PENERAPAN INSTRUMEN GLASGOW COMA · PDF filepenerapan instrumen glasgow coma scale untuk...
Transcript of PENERAPAN INSTRUMEN GLASGOW COMA · PDF filepenerapan instrumen glasgow coma scale untuk...
PENERAPAN INSTRUMEN GLASGOW COMA SCALE
UNTUK MEMPREDIKSI DISABILITAS PADA
ASUHAN KEPERAWATAN Ny. I
DENGAN TRAUMA KEPALA
DI IGD RS Dr.MOEWARDI
SURAKARTA
Disusun Oleh:
RITA PUSPITASARI
P.12 105
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
i
PENERAPAN INSTRUMEN GLASGOW COMA SCALE
UNTUK MEMPREDIKSI DISABILITAS PADA
ASUHAN KEPERAWATAN Ny. I
DENGAN TRAUMA KEPALA
DI IGD RS Dr.MOEWARDI
SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
Disusun Oleh:
RITA PUSPITASARI
P.12 105
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
ii
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :
Nama : Rita Puspitasari
NIM : P.12 105
Program Studi : DIII KEPERAWATAN
Judul : PENERAPAN INSTRUMEN GLASGOW COMA SCALE
UNTUK MEMPREDIKSI DISABILITAS PADA
ASUHAN KEPERAWATAN Ny. I DENGAN TRAUMA
KEPALA DI IGD RS Dr. MOEWARDI SURAKARTA
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi
DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Ditetapkan di : Surakarta
Pada tanggal : 23 Mei 2015
Pembimbing : Ns. Intan Maharani S Batubara S.Kep. ( )
NIK. 201491128
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :
Nama : Rita Puspitasari
NIM : P. 12 105
Program Studi : D III Keperawatan
Judul Karya Tulis : Penerapan Instrumen Glasgow Coma Scale untuk
Memprediksi disabilitas pada Asuhan Keperawatan Ny. I
dengan Trauma Kepala di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Tempat : Surakarta
Hari/ Tanggal : Senin, 22 Juni 2015
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Ns. Intan Maharani S Batubara, S. Kep.
NIK. 201491128
( …………… )
Penguji I : Ns. Alfyana Nadya R, S. Kep., M. Kep.
NIK. 201086057
( …………… )
Penguji II : Ns. Meri Oktariani S. Kep., M. Kep.
NIK. 200981037
( ……………)
Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan
STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ns. Atiek Murharyati, S.Kep., M. Kep.
NIK. 200680021
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Proposal Karya Tulis Ilmiah yang berjudul: “PENERAPAN INSTRUMEN
GLASGOW COMA SCALE UNTUK MEMPREDIKSI DISABILITAS PADA
ASUHAN KEPERAWATAN Ny. I DENGAN TRAUMA KEPALA DI IGD RS
Dr. MOEWARDI SURAKARTA”
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini Penulis menyadari bahwa tanpa
bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, Oleh karena itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M. Si, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta
2. Ibu Ns. Atiek Murharyati, S.Kep., M. Kep., selaku ketua program studi
DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ibu Ns. Meri Oktariani, S.Kep., M. Kep., selaku Sekretaris sekaligus
penguji II program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta.
4. Ibu Ns. Intan Maharani S Batubara, S.Kep. sebagai pembimbing yang
telah banyak memberikan bimbingan dan arahan serta memberikan
masukan dengan cermat dan perasaan yang nyaman dalam bimbingan,
sehingga membantu penulis dalam penyusun dan menyelesaikan karya
tulis ilmiah ini.
vi
5. bu Ns. Alfyana Nadya R, S.kep., M.Kep selaku penguji I yang telah telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dan masukan yang cermat.
6. Seluruh dosen dan staff Prodi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta atas segala bantuan yang telah diberikan. Terima kasih atas
segala kasih sayang selama ini, selalu memberikan semangat, do’a,
pengorbanan, bimbingan serta bantuan material dan spiritual, sehingga
putramu ini mampu menyelesaikan tugas akhiri ni.
7. Kedua orangtuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan
semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
8. Teman-teman Mahasiswa Progam Studi DII Keperawatan STIKes
Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan
namanya satu persatu, yang telah memberikan dukungan moril
danspiritual.
Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat untuk
perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin.
Wa’alaikumsalam. Wr. Wb
Surakarta, 23 Mei 2015
Penulis,
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ......................................................................................... x
PERSEMBAHAN ........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ..................................................................... 5
C. Manfaat Penelitian ................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Trauma Kepala .................................................................. 7
2. Konsep Asuhan Keperawatan ............................................ 10
3. Disabilitas ........................................................................... 16
4. Glasgow Coma Scale .......................................................... 20
B. Kerangka Teori ......................................................................... 24
C. Kerangka Konsep ..................................................................... 25
BAB III METODE PENELITIAN
A. Subjek Aplikasi Riset .............................................................. 26
B. Tempat dan Waktu ................................................................... 26
C. Media dan Alat yang digunakan .............................................. 26
D. Prosedur Tindakan ................................................................... 26
E. Alat Ukur .................................................................................. 28
viii
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Pengkajian ............................................................................... 30
B. Perumusan Masalah Keperawatan ............................................ 36
C. Perencanaan Keperawatan ....................................................... 37
D. Implementasi ........................................................................... 39
F. Evaluasi Keperawatan .............................................................. 40
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian ............................................................................... 42
B. Analisa data .............................................................................. 50
C. Prioritas Diagnosa Keperawatan ............................................. 51
D. Intervensi .................................................................................. 53
E. Implementasi ........................................................................... 55
F. Evaluasi...................................................................................... 60
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .............................................................................. 63
B. Saran ........................................................................................ 65
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka teori ................................................................... 24
Gambar 2.2 Kerangka konsep ............................................................... 25
Gambar 4.1 Genogram ........................................................................... 35
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kategori Disabilitas ............................................................... 20
Tabel 3.1 Disabilitas Rating Scale ......................................................... 28
Tabel 3.2 Kategori Disabilitas ................................................................ 29
xi
PERSEMBAHAN
Dengan segala rendah hati
Karya Tulis Ilmiah ini saya persembahkan untuk orang-orang yang kusayang
Ibu, dalam usia yang tak terbaca waktu
Ayah, yang kasihnya membiak seluruh cakrawala
Terimakasih atas nasihat dan do’amu yang penuh cinta dan tiada henti telah
mengantarkan pada detik ini
Tak lupa untuk adik perempuanku Dwi novitasari, yang menjelma sebagai mimpi
dan cita, yang tak henti menjadi suntikan penyemangat dalam keluh kesahku
Orang yang tersayang Rizky Ramadhan, terimakasih telah menjadi penyemangat,
membantu dan mendukung dan menemani dalam penyelesaian Karya Tulis Ini
Serta tidak lupa sahabatku Fitri Nur Rhiskiana, Denni Mayasari, Febriana Sukoco,
Yus yannar yanotama, Afif Alfianto, Wahyu fitriyana, Anisa Perdinant, Radetya
prima dan Alm.Herdi Setya Pratama dan teman-teman lainnya, terimakasih atas
rasa sayang, canda tawa dan duka, semoga perjalanan panjang yang kita tempuh
selama ini mampu menjadikan kita lebih baik dan bijaksana
Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 terutama kelas 3b
Ibu Intan Maharani S Batubara, S.Kep., Ns Terimakasih atas bimbinganya selama
ini.
Almamaterku tercinta
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Usulan Judul
Lampiran 2 Lembar Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 3 Lembar Konsultasi Karya Ilmiah
Lampiran 4 Log Book Kegiatan Harian
Lampiran 5 Lembar Pendegelasian Pasien
Lampiran 6 Asuhan Keperawatan
Lampiran 7 Jurnal Utama
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Trauma kepala merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat
menyebabkan gangguan fisik dan mental yang kompleks. Cedera kepala
adalah salah satu penyebab kematian utama dikalangan usia produktif antara
15-44 tahun. Secara global insiden cedera kepala meningkat dengan tajam
terutama karena peningkatan penggunaan kendaraan bermotor.
World Health Organization (WHO) tahun (2004), Case Fatality Rate
(CFR) trauma akibat kecelakaan lalu lintas tertinggi dijumpai di Amerika
latin (41,7%), Korea Selatan (21,9%), dan Thailand (21,0%). Menurut Gillian
yang dikutip oleh Basuki (2003) di Amerika Serikat terdapat 500.000 kasus
cedera kepala setiap tahunnya, kurang lebih 1830% meninggal dalam 4 jam
pertama sebelum sampai ke rumah sakit.
Departemen Perhubungan (2010) Di Indonesia, sebagian besar (70%)
korban kecelakaan lalulintas adalah pengendara sepeda motor dengan
golongan umur 15-55 tahun, dan trauma kepala merupakan urutan pertama
dari semua jenis cedera yang dialami korban kecelakaan. Proporsi disabilitas
(ketidakmampuan) dan angka kematian karena kecelakaan masih cukup
tinggi yaitu sebesar 25% dan upaya untuk mengendalikannya dapat dilakukan
melalui tatalaksana penanganan korban kecelakaan di tempat kejadian
kecelakaan maupun setelah sampai di sarana pelayanan kesehatan. Kejadian
2
ini terjadi seiring meningkat pesatnya jumlah kendaraan bermotor di
Indonesia.
Di Indonesia jumlah kecelakaan lalulintas meningkat dari tahun ke tahun.
Menurut data Kantor Kepolisian Republik Indonesia (2009) tahun 2007
terdapat 49.553 orang dengan korban meninggal 16.955 orang, luka berat
20.181 orang, luka ringan 46.827 orang. Tahun 2008 jumlah kecelakaan
59.164 orang, korban meninggal 20.188 orang, luka berat 23.440 orang, yang
menderita luka ringan 55.731 orang. Tahun 2009 jumlah kecelakaan 62.960
orang, korban meninggal 19.979 orang, luka berat 23.469 orang, dan luka
ringan 62.936 orang, (BadanPusat Statistik Republik Indonesia) angka
kejadian kecelakaan di Jawa Tengah pada bulan November 2010 yang
bertempat di Semarang (ANTARA news) yang dicatat oleh Direktorat Lalu
Lintas Kepolisian Daerah Jawa Tengah sebanyak 603 orang pengguna jalan
raya tewas akibat berbagai kecelakaan yang terjadi selama semester pertama
tahun 2010.
Kecelakaan lalulintas dapat mengakibatkan berbagai trauma. Trauma
yang sering terjadi dan terbanyak adalah trauma karena kecelakaan lalulintas
yang dapat menyebabkan trauma kepala ringan. Keadaan ini umumnya terjadi
pada para pengemudi motor yang tidak memakai helm atau yang sudah
memakai helm tetapi belum memenuhi Standar Nasional Indonesia atau SNI
(Depkes RI, 2009).
Berdasarkan data yang diperoleh dari RS Dr.Moewardi Surakarta jumlah
pasien trauma kepala yang datang ke RS Dr.Moewardi pada tahun 2014-2015
3
sebanyak 164 pasien dimana laki-laki lebih banyak daripada perempuan yaitu
107 pasien dan perempuan 57 pasien, pada tahun 2014 sebanyak 145 pasien
dengan pasien laki-laki 97 dan perempuan 48 pasien serta pada tahun 2015
sebanyak 19 pasien dimana pasien laki-laki 10 pasien dan perempuan 9
pasien.
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang
menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural
dan atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut
Brain Injury Association of America trauma kepala adalah suatu kerusakan
pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan
oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan
kognitif dan fungsi fisik.
Pada pasien trauma kepala, Glasgow Coma Scale merupakan instrumen
standar yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesadaran pasien
trauma kepala. Glasgow Coma Scale merupakan salah satu komponen yang
digunakan sebagai acuan pengobatan dan dasar pembuatan klinis umum
untuk pasien. Selain mudah dilakukan, GCS juga memiliki peranan penting
dalam memprediksi resiko kematian di awal trauma (Irawan dkk, 2010).
