BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera...

40
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otak Cedera kepala dapat didefinisikan secara luas yang meliputi setiap hal berikut ini: 1. Bukti riwayat pukulan terhadap kepala 2. Bukti trauma terhadap kulit kepala dalam bentuk bengkak, lecet ataupun memar 3. Bukti patah pada tulang kepala dengan foto schedel atau CT Scan kepala atau bukti cedera otak dengan CT Scan yang dibuat segera setelah trauma. 4. Bukti klinis patah tulang dasar tengkorak 5. Bukti klinis cedera otak (hilang atau terganggunya kesadaran, lupa ingatan, defisit neurologis, kejang) (Selladurai et al, 2007). Definisi cedera otak adalah proses patologis pada jaringan otak yang bukan bersifat degeneratif ataupun kongenital, melainkan akibat kekuatan mekanis dari luar yang menyebabkan gangguan fisik, fungsi kognitif dan psikososial yang sifatnya menetap atau sementara dan disertai dengan hilangnya atau berubahnya tingkat kesadaran (Narayan et al, 1996) 2.2 Klasifikasi cedera otak Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow Coma Scale) post resusitasi, yaitu ringan (GCS 13-15), Sedang (GCS 9-12) dan Berat (GCS ≤8). Bila berdasarkan mekanismenya cedera otak dibagi atas tumpul dan tembus/tajam ( penetrating head injury) (Narayan et al, 1996). 2.3 Patofisiologi cedera otak Perubahan patofisiologi setelah cedera kepala adalah kompleks. Trauma bisa disebabkan oleh mekanisme yang berbeda, dan sering berkombinasi. Perubahan- perubahan setelah trauma adalah terjadi pada tingkat molekuler, biokimia, seluler, dan pada tingkat makroskopis (Selladurai et al, 2007). Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Cedera Otak

Cedera kepala dapat didefinisikan secara luas yang meliputi setiap hal berikut ini:

1. Bukti riwayat pukulan terhadap kepala

2. Bukti trauma terhadap kulit kepala dalam bentuk bengkak, lecet ataupun memar

3. Bukti patah pada tulang kepala dengan foto schedel atau CT Scan kepala atau

bukti cedera otak dengan CT Scan yang dibuat segera setelah trauma.

4. Bukti klinis patah tulang dasar tengkorak

5. Bukti klinis cedera otak (hilang atau terganggunya kesadaran, lupa ingatan, defisit

neurologis, kejang) (Selladurai et al, 2007).

Definisi cedera otak adalah proses patologis pada jaringan otak yang bukan bersifat

degeneratif ataupun kongenital, melainkan akibat kekuatan mekanis dari luar yang

menyebabkan gangguan fisik, fungsi kognitif dan psikososial yang sifatnya menetap atau

sementara dan disertai dengan hilangnya atau berubahnya tingkat kesadaran (Narayan et

al, 1996)

2.2 Klasifikasi cedera otak

Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

Coma Scale) post resusitasi, yaitu ringan (GCS 13-15), Sedang (GCS 9-12) dan Berat

(GCS ≤8). Bila berdasarkan mekanismenya cedera otak dibagi atas tumpul dan

tembus/tajam ( penetrating head injury) (Narayan et al, 1996).

2.3 Patofisiologi cedera otak

Perubahan patofisiologi setelah cedera kepala adalah kompleks. Trauma bisa

disebabkan oleh mekanisme yang berbeda, dan sering berkombinasi. Perubahan-

perubahan setelah trauma adalah terjadi pada tingkat molekuler, biokimia, seluler, dan

pada tingkat makroskopis (Selladurai et al, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

2.3.1 Cedera Otak Primer dan Kontusio Serebri

Cedera otak primer disebabkan oleh kerusakan mekanik pada jaringan otak dan

pembuluh darah pada saat terjadinya trauma. Pada tingkat makroskopis bisa terlihat

terputusnya jaringan otak; pada tingkat mikroskopik bisa terlihat kerusakan parenkhim

sel (sel neuron, axon, dan glia) dan mikrosirkulasi (arteriol, capiler, dan venula)

(Selladurai,et al,2007).

Kontusio serebri adalah tipe kerusakan otak fokal terutama disebabkan oleh

kontak antara permukaan otak dan tonjolan permukaan tulang dasar tengkorak, menuerut

ICD-9 kontusio cerebri adalah luka memar pada otak akibat tubrukan / impact terhadap

kepala atau suatu trauma acceleration/deceleration (Narayan et al,1996).

Diantara banyak peristiwa molekouler paskacedera otak hal yang paling penting

adalah Sur-1 yang memberi kontribusi berkembangnya kontusio serebri. Secara umum

area kontusio serebri dibagi tiga yaitu; Epicenter, Pericotusional penumbra, dan

Parapenumbra area. Pada epicenter terputusnya pembuluh darah terjadi segera. Pada

penumbra dan parapenumbra area pukulan energi tidak merobek jaringan, tetapi

mengawali peristiwa molekuler sensitif-mekanik yang mengiduksi overexpresi dari Sur-

1. Sur-1 adalah regulator subunit dari non-selektif kation channel (NCCa-ATP) yang

ditemukan oleh Simard group dan berimplikasi pada patophisiologi edema serebri dan

bertransformasi dari kontusio menjadi hemoragic. Induksi overekspresi Sur-1

meningkatkan pembengkakan sel dan kematian onkotik sel astrocyte, neuron, dan sel

endothelial. Pecahnya endotelial sel mengakibatkan microhemoragic yang berakibat

terbentuknya perdarahan baru dan konsekuensi perdarahan menjadi progresif pada

traumatik kontusio serebri ( Kurland.D., 2012).

Gambaran CT scan pada kontusio serebri lokasi biasanya tanpak pada permukaan

korteks dan terlibat gray matter, pada sentral area terlihat hiperdense dan bercampur

dengan area hipodense yang merupakan bagian dari hemoragic necrosis atau bagian

jaringan otak yang rusak dan bagian otak yang edema (pericontusional edema) (

Selladurai.B., 2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

Tidak ada aliran darah pada area sentral kontusio serebri dan pengurangan aliran darah

pada daerah perikontusional edema, dimana autoregulasi terganggu (vasoparalysis). Oleh

karena itu pada daerah perilesional ada kerusakan parsial sel yang rentan terhadap setiap

pengurangan perfusi oleh pengurangan MAP (mean arterial pressure), peningkatan

tekanan intrakranial atau vasokonstriksi setelah hipocapnia akibat dari hiperventilasi (

Selladurai.B., 2007).

Perkembangan dari lesi kontusio serebri adalah (1) Komponen perdarahan

berkembang; penyatuan fokus –fokus perdarahan kecil dapat terjadi; komponen

perdarahan dari kontusio serebri dapat mencapai maximal dalam waktu 12 jam

pascatrauma pada 84% pasien; koangolopati dan alkoholik dapat memperbesar risiko

bertambahnya komponen perdarahan pada kontusio serebri, (2) Meningkatnya

pembengkakan zona sentral kontusio dan zona perikontusional; kerusakan parsial sel

parenkim pada sentral kontusio juga pada zona perikontusional bisa menyebabkan

bengkak (cytotoxic edema). Pada area nekrotik dari kontusio makromolekuler yang

didegradasi menjadi molekul yang lebih kecil dapat meningkatkan osmolaritas jaringan

dan bisa menyebabkan perpindahan cairan dari intravasculer ke area necrosis kontusio

(osmolar edema). Pembengkakan area sentral kontusio menyebabkan penekanan zona

perikontusional dan menyebabkan iskhemik lebih lanjut dan edema. Perikontusional

edema dapat mencapai maximal 48-72 jam setelah cedera ( Selladurai.B., 2007).

2.3.2 Cedera Otak Sekunder

Cedera otak sekunder merujuk kepada efek setelah peristiwa cedera primer,

secara klinis efek diaplikasikan setelah postraumatik hematom intrakranial, edema otak

dan peningkatan tekanan intrakranial dan pada fase lebih lambat hidrocephalus dan

infeki. Cedera otak sekunder adalah peristiwa sistemik yang terjadi setelah trauma yang

potensial cedera ini dapat menambah kerusakan neuron, axon, dan pembuluh darah otak.

Cedera otak sekunder yang terpenting adalah hipoxia ,hipotensi, hipercarbia, hiperexia,

dan gangguan elektrolit (Selladurai et al, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

Gambar 1 : Faktor-Faktor yang memengaruhi Prognosis Setelah Cedera Otak

(Vollmer.D.G., 1993).

2.4 Penilaian Tingkat Kesadaran pada Cedera Otak

Teasde dan Jannet telah mengevaluasi secara hati-hati pasien-pasien dengan

cedera kepala dan gangguan kesadaran. Hasil yang mereka kembangkan telah dikenal

sebagai Glasgow Coma Scale pada 1974. Pada skala ini dilnilai tingkat numerik respon

buka mata, motoric, dan verbal dengan rentang nilai 3-15 (Becker et al, 1989).

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

a. Respon buka mata Nilai

Spontan 4

Atas perintah / suara 3

Rangsangan nyeri 2

Tidak ada 1

b. Respon Motorik Nilai

Menurut perintah 6

Melokalisir nyeri 5

Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang) 4

Fleksi abnormal (dekortikasi) 3

Ekstensi abnormal (deserebrasi) 2

Tidak ada (flasid) 1

c. Respon bicara Nilai

Berorientasi baik 5

Berbicara mengacau / bingung 4

Kata-kata tidak teratur 3

Suara tidak jelas 2

Tidak ada 1

Tabel.1. Diambil dari: American College of Surgeons 1997, Advance Trauma Life

Support Program Student Manual, Komisi Trauma ”IKABI” (Ikatan Ahli Bedah

Indonesia), 6th ed, Komisi Trauma ”IKABI”, Jakarta.

Skala lain yang bisa dipakai untuk mengukur keparahan cedera kepala adalah

Glasgow Liege Scale, Glasgow Pittsburg Coma Scoring system, Head Injury Watch

Sheet, Maryland Coma Scale, Leeds Coma Scale dan Glasgow Coma Scale. Kelebihan

GCS adalah cukup konsisten dan objektif ketika dilakukan oleh penilai yang berbeda,

sederhana dan berguna sebagai pedoman terapi dan memberi informasi tentang prognosis

(Stein, 1996). Kendala GCS antara lain adalah jika penderita mengalami edema palpebra

atau terintubasi, ada variabel yang tidak bisa dinilai (Feldman, 1996).

