan
kesadaran berat serta media
pengembangan kompetensi diri sesuai
dengan keilmuan yang diperoleh selama
perkuliahan dalam meneliti masalah
yang berkaitan dengan keperawatan
medical bedah. 3) Menambah ilmu
pengetahuan bagi ilmu keperawatan
medikal bedah tentang pengukuran
Glasgow Coma Scale pada pasien stroke.
4) Menambah pengetahuan dan bahan
masukan bagi penelitian selanjutnya
mengenai pengukuran Glasgow Coma
Scale pada pasien stroke
4
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis dan rancangan
penelitian. Jenis penelitian ini yang
digunakan adalah penelitian kuantitatif.
Penelitian ini menggunakan desain
quasy experiment dengan pendekatan
one group pretest–post test design with
group control (Nursalam, 2013). Peneliti
ingin mengetahui pengaruh terapi musik
terhadap peningkatan Glasgow Coma
Scale (GCS) antara dua kelompok yaitu
kelompok A (intervensi) dan kelompok
B (kontrol). Sampel yang diambil
sebanyak 8 orang yaitu 4 kelompok
kontrol dan 4 kelompok intervensi.
Populasi dan sampel. Populasi
dalam penelitian ini adalah pasien stroke
iskemik dan stroke hemoragik dengan
gangguan kesadaran berat (GCS<8)
selama priode pengumpulan data.
Menurut Nurdianingtyas (2011)
teknik pengambilan sampel dalam
penelitian dilakukan dengan teknik
total sampling dengan pendekatan
purposive sehingga peneliti melakukan
seleksi terhadap pasien stroke yang
memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.
Kreteria inklusi : Pada penelitian ini
adalah pasien stroke iskemik dan stroke
hemoragik, gangguan kesadaran berat
(GCS <8), pasien berusia 50-80 tahun,
keluarga pasien menyetujui pasien
bersedia menjadi responden dengan
menandatangani lembar persetujuan
penelitian (informed consent). Sementara
kriteria ekslusi penelitian ini antara lain :
pasien yang menggunakan ventilator,
pasien yang mengalami gangguan
pendengaran, pasien yang mengalami
trauma telinga, Pasien perdarahan pada
otak karena cidera kepala berat dan
keluarga pasien menolak dilakukan
terapi saat terapi tengah berlangsung,
maka terapi dihentikan.
Penelitian dilakukan di ruang
Intensive Care Unit (ICU) dan High
Care Unit (HCU) Stroke di RSUD Dr
Moewardi karena merupakan rujukan
pasien di Surakarta dan sekaligus rumah
sakit pendidikan. Penelitian ini
5
dilakukan selama 64 hari yaitu dari
tanggal 7 Februari-12 April 2014 dengan
memberikan terapi musik dan
mengobservasi peningkatan Glasgow
Coma Scale (GCS).
Jalanya penelitian dimulai
dengan mempersiapkan klien, tempat
dan peralatan yang akan digunakan
dalam intervensi terapi musik.
Selanjutnya memberikan posisi
senyaman mungkin pada klien (klien
dalam posisi berbaring dan kondisi
rileks) dan lingkungan sekitar yang
nyaman, tenang dan meminimalkan
kebisingan. Mengkaji skala Glassglow
Coma Scale (GCS) sebelum diberi
terapi intervensi musik dan isi
pertanyaan yang terdapat di lembar
observasi. Pelaksanaan terapi musik
pada kelompok intervensi dimulai
dengan pengkajian skala GCS sebelum
intervensi dan keluarga responden di
persilakan memilih lagu. Musik
kesukaan responden mulai di
perdengarkan selama 20 menit, pemutar
musik MP3 player yang dihubungkan
dengan Earphone, dimulai sejak tombol
play pada MP3 di tekan (dihitung
dengan stopwatch). Pengkajian skala
GCS setelah terapi dilakukan 10 menit
setelah tombol off pada MP3 ditekan.
Sesi berikutnya dilakukan setelah 8 jam
berikutnya dari sesi pertama.
