PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING PADA ......berbantu LKS pada materi Trigonometri. Adapun...
Transcript of PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING PADA ......berbantu LKS pada materi Trigonometri. Adapun...
1
PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING PADA MATERI
TRIGONOMETRI TERHADAP KECERDASAN
LOGIS MATEMATIS SISWA KELAS X
SMA NEGERI 2 SALATIGA
JURNAL
Disusun untuk memenuhi syarat guna mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi S1 Pendidikan Matematika
Oleh
DWI NOVITA SARI
202012026
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
2
3
4
5
6
7
PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING PADA MATERI TRIGONOMETRI
TERHADAP KECERDASAN LOGIS MATEMATIS SISWA
KELAS X SMA NEGERI 2 SALATIGA
Dwi Novitasari
1, Erlina Prihatnani
2, Helti Lygia Mampouw
3
Pendidikan Matematika FKIP Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga, Jawa Tengah 50711 1Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP UKSW, e-mail : [email protected]
2Dosen Pendidikan Matematika FKIP UKSW, e-mail : [email protected]
3Dosen Pendidikan Matematika FKIP UKSW, e-mail : [email protected]
Abstrak
Karakter Discovery Learning yang menekankan logika berpikir untuk menemukan konsep menjadi dasar
pemilihan penerapan Discovery Learning untuk diteliti keterkaitan terhadap salah satu bentuk kecerdasan
yang erat dalam matematika yaitu kecerdasan logis matematis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
ada tidaknya pengaruh model Discovery Learning dalam materi trigonometri terhadap kecerdasan logis
matematis siswa. Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain One Group Pretest-
Posttest Design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 2 Salatiga Semester 2
Tahun Pelajaran 2015/2016. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster random sampling dan
diperoleh sampel sebanyak 72 siswa (siswa kelas X.2 dan X.4). Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah instrumen pretest untuk mengukur kecerdasan logis matematis awal dan posttest
untuk mengukur kecerdasan logis matematis akhir. Uji validasi instrumen tes meliputi validasi ahli,
validitas butir, dan reliabilitas instrumen. Analisis data yang digunakan adalah uji normalitas dengan uji
Kolmogorov-Smirnov dan uji hipotesis komparatif dengan Wilcoxon Match Pairs Test. Seluruh uji
dilakukan dengan taraf signifikansi 5% dengan alat bantu perhitungan software SPSS 16.00. Uji hipotesis
menggunakan uji nonparametris dengan uji Wilcoxon Match Pairs Test dan menghasilkan nilai signifikan
sebesar 0,066 (lebih dari 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh model pembelajaran
Discovery Learning pada materi trigonometri terhadap kecerdasan logis matematis siswa kelas X SMA
Negeri 2 Salatiga.
Kata Kunci : discovery learning, kecerdasan logis matematis.
PENDAHULUAN
Intelegensi atau kecerdasan adalah
kemampuan yang dibawa individu sejak
lahir yang memungkinkan seseorang
berbuat sesuatu dengan cara tertentu
(Purwanto, 2003). Howard Gardner
(2003:23) mendefinisikan kecerdasan
sebagai kemampuan untuk memecahkan
persoalan dan menghasilkan produk dalam
suatu setting yang bermacam-macam dan
dalam situasi yang nyata. Hasil penelitian
Gardner mengungkap bahwa terdapat 9
kecerdasan yang dimiliki oleh setiap orang,
yaitu Kecerdasan Linguistik, Kecerdasan
Matematis-Logis, Kecerdasan Ruang-
Visual, Kecerdasan Kinestetik-Badani,
Kecerdasan Musikal, Kecerdasan Antar-
Pribadi, Kecerdasan Intrapribadi,
Kecerdasan Naturalis, dan Kecerdasan
Eksistensial.
Salah satu kecerdasan menurut Gardner
(2003:40) yang berhubungan erat dengan
matematika adalah kecerdasan Logis
Matematis. Kecerdasan Logis Matematis
merupakan kemampuan yang berkaitan
dengan penggunaan bilangan dan logika
secara efektif. Termasuk dalam intelegensi
tersebut adalah kepekaan pada pola logika,
8
abstraksi, kategorisasi, dan perhitungan
(Suparno, 2004).
Kecerdasan Logis matematis
didefinisikan sebagai kemampuan
menggunakan angka dengan baik dan
melakukan penalaran yang benar
(Armstrong, 1999). Kemampuan ini
meliputi kemampuan menyelesaikan
masalah dan menciptakan sesuatu dengan
angka dan penalaran. Adapun indikator
kecerdasan logis matematis merupakan
pola logika yang meliputi pertimbangan
deduktif dan induktif, abstraksi dalam
pemecahan masalah, kategorisasi, dan
perhitungan secara matematis dengan
memperhatikan beberapa aspek diantaranya
memperkirakan (estimating), perhitungan
alogaritme (calculating algorithms),
menafsirkan statistik (interpreting
statistics), dan menggambarkan informasi
visual dalam bentuk grafik (gambar).
