Penerimaan Sadits

15
 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kita sebagai umat islam dalam menjalani kehidupan di dunia ini di anjurkan harus dilandasi dengan Al-Qur’ an dan Hadits Rasulullah supaya manusia itu tidak le pas dar i pe rin ta h Al la h dan Ra sul -Nya, ol eh kar en a it u iz ink anlah kam i me ngg oreskan tinta hit am seb ag ai sed ikit pe nga la ma n yan g terkait de nga n Tranfor masi Hadits . Selain go resan ti nt a in i ka mi pe rsemba hkan bu at pa ra  pembaca yang budiman, karya ini juga kami jadikan sebagai tugas makala h dari mata kuliah “Ulumul Hadits” semester III ini yang di bimbing langsung oleh Dr. Umi Sumbulah M,Ag. Dalam pembahasan kali ini akan dibahas secara detail sehingga mudah di faham oleh para pembaca sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua, dan harus kita laksanakan dengan benar apa yang menjadi perinta h dan kita ting gal kan jau h-ja uh apa yang men jadi lar anga n, Ter kait den gan hadi ts yang me rup akan salah satu sumbe r yan g ke dua kit a har us me nge tahui bag aimana tranfofmasi hadits. B. Rumusan Masalah Bagaimana proses Tahammul Al-Hadits? Ada berapakah metode penerimaan hadits? Apa yang dimaksud dengan Al-Adau l Hadit s? Ada berapakah bentuk-bentuk tranformasi hadits? C. Tujuan Para muhadditsin memperselisihkan tentang sah atau tidaknya anak yang  belum dewa sa, orang yang masih dalam keka firan dan rawi yang masih dalam keadaan  fasiq, di saat ia menerima hadits dari Nabi SAW untuk meriwayatkan hadits. 1

Transcript of Penerimaan Sadits

Page 1: Penerimaan Sadits

5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 1/15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kita sebagai umat islam dalam menjalani kehidupan di dunia ini di anjurkan

harus dilandasi dengan Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah supaya manusia itu tidak 

lepas dari perintah Allah dan Rasul-Nya, oleh karena itu izinkanlah kami

menggoreskan tinta hitam sebagai sedikit pengalaman yang terkait dengan

Tranformasi Hadits. Selain goresan tinta ini kami persembahkan buat para

 pembaca yang budiman, karya ini juga kami jadikan sebagai tugas makalah dari

mata kuliah “Ulumul Hadits” semester III ini yang di bimbing langsung oleh Dr.

Umi Sumbulah M,Ag. Dalam pembahasan kali ini akan dibahas secara detail

sehingga mudah di faham oleh para pembaca sehingga dapat bermanfaat bagi kita

semua, dan harus kita laksanakan dengan benar apa yang menjadi perintah dan kita

tinggalkan jauh-jauh apa yang menjadi larangan, Terkait dengan hadits yang

merupakan salah satu sumber yang kedua kita harus mengetahui bagaimana

tranfofmasi hadits.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana proses Tahammul Al-Hadits?

Ada berapakah metode penerimaan hadits?

Apa yang dimaksud dengan Al-Adaul Hadits?

Ada berapakah bentuk-bentuk tranformasi hadits? 

C. Tujuan

Para muhadditsin memperselisihkan tentang sah atau tidaknya anak yang

 belum dewasa, orang yang masih dalam kekafiran dan rawi yang masih

dalam keadaan  fasiq, di saat ia menerima hadits dari Nabi SAW untuk 

meriwayatkan hadits.

1

Page 2: Penerimaan Sadits

5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 2/15

Ada delapan macam metode penerimaan hadits: Sama’ min lafdzi syaikhi,Al-

Qira’ah ‘Ala Al-Syaikh atau “aradl Al-Qira’ah, Al-Ijazah,Al-Munawalah,Al-

 Muktabah,Al-I’lam,Al-Wasiyah,Al-Wijadah.

