PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN...
Click here to load reader
-
Upload
trinhkhuong -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
Transcript of PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN...
1) Alumni Mahasiswa Geografi Universitas Negeri Malang
2) Dosen Geografi Universitas Negeri Malang 1
PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN
GROUP INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR
KRITIS SISWA SMA
Meylisa Indarti 1)
Hadi Soekamto 2)
Djoko Soelistijo 2)
Program Studi Pendidikan Geografi-Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Malang
ABSTRACT
This research aimed to determine the the influence of application of
group investigation learning model for critical thinking ability of
the tenth grade students of SMA Negeri 1 Tugu Trenggalek. This
research included quasi experimental using subject by two classes,
there are XE as the experimental class and XA as control class. The
research instrument is a test for pre-test and post-test. The analysis
technique used is the unpaired t test (Independent Simple Test)
which can be solved with the help of SPSS 16.0 for Windows. The
results showed that there are significant differences between critical
thinking ability students class experiments with the control classes.
The result of analysis using a t test showed that a significance of
0,00. Thus the significance value of 0,00 < 0.05, it can be
concluded that the Group Investigation learning model influence to
critical thinking ability of the tenth grade students of SMA Negeri
1 Tugu Trenggalek.
Key Words: Group Investigation Learning Models, Critical
Thinking
Seiring dengan perkembangan zaman akan selalu terjadi perubahan dalam
berbagai bidang kehidupan. Salah satu bidang yang mengalami perubahan secara
cepat dan pesat adalah pendidikan. Hal ini mengakibatkan semua pihak
membutuhkan informasi yang melimpah dan cepat dari berbagai sumber.
Informasi dari berbagai sumber yang terpilih perlu diolah dengan efektif dan
efisien. Apabila siswa terbiasa memilih dan berusaha mengolah informasi yang
telah diperoleh, maka mereka akan terlatih untuk memecahan masalah, berpikir
kritis, kreatif, sistematis, dan logis, Depdiknas (dalam Fachrurazi, 2011).
Memecahkan masalah, berpikir kritis, kreatif, sistematis, dan logis
termasuk dalam beberapa jenis keterampilan yang harus dimiliki oleh siswa untuk
menghadapi perkembangan zaman. Pernyataan ini selaras dengan pendapat
Sumarmi (2013) bahwa berpikir kritis merupakan salah satu kompetensi masa
2
depan yang harus dimiliki oleh siswa. Kemampuan berpikir kritis perlu dilatih agar
siswa lebih terbiasa untuk melakukannya.
Kemampuan berpikir kritis dapat dimulai dari penyelesaian masalah kecil
yang ada di sekitar kita, misalnya berusaha untuk menyelesaikan tugas dengan
tepat waktu dan mengerjakannya secara maksimal. Penyelesaian masalah semacam
ini dibutuhkan kemampuan berpikir kritis dari dalam diri siswa. Sesuai dengan
pendapat Fachrurazi (2011) bahwa ”berpikir kritis adalah sebuah proses sistematis
yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan
pendapat mereka sendiri”.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menjadi seseorang yang
mampu berpikir kritis. Haskins (2002) menjelaskan bahwa sifat berpandangan
terbuka merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan berpikir
kritis. Sumarmi (2013) menjelaskan bahwa untuk menjadi seorang pemikir kritis
perlu menemukan fakta dan bukti untuk mendukung argumen yang dimiliki.
Fakta-fakta yang dapat mendukung pendapat seseorang dapat diperoleh dari
berbagai sumber infomasi yang dilakukan dengan cara banyak membaca dan
bereksperimen.
Melatih kemampuan berpikir kritis dapat juga dilakukan oleh guru saat
pembelajaran berlangsung. Latihan berpikir kritis yang dilakukan oleh guru
kepada siswanya pada mata pelajaran Geografi sesuai dengan pendapat.
Sumaatmadja (2001) bahwa pembelajaran geografi dapat mengembangkan
kemampuan intelektual tiap orang atau secara khusus para siswa yang
mempelajarinya. Dengan demikian, Geografi memiliki peran untuk melatih siswa
dalam berpikir dan mengembangkan keterampilannya.
