PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA...

96
PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 DAN NOMOR 2 TAHUN 2002 Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh : ALPEN NAMBRI NIM : 1113045000010 PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017/1439

Transcript of PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA...

Page 1: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA

TERORISME MENURUT PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 DAN NOMOR 2 TAHUN 2002

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

ALPEN NAMBRI

NIM : 1113045000010

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017/1439

Page 2: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program
Page 3: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program
Page 4: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program
Page 5: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

iv

ABSTRAK

Alpen Nambri. 1113045000010. Penerapan Asas Retroaktif Dalam

Tindak Pidana Terorisme Menurut Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-undang Nomor 1 Dan Nomor 2 Tahun 2002. Hukum Pidana Islam

(Jinayah). Fakultas Syariah dan Hukum. Universitas Islam Negri Syarif

Hidayatulah Jakarta.

Salah satu kejahatan yang paling berbahaya di Indonesia saat ini adalah

tindak pidana terorisme yang cendurung dilakukan oleh kelompok tertentu dengan

tujuan mengganggu ketertiban umum atau mengguncang pemerintahan yang sah

seperti yang terjadi di Bali pada tahun 2002 yang mengakibatkan ratusan nyawa

menghilang dan miliaran kerugian materil dan secara tidak lansung juga

berdampak pada sektor pariwisata. Peristiwa bom Bali I mengakibatkan negara

dalam keadaan genting sehingga mendesak pemerintah khususunya presiden

bertindak cepat sehingga pada tanggal 18 oktober 2002 dibentuklah Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana

terorisme.

Di dalam penelitian skripsi ini membahas mengenai bagaimana penerapan

asas retroaktif pada tindak pidana terorisme menurut ukum positif Indonesia dan

hukum Islam. Metode penelitian dalam penelitian ini berjenis penelitian hukum

normatif. Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan (library

research) yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

pustaka atau data sekunder. Pada jenis penelitian hukum normatif, penelitian ini

berjenis penelitian perbandingan hukum. Sedangkan metode penelitian yang

digunakan oleh penulis adalah penelitian kualitatif yang berasal dari bahan-bahan

hukum.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa asas retroaktif yang berlaku pada

Peraturan Pemerintah Nomor 1 dan Nomor 2 Tahun 2002 tentang pemberantasan

tindak pidana terorisme masih belum sempurna karena pada dasarnya hukum

pidana Indonesia menganut asas legalitas, bertentangan dengan Undang-undang

dasar 1945 dan juga terdapat banyak pasal yang tidak mengandung keadilan.

Sedangkan dalam hukum Islam, asas retroaktif dapat diterapkan pada tindak

pidana yang berkaitan dengan keselamatan orang banyak seperti terorisme atau

jarimah al-baghyu.

Kata Kunci : Tindak Pidana, Retroaktif, Terorisme, HAM.

Pembimbing : Dr. Burhanudin, S.H., M.H.

Daftar Pustaka : Tahun 1968 sampai Tahun 2016

Page 6: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

v

KATA PENGANTAR

حيم حمن اللر بسم الله الر

Segala puji beserta syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala Tuhan semesta alam yang

telah menciptakan seluruh makhluk, dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat

menyelesaikan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul PENERAPAN ASAS

RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT PERATURAN

PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 DAN NOMOR 2 TAHUN

2002. Selawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad Shollallohu’alaihi

Wassallam.

Penulis sangat bersyukur karena pada akhirnya tugas akhir dalam jenjang pendidikan

Strata Satu (S1) yang dihadapi telah selesai dikerjakan. Penulis berharap semoga skripsi ini

bermamfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Pengerjaan skripsi ini dapat

diselesaikan karena dukungan dari berbagia pihak, untuk itu sebagai rasa hormat yang teramat

dalam penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. M. Nurul Irfan, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Proggram Studi Hukum Pidana Islam

(Jinayah) yang telah memberikan kontibusi atas draft proposal skripsi pada saat seminar

skripsi ini.

4. Bapak Nurrohim, LLM selaku sekertaris Jurusan Prodi Hukum Pidana Islam (Jinayah) yang

telah memberikan arahan,dorongan,motivasi serta kontibusi lain kepada penulis baik pada

saat perkuliahan hingga proses penelitian skripsi.

5. Bapak Dr. Burhanuddin, S.H., M.H. selaku dosen pembimbing skripsi yang tidak kenal lelah

meluangkan waktunya untuk memberikan sumbangan piliran serta arahan kepada penulis

pada penyusunan skripsi ini.

6. Bapak dan ibu dosen fakultas syariah dan hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

khususnya kepada bapak dan ibu dosen yang telah mendidik penulis selama kuliah. Seluruh

Page 7: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

vi

staf perpustakaan umum dan perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

menyediakan fasilitas sehingga memudahkan penulis melakukan studi kepustakaan.

7. Kedua orang tua penulis yang tercinta, Ayahanda Ismail (Apa) dan Ibunda Nova Hartini

(Ama), yang telah mencurahkan do’a, kasih sayang dan pengorbanan kepada penulis selama

ini dan menjadi motifasi terbesar bagi penulis “allahummagfirlii waliwalidayya

warhamhuma kama rabbayani shogiro”. Kakek Nasmir Ongku Marajo yang memberikan

nasehat-nasehat dan guru bagi penulis, serta untuk adik-adik penulis Rahmatina Muhira dan

Fauzi akbar yang telah memberikan semangat dan penghibur.

8. Pak Etek Salman sekeluarga yang telah memberikan semangat penghibur dan dukungan

untuk menyelesaikan penelitian ini dengan baik serta menjadi keluarga kedua bagi penulis

selama menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. Seluruh teman-teman angkatan Jurusan Hukum pidana Rahmat, Fahmi Afrikal, iip, wiwit,

Siti, Ryan, Aya, Reza, Anwar, Arsy, Ilyas, zaini, Syamsul, Azka, Anhar, Una, Irsyat, Eka,

Amil, jauhar, dan yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimaksih atas kebersamaannya

baik dalam canda tawa maupun suka duka.

10. Teman-teman alumni Iscamdoepa dan KMM Ciputat terutama kak Hanif yang telah

membantu penulis dan memberi masukan dalam menyelesaikan penelitian ini.

11. Sahabat penulis Suci Indara Suryani yang selalu menghibur dan memberikan dukungan serta

kontibusi lain dalam penyusanan skripsi ini.

12. Teman-teman asrama Nubala terutama saudara Ali Amri Pasaribu yang sama-sama

mengerjakan skripsi dan saudara Rahman yang sudah berkenan meminjamkan laptop.

13. Seluruh pihak yang berkontribusi dalam penulisan skripsi ini baik secara lansung atau tidak

lansung, moril ataupun materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Atas selaga bantuan dari berbagai pihak, penulis ucapkan ribuan terima kasih. Penulispun

sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis

menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini selanjutnya.

Ciputat, 26 November 2017

Penulis

Page 8: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERSETUJUAN PEMBIMBING .....................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .............................................................ii

LEMBAR PERNYATAAN ...............................................................................iii

ABSTRAK...........................................................................................................iv

KATA PENGANTAR.........................................................................................v

DAFTAR ISI.....................................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah............................................................................1

B. Identifikasi Masalah..................................................................................6

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah..........................................................7

D. Tujuan dan Mamfaat Penelitian................................................................7

E. Review Kajian Terdahulu.........................................................................8

F. Metode Penelitian ....................................................................................9

G. Sistematika Penulisan..............................................................................11

BAB II TINJAUAN UMUM DALAM TINDAK PIDANA TERORISME

MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

A. Tindak Pidana Menurut Hukum Positif...................................................12

1. Pengertian Tindak Pidana..................................................................12

2. Macam-Macam Tindak Pidana .........................................................15

B. Tindak pidana menurut hukum Islam......................................................18

1. Pengertian Tindak Pidana..................................................................18

2. Macam-Macam Tindak Pidana..........................................................19

C. Tindak Pidana Terorisme Menurut Hukum Positif Dan Hukum Islam

1. Tindak Pidana Terorisme Menurut Hukum Positif............................22

2. Macam-Macam Tindak Pidana Terorisme.........................................24

Page 9: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

viii

D. Tindak Pidana Terorisme Menurut Hukum Islam...................................25

BAB III ASAS RETROAKTIF DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM

DAN HUKUM POSITIF

A. Asas Retroaktif Menurut Hukum Positif.................................................30

1. Pengertian Asas Retroaktif..........................................................30

2. Faktor Pendorong Munculnya Asas Retroaktif...........................33

B. Asas Retroaktif Menurut Hukum Islam .................................................40

C. Faktor-Faktor Terbentuknya Perpu Tindak Pidana Terorisme ...............45

BAB IV KAJIAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM TERHADAP

ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA TERORISME

A. Analisis Asas Retroaktif Dalam Perpu Tindak Pidana Terorisme Menurut

Hukum Positif.........................................................................................52

B. Analisis Asas Retroaktif Dalam Perpu Tindak Pidana Terorisme Menurut

Hukum Islam .........................................................................................57

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................................61

B. Saran Penulis ..................................................................................62

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 10: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu masalah yang paling rumit dihadapi oleh sebuah negara adalah

terorisme. James Adams berpendapat bahwa terorisme merupakan ancaman

kekerasan fisik oleh individu atau kelompok untuk tujuan-tujuan politik atau

untuk kepentingan atau untuk melawan kekuasaan yang ada, dimana tindakan-

tindakan terorisme dimaksud untuk mengejutkan, melumpuhkan atau

mengintimidasi suatu kelompok yang lebih besar dari pada korban langsung.

Terorisme melibatkan kelompok-kelompok yang berusaha menumbangkan rezim

tertentu, untuk mengoreksi keluhan kelompok atau nasional, atau untuk

menggerogoti tatanan politik internasional yang ada.1

Terorisme merupakan metode yang menimbulkan kecaman dan dilakukan

melalui aksi kekerasan secara berulang-ulang, dilakukan oleh individu, kelompok,

atau aktor-aktor negara untuk alasan kriminal atau politik. Terorisme dapat

menghilangkan nyawa tetepi berbeda dengan pembunuhan biasa karena dalam

terorisme objek yang menjadi sasaran langsung bukan merupakan target utama.

manusia yang menjadi korban langsung biasanya dipilih secara acak atau selektif

dari populasi yang menjadi target, pemilihan ini dajadikan sebagai penegak pesan

yang dimaksud. Ancaman yang didasarkan pada proses komunikasi berbasis

kekerasan antara teroris, korban yang diancam, sarana utama yang dijadikan untuk

memanipulasi target utama, kemudian mengubah menjadi target teror, target

tuntutan atau target perhatian tergantung pada apakah intimidasi, pemaksaan atau

propaganda utama yang dicari.2

Ketentuan tentang tindak pidana terorisme diatur dalam Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang

1 Masyhur effendi dan Taufani Sukmana Evandri,HAM dalam dimensi/ dinamika

yuridis,sosial,politik,(Bogor:Ghalia Indonesia),2007,hal 221. 2 Ari Wibowo,hukum pidana terorisme,(Yokyakarta:Graha Ilmu,2012), hal. 63.

Page 11: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

2

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Sebagai wujud dukungan pada

komitmen masyarakat internasional dalam mencegah dan memberantas terorisme,

Indonesia juga telah menerbitkan undang-undang nomor 6 tahun 2006 tentang

pembatasan pengeboman oleh teroris (International Convertion Againts Terrorist

Bombing) dan konvensi pembatasan pendanaan terorisme (Convention on the

Suppression of Financing Terrorism).

Peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 dan 2 tahun 2002

merupakan ketentuan khusus tentang terorisme karena memuat ketentuan-

ketentuan baru yang tidak terdapat dalam peraturan perundangan-undangan yang

ada, dan menyimpang dari ketentaun umum sebagai mana dimuat dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP). Dalam Peraturan pemerintah pengganti undang-undang

nomor 1 dan 2 tahun 2002 telah ditetapkan ancaman sanksi pidana mulai dari

pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)

tahun, pidana seumur hidup sampai kepidana mati, untuk memperkuat fungsi

penjeraan terhadap para pelaku tindak pidana terorisme.3

Ketentuan pasal 6 peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1

tahun 2002 berbunyi sebagai berikut:

“setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman

kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara

meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas

kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau

menyebabkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang

strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional,

dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara

paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.4”

3 Azziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus,(Jakarta:Sinar Grafika,2011) hal. 88.

4 Perpu no 1 tahun 2002 pasal 6.

Page 12: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

3

Ketentuan Pasal 7 Peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1

tahun 2002 berbunyi sebagai berikut:

“setiap orang yang dengan sengaja melakuka kekerasan atau ancaman

kekerasan bermaksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap

orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara

merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain,atau

untuk menimbulkan kerusankan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang

strategis, atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik, atau fasilitas internasional,

dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup.5”

Ketentuan Pasal 13 Peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor

1 tahun 2002 berbunyi sebagai berikut:

“Setiap orang yang dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan

terhadap pelaku-pelaku tindak pidana terorisme, dengan:

a. Memberikan atau meminjamkan uang atau barang atau harta kekayaan

lainnya kepada pelaku tindak pidana terorisme.

b. Menyembunyikan pelaku tindak pidana terorism.

c. Menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme, dipidana

dengan pidana penjara paling singkat 3(tiga) tahun dan paling lama 15 (lima

belas) tahun6.”

Bagian “penjelasan” Pasal 13 Peraturan pemerintah pengganti undang-

undang nomor 1 tahun 2002 menerangkan yang dimaksud dengan bantuan baik

sebelum maupun sesudah saat tindak pidana dilakukan . Sedangkan yang

dimaksud dengan “kemudahan” adalah tindakan memberikan bantuan setelah

tindak pidana dilakukan.

5Perpu no 1 tahun 2002 pasal 7.

6 Perpu no 1 tahun 2002 pasal 13.

Page 13: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

4

Dalam sejarah Indonesia sering terjadi aksi teror dan yang paling dahsyat

terjadi pada tahun 2000 yaitu pada kasus bom Bali 1 yang mengakibatkan 202

orang meninggal dunia sebagian besar merupakan warga negara Australia dan

sekitar 300 orang lainnya luka-luka. Bukan hanya korban nyawa, kejadian

tersebut juga merusak 513 unit bangunan hotel, restoran, kafe, toko dan rumah.

Sebanyak 22 mobil dan 24 sepeda motor hancur, dari kerusakan unit bangunan

dan kendaraan bermotor tersebut, diperkirakan kerugian material yang

ditimbulkan mencapai Rp 7,2 miliar. kerugian akibat kerusakan jalan dan trotoar

diperkirakan mencapai Rp 224 juta. PLN Denpasar mengklaim kerugian sebesar

Rp 144 juta akibat beberapa fasilitas PLN yang rusak. Sedangakn PT. Telkom

mengalami kerugian jaringan telekomunikasi sebesar Rp 88 juta.7

Peraturan tidak boleh diberkakukan secara surut sudah menjadi pengetahuan

umum. Gunanya adalah untuk menghormati prisip negara hukum (Rechtstaat) dan

untuk melindungi hak asasi manusia sebagaimana yang diatur dalam pasal 28 I

ayat 1 UUD 1945 amandemen ke-2 (dua) yang berbunyi:

“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati

nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai

pribadi dihadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang

berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan

apapun.8”

KUHP juga merumuskan perihal kemungkinan berlakunya surut suatu

aturan hukum pidana sebagaimana tertuang dalam pasal 1 ayat 2 KUHP, tetapi

tidak semua aturan baru dapat diberlakukan surut kebelakang, pasal tersebut

merumuskan :

“jika sesudah perbuatan dilakukan, ada perbuatan dalam perundang-

undangan, dipakai aturan yang paling ringan bagi terdakwa.”

7 Ardison Muhammad,terorisme ideilogi peneba kekuatan,(Surabaya: Liris,2010), hal 175.

8Undang-undang Dasar 1945.

Page 14: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

5

Dengan demikian terdapat kemungkinan di berlakukannya asas retroaktif

bila sesudah terdakwa melakukan tindak pidana dan perubahan dalam undang-

undang dan peraturan yang baru itu menguntungkan atau meringankan terdakwa.

Tidak setiap ada perubahan undang-undang berarti ada retroaktif, bisa jadi

undang-undang lama tetap berlaku jika undang-undang yang lama jutru lebih

meringankan terdakwa.

Dengan kata lain aturan dalam pasal 1 ayat 2 KUHP tersebut diberlakukan

kedepan dan tidak surut kebelakang. Oleh karena itu dalam hukum pidana tidak

dibolehkan berlaku surut (retroaktif). Tetapi lain halnya dengan Undang-Undang

terorisme yang mengenyampingkan asas non-retroakif. Penyimpangan asas non-

retroaktif dirumuskan dalam Perpu No 1 Tahun 2002 Pasal 46 yang berbunyi

sebagai berikut:

”Ketentuan dalam Peratuaran Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini

dapat diberlakukan surut untuk tindakan hukum bagi kasus tertentu sebelum mulai

berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, yang

penerapannya ditetapkan dengan Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang tersendiri.”

Bedasarkan ketentuan ini maka pada tahun 2002 lahirlah Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang dikukuhkan menjadi Undang-

Undang UU No.15 Tahun 2003.9

Asas retroaktif dalam hukum Islam tidak berlaku surut sudah dicetuskan

satu abad yang lalu, ini merupakan suatu langkah baru dalam perkembangan

hukum posotif, namun apabila dibuka Al-Quran dapat ditemukan jauh sebelum

adanya asas tersebut sebenarnya sudah ditetapkan dalam alquran, misalnya dalam

ayat :

لني قل للذين كفروا إن ينت ه اقد سلف وإن ي عودوا ف قد مضت سنة األو وا ي غفر لم م

9 Ali Masyhar, Gaya Indonesia Menghalang Terorisme,(Semarang:Maju Mundur,2008),

hal. 82.

Page 15: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

6

Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu : “jika mereka berhenti (dari

kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa

mereka yang sudah lalu, dan jika mereka kembali lagi, sesungguhnya akan

berlaku (kepada mereka) sunnah Allah (bagi) orang-orang dahulu (Q.S.al-Anfal :

38).

Ayat ini menunjukkan adanya dispensasi yang diberikan oleh Allah kepada

umat manusia, yakni bahwa segala tindak pidana, kemaksiatan dan perbuatan dosa

yang dilakukan seorang yang masih kafir, semuanya diampuni oleh Allah pada

saat ia mengucapkan syahadatain. Dispensasi ini diberikan kepadanya sebagai

suatu wujud dari makna “Islam” sebagai agama keselamatan.10

Dari pemaparan perbedaan diatas, maka penulis tertarik untuk menyusun

skripsi dengan judul “Penerapan Asas Retroaktif Dalam Tindak Pidana

Terorisme Menurut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang

Nomor 1 dan Nomor 2 Tahun 2002”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pemaparan beberapa masalah pada latar belakang masalah

diatas dapat diidentifikasi 4 masalah, yaitu :

1. Ketentuan asas retroaktif dalam hukum positif dan hukum Islam.

2. Asas retroaktif dalam tindak pidana terorisme terhadap Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-undang Nomor 1 dan 2 Tahun 2002.

3. Tinjauan hukum positif tentang asas retroaktif dalam tindak pidana terorisme.

4. Tinjauan hukum Islam tentang asas retroaktif dalam tindak pidana terorisme.

10

http://arsipworkmilla.blogspot.co.id/2014/10/asas-retroaktif-hukum-pidana-islam.html.

Diakses pada hari selasa tanggal 15 Agustus 2017, jam 11:35.

Page 16: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

7

Dari berbagai masalah diatas tidak semua permasalahan tersebut menjadi

fokus kajian dalam penelitian ini. Adapun fokus kajian terhadap berbagai masalah

tersebut akan dibahas pada permasalahan selanjutnya.

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Bedasarkan identifikasi masalah diatas, dalam penelitian akan dibatasi

masalah yang akan mejadi kajian dalam penelitian ini. Adapun masalah yang

akan dibahas dalam penelitian ini adalah masalah asas retroaktif dalam tindak

pidana terorisme menurut hukum positif dan hukum Islam.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah asas retroaktif dalam Perpu tindak pidana terorisme menurut

hukum positif ?

b. Bagaimanakah asas retroaktif dalam Perpu tindak pidana terorisme menurut

hukum Islam ?