Al-ada ialah menyampaikan atau meriwayatkan hadits kepada orang lain, Olehkarena itu ia mempunyai peranan yang sangat penting, sebab sah atau tidaknya

suatu hadits juga sangat tergantung padanya.

Ada dua bentuk tranformasi hadits yaitu hadits lafdzi dan maknawi.

Page 3: Penerimaan Sadits

5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 3/15

BAB II

PEMBAHASAN

Penerimaan Riwayat Hadits (Tahammul al-Hadits).Periwayatan anak-anak, orang kafir dan orang fasiq.

Para muhadditsin memperselisihkan tentang sah atau tidaknya anak 

yang belum dewasa, orang yang masih dalam kekafiran dan rawi yang masih

dalam keadaan fasiq, di saat ia menerima hadits dari Nabi SAW untuk 

meriwayatkan hadits1.

Jumhur ahli hadits berpendapat, bahwa penerimaan periwayatan hadits

oleh anak yang belum sampai umur(belum mukallaf ) dianggap sah apabila

 periwayatan hadits tersebut disampaikan kepada orang lain pada waktu sudah

mukallaf. Hal ini didasarkan kepada para sahabat, tabi’in dan ahli ilmu

setelahnya yang menerima periwayatan setelahnya yang menerima periwayatan

hadits seperti Hasan, Abdullah,bin Zubeir, Ibnu Abbas dan lain-lain dengan

tanpa mempermasalahkan apakah mereka telah baligh atau belum, namun

mereka berbeda pendapat mengenai batas minimal usia anak yang

diperbolehkan bertahammul, sebab permasalahan ini tidak terlepas dari

ketamyizan anak tersebut.

Merka memperselisihkan batas minimal umur anak yang belum dewasa,

yang dapat dibenarkan dalam penerimaan riwayat, menurut para jumhur batas

umur minimal ialah 5 tahun. Sebab dari umur inilah anak-anak mulai

menginjak tamyiz, Karena diumur ini pula anak sudah mampu menghafal apa

yang didengar dengan mengingat-ingat apa yang dihafal. Pendapat ini

didasarkan pada hadits riwayat Bukhari dari sahabat Mahmud bin Al-Ruba’i:

.“Saya ingat Nabi SAW meludahkan air yang diambilnya dari timba ke

mukaku, sedang pada saat itu saya berusia 5 tahun”.

Abu Abdullah Al-Zuba’i berpendapat bahwa sebaiknya anak 

1 Ikhtisar Musthalahu’l-Hadits,Fathur-Rahman,halaman 211.

3

Page 4: Penerimaan Sadits

5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 4/15

diperbolehkan pada saat mereka mulai berusia 10 tahun, sebab pada usia ini

akal mereka telah dianggap sempurna, dalam arti bahwa merka telah dianggap

sempurna dalam arti bahwa mereka telah mempunyai kemampuan untuk 

menghafal dan mengingat hafalannya. Sementara ulama’ syam memandangusia yang ideal bagi seorang untuk meriwayatkan hadits setelah berusia 30

tahun dan ulama’ kuffah bependapat minimal berusaha 20 tahun2.

Terjadinya perbedaan pendapat ulaama’ mengenai ketamyizan

seseorang tidak terlepas dari kondisi yang mempengaruhi kepadanya dan bukan

 berdasarkan pada usianya, sebab bisa saja seseorang pada usianya tertentu,

karena situasi dan kondisi yang memperngaruhi perbedan dia belum tamyiz.

Oleh karenanya, ke-tamyizan seseorang bukan diukur dari usia, tetapididasaekan pada tingkat kemampuan menangkap dan memahami pembicaraan

dan mampu menjawab pertanyaan dengan benar serta adanya kemampuan

menghafal dan mengingat-ingat hafalannya.

Mengenai penerimaan hadits bagi orang kafir  atau  fasiq,  jumhur 

Ulama’ ahli hadits menganggap sah, asalkan hadits tersebut diriwayatkan

kepada orang lain pada saat mereka bertaubat. Alasan yang mereka kemukakan

adalah banyaknya kejadian yang mereka saksikan dan banyaknya sahabat yang

mendengar sabda Nabi SAW sebelum mereka masuk islam.