Menurut Champbell (2006:48), macam
logika secara umum yaitu logika deduktif
dan induktif. Logika deduktif merupakan
kesimpulan yang mengikuti premis-premis
yang telah dinyatakan. Pertimbangan
deduktif dimulai dengan peraturan umum
kemudian berusaha untuk membuktikan
data-data yang konsisten dengan satu
generalisasi. Adapun logika induktif
merupakan kesimpulan yang
dikembangkan selangkah demi selangkah
dari khusus ke umum. Logika induktif
meliputi pertimbangan dari kenyataan
fakta-fakta khusus kepada umum.
Selain itu, indikator kecerdasan
logis matematis yaitu pemecahan masalah
(Problem Solving) adalah proses mental
yang merupakan bagian dari proses
masalah yang lebih luas mencakup temuan
dan pembentukan masalah. Penyelesaian
masalah terjadi ketika suatu kondisi
membutuhkan perubahan dari kenyataan
yang dihadapi menuju kondisi yang
diinginkan (Budiningsih,2005).
Menurut The Prinsiple And
Standards For School Mathematics
(prinsip dan standar untuk matematika
sekolah), yang dikembangkan oleh
kelompok pendidik dari National Council
Of Teacher Of Mathematics (NCTM,
2000), Penggelompokan (Kategorisasi)
adalah salah satu proses memilah-milah/
mengelompokkan/ mengategorisasikan
segala sesuatu berdasarkan warna, bentuk,
ukuran atau lainnya. Adapun menurut
Dimyati dan Mudjiono (2009:142),
mengklasifikasikan merupakan ketrampilan
proses untuk memilah berbagai objek
peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya,
sehingga didapatkan golongan/kelompok
sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud.
Menurut KBBI perhitungan secara
matematis adalah pertimbangan mengenai
sesuatu, perkiraan, dan penyelesaian yang
bersangkutan dengan matematika.
Menurut Hamzah (2009:114-116),
kecerdasan logis matematis dapat
dikembangkan dalam pembelajaran. Salah
satu model pembelajaran yang menekankan
pada prinsip logika guna memperoleh
penemuan konsep adalah Discovery
Learning. Penerapan model Discovery
Learning dapat memberikan kesempatan
siswa menyusun dugaan, melakukan
terkaan, coba-coba, melakukan manipulasi,
dan membuat kesimpulan (Mohammad,
2012:30). Hal ini erat kaitannya dengan
kecerdasan logis matematis siswa karena
untuk dapat bernalar siswa membutuhkan
kemampuan untuk mengajukan dugaan,
melakukan manipulasi matematika, dan
membuat kesimpulan. Discovery Learning
atau yang sering dikenal dengan sebutan
pembelajaran penemuan merupakan suatu
pembelajaran dimana guru berperan
menyatakan persoalan, kemudian
membimbing siswa untuk menemukan
penyelesaian persoalan itu dengan perintah-
perintah atau lembar kerja siswa dan siswa
mengikuti petunjuk dan menemukan
sendiri penyelesaiannya (Setyawati,
2012:5). Proses menemukan dan
mengkontruksi konsep-konsep pada
matematika dilakukan siswa dengan
menggunakan penalaran secara induktif
9
atau deduktif dan berfikir logis. Menurut
Muhibbin Syah (2004:244), ada enam
tahapan yang harus dilakukan dalam
melaksanakan model Discovery Learning
yakni: 1) Stimulation (stimulasi atau
pemberian rangsangan); 2) Problem
Statement (pernyataan atau identifikasi
masalah); 3) Data Collection
(pengumpulan data); 4) Data Processing
(pengolahan data); 5) Verification
(pembuktian); 6) Generalization (menarik
kesimpulan atau generalisasi). Pada tahap
Stimulation, siswa dihadapkan pada sesuatu
yang menimbulkan tanda tanya, kemudian
dilanjutkan untuk tidak memberi
generalisasi, agar timbul keinginan untuk
menyelidiki sendiri. Adapun tahap Problem
Statement, siswa dituntut untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda
masalah yang relevan dengan bahan
pelajaran dan dirumuskan dalam bentuk
hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah). Selanjutnya tahap
Data Collection, tahap ini berfungsi untuk
menjawab pertanyaan atau membuktikan
benar tidaknya hipotesis. Adapun tahap
Data Processing, semua informasi yang
diperoleh akan diolah, diacak,
diklasifikasikan, bahkan bila perlu dihitung
dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada
tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah,
2002:22). Pada tahap Verification, siswa
melakukan pemeriksaan secara cermat
untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis yang ditetapkan selanjutnya
dihubungkan dengan hasil data processing.
Tahap terakhir yakni Generalization, tahap
ini siswa melakukan proses penarikan
sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan
prinsip umum dan berlaku untuk semua
kejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi.