D. Tujuan dan Mamfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui asas retroaktif dalam Perpu tindak pidana terorisme

menurut hukum positif.

b. Untuk mengetahui asas retroaktif dalam Perpu tindak pidana terorisme

menurut Islam.

2. Manfaat Penelitian

Mamfaat dari penelitian ini adalah:

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara umum

kepada masyarakat tentang asas retroaktif.

b. Hasil penelitian ini dimaksudkan untuk mempermudah pembaca dalam

memahami asas retroaktif dalam tindak pidana terorisme.

Page 17: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

8

c. Hasil penelitian ini dapat memberikan beberapa pengetahuan dibidang

hukum positif dan hukum Islam khususnya tentang asas retroaktif.

D. Review Kajian Terdahulu

Dalam mendukung penelitian ini, peneliti telah menemukan skripsi yang

pernah ditulis oleh penulis sebelumnya yang berkaitan dengan penulisan judul

skripsi ini. Meskipun berkaitan, tulisan yang telah ditulis oleh penulis terdahulu

tersebut terdapat perbedaan sudut pandang, judul maupun pokok masalah yang

diteliti, sehingga tidak ada kesamaan didalam penyusunan skripsi ini. Adapun

penelitian yang diteliti oleh peneliti terdahulu yang telah ada, ialah :

No Nama Judul Analisis hasil

1. Ponco Putro

Widodo

(Sekolah Tinggi

Agama Budha

Negeri

Sriwijaya)

Aksi terorisme di

tinjau berdasarkan

konsep

pandangan benar

(samma ditthi)

Upaya yang dapat dilakukan

untuk mengatasi aksi teroris

adalah dengan cara pandangan

benar (samma ditthi) diantaranya

menyakini aksi terorisme

merupakan perbuatan yang salah

dan untuk mendapatkan

pemahaman tersebut sesorang

harus melakukan hal-hal positif

seperti melakukan program

mediasi, mendengarkan caramah

dhama (ajaran Budha), dan

pendidikan yang benar dari usia

dini

Page 18: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

9

Oleh karena itu, berdasarkan beberapa jurnal, skripsi ataupun karya ilmiah

yang telah diteliti oleh peneliti terdahulu, peneliti belum menemukan penelitian

yang fokus kepada asas legalitas tindak pidana terorisme dalam pandangan hukum

Islam.

E. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian

kualitatif berupa kajian pustaka (library research) yaitu kajian yang memakai

bahan pustaka, diantaranya buku-buku, kitab-kitab, hasil penelitin-penelitin dan

jurnal-jurnal yang berhubungan dengan objek penelitian.11

Dilihat dari segi jenis penelitian hukum penelitian ini termasuk dalam

kategori jenis penelitian hukum normatif. Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa

penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan atau

data sekunder dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum

pustaka.12

11

G. R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif Jenis, karakteristik dan keunggulan (Jakarta:

Grasindo, 2010), hal.46. 12

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011),

hal.12-14.

2. Gazi Saloom

(Fakultas

Psikologi UIN

Jakarta)

Identifikasi

kolektif dan

ideologisasi jihad

studi kualitatif

teroris di

indonesia

Faktor identitas sosial dan

ideologi merupakan determinan

penting keterlibatan seseorang

dalam dunia teror di Indonesia.

Penguatan identitas yang tidak

disertai dengan perluasan

wawasan keislaman, akan

mendorong seseorang bergabung

dengan kelompok teror

Page 19: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

10

2. Sumber Data

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber

data primer dan sumber data sekunder yaitu :

A. Sumber Primer

Sumber primer atau yang manjadi rujukan utama penelitian ini adalah

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-UndangNo 1 dan 2 tahun 2002

tentang pemberantasan tindak pidana terorisme.

B. Sumber Sekunder

Sumber sekunder penelitian ini yaitu buku-buku, jurnal, karya tulis ilmiah

ataupun artikel yang berkaitan dengan judul pada penelitian ini.

3. Pengumpulan dan Pengolahan Data

Penulis akan menggunakan cara penelaahan dokumentasi dalam

pengumpulan data, dimana penulis akan menelaah data-data baik itu arsip,

dokumen, ataupun dokumentasi publik. Kemudian penulis akan mengolahnya

dengan menggunakan metode deskriptif analisis kritis, yaitu dengan

menggambarkan, menganalisa serta memberikan interprestasi terhadap data objek

kajian penelitian. Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan metode content

analysis,yakni digunakan untuk menganalisa secara ilmiah terkait inti pesan ke

dalam sebuah ide atau gagasan tertentu. Dalam proses menganalisis sumber data

dan bahan hukum, penulis menggunakan pendekatan teoritis yakni pendekatan

maslahah dalam kajian hukum Islam.

4. Metode Penulisan

Penyusunan penelitian ini akan menggunakan metode penulisan yang

merujuk kepada Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012.

Page 20: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

11

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian skripsi ini, secara umum terbagi

menjadi lima bab, diantaranya sebagai berikut :

Bab I, bab ini adalah pendahuluan yang menjelaskan gambaran secara umum isi

dari penelitian ini. Bab ini terdiri atas latar belakang masalah yang mana sub ini

mencerminkan kegelisahan akademik penulis mengenai isu hukum tindak pindana

terorisme.Kemudian setelah latar belakang masalah dilanjutkan dengan penelitian

yang mencakup identifikasi masalah, batasan masalah dan rumusan masalah.

Kemudian dilanjutkan dengan tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian

terdahulu yang relevan, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II,bab ini berisikajian hukum positif dan hukum Islam terhadap tindak pidana

dalam terorisme yang meliputi macam-macam tindak pidana dan sanksi pidana,

pengertian tindak pidana terorisme dan sanksi tindak pidana terorisme.

Bab III, bab ini akan mengkaji asas retroaktif dalam pandangan hukum Islam dan

hukum positif yang meliputi Pengertian asas retroaktif danFaktor Pendorong

Munculnya asas retroaktif dalam tindak pidana terorisme serta menjelaskan

faktor-faktor terbentuknya Perpu no 1 dan 2 tahun 2002.

Bab IV, bab ini akan menganalisis asas retroaktif dalam pandangan hukum posif

dan hukum Islam pada tindak pada pidana terorisme.

Bab V, bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran-saran dari penulis. Adapun

isi dari kesimpulan adalah tentang tanggung jawab dari rumusan masalah. Bagian

kedua adalah saran. Saran merupakan rekomendasi penulis kepada dunia ilmu

pengetahuan di bidang hukum khususnya hukum acara pidana. Penutup ini di

tempatkan pada bagian akhir penulisan skripsi ini.

Page 21: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

12

BAB II

TINJAUAN UMUM DALAM TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT

HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

A. Tindak Pidana Menurut Hukum Positif

1. Pengertian Tindak Pidana

Hukum pidana yang berlaku di Indonesia saat ini ialah hukum pidana yang

sudah dikodifikasiyaitu sebagian terbesar dari peraturannya telah disusun dalam

suatu kitap undang-undang hukum pidana. Selain daripada hukum pidana kita

telah dikodifikasimaka bagian hukum ini juga telah bersifat universal, yaitu

berlaku bagi semua golongan rakyat sehingga tidak ada dualisme, dengan adanya

undang-undang 1958 no. 73 yang pokoknya memperlakukan undang-undang 1946

no. 1 untuk seluruh wilayah Indonesia, dualisme dihapuskan. Seluruh wilayah

Indonesia disini artinya wilayah Hindia belanda dahulu, jadi sekarang untuk

seluruh wilayah Indonesia berlaku KUHP.13

Sebelum melangkah lebih lanjut, biasanya kita mempertanyakan definisi

dari dari yang hendak kita alami. Apakah hukum pidana itu? jika ditelaah lebih

dalam sulit untuk menemukan definisi yang benar-benar lengkap.

Dilihat dari perspektif hukum konfensional tentang hukum pidana, yakni

hukum mengenai delik yang diancam dengan hukuman pidana atau dengan kata

lain “serangkaian peraturan yang mengatur masalah tindak pidana dan

hukumannya”. Ada dua kata yang sama-sama melawan hukum dalam pengertian

tersebut yakni kata delik dan tindak pidana. Delik atau dalam bahasa latinnya

delictum berarti tindak pidana, yang sering juga digunakan istilah lain yaitu

strafbaar feit yang merupakan istilah dalam hukum pidana belanda. Istilah

strafbaar feit diadopsi dalam kitab undang-undang hukum pidana Indonesia

selanjutnya disebut KUHP yang diartikan sebagai “perbuatan yang dilarang

undang-undang serta diancam dengan hukuman bagi orang yang melanggarnya”.

Beberapa istilah yang sering digunakan untuk menunjukkan perbuatan melawan

13

Moeljatno, asas-asas hukum pidana (jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal.16-19.

Page 22: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

13

hukum ialah tindak pidana, perbutan pidana, delik dan strafbaar feit. Bahkan

untuk negara-negara yang menganut Anglo Saxon sering digunakan istilah offense

atau criminal act.

Dalam hukum konvensional pidana Indonesia istilah hukum pidana bisa

bermakna obyektif dan subyektif. makna obyektif sering di istilahkan dengan jus

poenale yang bermakna perintah dan larangan yang atas pelanggarannya atau

pengabaiannya telah ditetapkan sanksi terlebih dahulu oleh badan-badan negara

yang berwenang. Maka subyek atau jus puniendi bermakna peraturan hukum yang

menetapkan tentang penyidikan lanjutan, penuntutan dan pelaksanaan pidana.

Atas dasar makna obyektif dan subyektif tersebut maka secara tidak lansung

melahirkan dua bagian jenis materi hukum dan jenis hukumnya, atau dalam istilah

lain disebut dengan hukum pidana materiil dan hukum pidana formil.

Hukum pidana materiil dalam istilah lain material criminal law adalah

aturan yang mengandung petunjuk dan uraian tentang strafvar feiten (delik

perbuatan pidana, tindak pidana) peraturan tentang syarat yang dapat dipidananya

seseorang, penunjukan orang yang dapat dipidana dan ketentuan tentang

pidananya, menetapkan siapa dan bagaimana orang itu dapat dipidana. Sedangkan

pidana formil dalam istilah lain law of criminal procedure adalah hukum yang

menetapakan cara negara mempergunakan haknya untuk melaksanakan pidana.14

Dibawah ini dikutip berbagai definisi hukum pidana menurut beberapa ahli,

diantaranya:

Mazger berpendapat bahwa hukum pidana adalah aturan hukum yang

mengikatkan pada suatu perbuatan yang memenuhi syarat tertentu suatu akibat

yang berupa pidana. Berbeda halnya dengan Lemaire yang mengatakan bahwa

hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan dan larangan

yang oleh pembentuk undang-undang dikaitkan dengan sanksi berupa

pemidanaan, yaitu suatu penderitaan khusus. Pendapat lain diutarakan oleh

Pompe, mengatakan bahwa hukum pidana merupakan keseluruhan peraturan yang

bersifat umum yang isinya adalah larangan dan keharusan, terhadap

14

Asep Saepudin Jahar, dkk., Hukum Keluarga, Pidana Dan Bisnis, kajian perundang-

undangan Indonesia, fikih dan hukum internasional, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2013), hal.

111-114.

Page 23: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

14

pelanggarannya. Negara atau masyarakat hukum mengancam dengan penderitaan

khusus berupa pemidanaan, penjatuhan pidana, peraturan itu juga mengatur

ketentuan dan penerapan pidana.15

Berbeda dengan W.L.G Lemaire yang berpendapat bahwa hukum pidana

terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan dan larang-larangan (oleh

pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan satu sanksi berupa hukuman,

yakni suatu penderitan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga

dikatakan bahwa hukum pidana ini merupan suatu sistem norma-norma yang

menentukan terhadap tindakan-tindakan dan dalam keadaan-keadaan bagaimana

hukum itu dapat dijatuhkan, serta hukum yang bagaimana yang dapat dijatuhkan

bagi tandakan-tindakan tersebut.16

Algra Janssen berpendapat bahwa hukum pidana adalah alat yang digunakan

oleh seorang penguasa (hakim) untuk memperingati mereka yang telah melakukan

suatu perbuatan yang tidak dibenarkan, reaksi dari penguasa tersebut mencabut

kembali sebagian dari perlindungan yang seharusnya dinikmati oleh terpidana atas

nyawa, kebebasan dan harta kekayaanya, yaitu seandainya ia telah tidak

melakukan suatu tindak pidana.

Moeljatno mengatakan bahwa hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan

hukum yang berlaku di suatu negara, selain dari hukum perdata, hukum tata

negara dan hukum tata pemerintah, hukum agraria, hukum perburuhan dan

sebagainya.17

Sedangkan menurut D. Simons adalah keseluruhan perintah dan larangan

yang pelanggarannya diancam dengan suatu nestapa khusus berupa pidana oleh

negara atau suatu masyarakat hukum publik lain, keseluruhan peraturan yang

menentukan syarat-syarat bagi akibat hukum itu dan keseluruhan ketentuan untuk

mengenakan dan menjalankan pidana tersebut.18

15

Teguh Prasetyo, hukum pidana (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hal.22. 16

W.L.G Lemaire, Het Recth in Indonesia, (bandung: sinar baru, 1997), hal.1-2. 17

Ruslan Renggong , Hukum Pidana Khusus memahani delik-delik diluar KUHP,

(Jakarta:Prenada Media Group, 2016), hal.15-16. 18

Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, (Jakarta:Rajawali Pers,

2013), hal.6.

Page 24: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

15

2. Macam-Macam Tindak Pidana

KUHP sendiri telah mengklasifikasikan tindak pidana atau delik kedalam

dua kelompok besar yaitu dalam buku kedua dan ketiga masing-masing

menjadi kelompok kejahatan dan pelanggaran. Kemudian bab-babnya

dikelompokkan menurut sasaran yang hendak dilindungi oleh KUHP terhadap

tindak pidana tersebut.

a.Kejahatan dan pelanggaran

Kehatan merupakan rechtsdeelict atau delik hukum dan pelanggaran

merupakan wetsdelict atau delik undang-undang. Delik hukum adalah

pelanggaran hukum yang dirasakan melanggar rasa keadilan seperti

pembunuhan dan pencurian. Sedangkan delik undang-undang melanggar apa

yang ditentukan undang-undang, seperti keharusan memiliki SIM oleh

pengendara bermotor.

b.Delik formil dan delik materiil

Delik formil adalah delik yang selesai dengan dilakukannya delik itu, tidak

dipermasalahkan apakah perbuatan, sedangkangkan akibatnya hanya

merupakan hal yang kebetulan. Sebaliknya dalam delik materiil, titik beratnya

pada akibat yang dilarang, delik itu dianggap selesai apabila akibatnya sudah

terjadi, bagaimana terjadinya perbuatan tersebut tidak dipermasalahkan.19

c.Delik hukum dan delik undang-undang

Delik hukum rechtsdelict adalah perbuatan yang oleh masyarakat sudah

dirasakan sebagai melawan hukum, sebelum pembentukan undang-undang

merumuskannya dalam undang-undang, contohnya dalam pembunuhan dan

pencurian, sekalipun orang tidak membaca undang-undang tetapi pada

umumnya sudah akan merasa bahwa pembunuhan dan pencurian meruakan

perbuatan-perbuatan yang bersifat melawan hukum. Perbuatan yang seperti ini

dipandang sebagai delik hukum yang ditempatkan dalam bukum II KUHP

tentang kejahatan.

19

Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (jakarta: Rajawali Pers,2011), hal.59.

Page 25: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

16

Adapun contohnya adalah pengemis didepan umum (pasal 504 KUHP)

masyarakat nanti mengetahui perbuatan mengemis didepan umum merupakan

tindak pidana karena ditentukan oleh pembentuk undang-undang. Perbuatan-

perbuatan seperti ini yang dipandang sebagai delik undang-undang wetsdelict,

ditempatkan dalam buku III tentang pelanggaran20

.

d.Delik aduan dan delik murni

Delik adaun (klachtdelict) yang hanya dapat dituntut jika ada pengaduan

dari pihak yang berkepentingan dan jika tidak ada pengaduan dari pihak

berkepentingan maka perbuatan itu tidak dapat dituntut ke depan pengadilan,

aturan umum tentang delik aduan diatur dalam buku I bab VII (mengajukan

dan menarik kembali pengaduan dalam kejahatan hanya dituntut atas

pengaduan) yang mencakup pasal 72-75.

Delik aduan dapat dibedakanatas menjadi delik aduan absolut dan delik

aduan relatif. Delik aduan absolut adalah delik yang dalam semua keadaan

merupakan delik aduan, salah satu contohnya ada pasal 287 ayat (1) yang

menentukan bahwa barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar

perkawinan padahal diketahui atau sepatutnya harus diduganya bahwa

umurnya belum berumur 15 tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa

belum waktunya untuk kawin diancam dengan pidana penjara paling lama 9

tahun. Menurut ayat (2) penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan kecuali

jika umur wanita belum sampai 12 tahun atau jika ada salah satu hal

berdasarkan pasal 291 (mengakibatkan luka-luka berat) dan pasal 294

(mengakibatkan kematian), jadi persetubuhan dengan wanita yang belum 15

tahun tetapi sudah 12 tahun merupakan suatu delik aduan . Delik felatif adalah

delik yang dalam keadaan tertentu merupakan delik aduan, sedangkan biasanya

bukan merupakan delik aduan, contoh penggelepan adalah delik biasa bukan

delik aduan tetapi jika dilakukan antara orang-orang yang memiliki hubungan

20

Frans Marmis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, (Jakarta:Rajawali Pers,

2013), hal. 74-75.

Page 26: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

17

yang disebut dalam pasal 367 ayat (2) maka hanya mungkin dilakukan

penuntutan jika ada pengaduan yang terkena kejahatan (pasal 376 KUHP).21

e.Delik dolus dan delik culpa

Dolus dan culpa merupakan kesalahan (schuld), delik dolus adalah delik

yang memuat unsur kesengajaan, rumusan kesengajaan itu mungkin dengan

kata-kata yang tegas “dengan sengaja”, tetapi mungkin juga dengan kata-kata

lain yang senada, seperti “ketahuilah” dan sebagainya. Sedangkan delik culpa

dalam rumusannya memuat unsur kealpaan, dengan kata lain “karena

kealpaan”dan dalam beberapa terjemahan kadang-kadang dipakai istilah

“karena kesalahan”.22

f.Delik selesai dan delik percobaan

Delik selesai adalah perbuatan yang sudah memenuhi semua unsur dari

suatu tindak pidana, sedangkan delik percobaan adalah delik yang

pelaksanaanya tidak selesai.

Dalam KUHP tidak diberikan definisi apakah yang dimaksud dengan

percobaan (poging). Pada pasal 53 ayat (1) KUHP hanya ditentukan unsur-

unsur untuk dapat dipidananya percobaan melakukan kejahatan.

g.Delik komisi dan delik omisi

Delik komisi (commissie delict) adalah delik yang mengancamkan pidana

terhadap dilakukannya suatu perbuatan (perbuatan aktif). Dengan hal ini

seseorang melakukan perbuatan (handelen) atau suatu perbuatan, delik ini

berkenaan dengan norma yang bersifat larangan, contohnya pasal pencurian

karena sesorang diancam pidana disebabkan mengambil barang orang lain.

Delik omisi (ommissie delict) adalah delik yang mengancamkan pidana

terhadap sikap tidak berbuat sesuatu (perbuatan pasif). Dalam hal ini sesorang

tidak berbuat (nalaten) sesuatu. Delik ini berkenaan dengan norma yang

bersifat perintah, contohnya pasal yang mengancamkan pidana terhadap

seseorang yang melihat orang lain dalam bahaya maut dan tidak memberikan

21

Ibid., hal.76-77 22

Ibid., hal.60.

Page 27: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

18

pertolongan pasal 532 KUHP ia diancam pidana karena tidak berbuat sesuatu

untuk menolong.