Macam-macam cara menerima riwayat.

Cara menerima riwayat itu ada 8 macam, Yaitu:

Sama’ min lafdzi Syaikhi,

yakni mendengar sendiri dari perkataan gurunya, baik secara didektekan

maupun bukan, dan baik dari hafalannya maupun dari tulisannya, cara-cara

yang demikian itu merupakan cara yang yang tinggi nilainya, menurut jumhur , sebab dimasa Rasul cara inilah yang dijalankannya, yakni sering

2 Ulama’ Kufah dalam kehidupan sehari-harinya tidak mengizinkan putra-putranya untuk belajar hadits sebelum mencapai usia umur 30 tahun. Untuk usia dibawah itu disibukkan dengan menghafalAl-Qur’an, belajar ilmu fara’idl, Fiqh dan lain-lain. Lihat As-Suyuthi, Tadrib Al-Rawi jilid2(Beirut:Dar Al-Fikr, 1988). hlm.5

Page 5: Penerimaan Sadits

5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 5/15

 para sahabat mendengarkan apa yang didektekan Nabi SAW, dengan cara-

cara ini terpeliharalah kekeliruan dan kelupaan, serta mendekati kebenaran,

lantaran sudah menjadi kebiasaan, setelah selesai mereka saling

mencocokkan satu sama lain.Termasuk dalam kategori sama’ juga seorang yang mendengarkan

hadits dari Syaikh dari balik sattar(semacam kain pembatas/penghalang).

 Jumhur Ulama’ membolehkannya dengan berdasar pada para sahabat yang

 juga pernah melakukan hal demikian ketika meriwayatkan hadits-hadits

Rasulullah melalui ummahat al-Mu’minin(Para isteri Nabi SAW).

Lafadz-lafadz yang dipergunakan oleh rawy dalam meriwayatkan hadits

atas dasar  sama’ 

3

, ialah:: (Seseorang telah mengabarkan kepadaku/kami)

: (Seseorang telah bercerita kepadaku/kami)

: (Saya telah mendengar, Kami telah

mendengar)

 Al-Qira’ah ‘Ala Al-Syaikh atau “aradl Al-Qira’ah

Yakni suatu cara penerimaan hadits dengan cara seseorang membacakan

hadits dihadapan gurunya, baik dia sendiri yang membacakan maupun

orang lain, sedang sang guru mendengarkan atau menyimaknya, baik sang

guru hafal maupun tidak tetapi dia memegang kitabnya atau mengetahui

tulisannya atau tergolong tsiqqah.

Ajjaj Al-Khatib mengutip pendapat Imam Ahmad mensyaratkan orang

yang membaca(Qari’) itu mengerti dan memahami apa yang dibaca,

Sementara syarat bagi mengutip pendapat Imam Harmain4-Hendaknya

yang ahli dan teliti ketika mendengar atau menyimak dari apa yangdibacakan oleh Qari’  sehingga Tahrif  maupun tashif  dapat terhindarkan

 jika tidak demikian maka proses tahammul tidak sah5.

3 Ibid, Hal.2134 Imam Haramain adalah gelar unutk Imam Al-Rofi’I dan Imam al-Nawawi5 Ajjaj Al-Khatib,Ushul Al-Hadits ‘Ulumuhu wa Muasthalahuhu (Beirut Dar Al-Fikr,1981). hlm

5

Page 6: Penerimaan Sadits

5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 6/15

Ibnu Abbas mengatakan kepada muridnya”Bacakanlah kepadaku, sebab

 bacaan kalian kepadaku seperti baanku kepada kalian”. Sementara Ibnu Al-

Shalah Imam Nawawi dang jumhur ulama’ memandang bahwa al-sama’

lebih tinggi derajatnya dibanding dengan cara qira’ahnya.