Glasgow Coma Scale sangat berperan penting dalam menentukan
keputusan klinis terhadap pasien trauma kepala salah satunya yaitu untuk
menentukan apakah pasien trauma kepala tersebut memerlukan pemeriksaan
CT scan atau tidak, hal ini untuk mengetahui hubungan antara derajat trauma
4
kepala dan gambaran CT scan kepala. Penilaian GCS awal saat penderita
datang kerumah sakit sangat penting untuk menilai derajat kegawatan trauma
kepala (Wicaksono, 2012).
Trauma kepala sedang dan berat memerlukan pemeriksaan CT scan
untuk membantu mengambil keputusan. Trauma kepala sedang adalah jenis
trauma kepala yang dikelompokkan berdasarkan beratnya melalui
pemeriksaan GCS bernilai 9-12. Sedangkan trauma kepala berat memiliki
nilai GCS kurang dari 8. Kerusakan otak pada trauma kepala dapat
disebabkan karena trauma kepala primer (akibat langsung) dan skunder yang
terjadi akibat proses patogis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari
kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak, peningkatan
intrakranial dan perubahan neurokimiawi (Irawan dkk, 2010).
Pengukuran Glasgow Coma Scale (GCS), selain memiliki peranan dalam
mengukur tingkat kesadaran juga sebagai dasar pembuatan keputusan klinis
umum untuk pasien, GCS juga berguna dalam memprediksi risiko kematian
di awal trauma. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fedakar,
Aydiner, dan Ercan pada tahun 2007 yang menyatakan bahwa GCS mampu
menentukan kondisi jiwa pasien sebanyak 74,8%
(Fedakar, Aydiner dan Ercan, 2007) (Irawan dkk, 2010).
Hasil observasi yang dilakukan di RS Dr. Moewardi Surakarta pada Ny. I
ditemukan adanya penurunan kesadaran secara kuantitatif dengan nilai GCS
14 dan kesadaran kualitatif composmentis. Berdasarkan latar belakang diatas
maka penulis tertarik untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah yang berjudul
5
Penerapan Instrumen Glasgow coma Scale untuk memprediksi disabilitas
pada asuhan keperawatan Ny.I dengan trauma kepala di IGD RS
Dr.Moewardi Surakarta.
B. Tujuan penulis
1. Tujuan umum
Melaporkan penerapan intrumen Glasgow Coma Scale untuk
memprediksi disabilitas pada pasien trauma kepala.
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien trauma kepala.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
trauma kepala.
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien
trauma kepala.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien trauma kepala.
e. Penulis mampu melakukan evalusi pada pasien trauma kepala.
f. Penulis mampu menganalisa Penerapan Instrumen Glasgow Coma
Scale untuk memprediksi disabilitas pada Ny. I dengan cidera kepala
C. Manfaat
1. Bagi Pasien
Dapat membantu dalam menilai tingkat penurunan kesadaran dan dapat
memprediksi disabilitas serta memberikan penanganan trauma kepala
dengan menerapkan instrumen Glasgow Coma Scale.
6
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai referensi bahwa perhitungan Glasgow Coma Scale merupakan
salah satu alternatif tindakan yang dapat di implementasikan pada pasien
trauma kepala untuk memprediksi disabilitas.
3. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Sebagai referensi dalam pengembangan dan peningkatan pelayanan
keperawatan preservice.
4. Bagi Penulis
Sebagai referensi dalam mengaplikasikan ilmu dan meningkatkan
pengalaman dalam melakukan intervensi berbasis riset dibidang
keperawatan gawat darurat.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TinjauanTeori
1. Trauma Kepala
a. Pengertian
Trauma kepala atau trauma kepitis adalah suatu ruda paksa
(trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbul kan
kelainan struktural dan gangguan fungsional jaringan otak
(Taqiyyah & Jauhar, 2013).
Trauma kepala adalah adanya deformasi yang berupa
penyimpangan pada garis tengkorak, percepatan dan perlambatan
merupakan perubahan bentuk yang dipengaruhi karena adanya
perubahan pada peningkatan percepatan dan faktor penurunan
kecepatan, serta merupakan pergerakan notasi yang mana kepala
pasien dirasakan juga oleh otak sebagai akibat dari pola tindakan
pencegahan (Musliha, 2010).
8
b. Etiologi
Penyebab terjadinya trauma kepala adalah seperti berikut:
1) Kecelakaan
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kendaraan bermotor
bertabrakan dengan kendarakan yang lain atau benda lain sehingga
menyebabkan kerusakan cedera kepala pada pengguna jalan raya.
2) Jatuh
Jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur kebawah
dengan cepat karena gravirtasi bumi, baik ketika masih gerakan
turun maupun sudah sampai ke tanah.
3) Kekerasan
Kekerasan didefinisikan sebagai suatu perbuatan seseorang atau
kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, yang
menyebabkan kerusakan fisik pada orang lain.
(Taqiyyah & Jauhar, 2013).
c. Klasifikasi
Trauma kepala dibagi menjadi dua yaitu :
1) Trauma kepala terbuka adalah luka tampak atau bersifat terbuka,
luka telah menembus sampai atau melalui dura meter.
2) Trauma kepala tertutup merupakan fragmen-fragmen tengkorak
yang masih utuh pada kepala setelah luka
(Taqiyyah & Jauhar, 2013).
9
d. Manifestasi Klinis
1) Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat
kemudian sembuh.
2) Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.
3) Mual atau muntah.
4) Gangguan tidur dan nafsu makan menurun.
5) Letargik (Taqiyyah & Jauhar, 2013).
e. Patofisiologi
Otak dapat dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen
dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel
saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya
cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh
kurang dari 20 mg%, karena akan menimbulkan koma (taqiyyah &
jauhar, 2013).
f. penatalaksanaan
1) Gegar otak ringan dan sedang biasanya diterapi dengan observasi
dan tirah baring.
2) Mungkin diperlukan ligasi pembuluh darah yang pecah melalui
pembedahan dan evakuasi hematoma.
10
3) Diperlukan debridement melalui pembedahan (pengeluaran benda
asing dan sel yang mati), terutama pada trauma kepala terbuka.
4) Antibiotik diperlukan untuk trauma kepala terbuka guna mencegah
infeksi (Taqiyyah & Jauhar, 2013).
2. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada
gangguan sistem persyarafan sehubungan dengan trauma kepala
tergatung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada
organ vital lainnya. Data yang perlu dikaji sebagai berikut:
1) Identitas pasien
Nama :
Alamat :
Umur :
Diagnosa medik :
Pendidikan :
Tanggal masuk :
Pekerjaan :
Tanggal pengkajian :
11
2) Riwayat kesehatan
Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status
kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah
kejadian.
3) Data fisik
a) Aktivitas atau istirahat
Adanya kelemahan, kaku, hilang keseimbangan.
b) Peredaran darah/sirkulasi
TD normal/berubah, N (bradikardi, takikardi, disritmia).
c) Eliminasi
Verbal dapat menahan BAB/BAK
Blader dan bowel incontentia
d) Makanan/cair
Mual atau muntah
Muntah yang memancar,masalah kesukaran menelan
e) Persyarafan/neurosensori
Pusing, kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian.
f) Kenyamanan/nyeri
Nyeri kepala yang bervariasi tekanan dan lokasi nyerinya, agak
lama.
g) Pernafasan
Perubahan pola nafas, stidor, ronchi.
12
h) Pengkajian keamanan
Ada riwayat kecelakaan.
Terdapat truma/fraktur/distrosi, perubahan penglihatan, kulit.
i) Konsep diri
Adanya perubahan tingkah laku.
Kecemasan, berdebar, bingung, dellirium.
j) Interaksi sosial
Afasia motorik/sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang ulang
(Musliha, 2010).
4) Penatalaksanaan medis dan keperawatan
a) Bedrest total.
b) Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran).
c) Pemberian obat-obatan (Musliha, 2010).
5) Pemeriksaan penunjang
a) CT Scan (dengan atau tanpa kontras): mengidentifikasi luasnya
lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan
otak. Catatan: untuk mengetahui adanya infark/iskemia jangan
dilakukan pada 24-72 jam setelah injuri.
b) MRI: Dilakukan sama seperti CT Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
c) Cerebral angiography: menunjukan anomali sirkulasi cerebral
seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi odema,
perdarahan dan trauma (Musliha, 2010).
13
6) Diagnosa keperawatan
a) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
trauma kepala.
b) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
c) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi
7) Intervensi
a) Risiko ketidak efektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
trauma kepala.
Tujuan dan kriteria hasil setelah di lakukan tindakan keperawatan
selama … x 24 jam, maka diharapakan pasien tidak mengalami
sakit kepala, mempunyai system saraf pusat dan perifer yang utuh,
terbebas dari aktifitas kejang
Rencana tindakan:
1) Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan
metode GCS
Rasional: untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien
2) Monitor tanda-tanda vital setiap 30 menit
Rasional: untuk mengetahui peningkatan sistolik dan
penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesadaran dan
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
14
3) Memberikan posisi supinasi
Rasional: supaya tidak menimbulkan penekanan pada vena
jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat
meningkatkan tekanan intrakranial
4) Kolaborasi pemberian obat sesuai advice
Rasional: untuk membantu proses penyembuhan.
b) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
Tujuan dan criteria hasil: setelah dilalukan tindakan
keperawatan selama …. X 24 jam maka diharapkan : pasien
mampu mengenali penyebab nyeri, tidak mengalami gangguan
dalam frekuensi pernafasan, melaporkan pola istirahat yang baik,
nyeri berkurang hingga berangsur hilang.
Intervensi :
a) Kaji pola nyeri dengan PQRST
Rasional: Untuk mengetahui seberapa parah nyeri yang
dirasakan pasien
b) Observasi tanda–tanda vital
Rasional: Untuk mengetahui keadaan umum pasien
c) Ajarkan tehnik non farmakologis (relaksasi nafas dalam atau
guide imagery)
Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien
d) Berikan informasi tentang nyeri
Rasional: Agar pasien tahu tentang nyeri yang di alamai
15
e) kolaborasidengandokteruntukpemberiananalgesikatauobat anti
nyeri
Rasional:Agar nyeri pasien dapat berkurang
c) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi.
Tujuan: Gangguan integritas kulit tidak terjadi.
Kriteria hasil: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
...x24 jam diharapkant idak ada tanda atau gejala infeksi, tidak ada
lesi, tidak terjadi nekrosis.
Rencana tindakan:
1) Observasi keadaan luka
Rasional: untuk mengetahui ada tidaknya tanda-tanda
terjadinya infeksi
2) Lakukan perawatan luka
Rasional: untuk mencegah terjadinya infeksi.
3) Ganti posisi pasien setiap 2 jam sekali.
Rasional: untuk mencegah terjadinya dekubitus
4) Kolaborasi pemberian obat sesuai advice
Rasional: untuk membantu proses penyembuhan
(musliha, 2010).
16
3. Disabilitas
a. Definisi
Disabilitas adalah pelemahan, keterbatasan aktivitas, dan halangan
dalam berpartisipasi. Pelemahan berarti adanya masalah yang terjadi pada
struktur atau fungsi tubuh, keterbatasan aktivitas berarti sebuah kesulitan
yang dialami seseorang dalam melakukan tugas atau aksi, sedangkan
halangan berpartisipasi berarti sebuah masalah yang dihadapi oleh
seseorang dalam menjalani hidupnya (Marjuki,2010).
Disabilitas tidak bisa dianggap sekedar masalah kesehatan.
