PENELITIAN PENYUSUNAN INFORMASI GEOSPASIAL DAN...

33
MAK: 1800.201.006.054 PROPOSAL PENELITIAN PENELITIAN PENYUSUNAN INFORMASI GEOSPASIAL DAN SISTEM PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAHAN MENUJU USAHATANI PRODUKTIF DAN BERKELANJUTAN Dr. I Gusti Putu Wigena, M.Si BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2017

Transcript of PENELITIAN PENYUSUNAN INFORMASI GEOSPASIAL DAN...

  • MAK: 1800.201.006.054

    PROPOSAL PENELITIAN

    PENELITIAN PENYUSUNAN INFORMASI

    GEOSPASIAL DAN SISTEM PENGELOLAAN

    SUMBERDAYA LAHAN MENUJU USAHATANI

    PRODUKTIF DAN BERKELANJUTAN

    Dr. I Gusti Putu Wigena, M.Si

    BALAI PENELITIAN TANAH

    BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN

    BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

    KEMENTERIAN PERTANIAN

    2017

  • i

    LEMBAR PENGESAHAN

    1. Judul RPTP : Penelitian Penyusunan Informasi Geospasial dan Sistem pengelolaan Sumberdaya Lahan Menuju Usahatani Produktif dan Berkelanjutan

    2. Unit Kerja : BalaiPenelitian Tanah 3. Alamat Unit Kerja : Jl. Tentara Pelajar No. 12 Kampus Penelitian Pertanian

    Cimanggu Bogor, 16114 4. Sumber Dana : DIPA/RKAKL Satker: Balai Penelitian Tanah, T.A. 2017 5. Status Penelitian (L/B) : Lanjutan 6. PenanggungJawab

    a. Nama b. Pangkat/Golongan c. Jabatan

    : Dr. I Gusti Putu Wigena Pembina I/IVb Peneliti Madya

    7. Lokasi : Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Barat 8. Agroekosistem : Lahan sawah irigasi, lahan kering iklim basah 9. TahunMulai : 2016 10. TahunSelesai : 2019 11. 12.

    Output Tahunan Output Akhir

    : 1. Peta kadar unsur hara N, P, K dan pengelolaan kesuburan tanah sawah irigasi di Provinsi Sulawesi Selatan.

    2. model pengelolaan serta “leverage factors” yang mempengaruhi produktivitas lahan sawah irigasi di Provinsi Sulawesi Selatan dengan pendekatan sistem dinamik

    3. Peta erodibilitas, erosivitas, dan lahan kritis di Daerah Aliran Sungai Cimanuk bagian Hulu

    1. Database kadar unsur hara N, P, K dan pengelolaan kesuburan tanah sawah irigasi

    2. Model pengelolaan tanah sawah irigasi spesifik lokasi dan berkelanjutan.

    3. Informasi pengelolaan lahan sawah irigasi pada berbagai status unsur P dan K di sentra produksi beras untuk mencapai produktivitas 6,5 ton GKG/ha.

    4. Tersedianya peta-peta erodibilitas, erosivitas, dan lahan kritis di Daerah Aliran Sungai bagian hulu

    13. Biaya : Rp. 210 000 000 (Dua ratus sepuluh juta rupiah)

    Korodinator Program

    Dr. I Wayan Suastika, M.Si NIP.19610815 199003 1001

    Penanggungjawab RPTP

    Dr. I Gusti Putu Wigena, M.Si NIP. 19581231 198703 1004

    Mengetahui,

    Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian

    Dr. Ir. Dedi Nursyamsi, M.Agr. NIP. 19640623 198903 1 002

    Kepala Balai Penelitian Tanah

    Dr. Husnain, SP., MP NIP. 19730910 200112 2 001

  • ii

    RINGKASAN

    1. Judul Kegiatan RPTP : Penelitian Penyusunan Informasi Geospasial dan Sistem pengelolaan Sumberdaya Lahan Menuju Usahatani Produktif dan Berkelanjutan

    2. Nama dan Alamat Unit Kerja

    : Balai Penelitian Tanah Jl. Tentara Pelajar No.12 Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu, Bogor, 16114

    3. Sifat Usulan Penelitian

    :

    4. Penanggungjawab : Dr. I Gusti Putu Wigena 5. Justifikasi : Informasi Geospasial dan Sistem pengelolaan Sumber daya

    Lahan MenujuUsahatani Produktif dan Berkelanjutan dapat dijadikan acuan dalam merumuskan teknologi spesifik lokasi untuk lahan sawah dan lahan kering

    6. Tujuan: a. JangkaPendek

    : 1. Menyusun Peta kadar unsur hara N, P, K dan pengelolaan

    kesuburan tanah sawah irigasi di Provinsi Sulawesi Selatan. 2. Menyusun model pengelolaan serta “leverage factors” yang

    mempengaruhi produktivitas lahan sawah irigasi di Provinsi Sulawesi Selatan dengan pendekatan sistem dinamik

    3. Menyusun peta erodibilitas, erosivitas, dan lahan kritis di

    Daerah Aliran Sungai Cimanuk bagian Hulu

    b. Jangka Panjang 1. Menyusun database kadar unsur hara N, P, K dan

    pengelolaan kesuburan tanah sawah irigasi 2. Membuat model pengelolaan tanah sawah irigasi spesifik

    lokasi dan berkelanjutan. 3. Menyusun informasi pengelolaan lahan sawah irigasi pada

    berbagai status unsur P dan K di sentra produksi beras untuk mencapai produktivitas 6,5 ton GKG/ha.

