PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA PENDERITA LEUKEMIA
Transcript of PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA PENDERITA LEUKEMIA
PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA PENDERITA LEUKEMIA
Nama : Ulfa Rizkiana
Pembimbing : Dra. Retnaningsih, MSi
ABSTRAKS
Seiring dengan perkembangan jaman yang pesat manusia membutuhkan segala sesuatu dengan cepat tanpa menyadari konsekuensi yang akan didapat. Salah satunya adalah makanan cepat saji (fast food) yang apabila dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan beragam penyakit dan salah satunya adalah kanker. Menurut Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM mengatakan bahwa kasus internasional menyebutkan 110-130 dari satu juta remaja di bawah 15 tahun menderita Kanker. Leukemia merupakan salah satu jenis kanker darah yang paling banyak dijumpai pada usia di bawah 15 tahun. Leukemia adalah bentuk kanker yang mempengaruhi darah dan dikarakteristikan dengan tidak terkontrolnya produksi sel darah putih dalam sirkulasi darah. Usia remaja merupakan masa dimana seseorang berkembang menjadi dewasa dan masa yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian seseorang. Dengan adanya penyakit seperti leukemia pada remaja maka akan mempengaruhi semua aktivitas dan kepribadian pada remaja penderita leukemia.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dari penerimaan diri remaja penderita leukemia dan faktor-faktor yang berperan dalam penerimaan diri pada remaja penderita leukemia.
Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif yang berupa studi kasus dengan satu subjek yaitu penderita leukemia yang berumur 14 tahun dan menderita leukemia jenis ALL stadium satu selama satu tahun.
Hasil dari penelitian yang dilakukan, menunjukan bahwa subjek penelitian mampu menerima dirnya dengan baik, hal tersebut ditunjukan dengan adanya pemahaman tentang diri sendiri dan mengenali apa yang menajdi kekurangan dan kelebihannya serta adanya harapan yang realistis terhadap keadaan diri dan tidak merasa rendah diri dengan adanya penyakit yang dialami subjek. Selain itu subjek memiliki keluarga yang sangat mendukung harapan-harapan subjek dan teman-teman serta lingkungan yang bersikap baik pada subjek, sehingga subjek mempunyai penerimaan diri yang baik sebagai remaja penderita leukemia.
Kata kunci : Penerimaan diri, remaja, leukemia PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Kanker menjadi momok bagi semua
orang, hal ini karena angka kematian akibat
kanker yang sangat tinggi. Tidak hanya di
Indonesia melainkan juga di berbagai negara.
Di Indonesia, masalah penyakit kanker terlihat
lonjakan yang luar biasa. Dalam jangka waktu
10 tahun, terlihat bahwa peringkat kanker
sebagai penyebab kematian naik, dari
peringkat 12 menjadi peringkat enam. Setiap
tahun diperkirakan terdapat 190 ribu penderita
ii
baru dan seperlimanya akan meninggal akibat
penyakit ini. Namun angka kematian akibat
kanker ini sebenarnya bisa dikurangi 3-35
persen, asal dilakukan tindakan prevelensi,
screening dan deteksi dini. Jumlah penderita
kanker di Indonesia mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Saat ini, jumlahnya
mencapai 6% dari total populasi yang ada.
Angka tersebut hampir sama dengan yang
terjadi di negara-negara berkembang lainnya,
namun kecenderungannya terus meningkat
seiring globalisasi, gaya hidup, dan kualitas
pelayanan kesehatan (Media Sehat, 2005)
Taylor (1999) mengatakan bahwa
kanker adalah suatu kumpulan lebih dari 100
penyakit yang mempunyai beberapa faktor
yang sama. Semua kanker dihasilkan
dari gangguan dalan DNA-bagian itu yang
terdiri dari sel penyusunan yang mengontrol
sel pertumbuhan dan reproduksi. Bukannya
memastikan seperti biasa memproduksi secara
perlahan sel-sel baru. Kegagalan DNA ini
menyebabkan perkembangan yang terlalu
banyak dan cepat pada sel pertumbuhan. Tidak
seperti sel-sel yang lain sel-sel kanker tidak
memberikan keuntungan pada tubuh, sel-sel itu
hanya melemahkannya.
Faktor penyebab munculnya kanker
sampai sekarang belum diketahui pasti. Diduga
ada kaitannya dengan radiasi sinar radioaktif
dan bahan-bahan kimia seperti zat pengawet.
penyebab kanker sampai saat ini belum
diketahui pasti. Namun demikian berdasarkan
pengalaman dan penelitian, kanker pada anak
bisa diakibatkan interaksi berbagai faktor,
gabungan faktor genetik atau pengaruh
lingkungan. Faktor genetik, gaya hidup, dan
diet juga harus dipertimbangkan sebagai faktor
risiko penting penyebabnya. Misalnya saja,
sekitar 50% semua jenis kanker disebabkan
oleh cara makan yang salah (Novalina, 2003).
Menurut penelitian tahun 1993 di
Jakarta menunjukkan bahwa insidensi
leukemia anak adalah 27,6% tiap satu juta anak
berusia 1-14 tahun, sedangkan di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta telah tercatat sejumlah
35% kasus LLA dan 13% kasus LMA dari
penderita kanker anak dalam periode tahun
2000-2004. Menurut penelitian, anak dengan
leukemia yang berusia lebih muda memiliki
harapan hidup lebih tinggi 61-77% dibanding
remaja berusia 20 tahun. Kurang lebih 80%
penderita dengan LLA memiliki peluang hidup
lebih lama setelah mendapatkan protokol
pengobatan LLA meskipun 40–60% pada
kelompok tersebut bergantung pada jenis
protokol yang digunakan. (Palestin, 2008)
Menurut Nelson (1992) leukemia
adalah kanker yang paling umum pada masa
usia dibawah 15 tahun. Diagnosa kankernya
sekitar 1 dari 3 kasus baru pertahunnya.
Leukemia adalah bentuk kanker yang
mempengaruhi darah, dan merupakan
penyebab utama kematian setelah kecelakaan
untuk anak-anak di bawah 15 tahun. Leukemia
dikarakteristikan dengan tidak terkontrolnya
sel darah putih dan di klasifikasikan ke dalam
tipe akut dan kronis (Kushi dan Jack, 1983)
Pengobatan penderita leukemia harus
dilakukan di rumah sakit dengan sarana
lengkap, termasuk kamar bebas infeksi dan
dilakukan oleh ahli dan hal ini berarti penderita
mengalami hospitalisasi. Menurut Smet (1994)
episode-episode kesakitan yang akut dan
2
opname di rumah sakit dapat memberi stress
bagi remaja dan kadang-kadang menimbulkan
akibat yang merugikan dalam kurun waktu
lama. Opname di Rumah Sakit jauh dari
menyenangkan untuk usia 15 tahun ke bawah,
prosedur medis dan pembedahan yang
menyakitkan, pisah dari keluarga, teman dan
sekolah
Masa remaja adalah masa transisi dari
anak-anak ke masa dewasa. Periode ini
dianggap sebagai masa-masa yang amat
penting dalam kehidupan seseorang, khususnya
dalam pembentukan kepribadian seseorang
(Riyanti , Prabowo & Puspitawati, 1996).
