PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA PENDERITA LEUKEMIA

18
PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA PENDERITA LEUKEMIA Nama : Ulfa Rizkiana Pembimbing : Dra. Retnaningsih, MSi ABSTRAKS Seiring dengan perkembangan jaman yang pesat manusia membutuhkan segala sesuatu dengan cepat tanpa menyadari konsekuensi yang akan didapat. Salah satunya adalah makanan cepat saji (fast food) yang apabila dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan beragam penyakit dan salah satunya adalah kanker. Menurut Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM mengatakan bahwa kasus internasional menyebutkan 110-130 dari satu juta remaja di bawah 15 tahun menderita Kanker. Leukemia merupakan salah satu jenis kanker darah yang paling banyak dijumpai pada usia di bawah 15 tahun. Leukemia adalah bentuk kanker yang mempengaruhi darah dan dikarakteristikan dengan tidak terkontrolnya produksi sel darah putih dalam sirkulasi darah. Usia remaja merupakan masa dimana seseorang berkembang menjadi dewasa dan masa yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian seseorang. Dengan adanya penyakit seperti leukemia pada remaja maka akan mempengaruhi semua aktivitas dan kepribadian pada remaja penderita leukemia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dari penerimaan diri remaja penderita leukemia dan faktor-faktor yang berperan dalam penerimaan diri pada remaja penderita leukemia. Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif yang berupa studi kasus dengan satu subjek yaitu penderita leukemia yang berumur 14 tahun dan menderita leukemia jenis ALL stadium satu selama satu tahun. Hasil dari penelitian yang dilakukan, menunjukan bahwa subjek penelitian mampu menerima dirnya dengan baik, hal tersebut ditunjukan dengan adanya pemahaman tentang diri sendiri dan mengenali apa yang menajdi kekurangan dan kelebihannya serta adanya harapan yang realistis terhadap keadaan diri dan tidak merasa rendah diri dengan adanya penyakit yang dialami subjek. Selain itu subjek memiliki keluarga yang sangat mendukung harapan-harapan subjek dan teman-teman serta lingkungan yang bersikap baik pada subjek, sehingga subjek mempunyai penerimaan diri yang baik sebagai remaja penderita leukemia. Kata kunci : Penerimaan diri, remaja, leukemia PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kanker menjadi momok bagi semua orang, hal ini karena angka kematian akibat kanker yang sangat tinggi. Tidak hanya di Indonesia melainkan juga di berbagai negara. Di Indonesia, masalah penyakit kanker terlihat lonjakan yang luar biasa. Dalam jangka waktu 10 tahun, terlihat bahwa peringkat kanker sebagai penyebab kematian naik, dari peringkat 12 menjadi peringkat enam. Setiap tahun diperkirakan terdapat 190 ribu penderita ii

Transcript of PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA PENDERITA LEUKEMIA

PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA PENDERITA LEUKEMIA

Nama : Ulfa Rizkiana

Pembimbing : Dra. Retnaningsih, MSi

ABSTRAKS

Seiring dengan perkembangan jaman yang pesat manusia membutuhkan segala sesuatu dengan cepat tanpa menyadari konsekuensi yang akan didapat. Salah satunya adalah makanan cepat saji (fast food) yang apabila dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan beragam penyakit dan salah satunya adalah kanker. Menurut Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM mengatakan bahwa kasus internasional menyebutkan 110-130 dari satu juta remaja di bawah 15 tahun menderita Kanker. Leukemia merupakan salah satu jenis kanker darah yang paling banyak dijumpai pada usia di bawah 15 tahun. Leukemia adalah bentuk kanker yang mempengaruhi darah dan dikarakteristikan dengan tidak terkontrolnya produksi sel darah putih dalam sirkulasi darah. Usia remaja merupakan masa dimana seseorang berkembang menjadi dewasa dan masa yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian seseorang. Dengan adanya penyakit seperti leukemia pada remaja maka akan mempengaruhi semua aktivitas dan kepribadian pada remaja penderita leukemia.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dari penerimaan diri remaja penderita leukemia dan faktor-faktor yang berperan dalam penerimaan diri pada remaja penderita leukemia.

Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif yang berupa studi kasus dengan satu subjek yaitu penderita leukemia yang berumur 14 tahun dan menderita leukemia jenis ALL stadium satu selama satu tahun.

Hasil dari penelitian yang dilakukan, menunjukan bahwa subjek penelitian mampu menerima dirnya dengan baik, hal tersebut ditunjukan dengan adanya pemahaman tentang diri sendiri dan mengenali apa yang menajdi kekurangan dan kelebihannya serta adanya harapan yang realistis terhadap keadaan diri dan tidak merasa rendah diri dengan adanya penyakit yang dialami subjek. Selain itu subjek memiliki keluarga yang sangat mendukung harapan-harapan subjek dan teman-teman serta lingkungan yang bersikap baik pada subjek, sehingga subjek mempunyai penerimaan diri yang baik sebagai remaja penderita leukemia.

Kata kunci : Penerimaan diri, remaja, leukemia PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Kanker menjadi momok bagi semua

orang, hal ini karena angka kematian akibat

kanker yang sangat tinggi. Tidak hanya di

Indonesia melainkan juga di berbagai negara.

Di Indonesia, masalah penyakit kanker terlihat

lonjakan yang luar biasa. Dalam jangka waktu

10 tahun, terlihat bahwa peringkat kanker

sebagai penyebab kematian naik, dari

peringkat 12 menjadi peringkat enam. Setiap

tahun diperkirakan terdapat 190 ribu penderita

ii

baru dan seperlimanya akan meninggal akibat

penyakit ini. Namun angka kematian akibat

kanker ini sebenarnya bisa dikurangi 3-35

persen, asal dilakukan tindakan prevelensi,

screening dan deteksi dini. Jumlah penderita

kanker di Indonesia mengalami peningkatan

dari tahun ke tahun. Saat ini, jumlahnya

mencapai 6% dari total populasi yang ada.

Angka tersebut hampir sama dengan yang

terjadi di negara-negara berkembang lainnya,

namun kecenderungannya terus meningkat

seiring globalisasi, gaya hidup, dan kualitas

pelayanan kesehatan (Media Sehat, 2005)

Taylor (1999) mengatakan bahwa

kanker adalah suatu kumpulan lebih dari 100

penyakit yang mempunyai beberapa faktor

yang sama. Semua kanker dihasilkan

dari gangguan dalan DNA-bagian itu yang

terdiri dari sel penyusunan yang mengontrol

sel pertumbuhan dan reproduksi. Bukannya

memastikan seperti biasa memproduksi secara

perlahan sel-sel baru. Kegagalan DNA ini

menyebabkan perkembangan yang terlalu

banyak dan cepat pada sel pertumbuhan. Tidak

seperti sel-sel yang lain sel-sel kanker tidak

memberikan keuntungan pada tubuh, sel-sel itu

hanya melemahkannya.

