Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

60
SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR TAK HOMOGEN DENGAN METODE KOEFISIEN TAK TENTU HALAMAN JUDUL SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika OLEH RUTH DIAN FITRIO NIM. 0100540040 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS CENDERAWASIH JAYAPURA 2014

description

skripsi ini insyaAllah sudah lengkap kalau masih ada kesalahan atau kekurangan, mohon dimaafkan.

Transcript of Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

Page 1: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR

TAK HOMOGEN DENGAN METODE KOEFISIEN

TAK TENTU

HALAMAN JUDUL

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika

OLEH

RUTH DIAN FITRIO

NIM. 0100540040

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

JAYAPURA

2014

Page 2: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

ABSTRAK

Fitrio, Ruth Dian. 2014. Solusi Sistem Persamaan Diferensial Linear Tak

Homogen dengan Metode Koefisien Tak Tentu. Skripsi Jurusan Matematika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Cenderawasih.

Skripsi ini membahas solusi dari sistem persamaan diferensial linear tak homogen

dengan dua persamaan yang terdiri dua fungsi tak diketahui dan tiga persamaan

yang terdiri dari tiga fungsi tak diketahui, khususnya yang berorde satu dan

memiliki koefisien konstan menggunakan metode koefisien tak tentu. Langkah-

langkah yang diperlukan untuk menentukan solusi sistem persamaan diferensial

dengan metode koefisien tak tentu dimulai dengan menuliskan sistem persamaan

diferensial dalam bentuk matriks 𝒚′ = 𝐴𝒚 + 𝑭(𝒙) dengan 𝐴 merupakan matriks

koefisien berordo 𝑛 × 𝑛 dan 𝑭(𝒙) merupakan matriks fungsi tak homogen dari

sistem tersebut. Langkah selanjutnya yaitu mencari determinan dari matriks

koefisien 𝐴, jika det(𝐴) ≠ 0, maka perhitungan dapat dilanjutkan yaitu mencari

solusi homogen (𝒚ℎ) dari sistem homogen 𝒚′ = 𝐴𝒚 dengan cara mencari nilai eigen

dan vektor eigen dari matriks 𝐴 sehingga diperoleh solusi homogen dari sistem

persamaan diferensial, yaitu 𝒚ℎ = 𝑐1𝐯1𝑒𝜆1𝑥 + 𝑐2𝐯2𝑒

𝜆2𝑥 + ⋯+ 𝑐𝑛𝐯n𝑒𝜆𝑛𝑥 dengan

𝜆1, 𝜆2, … , 𝜆𝑛 merupakan nilai eigen dan 𝐯1, 𝐯2, … , 𝐯𝑛 merupakan vektor eigen dari

matriks 𝐴. Langkah selanjutnya yaitu mencari solusi khusus (𝒚𝑝) dari fungsi tak

homogen 𝑭(𝒙). Langkah-langkahnya yaitu, melihat bentuk fungsi yang mirip

dengan fungsi tak homogen 𝑭(𝒙) dari bentuk-bentuk fungsi yang tersedia.

Kemudian lihat kesamaan 𝑭(𝒙) dengan solusi homogen (𝒚ℎ), setelah itu memilih

pemisalan 𝒚𝑝 yaitu bentuk fungsi yang mirip dengan bentuk 𝑭(𝒙) dengan

mengikuti aturan yang ada. Selanjutnya, substitusikan 𝒚𝑝 ke sistem 𝒚′ = 𝐴𝒚 +

𝑭(𝒙) untuk mencari nilai dari koefisien-koefisien pada 𝒚𝑝. Setelah 𝒚ℎ dan 𝒚𝑝

diperoleh, maka dapat ditentukan solusi umum dari sistem persamaan diferensial

linear tak homogen yaitu 𝒚 = 𝒚ℎ + 𝒚𝑝.

Kata kunci: Sistem Persamaan Diferensial, Metode Koefisien Tak Tentu

Page 3: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul : SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR

TAK HOMOGEN DENGAN METODE KOEFISIEN TAK TENTU oleh Ruth

Dian Fitrio telah diperiksa dan disetujui untuk di uji.

Jayapura, 3 Juli 2014

Pembimbing I Pembimbing II

Supiyanto, S.Si., M.Kom

NIP. 19760906 200212 1 003

Westy B. Kawuwung, S.Si., M.Sc

NIP. 19681111 199703 2 001

Page 4: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi dengan judul: SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR

TAK HOMOGEN DENGAN METODE KOEFISIEN TAK TENTU oleh Ruth

Dian Fitrio telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada hari Kamis tanggal 3

Juli 2014.

Dewan Penguji:

Nama Jabatan Tanda Tangan

1. Supiyanto, S.Si., M.Kom. (Ketua) (......................)

NIP. 19760906 200212 1 003

2. Westy B. Kawuwung, S.Si., M.Sc. (Sekretaris) (......................)

NIP. 19681111 199703 2 001

3. Alvian M. Sroyer, S.Si., M.Si. (Anggota) (......................)

NIP. 19810829 200501 1 001

4. Titik Suparwati, S.Si., M.Si. (Anggota) (......................)

NIP. 19750226 200112 2 001

5. Tiku Tandiangnga, S.Si., M.Sc. (Anggota) (......................)

NIP. 19810415 200604 2 003

Mengetahui:

Mengesahkan

Dekan Fakultas MIPA

Drs. Daniel Napitupulu, M.Si.

NIP. 19610517 199203 1 001

Ketua Jurusan,

Alvian M. Sroyer, S.Si., M.Si.

NIP. 19810829 200501 1 001

Ketua Program Studi,

Tiku Tandiangnga, S.Si., M.Sc.

NIP. 19810415 200604 2 003

Page 5: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

ii

PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI

Skripsi S1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Cenderawasih yang tidak dipublikasikan, terdaftar dan tersedia di Perpustakaan

Universitas Cenderawasih dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak

cipta ada pada penulis.

Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau

peringkasan hanya dapat dilakukan seizin penulis, dan harus disertai dengan

kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.

Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh skripsi haruslah seizin

Rektor Universitas Cenderawasih.

Perpustakaan yang meminjam skripsi ini untuk keperluan anggotanya harus

mengisi nama dan tandatangan peminjam dan tanggal pinjam.

Page 6: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

iii

UCAPAN TERIMAKASIH

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan tugas akhir dalam

bentuk skripsi.

Skripsi ini berjudul “Solusi Sistem Persamaan Diferensial Linear Tak

Homogen dengan Metode Koefisien Tak Tentu”. Adapun maksud dan tujuan

pembuatan skrispi ini adalah untuk diajukan sebagai salah satu syarat dalam

menyelesaikan studi Strata Satu (S1) dan memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) di

Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Cenderawasih.

Dalam menyelesaikan skripsi ini dan selama menempuh studi, penulis banyak

mengalami hambatan dan tantangan, namun Allah SWT selalu membuka jalan

dengan menghadirkan orang-orang yang baik dan selalu membantu penulis baik

berupa dukungan moril maupun materiil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Karel Sesa, M.Si selaku Rektor Universitas Cenderwasih yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjalani studi di Universtas

Cenderawasih serta menyediakan sarana dan prasarana selama pendidikan.

2. Drs. Daniel Napitupulu, M.Si selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Cenderawasih, atas kesempatan yang diberikan

untuk menjalani studi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

3. Alvian M. Sroyer, S.Si, M.Si., selaku Ketua Jurusan Matematika Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Cenderawasih.

4. Tiku Tandiangnga, S.Si., M.Sc, selaku Ketua Program Studi Matematika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Cenderawasih.

5. Supiyanto, S.Si., M.Kom, selaku dosen Pembimbing I yang telah memberikan

arahan, nasehat dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga penulisan

skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Page 7: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

iv

6. Westy B. Kawuwung, S.Si., M.Sc, selaku Pembimbing II yang selalu

membimbing penulis dengan penuh kesabaran serta memberikan saran demi

kesempurnaan skripsi ini.

7. Bapak dan ibu-ibu dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik untuk

penyempurnaan skripsi ini.

8. Segenap Dosen dan Staf FMIPA Uncen, khususnya Dosen Jurusan Matematika.

9. Mas Anum, kakak-kakak angkatan 2008 dan 2009, adik-adik angkatan 2011

dan 2012, serta seluruh teman penulis yang tidak bisa penulis sebutkan satu per

satu yang telah membantu penulis selama studi serta penulisan skripsi ini

hingga pada ujian sidang.

10. Sahabat-sahabat senasib seperjuangan penulis terutama Eka, Wellem, Radian,

Ricky, Ilham, Kak Itha, Kak Gusti, Darwin, Asghar, Chaninda, Dewi,

Charoline, Indriyani, Octovina, Lisa, Theresia, Eko, Firdaus, Nuna, Yuyun,

Vengki, Yoke, Lin, Joe, Ria, Narty, Yenny, dan Tina yang saling mendukung

dan memberi motivasi kepada sesama.

11. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Almarhum Sueb dan Ibunda Nina Maria,

yang tak pernah lelah senantiasa membesarkan, mendidik dan memberikan

dukungan motivasi serta doa demi kebaikan dan keberhasilan anak-anaknya.

Hanya doa dan harapan yang dapat penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT.

Semoga semua pihak yang telah membantu penulis selama studi hingga penulisan

skripsi ini diberikan rahmat dan karunia-Nya. Amin Ya Rabbal Alamin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jayapura, Juni 2014

Penulis

Page 8: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

ABSTRAK

LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN

PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ................................................................ ii

UCAPAN TERIMAKASIH ................................................................................... iii

DAFTAR ISI ........................................................................................................... v

DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG....................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 2

1.3 Batasan Masalah ............................................................................... 2

1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................. 2

1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 3

1.6 Metode Penelitian ............................................................................. 3

1.7 Sistematika Penulisan ....................................................................... 3

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Fungsi ............................................................................................... 4

2.2 Turunan............................................................................................. 5

2.3 Matriks .............................................................................................. 7

2.4 Sistem Persamaan Linear ............................................................... 14

2.5 Operasi Baris Elementer ................................................................. 15

2.6 Determinan ..................................................................................... 17

2.7 Invers Matriks ................................................................................. 18

2.8 Ruang Vektor.................................................................................. 21

2.9 Nilai Eigen dan Vektor Eigen ......................................................... 22

2.10 Persamaan Diferensial .................................................................... 25

Page 9: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

vi

2.11 Metode Koefisien Tak Tentu .......................................................... 27

BAB III SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR TAK

HOMOGEN DENGAN METODE KOEFISIEN TAK TENTU

3.1 Sistem Persamaan Diferensial (SPD) Linear Orde Satu................. 30

3.2 Solusi SPD Linear Tak Homogen dengan Metode Koefisien Tak

Tentu ............................................................................................... 31

3.3 Studi Kasus Solusi SPD Linear Tak Homogen dengan Metode

Koefisien Tak Tentu ....................................................................... 32

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan ..................................................................................... 47

4.2 Saran ............................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 49

Page 10: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2. 1 Cara Penulisan (Notasi) Untuk Turunan 𝑦 = 𝑓(𝑥) ............................... 7

Tabel 2. 2 Metode Koefisien Tak Tentu ............................................................... 28

Page 11: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

viii

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Simbol Nama Penggunaan pertama

kali pada halaman

𝑦(𝑛) Turunan ke-𝑛 dari 𝑦 terhadap 𝑥……………………………………..1

lim Limit…………………………………………..………………...…...5

𝑦′, 𝐷𝑥𝑦,𝑑𝑦

𝑑𝑥 Turunan pertama dari 𝑦 terhadap 𝑥..……………………….………..5

𝑎𝑖𝑗 Entri-entri dalam matriks…………………………………………....9

∀ Untuk setiap……………………………………… …......................10

> Lebih dari…………………………………………….......................10

< Kurang dari……………………………………………....................10

𝐴𝑛×𝑛 Matriks berordo 𝑛 × 𝑛…………….………………………………..10

≠ Tidak sama dengan…………………………………………............11

𝐼𝑛 Matriks identitas berordo 𝑛 × 𝑛…………………………………....11

𝐴𝑇 Transpos dari matriks 𝐴……………………………………………14

[ | ] Matriks yang diperbesar…………………………………………....15

det(𝐴) Determinan dari matriks 𝐴…………………………………………18

|𝐴| Determinan dari matriks 𝐴…………………………………………18

𝐶𝑖𝑗 Kofaktor dari 𝑎𝑖𝑗……………………………………………….......20

𝑎𝑑𝑗(𝐴) Adjoin dari matriks 𝐴………………………………………………20

𝐴−1 Invers dari matriks 𝐴……………………………………………….21

ℝ𝑛 Himpunan bilangan real dimensi 𝑛………………………………...22

⊆ Himpunan bagian………………………………………………......23

𝜆 Nilai eigen……………………………………………….................24

Page 12: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persamaan diferensial merupakan salah satu cabang dari matematika

yang berperan penting dalam menganalisis dan menyelesaikan persoalan-

persoalan rumit. Banyak masalah-masalah dalam bidang sains, teknik,

ekonomi bahkan bisnis yang bila diformulasikan secara matematis dapat

membentuk suatu persamaan diferensial. Persamaan diferensial adalah

persamaan yang memuat turunan dari satu atau beberapa fungsi yang tidak

diketahui. Apabila persamaan tersebut hanya memuat satu peubah bebas,

maka dinamakan persamaan diferensial biasa, sedangkan apabila memuat

lebih dari satu peubah bebas maka dinamakan persamaan diferensial parsial.