Disabilitas adalah fenomena yang kompleks, yang mencerminkan interaksi
dari tubuh seseorang dengan masyarakat tempat ia tinggal. Mengatasi
kesulitan yang dialami orang yang mengalami disabilitas berarti
membutuhkan intervensi yang bisa menghilangkan penghalang dengan
lingkungan dan kehidupan sosial yang dihadapi (Marjuki, 2010).
Orang-orang yang mengalami disabilitas memiliki kebutuhan yang
sama atas kesehatan dengan orang yang tidak mengalaminya. Mereka juga
mungkin saja kesulitan menikmati kesehatan yang layak, bisa karena
kemiskinan, ataupun pemisahan sosial, dan juga rentan masalah kesehatan
sekunder. Disability Rating Scale, merupakan skala tunggal untuk melihat
progress perbaikan dari koma sampai kembali ke lingkungannya
(Marjuki, 2010).
Disabilitas merupakan hasil dari rangkaian diskursus yang panjang
tentang nama yang tepat bagi penyandang cacat. Istilah penyandang cacat
17
dianggap bersifat diskriminatif sehingga dirumuskan istilah disabilitas
yang dianggap lebih tepat serta menghormati hak hak penyandang cacat
sebagai individu yang bermartabat. Disabilitas merupakan suatu
ketidakmampuan tubuh dalam melakukan suatu aktifitas atau kegiatan
tertentu sebagaimana orang normal pada umumnya yang disebabkan oleh
kondisi ketidakmampuan dalam hal fisiologis, psikologis dan kelainan
struktur atau fungsi anatomi. Dahulu disabilitas lebih dikenal oleh
masyarakat dengan sebutan penyandang cacat. Disabilitas sekarang ini
sudah tidak lagi menggunakan istilah penyandang cacat, namun telah
diganti dengan istilah penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas
merupakan orang yang mempunyai keterbatasan mental, fisik, intelektual
maupun sensorik yang dialami dalam jangka waktu lama. Ketika
penyandang disabilitas berhadapan dengan hambatan maka hal itu akan
menyulitkan mereka dalam berpartisipasi penuh dan efektif dalam
kehidupan bermasyarakat berdasarkan kesamaan hak.
b. Jenis-jenis Disabilitas
Disabilitas memiliki beberapa jenis dan bisa terjadi selama masa
hidup seseorang atau sejak orang tersebut terlahir ke dunia. Jenis-jenis
disabilitas tersebut diantaranya adalah sebagai berikut.
a). Disabilitas Fisik
Disabilitas fisik merupakan gangguan pada tubuh yang membatasi
fungsi fisik salah satu anggota badan bahkan lebih atau kemampuan
motorik seseorang. Disabilitas fisik lainnya termasuk sebuah gangguan
18
yang membatasi sisi lain dari kehidupan sehari-hari. Misalnya saja
gangguan pernapasan dan juga epilepsy.
b). Disabilitas Mental
Istilah disabilitas mental biasanya sering digunakan pada anak-
anak yang memiliki kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Akan
tetapi tidak hanya itu saja, disabilitas mental juga merupakan sebuah
istilah yang menggambarkan berbagai kondisi emosional dan mental.
Gangguan kejiwaan adalah istilah yang digunakan pada saat disabilitas
mental secara signifikan mengganggu kinerja aktivitas hidup yang besar,
misalnya saja seperti mengganggu belajar, berkomunikasi dan bekerja
serta lain sebagainya.
c). Disabilitas Intelektual
Disabilitas intelektual merupakan suatu pengertian yang sangat
luas mencakup berbagai kekurangan intelektual, diantaranya juga
adalah keterbelakangan mental. Sebagai contohnya adalah seorang
anak yang mengalami ketidakmampuan dalam belajar. Dan disabilitas
intelektual ini bisa muncul pada seseorang dengan usia berapa pun.
d). Disabilitas Sensorik
Disabilitas sensorik merupakan gangguan yang terjadi pada
salah satu indera. Istilah ini biasanya digunakan terutama pada
penyandang disabilitas yang mengacu pada gangguan pendengaran,
penglihatan dan indera lainnya juga bisa terganggu.
19
e). Disabilitas Perkembangan
Disabilitas perkembangan merupakan suatu disabilitas yang
menyebabkan suatu masalah dengan pertumbuhan dan juga
perkembangan tubuh. Meskipun istilah disabilitas perkembangan
sering digunakan sebagai ungkapan halus untuk disabilitas intelektual,
itilah tersebut juga mencakup berbagai kondisi kesehatan bawaan
yang tidak mempunyai komponen intelektual atau mental, contohnya
spina bifida.
Menurut penelitian Zavonte dan Poon yang menyatakan bahwa
penilaian Glasgow Coma Scale saat pasien masuk rumah sakit
memiliki korelasi yang bermakna dengan Disability Rating Score saat
pasien keluar dari rumah sakit, sehingga dapat memprediksi disabilitas
keseluruhan sebesar 71-77% dan prediksi disabilitas sedang sampai
berat sebesar 69-83%, DRS terdiri atas 8 komponen yaitu kemampuan
membuka mata, berkomunikasi, makan, merawat diri, toileting, respon
motorik, kemampuan untuk menjalankan fungsi, dan employability
(Irawan, 2010).
20
c. Kategori Disabilitas
Kategori disabilitas menurut :
Tabel 2.1 Kategori Disabilitas
Total DR score Tingkat Disabilitas
0 Tidak ada
1 Ringan
2-3 Sebagian
4-6 Sedang
7-11 Sedang berat
12-16 Parah
17-21 Sangat parah
22-24 Keadaan tergantung
25-29 Keadaan sangat tergantung
Rappaport et al, (1982)
4. Glasgow Coma Scale (GCS)
a. Pengertian
Glasgow Coma Scale merupakan instrumen standar yang dapat
digunakan untuk mengukur tingkat kesadaran pasien trauma kepala.
Glasgow Coma Scale merupakan salah satu komponen yang digunakan
sebagai acuan pengobatan dan dasar pembuatan klinis umum untuk
pasien. Selain mudah dilakukan, GCS juga memiliki peranan penting
dalam memprediksi resiko kematian di awal trauma (Irawan dkk, 2010).
Glasgow Coma Scale sangat berperan penting dalam menentukan
keputusan klinis terhadap pasien trauma kepala salah satunya yaitu
untuk menentukan apakah pasien trauma kepala tersebut memerlukan
pemeriksaan CT scan atau tidak, hal ini untuk mengetahui hubungan
21
antara derajat trauma kepala dan gambaran CT scan kepala. Penilaian
GCS awal saat penderita datang kerumah sakit sangat penting untuk
menilai derajat kegawatan trauma kepala.
Trauma kepala sedang dan berat memerlukan pemeriksaan CT scan
untuk membantu mengambil keputusan. Trauma kepala sedang adalah
jenis trauma kepala yang dikelompokkan berdasarkan beratnya melalui
pemeriksaan GCS bernilai 9-12. Sedangkan trauma kepala berat
memiliki nilai GCS kurang dari 8. Kerusakan otak pada trauma kepala
dapat disebabenkan karena trauma kepala primer (akibat langsung) dan
skunder yang terjadi akibat proses patogis yang timbul sebagai tahap
lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak,
peningkatan intrakranial dan perubahan neurokimiawi
(irawan dkk, 2010).
Pengukuran Glasgow Coma Scale (GCS), selain memiliki peranan
dalam mengukur tingkat kesadaran juga sebagai dasar pembuatan
keputusan klinis umum untuk pasien, GCS juga berguna dalam
memprediksi risiko kematian di awal trauma. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Fedakar, Aydiner, dan Ercan pada tahun
2007 yang menyatakan bahwa GCS mampu menentukan kondisi jiwa
pasien sebanyak 74,8%
(Fedakar, Aydiner dan Ercan, 2007) (irawan dkk, 2010).
Glasgow Coma Scale atau GCS adalah skala yang di pakai untuk
menentukan atau menilai tingkat kesadaran pasien, mulai dari keadaan
22
sadar penuh hingga keadaan koma. Pada pemeriksaan kesadaran atau
GCS, ada 3 fungsi yaitu :
1) E:eyes/mata nilai total 4
2) V:verbal nilai total 5
3) M:motoric /gerak nilai total 6
Tingkat kesadaran sangat penting pada pasien cedera kepala.
Glasglow Coma Scale sudah digunakan secara luas untuk menetukan
tingkat kesadaran penderita Glasglow Coma Scale meliputi :
1) Eye/mata
4: Spontan membuka mata
3: Membuka mata dengan perintah suara
2: Membuka mata dengan rangsangan nyeri
1: Tindak membuka mata dengan rangsangan apapun
2) Verbal
5: Berorientasi baik
4: Bingung (bias membentuk kalimat tapi arti keseluruhan kacau)
3: Bisa membentuk kata tapi tidak bisa membentuk kalimat
2: Bisa mengeluarkan suara yang tidak memiliki arti
1: Tidak bersuara
3) Motoric
6: Menurut perintah
5: Dapat melokalisir rangsangan nyeri
4: Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak
23
3: Menjauhi rangsangan nyeri
2: Ekstensi spontan
1: Tidak ada gerakan
Keterangan:
a) GCS 14-15 adalah trauma kepala ringan yaitu jika GCS antara 15-
13, dapat terjadi kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit,
contusion atau hematoma.
b) GCS 9-13 adalah trauma kepala sedang yaitu jika nilai GCS
antara 9-12, hilang kesadaran antara 30 menit sampai 24jam dapat
disertai fraktur tengkorak, disorientasi ringan.
c) GCS 3-8 adalah trauma kepala berat jika GCS antara 3-8, bila
hilang kesadaran lebih dari 24jam, biasanya disertai contusion
laserasi atau adanya hematoma dan edema serebral.
(Kartikawati, 2013).
24
B. Kerangka Teori
(Musliha, 2010)
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Klasifikasi trauma kepala:
1. Trauma kepala
terbuka
2. Trauma kepala
tertutup
Glasgow Coma
Scale (GCS)
Trauma Kepala
Etiologi trauma kepala:
1. Kecelakaan
2. Jatuh
3. Kekrasan
Manifestasi klinis:
1. Mual muntah
2. Sakit kepala
3. Letargi
4. Gangguan tidur
5. Penurunan kesadaran
Penatalaksanaan :
1. Bedrest total
2. Observasi tanda-tanda vital
(GCS dan tingkat kesadaran)
3. Pemberian obat-obatan
25
C. Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Glasgow Coma
Scale (GCS)
Risiko ketidkefektifan perfusi
jaringan otak berhubungan
dengan trauma kepala
26
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI
A. Subyek Aplikasi Riset
Subyek dari karya tulis ilmiah ini adalah pasien dengan trauma kepala di
RS Dr.Moewardi Surakarta.
B. Tempat dan Waktu
Tempat : IGD RS Dr.Moewardi Surakart.
Waktu : 16 Maret 2015.
C. Media dan Alat yang Digunakan
GCS: Glasgow Coma Scale (GCS).
Alat ukur: Disability Rating scale.
D. Prosedur Tindakan
a. Fase Orientasi
1. Memberi salam atau menyapa klien
2. Memperkenalkan diri menjelaskan prosedur tindakan
3. Menjelaskan langkah prosedur.
b. Fase Kerja
1. Mencuci tangan
2. Melakukan uji respon membuka mata
27
3. Melakukan uji respon verbal
4. Melakukan uji respon motorik
5. Merapikan pasien
6. Mencuci tangan
7. Menilai dan menuliskan hasil pemeriksaan dengan benar
c. Fase Terminasi
1. Mengevaluasi tindakan.
2. Menyampaikan rencana tindak lanjut.
3. Berpamitan.
d. Penampilan selama tindakan
1. Ketenangan selama melakukan tindakan.
2. Melakukan komunikasi terapeutik selama tindakan.
3. Keamanan klien selama tindakan.
28
E. Alat ukur
Tabel 3.1 Disabilitas Rating Scale
Kategori Item Perintah Nilai
Kesadaran Membuka mata 0 = Spontan
1 = Dirangsang
dengan kata-kata
2 = Dirangsang
dengan nyeri
3 = Tidak ada respon.