Pelaksanaan terapi musik dilakukan
selama 2 sesi setiap harinya pada jam
yang sama pada hari berikutnya. Terapi
musik dilakukan selama 3 hari dan
diobservasi perkembangan pasien.
Kemudian efek dari terapi musik diukur
dengan memantau perkembangan tingkat
kesadaran dengan skor nilai GCS dari
waktu ke waktu. Respon-respon fisik
dan psikologi yang muncul selama
proses terapi juga dicatat pada lembar
observasi.sedangkan kelompok control
yang diukur hanyalah GCS dari waktu
ke waktu yang didapatkan dari catatan
medis pasien.
Variabel dan skala
pengukuran. Penelitian ini terdiri dua
6
variabel yaitu variabel bebas yang terdiri
dari terapi musik serta variabel
terikatnya yaitu peningkatan Glassglow
Coma Scale . Dimana variabel terikat
menggunakan skala interval. Data
dilakukan uji normalitas menggunakan
Shapiro-Wilk Test (Dahlan, 2013).
Alat penelitian. Alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
pemutar musik MP3 player yang
dihubungkan dengan Earphone. Cara
pengumpulan data dilakukan dengan
observasi sedangkan instrumen
pengumpulan data nilai Glasgow Coma
Scale (GCS).
Teknik pengolahan data dan
analisa data. Penelitian in
menggunakan 4 tahapan teknik
pengolahan data yaitu editing, coding,
entering dan tabulating. Analisa data
dilakukan secara univariat yaitu usia,
jenis kelamin dan nilai GCS perhari.
Analisis bivariat untuk mengetahui
adanya pengaruh pemberian terapi musik
terhadap peningkatan Glasgow Coma
Scale (GCS) pada pasien stroke. Analisi
bivariate menggunakan uji hipotesis t-
test.
Etika penelitian. Etika
penelitian ini mendapat ijin terlebih
dahulu dari RSUD Dr Moewardi,
kemudian membuat lembar persetujuan
yang diberikan dan dijelaskan kepada
keluarga responden tentang maksud dan
tujuan penelitian serta manfaatnya.
Untuk menjaga kerahasiaan, identitas
responden juga tidak dicantumkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Penelitian ini dilakukan 64 hari
yaitu dari tanggal 7 Februari-12 April
2014, pasien stroke yang memenuhi
kriteria inklusi adalah 8 orang. Dari 8
orang pasien, dipilih 4 menjadi
kelompok intervensi dan 4 orang sebagai
kelompok kontrol.
7
1. Karakteristik Responden
Table 1
Distribusi frekuensi responden berdasarkan
usia dan jenis kelamin pada pasien stroke
di RSUD Dr Moewardi tahun 2014 (N=8)
Berdasarkan Tabel 1 dapat
digambarkan bahwa distribusi usia
jumlah responden pada kelompok
intervensi paling banyak berada pada
kelompok usia elderly (Usia lanjut)
yaitu sebanyak 2 orang (50%).
Sementara jumlah responden paling
banyak pada kelompok kontrol
berada pada usia middle age (Usia
Pertengahan) yaitu sebanyak 2 orang
(50%). kelompok usia yang sedikit
baik pada kelompok kontrol maupun
intervensi adalah kelompok usia old
(Usia lanjut tua).
Berdasarkan tabel diatas
juga dapat digambarkan bahwa
distribusi responden berdasarkan
jenis kelamin pada kelompok
intervensi dan kelompok intervensi
berjenis kelamin perempuan
sebanyak 3 orang (75%) dan berjenis
laki-laki 1orang (25 %).
