Penerimaan Diri

32
13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Anak dan Hukum 1. Batasan Usia Anak dalam Sistem Hukum Dalam sistem hukum Indonesia, konsep remaja tidak dikenal dalam undang-undang. Hukum perdata menyebutkan, batasan untuk menyatakan seorang dewasa adalah 21 tahun (atau kurang dari itu, namun sudah menikah). namun, dalam hukum pidana, seseorang dianggap dewasa ketika berumur 18 tahun (atau sudah menikah sebelum usia tersebut). Hanya hukum perkawinan yang mengenal konsep remaja (Sarwono, 2001: 6). Anak dalam UU No. 4/1979 tentang Kesejahteraan Anak, ditentukan bahwa anak adalah seorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin (pasal 1 angka 2) (Dellyana 2004: 48). Selanjurnya ditentukan bahwa anak yang mengalami masalah kelakuan adalah anak yang menunjukkan tingkah laku yang menyimpang dari norma yang dianut masyarakatnya (pasal 1 angka 8). Namun, WHO memberikan batasan usia remaja (Sarwono, 2001: 9), dijelaskan sebagai berikut: Remaja adalah suatu masa dimana: a. Individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya, sampai ia mencapai kematangan seksual. b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari anak- anak menjadi dewasa.

Transcript of Penerimaan Diri

Page 1: Penerimaan Diri

 

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Anak dan Hukum

1. Batasan Usia Anak dalam Sistem Hukum

Dalam sistem hukum Indonesia, konsep remaja tidak dikenal dalam

undang-undang. Hukum perdata menyebutkan, batasan untuk menyatakan seorang

dewasa adalah 21 tahun (atau kurang dari itu, namun sudah menikah). namun,

dalam hukum pidana, seseorang dianggap dewasa ketika berumur 18 tahun (atau

sudah menikah sebelum usia tersebut). Hanya hukum perkawinan yang mengenal

konsep remaja (Sarwono, 2001: 6).

Anak dalam UU No. 4/1979 tentang Kesejahteraan Anak, ditentukan

bahwa anak adalah seorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum

pernah kawin (pasal 1 angka 2) (Dellyana 2004: 48). Selanjurnya ditentukan

bahwa anak yang mengalami masalah kelakuan adalah anak yang menunjukkan

tingkah laku yang menyimpang dari norma yang dianut masyarakatnya (pasal 1

angka 8).

Namun, WHO memberikan batasan usia remaja (Sarwono, 2001: 9),

dijelaskan sebagai berikut:

Remaja adalah suatu masa dimana:

a. Individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual

sekundernya, sampai ia mencapai kematangan seksual.

b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari anak-

anak menjadi dewasa.

Page 2: Penerimaan Diri

 

14

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada

keadaan yang relatif mandiri.

Dari paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam sistem hukum, istilah

remaja tidak dikenal, yang ada hanya anak dan dewasa. Anak adalah seseorang

yang belum genap berusia 21 tahun, dan belum menikah. Hal ini sesuai dengan

UU No. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, dimana dalam undang-undang

tersebut ditentukan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21

tahun dan belum pernah kawin (pasal 1 angka 2). Jadi, seseorang yang belum

mencapai usia 21 tahun masih dianggap sebagai anak.

2. Anak yang Berhadapan Dengan Hukum

Anak Berkonflik Hukum atau sering disebut sebagai ABH, memiliki

ketentuan-ketentuan tersendiri dalam bidang hukum. Dalam pasal 40 ayat 1

Konverensi Hak Anak (KHA), anak yang berkonflik dengan hukum didefinisikan

sebagai anak yang disangka, dituduh atau diakui telah melanggar undang-undang

hukum pidana (Sumber: Yayasan Pemantau hak anak, tanpa tahun). Selain hal

tersebut, dijelakan pula keberadaan anak-anak dalam tempat penahanan dan

pemenjaraan bersama orang-orang yang lebih dewasa, menempatkan anak-anak

pada situasi rawan menjadi korban berbagai tindak kekerasan. Anak-anak dalam

kondisi demikian disebut dengan anak yang berkonflik dengan hukum (children in

conflict with the law).

Dalam UU pasal 64 ayat 1 perlindungan anak, anak yang berhadapan

dengan hukum meliputi anak berkonflik hukum dan anak korban tindak pidana,

merupakan kewajiban dan tanggungjwab pemerintah dan masyarakat.

Page 3: Penerimaan Diri

 

15

KHA juga mengkategorikan anak yang berkonflik hukum sebagai anak

yang membutuhkan perlindungan khusus serta prinsip-prinsip yang terkandung

didalamnya yaitu prinsip partisipasif, tumbuh kembang, non diskriminatif, dan

prinsip kepentingan terbaik bagi anak (Kurniasari, tanpa tahun: hal.1). Perlu

dikemukakan bahwa dengan adanya perbedaan antara orang dewasa dengan anak

dalam hukum tentunya mempunyai pertimbangan bahwa baik jasmani aupun

rohani akan berbeda (Nizarli, tanpa tahun: hal. 1).

Delinkuensi atau kenakalan anak bukan merupakan peristiwa herediter

(Kartono, 2008: 58). Tingkah laku asusila dan criminal orangtua serta anggota

keluarga lainnya memberikan dampak menular dan infeksius pada jiwa anak-

anak. Pola criminal ayah, ibu, serta anggota keluarga lain dapat mencetak pola

criminal hamper semua anggota keluarga.

3. Sistem Peradilan Pidana Anak

Ada 2 (dua) kategori perilaku anak yang membuat ia berhadapan dengan

hukum (Purnianti dkk dalam Yayasan Pemantau Hak Anak, tanpa tahun: hal. 4),

yaitu:

a. Status Offender adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh

orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut,

membolos sekolah atau kabur dari rumah.

b. Juvenile Delinquency adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan

oleh orang dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran hukum.

Sistem Peradilan Pidana Anak (Juvenile Justice System) adalah segala

unsur sistem peradilan pidana yang terkait di dalam penanganan kasus-kasus

Page 4: Penerimaan Diri

 

16

kenakalan anak. Pertama, polisi sebagai institusi formal ketika anak nakal

pertama kali bersentuhan dengan sistem peradilan, yang juga akan menentukan

apakah anak akan dibebaskan atau diproses lebih lanjut. Kedua, jaksa dan

lembaga pembebasan bersyarat yang juga akan menentukan apakah anak akan

dibebaskan atau diproses ke pengadilan anak. Ketiga, Pengadilan Anak, tahapan

ketika anak akan ditempatkan dalam pilihan-pilihan, mulai dari dibebaskan

sampai dimasukkan dalam institusi penghukuman. Keempat, institusi

penghukuman (sumber: Yayasan Pemantau Hak Anak: tanpa tahun).