Selain ditinjau dari peubah bebasnya, persamaan diferensial juga dapat

ditinjau dari tingkat ordenya, yaitu pangkat tertinggi dari turunan yang

muncul pada persamaan diferensial tersebut. Misalnya, jika suatu persamaan

hanya memiliki turunan pertama, maka persamaan tersebut dinamakan

persamaan diferensial orde satu. Jika turunan yang dimilikinya sampai pada

turunan kedua, maka persamaan itu dinamakan persamaan diferensial orde

dua, dan secara umum jika persamaan tersebut memiliki turunan hingga

turunan ke-𝑛, maka dinamakan persamaan diferensial orde 𝑛.

Persamaan diferensial dengan bentuk

𝑎𝑛(𝑥)𝑦(𝑛) + 𝑎𝑛−1(𝑥)𝑦(𝑛−1) + ⋯+ 𝑎0(𝑥)𝑦 = 𝑔(𝑥) (1)

dengan 𝑎0, 𝑎1, … , 𝑎𝑛 dan 𝑔 adalah fungsi-fungsi dari variabel bebas x, 𝑎𝑛 ≠ 0

merupakan bentuk umum dari pesamaan diferensial linear. Persamaan (1)

dikatakan homogen jika 𝑔(𝑥) = 0 dan dikatakan tak homogen jika 𝑔(𝑥) ≠ 0.

Untuk menentukan solusi suatu persamaan diferensial, perlu diketahui

terlebih dahulu jenis dari persamaan diferensial tersebut, setelah itu baru dapat

ditentukan langkah-langkah penyelesaiannya dan metode yang dapat

digunakan untuk mencari solusinya. Contohnya jika diberikan persamaan

diferensial linear homogen, maka solusi umumnya dapat diperoleh dengan

mencari akar-akar dari persamaan karakteristiknya. Lain halnya jika diberikan

Page 13: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

2

persamaan diferensial tak homogen. Langkah-langkah untuk mencari

solusinya terbagi menjadi dua, yaitu mencari solusi umum untuk persamaan

homogennya (𝑦ℎ) dan solusi khusus untuk persamaan tak homogennya (𝑦𝑝).

Metode-metode yang dapat digunakan untuk mencari solusi khusus dari

persamaan diferensial linear tak homogen adalah variasi parameter dan

koefisien tak tentu. Namun, dalam penelitian ini metode yang digunakan yaitu

metode koefisien tak tentu. Langkah pada metode ini adalah menduga dengan

tepat solusi khusus 𝑦𝑝 yang serupa dengan 𝑔(𝑥) pada Persamaan (1), dengan

koefisien-koefisien tak diketahui yang akan dicari dengan cara

mensubstitusikan 𝑦𝑝 pada persamaan awal.

Selain untuk menentukan solusi persamaan diferensial linear tak

homogen, metode ini dapat dikembangkan untuk mencari solusi dari sistem

persamaan diferensial linear tak homogen, yaitu sistem yang memuat

beberapa persamaan diferensial linear tak homogen. Oleh karena itu, penulis

tertarik untuk meneliti solusi sistem persamaan diferensial linear tak homogen

dengan metode koefisien tak tentu.

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai uraian pada latar belakang, masalah yang akan dibahas pada

penelitian ini adalah bagaimana cara menentukan solusi sistem persamaan

diferensial linear tak homogen dengan metode koefisien tak tentu.

1.3 Batasan Masalah

Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak terlalu luas, maka sistem

persamaan diferensial yang dibahas yaitu sistem dengan dua persamaan

diferensial linear tak homogen orde satu yang terdiri dari dua fungsi tak

diketahui dan tiga persamaan diferensial linear tak homogen orde satu yang

terdiri dari tiga fungsi tak diketahui yang memiliki koefisien konstan.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui langkah-langkah

menentukan solusi sistem persamaan diferensial linear tak homogen dengan

metode koefisien tak tentu.

Page 14: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

3

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah wawasan penulis

dan pembaca tentang sistem persamaan diferensial, khususnya sistem

persamaan diferensial linear tak homogen dan mengetahui langkah-langkah

mencari solusinya menggunakan metode koefisien tak tentu.

1.6 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah metode

studi pustaka yaitu dengan mempelajari beberapa referensi yang memuat

materi yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas.

1.7 Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah,

batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode

penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori. Bab ini berisi kajian mengenai teori-teori

dasar yang terkait dengan masalah yang akan dibahas seperti

fungsi, turunan, matriks, sistem persamaan linear, operasi baris

elementer, determinan, invers matriks, ruang vektor, nilai eigen

dan vektor eigen, persamaan diferensial dan metode koefisien

tak tentu.

BAB III : Pembahasan. Bab ini berisi pembahasan tentang solusi sistem

persamaan diferensial linear tak homogen dengan metode

koefisien tak tentu.

BAB IV : Penutup. Bab ini berisi kesimpulan dari penulis atas hasil yang

telah didapatkan.

Page 15: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

4

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Fungsi

Definisi 2.1 (Purcell, 2004)

Sebuah fungsi 𝑓 adalah suatu aturan korespondensi (padanan) yang

menghubungkan setiap obyek 𝑥 dalam satu himpunan, dengan tepat satu nilai

tunggal 𝑓(𝑥) dari suatu himpunan kedua.

Untuk memberi nama fungsi, dipakai sebuah huruf tunggal seperti 𝑓

(atau 𝑔 atau 𝐹). Maka 𝑓(𝑥), yang dibaca “𝑓 dari 𝑥” atau “𝑓 pada 𝑥”,

menunjukkan nilai yang diberikan oleh 𝑓 pada 𝑥.

Contoh 2.1:

Jika 𝑓(𝑥) = 𝑥2 + 𝑥, berikut ini ditentukan:

a) 𝑓(2)

b) 𝑓(2 + ℎ)

c) 𝑓(2 + ℎ) − 𝑓(2)

d) 𝑓(2+ℎ)−𝑓(2)

Penyelesaian:

a) 𝑓(2) = 22 + 2 = 6

b) 𝑓(2 + ℎ) = (2 + ℎ)2 + (2 + ℎ)

= 4 + 4ℎ + ℎ2 + (2 + ℎ)

= 6 + 5ℎ + ℎ2

c) 𝑓(2 + ℎ) − 𝑓(2) = 6 + 5ℎ + ℎ2 − 6

= 5ℎ + ℎ2

d) 𝑓(2+ℎ)−𝑓(2)

ℎ =

5ℎ+ℎ2

=ℎ(5 + ℎ)

= 5 + ℎ

Page 16: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

5

2.2 Turunan

Definisi 2.2 (Purcell, 2004)

Turunan sebuah fungsi 𝑓 adalah fungsi lain 𝑓′ (dibaca “𝑓 aksen”) yang

nilainya pada sebarang bilangan 𝑥0 adalah

𝑓′(𝑥0) = limℎ→0

𝑓(𝑥0 + ℎ) − 𝑓(𝑥0)

asalkan limit ini ada.

Jika sebuah fungsi mempunyai turunan di titik 𝑥 = 𝑥0 maka fungsi

tersebut dikatakan diferensiabel atau fungsi tersebut terdiferensialkan di titik

𝑥 = 𝑥0. Turunan 𝑦 = 𝑓(𝑥) terhadap 𝑥 dinotasikan dengan 𝑓′(𝑥) atau 𝑦′ atau

𝐷𝑥𝑦 atau 𝑑𝑦

𝑑𝑥.

Contoh 2.2:

Jika 𝑓(𝑥) = 2𝑥 + 3, maka 𝑓′(𝑥0) dapat ditentukan sebagai berikut

𝑓′(𝑥0) = limℎ→0

𝑓(𝑥0 + ℎ) − 𝑓(𝑥0)

= limℎ→0

[2(𝑥0 + ℎ) + 3] − [2𝑥0 + 3]

= limℎ→0

2𝑥0 + 2ℎ + 3 − 2𝑥0 − 3

= limℎ→0

2ℎ

= limℎ→0

2

= 2

2.2.1 Aturan Pencarian Turunan

a. Aturan Fungsi Konstanta

Teorema 2.1 (Purcell, 2004)

Jika 𝑓(𝑥) = 𝑘 dengan 𝑘 suatu konstanta, maka untuk sebarang 𝑥,

𝑓′(𝑥) = 0.

b. Aturan Fungsi Identitas

Teorema 2.2 (Purcell, 2004)

Jika 𝑓(𝑥) = 𝑥, maka 𝑓′(𝑥) = 1.

Page 17: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

6

c. Aturan Pangkat

Teorema 2.3 (Purcell, 2004)

Jika 𝑓(𝑥) = 𝑥𝑛, dengan 𝑛 bilangan bulat positif, maka 𝑓′(𝑥) = 𝑛𝑥𝑛−1.

d. Aturan Kelipatan Konstanta

Teorema 2.4 (Purcell, 2004)

Jika k suatu konstanta dan 𝑓 suatu fungsi yang terdiferensialkan, maka

(𝑘𝑓)′(𝑥) = 𝑘 ∙ 𝑓′(𝑥).

e. Aturan Jumlah dan Selisih

Teorema 2.5 (Purcell, 2004)

Jika 𝑓 dan 𝑔 adalah fungsi-fungsi yang terdiferensialkan, maka

(𝑓 ± 𝑔)′(𝑥) = 𝑓′(𝑥) ± 𝑔′(𝑥).

f. Aturan Hasilkali

Teorema 2.6 (Purcell, 2004)

Jika 𝑓 dan 𝑔 adalah fungsi-fungsi yang terdiferensialkan, maka

(𝑓 ∙ 𝑔)′𝑥 = 𝑓′(𝑥)𝑔(𝑥) + 𝑓(𝑥)𝑔′(𝑥).

g. Aturan Hasilbagi

Teorema 2.7 (Purcell, 2004)

Jika 𝑓 dan 𝑔 adalah fungsi-fungsi terdiferensialkan, maka

(𝑓

𝑔)′

(𝑥) =𝑓′(𝑥)𝑔(𝑥) − 𝑓(𝑥)𝑔′(𝑥)

(𝑔(𝑥))2

2.2.2 Turunan Tingkat Tinggi

Jika 𝑦 = 𝑓(𝑥) maka 𝑓′(𝑥) disebut turunan pertama dari 𝑦 terhadap 𝑥.

Jika 𝑓′(𝑥) diturunkan lagi maka akan menghasilkan fungsi lain yang

dinyatakan oleh 𝑓′′(𝑥) (dibaca “𝑓 dua aksen 𝑥”) dan disebut turunan kedua.

Selanjutnya jika 𝑓′′(𝑥) diturunkan lagi, menghasilkan 𝑓′′′(𝑥), yang disebut

turunan ketiga, dan seterusnya. Turunan keempat dinyatakan sebagai 𝑓(4)(𝑥),

turunan kelima dinyatakan sebagai 𝑓(5)(𝑥) dan seterusnya sampai 𝑓(𝑛)(𝑥)

yang disebut turunan ke-𝑛.

Page 18: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

7

Contoh 2.3:

𝑓(𝑥) = 2𝑥3 + 2𝑥2 + 6𝑥 + 100

maka:

𝑓′(𝑥) = 6𝑥2 + 4𝑥 + 6

𝑓′′(𝑥) = 12𝑥 + 4

𝑓′′′(𝑥) = 12

𝑓(4)(𝑥) = 0

Karena turunan fungsi nol adalah nol, maka untuk turunan kelima dan

turunan-turunan yang lebih tinggi dari 𝑓 juga sama dengan nol.

Telah diperkenalkan tiga notasi untuk turunan yaitu notasi 𝑓′(𝑥), notasi

𝑦′, notasi 𝐷𝑥𝑦, dan notasi Leibniz (𝑑𝑦

𝑑𝑥). Semua notasi ini mempunyai

perluasan untuk turunan tingkat tinggi, seperti yang diperlihatkan pada tabel

berikut

Tabel 2. 1 Cara Penulisan (Notasi) Untuk Turunan 𝒚 = 𝒇(𝒙)

Turunan Notasi

𝑓′ 𝑦′ 𝐷 Leibniz

Pertama 𝑓′(𝑥) 𝑦′ 𝐷𝑥𝑦 𝑑𝑦

𝑑𝑥

Kedua 𝑓′′(𝑥) 𝑦′′ 𝐷𝑥2𝑦

𝑑2𝑦

𝑑𝑥2

Ketiga 𝑓′′′(𝑥) 𝑦′′′ 𝐷𝑥3𝑦

𝑑3𝑦

𝑑𝑥3

⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮

Ke-𝑛 𝑓(𝑛)(𝑥) 𝑦(𝑛) 𝐷𝑥𝑛𝑦

𝑑𝑛𝑦

𝑑𝑥𝑛

Sumber: Purcell, 2004

2.3 Matriks

Definisi 2.3 (Anton, 2009)

Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan.

Bilangan-bilangan dalam susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks.

Page 19: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

8

Matriks yang mempunyai 𝑚 baris dan 𝑛 kolom dinyatakan dengan

𝐴𝑚×𝑛 = [

𝑎11 𝑎12 ⋯ 𝑎1𝑛

𝑎21 𝑎22 ⋯ 𝑎2𝑛

⋮𝑎𝑚1

⋮𝑎𝑚2

⋱⋯

⋮𝑎𝑚𝑛

]

Matriks tidak mempunyai nilai tetapi ukuran. Ukuran matriks disebut

ordo yang ditentukan oleh banyaknya baris dan banyaknya kolom. Jika

matriks 𝐴 mempunyai 𝑚 baris dan 𝑛 kolom, maka matriks 𝐴 berordo

𝑚 × 𝑛.

