Pengaruh Lingkungan Terhadap Keadaan Fisiologis Ternak

10
Pengaruh Lingkungan terhadap Keadaan Fisiologis Ternak. PENDAHULUAN Latar Belakang Pada dasarnya factor utama yang mempengaruhi tingkat produktivitas ternak atau performance adalah lingkungan dan genetic. Sehingga lingkungan yang berhubungan langsung dengan Performance pada ternak merupakan faktor terpenting dalam penentuan karakter atau sifat dari ternak. Pada umumnya lingkungan memiliki persentase yang lebih tinggi dibanding Genetic, yaitu 70% untuk lingkungan sedang Genetic 30%. Sehingga mengambil bagian yang sangat penting dalam membentuk karakter ternak. Faktor lingkungan yang langsung berpengaruh pada kehidupan ternak adalah Iklim. Iklim merupakan faktor penentu ciri khas dan pola hidup dari suatu ternak. Misalnya, ternak pada daerah tropik tidak sama dengan ternak yang berada di daerah subtropis. Namun, pada saat ini hal tersebut telah mampu di atasi dengan penyesuaian pengaturan suhu tubuh secara langsung seperti yang dilakukan oleh peternakan di israel yang menggunakan Air Condition (AC) untuk beternak. Hal ini ditempuh karena panasnya iklim di israel yang tidak memungkinkan ternak Subtropis berproduksi secara normal. Dengan mengambil metode penyesuaian suhu tersebut maka di dapati bahwa dengan penyesuain suhu lingkungan ternak dapat dihasilkan hasil yang maksimal bahkan dapat melebihi hasil yang di dapati pada daerah asal. Iklim sendiri merupakan bagian terpenting dari penentuan kerja status faali dari ternak. Pengaruh langsung iklim terhadap ternak adalah pada produktivitasnya. Penentuan status faali dari ternak sangat penting untuk diketahui karena dengan mengetahui status faali pada ternak, para peternak dapat menentukan dan menemukan pengaruh lingkungan pada ternak. Karena pada dasarnya dengan mengetahui temperatur lingkungan, kelembaban, temperatur kulit, suhu tubuh, suhu rektal, respirasi dan denyut jantung, peternak akan dapat mengetahui cara dan pengaruh buruk faktor-faktor iklim terhadap ternak serta untuk

description

Pengaruh lingkungan

Transcript of Pengaruh Lingkungan Terhadap Keadaan Fisiologis Ternak

Pengaruh Lingkungan terhadap Keadaan Fisiologis Ternak.

PENDAHULUAN

Latar BelakangPada dasarnya factor utama yang mempengaruhi tingkat produktivitas ternak atau performance adalah lingkungan dan genetic. Sehingga lingkungan yang berhubungan langsung dengan Performance pada ternak merupakan faktor terpenting dalam penentuan karakter atau sifat dari ternak. Pada umumnya lingkungan memiliki persentase yang lebih tinggi dibanding Genetic, yaitu 70% untuk lingkungan sedang Genetic 30%. Sehingga mengambil bagian yang sangat penting dalam membentuk karakter ternak.

Faktor lingkungan yang langsung berpengaruh pada kehidupan ternak adalah Iklim. Iklim merupakan faktor penentu ciri khas dan pola hidup dari suatu ternak. Misalnya, ternak pada daerah tropik tidak sama dengan ternak yang berada di daerah subtropis. Namun, pada saat ini hal tersebut telah mampu di atasi dengan penyesuaian pengaturan suhu tubuh secara langsung seperti yang dilakukan oleh peternakan di israel yang menggunakan Air Condition (AC) untuk beternak. Hal ini ditempuh karena panasnya iklim di israel yang tidak memungkinkan ternak Subtropis berproduksi secara normal. Dengan mengambil metode penyesuaian suhu tersebut maka di dapati bahwa dengan penyesuain suhu lingkungan ternak dapat dihasilkan hasil yang maksimal bahkan dapat melebihi hasil yang di dapati pada daerah asal.