Santrock (2002) mengatakan bahwa remaja
memiliki perasaan bahwa mereka unik dan
kebal yang membuat mereka berfikir bahwa
penyakit dan gangguan tidak akan memasuki
kehidupan mereka. Maka bukanlah suatu yang
mengejutkan, ketika remaja diagnosa terkena
penyakit terminal seperti kanker, mereka akan
merasa terkejut, terhina dan merasa tidak adil
(Taylor, 1999). Setelah didiagnosa adanya
leukemia remaja sering berada dalam tahap
krisis yang ditandai dengan ketidakseimbangan
fisik, sosial dan psikis. Penyakit seperti
leukemia dapat mengakibatkan perubahan
drastis dalam konsep diri dan harga diri
penderita. Perubahan ini dapat terjadi secara
sementara namun dapat juga menetap. Dengan
adanya diagnosa leukemia pada diri remaja dan
menjalankan treatment-treatment dengan efek
samping yang dihasilkan dari treatment
tersebut, hospitalisasi dan dampak yang
diberikan pada kehidupan remaja, hal-hal
seperti ini kemungkinan dapat mempengaruhi
penerimaan dirinya. Ryff (dalam Johada, 1985)
menyatakan penerimaan diri sebagai suatu
keadaan dimana seseorang memiliki sikap
yang positif terhadap diri sendiri, mengakui
dan menerima berbagai aspek diri termasuk
kualitas baik dan buruk yang ada pada diri dan
memandang positif terhadap kehidupan yang
telah dijalani.
Penerimaan diri yang baik hanya akan
terjadi bila individu yang bersangkutan mau
dan mampu mamahami keadaan diri
sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yang
diinginkan. Selain itu juga harus memiliki
harapan yang realistis, sesuai dengan
kemampuannya. Dengan demikian bila seorang
individu memiliki konsep yang menyenangkan
dan rasional mengenai diri maka dapat
dikatakan orang tersebut dapat menyukai dan
menerima dirinya ( Hurlock, 1985).
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana gambaran dari
penerimaan diri remaja penderita leukemia dan
faktor-faktor yang berperan dalam penerimaan
diri pada penderita leukemia.
TINJAUAN PUSTAKA
Penerimaan Diri
Menurut Johada (1958) penerimaan
diri mengandung pengertian bahwa individu
telah belajar untuk hidup dengan dirinya
sendiri, dalam arti individu dapat menerima
kelebihan maupun kekurangan yang ditemukan
dalam dirinya. Individu yang menerima
keadaan dirinya dengan tenang, akan bebas
dari rasa bersalah, rasa malu dan rendah diri
karena kecacatan/keterbatasan diri serta bebas
3
dari kecemasan penilaian orang lain terhadap
dirinya (Maslow,1970 dalam Hjelle & Ziegler,
1985).
Menurut Ryff (dalam Urim, 2007)
mengatakan bahwa penerimaan diri adalah
memiliki pandangan yang positif tentang diri
sendiri, mengakui dan menerima berbagai
aspek diri termasuk kualitas baik dan buruknya
yang ada pada dirinya, dan memandang positif
terhadap kehidupan yang telah dijalaninya.
Aspek penerimaan diri
Jersild (1958) mengemukakan beberapa
aspek-aspek penerimaan diri sebagai berikut :
a. Persepsi mengenai diri dan sikap
terhadap penampilan
Individu yang memiliki penerimaan diri
berfikir lebih realistik tentang penampilan
dan bagaimana dirinya terlihat dalam
pandangan orang lain. Individu tersebut
dapat melakukan sesuatu dan berbicara
dengan baik mengenai dirinya yang
sebenarnya
b. Sikap terhadap kelemahan dan
kekuatan diri sendiri dan orang lain
Individu yang memiliki penerimaan diri
memandang kelemahan dan kekuatan
dalam dirinya lebih baik daripada individu
yang tidak memiliki penerimaan diri.
c. Perasaan infeoritas sebagai gejala
penolakan diri
Seorang individu yang terkadang
merasakan infeoritas/disebut dengan
infeority complex adalah seorang individu
yang tidak memiliki sikap penerimaan diri
dan hal tersebut akan mengganggu
penilaian yang realistik atas dirinya.
d. Respon atas penolakan dan kritikan
Individu yang memiliki penerimaan diri
tidak menyukai kritikan, namun demikian
individu mempunyai kemampuan untuk
menerima kritikan bahkan dapat
mengambil hikmah dari kritikan tersebut.
e. Keseimbangan antara “real self” dan
“ideal self”
Individu yang memiliki penerimaan diri
adalah individu yang mempertahankan
harapan dan tuntutan dari dalam dirinya
dengan baik dalam batas-batas
memungkinkan individu ini mungkin
memiliki ambisi yang besar, namun tidak
mungkin untuk mencapainya walaupun
dalam jangka waktu yang lama dan
menghabiskan energinya. Oleh karena itu,
dalam mencapai tujuannya individu
mempersiapkan dalam konteks yang
mungkin dicapai, untuk memastikan
dirinya tidak akan kecewa saat nantinya.
f. Penerimaan diri dan penerimaan orang
lain
Hal ini berarti apabila seorang individu
menyayangi dirinya, maka akan lebih
memungkinkan baginya untuk
menyayangi orang lain.
g. Penerimaan diri, menuruti kehendak,
dan menonjolkan diri
Menerima diri dan menuruti diri
merupakan dua hal yang berbeda. Apabila
seorang individu menerima dirinya, hal
tersebut bukan berarti individu
memanjakan dirinya. Individu yang
menerima dirinya akan menerima dan
bahkan menuntut pembagian yang layak
akan sesuatu yang baik dalam hidup dan
tidak mengambil kesempatan yang tidak
4
pantas untuk memiliki posisi yang baik
atau menikmati sesuatu yang bagus
Semakin individu menerima dirinya dan
diterima orang lain, semakin individu
mampu untuk berbaik hati.
h. Penerimaan diri, spontanitas,
menikmati hidup
Individu dengan penerimaan diri
mempunyai lebih bayak keleluasaan untuk
menikmati hal-hal dalam hidupnya.
Individu tersebut tidak hanya leluasa
menikmati sesuatu yang dilakukannya.