Suatu matriks yang mempunyai 𝑚 baris dan 𝑛 kolom dapat dinyatakan

sebagai 𝐴𝑚×𝑛 = [𝑎𝑖𝑗]𝑚×𝑛 dengan 𝑖 = 1, 2, 3, … ,𝑚 menunjukkan banyaknya

baris dan 𝑗 = 1, 2, 3, … , 𝑛 menunjukkan banyaknya kolom.

Berikut diberikan contoh untuk matriks berordo 3 × 2 dan 3 × 3.

𝐴3×2 = [4 12 40 5

] , 𝐴3×3 = [1 3 56 4 22 0 1

]

2.3.1 Jenis-Jenis Matriks

Berikut adalah beberapa jenis matriks yang penting:

1. Matriks Baris

Matriks baris adalah suatu matriks yang hanya terdiri dari satu baris, atau

matriks berordo 1 × 𝑛. Matriks baris disebut juga vektor baris. Secara

umum matriks baris dapat ditulis [𝑎𝑖𝑗] dengan 𝑖 = 1 dan

𝑗 = 1, 2, 3, … , 𝑛.

Bentuk umum matriks baris adalah:

[𝑎11 𝑎12 ⋯ 𝑎1𝑛]

2. Matriks Kolom

Matriks kolom adalah suatu matriks yang hanya terdiri dari 1 kolom,

atau matriks berordo 𝑚 × 1. Matriks kolom disebut juga vektor kolom.

Secara umum dapat ditulis dengan [𝑎𝑖𝑗] dengan 𝑖 = 1, 2, 3, … ,𝑚 dan

𝑗 = 1.

Page 20: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

9

Bentuk umum matriks kolom adalah:

[

𝑎11

𝑎21

⋮𝑎𝑚1

]

3. Matriks Nol

Matriks nol adalah matriks di mana semua unsurnya nol.

Contoh 2.4:

Matriks nol berordo 2 × 2 dan 2 × 3

𝑂2×2 = [0 00 0

] , 𝑂2×3 = [0 0 00 0 0

]

4. Matriks Bujursangkar

Matriks bujursangkar yaitu suatu matriks yang banyak barisnya sama

dengan banyak kolomnya. Dalam matriks bujursangkar ini dikenal

diagonal utama, yaitu entri-entri yang mempunyai nomor baris yang

sama dengan nomor kolom. Sebagai contoh,

[ 𝑎11 𝑎12

𝑎21 𝑎22

𝑎13 ⋯ 𝑎1𝑛

𝑎23 ⋯ 𝑎2𝑛𝑎31 𝑎32

⋮ ⋮𝑎𝑛1 𝑎𝑛2

𝑎33 ⋯ 𝑎3𝑛

⋮ ⋱ ⋮𝑎𝑛3 ⋯ 𝑎𝑛𝑛]

Matriks di atas mempunyai ordo 𝑛 × 𝑛 dan ditulis 𝐴𝑛×𝑛, entri-entri yang

merupakan diagonal utama yaitu 𝑎11, 𝑎22, 𝑎33, … , 𝑎𝑛𝑛.

5. Matriks Segitiga

Matriks segitiga atas adalah matriks bujursangkar dengan entri-entri yang

terletak di bawah entri diagonal utama semua nol. Bentuk umumnya

adalah [𝑎𝑖𝑗] dengan 𝑎𝑖𝑗 = 0, untuk setiap 𝑖 > 𝑗.

𝐴𝑛×𝑛 =

[ 𝑎11 𝑎12

0 𝑎22

𝑎13 ⋯ 𝑎1𝑛

𝑎23 ⋯ 𝑎2𝑛

0 0⋮ ⋮0 0

𝑎33 ⋯ 𝑎3𝑛

⋮ ⋱ ⋮0 ⋯ 𝑎𝑛𝑛]

Page 21: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

10

Matriks segitiga bawah adalah matriks bujursangkar dengan entri-entri

yang terletak di atas entri diagonal utama semua nol.

Bentuk umumnya adalah [𝑎𝑖𝑗] dengan 𝑎𝑖𝑗 = 0, untuk setiap 𝑖 < 𝑗.

𝐴𝑛×𝑛 =

[ 𝑎11 0𝑎21 𝑎22

0 ⋯ 00 ⋯ 0

𝑎31 𝑎32

⋮ ⋮𝑎𝑛1 𝑎𝑛2

𝑎33 ⋯ 0⋮ ⋱ ⋮

𝑎𝑛3 ⋯ 𝑎𝑛𝑛]

Contoh 2.5:

Matriks segitiga atas 𝐴3×3 = [1 3 40 2 60 0 1

]

Matriks segitiga bawah 𝐴3×3 = [3 0 04 1 01 2 5

]

6. Matriks Diagonal

Matriks diagonal merupakan matriks bujursangkar dengan semua entri

yang bukan diagonal utamanya bernilai nol. Dengan kata lain suatu

matriks 𝐴 berordo 𝑛 × 𝑛 disebut matriks diagonal , jika 𝑎𝑖𝑗 = 0 untuk

𝑖 ≠ 𝑗. Seperti yang ditunjukkan pada contoh berikut ini.

𝐴𝑛×𝑛 =

[ 𝑎11 00 𝑎22

0 ⋯ 00 ⋯ 0

0 0⋮ ⋮0 0

𝑎33 ⋯ 0⋮ ⋱ ⋮0 ⋯ 𝑎𝑛𝑛]

7. Matriks Identitas

Matriks identitas yaitu matriks diagonal yang entri-entri pada diagonal

utamanya sama dengan satu dan entri-entri lainnya sama dengan nol.

Matriks ini dilambangkan dengan 𝐼 dan dapat juga dituliskan 𝐼𝑛 untuk

matriks identitas berordo 𝑛 × 𝑛.

Page 22: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

11

Contoh 2.6:

Berikut diberikan contoh untuk matriks identitas berordo 2 × 2 dan

3 × 3.

𝐼2 = [1 00 1

] , 𝐼3 = [1 0 00 1 00 0 1

]

2.3.2 Operasi pada Matriks dan Sifat-Sifatnya

Adapun operasi-operasi pada matriks antara lain:

1. Kesamaan Matriks

Dua matriks disebut sama jika ordonya sama dan entri yang seletak

bernilai sama, sehingga jika matriks 𝐴 dan 𝐵 sama, maka dapat ditulis

𝐴 = 𝐵. Sebagai contoh, jika matriks 𝐴 = [𝑎𝑖𝑗] dan 𝐵 = [𝑏𝑖𝑗] dengan

𝑖 = 1, 2, 3, … ,𝑚 dan 𝑗 = 1, 2, 3, … , 𝑛, dan 𝐴 = 𝐵, maka berlaku

𝑎𝑖𝑗 = 𝑏𝑖𝑗.

2. Penjumlahan dan Selisih Matriks

Definisi 2.4 (Anton, 2009)

Jika 𝐴 = [𝑎𝑖𝑗] dan 𝐵 = [𝑏𝑖𝑗] merupakan matriks berukuran sama

𝑚 × 𝑛, maka jumlah matriks 𝐴 dan 𝐵 adalah matriks berukuran 𝑚 × 𝑛

yang diperoleh dengan menjumlahkan entri-entri pada 𝐵 dengan entri-

entri yang bersesuaian pada 𝐴.

Definisi 2.5 (Anton, 2009)

Jika 𝐴 = [𝑎𝑖𝑗] dan 𝐵 = [𝑏𝑖𝑗] merupakan matriks berukuran sama

𝑚 × 𝑛, maka selisih 𝐴 dan 𝐵 adalah matriks berukuran 𝑚 × 𝑛 yang

diperoleh dengan mengurangkan entri-entri 𝐴 dengan entri-entri yang

bersesuaian pada 𝐵.

Dengan kata lain, jumlah dan selisih matriks dapat ditulis seperti

berikut

𝐴 + 𝐵 = [𝑎𝑖𝑗 + 𝑏𝑖𝑗] dan 𝐴 − 𝐵 = [𝑎𝑖𝑗 − 𝑏𝑖𝑗]

Page 23: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

12

Contoh 2.7:

Jika diketahui

𝐴 = [2 1 31 2 4

−3 4 7] , 𝐵 = [

1 2 42 −1 40 3 5

]

maka

𝐴 + 𝐵 = [2 1 31 2 4

−3 4 7] + [

1 2 42 −1 40 3 5

] = [3 3 73 1 8

−3 7 12]

dan

𝐴 − 𝐵 = [2 1 31 2 4

−3 4 7] − [

1 2 42 −1 40 3 5

] = [1 −1 −1

−1 3 0−3 1 2

]

3. Perkalian Matriks dengan Matriks

Definisi 2.6 (Anton, 2009)

Jika 𝐴 adalah sebuah matriks 𝑚 × 𝑟 dan 𝐵 adalah sebuah matriks 𝑟 × 𝑛,

maka hasil kali 𝐴𝐵 adalah matriks 𝑚 × 𝑛 yang entri-entrinya

didefinisikan sebagai berikut. Untuk mencari entri dalam baris 𝑖 dan

kolom 𝑗 dari 𝐴𝐵, pilih baris 𝑖 dari matriks 𝐴 dan kolom 𝑗 dari matriks 𝐵.

Kalikan entri-entri yang berpadanan dari baris dan kolom bersama-sama

kemudian jumlahkan hasil kalinya sehingga hasil kali matriks 𝐴𝐵

berordo 𝑚 × 𝑛.

Misalkan 𝐴𝑚×𝑛 dan 𝐵𝑛×𝑘 maka 𝐴𝑚×𝑛𝐵𝑛×𝑘 = 𝐶𝑚×𝑘 dengan entri-

entri dari 𝐶𝑖𝑗 merupakan penjumlahan dari perkalian entri-entri 𝐴 baris 𝑖

dengan entri-entri 𝐵 kolom 𝑗.

Misalkan 𝐴2×3 = [𝑎 𝑏 𝑐𝑑 𝑒 𝑓

] , 𝐵3×2 = [𝑘 𝑛𝑙 𝑜𝑚 𝑝

]

maka 𝐴2×3𝐵3×2 = 𝐶2×2 = [𝑎𝑘 + 𝑏𝑙 + 𝑐𝑚 𝑎𝑛 + 𝑏𝑜 + 𝑐𝑝𝑑𝑘 + 𝑒𝑙 + 𝑓𝑚 𝑑𝑛 + 𝑒𝑜 + 𝑓𝑝

]

4. Perkalian Matriks dengan Skalar

Suatu matriks dapat dikalikan suatu skalar k dengan aturan tiap-tiap entri

pada 𝐴 dikalikan dengan k.

Page 24: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

13

Bentuk umum

𝑘 ∙ 𝐴 = 𝑘 ∙ [

𝑎11 𝑎12 ⋯ 𝑎1𝑛

𝑎21 𝑎22 ⋯ 𝑎2𝑛

⋮𝑎𝑚1

⋮𝑎𝑚2

⋯⋯

⋮𝑎𝑚𝑛

]

= [

𝑘𝑎11 𝑘𝑎12 ⋯ 𝑘𝑎1𝑛

𝑘𝑎21 𝑘𝑎22 ⋯ 𝑘𝑎2𝑛

⋮𝑘𝑎𝑚1

⋮𝑘𝑎𝑚2

⋯⋯

⋮𝑘𝑎𝑚𝑛

]

Contoh 2.8:

Misalkan 𝑘 skalar dengan 𝑘 = 3 dan matriks 𝐴 = [𝑎 𝑏 𝑐𝑑 𝑒 𝑓

] maka

diperoleh 3 ∙ 𝐴 = 3 ∙ [𝑎 𝑏 𝑐𝑑 𝑒 𝑓

] = [3𝑎 3𝑏 3𝑐3𝑑 3𝑒 3𝑓

]

Teorema berikut menunjukkan sifat-sifat utama dari operasi matriks.

Teorema 2.8 (Anton, 2009)

Misalkan 𝐴, 𝐵, dan 𝐶 adalah matriks-matriks yang berukuran sama,

sedangkan 𝑎, 𝑏, dan 𝑐 adalah suatu skalar, maka sifat-sifat berikut ini

adalah valid.

a) 𝐴 + 𝐵 = 𝐵 + 𝐴 (Hukum komutatif untuk penjumlahan)

b) 𝐴 + (𝐵 + 𝐶) = (𝐴 + 𝐵) + 𝐶 (Hukum asosiatif untuk penjumlahan)

c) 𝐴(𝐵𝐶) = (𝐴𝐵)𝐶 (Hukum asosiatif untuk perkalian)

d) 𝐴(𝐵 + 𝐶) = 𝐴𝐵 + 𝐴𝐶 (Hukum distributif kiri)

e) (𝐵 + 𝐶)𝐴 = 𝐵𝐴 + 𝐶𝐴 (Hukum distributif kanan)

f) 𝐴(𝐵 − 𝐶) = 𝐴𝐵 − 𝐴𝐶

g) (𝐵 − 𝐶)𝐴 = 𝐵𝐴 − 𝐶𝐴

h) 𝑎(𝐵 + 𝐶) = 𝑎𝐵 + 𝑎𝐶

i) 𝑎(𝐵 − 𝐶) = 𝑎𝐵 − 𝑎𝐶

j) (𝑎 + 𝑏)𝐶 = 𝑎𝐶 + 𝑏𝐶

k) (𝑎 − 𝑏)𝐶 = 𝑎𝐶 − 𝑏𝐶

l) 𝑎(𝑏𝐶) = (𝑎𝑏)𝐶

m) 𝑎(𝐵𝐶) = (𝑎𝐵)𝐶 = 𝐵(𝑎𝐶)

Page 25: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

14

5. Transpos Matriks

Definisi 2.7 (Anton & Rorres, 2004)

Jika 𝐴 adalah suatu matriks 𝑚 × 𝑛, maka transpos dari 𝐴, dinyatakan

dengan 𝐴𝑇, didefinisikan sebagai matriks 𝑛 × 𝑚 yang didapatkan dengan

menukarkan baris-baris dan kolom-kolom dari 𝐴; sehingga kolom

pertama dari 𝐴𝑇 adalah baris pertama dari 𝐴, kolom kedua dari 𝐴𝑇 adalah

baris kedua dari 𝐴, dan seterusnya.