Iklim sendiri merupakan bagian terpenting dari penentuan kerja status faali dari ternak. Pengaruh langsung iklim terhadap ternak adalah pada produktivitasnya. Penentuan status faali dari ternak sangat penting untuk diketahui karena dengan mengetahui status faali pada ternak, para peternak dapat menentukan dan menemukan pengaruh lingkungan pada ternak. Karena pada dasarnya dengan mengetahui temperatur lingkungan, kelembaban, temperatur kulit, suhu tubuh, suhu rektal, respirasi dan denyut jantung, peternak akan dapat mengetahui cara dan pengaruh buruk faktor-faktor iklim terhadap ternak serta untuk mengetahui pada temperatur dan kelembaban berapa ternak memiliki produktivitas yang baik dan efisien, maka oleh karena itu perlu adanya pengelolaan yang lebih lanjut dan intensif.

Dalam usaha meningkatkan produktivitas ternak maka salah satu upaya lain selain iklim adalah perbaikan mutu makanan ternak. Karena pakan ternak merupakan bagian yang sangat penting dari usaha peternakan (Umar, dkk., 1992).

Ternak merupakan hewan yang selalu berupaya mempertahankan temperatur tubuhnya pada kisaran yang normal. Mount (1979) menyatakan apabila sapi diekspose pada temperatur 45C selama 5 jam sehari dalam 21 hari terus-menerus maka mulai hari ke 10 sapi tersebut sudah dapat menyesuaikan diri dengan temperatur panas sehingga temperatur tubuhnya akan sama seperti sebelum diekspose pada panas. Proses mempertahankan temperatur tubuh tersebut tidak berjalan secara langsung tetapi melalui proses yang bertahap.

Kelembaban udara dari suatu lingkungan kehidupan ternak merupakan salah satu unsur iklim. Dimana kelembaban lingkungan mempengaruhi kesehatan ternak. Kelembaban yang terlalu tinggi akan mempertinggi kejadian penyakit saluran pernapasan yang pada gilirannya memakai biaya perawatan kesehatan yang tinggi pada usaha produksi ternak. Kelembaban udara yang tinggi disertai suhu udara yang tinggi menyebabkan meningkatnya frekuensi respirasi.

Di lingkungannya masing-masing jenis mahluk hidup itu tidaklah merupakan kesatuan yang seragam (contohnya manusia), ada perbedaan ukuran tubuh, warna kulit, sifatnya. Begitu juga ternak, seperti sifat unggul dari suatu hewan ternak kita dapat menjumpai sifat ketahanan atau kepekaan nya dari suatu serangan penyakit. Perbedaan-perbedaan sifat yang dimiliki oleh ternak dikarenakan oleh faktor bawaan.

Karena faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap tingkah laku ternak. Bila suhu lingkungan berada di atas atau di bawah comfort zone untuk mempertahankan suhu tubuhnya ternak akan mengurangi atau atau meningkatkan laju metabolisme. Williamson dan Payne (1968) menjelaskan, pada sapi tropik yang dipelihara pada suhu lingkungan di atas 27C mekanisme pengaturan panas aktif dan laju pernafasan dan penguapan meningkat.

Dan pada akhirnya dari serangkaian faktor lingkungan yang mempengaruhi lingkungan ternak maka ternak akan menyesuaikan dirinya. Salah satunya yaitu toleransi terhadap panas. Namun ternak juga memiliki batas toleransi terhadap panas tersebut atau dengan kata lain bahwa daya tahan ternak terhadap panas itu terbatas

Ilmu Lingkungan TernakData yang tersedia memperlihatkan bahwa konsumsi daging per kapita per tahun pada 1982 baru mencapai 4 kg atau 66,7% dari sasaran. Walaupun tingkat konsumsi daging tidak hanya ditentukan oleh tingkat produksinya saja, tetapi jika dikaitkan dengan data pertumbuhan populasi ternak, diperoleh petunjuk bahwa tingkat produksi daging belum dapat memenuhi kebutuhan minimal. Dengan demikian, diperlukan usaha usaha untuk meningkatkan produktivitas ternak.