Keberhasilan dari sebuah tujuan pembelajaran yakni melatih kemampuan
berpikir kritis siswa dapat diukur dari beberapa indikator. Indikator-indikator
tersebut masing-masing memiliki kriteria untuk mengukurnya. Beberapa indikator
yang digunakan, yaitu merumuskan masalah, mengidentifikasi informasi,
memecahkan masalah, memberikan solusi dari masalah, dan membuat kesimpulan.
Skor untuk setiap indikator diwujudkan dengan menggunakan rentang nilai 1-4.
Kemampuan berpikir kritis dapat diketahui dari beberapa aspek. Dari
beberapa aspek tersebut dibagi ke dalam beberapa indikator kemampuan berpikir
3
kritis. Indikator berpikir kritis yang digunakan untuk penelitian dan sesuai dengan
model pembelajaran Group Investigation sebagai berikut.
Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
Sumber: Modifikasi dari Ennis (dalam Agustina, 2012:20)
Keberhasilan pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa dapat
dipengaruhi oleh pemilihan model pembelajaran yang digunakan. Model
pembelajaran yang dipilih harus disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai,
dalam hal ini berpikir kritis. Salah satu model pembelajaran alternatif yang dapat
membidik kemampuan berpikir kritis dan melatih kerjasama siswa dalam kerja
kelompok adalah Group Investigation (Fachrurazi, 2011).
Keunggulan lain yang dapat diperoleh dari adanya diskusi pada model
pembelajaran Group Investigation adalah mengajak siswa untuk mengenal
lingkungan sekitarnya. Keterkaitan pembelajaran dengan lingkungan tersebut
merupakan wujud dari interaksi langsung dengan sumber belajar. Sumber belajar
terbagi menjadi dua macam, yaitu sumber yang sengaja dibuat dan dipergunakan
untuk membantu pembelajaran dan sumber lainnya yang digunakan tanpa
rancangan karena telah ada di sekeliling kita (Muhtadi, 2006). Sumber belajar
yang sengaja dibuat, misalnya modul, slide, audio sedangkan yang telah ada di
sekeliling kita, misalnya pasar ataupun sungai. Di dalam pelaksanaannya model
pembelajaran Group Investigation memanfaatakan kedua sumber belajar tersebut,
(Sumarmi, 2012).
Urutan pelaksanaan model perlu diperhatikan dalam pembelajaran. Hal
ini dilakukan agar manfaat kegiatan pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan
No Kemampuan Berpikir
Kritis
Indikator
1. Merumuskan masalah Merumuskan permasalahan dan
memberi arah untuk memperoleh
jawaban
2. Memberikan argumen Memberikan argumen disertai saran
3. Melakukan deduksi Memberikan penjelasan dimulai dari hal
umum ke khusus
4. Melakukan induksi Membuat simpulan terkait masalah
5. Melakukan evaluasi Melakukan evaluasi berdasarkan fakta
6. Memutuskan dan
melaksanakan
Menentukan solusi alternatif dari
masalah untuk dapat direncanakan dan
dilaksanakan
4
yang diharapkan. Slavin (2005) menjelaskan bahwa langkah-langkah model
pembelajaran Group Investigation dapat dilakukan dengan mengidentifikasi topik
dan mengatur murid ke dalam kelompok, melaksanakan investigasi, menyiapkan
laporan akhir, presentasi, serta evaluasi.
Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran Group Investigation
diarahkan untuk mencapai kemampuan berpikir kritis. Seseorang dikatakan
mampu berpikir kritis jika dapat merumuskan masalah dan memberikan alternatif
pemecahan masalah. Model pembelajaran Group Investigation yang disampaikan
pada mata pelajaran Geografi dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut.
Hal ini sesuai dengan tujuan mempelajari Geografi yakni dapat memecahkan
masalah-masalah lingkungan, Sumaatmaja (1988). Pendapat tersebut didukung
oleh hasil penelitian Tejeda (2002), Dumas (2003), Konberg dan Gifin (2000),
(dalam Arnyana, 2006) bahwa ”salah satu model pembelajaran yang dapat melatih
siswa untuk berpikir kritis adalah Group Investigation”.