 Al-Ijazah

Yakni seorang guru memberikan izin kepada muridnya untuk 

meriwayatkan hadits atau kitab kepada seseorang atau orang-orang tertentu,

Sekalipun murid tidak membacakan kepada gurunya, Seperti:

(Saya mengijasahkan kepadamu untuk meriwayatkan diriku)

Al-Qadhi Iyad membagi Ijazah ini menjadi enam macam, sedang IbnuAl-Shalah menambah satu macam lagi, Sehingga menjadi tujuh macam,

Ketujuh macam al-ijazah tersebut sebagai berikut6:

Seseorang guru mengijazahkan kepada seseorang tertentu

Ijazah kepada oran tertentu untuk meriwayatkan sesuatu yang tidak tertentu

Bentuk ijazah secara umum

Bentuk ijazah yang kepada orang yang tidak tetentu untuk meriwayatkan

sesuatu yang sama tidak tertentu juga

Ijazah kepada orang yang tidak ada seperti ijazah kepada bayi yang masih

dalam kandungan

Ijazah melalui sesuatu yang belum pernah diperdengarkan dan dibacakan

kepada si penerima ijazah

 Al-Ijazah Al-Mujaz  separerti perkataan guru”Saya ijazahkan kepadamu

ijazahku.

 Al-Munawalah

Yakni seseorang guru memberikan sebuah naskah asli kepaa muridnya

atau salinan yang sudah dikoreksinya untuk diriwayatkan, ada juga yang

2346 Mahmud tahnan ,Ulumul Hadits(Tidar Ilahi Press),Hal 188

Page 7: Penerimaan Sadits

5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 7/15

mengatakan bahwa  Al-Munawalah ialah seorang guru memberi kepada

seorang murid, kitab asli yang didengar dari gurunya, atau sesuatu naskah

yang sudah dicocokkan sambil berkata: Inilah hadist-hadits yang sudah

saya dengar dari seseorang, maka riwayatkanlah hadits itu dariku dan sayaijazahkan kepadamu untuk diriwayatkan7.

Al-Munawalah itu dibagi menjadi dua yaitru:

Al-Munawalah dibarengi dengan ijazah. Misalnya setelah sang guru

menyerahkan kitabnya yang telah diriwayatkan atau naskahnya yang

telah dicocokan atau beberapa hadits yang telah ditulis, lalu ia katakan

kepada muridnya”Ini riwayat saya, maka riwayatkanlah diriku”

kemudian sang murid menerima sambil sang guru berkata”Saya telahijazahkan kepadamu untuk kamu riwayatkan dariku”.

Al-Munawalah tanpa dibarengi dengan  Ijazah, seperti perkataan guru

kepada muridnya”ini hadits saya” atui ini adalah hasil pendengaranku

atau dari periwayatanku” Dan tidak mengatakan “Riwayatkanlah dariku

atau saya ijazahkan kepadamu”

.

 Al-Muktabah

Yakni seorang guru menuliskan sendiri atau menyuruh orang lain untuk 

menuliskan sebagian haditsnya guna diberikan kepada murid yang ada

dihadapannya atau yang tidak hadir dengan jalan dikirimi surat melalui

orang yang dipercaya untuk menyampaikannya.

 Al-Muktabah ada dua macam yakni:

 Al-muktabah yang dibarengi dengan ijazah, yaitu sewaktu sang guru

menuliskan beberapa hadits untuk diberikan kepada muridnya disertai

dengan kata-kata” ini adalah hasil periwayatanku maka riwayatkanlah” Al-Muktabah yang tidak dibarengi dengan ijazah yaituguru menuliskan

hadits untuk diberikan kepada muridanya dengan tanpa disertai

 perintah untuk meriwayatkan atau mengijazahkan.

7 Fathur Rahman, Opcit.Hal 215

7

Page 8: Penerimaan Sadits

5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 8/15

 Al-I’lam

Yakni pemberitahuan guru kepada muridnya bahwa hadits yang

diriwayatkannya adalah riwayatnya sendiri yang diterima dari guruseseorang, dengan tidak mengatakan(menyuruh) agar si murid

meriwayatkannya8.