Produktivitas ternak dicerminkan oleh penampilannya ( performance ), sedangkan penampilan ternak merupakan manifestasi pengaruh genetik dan lingkungan ternak secara bersama. Penampilan ternak dalam setiap waktu adalah perpaduan dari sifat genetik dan lingkungan yang diterimanya. Ternak dengan sifat genetik baik tidak akan mengekspresikan potensi genetiknya tanpa didukung oleh lingkungan yang menunjang. Bahkan telah diketahui bahwa dalam membentuk penampilan, lingkungan berpengaruh lebih besar dari pada sifat genetik ternak.

Iklim, yang merupakan salah satu faktor lingkungan, selain berpengaruh langsung terhadap ternak juga berpengaruh tidak langsung melalui pengaruhnya terhadap faktor lingkungan yang lain. Selain itu berbeda dengan faktor lingkungan yang lain seperti pakan dan kesehatan, iklim tidak dapat diatur atau dikuasai sepenuhnya oleh manusia.Untuk memperoleh produktivitas ternak yang efisien, manusia harus menyesuaikan dengan iklim setempat.

Iklim yang cocok untuk daerah peternakan adalah pada klimat semi-arid. Daerah dengan klimat ini ditandai dengan kondisi musim yang ekstrim, dengan curah hujan rendah secara relatif dan musim kering yang panjang. Fluktuasi temperatur diavual dan musim sangat besar, lengas udara sepanjang tahun kebanyakan sangat rendah dan terdapat intensitas radiasi solar yang tinggi karena atmosfir yang kering dan lagit yang cerah. Meskipun curah hujan keseluruhan berkisar antara 254 sampai 508 mm, dapat terjadi lebat bila turun hujan tetapi kejadiannya sangat jarang.(ilmu lingkungan)

Perkandangan, disamping fungsinya yang lain adalah salah satu upaya manusia untuk melindungi ternaknya dari pengaruh iklim yang negatif serta menciptakan kondisi iklim mikro yang optimal bagi ternaknya.

Dengan tujuan memperoleh gambaran pengaruh kandang terhadap keadaan fisiologis ternak yang selanjutnya akan berpengaruh pula pada produktivitas ternak, dilakukan penelitian dengan menggunakan kambing peranakan Ettawa sebagai materi penelitian.

Iklim yang ada diberbagai daerah tidaklah sama, melainkan bervariasi tergantung dari faktor-faktor yang tak dapat dikendalikan (tetap) seperti altitude (letak daerah dari ekuator, distribusi daratan dan air, tanah dan tofografinya) dan latitude (ketinggian tempat) dan faktor-faktor tidak tetap (variabel) seperti aliran air laut, angin, curah hujan drainase dan vegetasi. (Conrad et al.. 1950 ; Devendra dan Burns, 1970 ; Williamson dan Payne, 1978 dan Soedomo, 1984).

Temperatur LingkunganSetiap hewan mempunyai kisaran temperatur lingkungan yang paling sesuai yang disebut Comfort Zone (Williamson dan Payne, 1987; Mc Dowell, 1980; Webster dan Wilson, 1980). Menurut Williamson dan Payne (1987), Mc Dowell (1980) dan Taffal (1982), temperatur lingkungan yang paling sesuai bagi kehidupan ternak di daerah tropik adalah 10C - 27C (50 F - 80 F). Foley et al. (1972) menyatakan bahwa keadaan lingkungan yang ideal untuk sapi perah adalah pada temperatur antara 30F - 60F dan dengan kelembaban rendah. Sedangkan menurut Adi Sudono dkk. (1968) dikutip Kusuma Dewi dkk. (1977), Sapi FH maupun PFH memerlukan persyaratan iklim dengan ketinggian tempat 1000 m dari permukaan laut, suhu berkisar antara 15 - 21C dan kelembaban udaranya di atas 55 persen. Kenaikan temperatur udara di atas 60F relatif mempunyai sedikit efek terhadap produksi sampai dicapai temperatur kritis dari tiap-tiap individu sapi (Umar AR., dkk, 1991).