Akan tetapi, juga leluasa untuk menolak
atau menghindari sesuatu yang tidak ingin
dilakukannya.
i. Aspek moral penerimaan diri
Individu dengan penerimaan diri bukanlah
individu yang berbudi baik dan bukan pula
individu yang tidak mengenal moral, tetapi
memiliki fleksibilitas dalam pengaturan
hidupnya. Individu memiliki kejujuran
untuk menerima dirinya sebagai apa dan
untuk apa nantinya, dan tidak menyukai
kepura-puraan..
j. Sikap terhadap penerimaan diri
Menerima diri merupakan hal penting
dalam kehidupan seseorang. Individu yang
dapat menerima beberapa aspek hidupnya,
mungkin dalam keraguan dan kesulitan
dalam menghormati orang lain.
Ciri-ciri Penerimaan diri
Jersild (dalam Hurlock,1974)
mengemukakan beberapa ciri penerimaan diri
untuk membedakan antara orang yang
menerima keadaan diri dengan orang yang
menolak keadaan diri (denial). Berikut ini
adalah ciri dari orang yang menerima keadaan
diri :
a. Orang yang menerima dirinya memiliki
harapan yang realistis terhadap
keadaannnya dan menghargai dirinya
sendiri
b. Yakin akan standar-standar dan pengakuan
terhadap dirinya tanpa terpaku pada
pendapat orang lain
c. Memiliki perhitungan akan keterbatasan
dirinya dan tidak melihat pada dirinya
sendiri secara irasional
d. Menyadari asset diri yang dimilikinya, dan
merasa bebas untuk menarik atau
melakukan keinginannya
e. Menyadari kekurangannya tanpa
menyalahkan diri sendiri
Faktor-faktor yang berperan dalam
Penerimaan diri
Selain aspek dan cirri-ciri adapula
faktor-faktor yang berperan dalam penerimaan
diri. Hurlock (1974) mengemukakan tentang
faktor-faktor yang berperan dalam penerimaan
diri yang positif sebagai :
a. Adanya pemahaman tentang diri
sendiri
Hal ini dapat timbul dari kesempatan
seseorang untuk mengenali kemampuan
dan ketidakmampuannya. Pemahaman diri
dan penerimaan diri berjalan dengan
berdampingan, maksudnya semakin orang
dapat memahami dirinya, maka semakin
dapat menerima dirinya
b. Adanya harapan yang realistik
Hal ini bisa timbul bila individu
menentukan sendiri harapannya dan
5
disesuaikan dengan pemahaman mengenai
kemampuannya, dan bukan diarahkan oleh
orang lain dalam mencapai tujuannya.
c. Tidak adanya hambatan didalam
lingkungan
Walaupun seseorang sudah memiliki
harapan yang realistik, tetapi bila
lingkungan disekitarnya tidak memberikan
kesempatan atau bahkan menghalangi
maka harapan orang tersebut tentu akan
sulit tercapai.
d. Sikap-sikap anggota masyarakat yang
menyenangkan
Tidak adanya prasangka, adanya
penghargaan terhada kemampuan sosial
orang lain dan kesediaan individu untuk
mengikuti kebiasaan lingkungan
e. Tidak adanya gangguan emosional yang
berat
Yang membuat individu dapat bekerja
sebaik mungkin dan merasa bahagia
f. Pengaruh keberhasilan yang dialami,
baik secara kualitatif maupun
kuantitatif
Keberhasilan yang dialami dapat
menimbulkan penerimaan diri dan
sebaliknya kegagalan yang dialami dapat
mengakibatkan adanya penolakan diri
g. Identifikasi dengan orang yang
memiliki penyesuaian diri yang baik
Mengindentifikasi diri dengan orang yang
Well adjusted dapat membangun sikap-
sikap yang positif terhadap diri sendiri,
dan bertingkah laku dengan baik yang bisa
menimbulkan penilaian diri yang baik dan
penerimaan diri yang baik
h. Adanya prespektif diri yang luas
Yaitu mempertahatikan juga pandangan
orang lain tentang diri. Prespektif diri
yang luas ini diperoleh melalui
pengalaman dan belajar. Dalam hal ini
usia dan tingkat pendidikan memegang
peranan penting bagi seseorang untuk
mengembangkan prespektif dirinya
i. Pola asuh dimasa kecil yang baik
Anak yang diasuh secara demokratis akan
cenderung berkembang sebagai orang
yang dapat menghargai dirinya sendiri
j. Konsep diri yang stabil
Individu yang tidak memiliki konsep diri
stabil misalnya, maka kadang individu
menyukai dirinya, dan kadang ia tidak
menyukai dirinya, akan sulit menunjukan
pada orang lain siapa dirinya yang
sebenarnya, sebab individu sendiri
ambivalen terhadap dirinya.
Leukemia
Menurut Kushi dan Jack (1983) leukemia
adalah bentuk kanker yang mempengaruhi
darah. Leukemia dikarakteristikan dengan
tidak terkontrolnya sel darah putih dan di
klasifikasikan ke dalam tipe akut dan kronis.
Sedangkan menurut Regato, Spjut dan
Cox (1985) leukemia adalah golongan penyakit
yang terutama mempengaruhi kelenjar getah
bening dan sistem reticuloendothelial dan
tulang sumsum, dan menghasilkan produksi
yang berlebihan unsur leukocytic yang
abnormal pada bagian aslinya, dengan atau
tanpa meningkatnya sel-sel ini dalam sirkulasi
darah dan infiltrasi berbagai macam viscera.
Tipe-tipe Leukemia
6
Sheridan dan Raclmacher (1992)
mengatakan bahwa klasifikasi utama leukemia
dibuat bredasarkan kecepatan gerak maju
penyakitnya
a. Acute Leukemia : Kemajuannya
sangat cepat dan menyebabkan kematian
dalam kurun waktu bulanan. Menyerang
segala umur termasuk anak-anak
b. Chronic Leukemia : Kemajuannya
sangat lambat dan cenderung terjadi pada
orang yang lebih tua.
Menurut Kushi dan Jack (1983) ada 4
bentuk leukemia yang sering ditemui :
a. Acute Lymphocytic Leukemia or
lymphoblastic (ALL), kanker yang paling
umum diantara anak-anak, dicirikan
dengan berkurangnya granulocytes, sel-sel
darah putih yang menolak infeksi
b. Acute Myelocytic Leukemia ( AML),
leukemia yang paling umum diantara
orang dewasa diatas 40 tahun, dicirikan
dengan berkurangnya produksi dalam
platelet
c. Chronic Myelocytic or granulocytic
leukemia (CML), suatu penyakit yang
disertai dengan kromosom yang abnormal
dan mempengaruhi orang muda dan orang
dewasa pertengahan
d. Chronic Lymphocytic Leukemia (CLL),
suatu penyakit yang mempengaruhi
umumnya pada orang tua diatas 55 tahun
dan biasanya melibatkan gangguan pada
limpa.
Tanda dan Gejala Leukemia
Menurut Regato, Spjut dan Cox
(1985) mengatakan gejala-gejalanya
tergantung tipe leukemianya, tapi gejala-gejala
yang umum seperti demam, kedinginan, hilang
nafsu makan, berat badan berkurang, anemia,
pendarahan, memar, gusi berdarah,
berkeringay, tulang terasa nyeri.