Muladi (dalam Yayasan Pemantau Hak Anak: tanpa tahun) menyatakan

bahwa criminal justice system memiliki tujuan untuk : (i) resosialisasi dan

rehabilitasi pelaku tindak pidana; (ii) pemberantasan kejahatan; (iii) dan untuk

mencapai kesejahteraan sosial.

Peraturan-Peraturan PBB bagi Perlindungan Anak yang Kehilangan

Kebebasannya (United Nations Rules for the Protection of Juveniles Deprived of

their Liberty) Adopted by General Assembly resolution 45/113 of 14 December

1990

1. Sistem pengadilan bagi anak harus menjunjung tinggi hak-hak dan

keselamatan serta memajukan kesejahteraan fisik dan mental para anak.

Hukuman penjara harus digunakan sebagai upaya akhir.

2. Para anak hanya dapat dihilangkan kebebasannya sesuai dengan prinsipprinsip

dan prosedur-prosedur yang dituangkan dalam peraturanperaturan ini dan

Peraturan-Peraturan Minimum Standar Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai

Administrasi Peradilan bagi Anak (Peraturanperaturan Beijing).

Page 5: Penerimaan Diri

 

17

Menghilangkan kebebasan seorang anak haruslah merupakan suatu keputusan

yang bersifat pilihan terakhir dan untuk masa yang minimum serta dibatasi

pada kasus-kasus luar biasa. Jangka waktu sanksi harus ditentukan oleh pihak

kehakiman yang berwenang, tanpa mengesampingkan kemungkinan

pembebasannya yang lebih awal.

3. Peraturan ini dimaksudkan untuk menetapkan standar-standar minimum yang

dapat diterima oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa bagi perlindungan anak-anak

yang kehilangan kebebasannya dalam segala bentuk, yang konsisten dengan

hak asasi manusia dan kebebasan dasar, dan dengan maksud meniadakan

pengaruh-pengaruh merugikan dari semua jenis penahanan dan untuk

membina pengintegrasian dalam masyarakat

4. Peraturan-peraturan ini harus diterapkan secara tidak berat sebelah, tanpa

diskriminasi apa pun berkaitan dengan ras, warna kulit, kelamin, usia, bahasa,

agama, kebangsaan, pendapat politik atau lainnya, kepercayaan-kepercayaan

atau praktek-praktek budaya, kepemilikan, kelahiran atau status keluarga, asal

etnis atau sosial dan cacat jasmani. Kepercayaan-kepercayaan, praktek-

praktek agama dan budaya, serta konsep moral anak yang bersangkutan harus

dihormati.

5. Menghilangkan kebebasan harus dikenakan pada kondisi-kondisi keadaan-

keadaan yang menjamin penghormatan hak-hak asasi manusia para anak. Para

anak yang ditahan pada fasilitas-fasilitas pemasyarakatan harus dijamin

mendapatkan manfaat dari kegiatan-kegiatan dan program-program yang

berarti, yang akan berfungsi untuk memajukan dan mempertahankan

Page 6: Penerimaan Diri

 

18

kesehatan dan harga diri mereka, untuk membina rasa tanggung jawab mereka

dan mendorong sikap-sikap dan ketrampilan-ketrampilan yang akan

membantu merek.

Menurut Ny. Hs. Soetarman (dalam Dellyana 2004: 71) peradilan anak

adalah sebagian dari pidana umum, namun harus terpisah dalam arti penetapan

secara tersendiri tentang: 1) pemeriksaan pendahuluan, 2) pemeriksaan oleh

pengadilan, 3) cara pengambilan keputusan, 4) cara menjalankan keputusan, 5)

cara melaksanakan kelanjutannya.

4. Hak-hak Anak

Deklarasi Hak-Hak Anak tahun 1959 dapat dirujuk untuk memaknai

prinsip kepentingan terbaik untuk anak. Prinsip kedua menyatakan bahwa anak-

anak seharusnya menikmati perlindungan khusus dan diberikan kesempatan dan

fasilitas melalui upaya hukum maupun upaya lain sehingga memungkinkan anak

terbangun fisik, mental, moral, spiritual dan sosialnya dalam mewujudkan

kebebasan dan kehormatan anak (Sumber: Yayasan Prmantau Hak Anak).

Anak dalam konflik hukum merupakan tanggung jawab dan kewajiban

pemerintah. Seperti dijelaskan dalam undang-undang perlindungan anak UU No.

23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, bagian kelima Perlindungan Khusus

ayat (1). “Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum,

meliputi anak berkonflik hukum dan anak korban tindak pidana, merupakan

kewajiban dan tanggungjawab pemerintah.” (Syafei, 2006: 116)

Dalam paparan diatas, jelas bahwa anak-anak sebenarnya membutuhkan

perlindungan, dan harus dipenuhi hak-haknya dalam lembaga hukum. Dalam

Page 7: Penerimaan Diri

 

19

proses peradilan pidana tertentu, anak-anak kerapkali tidak dapat

mengembangkan hak-haknya karena hal-hal tertentu.oleh sebab itu anak-anak

memerlukan bantuan dan perlindungan dalam pelaksanaan hak dan kewajibannya

(Dellyana, 2004: 49). Selanjutnya dijelaskan bahwa perlindungan anak adalah

suatu usaha yang melindungi anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya

secara seimbang dan manusiawi.

B. Dukungan Sosial

1. Definisi Dukungan Sosial

Dukungan sosial pada umumnya menggambarkan mengenai peranan atau

pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh orang lain yang berarti seperti anggota

keluarga, teman, saudara, dan rekan kerja. Johnson and Johnson berpendapat

bahwa dukungan sosial adalah pemberian bantuan seperti materi, emosi, dan

informasi yang berpengaruh terhadap kesejahteraan manusia. Dukungan sosial

juga dimaksudkan sebagai keberadaan dan kesediaan orang-orang yang berarti,

yang dapat dipercaya untuk membantu, mendorong, menerima, dan menjaga

individu.

Dukungan sosial adalah transaksi interpersonal yang melibatkan

kepedulian emosional, bantuan instrumental, informasi, dan penilaian (House,

dalam Chen; 2006)

Thoits (1982) mendefinisikan dukungan sosial sebagai bentuk dukungan

sejauh mana seseorang mengerti dasar kebutuhan sosial (misalanya kasih sayang,

penghargaan, persetujuan, milik, identitas, dan keamanan) yang memuaskan

melalui interaksi dengan orang lain. Selain itu Thoits (dalam Lubis,2006: 5)

Page 8: Penerimaan Diri

 

20

mengatakan bahwa dukungan sosial adalah derajat dimana kebutuhan dasar

individu pada afeksi, persetujuan, rasa memiliki dan keamanan didapatkan

melalui interaksi dengan orang lain.

Saronson (1991) menerangkan bahwa dukungan sosial dapat dianggap

sebagai sesuatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang

lain yang dapat dipercaya. Dari keadaan tersebut individu akan mengetahui bahwa

orang lain memperhatikan, menghargai, dan mencintainya. Menurut Gonollen dan

Bloney (As’ari, 2005), dukungan sosial adalah derajat dukungan yang diberikan

kepada individu khususnya sewaktu dibutuhkan oleh orang-orang yang memiliki

hubungan emosional yang dekat dengan orang tersebut.