2.4 Sistem Persamaan Linear

Secara umum, persamaan linear dengan 𝑛 variabel 𝑥1, 𝑥2,…, 𝑥𝑛 adalah

persamaan yang dapat dinyatakan dalam bentuk

𝑎1𝑥1 + 𝑎2𝑥2+. . . +𝑎𝑛𝑥𝑛 = 𝑏

dengan 𝑎1, 𝑎2,…, 𝑎𝑛 dan 𝑏 merupakan konstanta. Variabel-variabel dalam

persamaan linear seringkali disebut sebagai faktor-faktor yang tidak

diketahui. Sebuah himpunan berhingga dari persamaan-persamaan linear

dalam peubah 𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛 dinamakan sistem persamaan linear atau sistem

linear.

Secara umum sistem persamaan linear didefinisikan sebagai berikut

Definisi 2.8 (Anton dan Rorres, 2004)

Sistem persamaan linear adalah suatu sistem sebarang yang terdiri dari 𝑚

persamaan linear dengan 𝑛 variabel yang tidak diketahui dengan bentuk:

𝑎11𝑥1 + 𝑎12𝑥2+. . . +𝑎1𝑛𝑥𝑛 = 𝑏1

𝑎21𝑥1 + 𝑎22𝑥2+. . . +𝑎2𝑛𝑥𝑛 = 𝑏2

𝑎𝑚1𝑥1 + 𝑎𝑚2𝑥2+. . . +𝑎𝑚𝑛𝑥𝑛 = 𝑏𝑚

dengan 𝑎𝑖𝑗 dan 𝑏𝑖 merupakan konstanta dan 𝑖 = 1, 2, … ,𝑚, 𝑗 = 1, 2, … , 𝑛.

Sistem persamaan linear (2.1) dapat ditulis matriks sebagai berikut

[

𝑎11 𝑎12

𝑎21 𝑎22

⋯ 𝑎1𝑛

⋯ 𝑎2𝑛

⋮ ⋮𝑎𝑚1 𝑎𝑚2

⋱ ⋮⋯ 𝑎𝑚𝑛

] [

𝑥1

𝑥2

⋮𝑥𝑚

] = [

𝑏1

𝑏2

⋮𝑏𝑚

]

(2.1)

(2.2)

Page 26: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

15

Jika matriks tersebut berturut-turut dilambangkan 𝐴, 𝑋, dan 𝐵, maka Sistem

persamaan linear (2.2) dapat dituliskan sebagai

𝐴𝑋 = 𝐵

Jika 𝑚 = 𝑛, Sistem persamaan (2.1) disebut sistem bujursangkar atau persegi.

Penulisan Sistem persamaan linear (2.1) juga dapat disingkat dengan

menggabungkan entri-entri pada matriks 𝐴 dan 𝐵 sebagai berikut

[𝐴 | 𝐵] = [

𝑎11 𝑎12 … 𝑎1𝑛

𝑎21 𝑎22 … 𝑎2𝑛

⋮ ⋮ ⋱ ⋮𝑎𝑚1 𝑎𝑚2 … 𝑎𝑚𝑛

|

𝑏1

𝑏2

⋮𝑏𝑚

]

bentuk ini disebut matriks yang diperbesar.

2.5 Operasi Baris Elementer

Operasi baris elementer merupakan operasi yang digunakan untuk

menyederhanakan bentuk sistem persamaan linear pada baris-baris matriks

yang diperbesar, sehingga sistem persamaan lebih mudah diselesaikan.

Operasi-operasi tersebut adalah sebagai berikut :

a. Mengalikan sebuah baris dengan sebuah konstanta tak nol.

(𝑐𝑅𝑖, dengan 𝑐 = konstanta, 𝑐 ≠ 0 dan 𝑅𝑖 = baris ke- 𝑖).

b. Menukarkan antara dua baris.

(𝑅𝑖 ↔ 𝑅𝑗, dengan 𝑅𝑖 = baris ke- 𝑖 dan 𝑅𝑗 = baris ke- 𝑗).

c. Menambahkan perkalian dari satu baris ke baris lainnya.

(𝑐𝑅𝑖 + 𝑅𝑗, dengan 𝑐 = konstanta, 𝑐 ≠ 0, 𝑅𝑖 = baris ke- 𝑖 dan 𝑅𝑗 = baris ke-

𝑗).

Contoh 2.9:

Diberikan sistem persamaan linear sebagai berikut

𝑥 + 𝑦 + 2𝑧 = 9

2𝑥 + 4𝑦 − 3𝑧 = 1

3𝑥 + 6𝑦 − 5𝑧 = 0

Solusi dari sistem persamaan di atas dapat ditentukan menggunakan operasi

baris elementer.

(2.3)

Page 27: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

16

Penyelesaian:

Sistem persamaan linear di atas dapat ditulis dalam bentuk

[1 1 22 4 −33 6 −5

] [𝑥𝑦𝑧] = [

910]

atau dapat disingkat

𝐴𝑋 = 𝐵

dengan 𝐴 = [1 1 22 4 −33 6 −5

], 𝑋 = [𝑥𝑦𝑧], dan 𝐵 = [

910].

Sistem (2.3) ditulis dalam bentuk matriks yang diperbesar seperti berikut

untuk menentukan solusinya menggunakan operasi baris elementer

[1 1 22 4 −33 6 −5

|910]

dengan operasi baris pada matriks di atas yaitu baris pertama dikalikan

dengan (−2), kemudian ditambahkan ke baris kedua, maka diperoleh

[1 1 20 2 −73 6 −5

|9

−170

]

Baris pertama dikalikan dengan (−3), kemudian ditambahkan ke baris ketiga,

sehingga diperoleh

[1 1 20 2 −70 3 −11

|9

−17−27

]

Kemudian kalikan baris kedua dengan (1

2), sehingga diperoleh

[

1 1 2

0 1 −72

0 3 −11

|

9

−172

−27

]

Selanjutnya baris kedua dikalikan dengan (−3), kemudian ditambahkan ke

baris ketiga, sehingga diperoleh

[ 1 1 2

0 1 −72

0 0 −12

||

9

−172

−32 ]

Page 28: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

17

Kalikan baris ketiga dengan (−2), sehingga diperoleh

[

1 1 2

0 1 −72

0 0 1

|

9

−172

3

]

Baris kedua dikalikan dengan (−1), kemudian ditambahkan ke baris pertama,

sehingga diperoleh

[ 1 0

112

0 1 −72

0 0 1

||

352

−172

3 ]

Baris ketiga dikalikan dengan (−11

2), kemudian ditambahkan ke baris

pertama dan baris ketiga dikalikan dengan (7

2), kemudian ditambahkan ke

baris kedua, sehingga diperoleh

[1 0 00 1 00 0 1

|123]

Dari matriks di atas, diperoleh

[1 0 00 1 00 0 1

] [𝑥𝑦𝑧] = [

123]

atau 𝑥 = 1, 𝑦 = 2 dan 𝑧 = 3.

2.6 Determinan

Definisi 2.9 (Anton, 2009)

Misalkan 𝐴 adalah suatu matriks bujursangkar. Fungsi determinan dinyatakan

dengan det, dan didefinisikan det(𝐴) sebagai jumlah semua hasil kali entri

bertanda dari 𝐴.

Notasi |𝐴| adalah notasi alternatif untuk det(𝐴).

Akan ditunjukkan rumus untuk menghitung determinan dengan ordo

2 × 2 dan 3 × 3.

a. Determinan matriks 2 × 2

Misalkan matriks 𝐴 = [𝑎11 𝑎12

𝑎21 𝑎22]

maka, det(𝐴) = |𝑎11 𝑎12

𝑎21 𝑎22| = 𝑎11𝑎22 − 𝑎12𝑎21

Page 29: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

18

b. Determinan matriks 3 × 3

Misalkan 𝐴 = [

𝑎11 𝑎12 𝑎13

𝑎21 𝑎22 𝑎23

𝑎31 𝑎32 𝑎33

]

maka,

det(𝐴) = |

𝑎11 𝑎12 𝑎13

𝑎21 𝑎22 𝑎23

𝑎31 𝑎32 𝑎33

|

= 𝑎11𝑎22𝑎33 + 𝑎12𝑎23𝑎31 + 𝑎13𝑎21𝑎32 − 𝑎13𝑎22𝑎31

−𝑎12𝑎21𝑎33 − 𝑎11𝑎23𝑎32

Contoh 2.10:

Diberikan matriks 𝐴 sebagai berikut

𝐴 = [3 2 41 −2 32 3 2

]

maka

det(𝐴) = 𝑎11𝑎22𝑎33 + 𝑎12𝑎23𝑎31 + 𝑎13𝑎21𝑎32 − 𝑎13𝑎22𝑎31 − 𝑎12𝑎21𝑎33

−𝑎11𝑎23𝑎32

= (−12) + 12 + 12 − (−16) − 27 − 4

= −3

2.7 Invers Matriks

Definisi 2.10 (Anton, 2009)

Jika 𝐴 adalah sebuah matriks persegi dan jika sebuah matriks 𝐵 yang

berukuran sama dapat ditentukan sedemikian sehingga 𝐴𝐵 = 𝐵𝐴 = 𝐼, maka

𝐴 disebut dapat dibalik dan 𝐵 disebut invers dari 𝐴.

Contoh 2.11:

Matriks 𝐵 = [3 51 2

] adalah invers dari 𝐴 = [2 −5

−1 3]

Karena 𝐴𝐵 = [2 −5

−1 3] [

3 51 2

] = [1 00 1

] = 𝐼

dan 𝐵𝐴 = [3 51 2

] [2 −5

−1 3] = [

1 00 1

] = 𝐼

Page 30: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

19

Sebelum memasuki teorema berikutnya tentang invers matriks, berikut

diberikan definisi tentang adjoin suatu matriks.

Definisi 2.11 (Anton, 2009)

Jika 𝐴 adalah matriks bujursangkar, maka minor entri 𝑎𝑖𝑗 dinyatakan oleh 𝑀𝑖𝑗

dan didefinisikan sebagai determinan submatriks yang masih tersisa setelah

baris ke- 𝑖 dan kolom ke- 𝑗 dihilangkan dari 𝐴. Bilangan (−1)𝑖+𝑗(𝑀𝑖𝑗)

dinyatakan oleh 𝐶𝑖𝑗 dan disebut kofaktor entri 𝑎𝑖𝑗.

Definisi 2.12 (Anton, 2009)

Jika 𝐴 adalah sembarang matriks 𝑛 × 𝑛 dan 𝐶𝑖𝑗 adalah kofaktor dari 𝑎𝑖𝑗, maka

matriks

[

𝐶11 𝐶12 … 𝐶1𝑛

𝐶21 𝐶22 … 𝐶2𝑛

⋮ ⋮ ⋱ ⋮𝐶𝑛1 𝐶𝑛2 ⋯ 𝐶𝑛𝑛

]

disebut matriks kofaktor dari 𝐴. Transpos dari matriks ini disebut adjoin 𝐴

dan dinyatakan oleh 𝑎𝑑𝑗(𝐴).

Contoh 2.12:

Diberikan matriks 𝐴 sebagai berikut

𝐴 = [3 2 −11 6 32 −4 0

]

Kofaktor dari 𝐴 adalah

𝐶11 = (−1)1+1 |6 3

−4 0| = 12

𝐶12 = (−1)1+2 |1 32 0

| = 6

𝐶13 = (−1)1+3 |1 62 −4

| = −16

𝐶21 = (−1)2+1 |2 −1

−4 0| = 4

𝐶22 = (−1)2+2 |3 −12 0

| = 2

𝐶23 = (−1)2+3 |3 22 −4

| = 16

𝐶31 = (−1)3+1 |2 −16 3

| = 12

Page 31: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

20

𝐶32 = (−1)3+2 |3 −11 3

| = −10

𝐶33 = (−1)3+3 |3 21 6

| = 16

Sehingga matriks kofaktornya adalah

[12 6 −164 2 1612 −10 16

]

dan adjoin 𝐴 adalah

𝑎𝑑𝑗(𝐴) = [12 4 126 2 −10

−16 16 16]

Teorema 2.9 (Anton, 2009)

Suatu matriks bujursangkar 𝐴 dapat dibalik jika dan hanya jika det(𝐴) ≠ 0.

Teorema 2.10 (Anton, 2009)

Jika 𝐴 adalah suatu matriks yang dapat dibalik, maka

𝐴−1 =1

det(𝐴)𝑎𝑑𝑗(𝐴)

Contoh 2.13:

Invers dari matriks 𝐴 dalam Contoh 2.12 dapat dicari menggunakan rumus

pada Teorema 2.10.