Faktor penyebab munculnya kanker

sampai sekarang belum diketahui pasti. Diduga

ada kaitannya dengan radiasi sinar radioaktif

dan bahan-bahan kimia seperti zat pengawet.

penyebab kanker sampai saat ini belum

diketahui pasti. Namun demikian berdasarkan

pengalaman dan penelitian, kanker pada anak

bisa diakibatkan interaksi berbagai faktor,

gabungan faktor genetik atau pengaruh

lingkungan. Faktor genetik, gaya hidup, dan

diet juga harus dipertimbangkan sebagai faktor

risiko penting penyebabnya. Misalnya saja,

sekitar 50% semua jenis kanker disebabkan

oleh cara makan yang salah (Novalina, 2003).

Menurut penelitian tahun 1993 di

Jakarta menunjukkan bahwa insidensi

leukemia anak adalah 27,6% tiap satu juta anak

berusia 1-14 tahun, sedangkan di RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta telah tercatat sejumlah

35% kasus LLA dan 13% kasus LMA dari

penderita kanker anak dalam periode tahun

2000-2004. Menurut penelitian, anak dengan

leukemia yang berusia lebih muda memiliki

harapan hidup lebih tinggi 61-77% dibanding

remaja berusia 20 tahun. Kurang lebih 80%

penderita dengan LLA memiliki peluang hidup

lebih lama setelah mendapatkan protokol

pengobatan LLA meskipun 40–60% pada

kelompok tersebut bergantung pada jenis

protokol yang digunakan. (Palestin, 2008)

Menurut Nelson (1992) leukemia

adalah kanker yang paling umum pada masa

usia dibawah 15 tahun. Diagnosa kankernya

sekitar 1 dari 3 kasus baru pertahunnya.

Leukemia adalah bentuk kanker yang

mempengaruhi darah, dan merupakan

penyebab utama kematian setelah kecelakaan

untuk anak-anak di bawah 15 tahun. Leukemia

dikarakteristikan dengan tidak terkontrolnya

sel darah putih dan di klasifikasikan ke dalam

tipe akut dan kronis (Kushi dan Jack, 1983)

Pengobatan penderita leukemia harus

dilakukan di rumah sakit dengan sarana

lengkap, termasuk kamar bebas infeksi dan

dilakukan oleh ahli dan hal ini berarti penderita

mengalami hospitalisasi. Menurut Smet (1994)

episode-episode kesakitan yang akut dan

2

opname di rumah sakit dapat memberi stress

bagi remaja dan kadang-kadang menimbulkan

akibat yang merugikan dalam kurun waktu

lama. Opname di Rumah Sakit jauh dari

menyenangkan untuk usia 15 tahun ke bawah,

prosedur medis dan pembedahan yang

menyakitkan, pisah dari keluarga, teman dan

sekolah

Masa remaja adalah masa transisi dari

anak-anak ke masa dewasa. Periode ini

dianggap sebagai masa-masa yang amat

penting dalam kehidupan seseorang, khususnya

dalam pembentukan kepribadian seseorang

(Riyanti , Prabowo & Puspitawati, 1996).

Santrock (2002) mengatakan bahwa remaja

memiliki perasaan bahwa mereka unik dan

kebal yang membuat mereka berfikir bahwa

penyakit dan gangguan tidak akan memasuki

kehidupan mereka. Maka bukanlah suatu yang

mengejutkan, ketika remaja diagnosa terkena

penyakit terminal seperti kanker, mereka akan

merasa terkejut, terhina dan merasa tidak adil

(Taylor, 1999). Setelah didiagnosa adanya

leukemia remaja sering berada dalam tahap

krisis yang ditandai dengan ketidakseimbangan

fisik, sosial dan psikis. Penyakit seperti

leukemia dapat mengakibatkan perubahan

drastis dalam konsep diri dan harga diri

penderita. Perubahan ini dapat terjadi secara

sementara namun dapat juga menetap. Dengan

adanya diagnosa leukemia pada diri remaja dan

menjalankan treatment-treatment dengan efek

samping yang dihasilkan dari treatment

tersebut, hospitalisasi dan dampak yang

diberikan pada kehidupan remaja, hal-hal

seperti ini kemungkinan dapat mempengaruhi

penerimaan dirinya. Ryff (dalam Johada, 1985)

menyatakan penerimaan diri sebagai suatu

keadaan dimana seseorang memiliki sikap

yang positif terhadap diri sendiri, mengakui

dan menerima berbagai aspek diri termasuk

kualitas baik dan buruk yang ada pada diri dan

memandang positif terhadap kehidupan yang

telah dijalani.

Penerimaan diri yang baik hanya akan

terjadi bila individu yang bersangkutan mau

dan mampu mamahami keadaan diri

sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yang

diinginkan. Selain itu juga harus memiliki

harapan yang realistis, sesuai dengan

kemampuannya. Dengan demikian bila seorang

individu memiliki konsep yang menyenangkan

dan rasional mengenai diri maka dapat

dikatakan orang tersebut dapat menyukai dan

menerima dirinya ( Hurlock, 1985).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui bagaimana gambaran dari

penerimaan diri remaja penderita leukemia dan

faktor-faktor yang berperan dalam penerimaan

diri pada penderita leukemia.

TINJAUAN PUSTAKA

Penerimaan Diri

Menurut Johada (1958) penerimaan

diri mengandung pengertian bahwa individu

telah belajar untuk hidup dengan dirinya

sendiri, dalam arti individu dapat menerima

kelebihan maupun kekurangan yang ditemukan

dalam dirinya. Individu yang menerima

keadaan dirinya dengan tenang, akan bebas

dari rasa bersalah, rasa malu dan rendah diri

karena kecacatan/keterbatasan diri serta bebas

3

dari kecemasan penilaian orang lain terhadap

dirinya (Maslow,1970 dalam Hjelle & Ziegler,

1985).

Menurut Ryff (dalam Urim, 2007)

mengatakan bahwa penerimaan diri adalah

memiliki pandangan yang positif tentang diri

sendiri, mengakui dan menerima berbagai

aspek diri termasuk kualitas baik dan buruknya

yang ada pada dirinya, dan memandang positif

terhadap kehidupan yang telah dijalaninya.

Aspek penerimaan diri

Jersild (1958) mengemukakan beberapa

aspek-aspek penerimaan diri sebagai berikut :

a. Persepsi mengenai diri dan sikap

terhadap penampilan

Individu yang memiliki penerimaan diri

berfikir lebih realistik tentang penampilan

dan bagaimana dirinya terlihat dalam

pandangan orang lain. Individu tersebut

dapat melakukan sesuatu dan berbicara

dengan baik mengenai dirinya yang

sebenarnya

b. Sikap terhadap kelemahan dan

kekuatan diri sendiri dan orang lain

Individu yang memiliki penerimaan diri

memandang kelemahan dan kekuatan

dalam dirinya lebih baik daripada individu

yang tidak memiliki penerimaan diri.

c. Perasaan infeoritas sebagai gejala

penolakan diri

Seorang individu yang terkadang

merasakan infeoritas/disebut dengan

infeority complex adalah seorang individu

yang tidak memiliki sikap penerimaan diri

dan hal tersebut akan mengganggu

penilaian yang realistik atas dirinya.

d. Respon atas penolakan dan kritikan

Individu yang memiliki penerimaan diri

tidak menyukai kritikan, namun demikian

individu mempunyai kemampuan untuk

menerima kritikan bahkan dapat

mengambil hikmah dari kritikan tersebut.

e. Keseimbangan antara “real self” dan

“ideal self”