Kemampuan
komunikasi
0 = Berorientasi baik
1 = Bingung
2 = Bisa membentuk
kata tapi tidak bisa
membentuk kalimat
3 = Bisa
mengeluarkan suara
tetapi tidak bisa di
mengerti
4 = Tidak ada suara
Respon motorik 0 = Mengikuti peritah
1 = Melokalisasi nyeri
2 = Menggambarkan
nyeri
3 = Menjauhi
rangsangan
4 = Ekstensi spontan
5 = Tidak ada gerakan
Kemampuan
kognitif untuk
perawatan diri
Makan 0 = Lengkap
1 = Parsial
2 = Minimal
3 = Tidak ada
Toileting 0 = Lengkap
1 = Parsial
2 = Minimal
3 = Tidak ada
Berpakaian 0 = Lengkap
1 = Parsial
2 = Minimal
3 = Tidak ada
Ketergantungan
pada orang lain
Tingkat fungsi 0 = mandiri
1 = Tergantung dalam
hal terbatas
2 = Sedikit tergantung
3 = Cukup tergantung
4 = Tergantung
5 = Tergantung total
Adaptasi psikososial Pekerjaan 0 = Tidak terbatas
1 = Pekerjaan yang
dipilih
2 = Bakat tersembunyi
3 = Tidak kerja
Total DR score
Sumber : Rappaport et al., (1982).
29
Kategori Disabilitas:
Tabel 3.2 Kategori Disabilitas
Total DR score Tingkat Disabilitas
0 Tidak ada
1 Ringan
2-3 Sebagian
4-6 Sedang
7-11 Sedang berat
12-16 Parah
17-21 Sangat parah
22-24 Keadaan tergantung
25-29 Keadaan sangat tergantung
Sumber : Rappaport et al., (1982).
30
BAB IV
LAPORAN KASUS
Pada bab ini penulis menjelaskan tentang aplikasi jurnal penerapan
instrumen Glasgow Coma Scale dengan Asuhan Keperawatan Ny.I pada
trauma kepala di Ruang IGD RS. Dr.Moewardi Surakarta. Asuhan
keperawatan Ny.I meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
sesuai masalah keperawatan, implementasi yang telah dilakukan dan
evaluasi. Pengkajian dilakukan pada tanggal 16 Maret 2015 pukul 11.37
WIB dengan menggunakan metode autoanamnesa dan allowanamnesa.
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Hasil pengkajian diperoleh data antara lain nama klien Ny.I, usia 24
tahun beragama Islam pendidikan terakhir Sarjana (S1) pekerjaan
sebagai wiraswasta beralamat di Dayu Gondangrejo Karanganyar,
dirawat di RS Dr.Moewardi Surakarta dengan diagnosa medis trauma
otak ringan, dengan nomor registrasi 0129xxxx. Identitas penanggung
jawabnya adalah Tn.S berusia 32 tahun, pendidikan terakhir sekolah
menengah atas (SLTA), pekerjaan swasta, alamat di Dayu
Gondangrejo, Karanganyar, hubungan dengan klien sebagai suami.
31
2. Pengkajian Primer
Pengkajian dilakukan pada tanggal 16 Maret 2015 jam 11.37
WIB dengan metode Autoanamnesa dan Allowanamnesa didapatkan
pasien dengan pengkajian primer ABCD, pada pengkajian airway
didapatkan jalan nafas pasien tampak paten, tidak ada lidah jatuh, tidak
ada benda asing pada jalan nafas, tidak ada edema pada mulut, tidak
ada masalah pada laring, diafragma, suara stridor, tidak gurgling atau
wheezing pada pengkajian breathing pola nafas teratur, RR 22
kali/menit, tidak ada bunyi nafas tambahan, tidak menggunakan otot
bantu nafas, terpasang O2 nasal kanul, pada pengkajian circulation
nadi 84 kali/menit, TD 120/80 mmHg, RR 22 kali/menit, suhu 37ºC,
akral hangat, warna kulit sawo matang, tidak ada perdarahan eksternal
pada pengkajian disability kesadaran pasien didapatkan hasil respon
mata 4, respon motorik 6, dan respon verbal 4 didapatkan nilai
Glaslow Coma Scale (GCS) adalah 14 dan data pengkajian exposure
suhu 37ºC serta terdapat luka robekan pada dagu dan kaki pada kaki
kanan.
3. Pengkajian Sekunder
Keluhan utama yang dirasakan pasien berdasarkan history
SAMPLE adalah dengan data subyektif pasien mengatakan nyeri pada
bagian kepala pada pengkajian alergi pasien mengatakan tidak ada
alergi pada makanan dan obat pada pengkajian medikasi pasien
mengatakan tidak sedang menggunakan obat apapun riwayat penyakit
32
sebelumnya pasien mengatakan belum pernah masuk rumah sakit
sebelumnya, pengkajian last meal pasien mengatakan makan terakhir
adalah malam hari sebelum jatuh dan masuk rumah sakit serta dalam
data pengkajian event leading sebelum datang ke IGD RS Dr.
Moewardi, keluarga pasien mengatakan pasien sebelum jam 08.00
WIB pasien pergi ke pasar dengan kakak dan keponakanya, setelah
pulang dari pasar pasien ditabrak motor dari samping dan tidak
memakai helm setelah itu pasien pingsan dan dibawa ke puskesmas
Gondangrejo dan sudah diberikan tindakan jahit luka dagu sepanjang 4
cm, setelah sadar pasien muntah sedikit dan dirujuk ke RS
Dr.Moewadi sampai di IGD pasien tampak bingung bertanya berulang
ulang dan mengatakan kepalanya nyeri. pasien mengatakan nyeri pada
bagian kepala sebelah kiri, nyeri kepala karena kecelakaan, pasien
mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri pada bagian kepala
sebelah kiri,pasien mengatakan nyeri kepala skala 4, pasien
mengatakan nyeri saat duduk dan hilang timbul kurang lebih 5 menit
Riwayat penyakit dahulu keluarga pasien mengatakan belum
pernah masuk rumah sakit, kalau sakit cukup minum obat beli dari
apotik terdekat dan hasil pemeriksaan fisik dari keadaan atau
penampilan umum dengan kesadaran klien composmentis. Hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital sebagai berikut, dengan tekanan darah
120/80 mmHg, nadi 84 kali permenit, respirasi 22 kali permenit, suhu
37ºC. Bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih bersih dan tidak
33
ada ketombe rambut hitam. Hasil pemeriksaan muka dari mata
palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik,
pupil isokor, diameter kanan dan kiri simetris 2mm, reflek cahaya
positif dan tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Pemeriksaan
hidung tidak ada secret, tidak ada polip dan tampak bersih.
Pemeriksaan mulut membran mukosa sedikit kering dagu terdapat jahit
luka 4cm. Hasil dari pemeriksaan gigi didapatkan tidak terpasang gigi
palsu dan gigi tampak bersih, pemeriksaan telinga didapat kan hasil
bentuk simetris dan tidak ada serumen yang keluar dari telinga.
Pemeriksaan leher didapatkan hasil tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid.
Pemeriksaan dada paru didapatkan hasil inspeksi bentuk dada
simetris. Palpasi vocal premitus kanan dan kiri sama, perkusi vesikuler
di seluruh lapang paru dan auskultasi tidak ada suara nafas tambahan
dan vesikuler di seluruh lapang paru.Pemeriksaan dada jantung
didapatkan hasil pengkajian inspeksi ictus cordis tidak tampak. Palpasi
ictus cordis teraba di intercosta 3. Perkusi pekak diseluruh lapang
dada. Auskultasi bunyi jantung I-II murni, reguler dan lup-dup.
Pemeriksaan abdomen didapatkan hasil tidak ada jejas, bentuk
datar dan umbilikus bersih pada saat di inspeksi,pada saat di auskultasi
bising usus terdengar 30 kali permenit. Perkusi bunyi timpani di
kuadran 3, dan tidak ada nyeri tekan pada saat di palpasi. Pada
pemeriksaan genetalia, bersih dan tidak terpasang kateter. Pada saat
34
pemeriksaan ekstermitas atas kanan dan kiri mampu melawan
gravitasi, kekuatan otot penuh, capilary refile kurang dari 2 detik serta
tidak ada perubahan bentuk tulang dan pada ekstermitas bawah kanan
dan kiri mampu melawan gravitasi,kekuatan otot penuh, capilary refile
kurang dari 2 detik dan tidak ada perubahan bentuk tulang.Riwayat
penyakit keluarga, pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara
dimana ayah dan dan keluarga lain tidak ada yang memiliki riwayat
penyakit yang sama dengan pasien.
35
Ny.I, 24 th
Keterangan:
: meninggal : garis keturunan
: laki-laki : pasien
: perempuan : tinggal
Gambar 4.1 Genogram.
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 12 maret 2015 jam 12.09 WIB
di dapatkan hasil hemoglobin 13,7 g/dl normal (13,5-17,5), hematokrit 38 %
normal (33-34), leokosit 15,1 ribu/uL normal (4,5-11,0), trombosit
250ribu/uL normal (150-450), Golongan darah O, HBSAg nonreactive.
36
B. Perumusan Masalah Keperawatan
Setelah dilakukan analisa terhadap data pengkajian diperoleh data
subjektif antara lain keluarga pasien mengatakan pasien bertanya
berulang-ulang tentang keponakanya. Data obyektif yang diperoleh pasien
tampak kebingungan, tampak benjolan pada kepala bagian kiri, nilai GCS
14 dimana eyes 4, verbal 4, motoric 6, kesadaran composmentis, pasien
selalu bertanya-tanya tentang keponakanya. Berdasarkan analisa data
menunjukkan data bahwa risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
merupakan prioritas masalah utama, sehingga dapat di tegakkan diagnosa
keperawatan yang sesuai Nanda (2012) yaitu trauma kepala, diseksi arteri,
neoplasma otak. Diagnosa keperawatan yaitu risiko ketidakektifan perfusi
jaringan otak berhubungan dengan trauma kepala.
Setelah dilakukan analisa terhadap data pengkajian diperoleh data
subjektif antara lain pasien mengatakan nyeri pada bagian kepala sebelah
kiri, nyeri kepala karena kecelakaan, pasien mengatakan nyeri seperti
ditusuk-tusuk, nyeri pada bagian kepala sebelah kiri, pasien mengatakan
nyeri kepala skala 4, pasien mengatakan nyeri saat duduk dan hilang
timbul kurang lebih 5 menit. Data obyektif diperoleh pasien tampak
meringis kesakitan, pasien tampak memegangi kepalanya, TD: 120/80
mmHg, nadi: 84 kali/menit, RR: 22 kali/menit, suhu: 37ºC. Berdasarkan
analisa data menunjukan data bahwa nyeri akut adalah masalah kedua,
sehingga dapat ditegakkan diagnosa keperawatan sesuai batasan
karakterestik nyeri akut menurut NANDA, (2012) yaitu melaporkan nyeri
37
secara verbal, perubahan posisi untuk menghindari nyeri. Diagnosa
keperawatan yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
Setelah dilakukan analisa terhadap data pengkajian diperoleh data
subjektif antara lain pasien mengatakan dagu dan kakinya perih. Data
obyektif diperoleh terdapat luka robekan pada dagu, terdapat jahit luka
pada dagu sepanjang 4cm, dan terdapat luka bekas kenalpot di kaki kanan.