Kelebihan model Discovery Learning
adalah siswa menjadi mampu untuk
mengembangkan, memperbanyak kesiapan
serta penguasaan keterampilan dalam
proses kognitif (pengenalan siswa). Siswa
memperoleh pengetahuan yang bersifat
pribadi (individual) sehingga dapat kokoh
atau tertinggal dalam jiwa siswa tersebut
dan mampu memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berkembang dan maju
sesuai dengan kemampuannya masing-
masing (Roestiyah, 2008:21). Adapun
menurut Setyawati (2012), kelemahan
model Discovery Learning adalah untuk
materi tertentu, waktu yang tersita lebih
lama, tidak semua siswa dapat mengikuti
pelajaran dengan cara ini dengan baik,
tidak semua topik cocok disampaikan
dengan model ini. Cara meminimalkan
kelemahan tersebut, guru dapat memilih
topik/pokok bahasan yang sesuai dengan
prinsip Discovery Learning salah satunya
yakni materi trigonometri dan dibantu
dengan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang
dirancang agar mengarah ke tujuan dan
memilih topik yang tidak begitu luas.
Materi trigonometri termuat dalam
Permendiknas No. 22 Tahun 2006 dengan
standar kompetensi yaitu menggunakan
perbandingan, fungsi dan identitas
trigonometri dalam pemecahan masalah
dengan tiga komponen Kompetensi Dasar
(KD) yang salah satunya adalah
menyelesaikan model matematika dari
masalah yang berkaitan dengan
perbandingan, fungsi, persamaan, dan
indentitas trigonometri, dan penafsirannya.
Kenyataannya, dalam penafsiran materi
trigonometri belum semua menggunakan
penurunan-penurunan rumus yang
menuntut siswa untuk memahami konsep
matematika. Pada materi Trigonometri
sesuai SK dan KD dengan menerapkan
model Discovery Learning akan membantu
siswa untuk mengkontruksi konsep-konsep
tertentu, membangun aturan-aturan dan
belajar menemukan sesuatu untuk
memecahkan masalah.
Beberapa penelitian telah mendapatkan
kesimpulan bahwa Discovery Learning
dapat memberikan dampak positif
terhadap kecerdasan logis matematis,
diantaranya penelitian oleh Setyawati
(2012) dan Arinawati, dkk (2014).
10
Penelitian Setyawati (2012) dilakukan
pada subjek siswa kelas X SMAN 1
Bangli berbantu LKS pada materi
Trigonometri. Adapun penelitian oleh
Arinawati, dkk (2014) dilakukan terhadap
siswa kelas XI IPA SMAN 1 Padang
Panjang pada materi trigonometri.
Pentingnya kecerdasan logis matematis
dan adanya teori yang menyatakan bahwa
kecerdasan logis matematis dapat
dikembangkan melalui pembelajaran
menjadi dasar pemilihan kecerdasan logis
matematis sebagai variabel yang akan
diteliti dalam penelitian ini. Adanya teori
dan hasil penelitian yang menyatakan
Discovery Learning sebagai salah satu
model yang menuntut siswa dalam
mengkonstruksi sendiri konsep-konsep
yang dipelajari dari pembelajaran
matematika melalui merancang pola, kode
atau simbol untuk berpikir sesuatu dan
mengkategorikan fakta-fakta yang
dipelajari dapat mengasah kecerdasan
logis matematis menjadi dasar pemilihan
model pembelajaran Discovery Learning
sebagai upaya untuk melatih kecerdasan
logis matematis siswa.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui apakah terdapat pengaruh
model Discovery Learning pada materi
trigonometri terhadap kecerdasan logis
matematis siswa kelas X SMA Negeri 2
Salatiga. Penerapan Discovery Learning
diharapkan dapat melatih siswa membuat
analogi, merancang suatu pola, kode atau
simbol untuk berpikir sesuatu dan
menggunakan keterampilan dalam berpikir
terkait pembelajaran matematika, dan
memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengkontruksi pengetahuan yang
dimiliki sehingga dapat menemukan
sendiri konsep-konsep yang dipelajari
melalui model pembelajaran Discovery
Learning guna melatih kecerdasan logis
matematis yang dimilikinya. Penelitian ini
diharapkan juga dapat dijadikan referensi
dan gambaran penerapan Discovery
Learning dalam pembelajaran matematika
yang dapat dijadikan inspirasi bagi guru
dalam mendesain pembelajaran.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian eksperimen. Penelitian
eksperimen adalah penelitian yang
bertujuan untuk melihat hubungan sebab
akibat, dimana perlakuan yang diberikan
terhadap variabel bebas dapat dilihat
hasilnya pada variabel terikat (Ruseffendi,
1994:32). Populasi pada penelitian ini
adalah siswa kelas X SMA Negeri 2
Salatiga Tahun Pelajaran 2015/2016 yang
terdiri dari 316 siswa yang terbagi dalam 9
kelas. Pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan teknik cluster
random sampling dan diperoleh sampel
sebanyak 72 siswa (siswa kelas X.2 dan
X.4) yang diajar dengan model
pembelajaran Discovery Learning.
Penelitian terdiri dari satu variabel bebas
(independent variable) yaitu model
pembelajaran Discovery Learning dan satu
variabel terikat (dependent variable) yaitu
kecerdasan logis matematis.