2. Skala Glasgow Coma Scale
Sebelum dan Sesudah Setelah
Intervensi Pada Kelompok
Kontrol dan Kelompok intervensi
Grafik 1
Perkembangan skala Glasgow
Coma Scale responden kelompok
kontrol dan kelompok intervensi
sebelum dan setelah dilakukan
intervensi di hari pertama sampai hari
ketiga di RSUD Dr Moewardi tahun
2014 (N=8)
0
2
4
6
8
10
12
Hari 1 Hari 2 Hari 3
me
an
Axis Title
KontrolSebelum
KontrolSesudah
IntervensiSebelum
IntervensiSesudah
Variable Intervensi Kontrol
F % F %
Total %
Usia
Middle age
(45-59)
1 25 2 50 3 37,5
Elderly
(60-74)
2 50 1 25 3 37,5
Old (75-90) 1 25 1 25 2 25
Total 4 100 4 100 8 100
Jenis Kelamin
Laki-laki 1 25 1 25 2 25
Perempuan 3 75 3 75 6 75
Total 4 100 4 100 8 100
8
Berdasarkan grafik diatas
dapat digambarkan bahwa rerata
skala Glasgow Coma Scale responden
kelompok kontrol yang tidak
mendapakan terapi musik pada hari
pertama sampai hari ketiga di RSUD
Dr Moewardi tahun 2014 setiap hari
mengalami sedikit peningkatan.
Tetapi pada hari pertama rerata skala
Glasgow Coma Scale sebelum
sebesar 7,50 dan menurun sebanyak
0,5 sesudah menjadi 7,00. Sementara
pada hari kedua rerata skala Glasgow
Coma Scale sebelumnya 8,25 dan
meningkat sebanyak 0,25 men jadi
8,50. Pada hati ketiga dimana rerata
skala Glasgow Coma Scale tidak
mengalami penurunan dan
peningkatan dengan nilai sebesar
10,0.
Dapat dilihat juga pada
kelompok intervensi rerata skala
Glasgow Coma Scale sebelum dan
sesudah dilakukan terapi musik mulai
hari pertama sampai hari ketiga di
RSUD Dr Moewardi tahun 2014
setiap hari mengalami peningkatan.
Pada hari pertama intervensi rerata
skala Glasgow Coma Scale sebelum
pemberian terapi musik sebesar 6,75
dan mengalami peningkatan sebanyak
1,25 setelah dilakukan terapi musik
sebanyak 8,00. Di hari kedua terjadi
peningkatan dari sebelumnya sebesar
7,75 menjadi 9,50 meningkat
sebanyak 1,75. Kemudian pada hari
ketiga sebelum terapi musik sebesar
6.75 meningkat sebanyak 0,5 setelah
terapi musik diberikan menjadi 7,25.
3. Tingkat kesadaran secara kualitatif
Data hasil observasi
penelitian tingkat kesadaran secara
kualitatif selama 3 hari pada
kelompok intervensi pasien A saat
pagi hari didengarkan musik respon
dari pasien dengan nilai GCS 8
tangan dan kaki bergerak, pada siang
harinya respon pasien tangan
bergerak, berbicara kacau dan
membuka mata sekali. Hari kedua
saat pagi hari respon pasien membuka
mata dua kali, bicara kacau, dan
mengeluarkan air mata, sedangkan
siangnya respon pasien berbicara
kacau/ mengerang dan membuka
9
mata. Hari ketiga pada pagi hari
membuka mata satu kali, bicara kacau
serta pada sore hari membuka mata.
Pada pasien B pada hari
pertama pagi hari selama didengarkan
terapi musik respon dari pasien
membuka mata sekali dan tangan
bergerak, siang harinya respon pasien
kaki dan tangan bergerak. Hari
selanjutnya saat didengarkan musik
respon pasien masih sama tangan dan
kaki bergerak tapi saat siang hari saat
didengarkan musik pasien tidur
dengan mendengkur dan hari terakhir
pasien tidur dan membuka mata
sekali.
Pasien C hari pertama saat
pagi didengankan musik diam tidak
ada respon tapi saat siang hari tangan
dan kaki pasien bergerak mengikuti
irama musik. Hari kedua tangan dan
kaki bergerak mengikuti irama
musik, membuka mata sekali dan
ketika ditanyakan namanya pasien
dapat menjawab tetapi jam 11.00
kondisi pasien buruk dan akhirnya
meninggal.Sedangkan pasien D hari
pertama pagi maupun siang saat
didengarkan musik tidak memberikan
respon. Hari kedua pagi hari pasien
tangan mulai bergerak sesuai irama
musik, untuk siangnya pasien tidur
dan sambil mengerang. Hari ketiga
pasien memberikan respon tangan
bergerak ,membuka mata ,serta
mengerang.
