Penerimaan Sadits
Transcript of Penerimaan Sadits
5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 1/15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kita sebagai umat islam dalam menjalani kehidupan di dunia ini di anjurkan
harus dilandasi dengan Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah supaya manusia itu tidak
lepas dari perintah Allah dan Rasul-Nya, oleh karena itu izinkanlah kami
menggoreskan tinta hitam sebagai sedikit pengalaman yang terkait dengan
Tranformasi Hadits. Selain goresan tinta ini kami persembahkan buat para
pembaca yang budiman, karya ini juga kami jadikan sebagai tugas makalah dari
mata kuliah “Ulumul Hadits” semester III ini yang di bimbing langsung oleh Dr.
Umi Sumbulah M,Ag. Dalam pembahasan kali ini akan dibahas secara detail
sehingga mudah di faham oleh para pembaca sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua, dan harus kita laksanakan dengan benar apa yang menjadi perintah dan kita
tinggalkan jauh-jauh apa yang menjadi larangan, Terkait dengan hadits yang
merupakan salah satu sumber yang kedua kita harus mengetahui bagaimana
tranfofmasi hadits.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana proses Tahammul Al-Hadits?
Ada berapakah metode penerimaan hadits?
Apa yang dimaksud dengan Al-Adaul Hadits?
Ada berapakah bentuk-bentuk tranformasi hadits?
C. Tujuan
Para muhadditsin memperselisihkan tentang sah atau tidaknya anak yang
belum dewasa, orang yang masih dalam kekafiran dan rawi yang masih
dalam keadaan fasiq, di saat ia menerima hadits dari Nabi SAW untuk
meriwayatkan hadits.
1
5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 2/15
Ada delapan macam metode penerimaan hadits: Sama’ min lafdzi syaikhi,Al-
Qira’ah ‘Ala Al-Syaikh atau “aradl Al-Qira’ah, Al-Ijazah,Al-Munawalah,Al-
Muktabah,Al-I’lam,Al-Wasiyah,Al-Wijadah.
Al-ada ialah menyampaikan atau meriwayatkan hadits kepada orang lain, Olehkarena itu ia mempunyai peranan yang sangat penting, sebab sah atau tidaknya
suatu hadits juga sangat tergantung padanya.
Ada dua bentuk tranformasi hadits yaitu hadits lafdzi dan maknawi.
5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 3/15
BAB II
PEMBAHASAN
Penerimaan Riwayat Hadits (Tahammul al-Hadits).Periwayatan anak-anak, orang kafir dan orang fasiq.
Para muhadditsin memperselisihkan tentang sah atau tidaknya anak
yang belum dewasa, orang yang masih dalam kekafiran dan rawi yang masih
dalam keadaan fasiq, di saat ia menerima hadits dari Nabi SAW untuk
meriwayatkan hadits1.
Jumhur ahli hadits berpendapat, bahwa penerimaan periwayatan hadits
oleh anak yang belum sampai umur(belum mukallaf ) dianggap sah apabila
periwayatan hadits tersebut disampaikan kepada orang lain pada waktu sudah
mukallaf. Hal ini didasarkan kepada para sahabat, tabi’in dan ahli ilmu
setelahnya yang menerima periwayatan setelahnya yang menerima periwayatan
hadits seperti Hasan, Abdullah,bin Zubeir, Ibnu Abbas dan lain-lain dengan
tanpa mempermasalahkan apakah mereka telah baligh atau belum, namun
mereka berbeda pendapat mengenai batas minimal usia anak yang
diperbolehkan bertahammul, sebab permasalahan ini tidak terlepas dari
ketamyizan anak tersebut.
Merka memperselisihkan batas minimal umur anak yang belum dewasa,
yang dapat dibenarkan dalam penerimaan riwayat, menurut para jumhur batas
umur minimal ialah 5 tahun. Sebab dari umur inilah anak-anak mulai
menginjak tamyiz, Karena diumur ini pula anak sudah mampu menghafal apa
yang didengar dengan mengingat-ingat apa yang dihafal. Pendapat ini
didasarkan pada hadits riwayat Bukhari dari sahabat Mahmud bin Al-Ruba’i:
.“Saya ingat Nabi SAW meludahkan air yang diambilnya dari timba ke
mukaku, sedang pada saat itu saya berusia 5 tahun”.