Individu yang memiliki penerimaan diri

adalah individu yang mempertahankan

harapan dan tuntutan dari dalam dirinya

dengan baik dalam batas-batas

memungkinkan individu ini mungkin

memiliki ambisi yang besar, namun tidak

mungkin untuk mencapainya walaupun

dalam jangka waktu yang lama dan

menghabiskan energinya. Oleh karena itu,

dalam mencapai tujuannya individu

mempersiapkan dalam konteks yang

mungkin dicapai, untuk memastikan

dirinya tidak akan kecewa saat nantinya.

f. Penerimaan diri dan penerimaan orang

lain

Hal ini berarti apabila seorang individu

menyayangi dirinya, maka akan lebih

memungkinkan baginya untuk

menyayangi orang lain.

g. Penerimaan diri, menuruti kehendak,

dan menonjolkan diri

Menerima diri dan menuruti diri

merupakan dua hal yang berbeda. Apabila

seorang individu menerima dirinya, hal

tersebut bukan berarti individu

memanjakan dirinya. Individu yang

menerima dirinya akan menerima dan

bahkan menuntut pembagian yang layak

akan sesuatu yang baik dalam hidup dan

tidak mengambil kesempatan yang tidak

4

pantas untuk memiliki posisi yang baik

atau menikmati sesuatu yang bagus

Semakin individu menerima dirinya dan

diterima orang lain, semakin individu

mampu untuk berbaik hati.

h. Penerimaan diri, spontanitas,

menikmati hidup

Individu dengan penerimaan diri

mempunyai lebih bayak keleluasaan untuk

menikmati hal-hal dalam hidupnya.

Individu tersebut tidak hanya leluasa

menikmati sesuatu yang dilakukannya.

Akan tetapi, juga leluasa untuk menolak

atau menghindari sesuatu yang tidak ingin

dilakukannya.

i. Aspek moral penerimaan diri

Individu dengan penerimaan diri bukanlah

individu yang berbudi baik dan bukan pula

individu yang tidak mengenal moral, tetapi

memiliki fleksibilitas dalam pengaturan

hidupnya. Individu memiliki kejujuran

untuk menerima dirinya sebagai apa dan

untuk apa nantinya, dan tidak menyukai

kepura-puraan..

j. Sikap terhadap penerimaan diri

Menerima diri merupakan hal penting

dalam kehidupan seseorang. Individu yang

dapat menerima beberapa aspek hidupnya,

mungkin dalam keraguan dan kesulitan

dalam menghormati orang lain.

Ciri-ciri Penerimaan diri

Jersild (dalam Hurlock,1974)

mengemukakan beberapa ciri penerimaan diri

untuk membedakan antara orang yang

menerima keadaan diri dengan orang yang

menolak keadaan diri (denial). Berikut ini

adalah ciri dari orang yang menerima keadaan

diri :

a. Orang yang menerima dirinya memiliki

harapan yang realistis terhadap

keadaannnya dan menghargai dirinya

sendiri

b. Yakin akan standar-standar dan pengakuan

terhadap dirinya tanpa terpaku pada

pendapat orang lain

c. Memiliki perhitungan akan keterbatasan

dirinya dan tidak melihat pada dirinya

sendiri secara irasional

d. Menyadari asset diri yang dimilikinya, dan

merasa bebas untuk menarik atau

melakukan keinginannya

e. Menyadari kekurangannya tanpa

menyalahkan diri sendiri

Faktor-faktor yang berperan dalam

Penerimaan diri

Selain aspek dan cirri-ciri adapula

faktor-faktor yang berperan dalam penerimaan

diri. Hurlock (1974) mengemukakan tentang

faktor-faktor yang berperan dalam penerimaan

diri yang positif sebagai :

a. Adanya pemahaman tentang diri

sendiri

Hal ini dapat timbul dari kesempatan

seseorang untuk mengenali kemampuan

dan ketidakmampuannya. Pemahaman diri

dan penerimaan diri berjalan dengan

berdampingan, maksudnya semakin orang

dapat memahami dirinya, maka semakin

dapat menerima dirinya

b. Adanya harapan yang realistik

Hal ini bisa timbul bila individu

menentukan sendiri harapannya dan

5

disesuaikan dengan pemahaman mengenai

kemampuannya, dan bukan diarahkan oleh

orang lain dalam mencapai tujuannya.

c. Tidak adanya hambatan didalam

lingkungan

Walaupun seseorang sudah memiliki

harapan yang realistik, tetapi bila

lingkungan disekitarnya tidak memberikan

kesempatan atau bahkan menghalangi

maka harapan orang tersebut tentu akan

sulit tercapai.

d. Sikap-sikap anggota masyarakat yang

menyenangkan

Tidak adanya prasangka, adanya

penghargaan terhada kemampuan sosial

orang lain dan kesediaan individu untuk

mengikuti kebiasaan lingkungan

e. Tidak adanya gangguan emosional yang

berat

Yang membuat individu dapat bekerja

sebaik mungkin dan merasa bahagia

f. Pengaruh keberhasilan yang dialami,

baik secara kualitatif maupun

kuantitatif

Keberhasilan yang dialami dapat

menimbulkan penerimaan diri dan

sebaliknya kegagalan yang dialami dapat

mengakibatkan adanya penolakan diri

g. Identifikasi dengan orang yang

memiliki penyesuaian diri yang baik

Mengindentifikasi diri dengan orang yang

Well adjusted dapat membangun sikap-

sikap yang positif terhadap diri sendiri,

dan bertingkah laku dengan baik yang bisa

menimbulkan penilaian diri yang baik dan

penerimaan diri yang baik

h. Adanya prespektif diri yang luas

Yaitu mempertahatikan juga pandangan

orang lain tentang diri. Prespektif diri

yang luas ini diperoleh melalui

pengalaman dan belajar. Dalam hal ini

usia dan tingkat pendidikan memegang

peranan penting bagi seseorang untuk

mengembangkan prespektif dirinya

i. Pola asuh dimasa kecil yang baik

Anak yang diasuh secara demokratis akan

cenderung berkembang sebagai orang

yang dapat menghargai dirinya sendiri

j. Konsep diri yang stabil

Individu yang tidak memiliki konsep diri

stabil misalnya, maka kadang individu

menyukai dirinya, dan kadang ia tidak

menyukai dirinya, akan sulit menunjukan

pada orang lain siapa dirinya yang

sebenarnya, sebab individu sendiri

ambivalen terhadap dirinya.

Leukemia

Menurut Kushi dan Jack (1983) leukemia

adalah bentuk kanker yang mempengaruhi

darah. Leukemia dikarakteristikan dengan

tidak terkontrolnya sel darah putih dan di

klasifikasikan ke dalam tipe akut dan kronis.

Sedangkan menurut Regato, Spjut dan

Cox (1985) leukemia adalah golongan penyakit

yang terutama mempengaruhi kelenjar getah

bening dan sistem reticuloendothelial dan

tulang sumsum, dan menghasilkan produksi

yang berlebihan unsur leukocytic yang

abnormal pada bagian aslinya, dengan atau

tanpa meningkatnya sel-sel ini dalam sirkulasi

darah dan infiltrasi berbagai macam viscera.