Katc dan Kahn (2000) berpendapat, dukungan sosial adalah perasaan

positif, menyukai, kepercayaan, dan perhatian dari orang lain yaitu orang yang

berarti dalam kehidupan individu yang bersangkutan, pengakuan, kepercayaan

seseorang dan bantuan langsung dalam bentuk tertentu.

Pendapat lain dikemukakan oleh Sheridan & Radmacher (dalam Lubis,

2006), dukungan sosial merupakan sumber daya yang disediakan lewat interaksi

dengan orang lain.

“Social support is the resources provided to us through our interaction

with other pople”

(Sheridan & Radmacher, 1992: 156 )

Rook (dalam Febrianti, 2009: 40) mendefinisikan dukungan sosial sebagai

salah satu fungsi pertalian sosial yang menggambarkan tingkat dan kualitas umum

dari hubungan interpersonal yang akan melindungi individu dari konsekuensi

Page 9: Penerimaan Diri

 

21

stress. Dukungan yang diterima dapat membuat individu merasa tenang,

diperhatikan, timbul rsa percaya diri, dan kompeten.

Senada dengan hal tersebut, Taylor (dalam Lestari, 2007: 37)

mendefinisikan dukungan sosial sebagai pertukaran interpersonal dimana salah

seorang memberikan bantuan atau pertolongan kepada yang lain.

Dari definisi yang telah dipaparkan, dapat diambil kesimpulan bahwa

dukungan sosial merupakan bantuan baik secara emosional maupun informatif.

Dengan demikian, seseorang yang memperoleh dukungan sosial memungkinkan

untuk berpikir positif terhadap dirinya.

2. Sumber-sumber dukungan sosial

Penyedia atau sumber dukungan sosial dapat siapa saja di masyarakat yang

membawa lingkungan positif dan penguatan terhadap individu, terutama dari

anggota keluarga (Clark, 2005). Dukungan sosial dapat diperoleh dari pasangan

(suami-istri), anak-anak, anggota keluarga yang lain, dari teman, professional,

komunitas atau masyarakat, atau dari kelompok dukungan sosial (Bishop, 1994;

Rietschlin, 1998, dalam Febrianti 2009: 41).

Sumber-sumber dukungan sosial, yaitu sebagai berikut:

a) Keluarga

Menurut Heardman (1990) keluarga merupakan sumber dukungan sosial,

karena dalam hubungan keluarga tercipta hubungan yang saling mempercayai.

Individu sebagai anggota keluarga akan menjadikan keluarga sebagai kumpulan

harapan, tempat bercerita, tempat bertanya, dan tempat mengeluarkan keluhan-

keluhan bilamana individu sedang mengalami permasalahan.

Page 10: Penerimaan Diri

 

22

b) Teman/sahabat

Menurut Kail dan Neilsen (Suhita, 2005) teman dekat merupakan sumber

dukungan sosial karena dapat memberikan rasa senang dan dukungan selama

mengalami suatu permasalahan. Sedangkan menurut Ahmadi (1991) bahwa

persahabatan adalah hubungan yang saling mendukung, saling memelihara,

pemberian dalam persahabatan dapat terwujud barang atau perhatian tanpa unsur

eksploitasi.

3. Bentuk-bentuk Dukungan Sosial

Sheridan dan Radmacher, Sarafino, serta Taylor (dalam Lubis, 2006),

membagi dukungan sosial dalam lima bentuk, yaitu:

a) Dukungan instrumental

Menurut Hause, bantuan instrumental adalah merupakan tindakan atau materi yang

diberikan oleh orang lain yang memungkinkan pemenuhan tanggung jawab yang

dapat membantu untuk mengatur situasi yang menekan. Seperti pinjaman uang,

barang, makan, sertapelayanan.

b) Dukungan emosional

Bentuk dukungan ini memberikan perasaan nyaman pada individu, yakni

dipedulikan, serta dicintai oleh seseorang yang memberikan dukungan. Sehingga

individu mampu menghadapi masalah dengan lebih baik.

c) Dukungan Informasional

Dukungan informasional melibatkan pemberian informasi, saran, atau umpan balik

tentang situasi dan kondisi individu.

Page 11: Penerimaan Diri

 

23

e) Dukungan harga diri (self esteem)

Individu yang mempunyai self esteem tinggi memandang orang lain yang sama

sehingga ancaman terhadap tindakan dengan individu yang self esteem-nya tidak

menyenangkan dan tidak sesuai dengan harapannya.

Bentuk dukungan ini berupa penghargaan positif pada individu, memberikan

semangat, serta menyetujui pendapat individu, sehingga dapat membangun harga diri

individu.

f) Dukungan dari kelompok sosial

bentuk dukungan ini akan membuat individu merasa menjadi anggota dari suatu

kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktivitas sosial.

Sedangkan menurut Agnews (1992), dukungan sosial terbagi dalam tiga

kelompok besar, yaitu instrumental, emosional, dan informasi.

1. Dukungan instrumental mencakup dukungan fisik dan ekonomis individu.

2. Dukungan emosional mencakup kasih sayang, empati, dan penerimaan.

3. Dukungan informasional melibatkan sarana dan informasi yang disampaikan.

4. Aspek-aspek Dukungan Sosial

Heller dkk (dalam Febrianti, 2009: 43) mengemukakan dua komponen/

aspek dukungan sosial, yaitu:

a. Penilaian yang mempertinggi penghargaan

Komponen ini mengcu pada penilaian seseorang terhadap pandangan orang

lain kepada dirinya. Seseorang menilai secara seksama evaluasi seseorang

terhadapdirinya dan percaya bahwa dirinya berharga bagi orang lain.

b. Transaksi interpersonal yang berhubungan dengan stress

Page 12: Penerimaan Diri

 

24

Dalam hal ini dibutuhka adanya seseorang yang memberikan bantuan ketika

ada masalah. Bantuan ini berupa dukungan emosional,kognitif, dan bantuan

instrumental.

5. Dampak Dukungan Sosial

Secara teoritis, dukungan sosial dapat menurunkan kecenderungan

munculnya kejadian yang dapat mengakibatkan stres (Lieberman, dalam Lubis

2006). Dengan demikian, dukungan sosial memunculkan dampak positif bagi

individu yang menerimanya.

Namun, dukungan sosial juga memberikan dampak negatif dalam penerimaan diri

seseorang. Sarafino (dalam Lubis 2006) menyebutkan beberapa contoh efek

negatif yang timbul dari dukungan sosial: yaitu:

a. Dukungan sosial yang tersedia tidak dianggap sebagai suatu yang membantu.