Sedangkan menurut Nelson (1992)
gejala-gejala leukemia biasanya tidak jelas dan
tidak spesifik. Pasien mungkin mengalami
semua atau sebagian gejala-gejala berikut ini :
a. Lemah
b. Demam yang tidak diketahui sumbernya
c. Kehilangan berat badan bukan karena diet
ataupun latihan
d. Sakit kepala
e. Ruam pada kulit
f. Sakit pada tulang yang tidak spesifik
g. Mudah mengalami memar
h. Pendarahan pada hidung atau gusi
i. Adanya darah pada urin
j. Pembengkakan pada kelenjar getah bening
Treatment pada Leukemia
Regato, Spjut dan Cox (1985)
mengatakan treatment yang dapat dilakukan
pada penderita leukemia :
a. Chemotherapy, penggunaan berbagai
macam obat yang kuat untuk membunuh
sel-sel kanker. Ini adalah treatment utama
dalam kebanyakan tipe leukemia
b. Immunotherapy, manipulasi mekanisme
imun sebagai pelengkap chemotherapy.
c. Radiotherapy, untuk waktu yang lama
radiotherapy telah digunakan sebagai
treatment untuk meringankan pada acute
sebaik pada chronic leukemia. Pada acute
leukemia yang dialami oleh anak,
radiotherapy mungkin digunakan untuk
7
penyinaran pada sistem pusat syaraf,
dimana obat dari chemotherapy tidak
efektif.
Kushi dan Jack (1983) mengatakan bahwa
obat modern untuk mengobati semua jenis
leukemia yang terutama adalah chemotherapy.
Operasi dan penyinaran dengan ronteg ray atau
fosfor radioaktif dapat juga digunakan apabila
sistem getah bening rusak atau organ tubuh
lain yang membesar. Transfusi darah atau
transplantasi tulang sumsum terkadang
dilakukan dalam rangka menyediakan sumber
sel-sel darah merah, yang mana peneliti
percaya dihasilkan dalam tulang sumsum.
Sedangkan menurut Stanford Cancer
Center (2008) treatment pada leukemia
meliputi , chemotherapy, terapi radiasi,
transplantasi tulang sumsum, biological
therapy yaitu menggunakan sistem kekebalan
tubuh untuk melawan kanker. Transfusi darah
(sel-sel darah merah, platelets), pengobatan
(untuk mencegah atau mengobati kerusakan
pada system tubuh lain yang disebabkan oleh
treatment leukemia).
Remaja
Pengertian Remaja
Menurut Turner dan Helms (1995) masa
remaja berada pada rentang usia 13 sampai 19
tahun. Papalia dan Olds (1995) mengatakan
masa remaja ialah masa perkembangan antara
anak dan masa dewasa pada umumnya dimulai
dari umur 12-13 tahun sampai dengan 19-20
tahun. Sedangkan menurut Monks, Knoers dan
Haditono (2002) mengatakan batasan usia
remaja adalah masa diantara 12-21 tahun
dengan perincian 12-15 tahun masa remaja
awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan,
dan 18-21 tahun masa remaja akhir.
Tugas Perkembangan Remaja
Havighurst (dalam Kimmel dan
Weiner, 1985) menyebutkan tugas-tugas
perkembangan remaja meliputi aspek-aspek
sebagai berikut :
1) Mencapai hubungan baru dan lebih
matang dengan sebaya baik pria dan
wanita
2) Menerima keadaan fisiknya
3) Menerima keadaan jasmaninya dan
menggunakan tubuhnya dengan efektif
4) Memperoleh kebebasan secara emosional
dari orang tuanya dan orang dewasa
lainnya
5) Mempersiapkan diri untuk pernikahan dan
hidup berkeluarga
6) Mempersiapkan karir ekonomi
7) Membangun keterampilan intelektual
untuk kompetensi
8) Memiliki hasrat dan mencapai prilaku
sosial yang bertanggung jawab
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan menggunakan
teknik wawancara dan observasi. Jumlah
subjek dalam penelitian ini adalah 1 subjek
dengan satu significant other. Karakteristik
subjek yang dibutuhkan dalam penelitian ini
adalah remaja penderita leukemia yang berusia
14 tahun.
Untuk mempermudah proses
pengumpulan data, peneliti menyusun
8
pedoman wawancara, pedoman observasi, dam
alat perekam.
Untuk mendapatkan keakuratan
penelitian, peneliti menggunakan teknik
triangulasi. Teknik triangulasi menurut
Moleong (2001) adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu
yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai perbandingan
terhadap data itu.
Patton (dalam Poerwandari, 2001)
mengemukakan empat macam triangulasi,
antara lain:
1. Triangulasi Data
Menggunakan berbagai sunber data,
seperti dokumen, arsip, hasil wawancara,
hasil observasi, atau mewawancarai lebih
dari satu subjek yang dianggap memiliki
sudut pandang yang berbeda. Dalam
penelitian ini, peneliti mewawancarai satu
significant other untuk masing-masing
subjek.
2. Triangulasi Pengamat
Adanya pengamat di luar peneliti yang
turut memeriksa hasil pengumpulan data.
Dalam penelitian ini, dosen pembimbing
bertindak sebagai pengamat (expert
judgment) yang memberikan masukan
terhadap hasil pengumpulan data.
3. Triangulasi Teori
Penggunaan teori yang berlainan untuk
memastikan bahwa data yang
dikumpulkan sudah memenuhi syarat.
Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan berbagai teori yang telah
dijelaskan pada bab II untuk digunakan
dan menguji terkumpulnya data tersebut.
4. Triangulasi Metode
Penggunaan berbagai metode untuk
meneliti suatu hal, seperti metode
wawancara dan observasi. Dalam
penelitian, peneliti melakukan metode
wawancara yang didukung dengan metode
observasi.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil wawancara dan
observasi dapat diketahui bahwa subjek
memiliki penerimaan diri yang baik. Hal ini
dapat dilihat dari aspek-aspek penerimaan diri
yang ditunjukan oleh subjek.
Menurut Jersild (1958) ada beberapa
aspek-aspek penerimaan diri, yang di tunjukan
dengan persepsi mengenai diri sendiri dan
sikap terhadap penampilan, sikap terhadap
kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan orang
lain, perasaan infeoritas sebagai gejala
penolakan, respon terhadap penolakan dan
kritikan, keseimbangan antara real self dan
ideal self, penerimaan diri dan penerimaan
orang lain, penerimaan diri, menuruti kehendak
dan menonjolkan diri, penerimaan diri,
spontanitas dan menikmati hidup, aspek moral
penerimaan diri, sikap terhadap penerimaan
diri.
Menurut Jersild (1958) individu yang
memiliki penerimaan diri berfikir lebih
realistik tentang penampilan dan bagaimana
dirinya terlihat dalam pandangan orang lain.