Hadits yang berdasar  I’lam ini, tidak boleh karena adanya kemungkinan

 bahwa sang guru telah mengetahui bahwa dalam hadits tersebut ada

catatannya. Lafad-lafadnya untuk menyampaikan hadits yang diterima

 berdasarkan I’lam ini seperti:

“Seseorang telah memberitahukan kepadaku, ujarnya, telah berkata padaku….”

 Al-Wasiyah

Yakni seorang guru ketika akan meninggal atau bepergian

meninggalkan pesan kepada orang lain untuk meriwayatkan hadits atau

kitabnya, setelah sang guru meninggal atau bepergian. Periwayatan hadits

dengan cara ini oleh jumhur dianggap lemah, sementara Ibnu Sirin

membolehkan mengamalkan hadits yang diriwayatkan atas jalan wasiat ini.

Orang yang diberi wasiat ini tidak boleh meriwayatkan hadits dari si

 pemberi wasiat dengan redaksi karena si penerima wasiat tidak bertemu

dengannya.

 Al-Wijadah

Yakni seorang memperoleh hadits orang lain dengan mempelajari kitab-

kitab hadits dengan tidak melalui cara al-sama’, al-ijazah, atau al-

munawalah. Para Ulama’ berselisih pendapat mengenai cara ini.Kebanyakan ahli hadits dan ahli fiqih dari madzhab Malikiyah tidak 

memperbolehkan meriwayatkan hadits dengan cara ini, imam Syafi’I

dengan segolongan pengikutnya memperboehkan beramal dengan hadits

8 Mahmud Tahnan, Opcit Hal 192

Page 9: Penerimaan Sadits

5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 9/15

yang periwayatannya melalui cara ini, Ibnu Al-Shalah mengatakan bahwa

sebagian ulama muhaqqiqin mewajibkan mengamalkannya bila diyakini

kebenarannya9.

Lafadz-lafaadz penyampaian: Orang yang mendapatkan haditsmengatakan”Wajadtu bi-khathi fulanin”(aku mendapatkan melalui tulisan

sin fulan), atau “qara’tu bi-khathi fulanin” (aku membaca melalui tulisan

si fulan seperti begini), kemudian ia mengungkapkan isnad dan matannya.

Meriwayatkan/Menyampaikan Al-Hadits (Ada’ul hadits)

Sebagaimanan telah disebutkan, bahwa al-ada ialah menyampaikan atau

meriwayatkan hadits kepada orang lain, Oleh karena itu ia memounya perananyang sangat penting dan sudah barang tentu menurut pertanggungjawaban yang

cukup berat, sebab sah atau tidaknya suatu hadits jugta sangat tergantung

 padanya10.

Lafadz-lafadz untuk meriwyatkan hadits

Di muka telah diketahui, bahwa karena perbedaan cara-cara rawy menerima

hadits dari gur dan memberikan, maka beda pulalah lafadz-lafadz yang dipakai

untuk menyampaikan hadits, perbedaan lafadz-lafadz menyam,paikan hadits,

mengakibatkann perbedaan nilai suatu hadits. Mislnya misalnya suatu hadits

yang dilafadkan menggunakan saighat

 sama’ (sami’tu/sami’na)Tahdits(Haddatsany/haddatsana) Ikhbar (Akhbarani/akh

 barana).

As-Syafi’i dan ulama’ulama’ timur membedakan lafadz haddatsan dengan

akhbarana, ialah kalau lafadz haddatsan itu untuk rawy yang mendengar 

langsung dari sang guru, sedang lafadz akhbarana untuk rawy yang membaca

atau menghafal hadits dihadpan guru kemudian sang guru meng-ia-kan.