Diketahui

𝐴 = [3 2 −11 6 32 −4 0

]

det(𝐴) = 𝑎11𝑎22𝑎33 + 𝑎12𝑎23𝑎31 + 𝑎13𝑎21𝑎32 − 𝑎13𝑎22𝑎31 − 𝑎12𝑎21𝑎33 −

𝑎11𝑎23𝑎32

= 0 + 12 + 4 − (−12) − (−36) − 0

= 64

𝐴−1 =1

det(𝐴)𝑎𝑑𝑗(𝐴) =

1

64[

12 4 126 2 −10

−16 16 16] =

[ 12

64

4

64

12

646

64

2

64

−10

64−16

64

16

64

16

64 ]

Page 32: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

21

2.8 Ruang Vektor

Definisi 2.13 (Imrona, 2009)

Sebuah vektor di ℝ𝑛 dinyatakan oleh 𝑛 bilangan terurut yaitu

𝑢 = (𝑢1, 𝑢2, … , 𝑢𝑛).

Definisi 2.14 (Imrona, 2009)

vektor nol adalah vektor yang semua entrinya nol.

Definisi berikut ini terdiri dari sepuluh aksioma untuk ruang vektor.

Definisi 2.15 (Imrona, 2009)

Misalkan 𝑉 adalah suatu himpunan tak kosong yang dilengkapi dengan

operasi penjumlahan dan perkalian dengan skalar (dalam hal ini, skalar adalah

bilangan real). 𝑉 disebut ruang vektor jika memenuhi sepuluh aksioma

berikut.

(1) Jika 𝐮 dan 𝐯 adalah objek-objek pada 𝑉, maka 𝐮 + 𝐯 berada pada 𝑉.

(2) 𝐮 + 𝐯 = 𝐯 + 𝐮

(3) 𝐮 + (𝐯 + 𝐰) = (𝐮 + 𝐯) + 𝐰

(4) Di dalam 𝑉 terdapat suatu objek 0, yang disebut vektor nol (zero vector)

untuk 𝑉, sedemikian rupa sehingga 𝟎 + 𝐮 = 𝐮 + 𝟎 = 𝐮 untuk semua 𝐮

pada 𝑉.

(5) Untuk setiap 𝐮 pada 𝑉, terdapat suatu objek – 𝐮 pada 𝑉, yang disebut

sebagai negatif dari 𝐮, sedemikian rupa sehingga

𝐮 + (−𝐮) = (−𝐮) + 𝐮 = 𝟎

(6) Jika 𝑘 adalah skalar sebarang dan 𝐮 adalah objek sebarang pada 𝑉, maka

𝑘𝐮 terdapat pada 𝑉.

(7) 𝑘(𝐮 + 𝐯) = 𝑘𝐮 + 𝑘𝐯

(8) (𝑘 + 𝑙)𝐮 = 𝑘𝐮 + 𝑙𝐮

(9) 𝑘(𝑙𝐮) = (𝑘𝑙)(𝐮)

(10) 1𝐮 = 𝐮

Anggota ruang vektor disebut vektor.

Page 33: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

22

Definisi 2.16 (Anton, 2009)

Suatu himpunan bagian 𝑊 dari suatu ruang vektor 𝑉 disebut suatu subruang

dari 𝑉 jika 𝑊 adalah suatu ruang vektor di bawah penjumlahan dan perkalian

skalar yang didefinisikan pada 𝑉.

Definisi 2.17 (Imrona, 2009)

Misalkan 𝑉 ruang vektor. 𝑆 = {𝒖1, 𝒖2, … , 𝒖𝑛} ⊆ 𝑉. Misalkan pula 𝒂 ∈ 𝑉.

Vektor 𝒂 disebut dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari 𝑆 jika

terdapat skalar-skalar 𝑘1, 𝑘2, … , 𝑘𝑛, sehingga memenuhi persamaan

𝑘1𝒖1 + 𝑘2𝒖2 + ⋯+ 𝑘𝑛𝒖𝑛 = 𝒂

Definisi 2.18 (Imrona, 2009)

Misalkan 𝑉 ruang vektor. 𝑆 = {𝒖1, 𝒖2, … , 𝒖𝑛} ⊆ 𝑉. 𝑆 disebut membangun 𝑉

jika setiap vektor di 𝑉 tersebut dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari

𝑆.

Definisi 2.19 (Imrona, 2009)

Misalkan 𝑉 ruang vektor. 𝑆 = {𝒖1, 𝒖2, … , 𝒖𝑛} ⊆ 𝑉. Himpunan 𝑆 disebut

bebas linear jika persamaan vektor

𝑘1𝒖1 + 𝑘2𝒖2 + ⋯+ 𝑘𝑛𝒖𝑛 = 𝟎

hanya dipenuhi oleh 𝑘1 = 𝑘2 = ⋯ = 𝑘𝑛 = 0. Jika terdapat penyelesaian yang

lain, maka 𝑆 disebut tak bebas linear.

Definisi 2.20 (Imrona, 2009)

Misalkan 𝑉 ruang vektor. 𝑆 = {𝒖1, 𝒖2, … , 𝒖𝑛} ⊆ 𝑉. 𝑆 disebut basis ruang

vektor 𝑉 jika 𝑆 memenuhi dua aksioma berikut:

1. 𝑆 bebas linear

2. 𝑆 membangun 𝑉.

2.9 Nilai Eigen dan Vektor Eigen

Definisi 2.21 (Anton & Rorres, 2004)

Misalkan 𝐴 adalah matriks bujursangkar, maka sebuah vektor tak nol 𝐯 dalam

𝑅𝑛 dinamakan vektor eigen dari 𝐴 jika 𝐴𝐯 adalah kelipatan skalar dari 𝐯,

Page 34: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

23

yaitu:

𝐴𝐯 = 𝜆𝐯

dengan λ adalah skalar. Selanjutnya skalar λ dinamakan nilai eigen dari 𝐴 dan

𝐯 dikatakan vektor eigen yang bersesuaian dengan 𝐴 yang terkait dengan λ.

Untuk mencari nilai eigen matriks 𝐴 maka 𝐴𝐯 = λ𝐯 dituliskan kembali

sebagai

𝐴𝐯 = 𝜆𝐼𝐯

atau

(𝜆 𝐼 – 𝐴)𝐯 = 𝟎

Supaya λ menjadi nilai eigen, maka harus ada solusi tak nol dari persamaan

di atas, yaitu jika dan hanya jika

𝑑𝑒𝑡 (𝜆𝐼 – 𝐴) = 0

Persamaan (2.4) dinamakan persamaan karakteristik dari 𝐴. Skalar yang

memenuhi persamaan ini adalah nilai eigen dari 𝐴. Jika λ adalah suatu

parameter, maka det (𝜆𝐼 − 𝐴) adalah suatu polinomial 𝐴 yang dinamakan

polinomial karakteristik dari 𝐴.

Vektor eigen 𝐴 yang bersesuaian dengan nilai eigen λ adalah vektor tak

nol 𝐯 yang memenuhi 𝐴𝐯 = λ𝐯. Masalah nilai eigen dan vektor eigen dapat

diselesaikan melalui proses berikut:

1. Temukan semua skalar 𝜆 sedemikian sehingga det (𝜆𝐼 − 𝐴) = 0. Ini adalah

nilai eigen dari 𝐴.

2. Jika 𝜆1, 𝜆2, …, 𝜆𝑛 adalah nilai eigen yang diperoleh di (1), maka selesaikan

n sistem persamaan linear

(𝜆𝑖𝐼 − 𝐴)𝐯𝑖 = 𝟎, i = 1, 2, 3, …,n

untuk memperoleh semua vektor eigen 𝐯𝑖 yang bersesuaian dengan setiap

nilai eigen.

Contoh 2.14:

Diberikan matriks sebagai berikut 𝐴 = [1 3 4 2

]

Akan ditentukan nilai eigen dan vektor eigen dari 𝐴.

(2.4)

Page 35: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

24

Penyelesaian :

Sistem persamaan linear untuk menentukan nilai eigen dan vektor eigen

adalah

(𝜆𝐼 − 𝐴)𝐯 = 𝟎

([𝜆 00 𝜆

] − [1 34 2

]) [𝑥1

𝑥2] = [

00]

[𝜆 − 1 − 3 − 4 𝜆 − 2

] [𝑥1

𝑥2] = [

00] (2.5)

Sistem ini mempunyai paling tidak ada satu solusi jika dan hanya jika:

det(𝜆𝐼 − 𝐴)= 0

sehingga diperoleh

|𝜆 − 1 − 3 − 4 𝜆 − 2

| = 0

(𝜆 − 1)(𝜆 − 2) − (−3(−4)) = 0

𝜆2 − 2𝜆 − 𝜆 + 2 − 12 = 0

𝜆2 − 3𝜆 − 10 = 0

(𝜆 + 2)(𝜆 − 5) = 0

Maka diperoleh nilai eigen dari 𝐴 adalah 𝜆1 = −2 atau 𝜆2 = 5

Selanjutnya adalah mencari vektor eigen.

Untuk λ= −2

Substitusikan 𝜆 = −2 ke dalam Sistem persamaan (2.5) sehingga

menghasilkan sistem:

[−3 −3−4 −4

] [𝑥1

𝑥2] = [

0 0

]

dengan operasi baris elementer, diperoleh:

[1 10 0

] [𝑥1

𝑥2] = [

00]

𝑥1 + 𝑥2 = 0

𝑥1 = −𝑥2

Jika 𝑥2 = 𝑠 maka 𝑥1 = − 𝑠, dengan s adalah variabel bebas.

Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan λ = −2 adalah vektor tak nol yang

berbentuk

𝐯 = [−𝑠 𝑠

] = 𝑠 [−1 1

]

Page 36: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

25

Untuk λ = 5

Substitusikan λ=5 ke dalam Sistem persamaan (2.5) sehingga menghasilkan

sistem:

[ 4 − 3− 4 3

] [𝑥1

𝑥2] = [

0 0

]

dengan operasi baris elementer, diperoleh:

[4 −30 0

] [𝑥1

𝑥2] = [

0 0

]

4𝑥1 − 3𝑥2 = 0

4

3𝑥1 = 𝑥2

Jika 𝑥1 = 𝑡 maka 𝑥2 =4

3𝑡, dengan t adalah variabel bebas.

Sehingga vektor eigen yang bersesuaian dengan λ = 5 adalah vektor tak nol

yang berbentuk

𝐯 = [ 𝑡4

3𝑡] = 𝑡 [

14

3

]

2.10 Persamaan Diferensial

Persamaan diferensial adalah persamaan matematika untuk fungsi satu

variabel atau lebih yang menghubungkan fungsi itu sendiri dan turunannya

dalam berbagai orde. Selain itu, persamaan diferensial juga didefinisikan

sebagai persamaan yang memuat satu atau beberapa turunan fungsi yang tak

diketahui (Waluya, 2006).

Persamaan diferensial yang menyangkut satu atau lebih fungsi (peubah

tak bebas) beserta turunannya terhadap satu peubah bebas disebut persamaan

diferensial biasa. Persamaan diferensial parsial adalah persamaan diferensial

yang menyangkut satu atau lebih fungsi (peubah tak bebas) beserta

turunannya terhadap lebih dari satu peubah bebas.

Contoh 2.15:

1. 𝑦′ + 𝑥𝑦 = 6

2. 𝑦′′ + 𝑦′ − 6𝑦 = 0

3. 𝜕2𝑢

𝜕𝑡2 −𝜕2𝑢

𝜕𝑥2 = 0

Page 37: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

26

Persamaan 1 dan 2 memuat turunan biasa dan disebut persamaan

diferensial biasa. Persamaan 3 memuat turunan-turunan parsial dan disebut

persamaan diferensial parsial.

Definisi 2.22 (Finizio dan Ladas, 1982)

Suatu persamaan diferensial biasa orde 𝑛 adalah suatu persamaan yang dapat

ditulis dalam bentuk

𝑦(𝑛) = 𝐹(𝑥, 𝑦, 𝑦′, … , 𝑦(𝑛−1))

dengan 𝑦𝑛 menyatakan turunan ke-𝑛 dari fungsi 𝑦 terhadap 𝑥.

Contoh 2.16:

1. 𝑦′ = 3𝑦 + 𝑥 + 𝑒−2𝑥 merupakan persamaan diferensial orde satu, dan

2. 𝑦′′ = 𝑦′ − 2𝑦 − 3 merupakan persamaan diferensial orde dua.

2.10.1 Persamaan Diferensial Linear

Persamaan diferensial linear yaitu persamaan diferensial yang

berpangkat satu dalam peubah tak bebas dan turunan-turunannya yaitu

persamaan diferensial yang berbentuk :

𝑎𝑛(𝑥)𝑦(𝑛) + 𝑎𝑛−1(𝑥)𝑦(𝑛−1) + ⋯+ 𝑎0(𝑥)𝑦 = 𝑔(𝑥)

dengan 𝑎0, 𝑎1, … , 𝑎𝑛 dan 𝑔 adalah fungsi-fungsi dari variabel bebas 𝑥, serta

𝑎𝑛 ≠ 0. Persamaan di atas dapat dikategorikan menjadi beberapa bentuk

persamaan berikut:

a. Jika 𝑔(𝑥) = 0 maka persamaan tersebut homogen.

b. Jika 𝑔(𝑥) ≠ 0 maka persamaan tersebut tak homogen.

c. Jika seluruh koefisien 𝑎0, 𝑎1, … , 𝑎𝑛 adalah konstanta, maka persamaan

tersebut dikatakan memiliki koefisien konstan.

d. Jika satu atau lebih dari koefisien 𝑎0, 𝑎1, … , 𝑎𝑛 adalah variabel, maka

persamaan tersebut dikatakan memiliki koefisien variabel.