Desain penelitian yang digunakan pada
penelitian ini adalah One Group Pretest-
Posttest Design. Desain penelitian ini
menggunakan satu kelompok sampel yang
dipilih secara acak, kemudian diberikan
pretest (tes kemampuan awal) untuk
mengukur kemampuan awal kemudian
diberi perlakuan dengan model
pembelajaran Discovery Learning selama 3
kali pertemuan masing-masing 2 x 45
menit sebelum dilakukan posttest (tes
kemampuan akhir). Metode pengumpulan
data menggunakan metode tes dan metode
observasi. Metode tes digunakan untuk
mengukur kecerdasan logis matematis
siswa. Adapun metode observasi digunakan
untuk mengukur sejauh mana peneliti
melakukan pembelajaran dengan model
Discovery Learning. Instrumen yang
digunakan untuk mengumpulkan data
11
adalah tes. Bentuk soal yang digunakan
berupa soal pilihan ganda. Soal yang
digunakan berjumlah 20 soal untuk pretest
dan 20 soal untuk posttest. Instrumen yang
akan digunakan terlebih dahulu harus
divalidasi para ahli (expert judgement).
Validator dalam penelitian ini adalah 1
dosen psikologi dan 2 guru matematika.
Ketiga validator menyatakan instrumen
layak digunakan untuk penelitian. Adapun
hasil uji validitas butir soal pretest dan
posttest tiap indikator yaitu 9 soal pretest
valid dan 11 soal posttest valid serta
masing-masing indikator kecerdasan logis
matematis terpenuhi.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah
terdapat pengaruh Discovery Learning pada
materi trigonometri terhadap kecerdasan
logis matematis siswa kelas X SMA Negeri
2 Salatiga. Hipotesis penelitian ini di uji
dengan beda rerata dengan terlebih dahulu
dilakukan uji normalitas dengan
Kolmogorov Smirnov karena sampel ≥ 30.
Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah
data sampel berasal dari populasi yang
berdistribusi normal. Jika uji normalitas
terpenuhi, maka uji beda rerata yang
digunakan adalah uji Paired t-test,
sedangkan jika uji normalitas tidak
terpenuhi uji beda rerata yang digunakan
adalah uji Wilcoxon Match Pairs Test.
Keseluruhan uji dilakukan dengan taraf
kesalahan 5% dengan alat bantu
perhitungan berupa software SPSS 16.00
for windows.
HASIL PENELITIAN
1. Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran
dengan Discovery Learning
Pembelajaran dengan model Discovery
Learning dilakukan 3 kali pertemuan
masing-masing 2 x 45 menit. Standar
Kompetensi yang digunakan yaitu
menggunakan perbandingan, fungsi,
persamaan, dan identitas trigonometri
dalam pemecahan masalah. Adapun
Kompetensi Dasar yang digunakan adalah
melakukan manipulasi aljabar dalam
perhitungan teknis berkaitan dengan
perbandingan, fungsi, persamaan, dan
identitas trigonometri dengan indikator
yang akan dicapai pada pertemuan pertama
adalah siswa mampu menentukan dan
menerapkan aturan sinus, pada pertemuan
kedua siswa mampu menentukan dan
menerapkan aturan kosinus, dan pada
pertemuan ketiga siswa mampu
menghitung luas segitiga yang
komponennya diketahui.
Penerapan Discovery Learning pada
pertemuan pertama meliputi tahap
Stimulation, guru memberikan rangsangan
berupa pertanyaan terkait materi
perbandingan trigonometri pada segitiga
siku-siku untuk mengingatkan siswa
tentang materi sebelumnya. Tahap kedua
yaitu Problem Statement, guru memberikan
masalah matematika terkait aturan sinus
tentang perbandingan trigonometri untuk
segitiga sembarang, jika hanya satu sisi dan
satu sudut yang diketahui dimana hipotesis
penyelesaian masalah sudah terdapat pada
LKS (Lembar kerja Siswa). Adapun tahap
ketiga yaitu Data Collection, guru meminta
siswa secara individu untuk memahami
maksud dan intruksi yang disajikan guru
sesuai petunjuk pada LKS (Lembar Kerja
Siswa). Tahap keempat yaitu Data
Processing, guru meminta siswa untuk
menyelesaikan masalah pada LKS berupa
penurunan rumus aturan sinus. Selanjutnya
tahap kelima yaitu Verification, guru
melakukan pemeriksaan untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis
yang terdapat pada LKS dengan membahas
secara bersama-sama. Tahap terakhir yaitu
Generalization, guru memberi kesempatan
kepada siswa untuk menanyakan dan
membuat kesimpulan terkait aturan sinus.
Penerapan Discovery Learning pada
pertemuan kedua meliputi tahap
Stimulation, guru memberikan rangsangan
berupa pertanyaan terkait materi aturan
sinus yang sudah dipelajari pada pertemuan
sebelumnya. Tahap kedua yaitu Problem
Statement, guru memberikan pertanyaan
12
penurunan rumus aturan cosinus dengan
meminta siswa menemukan pola
penurunannya dimana hipotesis
penyelesaian masalah sudah terdapat pada
LKS (Lembar kerja Siswa). Adapun tahap
ketiga yaitu Data Collection, guru meminta
siswa secara individu untuk memahami
maksud dan intruksi yang disajikan guru
sesuai petunjuk pada LKS (Lembar Kerja
Siswa). Tahap keempat yaitu Data
Processing, guru meminta siswa untuk
menyelesaikan masalah pada LKS berupa
penurunan rumus aturan cosinus.