    4. Menyusun peta-peta erodibilitas, erosivitas, dan lahan kritis di Daerah Aliran Sungai bagian hulu

    7. Luaran yang diharapkan a. Jangka Pendek

    : 1. Peta kadar unsur hara N, P, K dan pengelolaan kesuburan tanah sawah irigasi di Provinsi Sulawesi Selatan.

    2. Model pengelolaan serta “leverage factors” yang mempengaruhi produktivitas lahan sawah irigasi di Provinsi Sulawesi Selatani dengan pendekatan sistem dinamik

    3. Peta erodibilitas, erosivitas, dan lahan kritis di Daerah Aliran Sungai Cimanuk bagian Hulu

    b. Jangka Panjang 1. Database kadar unsure hara N, P, K dan pengelolaan kesuburan tanah sawah irigasi

    2. Model pengelolaan tanah sawah irigasi spesifik lokasi dan berkelanjutan.

    3. Informasi pengelolaan lahan sawah irigasi pada berbagai status unsur P dan K di sentra produksi beras untuk mencapai produktivitas 6,5 ton GKG/ha.

    4. Tersedianya peta erodibilitas, erosivitas, dan lahan kritis di Daerah Aliran Sungai

  • iii

    8. Outcome : Informasi Geospasial dan Sistem pengelolaan Sumberdaya Lahan Mendukung Produktivitas Berkelanjutan diharapkan mampu mempercepat pencapaian swasembada pangan nasional

    9. Sasaran Akhir : Diadopsinya informasi geospasial dan system pengelolaan sumberdaya lahan dalam skala luas oleh pengguna sehingga dapat mendorong pencapaian swasembada pangan nasional

    10. Lokasi Penelitian : Sulawesi Selatan dan Jawa Barat 11. Jangka Waktu : MulaiT.a. 2013, berakhir T.A. 2018 12. Sumber Dana : DIPA/RKAKL Satker: BalaiPenelitian Tanah, T.A. 2017

  • iv

    SUMMARY

    1. Title of RPTP/RDHP : Research on Arrangement of Geospatial Information and Land Resources Management System Toward Productive and SustainableFarming System

    2. Implementation Unit : Indonesian Soil Research Institute (ISRI) Jl. TentaraPelajar No.12 KampusPenelitianPertanianCimanggu, Bogor, 16114

    3. Location : South Sulawesi and West Java 4. Objective

    a. Short term b. Long term

    : 1.To create N, P, K nutrients status map and soil fertility

    management of irrigated lowland rice on South Sulawesi 2.To create management model and leverage factors that

    affects of irrigated lowland rice productivity on South Sulawesi by application of dynamics system approach

    3. To create map of erodibility, erosivity, and critical land of upstream Cimanuk watershed

    1. To create N, P, K nutrients status map and soil fertility

    management of irrigated lowland rice 2.To create management model and leverage factors that

    affects of irrigated lowland rice productivity 3. To create land management information of irrigated lowland

    rice at several P and K nutrients status on rice production central to achieve productivity level of 6,5 ton GKG/ha

    4. To create map of erodibility, erosivity, and critical land of upstream watershed

    5. Expected Output

    a. Short term b. Long term

    : 1. N, P, K nutrients status map and soil fertility management of

    irrigated lowland rice on South Sulawesi 2.Management model and leverage factors that affects of

    irrigated lowland rice productivity on South Sulawesi by application of dynamics system approach

    3.Map of erodibility, erosivity, and critical land of upstream watershed

    1. N, P, K nutrients status map and soil fertility management of

    irrigated lowland rice 2.Management model and leverage factors that affects of

    irrigated lowland rice productivity 3.Land management information of irrigated lowland rice at

    several P and K nutrients status on rice production central to achieve productivity level of 6,5 ton GKG/ha

    4.Map of erodibility, erosivity, and critical land of upstream watershed

    6. Discription of

    Methodology : Geospatial Information and Land Resources Management

    System will be created by the following steps: 1. Collecting field data i.e physical and chemical soil properties,

    crops productivity in a certain period, crop residues

  • v

    management, geograficsposisition etc. through survey, filed observation and laboratorium analyses.

    2. Entrying the collected data into soft ware program such as PowerSim, Splash followed by prosesing the data to provide the existing model of geospatial information and land management system.

    3. The developed models were tested by statistical metode followed by simulation model

    7. Duration : 5 Year, F.Y. 2013 /F.Y. 2018 8. Budget/fiscal year : Rp. 215 000 000 (Two hundreds fiveteen million rupiahs) 9. Source of budget : DIPA/RKAKL 648680 Indonesian Soil Research Institute (ISRI),

    Fiscal Year 2017

  • 1

    I. PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Indonesia merupakan salah satu negara yang wilayahnya terletak pada zona tropika

    basah dimana kesuburan lahan pertanian mengalami perubahan yang sangat dinamis dibawah

    pengaruh suhu yang konstan tinggi, kelembaban udara dan tanah tinggi, curah hujan tinggi,

    serta erosi dan aliran permukaan intensif. Interaksi semua pengaruh tersebut menyebabkan

    sebagian besar kondisi lahan pertanian di daerah tropika mengalami pelapukan lanjut (highly

    weathered soils) dengan ciri yang umum antara lain produktivitas rendah, peka erosi sehingga

    kurang memenuhi harapan petani dan keluarganya. Penurunan produktivitas lahan tersebut

    terjadi baik di lahan kering maupun lahan sawah.