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

2.5 Terapi Standar pada Cedera Kepala Sedang

1. Pemberian antibiotika bila ada luka,

2. Pemberian analgetik NSAID,

3. Pemberian sedatif/transquilizer bila diperlukan untuk memperbaiki kenaikan TIK

dan penenang,

4. Pemberian manitol untuk menurunkan TIK secara bolus 0,25-1 gram/kgBB,

serum osmolaritas harus diperiksa bawah 320 mmol/l untuk mencegah gagal

ginjal,

5. Pemberian nutrisi dini secara bertahap yang harus tercapai untuk kebutuhan total

dalam waktu 7 hari setelah trauma, adalah 140% dari kebutuhan basal pada pasien

yang tidak dilumpuhkan dan yang diberikan secara parenteral dan enteral,

sedikitnya 15% dari asupan energi harus mengandung protein,

6. Pemberian Gastric Mucosal Protector dan Acid Supressor Agent dengan H2

Blocker dan pemberian PPI (proton Pump Inhibitrt) yang dapat menurunkan

insiden perdarahan gastrointestinal dan stress related mucosal damage (SRMD).

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

Bagan.1. Penatalaksanaan Cedera Kepala Sedang Nonoperatif

2.6 Skala Prognosis Glasgow(Glasgow Outcome Scale=GOS)

Glasgow outcome scale (GOS) paling luas digunakan untuk menilai hasil akhir

secara umum pada cedera otak GOS dikelompokkan dalam lima katagori: mati,

persistent vegetative state, ketidakmampuan yang berat, ketidakmampuan sedang, dan

kesembuhan yang baik. Penilaian secara tepat diperoleh pada 3, 6, dan 12 bulan setelah

cedera otak. Validitas GOS sebagai suatu penilai hasil akhir cedera otak didukung oleh

kuatnya hubungan dengan lamanya koma, beratnya kondisi pada awal trauma (diukur

dengan GCS), dan tipe lesi intrakranial. GOS katagori juga berkorelasi dengan lamanya

postraumatik amnesia. Kritikan terhadap GOS relatif tidak sensitif terhadap kondisi

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

pasien yang membaik secara signifikan dan secara klinis terutama 6 bulan setelah cedera

otak (Narayan et al, 1995).

Skala pengukuran GOS ini pertama kali ditemukan oleh Jennet dan Bond pada

tahun 1975. Prognosis pascacedera otak yang didasarkan kapabilitas sosial pasien

pascacedera otak dikombinasikan dengan efek mental spesifik dan defisit neurologis.

Derajat skala ini mencerminkan suatu kerusakan otak secara umum, dimana juga mampu

menilai prognosis pascakoma traumatik ataupun nontraumatik (Bullock, 2004; Narayan,

Michel,2002; Jennet, 2005).

Telaah pada penderita adalah sebanyak 150 orang yang bertahan hidup setelah

cedera otak di Glasgow oleh spesialis saraf dan bedah saraf . Keduanya memutuskan

bahwa penilaian ini sangat tepat pada 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan pascatrauma (Jennet,

2005).

Skala penilaian prognosis Glasglow terdiri atas lima kategori (Jennet ,2005)

(1) Pemulihan baik (good recovery= GR) diberi nilai 5.Pasien dapat berpartisipasi

pada kehidupan sosial, kembali bekerja seperti biasa. Pemeriksaa ini dapat disertai

komplikasi neurologis ringan, seperti defisit minor saraf kranial dan kelemahan

ekstremitas atau sedikit gangguan pada uji kognitif atau perubahan personal.

(2) Ketidakmampuan sedang (Moderate disability=MD, independent but disabled)

diberi nilai 4. Kondisi pasien jelas berbeda sebelum cedera dan mampu

menggunakan transportasi umum, tetapi tidak dapat bekerja seperti biasa. Pasien

defisit memori/perubahan personal, hemiparesis, disfasia, ataksia, epilepsi paska

traumatika, atau defisit mayor saraf kranial. Derajat ketergantungan pasien pada

orang lain lebih baik dibandingkan dengan lansia dan kemampuan kebutuhan

personal sehari-hari dapat dikerjakan tetapi, mobilitas dan kapasitas berinteraksi

tidak dapat dilakukan tanpa asisten.

(3) Ketidakmampuan berat (Severe disability=SD, conscious but dependent) diberi

nilai 3. Pasien mutlak bergantung pada orang lain setiap saat (memakai baju,

makan, dll), paralisis spastik, disfasia, disatria, defisit fisik dan mental yang

mutlak memerlukan supervisi perawat/keluarga.

(4) Vegetative State=PVS diberi nilai 4. Pasien hanya mampu menuruti perintah

ringan saja atau bicara sesaat. Pada perawatan sering ditemukan grasping reflek,

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

withdrawal sebagai pencerminan menuruti perintah, mengerang, menangis,

kadang mampu mengatakan tidak sebagai bukti proses kembali berbicara.

(5) Meninggal dunia (dead) diberi nilai 1. Pada tahun 1981 Jennet menelaah dan

memodifikasi ulang skala GOS karena masalah sensitivitas statistik dan

penggunaan yang lebih praktis pada uji klinis obat neuroproteksi, yaitu distribusi

bimodal (dikotomisasi) antara hidup (GR, MD, SD) dan mati (PVS, Dead) dan

penilaian ekstensi (GOS Extended), yaitu

GOS asli Nilai GOS – E Nilai

Meninggal dunia 1 Meninggal dunia 8

Status vegetative 2 Status vegetative 7

Ketidakmampuan Berat 3 Ketidakmampuan berat

Ekstremitas atas

Ekstremitas bawah

6

5

Ketidakmampuan Sedang 4 Ketidakmampuan sedang

Ekstremitas atas

Ekstremitas bawah

4

3

Pemulihan Baik 5 Pemulihan baik

Ekstremitas atas

Ekstremitas bawah

2

1

Tabel. 2. Nilai GOS Asli dan Extended

2.7 Skala Fungsional Barthel’s Index

Skala Barthel atau Index ADL (Activities of Daily Living) Barthel merupakan

suatu skala untuk mengukur kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas dasar dan

mobilisasi. Semakin tinggi nilai yang diperoleh dalam pemeriksaan, semakin tinggi pula

kecenderungan atau kemampuan seseorang untuk hidup mandiri setelah pulang dari

rumah sakit. Skala pengukuran ini diperkenalkan pada tahun 1965 oleh Mahoney dan

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

Barthel dengan manampilkan rentang penilaian dari 0-20. Meskipun versi aslinya telah

dipergunakan secara luas, skala ini telah mengalami modifikasi oleh Granger dkk pada

tahun 1979 menjadi 0-10 point untuk tiap variabelnya dan perbaikan selanjutnya

diperkenalkan pada tahun 1989. Skala ini dikenal cukup reliable (Mahoney, Barthel

,1965). Barthel index diukur pada saat awal terapi dan secara berkala selama terapi

sampai diperoleh keuntungan yang maksimum (Mahoney and Barthel, 1965).

2.7.1 Penilaian Kondisi Mental Sederhana

The mini mental state examination(MMSE), digunakan untuk screening gangguan

cognitive. Setiap nilai lebih atau sama dengan 25 adalah efektif normal, gangguan

cognitive berat (≤ 9),sedang (10-20) dan ringan (21-24). MMSE merupakan suatu skala

terstruktur yang terdiri atas tiga puluh poin yang dikelompokan menjadi tujuh kategori:

orientasi terhadap tempat (negara, provinsi, kota, gedung dan lantai), orientasi terhadap

waktu (tahun, musim, bulan, hari, dan tanggal), registrasi (mengulang dengan cepat tiga

kata), perhatian dan konsentrasi (secara berurutan mengurangi tujuh, dimulai dari angka

seratus, atau mengeja kata WAHYU secara terbalik), mengingat kembali (mengingat

kembali tiga kata yang telah diulang sebelumnya), bahasa (memberi nama dua benda,

mengulang kalimat, membaca dengan keras dan memahami suatu kalimat, menulis

kalimat dan mengikuti perintah tiga langkah), dan kontruksi visual (menyalin gambar)

(Lezak, 2004; Tombaugh, 1992).

Table-3:Interpretasi dari Nilai MMSE (Lezak, 2004; Indharty.S, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

2.8 Mediator-Mediator dan Mekanismenya pada Cedera Otak Sekunder

2.8.1 Nekrosis/Apoptosis

Nekrosis sel terjadi sebagai respon terhadap toxic atau cedera fisik dan iskemik.

Nekrosis dikarakteristikkan dengan pembengkakan sel dan kerusakan membran yang

berkaitan dengan lisis nuclear kromatin. Ketika kelompok-kelompok sel terlibat secara

simultan, isi sel yang banyak tumpah dalam jaringan yang cedera dapat membangkitkan

respon inflamasi dalam area lokal. Apoptosis adalah kematian sel yang terprogram yang

terjadi dengan respon terhadap aktifasi dari sinyal sel dan juga terlihat memberi

konstribusi terhadap kematian sel SSP setelah cedera otak. Kematian dengan mekanisme

apoptosis secara normal digunakan dalam perkembangan dan mempertahankan populasi

sel. Berbeda dengan kematian karena nekrosis sel membengkak dan pecah. Ketika sel

mengalami apoptosis, sel menjadi menciut dan integritas membran dipertahankan sampai

akhir setelah kematian sel. Bangkai sel apoptosis mengandung sisa sitoplasma,

organella, dan nucleus cromatin dihilangkan dan difagosit. Kematian sel dengan proses

apoptosis yang memerlukan energi, sedangkan kematian sel karena nekrosis karena tidak

adekuatnya persediaan energi (Hatton J, 2001).

Kebutuhan energi yang sangat banyak meningkat cepat setelah cedera otak dan

protokol resusitasi setelah cedera otak meningkatkan kemungkinan bahwa terdapat lebih

dari satu mekanisme kematian sel. Sel dapat merespon bermacam-macam ransangan

stres dan kekacauan metabolisme yang dapat memicu program apoptosis. Zat yang

merusak DNA dan zat kimia tertentu yang dapat mengaktifkan mekanisme

memerintahkan sel untuk apoptosis. Mekanisme ini termasuk up-regulasi protein

apoptosis. Misalnya, aktivasi dari Caspase. Sekali caspase cascade dimulai, proses

kematian sel tidak dapat dibalikkan lagi. Walaupun data yang ada menunjukkan bahwa

sekali caspase telah diaktifkan, cedera sel otak tidak dapat distop lebih jauh dengan

intervensi farmakologi. Akan tetapi caspase antagonis telah memperlihatkan efek

neuroproteksi pada model yang berbeda dari iskemik otak (Alzheimer, 2002)

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

Gambar. 2. Beberapa Gambaran Cedera Apoptosis pada Neuron (Alzheimer, 2002: 23)

2.8.2 Reperfusi Injuri/Cytokines

Sintesis proinflamasi cytokines, aktivasi leukosit, vasogenik edema, dan

kerusakan sawar darah otak adalah salah satu yang bisa memberi konstribusi edema

paskacedera otak. Perubahan sinyal untuk repair, regenerasi dan proteksi telah dilaporkan

dengan reperfusi yang berkaitan dengan respon inflamsi. Proinflamasi cytokine bisa

memperberat iskemik pada cedera CNS melalui efek lansung pada neuron, astrosit dan

sel mikroglial, atau melalui induksi molekul proinflamsi lain seperti TNFα dan

interleukin-1β. Mereka terlihat langsung memodulasi apoptosis sel CNS, dan

differensiasi dan, proliferasi dan memengaruhi infiltrasi leukosit. Cytokine juga terlibat

dalam produksi protein untuk apoptosis. Aktivasi NFκB menyebabkan up-regulasi cyclo-

oxygenase-2(COX-2), intercellular adhesion molecule 1 (ICAM-1)dan, IL-1 β, IL-6, dan

juga dapat menginduksi sintesa Nitric Oxide (NOS), TNFα dan Fas Ligand (Hatton.J.,

2001).