Kemampuan berpikir kritis siswa juga dapat dilatih dengan menggunakan
sebuah strategi pembelajaran. Oleh sebab itu, dibutuhkan strategi untuk
mengajarkan kemampuan berpikir kritis. Bonie dan Potts (dalam Amri, 2012)
menjelaskan bahwa ”ada tiga buah strategi untuk mengajarkan kemampuan
berpikir kritis, yaitu: building categories (membuat klasifikasi), finding problem
(menemukan masalah), dan enhanching the environment (mengkondusifkan
lingkungan)”. Ketiga langkah dalam strategi yang dapat dilakukan tersebut hampir
sama dengan langkah-langkah dalam pelaksaanaan model pembelajaran Group
Investigation. Dengan demikian, Group Investigation dapat digunakan sebagai
salah satu alternatif model pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan
berpikir kritis siswa.
Model pembelajaran Group Investigation dapat diterapkan pada berbagai
jenis materi, baik yang bersifat fisik ataupun sosial. Hal ini terbukti dari beberapa
penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya bahwa model pembelajaran Group
Investigation telah dilakukan pada mata pelajaran Fisika. Dari penelitian tersebut
model pembelajaran Group Investigation dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa pada mata pelajaran Fisika di SMA Negeri Ngoro Jombang,
Sayidatutakhiyati (2010).
5
Pada bidang sosial, model pembelajaran Group Investigation pernah
diujicobakan dalam mata pelajaran Sejarah. Penelitian yang bertujuan untuk
meningkatkan ketrampilan berfikir kritis tersebut dilakukan pada siswa kelas
VIII.2 SMP Negeri 6 Malang . Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, Devi (2008) menjelaskan bahwa penerapan model Group
Investigation dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis kelas VIII.2 SMP
Negeri 6 Malang tahun ajaran 2007/2008.
Penelitian yang menggunakan model pembelajaran Group Investigation
sudah banyak dilakukan pada mata pelajaran Geografi. Beberapa materi yang
disampaikan dengan menggunakan model pembelajaran Group Investigation ini
masuk dalam kompetensi dasar menganalisis. Beberapa materi dalam Geografi
yang pernah disampaikan dengan menggunakan model pembelajaran Group
Investigation yaitu materi Sumber Daya Alam. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut dijelaskan bahwa penerapan model pembelajaran Group Investigation
(GI) berpengaruh terhadap hasil belajar Geografi siswa kelas XI khususnya pada
materi Sumber Daya Alam (Almarumi, 2011).
Materi dalam mata pelajaran Geografi lainnya adalah lingkungan hidup
(Kurniawan, 2012) dan menunjukkan hasil bahwa keaktifan belajar siswa
mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Penelitian lain dilakukan oleh
Prastiwi (2011) pada materi lithosfer dan pedosfer. Berdasarkan penelitian tersebut
menunjukkan bahwa aktivitas dan hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari
siklus I ke siklus II.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi experiment)
yang tergolong penelitian kuantitatif. Rancangan penelitian yang dikembangkan
adalah Pretest-postest Control Group Design dengan subyek penelitan terdiri dari
kelas kontrol dan kelas eksperimen. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa
kelas X di SMA Negeri 1 Tugu Kabupaten Trenggalek semester genap tahun
pelajaran 2012-2013 yang terdiri dari 5 kelas.
Berdasarkan subjek penelitian yang ada dipilih dua kelas yang kemampuan
akademisnya homogen berdasarkan nilai rata-rata UTS Geografi materi pedosfer
6
yang relatif sama yaitu kelas XA dan XE. Penentuan kelas ekperimen dan kelas
kontrol dilakukan secara acak. Kelas XE sebagai kelas eksperimen dan kelas XA
sebagai kelas kontrol.
Sebelum masing-masing kelas diberi perlakuan yang berbeda, dilaksanakan
pre-test dengan soal subjektif 5 nomer dan berupa 8 butir soal. Soal yang diberikan
telah diujicobakan pada kelas yang tidak digunakan dalam penelitian. Uji coba
dilakukan di kelas XA SMA Islam Lumajang. Uji coba instrumen dalam penelitian
ini meliputi analisis tingkat kesukaran, daya beda, validitas, dan reliabilitas.