Hal ini dapat terjadi karena dukungan yang diberikan tidak cukup, individu

tidak merasa perlu dibantu atau terlalu khawatir secara emosional, sehingga

tidak memperhatikan dukungan yang diberikan.

b. Dukungan yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan individu.

c. Sumber dukungan memberikan contoh yang buruk padaindividu.

d. Terlalu menjaga atau tidak mendukung individu dalam melakukan sesuatu

yang diinginkannya.

5. Cara Pengukuran Dukungan Sosial

Menurut Sarason, B.R. (1987, dalam Lestari, 2007), ada tiga bentuk

pengukuran dukungan sosial, yaitu :

Page 13: Penerimaan Diri

 

25

a. Social Embeddedness

Pada pengukuran dengan cara ini, dukungan sosial yang diterima individu

diukur dari jumlah hubungan atau interaksi yang dijalin individu dengan orang-

orang disekitarnya. Individu yang memiliki hubungan yang lebih banyak dinilai

memiliki dukungan sosial yang besar. Dengan demikian, bentuk pengukuran ini

tidak memandang kualitas interaksi yang terjalin.

b. Enacted Social Support

Ciri khas dari bentuk pengukuran ini adalah bahwa dukungan sosial yang

diterima seseorang didasarkan pada frekuensi tingkah laku dukungan yang

diterima individu. Jadi konkretnya, berapa jumlah orang yang mendukung, berapa

banyak dukungan tersebut diberikan, menjadi ukurannya. Seperti halnya bentuk

pengukuran yang pertama, bentuk pengukuran ini juga tidak melihat dukungan

sosial dari sudut persepsi individu penerima dukungan.

c. Perceived Social Support

Procidano (1992, dalam Lestari, 2007) secara singkat menyebutkan bahwa

perceived support adalah evalusi subjektif dari kualitas dukungan yang diterima

atau didapatkan. Bentuk pengukuran ini didasarkan pada kualitas dukungan sosial

yang diterima, sebagaimana yang dipersepsikan individu penerima dukungan.

Semakin kuat seseorang merasakan dukungan, semakin kuat kualitas dukungan

yang diterima. Sehingga, dapat terjadi seseorang mempersepsikan dukungan

sosial yang diterimanya kurang, padahal individu tersebut memiliki jaringan sosial

yang banyak. Sebaliknya, individu bisa mempersepsikan dukungan sosial yang

diterima lebih besar daripada yang sebenarnya diberikan oleh sumbernya.

Page 14: Penerimaan Diri

 

26

C. Penerimaan Diri

1. Definisi Penerimaan Diri

Penerimaan diri dapat diartikan sebagai suatu sikap memandang diri

sendiri sebagaimana adanya dan memperlakukannya secara baik disertai rasa

senang serta bangga sambil terus mengusahakan kemajuannya (Atosökhi,dkk:

2003; 87). Selanjutnya, dijelaskan bahwa menerima diri sendiri perlu kesadaran

dan kemauan melihat fakta yang ada pada diri, baik fisik maupun psikis, sekaligus

kekurangan dan ketidaksempurnaan, tanpa ada kekecewaan. Tujuannya untuk

merubah diri lebih baik.

Chaplin (1999) mengatakan penerimaan diri adalah sikap yang pada

dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat

sendiri, serta pengetahuan-pengetahuan akan keterbatasan-keterbatasan sendiri.

Penerimaan diri ini mengandaikan adanya kemampuan diri dalam

psikologis seseorang, yang menunjukkan kualitas diri. Hal ini berarti bahwa

tinjauan tersebut akan diarahkan pada seluruh kemampuan diri yang mendukung

perwujudan diri secara utuh (Novvida, 2007). Kesadaran diri akan segala

kelebihan dan kekurangan diri haruslah seimbang dan diusahakan untuk saling

melengkapi satu sama lain, sehingga dapat menumbuhkan kepribadian yang sehat.

Hurlock (dalam Novvida, 2007) menambahkan bila individu hanya

melihat dari satu sisi saja maka tidak mustahil akan timbul kepribadian yang

timpang, semakin individu menyukai dirinya maka ia akan mampu menerima

dirinya dan ia akan semakin diterima oleh orang lain yang mengatakan bahwa

individu dengan penerimaan diri yang baik akan mampu menerima karakter-

karakter alamiah dan tidak mengkritik sesuatu yang tidak bisa diubah lagi.

Page 15: Penerimaan Diri

 

27

Menurut Ryff (dalam Wibowo, 2010 ), penerimaan diri adalah keadaan

dimana seorang individu memiliki penilaian positif terhadap dirinya, menerima

serta mengakui segala kelebihan maupun segala keterbatasan yang ada dalam

dirinya tanpa merasa malu atau merasa bersalah terhadap kodrat dirinya.

Dijelaskan pula oleh Handayani, Ratnawati, dan Helmi (1998),

penerimaan diri adalah sejauh mana seseorang dapat menyadari dan mengakui

karakteristik pribadi dan menggunakannya dalam menjalani kelangsungan

hidupnya. Penerimaan diri ini ditunjukkan oleh pengakuan seseorang terhadap

kelebihan-kelebihannya sekaligus menerima segala kekurangannya tanpa

menyalahkan orang lain, serta mempunyai keinginan yang terus menerus untuk

mengembangkan diri.

Penerimaan dirimengacu pada kepuasan individu atau kebahagiaan

terhadap diri, dan dianggap perlu untuk kesehatan mental (Shepard, 1979).

Penerimaan diri melibatkan pemahaman diri, kesadaran yang realistis, memahami

kekuatan dan kelemahan seseorang. Sehingga menghasilkan perasaan individu

tentang dirinya, bahwa ia bernilai “unik”.

Calhoun dan Acocella (dalam Handayani, Ratnawati, dan Helmi: 1998)

menjelaskan bahwa penerimaan diri berhubungan dengan konsep diri yang positif,

dimana dengan konsep diri yang positif, seseorang dapat menerima dan

memahami fakta-fakta yang begitu berbeda dengan dirinya.

Oktavianti (2009) mengemukakan bahwa penerimaan diri merupakan

sikap positif terhadap diri sendiri, dapat menerima keadaan dirinya secara tenang,

serta memiliki kesadaran penuh terhadap siapa dan apa diri mereka, selain itu

dapat pula menghargai diri dan orang lain. Serta dapat menerima keadaan

emosionalnya (depresi, marah, sedih, cemas, dan lain-lain) tanpa mengganggu

orang lain.

Dalam kamus filsafat psikologi, penerimaan diri (self acceptance) adalah

dukungan atau sambutan diri. Penerimaan dari seseorang dalam mencapai

kebahagiaandan kesuksesan (Sudarsono, 1993).