Interaksi di antara mediator-mediator ini menyebabkan siklus terus berlansung

cedera sekunder, necrosis , dan apoptosis. Infiltrasi sel mononuclear dapat dijumpai

dalam 6-12 jam pascaiskemik fokal SSP. Cytokines produksi terjadi 12 jam sekunder

terhadap infiltrasi monosite. TNFα mRNA dihasilkan dalam 1 jam iskemik dan mencapai

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

puncak dalam 6-12 jam pascaiskemik dan menurun kembali dalam 1-2 hari. Bukti yang

dihasilkan sejauh ini mengesankan bahwa obat yang menekan produksi TNFα akan

mengurangi infiltrasi leukosit dalam area iskemik otak dan mengurangi kehilangan

jaringan. Pada hewan percobaan cedera otak tertutup, inhibisi TNFα memberikan suatu

neuroproteksi. Pentoxifilline telah digunakan untuk mengurangi produksi TNFα dan

berhasil menurunkan TNFα otak 80%. Setelah iskemik CNS peningkatan produksi IL-6

terlihat menonjol pada daerah yang kehilangan sel-sel neuron (Hatton J, 2001).

Kerja IL-6 telah dilaporkan sebagai neuroprotektif dan juga sebagai neurotoxic.

IL-6 mempromosikan ketahan hidup sel neuron dan menghambat NMDA yang terinduksi

toxin in vitro. Konsentrasi yang tinggi dari IL-6 bisa berperan sebagai prediktor

pemulihan fungsional pasien dan berkorelasi dengan ukuran infark. Pada reperfusi IL-6

memberi konstribusi terhadap produksi ICAM-1. IL-1 β , IL-6, dan TNFα dapat

meningkatkan ekspresi ICAM-1 pada sel endotelial dan astrocyte, memfasilitasi infiltrasi

leukosit, dan meningkatkan aktivasi leukosit. Eselectine dan ICAM-1 ter up-regulasi pada

endotelial cerebrovascular pasca kontusio fokal otak pada tikus. ICAM-1 antagonis telah

memberi keuntungan melawan apoptosis neuron pada fokal iskemik otak (Hatton

J,2001).

Gambar. 3. Mekanisme dan Mediator-Mediator Sekunder pada Cedera Saraf

LKT = leukotrienes;NMDA = N-methyl-D-aspartate; PG = prostaglandins (Hatton , 2001).

2.8.3 Excitotoxicity/Glutamate

Walaupun excitotoxic neurotrasmitter yang lain ada, glutamate adalah penyebab

paling dasar terhadap profile toxicity yang berkaitan dengan cedera otak. Ketika kultur

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

sel neuron dipapar sementara dengan glutamte, aktifasi NFκB terjadi dan ekspresi gen

proapoptosis yang ter-upregulasi menyebakan kematian sel. Glutamat yang berlebihan

dengan cepat merusak neuron postsynaptik karena influx kalsium berlebihan. Glutamat

dapat mengaktifkan NMDA ,α- amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionate

(AMPA), dan reseptor kainate. Pada aktivasi AMPA atau reseptor kainate, ion channels

terbuka dan memungkinkan sodium, potassium, dan hidrogen masuk kedalam sel.

Pembengkakan sel terjadi karena pergeseran osmotik cairan dan masuknya sodium

dengan cepat dapat mendepolarisasi membran sel. Blok pada tipe reseptor AMPA dan

kainate telah memperlihatkan keuntungan pada iskemik fokal dan global hewan

percobaan. Aktivasi glutamat pada NMDA reseptor yang membuka kunci ion channel

dapat menyebabkan peningkatan kalsium dan sodium (Hatton J, 2001).

Dalam keadaan normal, aktivasi reseptor NMDA kompleks yang melibatkan

ikatan glutamat dan glysin diperlukan depolarisasi sel yang cukup untuk melawan

penghambatan dari magnesium. Ketika teraktivasi oleh glutamat, magnesium bergeser

dari channel dan memungkinkan secara elektris diisi ion kalsium. Masuknya ion kalsium

yang banyak mengubah aktivitas elektris neuron dan stimulasi sinyal konduksi

mengaktifkan neuron-neuron yang berdekatan. Ketika transportasi kalsium terjadi secara

berlebihan, seperti pada cedera akut dan level glutamat yang cepat meningkat, neuron

bengkak dan pecah. Glutamat melebur kembali pada proses ini dan siklus excitotoxicity

terus berlansung. Glysine telah diistilahkan sebagai suatu coagonis karena ia berperan

dalam memfasilitasi aktivasi glutamat yang teriduksi. Pada model cedera otak diffuse

tanpa sequele sekunder, glutamat hanya meningkat untuk sementara. Dampak pada

model cedera dengan sequele sekunder memperlihatkan peningkatan cepat glutamat ke

dalam cairan ekstraseluler. Meskipun pada pasien dengan cedera otak levelnya 10-50

kali lipat lebih tinggi daripada nontrauma, Peningkatan ini telah diobservasi selama 96

jam pascacedera otak. Sejumlah target obat pada tempat ikatan NMDA glisine dan yang

memengaruhi pelepasan glutamat presinaptik memperlihatkan neuroproteksi pada hewan

percobaan dengan iskemik dan cedera axonal diffuse. Reseptor opoid-κ agonis terlihat

menekan pelepasan glutamat presinaptik dan telah diperiksa secara klinis. Modulator

presinaptik lainnya adalah termasuk endoline, sodium channel antagonis, dan agonis

reseptor adenosine. Glisine antagonis meperlihatkan beberapa potensi dan memunyai

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

toleransi yang baik dibandingakan dengan glutamat antagonis. Glutamat terus menerus

menjadi target strategi terapi yang diteliti dan sering digunakan sebagai marker rujukan

respon obat (Hatton.J., 2001).

Bagan. 2. Induksi Glutamate pada Cedera Saraf Akut (Alzheimer, 2002).

2.8.4 Kalsium

Setiap terjadi iskemik otak, N-type voltage-sensitif calsium channel terbuka. Hal

ini memungkinkan kalsium dan sodium masuk ke dalam terminal neuron yang cedera.

Peningkatan kalsium intraseluler memberi konstribusi terhadap depolarisasi membran

dan kerusakan saraf terminal. Dalam kondisi normal, kalsium di dalam sitosol sel

ditranspor keluar sel dengan pompa membrane yang bergantung pada energi atau

dibuang oleh mitokhondria dan retikulum endoplasma. Metabolisme seluler diturunkan

sehubungan dengan ikatan kalsium dengan membrane mitokhondria dan berlawanan

dengan transpor elektron dan produksi ATP. Hilangnya sumber daya energi sel dapat,

mengeluarkan sinyal kematian sel dan melapaskan toksin sehingga siklus cedera otak

berlansung terus. Phospholipase mengaktifkan sinyal untuk merusak phospholipid dan

menghasilkan kerusakan dinding membran sel yang mengandung phospholipide dan juga

pada organella interna. Perubahan struktur yang terjadi pada phosphatide, phosphat

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

anorganik, dan asam amino merupakan petanda sudah terjadi pelepasan. Hal ini

kemudian memicu mekanisme internal selular untuk siklus kematian sel (Hatton.J.,

2001).

Sinyal dari kerusakan axon secara lambat dapat terlihat dalam 2-3 jam setelah

cedera otak dan menetap selama 24 jam atau lebih. Peningkatan kalsium intraseluler dan

bisa mengaktifkan protease netral spesifik kalsium. Kerja protease dapat menyebabkan

peningkatan jangka lama pada calpain-induced spectrin degradation breakdown

products, kerusakan sel dan perubahan tingkah laku. Degradasi yang termediasi kalsium

dari cytoskleton dianggap menjadi penting pada cedera axonal secara lambat yang mana

kerusakan menjadi lebih buruk pada 24 jam pertama pascacedera otak. Actine adalah

suatu protein struktur besar polymerase dari bentuk microfilamen yang dapat membatasi

masuknya kalsium dari voltage-gated channel atau NMDA. Gelsoline suatu enzyme

intraseluler yang menghambat masuknya kalsium lebih banyak lagi. Gelsoline

memotong microfilamen dan menggangu fungsi sel normal. Gelsoline juga bisa menjadi

mediator apoptosis karena dia secara spesifik diaktifkan oleh caspase-3 sebagai enzyme

kunci pada cascade apoptosis (Hatton.J., 2001).

Fungsi mitokhondria adalah untuk mempertahankan kalsium intraseluler dan

perlindungan sel. Kalsium masuk ke dalam sel dengan low capasitor antiporter atau

electronic uniporter. Pompa mitokhondria mengeluarkan kalsium ketika kadar kalsium

dalam sitosol tinggi. Masuknya kalsium yang berlebihan setelah aktivasi glutamat pada

NMDA reseptor menyebabkan cedera sekunder pada neuron. Pada kondisi normal

mitokhondria terlindungi dari cedera cytotoxic oleh akumulasi kalsium ketika terpapar

oleh glutamate. Cyclosporin telah diteliti potensialnya terhadap neuroproteksi karena

efeknya pada mekanisme pengangkutan kalsium di mitochondria (Hatton.J., 2001).

2.8.5 Radikal Bebas

Kerusakan membran phopholipid merupakan kerusakan sekunder terhadap aktivasi

phospholipase-C yang dapat menghasilkan spesies radikal bebas yang sangat reaktif.