Ini bukan berarti individu tersebut mempunyai
gambaran sempurna tentang dirinya, melainkan
individu tersebut dapat melakukan sesuatu dan
berbicara dengan baik mengenai dirinya yang
sebenarnya. Dalam kasus ini persepsi
9
mengenai diri dan sikap terhadap penampilan
yang ditunjukan oleh subjek antara lain seperti
penilaian subjek terhadap dirinya tergambar
dengan baik oleh subjek, menurut subjek
dirinya sangat berbeda sebelum subjek
menderita leukemia, sebelumnya subjek adalah
anak yang aktif dalam mengikuti kegiatan
tubuh seperti menari, namun setelah menderita
leukemia subjek tidak mampu lagi untuk
mengikuti kegiatan menari karena kondisi fisik
subjek yang tidak mendukungnya untuk
melakukan kegiatan menari, oleh karena itu
subjek memahami keterbatasannya dan
mengurangi kegiatan menarinya.
Jersild (1958) mengemukakan
individu yang memiliki penerimaan diri
memandang kelemahan dan kekuatan dalam
dirinya lebih baik daripada individu yang tidak
memiliki penerimaan diri. Individu tersebut
kurang menyukai jika harus menyia-nyiakan
energinya untuk menjadi hal yang tidak
mungkin, atau berusaha menyembunyikan
kelemahan dari dirinya sendiri maupun orang
lain. Individu pun tidak berdiam diri dengan
tidak memanfaatkan kemampuan yang
dimilikinya. Sebaliknya individu akan
menggunakan bakat yang dimilikinya dengan
lebih leluasa. Individu yang bersikap baik pula
dalam menilai kelamahan dan kekuatan dirinya
akan bersikap pula dalam menilai kelemahan
dan kekuatan orang lain. Dalam kasus ini sikap
terhadap kelemahan dan kekuatan diri sendiri.
Kelebihan subjek digambarkan dengan
kepandaian subjek dalam bergaul dan
berteman. Sedangkan untuk kekurangan subjek
lebih digambarkan mengenai pelajaran, subjek
lebih suka melalukan praktek daripada teori
dan lebih senang mendengar daripada
membaca. Subjek dapat menerima kekurangan
yang dimilikinya dan mencoba menjadikan
kekurangannya tersebut menjadi kelebihan
untuk dirinya dengan cara banyak membaca
dan berusaha untuk membuatnya menjadi lebih
baik dari sebelumnya.
Menurut Jersild (1958) seorang individu
yang terkadang merasakan infeoritas/disebut
dengan infeority complex adalah seorang
individu yang tidak memiliki sikap penerimaan
diri dan hal tersebut akan mengganggu
penilaian yang realistik atas dirinya. Dalam
kasus ini subjek menyadari bahwa dengan
penyakitnya ini menyebabkan dirinya tidak
dapat beraktivitas seperti orang normal
lainnya, kadangkala subjek merasa sedih
namun subjek merasa bahwa penyakit yang
dialaminya adalah sebagai cobaan dari Tuhan
untuk dirinya oleh karena itu subjek tidak
merasa rendah diri karena penyakitnya
Jersild (1958) menyatakan individu yang
memiliki penerimaan diri tidak menyukai
kritikan, namun demikian individu mempunyai
kemampuan untuk menerima kritikan bahkan
dapat mengambil hikmah dari kritikan tersebut.
Individu berusaha untuk melakukan koreksi
atas dirinya sendiri, ini merupakan hal yang
penting dalam perkembangannya menjadi
seorang individu dewasa dan dalam
mempersiapkan diri untuk menghadapi masa
depan. Individu yang tidak memiliki
penerimaan diri justru menganggap kritikan
sebagai wujud penolakan terhadapnya. Yang
penting dalam penerimaan diri yang baik
adalah mampu belajar dari pengalaman dan
meninjau kembali sikapnya yang terdahulu
10
untuk memperbaiki diri. Dalam kasus ini
subjek pernah menerima kritik dari orang lain
dan subjek paling sering menerima kritik dari
keluarganya mengenai sikap subjek terhadap
orang lain. Subjek mau menerima kritikan dari
orang lain dan mencoba untuk mengubah
sikapnya dan subjek kurang menyukai apabila
ada orang yang mengkritiknya dan kurang
mengenal dirinya.
Menurut Jersild (1958) individu yang
memiliki penerimaan diri adalah individu yang
mempertahankan harapan dan tuntutan dari
dalam dirinya dengan baik dalam batas-batas
memungkinkan individu ini mungkin memiliki
ambisi yang besar, namun tidak mungkin untuk
mencapainya walaupun dalam jangka waktu
yang lama dan menghabiskan energinya. Oleh
karena itu, dalam mencapai tujuannya individu
mempersiapkan dalam konteks yang mungkin
dicapai, untuk memastikan dirinya tidak akan
kecewa saat nantinya. Dalam kasus ini subjek
masih mempertahankan semua harapan-
harapannya karena subjek yakin akan sembuh
dan dapat mencapai semua harapannya. Subjek
ingin menjadi dokter anak karena subjek ingin
membantu anak-anak yang terkena leukemia.
Subjek merasa kurang bisa menyeimbangkan
antara real self dan ideal self, menurut subjek
diri yang ideal adalah diri yang baik, jujur dan
tidak berlebihan dan subjek belum mempunyai
semua hal itu. Cara subjek untuk
menyeimbangkan real self dan ideal self
dengan menjalani semua apa adanya dan tidak
harus menjadi ideal karena subjek menyukai
dirinya yang sekarang. Subjek merasa yakin
dengan harapan yang dimilikinya dan yakin
bisa mencapai hal itu semua, yaitu dengan
menjadi dokter anak
Jersild (1958) mengemukakan penerimaan
diri berarti apabila seorang individu
menyayangi dirinya, maka akan lebih
memungkinkan baginya untuk menyayangi
orang lain, dan apabila seorang individu
merasa benci pada dirinya, maka akan lebih
memungkinkan untuk merasa benci pada orang
lain. Terciptanya hubungan timbal balik antara
penerimaan diri dengan penerimaan orang lain
adalah individu yang memiliki penerimaan diri
merasa percaya diri dalam memasuki
lingkungan sosial. Dalam kasus ini subjek
menyayangi dirinya sendiri bahkan lebih
menyayangi dirinya setelah kena leukemia.
Subjek merasa percaya diri dalam memasuki
lingkungan sosialnya, subjek tidak merasa
minder dengan kondisinya sekarang ini
Menurut Jersild (1958) menerima diri dan
menuruti diri merupakan dua hal yang berbeda.
Apabila seorang individu menerima dirinya,
hal tersebut bukan berarti individu
memanjakan dirinya. Walau bagaimanapun
bukan berarti bahwa individu keluar dari
jalannya untuk menghindari kesenangan dan
mencari penderitaan. Individu yang menerima
dirinya akan menerima dan bahkan menuntut
pembagian yang layak akan sesuatu yang baik
dalam hidup dan tidak mengambil kesempatan
yang tidak pantas untuk memiliki posisi yang
baik atau menikmati sesuatu yang bagus.