4. Perbedaan rerata Glasgow Coma
Scale responden sebelum dan
sesudah diberikan intervensi pada
kelompok control dan kelompok
intervensi
Tabel 2
Perbedaan rerata Glasgow Coma
Scale responden sebelum dan
sesudah diberikan intervensi pada
kelompok control dan kelompok
intervensi di RSUD Dr Moewardi
tahun 2014 (N=8)
*Signifian/bermakna pada α = 0,05
Variable N Mean SD SE P Value
Kontrol 4
Sebelum 7,50 1,00 0,50 0,097*
Sesudah 10,0 1,82 0,91
Intervensi 4
Sebelum 6,50 1,29 0,64 0,172*
Sesudah 10,0 2,58 1,29
10
Berdasarkan tabel 4.6
didapatkan data rerata Glasgow Coma
Scale sebelum pada kelompok kontrol
adalah 7,50 dan rerata setelah adalah
10,0. Berdasarkan hasil uji Hasil uji T
sample independen didapatkan P
value 0,097, yang artinya Pvalue
lebih dari 0,05. Interpretasi hasil uji
ini adalah tidak ada perbedaan yang
signifikan rerata skala Glasgow Coma
Scale responden sebelum dan sesudah
pada kelompok kontrol di ruang HCU
stroke di RSUD Dr Moewardi tahun
2014.
Dapat juga diketahui data
rerata Glasgow Coma Scale sebelum
pada kelompok intervensi adalah
6,50 dan rerata setelah adalah 10,0.
Berdasarkan hasil uji Hasil uji T
sample independen didapatkan P
value 0,172, yang artinya P value
lebih dari 0,05. Interpretasi hasil uji
ini adalah tidak ada perbedaan yang
signifikan rerata skala Glasgow Coma
Scale responden sebelum dan sesudah
pada kelompok intervensi di ruang
HCU stroke di RSUD Dr Moewardi
tahun 2014.
PEMBAHASAN
1. Usia
Rentang usia pada penelitian
ini adalah 50-80 tahun yang
dikategorikan menjadi usia
pertengahan (middle age), usia lanjut
(ederly) dan usia lanjut tua (old).
Berdasarkan penelitian rentang
responden seluruhnya berada pada
rentang usia lansia. Sebagaimana
dalam refrensi artikel maupun ilmiah,
bahwa rentang usia lansia merupakan
tahap lanjut dari suatu proses
kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stress lingkungan
dan kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan
terhadap kondisi stress fisiologis
(Effendi dan Makhfudli, 2009).
11
Pada penelitian ini sebagian
besar usia responden berada pada
rentang usia pertengahan (37,5%) dan
usia lanjut (37,5%). Sebagaimana
sudah dijelakan sebelumnya setelah
usia 55 tahun resiko stroke iskemik
meningkat 2 kali lipat setiap
pertambahan usia 10 tahun. Kejadian
sroke iskemik terbanyak terjadi pada
umur dewasa tua dan usia lanjut, hal
ini sangat beralasan karena pada usia
tersebut terjadi penurunan fungsi
struktur organ .Dua pertiga dari kasus
stroke diidap mereka yang berusia 65
tahun. Menurut schutz pemderita
yang berumur antara 70-79 banyak
menderita perdarahan intracranial
(Junaidi, 2011; Wahyu, 2009;
Sunardi, Nelly Yardes, Pramita
Iriana, 2011). Dapat disimpulkan
bahwa insiden stroke meningkat
seiring dengan bertambahnya usia.
2. Jenis Kelamin
Pada responden penelitian
ini terdiri 2 orang laki-laki (25%) dan
6 orang perempuan (75%).jumlah
responden laki-laki pada kedua
kelompok sama banyak yairu 1 orang
(25%). Jumlah responden perempuan
pada kedua kelompok juga sama
banyaknya yaitu masing-masing 3
orang (75%).