Radikal bebas adalah produk sampingan yang tidak bisa dielakkan dari proses redok

transfer-elektron melalui reaksi enzymatik dan nonenzimatik. Enzyme redok paling

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

banyak menghasilkan hidrogen peroksida dalam otak. Pengubahan hidrogen peroksida ke

hydroxiyl radikal dikatalisa oleh metal transisi (contoh: besi dan tembaga). Radikal

reaktif OH, Lipid peroxyl radikal, thio atau thio-ferro radikal yang merusak sel dengan

menyebakan:

1. Peroksidasi lemak

2. Oksidasi protein atau proteolysis

3. Mengurangi adenosine triphosphate

4. Memecahkan DNA

Enzyme antioxidant endogen meliputi superoxida dismustase(SOD), Catalase,

gluthation peroxidase dan reduktase, thiol-spesifik antioxidan enzyme, thioredoxin dan

protease inhibitor. Antioxidatif seluler ini adalah sistem perlindungan yang secara aktif

melindungi sel otak dan neuron dari cedera oxidant. Otak mengandung sejumlah besar

asam lemak polyunsaturasi, target untuk peroxidase, dan pembentukan species radikal

bebas reaktif. Selama iskemik, katekolamin oksidasi, extravasasi oksidasi haemoglobin,

neutrophil infiltrasi, dan nitric oxide memberi konstribusi dalam mempercepat produksi

radikal bebas. Ketersediaan nitric oxide selama iskemik juga meningkatkan potensial

toxisitas dari superoxida radikal. Antioxidan endogen normal, superoxida dismustase,

catalase dan gluthathion peroxidase tidak dapat sepenuhnya menetralisasi reaksi ini

dalam keadaan iskemik. Seluruh produksi radikal ini, peroxidasi lemak secara lansung

merusak membrane sel dan juga mengubah kontraktilitas vaskuler dan mengurangi aliran

darah. Setiap radikal cascade diakhiri, anyaman menyilang di dalam membrane atau

dengan komponen sel lain dapat terjadi. Hal ini bisa menyebabkan inflamasi sel, edema,

dan merubah sistem enzyme. Perubahan ini memengaruhi permiabelitas seluler dan

merubah kemotaxis sehingga menyebabkan kerusakan tidak langsung. Radikal bebas

mengawali peroxidasi membrane sel, melibatkan myelin, dikatalisa oleh ion besi bebas

yang dilepas oleh hemoglobin, transferin, dan ferritin oleh setiap penurunan PH atau

oksigen jaringan (Chieueh.C., 1999).

Peningkatan induksi kalsium dapat melepaskan radikal bebas dari mitokhondria dan

memicu kalsium teraktivasi protease dan lipase. Hal ini menyebabkan degradasi asam

arachidonat menjadi phospholipase A2 aktif, lipoxigenase dan COX, dan menyebabkan

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

produksi thromboxan A2, Prostaglandin, dan leukotrine. Hal ini tidak begitu jelas apakah

peristiwa ini menyebabkan kerusakan yang sama pada pembuluh darah dan neuron. Nitic

oxide dihasilkan in vivo pada sel endotelial, astroglia dan sedikit pada neuron dengan

tiga bentuk berbeda dari NOS. Nitric oxide bisa berkerja melalui second messengers,

contohnya, cyclic guadinosine monophosphate (GMP), yang menyebabkan sinyal

neurogenik vasodilatasi. NFκB dan IL-1 dapat mengiduksi sinyal NOS (iNOS) dapat

menghasilkan Nitric Oxide. Ada bukti menunjukkan bahwa aktivasi reseptor NMDA bisa

meransang pembentukan Nitric Oxide. Nitric oxide telah berakibat pada pelepasan ikatan

phosphorilasi oxidatif pada mitokhondria, memicu apoptosis, dan pengurangan produksi

energi melalui aktivasi polyadenosin diphosphate (ADP)-ribose sintetase (PARS). Kadar

nitrit dan nitrat (produk stabil nitric oxide) dalam CSF meningkat antara 30 dan 42 jam

setelah cedera otak manusia. Lubeluzol, yaitu suatu obat yang diteliti dapat menghambat

induksi glutamat pada cedera otak dan diusulkan sebagai mekanisme yang terlibat dalam

patway nitric oxide intraseluler. Nitric oxide adalah sumber untuk produksi radikal bebas

dan NO. Radikal ini dihasilkan selama iskemik dan secara umum telah dikenal sebagai

neurotoxic (Chieueh.C., 1999).

2.8.6 Ekspresi Gen, Sintesa Protein dan Growth Factors

SSP memunyai mRNA hampir 30.000 gen dan diperkirakan ada 20.000 protein

berbeda di otak. Semua sintesis protein berkurang setelah cedera otak, tetapi urutan

mRNA baru diekspresikan dan protein tertentu secara khusus disintesis. Dalam hitungan

menit setelah cedera otak, stimulasi glutamat dari NMDA reseptor meningkatkan

kalsium intraseluler atau degradasi membran lemak yang memicu up-regulasi kelompok

stres protein dan yang melewati area cedera akut. Stress protein (heat-shock protein )

berkerja memobilisasi pertahanan sel dan stabilisasi cytoskleton. Gen tertentu dianggap

terlibat dalam dalam respon yang lebih lambat terhadap cedera otak dan efek nya

meliputi proteksi dan pencegahan apoptosis. Gen growth factor sudah ada dalam

beberapa jam cedera kepala, tetapi produksi protein memerlukan waktu beberapa hari.

Banyak neurotrophic growth factor telah diidentifikasi. Selain itu, dikenal dengan baik

nerve growth factor(NGF). Yang lainnya termasuk Brain- Derivate Neurotrophic

Factor(BDNF), Insuline Like Growth Factor-1(IGF-1), Glial Derived Neurotrophic

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

Factor(GDNF), dan Neurotrophic Factor-3), neurotrophic factror bisa meng up-regulasi

sintesis protein baru untuk berkerja menguragi efek kerusakan akibat masuknya ion

kalsium dalam jumlah banyak yang menyebabkan sekunder injury. Ada bukti dari

percobaan in vitro bahwa growth factor dapat memproteksi neuron untuk melawan

cedera dari energi yang hilang atau kalsium yang berlebihan. Transmisi growth factor

bisa dipengaruhi oleh kerusakan axon setelah cedera otak. Pada manusia dengan cedera

otak, kadar sistemik IGF-1 endogen menurun setelah cedera otak dan tetap rendah

sampai 14 hari. IGF-1 yang ada sekarang hanya growth factor yang diperiksa secara

klinis untuk potensial neuroprotektif nya pada pasien dengan cedera otak (Hatton.J.,

2001).

2.9 Strategi Farmakologi Pemilihan Neuroproteksi

Mekanisme kematian sel hal penting untuk meningkatkan mamfaat ketika

dipertimbangkan intervensi target terapi. Mediator inflamasi, cytokine, growth factor,

glutamate, dan neurotrasmitter lainnya telah dieksplorasi sebagai tempat yang potensial

untuk memutuskan siklus kematian sel setelah cedera otak akut. Obat yang menghambat

reseptor untuk mediator ini berusaha memutuskan siklus kerusakan sel yang terus

berlangsung dengan cara menghambat sinyal eksternal inflamasi sel. Banyak sekali

susunan mekanisme dan mediator-mediator berperan terhadap komplikasi berkembang

trauma otak sekunder yang menjadi latar belakang strategi efektif untuk pemilihan obat

neuroproteksi. Mekanisme terapi yang berkerja tunggal untuk usaha beberapa multipel

proteksi mungkin tidak adequate. Kemungkinan target untuk intervensi adalah termasuk

antagonis kalsium channels sensitif-voltage, reseptor antagonis NMDA, glysine, atau

reseptor antagonis polyamine, antagonis radikal bebas atau scavengers, modulator

leukosit, dan growth faktor atau gen terapi. Tantangan terapi meliputi klarifikasi target

sinyal yang paling sesuai, waktu pemberian, metode pemberian, dosis optimal yang akan

mencapai konsentrasi sistemik atau sentral yang mampu membangkitkan suatu respon

yang diinginkan di susunan saraf pusat (Hatton.J., 2001).

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

2.9.1 Apoptosis Inhibibisi

Target obat pada program sel bunuh diri dalam kondisi iskemik meliputi inhibisi

caspase, inhibisi protein modulator neuronal apoptosis(NAIP, dan inhibisi poly (ADP-

ribose) polymerase (PARP) .Aktifasi Caspase-3 telah diobservasi pada penderita stroke,

trauma medula spinalis dan cedera otak. NAIP diekspresikan hampir secara khusus dalam

sel saraf dan menghambat aktifitas enzyme caspase-3. Pada stroke hewan percobaan ,

modulasi NAIP expresi dapat mencegah kematian sel saraf (Hatton.J., 2001).

.

2.9.2 Agonis α-Adrenoceptor

Agonis α2-Adrenoceptor menginduksi vasokonstriksi pembuluh darah otak dan

mengurangi ICP pada cedera kepala hewan percobaan. Dexmedotomidine pada tikus

percobaan menurunkan volume iskemik 40% walaupun hipotensi dan hiperglikemia

telah diobservasi pada beberapa hewan percobaan. Arginin juga telah diberikan pada

hewan percobaan ini dan efektivitasnya mengurangi volume kontusio tanpa mengubah

ICP. Penelitian ini mengesankan bahwa ada terapi alternatif yang bisa diharapkan

mengurangi aliran darah otak tanpa memengaruhi hipotensi sistemik untuk

mempertahankan tekan perfusi otak (Hatton.J., 2001).

2.9.3 Agonis cholinergic

Kadar acetilcholin meningkat pada jaringan otak dan cairan otak setelah cedera

otak. Pada penderita yang bertahan hidup, gangguan kognitif mungkin berkaitan dengan

penurunan aktivitas choline acethyl transferase karena autopsi specimen dari pasien

dengan cedera otak memperlihatkan perlindungan reseptor muscarinik pada tempat

ikatannya di temporal kortek. Juga, pengurangan ikatan pada reseptor cholinergic di

hipocampus dan batang otak menetap sampai dua minggu setelah cedera otak. Pusat

inhibisi selektif acetylcholine estaras dan rivastigmin, dan mempercepat penyembuhan

fungsi motorik, perbaikan Morris Water Maze Performance dan dapat mengurangi edema

serebri dengan cedera otak. Blok selektif reseptor muscarinik M2 postsynap

menggunakan BIBN 99 dalam 24 jam cedera otak dan diteruskan selama 11-15 hari

untuk mengurangi defisit kognitif dari pada yang dijumpai pada kontrol. Obsevasi ini

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

menunjukkan pengurangan aktivitas kholinergik yang berperan terhadap sequele

nerologis setelah cedera otak (Hatton.J., 2001).