Individu akan berjuang untuk mendapatkan
posisi yang didamba-dambakan dalam
kelompoknya. Semakin individu menerima
dirinya dan diterima orang lain, semakin
individu mampu untuk berbaik hati. Individu
11
dengan penerimaan diri menghargai harapan
orang lain dan meresponnya dengan bijak.
Individu memiliki pendirian yang baik dalam
berfikir, merasakan dan membuat pilihan.
Individu tidak hanya akan menjadi pengikut
apa yang dikatakan orang lain. Dalam kasus ini
subjek ingin terlihat normal dalam
lingkungannya dan tidak ingin dirinya dilihat
sakit. Subjek bersikap semua hal yang
diinginkannya harus dilakukan, namun
terkadang subjek juga merasa dirinya terlalu
egois karena semua keinginannya harus
dituruti dan membuat kakak dan adik subjek
menjadi cemburu.
Menurut Jersild (1958) individu dengan
penerimaan diri mempunyai lebih banyak
keleluasaan untuk menikmati hal-hal dalam
hidupnya. Namun, terkadang kurang
termotivasi untuk melakukan sesuatu yang
rumit. Individu yang memiliki penerimaan diri
lebih mudah untuk menikmati hubungan
dengan teman-temannya. .Individu tersebut
tidak hanya leluasa menikmati sesuatu yang
dilakukannya. Akan tetapi, juga leluasa untuk
menolak atau menghindari sesuatu yang tidak
ingin dilakukannya. Dalam kasus ini subjek
menikmati hidupnya karena merasa lebih dekat
dengan keluarganya, subjek menikmati
hidupnya dengan cara menerima semuanya
dengan senang hati, namun subjek terkadang
juga merasa sedih terhadap penyakit yang
dideritanya. Subjek dengan leluasa menolak
dan menghindari sesuatu yang tidak ingin
dilakukannya dengan cara berkata tidak.
Contohnya ketika ibu subjek meminta subjek
melakukan sesuatu dan subjek merasa lelah
atau tidak ingin melakukannya maka subjek
akan berkata tidak, untuk menolaknya.
Jersild (1958) mengemukakan individu
dengan penerimaan diri bukanlah individu
yang berbudi baik dan bukan pula individu
yang tidak mengenal moral, tetapi memiliki
fleksibilitas dalam pengaturan hidupnya.
Individu memiliki kejujuran untuk menerima
dirinya sebagai apa dan untuk apa nantinya,
dan tidak menyukai kepura-puraan. Individu
ini dapat secara terbuka mengakui dirinya
sebagai individu yang pada suatu waktu dalam
masalah, merasa cemas, ragu dan bimbang
tanpa harus menipu diri dan orang lain. Hal
yang paling penting dari aspek moral
penerimaan diri adalah apa yang dinyatakan
secara tidak langsung pada nilai, arti dan
tujuan hidup secara keseluruhan. Individu
dengan penerimaan diri yang baik akan
menjalani kehidupan dengan penuh dan bebas
sebagai anugrah dan kesempatan yang
diberikan padanya. Dalam kasus ini subjek
sangat menerima keadaan dirinya, terkadang
subjek merasa sedih ketika melihat kakak
subjek dapat pergi dengan teman-temannya
tanpa didampingi orang tua sedangkan subjek
harus didampingi orang tuanya jika ingin pergi.
Menurut subjek dirinya merasa seperti itu
hanya jika subjek merasa suntuk dan tidak
melakukan apa-apa. Subjek tidak mau
membohongi diri sendiri bahwa ia pernah
merasakan cemas, ragu dan bimbang, subjek
mengakui bahwa dirinya dalam masalah,
merasa cemas, ragu dan bimbang dengan
bercerita kepada ibu subjek karena subjek
menjadi lebih dekat dengan ibunya semenjak
subjek sakit. Subjek menjalani hidupnya
12
dengan apa adanya, dan subjek berusaha untuk
sembuh dari penyakitnya
Menurut Jersild (1958) menerima diri
merupakan hal penting dalam kehidupan
seseorang. Individu yang dapat menerima
beberapa aspek hidupnya, mungkin dalam
keraguan dan kesulitan dalam menghormati
orang lain. Hal tersebut merupakan arahan agar
dapat menerima dirinya. Individu dengan
penerimaan diri membangun kekuatannya
untuk menghadapi kelemahan dan
keterbatasanya. Banyak hal dalam
perkembangan seorang individu yang belum
sempurna, bagi seorang individu akan lebih
baik jika ia dapat menggunakan
kemampuannya dalam perkembangan
hidupnya. Dalam kasus ini subjek membangun
kekuatan untuk menghadapi kelemahan dan
keterbatasannya dengan cara terus mempunyai
semangat hidup dan yakin bahwa dirinya akan
sembuh dan keluarga yang selalu mendukung
subjek. Subjek menerima dirinya dengan
berfikiran bahwa inilah yang harus dihadapi
dan dijalani oleh subjek yaitu menerima bahwa
dirinya mengidap leukemia, dan subjek yakin
dirinya dapat sembuh. Subjek pernah merasa
takut dan merasa akan meninggal namun
dokter meyakinkan subjek bahwa subjek masih
punya harapan untuk sembuh
Menurut Maslow (dalam Hejlle dan
Ziegler, 1985) individu yang memiliki sikap
positif terhadap dirinya sendiri akan dapat
menerima keadaan dirinya secara tenang
dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Dalam kasus ini subjek tidak merasa sedih
dengan dirinya yang sekarang, namun
terkadang subjek juga merasa sedih.