Selanjutnya tahap kelima yaitu
Verification, guru melakukan pemeriksaan
untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis yang terdapat pada LKS dengan
membahas secara bersama-sama. Tahap
terakhir yaitu Generalization, guru
memberi kesempatan kepada siswa untuk
menanyakan dan membuat kesimpulan
terkait aturan cosinus.
Penerapan Discovery Learning pada
pertemuan ketiga meliputi tahap
Stimulation, guru memberikan rangsangan
berupa pertanyaan bagaimana menentukan
rumus luas segitiga, kemudian mengajak
siswa untuk menentukan luas segitiga
menjadi bentuk lain terkait penggunaan
trigonometri dan membuktikan penurunan
rumusnya. Tahap kedua yaitu Problem
Statement, guru memberikan pertanyaan
penurunan rumus luas segitiga dengan
meminta siswa menemukan pola
penurunannya, dimana hipotesis
penyelesaian masalah sudah terdapat pada
LKS (Lembar kerja Siswa). Adapun tahap
ketiga yaitu Data Collection, guru meminta
siswa secara individu untuk memahami
maksud dan intruksi yang disajikan guru
sesuai petunjuk pada LKS (Lembar Kerja
Siswa). Tahap keempat yaitu Data
Processing, guru meminta siswa untuk
menyelesaikan masalah pada LKS berupa
penurunan rumus aturan luas segitiga.
Selanjutnya tahap kelima yaitu
Verification, guru melakukan pemeriksaan
untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis yang terdapat pada LKS dengan
membahas secara bersama-sama. Tahap
terakhir yaitu Generalization, guru
memberi kesempatan kepada siswa untuk
menanyakan dan membuat kesimpulan
terkait aturan luas segitiga.
2. Deskripsi Hasil Pretest dan Posttest
Kecerdasan Logis Matematis Data
Sampel
Kecerdasan logis matematis pada
kondisi awal siswa diambil dari hasil
pretest dan kecerdasan logis matematis
akhir diambil dari hasil posttest dari
kelompok sampel dengan berpedoman
pada indikator kecerdasan logis matematis
dan terdiri dari 9 soal pretest dan 11 soal
posttest yang masing-masing bentuk
soalnya pilihan ganda guna mengukur
kecerdasan logis matematis siswa. Data
hasil tes pretest dan posttest dari 65
sampel dapat dilihat pada Tabel 1.
Berdasarkan hasil uji deskriptif pada
Tabel 1, terlihat bahwa nilai minimum
yang diraih dari hasil posttest mengalami
penurunan dari 22,2 menjadi 18,2. Adapun
nilai tertinggi baik pada pretest ataupun
posttest dapat mencapai 100. Rata-rata nilai
kecerdasan logis matematis sampel posttest
76,066 lebih rendah dibandingkan rata-rata
pretest yang mencapai 79,332. Standar
deviasi posttest juga lebih tinggi, artinya
hasil posttest lebih beragam dibandingkan
pretest. Hasil tes kecerdasan logis
matematis siswa dapat dibagi menjadi 7
interval kelas. Penentuan banyak kelas
yang digunakan adalah penentuan banyak
kelas menurut Sturges dalam Supranto
Tabel 1. Hasil Analisis Deskriptif
Pretest dan Posttest Kecerdasan Logis Matematis
N Min Max Mean Std. Dev
Pretest 65 22.2 100.0 79.332 16.9931
Posttest 65 18.2 100.0 76.066 17.5009
Valid N
(listwise) 65
13
(2000:63), yang mengemukakan suatu
rumus untuk menentukan banyaknya kelas
yaitu sebagai berikut.
𝒌 = 𝟏 + 𝟑, 𝟑𝟐𝟐 𝐥𝐨𝐠 𝒏
Dimana k = banyak kelas, dan n = banyak
sampel. Adapun banyaknya kelas dan
frekuensi hasil pretest dan posttest dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pretest dan
Posttest
No Nilai Pretest Postest
Frk % Frk %
1 17 – 28 2 3,08 2 3,08
2 29 – 40 - - - -
3 41 – 52 1 1,54 2 3,08
4 53 – 64 2 3,08 14 21,54
5 65 – 76 17 26,15 9 13,85
6 77 – 88 12 18,46 17 26,15
7 89 – 100 31 47,69 21 32,31
Gambar 1. Hasil pretest dan posttest
Gambar 1 menunjukkan interval dari
hasil pretest dan posttest, dimana pada
interval 17 – 28 memiliki frekuensi yang
sama (2 siswa). Sementara itu, tidak ada
siswa yang memperoleh interval 29 – 40.