Page 16: Penerimaan Diri

 

28

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimplkan bahwa penerimaan diri

merupakan sikap positif terhadap diri sendiri, mampu dan mau menerima keadaan

diri baik kelebihan atau kekurangan, sehingga dapat memndang masa depan lebih

positif.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Penerimaan Diri

Hurlock (1974) mengemukakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dalam

penerimaan diri adalah :

a. Adanya pemahaman tentang diri sendiri

Hal ini timbul adanya kesempatan seseorang untuk mengenali kemampuan dan

ketidakmampuannya. Individu yang dapat memahami dirinya sendiri tidak akan hanya

tergantung dari kemampuan intelektualnya saja, tetapi juga pada kesempatannya untuk

penemuan diri sendiri, maksudnya semakin orang dapat memahami dirinya, maka

semakin ia dapat menerima dirinya.

b. Adanya hal yang realistik

Hal ini timbul jika individu menentukan sendiri harapannya dengan disesuaikan

dengan pemahaman dengan kemampuannya, dan bukan diarahkan oleh orang lain dalam

mencapai tujuannya dengan memiliki harapan yang realistic, maka akan semakin besar

kesempatan tercapainya harapan itu, dan hal ini akan menimbulkan kepuasan diri yang

merupakan hal penting dalam penerimaan diri.

c. Tidak adanya hambatan di dalam lingkungan

Walaupun seseorang sudah memiliki harapan yang realistik, tetapi jika lingkungan

disekitarnya tidak memberikan kesempatan atau bahkan menghalangi, maka harapan

individu tersebut akan sulit tercapai.

d. Sikap-sikap anggota masyarakat yang menyenangkan

Page 17: Penerimaan Diri

 

29

Tidak menimbulkan prasangka, karena adanya penghargaan terhadap kemampuan

social orang lain dan kesedian individu mengikuti kebiasaan lingkungan.

e. Tidak adanya gangguan emosional yang berat

Akan terciptanya individu yang dapat bekerja sebaik mungkin dan merasa bahagia.

f. Pengaruh keberhasilan yang dialami, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Kerhasilan yang dialami individu akan dapat menimbulkan penerimaan diri dan

sebaliknya jika kegagalan yang dialami individu akan dapat mengakibatkan adanya

penolakan diri.

g. Identifikasi dengan orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik.

Individu yang mengidentifikasikan dengan individu yang memiliki penyesuaian diri

yang baik akan dapat membangun sikap-sikap yang positif terhadap diri sendiri, dan

bertingkah laku dengan baik yang mnimbulkan penilaian diri yang baik dan penerimaan

diri yang baik.

h. Adanya perspektif diri yang luas

Yaitu memperhatikan pandangan orang lain tentang diri perspektif yang luas ini

diperoleh melalui pengalaman dan belajar. Dalam hal ini usia dan tingkat pendidikan

memegang peranan penting bagi seseorang untuk mengembangkan perspektif dirinya.

i. Pola asuh dimasa kecil yang baik

Seorang anak yang diasuh secara demokratis akan cenderung berkembang sebagai

individu yang dapat menghargai dirinya sendiri.

j. Konsep diri yang stabil

Individu yang tidak memiliki konsep diri yang stabil, akan sulit menunjukkan pada

orang lain, siapa ia yang sebenarnya, sebab ia sendiri ambivalen terhadap dirinya.

Page 18: Penerimaan Diri

 

30

Ada faktor lain yang dapat menghambat penerimaan diri yaitu : konsep diri yang

negatif, kurang terbuka dan kurang menyadari perasaan-perasaan yang seseungguhnya,

kurang adanya keyakinan terhadap diri sendiri, merasa rendah diri.

Sedangkan menurut menurut Sheerer (dalam Oktavianti, 2009) menyebutkan

faktor-faktor yang menghambat penerimaan diri, antara lain :

a. Sikap anggota masyarakat yang tidak menyenangkan atau kurang terbuka

b. Adanya hambatan dalam lingkungan.

c. Memiliki hambatan emosional yang berat.

d. Selalu berfikir negatif tentang masa depan.

Pendapat lain dikemukakan oleh Bastaman (dalam Khotimah, 2009) mengenai

beberapa komponen yang menentukan keberhasilan seseorang dalam melakukan

perubahan dari penghayatan hidup tak bermakna menjadi hidup bermakna. Komponen-

komponen tersebut adalah:

a. Pemahaman diri (Self Insight)

Yakni meningkatnya kesadaran atas buruknya kondisi diri pada saat ini dan keinginan

kuat untuk melakukan perubahan kearah kondisi yang lebih baik.

b. Makna hidup (the meaning of life)

Nilai-nilai penting yang bermakna bagi kehidupan pribadi seseorang yang berfungsi

sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi dan pengarah kegiatan-kegiatannya.

c. Pengubahan sikap (changing attitude)

Merubah diri yang bersikap negative menjadi positif dan lebih tepat dalam

menghadapi masalah.

d. Keikatan diri (self commitment)

Merupakan komitmen individu terhadap makna hidup yang ditetapkan. Komitmen

yang kuat akan membawa diri pada hidup yang lebih bermakna dan mendalam.

Page 19: Penerimaan Diri

 

31

e. Kegiatan terarah (directed activities)

Suatu upaya-upaya yang dilakukan secara sadar dan sengaja, berupa pengembangan

potensi pribadi yang positif serta pemanfaatan relasi antar pribadi untuk mencapai

tujuan hidup.

f. Dukungan sosial (social support)

Yaitu hadirnya seseorang atau sejumlah orang yang akrab, dapat dipercaya, dan

selalu sedia memberi bantuan pada saat-saat diperlukan.

3. Aspek-aspek Penerimaan Diri

Penerimaan diri memiliki beberapa aspek, berikut aspek-aspek penerimaan

diri menurut beberapa tokoh yaitu :

Menurut Sheerer (Oktavianti, 2009) menyebutkan aspek-aspek penerimaan diri,

yaitu :

a. Kepercayaan atas kemampuannya untuk dapat menghadapi hidupnya.

b. Menganggap dirinya sederajat dengan orang lain.

c. Tidak menganggap dirinya sebagai orang hebat atau abnormal dan tidak

mengharapkan bahwa orang lain mengucilkannya.

d. Tidak malu-malu kucing atau serba takut dicela orang lain.

e. Mempertanggung jawabkan perbuatannya.

f. Mengikuti standar pola hidupnya dan tidak ikut-ikutan.

g. Menerima pujian atau celaan secara objektif.

h. Tidak menganiyaya diri sendiri

Sedangkan menurut Jesild (Oktavianti, 2009) mengemukakan beberapa

aspek penerimaan diri, sebagai berikut:

a. Persepsi mengenai diri dan penampilan

Page 20: Penerimaan Diri

 

32

Individu lebih berpirir realistik tentang penampilan dirinya dan bagaimana

orang lain menilai. Bukan berarti penampilannya harus sempurna, melainkan

individu tersebut dapat melakukan sesuatu dan berbicara dengan baik tentang

keadaan dirinya.

b. Sikap terhadap kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan orang lain