    Terkait dengan pemenuhan akan pangan pada kondisi semakin meningkatnya

    tantangan dari lahan, pemerintah sudah mengembangkan berbagai usaha, khususnya yang

    dikenal dengan Program Panca Usaha. Pendekatan program ini berbasis pada keunggulan

    pupuk anorganik yang mampu meningkatkan produksi pangan secara

    significan.Ketidakseimbangan pemanfaatan pupuk anorganik dan pupuk organik khususnya

    pada lahan sawah, menyebabkan terjadinya eksploitasi unsur hara dari dalam tanah lewat

    hasil panen. Ada dua dampak penting yang ditimbulkan oleh pengelolaan lahan dengan

    pendekatan tersebut. Pertama, hal tersebut memicu ketidakcukupan produksi beras yang

    mulai terjadi setelah era 1990-an dan pemerintah mengambil kebijakan untuk mengimpor

    beras dari negara tetangga seperti Thailand, Vietnam, dan Kamboja. Kedua, semakin

    menurunnya produktivitas lahan karena proses degradasi dan berujung pada kondisi lahan

    pertanian yang mencapai kondisi leveling off.

    Degradasi lahan, khususnya lahan yang dikelola secara intensif terjadi terutama

    disebabkan oleh erosi tanah, pencucian hara dan menurunnya populasi hayati tanah(Subowo

    dan Purwani, 2013).Lebih jauh dilaporkan bahwa degradasi terjadi akibat berbagai penyebab

    yang beragam baik yang disebabkan oleh faktor alami maupun campur tangan manusia.

    Faktor alami antara lain: lahan berlereng, tanah mudah rusak (tekstur, struktur), dan curah

    hujan tinggi. Menurut Suwardjo (1981), rata-rata erosi pada lahan pertanian tanaman pangan

    berlereng kurang dari 15 % berkisar antara 220-280 t/ha/tahun dan atau rata-rata 2,5 cm

    lapisan tanah atas hilang setiap tahunnya.

    Faktor campur tangan manusia lebih mendominasi kerusakan lahan kering, yang dapat

    dibagi menjadi dua kelompok yaitu faktor yang berpengaruh tidak langsung dan faktor yang

    berpengaruh langsung terhadap degradasi lahan kering. Faktor tidak langsung antara lain:

    peningkatan populasi penduduk, marginalisasi penduduk di sekitar hutan, kemiskinan,

  • 2

    kepemilikan lahan yang semakin menyempit (fragmentasi lahan), dan ketidakstabilan politik.

    Faktor yang berpengaruh langsung antara lain: deforestasi, overgrazing, aktivitas pertanian,

    eksploatasi berlebihan, dan aktivitas industri.Hasil penelitian menunjukkan bahwa

    pertumbuhan penduduk akan mendorong meningkatnya aktivitas manusia yang berdampak

    langsung terhadap perubahan penggunaan dan penutupan lahan. Hal tersebut mempengaruhi

    kemampuan ekosistem dalam menampung populasi dan menyediakan jasa untuk mendukung

    kehidupan populasi di dalamnya serta mendorong terjadinya degradasi lahan.Kasus di DAS

    Citarum hulu sangat berkaitan dengan laju pertumbuhan penduduk yang menimbulkan lahan

    degradasi berat seluas 4.907 ha, degradasi sedang 23.957 ha, dan degradasi ringan 135.521

    ha, tidak terdegradasi 143.529 ha.

    Mengacu kepada permasalahan lapang tersebut mengindikasikan bahwa pengelolaan

    lahan yang komprehensif yang mampu meningkatkan produktivitas lahan dan disaat

    bersamaan bisa menjaga kualitas lahan menjadi teknologi yang potensial untuk mengatasi

    permasalahan tersebut. Salah satu pendekatan alternatif adalah sistem karena pendekatan

    sistem merupakan suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu

    sama lainnya yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan yang kompleks

    pilihan (Marimin, 2004). Pendekatan sistem akan memberikan penyelesaian masalah yang

    kompleks dengan metode dan alat analisis yang mampu mengidentifikasi, menganalisis,

    mensimulasi, dan mendisain sistem untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan (Eriyatno,

    2004).Bidang yang sudah menerapkan pendekatan sistem antara lain: pengelolaan sampah

    kota, pengelolaan limbah pabrik, pengelolaan pantai/terumbu karang, pengelolaan ekowisata,

    pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan (Wigena, 2009).

    Upaya untuk menanggulangi degradasi lahan adalah dengan mencegah erosi dan

    meningkatkan kualitas tanah (fisik, kimia dan biologi),degradasi lahan pertanian tanaman

    pangan dapat diketahui secara cepat dan akurat, melalui penelaahan parameter-parameter

    degradasi lahan, sehingga keberhasilan penerapan teknik rehabilitasi dan konservasi lahan

    dapat diketahui. Untuk mengetahui penyebab degradasai lahan dan tingkat lahan

    kritis/kekritisan lahan perlu dilakukan identifikasi dan karakterisasi lahan kritis pada wilayah

    dengan melakukan survei lapang.