Tetapi ada rumusan tindak pidana yang dapat dijadikan dasar penuntutan

baik terhadap perbuatan aktif maupun perbuatan pasif, contohnya tentang

pembunuhan (doodskag), pasal ini dapat dijadikan dasar penuntutan terhadap

perbuatan merampas nyawa orang lain dengan melakukan suatu perbuatan seperti

memukul dengan benda keras atau menikam dengan pisau, juga dapat dijadikan

dasar penuntutan terhadap perbuatan perbuatan merampas nyawa dengan tidak

berbuat apa pun (perbuatan pasif), misalnya seorang ibu dengan sengaja tidak

memberikan air susu kepada bayinya sehingga akhirnya bayi itu meninggal

kelaparan.23

B. Tindak pidana menurut hukum Islam

1. Pengertian Tindak Pidana

Dalam hukum Islam, istilah hukum pidana disebut dengan figh jinayah

dan jarimah, jinayah berarti “perbuatan yang dilarang oleh syara‟, baik

perbuatan tersebut mengenai harta, jiwa dan lai-lain”, atau dalam pengertian

lain segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal

yang dilakukan mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban), sebagai hasil

dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al-Quran dan hadis

Nabi Muhammad SAW.24

Imam Al-Mawardi berpendapat bahwa jarimah merupakan segala

larangan syara‟ (melakukan segala hal yang dilarang dan mengerjakan seluruh

perintah yang diwajibkan) yang mana mukallaf diancam pengan hukuman had

atau ta‟zir.25

Lain halnya dengan Abdul Qadir yang mendefenisikan tindak

pidana dengan istilah untuk perbuatan yang dilarang syara‟, baik perbuatan

23

Frans Marmis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, (Jakarta:Rajawali Pers,

2013), hal.81-82 24

Asep Saepudin Jahar, dkk., hukum keluarga, pidana dan bisnis, kajian perundang-

undangan Indonesia, fikih dan hukum internasional, (Jakarta: kencana prenada group, 2013),

hal.111. 25

A.zajuli, fiqih jinayah Upaya Menanggulani Kejahatan dalam Islam, (Jakarta: Raja

Grafindo, 2001), hal.11.

Page 28: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

19

tersebut mengenai jiwa harta atau yang lainnya. Sedangkan pengertian sanksi

adalah pembalasan yang ditetapkan untuk kepentingan masyarakat karena ada

pelanggaran atas ketentuan syara‟.26

Sebagian fuqaha menggunakan istilah jinayah kepada perbuatan yang di

ancam dengan sanksi hudud. Sedangkan qishash tidak termasuk kepada

perbuatan-perbuatan yang diancam dengan ta‟zir. Berdasarkan pengertian

diatas dapat dinyatakan bahwa fiqih jinayah adalah suatu cabang ilmu yang

membicarakan tentang jenis-jenis hukuman yang diperintah dan dilarang Al-

Quran dan hadis nabi serta hukuman yang akan dikenakan kepada orang-orang

yang akan melanggar baik perintah maupun larangan tersebut.27

2. Macam-Macam Tindak Pidana

Didalam Islam, tindak pidana disabut dengan jarimah, berbeda dengan

hukum konfensional tindak pidana (jarimah) dibagi menjadi tiga bagian yaitu

jarimah hudud,jarimah qisas dan jarimah ta‟zir.

a..Jarimah hudud

Jarimah hudud adalah jarimah yang diancam dengan hukuman had, yaitu

hukuman yang telah ditentukan macam dan jumlahnya dan menjadi hak

Allah28

, maka hukuman tersebut tidak memiliki batas terendah dan batas

tertinggi. Maksud hak Allah adalah setiap hukuman yang berhubungan dengan

kepentingan umum. Adapun yang termasuk kedalam jarimah hudud ada tujuh,

yaitu: zina, qadzaf, minum-minuman keras, mencuri, hirabah, murtad dan

pemberontakan.29

b.Jarimah qisas-diyat

Jarimah qisas-diyat merupakan hukuman yang sudah ditentukan oleh

syara‟, perbedaanya dengan had adalah bahwa had adalah hak Allah

26

A. Qodir Audah , at-tasrie Al-Jinayah Al-Islami,juz 1 Dar Al-Kitap Al-ARABI, Tanpa

tahun dan penerbit, hal.76. 27

Asep Saepudin Jahar, dkk., hukum keluarga, pidana dan bisnis, kajian perundang-

undangan Indonesia, fikih dan hukum internasional, (Jakarta: kencana prenada group, 2013),

hal.111. 28

Maksud hak Allah adalah hukuman tersebut tidak bisa dihapuskan oleh seseorang atau

individu, dalam buku a.zajuli. 29

Ahamad Hanafi, Asas Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005). Hal.14.

Page 29: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

20

sedangkan qhisas dan diyad adalah hak manusia. Adapun hak manusia menurut

Mahmud Syaltut adalah suatu hak yang mana mamfaatnya kembali kepada

orang tertentu. Jariamah Qishas-Diyat ada lima macam, yaitu: pembunuhan

sengaja (al-jarh al-amd), pembunuhan tidak sengaja (al-qatl alkhata‟),

penganiayaan sengaja (al-jarh al-amd ) dan penganiayaaan tidak sengaja (al-

jarh al-khata‟).

Adapun dalil jarimah qisas sesuai firman Allah yang berbunyi:

لى ياأي ها الذين ءامنوا كتب عليكم القصاص ف القت

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash

berkenaan dengan orang-orng yang dibunuh

Ayat ini berisi hukuman qhishash bagi pembunuh yang melakukan

kejahatan secara sengaja dan pihak keluarga korban tidak memaafkan pelaku.

Kalau keluarga korban memaafkan pelaku, maka sanksi qhishash tidak berlaku

dan beralih menjadi hukuman diyat.30

a.Jarimah ta‟zir

Jarimah ta‟zir adalah hukuman yang belum ditentukan oleh syara‟,

melainkan keputusan diserahkan kepada penguasa, baik itu penentuannya

maupun pelaksannanya. Adapun ciri-ciri jarimah ta‟zir adalah :

1.Hukuman tidak ditentukan dan tidak terbatas, maksudnya adalah hukuman

tersebut belum ditentukan oleh syara‟ dan belum ada batas minimal maupun

batas maksimalnya.

2.Penentuan hukuman tersebut diserahkan sepenuhnya kepada penguasa.31

Tujuan dan syarat-syarat sanksi ta‟zir

30

Nurul Irfan, masyofah, Fiqih Jinayah, (Jakarta:Amzah,2014). Hal.5. 31

Ahamad Hanafi, Asas Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005).

Hal.100.

Page 30: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

21

1. Pencegahan (preventif) ditujukan bagi orang lain yang belum melakukan

jarimah.

2. Membuat pelaku jera (represif) dimaksud membuat pelaku tidak mengulangi

perbuatan jarimah dikemudian hari.

3. Kuratif (islah), ta‟zir harus mampu memperbaiki perilaku terpidana

dikemudian hari.

4. Pendidikan (edukatif) diharapkan dapat mengubah pola hidupnya kearah

yang lebih baik.

Syariat tidak menentukan macam-macam hukuman disetiap jarimah ta‟zir,

tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman dari yang paling ringan

sampai yang paling berat. Maka dari itu hakim diberi kebebasan untuk memilih

hukuman yang sesuai dan juga sanksi ta‟zir tidak mempunyai batas tertentu.

Ta‟zir berlaku atas semua orang yang melakukan kejahatan. Syaratnya

adalah berakal sehat. Tidak ada perbedaan, baik laki-laki maupun perempuan,

dewasa maupun anak-anak, atau kafir maupun muslim.

Dasar hukum disyariatkan ta‟zir terdapat dalam hadis nabi yang artinya

“dari bahz bin hakim dari ayahnya dari kakenya bahwa Nabi solallahu „alaihi

wasallam menahan seseorang karena disangka melakukan kejahatan (HR.

Abu Dawud, al-tarmidzi,Al-Nasa‟i dan Baihaqi.disahihkan oleh Hakim)”

hadist ini menjelaskan tentang tindakan Nabi yang menahan tersangka pelaku

tindak pidana untuk memudahkan proses penyelidikan. Apabila tidak

ditahan,dikhawatirkan orang tersebut melarikan diri, mehilangkan barang bukti

atau mengulangi perbuatan pidana.32

32

Nurul Irfan, masyofah, Fiqih Jinayah, (Jakarta:Amzah,2014). Hal.140-142.

Page 31: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

22

C. Tindak Pidana Terorisme Menurut Hukum Positif Dan Hukum Islam

1. Tindak Pidana Terorisme Menurut Hukum Positif

Akhir-akhir ini terorisme semakin menjadi perbincangan yang hangat di

kalangan masyarakat serta metode terorisme kini semakin beragam, sehingga

semakin jelas bahwa terorisme bukan merupakan bentuk kejahataan biasa

melainkan bentuk kejahatan yang mengguncang perdamaian dan keamanan

umat manusia.

Terorisme merupakan suatu perwujudan dari suatu tindakan yang

digunakan untuk melakukan kekerasan terhadap penduduk sipil gunanya

adalah untuk mengguncang tatanan politik. Menurut bahasa istilah terorisme

berasal dari bahasa perancis sekitar abad 18 yang mana kata terorisme yang

artinya keadaan teror atau under the terror, berasal dari kata terrere yang

artinya gemetaran33

yang pada awalnya secara historis digunakan untuk

menyebut tindakan pemerintah akibat dari revolusi Prancis yang secara kejam

membantai 40.000 orang yang dituduh melakukan gerakan separatis anti

pemerintah.

Menurut etimologis memiliki banyak pengertian yaitu diantaranya :

a.Sikap menakut-nakuti

b.Menggunakan kekerasan dan intimidasi,terutama untuk tujuan politik.

c.Menjadikan kekerasan sebagai penimbul kekuatan dalam usaha mencapai

tujuan terutama tujuan politik.34

Sedangakn secara terminologis terorisme merupakan :

a.Menurut Fauzan Al-Anshari terorisme merupakan tindakan untuk

menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang berlatang belakang

politik atau kekuasaan dalam suatu pemerintahan negara.

b.Terorisme Act 2000,UK, Terorisme mengandung arti sebagai penggunaan

atau ancaman tindankan dengan ciri-ciri sebagai berikut:

33

“History and causes of terrorism “ hhtp://en.wikipedia.org/wiki/terrorism. Diakses

tanggal 16 maret 2017 34

Kasjim Salenda, Terorisme dan Jihad dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta:Badan

Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2009), hlm. 79-80.

Page 32: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

23

1. Aksi yang melibatkan kekerasan serius terhadap seseorang, kerugian berat

terhadap harta benda, membahayakan kehidupan seseorang tapi bukan

kehidupan orang yang melakukan tindakan, menciptakan resiko serius bagi

kesehatan atau keselamatan publik atau bagi sesuatu yang didesain secara

serius untuk campur tangan atau menggangu system elektronik.

2. Penggunaan atau ancaman didesain untuk mempengaruhi pemerintah atau

untuk mengintimidasi publik atau bagian tertentu dari publik.

3. Penggunaan atau ancaman dibuat dengan tujuan politik, agama, atau

ideologi.

4. Penggunaan atau ancaman yang masuk dalam subjek yang melibatkan

senjata api dan bahan peledak.35

c.Menurut koverensi PBB Terorisme adalah Any action intended to cause death or

serious bodily harm to civilians, non combatans, when the purpose of such

act by is nature or context, is to intimidate a population or compel a

government or international organization to do or to abstain from doing any

act , apabila diartikan kedalam bahasa Indonesia maka teroris merukan segala

aksi yang dilakukan untuk menyebabkan kematian atau kerusakan tubuh yag

serius bagi para penduduk sipil, non pejuang atau angkatan bersenjata negara,

dimana tujuan dari aksi tersebut berdasarkan konteksnya adalah untuk

mengintimidasi suatu populasi atau memaksa pemerintah atau organisasi

internasional untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.36

d.Sedangkan menurut KBBI, terorisme merupakan penggunaan kekerasan untuk

menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan

politik).37

atau dengan kata lain perbuatan (pemerintahan dan sebagainya) yang

sewenang-wenang (kejam,bengis dan sebagainya), usaha menciptakan

ketakutan,kengerian dan kekejaman oleh seseorang atau golongan. Terorisme

35

Abdul Wahid, Dkk, Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM dan Hukum,

(Bandung:refika aditama,2009), hlm. 31. 36

Muhammad Asfar, dkk, Islam Lunak Islam Radikal, (Surabaya: Pusat Studi Demokrasi

dan HAM dan JP Press, 2003), hlm. 29-30. 37

KBBI Offline Versi 1.1, freeware c2010,by Ebta Setiawan

Page 33: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

24

berarti penggunaan kekuasaan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha

mencapa suatu tujuan (terutama tujuan politik); praktik-praktik tindakan teror.

e.Menurut peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 dan nomor 2

tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, bahwa terorisme

adalah perbuatan melawan hukum secara sistematis dengan maksud untuk

menghancurkan kedaulatan bangsa dan Negara dengan membahayakan bagi

badan, nyawa, moral, harta benda dan kemerdekaan orang atau menimbulkan

kerusakan umum atau suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara

meluas, sehingga terjadi kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis,

kebutuhan pokok rakyat, lingkungan hidup, moral, peradaban,rahasia negara,

kebudayaan, pendidikan, perekonomian, teknologi, perindustrian, fasilitas

umum, atau fasilitas internasional.38

2. Macam-Macam Tindak Pidana Terorisme

Terdapat berbagai model aksi teror yang populer digunakan oleh para

terorisme dalam melancarkan aksinya, diantaranya :

a.Peledakan bom

Taktik ini paling banyak dilakukan oleh teroris pada saat ini karena peledakan

bom ditempat-tempat umum yang strategis dipandang efektif untuk

melahirkan suasanya teror dalam sebuah masyarakat.

b.Ancama atau intimidasi

Dimananpun para pelaku teror berusaha melakukan tindakan yang bersifat

menakut-nakuti atau mengancam masyarakat dengan menggukan kekerasan.

c.Sabotase dan pembajakan

Aksi teror yang satu ini marak dilakukan selama periode 1960-1970, salah

satu contohnya pembajakan yang terjadi terhadap kendaraan yang membawa

bahan makanan adalah taktik yang digunakan oleh kelompok Tupamaros di

Uruguay untuk mendapatkan kesan baik dimata masyarakat sekaligus

menghancurkan propaganda dari pemerintah.

38

Perpu no.1 tahun 2002.

Page 34: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

25

D. Tindak Pidana Terorisme Menurut Hukum Islam

Agama Islam merupakan rahmatan lil-alamin, agama yang diridhai Allah

SWT sebagai petunjuk bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan baik didunia

maupun diakhirat. Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW dengan

membawa agama Islam didalam kehidupan manusia sebagai rahmat dan

kenikmatan yang besar bagi manusia bukan suatu musibah yang membawa

malapetaka.

الي علمون ومآأرسلناك إال كآفة للناس بشريا ونذيرا ولكن أكث ر الناس

Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada ummat manusia seluruhnya,

sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi

kebanyakan manusia tidak mengetahui. [QS. Saba‟ : 28]

Hampir segolongan besar ulama menolak adanya hubungan antara Islam

dan terorisme. Ajaran Islam sendiri dipandang menajarkan toleransi dan

perdamaian, terlepas dari penolakan tersebut pada kenyataannya menunjukkan

bahwa ada kelompok-kelompok di dalam Islam yang menggunakan simbol Islam

dalam mencapai tujuan, termasuk melalui cara-cara terorisme. Terorime

merupakan fenomena internasional yang tidak memiliki batas teritorial.

Termanifestasi dalam berbagai bentuk diantaranya karena fanatisme terhadap

agama. Terorisme juga bermotif lain seperti oposisi terhadap pemerintah.39

Dalam hukum pidana Islam, terorisme dimasukkan kedalam golongan

jarimah al-baghyu (pemberontak), dikarenakan tujuan inti dari tindakan terorisme

adalah untuk mengguncang tatanan pemerintahan yang sah. Sebagaimana

pendabat beberapa kalangan yang mengatakan sebagai berikut;

Menurut ulama kalangangan hambaliyah al-baghyu adalah sekelompok

orang yang keluar dari ketundukan terhadap penguasa, walaupun penguasa itu

tidak adil sekalipun dengan alasan yang kuat. Kelompok ini memiliki kekuatan

39

Muhammad Asfar, dkk, Islam Lunak Islam Radikal, (Surabaya: Pusat Studi Demokrasi

dan HAM dan JP Press, 2003) , hlm. 57.

Page 35: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

26

walaupun didalamnya tidak terdapat tokoh yang ditaati.40

Hampir sejalan dengan

kalangan ulama hambaliyah, para fuqaha41

berpendapat bahwa peberontak ialah

sekelompok orang yang menentang penguasa. Orang-orang tersebut keluar dari

ketundukan dengan dengan cara menolak melakukan kewajiban-kewajiban yang

seharusnya ia lakukan atau dengan cara lainnya.42

Suatu perbuatan dapat dikatakan jarimah baghyu apabila memiliki tiga

unsur yaitu;

1. Memberontak terhadap pemerintah yang sah maksudnya adalah perbuatan

untuk melenserkan pemimpin negara yang sah dari jabatannya. Para

pemberontak tidak mau mematuhi undang-undang dan tidak mau mematuhi

kewajiban mereka sebagai warga negara.

2. Dilakukan secara demonstratif maksudnya adalah perlawanan

menggunakan senjata. Oleh karena itu, menurut ulama fiqh sekedar

menolak kepala negara yang telah diangkat secara aklamasi tidak

dinamakan al-baghyu.

3. Termasuk perbuatan pidana, maksudnya usaha untuk menggulingakn

pemerintah yang sah dan berdaulat dengan cara mengacau ketertiban

umum. Apa bila tindakan para pelaku itu tidak menjurus pada

penggulingan pemerintah dan tidak pula melakukan tindakan pidana

seperti membunuh, merampas dan memperkosa maka ulama fiqh

menyatakan bahwa itu tidak termasuk tindakan al-baghyu.

Jika kita lihat tindakan teror yang terjadi di Indonesia belakangan ini yang

disibukkan dengan isu terorisme yang visi,misi dan tujuannya tidak konkret. Jika

memang tidak ada tujuan untuk menggulingkan kepala negara maka jarimah yang

dilakukan kelompok terorisme itu tidak masuk pemberontakan. Namun, bukan

berarti para teroris itu dapat dibebaskan begitu saja, bisa saja mereka dijatuhi

hukuman mati sebagai ta‟zir bukan sebagai hudud.

40

Abdul Qadir Audah, al tasyri‟ al jina‟i al Islami, jilid II, hal.674 41

Fuqaha adalah kata majemuk bagi faqih,yaitu seorang ahli fiqh. Fiqh adalah bidang

jurisprudence atau hukum-hukum menyangkut peribadatan ritual baik perseorangan atau dalam

kontek sosial umat islam. 42

Mahyuddin abu zakariya yahya bin al abbas ahmad ibnu murri al nawawi, Tahdzid Al

Asma‟ wa Al Lughat,(Beirut: Dar Al Kutup Al Ilmiyah),jilid III. Hal.674.

Page 36: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

27

Hukum Islam tentang terorisme diperlakukan tegas dan keras terinci dalam

keputusan Majelis Hai‟ah Kibar Ulama (Lembaga Ulama Besar) N0. 148 tanggal

12/1/1409 H (9/5/1998 M) dengan persetujuan dan tanda tangan anggota majelis.

Hal-hal yang diputuskan oleh majelis, diantaranya sebagai berikut:

1. Yang terbukti secara syar‟i melukan perbuatan terorisme dan membuat

kerusakan di muka bumi yang menyebabkan kerusakan dan keamanan,

hukumannya adalah dibunuh berdasarkan kandungan yang tertera dalam

ayat suci Al-Qur‟an.

2. Sebelum dibunuh seperti poin yang diatas, pelaku harus menyelesaikan

administrasi di pengadilan syari‟at, Hai‟ah At-Tamyiz dan Mahkamah

Agung dalam rangka pertanggungjawaban di hadapan Allah.