Contoh 2.17:

1. 𝑥𝑦′ − 2𝑦 = 𝑥3 dengan 𝑥 ≠ 0 adalah suatu persamaan diferensial linear tak

homogen orde satu dengan koefisien variabel.

2. 𝑦′′ − 𝑦 = 0 adalah suatu persamaan diferensial linear homogen orde dua

dengan koefisien konstan.

Page 38: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

27

2.10.2 Penyelesaian Persamaan Diferensial

Penyelesaian dari persamaan diferensial dalam fungsi y yang tidak

diketahui dari variabel bebas 𝑥 dapat dicari dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

Langkah I : Menentukan solusi khusus persamaan diferensial linear

homogen (𝑦ℎ)

Langkah II : Menentukan solusi khusus persamaan diferensial linear tak

homogen (𝑦𝑝)

Langkah III : Menentukan solusi umum persamaan diferensial linear yaitu

𝑦 = 𝑦ℎ + 𝑦𝑝

Contoh 2.18:

Diberikan persamaan diferensial orde dua sebagai berikut

𝑦′′ − 𝑦 = 1

Solusi umum dari persamaan diferensial di atas yaitu

Langkah 1 : Menentukan solusi umum persamaan diferensial linear

homogen (𝑦ℎ)

𝑦′′ − 𝑦 = 0

Solusi umum: 𝑦ℎ = 𝑐1𝑒−𝑥 + 𝑐1𝑒

𝑥

Langkah 2 : Menentukan solusi khusus dari persamaan diferensial linear

tak homogen (𝑦𝑝)

𝑦′′ − 𝑦 = 1

Solusi khusus: 𝑦𝑝 = 1

Langkah 3 : Menentukan solusi umum persamaan diferensial

𝑦 = 𝑦ℎ + 𝑦𝑝 = 𝑐1𝑒−𝑥 + 𝑐1𝑒

𝑥 + 1

2.11 Metode Koefisien Tak Tentu

Metode ini digunakan untuk menghitung suatu penyelesaian khusus dari

persamaan diferensial tak homogen

𝑎𝑛(𝑥)𝑦(𝑛) + 𝑎𝑛−1(𝑥)𝑦(𝑛−1) + ⋯+ 𝑎0(𝑥)𝑦 = 𝑔(𝑥) (2.5)

Page 39: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

28

dengan koefisien-koefisien 𝑎0, 𝑎1, … , 𝑎𝑛 merupakan konstanta-konstanta,

𝑎𝑛 ≠ 0 dan 𝑔(𝑥) adalah kombinasi linear dari fungsi dengan tipe yang dapat

dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. 2 Metode Koefisien Tak Tentu

Suku-suku dalam 𝑔(𝑥) Pilihan untuk 𝑦𝑝

𝑘𝑒𝛾𝑥 𝐶𝑒𝛾𝑥

𝐾𝑥𝑛(𝑛 = 0, 1, … ) 𝐾𝑛𝑥𝑛 + 𝐾𝑛−1𝑥𝑛−1 + ⋯+ 𝐾1𝑥 + 𝐾0

𝑘𝑐𝑜𝑠 𝜔𝑥 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑘𝑠𝑖𝑛 𝜔𝑥 𝐾𝑐𝑜𝑠 𝜔𝑥 + 𝑀𝑠𝑖𝑛 𝜔𝑥

Sumber: Purcell, 2004

Langkah-langkah untuk menentukan solusi umum dari PD linear tak

homogen dengan metode koefisien tak tentu yaitu sebagai berikut:

Langkah I : Menentukan solusi umum persamaan diferensial linear

homogen (𝑦ℎ)

Langkah II : Menentukan solusi khusus persamaan diferensial linear tak

homogen (𝑦𝑝)

i. Melihat bentuk 𝑔(𝑥), cocokkan bentukya dengan bentuk

pada Tabel 2.2 dan lihat kesamaan bentuk dengan solusi

persamaan diferensial linear homogen

ii. Menentukan bentuk solusi khusus (𝑦𝑝) yang sesuai

dengan bentuk 𝑔(𝑥)

iii. Mensubstitusikan 𝑦𝑝 pada Persamaan (2.5) untuk mencari

nilai dari koefisien-koefisien yang terdapat pada 𝑦𝑝

iv. Menentukan solusi khusus 𝑦𝑝

Langkah III : Menentukan solusi umum dari persamaan diferensial linear,

yaitu 𝑦 = 𝑦ℎ + 𝑦𝑝

Page 40: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

29

Aturan untuk metode koefisien tak tentu:

a. Aturan Dasar

Jika 𝑔(𝑥) adalah salah satu fungsi yang ada dalam Tabel 2.2, pilih fungsi

𝑦𝑝 yang bersesuaian dan tentukan koefisien tak tentunya dengan

mensubstitusikan 𝑦𝑝 pada Persamaan (2.5).

b. Aturan Modifikasi

Jika 𝑔(𝑥) sama dengan solusi persamaan diferensial homogen, kalikan 𝑦𝑝

yang bersesuaian dalam Tabel 2.2 dengan 𝑥 (atau 𝑥2 jika 𝑔(𝑥) sama

dengan solusi akar kembar persamaan diferensial homogen)

c. Aturan Penjumlahan

Jika 𝑔(𝑥) adalah jumlah fungsi-fungsi yang terdapat dalam Tabel 2.2 pada

kolom pertama, 𝑦𝑝 adalah jumlah fungsi pada baris yang bersesuaian.

Page 41: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

30

BAB III

SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR TAK

HOMOGEN DENGAN METODE KOEFISIEN TAK TENTU

Dalam penelitian ini, secara khusus dibahas solusi dari sistem persamaan

diferensial linear tak homogen berorde satu yaitu sistem yang memuat dua atau

lebih persamaan diferensial linear tak homogen yang memiliki koefisien konstan.

3.1 Sistem Persamaan Diferensial (SPD) Linear Orde Satu

Definisi 3.1 (Goode, 1991)

Sistem Persamaan Diferensial (SPD) linear orde satu dengan 𝑛 persamaan

dan 𝑛 fungsi tak diketahui dapat dinyatakan dalam bentuk

𝑦1′ = 𝑎11𝑦1 + 𝑎12𝑦2 + ⋯+ 𝑎1𝑛𝑦𝑛 + 𝐹1(𝑥)

𝑦2′ = 𝑎21𝑦1 + 𝑎22𝑦2 + ⋯+ 𝑎2𝑛𝑦𝑛 + 𝐹2(𝑥)

𝑦𝑛′ = 𝑎𝑛1𝑦1 + 𝑎𝑛2𝑦2 + ⋯+ 𝑎𝑛𝑛𝑦𝑛 + 𝐹𝑛(𝑥)

dengan 𝑦𝑖′ =𝑑𝑦𝑖

𝑑𝑥, untuk 𝑖 = 1,2, … , 𝑛.

Sistem (3.1) dapat ditulis dalam bentuk matriks

𝒚′ = 𝐴𝒚 + 𝑭(𝒙)

dengan

𝒚 = [

𝑦1

𝑦2

⋮𝑦𝑛

], 𝒚′ = [

𝑦1′

𝑦2′⋮

𝑦𝑛′

], 𝐴 = [

𝑎11 𝑎12

𝑎21 𝑎22

⋯ 𝑎1𝑛

⋯ 𝑎2𝑛

⋮ ⋮𝑎𝑛1 𝑎𝑛2

⋮⋯ 𝑎𝑛𝑛

] dan 𝑭(𝒙) = [

𝐹1(𝑥)𝐹2(𝑥)

⋮𝐹𝑛(𝑥)

],

𝐴 merupakan matriks koefisien yang berordo 𝑛 × 𝑛. Jika 𝑭(𝒙) = 𝟎, maka

Sistem (3.1) dikatakan SPD homogen, sehingga bentuk matriksnya adalah

𝒚′ = 𝐴𝒚

selain itu dikatakan SPD tak homogen.

Untuk menentukan solusi dari SPD tak homogen dengan metode

koefisien tak tentu, maka matriks koefisien dari SPD tersebut harus memiliki

determinan yang tidak sama dengan nol.

(3.1)

Page 42: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

31

Contoh 3.1:

Diberikan sistem persamaan diferensial seperti berikut

𝑦1′ = 𝑦1 − 𝑒𝑥

𝑦2′ = 2𝑦1 − 3𝑦2 + 2𝑦3 + 6𝑒−𝑥

𝑦3′ = 𝑦1 − 2𝑦2 + 𝑦3 + 𝑒𝑥

SPD di atas merupakan SPD linear tak homogen orde satu dengan tiga

fungsi tak diketahui dan memiliki koefisien konstan. SPD tersebut dapat

ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut

[

𝑦1′

𝑦2′

𝑦3′

] = [1 0 02 −3 21 −2 1

] [

𝑦1

𝑦2

𝑦3

] + [−𝑒𝑥

6𝑒−𝑥

𝑒𝑥]

atau secara singkat

𝒚′ = 𝐴𝒚 + 𝑭(𝒙)

dengan 𝐴 = [1 0 02 −3 21 −2 1

] dan 𝑭(𝒙) = [−𝑒𝑥

6𝑒−𝑥

𝑒𝑥].

3.2 Solusi SPD Linear Tak Homogen dengan Metode Koefisien Tak Tentu

Pada Subbab 2.11, telah dipaparkan tentang metode koefisien tak tentu

untuk mencari solusi persamaan diferensial linear tak homogen. Selain untuk

mencari solusi persamaan diferensial linear, metode koefisien tak tentu dapat

juga digunakan untuk mencari solusi SPD linear sebagaimana akan dibahas

pada subbab ini, yaitu bagaimana mencari solusi SPD linear tak homogen

dengan koefisien konstan menggunakan metode koefisien tak tentu.

Untuk mencari solusi SPD linear tak homogen, langkah-langkah

utamanya terbagi menjadi empat, yaitu:

1. Menulis sistem persamaan diferensial dalam bentuk matriks

𝒚′ = 𝐴𝒚 + 𝑭(𝒙).

2. Menghitung determinan dari matriks koefisien 𝐴, jika det(𝐴) = 0, maka

perhitungannya tidak dilanjutkan.

3. Mencari solusi homogen (𝒚ℎ) dari SPD homogen 𝒚′ = 𝐴𝒚 dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

i. Tentukan semua nilai eigen 𝜆1, 𝜆2, … , 𝜆𝑛 dari 𝐴𝑛×𝑛.

Page 43: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

32

ii. Selanjutnya, tentukan vektor eigen 𝐯1, 𝐯2, … , 𝐯𝑛 yang bersesuaian

dengan nilai-nilai eigen pada Langkah i.

Dengan dua langkah di atas, maka diperoleh 𝑛 solusi sebagai berikut

𝒚1 = 𝐯1𝑒𝜆1𝑥, 𝒚2 = 𝐯2𝑒

𝜆2𝑥, …, 𝒚𝑛 = 𝐯𝑛𝑒𝜆𝑛𝑥.

sehingga diperoleh solusi umum dari SPD yaitu kombinasi linear dari 𝑛

solusi di atas sebagai berikut

𝒚ℎ = 𝑐1𝒚1 + 𝑐𝟏𝒚2 + ⋯+ 𝑐𝑛𝒚𝑛

4. Mencari solusi particular/khusus (𝒚𝑝) dari fungsi tak homogen 𝑭(𝒙).

Dalam hal ini, langkah-langkah pada metode koefisien tak tentu yaitu:

i. Melihat bentuk fungsi tak homogen 𝑭(𝒙), cocokkan bentuknya

dengan bentuk pada Tabel 2.2 dan lihat kesamaan pada solusi

homogen (𝒚ℎ)

ii. Memilih permisalan 𝒚𝑝 yang sesuai dengan bentuk 𝑭(𝒙)

iii. Mensubstitusikan 𝒚𝑝 ke SPD untuk mencari koefisien-koefisien yang

terdapat pada 𝒚𝑝.

iv. Menentukan solusi khusus 𝒚𝑝.

5. Menentukan solusi umum SPD, yaitu 𝒚 = 𝒚ℎ + 𝒚𝑝.

3.3 Studi Kasus Solusi SPD Linear Tak Homogen dengan Metode Koefisien

Tak Tentu

Kasus 1:

Diberikan sebuah SPD linear dengan dua persamaan yang terdiri dari dua

fungsi tak diketahui sebagai berikut

𝑦1′ = −3𝑦1 + 2𝑦2 − 𝑥2

𝑦2′ = 𝑦1 − 2𝑦2 + 𝑒𝑥

Solusi umumnya dapat ditentukan sebagai berikut

1. Bentuk matriks dari SPD linear di atas adalah

𝒚′ = 𝐴𝒚 + 𝑭(𝒙)

dengan 𝐴 = [−3 21 −2

] dan 𝑭(𝒙) = [−𝑥2

𝑒𝑥 ]

2. det(𝐴) = |−3 21 −2

| = 4

karena det(𝐴) ≠ 0, maka solusi dapat dicari.