Berdasarkan analisa data bahwa kerusakan integritas kulit adalah masalah
keperawatan ketiga, sehingga dapat ditegakan diagnosa keperawatan
sesuai batasan karakteristik kerusakan integritas kulit menurut NANDA,
(2012). Yaitu kerusakan lapisan kulit, gangguan permukaan kulit, dan
invasi struktur tubuh. Diagnosa keperawatan yaitu kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan medikasi.
C. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan dari masalah keperawatan pada tanggal 16 maret 2015
penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan
asuhan keperawatan pada Ny.I dengan diagnosa resiko ketidakektifan
perfusi jaringan otak berhubungan dengan trauma kepala dengan tujuan
dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x6 jam
klien dapat mempertahankan tingkat kesadaran, tekanan darah stabil, tidak
terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial. Intervensi yang dilakukan
yaitu mengobservasi tanda-tanda vital (TTV) untuk mengetahui tanda-
tanda vital, observasi GCS untuk mengetahui adanya kecenderungan pada
38
tingkat kesadaran, berikan O2 3 liter/menit untuk memperlancar
pernafasan, kolaborasi pemberian obat ketorolak 30 mg/6jam untuk
membantu proses penyembuhan.
Perencanaan dari masalah keperawatan dari masalah keperawatan
pada tanggal 16 maret 2013 penulis menyusun suatu intervensi sebagai
tindak lanjut pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.I dengan diagnosa
keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik. dengan
tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1x6 jam pasien dapat menunjukkan skala nyeri berkurang dari 4 menjadi
3-0, ekspresi wajah rileks, pasien merasa nyaman.
Intervensi yang dilakukan yaitu kaji skala nyeri untuk mengetahui
tingkat nyeri, berikan posisi supinasi untuk memberikan rasa nyaman,
ajarkan relaksasi nafas dalam untuk mengurangi rasa nyeri, kolaborasi
pemberian obat ketorolak 30 mg/6jam untuk membantu proses
penyembuhan.
Perencanaan dari masalah keperawatan dari masalah keperawatan
pada tanggal 16 maret 2013 penulis menyusun suatu intervensi sebagai
tindak lanjut pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.I dengan diagnosa
keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi
dengan tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x6 jam pasien dapat menunjukkan tidak ada tanda-tanda gejala
infeksi, tidak ada lesi, tidak terjasi nekrosis.
39
Intervensi yang dapat dilakukan yaitu observasi luka yang tertutup
jahitan untuk mengetahui tingkat luka, bersihkan luka dengan nacl untuk
mencegah infeksi, kolaborasi dengan dokter pemberian gentamicin 0,1%
untuk membantu penyembuhan luka.
D. Implementasi
Tindakan keperawatan dilakukan untuk mengatasi masalah
keperawatan utama berdasarkan rencana tindakan tersebut maka dilakukan
tindakan keperawatan pada tanggal 16 Maret 2015 sebagai tindak lanjut
pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.I resiko ketidakefektifan perfusi
jaringan otak berhubungan dengan trauma kepala. Dilakukan implementasi
yaitu pengkajian pada pasien kelolaan, jam 12.10 WIB memberikan posisi
supinasi untuk memberikan rasa nyaman pada pasien, pasien mengatakan
bersedia, pasien tampak nyaman. Pada jam 12.13 WIB mengobservasi
TTV untuk mengetahui tanda-tanda vital, pasien mengatakan bersedia
TD:120/80 mmHg, nadi:84x/menit, RR:22x/menit, suhu:37ºC. Pada jam
12.15 WIB memberikan O2 3liter/menit paien mengatakan bersedia,
terpasang nasal kanul 3liter/menit, 12.20 WIB menerapkan instrumen
GCS, pasien bertanya berulang ulang dan tampak bingung GCS:14 E:4
V:4 M:6, mengkolaborasikan dengan dokter pemberian obat,pasien
mengatakan bersedia.
Tindakan keperawatan dilakukan untuk mengatasi masalah
keperawatan kedua berdasarkan rencana tindakan tersebut maka dilakukan
40
tindakan keperawatan pada tanggal 16 Maret 2015 sebagai tindak lanjut
pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.I dengan nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik dilakukan implementasi yaitu pada
pukul 12.20 WIB mengkaji skala nyeri, pasien mengatakan nyeri pada
dagu dan kaki kanan terdapat luka di kaki kanan,terdapat jahitan di dagu
4cm, pukul 12.30 WIB mengajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam, pasien
bersedia diajarkan pasien tampak mengikuti apa yang diajarkan, pukul
12.30 WIB mengkolaborasikan dengan dokter dalam pemberian obat,
pasien bersedia diberikan obat, obat masuk lewat iv.
Tindakan keperawatan dilakukan untuk mengatasi masalah
keperawatan kedua berdasarkan rencana tindakan tersebut maka dilakukan
tindakan keperawatan pada tanggal 16 Maret 2015 sebagai tindak lanjut
pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.I dengan kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan medikasi dilakukan implementasi yaitu pada
pukul 12.40 WIB membersihkan luka dengan nacl, pasien mengatakan
bersedia lukanya dibersihkan, luka tampak bersih. Pukul 12.45 WIB
mengkolaborasikan dengan dokter pemberian obat gentamicin 0,1%,
pasien mengatakan mau diberikan obat, obat dioleskan pada kaki.
E . Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 16 maret 2015
dilakukan evaluasi keperawatan dengan data subyektif yaitu keluarga
pasien mengatakan pasien sudah tidak bertanya berulang-ulang tentang
41
keponakannya, data obyektif pasien sudah tidak tampak bingung, nilai
GCS verbal 5, kesadaran pasien composmentis. Masalah teratasi sebagian
dan dilanjutkan intervensi yaitu mengobservasi GCS, mengobservasi
tanda-tanda vital, memberikan O2 3 liter/menit, kolaborasi pemberian obat
dengan dokter.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 16 maret 2015
dilakukan evaluasi keperawatan dengan data subjektif yaitu pasien
mengatakan nyeri pada kepala, pasien mengatakan nyeri seperti tertusuk-
tusuk, nyeri pada bagian kepala sebelah kiri, skala nyeri 4, pasien
mengatakan nyeri hilang timbul dan bila di buat duduk lebih dari 5 menit.
Data obyektif yang diperoleh yaitu, pasien tampak meringis kesakitan,
TD: 120/80 mmHg, nadi: 84x/menit, RR: 22x/menit, suhu: 37°C, terdapat
luka jahitan di dagu sepanjang 4 cm, masalah teratasi sebagian dan
dilanjutkan intervensi yaitu kaji skala nyeri, berikan posisi supinasi,
ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat.
Setelah dilakukan tindakan pada tanggal 16 maret 2015 dilakukan
evaluasi keperawatan dengan data subjektif, pasien mengatakan dagu dan
kakinya perih. Data objektif yang diperoleh, pasien terdapat luka robekan
pada dagu, terdapat jahitan 4cm di dagu, dan terdapat luka bekas kenalpot
di sebalah kanan. Masalah teratasi sebagian dan lanjutkan intervensi
pantau luka yang terdapat jahitan bersihkan luka dengan anti septik,
kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian obat.
42
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis membahas tentang asuhan keperawatan pada Ny.I
dengan trauma otak ringan. Dalam melakukan proses keperawatan yang mana
menjadi prinsip dari pembahasan asuhan keperawatan Ny.I yang terdiri dari
tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,
implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap pertama atau primer yang dilakukan
penulis untuk menentukan diagnosa keperawatan dan intervensi sehingga
dapat dilakukan tindakan keperawatan atau implementasi yang kemudian
pasien mendapatkan peningkatan status kesehatan. Pengkajian yang
dilakukan secara fokus dan berkesinambungan akan menghasilkan data yang
akurat yang mana akan dibutuhkan perawat untuk menentukan diagnosa
keperawatan dan implementasi keperawatan. Tujuan dari pengkajian adalah
untuk memberikan paduan dari hasil pengkajian yang telah diperoleh agar
dapat menentukan diagnosa keperawatan serta tindakan atau implementasi
keperawatan (Kartikawati, 2011).
Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan menjadi dua, yaitu:
pengkajian primer dan pengkajian sekunder. Tahapan pengkajian primer
meliputi A: Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas
43
disertai kontrol servikal. B: Breathing, mengecek pernafasan dengan tujuan
mengelola pernafasan agar oksigenasi adekuat. C: Circulation, mengecek
sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan. D: Disability, mengecek status
neurologis. E: Exposure, mengecek ada tidaknya cedera atau kelainan
(Holder, 2002).
Pengkajian sekunder meliputi subyektif: berisi keluhan utama yang
dirasakan pasien, alergi: kaji adanya alergi terhadap makanan atau obat-
obatan tertentu, medikasi: kaji penggunaan obat yang sedang atau pernah
dikonsumsi, riwayat penyakit sebelumnya: riwayat penyakit sebelumnya yang
berhubungan dengan sekarang, last meal: berisi hasil pengkajian makanan
atau minuman terakhir yang dikonsumsi oleh pasien sebelum datang ke IGD
atau kejadian, event leading: berisi kronologi kejadian, lamanya gejala yang
dirasakan, penanganan yang telah dilakukan, gejala lain yang dirasakan,
lokasi nyeri atau keluhan lain yang dirasakan (Holder, 2002).
Data pengkajian yang diperoleh pada kasus Ny. I yaitu penulis
menggunakan metode wawancara, observasi, serta catatan dari rekam
medik. Hasil pengkajian yang ada dalam teori dan ditemukan pada kasus
Ny. I yaitu airway didapatkan jalan nafas pasien paten, tidak ada lidah jatuh,
tidak ada benda asing pada jalan nafas, tidak ada edema dalam mulut, tidak
ada masalah pada laring, diafragma, suara stridor, tidak ada gurgling atau
wheezhing.
Pada pengkajian breathing pola nafas teratur, RR 22x/menit, tidak
ada bunyi nafas tambahan, tidak ada penggunaan otot bantu nafas, terpasang
44
oksigen nasal kanul O2 3liter/menit. Nasal kanul atau kanula nasal (prongs)
merupakan alat sederhana untuk pemberian oksigen dengan memasukkan
dua cabang kecil kedalam hidung. Kanula nasal/nasal kanul berguna untuk
memberikan kira-kira 24-44 % oksigen dengan kecepatan aliran 1-6 L/menit
(aliran yang lebih dari 6L/menit tidak menghantarkan oksigen lebih
banyak). Kanula nasal mudah dipasang dan tidak mengganggu kemampuan
klien untuk makan atau berbicara. Kanula nasal juga relatif nyaman karena
memungkinkan kebebasan pergerakan dan toleransi dengan baik oleh klien
(Budiarti, 2012).
Pada pengkajian circulation nadi 84x/menit, TD 120/80 mmHg,
respirasi 22 x/menit, warna kulit sawo matang, tidak ada perdarahan
eksternal. Perdarahan dapat dibedakan menjadi dua yaitu perdarahan
eksternal dan perdarahan internal. Perdarahan eksternal adalah perdarahan
yang berasal dari luka terbuka sehingga dapat dilihat. Sedangkan perdarahan
internal adalah perdarahan yang terjadi pada luka tertutp sehingga sulit
untuk di identifikasi (Alton, 2011).
Pada pengkajian disability tingkat kesadaran composmentis, nilai GCS
14 dengan respon eyes 4 respon verbal 4 respon motoric 6 reaksi pupil
positif terhadap cahaya, pupil isokor 2mm. Kesadaran composmentis yaitu
kesadaran normal, sadar penuh, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan disekelilingnya dengan tepat. Perubahan tingkat kesadaran dapat di
akibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam lingkungan kimia
otak seperti keracunan, kekurangan oksigen, dan tekanan berlebihan di
45
dalam rongga tulang kepala. Salah satu cara untuk mengukur tingkat
kesadaran yaitu dengan menggunakan nilai GCS (Glasgow Coma Scale).