    Bersamaan dengan aplikasi pendekatan sistem, informasi geospasial dan non

    geospasial yang diperoleh melalui survei disusun dalam bentuk database agar informasi model

    pengelolaan kesuburan lahan menjadi lebih informatif. Dengan demikian, penyusunan

    rekomendasi pengelolaan lahan menjadi spesifik lokasi dengan sebaran posisi geografis yang

    bisa ditampilkan dalam bentuk peta digital. Kelebihan lainnya adalah kemudahan dalam revisi

  • 3

    informasi pengelolaan lahan menambahkan data-data yang lebih lengkap pada database yang

    disusun sebelumnya.

    Hasil simulasi modeling pengelolaan lahan sawah irigasi akan memberikan informasi

    pengelolaan lahan yang bisa diakses secara cepat oleh pengguna.Hal ini mengisyaratkan

    bahwa untuk masa depan, pembangunan pertanian di Indonesia sangat memerlukan

    dukungan teknologi informasi yang akurat, cepat, lengkap, mudah, terkini (update) dan

    mampu diakses oleh semua orang. Perkembangan teknologi komputer menjadi salah satu

    motor revolusi pembangunan di dunia menjadi pilihan terbaik untuk dikembangkan sebagai

    bagian dari motor penggerak pembangunan pertanian. Teknologi informasi tersebut akan

    menjadi pusat pencarian informasi dan pengambilan keputusan di masa kini dan masa depan

    yang akan selalu berkembang sesuai tuntutan jaman. Penelitian ini dirancang untuk bisa

    memenuhi tuntutan dari perkembangan teknologi komputer yang terkait dengan pengelolaan

    lahan sawah irigasi dan lahan kering.

    Dasar Pertimbangan

    Daya dukung sumberdaya lahan pertanian di Indonesia dinamis, cenderung menurun

    akibat pengaruh iklim dan perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup yang terus

    meningkat. Kondisi yang dinamis ini memerlukan dukungan teknologi informasi yang akurat,

    cepat, lengkap, mudah, terkini (update) dan mampu diakses oleh semua orang.

    Perkembangan teknologi komputer, internet dan web yang menjadi salah satu motor revolusi

    pembangunan di dunia menjadi pilihan terbaik untuk dikembangkan. Teknologi informasi

    dalam bentuk peta digital akan menjadi pusat pencarian informasi dan pengambilan

    keputusan dalam pengelolaan lahan berkelanjutan di masa kini dan masa depan.

    Informasi geospasial menyangkut aspek pengelolaan lahan sawah irigasi dan lahan

    kering merupakan salah satu informasi yang bisa diakses oleh teknologi komputer tersebut,

    kemudian ditampilkan dalam bentuk multi dimensi. Kinerja faktor-faktor yang mengendalikan

    produktivitas lahan sawah dan lahan kering terdegradasi yang diperoleh melalui kegiatan

    lapang dirumuskan dalam model keterkaitan algoritma matematika untuk dapat meniru

    perilaku alaminya. Model pendekatan sistem dinamis merupakan model yang dapat

    memperkirakan kondisi hidrologi berbasis proses fisik (physical based model),dan peta tingkat

    erosi tanah digital pada berbagai skala mampu digunakan sebagai alat prediksi kualitas lahan

    yang menggambarkan sebaran, luasan, kualitas lahan, dan kebutuhan teknologi spesifik lokasi

    menuju pengelolaan lahan yang optimal dan berkelanjutan.

    Tujuan

    Jangka Pendek

  • 4

    1. Menyusun Peta kadar unsur hara P dan K dan pengelolaan kesuburan tanah sawah irigasi

    di Provinsi Sulawesi Selatan.

    2. Menyusun model pengelolaan serta “leverage factors” yang mempengaruhi produktivitas

    lahan sawah irigasi di Provinsi Sulawesi Selatan dengan pendekatan sistem dinamik

    3. Peta erodibilitas, erosivitas, dan lahan kritis di Daerah Aliran Sungai Cimanuk bagian Hulu

    Jangka Panjang

    1. Menyusun database kadar unsur hara N, P, K dan pengelolaan kesuburan tanah sawah

    irigasi

    2. Membuat model pengelolaan tanah sawah irigasi spesifik lokasi dan berkelanjutan.

    3. Menyusun informasi pengelolaan lahan sawah irigasi pada berbagai status unsur P dan K

    di sentra produksi beras untuk mencapai produktivitas 6,5 ton GKG/ha.

    4. Menyusun peta-peta erodibilitas, erosivitas, dan lahan kritis di Daerah Aliran Sungai

    Keluaran Jangka Pendek 1. Peta kadar unsur hara N, P, K dan pengelolaan kesuburan tanah sawah irigasi di Provinsi

    Sulawesi Selatan.

    2. model pengelolaan serta “leverage factors” yang mempengaruhi produktivitas lahan sawah

    irigasi di Provinsi Bali dengan pendekatan sistem dinamik

    3. Peta erodibilitas, erosivitas, dan lahan kritis di Daerah Aliran Sungai Cimanuk bagian Hulu

    Jangka Panjang

    1. Database kadar unsur hara N, P, K dan pengelolaan kesuburan tanah sawah irigasi

    2. Model pengelolaan tanah sawah irigasi spesifik lokasi dan berkelanjutan.

    3. Informasi pengelolaan lahan sawah irigasi pada berbagai status unsur P dan K di sentra

    produksi beras untuk mencapai produktivitas 6,5 ton GKG/ha.