Kegiatan inti dari sebuah penelitian eksperimen adalah memberikan
perlakuan yang berbeda pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas
eksperimen mendapat perlakukan berupa model pembelajaran Group
Investigation. Perlakuan di kelas kontrol berupa metode pembelajaran ceramah
dan tanya jawab. Kegiatan berikutnya, melakukan post-test dengan jumlah dan
jenis soal sama pada masing-masing kelas baik kelas eksperimen maupun kelas
kontrol. Skor pre-test dan post-test dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut.
(Purwanto, 2010:16)
Keterangan:
n : nilai akhir
∑B : jumlah benar (skor yang dapat dicapai siswa)
Smi :Skor maksimal ideal (32)
n maks :nilai maksimal yang digunakan (100)
Skor yang diperoleh berdasarkan persamaan di atas kemudian disajikan di
dalam distribusi frekuensi sesuai dengan kualifikasi rentangan nilai untuk
mengetahui tingkat kemampuan berpikir kritis. Kualifikasi rentangan nilai dapat
dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Kriteria Kemampuan Berpikir Kritis
Kualifikasi Nilai Keterangan
81, 25< x 100 Sangat kritis
62,50 < x 81,25 Kritis
43,75 < x 62, 5 Cukup Kritis
25 < x 43,75 Kurang Kritis
Sumber: Purwanto, dkk (2012: 4)
7
Setelah penskoran selesai dilaksanakan, tahap selanjutnya mengolah data
dengan menggunakan uji hipotesis. Uji hipotesis dalam penelitian ini
menggunakan uji t dua sampel tidak berpasangan (Independent sampel t test)
dengan taraf signifikansi 0,05. Nilai yang digunakan untuk uji hipotesis adalah
gain score dari masing-masing kelas kontrol dan eksperimen. Pengujian hipotesis
dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS for Windows.
HASIL
Hasil penelitian meliputi data kemampuan awal siswa yang diperoleh dari
skor pre-test kelas eksperimen dan kontrol sebelum diberi perlakuan. Kemampuan
berpikir kritis siswa diperoleh dari skor post-test kelas eksperimen dan kontrol
setelah diberi perlakuan. Berdasarkan data yang telah diperoleh, maka disusun
distribusi frekuensi sebagai berikut.
a. Data Kemampuan Awal Kelas Eksperimen
Berdasarkan data yang telah diperoleh dari skor hasil pre test, maka
disusun distribusi frekuensi kemampuan awal kelas eksperimen yang dapat dilihat
pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kemampuan Awal (Pretest) Kelas Eksperimen
Klasifikasi Nilai Kualifikasi Frekuensi Persentase (%)
81, 25< x 100 Sangat kritis 0 0
62,50 < x 81,25 Kritis 3 11, 53
43,75 < x 62, 5 Cukup Kritis 17 65, 38
25 < x 43,75 Kurang Kritis 6 23, 07
Jumlah 26 100
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis
siswa pada kelas eksperimen hampir separuh siswa (65, 38%) masuk dalam
kategori cukup kritis, sebagian kecil kritis (11, 53%), dan sisanya (23,07%) kurang
kritis.
b. Data Kemampuan Awal Kelas Kontrol
Berdasarkan data yang telah diperoleh dari skor hasil pre test, maka
distribusi frekuensi kemampuan awal kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.2.
8
Table 4.2 Distribusi Frekuensi Kemampuan Awal (Pretest) Kelas Kontrol
Klasifikasi Nilai Kualifikasi Frekuensi Persentase (%)
81, 25< x 100 Sangat kritis 0 0
62,50 < x 81,25 Kritis 0 0
43,75 < x 62, 5 Cukup Kritis 19 76
25 < x 43,75 Kurang Kritis 6 24
Jumlah 25 100
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis
siswa pada kelas eksperimen hampir separuh siswa (76%) cukup kritis dan sisanya
(24%) kurang kritis.