GCS dipakai untuk menentukan derajat cedera kepala. Nilai GCS meliputi
reflek membuka mata, respon verbal, dan respon motorik. Apabila nilai
GCS kurang dari 13, maka seseorang dikatakan mengalami cedera kepala
yang menunjukan adanya penurunan kesadaran. Metode lain untuk
mengukur tingkat kesadaran yaitu dengan menggunakan sistem APVU
dimana pasien diperiksa apakah tingkat kesadaran baik (alert), berespon
dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri atau
(unresponsive) (Syarif,2009)
Pengkajian exsposure data yang didapat Ny.I terpasang infus pada
ekstremitas atas bagian kiri, kontrol lingkungan di sekitar aman, suhu 37ºC,
serta terdapat luka robek pada dagu dan kaki kanan. luka robek (vulnus
laceratum) adalah luka dengan tepi yang tidak beraturan atau compang
camping biasanya karena terikan atau goresan benda tumpul. Luka robek
merupakan jenis kekerasan benda tumpul (blunt force injury) yang merusak
atau merobek kulit (epidermis dan dermis) dan jaringan dibawahnya (lemak,
folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasae) (Padilla, 2009).
Hasil pengkajian selanjutnya yang didapat pada ny.I yaitu keadaan
umum pasien baik, kesadaran composmentis, pemeriksaan tanda-tanda vital
diperoleh TD 120/80 mmHg, nadi 84x/menit dengan irama teratur dan kuat,
respirasi 22 x/menit dengan irama teratur dan kuat, suhu 37ºC. Pengkajian
yang dilakukan pada Ny. I dengan menggunakan sistem AMPLE dimana
46
didapatkan data pengkajian alergi pada Ny. I tidak ada alergi terhadap obat-
obatan makanan, lingkungan maupun cuaca. Medikasi pasien mengatakan
tidak sedang menggunakan obat apapun. Riwayat penyakit sebelumnya
pasien mengatakan belum pernah masuk rumah sakit sebelumnya. Last meal
pasien mengatakan teakhir makan malam hari dengan nasi lauk dan sayuran.
Event leading pada tanggal 16 maret 2015 pasien datang je IGD RS dr.
Moewardi, keluarga pasien mengatakan pasien sebelum jam 08.00 WIB
pasien pergi ke pasar dengan kakak dan keponakannya, setelah pulang dari
pasar pasien ditabrak motor dari samping dan tidak memakai helm setelah
itu pasien pingsan dan dibawa ke puskesmas Gondangrejo dan sudah
diberikan tindakan jahit luka pada dagu sepanjang 4cm, setelah sadar pasien
muntah sedikit dan dirujuk ke RS dr. Moewardi Surakarta sampai di IGD
pasien tampak bingung bertanya-tanya tentang keponakannya dan
mengatakan kepalanya nyeri. Pengkajian nyeri yang digunakan penulis
adalah dengan pendekatan PQRST. Dimana P: provoking/palliative adalah
merupakan penyebab nyeri dan upaya untuk mengurangi nyeri yang telah
dilakukan pasien, Q: Quality merupakan karakter nyeri yang seperti apa
yang dirasakan oleh pasien misal seperti ditusuk, tersayat, terkena api,
terindih benda berat, R: Region adalah daerah yang terjadi nyeri, S: scale
merupakan tingkat keparahan nyeri, T: Time adalah waktu dan penyebab
nyeri ketika nyeri itu muncul dan berapa durasi nyeri yang dialami oleh
pasien (Kartikawati, 2011). Hasil pengkajian nyeri didapatkan pada Ny.I
yaitu provoking/palliative nyeri pada kepala karena benturan saat
47
kecelakaan, pasien. Quality seperti ditusuk-tusuk. Region di kepala bagian
kiri dengan skala nyeri 4. Time nyeri hilang timbul selama kurang lebih 5
menit.
Pemeriksaan fisik adalah metode pengumpulan data yang sistematik
dengan memakai indra penglihatan, pendengaran, penciuman, dan rasa
untuk mendeteksi masalah kesehatan klien. Untuk pemeriksaan fisik
perawat menggunkan teknik inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi
(Craven & hirnle, 2000). Inspeksi adalah suatu tindakan pemeriksa dengan
menggunakan indera penglihatannya untuk mendeteksi karakteristik normal
atau tanda tertentu dari bagian tubuh atau fungsi tubuh pasien. Inspeksi
digunakan untuk mendeteksi bentuk, warna, posisi, ukuran, tumor dan
lainnya dari tubuh pasien (Ambarwati, 2010). Palpasi adalah suatu tindakan
pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan penekanan bagian tubuh
dengan menggunakan jari atau tangan. Palpasi dapat digunakan untuk
mendeteksi suhu tubuh, adanya getaran, pergerakan, bentuk, kosistensi dan
ukuran. Rasa nyeri tekan dan kelainan dari jaringan/organ tubuh. Dengan
kata lain bahwa palpasi merupakan tindakan penegasan dari hasil inspeksi,
disamping untuk menemukan yang tidak terlihat (Ambarwati, 2010).
Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi
getaran/ gelombang suara yang dihantarkan kepermukaan tubuh dari bagian
tubuh yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan ketokan jari atau
tangan pada permukaan tubuh. Perjalanan getaran/ gelombang suara
tergantung oleh kepadatan media yang dilalui. Derajat bunyi disebut dengan
48
resonansi. Karakter bunyi yang dihasilkan dapat menentukan lokasi, ukuran,
bentuk, dan kepadatan struktur di bawah kulit. Sifat gelombang suara yaitu
semakin banyak jaringan, semakin lemah hantarannya dan udara/ gas paling
resonan (Ambarwati, 2010). Aukultasi adalah suatu tindakan pemeriksaan
dengan mendengarkan bunyi yang terbentuk di dalam organ tubuh. Hal ini
dimaksudkan untuk mendeteksi adanya kelainan dengan cara
membandingkan dengan bunyi normal. Auskultasi yang dilakukan di dada
untuk mendengar suara napas dan bila dilakukan di abdomen mendengarkan
suara bising usus (Ambarwati, 2010).
Hasil pemeriksaan fisik paru-paru pada Ny.I didapatkan hasil inspeksi
bentuk dada simetris. Palpasi vocal premitus kanan dan kiri sama.
Pemeriksaan perkusi terdengar vasikuler di seluruh lapang paru dan dan
tidak ada suara nafas tambahan. Hasil pemeriksaan dada jantung didapatkan
hasil inspeksi ictus cordis tidak tampak. Palpasi ictus cordis teraba di
intercosta 3. Pemeriksaan perkusi pekak seluruh lapang dada, auskultasi
bunyi jantung I-II murni, reguler dan dup-lup. Pemeriksaan fisik abdomen
didapatkan hasil inspeksi bentuk datar, tidak ada jejas, tidak ada penonjolan
umbilikus. Auskultasi bising usus 30x/menit. Pemeriksaan auskultasi
abdomen berguna untuk memperkirakan gerakan usus, dan kemungkinan
adanya gangguan vaskuler. Perkusi pada kuadran pertama terdengar organ
hati suara redup, pada kuadran dua terdapat organ lambung suara timpani,
pada kuadran tiga dan empat terdapat organ usus dan ginjal suara timpani.
Perkusi berguna untuk orientasi abdomen, untuk memperkirakan ukuran
49
hepar, menemukan asites, mengetahui apakah suatu masa padat atau kistik,
dan untuk mengetahui adanya udara pada lambung dan usus. Palpasi tidak
ada nyeri tekan (Mubarak, 2007).
Pada pemeriksaan genetalia, bersih dan tidak terpasang kateter. Pada
saat pemeriksaan ekstermitas atas kanan dan kiri mampu melawan gravitasi,
kekuatan otot penuh, capilary refile kurang dari 2 detik serta tidak ada
perubahan bentuk tulang dan pada ekstermitas bawah kanan dan kiri mampu
melawan gravitasi, kekuatan otot penuh, capilary refile kurang dari 2 detik
dan tidak ada perubahan bentuk tulang.
Riwayat kesehatan klien diawali dengan mengumpulkan informasi
tentang data biografiyaitu mencakup nama, usia, jenis kelamin, dan situasi
kehidupan klien. Mewawancarai klien dan keluarga dan fokuskan pada
manifestasi klinik tentang keluhan utama, peristiwa yang mengarah pada
kondisi saat ini, riwayat kesehatan terdahulu, riwayat keluarga, dan riwayat
psikososial. Pengkajian pada keluarga juga terdapat genogram yaitu suatu
alat bantu berupa peta skema (visual map) dari silsilah keluarga pasien
yang berguna bagi pemberi layanan kesehatan untuk segera mendapatkan
informasi tentang nama anggota keluarga pasien, kualitas hubungan antar
anggota keluarga, riwayat penyakit keturunan (Harnilawati, 2013).
Riwayat penyakit keluarga, pasien merupakan anak kedua dari 2
bersaudara dimana ayah dan dan keluarga lain tidak ada yang memiliki
riwayat penyakit yang sama dengan pasien.
50
B. Analisa Data
Analisa data adalah pengelompokan data-data klien atau keadaan
tertentu dimana klien mengalami permasalahan kesehatan atau keperawatan
berdasarkan kriteria permasalahnnya. Pengelompokan data dapat disusun
berdasarkan pola respon manusia (taksonomi NANDA) dan atau pola fungsi
kesehatan (Gordon, 1982).
Analisa data dari Ny. I berdasarkan pengkajian didapatkan data
subjektif antara lain keluarga pasien mengatakan pasien bertanya berulang-
ulang tentang keponakanya. Data obyektif yang diperoleh pasien tampak
kebingungan, tampak benjolan pada kepala bagian kiri, nilai GCS 14
dimana eyes 4, verbal 4, motoric 6, kesadaran composmentis dan nilai DRS
1 yaitu respon mata 0, kemampuan berkomunikasi1, dan respon motorik 0
tersebut termasuk dalam kategori disabilitas ringan, pasien selalu bertanya-
tanya tentang keponakanya. Berdasarkan analisa data menunjukkan data
bahwa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak merupakan prioritas
masalah utama, sehingga dapat di tegakkan diagnosa keperawatan yang
sesuai (NANDA, 2012) yaitu trauma kepala, diseksi arteri, neoplasma otak.
Diagnosa keperawatan yaitu resiko ketidakektifan perfusi jaringan otak
berhubungan dengan trauma kepala.
Setelah dilakukan analisa terhadap data pengkajian diperoleh data
subjektif antara lain pasien mengatakan nyeri pada bagian kepala sebelah
kiri, nyeri kepala karena kecelakaan, pasien mengatakan nyeri seperti
ditusuk-tusuk, nyeri pada bagian kepala sebelah kiri, pasien mengatakan
51
nyeri kepala skala 4, pasien mengatakan nyeri saat duduk dan hilang timbul
kurang lebih 5 menit. Data obyektif diperoleh pasien tampak meringis
kesakitan, pasien tampak memegangi kepalanya, TD:120/80 mmHg, nadi:
84x/menit, RR: 22x/menit, suhu: 37ºC. Berdasarkan analisa data
menunjukan data bahwa nyeri akut adalah masalah kedua, sehingga dapat
ditegakkan diagnosa keperawatan sesuai batasan karakterestik nyeri akut
menurut (NANDA, 2012) yaitu melaporkan nyeri secara verbal, perubahan
posisi untuk menghindari nyeri. Diagnosa keperawatan yaitu nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik.