Abu Abdullah Al-Zuba’i berpendapat bahwa sebaiknya anak
1 Ikhtisar Musthalahu’l-Hadits,Fathur-Rahman,halaman 211.
3
5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 4/15
diperbolehkan pada saat mereka mulai berusia 10 tahun, sebab pada usia ini
akal mereka telah dianggap sempurna, dalam arti bahwa merka telah dianggap
sempurna dalam arti bahwa mereka telah mempunyai kemampuan untuk
menghafal dan mengingat hafalannya. Sementara ulama’ syam memandangusia yang ideal bagi seorang untuk meriwayatkan hadits setelah berusia 30
tahun dan ulama’ kuffah bependapat minimal berusaha 20 tahun2.
Terjadinya perbedaan pendapat ulaama’ mengenai ketamyizan
seseorang tidak terlepas dari kondisi yang mempengaruhi kepadanya dan bukan
berdasarkan pada usianya, sebab bisa saja seseorang pada usianya tertentu,
karena situasi dan kondisi yang memperngaruhi perbedan dia belum tamyiz.
Oleh karenanya, ke-tamyizan seseorang bukan diukur dari usia, tetapididasaekan pada tingkat kemampuan menangkap dan memahami pembicaraan
dan mampu menjawab pertanyaan dengan benar serta adanya kemampuan
menghafal dan mengingat-ingat hafalannya.
Mengenai penerimaan hadits bagi orang kafir atau fasiq, jumhur
Ulama’ ahli hadits menganggap sah, asalkan hadits tersebut diriwayatkan
kepada orang lain pada saat mereka bertaubat. Alasan yang mereka kemukakan
adalah banyaknya kejadian yang mereka saksikan dan banyaknya sahabat yang
mendengar sabda Nabi SAW sebelum mereka masuk islam.
Macam-macam cara menerima riwayat.
Cara menerima riwayat itu ada 8 macam, Yaitu:
Sama’ min lafdzi Syaikhi,
yakni mendengar sendiri dari perkataan gurunya, baik secara didektekan
maupun bukan, dan baik dari hafalannya maupun dari tulisannya, cara-cara
yang demikian itu merupakan cara yang yang tinggi nilainya, menurut jumhur , sebab dimasa Rasul cara inilah yang dijalankannya, yakni sering
2 Ulama’ Kufah dalam kehidupan sehari-harinya tidak mengizinkan putra-putranya untuk belajar hadits sebelum mencapai usia umur 30 tahun. Untuk usia dibawah itu disibukkan dengan menghafalAl-Qur’an, belajar ilmu fara’idl, Fiqh dan lain-lain. Lihat As-Suyuthi, Tadrib Al-Rawi jilid2(Beirut:Dar Al-Fikr, 1988). hlm.5
5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 5/15
para sahabat mendengarkan apa yang didektekan Nabi SAW, dengan cara-
cara ini terpeliharalah kekeliruan dan kelupaan, serta mendekati kebenaran,
lantaran sudah menjadi kebiasaan, setelah selesai mereka saling
mencocokkan satu sama lain.Termasuk dalam kategori sama’ juga seorang yang mendengarkan
hadits dari Syaikh dari balik sattar(semacam kain pembatas/penghalang).
Jumhur Ulama’ membolehkannya dengan berdasar pada para sahabat yang
juga pernah melakukan hal demikian ketika meriwayatkan hadits-hadits
Rasulullah melalui ummahat al-Mu’minin(Para isteri Nabi SAW).
Lafadz-lafadz yang dipergunakan oleh rawy dalam meriwayatkan hadits
atas dasar sama’
3
, ialah:: (Seseorang telah mengabarkan kepadaku/kami)
: (Seseorang telah bercerita kepadaku/kami)
: (Saya telah mendengar, Kami telah
mendengar)
Al-Qira’ah ‘Ala Al-Syaikh atau “aradl Al-Qira’ah
Yakni suatu cara penerimaan hadits dengan cara seseorang membacakan
hadits dihadapan gurunya, baik dia sendiri yang membacakan maupun
orang lain, sedang sang guru mendengarkan atau menyimaknya, baik sang
guru hafal maupun tidak tetapi dia memegang kitabnya atau mengetahui
tulisannya atau tergolong tsiqqah.