1. Data Kemampuan Akhir Siswa
a. Data Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas Eksperimen Setelah Perlakuan
Berdasarkan data yang telah diperoleh dari kegitan post test, maka
disusun distribusi frekuensi kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen. Adapun
distribusi frekuensi kemampuan akhir siswa dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kemampuan Akhir (post test) Kelas Eksperimen
Klasifikasi Nilai Kualifikasi Frekuensi Persentase (%)
81, 25< x 100 Sangat kritis 3 11, 54
62,50 < x 81,25 Kritis 14 53, 85
43,75 < x 62, 5 Cukup Kritis 9 34, 61
25 < x 43,75 Kurang Kritis 0 0
Jumlah 26 100
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis
siswa pada kelas eksperimen hampir separuh siswa (34,61%) dikategorikan cukup
kritis, lebih dari separuh siswa (53,85%) kritis, dan sisanya (11, 54%) sangat kritis.
a. Data Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas Kontrol Setelah Perlakuan
Berdasarkan data yang telah diperoleh dari kegiatan post test, maka
disusun distribusi frekuensi data hasil belajar kelas eksperimen yang dapat dilihat
pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kemampuan Akhir (post test) Kelas Kontrol
Klasifikasi Nilai Kualifikasi Frekuensi Persentase (%)
81, 25< x 100 Sangat kritis 0 0
62,50 < x 81,25 Kritis 5 20
43,75 < x 62, 5 Cukup Kritis 18 72
25 < x 43,75 Kurang Kritis 2 8
Jumlah 25 100
9
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis
siswa pada kelas eksperimen hampir separuh siswa (72%) cukup kritis, sebagian
kecil kurang kritis (8 %), dan sisanya (20%) kritis.
2. Data (Gain Score) Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Data kemampuan berpikir kritis siswa diperoleh dari selisih skor siswa
yaitu skor kemampuan akhir (postest) dikurangi skor kemampuan awal (pretest).
Analisis statistik deskriptif data kemampuan berpikir kritis siswa (gain score)
dapat dilihat pada tabel 4.3
Tabel 4.5 Analisis Statistik Deskriptif Data Kemampuan Berpikir Kritis (Gain Score)
N Minimum Maximum Mean
Std.
Deviation Variance
KelasEksperimen 26 -3.00 32.00 17.1538 10.07052 101.415
KelasKontrol 25 -6.00 22.00 7.6000 7.41620 55.000
Valid N
(listwise) 25
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata dari gain
score kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol.
Nilai maksimum dari kelas eksperimen juga lebih tinggi dari kelas kontrol. Kelas
eksperimen memiliki kemampuan berpikir kritis lebih tinggi dari kelas kontrol.
Skor yang diperoleh dari pre test, post test, dan gain score dianalisis
menggunakan uji hipotesis dengan bantuan SPSS 16.00 for Windows. Uji hipotesis
dalam penelitian ini menggunakan uji t dua sampel tidak berpasangan
(independent samples t-test). Hasil output uji t tidak berpasangan gain score dari
kemampuan berpikir kritis siswa pada lampiran diperoleh nilai P-value sebesar
0,00. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh tersebut jelas bahwa P-value < 0,05,
berarti ada perbedaan kemampuan berpikir kritis antara kelas eksperimen dan
kelas kontrol. Skor gain score rata-rata kelas kontrol sebesar 17,15 sedangkan
kelas kontrol 7,6. Nilai rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas
kontrol. Apabila nilai rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas
kontrol, maka H1 diterima sebagai hasil penelitian.
10
PEMBAHASAN
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model
Group Investigation berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.
Pengaruh tersebut diduga disebabkan oleh: pertama, siswa kelas eksperimen lebih
aktif daripada kelas kontrol. Keaktifan ini ditunjukkan dari kemampuan siswa di
kelas ekperimen untuk berpendapat. Berani untuk menyampaikan pendapat
merupakan salah satu ciri-ciri dari kemampuan berpikir kritis (Suprijono, 2011: 13).
Penyebab kedua, diduga disebabkan oleh kemampuan siswa untuk
menentukan topik masalah. Topik masalah diperoleh siswa dari bantuan gambar-
gambar yang ditunjukkan oleh guru. Gambar yang ditunjukan pada materi
atmosfer dan dampaknya terhadap kehidupan di muka bumi, yaitu lalu lalang
kendaraan dan aktivitas pabrik yang menghasilkan asap-asap sisa pembakaran,
lapisan atmosfer (troposfer, stratosfer, mesosfer, termosfer, dan eksosfer), aktivitas
masyarakat yang tidak memanfaatkan kendaraan bermotor, dan sebuah ruang yang
ditumbuhi pepohonan sehingga tampak asri.