Setelah dilakukan analisa terhadap data pengkajian diperoleh data
subjektif antara lain pasien mengatakan dagu dan kakinya perih. Data
obyektif diperoleh terdapat luka robekan pada dagu, terdapat jahit luka pada
dagu sepanjang 4cm, dan terdapat luka di kaki kanan. Berdasarkan analisa
data bahwa kerusakan integritas kulit adalah masalah keperawatan ketiga,
sehingga dapat ditegakan diagnosa keperawatan sesuai batasan karakteristik
kerusakan integritas kulit menurut (NANDA, 2012).
C. Prioritas Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu
maupun kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan dapat memberikan intervensi secara pasti untuk
menjaga status kesehatan (menurunkan, membatasi, mencegah, dan
52
merubah). Perumusan diagnosa keperawatan meliputi aktual: menjelaskan
masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik yang ditemukan, resiko:
menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jika tidak di lakukan
intervensi, kemungkinan: menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan
untuk memastikan masalah keperawatan kemungkinan, wellness: keputusan
klinik tentang keadaan individu, keluarga atau masyarakat dalam transisi
dari tingkat sejahtera tertentu ketingkat sejahtera yang lebih tinggi,
syndrom: diagnosa yang terdiri dari kelompok diagnosa keperawatan aktual
dan resiko tinggi yang diperkirakan muncul/timbul karena suatu kejadian
atau situasi tertentu (Carpenito, 2000).
Berdasarkan semua data yang ditemukan, diagnosa keperawatan yang
muncul pada pasien Ny. I dengan trauma otak ringan yaitu:
1. Resiko ketidakektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan trauma
kepala.
Diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan
dengan trauma kepala menjadi diagnosa utama pada pasien trauma otak
ringan yaitu berisiko mengalami penurunan sirkulasi jaringan otak yang
dapat menganggu kesehatan (NANDA, 2012).
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik menjadi prioritas
diagnosa kedua yaitu pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual
atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa
53
(International Association For The Study of Pain): awitan yang tiba-
tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang
dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan
(NANDA, 2012).
3. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi
menjadi diagnosa yang ketiga yaitu berisiko mengalami perubahan
kulit yang buruk. Batasan karakteristik kerusakan integritas kulit
menurut (NANDA, 2012) yaitu kerusakan lapisan kulit, gangguan
permukaan kulit, dan invasi struktur tubuh. Diagnosa keperawatan
yaitu kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi.
D. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah rencana tindakan yang utama dalam
keputusan awal yang akan dilakukan yang menyangkut tentang siapa,
kapan, dan bagaimana untuk melakukan tindakan keperawatan
(Dermawan, 2012). Dalam pengambilan keputusan pemecahan masalah
keperawatan hendaknya sesuai dengan NIC (Nursing Interventions
Classification) dan NOC (Nursing Outcomes Classifications) sehingga
tindakan yang dilakukan dapat sesuai dengan jelas (spesific), dapat diukur
(measurable), acceptance, rasional, dan timming (Perry & Potter, 2005).
Perencanaan dari masalah keperawatan pada tanggal 16 maret 2015
penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan
asuhan keperawatan pada Ny.I dengan diagnosa resiko ketidakektifan
54
perfusi jaringan otak berhubungan dengan trauma kepala dengan tujuan
dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x6 jam
klien dapat mempertahankan tingkat kesadaran, tekanan darah stabil, tidak
terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial.Intervensiyang dilakukan
yaitu mengobservasi tanda-tanda vital (TTV) untuk mengetahui tanda-
tanda vital, observasi GCS untuk mengetahui adanya kecenderungan pada
tingkat kesadaran, berikan O2 3 liter/menit untuk memperlancar
pernafasan, kolaborasi pemberian obat ketorolak 30 mg/6jam untuk
membantu proses penyembuhan.
Perencanaan dari masalah keperawatan dari masalah keperawatan
pada tanggal 16 maret 2013 penulis menyusun suatu intervensi sebagai
tindak lanjut pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.I dengan diagnosa
keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik. dengan
tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x6
jam pasien dapat menunjukkan skala nyeri berkurang dari 4 menjadi 3-0,
ekspresi wajah rileks, pasien merasa nyaman.
Intervensi yang dilakukan yaitu kaji skala nyeri untuk mengetahui
tingkat nyeri, berikan posisi supinasi untuk memberikan rasa nyaman,
ajarkan relaksasi nafas dalam untuk mengurangi rasa nyeri, kolaborasi
pemberian obat ketorolak 30mg/6jam untuk membantu proses
penyembuhan.
Perencanaan dari masalah keperawatan dari masalah keperawatan
pada tanggal 16 maret 2013 penulis menyusun suatu intervensi sebagai
55
tindak lanjut pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.I dengan diagnosa
keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi
dengan tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x6 jam pasien dapat menunjukkan tidak ada tanda-tanda gejala
infeksi, tidak ada lesi, tidak terjasi nekrosis
Intervensi yang dapat dilakukan yaitu pantau luka yang tertutup
jahitan untuk mengetahui tingkat luka, bersihkan luka dengan nacl untuk
mencegah infeksi, kolaborasi dengan dokter pemberian gentamicin 0,1%
untuk membantu penyembuhan luka. Gentamicin sulfat 0,1% dengan
indikasi penyakit kulit disebabkan infeksi bakteri (ISO, 2012).
E. Implementasi keperawatan
Implementasi dalah pelaksanaan rencana keperawatan untuk pasien
yang bertujuan agar masalah keperawatan pada pasien dapat teratasi
(Potter & Perry, 2005).
Tindakan keperawatan dilakukan untuk mengatasi masalah
keperawatan utama berdasarkan rencana tindakan tersebut maka dilakukan
tindakan keperawatan pada tanggal 16 Maret 2015 sebagai tindak lanjut
pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.I resiko ketidakefektifan perfusi
jaringan otak berhubungan dengan trauma kepala dilakukan implementasi
yaitu pengkajian pada pasien kelolaan, jam 12.10 WIB memberikan posisi
supinasi untuk memberikan rasa nyaman pada pasien, pasien mengatakan
bersedia, pasien tampak nyaman. Posisi supinasi adalah Posisi terlentang
56
adalah posisi dimana klien berbaring terlentang dengan kepala dan bahu
sedikit elevasi menggunakan bantal. Tujuan Meningkatkan kenyamanan
pasien dan memfasilitasi penyembuhan terutama pada pasien pembedahan
atau dalam proses anestesi tertentu (Jabbar, 2012).
Pada jam 12.13 WIB mengobservasi TTV untuk mengetahui tanda-
tanda vital, pasien mengatakan bersedia TD:120/80 mmHg, nadi:84x/menit,
RR:22x/menit, suhu:37ºC. Pada jam 12.15 WIB memberikan O2 3liter/menit
paien mengatakan bersedia, terpasang nasal kanul 3liter/menit. Alat terapi
nasal kanul, nasal kanul atau kanula nasal (prongs) merupakan alat
sederhana untuk pemberian oksigen dengan memasukkan dua cabang kecil
kedalam hidung. Kanula nasal/nasal kanul berguna untuk memberikan kira-
kira 24-44% oksigen dengan kecepatan aliran 1-6 L/menit (aliran yang lebih
dari 6L/menit tidak menghantarkan oksigen lebih banyak). Kanula nasal
mudah dipasang dan tidak mengganggu kemampuan klien untuk makan atau
berbicara. Kanula nasal juga relatif nyaman karena memungkinkan
kebebasan pergerakan dan toleransi dengan baik oleh klien (Budiarti, 2012).
Keuntungan menggunakan nasal kanul adalah udara yang sudah
digunakan tidak bisa digunakan untuk bernafas, dan kerugianya adalah
hanya dapat digunakan pada pasien yang bisa bernapas secara spontan,
kadar yang dihirup berbeda-beda (Kartikawati, 2011).
Kebutuhan oksigen yang diberikan kepada Ny.I adalah 3 liter karena
pasien menggunakan alat pemberian oksigen jenis nasal kanul. Aliran
57
oksigen yang diberikan dan konsentrasinyta meliputi 1 liter = 24%, 2 liter=
28%, 3 liter= 32%, 4 liter= 36%, 5 liter = 40% (Brunner & Suddarth,2001).
Pada jam 12.20 WIB menerapkan instrumen GCS dan penilaian DRS,
pasien bertanya berulang ulang dan tampak bingung GCS:14 Eyes: 4
Verbal: 4 Motoric: 6, mengkolaborasikan dengan dokter pemberian obat,
pasien mengatakan bersedia. Pemriksaan GCS adalah skala neurologi yang
dapat digunakan untuk menilai tingkat kesadaran. Skala ini umumnya
digunakan untuk menilai kesadaran setelah cedera kepala. Ada tiga
komponen yang dinilai dalam skala ini yaitu mata, verbal, dan motorik.
Tujuan dilakukan pemeriksaan GCS yaitu untuk memberikan penilain
kesadaran yang terpercaya, Glasgow coma scale (GCS) merupakan salah
satu komponen yang digunakan sebagai acuan pengobatan, dan dasar
pembuatan keputusan klinis umum untuk pasien cedera kepala. Cedera
kepala dikelompokkan menjadi ringan, sedang dan berat berdasarkan tingkat
kesadaran menurut skor GCS, cedera kepala ringan (CKR) jika GCS 14–15,
cedera kepala sedang (CKS) jika GCS 9–13, dan cedera kepala berat (CKB)
jika GCS 3–8. GCS sangat berperan penting dalam menentukan keputusan
klinis terhadap pasien cedera kepala, salah satunya tentang apakah pasien
cedera kepala tersebut memerlukan pemeriksaan CT scan atau tidak. Ketika
CT scan tidak tersedia maka GCS merupakan cara mudah untuk
mengidentifikasi pasien yang memerlukan intervensi bedah, terutama untuk
CKS dan CKB (Nurfaise, 2012).
58
Dalam menentukan kondisi kesadaran dari seseorang yang berguna untuk
menentukan diagnosa selanjutanya. Seorang pasien dinilai berdasarkan 3
skala. Poin penilaian skala koma glasgow dari 3 (menunjukan
ketidaksadaran yang dalam) dan 15 (menunjukan kesadaran penuh). Nilai
normal GCS adalah 13-15 (Bestari, 2014). Dalam penilaian DRS penulis
tidak mengkaji bagian kemampuan kognitif perawatan diri, ketergantungan
pada orang lain dan adaptasi psikososial karena pasien sudah dipindahkan
ke ruangan dan penulis di IGD hanya melakukan pengkajian DRS bagian
kesadaran pasien dan juga karena keterbatasan waktu.
Tindakan keperawatan dilakukan untuk mengatasi masalah
keperawatan kedua berdasarkan rencana tindakan tersebut maka dilakukan
tindakan keperawatan pada tanggal 16 Maret 2015 sebagai tindak lanjut
pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. I dengan nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera fisik dilakukan implementasi yaitu pada pukul 12.20
WIB mengkaji skala nyeri, pasien mengatakan nyeri pada dagu dan kaki
kanan terdapat luka di kaki kanan, terdapat jahitan di dagu 4cm, pukul 12.30
WIB mengajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam, pasien bersedia diajarkan
pasien tampak mengikuti apa yang diajarkan. Relaksasi nafas dalam adalah
suatu bentuk asuhan keperawatan, dalam hal ini perawat mengajarkan
kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat
(menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas
secara perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi
nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan
59
oksigenasi darah (Smeltzer dan Bare, 2002). Tujuan relaksasi nafas dalam
adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas,
mencegah atelektasi paru, meningkatkan efisiensi batuk mengurangi stress
baik stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan
menurunkan kecemasan. Sedangkan manfaat yang dapat dirasakan oleh
klien setelah melakukan teknik relaksasi nafas dalam adalah dapat
menghilangkan nyeri, ketenteraman hati, dan berkurangnya rasa cemas
(Smeltzer dan Bare, 2002). Pukul 12.30 WIB mengkolaborasikan dengan
dokter dalam pemberian obat, pasien bersedia diberikan obat, obat masuk
lewat iv. Obat yang digunakan ketorolak untuk penatalaksanaan nyeri akut
yang berat jangka pendek. Tindakan keperawatan dilakukan untuk
mengatasi masalah keperawatan kedua berdasarkan rencana tindakan
tersebut maka dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 16 Maret 2015
sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.I dengan
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi dilakukan
implementasi yaitu pada pukul 12.40 WIB membersihkan luka dengan nacl,
pasien mengatakan bersedia lukanya dibersihkan,lika tampak bersih. Tujuan
dilakukan pembersihan luka dengan nacl adalah merawat luka untuk
mencegah trauma (injury) pada kulit, membran mukosa atau jaringan lain
yang disebabkan oleh adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat
merusak permukaan kulit (Taylor, 2001).