Pada penelitian ini
menunjukan bahwa pasien stroke
yang menjadi responden di ruang
HCU stroke RSUD Dr Moewardi
jumlah responden perempuan lebih
banyak dibandingkan laki-laki. Hal
ini tidak sesuai dengan teori yang ada
bahwa stroke lebih banyak dijumpai
pada laki-laki. Beberapa penelitian
menunjukan bahwa laki-laki lebih
beresiko terserang stroke
dibandingkan wanita (Junaidi, 2011).
Namun kematian akibat stroke lebih
bnayak dijumpai pada wanita
dibanding laki-laki karena umumnya
wanita terserang stroke pada usia
yang lebih tua. Penyebabnya masih
belum jelas apakah pengaruh penuaan
12
(degeneratif) karena pengaruh
hormone pasca menopouse.
Menurut penelitian dari
Women‟s Health bahwa
mengungkapkan pemakaian hormone
estrogen dan progesterone pada
wanita pasca menopouse
meningkatkan resiko terjadi stroke
iskemik sebesar 44% tetapi tidak
berpengaruh terhadap stroke
perdarahan (Wahyu, 2009).
3. Perbedaan rerata Glasgow Coma
Scale responden sebelum dan
sesuda diberikan intervensi pada
kelompok control dan kelompok
intervensi
Berdasarkan hasil penelitian
dapat diketahui rerata Glasgow Coma
Scale sebelum pada kelompok
intervensi adalah 6,50 dan rerata
setelah adalah 10,0. Berdasarkan hasil
uji Hasil uji T sample independen
didapatkan P value 0,172, yang
artinya P value lebih dari 0,05.
Interpretasi hasil uji ini adalah tidak
ada perbedaan yang signifikan rerata
skala Glasgow Coma Scale responden
sebelum dan sesudah pada kelompok
intervensi di ruang HCU stroke di
RSUD Dr Moewardi tahun 2014.
Pada penelitian ini
responden yang dipilih adalah pasien
stroke yang mengalami penurunan
kesadaran atau nilai GCS≤8. Stroke
dibagi menjadi dua yaitu stroke
hemoragik dan stroke iskemik,
dimana pada penanganan dan
pengobatannya pun berbeda. Pada
responden kelompok kontrol yaitu 3
orang pasien terdiagnosa stoke
iskemik dan 1 orang stroke
hemoragik sedangkan kelompok
intervensi 3 pasien stroke hemoragik
dan 1 stroke iskemik.
Pada umumnya seorang
penderita stroke sumbatan akan
dirawat kurang lebih 7-10 hari. Pasien
dengan stroke hemoragik biasanya
dirawat lebih lama, yaitu antara 14-21
hari. Hal ini tentu saja sangat
13
tergantung pada perubahan kondisi
pasien. Perbedaan pasien berbeda
juga dalam penanganan,
penatalaksanaan stroke iskemik
adalah membatasi daerah infrak
dengan meningkatkan perfusi
jaringan ke otak dengan pengobatan
sebagai berikut obat antitrombolitik,
obat antikoagulan, antagonis
glutamad, obat yang berfungsi
mencegah kerusakan membran sel
serta tambahan lain sesuai dengan
penyakit yang menjadi penyebab
seperti anti hipertensi untuk penderita
hipertensi. Sedangkan pada stroke
perdarahan penatalaksanaan dengan
terapi konserpatif yaitu terapi obat
dan bedah tindakan konservatif
seperti : melakukan perawatan
intensif, mempertahankan fungsi
vital, memberikan obat sedative dan
penghilang nyeri, bedrest, terapi
udema otak, terapi antihipertensi, dan
antifibrinolisis (Mahendra dan Evi,
2005; Effendi dan Makhfudli, 2009).