Hadits Mu’an’an dan Hadits Muannan

9 Ibid. Hal 9310 Munzir Suparca dan Ucang Ranuwijaya, Ilmu Hadits. PT.Grafindo Persada.Hal 95

9

Page 10: Penerimaan Sadits

5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 10/15

Jika seorang rawy meriwayatkan suatu hadits dengan lafadz ‘an (dari) Maka

haditsnya disebut  Mu’an’an, dan ia disebut  Mu’an’in. Dan jika seorag rawy

meriwayatkan dengan lafadz anna(bahwaanya), Haditsnya disebut  Mu’annan,

dan ia disebut Muannin.Suatu hadits yang diriwayatkan dengan cara tersebut agar dapat disebut hadits

mutashil harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

Si Mu’an’in bukan seorang Mudallis

Si Mu’an’in harus pernah berjumpa dengan guru yang pernah memberinya.

Persyaratan ini disebut dengan “Isytirathu’l-liqa’”

Menurut Imam Muslim hendaknya:

Si Mu’an’in itu harus hidup sama dengan orang yang pernah memberinya,Persyaratan ini disebut dengan “Isytirathu’l-mu’asharah”

Menurut sebagian ulama yang lain:

Si Mu’an’in atau si Muannin harus harus diketahui dengan yakin, bahwa ia

 benar-benar menerima hadits tersebut dari gurunya.

Beberapa Syarat untuk periwayat hadits

Islam

Pada waktu meriwayatkan suatu hadits, maka seorang perawi harus

muslim, dan menurut ijma’ periwayatan kafir tidak sah11, seandainya

 perawinya seorang fasiq saja kita disuruh bertawaquf, maka lebih-lebih

 perawi yang kafir. Kaitnnya masalah ini bisa kita bandingkan dengan

firman Alah sebagai berikut:

$pkr'¯ »t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä bÎ) óOä.uä!%y`

7, Å $ sù :*t6t^Î/ (#þqãY ̈t6tGsù br& (#qç7ÅÁè? $JBöqs%

7's#»ygpg¿2 (#qßsÎ6óÁçGsù 4n?tã $tB óOçFù=yèsùtûüÏBÏ»tR  ÇÏÈ

Artinya:’’ Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang

fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar 

11 Ibid. hal 97

Page 11: Penerimaan Sadits

5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 11/15

kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum

tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu

menyesal atas perbuatanmu itu”.

BalighYang dimaksud dengan baligh ialah perawinya cukup usia ketika ia

meriwayatkan hadits, walau penerimanya sebelum baligh. hal ini didasarkan

 pada hadits Rasul yang artinya: Hilang kewajiban menjalankan syari’at islam

dari tiga golongan,yaitu: Orang gila sampai dia sembuh, orang yang tidur 

sampai bangun, dan anak-anak sampai ia mimpi12.

‘AdalahYang dimaksud dengan adil adalah suatu sifat yang melekat pada jiwa

seseorang yang menyebabkan orang yang mempunyai sifat tersebut, tetap

taqwa, menjaga kepribadian dan percaya pada diri sendiri dengan

kebenarannya, menjauhkan diri dari dosa besar dan sebagian dosa kecil dan

menjauhkan diri dari hal-hal yang mubah, tetapi tergolong kurang baik dan

selalu menjaga kepribadian.

Dhabit

Dhabit ialah teringat kembali perawi saat penerimaan dan pemahaman

suatu hadits yang ia dengar dan hafal sejak waktu menerima hingga

menyampaikannya. Jalannya mengetahui kedahbitan perawi dengan jalan

 I’tibar  terhadap berita-beritanya dengan berita-berita yang tsiqat  dan

memberikan keyakinan. Ada yang mengatakan bahwa disamping syarat-syarat

disebutkan di atas, antara satu perawi dengan perawi lain bersambung, haditsyang disampaikan itu tidak syadz, tidak ganjil dan tidak bertentangnan dengan

hadits-hadits yang lebih kuat ayat-ayat Al-qur’an.

12 Abu Dawud, Sunan Abi Daud , juz 4 (Suriyah: Dar Al-hadits 1974) Cet ke-1 hlm. 559 haditsnomer 442

11

Page 12: Penerimaan Sadits

5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 12/15

Dari uraian di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa al-tahammul dan

al-ada’ merupakan masalah yang yang cukup berat, baik berkaitan dengan cara

 bertahammul maupun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam al-ada’.