Individu yang memiliki penerimaan diri memandang kelemahan dan kekuatan

dirinya lebih baik daripada orang yang tidak memiliki penerimaan diri.

c. Perasaan inferioritas sebagai gejolak penerimaan diri

Perasaan inferioritas merupakan sikap tidak menerima diri dan menunggu

penilaian yang realistik atas dirinya.

d. Respon atas penolakan dan kritikan

Individu yang memiliki penerimaan diri mampu menerima kritikan bahkan

dapat mengambil hikmah dari kritikan tersebut.

e. Keseimbangan antara “real self” dan “ideal self”

Individu yang memiliki penerimaan diri adalah ia mempertahankan harapan

dan tuntutan dari dalam dirinya dengan baik dalam batas-batas kemungkinan

individu ini mungkin memiliki ambisi yang besar, namun tidak mungkin

untuk mencapainya walaupun dalam jangka waktu yang lama dan

menghabiskan energinya. Oleh karena itu, untuk memastikan ia tidak akan

kecewa saat nantinya.

f. Penerimaan diri dan penerimaan orang lain

Page 21: Penerimaan Diri

 

33

Apabila individu mampu menyukai dirinya, ini akan memungkinkan ia

menyukai orang lain. Hubungan timbale balik seperti ini membuktikan

individu merasa percaya diri dalam memasuki lingkungan sosial.

g. Penerimaan diri, menuruti kehendak, dan menonjolkan diri

Menerima diri dan menuruti diri merupakan dua hal yang berbeda. Apabila

seorang individu menerima dirinya, hal tersebut bukan berarti ia memanjakan

dirinya. Akan tetapi, ia akan menerima bahkan menuntut kelayakan dalam

kehidupannya dan tidak akan mengambil yang bukan haknya dalam

mendapatkan posisi yang menjadi incaran dalam kelompoknya.

Individu dengan penerimaan diri menghargai harapan orang lain dan

meresponnya dengan bijak. Namun, ia memiliki pendirian yang terbaik dalam

berfikir, merasakan dan membuat pilihan. Ia tidak hanya akan menjadi

pengikut apa yang dikatakan orang lain.

h. Penerimaan diri, spontanitas, dan menikmati hidup

Individu dengan penerimaan diri mempunyai lebih banyak keleluasaan untuk

menikmati hal-hal dalam hidupnya.

i. Aspek moral penerimaan diri

Ia memiliki kejujuran untuk menerima dirinya sebagai apa dan untuk apa ia

nantinya, dan ia tidak menyukai kepura-puraan. Individu ini dapat secara

terbuka mengakui dirinya sebagai individu yang pada suatu waktu dalam

masalah, merasa cemas, ragu, dan bimbang tanpa harus manipulasi diri dan

orang lain.

Page 22: Penerimaan Diri

 

34

j. Sikap terhadap penerimaan diri

Menerima diri merupakan hal peting dalam kehidupan seseorang. Individu

yang dapat menerima beberapa aspek hidupnya, mungkin dalam keraguan dan

kesulitan dalam menghormati orang lain. Hal tersebut merupakan arahan agar

dapat menerima dirinya

4. Indikator Penerimaan Diri

Dari penjelasan di atas dapat diketahui adanya beberapa indikator

sebagaimana diungkap oleh Muryantinah, dkk (1998):

1. Mempunyai keyakinan akan kemampuan dalam menghadapi kehidupan

Individu yang menerima dirinya yakin bahwa ia dapat menghadapi kehidupan.

Anak yang yakin mempunyai kemampuan dalam menghadapi kehidupannya

selama di LAPAS dapat dikatakan ia menerima keadaan dirinya.

2. Sikap dan perilakunya lebih berdasarkan nilai-nilai dan standar yang ada pada

dirinya daripada yang didasari oleh tekanan-tekanan dari luar dirinya.

Anak bersikap dan berperilaku di LAPAS sesuai dengan pribadinya, dan

sesuai dengan nilai-nilai yang ada pada dirinya tanpa ada unsur tekanan dari

pihak lain.

3. Menganggap dirinya berharga sebagai manusia yang sederajat dengan orang

lain.

Anak didik menilai dirinya saat berada di LAPAS sama dengan orang lain,

sehingga tidak ada rasa rendah diri.

Page 23: Penerimaan Diri

 

35

4. Berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya.

Anak didik mampu bertanggung jawab terhadap apa yang telah dia lakukan

selama dalam proses penahanan.

5. Menerima pujian dan celaan secara obyektif.

Anak didik mampu menerima celaan secara baik, dengan keinginan

memperbaiki kekurang diri.

6. Tidak menyalahkan dirinya akan keterbatasan yang dimiliki ataupun

mengingkari kelebihannya.

Anak didik mampu menerima kekurangan dan kelebihan yang ia miliki.

7. Tidak merasa ditolak orang lain, tidak pemalu, serta menganggap dirinya

berbeda dengan orang lain.

Anak didik mempunyai hargadiri, tidak merasa ditolak oleh lingkungan

LAPAS dan mampu menyesuaikan diri. Anak didik juga menilai bahwa ia

adalah orang yang berbeda dengan orang lain, dalam artian memiliki pribadi

yang berbeda.

5. Cara Menerima Diri Sendiri (Self Acceptance)

Menurut Basow (dalam Oktavianti, 2009) penerimaan diri individu yang baik

dapat dinilai dari kesamaannya. Individu dengan mental yang sehat akan memandang

dirinya disukai orang, berharga dan diterima oleh orang lain, berharga dan diterima oleh

orang lain atau lingkungannya.

Jika seseorang memandangnya positif, keadaan ini merupakan suatu bentuk

harapa individu mengenai dirinya dimana harapan tersebut dapat menjadi suatu self

fulfilling prophery, yaitu suatu yang diyakini oleh individu mengembangkan dirinya

berdasarkan keyakinan tersebut.

Page 24: Penerimaan Diri

 

36

Menurut Suprakti (dalam Oktavianti, 2009) penerimaan diri ada lima yaitu

Reflected Self Acceptance, Basic Self Acceptance, Conditional Self Acceptance, Self

Evaluation, Real Ideal Comparison seperti yang dijelaskan dibawah ini :

a. Reflected Self Acceptance

Jika orang lain menyukai diri kita maka kita akan cenderung untuk menyukai diri kita

juga.

b. Basic Self Acceptance

Perasaan yakin bahwa dirinya tetap dicintai dan diakui oleh orang lain walaupun dia

tidak mencapai patokan yang diciptakannya oleh orang lain terhadap dirinya.

c. Conditional Self Acceptance

Penerimaan diri yang berdasarkan pada seberapa baik seseorang memenuhi tuntutan

dan harapan orang lain terhadap dirinya.

d. Self Evaluation

Penilaina seseorang tentang seberapa positifnya berbagai atribut yang dimilikinya

dibandingkan dengan berbagai atribut yang dimiliki orang lain yang sebaya dengan

seseorang membandingkan keadaan dirinya dengan keadaan orang lain yang sebaya

dengannya.

e. Real Ideal Comparison

Derajat kesesuaian antara pandangan seseorang mengenai diri yang sebenarnya dan

diri yang diciptakan yang membentuk rasa berharga terhadap dirinya sendiri.