Pukul 12.45 WIB mengkolaborasikan dengan dokter pemberian obat
gentamicin, pasien mengatakan mau diberikan obat, obat dioleskan pada
60
kaki. Gentamicin adalah untuk pengobatan infeksi kulit primer maupun
sekunder seperti impetigo kontagiosa, ektima, furunkulosis. pioderma,
psoriasis dan macam-macam dermatitis lainnya.Gentamicin sulfat 0,1%
dengan indikasi penyakit kulit disebabkan infeksi bakteri (ISO, 2012).
F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Dalam tahap
evaluasi keperawatan penulis menggunakan metode SOAP. S: Data
Subjektif yaitu menggambarkan pendokumentasian hanya pengumpulan
data klien melalui anamnese (apa yang dikatakan atau dikeluhkan klien). O:
Data Objektif yaitu data ini memberi bukti gejala klinis pasien dan fakta
yang berhubungan dengan diagnosa (data fisiologis, hasil observasi atau
pengkajian, hasil pemeriksaan penunjang dan laboratorium, informasi dari
keluarga atau orang lain). A: Analisa/assessment yaitu masalah atau
diagnosa yang ditegakkan berdasarkan data atau informasi subjektif maupun
objektif yang dikumpulkan atau disimpulkan (kesimpulan apa yang telah
dibuat dari data subjektif dan objektif) P: Planning yaitu menggambarkan
pendokumentasian dari perencanaan dan evaluasi berdasarkana assesment
(rencana apa yang akan dilakukan berdasarkan hasil evaluasi). Dalam
melakukan evaluasi keperawatan dilakukan setelah akhir seluruh kegiatan
61
dari intervensi keperawatan yang telah di susun sebelumnya (Dermawan,
2010).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada diagnosa resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan trauma kepala
pada tanggal 16 maret 2015 yaitu keluarga pasien mengatakan pasien sudah
tidak bertanya berulang-ulang tentang keponakanya, data obyektif yang
didapat pasien sudah tidak tampak bingung, nilai GCS verbal 5 kesadaran
pasien composmentis. Masalah teratasi sebagian dan dilanjutkan intervensi
yaitu observasi tanda tanda-vital, observasi GCS, kolaborasi pemberian obat
dengan dokter.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 16 maret 2015
pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik telah
dilakukan evaluasi keperawatan dengan data subjektif yaitu pasien
mengatakan nyeri pada kepala, pasien mengatakan nyeri seperti tertusuk-
tusuk, nyeri pada bagian kepala sebelah kiri, skala nyeri 4, pasien
mengatakan nyeri hilang timbul dan bila di buat duduk lebih dari 5 menit.
Data obyektif yang diperoleh yaitu, pasien tampak meringis kesakitan, TD:
120/80 mmHg, nadi: 84x/menit, RR: 22x/menit, suhu: 37°C, terdapat luka
jahitan di dagu sepanjang 4 cm. masalah teratasi sebagian dan dilanjutkan
intervensi yaitu kaji skala nyeri, berikan posisi supinasi, ajar kan relaksasi
nafas dalam, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 16 maret 2015
pada diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi
62
dilakukan evaluasi keperawatan dengan data subyektif pasien mengatakan
dagu dan kakinya masih perih. Data obyektif yang diperoleh trdapat luka
bekas kenalpot di kaki kanan, terdapat luka jahit 4cm pada dagu. Masalah
pada diagnosa keperrawatan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
medikasi yaitu masalah teratasi sebagian dan dilanjutkan intervensi pantau
luka yang terdapat jahitan, bersihkan luka dengan nacl, kolaborasi dengan
tim dokter dalam pemberian obat.
63
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 16 maret 2015 data
subyektif keluarga pasien mengatakan setelah terjatuh pasien selalu
bertanya berulang-ulang tentang keponakanya, dan data obyektif pasien
tampak bingung. Data subyektif pasien mengatakan nyeri kepala, nyeri
karena kecelakaan, pasien mengatakan nyeri skala 4, pasien mengatakan
nyeri saat duduk dan hilang timbul kurang lebih selama 5 menit. Data
subyektif pasien tampak meringis kesakitan, pasien tampak memegangi
kepalanya. Data subyektif pasien mengatakan dagu dan kakinya perih.
Data obyektif terdapat luka robek pada dagu, terdapat jahitan luka pada
dagu sepanjang 4cm, dan terdapat luka bekas kenalpot pada kaki bagian
kanan.
2. Diagnosa keperawatan utama adalah risiko ketidakefektifan perfusi
jaringan otak berhubungan dengan trauma kepala, diagnosa yang kedua
adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik dan diagnosa yang
ketiga adalah kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi.
3. Intervensi keperawatan pada diagnosa yang pertama yaitu observasi tanda
tanda vital, observasi GCS, berikan O2 nasal kanul, kolaborasi pemberian
obat sesuai advice. Intervensi keperawatan yang kedua adalah kaji skala
nyeri, berikan posisi supinasi, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam,
64
kolaborasi pemberian obat sesuai advice. Serta intervensi yang ketiga
adalah kaji luka, lakukan perawatan luka, kolaborasi pemberian obat
gentamicin.
4. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 16 maret 2015
berdasarkan dengan rencana rindakan keperawatan yang dibuat
menunjukkan hasil yang signifikan sebelum dan sesudah dilakukan
tindakan, sedangan hasil tindakan keperawatan yang dilakukan di Rumah
Sakit mengenai tindakan penenerapan instrumen Glasgow Coma Scale
juga menunjukkan hasil bahwa respon eyes, respon verbal, dan respon
motoric pada pasien trauma kepala dapat mengukur tingkat kesadaran dan
disabilitas pada pasien trauma kepala.
5. Evaluasi keperawatan pada diagnosa yang pertama yaitu nilai GCS
meningkat menjadi 15 terutama pada nilai verbal. Pada diagnosa yang
kedua masalah teratasi sebagian nyeri masih terasa pada bagian kaki
sebelah kanan sehingga intervensi dilanjutkan yaitu kaji tingkatan nyeri,
ajarkan relaksasi nafas dalam, dan kolaborasi pemberian obat dengan
dokter. Dan diagnosa yang ketiga masalah teratasi sebagian karena luka
pada dagu masih terasa perih, sehingga intervensi dilanjutkan yaitu
monitor karakteristik luka, lakukan perawatan luka, dan kolaborasi
pemberian obat dengan dokter.
6. Analisa
Hasil analisa pada kasus Ny. I dengan diagnosa risiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan trauma kepala
65
yaitu data subyektif keluarga pasien mengatakan setelah terjatuh pasien
selalu bertanya berulang-ulang tentang keponakanya, dan data obyektif
pasien tampak bingung selanjutnya dilakukan penilaian GCS didapatkan
hasil GCS 14 kemudian setelah dilakukan tindakan keperawatan yaitu nilai
GCS meningkat menjadi 15 terutama pada nilai verbal. Pasien sudah tidak
tampak bingung.
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
trauma kepala, penulis akan memberikan saran antara lain:
1. Bagi Pasien
Saran bagi pasien trauma kepala melakukan perawatan dan pengobatan
yang tepat dan kontinyu untuk mencegah dan merawat terjadinya
komplikasi dari penurunan nilai Glasgow Coma Scale (GCS) dan
Disability Rating Scale (DRS).
2. Bagi Rumah Sakit
Penurunan kesadaran merupakan masalah yang rentan dialami pasien
trauma kepala sehingga perawat perlu mengidentifikasi dini tingkat
kesadaran dan prediksi disabilitas pasien dengan Glasgow Coma Scale
(GCS) dan Disability Rating Scale (DRS). .
3. Bagi Institusi Pendidikan
Aplikasi riset ini dapat menjadi bahan referensi bagi institusi
pendidikan tentang penerapan instrumen Glasgow Coma Scale (GCS) pada
66
trauma kepala untuk pengukuran penurunan kesadaran dan prediksi
disabilitas pasien tauma kepala.
4. Bagi Penulis
Sebaiknya dilakukan modifikasi tindakan lain seperti CT scan dan MRI
dalam upaya melihat ada tidaknya kelainan atau masalah pada pasien
trauma kepala dalam penurunan kesadaran.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar
2013. Jakarta
Brunner And Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.
Editor: Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare. Egc Jakarta
Dewi Kartikawati. 2013. Dasar – Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta:
Salemba Medika
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2013. Buku Saku Kesehatan Tahun 2013.
Semarang
Gilbert, Gregory. 2009. Patient Assessment Routine Medical Care Primary And
Secondary Survey. San Mateo Country. England.
http://abcmedika.com/2014/02/konsep-dasar-trauma-kepala-trauma.htm
Irawan, Hendry.dkk. perbandingan Glasglow Coma Scale dan Revised trauma
score dalam memprediksi disabilitas pasien. Available from
http://abcmedika.com/2014/02/konsep-dasar-trauma-kepala-trauma.htm
Lahdimawan I. T. F. dkk. 2013. Hubungan Penggunaan Helm Dengan Beratnya
Cedera Kepala Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Darat Di Rsud Ulin
Bulan Mei - Juli 2013. Vol. 10 (No. 2)
Mackreth B. Glasgow coma scale training exercise. Matanuska-Susitna Borough
Dept of Public Safety. Available from : URL :
http://www.chems.alaska.gov/EMS/documents/GCS_Activity_2003.
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat.Yogyakarta: Nuha Medika
NANDA (2009-2011). Definisi Dan Klasifikai. Prima Medika. Jakarta.
NANDA International, (2010) , Keperawatan Definisi dan Diagnosa Klasifikasi
2009-2010 , penerjemah Made Sumarwati, dkk, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
Nurfaise, Moh. Zainuddin2, dkk.2012. Hubungan Derajad Cedera Kepala dan
Gambaran CT Scan pada Penderita Cedera Kepala. Available from
Http://jurnal.untan.ac.id/…/jfk/article/download/1778/1726
Padilla. 2013. Buku Ajar Keperawatan Gawat Darurat. Nuha Medika.
Yogyakarta
Price, S. A., And Wilson, L. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Egc. Jakarta
Rappaport et al., (1982). Disability rating scale for severe head trauma patients :
coma to community. Archives of physical medicine and Rehabilitation, 63
: 118-123
Sundaru, Heru. 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid Ii Edisi Ketiga.
Balaipenerbit Fkui. Jakarta.
Syarif. D.R. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam. Salemba Medika. Jakarta.
Thygerson, Alton. (2006). Keperawatan Kritis. Alih Bahasa Dr. Huriawati
Hartantnto. Ed. Rina Astikawati. Pt. Gelora Aksara Pratama. Jakarta.
Wilkinson, Judith. M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan
Intervensi NIC Dan Kriteria Hasil NOC Edisi 7, Penerjemah
Widyawati.Dkk. EGC. Jakarta.
World Health Organization. (2004). Masalah cidera kepala. Jakarta: EGC