Apabila dikaji lagi akan ada benang merah antara jihad dengan terorisme,

para pelaku teror akan mengatkan tindakan mereka adalah jihad tapi pada

kenyataannya perbuatan jihad yang mereka lakukan bersifat destruktif dan

bertentangan dengan prinsip-prinsip jihad yang disyariatkan sehingga bisa

dikategorikan sebagai terorisme.43

MUI berpendapat bahwa jihad dan terorisme sangat berbeda diantaranya;

1. Segi sifat, terorisme selalu mendatangkan kerusakan (ifshad) dan anarkis

atau chaos (faudha) yang berdampak terhadap masyarakat. Sedangkan

Jihad bersifat melakukan upaya-upaya menuju perbaikan (islah) sekalipun

dalam bentuk peperangan. Oleh karena itu, perang yang dilakukan dalam

rangka aplikasi jihad lebih menekankan pada kemaslahatan umat dan

meminimalisasi kerusakan sarana dan prasarana serta lingkungan di

wilayah yang menjadi sasaran perang

2. Segi tujuan, terorisme memiliki karakteristik untuk menciptakan dan

membangkitkan kepanikan dalam masyarakat dan pemerintah. Sebaliknya,

jihad semata-mata berupaya menegakkan agama Allah dan melindunginya

dari berbagai intervensi pihak-pihak yang ingin mendiskreditkan, menodai

dan bahkan mungkin menghancurkan agama tersebut. Jihad juga

43

Nurul Irfan, masyofah, Fiqih Jinayah, (Jakarta:Amzah,2014). Hal.61-71.

Page 37: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

28

mempunyai misi membela hak-hak individu maupun masyarakat yang

terzalimi.

3. Segi aksi,tindakan terorisme biasanya dilancarkan tanpa mempertimbangkan

aturan dari nilai-nilai normatif serta tidak memiliki misi dan sasaran yang

jelas tentang obyek atau sasaran serangan. Berbeda halnya dengan

operasional jihad yang memuat aturan-aturan dan prinsip peperangan,

diantaranya sasaran serangan harus jelas yakni terhadap musuh yang

menyerang, sehingga bisa menghindari korban dari kelompok yang

memiliki hak perlindungan keamanan antaralain, warga sipil dan yang

bukan pejuang, perempuan, anak-anak, pendeta dan manula.44

Dalam kaidah hukum Islam disebutkan bahwa hukum Islam dapat

diberlakukan kepada siapa saja dalam dar as-salam. Dalam kaidah lain disebutkan

bahwa suatu perbuatan tidak akan dikenai hukuman kecuali berdasarkan nash.

Nash disini mengikat dan berlaku terhadap pelaku dan tempat melakukan

perbuatan tersebut.

Imam malik asy-Syafi‟i dan imam Ahmad berpendapat bahwa hukum

Islam dapat diterapkan atas segala kejahatan yang dilakukan di mana saja selama

tempat tersebut termasuk daerah dar as-salam baik pelakunya seorang muslim,

zimmi (karif mardeka yang hidup di daulah islamiyah) maupun musta‟min (orang

yang datang dari negara kafir yang mendapat jaminan dari penguasa atau umara‟).

Lain halnya dengan kejatahan terorisme, tindakan tersebut dilakukan di Daarul

Baghyi yakni negeri yang mana sebuah kelompok bughat (pemberontak) atau

khawarij menyendiri pada suatu wilayah di dalam negara Islam dan mereka

independen menjalankan hukum-hukum di sana. kebalikan dari darul baghyi ini

adalah Daarul Adl suatu negeri yang berada dibawah kekuasaan Imam kaum

muslimin.

44

Kasjim Salenda, Terorisme dan Jihad Dalam Perspektif Hukum Islam,(Jakarta:Baligbang

Depag, 2009),hal.205-209

Page 38: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

29

Allah SWT menjaga manusia, agama, badan, jiwa, kehormatan, akal, dan

harta bendanya dengan disyari‟atkan hudud (hukum-hukum ganjaran) dan uqubah

(hukuman balasan) yang akan menciptakan keamanan yang umum dan khusus45

.

Allah SWT berfirman

ا جزاؤا الذين ياربون اهلل ورسوله ويسعون ف األرض فسادا أن لوا أو يصلبوا أوت قطع أيديهم إن ي قت

ن يا ولم ف األخرة عذاب ف الد ن خالف أو ينفوا من األرض ذلك لم خزي يم وأرجلهم م ع

“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah

dan Rasul Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh

atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik

(secara bersilangan), atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang

demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan bagi mereka

di akhirat siksaan yang besar”. (QS. al-Mâ`idah : 33).

45kitab Al-Ihrab Wa Atsaruhu Alal Afrad Wal Umam, Edisi Indonesia Terorisme Dalam

Tinjauan Islam, oleh Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al-Madkhaly, penerjemah Hannan

Bahanan, Maktabah Salafy Press.

Page 39: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

30

BAB III

ASAS RETROAKTIF DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM DAN

HUKUM POSITIF

A. Asas Retroaktif Menurut Hukum Positif

1. Pengertian Asas Retroaktif

Sebelum kita bembahas lebih lanjut tentang asas legalitas dan retroaktif,

penulis akan menguraikan sedikit tentang pengertian asas dalam istilah ilmu

hukum. Menurut Paton, asas adalah suatu alam pikiran yang dirumuskan

secara luas dan mendasari adanya sesuatu norma hukum. Berdasarkan

pendapat Paton yang demikian dapat dikatakan bahwa adanya norma hukum

itu berlandaskan pada suatu asas. Sehingga setiap norma hukum harus dapat

dikembalikan pada asas. Pendapat senada diungkapkan oleh Van Erkema

Hommes bahwa asas hukum itu tidak boleh dianggap sebagai norma-norma

hukum yang konkrit, akan tetapi perlu dipandang sebagai dasar-dasar umum

atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku. Pembentukan hukum

praktis perlu berorientasi pada asas-asas hukum tersebut. Pendapat lain

tentang asas hukum sebagaimana dikemukakan oleh Ron Jue bahwa asas

hukum merupakan nilai-nilai yang melandasi kaidah hukum.46

Selanjutnya penulis memaparkan sedikit tentang asas legalitas atau non

retroaktif yang terkandung dalam pasal 1 ayat 1 KUHP yang berbunyi “ tiada

suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam

perundangan-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan”47

Asas legalitas diciptakan oleh Paul Johan Anselm Von Feurbach (1775-

1883), ia merupakan seorang sarjana hukum pidana Jerman dalam bukunya

Lehrbuch Des Penlichen Recht pada tahun 1801.48

Asas legalitas adalah

Nullum Crime Sine Lege (tiada kejahatan tanpa undang-undang), Nulla Poena

46

https://jurnal.ugm.ac.id/jmh/article/download/16160/10706 , diakses pada hari Kamis, 03

Agustus 2017 jam 12:25. 47

KUHP

48 Eddy O.S Hiarej, Asas Legalitas dan Penemuan Hukum Pidana,(Surabaya: Bayu Media,

2007), hal.7.

Page 40: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

31

Sine Crimine(tiada pidana tanpa kejahatan), Nullum Crime Sine Lege Praevia

(tiada kejahatan tanpa undang-undang sebelumnya), larangan untuk

menerapkan “Ex post facto criminal law” dan penerapan non retroactive

application of criminal laws and criminal sanction serta lex certa (undang-

undang harus dirumuskan sesempit, sejelas dan setajam mungkin serta

dipercaya).49

Sedangkan menurut Rammelink, asas legalitas adalah een vaderlichte

voorkeur voor de beweging van de grotere rechtsbescherming, tetapi dalam arti

het gezuchpunt moet kunnen domineren wanner dat ten bate van de

rechtsgemeentschap onvermijdelijk is atau asas perlindungan hanya

mempunyai prevensi sangat sedikit tetapi pendapat terbanyak menyatakan

bahwa demi masyarakat hukum tidak dapat dihindarkan.50

Asas legalitas yang terkandung dalam pasal 1 ayat 1 KUHP merupakan

asas mengenai ruang berlakunya hukum pidana menurut waktu yang terdiri

dari dua asas, yaitu:

1. Asas mengenai berlakunya hukum pidana pada waktu delik terjadi atau

dilakukan yang diatur dalam pasal 1 ayat 1 KUHP yang dikenal dengan asas

lex temporaris delicti atau asas non retroaktif.

2. Asas mengenai berlakunya hukum pidana pada waktu ada perubahan

undang-undang atau dalam masa transisi yang diaur dalam pasal 1 ayat 2

KUHP yang dikenal dengan asas retroaktif.51

Dasar pokok dari segala ketentuan hukum pidana disebut asas legalitas

atau nama lainnya asas nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali,

49

http//www.ma.ri.go.id, tentang Naskah Akademis Penelitian Hak Asasi Manusia ,2003,

Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkama Agung Republik Indonesia. Di akses pada hari kamis

tanggal 03 agustus 2017,jam 14:22 50

Komaria Emong Supardjaja, Ajaran Sifat Melawan Hukum Materil Dalam Pidana

Indonesia, studis kasus tentang penerapan dan perkembangan dalam yurisprudensi,(Bandung:

Alumni, 2002), hal. 6. 51

http//www.ma.ri.go.id, tentang Naskah Akademis Penelitian Hak Asasi Manusia ,2003,

Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkama Agung Republik Indonesia. Di akses pada hari kamis

tanggal 03 agustus 2017,jam 15:14

Page 41: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

32

yang maksudnya sama dengan pasal 1 atat 1 KUHP diatas.52

Asas legalitas

pada dasarnya mengandung tiga pengertian, yaitu:

1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu

terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang.

2. Untuk menemukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi.

3. Arutan-aturan pidana tidak boleh berlaku surut.53

Selanjutnya dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), memberi definisi

bahwa retroaktif adalah “bersifat berlaku surut terhitung tanggal di

undangkannya”54

mempunyai arti bahwa undang-undang berlaku surut atau

kembali pada masa sebelumnya dimulai sejak undang-undang tersebut ditetapkan

atau asas retroaktif merupakan suatu peraturan hukum tertulis dapat diberlakukan

terhadap suatu kejadian atau peristiwa yang dilakukan seseorang sebelum

peraturan hukum tertulis tersebut dibuat atau ada dan apabila seseorang

melakukan tindak kejahatan terjadi perubahan atau penggantian terhadap

peraturan hukum yang ada.55

Kata retroaktif jarang digunakan di Indonesia

karena untuk dapat menerapkan suatu peraturan dapat berlaku surut membutuhkan

perangkat hukum yang luar biasa (extra legal instrument) dan tidak dapat

diterapkan disetiap tindak pidana yang terjadi.56

sedangkan dalam buku A Rosa Nasution memberi pengertian sebagai

berikut “law that retroactive changes the legal consequencs of actscommited or

the legal status of facts and relationships thet exixted prior to the enactment of the

law” atau hukum yang berlaku surut mengubah akibat hukum terhadap tindakan

yang dilakukan atau mengubah status hukum dan hubungan yang ada sebelum

berlakunya hukum, dari pengertian tersebut hukum yang diterapkan secara

retroaktif atau berlaku surut mengubah akibat hukum dari tindakan yang

52

Sudrajat Bassar, Tindak-tindak Pidana Tertentu didalam kitap undang-undang hukum

pidana, (bandung: Remadja Karya cv Bandung,1986), hal.3. 53

C.S.T.Kansil, Latihan Ujian Hukum Pidana untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2001), hal.75. 54

KBBI Offline Versi 1.1, freewere c2010 by ebta setiawan. 55

http//www.ma-ri.go.id tentang naskah akademik penelitian hak asasi manusia ,puslitbang

hukum dan peradilan mahkama agung republik Indonesia, 2003,hal.70, diakses pada hari senin

tanggal 21/8/2017, jam 11:30.

Page 42: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

33

dilakukan atau status hukum dari perbuatan dan hubungan yang terjadi sebelum

penetapan undang-undang57

.

Sejalan dengan pengertian diatas Wikipeda mendefenisikan retroaktif

sebagai berikut, berlaku surut (Bahasa Latin: ex post facto yang berarti "dari

sesuatu yang dilakukan setelahnya"), adalah suatu hukum yang mengubah

konsekuensi hukum terhadap tindakan yang dilakukan atau status hukum fakta-

fakta dan hubungan yang ada sebelum suatu hukum diberlakukan atau

diundangkan. Dalam kaitannya dengan hukum kriminal, hukum retroaktif dapat

diterapkan pada suatu tindakan yang legal atau memiliki hukuman yang lebih

ringan sewaktu dilakukan.58

Bagir Manan berpendapat bahwa asas retroaktif adalah penerapan ketentuan

hukum yang baru terhadap peristiwa hukum sebelum peraturan perundang-

undangan yang baru tersebut ditetapkan.59

2. Faktor Pendorong Munculnya Asas Retroaktif

Jika diartikan secara sempit maka pemberlakuan asas retroaktif hanya

terbatas pada undang-undang baru yang menciptakan delik baru dan terbatas pada

delik baru yang mempunyai kriteria perbuatan-perbuatan yang membahayakan

kelansungan hidup bernegara, berbanga dan bermasyarakat. Akan tetapi jika

diartikan secara luas, retroaktif berarti berlaku surut dan ini berarti berlaku untuk

pembicaraan yang mana proses pidana berada pada masa transisi atau tidak ada

peraturan pidana sebelum perbuatan dilakukan. Dengan demikian, ketentuan pasal

1 ayat (2) KUHP merupakan aturan peralihan yang bersifat umum.

Pemberlakuan asas retroaktif merupakan pengecualian dari asas legalitas

atau principle of legality atas dasar extra ordinary crime. Dengan demikian

pemberlakuan hukum pidana secara retroaktif yang dilandasi oleh prinsip keadilan

untuk semua dalam arti, baik keadilan bagi pelaku tindak pidana maupun keadilan

bagi korban tindak pidana merupakan penyeimbang asas legalitas yang semata-

57

A. Rosa Nasution, Terorisme Sebagai Kejahatan Terhadap Kemanusiaan, dalam

perspektif hukum internasional dan hak asasi manusia, (Jakarta: kencana, 2012), hal.274 58

https://id.wikipedia.org/wiki/Retroaktif. Di akses pada hari sabtu 29 juli 2017,jam 11:40. 59

Bagir Manan, Hukum Positif Indonesia, (yogyakarta:FH UII PRESS, 2004), HAL.39.

Page 43: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

34

mata berpatokan kepada kepastian hukum dan asas keadilan untuk semua.

Sehingga pemberlakuan hukum pidana secara retroaktif dalam kondisi tertentu,

seperti kepentingan kolektif baik kepentingan masyarakat, bangsa, maupun negara

yang selama ini kurang mendapat perlindungan dari asas legalitas dapat diterima

guna memenuhi tuntutan moral pembalasan masyarakat.60

Pemberlakuan asas retroaktif sebagai pengecualian dari asas legalitas

merupakan pergeseran paradigma bagi pemberlakuan hukum di Indonesia.

Pemberlakuan asas retroaktif ini menjadi penting setelah terjadinya peristiwa bom

Bali pada tahun 2002.61

Hukum pidana Indonesia pada dasarnya menganut asas legalitas

sebagaimana yang diatur dalam pasal 1 ayat 1 KUHP. Salah satu konsekueni dari

ketentuan pasal tersebut adalah larangan memberlakukan surut suatu perundang-

undangan pidana atau dikenal dengan asas retroaktif. Larangan atas asas

retroaktif ditegaskan dalam pasal 28 I ayat 1 Undang-undang Dasar 1945 yang

berbunyi “ Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk tidak diperbudak,

hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut

atas dasar hukum yang belaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat

dikuragi dalam keadaan apapun”62

. Adapun dasar pemikiran dari larangan tersebut

adalah:

a. Untuk menjamin kebebasan individu dari kesewenang-wenangan

penguasa.

b. Pidana itu juga sebagai paksaan psikis (teori psicologische dwang dari

Anselm von Feurbach).

Dengan adanya ancaman pidana terhadap orang yang melakukan tindak

pidana, penguasa berusaha mempengaruhi jiwa si calon pembuat untuk tidak

berbuat.

60

Nyoman Sarikat Putra Jaya, Beberapa Pemikiran Kearah Pengembangan Hukum

Pidana, (Bandung: PT Citra Aditya,2008), hal.14.

61 Barda Nawawi Arif, Kapita Selekta Hukum Pidan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003),

hal. 1. 62

UUD 1945.

Page 44: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

35

Meskipun prinsip dasar dari hukum berpegang pada asas legalitas namun

dalam beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan, asas legalitas ini tidak

belaku mutlak, artinya dimungkinkan pemberlakuan asas retroaktif jika hanya

dalam hal-hal tertentu saja. Pemberlakuan surut diijinkan jika sesuai dengan

ketentuan pasal 1 ayat 2 KUHP yang menyebutkan “bilamana ada perubahan

dalam perundang-undangan sesudah perbuatan yang dilakukan, maka terdakwa

ditetapkan ketentuan yang paling menguntungkan”.

Suatu peraturan perundang-undangan mengandung asas retroaktif jika:

a. Menyatakan seseorang bersalah karena melakukan suatu perbuatan yang

ketika perbuatan tersebut dilakukan bukan merupakan tindak pidana.

b. Menjatuhkan hukuman atau pidana yang lebih berat daripada hukuman

atau pidana yang berlaku pada saat perbuatan itu dilakuakan (pasal 11

ayat 2 deklarasi universal HAM) yang mengatakan “tidak seorangpun

dapat disalahkan melakukan tindak pidana karena perbuatan atau

kelalaian yang tidak merupakan tindak pidana nasional atau

internasional tidak diperkenankan melakukan hukuman lebih berat dari

pada hukum yang harus dikenakan”63

Asas retroaktif dapat diterapkan apabila memenuhi syarat berikut:

a. Kejahatan berupa pelanggaran HAM berat atau kejahatan yang tingkat

kekejaman dan destruksi (pemusnahan) setara dengannya.

b. Peradilan bersifat internasional, bukan bersifat nasional.

c. Peradilan bersifat ad hoc, bukan peradilan permanen.

d. Keadaan hukum negara bersangkutan tidak dapat dijalankan karena

sarana, aparat, atau ketentuan hukumnya tidak sanggup menjangkau

kejahatan pelanggaran HAM berat atau kejahatan yang tingkat

kekejaman dan destruksinya setara dengannya.64

63

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) PBB, 10 Desember 1948 64

Agus Raharjo, problematika asas retroaktif dalam hukum pidana indonesia, dalam jurnal

dinamika hukum, 2008, Vol. 8, no. 1, hal. 15.

Page 45: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

36

Sedangkan Adam Chazawi mengatakan dalam bukunya bahwa asas

retroaktif dapat diberlakukan apabila memenuh unsur berikut:

a. Harus ada perubahan perundang-undangan mengenai suatu perbuatan.

b. Perubahan itu terjadi setelah perbuatan dilakukan.

c. Peraturan yang baru lebih menguntungkan atau meringankan bagi

pelaku.65

Para ahli berpendapat asas retroaktif dimungkinkan dengan pembatasan

tertentu, diantaranya:

a. Ifdal kasim (ELSEM), berpendapat bahwa sangat mengkhawatirkan jika

pemberlakuan asas retroaktif didalam undang-undang pengadilan HAM

bebas berkeliaran tanpa proses peradilan yang jelas.

b. Muladi, berpendapar bahwa walaupun pemberlakuan asas retroaktif

melahirkan perdebatan (debatable) namun sisi positif dari pemberlakuan

undang-undang pengadilan HAM (UU No.26 Tahun 2000) adalah

bentuk mengakhiri praktek (impunity) yaitu pengabaian tanpa

memberikan hukuman bagi para pelanggar HAM berat tanpa

pengecualian.

c. Artidjo Alkostar (hakim agung di Mahkama Agung RI), berpendapat

bahwa asas retroaktif dibenarkan oleh hukum nasioanal maupun

internasional sepanjang menyangkut kejahatan nasional maupun

internasional terutama kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against

humanity) karena kejahatan ini merupakan musuh bagi seluruh umat

manusia maupun kejahatan yang paling serius bagi eksistensi umat

manusia, principle of justice atau prinsip keadilan adalah dasar

berlakunya asas retroaktif, tanpa prinsip tersebut maka banyak penjahat

kemanusiaan yang tidak dapat diadili dan akan menimbulkan banyaknya

pelanggaran HAM berat.