Pendapat lain dikemukakan oleh Atosökhi (2003), seseorang yang menerima

dirinya mempunyai ciri sebagai berikut:

a. Selalu bersyukur dengan apa yang dimiliki.

b. Tidak terlalu mengkritik diri sendiri.

c. Menerima pujian sebagai hadiah.

Page 25: Penerimaan Diri

 

37

d. Meluangkan waktu dengan orang-orang positif.

e. Berusaha menggali potensi terbaik dari diri sendiri.

D. Penerimaan Diri Dalam Perspektif Islam

Penerimaan diri dalam perspektif islam, berarti mengenali hakikat diri

(Widjajakusuma, 2007: 70). Selanjutnya dijelaskan bahwa menerima diri yakni

mengenali hakikat diri sendiri serta disaat bersamaan telah menyadari dan memahami

kedudukan individu sebagai muslim yang diciptakan Allah SWT.

“Tidak beriman salah seorang diantara kalian hingga Aku menjadi akalnya

yang ia berpikir dengannya.” (Hadist Qudsi)

Cara menerima diri dalam pandangan islami, sebagai berikut:

a. Menjadikan akidah Islam sebagai asas berpikir.

b. Menjadikan standar halal-haram sebagai standar perbuatan, baik masalah ibadah,

makanan, pakaian, akhlak, hubungan sosial, dan lain sebagainya.

c. Menjadikan ridha Allah SWT sebagai kebahagiaan hidup (ma’nas sa’adah).

Maka seorang muslim sewajarnya mempunyai pola pikir dan sikap pribadi yang terbaik.

من قو� أحسن ومن إلى دعا م من إنني ال وق صالحا وعمل هللا المسلمين

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (QS. Fushshilat: 33) a. Lapang Dada

Dalam pandangan psikologi sosial islami, penerimaan diri mempunyai persamaan

istilah dengan lapang dada. Lapangdada adalah satu kondisi psiko-spiritual yang ditandai

oleh kemampuan menerima berbagai kenyataan yang tidak menyenangkan dengan tenang

dan terkendali (Nashori, 20008). Ali (1987, dalam Nashori 2008: 66) menyebutkan

Page 26: Penerimaan Diri

 

38

bahwa kepribadian lapang dada lahir dari keberanian seseorang untuk mencapai tujuan,

apapun resikonya.

b. Ciri Lapang Dada

Ada enam ciri pribadi yang lapang dada, yaitu sebagai berikut:

1) Kesadaran spiritual (spiritual awareness)

Kesadaran bahwa keadaan yang buruk adalah ujian dari Allah SWT. Orang yang

lapang dada adalah seorang yang kokoh menghadapi berbagai kenyataan

hidupdan memandang kenyataan hidup sebagai ujian.

2) Kesiapan psikologis

Yaitu kesiapan untuk menerima stimulasi yang tidak menyenangkan. Setelah

menyadari bahwa orang yang kokoh harus melewati banyak ujian, maka

tumbuhlah kesiapan dalam diri seseorang.

من الكتاب أوتوا ين الذ من ولتسمعن وأنفسكم أموالكم في لتبلون ذلك فإن وتتقوا تصبروا وإن كثيرا أذى أشركوا الذين ومن قبلكم ا=مور عزم من

“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.” (QS. Ali Imran [3]: 186)

3) Keyakinan dan kesanggupan diri menanggung beban

Yakni keyakinan bahwa kesulitan yang ditanggung tak akan melebihi

kesanggupan dirinya untuk menerima beban itu.

ربنا اكتسبت ما وعليھا كسبت ما لھا وسعھا إ� نفسا هللا يكلف � كما إصرا علينا تحمل و� ربنا أخطأنا أو نسينا إن تؤاخذنا �

Page 27: Penerimaan Diri

 

39

واعف به لنا طاقة � ما لناتحم و� ربنا قبلنا من الذين على حملته الكافرين القوم على فانصرنا مو�نا أنت وارحمنا لنا واغفر عنا

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." (QS. Al Baqarah [2]: 286)

4) Pertaubatan

Yaitu melakukan pertaubatan atas dosanya kepada Tuhan. Orang yang lapang

dada sadar bahwa salah satu yang menjadikan kesulitan adalah dosa-dosa yang

dilakukan manusia.

الخلطاء من كثيرا وإن نعاجه إلى نعجتك بسؤال ظلمك لقد قال الحات وعملوا آمنوا الذين إ� بعض على بعضھم ليبغي وقليل الص

ا وأناب راكعا وخر ربه فاستغفر فتناه أنما داوود وظن ھم م Daud berkata: "Sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini". Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat. (QS. Saad: 24)

5) Pencarian hikmah

Keyakinan akan adanya hikmah atau pelajaran dibalik peristiwa.

ة عام كل في يفتنون أنھم يرون أو� ر تين أو م و� يتوبون � ثم مر يذكرون ھم

Dan tidaklah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran? (QS. At-Taubat: 126)

Page 28: Penerimaan Diri

 

40

6) Berpikir positif tentang masa depan

Yaitu keyakinan akan adanya perbaikan keadaan setelah berlangsungnya keadaan

yang tidak menyenangkan.

[ 6 ] يسرا العسر مع إن [5 ] يسرا العسر مع فإن “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”(QS. Al-Insyirah:5-6)

c. Faktor yang Mempengaruhi Kelapangdadaan

Beberapa hal yang mempengaruhi tinggi rendahnya kelapangdadaan seseorang,

sebagai berikut:

1) Keimanan

Seseorang yang memiliki iman yang kokoh, serta mempercayai ketentuan Allah, baik

ketentuan yang bagus ataupun ketentuan yang buruk, yang telah ditetapkan Allah

SWT.

2) Dzikir

Menurut subandi (dalam Nashori, 2008: 69)dzikir menghasilkan adanya perasaan

lapang atau perasaan bebas.

3) Tingkat penderitaan yang dialami

Berat ringannya penderitaan yang dialami ikut serta mempengaruhi kelapangdadaan.

Semakin berat penderitaan yang dialami, maka seseorang akan semakin lapang dada

dan menerima semua penderitaanny, serta menganggapnya ujian dari Allah SWT.

4) Sumber penderitaan

Jika sumber penderitaan itu disebabkan oleh manusia, maka seorang cenderung lebih

sulit berlapang dada.

5) Usia

Page 29: Penerimaan Diri

 

41

Orang yang memasuki lansia cenderung lebih bisa menerima keadaannya, dan

menerima penderiataan yang ia alami. Lansia memiliki rasa lapang dada yang lebih

besar dibandingkan orang muda.