Ajjaj Al-Khatib mengutip pendapat Imam Ahmad mensyaratkan orang
yang membaca(Qari’) itu mengerti dan memahami apa yang dibaca,
Sementara syarat bagi mengutip pendapat Imam Harmain4-Hendaknya
yang ahli dan teliti ketika mendengar atau menyimak dari apa yangdibacakan oleh Qari’ sehingga Tahrif maupun tashif dapat terhindarkan
jika tidak demikian maka proses tahammul tidak sah5.
3 Ibid, Hal.2134 Imam Haramain adalah gelar unutk Imam Al-Rofi’I dan Imam al-Nawawi5 Ajjaj Al-Khatib,Ushul Al-Hadits ‘Ulumuhu wa Muasthalahuhu (Beirut Dar Al-Fikr,1981). hlm
5
5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 6/15
Ibnu Abbas mengatakan kepada muridnya”Bacakanlah kepadaku, sebab
bacaan kalian kepadaku seperti baanku kepada kalian”. Sementara Ibnu Al-
Shalah Imam Nawawi dang jumhur ulama’ memandang bahwa al-sama’
lebih tinggi derajatnya dibanding dengan cara qira’ahnya.
Al-Ijazah
Yakni seorang guru memberikan izin kepada muridnya untuk
meriwayatkan hadits atau kitab kepada seseorang atau orang-orang tertentu,
Sekalipun murid tidak membacakan kepada gurunya, Seperti:
(Saya mengijasahkan kepadamu untuk meriwayatkan diriku)
Al-Qadhi Iyad membagi Ijazah ini menjadi enam macam, sedang IbnuAl-Shalah menambah satu macam lagi, Sehingga menjadi tujuh macam,
Ketujuh macam al-ijazah tersebut sebagai berikut6:
Seseorang guru mengijazahkan kepada seseorang tertentu
Ijazah kepada oran tertentu untuk meriwayatkan sesuatu yang tidak tertentu
Bentuk ijazah secara umum
Bentuk ijazah yang kepada orang yang tidak tetentu untuk meriwayatkan
sesuatu yang sama tidak tertentu juga
Ijazah kepada orang yang tidak ada seperti ijazah kepada bayi yang masih
dalam kandungan
Ijazah melalui sesuatu yang belum pernah diperdengarkan dan dibacakan
kepada si penerima ijazah
Al-Ijazah Al-Mujaz separerti perkataan guru”Saya ijazahkan kepadamu
ijazahku.
Al-Munawalah
Yakni seseorang guru memberikan sebuah naskah asli kepaa muridnya
atau salinan yang sudah dikoreksinya untuk diriwayatkan, ada juga yang
2346 Mahmud tahnan ,Ulumul Hadits(Tidar Ilahi Press),Hal 188
5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 7/15
mengatakan bahwa Al-Munawalah ialah seorang guru memberi kepada
seorang murid, kitab asli yang didengar dari gurunya, atau sesuatu naskah
yang sudah dicocokkan sambil berkata: Inilah hadist-hadits yang sudah
saya dengar dari seseorang, maka riwayatkanlah hadits itu dariku dan sayaijazahkan kepadamu untuk diriwayatkan7.
Al-Munawalah itu dibagi menjadi dua yaitru:
Al-Munawalah dibarengi dengan ijazah. Misalnya setelah sang guru
menyerahkan kitabnya yang telah diriwayatkan atau naskahnya yang
telah dicocokan atau beberapa hadits yang telah ditulis, lalu ia katakan
kepada muridnya”Ini riwayat saya, maka riwayatkanlah diriku”
kemudian sang murid menerima sambil sang guru berkata”Saya telahijazahkan kepadamu untuk kamu riwayatkan dariku”.
Al-Munawalah tanpa dibarengi dengan Ijazah, seperti perkataan guru
kepada muridnya”ini hadits saya” atui ini adalah hasil pendengaranku
atau dari periwayatanku” Dan tidak mengatakan “Riwayatkanlah dariku
atau saya ijazahkan kepadamu”
.