Pada interval 41 - 52 terdapat 1 siswa
pada hasil Pretest dan 2 siswa pada
Posttest, sedangkan interval 53 – 64 dan
mengalami peningkatan yaitu 12 siswa dan
pada interval 65 – 76 mengalami
penurunan sebesar 5 siswa. Adapun
interval 77 – 88 dan 89 – 100 mengalami
penurunan frekuensi masing-masing 5
siswa dan 10 siswa. Sebagian besar nilai
siswa berada pada interval 88 – 100.
3. Analisis Inferensial untuk Uji
Hipotesis
Uji normalitas merupakan uji
penentu melakukan uji hipotesis pada
penelitian. Uji normalitas digunakan untuk
mengetahui apakah sampel yang diambil
berasal dari populasi yang berdistribusi
normal. Sampel diuji dengan menggunakan
uji normalitas metode Kolmogorov
Smirnov dengan berbantu alat perhitungan
SPSS versi 16.00. Hasil uji normalitas dari
kedua tes dapat dilihat pada Tabel 3.
Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa
hasil pretest dan posttest nilai signifikansi
tertulis ,000 artinya mendekati nol yang
kurang dari 0,05. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan sebaran data pretest dan
posttest tidak berasal dari populasi yang
berdistribusi normal. Oleh karena hasil uji
ini, maka uji beda rerata untuk kedua
kelompok data sampel yang saling
dependen menggunakan uji non parametrik
dengan uji Wilcoxon Match Pairs Test. Uji
Wilcoxon Match Pairs Test dilakukan guna
mengetahui selisih nilai angka antara
positif dan negatif antara data pretest dan
posttest. Data sampel diuji dengan
menggunakan uji Wilcoxon Match Pairs
Test dengan berbantu alat perhitungan
SPSS versi 16.00. Hasil Uji Wilcoxon
Match Pairs Test dari data pretest dan
posttest dapat dilihat pada Tabel 3, Tabel 4
dan Tabel 5.
0
10
20
30
40
2 0 1 2
17
12
31
2 0
2
14
9
17 21
Pretest Postest
Tabel 3. Uji Normalitas Pretes dan Posttest
TES Kolmogorov-Smirnov
a
Statistic df Sig.
PRETEST 0,190 65 0,000
POSTEST 0,213 65 0,000
14
Tabel 3. Hasil Uji Tanda Pretest dan Posttest
Kecerdasan Logis Matematis Siswa
N
Mean
Rank
Sum of
Ranks
Posttest -
Pretest
Negative
Ranks
Positive
Ranks
Ties
To Total
39a
26b
0c
34.72
30.42
1354.00
791.00
a. POSTTEST < PRETEST
b. POSTTEST > PRETEST
c. POSTTEST = PRETEST
Berdasarkan Tabel 3, tampak bahwa
hasil posttest mengalami penurunan (39
siswa) sedangkan hasil posttest mengalami
peningkatan (26 siswa) dibandingkan hasil
pretest. Oleh karena itu, tidak ada siswa
yang memperoleh nilai sama pada pretest
dan posttest.
Tabel 4, menunjukkan bahwa
persentase kenaikan hasil pretest sebesar
40% dan penurunan hasil posttest sebesar
60% dari hasil pretest. Adapun pada
kriteria tetap presentase sebesar 0 % (tidak
ada siswa yang memperoleh hasil pretest
dan posttest sama).
Tabel 5 diperoleh bahwa perbedaan
rerata pretest dan posttest tersebut tidak
signifikan. Hal ini dikarenakan hasil uji
Wilcoxon Match Pairs Test menunjukkan
nilai signifikansi 0,066 (lebih dari 0,05).
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
tidak terdapat pengaruh model
pembelajaran Discovery Learning pada
materi Trigonometri terhadap kecerdasan
logis matematis siswa kelas X SMA Negeri
2 Salatiga Tahun Pelajaran 2015/2016
Semester 2.
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Sampel penelitian ini adalah siswa
kelas X SMA Negeri 2 Salatiga sebanyak 2
kelas yang keduanya merupakan kelas
eksperimen. Hasil pretest digunakan untuk
mengetahui kecerdasan logis matematis
pada kondisi awal siswa sebelum diberikan
perlakuan berupa pembelajaran selama 3
kali pertemuan masing-masing 2 x 45
menit. Setelah proses pembelajaran, untuk
mengukur kecerdasan logis matematis
akhir siswa diberi posttest. Hasil pretest
dan posttest akan dibandingkan untuk
mengetahui apakah terdapat pengaruh
model pembelajaran Discovery Learning
pada materi Trigonometri terhadap
Kecerdasan Logis Matematis siswa kelas X
SMA Negeri 2 Salatiga.
Kecerdasan logis matematis meliputi
kemampuan penalaran ilmiah, perhitungan
secara matematis, berpikir logis, penalaran
induktif maupun deduktif, dan ketajaman
pola-pola abstrak serta hubungan-
hubungan. Komponen dalam kecerdasan
logis matematis diperlukan dalam
pembelajaran dengan menggunakan model
Discovery Learning. Adapun pembelajaran
dengan Discovery Learning tidak hanya
menuntut siswa untuk dapat menghitung,
namun juga dapat mengkontruksi konsep-
konsep yang dipelajari. Selain itu, model
Discovery Learning merupakan proses
belajar dimana siswa berperan aktif untuk
menemukan informasi dan memperoleh
pengetahuannya sendiri dengan
pengamatan atau diskusi dalam rangka
mendapatkan pembelajaran yang lebih
bermakna.