Berdasarkan gambar yang telah ditunjukkan, beberapa siswa berusaha
menyampaikan beberapa topik masalah. Setelah menyampaikan topik masalah
siswa juga mencari rumusan masalah dari topik tersebut. Kemampuan
merumuskan masalah dan mencari alterntif jawaban merupakan salah satu
indikator berpikir kitis, Ennis (dalam Agustina, 2012: 20).
Dari kedua puluh lima jumlah siswa di kelas eksperimen hampir
keseluruhan antusias untuk berpendapat. Setelah penyampaian gagasan untuk
menentukan topik masalah dirasa telah mencukupi, akhirnya terpilih tiga topik
masalah materi atmosfer untuk didiskusikan, yaitu: polusi udara, pemanasan global,
dan pasang surut air laut. Setelah melalui beberapa pertimbangan, topik masalah
tentang polusi udara dan pemanasan global tetap akan didiskusikan, sedangkan
pasang surut air laut diganti menjadi El Nina dan El Nino.
Penyebab ketiga adalah kegiatan diskusi yang dilaksanakan di kelas
eksperimen. Kegiatan diskusi di kelas eksperimen yang menggunakan
pembelajaran Group Investigation melatih siswa untuk cakap berbicara dan
mengutarakan pendapatnya. Kegiatan diskusi di kelas eksperimen dapat
melibatkan setiap siswa untuk berkomunikasi dan berpendapat serta bertanggung
11
jawab pada semua hal yang telah diucapkannya karena disertai bukti relevan
(Suprijono, 2011: 13).
Berbeda dengan pembelajaran pada kelas kontrol yang terbiasa dengan
metode ceramah dan tanya jawab. Saat siswa diajak untuk berdiskusi, mereka
kurang terlatih untuk berpikir mandiri dan berpendapat. Siswa di kelas kontrol
masih cenderung kurang dalam menggali kemampuan berpikirnya. Kemudian,
siswa juga kurang memiliki inisiatif untuk melakukan penyelesaikan terhadap
suatu permasalahan dan kurang mampu mengembangkan kemampuan berpikirnya.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Sriartha (2006: 3) bahwa
pembelajaran yang berpusat pada guru kurang mampu mengembangkan
kemampuan berpikir siswa. Selaras pula dengan pendapat Thobroni (2011:86)
bahwa murid yang mendengarkan dengan tertib penjelasan guru kurang mampu
menyelesaikan masalah yang muncul secara temporer.
Adanya perbedaan pemanfaatan model Group Investigation dalam
pembelajaran akan berpengaruh pada kemampuan berpikir kritis siswa.
Kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas
kontrol karena tidak menggunakan model Group Investigation dalam
pembelajaran. Di kelas kontrol guru jarang memberikan kesempatan pada siswa
untuk secara mandiri melakukan investigasi terhadap materi yang dipelajari.
Dengan demikian siswa tidak terbiasa bekerja sama memecahkan masalah atau
membangun sendiri pengetahuan dan pemahamannya, sehingga siswa tidak
terbiasa untuk menampilkan kemampuan berpikir kritisnya.
SIMPULAN
Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan
bahwa penggunaan model pembelajaran Group Investigation berpengaruh
terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas X di SMA Negeri 1 Tugu
Trenggalek. Rata-rata hasil belajar kelas yang menggunakan model pembelajaran
Group Investigation lebih tinggi daripada kelas yang tidak menggunakan
pembelajaran model Group Investigation.
12
SARAN
Sesuai dengan kesimpulan tersebut, maka dapat diajukan beberapa saran.