Menurut Cahyono (2008)
pada stroke iskemik, harapan untuk
hidup lebih kurang sekitar 80%,
sedangkan pada stroke perdarahan
harapan hidup sekitar 50%. Masa
kritis dalam perawatan stroke adalah
hari-hari pertama. Pada umumnya
masa kritis adalah 48-72 jam setelah
serangan stroke. Perburukan kondisi
klinis dijumpai pada 26-43% pasien
stroke iskemik dan 33-51% pasien
stroke perdarahan. Faktor resiko yang
berhubungan adalah usia, menderita
diabetes, menderita jantung coroner,
tekanan darah yang sangat tinggi
serta komplikasi lainya. Proses
penulihan ini dapat berbeda-beda
pada setiap penderita (Pinzon dan
Laksmi, 2011).
Berdasarkan hasil uji T
sample independen tidak ada
pengaruh signifikan terapi musik
terhadap peningkatan Glasgow Coma
Scale pada pasien stroke tetapi
berdasarkan observasi peneliti selama
14
proses penelitian pada saat
memberikan terapi musik pada pasien
terdapat respon-respon fisik dan
psikososial menunjuk perubahan
yang positif pada kelompok
perlakuan karena selama sesi terapi
dilakukan terdapat respon berupa
membuka mata, berbicara kacau,
tangan dan kaki bergerak,
mengeluarkan air mata serta
mengerang.
Mendengarkan musik yang
menyenangkan tapi tidak terkait
dengan tugas kognitif bahkan
mungkin sementara meningkatkan
kinerja dalam tes kemampuan spasial-
temporal, perhatian, verbal dan
kreativitas. Terapi musik dapat
menginspirasi motivasi untuk
pengobatan rehabilitasi dan
berkontribusi terhadap perbaikan
dalam fungsi kehidupan sehari-hari
dan tingkat fungsional. Bahwa
rehabilitasi bagi penderita stroke
harus dimulai sedini mungkin,
bahkan selama rawat inap mereka.
Praktik keperawatan harus
memasukkan konsep menggabungkan
musik dan gerakan untuk
meningkatkan pasien stroke keadaan
fisik dan psikologis mulai dari fase
akut (sarkamo teppo, dkk 2008; Kim
Dong Soo, 2011; Eun‐Mi Jun,Young
Hwa Roh&Mi Ja Kim, 2012)
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut : tidak ada pengaruh signifikan
terapi musik terhadap peningkatan
Glasgow Coma Scale pada pasien stroke
di RSUD Dr Moewardi.
Saran yang bisa diberikan
walaupun pada penelitian ini tidak ada
pengaruh terapi musik terhadap
peningkatan Glasgow Coma Scale pada
pasien stroke tetapi terapi musik dapat
sebagai alternatif karena efek musik
bersifat sedative memberika respon
ketenangan emosional, relaksasi, denyut
nadi dan tekana darah sistol yang sudah
15
banyak diterapkan di rumah sakit luar
negeri. Terapi musik dapat didengarkan
ketika mengalami stress karena stress
perngaruh terhadap proses ateroskerosis.
Terapi musik dapat menurunkan
kecemasan, ketenangan emosional,
relaksasi dan memberikan mood yang
positif. Hasil penelitian diharapkan dapat
menambah wawasan dan pengetahuan
peserta didik yang lebih luas tentang
terapi komplementer musik instrumental
dalam penanganan pasien stroke dengan
nilai Glasgow Coma Scale ≤ 8. Terapi
musik instrumental ini juga bisa
diintergrasikan ke dalam materi terapi
komplementer. Untuk penelitian
selanjutnya sebaiknya menggunakan
sampel yang banyak agar perbedaan
proposinya dapat terlihat lebih jelas dan
penelitian selanjutnya perlu adanya
pemilihan stroke iskemik atau stroke
hemoragik karena jika keduanya terjadi
perbedaan pengobatan dan perawatan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada semua orang yang
tidak dapat saya sebutkan namanya
masing-masing yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan, saran,
semangat, dan dorongan baik material
dan spiritual kepada saya selama proses
perkuliahan sampai akhir proses
penulisan skripsi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Asrin, Mardiyono & Saryono, 2007,
„Pemamfaatan Terapi Musik
Untuk Meningkatkan Status
Kesadaran Pasien Trauma
Kepala Berat’, Jurnal
Keperawatan Soedirman (The
Soedirman Journal of Nursing),
Volume 2, No. 2, hal 102-106.