Al-Muktabah
Yakni seorang guru menuliskan sendiri atau menyuruh orang lain untuk
menuliskan sebagian haditsnya guna diberikan kepada murid yang ada
dihadapannya atau yang tidak hadir dengan jalan dikirimi surat melalui
orang yang dipercaya untuk menyampaikannya.
Al-Muktabah ada dua macam yakni:
Al-muktabah yang dibarengi dengan ijazah, yaitu sewaktu sang guru
menuliskan beberapa hadits untuk diberikan kepada muridnya disertai
dengan kata-kata” ini adalah hasil periwayatanku maka riwayatkanlah” Al-Muktabah yang tidak dibarengi dengan ijazah yaituguru menuliskan
hadits untuk diberikan kepada muridanya dengan tanpa disertai
perintah untuk meriwayatkan atau mengijazahkan.
7 Fathur Rahman, Opcit.Hal 215
7
5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 8/15
Al-I’lam
Yakni pemberitahuan guru kepada muridnya bahwa hadits yang
diriwayatkannya adalah riwayatnya sendiri yang diterima dari guruseseorang, dengan tidak mengatakan(menyuruh) agar si murid
meriwayatkannya8.
Hadits yang berdasar I’lam ini, tidak boleh karena adanya kemungkinan
bahwa sang guru telah mengetahui bahwa dalam hadits tersebut ada
catatannya. Lafad-lafadnya untuk menyampaikan hadits yang diterima
berdasarkan I’lam ini seperti:
“Seseorang telah memberitahukan kepadaku, ujarnya, telah berkata padaku….”
Al-Wasiyah
Yakni seorang guru ketika akan meninggal atau bepergian
meninggalkan pesan kepada orang lain untuk meriwayatkan hadits atau
kitabnya, setelah sang guru meninggal atau bepergian. Periwayatan hadits
dengan cara ini oleh jumhur dianggap lemah, sementara Ibnu Sirin
membolehkan mengamalkan hadits yang diriwayatkan atas jalan wasiat ini.
Orang yang diberi wasiat ini tidak boleh meriwayatkan hadits dari si
pemberi wasiat dengan redaksi karena si penerima wasiat tidak bertemu
dengannya.
Al-Wijadah
Yakni seorang memperoleh hadits orang lain dengan mempelajari kitab-
kitab hadits dengan tidak melalui cara al-sama’, al-ijazah, atau al-
munawalah. Para Ulama’ berselisih pendapat mengenai cara ini.Kebanyakan ahli hadits dan ahli fiqih dari madzhab Malikiyah tidak
memperbolehkan meriwayatkan hadits dengan cara ini, imam Syafi’I
dengan segolongan pengikutnya memperboehkan beramal dengan hadits
8 Mahmud Tahnan, Opcit Hal 192
5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 9/15
yang periwayatannya melalui cara ini, Ibnu Al-Shalah mengatakan bahwa
sebagian ulama muhaqqiqin mewajibkan mengamalkannya bila diyakini
kebenarannya9.
Lafadz-lafaadz penyampaian: Orang yang mendapatkan haditsmengatakan”Wajadtu bi-khathi fulanin”(aku mendapatkan melalui tulisan
sin fulan), atau “qara’tu bi-khathi fulanin” (aku membaca melalui tulisan
si fulan seperti begini), kemudian ia mengungkapkan isnad dan matannya.
Meriwayatkan/Menyampaikan Al-Hadits (Ada’ul hadits)
Sebagaimanan telah disebutkan, bahwa al-ada ialah menyampaikan atau
meriwayatkan hadits kepada orang lain, Oleh karena itu ia memounya perananyang sangat penting dan sudah barang tentu menurut pertanggungjawaban yang
cukup berat, sebab sah atau tidaknya suatu hadits jugta sangat tergantung
padanya10.
Lafadz-lafadz untuk meriwyatkan hadits
Di muka telah diketahui, bahwa karena perbedaan cara-cara rawy menerima
hadits dari gur dan memberikan, maka beda pulalah lafadz-lafadz yang dipakai
untuk menyampaikan hadits, perbedaan lafadz-lafadz menyam,paikan hadits,
mengakibatkann perbedaan nilai suatu hadits. Mislnya misalnya suatu hadits
yang dilafadkan menggunakan saighat
sama’ (sami’tu/sami’na)Tahdits(Haddatsany/haddatsana) Ikhbar (Akhbarani/akh
barana).