    4. Peta-peta erodibilitas, erosivitas, dan lahan kritis di Daerah Aliran Sungai

    Prakiraan Manfaat dan Dampak dari Kegiatan yang Dirancang

    Pengelolaan lahan yang parsial masih belum bisa mencegah degradasi lahan sawah

    dan lahan kering sehingga produktivitasnya cenderung menurun dari waktu ke waktu.

    Informasi geospasial dan sistem pengelolaan sumberdaya lahan yang komprehensif dan

    diintegrasikan kedalam computer dan bentuk peta serta bisa diakses secara cepat oleh semua

    pengguna menjadi kebutuhan mendesak menuju kondisi pertanian berkelanjutan.

  • 5

    Pengelolaan lahan sawah irigasi dengan pendekatan system dinamis dan peta lahan

    DAS terdegradasi dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan yang mendesak

    tersebut.Pemodelan lahan sawah irigasi teknis memberikan solusi bagi pengambil kebijakan

    dalam merumuskan teknologi pengelolaan lahan yang mampu meningkatkan dan

    mempertahankan produksivitas lahan sawah irigasi teknis. Lebih jauh, model pengelolaan

    lahan sawah dapat diterapkan pada lokasi selain lokasi studi kasus (Scalling-up) dengan

    kondisi agroekosistem yang sama dengan lokasi studi kasus. Selanjutnya, dengan pemetaan

    digital, model pengelolaan pada skala luas dapat disusun dalam bentuk sistem informasi

    pengelolaan lahan, dapat diedit pada periode tertentu untuk menjaga kualitas model

    pengelolaan yang diperoleh.

    Peta lahan kering terdegradasi skala 1:50.000dan basis data sifat fisik, kimia, biologi

    lahan skala DAS dapat memberikan informasi luasan lahan kering terdegradasi, sehingga

    dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam menentukan kebijakan secara spesifik lokasi dan

    akurat untuk pengembangan pertanian dan peningkatan produktivitas lahan dengan

    memperhatikan teknik/kaidah-kaidah konservasi. Diperolehnya informasi sebaran dan luasan

    lahan kering terdegradasi dengan parameter faktor-faktor penghambatnya (fisik, kimia dan

    biologi tanah), maka akan memudahkan dalam upaya memperbaiki produktivitas yang efektif

    dan efisien serta berkelanjutan (lestari).

    Apilkasi informasi sumberdaya lahan dan system pengelolaan lahan pertanian yang

    ditampilkan dalam bentuk peta digital serta dapat diedit/diperbarui sesuai dengan

    perkembangan kondisi lapang diharapkan mampu mewujudkan pembangunan pertanian

    berkelanjutan dengan tujuan meraih 4 sukses pertanian yaitu: 1) swasembada pangan dan

    swasembada berkelanjutan, 2) peningkatan diversifikasi pangan, 3) peningkatan nilai tambah,

    daya saing dan ekspor, dan 4) peningkatan kesejahteraan petani

  • 6

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    Kerangka Teoritis

    Penelitian informasi sumberdaya lahan dan system pengelolaan lahan mendukung

    pertanian berkelanjutan terdiri dari 2 kegiatan: (a) Penelitian Model Pengelolaan Lahan Sawah

    Irigasi di Provinsi Sulawesi Selatan, (b) Pemetaan Faktor Erosi dan Lahan Terdegradasi untuk

    Mendukung Pertanian Berlanjutan

    Lahan sawah irigasi merupakan sumberdaya lahan yang berkontribusi besar dalam

    mendukung empat target produksi pangan nasional yaitu beras, jagung, kedelai, dan daging

    sapi. Sistem produksi pangan pada lahan tersebut kompleks, melibatkan banyak komponen

    seperti: sumberdaya lahan dengan segala sifat-sifat kimia, fisika, dan biologi; iklim yang

    cenderung berubah kearah kurang mendukung pertumbuhan tanaman; sarana produksi

    (varietas unggul, pupuk anorganik dan organik, pestisida); serta keterampilan petani dalam

    mengelola usahataninya. Pengelolaan lahan dengan mengintegrasikan semua komponen

    tersebut bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan produktivitas lahan untuk

    memperoleh produksi yang optimal. Secara langsung produktivitas lahan ditentukan oleh

    tingkat kesuburan tanah yang merupakan fungsi dari kadar C-organik, kadar unsur hara makro

    dan mikro.

    Pada kondisi seperti itu, model pengelolaan dengan pendekatan sistem merupakan

    alternatif yang cukup potensial untuk menjawab tujuan dari pengelolaan lahan. Secara teori,

    sistem dinamis merupakan bidang matematika yang digunakan untuk memerikan kelakuan

    sistem yang kompleks, biasanya menggunakan persamaan deferensial ataupun persamaan

    beda. Jika menggunakan persamaan deferensial disebut sistem dinamis kontinyu, dan jika

    menggunakan persamaan beda disebut sistem dinamis deskret (Anonimus, 2013). Lebih lanjut

    dijelaskan bahwa sistem dinamis membahas kelakuan kualitatif jangka panjang dan studi

    pemecahan persamaan gerak dari sistem yang terutama bersifat mekanis. Purnomo (2011)

    menyatakan bahwa sistem dinamis merupakan pemodelan dan simulasi komputer untuk

    mempelajari dan mengelola sistem umpan balik yang rumit (complex feedback system)

    seperti: bisnis, sistem lingkungan, sistem sosial. Dengan demikian, dapat dijabarkan lebih detil

    bahwa:

    1. Sistem adalah kumpulan elemen yang saling berinteraksi, berfungsi bersama untuk tujuan

    yang telah ditetapkan,

    2. Umpan balik menjadi sangat penting,

    3. Terkait dengan masalah dinamik mengandung makna (a) mengandung jumlah (kuantitas)

    yang selalu bervariasi, (b) variasi dapat dijelaskan dalam hubungan sebab-akibat, dan (c)

  • 7

    hubungan sebab-akibat dapat terjadi dalam sistem tertutup yang mengandung lingkaran

    umpan balik (feedback loops).

    Pakar ilmu sistem dinamis lainnya menyatakan bahwa karakter dari pendekatan sistem

    yang merupakan suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu

    sama lainnya yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan yang kompleks

    (Marimin, 2004). Pendekatan sistem dinamik berbeda dengan pendekatan analisis parsial yang

    selama ini banyak diterapkan diantaranya (Anonimus, 2009):

    1. Analisis parsial terfokus pada satu bagian, sistem dinamik berfokus secara menyeluruh,

    2. Hubungan sebab-akibat pada analisis parsial linier (A cause B), pada sistem dinamik secara

    sirkular ( A cause B cause C cause A),

    3. Pada analisis parsial, status observatorny obyektif, pada sistem dinamik subyektif,

    4. Analisis parsial menghasilkan 1 jawaban terbaik, pada sistem dinamik banyak alternatif

    jawaban,

    5. Pada analisis parsial, eksternalitas bukan hal yang penting, eksternalitas pada sistem

    dinamik menjadi hal yang sangat penting.

    Dengan karakter tersebut maka sistem dinamik semakin banyak digunakan seiring

    dengan semakin kompleksnya masalah yang dihadapi di lapangan karena hal-hal berikut:

    1. Sistem dinamik menghubungkan perilaku dari sistem ke struktur dasarnya,

    2. Sistem dinamik dapat digunakan untuk memeliti bagaimana struktur tersebut dapat

    memperlihatkan perilaku sistem yang ada,

    3. Sistem dinamik juga dapat digunakan untuk meneliti bagaimana perubahan struktur dari

    suatu bagian di dalam sistem akan mempengaruhi sistem yang lain di dalam suatu

    kesatuan.

    Dari uraian tersebut, pendekatan sistem akan memberikan penyelesaian masalah yang

    kompleks dengan metode dan alat analisis yang mampu mengidentifikasi, menganalisis,

    mensimulasi, dan mendisain sistem dengan komponen-komponen yang saling terkait, yang

    diformulasikan secara lintas desiplin dan komplementer untuk mencapai tujuan yang sudah

    ditetapkan (Eriyatno, 2004). Pendapat lainnya menyebutkan keunggulan dari pendekatan

    sistem terletak pada cirinya yaitu sibernetic, holistic, dan efective (SHE). Sibernetic maknanya

    adalah bahwa penyelesaian masalah dalam pendekatan sistem tidak berorientasi pada pada

    masalahnya (problem oriented), tetapi berorientasi pada tujuan (goal oriented). Holistic

    maknanya adalah penekanan penyelesaian masalah secara utuh dan menyeluruh. Effective

    maknanya adalah bahwa model yang dibangun harus bisa diaplikasikan oleh pengguna

    (Hartrisari, 2007).

  • 8

    Di Indonesia degradasi lahan merupakan masalah yang sangat serius akibat

    rendahnya tingkat kesuburan tanah, khususnyapada lahan pertanian tanaman pangan.Pada

    lahan pertanian intensif kawasan tropika basah, erosi tanah, pencucian hara dan menurunnya

    populasi hayati tanah merupakan penyebab utama terjadinya degradasi tanah (Subowo dan

    Purwani, 2013). Erosi akan mengikis permukaan tanah, dan aliran permukaan akan

    mengangkut sedimen yang mengandung cukup banyak dari daerah perakaran tanaman

    (Undang Kurnia, 1996). Degradasi merupakan suatu proses penurunan produktivitas tanah

    menjadi lebih rendah, baik sementara maupun tetap, sehingga pada suatu saat tanah akan

    menuju pada tingkat kekritisan tertentu ( Dent, 1995).

    Lahan kering yang terdegradasi terjadi akibat berbagai penyebab yang beragam baik

    yang disebabkan oleh faktor alami maupun campur tangan manusia. Faktor alami antara lain:

    lahan berlereng, tanah mudah rusak (tekstur, struktur), dan curah hujan tinggi. Faktor campur

    tangan manusia lebih mendominasi kerusakan lahan kering, yang dapat dibagi menjadi dua

    kelompok yaitu faktor yang berpengaruh tidak langsung dan faktor yang berpengaruh

    langsung terhadap degradasi lahan kering. Faktor tidak langsung antara lain: peningkatan

    populasi penduduk, marginalisasi penduduk di sekitar hutan, kemiskinan, kepemilikan lahan

    yang semakin menyempit (fragmentasi lahan), dan ketidakstabilan politik. Faktor yang

    berpengaruh langsung antara lain: deforestasi, overgrazing, aktivitas pertanian, eksploatasi

    berlebihan, dan aktivitas industri.