2.9.4 Antagonis kinin

Bradikinin menyebabkan dilatasi vaskuler otak dan dengan nyata meningkatkan

permiabelitas vaskuler otak. Efek dimediasi oleh reseptor bradikinin yang terletak pada

endotelium vasculer. Aktivasi reseptor bradikinin-2 memediasi edema otak. LF 160687

adalah reseptor antagonis bradikinin-2 yang jelas mengurangi edema otak pada tempat

cedera. Satu penelitian yang menggunakan LF 160687 pada dosis 100μ gr/kg/mnt pada

tikus dengan edema otak fokal memperlihatkan penyembuhan fungsional yang secara

signifikan membaik dalam 6-7 hari. Percobaan klinis dari antagonis kinin Deltibant(CP

0127) telah sempurna. Dua puluh pasien dengan cedera otak ringan sampai sedang (GCS

9-14) diterapi selama 7 hari dengan Deltibant 3 μgr/kg/mnt dalam 24-96 jam cedera otak.

Kontrol ICP lebih baik dan sedikit menurun pada score GCS dapat terlihat pada

kelompok yang menerima dengan plasebo ( Pruneau.D., 1999).

2.9.5 Inhibisi Cyclo-Oxygenase-2(COX-2)

Kadar COX-2 meningkat dalam neuron dan astrocyte setelah cedera otak pada

tikus. Inhibisi COX-2 telah memperlihatkan hasil yang beragam. Celecoxib terlihat

memperburuk penampilan motorik, tetapi tidak pada fungsi kognitif tes. Nimesulide,

COX-2 inhibitor lain menurunkan pembentukan prostaglandin E2 pada hypotalamus dan

jaringan kortek tetapi relatif tidak memunyai efek pada edema otak atau aktivitas

fungsional setelah cedera otak pada tikus. Proses inflamasi yang dipicu oleh cedera otak

tidak hanya mengaktifasi produksi asam arachidonat, tetapi juga mengaktifasi platelet-

factor(PAF). Yang terakhir adalah aktifator transkripsional yang dapat diinduksi gen

COX-2. Antagonis PAF telah digunakan untuk mengurangi expresi COX-2 setelah cedera

otak iskemik reperfusi fokal pada hewan percobaan. Pada hewan percobaan

prostacycline infus mengurangi volume lesi cortex 45% dibandingkan dengan kontrol.

Neuroproteksi ini mungkin berkaitan dengan perubahan microsirkulasi berhubungan

dengan vasodilatasi dan efek antiagregasi dari prostaglandin (Pruneau.D., 1999).

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

2.9.6 Antagonis Adhesion Molekul Intraseluler

Pada Citicoline secara alamiah ditemukan senyawa endogen yang dilaporkan

dapat memberi efek neuroprotektif setelah iskemik otak. Obat ini terlihat tergantung

dosis pada hewan percobaan. Pada dosis lebih tinggi citicoline dapat mengurangi edema

dan kerusakan sawar darah otak. Efek ini diobservasi pada kasus cedera dan noncedera.

Walaupun citicoline tidak memperlihatkan efek yang signifikan pada percobaan klinis

stroke (phase II/III) harapan ke depan pada cedera otak akibat trauma masih ada

(Hatton.J., 2001).

2.9.7 Antagonis reseptor NMDA (N-Methyl –D-Aspartate)

Fokus besar penelitian neuroprotektif ditargetkan pada reseptor NMDA. Pada

keadaan normal kompleks reseptor NMDA terlibat dalam proses belajar dan memori.

Dengan menghambat proses transduksi sinyal dalam neuron, antagonis NMDA bisa

menginduksi halusinasi, phisikosis, dan efek samping CNS lainya pada pasien sadar.

Kompetitif antagonis NMDA memunyai affinitas yang tinggi terhadap reseptor glutamate.

Secara teoritis obat ini jika diberikan dalam konsentrasi yang cukup, akan menghambat

glutamat dari ikatan pada reseptornya dan mencegah pembukaan NMDA channel. Saat ini

target baru bentuk modulasi efek glutamat pada reseptor NMDA telah diidentifikasi.

Penelitian sekarang menghubungkan usaha untuk mengurangi akumulasi glutamat selama

iskemik dengan menghambat kunci enzyme intraseluler, N-acetylated alpha-linked acidic

dipeptidase (NAALADase). Pendekatan ini potensial menguntungkan secara selektif pada

tempat di mana glutamat diproduksi berlebihan dari pada keseluruhan otak. Ini bisa

diusulkan perbaikan yang substansial dalam profile yang aman modulator glutamat dan

tergantung pada bukti lanjut keefektifan setiap penelitian kedepan yang sempurna

(Hatton.J., 2001).

2.9.8 Antagonis Receptor α-Amino-3-Hydroxy-5-Methyl-4- Isoxazolepropionate

(AMPA)

Perkembangan dari antagonis reseptor AMPA baru dimulai. Talampenel (LY

300164) adalah antagonis selektif nonkompetitif reseptor AMPA dengan spektrum luas

dan beraktifitas sebagai antikejang. Obat ini memperlihatkan efek anti kejang yang

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

sangat baik pada hewan percobaan dan berpotensial sebagi neuroprotektif setelah cedera

otak. Obat ini diabsorbsi dengan pemberian oral dan berinteraksi dengan beberapa obat

lain yang dimetabolisme oleh Cytocrome P450 (CYP) 3 A isoenzyme. Percobaan klinis

obat ini pada cedera otak belum dimulai (Hatton.J., 2001).

2.9.9 Magnesium Sulfate

Magnesium mengatur masuknya kalsium ke dalam sel melalui reseptor NMDA.

Kadar magnesium intraseluler baik yang bebas maupun total lebih rendah pasca cedera

otak dan berkorelasi dengan beratnya cedera axon diffuse. Penurunan magnesium bebas

dalam sel menetap sampai 4 hari dan akhirnya menurun ke nilai dasar hari ke 6.

Pemberian magnesium chlorida 125 μ mol pada tikus dalam 60 menit dari cedera otak,

mampu memperbaiki kadar magnesium terionisasi darah sampai ke nilai dasar dalam

waktu 24 jam pasca cedera otak , berkorelasi pada 1-2 minggu dengan perbaikan motorik

tetapi tidak mempengaruhi hal yang berkaitan dengan belajar. Waktu pemberian setelah

cedera otak penting, ketika magnesium diberikan antara 8-12 jam setelah cedera otak

tikus terus memperlihatkan perbaikan motorik. Konsentrasi magnesium terionisasi dalam

darah bisa menjadi indikator prognostik motorik outcome. Konsentrasi serum 1,49

mmol/L dan telah memperlihatkan efek neuroprotektif pada penelitian preklinis. Skema

dosis pemberian magnesium chlorida 0,5 mmol/kg intravena sebagai loading dose diikuti

dengan 0,12 mmol/kg/jam untuk mempertahankan konsentrasi magnesium serum 2

mmol/l (Hatton.J., 2001).

2.9.10 Dexanabinol

Dexanabinol (HU 211) adalah nonpsychotropic sintetis cannabinol dengan sifat

farmakologi yang sama dengan non kompetitif antagonis reseptor NMDA; walaupun ia

stereoselective inhibisi reseptor. Mekanisme lain dari neuroprotektif telah ditemukan

dengan obat ini yang meliputi scavenging dari peroxide, hydroxi radikal dan dapat

menghambat produksi TNFα pada tikus cedera otak tertutup. Injeksi tunggal yang

diberikan pascacedera otak menghasilkan perbaikan fungsional jangka panjang dan

meningkatkan ketahanan hidup neuronal pada hewan percobaan dengan kerusakan otak

karena iskemik. Pada tahun 2000, 101 pasien penelitian fase II telah sempurna.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

Dexanabinol pada psien memperlihatkan efektif yang terbatas pada hipertensi

intrakranial dalam episode 4 jam pascacedera otak. Obat diberikan dalam 6 jam cedera

otak dengan dosis 48 mg, 150 mg dan 200 mg (Hatton.J., 2001).

2.9.11 Stratrienes

Estradiol secara lokal dibentuk di jaringan saraf dan ekspresi dipengaruhi dalam

astrocyte setelah cedera otak. Estrogen telah dilaporkan memberikan beberapa tingkat

neuroprotektif melawan induksi toxisitas glutamat dan juga melawan neurotoxisitas

akibat induksi amyloid peptida. Walaupun mekanisme pasti tidak diketahui, downn-

regulasi pembentukan jaringan gliosis telah diobservasi. Efek ini menyebabkan

akumulasi astrocyte pada daerah cedera otak lebih rendah. Estratrienes adalah salah satu

kelas baru neurosteroid yang telah dikembangkan untuk dimanfaatkan sebagai

neuroprotektif potensial (Hatton J, 2001).

2.9.12.Antagonis Kalsium

Peran terpadu kalsium dalam memicu sejumlah besar urutan yang berperan

utama terhadap cedera otak sekunder secara alamiah menyebabkan penelitian berbagai

target terapi mediator ini. Penelitain awal diperiksa antagonis spesifik channel-kalsium,

yaitu Nimodipine suatu antagonis kalsium channel type-L. Obat ini dijumpai lebih

berproteksi pada pasien dengan perdarahan subarachnoid berkaitan dengan cedera otak,

walaupun hasilnya masih diperdebatkan. Fase I penelitain aman telah lengkap dengan DP

b 99, prodrug kalsium chelator BEPTA. Ziconotide (SNX 111/CI 1009) bekerja pada

presinaptik kalsium channel type –N untuk menghambat ransangan pelepasan

neurotransmitter pasca cederaotak, pada tikus percobaan obat ini efektif menurunkan

akumulasi kalsium (Hatton.J., 2001).

2.9.13 LOE 908

LOE 098 adalah senyawa baru yang memunyai spektrum luas dan yang

menghambat voltage- and store-operated cation channels controlling intracellular

calcium levels. Penelitian sebelumnya telah memperlihatkan perbaikan fungsi motorik

dengan obat ini, tetapi tidak ada perbaikan pada test kognitif (Hatton.J., 2001).

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

2.9.14 MS 153

MS 153 yaitu suatu obat yang diteliti baru-baru ini dijelaskan memungkinkan

target pada sodium voltage-gated atau channel kalsium teraktifasi setelah iskemik otak.

Mekanisme kerjanya kurang dapat dipahami, mekanisme kerja obat ini juga menurunkan

kadar glutamate ekstraseluler. Kerjanya pada protein kinase-C menunjukkan sebagai hal

yang memberikan kontribusi pada kerja dari MS 153 (Hatton.J., 2001).