65

Adam Chazawi, Pelajarang Hukum Pidana Bagian I: Sel-sel Pidana, Tindak Pidana,

Teori-teori pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, (Jakarta: Raja Grafindo, 2002),

hal.177.

Page 46: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

37

d. Sumaryo Dirdjosisworo, dalam bukunya “Pengadilan Hak Asasi

Manusia Indonesia” berpendapat bahwa pemberlakuan asas retroaktif

dapat dilakukan dengan menggunakan pasal 28 huruf j Undang-undang

Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.66

Jadi kalau larangan berlaku surut dipandang sebagai penegak kepastian

hukum bagi pelaku tindak pidana, maka hal ini harus dijaga dengan baik jangan

sampai seseorang mendapat perlakuan berupa hukuman pidana berdasarkan suatu

perbuatan yang pada waktu itu tidak disertai sanksi pidana.67

Jika dilihat dari sisi

hukum pidana internasional bahwa asas retroaktif boleh diberlakukan dari

beberapa peristiwa tertentu sekalipun terdapat pendapat pro dan kontra tentang hal

tersebut. Diantara pendapat yang tidak memperbolehkan berlakunya asas

retroaktif tersebut diantaranya karena ada anggapan bahwa asas tersebut

merupakan wadah dari political revenge (politik balas dendam) sehingga asas

retroaktif dikatakan sebagai refleksi dari lex talionis (balas dendam). Larangan

mengenai asas retroaktif ini merupakan derogable rights (hak-hak yang tidak

dapat ditangguhkan atau dikurangi).68

Terdapat pengecualian dalam konvensi internasional tentang hak-hak sipil

dan politik, apabila telah memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Jika ada situasi mendesak yang secara resmi dinyatakan sebagai situasi

darurat yang mengancam negara.

b. Penangguhan atau pembatasan tersebut tidak boleh didasarkan pada

diskriminasi ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, atau asal

usul sosial.

c. Pembatasan dan pengaruh yang dimaksud harus dilaporkan kepada

PBB.69

66

Putusan Mahkama Konstitusi , perkara No. 056 / PUU-II/ 2004. Hal. 23. 67

Wirjono Projodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: Rafika Aditama,

2003), hal.44. 68

Nyoman Sarikat Putra Jaya, Beberapa Pemikiran Kearah Pengembangan Hukum

Pidana, (Bandung: PT Citra Aditya,2008), hal. 8. 69

Shinta Agustina, Hukum Pidana International dalam Teori dan Praktek, (padang:

Andalas University press, 2006. Hal. 64.

Page 47: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

38

P emberlakuan asas retroaktif sebaiknya tetap dipertahankan dalam pidana

Indonesia karena berbagia alasan, diantaranya:

a. Ketentuan internasional memberikan peluang untuk memberlakukan asas

retroaktif, sebagaimana telah diterapkan melalui pengadilan ad hoc di

Nuremberg (1946) dan Tokyo (1948).

b. Asas retroaktif merupakan alat untuk mengahadapi kejahatan yang tidak

dapat disejajarkan dengan tindak pidana yang terdapat dalam KUHP

maupun diluar KUHP, sehingga tidak ada pelaku kejahatan yang lolos

dari jerat hukum.

c. pemberlakuan asas retroaktif merupakan cermin dari asas keadilan, baik

terhadap pelaku maupun korban.

d. Asas retroaktif sangat diperlukan dalam mengadili kejahatan luar biasa

(extra ordinary crime).70

Asas retroaktif sendiri terkandung dalampasal 1 ayat 2 KUHP yang

berbunyi “Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundang-

undangan, dipakai aturan yang paling ringan bagi terdakwa.71

Jadi, jika ada perbedaan antara ketentuan pidana yang kemudian berlaku

pada waktu tindak pidana yang sama diperiksa di pengadilan, maka ketentuan

pidana yang paling ringan harus diterapkan.72

Dalam KUHP Belanda

disebutkan bahwa ketentuan yang paling menguntungkan atau gunstige

bepalingen tidak hanya berkaitan dengan pidana saja, namun juga segala

sesuatu yang mempunyai pengaruh atau penilaian terhadap suatu tindak

pidana. Sehingga secara singkatnya dapat disimpulkan bahwa paling

menguntungkan adalah:

a. Pengurangan ancaman pidana.

70

Romli Atmasasmita, Pengantar Hukum Internasional 2, (Jakarta: Hecca Mitra Utama,

2007), hal. 56. 71

KUHP 72

Eddy O.S. Hiariej, Asas Legalitas dan Penemuan Hukum Pidana, (Jakarta: Erlangga,

2009), hal.34.

Page 48: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

39

b. Penghapusan sifat dapat dipidana suatu perbuatan dengan ketentuan

sebagai berikut

1. Adanya pencabutan pidana.

2. Penambahan bagian (bestanddeel) yang baru dalam rumusan

ketentuan pidana, sehingga memungkinkan perbuatan terdakwa

tidak termasuk lagi sebagai tindak pidana.

c. Menghapuskan sifat yang dituntut.73

Berbada halnya dengan Van Hammel bahwa kata “menguntungkan bagi

terdakwa” diantaranya ialah:

a. Semua ketentuan dalam hukum materiil yang mempunya pengaruh

terhadap penilaian hukum pidana mengenai suatu perilaku.

b. Syarat-syarat tambahan mengenai hak untuk melakukan penuntutan

dan mengenai hak menjatuhkan hukuman.

c. Jenis hukuman.

d. Lama hukuman yang telah dijatuhkan.

e. Ketentuan mengenai delik aduan.

f. Ketentuan mengenai penuntutan menurut hukum pidana.

Simons berpendapat bahwa ketentuan yang paling menguntungkan meliputi:

a. Hal dapat dihukumnya perbuatan itu sendiri.

b. Bentuk-bentuk pertanggung jawabannya.

c. Syarat-syarat mengenai dapat dihukumnya suatu perbuatan.

d. Jenis hukumannya.

e. Berat ringan hukuman yang dijatuhkan.

f. Pelaksanaan hukuman.

g. Batalnya hak untuk melakukan penuntutan.

h. Masalah daluwarsa74

73

Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, (Jakarta: Rajawali

Press,2012), hal.278. 74

P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung:Citra Aditya,1997),

hal.172.

Page 49: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

40

Sedangkan Jonkers berpendapat bahwa ketentuan yang menguntungkan

bukan hanya dalam hal pidana, namun termasuk pula kedalam hal-hal yang

berkaitan dengan penuntutan, pengurangan jangka waktu verjaring, dan keadaan

bahwa hal tersebut delik aduan.75

Penulis berpendapat bahwa, walaupun negara Indonesia menganut asas

legalitas tapi dalam keadaan tertentu asas tersebut tidak dapat diterapkan maka

dari itu dipergunakan asas retroaktif. Asas retroaktif tersebut hanya bisa

diterapkan apabila keadaan hukum berada pada masa transisi dan diberlakukan

untuk pelanggar HAM berat dengan syarat ketentuan yang baru lebih

menguntungkan dan meringankan bagi pelaku.

B. Asas Retroaktif Menurut Hukum Islam

Islam adalah agama yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia

sehingga islam memberikan persamaan derajat dimuka hukum. Bentuk jaminan

Islam terhadap kedamaian umat manusia adalah dengan adanya maqashid syariah

atau lima jaminan dasar yaitu :

1. keselamatan keyakinan agama semua orang tanpa adanya paksaan

untuk berpindah agama.

2. Keselamatan fisik warga masyarakat dari tindakan diluar ketentuan

hukum.

3. Keselamatan akal

4. Kehormatan keluarga dan keturunan.

5. Keselmatan harta benda.

Retroaktif dalam pandangan hukum Islam sama pandangan dengan hukum

positif, dimana suatu hukum atau ketentuan dapat berlaku kembali ke masa lalu

setelah perbuatan dilakukan. Meskipun pada dasarnya peraturan pidana Islam itu

tidak berlaku surut, namun dalam keadaan tertentu bisa dikecualikan, diantaranya

adalah:

75 Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana 1,(Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal. 152.

Page 50: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

41

1. Pada jariamah yang sangat berbahaya dan mengancam ketertiban

umum

Ada beberapa jarimah yang ditetapkan berlaku surut, artinya perbuatan

tersebut dianggap tindak pidana dan pelakunya dikenakan hukuman walaupun

belum ada nash yang melarangnya. Alasan diterapkannya pengecualian berlaku

surut karena tindak pidana yang berat dan sangat berbahaya apabila tidak

diterapkan sehingga akan terjadi kekacauan dan kehebohan. Tindak pidana dalam

Islam yang dibolehkan menggunakan asas retroaktif adalah jarimah qadzaf dan

hirabah yang dikenakan hubungan atas peristiwa-peristiwa yang telah terjadi

sebelum adanya nash yang melarangnya.

1.Qadzaf

Nash tentang qadzaf dan hukumannya tercantum dalam dalam surat

an-Nur ayat 4 yang berbunyi:

والت قب لوا والذين ي رمون المحصنات ث ل يأتوا بأرب عة شهدآء فاجلدوهم ثانني جلدة لم شهادة أبدا وأولئك هم الفاسقون

Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina)

dan mereka tidak mendatangkan empat orang-orang saksi, maka deralah mereka

(yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima

keksaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang

fasik. (QS. 24:4)

Ayat tersebut diturunkan setelah adanya peristiwa fitnah atas diri Aisya,

dimana beliau dituduh berzina dengan Shafwan. Tuduhan ini ternyata hanya

fitnah. Tindakan terhadap para penuduhnya, Nabi memberikan hukuman had

sebagaimana yang diterangkan dalam surat an-Nur tersebut, walaupun tuduhan

tersebut terjadi sebelum turunnya nash. Sehingga dengan kata lain nash mengenai

jarimah qadzaf dan hukumannya ini berlaku surut, alasnnya adalahnya tuduhan

tersebut mengancam ketertiban umum dan menimbulkan kehebohan dikalangan

kaum muslim, bahkan hampir tejadi pertengkaran dikalangan Aus dan Khajraz

karena fitnah tersebut. Penjatuhan hukuman ini dengan sendirinya menimbulkan

Page 51: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

42

ketenangan kembali dan mengembalikan nama baik korban serta menghapuskan

kesan buruk dari masyarakat.

1. Hirabah

Ketentuan tentang jarimah hirabah dan hukumnya tercantum dalam surat

Al-Maidah ayat 33 yang berbunyi:

ا لوا أو يصلبوا أوت إن قطع جزاؤا الذين ياربون اهلل ورسوله ويسعون ف األرض فسادا أن ي قت ن يا ولم ف األ ف الد ن خالف أو ينفوا من األرض ذلك لم خزي خرة أيديهم وأرجلهم م

يم عذاب ع

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah

dan Rasul-Nya danmembuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh

atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik atau

dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu

penghinaan untuk mereka didunia, dan diakhirat mereka beroleh siksaan yang

besar, (QS. 5:33)

Tentang sebab turunnya ayat tersebut para ulama berbeda pendapat,

menurut sebagian riwayat ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang

kabilah Urainah yang datang ke Madinah tetapi merela tidak betah tinggal disana.

Ketika mereka akan kembali kedaerahnya, Rasulullah memberikan bantuan

kendaraan unta dan pengembalanya, mereka dibolehkan untuk minum air susu

unta tersebut. Sewaktu dalam perjalanan pulang mereka menyalahgunakan

kesempatan yang diberikan Rasulullah. Mereka membunuh para pengembalanya

dan membawa lari unta-unta tersebut. Ketika Rasulullah mendengan peristiwa

tersebut, beliau memerintahkan untuk mengejar mereka dan akhirnya mereka

ditangkap. Kemudian Rasulullah menjatuhkan hukuman kepada mereka

berdasarkan ketentuan ayat tersebut.

Tujuan utama dari pemberlakuan surut adalah untuk memelihara

keamanan dan ketentraman masyarakat, namun berlakunya surut tersebut hanya

Page 52: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

43

terbatas pada jarimah-jarimah yang dinilai berbahaya dan sangat mengganggu

kepentingan umum.76

2. Menguntungkan tersangka

Agama islam juga mengatur apabila ada ketentuan baru yang lebih ringan

tentang hukuman yang akan dijatuhkan sebagia akibat dari melakukan tindak

pidana, hukuman tersebut harus diberlakukan kepada belaku walaupun kejahatan

tersebut ia lakukan ketika sanksi lama masih berlaku. Apabila pelaku tindak

pidana tersebut telah diberikan sanksi berdasarkan aturan yang lama, maka ia

tidak dibenarkan diberi sanksi berdasarkan aturan yang baru karena sanksi

dimaksud untuk menjaga agar kejahatan tidak terulang dan keamanan masyarakat

terjamin. Oleh karena itu, hukuman harus disesuaikan dengan kadar kemaslahatan

yang akan dicapai walaupun menurut aturan baru hukumannya lebih ringan, dilain

sisi hukuman yang lebih berat belum tentu menjadi jalan untuk tercapainya

keamanan. Sebaliknya, apabila peraturan yang baru berisikan hukuman yang lebih

berat daripada peraturan yang lama maka peraturan baru itu tidak berlaku surut

dan tersangka tetap diadili berdasarkan peraturan yang lama.77

Contohnya adalah

yang terjadi pada kasus Aws Shamit dengan istrinya Khawlah Binti Tsa‟labah. Ia

berkata kepada istrinya “engaku bagaikan tulang punggung ibuku”, kemudian

istrinya menghadap Rasul dan melaporkan bahwa hubungannya dengan suaminya

sudah lama sekali dan suaminya telah menabur benih dalam perutnya, namun

ketika umurnya sudah tua dan suaminya malah menziharnya. Rasulullah bersabda

“kamu haram untuk bersatu dengannya”, ia berkata “aku akan mengadu kepada

Allah sebab Dialah tempat meminta segala kebutuhanku”. Kemudian turunlah

wahyu yang QS al-Mujadalah ayat 1-4 yang berbunyi:

76

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (jakarta: Sinar

Grafika, 2006), hal. 50-51 77

Abd Al-Qadir Awdah, Al-Tasri Al-Jina‟i Al-Islami, (Kairo; Maktabah Dar Al-Ubara,

1968), hal. 271.

Page 53: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

44

ع اهلل ق ول الت تادلك ف زوجها وت يع بصري قد س شتكي إل اهلل واهلل يسمع تاوركمآ إن اهلل سهات هم إال الئى ولدن هم وإ 1} هاتم إن أم اهن أم ن نسآءهم م ن هم { الذين ياهرون منكم م

ن القول و { والذين ياهرون من نسآئهم ث ي عودون 2زورا وإن اهلل لعفو غفور }لي قولون منكرا ما ذلكم توعون به واهلل با ت عملون خبري } ن ق بل أن ي تمآس د 3لما قالوا ف تحرير رق بة م { فمن ل ي

ا فمن ل يستطع فإطعام ستني مسكينا ذلك لت ؤمن فصيام وا باهلل شهرين متتابعني من ق بل أن ي تمآس ورسوله وتلك حدود اهلل وللكافرين عذاب أليم

Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan yang memajukan

gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada

Allah.Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua.Sesungguhnya Allah

Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (1)Orang-orang yang menzihar isterinya di

antara kamu, (menganggap isterinya bagai ibunya, padahal) tiadalah isteri

mereka itu ibu-ibu mereka.Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang

melahirkan mereka.Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan

suatu perkataan yang mungkar dan dusta.Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf

lagi Maha Pengampun. (2)Orang-orang yang menzihar isteri mereka, kemudian

mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya)

memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri

itubercampur.Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha

Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (3)Barangsiapa yang tidak mendapatkan

(budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum

keduanya bercampur.Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi

makan enam puluh orang miskin.Demikianlah supaya kamu beriman kepada

Allah dan Rasul-Nya.Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada

siksaan yang sangat pedih. (4)

Menurut hukum yang berlaku pada masa jahiliyah, sanksi bagi yang

melakukan zihar adalah perpisahan dengan istrinya selamanya. Sedangkan sanksi

yang diterapkan dalam islam adalah khifarat. Apabila dibandingakn dengan sanksi

yang ada pada zaman jahiliah, sanksi zihar dalam Islam lebih ringan. Ketentuan

Page 54: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

45

tersebut memperlihatan bahwa Islam mementingkan kemaslahatan dan menjaga

ketentraman masyarakat.78

C. Faktor-Faktor Terbentuknya Perpu Tindak Pidana Terorisme

Peraturan perundang-undangan yang berlaku sampi saat ini belum secara

memadai untuk memberantas tindak pidana terorisme, oleh karena itu pemerintah

membuat peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang belum termuat dalam

KUHP. Dalam hal ini pemerintah diberi kewenangan untuk membuat Perpu

(Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) dengan ketentuan norma

hukum yang hendak dituangkan dalam rancangan peraturan perundang-undangan

tersebut benar-benar telah disusun berdasarkan pemikiran matang yang semata-

mata untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan.79

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang merupakan salah satu

hukum tertulis yang tergabung dalam hierarki peraturan perundang-undangan,

maksudnya adalah peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.80

Hierarki menurut undang-undang no 12 tahun 2011 pasal 7 undangan terdiri

atas :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

4. Peraturan Pemerintah.

5. Peraturan Presiden.

6. Peraturan Daerah Provinsi.

7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota81

.

78

Rachmat Syafe‟i, Asas Retroaktif dalam Perspektif Hukum Islam, 2010, Vol.XII, no. 1,

hal. 77. 79

Jimly Asshiddqie, Perihal Undang-Undang di Indonesia, (Jakarta: Serikat Jenderal

Mahkama Konstitusi Republik Indonesia,2006), hal. 320. 80

Ni‟matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2005), hal. 37. 81

UU No 12 tahun 2011.

Page 55: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

46

peraturan yang berada dibawah UUD 1945 harus bersumber dan berdasar

pada UUD, baik itu berupa aspek prosedurnya maupun dalam hal materi muatan

yang tidak bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi.82

Penulis disini mencoba sedikit menjabarkan tentang poin c yaitu Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Pada dasarnya Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-undang sama dengan undang-undang, hanya saja karena ada

kegentinagn yang memaksa, maka ditetapkanlah dalam peraturan pemerintah83

.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang memang diakui sebagai salah

satu bentuk peraturan perundang-undangan sebagiamana yang diamksud dalam

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 22 bahwa

(1) dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan

peraturan pemerintah sebagi pengganti undang-undang, (2) peraturan pemerintah

itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan

yang berikut, (3) jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah

pengganti undang-undang harus dicabut .84

Kegentingan yang memaksa dapat digambarkan sebagai suatu kondisi

abnormal yang membutuhkan upaya-upaya diluar kebiasaan untuk mengahiri

kondisi tersebut. Dalam kondisi abnormal itu diperlukan adanya norma-norma

hukum yang bersifat khusus, baik dari segi substansinya maupun proses

terbentuknya, sehingga dalam kondisi yang seperti itu Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang sangan diperlukan seperti halnya undang-undang.

Setidaknya ada tiga unsur penting yang dapat menimbulkan suatu kegentingan

yang memaksa, yaitu :

1. Unsur ancaman yang membahayakan (dangerous threat).

2. Unsur kebutuhan yang mengharuskan (reasonable necessity).

82

Jimli Asshiddqie, teori Hans Kelsen tentang hukum, (Jakarta: Serikat Jenderal Mahkama

Konstitusi Republik Indonesia,2007), hal.171. 83

Jimly Ashiddiqie, Hukum Tata Negara Darutat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2007), edisi ke-1, hal.3. 84

Undang-undang Dasar 1945.

Page 56: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

47

3. Unsur keterbatasan waktu (limited time) yang tersedia85

.