Guru hendaknya menggunakan Group Investigation sebagai alternatif model
pembelajaran untuk melatih kemampuan berpikir kritis siswa. Kepala sekolah
hendaknya berperan sebagai inisiator agar guru menggunakan model pembelajaran
Group Investigation pada pembelajaran terutama pada materi dengan kompetensi
dasar analisis dan yang menuntut siswa berpikir kritis. Hendaknya peneliti lanjut
mengujicobakan model pembelajaran Group Investigation pada materi yang sama
di sekolah lain yang kemampuan awal mereka lebih rendah.
DAFTAR RUJUKAN
Agustina, Sri. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah
terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Mahasiswa Universitas
Kanjuruhan Malang Pada Matakuliah Hidrologi. Tesis tidak diterbitkan.
Malang: Universitas Negeri Malang.
Almarumi, F. A. 2011. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Group Investigation terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas XI SMA
Laboraturium Universitas Negeri Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Amri, S., Ahmadi, I. K. 2012. Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif dalam
Kelas. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Arnyana, I. B. P. 2006. Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Inovatif Pada
Pelajaran Biologi Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMA.
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/39306496515.pdf, (online). diakses
tanggal 3 Desember 2013.
Devi, N. 2008. Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Model Group
Investigation (GI) Untuk Peningkatan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa
Terhadap Pelajaran Sejarah di SMP 06 Malang Kelas VIII.2. http://karya-
ilmiah.um.ac.id/index.php/sejarah/article/view/798, (online). diakses tanggal
20 Juni 2013.
Fachrurazi. 2011. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah
Dasar. (online), (http://jurnal.upi.edu/file/8-Fachrurazi.pdf), diakses 5
Desember 2012.
Haskins, G. R. 2002. Sebuah Panduan Praktis Untuk Berpikir Kritis
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://skepdi
c.com/essays/Haskins.html (online). diakses tanggal 16 Desember 2012.
Kurniawan, D. 2012. Penerapan Model Pembelajaran group Investigation Berbasis
Lapangan untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar Kelas XI IPS 2 SMAN 2
Kota Blitar. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Muhtadi, Ali. 2006. Manajemen Sumber Belajar.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/MANAJEMEN%20SUMBER%20BE
LAJAR.pdf, (online). diakses tanggal 20 Juni 2013.
13
Prasitiwi, R. B. 2011. Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa dengan
Penerapan Model Pembelajaran Group Investigation Kelas XE SMA Islam
Malang Pada Mata Pelajaran Geografi Pokok Bahasan Lithosfer dan
Pedosfer. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Purwanto, E. 2005. Evaluasi Proses dan Hasil dalam Pembelajaran Aplikasi dalam
Bidang Studi Geografi. Malang: UM Press.
Riadi, Muchlisin. 2012. Model Pembelajaran Group Investigation.
http://www.kajianpustaka.com/2012/10/model-pembelajaran-group-
investigation.html#ixzz2JbABhTzp, (online). dsiakses tanggal 1 Februari
2013.
Sayidatutakhiyati. 2010. Metode Pembelajaran Kooperatif Model Group
Investigation untuk Meningkatkan Kemampuan /berpikir Kritis Siswa Kelas
X-4 SMA Negeri Ngoro Jombang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Slavin, R. E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa
Media.
Sumaatmadja, N. 1988. Metodologi Pembelajaran Geografi. Jakarta: Bumi Aksara.
Sumaatmadja, N. 2001. Metodologi Pembelajaran Geografi. Jakarta: Bumi Aksara.
Sumarmi. 2012. Model-Model Pembelajaran Geografi. Malang: Aditya Media
Publishing.
Sumarmi. 2013. Pembelajaran Geografi yang Berkarakter Sesuai Kurikulum 2013.
Makalah disajikan dalam Seminar Nasional HMJ Geografi (Volcano) 2013
Universitas Negeri Malang, Malang, 8 Juni 2013.
Suprijono, A. 2011. Cooperative Learning Teoro dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Yuliana, dkk. 2011. Strategi Pembelajaran untuk Meningkatkan Pemahaman dan
Keterampilan Berpikir Kritis (Critical Thinking) pada Perkuliahan
Manajemen Pendidikan melalui Implementasi Pembelajaran Group
Investigation (GI) bagi Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta menuju
World Class Univesrsity, http://staff.uny.ac.id/sites.pdf, (online). diakses
tanggal 1 Juli 2013.