2.9.15 Cyclosporine

Cyclosporin dapat mencegah kematian sekunder sel saraf dengan menghambat

pembukaan pori dan pencegahan keluarnya kalsium. Cyclosporin secara luas digunakan

sebagai obat immunosupressi yang menghambat aktivasi lymphosit-T dan memunyai

peran multiple penting dalam regulasi sel saraf. Bukti penelitian pada hewan percobaan

menunjukkan efek protektif pada cedera saraf. Cyclosporin diberikan pada kelinci dan

tikus setelah kontussio kortek berat, yaitu penurunan cedera saraf sampai 50%. Sifat

psychochemical cyclosporin penetrasi ke CNS yang terbatas adalah dalam keadaan

psychological normal. Meskipun demikian, sawar darah otak terganggu setelah cedera

otak. Hasil dari penelitian telah terindikasi bahwa rentang waktu intervensi terapi adalah

paling cepat dan bahkan selambat-lambatnya 24 jam. Pemberian pascacedera otak

cyclosporin menghasilkan pengurangan signifikan(40%) volume lesi (Hatton.J., 2001).

2.9.16 Antioxidants

Antusiasme proteksi antioksidan pascacedera kepala menurun secara signifikan

setelah ada hasil penelitian klinis fase dari pergorgetein dan tirilazad. Walaupun

demikian beberapa strategi baru untuk scavenging radikal bebas pascacedera otak

ditemukan dalam penelitian. OPC 14117 adalah scavenger yang telah dievaluasi pada

kontusio kortex serebri binatang percobaan. Pada kondisi ini terapi pasca cedera

mengurangi progresifitas edema, ukuran kontusio, dan perluasan necrosis dan juga

membatasi defisit perilaku. Paling sedikit satu antioxidan baru termasuk edaravone (MC

186) yang telah dimulai fase I penelitian. Penelitian perkembangan dari peroxynitrite

scavengers sedang dilakukan. Radikal bebas ini dapat mengoxidatif lemak, protein dan

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

asam nukleat sel yang cedera. Obat yang melindungi mikrovaskuler bentuk ini dari

spesies oksigen reaktif pasca cederaotak dapat memberikan keuntungan ( Chieueh.C.,

1999).

2.9.17 Inhibisi Nitric Oxide

Derivat Nitric oxide dan modulatornya dianggap sebagai calon neuroprotektif

setelah cedera otak. Antiosidan dan anti radikal bebas dianggap sebagai potensial

menguntungkan. Radikal nitroxide stabil yang dievaluasi pada tikus memperlihatkan

beberapa efek perbaikan klinis, termasuk pengurangan edema dan kerusakan sawar darah

otak. Mekanisme neuroprotektif dapat melibatka nitroxide dalam transisi logam, radikal

bebas, atau oksigen. NXY 059 adalah nitrone yang bisa menembus sawar darah otak dan

memperlihatkan pengurangan volume infark dan nekrosis ketika diberikan setelah atau

sebelum cedera otak pada tikus percobaan. Lubeluzole adalah modulator dari sirkuit

sintesis nitric oxide. Volume kontusio, bengkak hemispher dan kandungan air tidak

berubah dengan dosis pascacedera kontusio kortek pada tikus. Corticotropin-releasing

factor adalah neuroprotektif peptida endogen, yaitu bukti baru yang menunjukkan bahwa

ia bisa melawan kematian sel akibat oxidatif di samping fungsi fisiologis normalnya.

Pada tingkat molekuler, kortikotropin menurunkan aktivitas ikatan DNA dan aktivitas

transkripsi dari NFκB. Mekanisme ini dapat bertanggungjawab untuk efek protektif

corticotrophine melawan stress oksidatif yang diinduksi oleh NFκB. Corticotrophine

realising factor(CRF) dapat merangsang pelepasan kortikotropin. CRP adalah

neuropeptida hipotalamus yang dikenal untuk menghambat kebocoran cairan dari plasma

yang melewati membrane. Hal ini mengurangi edema pada jaringan cedera. Corticorelin

yang berfungsi sebagai releasing factor dapat meningkatkan kortikotropin, termasuk

penelitian fase II pada pasien dengan edema otak peritumoral. Untuk yang akan datang

dalam pengobatan edema otak sampai saat ini masih diteliti (Kroppenstedt.S.N.,1999).

2.9.18 Growth Factors

Glial-secreted peptide trophic factors secara potensial memiliki neuroprotektif

termasuk BDNF, CNTF, IGF-1, fibrin growth factor (FGF), bone morphogenetic protein

(BMP)-4, BMP-7, amphiregulin, cerebellum derived growth factor (neuregulin- 2), and

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

GDNF. Mengirimkan konsentrasi adekuat ke CNS telah menjadikan tabir dari obat ini

untuk dibuat penelitain yang lebih besar. Keterbatasan yang lain adalah kurangnya

dokumentasi yang spesifik dari defisiensi growth factor pasca cederaotak dan juga

apakah suplemen eksogen growth factor akan memberikan keuntungan. Dosis, waktu

pemberian awal, dan lamanya terapi masih dalam penelitian pada banyak hewan

percobaan untuk berbagai endogen dihasilkan growth factor. Basic fibroblast growth

factor (BFGF) diberikan setelah fluid percussion injury pada tikus, secara signifikan

mengurangi jumlah kerusakan neuron kortikal dan ukuran kontusio dengan hanya diinfus

3 jam. IGF-1 diberikan dalam 2 minggu dengan menggunakan pompa subcutan untuk

memperbaiki fungsi motorik, kemampuan belajar dan retensi memori pada tikus dengan

cedera otak. Penelitian yang terakhir menunjukkan pengobatan jangka panjang setelah

cedera otak mungkin manjur. Manusia dengan cedera otak secara signifikan menurunkan

IGF-1 serum (Hatton et al, 2001). Penelitian randomise terhadap 33 pasien dengan

cederera otak sedang sampai berat (GCS 4-10) tidak diterapi dengan kortikosteroid

terhadap dukungan nutrisi saja atau kombinasi dengan kontinyu infus IGF-1(0,01

mg/kg/jam). Terapi dimulai 72 jam pasca cedera otak dan terus sampai 14 hari. Obat

yang diberikan mendapat toleransi baik pada semua pasien dan perbaikan metabolik

dilaporkan dalam 3 hari cedera otak pada pasien yang menerima obat ini. Ini laporan

pertama dari efektifitas anabolik dengan dukungan nutrisi pada populasi ini (Alzheimer,

2002).

Bagan. 3. Ringkasan Jalur Sinyal Neuroprotektif yang Dipengaruhi oleh Fibrine Growth

Factor(FGF) (Alzheimer, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

Ditemukan bahwa walaupun IGF-1 yang diberikan kontinyu secara sistematis,

konsentrasi serum cepat menurun. Growth hormon meningkat dan konsentrasi ikatan

protein utama diperifer (IGFBP3) turun. IGF-1 eksogen yang terlihat mulai negatif

biofeedback pada fungsi pituitary dapat menyebabkan perubahan pada pembersihan.

Strategi dosis ini disetujui karena konsentrasi farmakologi (> 450 μg/L) tidak dapat

dipertahankan. Keseimbangan negatif nitrogen dan perbaikan hasil akhir neurologis pada

6 bulan terlihat berhubungan dengan pencapaian konsentrasi serum lebih tinggi daripada

nilai normal endogen (150-450 μg/L). Tes lebih lanjut dengan potensial IGF-1 untuk

perbaikan parameter metabolik dan neurologis pada cedera otak berat, secara prospektif,

randomisasi dan, double blind dukungan nutrisi saja atau kombinasi IGF-1 dengan terapi

growth hormon dan nutrisi telah dimulai. 98 pasien telah dirandomise ke dalam penelitian

ini dengan metodelogi identik terhadap penelitian IGF-1 sebelumnya (Alzheimer, 2002).

Kombinasi IGF-1 dan growth hormon cepat mencapai serum farmakologis dan

parameter metabolik yang secara signifikan lebih baik pada kelompok terapi. Sistemik

IGF-1 /growth hormon terapi terlihat dapat meningkatkan konsentrasi IGF-1 dalam

CNS. Hasil akhir klinis neurologis, tidak ada perbedaan signifikan dari yang dicapai

dengan dukungan nutrisi saja. Penambahan growth hormon pada regimen dalam usaha

mengoptimalkan konsentrasi sistemik telah dapat memengaruhi hasil akhir. Penelitian

telah ditempatkan pada penanganan klinis karena laporan growth hormon dapat

meningkatkan kematian pasien pada penyakit kritis. Potensial penuh dari terapi IGF-1

dalam hal neuroprotektif masih memerlukan penelitian lebih lanjut (Hatton.J., 2001).

2.10 Statin sebagai Neuroprotektor

Statin yang juga dikenal sebagai 3-hydroxy-3-methylglutaryl co-enzyme A

(HMG-CoA) reductase inhibitors digunakan sebagai obat penurun kholesterol dan

memperlihatkan penurunan insiden penyakit jantung koroner pada percobaan klinis.

Statin berkerja menghambat produksi enzyme penting L-Mevalonat, yaitu suatu hasil

sampingan metabolisme kolesterol. Walaupun bukti tertentu menunjukkan pengurangan

kadar kolesterol, tidak seluruhnya efek dari statin. Indikasi ini menunujukkan bahwa

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

statin memunyai mekanisme kerja lain yang mungkin melalui jalur produksi mevalonat

yang berperan dalam pemberi isyarat seluler (cellular signalling). Selama beberapa

dekade yang lalu memunyai bukti yang jelas bahwa statin juga memunyai efek

neuroprotektif. Telah dilaporkan bahwa pemberian statin berhubungan dengan insiden

penyakit Alzaimer. Hal ini tidak dipersoalkan lagi, tetapi beberapa penelitian

memperlihatkan bukti bahwa statin mengurangi produksi Amyloid-β peptida in vitro.

Penelitian terbaru juga memunyai harapan efek statin pada penyakit parkinson. Lebih

lanjut pada hewan percobaan tampak bahwa statin mungkin menguntungkan pada terapi

multiple sclerosis dan stroke akut. Statin dikenal efektif dan mempunyai sedikit efek

samping. Efek samping adalah yang paling sering adalah gejala gatrointestinal dan

merasa mules, Hepatotoxic bisa ditandai dengan peningkatan serum SGOT, terjadi kurang

1% pasien dengan pemberian dosis tinggi (Most et al, 2009).