    Upaya untuk menanggulangi degradasi lahan adalah dengan mencegah erosi dan

    memeningkatkan kualitas tanah (fisik, kimia dan biologi), Degradasi lahan pertanian tanaman

    pangan dapat diketahui secara cepat dan akurat, melalui penelaahan parameter-parameter

    degradasi lahan, sehingga keberhasilan penerapan teknik rehabilitasi dan konservasi lahan

    dapat diketahui. Untuk mengetahui penyebab degradasai lahan dan tingkat lahan

    kritis/kekritisan lahan perlu dilakukan identifikasi dan karakterisasi lahan kritis pada wilayah

    wilayah dengan melakukan survey lapang.

    Untuk dapat mewujudkan penannggulangan degradasi berkelanjutan diperlukan

    dukungan informasi dasar berupa data spasial potensi sumberdaya lahan pada skala

    operasional (skala 1:50.000). Peta pada skala ini mengandung informasi lebih rinci mengenai

    sifat-sifat tanah seperti penggunaan lahan existing, kendala atau faktor penghambat biofisik

    lahan, serta luas dan penyebarannya pada suatu wilayah, sehingga memadai untuk

    perencanaan operasional lapangan pada tingkat kabupaten. Penyediaan data spasial potensi

    sumberdaya lahan tersebut hanya dapat dilakukan melalui suatu kegiatan identifikasi dan

    evaluasi potensi SDL (desk work dan lapangan) dengan menggunakan teknologi terkini,

    seperti citra satelit, SRTM/DEM dan GIS, serta teknik modeling soil-landscape.

  • 9

    Masalah mendasar yang selalu diperdebatkan dalam pemetaan tanah adalah

    penarikan batas (delineasi) satuan peta tanah. Berbagai konsep untuk mengatasi masalah

    tersebut telah banyak dilakukan. Salah satu konsep yang mengemukakan cara-cara survei

    tanah yang didasarkan kepada pendekatan landform. Landform adalah bentukan alam di

    permukaan bumi khususnya di daratan yang terjadi karena proses pembentukan tertentu dan

    melalui suatu evolusi tertentu pula (Marsoedi et al., 1997). Pemahaman yang mendorong

    digunakannya pendekatan landform ini adalah bahwa pada pemetaan tanah berskala kecil,

    batas-batas penyebaran tanah sulit ditentukan, sebaliknya batas-batas landform tampak lebih

    jelas. Pemakaian atribut landform sebagai unsur-unsur satuan peta telah dimulai sekitar

    tahun 1975 bersamaan dengan pemanfaatan teknik penginderaan jauh di Indonesia pada

    tahun 1977/1978. Catalogue of Landform for Indonesia (Desaunettes, 1977) banyak

    digunakan sebagai dasar pembagian morfologi landform untuk pemetaan tanah. Oleh karena

    itu dalam pemetaan tanah tinjau atau yang lebih kecil, interpretasi citra berdasarkan

    pengetahuan geomorfologi menjadi sangat penting peranannya dan biasanya menjadi dasar

    kerja bagi pemetaan tanah tinjau (Hidayat dan Darul, 1991).

    Dengan berkembangnya teknologi, landform dapat dianalisis dari model elevasi digital

    (DEM). Selain itu DEM dapat juga digunakan untuk analisis relief dan aplikasi spasial lainnya.

    DEM dapat dibuat dari peta topografi digital pada berbagai skala mulai dari detail sampai

    eksplorasi. DEM juga dapat dibuat dari potret udara dan citra satelit tiga dimensi. Dari DEM

    dapat dianalisis berbagai atribut landform seperti kemiringan lereng, arah lereng, bentuk

    lereng, panjang lereng dan profil lereng (Odeh et al., 1994; Thompson et al., 2001).

    Menurut Bakosurtanal (http://www.bakosurtanal.go.id/ bakosurtanal/peta-rbi/), Peta

    Rupabumi Indonesia (RBI) adalah peta topografi yang menampilkan sebagian unsur-unsur

    alam dan buatan manusia di wilayah NKRI. Peta RBI tersedia dalam bentuk digital dan

    cetakan pada skala 1:250.000, 1:50.000, 1: 25.000, dan 1:10.000.

    Data SRTM dapat digunakan sebagai sumber data untuk membuat DEM dalam bentuk

    peta topografi selain itu SRTM mempunyai resolusi 90 m, dan berpotensi untuk diperbesar

    sampai resolusi 30 m (NASA/JPL SRTM: http://www. jpl.nasa.gov/ srtm/). Data SRTM yang

    tersedia secara gratis memiliki resolusi rendah (90 m); walaupun demikian, banyak digunakan

    sebagai informasi untuk kegiatan lapangan dan membuat peta kontur dan lereng. Data dan

    informasi spasial potensi lahan kering terdegradasi memegang peranan penting dalam

    mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan. Penilaian tingkat degradasi lahan sangat

    penting dilakukan untuk menyusun rekomendasi teknik dan jangka waktu rehabilitasi yang

    paling tepat. Iventarisasai lahan kering terdegradasi sangat diperlukan untuk membuat

    http://www.bakosurtanal.go.id/

  • 10

    perencanaan skala prioritas pelaksanaan rehabilitasi lahan dan evaluasi tingkat keberhasilan

    suatu usahatani yang berkelanjutan.