Menurut Shepard (dalam Urim, 2007)
mengatakan bahwa penerimaan diri berarti
kepuasan atau kebahagiaan individu terhadap
dirinya sendiri dan pemikiran akan kebutuhan
mental yang sehat. Penerimaan diri mencakup
pemahaman diri, pemikiran realistis walaupun
subjektif, kesadaran akan kelemahan dan
kekuatan diri. Pada akhirnya individu akan
merasa bahwa dirinya unik. Secara klinis,
penerimaan diri mengarahkan seseorang
menuju perubahan. Penerimaan diri akan
menghentikan celaan terhadap diri, dan
menerimanya sebagai bagian dirinya. Dalam
kasus ini subjek merasa puas dan bahagia
terhadap kehidupan dan dirinya karena subjek
dapat melihat keluarga yang menyayangi
subjek
Selain itu menurut Corsini (2002)
menyatakan bahwa penerimaan diri berarti
mengenali kemampuan dan keberhasilan diri
serta mengakui dan menerima keterbatasan
diri. Kurangnya seseorang dalam menerima
dirinya dapat mengarahkannya pada gangguan
emosi. Ketidakmampuan untuk menerima diri
dapat menuju pada berbagai kesulitan emosi
seperti kemarahan dan depresi. Salah satu
aspek penting dalam penerimaan diri yaitu
mampu dan mau membiarkan orang lain
melihat dirinya yang sesungguhnya,
melakukan evaluasi yang sesuai dan menerima
kesalahan dimasa lalu (Carson & Langer dalam
Urim, 2007). Dalam kasus ini subjek pernah
mengalami depresi dan kemarahan terhadap
keadaannya, subjek menyikapinya dengan
menangis namun setelah menangis subjek
berusaha membuat dirinya semangat lagi
dengan berjuang agar bisa sembuh dari
13
penyakitnya. Subjek merasa ada yang
disesalinya dimasa lalunya yaitu ketika
menerima kritikan dari kakaknya mengenai
sikapnya terhadap orang lain, dan subjek
merasa dirinya sudah berubah dengan lebih
banyak senyum. Subjek tidak lagi menyesali
hal tersebut dan berusaha membuka lembaran
baru dalam hidupnya
Berkaitan dengan membuka diri dan mau
menerima kualitas baik dan buruk, Ryff (dalam
Linley & Joseph, 2004) menyatakan bahwa
individu yang mempunyai penerimaan diri
yang rendah akan merasa tidak puas dengan
dirinya, menyesali apa yang terjadi di masa
lalunya, sulit untuk terbuka, terisolasi dan
frustasi dalam hubungan interpersonal
sehingga tidak ada keinginan untuk
mempertahankan hubungan dengan orang lain.
Sedangkan individu yang memiliki penerimaan
diri dalam tingkat optimal atau tinggi akan
bersikap positif terhadap dirinya sendiri, mau
menerima kualitas baik dan buruk dirinya,
serta memiliki sikap positif terhadap masa
lalunya. Dalam kasus ini subjek mampu
membuka dirinya dan membiarkan orang lain
melihat dirinya dengan cara menceritakan apa
yang dirasakannya dan subjek mampu
menerima kualitas baik dan buruk yang ada
dalam dirinya. Kualitas baik dalam diri subjek
adalah menyukai interaksi dengan anak kecil,
sedangkan kualitas buruk yang ada dalam diri
subjek tergambarkan dengan sikapnya yang
suka marah.
Faktor-faktor yang berperan dalam
penerimaan diri yang baik pada subjek
Faktor-faktor yang berperan dalam
penerimaan diri yang baik pada subjek antara
lain adalah subjek memiliki pemahaman
tentang diri sendiri, subjek memahami
bagaimana dirinya, sebelumnya subjek lebih
suka diam terhadap orang lain dan subjek
berusaha untuk merubahnya dan subjek
mengenali kekurangan dan kelebihan dalam
dirinya. Menurut Hurlock (1974) pemahaman
tentang diri sendiri dapat timbul dari
kesempatan seseorang untuk mengenali
kemampuan dan ketidakmampuannya.
Individu yang dapat memahami dirinya sendiri
tidak akan hanya tergantung dari kemampuan
intelektualnya saja, tetapi juga pada
kesematannya untuk penemuan diri sendiri
(self discovery). Pemahaman diri dan
penerimaan diri berjalan dengan
berdampingan, maksudnya semakin orang
dapat memahami dirinya, maka semakin dapat
menerima dirinya.
Menurut Hurlock (1974) individu
menentukan sendiri harapannya dan
disesuaikan dengan pemahaman mengenai
kemampuannya, dan bukan diarahkan oleh
orang lain dalam mencapai tujuannya. Dengan
memiliki harapan yang realistik, maka akan
semakin besar kesempatan tercapainya harapan
itu, dan hal ini akan menimbulkan kepuasan
diri yang merupakan hal penting dalam
penerimaan diri. Subjek juga memiliki harapan
yang realistis terhadap keadaan dirinya yang
sekarang, harapan subjek untuk sekarang
adalah dapat sembuh dari penyakit yang
dideritanya dan dapat menggapai semua cita-
citanya yaitu menjadi dokter anak. Selain itu
subjek memiliki keluarga yang sangat
14
mendukung harapan yang dimiliki subjek dan
teman-teman serta lingkungan yang bersikap
baik terhadap subjek, walaupun ada beberapa
orang yang bersikap mengasihani subjek.
Subjek menanggapi pandangan orang
lain terhadap dirinya dengan baik, dengan
bersikap mau untuk mengevaluasi dirinya
apabila pandangan yang diberikan orang lain
terhadap dirinya benar, subjek merasa ibunya
mempunyai pengaruh dalam hidupnya karena
subjek dekat dengan ibunya semenjak subjek
sakit, subjek mempunyai penerimaan diri yang
baik karena subjek mencontoh ibunya. Subjek
juga mampu membangun sikap positif terhadap
diri sendiri dengan yakin bahwa subjek akan
sembuh dari penyakit yang dideritanya.
Menurut Hurlock (1974) mengindentifikasi diri
dengan orang yang Well adjusted dapat
membangun sikap-sikap yang positif terhadap
diri sendiri, dan bertingkah laku dengan baik
yang bisa menimbulkan penilaian diri yang
baik dan penerimaan diri yang baik.
Disamping itu subjek merasa diasuh
secara demokratis oleh kedua orang tuanya, hal
tersebut digambarkan dengan pemberian
pilihan oleh orang tua subjek dan pengarahan
mana yang baik dan mana yang kurang baik
untuk dirinya. Hurlock (1974) menyatakan
anak yang diasuh secara demokratis akan
cenderung berkembang sebagai orang yang
dapat menghargai dirinya sendiri.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Sebagai penderita leukemia subjek
memiliki penerimaan diri yang baik, hal
ini ditunjukan dengan penilaian subjek
terhadap dirinya tergambar dengan baik
oleh subjek, dengan adanya leukemia
dalam diri subjek dan menyebabkan
kondisi fisik subjek yang tidak
memungkinkan untuk melakukan kegiatan
seperti sebelum subjek sakit maka subjek
mengurangi kegiatannya. Subjek juga
mengenali apa saja yang menjadi
kelebihan dan kekurangan dalam dirinya
dan dapat menerima kekurangan yang
dimilikinya terutama dengan penyakitnya,
serta mencoba menjadikan
kekurangannya tersebut menjadi kelebihan
untuk dirinya. Subjek merasa bahwa
penyakit yang dialaminya adalah sebagai
cobaan dari Tuhan untuk dirinya oleh
karena itu subjek tidak merasa rendah diri
karena penyakitnya. Subjek mau
menerima kritik dari orang lain dan subjek
memiliki harapan yang realistis yaitu dapat
sembuh dan dapat mencapai semua
harapannya. Selain itu subjek menikmati
hidupnya dan merasa puas dan bahagia
karena merasa lebih dekat dengan
keluarganya dan dapat melihat keluarga
yang menyayangi subjek, subjek juga
dengan leluasa menolak dan menghindari
sesuatu yang tidak ingin dilakukannya
dengan cara berkata tidak. Subjek sangat
menerima keadaan dirinya, subjek
menerima dirinya dengan berfikiran
bahwa inilah yang harus dihadapi dan
dijalani oleh subjek yaitu menerima bahwa
dirinya mengidap leukemia. Subjek tidak
mau membohongi diri sendiri bahwa ia
pernah merasakan cemas, ragu dan
15
bimbang, subjek tidak lagi menyesali masa
lalunya dan berusaha membuka lembaran
baru dalam hidupnya. Selain itu subjek
mampu membuka dirinya dan membiarkan
orang lain melihat dirinya apa adanya dan
subjek mampu menerima kualitas baik dan
buruk yang ada dalam dirinya.