Jenis-jenis statin adalah lovastatin, pravastatin dan simvastatin yang berasal dari

jamur; atorvastatin, rosuvastatin, fluvastatin, pravastatin adalah sintetis (Schachter,

2005). Atorvastatin dan simvastatin meskipun farmakokinetiknya berbeda, tidak banyak

menunjukkan perbedaan dalam penanganan cedera otak. Simvastatin yang diberikan

secara oral akan diserap oleh usus antara 30% hingga 85%. Simvastatin diserap dalam

bentuk laktone inaktif sehingga perlu ditransformasi di hati menjadi bentuk aktif, yaitu ß-

hydroxy acid dan asam simvastatin. Hampir seluruh Simvastatin yang diserap akan

mengalami first pass metabolism di hati. Mekanisme simvastatin masuk ke dalam hati

melalui difusi sederhana karena sifat simvastatin yang lipofilik, Akibat first pass

metabolism, bioavabilitas sistemik simvastatin dan metabolitnya bervariasi antara 5%

hingga 30% dari dosis yang diberikan. Farmakokinetik statin di dalam plasma, lebih dari

95% simvastatin dan metabolitnya akan berikatan dengan protein. Setelah pemberian

oral, konsentrasi simvastatin dalam plasma akan mencapai puncak dalam waktu 1 hingga

4 jam. Begitu juga dengan waktu paruh dari simvastatin, yaitu 1 hingga 4 jam.

Simvastatin dan metabolitnya diekskresikan melalui feses sebanyak 70% dan sisanya

melaui urin (Suzy. Rr, 2012; Brunton, 2006).

Simvastatin dan atorvastatin memiliki sifat relative lipohilic yang setara sehingga

memiliki daya penetrasi yang baik ke sawar darah otak (bood brain barrier) , sementara

rosuvastatin dan pravastatin memiliki sifat hydrophilic sehingga minimal penetrasi ke

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

sawar darah otak (bood brain barrier). (Suzy. Rr, 2012; Wible.E.F., et al, 2010).

Walaupun simvastatin dan atorvastatin memiliki keunggulan yang sama sebagai

neuroprotektor, pada penelitian ini digunakan simvastatin karena harga murah dan sudah

tersedia dalam bentuk generik di indonesia.

Bagan 4. Jalur metabolisme mevalonat (Most et al, 2009).

2.10.1 Neuroprotective Signalling Pathways yang Diaktifkan oleh Statin

Statin dapat mengaktifkan beberapa jalur pemberi sinyal neuroprotektif. Zacco

dkk, menunjukkan bahwa beberapa statin menjadikan neuron kortek primer tikus yang

resisten terhadap excitotoxicity pada jalur cholesterol-dependent. Potensi neuroprotektif

kurang lebih berkorelasi dengan efektivitas block HMG-CoA telah dilaporkan oleh

McTaggal dkk (2001) dan efek neuroprotektif dapat dibalikkan dengan penambahan

mevalonat dan cholesterol. Meskipun demikian percobaan in vitro oleh kelompok Chopp

Universitas Sumatera Utara

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

menunjukkan terapi statin setelah cedera otak meningkatkan neurogenesis dan

synaptogenesis tanpa perubahan serum kolesterol. Penemuan mereka juga menunjukkan

induksi neuroproteksi oleh statin dengan mempromosikan pelepasan neurotrophic factor.

Sesungguhnya Simvastatin telah memperlihatkan induksi ekspresi dari BDNF (Brain

Derived Neurotrophic Factor) setelah cedera otak dan injeksi LPS ke dalam substansia

nigra. Beberapa penelitian in vitro dan in vivo memberikan bukti bahwa statin

mengaktifkan neuroprotektif protein kinase-B (PKB/Akt). Aktifasi dari PKB/Akt oleh

statin terbukti pada saat sekarang dan lampau pada sel endotel dan prognitor dan

sekarang telah dilakukan pada kultur neuron dan pada CNS binatang yang diterapi

dengan statin (Most et al , 2009).

Bagan 5. Mekanisme Statin pada Metabolisme Lemak dan Selular Signalling Neuroprotektif

(Most et al, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

2.10.2.Efek Neuroinflamasi Inhibitor HMG CoA Reduktase (Statin)

2.10.2.1.Menurunkan Inflamasi Sitokin

Statin mengurangi ekspresi induksi-sitokain dari ko-stimulasi molekul pada sel

imun (termasuk mikroglia) dan endotelium. Statin juga mengurangi induksi molekul

ekspresi dari MHC kelas II. Efek yang terakhir bergantung pada GGPP, tetapi beberapa

penelitian mengindikasikan lemak bisa terlibat dan bisa juga tidak. Statin bisa juga efek

menghambat ekspresi MHC kelas-I, tetapi buktinya terbatas untuk asumsi ini dan masih

kontroversi (Most et al, 2009).

Tidak mengherankan, inhibisi presentasi antigen berakibat pada pengurangan

proliferasi sel-T, tetapi statin juga bisa memengaruhi sel-T phenotype, walaupun ini

kontroversi. Statin mempromosikan differensiasi sel-T menjadi Th2 phenotype. Statin

mengurangi sekresi pro-inflamasi cytokine Th1 dan meningkatkan sekresi anti inflamsi

cytokine Th2. Ini juga paling mungkin akibat kekurangan isoprenoid, walaupun tidak

semua bukti setuju. Penelitian tunggal pada binatang dilaporkan bahwa statin pelindung

melawan multiple sclerosis dan proteksi dapat ditransfer ke binatang lainnya dengan

mentransfer Th2 defferensiasi sel. Pada hewan percobaan multiple sclerosis juga

memperlihatkan bahwa statin mengurangi migrasi leukosit dan infiltrasi pada jaringan

inflamasi. LFA-1 memainkan peran penting pada infiltrasi jaringan, jadi ini mungkin

disebabkan oleh ikatan LFA-1 dan mencegah interaksi nya dengan ICAM-1 (Most et al,

2009).

2.10.2.2 Meningkatkan Integritas Sawar Darah Otak

Penyebab utama hilangnya integritas sawar darah otak pascatrauma adalah

terjadinya upregulasi mediator-mediator inflamsi seperti tumor nekrosis factor (TNF-α),

interleukin-6 (IL-6) interleukin-1β (IL-1β) dan interseluler adhesion molekul-1 (ICAM-

1). Pada percobaan preklinis pemberian inhibitor HMG CoA reduktase (statin)

memperlihatkan penurunan kadar TNFα, IL-6, IL-1β, dan ICAM-1 fase akut dan subakut

setelah cedera otak (Wible,E.F., et al, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

2.10.2.3 Mengurangi Edema Serebri

Respon neuroinflamasi setelah cedera otak menyebabkan kematian sel sekunder

subakut melalui proses eksitotoksik, peroksidasi lemak, kerusakan sawar darah otak, dan

akhirnya menyebabkan edema serebri. Pada percobaan preklinis inhibitor HMG CoA

reduktase (simvastatin dan atorvastatin) memperlihatkan penurunan translokasi sukrosa

dan albumin. Dengan demikian, mengurangi edema serebri pascacedera otak (Wible,

E.F., et al, 2010).

2.10.2.3 Mengurangi Oksidatif Stres

Statin dapat melindungi sel dari kerusakan akibat osidatif. Statin telah

meperlihatkan mempunyai efek antiokidatif pada jaringan dan in vivo binatang

percobaan juga pada percobaan kinis. Pada neuron statin dilaporkan mengurangi

peroksidasi lemak setelah kehilagan oksigen, gula, dan reperfusi. Statin dapat

mengurangi produksi species oksigen reaktif dengan menghambat pembentukan dan

aktivasi NADPH commplex. Selain itu statin dapat mengurangi kerusakan akibat oksidasi

dengan mengontrol produksi nitric oxide dan memungkinkan pengurangan respon

inflamasi (Most et al, 2009).

Oksigen radikal nitric oxide (NO) berfungsi sebagai molekul pemberi sinyal pada

sistem vaskuler. NO secara lokal memperbaiki aliran darah dengan mengiduksi respon

vasodilator poten. Karena gambaran hipoperfusi pada penyakit Alzaimer dan dikaitkan

dengan penurunan fungsi kognitif, hal ini menunjukkan vasodilatasi dapat mengurangi

kematian sel. NO diproduksi oleh tiga enzyme : Endotelial Nitric Oxide synthase(eNOS),

Neuronal Nitric Oxide Synthase(nNOS) dan Inducible/Inflammatory Nitric Oxide

Synthase(iNOS) yang membentuk ekspresi makrophag. Segera setelah cedera iskemik

eNOS diaktifkan dan usaha keras untuk efek melindungi sangat berkurang karena efek

vasodilatasinya. Meskipun demikian, cedera iskemik mengaktifkan ekspresi nNOS,

induksi, ekspresi dan aktivasi iNOS secara menetap. Pada akhir overproduksi NO

menyebabkan kerusakan oxidatif. Statin juga mengurangi produksi superoxida radikal

dan peroxynitrite (Most et al, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

2.10.3 Respon Neuroinflamasi pada Kontusio Serebri

Bagan 5a. Respon neuroinflamsi pada kontusio serebri (Oliver. I, et al, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

Ringkasan efek neuroprotektif statin

Aktifitas tombosist

↓Agregasi trombosit

↓Deposit trombosit pada dinding pembuluh darah yang rusak

Pembentukan trombin

↓Penumpukan peptida dari pemecahan trombin

↓Penumpukan trombus (menekan penumpukan abnormal tromboxan A2)

Pembentukan nitric oxide(NO)

↑Upregulasi sintesa endotelial NO dengan ↑ bioavailabilitas NO (Peran fisiologis protektif)

↑Aliran darah otak(CBF)

↓Produksi toxic dari NO melalui iNOS

Efek anti inflamsi

↓Menurunkan potensial kerusakan cytokine dari macrophage selama iskemik otak

↓Pembentukan pro-inflamsi isoprenoid

↓Ekspresi adhesion molekul

↓Interaksi endotelial leukosit

Efek anti oksidan

↓Oksidasi lipoprotein

↓Kerusakan akibat radikal bebas

Tabel 5. Efek Neuroprotektive Statin (Cucchiara et al , 2001; Indharty.S, 2012)

Bagan-6; Efek statin pada cedera otak (Wible et al, 2010; Indharty.S, 2012 ), Bax/Bcl-2= Bcl-2

associated X protein; BBB= blood brain barrier; BDNF= brain-derived neurotrophic factor;

eNOS= endothelial isoform of nitric oxide synthase; PKB= protein kinase B; PI3K

=phosphoinositide-3-kinase; VEGF= vascular endothelial growth factor; VEGFR2 vascular

endothelial growth factor receptor 2; vWF =von Willebrand Factor

Universitas Sumatera Utara

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

2.11 Interleukin

Interleukin adalah suatu kelompok cytokine yang pertama sekali diekspresikan

oleh leukosit, istilah interleukin berasal dari inter- yang artinya komunikasi dan –leukin

yang artinya turunan protein yang dihasilkan oleh leukosit. Fungsi sistem imun sebagian

tergantung pada interleukin. Mayoritas interleukin disintesis oleh helper CD4 T

limphosit juga oleh monosit, makrophag, dan sel endotelial. Interleukin reseptor pada

astrosit dihipocampus juga diketahui terlibat dalam perkembangan memori pengenalan

ruang / lingkungan pada tikus (Wikipedia, 2013).