As-Syafi’i dan ulama’ulama’ timur membedakan lafadz haddatsan dengan
akhbarana, ialah kalau lafadz haddatsan itu untuk rawy yang mendengar
langsung dari sang guru, sedang lafadz akhbarana untuk rawy yang membaca
atau menghafal hadits dihadpan guru kemudian sang guru meng-ia-kan.
Hadits Mu’an’an dan Hadits Muannan
9 Ibid. Hal 9310 Munzir Suparca dan Ucang Ranuwijaya, Ilmu Hadits. PT.Grafindo Persada.Hal 95
9
5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 10/15
Jika seorang rawy meriwayatkan suatu hadits dengan lafadz ‘an (dari) Maka
haditsnya disebut Mu’an’an, dan ia disebut Mu’an’in. Dan jika seorag rawy
meriwayatkan dengan lafadz anna(bahwaanya), Haditsnya disebut Mu’annan,
dan ia disebut Muannin.Suatu hadits yang diriwayatkan dengan cara tersebut agar dapat disebut hadits
mutashil harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Si Mu’an’in bukan seorang Mudallis
Si Mu’an’in harus pernah berjumpa dengan guru yang pernah memberinya.
Persyaratan ini disebut dengan “Isytirathu’l-liqa’”
Menurut Imam Muslim hendaknya:
Si Mu’an’in itu harus hidup sama dengan orang yang pernah memberinya,Persyaratan ini disebut dengan “Isytirathu’l-mu’asharah”
Menurut sebagian ulama yang lain:
Si Mu’an’in atau si Muannin harus harus diketahui dengan yakin, bahwa ia
benar-benar menerima hadits tersebut dari gurunya.
Beberapa Syarat untuk periwayat hadits
Islam
Pada waktu meriwayatkan suatu hadits, maka seorang perawi harus
muslim, dan menurut ijma’ periwayatan kafir tidak sah11, seandainya
perawinya seorang fasiq saja kita disuruh bertawaquf, maka lebih-lebih
perawi yang kafir. Kaitnnya masalah ini bisa kita bandingkan dengan
firman Alah sebagai berikut:
$pkr'¯ »t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä bÎ) óOä.uä!%y`
7, Å $ sù :*t6t^Î/ (#þqãY ̈t6tGsù br& (#qç7ÅÁè? $JBöqs%
7's#»ygpg¿2 (#qßsÎ6óÁçGsù 4n?tã $tB óOçFù=yèsùtûüÏBÏ»tR ÇÏÈ
Artinya:’’ Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang
fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar
11 Ibid. hal 97
5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 11/15
kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum
tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu”.
BalighYang dimaksud dengan baligh ialah perawinya cukup usia ketika ia
meriwayatkan hadits, walau penerimanya sebelum baligh. hal ini didasarkan
pada hadits Rasul yang artinya: Hilang kewajiban menjalankan syari’at islam
dari tiga golongan,yaitu: Orang gila sampai dia sembuh, orang yang tidur
sampai bangun, dan anak-anak sampai ia mimpi12.
‘AdalahYang dimaksud dengan adil adalah suatu sifat yang melekat pada jiwa
seseorang yang menyebabkan orang yang mempunyai sifat tersebut, tetap
taqwa, menjaga kepribadian dan percaya pada diri sendiri dengan
kebenarannya, menjauhkan diri dari dosa besar dan sebagian dosa kecil dan
menjauhkan diri dari hal-hal yang mubah, tetapi tergolong kurang baik dan
selalu menjaga kepribadian.
Dhabit
Dhabit ialah teringat kembali perawi saat penerimaan dan pemahaman
suatu hadits yang ia dengar dan hafal sejak waktu menerima hingga
menyampaikannya. Jalannya mengetahui kedahbitan perawi dengan jalan
I’tibar terhadap berita-beritanya dengan berita-berita yang tsiqat dan
memberikan keyakinan. Ada yang mengatakan bahwa disamping syarat-syarat
disebutkan di atas, antara satu perawi dengan perawi lain bersambung, haditsyang disampaikan itu tidak syadz, tidak ganjil dan tidak bertentangnan dengan
hadits-hadits yang lebih kuat ayat-ayat Al-qur’an.