6) Lingkungan

Lingkungan juga mempengaruhi penerimaan diri seseorang. Mereka yang memiliki

lingkungan yang terlatih dalam menghadapi permasalahan, akan cenderung lebih

lapang dada daripada mereka yang dalam lingkungan yang tidak melatih mereka

untuk berlapang dada.

7) Pengalaman penderiaan sebelumnya.

Berbagai pengalaman penderitaan, seperti kehilangan saudara, terkena bencana,

membuat seseorang lebih menerima keadaan mereka dan berlapang dada.

E. Hubungan Dukungan Sosial Wali dengan Penerimaan Diri Anak Didik di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Anak Blitar

Penerimaan diri merupakan sikap individu terhadap dirinya sendiri.

Dimana penerimaan ini berarti menyadari kekurangan dan kelebihan diri, serta

memiliki pikiran positif atas dirinya. Menerima diri sendiri memerlukan

kesadaran dan kemauan melihat fakta yang ada pada diri sendiri, baik fisik

maupun psikis (Atosökhi,dkk: 2003). Dengan demikian, penerimaan diri sangat

diperlukan dalam menyikapi diri sendiri.

Penerimaan diri tidak lepas dari pengaruh lingkungan sosial serta

kelompok sosial. Seperti yang dijelaskan Sheerer (dalam Oktavianti, 2009), faktor

yang menghambat penerimaan diri seseorang diantaranya adalah hambatan dalam

lingkungan sosial, serta sikap anggota masyarakat yang tidak menyenangkan atau

Page 30: Penerimaan Diri

 

42

kurang terbuka. Dalam hal ini dukungan sosial merupakan jalan alternatif bagi

seseorang dalam proses penerimaan diri.

Dukungan sosial merupakan aspek penting dalam penerimaan diri

seseorang. Mengetahui bahwa seseorang dihargai oleh orang lain, merupakan

faktor psikologis yang penting dalam membantu mereka melupakan aspek negatif

dari kehidupan mereka, dan berpikir lebih positif tentang lingkungan mereka

(Clark, 2005).

Menurut Clark, banyak penelitian telah menunjukkan bahwa jika

dukungan sosial yang tinggi tersedia untuk semua orang (remaja, dewasa tengah,

dewasa akhir), itu akan menguntungkan kesehatan secara keseluruhan, baik

mental maupun fisik dalam jangka panjang.

Demikian halnya bagi anak-anak didik di sebuah Lembaga

Pemasyarakatan. Anak-anak tersebut membutuhkan dukungan sosial yang

memadai untuk mengembalikan kepercayaan diri mereka, serta mampu menerima

keadaan diri mereka. Dukungan sosial merupakan cara untuk menunjukkan kasih

sayang, kepedulian, dan penghargaan untuk orang lain.

Individu yang menerima dukungan sosial akan merasa bahwa ini dicintai,

dihargai, dan merupakan bagian dari lingkungan sosialnya (Cobb, 1976, Sarafino,

1998 dalam Febrianti, 2009).

Dukungan sosial bisa diperoleh dari hasil interaksi individu dengan orang

lain dalam lingkungan sosialnya, dan bisa berasal dari siapa saja, keluarga,

pasangan (suami/ istri), teman, maupun rekan kerja (Ritter dalam Febrianti, 2009).

Page 31: Penerimaan Diri

 

43

Demikian halnya di Lembaga Pemasyarakatan Anak, dukungan sosial bisa

diperoleh dari teman, pegawai LAPAS, serta terlebih lagi kunjungan orang tua.

Sumber dukungan utama yang dibutuhkan anak adalah keluarga. Keluarga

sebagai komunitas terkecil dalam Negara, dalam hal ini orangtua, memiliki

tanggung jawab yang besar dalam pendidikan dan pembentukan kepribadian anak

(Nasution & Nasution, 1986; Kartono, 1996 dalam Febrianti 2009). Namun,

sumber dukungan dari orangtua tidak sepenuhnya didapat oleh anak-anak yang

berada dalam LAPAS. Keterbatasan dukungan dari orangtua disiasati dengan

sistem perwalian. Perwalian di dalam Lembaga Pemasyarakatan merupakan

langkah pembinaan anak-anak didik yang bertujuan untuk membimbing anak.

Peranan wali yang utama di sebuah LAPAS adalah sebagai sumber dukungan

sosial pengganti orangtua.

Anak yang berhadapan dengan hukum, terutama yang berada dalam

LAPAS, memerlukan dukungan, terutama dukungan dari orang dewasa.

Dukungan ini berfungsi untuk meningkatkan penerimaan diri anak didik.

Penerimaan diri anak-anak dalam LAPAS menjadi penting, karena untuk

membentuk pengertian terhadap siapa diri mereka, kesalahan-kesalahan yang

mereka perbuat, serta kelebihan apa yang mereka miliki. Selain itu, dukungan

sosial sangat berpengaruh terhadap penerimaan diri mereka.

Perwalian merupakan acuan penting dalam LAPAS, yakni untuk

mengetahui kondisi anak didik baik dari segi fisik atau mental. Dalam buku

perwalian dijelaskan beberapa poin tentang kondisi anak didik sebelum dan

selama berada di LAPAS, serta memuat bukti konsultasi anak didik.

Page 32: Penerimaan Diri

 

44

Dengan demikian dukungan sosial sangat diperlukan oleh anak didik

dalam menjalani masa tahanan mereka. Bentuk dukungan yang dibutuhkan anak-

anak didik adalah dukungan emosional, dukungan penghargaan, serta dukungan

informasi. Bentuk dukungan tersebut lebih diutamakan dari wali, karena wali

memiliki peranan penting sebagai orangtua.

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah pernyataan tentatif yang merupakan dugaan atau terkaan

tentang apa saja yang kita amati dalam usaha untuk memahaminya (Nasution,

2003; 38). Sedangkan menurut Arikunto (dalam Zuriah, 2006; 162) hipotesis

adalah alternatif dugaan jawaban yang dibuat oleh peneliti bagi problematika yang

diajukan dalam penelitiannya. Dugaan tersebut bersifat sementara, yang akan diuji

kebenarannya dengan data yang dikumpulkan melalui penelitian.

Hipotesis yang diajukan oleh peneliti adalah hipotesis alternatif (Ha),

yakni hubungan yang menyatakan adanya hubungan atau pengaruh antara variable

dengan variable lain. lebih spesifik, peneliti menggunakan hipotesis terarah

(directional hypotheses), yaitu hipotesis yang diajukan oleh peneliti, dimana

peneliti sudah menemukan dengan tegas bahwa variable independent memang

sudah diprediksi berpengaruh terhadap variable dependent (Fraenkel dan Wallen

dalam Zuriah, 2006; 163).

Hipoteis yang diajukan peneliti adalah, adanya pengaruh Dukungan Sosial

Pegawai LAPAS sebagai wali terhadap Penerimaan Diri Anak Didik di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II A Anak Blitar.