Brunner & Suddarth, 2002,
Keperawatan Medikal Bedah,
Edisi 8, Volume 2, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Cahyono J.B Suharjo.2008. Gaya Hidup
dan Penyakit Modern.Penerbit
Kanisius.Yogyakarta
Dahlan Muhamad Sopiyudin. 2013.
Statistik Kedokteran Dan
Kesehatan : Deskriptif, Bvariat,
dan Multivariat Dilengkapi
Aplikasi Dengan Menggunakan
16
SPSS. Penerbit Salemba
Medika. Jakarta Djohan, 2011,
Terapi Musik: Teori dan
Aplikasi, Penerbit Galangpress,
Yogyakarta.
Effendi Ferry dan makhfudli.2009.
Keperawatan Kesehatan
Komunitas Teori dan Praktek
Dalam Keperawatan.salemba
medika .jakarta
Eun Min Ju,Young Hwa Roh&Mi Ja
Kim, 2012, „The effect of music‐
movement therapy on physical
and psychological states of
stroke patients’,Volume 22
Number 1-2, Hal 22-31 diakses
Junaidi, I, 2011, Stroke Waspadai
Ancamannya, Penerbit Andi,
Yogyakarta
Kim Dong Soo, Yoon Ghil Park,Jung
Hwa Choi, Sang-Hee Im, Kang
Jae Jung, Young A Cha, Chul
Oh Jung&Yeo Hoon Yoon,
2011, „Effects of Music Therapy
on Mood in Stroke Patients’
Yonsei Med J, Volume 52
Number 6, Hal 977-981
Mahendra, Brury dan Evi Rahmawati
N.H. 2005. Atasi Stroke dengan
Tanaman Obat. Penebar
Swadaya: Jakarta.
Novita Dian, 2012, “Pengaruh Terapi
Musik Terhadap Nyeri Post
Operasi Open Reduction
Internal Fixation(ORIF) di
RSUD DR.H Abdul Moeloek
Provinsi Lampung”, Tesis,
Universitas Indonesia, Jakarta
diakses 07 September 2013 <
http://lontar.ui.ac.id/opac/ui/ >
Nurdianingtyas Dwi. 2011.Pengaruh
Intervensi Musik Gamelan
Terhadap Perubahan Skala
Nyeri Pada Proses Hmodialisis
Pasien Penyakit Ginjal Kronis
Di Renal Unit Rumah Sakit Dr
Moewardi Surakarta. Skripsi.
Universitas Diponegoro.
Semarang
Nursalam.2013.Konsep dan penerapan
metodologi penelitian
keperawatan, Salemba Medika,
Jakarta
Pinzon, Rezaldy & Laksim Asanti.2010.
Pengertian, Gejala, Tindakan,
Perawatan, dan
Pencegahan.ANDI.Yogyakarta
Sarkamo Teppo, Mari Tervaniemi, Sari
Laitinen, Anita Forsblom, Seppo
Soinila, Mikko Mikkonen,Taina
Autti, Heli M. Silvennoinen,
Jaakko Erkkila, Matti Laine,
Isabelle Peretz and Marja
Hietanen, 2008, „Music listening
enhances cognitive recovery and
mood after middle cerebral
artery stroke’, Volume 131, Hal
866-876
17
Sunardi, Nelly Yardes, Pramita Iriana,
2011, „Pengaruh Perbedaan
Posisi Kepala Terhadap
Tekanan Intra Kranial Pasien
Stroke Iskemik DI RSCM
JAKARTA’, Jurnal
Madya.volume No.1
Wahyu Genis ginanjar. 2009. Stroke
Hanya Menyerang Orang Tua?.
B first .Yogyakarta