Secara umum Discovery Learning
mengarahkan siswa untuk menemukan
informasi,memahami,dan mengkontruksi
konsep-konsep tertentu, membangun
POSTTEST-
PRETEST
Z
Asymp.
Sig. (2-
tailed)
-1.840a
.066
Kriteria Frek %
Meningkat 26 40
Tetap 0 0
Turun 39 60
Tabel 4. Persentase
Kenaikan dan Penurunan
Tabel 5. Hasil Uji Hipotesis
Pretest dan Posttest KLM
a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Sign Ranks Test.
15
aturan-aturan dan belajar menemukan
sesuatu untuk memecahkan masalah.
Proses mengkontruksi konsep siswa
menggunakan penalaran secara induktif
atau deduktif dan berpikir logis, sedangkan
kecerdasan logis matematis meliputi
kemampuan penalaran ilmiah, perhitungan
secara matematis, berfikir logis, penalaran
induktif/deduktif, dan ketajaman pola-pola
abstrak serta hubungan-hubungan yang
sangat diperlukan dalam pembelajaran
dengan menggunakan model Discovery
Learning. Proses pembelajaran
menggunakan Discovery Learning dari
Stimulation, Problem Statement, Data
Collection, Data Processing, Verification,
dan Generalization dapat melatih siswa
untuk berpikir menggunakan kecerdasan
logis matematis.
Proses mengkontruksi konsep
matematika baik secara individu maupun
kelompok melalui proses Stimulation,
Problem Statement, Data Collection, Data
Processing, Verification, dan
Generalization, guru sebagai fasilitator
membimbing siswa untuk mengkontruksi
konsep matematika. Bantuan yang
diberikan dapat berbentuk pertanyaan-
pertanyaan yang lebih sederhana dan lebih
mengarahkan siswa untuk mengkontruksi
suatu konsep matematika. Pembelajaran
dengan model Discovery Learning akan
efektif bila pertanyaan-pertanyaan dalam
lembar kerja siswa (LKS) disajikan dengan
tepat sehingga dapat merangsang proses
berpikir siswa secara optimal. Ini artinya
pertanyaan-pertanyaan dalam lembar kerja
siswa (LKS) harus mendorong siswa
melakukan proses Discovery Learning.
Dengan demikian, model pembelajaran
Discovery Learning dapat mempengaruhi
kecerdasan logis matematis siswa.
Berhasil atau tidaknya siswa
menemukan konsep, prosedur dan prinsip
matematika tergantung pula pada bentuk
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru
secara lisan pada saat proses pembelajaran.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan harus
terjangkau oleh pikiran siswa. Hal tersebut
agar tidak membuat siswa gagal dalam
menemukan konsep. Hal ini dimaksudkan
agar siswa tidak merasa bingung dalam
menemukan konsep matematika.
Uji hipotesis dengan Wilcoxon Match
Pairs Test menghasilkan nilai signifikansi
0,066 (lebih dari 0,05) maka dapat
disimpulkan bahwa perbedaan rerata
tersebut tidak signifikan. Artinya
penerapan Discovery Learning tidak
berpengaruh terhadap kecerdasan logis
matematis. Hasil ini tidak sesuai dengan
hipotesis penelitian ini.
Hasil penelitian ini berbeda dengan
hipotesis penelitian. Hasil ini juga tidak
sejalan dengan teori dari Hamzah (2009:
114-116) yang menyatakan bahwa
kecerdasan logis matematis dapat
dikembangkan dalam pembelajaran,
melalui berbagai cara salah satu model
pembelajaran yang menekankan pada
prinsip penemuan konsep adalah Discovery
Learning dan hasil penelitian dari Ani
Arinawati dkk (2014) dan Ni Nyoman
Setyawati (2011), yang menyimpulkan
bahwa model Discovery Learning
berpengaruh terhadap hasil belajar ditinjau
dari kecerdasan logis matematis.
Penelitian ini telah mendesain dan
melakukan pembelajaran sesuai sintaks
Discovery Learning. Hal ini bisa dilihat
dari hasil analisis lembar observasi yang
menunjukkan bahwa guru telah mendesain
dan mengajar dengan LKS (Lembar Kerja
Siswa). Meskipun demikian, hasil
penelitian ini tidak seperti hipotesis yang
diajukan. Berikut ini hal-hal yang
mengakibatkan tidak ada pengaruh secara
signifikan model Discovery Learning
dalam pembelajaran trigonometri pada
siswa terhadap kecerdasan logis matematis
siswa.
1. Waktu untuk bertatap muka dalam
penelitian ini relatif singkat. Diperlukan
proses adaptasi yang lebih lama agar
siswa dan peneliti dapat saling
mengenal dengan lebih baik. Penelitian
16
ini dilakukan dalam waktu 3 pertemuan
di kelas masing-masing 2 x 45 menit.