Page 44: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

33

3. Mencari solusi homogen (𝒚ℎ) dari SPD homogen 𝒚′ = 𝐴𝒚

𝒚ℎ = 𝑐1𝐯1𝑒𝜆1𝑥 + 𝑐2𝐯2𝑒

𝜆2𝑥

i. Mencari nilai-nilai eigen dari matriks 𝐴

𝐴 = [−3 21 −2

]

Sesuai dengan Persamaan (2.4) pada halaman 23, maka persamaan

karateristik untuk mencari nilai eigen dari matriks 𝐴 adalah

det(𝜆𝐼 − 𝐴) = 0

det([𝜆 00 𝜆

] − [−3 21 −2

]) = 0

|𝜆 + 3 −2−1 𝜆 + 2

| = 0

(𝜆 + 3)(𝜆 + 2) − (−2)(−1) = 0

𝜆2 + 5𝜆 + 6 − 2 = 0

𝜆2 + 5𝜆 + 4 = 0

(𝜆 + 1)(𝜆 + 4) = 0

Sehingga diperoleh nilai-nilai eigen dari 𝐴 yaitu 𝜆1 = −1 dan 𝜆2 = −4.

ii. Mencari vektor-vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai-nilai eigen

pada Langkah i.

a. Untuk 𝜆1 = −1

Sistem untuk mencari vektor eigen adalah

(𝜆𝐼 − 𝐴)𝐯 = 𝟎

[𝜆 + 3 −2−1 𝜆 + 2

] [𝑥1

𝑥2] = [

00]

[2 −2

−1 1] [

𝑥1

𝑥2] = [

00]

Sistem di atas dapat ditulis dalam bentuk

𝐴𝑋 = 𝐵

dengan 𝐴 = [2 −2

−1 1], 𝑋 = [

𝑥1

𝑥2], dan 𝐵 = [

00].

Untuk mencari solusinya, bentuk matriks di atas dapat ditulis dalam

bentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut

[2 −2

−1 1|00]

Page 45: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

34

dengan operasi baris pada matriks di atas yaitu kalikan baris pertama

dengan (1

2), maka diperoleh

[1 −1

−1 1|00]

Tambahkan baris kedua dengan baris pertama, sehingga diperoleh

[1 −10 0

|00]

Dari matriks di atas, diperoleh

[1 −10 0

] [𝑥1

𝑥2] = [

00]

atau

– 𝑥1 + 𝑥2 = 0

𝑥2 = 𝑥1

misalkan 𝑥1 = 𝑠, maka 𝑥2 = 𝑠 sehingga vektor

𝐯 = [𝑥1

𝑥2] = [

𝑠𝑠] = 𝑠 [

11]

Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝜆1 = −1

yaitu 𝐯1 = [11].

b. Untuk 𝜆2 = −4

Sistem untuk mencari vektor eigen adalah

(𝜆𝐼 − 𝐴)𝐯 = 𝟎

[𝜆 + 3 −2−1 𝜆 + 2

] [𝑥1

𝑥2] = [

00]

[−1 −2−1 −2

] [𝑥1

𝑥2] = [

00]

Sistem di atas dapat ditulis dalam bentuk

𝐴𝑋 = 𝐵

dengan 𝐴 = [−1 −2−1 −2

], 𝑋 = [𝑥1

𝑥2], dan 𝐵 = [

00].

Untuk mencari solusinya, bentuk matriks di atas dapat ditulis dalam

bentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut

[−1 −2−1 −2

|00]

dengan operasi baris pertama dikalikan dengan (−1), maka

diperoleh

Page 46: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

35

[1 2

−1 −2|00]

Selanjutnya, tambahkan baris pertama ke baris kedua, sehingga

diperoleh

[1 20 0

|00]

Dari matriks di atas, diperoleh

[1 20 0

] [𝑥1

𝑥2] = [

00]

atau

𝑥1 + 2𝑥2 = 0

𝑥1 = −2𝑥2

misalkan 𝑥2 = 𝑡, maka 𝑥1 = −2𝑡 sehingga vektor

𝐯 = [𝑥1

𝑥2] = [

−2𝑡𝑡

] = 𝑡 [−21

]

Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝜆2 = −4

yaitu 𝐯2 = [−21

].

Maka solusi homogen dari SPD adalah

𝒚ℎ = 𝑐1 [11] 𝑒−𝑥 + 𝑐2 [

−21

] 𝑒−4𝑥

4. Mencari solusi particular/khusus (𝒚𝑝) dari fungsi tak homogen 𝑭(𝒙).

i. Bentuk dari 𝑭(𝒙) = [−𝑥2

𝑒𝑥 ] = [−𝑥2

0] + [

0𝑒𝑥] = 𝑥2 [

−10

] + 𝑒𝑥 [01]

ii. Dapat dilihat bahwa bentuk 𝑭(𝒙) di atas mengandung variabel 𝑥2 dan

𝑒𝑥 sehingga dipilih pemisalan 𝒚𝑝 dari Tabel 2.2 yang sesuai dengan

bentuk 𝑭(𝒙) yaitu 𝒚𝑝 = 𝒂𝑥2 + 𝒃𝑥 + 𝒄 + 𝒅𝑒𝑥

iii. Substitusi 𝒚𝑝 pada SPD

(𝒚𝑝)′= 𝐴𝒚𝑝 + 𝑭(𝒙)

2𝒂𝑥 + 𝒃 + 𝒅𝑒𝑥 = 𝐴𝒂𝑥2 + 𝐴𝒃𝑥 + 𝐴𝒄 + 𝐴𝒅𝑒𝑥 + [−10

] 𝑥2 + [01] 𝑒𝑥

Dari persamaan di atas, diperoleh

Page 47: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

36

a. koefisien dari 𝑥2 yaitu

𝟎 = 𝐴𝒂 + [−10

]

𝐴𝒂 + [−10

] = 𝟎

𝐴𝒂 = [10]

𝒂 = 𝐴−1 [10]

𝒂 = (1

6 − 2[−2 −2−1 −3

]) [10]

𝒂 = [−

1

2−

1

2

−1

4−

3

4

] [10]

𝒂 = [−

1

2

−1

4

]

…(3.2)

b. koefisien dari 𝑥 yaitu

2𝒂 = 𝐴𝒃 …(3.3)

2𝒂 = 𝐴𝒃

𝒃 = 𝐴−12𝒂

𝒃 = [−

1

2−

1

2

−1

4−

3

4

] [−1

−1

2

]

𝒃 = [

3

45

8

]

c. koefisien dari 𝑒𝑥 yaitu

𝒅 = 𝐴𝒅 + [01] …(3.4)

𝒅 = 𝐴𝒅 + [01]

misalkan 𝒅 = [𝑥𝑦]

[𝑥𝑦] = [

−3 21 −2

] [𝑥𝑦] + [

01]

Page 48: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

37

[𝑥𝑦] = [

−3𝑥 + 2𝑦𝑥 − 2𝑦

] + [01]

[𝑥𝑦] = [

−3𝑥 + 2𝑦𝑥 − 2𝑦 + 1

]

Diperoleh

𝑥 = −3𝑥 + 2𝑦 atau 4𝑥 − 2𝑦 = 0 …(3.5)

𝑦 = 𝑥 − 2𝑦 + 1 atau 𝑥 − 3𝑦 = −1 …(3.6)

Persamaan (3.5) dan (3.6) dapat ditulis dalam bentuk matriks

𝐴𝑋 = 𝐵

dengan 𝐴 = [4 −21 −3

], 𝑋 = [𝑥𝑦], dan 𝐵 = [

0−1

].

Untuk mencari solusinya, bentuk matriks tersebut dapat ditulis

dalam bentuk matriks yang diperbesar seperti berikut

[4 −21 −3

|0

−1]

dengan operasi baris pada matriks di atas yaitu kalikan baris

pertama dengan (1

4), maka diperoleh

[1 −24

1 −3|0

−1]

Baris pertama dikalikan dengan (−1), kemudian tambahkan ke

baris kedua, sehingga diperoleh

[1 −

24

0 −104

|0

−1]

Kalikan baris kedua dengan (−4

10), sehingga diperoleh

[1 −24

0 1|0410

]

Baris kedua dikalikan dengan (2

4), kemudian ditambahkan ke

baris pertama, sehingga diperoleh

[1 00 1

|

210410

]

Page 49: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

38

atau

𝒅 = [𝑥𝑦] = [

2

104

10

]

d. Koefisien dari konstanta yaitu

𝒃 = 𝐴𝒄 …(3.7)

𝒃 = 𝐴𝒄

𝒄 = 𝐴−1𝒃

𝒄 = [−

1

2−

1

2

−1

4−

3

4

] [

3

45

8

]

𝒄 = [−

11

16

−21

32

]

iv. Sehingga diperoleh solusi khusus 𝒚𝑝 yaitu

𝒚𝑝 = [−

1

2

−1

4

] 𝑥2 + [

3

45

8

] 𝑥 + [−

11

16

−21

32

] + [

2

104

10

] 𝑒𝑥

5. Jadi solusi umum dari SPD tak homogen di atas yaitu

𝒚 = 𝒚ℎ + 𝒚𝑝 = 𝑐1 [11] 𝑒−𝑥 + 𝑐2 [

−21

] 𝑒−4𝑥 − [

1

21

4

] 𝑥2 + [

3

45

8

] 𝑥 − [

11

1621

32

]

+ [

2

104

10

] 𝑒𝑥

Page 50: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

39

Kasus 2:

Diberikan sebuah SPD linear dengan tiga persamaan yang terdiri dari tiga

fungsi tak diketahui sebagai berikut

𝑦1′ = 𝑦1 − 𝑒𝑥

𝑦2′ = 2𝑦1 − 3𝑦2 + 2𝑦3 + 6𝑒−𝑥

𝑦3′ = 𝑦1 − 2𝑦2 + 2𝑦3 + 𝑒𝑥

Solusi umumnya dapat ditentukan sebagai berikut

1. Bentuk matriks dari SPD di atas adalah

𝒚′ = 𝐴𝒚 + 𝑭(𝒙)

dengan 𝐴 = [1 0 02 −3 21 −2 2

] dan 𝑭(𝒙) = [−𝑒𝑥

6𝑒−𝑥

𝑒𝑥]

2. det(𝐴) = |1 0 02 −3 21 −2 2

| = −2

karena det(𝐴) ≠ 0, maka solusi dapat dicari.

3. Mencari solusi homogen (𝒚ℎ) dari SPD homogen 𝒚′ = 𝐴𝒚.

𝒚ℎ = 𝑐1𝐯1𝑒𝜆1𝑥 + 𝑐2𝐯2𝑒

𝜆2𝑥 + 𝑐3𝐯3𝑒𝜆3𝑥

i. Mencari nilai-nilai eigen dari matriks 𝐴

𝐴 = [1 0 02 −3 21 −2 2

]

Sesuai dengan Persamaan (2.4) pada halaman 23, maka persamaan

karateristik untuk mencari nilai eigen dari matriks 𝐴 adalah

det(𝜆𝐼 − 𝐴) = 0

det([𝜆 0 00 𝜆 00 0 𝜆

] − [1 0 02 −3 21 −2 2

]) = 0

|𝜆 − 1 0 0−2 𝜆 + 3 −2−1 2 𝜆 − 2

| = 0

(𝜆 − 1)(𝜆 + 3)(𝜆 − 2) + (0)(−2)(−1) + (0)(−2)(2)

−(0)(𝜆 + 3)(−1) − (𝜆 − 1)(−2)(2) − (0)(−2)(𝜆 − 2) = 0

𝜆3 − 7𝜆 + 6 + 4𝜆 − 4 = 0

𝜆3 − 3𝜆 + 2 = 0

(𝜆 − 1)(𝜆 − 1)(𝜆 + 2) = 0

Page 51: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

40

Sehingga diperoleh nilai eigen dari 𝐴 yaitu 𝜆1,2 = 1 dan 𝜆3 = −2.

ii. Mencari vektor-vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai-nilai eigen

pada Langkah i.

a. Untuk 𝜆 = 1

Sistem untuk mencari vektor eigen yaitu

(𝜆𝐼 − 𝐴)𝐯 = 𝟎

[𝜆 − 1 0 0−2 𝜆 + 3 −2−1 2 𝜆 − 2

] [

𝑥1

𝑥2

𝑥3

] = [000]

[0 0 0

−2 4 −2−1 2 −1

] [

𝑥1

𝑥2

𝑥3

] = [000]

Matriks di atas dapat ditulis dalam bentuk

𝐴𝑋 = 𝐵

dengan 𝐴 = [0 0 0

−2 4 −2−1 2 −1

], 𝑋 = [

𝑥1

𝑥2

𝑥3

], dan 𝐵 = [000].