Tipe-tipe Leukemia

6

Sheridan dan Raclmacher (1992)

mengatakan bahwa klasifikasi utama leukemia

dibuat bredasarkan kecepatan gerak maju

penyakitnya

a. Acute Leukemia : Kemajuannya

sangat cepat dan menyebabkan kematian

dalam kurun waktu bulanan. Menyerang

segala umur termasuk anak-anak

b. Chronic Leukemia : Kemajuannya

sangat lambat dan cenderung terjadi pada

orang yang lebih tua.

Menurut Kushi dan Jack (1983) ada 4

bentuk leukemia yang sering ditemui :

a. Acute Lymphocytic Leukemia or

lymphoblastic (ALL), kanker yang paling

umum diantara anak-anak, dicirikan

dengan berkurangnya granulocytes, sel-sel

darah putih yang menolak infeksi

b. Acute Myelocytic Leukemia ( AML),

leukemia yang paling umum diantara

orang dewasa diatas 40 tahun, dicirikan

dengan berkurangnya produksi dalam

platelet

c. Chronic Myelocytic or granulocytic

leukemia (CML), suatu penyakit yang

disertai dengan kromosom yang abnormal

dan mempengaruhi orang muda dan orang

dewasa pertengahan

d. Chronic Lymphocytic Leukemia (CLL),

suatu penyakit yang mempengaruhi

umumnya pada orang tua diatas 55 tahun

dan biasanya melibatkan gangguan pada

limpa.

Tanda dan Gejala Leukemia

Menurut Regato, Spjut dan Cox

(1985) mengatakan gejala-gejalanya

tergantung tipe leukemianya, tapi gejala-gejala

yang umum seperti demam, kedinginan, hilang

nafsu makan, berat badan berkurang, anemia,

pendarahan, memar, gusi berdarah,

berkeringay, tulang terasa nyeri.

Sedangkan menurut Nelson (1992)

gejala-gejala leukemia biasanya tidak jelas dan

tidak spesifik. Pasien mungkin mengalami

semua atau sebagian gejala-gejala berikut ini :

a. Lemah

b. Demam yang tidak diketahui sumbernya

c. Kehilangan berat badan bukan karena diet

ataupun latihan

d. Sakit kepala

e. Ruam pada kulit

f. Sakit pada tulang yang tidak spesifik

g. Mudah mengalami memar

h. Pendarahan pada hidung atau gusi

i. Adanya darah pada urin

j. Pembengkakan pada kelenjar getah bening

Treatment pada Leukemia

Regato, Spjut dan Cox (1985)

mengatakan treatment yang dapat dilakukan

pada penderita leukemia :

a. Chemotherapy, penggunaan berbagai

macam obat yang kuat untuk membunuh

sel-sel kanker. Ini adalah treatment utama

dalam kebanyakan tipe leukemia

b. Immunotherapy, manipulasi mekanisme

imun sebagai pelengkap chemotherapy.

c. Radiotherapy, untuk waktu yang lama

radiotherapy telah digunakan sebagai

treatment untuk meringankan pada acute

sebaik pada chronic leukemia. Pada acute

leukemia yang dialami oleh anak,

radiotherapy mungkin digunakan untuk

7

penyinaran pada sistem pusat syaraf,

dimana obat dari chemotherapy tidak

efektif.

Kushi dan Jack (1983) mengatakan bahwa

obat modern untuk mengobati semua jenis

leukemia yang terutama adalah chemotherapy.

Operasi dan penyinaran dengan ronteg ray atau

fosfor radioaktif dapat juga digunakan apabila

sistem getah bening rusak atau organ tubuh

lain yang membesar. Transfusi darah atau

transplantasi tulang sumsum terkadang

dilakukan dalam rangka menyediakan sumber

sel-sel darah merah, yang mana peneliti

percaya dihasilkan dalam tulang sumsum.

Sedangkan menurut Stanford Cancer

Center (2008) treatment pada leukemia

meliputi , chemotherapy, terapi radiasi,

transplantasi tulang sumsum, biological

therapy yaitu menggunakan sistem kekebalan

tubuh untuk melawan kanker. Transfusi darah

(sel-sel darah merah, platelets), pengobatan

(untuk mencegah atau mengobati kerusakan

pada system tubuh lain yang disebabkan oleh

treatment leukemia).

Remaja

Pengertian Remaja

Menurut Turner dan Helms (1995) masa

remaja berada pada rentang usia 13 sampai 19

tahun. Papalia dan Olds (1995) mengatakan

masa remaja ialah masa perkembangan antara

anak dan masa dewasa pada umumnya dimulai

dari umur 12-13 tahun sampai dengan 19-20

tahun. Sedangkan menurut Monks, Knoers dan

Haditono (2002) mengatakan batasan usia

remaja adalah masa diantara 12-21 tahun

dengan perincian 12-15 tahun masa remaja

awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan,

dan 18-21 tahun masa remaja akhir.

Tugas Perkembangan Remaja

Havighurst (dalam Kimmel dan

Weiner, 1985) menyebutkan tugas-tugas

perkembangan remaja meliputi aspek-aspek

sebagai berikut :

1) Mencapai hubungan baru dan lebih

matang dengan sebaya baik pria dan

wanita

2) Menerima keadaan fisiknya

3) Menerima keadaan jasmaninya dan

menggunakan tubuhnya dengan efektif

4) Memperoleh kebebasan secara emosional

dari orang tuanya dan orang dewasa

lainnya

5) Mempersiapkan diri untuk pernikahan dan

hidup berkeluarga

6) Mempersiapkan karir ekonomi

7) Membangun keterampilan intelektual

untuk kompetensi

8) Memiliki hasrat dan mencapai prilaku

sosial yang bertanggung jawab

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif dengan menggunakan

teknik wawancara dan observasi. Jumlah

subjek dalam penelitian ini adalah 1 subjek

dengan satu significant other. Karakteristik

subjek yang dibutuhkan dalam penelitian ini

adalah remaja penderita leukemia yang berusia

14 tahun.

Untuk mempermudah proses

pengumpulan data, peneliti menyusun

8

pedoman wawancara, pedoman observasi, dam

alat perekam.

Untuk mendapatkan keakuratan

penelitian, peneliti menggunakan teknik

triangulasi. Teknik triangulasi menurut

Moleong (2001) adalah teknik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu

yang lain di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai perbandingan

terhadap data itu.

Patton (dalam Poerwandari, 2001)

mengemukakan empat macam triangulasi,

antara lain:

1. Triangulasi Data

Menggunakan berbagai sunber data,

seperti dokumen, arsip, hasil wawancara,

hasil observasi, atau mewawancarai lebih

dari satu subjek yang dianggap memiliki

sudut pandang yang berbeda. Dalam

penelitian ini, peneliti mewawancarai satu

significant other untuk masing-masing

subjek.

2. Triangulasi Pengamat

Adanya pengamat di luar peneliti yang

turut memeriksa hasil pengumpulan data.

Dalam penelitian ini, dosen pembimbing

bertindak sebagai pengamat (expert

judgment) yang memberikan masukan

terhadap hasil pengumpulan data.

3. Triangulasi Teori

Penggunaan teori yang berlainan untuk

memastikan bahwa data yang

dikumpulkan sudah memenuhi syarat.

Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan berbagai teori yang telah

dijelaskan pada bab II untuk digunakan

dan menguji terkumpulnya data tersebut.

4. Triangulasi Metode

Penggunaan berbagai metode untuk

meneliti suatu hal, seperti metode

wawancara dan observasi. Dalam

penelitian, peneliti melakukan metode

wawancara yang didukung dengan metode

observasi.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil wawancara dan

observasi dapat diketahui bahwa subjek

memiliki penerimaan diri yang baik. Hal ini

dapat dilihat dari aspek-aspek penerimaan diri

yang ditunjukan oleh subjek.

Menurut Jersild (1958) ada beberapa

aspek-aspek penerimaan diri, yang di tunjukan

dengan persepsi mengenai diri sendiri dan

sikap terhadap penampilan, sikap terhadap

kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan orang

lain, perasaan infeoritas sebagai gejala

penolakan, respon terhadap penolakan dan

kritikan, keseimbangan antara real self dan

ideal self, penerimaan diri dan penerimaan

orang lain, penerimaan diri, menuruti kehendak

dan menonjolkan diri, penerimaan diri,

spontanitas dan menikmati hidup, aspek moral

penerimaan diri, sikap terhadap penerimaan

diri.

Menurut Jersild (1958) individu yang

memiliki penerimaan diri berfikir lebih

realistik tentang penampilan dan bagaimana

dirinya terlihat dalam pandangan orang lain.

Ini bukan berarti individu tersebut mempunyai

gambaran sempurna tentang dirinya, melainkan

individu tersebut dapat melakukan sesuatu dan

berbicara dengan baik mengenai dirinya yang

sebenarnya. Dalam kasus ini persepsi

9

mengenai diri dan sikap terhadap penampilan

yang ditunjukan oleh subjek antara lain seperti

penilaian subjek terhadap dirinya tergambar

dengan baik oleh subjek, menurut subjek

dirinya sangat berbeda sebelum subjek

menderita leukemia, sebelumnya subjek adalah

anak yang aktif dalam mengikuti kegiatan

tubuh seperti menari, namun setelah menderita

leukemia subjek tidak mampu lagi untuk

mengikuti kegiatan menari karena kondisi fisik

subjek yang tidak mendukungnya untuk

melakukan kegiatan menari, oleh karena itu

subjek memahami keterbatasannya dan

mengurangi kegiatan menarinya.

Jersild (1958) mengemukakan

individu yang memiliki penerimaan diri

memandang kelemahan dan kekuatan dalam

dirinya lebih baik daripada individu yang tidak

memiliki penerimaan diri. Individu tersebut

kurang menyukai jika harus menyia-nyiakan

energinya untuk menjadi hal yang tidak

mungkin, atau berusaha menyembunyikan

kelemahan dari dirinya sendiri maupun orang

lain. Individu pun tidak berdiam diri dengan

tidak memanfaatkan kemampuan yang

dimilikinya. Sebaliknya individu akan

menggunakan bakat yang dimilikinya dengan

lebih leluasa. Individu yang bersikap baik pula

dalam menilai kelamahan dan kekuatan dirinya

akan bersikap pula dalam menilai kelemahan

dan kekuatan orang lain. Dalam kasus ini sikap

terhadap kelemahan dan kekuatan diri sendiri.

Kelebihan subjek digambarkan dengan

kepandaian subjek dalam bergaul dan

berteman. Sedangkan untuk kekurangan subjek

lebih digambarkan mengenai pelajaran, subjek

lebih suka melalukan praktek daripada teori

dan lebih senang mendengar daripada

membaca. Subjek dapat menerima kekurangan

yang dimilikinya dan mencoba menjadikan

kekurangannya tersebut menjadi kelebihan

untuk dirinya dengan cara banyak membaca

dan berusaha untuk membuatnya menjadi lebih

baik dari sebelumnya.

Menurut Jersild (1958) seorang individu

yang terkadang merasakan infeoritas/disebut

dengan infeority complex adalah seorang

individu yang tidak memiliki sikap penerimaan

diri dan hal tersebut akan mengganggu

penilaian yang realistik atas dirinya. Dalam

kasus ini subjek menyadari bahwa dengan

penyakitnya ini menyebabkan dirinya tidak

dapat beraktivitas seperti orang normal

lainnya, kadangkala subjek merasa sedih

namun subjek merasa bahwa penyakit yang

dialaminya adalah sebagai cobaan dari Tuhan

untuk dirinya oleh karena itu subjek tidak

merasa rendah diri karena penyakitnya

Jersild (1958) menyatakan individu yang

memiliki penerimaan diri tidak menyukai

kritikan, namun demikian individu mempunyai

kemampuan untuk menerima kritikan bahkan

dapat mengambil hikmah dari kritikan tersebut.

Individu berusaha untuk melakukan koreksi

atas dirinya sendiri, ini merupakan hal yang

penting dalam perkembangannya menjadi

seorang individu dewasa dan dalam

mempersiapkan diri untuk menghadapi masa

depan. Individu yang tidak memiliki

penerimaan diri justru menganggap kritikan

sebagai wujud penolakan terhadapnya. Yang

penting dalam penerimaan diri yang baik

adalah mampu belajar dari pengalaman dan

meninjau kembali sikapnya yang terdahulu

10

untuk memperbaiki diri. Dalam kasus ini

subjek pernah menerima kritik dari orang lain

dan subjek paling sering menerima kritik dari

keluarganya mengenai sikap subjek terhadap

orang lain. Subjek mau menerima kritikan dari

orang lain dan mencoba untuk mengubah

sikapnya dan subjek kurang menyukai apabila

ada orang yang mengkritiknya dan kurang

mengenal dirinya.

Menurut Jersild (1958) individu yang

memiliki penerimaan diri adalah individu yang

mempertahankan harapan dan tuntutan dari

dalam dirinya dengan baik dalam batas-batas

memungkinkan individu ini mungkin memiliki

ambisi yang besar, namun tidak mungkin untuk

mencapainya walaupun dalam jangka waktu

yang lama dan menghabiskan energinya. Oleh

karena itu, dalam mencapai tujuannya individu

mempersiapkan dalam konteks yang mungkin

dicapai, untuk memastikan dirinya tidak akan

kecewa saat nantinya. Dalam kasus ini subjek

masih mempertahankan semua harapan-

harapannya karena subjek yakin akan sembuh

dan dapat mencapai semua harapannya. Subjek

ingin menjadi dokter anak karena subjek ingin

membantu anak-anak yang terkena leukemia.

Subjek merasa kurang bisa menyeimbangkan

antara real self dan ideal self, menurut subjek

diri yang ideal adalah diri yang baik, jujur dan

tidak berlebihan dan subjek belum mempunyai

semua hal itu. Cara subjek untuk

menyeimbangkan real self dan ideal self

dengan menjalani semua apa adanya dan tidak

harus menjadi ideal karena subjek menyukai

dirinya yang sekarang. Subjek merasa yakin

dengan harapan yang dimilikinya dan yakin

bisa mencapai hal itu semua, yaitu dengan

menjadi dokter anak

Jersild (1958) mengemukakan penerimaan

diri berarti apabila seorang individu

menyayangi dirinya, maka akan lebih

memungkinkan baginya untuk menyayangi

orang lain, dan apabila seorang individu

merasa benci pada dirinya, maka akan lebih

memungkinkan untuk merasa benci pada orang

lain. Terciptanya hubungan timbal balik antara

penerimaan diri dengan penerimaan orang lain

adalah individu yang memiliki penerimaan diri

merasa percaya diri dalam memasuki

lingkungan sosial. Dalam kasus ini subjek

menyayangi dirinya sendiri bahkan lebih

menyayangi dirinya setelah kena leukemia.