Sedangkan menurut Prof. Ismail Sunny mengenai keluarnya Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang sebagai keadaan darurat, lebih dari itu

tidak ada. Namum, pemerintah bisa mengartikan hal tersebut secara luas. Bila kita

menelaah sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia, hampir sebagian Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang dikeluarkan presiden dalam keadaan

darurat. Sementara dalam penjelasan pasal 22 ayat 1 UUD 1945 sebelum

perubahan, memerikan penjelasan bahwa pasal tersebut mengenai posisi darurat

(noodverordeningsrecht), dimana aturan tersebut diadakan supaya keselamatan

negara dapat dijamin oleh pemerintah dalam keadaan yang genting, sehingga

memaksa pemerintah untuk bertindak cepat dan tepat. Meskipun demikian,

pemerintah tidak dapat lepas dari pengawasan DPR. Oleh karena itu, peraturan

pemerintah dalam pasal 22 dimaksud, yang kekuatannya sama dengan UU harus

disahkan pula oleh DPR.

Maka dari itu, persepsi yang timbul dalam masyarakat bahwa hal ikhwal

kegentingan yang memaksa yaitu suatu keadaan dimana negara dalam keadaan

darurat untuk segera melakukan penyelamatan, sehingga sedikit banyak harus

merujuk pada UU 23 tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Namun demikian pasal

II aturan tambahan UUD 1945 menyatakan bahwa dengan ditetapkannya

perubahan undang-undang dasar ini, Undang-undang Dasar Republik Indonesia

Tahun 1945 terdiri atas pembukaan dan pasal-pasal, sehingga hal ikhwal

kegentingan yang memaksa sebagai yang dimaksud dalam pasal 22 ayat 1 UUD

1945 sebenarnya tidak sama dengan „keadaan bahaya‟ seperti yang dimaksud

dalam pasal 12 UUD 1945 dan pengaturannya yang tertuang dalam UU 23 tahun

1959 tentang keadaan bahaya, yang memang harus didasarkan atas kondisi

obyektif sebagaimana ditetapkan dengan undang-undang.86

85

J. Ronald Mawuntu, “Eksistensi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang

dalam Sistem Norma Hukum Indonesia”, dalam Jurnal Hukum Unsrat, 2011, Vol.XIX, No.5,

hal.122-123. 86

Janpatar Simamora, “Multitafsir pengertian ihwal kegentingan yang memaksa dalam

penerbitan perpu”, dalam jurnal mimbar hukum, 2010, Vol 22, No 1, hal. 67.

Page 57: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

48

Dalam hal ini presiden berhak membuat sebuah undang-undang tetapi bukan

berarti tanpa campur tangan DPR, dalam Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia tahun 1945 pasal 22 ayat 2 amandemen ke-4 mengatakan bahwa

“peraturan pemerintah ini harus berdasarkan persetujuan Dewan Perwakilan

Rakyat dalam persidangan berikut” dan “jika tidak mendapat persetujuan maka

peraturan pemerintah itu harus dicabut”.87

Selanjutnya pada tahun 2002 tepatnya pada tanggal 12 Oktober terjadi

ledakan di Paddys Pub dan Sari Club di jalan Legian, Kuta Bali yang kemudian

yang dikenal dengan peristiwa bom Bali I, peristiwa tersebut menelan lebih dari

200 jiwa. Di antara korban tersebut warga negara asing yang paling banyak, yaitu

yang berasal dari Australia serta sebagian lagi dari Amerika.88

Selanjutnya

peristiwa bom Bali I juga merusak 513 banguan, sebanyak 22 mobil dan 24 motor

hancur. Dari kerusakan yang besar tersebut diperkirankan kerugian mencapai 7,2

miliar.

Bom Bali I juga berdampak pada sektor pariwisata yang secara keuangan

juga merugikan Indonesia. Sebelum terjadi bom bali I, jumlah kunjungan ke Bali

setiap bulannya rata-rata mencapai 153 ribu orang. Namun, setelah kejadian

tesebut tidak lebih dari 31 ribu wisatawan. Penurunan jumlah wisatawan ini secara

drastis menurunkan tingkat hunian hotel. Jika sebelum terjadi peristiwa bom Bali I

tingkkat hunian hotel mencapai 80 persen lebih setiap bulannya, maka setelah

peristiwa tersebut hanya mencapai 10 sampai 15 persen. Direktur Perdagangan

dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Rusman Hermawan mengatakan pemerintah

kehilangan devisa sedikitnya 850 USD sepanjang tahun 2002 dari sektor

periwisata dari peristiwa bom Bali I. Angka ini belum termasuk kerugian yang

diderita masyarakat sebagai efek berantai dari peristiwa bom Bali I tersebut.89

87

Undang-undang Dasar 1945 amandement ke-4. 88

Ruslan Renggong , Hukum Pidana Khusus Memahani Delik-Delik Diluar KUHP,

(Jakarta:Prenada Media Group, 2016), hal.103-104 89

Ardison Muhammad,terorisme ideilogi peneba kekuatan,(Surabaya:liris,2010), hal 175-

176.

Page 58: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

49

Peristiwa ini mendorong dunia internasional khususnya Amerika dan

sekutunya Australia untuk mendesak Indonesia menuntaskan kasus bom yang

terjadi di Bali. Oleh karena tekanan tersebut, presiden Megawti Soekarno Putri

menanda tangani Peraturan Penerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun

2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang kemudian pada masa

sidang DPR setahun berikutnya ditetapkap sebagai Undang-undang Nomor 15

Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang

Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi

Undang-undang.

Perpu tesebut dibentuk dengan berbagai pertimbangan, diantaranya bahwa

rangkaian peristiwa yang terjadi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

telah menyebabkan hilangnya nyawa tanpa memandang korban, menimbulkan

ketakutan masyarakat secara luas, dan merugikan harta benda sehingga

mengakibatkan dampak yang serius bagi kehidupan sosial, ekonomi, politik dan

hubungan internasional. Selain itu terorisme merupakan kejahatan lintas negara,

terorganisasi dan mempunyai jaringan yang luas, sehingga mengancam keamanan

dunia.90

Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Terorisme dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :

1. Tindak pidana terorisme dalam pasal 6 sampai pasal 19.

2. Tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana terorisme dalam

pasal 20 sampai pasal 24.

Sebagai undang-undang yang bersifat khusus, sudah tentu undang-undang

ini berisi ketentuan-ketentuan yang merupakan pengecualian dari ketentuan-

ketentuan hukum acara pidana yang ada dalam KUHAP. Pengecualian tersebut

adalah:

90

Ruslan Renggong , Hukum Pidana Khusus memahani delik-delik diluar KUHP,

(Jakarta:Prenada Media Group, 2016), hal.104.

Page 59: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

50

a. Untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan, penyidik diberi

wewenang untuk melakukan penahanan terhadap tersangka paling lama

6 bulan.

b. Untuk memperoleh bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat

menggunakan setiap laporan intelijen.

c. Penetapan sudah dapat atau diperoleh bukti permulaan yang harus

dilakukan proses pemeriksaan oleh Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan

Negeri.

d. Proses pemeriksaan yang dimaksud dilakukan secara tertutup dalam

waktu paling lama 3 hari.

e. Jika dalam pemeriksaan ditetapkan adanya bukti permulaan yang cukup,

maka Ketua Pengadilan Negeri segera memerintahkan segera

penyelidikan.

f. Penyidik dapat melakukan penangkapan kepada setiap orang yang

diduga keras melakukan tindak pidana terorisme berdasarkan bukti

permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (2)

untuk paling lama 7 x 24 jam.

g. Penyidik, penuntut umum atau hakim bewenang memerintahkan kepeda

bank atau jasa keuangan untuk melakukan pemblokiran terhadap harta

kekayaan setiap orang yang diketahui atau patut diduga sebagai hasil

tindak pidana terorisme dan atau tindak pidana yang berkaitan dengan

terorisme.

h. Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah dan patut tidak hadir di

sidang pengadilan dengan alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa

dan diputus tanpa hadirnya terdakwa.

i. Alasan bukti dalam perkara tindak pidana terorisme, selain yang

dimaksud dalam hukum acara pidana, juga alat bukti yang lain berupa

informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan sacara

elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu, dan data, atau

informasi yang dapat dilihat, dibaca dan atau didengar, yang dapat

dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang

Page 60: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

51

diatas kertas, benda fisik ataupun selain kertas atau yang terekam secara

elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada foto atau sejenisnya;

huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau

dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.

j. Hak korban atau ahli warisnya akibat tindak pidana terorisme,

mendapatkan kompensasi atau ganti rugi.91

91

Ibid., hal.106-107

Page 61: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

52

BAB IV

KAJIAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM TERHADAP ASAS

RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA TERORISME

A. Analisis Asas Retroaktif Dalam Perpu Tindak Pidana Terorisme Menurut

Hukum Positif

Dalam sejarah dan praktik perkembangan hukum pidana di Indonesia, asas

retroaktif masih tetap eksis meskipun terbatas hanya pada tindak pidana

tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa dasar pikiran pelarangan pemberlakuan asas

retroaktif sebagaimana tersebut di atas relatif dan terbuka untuk diperdebatkan,

apalagi dengan adanya berbagai perkembangan zaman menuntut peranan hukum,

khususnya hukum pidana semakin diperluas. Selain itu, pemberlakuan asas

retroaktif juga menunjukkan kekuatan asas legalitas beserta konsekuensinya telah

dilemahkan dengan sendirinya

Telah disebukan bahwa asas retroaktif akan berhenti jika aparat penegak

hukum hanya berpatokan pada pasal 1 ayat 2 KUHP, karena pasal tersebut

membatasi pengertian retroaktif hanya pada keadaan transisioner atau menjadi

hukum transitoir. Hal ini dimungkinkan pada Perpu pemberantasan tindak pidana

terorisme mengingat bahwa Perpu tersebut termasuk kedalam ketentuan hukum

pidana yang bersifat khusus, ketentuan hukum pidana yang bersifat khusus ini

tercipta karena :

1. Adanya proses kriminalisasi atas suatu perbuatan tertentu di dalam

masyarakat karena pengaruh perkembangan zaman, terjadi perubahan

pandangan pada masyarakat.

2. Undang-Undang yang ada dianggap tidak memadai lagi terhadap

perubahan norma dan perkembangan teknologi dalam suatu masyarakat,

sedangkan untuk perubahan undang-undang yang telah ada dianggap

memakan banyak waktu.

Page 62: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

53

3. Suatu keadaan yang memaksa sehingga dianggap perlu diciptakan suatu

peraturan khusus untuk segera menanganinya.

4. Adanya suatu perbuatan yang khusus dimana apabila dipergunakan proses

yang diatur didalam peraturan perundang-undangan yang telah ada akan

mengalami kesulitan dalam pembuktian.92

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 dan 2 tentang tindak

pidana terorisme mengatur secara formil dan materiil sekaligus, sehingga terdapat

pengecualian dari asas secara umum diatur dalam KUHP maupun KUHAP sesuai

dengan asas lex specialis derogat lex generalis, syaratnya apabila asas tersebut

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Bahwa pengecualian terhadap undang-udang yang bersifat umum,

dilakukan oleh peraturan yang setingkat dengan dirinya yaitu undang-

undang.

2. Bahwa pengecualian termasuk dinyatakan dalam undang-undang khusus

tersebut, sehingga pengecualiannya hanya berlaku sebatas pengecualian

yang dinyatakan dan bagian yang tidak dikecualikan tetap berlaku

sepanjang tidak bertentangan dengan pelaksaan undang-undang khusus

tersebut.93

Apabila kita merujuk kembali kepada hierarki perundang-perundangan yang

mengatakan bahwa undang-undang yang lebih rendah tidak boleh bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-undang No 1 dan 2 Tahun 2002 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme bertentangan dengan Undang-undang

Dasar Tahun 1945 pasal 281 ayat 1 yang berbunyi “hak untuk hidup, hak untuk

tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk

diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi didepan hukum, dan hak untuk tidak

92

Loebby Loqman, Analisisn Hukum dan Perundang-undangan Kejahatan Terhadap

Keamanan Negara di Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1990), hal.98.

93

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty,

1996), hal.17.

Page 63: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

54

dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak

dapat dikurangi dalam keadaan apaun”.

Jika ditelaah lebih lanjut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang

No 1 dan 2 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme, maka terdapat banyak

kekurangan contohnya yang terdapat pada pada pasal 7 dimana kata-kata

“bermaksud” yang bermanakna niat dapat ditindak dan diartikan sebagai tindak

pidana. Padahal niat tersebut masih belum terialisasi menjadi sebuah ancaman

yang mengandung rasa ketakutan dan teror. Secara tidak lansung hal ini akan

memberikan kewenangan secara bebas kepada intelijen untuk menangkap siapa

saja yang belum tentu terbukti melakukan tindakakan teror dan ancaman rasa

takut tanpa adanya proses penyelidikan dan pembuktian secara hukum.

Kewenangan yang digunakan ini dapat digunakan untuk menyadap atau lebih

lanjutnya menangkap seseorang tanpa seseorang tersebut berbuat sesuatu. Pasal

ini menjadi celah bagi penyidik atau penyelidik untuk dapat melakukan

manipulasi dan diskriminasi terhadap sesorang.

Pasal selanjutnya yang yang tidak mengandung unsur keadilan terdapat pada

pasal 26 ayat 1 “Untuk memperoleh bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat

menggunakan setiap laporan intelijen” hal ini menjadi masalah karena laporan

intelijen ada yang bersifat prediktif sehingga sulit diuji dan memerlukan tindak

lanjut sehingga sulit dijadikan sebagai permuaan yang cukup, hal ini akan

berdampak buruk pada tersangka yang mana akan hilangnya hak pembelaan diri

dan timbulnya keputusan yang subjektif.94

Yusril Ihza Mahendara yang mana

pada saat itu menjabat sebagai mentri hukum dan hak asasi manusia berpendapat

bahwa tidak semua laporan intelijen dapat diajukan sebagai bukti permulaan, dan

hanya laporan intelijen yang bersifat faktual dan disapaikan secara kelembagaan

dan berupa fakta intelijen, bukan berupa analisis atau perkiraan intelijen. Tatapi

pada kenyataannya pendapat Yusril tersebut tidak dinyatakan secara tegas didalam

94

Nasrullah, “Tinjauan Yuridis Aspek Hukum Materil Maupun Formil Terhadap UU. No.

15/2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme” dalam jurnal Kriminologi Indonesia,

2005, Vol.4, No 1, hal. 67.

Page 64: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

55

Perpu pemerantasan tindak pidana terorisme.95

oleh karena itu Perpu

pemberantasan tindak pidana terorisme harus memberikan penjelasan secara jelas

dan tegas mengenai laporan intelijen yang dapat diajukan sebagi bukti permulaan,

sehingga tidak semua laporan intelijen dapat diajukan karena tidak semua laporan

intelijen berupa fakta, namun juga bisa dalam bentuk analisis dan perkiraan.

Pada pasal 28 yang berbunyi “Penyidik dapat melakukan penangkapan

terhadap setiap orang yang diduga keras melakukan tindak pidana terorisme

berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26

ayat (2) untuk paling lama 7 x 24 (tujuh kali dua puluh empat) jam”, jika ditinjau

dari perspektif HAM maka akan mempermasalahkan validitas proses hukum

penangkapan seseorang. Dalam hal ini mengingat terorisme merupakan

extraordinary crime maka diperlukan pengecualian dan penyesuaian sesuai

konteks dan anatomi kejahatan terorisme sehingga proses hukum dapat berjalan

tanpa menabrak nilai-nilai HAM.96

Kriminalisasi terhadap terorisme dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu :

1. Melalui sistem evolusi melalui amandemen terhadap pasal-pasal dalam

KUHP

2. Melalui sistem kompromi dengan memasukkan bab baru mengenai

kejahatan terorisme dalam KUHP

3. Memalui sistem global dengan membuat pengaturan secara khusus

dalam undang-undang tersendiri diluar KUHP, termasuk kekhususan

dalam acaranya.

Apabila diperhatikan dari ketiga cara tersebut maka Indonesia memilih

menggunakan sistem global, yaitu melalui undang-undang khusus diluat KUHP.

Indonesia baru memiliki undang-undang khusus mengenai tindak pidana

terorisme pada tanggal 18 Oktober atau enam hari setelah peristiwa peledakan

95

Abdul Wahid, kejahatan terorisme,(Bandung: Fefika Aditama,2004), hal.110. 96

Ibid., hal. 67.

Page 65: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

56

bom di Bali pada tanggal 12 Oktober. 97

Perpu yang dibuat setelah terjadinya

tindak pidana terorisme ini dinyatakan berlaku surut untuk diberlakukan terhadap

peristiwa bom Bali I. Dalam tenggang waktu kurang dari enam bulan tepatnya 4

april 2003, maka dangan persetujuan DPR, Perpu No. 1 Tahun 2002 di ubah

menjadi UU No. 15 tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-undang No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Terorisme Menjadi Undang-undang dan Undang-undang No. 16 tahun

2003 Tentang Penerapan Perautan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 2

Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

undang No. 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Kemudian para pelaku bom Bali I diputus bersalah melakukan tindak pidana

terorisme dan dijatuhi hukuman mati pada tanggal 7 Agustus 2003. Permasalahan

muncul ketika penerapan UU No.16 Tahun 2003 dinyatakan tidak berlaku oleh

Mahkama Konstitusi pada tanggal 23 Juli 2004 karena penerapan asas retroaktif,

hal ini dikarenakan Indonesia menganut asas legalitas yang mana seseorang baru

bisa di pidana berdasarkan undang-undang yang sudah di buat dan sudah

mengatur.98

Memberlakukan undang-undang berdasaran asas retroaktif akan di

khawatirkan menjadikan tindakan tersebut sebagi pelanggaran HAM karena sifat

undang-undangnya yang mengekang dan kental dengan kepentingan penguasa,

hal tersebut dapat dilihat pada Perpu tindak pidana terorisme pasal 45 yang

berbunyi “Presiden dapat mengambil langkah-langkah untuk merumuskan

kebijakan dan langkah-langkah operasional pelaksanaan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-undang ini” pasal tersebut memberikan wewenang yang tidak

terbatas kepada presiden dalam mengambil langkah-langkah untuk merumuskan

kebijakan dan langkah-langkah operasional dalam pelaksanaan undang-undang

tersebut.

97

Ari Wibowo, Hukum Pidana Terorisme,Kebijakan Formulatif Hukum Pidana dalam

Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia, (Yogyakarta:Graha Ilmu,2012), hal.87. 98

Frassminggi Kamasa, Terorisme, Kebijakan Kontra Terorisme Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015), hal.226

Page 66: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

57

Padahal negara masih bisa menjerat pelaku bom Bali I menggukan KUHP

dan undang-undang nomor 12/1951 tentang kepemilikan senjata api dan bahan

peledak, bahkan dalam dengan menggunakan KUHP tersebut negara bisa

menjatuhkan hukuman mati sekalipun.

B. Analisis Asas Retroaktif DalamTindak Pidana Terorisme Menurut Hukum

Islam

Berkenaan dengan perbuatan yang berkaitan dengan pribadi seseorang, hukum

islam mengutamakan asas asas legalitas sebagaimana firman Allah dalam surat al-

Anfal 38:

اقد سلف و لني قل للذين كفروا إن ينت هوا ي غفر لم م إن ي عودوا ف قد مضت سنة األو

Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu :"Jika mereka berhenti (dari

kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa

mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi sesungguhnya akan

berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah terhadap) orang-orang dahulu". (QS.