Banyak interleukin yang sudah ditemukan pada manusia; interleukin-1 dihasilkan

oleh makrphage, B sel, monosit dan dendritic sel. Interleukin-2 dihasilkan oleh sel T-

helper (th-1). Interleukin-3 dihasilkan oleh T-sel helper yang teraktivasi, sel mast, sel

NK, sel endotelium dan sel eosinophil. Interleukin-4 dihasilkan oleh sel th-2, sel CD4+,

sel mast dan makrophag. Interleukin-5 dihasilkan oleh sel th-2, sel mast dan eosinophil.

Interleukin-7 dihasilkan dari stromal sel sumsum tulang dan sel thymus. Interleukin-8

dihasilkan oleh makrophag, limphosit, sel epitelial CXCL8 dan sel endotelial. Inteleukin-

9 dihasilkan oleh sel th-2 dan th-2 CD4+. Interleukin-10 dihasilkan oleh monosit, th-2, T

sel CD8+, sel mast, makrophag dan sel B. Interleukin -11 dihasilkan oleh sel stroma

sumsum tulang, Interleukin-12 dihasilkan oleh dentritik sel, B sel, T sel dan makrophag.

Interleukin-13 diahasilkan oleh T helper sel aktif dan NK sel. Interleukin-14 dihasilkan

oleh T sel dan B sel malignan tertentu, Interleukin-15 dihasilkan oleh mononuklear

phagosit. Interleukin-16 dihasilkan oleh limphosit, sel epitel, eosinoiphil dan T sel CD8+.

Interleukin-18 dihasilkan oleh makrophag. Interlaukin-20 dihasilkan oleh keratinosit dan

monosit teraktifasi. Interleukin-21 dihasilkan oleh sel T helper teraktifasi dan sel NK.

Interleukin-36 dihasilkan oleh T sel. Sejumlah interleukin belum diketahui sel yang

memproduksi seperti interleukin-19 (IL-19), IL-22, IL-22, IL-23, IL-24, IL-25, IL-26, IL-

27, IL-28, IL-29, IL-30, IL-32, IL-33 dan IL-36 (Wikipedia, 2013).

Universitas Sumatera Utara

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

2.11.1 Gambaran Umum Interleukin-6

Interleukin-6 (IL-6) adalah glikoprotein dengan berat molekul 20-30 kDa, dan

tergantung pada sumber sel. Interleukin-6 juga adalah suatu cytokine dengan daya

pleiotropic dan memainkan peran utama dalam mempertahankan host. Tergantung pada

target sel, Interleukin-6 (IL-6) dapat menginduksi pertumbuhan dapat menghambat

pertumbuhan, dan juga efek menginduksi differensiasi. Interleukin-6 (IL-6) dihasilkan

oleh banyak tipe sel meliputi monosit, makrophage, fibroblas, keratinosit, sel endotelial,

sel mesangial, khondrosit, osteoblas, sel otot polos, T sel, B sel, granulosit, mast sel, dan

sel tumor tertentu. Sejumlah sel kultur telah dijumpai melepaskan interleukin-6 (IL-6)

dalam jumlah kecil, dan menjadi sangat tinggi setelah stimulasi (Suzuki, 2009).

Sitokin dihasilkan juga oleh susunan saraf pusat (SSP) dan terlibat dalam

patogenesis banyak penyakit SSP, seperti peradangan, autoimun dan penyakit

degeneratif, infeksi, neoplasma, dan stroke. Pada hewan percobaan dijumpai peningkatan

akibat iskemik stroke. Walaupun Suzuki dkk; menjumpai peningkatan tidak hanya oleh

inflamasi tetapi juga efek neutrophil pada iskemik otak, peran sebenarnya dari

Interleukin-6 (IL-6) pada patofisiologi iskemik otak belum sepenuhnya dapat dijelaskan.

Dengan kata lain apakah Interleukin-6 (IL-6) berkerja sebagai mediator peradangan

cedera atau zat neuroprotektif pada iskemik otak belum dapat ditentukan. Interleukin-6

(IL-6) adalah satu dari cytokine inflamsi SSP dan telah berakibat pada respon seluler.

Sitokin ini atau chestrate adalah suatu respon inflamsi antara sel darah, endotelium

vaskuler, dan sel penghuni parenkhim otak dan dapat menginduksi beberapa chemokine

dan sel adhesion molekul, bersama dengan kebocoran sawar darah otak dapat

menyebabkan infiltrasi leukosit (Suzuki, 2009).

Baik penelitian klinis dan exsperimental bahwa iskemik otak meningkatkan

exspresi Interleukin-6 (IL-6) pada otak dan serum. Secara keseluruhan Interleukin-6 (IL-

6) memainkan peran ambivalen, tergantung pada fase iskemik otak. Selama fase akut

Interleukin-6 (IL-6) bekerja sebagai cytokine inflamasi dan memberi kontribusi terhadap

cedera iskemik. Walaupun Interleukin-6 (IL-6) mungkin mempunyai efek penting pada

perbaikan dan regenerasi hanya berhasil sangat kecil jika peran sel inflamsi mengambil

Universitas Sumatera Utara

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

porsi yang lebih besar. Selanjutnya, selama fase subakut Interleukin-6 (IL-6) bekerja

sebagai mediator neuroprotektif bersama dengan leukemia inhibitory factor (LIF) dan

ciliaryneurotrophic factor (CNTF) (Suzuki, 2009).

Peningkatan serum interleukin-6(IL-6) dimulai dalam 24 jam dan mencapai

puncak 2-4 hari setelah serangan stroke. Kadar tinggi menetap sampai 90 hari stroke.

Biomarker inflamasi meningkat paralel dengan C-reaktif protein, fibrinogen, reseptor

antagonis IL-1 dan tumor nekrosis faktor(TNF-α). Beberapa percobaan independent

dilaporkan bahwa tingginya serum interleukin-6(IL-6) berhubungan dengan volume

infark, perburukan neurologis dini, suhu tubuh dan hasil akhir yang buruk dalam jangka

lama. Interleukin-6(IL-6) meningkat dalam CSF pada pasien stroke akut. Secara sistemik

produksi interleukin-6(IL-6) dapat potensial secara pasif masuk ke CSF melalui sawar

darah otak yang rusak. Akan tetapi penelitian lain melaporkan interleukin-6(IL-6) dalam

serum secara signifikan lebih rendah dari pada CSF selama minggu pertama setelah

serangan stroke. Penemuan ini sangat kuat sebagai bukti bahwa bukan produksi primer

IL-6 disistemik yang masuk ke CSF setelah iskemik otak (Suzuki, 2009).

2.11.2 Interleukin-6(IL-6) pada Cedera Otak Akibat Trauma

Pro-inflamasi cytokine termasuk interleukin-6(IL-6), adalah mediator penting dari

neuroinflamasi dan dihasilkan pada trauma otak akut oleh astrocyte, sel

makrofage/mikroglia, neuron dan endotelium SSP. Puncak peningkatan Interleukin-6 (IL-

6) mRNA dan protein telah dijumpai pada 6-8 jam pasca cedera kepala tertutup, akhirnya

penelitian telah mendokumentasikan peningkatan Interleukin-6 (IL-6) ,soluble

Interleukin-6 (IL-6) reseptor dan TNF-α dalam CSF, plasma atau parenkhim dari pasien

cedera kepala sampai 7 hari setelah trauma. Ekspresi kronis berlebihan dari TNF-α dan

IL-6 menyebabkan neurodegeneratif inflamasi encephalopathy dan IL-6 sendiri

mempromosikan demyelinasi, trombosis, infiltrasi leukosit , rusaknya sawar darah otak

dan mengganggu neurogenesis pada dewasa (Marklunda, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

2.11.3.Kondisi Lain yang Dapat Meningkatkan Kadar Interleukin-6

Selama latihan fisik IL-6 disintesis dan dilepaskan oleh otot, kontraksi otot

memproduksi IL-6 dan dilepaskan ke dalam aliran darah dan efeknya sampai ke organ

lain. Nilai normal dibuktikan 1 pg/ml, juga meningkat pada orang gemuk, aktivitas fisik,

wanita menstruasi, hiperglikemia akut, selama dan sesudah pembedahan dan, juga pada

pasien arteriosklerosis (Fisman, 2010).

2.11.4.Peran Inhibitor HMG CoA Reduktase Dalam Menurunkan Kadar IL-6

Respon neuroinflamsi setelah cedera kepala menyebabkan kematian sel neuron

sekunder subakut melalui excitotoxic injury, lipid perosidasi, kerusakan sawar darah otak

dan edema cerebri. Pada percobaan preklinis cedera kepala menunjukkan upregulasi dari

mediator inflamasi. Terutama tumor necrosis faktor (TNF-α), interleukinn-6 (IL-6) dan

IL-1 β meningkat dan berhubungan dengan hilangnya integritas sawar darah otak yang

memberi kontribusi terhadap edema otak. Baik terapi preinjury dan postinjury pada

hewan percobaan bahwa statin menurunkan kadar IL-1 β, TNF α , IL- 6 and ICAM-1

pada akut dan subakut setelah cedera otak traumatik. Mikroglia marker (mediator

inflamasi) meningkat setelah percobaan trauma otak, puncak pada 24 jam pasca trauma

dan menetap untuk 7 hari (Wible, 2010).

Inhibitor HMG CoA reduktase dapat menurunkan expresi IL-6, IL-8 dan

monocyte chemoattractant protein-1(MCP-1) mRNA dalam darah perifer sel

mononuclear. IL-6 adalah pleotropic cytokine dan mediator sentral dari respon fase akut,

dengan rentang yang luas dari diversi sel imun simvastatin, atrovastatin, atau cerivastatin

dalam 12-24 jam signifikan yang menurunkan ekspresi dan sekresi IL-6, IL-8 dan (MCP-

1)mRNA. Kenyataanya semua statin yang diberikan mengurangi kadar IL-6, IL-8 dan

(MCP-1)mRNA dan tidak ada perbedaan signifikan pemberian dosis 20mg atau 40 mg

dalam hal produksi cytokine (Majd, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cedera Otakrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39662/4/Chapter...Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS (Glasgow

2.12 Kerangka teori

Berdasarkan teori-teori pendukung yang telah dikemukakan sebelumnya, maka

dapatlah disusun suatu kerangka teori yang akan mendasari dilakukan penelitian ini.

Bagan 7. Kerangka Teori Penelitian.

Universitas Sumatera Utara