Bentuk-bentuk tranformasi hadits.

C.1. Hadits lafdzi 

 Hadits lafdzi adalah susunan hadits dengan susunan redaksi yang

 persis sama, sehingga garis besar dan perincian maknanya tentu sama pula.

Atau hadits dengan sususnan yang sedikit berbeda redaksi karena sebagian di

gunakan kata-kata muradifnya sehingga garis besar dan perincian makna

hadits itu tetap sama13

.Berikut adalah contoh dari hadits lafdzi.

Artinya: “Rasulullah SAW bersabda, Siapa yang sengaja berdusta

terhadapku, maka hendaklah dia menduduki tempat duduknya dalam neraka.

(HR. Bukhari)

Hadits ini bentuknya banyak sekali misalnya dalam masalah shalat,

wudlu, puasa dan sebagainya. Semua tata cara itu di riwayatkan oleh sahabat

 Nabi SAW, lalu diriwayatkan oleh  sahabat dan tabi’in yang mencapai

derajatnya. Dan begitu seterusnya pada gernerasi-generasi selanjutnya.

C.2. Hadits Makanawi

 Hadits Maknawi adalah hadits dengan makna umum yang sama

walaupun berbeda redaksinya dan berbeda perincian maknanya, menyatudalam makna umum yang sama14.

Berikut adalah contoh hadits maknawi.

13 Muhammad Ahamad dan Mudzakir. Ulumul Hadits.Pustaka setia Bandung. Hal 8914 Ibid.Hal.90

Page 13: Penerimaan Sadits

5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 13/15

Artinya:” Rasulullah SAW berdo’a tidak mengangkat kedua tangannya begitu tinggi sehingga terlihat ketiaknya yang putih kecuali pada waktu

 berdoa memohon hujan.(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits di atas berbeda redaksi dan perincian maknanya, tapi

mengandung pengertian umum yang sama, yaitu Raulullah mengangkat

kedua tangannya pada waktu berdoa.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tranformasi hadits di dalamnya dibahas dua macam persoalan yaitu

masalah penerimaan dan periwayatan, dalam penerimaan Para muhadditsin

memperselisihkan tentang sah atau tidaknya anak yang belum dewasa, orang yang

masih dalam kekafiran dan rawi yang masih dalam keadaan  fasiq, di saat ia

menerima hadits dari Nabi SAW untuk meriwayatkan hadits.

Dalam periwayan yang dimaksud ialah menyampaikan atau meriwayatkan

hadits kepada orang lain, Oleh karena itu ia mempunyai peranan yang sangat

13

Page 14: Penerimaan Sadits

5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 14/15

 penting dan sudah barang tentu menurut pertanggungjawaban yang cukup berat,

sebab sah atau tidaknya suatu hadits juga sangat tergantung padanya.

B. Kritik Dan Saran

Demikian makalah ini kami buat, kami sadar makalah ini jauh dari

kesempurnaan. Apabila terdapat banyak kesalahan, tiada kata yang pantas kami

ucapkan selain permohonan maaf dari pembaca. Dan kami mengharapkan

 pembenaran dan saran Yang bersifat konstruktif dari pembaca sehingga kami dapat

memperbaiki apa yang menjadi kesalahan dan kecerobohan kami.

DAFATAR PUSTAKA

Suparca, Munzier Dan Ranuwijaya, Ucang.1996. Ilmu Hadits. Jakarta:PT.Raja

Grafindo Persada

At-Tahnan, Mahmud, Tisir.1979. Mustalah al-Hadits.Beirut : Dar al-Qur’an al-karim

Mudasir, 1999. Ilmu Hadits. Bandung : CV Pustaka Setia

Rahman, Fathur. Ikhtisar Mustalah Hadits. Bandung: PT. Al-Ma’arif 

Thahan, Mahmud. Ulumul Hadits. Jakarta: Ilahi press

Page 15: Penerimaan Sadits

5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 15/15

15