8:38)

Ayat ini memberikan keringanan kepada seseorang hamba yang melakukan

kemaksiatan pada masa lalunya, tetapi berbeda halnya dengan tindak pidana yang

merugikan dan membuat kegaduhan bagi ketertiban umum, maka diterapkanlah

asas retroaktif. Asas Retroaktif merupakan Suatu hukum yang mengubah akibat

hukum terhadap tindakan yang dilakukan atau kedudukan hukum yang

berdasarkan fakta dan hubungan yang ada sebelum suatu hukum tersebut

diundangkan. Dalam kaitannya dengan hukum pidana, asas retroaktif dapat

diaplikasikan pada suatu tindakan yang legal atau memiliki hukuman yang lebih

ringan sewaktu dilakukan pada kasus jarimah qadzaf sehingga dengan kejadian

tersebut Allah menurunkan surat an-Nur ayat 4:

Page 67: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

58

ب عة شهدآء فاجلدوهم ثانني جلدة والت قب لوا لم والذين ي رمون المحصنات ث ل يأتوا بأر

شهادة أبدا وأولئك هم الفاسقون

“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina)

dan mereka tidak mendatangkan empat orang-orang saksi, maka deralah mereka

(yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima

keksaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang

fasik”. (QS. 24:4)

Disebabkan tuduhan tersebut terjadilah kehebohan dikalangan umat

muslimin, bahkan ampir terjadi pertemputn antara kaum Aus dan Kharaj. Dengan

dijatuhan hukuman yang berlaku surut kapada para penuduh tersebut maka

dengan sendirinyanya menimbulkan ketenangan kembali dan mengembalikan

nama baik korban.

Begitu pula pada tindak pidana hirabah yang tercantum dalam surat al-

Maidah ayat 33, pada saat itu kaum Urainah datang ke Madinah dan tidak betah

disana sehingga sewaktu ingin kembali kedaerahnya, meraka diberi bantuan

berupa kendaraan dan pengembalanya. Tetapi meraka menyalah gunakan bantuan

tersebut dengan membunuh pengembalanya dan membawa kabur unta. Ketika

Rasul mendengan kabar tersebut, beliah menyuruh menangkap para pelakunyanya

dan dijatuhi hukuman berdasarkan surat al-maidah ayat 33:

ا جزا لوا أو يصلبوا أوت قط إن ع ؤا الذين ياربون اهلل ورسوله ويسعون ف األرض فسادا أن ي قت

ن يا ولم ف األخ ف الد ن خالف أو ينفوا من األرض ذلك لم خزي ة عذاب ر أيديهم وأرجلهم م

يم ع

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan

Rasul-Nya danmembuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau

disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik atau

Page 68: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

59

dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu

penghinaan untuk mereka didunia, dan diakhirat mereka beroleh siksaan yang

besar, (QS. 5:33)

Dijelaskan bahwa dalam penjatuhan hukuman bagi para pelaku hirabah

tersebut, Rasul menerapkan asas retroaktif karena surat al-Maidah ayat 33 tersebut

turun setelah terjadi tindak pidana. Dalam tafsir Jalalain dijelaskan tentang ayat

ini huruf ا ؤ (au) yang diartikan atau disini berfungsi untuk menunjukkan urutan.

(teroris) yang membunuh, hukumannya adalah dibunuh. (teroris) yang membunuh

dan merampas harta, hukumannya dibunuh lalu disalib. (teroris) yang hanya

marampas harta dan tidak membunuh, hukumannya potong tangan.(teroris) yang

hanya membuat teror (tidak membunuh dan merampas harta) hukumanya

diasingkan dari negerinya.99

Kemajuan zaman yang pesat juga perdampak pada kemajuan tindak pidana,

salah satunya terorisme atau dapat disama dengan baghyu. Padahal islam secara

gamblang menghargai nyawa manusia, membunuh satu orang tanpa alasan yang

dibenarkan sama halnya dengan membunuh seluruh umat manusia, sebaliknya

menjaga hidup satu orang disamakan pahalanya menjaga hidup seluruh umat

manusia, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 32:

نا على بن إسراءيل أنه من ق تل ن فسا بغري ن فس أو فساد ف األرض من أجل ذلك كتب

يعا ولقد جآءت هم رسلنا ا أحيا الناس ج يعا ومن أحياها فكأن ا ق تل الناس ج نات ث إن فكأن بالب ي

هم ب عد ذلك ف األرض لمسرفون كثريا م ن

Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi bani israel, bahwa: barang

siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh)

orang lain, ataubukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-

akan dia telah membunuh seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara

kehidupan menusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka

rasul-rasul Kami dengan (keterangan-keterangan) yang jelas, kemudian banyak

99

Ibid., hal.224.

Page 69: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

60

di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat

kerusakan di muka bumi. (QS. 5:32)

Dapat diketahui bahwa untuk menjatuhkan hukuman bagi pelaku baghyu

harus dilakukan hati-hati dan tidak boleh gegabah. Sebab yang dihadapi

pemerintah bukan musuh yang harus dibunuh, melainkan sedang berhadapan

dengan pihak yang sedang kecewa terhadap kebijakan yang selama ini dijalankan.

Selain itu ada kemungkinan pemeberontak tersebut beragama Islam, sama dengan

pemerintah yang mau menghukumnya, jadi dalam pandangan hukum Islam asas

retroaktif dapat diterapkan terhadap tindak pidana terorisme karena tergolong

kedalam jarimah yang berdampak kepada keselamatan masyarakat luas.100

100

Nurul Irfan, masyofah, Figh Jinayah, (Jakarta: Amzah,2014), hal.72-73.

Page 70: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

61

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan beberapa pemaparan dari bab sebelumnya, maka penulis

berkesimpulan sebagai berikut :

1. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 dan 2 tentang

tindak pidana terorisme mengatur secara formil dan materiil sekaligus,

sehingga terdapat pengecualian dari asas secara umum diatur dalam

KUHP maupun KUHAP sesuai dengan asas lex specialis derogat lex

generalis, syaratnya apabila asas tersebut memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut, diantaranya bahwa pengecualian terhadap undang-

udang yang bersifat umum, dilakukan oleh peraturan yang setingkat

dengan dirinya yaitu undang-undang dan bahwa pengecualian termasuk

dinyatakan dalam undang-undang khusus tersebut, sehingga

pengecualiannya hanya berlaku sebatas pengecualian yang dinyatakan

dan bagian yang tidak dikecualikan tetap berlaku sepanjang tidak

bertentangan dengan pelaksaan undang-undang khusus tersebut. tetapi

pada kenyataanya apabila merujuk kembali kepada hierarki perundang-

undangan maka Perpu tindak pidana terorisme bertentang dengan

Undang-undang Dasar 1945 pasal 281 ayat 1.

2. Dalam hukum Islam, terorisme sendiri bisa disamakan dengan baghyu

(pemberontakan) yaitu sekelompok orang yang kelur dari

ketundukannya terhadap penguasa, walaupun penguasa yang berkuasa di

daerah tersebut dzalim dan bentuk pemberontakan tersebut

menggunakan senjata dengan cara mengacau ketertiban umum. Ada juga

sebagian para pelaku tindak pidana terorisme menyamakan aksi mereka

dengan jihad, padahal sangat berberbeda. Jihad semata-mata dilakukan

untuk menegakkan agama Allah atau membela hak-hak indivitu maupun

masyarakat yang terdzalimi, sedangkan terorisme mendatangkan

Page 71: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

62

kerusuhan dengan cara menciptakan kepanikan ditengah-tengah

masyarakat. Asas retroaktif dalam islam dapat diterapkan pada Perpu no

1dan 2 tersebut karena teroris tergolong kedalam kejahatan luar biasa

yang dampaknya dapat merugikan masyarakat luas.

B. Saran Penulis

1. Sebaiknya pemerintah memperbaiki lagi undang-undang tindak pidana

terorisme karena masih terdapat pasal yang kurang sempurna.

2. Jika Perpu atau undang-undang tersebut tidak dapat digunakan lagi, maka

sebaiknya pemerintah memasukkan bab tentang tindak pidana terorisme

kedalam KUHP.

3. Jika pemerintah ingin merevisi Perpu pemberantasan tindak pidana

terorisme sebaiknya jangan terburu-buru salah satunya dengan menelaah

ulang Perpu sebelumnya.

Page 72: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 1 TAHUN 2002

TENTANG

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa dalam mewujudkan tujuan nasional sebagaimana dimaksud dalamPembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yakni melindungi segenapbangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untukmemajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa danikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka mutlak diperlukanpenegakan hukum dan ketertiban secara konsisten danberkesinambungan;

b. bahwa terorisme telah menghilangkan nyawa tanpa memandang korbandan menimbulkan ketakutan masyarakat secara luas, atau hilangnyakemerdekaan, serta kerugian harta benda, oleh karena itu perludilaksanakan langkah-langkah pemberantasan;

c. bahwa terorisme mempunyai jaringan yang luas sehingga merupakanancaman terhadap perdamaian dan keamanan nasional maupuninternasional;

d. bahwa pemberantasan terorisme didasarkan pada komitmen nasional daninternasional dengan membentuk peraturan perundang-undangannasional yang mengacu pada konvensi internasional dan peraturanperundang-undangan yang berkaitan dengan terorisme;

e. bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku sampai saat inibelum secara komprehensif dan memadai untuk memberantas tindakpidana terorisme;

f. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,dan huruf e, dan adanya kebutuhan yang sangat mendesak perlumengatur pemberantasan tindak pidana terorisme dengan PeraturanPemerintah Pengganti Undang-undang;

Page 73: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

Mengingat :

Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubahdengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANGTENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini yangdimaksud dengan:

1. Tindak pidana terorisme adalah segala perbuatan yangmemenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuandalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini.

2. Setiap orang adalah orang perseorangan, kelompok orang baiksipil, militer, maupun polisi yang bertanggung jawab secaraindividual, atau korporasi.

3. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yangterorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukanbadan hukum.

4. Kekerasan adalah setiap perbuatan penyalahgunaan kekuatanfisik dengan atau tanpa menggunakan sarana secara melawanhukum dan menimbulkan bahaya bagi badan, nyawa, dankemerdekaan orang, termasuk menjadikan orang pingsan atautidak berdaya.

5. Ancaman kekerasan adalah setiap perbuatan yang dengansengaja dilakukan untuk memberikan pertanda atau peringatanmengenai suatu keadaan yang cenderung dapat menimbulkanrasa takut terhadap orang atau masyarakat secara luas.

6. Pemerintah Republik Indonesia adalah pemerintah RepublikIndonesia dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.

Page 74: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

7. Perwakilan negara asing adalah perwakilan diplomatik dankonsuler asing beserta anggota-anggotanya.

8. Organisasi internasional adalah organisasi yang berada dalamlingkup struktur organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa atauorganisasi internasional lainnya di luar Perserikatan Bangsa-Bangsa atau yang menjalankan tugas mewakili PerserikatanBangsa-Bangsa.

9. Harta kekayaan adalah semua benda bergerak atau benda tidakbergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.

10. Obyek vital yang strategis adalah tempat, lokasi, atau bangunanyang mempunyai nilai ekonomis, politis, sosial, budaya, danpertahanan serta keamanan yang sangat tinggi, termasukfasilitas internasional.

11. Fasilitas publik adalah tempat yang dipergunakan untukkepentingan masyarakat secara umum.

12. Bahan peledak adalah semua bahan yang dapat meledak,semua jenis mesiu, bom, bom pembakar, ranjau, granat tangan,atau semua bahan peledak dari bahan kimia atau bahan lainyang dipergunakan untuk menimbulkan ledakan.

Pasal 2

Pemberantasan tindak pidana terorisme dalam Peraturan PemerintahPengganti Undang-undang ini merupakan kebijakan dan langkah-langkahstrategis untuk memperkuat ketertiban masyarakat, dan keselamatanmasyarakat dengan tetap menjunjung tinggi hukum dan hak asasimanusia, tidak bersifat diskriminatif, baik berdasarkan suku, agama, ras,maupun antargolongan.

BAB II

LINGKUP BERLAKUNYA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG

Pasal 3

(1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini berlaku terhadapsetiap orang yang melakukan atau bermaksud melakukan tindakpidana terorisme di wilayah negara Republik Indonesia dan/ataunegara lain juga mempunyai yurisdiksi dan menyatakan maksudnyauntuk melakukan penuntutan terhadap pelaku tersebut.

Page 75: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

(2) Negara lain mempunyai yurisdiksi sebagaimana dimaksud dalam ayat(1), apabila:

a. kejahatan dilakukan oleh warga negara dari negara yangbersangkutan;

b. kejahatan dilakukan terhadap warga negara dari negara yangbersangkutan;

c. kejahatan tersebut juga dilakukan di negara yang bersangkutan;

d. kejahatan dilakukan terhadap suatu negara atau fasilitaspemerintah dari negara yang bersangkutan di luar negeritermasuk perwakilan negara asing atau tempat kediamanpejabat diplomatik atau konsuler dari negara yangbersangkutan;

e. kejahatan dilakukan dengan kekerasan atau ancamankekerasan memaksa negara yang bersangkutan melakukansesuatu atau tidak melakukan sesuatu;

f. kejahatan dilakukan terhadap pesawat udara yang dioperasikanoleh pemerintah negara yang bersangkutan; atau

g. kejahatan dilakukan di atas kapal yang berbendera negaratersebut atau pesawat udara yang terdaftar berdasarkanundang-undang negara yang bersangkutan pada saat kejahatanitu dilakukan.

Pasal 4

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini berlaku jugaterhadap tindak pidana terorisme yang dilakukan:

a. terhadap warga negara Republik Indonesia di luar wilayah negaraRepublik Indonesia;

b. terhadap fasilitas negara Republik Indonesia di luar negeritermasuk tempat kediaman pejabat diplomatik dan konsulerRepublik Indonesia;

c. dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memaksapemerintah Republik Indonesia melakukan sesuatu atau tidakmelakukan sesuatu;

d. untuk memaksa organisasi internasional di Indonesia melakukansesuatu atau tidak melakukan sesuatu;

e. di atas kapal yang berbendera negara Republik Indonesia ataupesawat udara yang terdaftar berdasarkan undang-undang negaraRepublik Indonesia pada saat kejahatan itu dilakukan; atau

f. oleh setiap orang yang tidak memiliki kewarganegaraan danbertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia.

Page 76: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

Pasal 5

Tindak pidana terorisme yang diatur dalam Peraturan PemerintahPengganti Undang-undang ini dikecualikan dari tindak pidana politik,tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana politik, tindak pidanadengan motif politik, dan tindak pidana dengan tujuan politik, yangmenghambat proses ekstradisi.

BAB III

TINDAK PIDANA TERORISME

Pasal 6

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atauancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takutterhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifatmassal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa danharta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuranterhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup ataufasilitas publik atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana matiatau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Pasal 7

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atauancaman kekerasan bermaksud untuk menimbulkan suasana teror ataurasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yangbersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnyanyawa atau harta benda orang lain, atau untuk menimbulkan kerusakanatau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, ataulingkungan hidup, atau fasilitas publik, atau fasilitas internasional,dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup.

Pasal 8

Dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme dengan pidana yangsama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, setiap orang yang:

a. menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai atau merusakbangunan untuk pengamanan lalu lintas udara atau menggagalkanusaha untuk pengamanan bangunan tersebut;

Page 77: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

b. menyebabkan hancurnya, tidak dapat dipakainya atau rusaknyabangunan untuk pengamanan lalu lintas udara, atau gagalnyausaha untuk pengamanan bangunan tersebut;

c. dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak,mengambil, atau memindahkan tanda atau alat untuk pengamananpenerbangan, atau menggagalkan bekerjanya tanda atau alattersebut, atau memasang tanda atau alat yang keliru;

d. karena kealpaannya menyebabkan tanda atau alat untukpengamanan penerbangan hancur, rusak, terambil atau pindahatau menyebabkan terpasangnya tanda atau alat untukpengamanan penerbangan yang keliru;

e. dengan sengaja atau melawan hukum, menghancurkan ataumembuat tidak dapat dipakainya pesawat udara yang seluruhnyaatau sebagian kepunyaan orang lain;

f. dengan sengaja dan melawan hukum mencelakakan,menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai atau merusakpesawat udara;

g. karena kealpaannya menyebabkan pesawat udara celaka, hancur,tidak dapat dipakai, atau rusak;

h. dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang laindengan melawan hukum, atas penanggung asuransi menimbulkankebakaran atau ledakan, kecelakaan kehancuran, kerusakan ataumembuat tidak dapat dipakainya pesawat udara yangdipertanggungkan terhadap bahaya atau yang dipertanggungkanmuatannya maupun upah yang akan diterima untuk pengangkutanmuatannya, ataupun untuk kepentingan muatan tersebut telahditerima uang tanggungan;

i. dalam pesawat udara dengan perbuatan yang melawan hukum,merampas atau mempertahankan perampasan atau menguasaipesawat udara dalam penerbangan;

j. dalam pesawat udara dengan kekerasan atau ancaman kekerasanatau ancaman dalam bentuk lainnya, merampas ataumempertahankan perampasan atau menguasai pengendalianpesawat udara dalam penerbangan;

k. melakukan bersama-sama sebagai kelanjutan permufakatan jahat,dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu, mengakibatkanluka berat seseorang, mengakibatkan kerusakan pada pesawatudara sehingga dapat membahayakan penerbangannya, dilakukandengan maksud untuk merampas kemerdekaan atau meneruskanmerampas kemerdekaan seseorang;

l. dengan sengaja dan melawan hukum melakukan perbuatankekerasan terhadap seseorang di dalam pesawat udara dalampenerbangan, jika perbuatan itu dapat membahayakankeselamatan pesawat udara tersebut;

m. dengan sengaja dan melawan hukum merusak pesawat udaradalam dinas atau menyebabkan kerusakan atas pesawat udara

Page 78: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

tersebut yang menyebabkan tidak dapat terbang ataumembahayakan keamanan penerbangan;

n. dengan sengaja dan melawan hukum menempatkan ataumenyebabkan ditempatkannya di dalam pesawat udara dalamdinas, dengan cara apapun, alat atau bahan yang dapatmenghancurkan pesawat udara yang membuatnya tidak dapatterbang atau menyebabkan kerusakan pesawat udara tersebutyang dapat membahayakan keamanan dalam penerbangan;

o. melakukan secara bersama-sama 2 (dua) orang atau lebih, sebagaikelanjutan dari permufakatan jahat, melakukan dengandirencanakan lebih dahulu, dan mengakibatkan luka berat bagiseseorang dari perbuatan sebagaimana dimaksud dalam huruf l,huruf m, dan huruf n;

p. memberikan keterangan yang diketahuinya adalah palsu dan karenaperbuatan itu membahayakan keamanan pesawat udara dalampenerbangan;

q. di dalam pesawat udara melakukan perbuatan yang dapatmembahayakan keamanan dalam pesawat udara dalampenerbangan;

r. di dalam pesawat udara melakukan perbuatan-perbuatan yang dapatmengganggu ketertiban dan tata tertib di dalam pesawat udaradalam penerbangan.

Pasal 9

Setiap orang yang secara melawan hukum memasukkan ke Indonesia,membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan ataumencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaanpadanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut,menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan ke dan/atau dariIndonesia sesuatu senjata api, amunisi, atau sesuatu bahan peledak danbahan-bahan lainnya yang berbahaya dengan maksud untuk melakukantindak pidana terorisme, dipidana dengan pidana mati atau penjaraseumur hidup atau pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan palinglama 20 (dua puluh) tahun.

Pasal 10

Dipidana dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimanadimaksud dalam Pasal 6, setiap orang yang dengan sengajamenggunakan senjata kimia, senjata biologis, radiologi, mikroorganisme,radioaktif atau komponennya, sehingga menimbulkan suasana teror, ataurasa takut terhadap orang secara meluas, menimbulkan korban yangbersifat massal, membahayakan terhadap kesehatan, terjadi kekacauanterhadap kehidupan, keamanan, dan hak-hak orang, atau terjadikerusakan, kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis,lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional.

Page 79: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

Pasal 11

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan palinglama 15 (lima belas) tahun, setiap orang yang dengan sengajamenyediakan atau mengumpulkan dana dengan tujuan akan digunakanatau patut diketahuinya akan digunakan sebagian atau seluruhnya untukmelakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10.