Subjek merasa percaya diri dalam memasuki

lingkungan sosialnya, subjek tidak merasa

minder dengan kondisinya sekarang ini

Menurut Jersild (1958) menerima diri dan

menuruti diri merupakan dua hal yang berbeda.

Apabila seorang individu menerima dirinya,

hal tersebut bukan berarti individu

memanjakan dirinya. Walau bagaimanapun

bukan berarti bahwa individu keluar dari

jalannya untuk menghindari kesenangan dan

mencari penderitaan. Individu yang menerima

dirinya akan menerima dan bahkan menuntut

pembagian yang layak akan sesuatu yang baik

dalam hidup dan tidak mengambil kesempatan

yang tidak pantas untuk memiliki posisi yang

baik atau menikmati sesuatu yang bagus.

Individu akan berjuang untuk mendapatkan

posisi yang didamba-dambakan dalam

kelompoknya. Semakin individu menerima

dirinya dan diterima orang lain, semakin

individu mampu untuk berbaik hati. Individu

11

dengan penerimaan diri menghargai harapan

orang lain dan meresponnya dengan bijak.

Individu memiliki pendirian yang baik dalam

berfikir, merasakan dan membuat pilihan.

Individu tidak hanya akan menjadi pengikut

apa yang dikatakan orang lain. Dalam kasus ini

subjek ingin terlihat normal dalam

lingkungannya dan tidak ingin dirinya dilihat

sakit. Subjek bersikap semua hal yang

diinginkannya harus dilakukan, namun

terkadang subjek juga merasa dirinya terlalu

egois karena semua keinginannya harus

dituruti dan membuat kakak dan adik subjek

menjadi cemburu.

Menurut Jersild (1958) individu dengan

penerimaan diri mempunyai lebih banyak

keleluasaan untuk menikmati hal-hal dalam

hidupnya. Namun, terkadang kurang

termotivasi untuk melakukan sesuatu yang

rumit. Individu yang memiliki penerimaan diri

lebih mudah untuk menikmati hubungan

dengan teman-temannya. .Individu tersebut

tidak hanya leluasa menikmati sesuatu yang

dilakukannya. Akan tetapi, juga leluasa untuk

menolak atau menghindari sesuatu yang tidak

ingin dilakukannya. Dalam kasus ini subjek

menikmati hidupnya karena merasa lebih dekat

dengan keluarganya, subjek menikmati

hidupnya dengan cara menerima semuanya

dengan senang hati, namun subjek terkadang

juga merasa sedih terhadap penyakit yang

dideritanya. Subjek dengan leluasa menolak

dan menghindari sesuatu yang tidak ingin

dilakukannya dengan cara berkata tidak.

Contohnya ketika ibu subjek meminta subjek

melakukan sesuatu dan subjek merasa lelah

atau tidak ingin melakukannya maka subjek

akan berkata tidak, untuk menolaknya.

Jersild (1958) mengemukakan individu

dengan penerimaan diri bukanlah individu

yang berbudi baik dan bukan pula individu

yang tidak mengenal moral, tetapi memiliki

fleksibilitas dalam pengaturan hidupnya.

Individu memiliki kejujuran untuk menerima

dirinya sebagai apa dan untuk apa nantinya,

dan tidak menyukai kepura-puraan. Individu

ini dapat secara terbuka mengakui dirinya

sebagai individu yang pada suatu waktu dalam

masalah, merasa cemas, ragu dan bimbang

tanpa harus menipu diri dan orang lain. Hal

yang paling penting dari aspek moral

penerimaan diri adalah apa yang dinyatakan

secara tidak langsung pada nilai, arti dan

tujuan hidup secara keseluruhan. Individu

dengan penerimaan diri yang baik akan

menjalani kehidupan dengan penuh dan bebas

sebagai anugrah dan kesempatan yang

diberikan padanya. Dalam kasus ini subjek

sangat menerima keadaan dirinya, terkadang

subjek merasa sedih ketika melihat kakak

subjek dapat pergi dengan teman-temannya

tanpa didampingi orang tua sedangkan subjek

harus didampingi orang tuanya jika ingin pergi.

Menurut subjek dirinya merasa seperti itu

hanya jika subjek merasa suntuk dan tidak

melakukan apa-apa. Subjek tidak mau

membohongi diri sendiri bahwa ia pernah

merasakan cemas, ragu dan bimbang, subjek

mengakui bahwa dirinya dalam masalah,

merasa cemas, ragu dan bimbang dengan

bercerita kepada ibu subjek karena subjek

menjadi lebih dekat dengan ibunya semenjak

subjek sakit. Subjek menjalani hidupnya

12

dengan apa adanya, dan subjek berusaha untuk

sembuh dari penyakitnya

Menurut Jersild (1958) menerima diri

merupakan hal penting dalam kehidupan

seseorang. Individu yang dapat menerima

beberapa aspek hidupnya, mungkin dalam

keraguan dan kesulitan dalam menghormati

orang lain. Hal tersebut merupakan arahan agar

dapat menerima dirinya. Individu dengan

penerimaan diri membangun kekuatannya

untuk menghadapi kelemahan dan

keterbatasanya. Banyak hal dalam

perkembangan seorang individu yang belum

sempurna, bagi seorang individu akan lebih

baik jika ia dapat menggunakan

kemampuannya dalam perkembangan

hidupnya. Dalam kasus ini subjek membangun

kekuatan untuk menghadapi kelemahan dan

keterbatasannya dengan cara terus mempunyai

semangat hidup dan yakin bahwa dirinya akan

sembuh dan keluarga yang selalu mendukung

subjek. Subjek menerima dirinya dengan

berfikiran bahwa inilah yang harus dihadapi

dan dijalani oleh subjek yaitu menerima bahwa

dirinya mengidap leukemia, dan subjek yakin

dirinya dapat sembuh. Subjek pernah merasa

takut dan merasa akan meninggal namun

dokter meyakinkan subjek bahwa subjek masih

punya harapan untuk sembuh

Menurut Maslow (dalam Hejlle dan

Ziegler, 1985) individu yang memiliki sikap

positif terhadap dirinya sendiri akan dapat

menerima keadaan dirinya secara tenang

dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Dalam kasus ini subjek tidak merasa sedih

dengan dirinya yang sekarang, namun

terkadang subjek juga merasa sedih.