Untuk mencari solusinya, bentuk matriks di atas dapat ditulis dalam

bentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut

[0 0 0

−2 4 −2−1 2 −1

|000]

dengan menukarkan baris pertama dengan baris ketiga, maka

diperoleh

[−1 2 −1−2 4 −20 0 0

|000]

Baris pertama dikalikan dengan (−1), sehingga diperoleh

[1 −2 1

−2 4 −20 0 0

|000]

Baris pertama dikalikan dengan (2), kemudian ditambahkan ke baris

ketiga, sehingga diperoleh

[1 −2 10 0 00 0 0

|000]

Page 52: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

41

Dari matriks di atas, diperoleh

[1 −2 10 0 00 0 0

] [𝑥1

𝑥2𝑥3

] = [000]

atau

𝑥1 − 2𝑥2 + 𝑥3 = 0

𝑥1 = 2𝑥2 − 𝑥3

misalkan 𝑥2 = 𝑠 dan 𝑥3 = 𝑡, maka diperoleh

𝑥1 = 2𝑠 − 𝑡

𝐯 = [

𝑥1

𝑥2

𝑥3

] = [2𝑠 − 𝑡

𝑠𝑡

] = [2𝑠𝑠0

] + [−𝑡0𝑡

] = 𝑠 [210] + 𝑡 [

−101

]

sehingga vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝜆 = 1

yaitu

𝐯𝟏 = [210] dan 𝐯𝟐 = [

−101

]

b. Untuk 𝜆 = −2

Sistem untuk mencari vektor eigen yaitu

(𝜆𝐼 − 𝐴)𝐯 = 𝟎

[𝜆 − 1 0 0−2 𝜆 + 3 −2−1 2 𝜆 − 2

] [

𝑥1

𝑥2

𝑥3

] = [000]

[−3 0 0−2 1 −2−1 2 −4

] [

𝑥1

𝑥2

𝑥3

] = [000]

Matriks di atas dapat ditulis dalam bentuk

𝐴𝑋 = 𝐵

dengan 𝐴 = [−3 0 0−2 1 −2−1 2 −4

], 𝑋 = [

𝑥1

𝑥2

𝑥3

], dan 𝐵 = [000].

Untuk mencari solusinya, bentuk matriks di atas dapat ditulis dalam

bentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut

[−3 0 0−2 1 −2−1 2 −4

|000]

Page 53: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

42

dengan operasi baris pertama dikalikan dengan (−1

3), dan baris

kedua dikalikan dengan (−2), kemudian ditambahkan ke baris

ketiga, maka diperoleh

[1 0 0

−2 1 −23 0 0

|000]

Baris pertama dikalikan dengan (−3), kemudian ditambahkan ke

baris ketiga, sehingga diperoleh

[1 0 0

−2 1 −20 0 0

|000]

Dari matriks di atas, diperoleh

[1 0 0

−2 1 −20 0 0

] [𝑥1

𝑥2𝑥3

] = [000]

atau

𝑥1 = 0 …(3.8)

−2𝑥1 + 𝑥2 − 2𝑥3 = 0 …(3.9)

substitusikan nilai 𝑥1 pada Persamaan (3.8) ke Persamaan (3.9),

maka diperoleh

−2(0) + 𝑥2 − 2𝑥3 = 0

𝑥2 = 2𝑥3

misalkan 𝑥3 = 𝑡, maka 𝑥2 = 2𝑡

sehingga

𝐯 = [

𝑥1

𝑥2

𝑥3

] = [02𝑡𝑡] = 𝑡 [

021]

Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝜆 = −2 yaitu

𝐯𝟑 = [021].

Maka solusi homogen dari SPD yaitu

𝒚ℎ = 𝑐1 [210] 𝑒𝑥 + 𝑐2 [

−101

] 𝑒𝑥 + 𝑐3 [021] 𝑒−2𝑥.

4. Mencari solusi particular/khusus (𝒚𝑝) dari fungsi tak homogen 𝑭(𝒙).

Page 54: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

43

i. Bentuk dari 𝑭(𝒙) = [−𝑒𝑥

6𝑒−𝑥

𝑒𝑥] = [

−𝑒𝑥

0𝑒𝑥

] + [0

6𝑒−𝑥

0]

= 𝑒𝑥 [−101

] + 𝑒−𝑥 [060]

ii. Dapat dilihat pada langkah i bahwa bentuk 𝑭(𝒙) memiliki variabel 𝑒𝑥

dan 𝑒−𝑥 sehingga dipilih pemisalan 𝒚𝑝 dari Tabel 2.2 yang sesuai

dengan bentuk 𝑭(𝒙) yaitu 𝒚𝑝 = 𝒂𝑒𝑥 + 𝒃𝑒−𝑥 namun, karena 𝑒𝑥

terdapat juga pada solusi homogen dari SPD, maka dipilih pemisalan

𝒚𝑝 yaitu 𝒚𝑝 = 𝒂𝑥𝑒𝑥 + 𝒃𝑒𝑥 + 𝒄𝑒−𝑥.

iii. Substitusikan 𝒚𝑝 ke SPD

(𝒚𝑝)′= 𝐴𝒚𝑝 + 𝑭(𝒙)

𝒂𝑥𝑒𝑥 + 𝒂𝑒𝑥 + 𝒃𝑒𝑥 − 𝒄𝑒−𝑥

= 𝐴𝒂𝑥𝑒𝑥 + 𝐴𝒃𝑒𝑥 + 𝐴𝒄𝑒−𝑥 + [−101

] 𝑒𝑥 + [060] 𝑒−𝑥

Dari persamaan di atas, diperoleh:

a. koefisien dari 𝑥𝑒𝑥 yaitu

𝒂 = 𝐴𝒂

Dari Persamaan (1), diperoleh 𝒂 merupakan vektor

eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen 1, maka

𝒂 = [−101

].

…(3.10)

b. koefisien dari 𝑒𝑥 yaitu

𝒂 + 𝒃 = 𝐴𝒃 + [

−101

] …(3.11)

𝒂 + 𝒃 = 𝐴𝒃 + [

−101

]

𝒂 − [−101

] = 𝐴𝒃 − 𝒃

𝒂 − [−101

] = (𝐴 − 𝐼)𝒃

Page 55: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

44

misalkan 𝒃 = [𝑥𝑦𝑧]

[−101

] − [−101

] = ([1 0 02 −3 21 −2 2

] − [1 0 00 1 00 0 1

]) [𝑥𝑦𝑧]

[000] = [

0 0 02 −4 21 −2 1

] [𝑥𝑦𝑧]

Dibentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut

[0 0 02 −4 21 −2 1

|000]

dengan operasi baris pertama ditukar dengan baris ketiga, maka

diperoleh

[1 −2 12 −4 20 0 0

|000]

Baris pertama dikalikan dengan (−2), kemudian ditambahkan

ke baris kedua, sehingga diperoleh

[1 −2 10 0 00 0 0

|000]

Dari matriks di atas, diperoleh

[1 −2 10 0 00 0 0

] [𝑥1

𝑥2𝑥3

] = [000]

atau

𝑥 − 2𝑦 + 𝑧 = 0

𝑥 = 2𝑦 − 𝑧

misalkan 𝑦 = 𝑠 dan 𝑧 = 𝑡, maka 𝑥 = 2𝑠 − 𝑡 sehingga

𝒃 = [2𝑠 − 𝑡

𝑠𝑡

] = 𝑠 [210] + 𝑡 [

−101

]

diambil 𝑠 = 𝑡 = 0, maka diperoleh

𝒃 = [000]

c. koefisien dari 𝑒−𝑥 yaitu

Page 56: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

45

−𝒄 = 𝐴𝒄 + [

060] …(3.12)

−𝒄 = 𝐴𝒄 + [

060]

[−060] = 𝐴𝒄 + 𝒄

[0

−60

] = (𝐴 + 𝐼)𝒄

misalkan 𝒄 = [

𝑥1

𝑥2

𝑥3

]

[0

−60

] = ([1 0 02 −3 21 −2 2

] + [1 0 00 1 00 0 1

]) [

𝑥1

𝑥2

𝑥3

]

[0

−60

] = [2 0 02 −2 21 −2 3

] [

𝑥1

𝑥2

𝑥3

]

Dibentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut

[2 0 02 −2 21 −2 3

|0

−60

]

dengan operasi baris pertama dikalikan dengan (1

2), dan baris

ketiga dikalikan dengan (−1) kemudian ditambahkan ke baris

kedua, sehingga diperoleh

[1 0 01 0 −11 −2 3

|0

−60

]

Dari matriks di atas, diperoleh

[1 0 01 0 −11 −2 3

] [𝑥1

𝑥2𝑥3

] = [0

−60

]

atau

𝑥1 = 0 …(3.13)

𝑥1 − 𝑥3 = −6 …(3.14)

𝑥1 − 2𝑥2 + 3𝑥3 = 0 …(3.15)

Page 57: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

46

Substitusikan nilai 𝑥1 pada Persamaan (3.13) ke Persamaan (3.14),

maka diperoleh

0 − 𝑥3 = −6 atau 𝑥3 = 6

dan substitusikan nilai 𝑥1 dan 𝑥3 pada Persamaan (3.15), maka

diperoleh

0 − 2𝑥2 + 3(6) = 0

−2𝑥2 = −18

𝑥2 =−18

−2

𝑥2 = 9

sehingga

𝒄 = [

𝑥1

𝑥2

𝑥3

] = [096]

iv. Sehingga diperoleh solusi khusus 𝒚𝑝 yaitu

𝒚𝑝 = [−101

] 𝑥𝑒𝑥 + [096] 𝑒−𝑥

5. Jadi, solusi umum dari SPD yaitu

𝒚 = 𝒚ℎ + 𝒚𝑝

= 𝑐1 [210] 𝑒𝑥 + 𝑐2 [

−101

] 𝑒𝑥 + 𝑐3 [021] 𝑒−2𝑥 + [

−101

] 𝑥𝑒𝑥 + [096] 𝑒−𝑥

Page 58: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

47

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Sesuai pembahasan pada Bab III, maka diperoleh kesimpulan bahwa

langkah-langkah untuk mencari solusi SPD linear tak homogen dengan

metode koefisien tak tentu yaitu sebagai berikut:

1. Menulis sistem persamaan diferensial dalam bentuk matriks

𝒚′ = 𝐴𝒚 + 𝑭(𝒙).

2. Menghitung determinan dari matriks koefisien 𝐴, jika det(𝐴) = 0, maka

perhitungannya tidak dilanjutkan.

3. Mencari solusi homogen (𝒚ℎ) dari SPD homogen 𝒚′ = 𝐴𝒚 dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

i. Menentukan semua nilai eigen 𝜆1, 𝜆2, … , 𝜆𝑛 dari 𝐴𝑛×𝑛.

ii. Selanjutnya menentukan vektor eigen 𝐯1, 𝐯2, … , 𝐯𝑛 yang bersesuaian

dengan nilai-nilai eigen pada langkah i.

Dengan dua langkah di atas, maka diperoleh 𝑛 solusi berikut

𝒚1 = 𝐯1𝑒𝜆1𝑥, 𝒚2 = 𝐯2𝑒

𝜆2𝑥, …, 𝒚𝑛 = 𝐯𝑛𝑒𝜆𝑛𝑥.

sehingga diperoleh solusi umum dari SPD yaitu kombinasi linear dari 𝑛

solusi di atas sebagai berikut

𝒚ℎ = 𝑐1𝒚1 + 𝑐𝟏𝒚2 + ⋯+ 𝑐𝑛𝒚𝑛

dalam penelitian ini hanya dibahas untuk 𝑛 = 2 dan 𝑛 = 3.

4. Mencari solusi particular/khusus (𝒚𝑝) dari fungsi tak homogen 𝑭(𝒙)

dengan langkah-langkah pada metode koefisien tak tentu yaitu:

i. Melihat bentuk fungsi tak homogen 𝑭(𝒙), mencocokkan bentuknya

dengan bentuk-bentuk yang tersedia dan lihat kesamaan bentuknya

dengan bentuk pada solusi homogen (𝒚ℎ)

ii. Memilih permisalan 𝒚𝑝 yang sesuai dengan bentuk 𝑭(𝒙)

iii. Mensubstitusi 𝒚𝑝 ke SPD untuk mencari koefisien-koefisien yang

terdapat pada 𝒚𝑝.

iv. Menentukan solusi khusus 𝒚𝑝.

5. Menentukan solusi umum SPD, yaitu 𝒚 = 𝒚ℎ + 𝒚𝑝.

Page 59: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

48

4.2 Saran

Pada penelitian ini penulis hanya membahas mengenai solusi dari sistem

persamaan diferensial linear tak homogen orde satu. Bagi pembaca yang

tertarik untuk membahas lebih mendalam mengenai metode ini, dapat

mengkaji tentang solusi sistem persamaan diferensial linear tak homogen

dengan orde yang lebih tinggi atau solusi persamaan diferensial linear tak

homogen dengan orde yang lebih tinggi.

Page 60: Skripsi Matematika Solusi Sistem Tak homogen

49

DAFTAR PUSTAKA

Anton, H. 2009. Dasar-dasar Aljabar Linear (jilid 1). Tangerang: Binarupa Aksara

Anton, H. dan C. Rorres. 2004. Aljabar Linear Elementer versi Aplikasi, Edisi

Kedelapan. Terjemahan oleh R. Indriasari dan I. Harmen. Jakarta : Erlangga.

Finizio, N dan G. Ladas. 1988. Persamaan Diferensial Biasa dengan Penerapan

Modern. Terjemahan oleh Dra. W. Santoso. Jakarta : Erlangga.

Gazali, W. 2005. Matriks dan Transformasi Linear. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Goode, S. W. 1991. An Introduction to Differential Equations and Linear Algebra.

New York: Prentice-Hall International, Inc.

Granita. 2012. Persamaan Diferensial Biasa. Riau. Zanafa Publishing.

Imrona, M. 2009. Aljabar Linear Dasar. Jakarta: Erlangga.

Purcell, E. J, D. Varberg, dan S. E. Rigdon. 2004. Kalkulus Jilid 1(Edisi

Kedelapan). Jakarta: Erlangga.

. 2004. Kalkulus Jilid 2(Edisi Kedelapan). Jakarta: Erlangga.

Waluya, B. 2006. Buku Ajar Persamaan Diferensial. Semarang: Universitas Negeri

Semarang.