Kelembaban LingkunganIklim di indonesia dalah Super Humid atau panas basah yaitu klimat yang idtandai dengan panas yang konstan, hujan dan kelembaban yang terus menerus (Umar AR., dkk. 1991). Temperatur udara berkisar antara 21.11C 37.77C dengan kelembaban relatir 55 100 persen (Wright, 1964 dikutip Lubis, 1956., dikutip Umar Ar, dkk 1991). Rata-rata temperatur sepanjang tahun berkisar antara 2032 3048 mm atau 80 120 inchi (Soedomo, 1984). Pengaruh iklim pada ternak di daerah ini sangat mencolok (Umar Ar., dkk, 1991).

Suhu dan kelembaban udara merupakan faktor-faktor yang penting dari iklim karena besar pengaruhnya terhadap kondisi ternak (Hafiz, 1968 ; Mc Dowell, 1970). Suhu dan kelembaban udara yang tinggi akan menyebabkan stress pada ternak sehingga suhu tubuh, respirasi dan denyut jantung meningkat, serta konsumsi pakan menurun, akhirnya menyebabkan produktivitas ternak rendah. Selain itu berbeda dengan factor lingkungan yang lain seperti pakan dan kesehatan, maka iklim tidak dapat diatur atau dikuasai sepenuhnya oleh manusia (Djoko Sarwono, 1985).

2.4. Daya Tahan PanasPenerapan ternak di daerah yang iklimnya sesuai akan menunjang dihasilkannya produksi secara optimal. Salah satu unsur penentu iklim adalah suhu lingkungan. Bagi sapi potong yang mempunyai suhu tubuh optimum 38.33C, suhu lingkungan 25C dapat menyebabkan peningkatana rata pernafasan, suhu rektal dan pengeluaran keringat, yang semuanya merupakan manifestasi tubuh untuk mempertahankan diri dari cekaman panas (Widoretno. 1983).

Daya tahan panas seekor ternak dapat diketahui melalui penggunaan rumus Benezra (1952), berdasarkan hasil pengukuran suhu rektal dan rata-rata pernafasan pada pagi dan siang hari (Widoretno. 1983)

Makin tinggi nilai Benezra Coefficient, daya tahan panas hewan makin rendah. Dilain pihak Guyton (1976) mengemukakan, bahwa makin banyak jumlah keringat yang dikeluarkan, hewan makin tidak tahan terhadap cekaman panas. Dengan demikian makin tinggi nilai Benezra Coefficient, jumlah ekskreasi keringat makin banyak (Widoretno. 1983).

Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai banyaknya ekskresi keringat yang dihubungkan dengan daya tahan panas sapi potong, yang menggunakan bahan-bahan yang mudah diperoleh dan relative murah harganya.

2.5. Menghitung RH-Tbk-TbbKelembaban udara ditentukan oleh jumlah uap air yang terkandung di dalam udara. Total massa uap air per satuan volume udara disebut sebagai kelembaban absolut (absolute humidity, umumnya dinyatakan dalam satuan kg/m3). Perbandingan antara massa uap air dengan massa udara lembab dalam satuan volume udara tertentu disebut sebagai kelembaban spesifik (spesifik humidity, umumnya dinyatakan dalam satuan g/kg). Massa udara lembab adalah tital massa dari seluruh gas-gas atmosfer yang terkandung, termasuk uap air; jika massa uap air tidak diikutkan, maka disebut sebagai massa udara kering (dry air).