Pasal 12

Dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme dengan pidanapenjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas)tahun, setiap orang yang dengan sengaja menyediakan ataumengumpulkan harta kekayaan dengan tujuan akan digunakan atau patutdiketahuinya akan digunakan sebagian atau seluruhnya untuk melakukan:

a. tindakan secara melawan hukum menerima, memiliki, menggunakan,menyerahkan, mengubah, membuang bahan nuklir, senjata kimia,senjata biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif ataukomponennya yang mengakibatkan atau dapat mengakibatkankematian atau luka berat atau menimbulkan kerusakan harta benda;

b. mencuri atau merampas bahan nuklir, senjata kimia, senjata biologis,radiologi, mikroorganisme, radioaktif, atau komponennya ;

c. penggelapan atau memperoleh secara tidak sah bahan nuklir,senjata kimia, senjata biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktifatau komponennya;

d. meminta bahan nuklir, senjata kimia, senjata biologis, radiologi,mikroorganisme, radioaktif, atau komponennya secara paksa atauancaman kekerasan atau dengan segala bentuk intimidasi;

e. mengancam :

1) menggunakan bahan nuklir, senjata kimia, senjata biologis,radiologi, mikroorganisme, radioaktif, atau komponennya untukmenimbulkan kematian atau luka berat atau kerusakan hartabenda; atau

2) melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam huruf bdengan tujuan untuk memaksa orang lain, organisasiinternasional, atau negara lain untuk melakukan atau tidakmelakukan sesuatu.

f. mencoba melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalamhuruf a, huruf b, atau huruf c; dan

g. ikut serta dalam melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksuddalam huruf a sampai dengan huruf f.

Page 80: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

Pasal 13

Setiap orang yang dengan sengaja memberikan bantuan ataukemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme, dengan :

a. memberikan atau meminjamkan uang atau barang atau hartakekayaan lainnya kepada pelaku tindak pidana terorisme;

b. menyembunyikan pelaku tindak pidana terorisme; atau

c. menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme,

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan palinglama 15 (lima belas) tahun.

Pasal 14

Setiap orang yang merencanakan dan/atau menggerakkan orang lainuntuk melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalamPasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup.

Pasal 15

Setiap orang yang melakukan permufakatan jahat, percobaan, ataupembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme sebagaimanadimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11,dan Pasal 12 dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindakpidananya.

Pasal 16

Setiap orang di luar wilayah negara Republik Indonesia yang memberikanbantuan, kemudahan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya tindakpidana terorisme, dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelakutindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8,Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12.

Pasal 17

(1) Dalam hal tindak pidana terorisme dilakukan oleh atau atas namasuatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dilakukanterhadap korporasi dan/atau pengurusnya.

(2) Tindak pidana terorisme dilakukan oleh korporasi apabila tindakpidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan

Page 81: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam lingkungankorporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.

(3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, makakorporasi tersebut diwakili oleh pengurus.

Pasal 18

(1) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, makapanggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilantersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurusatau di tempat pengurus berkantor.

(2) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanyadipidana dengan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000.000,- (satu triliun rupiah).

(3) Korporasi yang terlibat tindak pidana terorisme dapat dibekukan ataudicabut izinnya dan dinyatakan sebagai korporasi yang terlarang.

Pasal 19

Ketentuan mengenai penjatuhan pidana minimum khusus sebagaimanadimaksud dalam Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12,Pasal 13, Pasal 15, Pasal 16 dan ketentuan mengenai penjatuhan pidanamati atau pidana penjara seumur hidup sebagaimana dimaksud dalamPasal 14, tidak berlaku untuk pelaku tindak pidana terorisme yangberusia di bawah 18 (delapan belas) tahun.

BAB IV

TINDAK PIDANA LAIN YANG BERKAITAN DENGAN

TINDAK PIDANA TERORISME

Pasal 20

Setiap orang yang dengan menggunakan kekerasan atau ancamankekerasan atau dengan mengintimidasi penyelidik, penyidik, penuntutumum, penasihat hukum, dan/atau hakim yang menangani tindak pidanaterorisme sehingga proses peradilan menjadi terganggu, dipidana denganpidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (limabelas) tahun.

Page 82: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

Pasal 21

Setiap orang yang memberikan kesaksian palsu, menyampaikan alatbukti palsu atau barang bukti palsu, dan mempengaruhi saksi secaramelawan hukum di sidang pengadilan, atau melakukan penyeranganterhadap saksi, termasuk petugas pengadilan dalam perkara tindakpidana terorisme, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun.

Pasal 22

Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, ataumenggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan,penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindakpidana terorisme, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua)tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun.

Pasal 23

Setiap saksi dan orang lain yang melanggar ketentuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana kurunganpaling lama 1 (satu) tahun.

Pasal 24

Ketentuan mengenai penjatuhan pidana minimum khusus sebagaimanadimaksud dalam Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22, tidak berlaku untukpelaku tindak pidana terorisme yang berusia di bawah 18 (delapan belas)tahun.

BAB V

PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN

DI SIDANG PENGADILAN

Pasal 25

(1) Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalamperkara tindak pidana terorisme, dilakukan berdasarkan hukumacara yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam PeraturanPemerintah Pengganti Undang-undang ini.

Page 83: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

(2) Untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan, penyidik diberiwewenang untuk melakukan penahanan terhadap tersangka palinglama 6 (enam) bulan.

Pasal 26

(1) Untuk memperoleh bukti permulaan yang cukup, penyidik dapatmenggunakan setiap laporan intelijen.

(2) Penetapan bahwa sudah dapat atau diperoleh bukti permulaan yangcukup sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukanproses pemeriksaan oleh Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan Negeri.

(3) Proses pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)dilaksanakan secara tertutup dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.

(4) Jika dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)ditetapkan adanya bukti permulaan yang cukup, maka KetuaPengadilan Negeri segera memerintahkan dilaksanakan penyidikan.

Pasal 27

Alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputi :

a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana;

b. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima,atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupadengan itu; dan

c. data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/ataudidengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatusarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selainkertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidakterbatas pada :

1) tulisan, suara, atau gambar;

2) peta, rancangan, foto, atau sejenisnya;

3) huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki maknaatau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca ataumemahaminya.

Pasal 28

Penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap setiap orang yangdiduga keras melakukan tindak pidana terorisme berdasarkan buktipermulaan yang cukup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2)untuk paling lama 7 x 24 (tujuh kali dua puluh empat) jam.

Page 84: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

Pasal 29

(1) Penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang memerintahkankepada bank dan lembaga jasa keuangan untuk melakukanpemblokiran terhadap harta kekayaan setiap orang yang diketahuiatau patut diduga merupakan hasil tindak pidana terorisme dan/atautindak pidana yang berkaitan dengan terorisme.

(2) Perintah penyidik, penuntut umum, atau hakim sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan secara tertulis denganmenyebutkan secara jelas mengenai :

a. nama dan jabatan penyidik, penuntut umum, atau hakim;

b. identitas setiap orang yang telah dilaporkan oleh bank danlembaga jasa keuangan kepada penyidik, tersangka, atauterdakwa;

c. alasan pemblokiran;

d. tindak pidana yang disangkakan atau didakwakan; dan

e. tempat harta kekayaan berada.

(3) Bank dan lembaga jasa keuangan setelah menerima perintahpenyidik, penuntut umum, atau hakim sebagaimana dimaksud dalamayat (2) wajib melaksanakan pemblokiran sesaat setelah suratperintah pemblokiran diterima.

(4) Bank dan lembaga jasa keuangan wajib menyerahkan berita acarapelaksanaan pemblokiran kepada penyidik, penuntut umum, atauhakim paling lambat 1 (satu) hari kerja terhitung sejak tanggalpelaksanaan pemblokiran.

(5) Harta kekayaan yang diblokir harus tetap berada pada bank danlembaga jasa keuangan yang bersangkutan.

(6) Bank dan lembaga jasa keuangan yang melanggar ketentuansebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) dikenai sanksiadministratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 30

(1) Untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara tindak pidanaterorisme, maka penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenanguntuk meminta keterangan dari bank dan lembaga jasa keuanganmengenai harta kekayaan setiap orang yang diketahui atau patutdiduga melakukan tindak pidana terorisme.

(2) Dalam meminta keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)terhadap penyidik, penuntut umum, atau hakim tidak berlaku

Page 85: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

ketentuan Undang-undang yang mengatur tentang rahasia bank dankerahasiaan transaksi keuangan lainnya.

(3) Permintaan keterangan harus diajukan secara tertulis denganmenyebutkan secara jelas mengenai :

a. nama dan jabatan penyidik, penuntut umum, atau hakim;

b. identitas setiap orang yang diketahui atau patut didugamelakukan tindak pidana terorisme;

c. tindak pidana yang disangkakan atau didakwakan; dan

d. tempat harta kekayaan berada.

(4) Surat permintaan untuk memperoleh keterangan sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) harus ditandatangani oleh :

a. Kepala Kepolisian Daerah atau pejabat yang setingkat padatingkat Pusat dalam hal permintaan diajukan oleh penyidik;

b. Kepala Kejaksaan Tinggi dalam hal permintaan diajukan olehpenuntut umum;

c. Hakim Ketua Majelis yang memeriksa perkara yangbersangkutan.

Pasal 31

(1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksuddalam Pasal 26 ayat (4), penyidik berhak:

a. membuka, memeriksa, dan menyita surat dan kiriman melaluipos atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungandengan perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa;

b. menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasilain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan,merencanakan, dan melakukan tindak pidana terorisme.

(2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b,hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri untukjangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) harusdilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan penyidik.

Pasal 32

(1) Dalam pemeriksaan, saksi memberikan keterangan terhadap apayang dilihat dan dialami sendiri dengan bebas dan tanpa tekanan.

(2) Dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, saksi danorang lain yang bersangkutan dengan tindak pidana terorisme

Page 86: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

dilarang menyebutkan nama atau alamat pelapor atau hal-hal lainyang memberikan kemungkinan dapat diketahuinya identitaspelapor.

(3) Sebelum pemeriksaan dilakukan, larangan sebagaimana dimaksuddalam ayat (2) diberitahukan kepada saksi dan orang lain tersebut.

Pasal 33

Saksi, penyidik, penuntut umum, dan hakim yang memeriksa besertakeluarganya dalam perkara tindak pidana terorisme wajib diberiperlindungan oleh negara dari kemungkinan ancaman yangmembahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, baik sebelum, selama,maupun sesudah proses pemeriksaan perkara.

Pasal 34

(1) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dilakukan olehaparat penegak hukum dan aparat keamanan berupa :

a. perlindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik danmental;

b. kerahasiaan identitas saksi;

c. pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidangpengadilan tanpa bertatap muka dengan tersangka.

(2) Ketentuan mengenai tata cara perlindungan sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 35

(1) Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah dan patut tidak hadir disidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka perkara dapatdiperiksa dan diputus tanpa hadirnya terdakwa.

(2) Dalam hal terdakwa hadir pada sidang berikutnya sebelum putusandijatuhkan, maka terdakwa wajib diperiksa, dan segala keterangansaksi dan surat-surat yang dibacakan dalam sidang sebelumnyadianggap sebagai diucapkan dalam sidang yang sekarang.

(3) Putusan yang dijatuhkan tanpa kehadiran terdakwa diumumkan olehpenuntut umum pada papan pengumuman pengadilan, kantorPemerintah Daerah, atau diberitahukan kepada kuasanya.

(4) Terdakwa atau kuasanya dapat mengajukan kasasi atas putusansebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(5) Dalam hal terdakwa meninggal dunia sebelum putusan dijatuhkan danterdapat bukti yang cukup kuat bahwa yang bersangkutan telah

Page 87: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

melakukan tindak pidana terorisme, maka hakim atas tuntutanpenuntut umum menetapkan perampasan harta kekayaan yang telahdisita.

(6) Penetapan perampasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) tidakdapat dimohonkan upaya hukum.

(7) Setiap orang yang berkepentingan dapat mengajukan keberatankepada pengadilan yang telah menjatuhkan penetapan sebagaimanadimaksud dalam ayat (5), dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitungsejak tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).

BAB VI

KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN REHABILITASI

Pasal 36

(1) Setiap korban atau ahli warisnya akibat tindak pidana terorismeberhak mendapatkan kompensasi atau restitusi.

(2) Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pembiayaannyadibebankan kepada negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah.

(3) Restitusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), merupakan gantikerugian yang diberikan oleh pelaku kepada korban atau ahliwarisnya.

(4) Kompensasi dan/atau restitusi tersebut diberikan dan dicantumkansekaligus dalam amar putusan pengadilan.

Pasal 37

(1) Setiap orang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilandiputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yangputusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

(2) Rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalamputusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 38

(1) Pengajuan kompensasi dilakukan oleh korban atau kuasanya kepadaMenteri Keuangan berdasarkan amar putusan pengadilan negeri.

(2) Pengajuan restitusi dilakukan oleh korban atau kuasanya kepadapelaku atau pihak ketiga berdasarkan amar putusan.

(3) Pengajuan rehabilitasi dilakukan oleh korban kepada MenteriKehakiman dan Hak Asasi Manusia.

Page 88: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

Pasal 39

Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) danpelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) memberikankompensasi dan/atau restitusi, paling lambat 60 (enam puluh) hari kerjaterhitung sejak penerimaan permohonan.

Pasal 40

(1) Pelaksanaan pemberian kompensasi dan/atau restitusi dilaporkanoleh Menteri Keuangan, pelaku, atau pihak ketiga kepada KetuaPengadilan yang memutus perkara, disertai dengan tanda buktipelaksanaan pemberian kompensasi, restitusi, dan/atau rehabilitasitersebut.

(2) Salinan tanda bukti pelaksanaan pemberian kompensasi, dan/ataurestitusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepadakorban atau ahli warisnya.

(3) Setelah Ketua Pengadilan menerima tanda bukti sebagaimanadimaksud dalam ayat (1), Ketua Pengadilan mengumumkanpelaksanaan tersebut pada papan pengumuman pengadilan yangbersangkutan.

Pasal 41

(1) Dalam hal pelaksanaan pemberian kompensasi dan/atau restitusikepada pihak korban melampaui batas waktu sebagaimanadimaksud dalam Pasal 39, korban atau ahli warisnya dapatmelaporkan hal tersebut kepada pengadilan.

(2) Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) segeramemerintahkan Menteri Keuangan, pelaku, atau pihak ketiga untukmelaksanakan putusan tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) harikerja terhitung sejak tanggal perintah tersebut diterima.

Pasal 42

Dalam hal pemberian kompensasi dan/atau restitusi dapat dilakukansecara bertahap, maka setiap tahapan pelaksanaan atau keterlambatanpelaksanaan dilaporkan kepada pengadilan.

BAB VII

Page 89: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

KERJA SAMA INTERNASIONAL

Pasal 43

Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana terorisme,Pemerintah Republik Indonesia melaksanakan kerja sama internasionaldengan negara lain di bidang intelijen, kepolisian dan kerjasama teknislainnya yang berkaitan dengan tindakan melawan terorisme sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 44

Ketentuan mengenai :

a. kewenangan atasan yang berhak menghukum yakni :

1) melakukan penyidikan terhadap prajurit bawahannya yang ada dibawah wewenang komandonya yang pelaksanaannya dilakukanoleh penyidik polisi militer atau penyidik oditur;

2) menerima laporan pelaksanaan penyidikan dari penyidik polisimiliter atau penyidik oditur;

3) menerima berkas perkara hasil penyidikan dari penyidik polisimiliter atau penyidik oditur; dan

4) melakukan penahanan terhadap tersangka anggota bawahannyayang ada di bawah wewenang komandonya.

b. kewenangan perwira penyerah perkara yang :

1) memerintahkan penyidik untuk melakukan penyidikan;

2) menerima laporan tentang pelaksanaan penyidikan;

3) memerintahkan dilakukannya upaya paksa;

4) memperpanjang penahanan;

5) menerima atau meminta pendapat hukum dari oditur tentangpenyelesaian suatu perkara;

6) menyerahkan perkara kepada pengadilan yang berwenang untukmemeriksa dan mengadili;

Page 90: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

7) menentukan perkara untuk diselesaikan menurut hukum disiplinprajurit; dan

8) menutup perkara demi kepentingan hukum atau demikepentingan umum/militer,

dinyatakan tidak berlaku dalam pemeriksaan tindak pidana terorismemenurut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini.

Pasal 45

Presiden dapat mengambil langkah-langkah untuk merumuskankebijakan dan langkah-langkah operasional pelaksanaan PeraturanPemerintah Pengganti Undang-undang ini.

Pasal 46

Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang inidapat diperlakukan surut untuk tindakan hukum bagi kasus tertentusebelum mulai berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini, yang penerapannya ditetapkan dengan Undang-undang atauPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tersendiri.

Pasal 47

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini mulai berlaku padatanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundanganPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini denganpenempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 18 Oktober 2002

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Page 91: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 18 Oktober 2002

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 106

Salinan sesuai dengan aslinya

Deputi Sekretaris Kabinet

Bidang Hukum dan Perundang-undangan,

Lambock V. Nahattands

Page 92: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 2 TAHUN 2002

TENTANGPEMBERLAKUAN

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 1 TAHUN 2002

TENTANGPEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME,

PADA PERISTIWA PELEDAKAN BOM DI BALITANGGAL 12 OKTOBER 2002

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa dalam rangka mencegah dan memberantas tindakpidana terorisme, Presiden Republik Indonesia telahmenetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undangNomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak PidanaTerorisme;

b. bahwa peristiwa pemboman yang terjadi di Bali pada tanggal12 Oktober 2002 telah menimbulkan suasana teror atau rasatakut terhadap orang secara meluas serta mengakibatkanhilangnya nyawa dan harta benda orang lain;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksuddalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan PeraturanPemerintah Pengganti Undang-undang tentang PemberlakuanPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,pada Peristiwa Peledakan Bom di Bali tanggal 12 Oktober

2002;

Mengingat :

1. Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimanatelah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-UndangDasar 1945;

2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor106, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4232);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

Page 93: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANGTENTANG PEMBERLAKUAN PERATURAN PEMERINTAHPENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME,PADA PERISTIWA PELEDAKAN BOM DI BALI TANGGAL 12

OKTOBER 2002.

Pasal 1

Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undangNomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak PidanaTerorisme, dinyatakan berlaku terhadap peristiwa peledakan bom

yang terjadi di Bali pada tanggal 12 Oktober 2002.

Pasal 2

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini mulai berlaku

pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundanganPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 18 Oktober 2002

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakartapada tanggal 18 Oktober 2002

SEKRETARIS NEGARA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 107

Page 94: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

Salinan sesuai dengan aslinyaDeputi Sekretaris KabinetBidang Hukum dan Perundang-undangan,

ttd.

Lambock V. Nahattands

Page 95: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

PENJELASANATAS

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 2 TAHUN 2002

TENTANGPEMBERLAKUAN

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 1 TAHUN 2002

TENTANGPEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME,

PADA PERISTIWA PELEDAKAN BOM DI BALI

TANGGAL 12 OKTOBER 2002

UMUM

Sejalan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, negara Republik Indonesiaadalah negara kesatuan yang berlandaskan hukum dan memiliki tugas dan tanggungjawab untuk memelihara kehidupan yang aman, damai, dan sejahtera serta ikut sertasecara aktif memelihara perdamaian dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut, Pemerintahwajib memelihara dan menegakkan kedaulatan dan melindungi setiap warga negaranyadari setiap ancaman atau tindakan destruktif baik dari dalam negeri maupun dari luar

negeri.

Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban serta merupakansalah satu ancaman serius terhadap kedaulatan setiap negara, karena terorisme sudahmerupakan kejahatan yang bersifat internasional yang menimbulkan bahaya terhadapkeamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat sehingga perludilakukan pemberantasan secara berencana dan berkesinambungan sehingga hak asasi

orang banyak dapat dilindungi dan dijunjung tinggi.

Dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana terorisme, Presiden RepublikIndonesia telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1

Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Sehubungan dengan terjadinya tindak pidana terorisme di Bali pada tanggal 12 Oktober2002 serta adanya kebutuhan yang sangat mendesak untuk mengatasi masalah tersebut,Presiden Republik Indonesia berdasarkan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945perlu menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentangPemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, pada Peristiwa Peledakan Bom di Bali

tanggal 12 Oktober 2002.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Page 96: PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM TINDAK PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41788/1/ALPEN NAMBRI-FSH.pdfpenerapan asas retroaktif dalam tindak pidana ... program

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4233