Banyaknya interaksi dengan siswa
terbatas pada pertemuan di kelas dan di
sela-sela waktu istirahat pada hari
pelaksanaan pembelajaran. Jika waktu
penelitian diperpanjang, terbuka
peluang adanya pengaruh siginifikan
penggunaan model pembelajaran
Discovery Learning terhadap
kecerdasan logis matematis.
2. Materi belajar dalam penelitian ini
diduga tidak cukup banyak untuk
melihat adanya peningkatan secara
signifikan kecerdasan logis matematis.
Bahan ajar yang dikembangkan dalam
penelitian ini adalah aturan sinus,
aturan kosinus dan luas segitiga. Jika
materi belajar ditambah maka terbuka
peluang adanya pengaruh siginifikan
penggunaan model pembelajaran
Discovery Learning terhadap
kecerdasan logis matematis.
3. Siswa belum terbiasa dengan penerapan
model pembelajaran Discovery
Learning atau penemuan konsep. Hal
ini diduga karena guru tidak pernah
menggunakan model pembelajaran
Discovery Learning pada saat
pembelajaran, sehingga dalam
menggunakan model ini siswa perlu
mengubah cara/ proses berpikirnya
untuk mengkontruksi konsep
matematika.
4. Pemilihan indikator perlu dicermati
antara pretest dan posttest soal yang
dipergunakan harus setara. Hal ini
diduga dapat memberikan pengaruh
terhadap siswa dalam pengerjaan soal.
KESIMPULAN DAN SARAN
Uji hipotesis dengan Wilcoxon Match
Pairs Test menghasilkan nilai signifikansi
sebesar 0,066 (lebih dari 0,05) oleh karena
itu, dapat disimpulkan penerapan Discovery
Learning pada materi trigonometri tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap
Kecerdasan Logis Matematis siswa kelas X
SMA Negeri 2 Salatiga.
Berdasarkan simpulan tersebut, maka
disarankan bagi peneliti lain untuk meneliti
lagi pada materi yang sama, namun periode
waktu yang digunakan relatif lebih lama,
materi belajar ditambah dan membiasakan
siswa dengan penerapan model Discovery
Learning. Selain itu, disarankan pula untuk
melakukan penelitian selanjutnya terkait
model Discovery Learning untuk materi
lain dan untuk melatih kecerdasan lainnya
misalnya kecerdasan spasial maupun
kedelapan kecerdasan lainnya dengan
memperhatikan kesetaraan soal.
DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, T. 1999. Kecerdasan Multipel
di dalam Kelas. Jakarta: Indeks.
Arinawati, dkk. 2014. Pengaruh Penerapan
Metode Penemuan Terbimbing
terhadap Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa Kelas XI IPA
SMAN 1 Padang Panjang. Jurnal
Pendidikan Matematika. Vol. 3.No. 3
diakses melalui http://www.e-
jurnal.com/2015/03/pengaruh-
penerapan-metode-penemuan.html
pada tanggal 15 Februari 2016 pukul
19.00 WIB.
Djamarah, S.B. 2011. Psikologi Belajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Gardner, Howard. 2003. Multiple
Intelligences. Jakarta:
Darasbooks.
Setyawati, Nyoman. 2012. Pengaruh Model
Pembelajaran Penemuan
Terbimbing Berbasis LKS
terhadap Hasil Belajar Matematika
Siswa Ditinjau dari Kecerdasan
Logis Matematis pada Siswa Kelas
X SMAN 1 Bangli. Diakses
melalui
http://www.academia.edu/7204607
17
/Pengaruh_Model_Pembelajaran_
Penemuan_Terbimbing_Berbasis_
Lks_Terhadap_Hasil_Belajar_Met
ematika_Siswa_Ditinjau_Dari_Ke
cerdasan_Logis_Matematis_Pada_
Siswa_Kelas_X_Sma_N_1_Bangl
i pada tanggal 4 April 2016 pukul
21.00 WIB.
Permendiknas. 2006. diakses melalui
http://sdm.data.kemdikbud.go.id/S
NP/dokumen/Permendiknas%20N
o%2022%20Tahun%202006.pdf
pada tanggal 10 Juni 2016 pukul
22.00 WIB.
Purwanto, Ngalim. 2013. Psikologi
Pendidikan.Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Roestiyah, N.K. 2008. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Ruseffendi, E. T. 1994. Dasar-dasar
Penelitian Pendidikan dan Bidang
Non Eksakta Lainnya. Semarang:
IkipPress.
Sugiyono. 2011. Statistika untuk
Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suparno, Paul. (2004). Teori Intelegensi
Ganda dan Aplikasinya di
Sekolah. Yogyakarta: Kanisius.
Supranto, J. 2000. Statistika dan Aplikasi.
Jakarta: Erlangga.
Syah, Muhibbin. 2004. Psikologi
Pendidikan Suatu Pendekatan
Baru.Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Takdir, Mohamad. 2012. Pembelajaran
Discovery Strategy & Mental
Vocational Skill. Yogyakarta:
DIVA Press.
Uno, Hamzah B, dkk. 2009. Mengelola
Kecerdasan dalam Pembelajaran.
Bandung: Alfabeta.