Data klimatologi untuk kelembaban udara yang umum dilaporkan adalah kelembaban relatif (relative humidity, disingkat RH). Kelembaban relatif adalah perbandingan antara tekanan uap air aktual (yang terukur) dengan tekanan uap air pada kondisi jenuh. Umumnya dinyatakan dalam persen.

RH = [PA/Pg] x 100%

Di mana: PA = tekanan uap air aktualPg = tekanan uap air pada kondisi jenuh

2.6. Suhu TubuhSuhu tubuh hewan homeotermi merupakan hasil keseimbangan dari panas yang diterima dan dikeluarkan oleh tubuh. Dalam keadaan normal suhu tubuh ternak sejenis dapat bervariasi karena adanya perbedaan umur, jenis kelamin, iklim, panjang hari, suhu lingkungan, aktivitas, pakan, aktivitas pencernaan dan jumlah air yang diminum (Anderson, 1970). Bartholomew (1977) menyatakan bahwa suhu normal adalah panas tubuh dalam zone thermoneutral pada aktivitas tubuh terendah. Selanjutnya oleh parker (1980) ditambahkan, variasi normal suhu tubuh akan berkurang bila mekanisme thermoregulasi telah bekerja sempurna dan hewan telah dewasa. Webster dan Wilson (1980) mengatakan bahwa variasi suhu tubuh 0,6 - 1,2 oC adalah normal.

Webster dan Wilson (1980) mengatakan bahwa suhu tubuh (true body temperature) adalah suhu daerah yang meninggalkan jantung dan suhu rectal umumnya 0.1 0.3 oC lebih rendah dari suhu tubuh. Walaupun demikian, menurut Anderson (1970), salah satu cara untuk memperoleh gambaran suhu tubuh adalah dengan melihat suhu rectal dengan pertimbangan bahwa rectal merupakan tempat pengukuran terbaik dan dapat mewakili suhu tubuh secara keseluruhan sehingga dapat disebut sebagai suhu tubuh.

2.7. Respirasi. Respirasi adalah proses pertukaran gas sebagai suatu rangkaian kegiatan fisik dan kimis dalam tubuh organisme dalam lingkungan sekitarnya. Oksigen diambil dari udara sebagai bahan yang dibutuhkan jaringan tubuh dalam proses metabolisme. Dalam respirasi terpenting adalah mengambil oksigen, melepaskan karbondioksida serta transportasinya ke dan dari jaringan pernapasan (Tenney, 1977 dan Bone 1977).

Frekuensi respirasi bervariasi tergantung antara lain dari besar badan, umur, aktivitas tubuh, kelelahan dan penuh tidaknya rumen (Tenney, 1970; Jeffrey, 1975; White, 1977 dan Bone, 1982).

McDowell dkk, (1972) mengatakan bahwa pada sapi, kerbau, kambing dan domba peningkatan frekuensi respirasi merupakan salah satu mekanisme pengaturan suhu tubuh. Kecepatan respirasi meningkat sebanding dengan meningkatnya suhu lingkungan. Lebih lanjut French (1980) dan Copland (1983) menyatakan bahwa meningkatnya frekuensi respirasi menunjukkan meningkatnya mekanisme tubuh untuk mempertahankan keseimbangan fisiologik dalam tubuh hewan.

Kelembaban udara yang tinggi disertai suhu udara yang tinggi menyebabkan meningkatnya frekuensi respirasi (Hafez, 1968).

2.8. Denyut jantungSirkulasi darah berfungsi membantu peredaran nutrient untuk metabolisme sel tubuh, pertukaran O2 dan CO2 di paru-paru, berperan dalam proses pembuangan panas melalui radiasi dan konveksi pada permukaan tubuh dan lain sebagainya. Smith (1970) mengatakan bahwa jumlah aliran darah pada bagian tubuh tergantung dari kebutuhan masing-masing bagian tubuh. White (9177) menjelaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan organ tubuh seperti makanan dan oksigen dibutuhkan adanya sirkulasi darah yang memadai, karena darah merupakan media pengangkut terpenting dalam darah.