Menurut Shepard (dalam Urim, 2007)

mengatakan bahwa penerimaan diri berarti

kepuasan atau kebahagiaan individu terhadap

dirinya sendiri dan pemikiran akan kebutuhan

mental yang sehat. Penerimaan diri mencakup

pemahaman diri, pemikiran realistis walaupun

subjektif, kesadaran akan kelemahan dan

kekuatan diri. Pada akhirnya individu akan

merasa bahwa dirinya unik. Secara klinis,

penerimaan diri mengarahkan seseorang

menuju perubahan. Penerimaan diri akan

menghentikan celaan terhadap diri, dan

menerimanya sebagai bagian dirinya. Dalam

kasus ini subjek merasa puas dan bahagia

terhadap kehidupan dan dirinya karena subjek

dapat melihat keluarga yang menyayangi

subjek

Selain itu menurut Corsini (2002)

menyatakan bahwa penerimaan diri berarti

mengenali kemampuan dan keberhasilan diri

serta mengakui dan menerima keterbatasan

diri. Kurangnya seseorang dalam menerima

dirinya dapat mengarahkannya pada gangguan

emosi. Ketidakmampuan untuk menerima diri

dapat menuju pada berbagai kesulitan emosi

seperti kemarahan dan depresi. Salah satu

aspek penting dalam penerimaan diri yaitu

mampu dan mau membiarkan orang lain

melihat dirinya yang sesungguhnya,

melakukan evaluasi yang sesuai dan menerima

kesalahan dimasa lalu (Carson & Langer dalam

Urim, 2007). Dalam kasus ini subjek pernah

mengalami depresi dan kemarahan terhadap

keadaannya, subjek menyikapinya dengan

menangis namun setelah menangis subjek

berusaha membuat dirinya semangat lagi

dengan berjuang agar bisa sembuh dari

13

penyakitnya. Subjek merasa ada yang

disesalinya dimasa lalunya yaitu ketika

menerima kritikan dari kakaknya mengenai

sikapnya terhadap orang lain, dan subjek

merasa dirinya sudah berubah dengan lebih

banyak senyum. Subjek tidak lagi menyesali

hal tersebut dan berusaha membuka lembaran

baru dalam hidupnya

Berkaitan dengan membuka diri dan mau

menerima kualitas baik dan buruk, Ryff (dalam

Linley & Joseph, 2004) menyatakan bahwa

individu yang mempunyai penerimaan diri

yang rendah akan merasa tidak puas dengan

dirinya, menyesali apa yang terjadi di masa

lalunya, sulit untuk terbuka, terisolasi dan

frustasi dalam hubungan interpersonal

sehingga tidak ada keinginan untuk

mempertahankan hubungan dengan orang lain.

Sedangkan individu yang memiliki penerimaan

diri dalam tingkat optimal atau tinggi akan

bersikap positif terhadap dirinya sendiri, mau

menerima kualitas baik dan buruk dirinya,

serta memiliki sikap positif terhadap masa

lalunya. Dalam kasus ini subjek mampu

membuka dirinya dan membiarkan orang lain

melihat dirinya dengan cara menceritakan apa

yang dirasakannya dan subjek mampu

menerima kualitas baik dan buruk yang ada

dalam dirinya. Kualitas baik dalam diri subjek

adalah menyukai interaksi dengan anak kecil,

sedangkan kualitas buruk yang ada dalam diri

subjek tergambarkan dengan sikapnya yang

suka marah.

Faktor-faktor yang berperan dalam

penerimaan diri yang baik pada subjek

Faktor-faktor yang berperan dalam

penerimaan diri yang baik pada subjek antara

lain adalah subjek memiliki pemahaman

tentang diri sendiri, subjek memahami

bagaimana dirinya, sebelumnya subjek lebih

suka diam terhadap orang lain dan subjek

berusaha untuk merubahnya dan subjek

mengenali kekurangan dan kelebihan dalam

dirinya. Menurut Hurlock (1974) pemahaman

tentang diri sendiri dapat timbul dari

kesempatan seseorang untuk mengenali

kemampuan dan ketidakmampuannya.

Individu yang dapat memahami dirinya sendiri

tidak akan hanya tergantung dari kemampuan

intelektualnya saja, tetapi juga pada

kesematannya untuk penemuan diri sendiri

(self discovery). Pemahaman diri dan

penerimaan diri berjalan dengan

berdampingan, maksudnya semakin orang

dapat memahami dirinya, maka semakin dapat

menerima dirinya.

Menurut Hurlock (1974) individu

menentukan sendiri harapannya dan

disesuaikan dengan pemahaman mengenai

kemampuannya, dan bukan diarahkan oleh

orang lain dalam mencapai tujuannya. Dengan

memiliki harapan yang realistik, maka akan

semakin besar kesempatan tercapainya harapan

itu, dan hal ini akan menimbulkan kepuasan

diri yang merupakan hal penting dalam

penerimaan diri. Subjek juga memiliki harapan

yang realistis terhadap keadaan dirinya yang

sekarang, harapan subjek untuk sekarang

adalah dapat sembuh dari penyakit yang

dideritanya dan dapat menggapai semua cita-

citanya yaitu menjadi dokter anak. Selain itu

subjek memiliki keluarga yang sangat

14

mendukung harapan yang dimiliki subjek dan

teman-teman serta lingkungan yang bersikap

baik terhadap subjek, walaupun ada beberapa

orang yang bersikap mengasihani subjek.

Subjek menanggapi pandangan orang

lain terhadap dirinya dengan baik, dengan

bersikap mau untuk mengevaluasi dirinya

apabila pandangan yang diberikan orang lain

terhadap dirinya benar, subjek merasa ibunya

mempunyai pengaruh dalam hidupnya karena

subjek dekat dengan ibunya semenjak subjek

sakit, subjek mempunyai penerimaan diri yang

baik karena subjek mencontoh ibunya. Subjek

juga mampu membangun sikap positif terhadap

diri sendiri dengan yakin bahwa subjek akan

sembuh dari penyakit yang dideritanya.

Menurut Hurlock (1974) mengindentifikasi diri

dengan orang yang Well adjusted dapat

membangun sikap-sikap yang positif terhadap

diri sendiri, dan bertingkah laku dengan baik

yang bisa menimbulkan penilaian diri yang

baik dan penerimaan diri yang baik.

Disamping itu subjek merasa diasuh

secara demokratis oleh kedua orang tuanya, hal

tersebut digambarkan dengan pemberian

pilihan oleh orang tua subjek dan pengarahan

mana yang baik dan mana yang kurang baik

untuk dirinya. Hurlock (1974) menyatakan

anak yang diasuh secara demokratis akan

cenderung berkembang sebagai orang yang

dapat menghargai dirinya sendiri.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Sebagai penderita leukemia subjek