12 Abu Dawud, Sunan Abi Daud , juz 4 (Suriyah: Dar Al-hadits 1974) Cet ke-1 hlm. 559 haditsnomer 442
11
5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 12/15
Dari uraian di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa al-tahammul dan
al-ada’ merupakan masalah yang yang cukup berat, baik berkaitan dengan cara
bertahammul maupun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam al-ada’.
Bentuk-bentuk tranformasi hadits.
C.1. Hadits lafdzi
Hadits lafdzi adalah susunan hadits dengan susunan redaksi yang
persis sama, sehingga garis besar dan perincian maknanya tentu sama pula.
Atau hadits dengan sususnan yang sedikit berbeda redaksi karena sebagian di
gunakan kata-kata muradifnya sehingga garis besar dan perincian makna
hadits itu tetap sama13
.Berikut adalah contoh dari hadits lafdzi.
Artinya: “Rasulullah SAW bersabda, Siapa yang sengaja berdusta
terhadapku, maka hendaklah dia menduduki tempat duduknya dalam neraka.
(HR. Bukhari)
Hadits ini bentuknya banyak sekali misalnya dalam masalah shalat,
wudlu, puasa dan sebagainya. Semua tata cara itu di riwayatkan oleh sahabat
Nabi SAW, lalu diriwayatkan oleh sahabat dan tabi’in yang mencapai
derajatnya. Dan begitu seterusnya pada gernerasi-generasi selanjutnya.
C.2. Hadits Makanawi
Hadits Maknawi adalah hadits dengan makna umum yang sama
walaupun berbeda redaksinya dan berbeda perincian maknanya, menyatudalam makna umum yang sama14.
Berikut adalah contoh hadits maknawi.
13 Muhammad Ahamad dan Mudzakir. Ulumul Hadits.Pustaka setia Bandung. Hal 8914 Ibid.Hal.90
5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 13/15
Artinya:” Rasulullah SAW berdo’a tidak mengangkat kedua tangannya begitu tinggi sehingga terlihat ketiaknya yang putih kecuali pada waktu
berdoa memohon hujan.(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits di atas berbeda redaksi dan perincian maknanya, tapi
mengandung pengertian umum yang sama, yaitu Raulullah mengangkat
kedua tangannya pada waktu berdoa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tranformasi hadits di dalamnya dibahas dua macam persoalan yaitu
masalah penerimaan dan periwayatan, dalam penerimaan Para muhadditsin
memperselisihkan tentang sah atau tidaknya anak yang belum dewasa, orang yang
masih dalam kekafiran dan rawi yang masih dalam keadaan fasiq, di saat ia
menerima hadits dari Nabi SAW untuk meriwayatkan hadits.
Dalam periwayan yang dimaksud ialah menyampaikan atau meriwayatkan
hadits kepada orang lain, Oleh karena itu ia mempunyai peranan yang sangat
13
5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 14/15
penting dan sudah barang tentu menurut pertanggungjawaban yang cukup berat,
sebab sah atau tidaknya suatu hadits juga sangat tergantung padanya.
B. Kritik Dan Saran
Demikian makalah ini kami buat, kami sadar makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Apabila terdapat banyak kesalahan, tiada kata yang pantas kami
ucapkan selain permohonan maaf dari pembaca. Dan kami mengharapkan
pembenaran dan saran Yang bersifat konstruktif dari pembaca sehingga kami dapat
memperbaiki apa yang menjadi kesalahan dan kecerobohan kami.
DAFATAR PUSTAKA
Suparca, Munzier Dan Ranuwijaya, Ucang.1996. Ilmu Hadits. Jakarta:PT.Raja
Grafindo Persada
At-Tahnan, Mahmud, Tisir.1979. Mustalah al-Hadits.Beirut : Dar al-Qur’an al-karim
Mudasir, 1999. Ilmu Hadits. Bandung : CV Pustaka Setia
Rahman, Fathur. Ikhtisar Mustalah Hadits. Bandung: PT. Al-Ma’arif
Thahan, Mahmud. Ulumul Hadits. Jakarta: Ilahi press
5/17/2018 Penerimaan Sadits - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penerimaan-sadits 15/15
15