Gerakan darah dari jantung terjadi oleh karena adanya detakan jantung. Detakan ini disebut denyut nadi atau pulsus (Smetzer dkk, 1970). Frekuensi denyut nadi dapat dideteksi melalui denyut jantung yang dirambatakan pada dinding rongga dada atau pada pembuluh nadinya (Smetzer dkk, 1970 dan Bone, 1982).

Smith dan Hamlin (1970) dan Bone (1982) menyatakan bahwa frekuensi denyut nadi bervariasi tergantung dari jenis hewan, umur, kesehatan dan suhu lingkungan. Disebutkan pula bahwa hewan muda mempunyai denyut nadi yang lebih frekuen daripada hewan tua. Pada suhu lingkungan tinggi, denyut nadi meningkat. Peningkatan ini berhubungan dengan peningkatan respirasi yang menyebabkan meningkatnya aktivitas otot-otot respirasi, sehingga dibutuhkan darah lebih banyak untuk mensuplai O2 dan nutrient melalui peningkatan aliran darah dengan jalan peningkatan denyut nadi.

Bila terjadi cekaman panas akibat temperatur lingkungan yang tinggi maka frekuensi pulsus ternak akan meningkat (Esmay, 1969), hal ini berhubungan dengan peningkatan frekuensi respirasi yang menyebabkan meningkatnya aktivitas otot-otot respirasi, sehingga memepercepat pemompaan darah ke permukaan tubuh dan selanjutnya akan terjadi pelepasan panas tubuh.

Frekuensi Pulsus sapi dalam keadaan normal adalah 54 84 kali per menit (Soerono., 1974), 40 60 kali per menit (Anonimous, 1980) dan sapi Muda 80 90 kali per menit (Anonimous, 1980).

KesimpulanJadi kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah: (1) penerapan ternak di daerah yang iklimnya sesuai akan menunjang dihasilkannya produksi secara optimal; (2) Temperatur Lingkungan nilai rata-rata yang di dapat adalah 32C; (3) Kelembaban Nilai rata-rata yang dihasilkan adalah 65%; (4) Suhu tubuh dengan suhu rektal dan suhu kulit saling berpengaruh karena suhu tubuh di dapat dari kedua suhu tersebut, suhu tubuh yang dihasilkan berkisar 30 - 40C, sedang pada Suhu Rektal adalah 38 - 39C, dan pada suhu kulit yang dihasilkan adalah berkisar 35 - 38C; (5) Frekuensi pernapasan berpengaruh kepada lingkungan, apabila suhu dan kelembaban naik maka frekuensi respirasi dan denyut jantung akan meningkat frekuensi pernapasan yang dihasilkan adalah berkisar 21 41 kali per menit, sedang denyut jantung kisarannya adalah 57 82 kali per menit; (6) daya tahan panas pada sapi Bull yang di Ukur adalah Normal untuk sekresi keringat adalah 2 3 Benezra koefisien.

5.2. SaranSaran yang dapat diambil dari praktikum ini adalah; (1) pada saat pengukuran ternak, aktivitas yang dilakukan ternak harus diperhatikan agar pada saat pengolahan data, hasil yang di dapat tidak menjadi rancu dan tidak valid; (2) untuk mendapatkan hasil yang optimal, pengukuran dilakukan lebih dari 1x.

DAFTAR PUSTAKA

Soedomo Reksohadiprojo. 1984. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. BPFE, Yogyakarta.

Umar Ar., dkk. 1991. Pengaruh Frekuensi Penyiraman/memandikan terhadap status faali Sapi Perah yang dipelihara di Bertais Kabupaten Lombok Barat. UNRAM University Press, Mataram.

Widoretno, Dyah Kusumo Utari., 1983. Cara Pengukuran Ekskresi Keringan untuk Mengetahui Daya Tahan Panas Sapi Potong. UNPAD University Press, Bandung.