memiliki penerimaan diri yang baik, hal

ini ditunjukan dengan penilaian subjek

terhadap dirinya tergambar dengan baik

oleh subjek, dengan adanya leukemia

dalam diri subjek dan menyebabkan

kondisi fisik subjek yang tidak

memungkinkan untuk melakukan kegiatan

seperti sebelum subjek sakit maka subjek

mengurangi kegiatannya. Subjek juga

mengenali apa saja yang menjadi

kelebihan dan kekurangan dalam dirinya

dan dapat menerima kekurangan yang

dimilikinya terutama dengan penyakitnya,

serta mencoba menjadikan

kekurangannya tersebut menjadi kelebihan

untuk dirinya. Subjek merasa bahwa

penyakit yang dialaminya adalah sebagai

cobaan dari Tuhan untuk dirinya oleh

karena itu subjek tidak merasa rendah diri

karena penyakitnya. Subjek mau

menerima kritik dari orang lain dan subjek

memiliki harapan yang realistis yaitu dapat

sembuh dan dapat mencapai semua

harapannya. Selain itu subjek menikmati

hidupnya dan merasa puas dan bahagia

karena merasa lebih dekat dengan

keluarganya dan dapat melihat keluarga

yang menyayangi subjek, subjek juga

dengan leluasa menolak dan menghindari

sesuatu yang tidak ingin dilakukannya

dengan cara berkata tidak. Subjek sangat

menerima keadaan dirinya, subjek

menerima dirinya dengan berfikiran

bahwa inilah yang harus dihadapi dan

dijalani oleh subjek yaitu menerima bahwa

dirinya mengidap leukemia. Subjek tidak

mau membohongi diri sendiri bahwa ia

pernah merasakan cemas, ragu dan

15

bimbang, subjek tidak lagi menyesali masa

lalunya dan berusaha membuka lembaran

baru dalam hidupnya. Selain itu subjek

mampu membuka dirinya dan membiarkan

orang lain melihat dirinya apa adanya dan

subjek mampu menerima kualitas baik dan

buruk yang ada dalam dirinya.

2. Faktor-faktor yang berperan dalam

penerimaan diri yang baik pada subjek

antara lain adalah subjek memiliki

pemahaman tentang diri sendiri, subjek

memahami bagaimana dirinya, subjek juga

mengenali apa yang menjadi kelebihan

dan kekurangannya.. Subjek juga memiliki

harapan yang realistis terhadap keadaan

dirinya yang sekarang, harapan subjek

untuk sekarang adalah dapat sembuh dari

penyakit yang dideritanya dan dapat

menggapai semua cita-citanya yaitu

menjadi dokter anak. Selain itu subjek

memiliki keluarga yang sangat

mendukung harapan yang dimiliki subjek

dan teman-teman serta lingkungan yang

bersikap baik terhadap subjek. Subjek

menanggapi pandangan orang lain

terhadap dirinya dengan baik, subjek

merasa ibunya mempunyai pengaruh

dalam hidupnya karena subjek dekat

dengan ibunya semenjak subjek sakit, dan

subjek memiliki penerimaan diri yang baik

karena subjek mencontoh ibunya dalam

bersikap positif, subjek juga mampu

membangun sikap positif terhadap diri

sendiri dengan yakin bahwa subjek akan

sembuh dari penyakit yang dideritanya.

Disamping itu subjek merasa diasuh

secara demokratis oleh kedua orang

tuanya, hal tersebut digambarkan dengan

pemberian pilihan oleh orang tua subjek

dan pengarahan mana yang baik dan mana

yang kurang baik untuk dirinya

SARAN

Berikut ini adalah saran yang dapat

diterapkan bagi remaja yang menderita

leukemia dan saran untuk penelitian

selanjutnya antara lain :

1. Kepada remaja yang menderita leukemia

untuk selalu mempunyai semangat hidup

yang kuat dan berusaha untuk menerima

keadaan diri mereka karena dengan

mempunyai semangat hidup yang kuat dan

penerimaan diri yang baik maka para

remaja penderita leukemia akan memiliki

kualitas hidup yang lebih baik.

2. Untuk peneliti yang tertarik meneliti lebih

jauh pada penerimaan diri remaja

penderita leukemia dapat menggali tentang

peranan faktor-faktor yang mendukung

penerimaan diri yang baik dan dapat

mengambil subjek penelitian lebih dari

satu dan mendapat gambaran yang lebih

beragam tentang penerimaan diri pada

remaja penderita leukemia.

3. Untuk keluarga dan dokter serta perawat

yang merawat penderita leukemia agar

selalu memberikan semangat dan harapan

untuk penderita leukemia agar mereka

selalu mempunyai semangat untuk sembuh

dan hidup, karena dukungan keluarga,

dokter serta perawat berperan sangat

16

penting dalam kualitas hidup penderita

leukemia.

DAFTAR PUSTAKA Corsini, J.R.(2002). The Dictionary of

Psychology. New York: Brunner/ Routledge

Hjelle, L.A & Ziegler, D.J.(1985). Personality

theories: Basic assumptions research and application (Third Edition). New York: McGraw-Hill.

Hurlock, E.B.(1974). Personality development.

New Delhi:McGraw-Hill Hurlock, E.B. (1997). Psikologi

Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Ahli bahasa: Isti Widayanti dan Soedjarwo. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga

Johada, M. (1958). Current consepts of

positive mental health. New York: Basic Books

Jersild, A.T. (1958). The Psychology of

Adolescence. New York: Mc Millan Company

Kimmel, D.C. Weiner, I.B. (1985).

Adolescence: A Developmental Trantition (second edition). New York: John Willey & Sons Inc

Kushi, M.Jack, A.(1983). The Cancer

Prevention Diet Michio Kushi’s Nutritional Blueprint for the Prevention and Releif Disease. New York: St. Martin’s Press

Linley, P.A. Joseph, S. (2004). Positive

Psychology in Practice. New Jersey: John Willey & Sons Inc

Moleong.(2001).Metodologi Penelitian

Kualitatif. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya

Monk, F.J. Knoers, AMP, Haditono, S.R.

(2002). Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai

Bagiannya. Gajah Mada University Press

Mediasehat. (2005). Mengenal Kanker.

http://www.mediasehat.com/utama07.php

Nelson, W.E. (1992). Textbook of Pediatrics

(fourteenth edition).Philadelphia: WB Saunders Company Harcourt Brace Javanovich Inc

Novalina. (2003). Penggunaan Tanaman Obat

Sebagai Upaya Alternatif Dalam terapi Kanker. http://tumoutou.net/70207134/novalina.htm

Olds, S.W. Papalia, D.E.(1995). Human

Development (sixth edition).New York: Mc Graw-Hill Company

Poerwandari,E.K.(2001). Pendekatan kualitatif

untuk penelitian prilaku manusiai. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia

Palestin, B.(2008). Perawatan Lanjutan di

Rumah Pada Penderita Leukemia Anak. http://bondan-palestin.blogspot.com/

Riyanti, B.P. Prabowo, H. Puspitawati, I. (1996). Psikologi Umum I. Univeritas Gunadarma

Regato,J.A.del. Spjut, H.J. Cox,

J.D.(1985).Ackerman and del Regato’s Cancer Diagnosis Treatment and Prognosis. St. Louise: The CV Mosby Company

Santrock, J.W.(2002). Life Span Development

Perkembangan Masa Hidup (edisi 5 jilid II). Jakarta : Erlangga

Stanford Cancer Center. (2008). Leukemia.

Http://Cancerstanford.edu/blood/leukemias/blooddisease

Sheridan, C.L. Raclmacher, S.A.(1992). Health

Psychology Challenging the

17

Biomedical Model. Canada: John Willey & sons Inc

Taylor, S.E, (1999).Health Psychology. Singapore: Mc Graw-Hill

Smet. B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta:

PT.Grasindo Urim, P.(2007). Penerimaan Diri Pada Remaja

Penderita Gagal Ginjal Kronis. Skripsi.(tidak diterbitkan). Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Turner, J.S & Helms, D.B.(1995). Human

Development. USA: John Willey & Sons Inc

18