2. Faktor-faktor yang berperan dalam
penerimaan diri yang baik pada subjek
antara lain adalah subjek memiliki
pemahaman tentang diri sendiri, subjek
memahami bagaimana dirinya, subjek juga
mengenali apa yang menjadi kelebihan
dan kekurangannya.. Subjek juga memiliki
harapan yang realistis terhadap keadaan
dirinya yang sekarang, harapan subjek
untuk sekarang adalah dapat sembuh dari
penyakit yang dideritanya dan dapat
menggapai semua cita-citanya yaitu
menjadi dokter anak. Selain itu subjek
memiliki keluarga yang sangat
mendukung harapan yang dimiliki subjek
dan teman-teman serta lingkungan yang
bersikap baik terhadap subjek. Subjek
menanggapi pandangan orang lain
terhadap dirinya dengan baik, subjek
merasa ibunya mempunyai pengaruh
dalam hidupnya karena subjek dekat
dengan ibunya semenjak subjek sakit, dan
subjek memiliki penerimaan diri yang baik
karena subjek mencontoh ibunya dalam
bersikap positif, subjek juga mampu
membangun sikap positif terhadap diri
sendiri dengan yakin bahwa subjek akan
sembuh dari penyakit yang dideritanya.
Disamping itu subjek merasa diasuh
secara demokratis oleh kedua orang
tuanya, hal tersebut digambarkan dengan
pemberian pilihan oleh orang tua subjek
dan pengarahan mana yang baik dan mana
yang kurang baik untuk dirinya
SARAN
Berikut ini adalah saran yang dapat
diterapkan bagi remaja yang menderita
leukemia dan saran untuk penelitian
selanjutnya antara lain :
1. Kepada remaja yang menderita leukemia
untuk selalu mempunyai semangat hidup
yang kuat dan berusaha untuk menerima
keadaan diri mereka karena dengan
mempunyai semangat hidup yang kuat dan
penerimaan diri yang baik maka para
remaja penderita leukemia akan memiliki
kualitas hidup yang lebih baik.
2. Untuk peneliti yang tertarik meneliti lebih
jauh pada penerimaan diri remaja
penderita leukemia dapat menggali tentang
peranan faktor-faktor yang mendukung
penerimaan diri yang baik dan dapat
mengambil subjek penelitian lebih dari
satu dan mendapat gambaran yang lebih
beragam tentang penerimaan diri pada
remaja penderita leukemia.
3. Untuk keluarga dan dokter serta perawat
yang merawat penderita leukemia agar
selalu memberikan semangat dan harapan
untuk penderita leukemia agar mereka
selalu mempunyai semangat untuk sembuh
dan hidup, karena dukungan keluarga,
dokter serta perawat berperan sangat
16
penting dalam kualitas hidup penderita
leukemia.
DAFTAR PUSTAKA Corsini, J.R.(2002). The Dictionary of
Psychology. New York: Brunner/ Routledge
Hjelle, L.A & Ziegler, D.J.(1985). Personality
theories: Basic assumptions research and application (Third Edition). New York: McGraw-Hill.
Hurlock, E.B.(1974). Personality development.
New Delhi:McGraw-Hill Hurlock, E.B. (1997). Psikologi
Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Ahli bahasa: Isti Widayanti dan Soedjarwo. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga
Johada, M. (1958). Current consepts of
positive mental health. New York: Basic Books
Jersild, A.T. (1958). The Psychology of
Adolescence. New York: Mc Millan Company
Kimmel, D.C. Weiner, I.B. (1985).
Adolescence: A Developmental Trantition (second edition). New York: John Willey & Sons Inc
Kushi, M.Jack, A.(1983). The Cancer
Prevention Diet Michio Kushi’s Nutritional Blueprint for the Prevention and Releif Disease. New York: St. Martin’s Press
Linley, P.A. Joseph, S. (2004). Positive
Psychology in Practice. New Jersey: John Willey & Sons Inc
Moleong.(2001).Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya
Monk, F.J. Knoers, AMP, Haditono, S.R.
(2002). Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai
Bagiannya. Gajah Mada University Press
Mediasehat. (2005). Mengenal Kanker.
http://www.mediasehat.com/utama07.php
Nelson, W.E. (1992). Textbook of Pediatrics
(fourteenth edition).Philadelphia: WB Saunders Company Harcourt Brace Javanovich Inc
Novalina. (2003). Penggunaan Tanaman Obat
Sebagai Upaya Alternatif Dalam terapi Kanker. http://tumoutou.net/70207134/novalina.htm
Olds, S.W. Papalia, D.E.(1995). Human
Development (sixth edition).New York: Mc Graw-Hill Company
Poerwandari,E.K.(2001). Pendekatan kualitatif
untuk penelitian prilaku manusiai. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia
Palestin, B.(2008). Perawatan Lanjutan di
Rumah Pada Penderita Leukemia Anak. http://bondan-palestin.blogspot.com/
Riyanti, B.P. Prabowo, H. Puspitawati, I. (1996). Psikologi Umum I. Univeritas Gunadarma
Regato,J.A.del. Spjut, H.J. Cox,
J.D.(1985).Ackerman and del Regato’s Cancer Diagnosis Treatment and Prognosis. St. Louise: The CV Mosby Company
Santrock, J.W.(2002). Life Span Development
Perkembangan Masa Hidup (edisi 5 jilid II). Jakarta : Erlangga
Stanford Cancer Center. (2008). Leukemia.
Http://Cancerstanford.edu/blood/leukemias/blooddisease
Sheridan, C.L. Raclmacher, S.A.(1992). Health
Psychology Challenging the
17
Biomedical Model. Canada: John Willey & sons Inc
Taylor, S.E, (1999).Health Psychology. Singapore: Mc Graw-Hill
Smet. B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta:
PT.Grasindo Urim, P.(2007). Penerimaan Diri Pada Remaja
Penderita Gagal Ginjal Kronis. Skripsi.(tidak diterbitkan). Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Turner, J.S & Helms, D.B.(1995). Human
Development. USA: John Willey & Sons Inc
18