    Pemetaan lahan kering terdegradasi yang digunakan mengacu kepada model kriteria

    lahan terdegradasi SODEG (Undang Kurnia; 2001) . Model tersebut disusun dan ditetapkan

    berdasarkan dua tahap, yaitu (1) penilaian parameter-parameter sumberdaya alami (natural

    assessment), dan (2) penilaian parameter-parameter sumberdaya lahan yang dipengaruhi

    oleh kegiatan manusia (antrophogenic assessmen) meliputi: (a) Penilaian tahap pertama

    meliputi parameter bahan induk, curah hujan, bentuk wilayah/topografi, dan kedalaman tanah

    (solum), selanjutnya setiap parameter degradasi lahan diklasifikasikan, diskor dan ditetapkan

    degradasi lahanya, (b) penilaian tahap kedua dilakukan terhadap parameter-parameter

    degradasi lahan yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia, yaitu jenis vegetasi dan persentase

    penutupannya, serta ada tidaknya teknik konservasi tanah.

    Hasil-Hasil Penelitian Terkait

    Pengelolaan sumberdaya alam, termasuk lahan sawah irigasi dengan pendekatan sistem

    relatif baru berkembang sehingga hasil penelitian masih sedikit.

    Terkait dengan upaya pencapaian surplus beras 10 juta ton, Badan Litbang Pertanian

    (2012) telah merekayasa model pengelolaan sumberdaya lahan sawah irigasi teknis, semi

    teknis, dan sawah tadah hujan dengan pendekatan sistem dinamis. Hasil simulasi

    menunjukkan bahwa leverage factors dalam pemodelan tersebut adalah luas lahan, masukan

    sarana produksi (benih unggul dan pupuk), ketersediaan air untuk tanaman padi dengan

    perbaikan saluran irigasi, efektivitas penyuluhan untuk meningkatkan adopsi teknologi, dan

    insentif produksi dan pemasaran gabah/beras berupa kebijakan pemerintah dengan subsidi

    pupuk dan penetapan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah petani.

    Pengelolaan lahan sawah irigasi di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan pendekatan

    sistem dinamik menunjukkan bahwa semua lahan sawah irigasi memiliki status nitrogen dan

    bahan organik rendah, 2 status unsur fosfat (sedang, tinggi), dan 3 status unsur kalium

    (rendah, sedang, tinggi). Perilaku petani pada berbagai status unsur P dan K, input produksi,

    produktivitas padi sawah, dan luasan setiap status unsur hara P dan K disajikan pada Tabel 1

    (Wigena et al., 2013).

  • 11

    Tabel 1. Penggunaan Sarana Produksi pada Berbagai Status Unsur Hara P dan K di Provinsi Jawa Barat

    Status hara P

    dan K

    Penggunaan pupuk (kg/ha) Serangan

    OPT (%)

    Benih ung-

    gul (%)

    Prodivitas

    (t GKG/ha)

    Luas

    (Ha)(%) Urea SP-36 KCl Ppk ognk

    PsedangKrendah 240 80 55 100 6.0 80 4.52 558 (0,16)

    PsedangKsedang 240 80 60 300 5.0 80 4.90 111.926(33,0)

    PsedangKtinggi 270 98 62 220 8.5 90 5.27 20.150(5,94

    PtinggiKrendah 260 100 50 100 8.5 80 9.20 28.413(8,38)

    PtinggiKsedang 250 90 28 350 7.0 85 9.80 28.172(8,31)

    PtinggiKtinggi 250 100 50 1000 6.0 90 10.70 142.951(42.14)

    Selanjutnya, hasil penelitian menunjukkan perlunya perubahan jumlah dan jenis input

    yang diperlukan untuk mencapai produktivitas 6,5 ton GKG/ha selama periode awal (tahun

    2012-2014). Pada periode selanjutnya (tahun 2015-2017), input produksi bisa dimodifikasi

    untuk mencapai tingkat produktivitas yang sama (Tabel 2). Sebagai catatan, penelitian ini

    menggunakan asumsi bahwa kadar bahan organik dan nitrogen tanah rendah, ketersediaan

    air mencukupi sepanjang siklus hidup tanaman padi, serangan OPT tergolong rendah (5-6%),

    penggunaan benih unggul minimal 80% dari areal padi sawah irigasi.

    Tabel 2. Penggunaan Sarana Produksi untuk Mencapai Produktivitas Padi Sawah 6,5 Ton

    GKG/ha di Provinsi Jawa Tengah

    Status P dan K Periode awal (tahun 2012-2014) Periode akhir (2015-2017)

    Urea

    (kg/ha)

    SP-36

    (kg/ha)

    KCl

    (kg/ha)

    P.organik

    (kg/ha)

    Urea

    (kg/ha)

    SP-36

    (kg/ha)

    KCl

    (kg/ha)

    P.organik

    (kg/ha)

    PsedangKrendah 300 80 100 5000 300 75 100 4000

    PsedangKsedang 300 80 80 4000 300 70 80 3000

    PsedangKtinggi 300 80 50 3000 300 65 50 2000

    PtinggiKrendah 300 50 100 4000 300 50 80 3500

    PtinggiKsedang 300 50 75 3500 300 50 65 3000

    PtinggiKtinggi 300 50 50 2500 300 50 50 1750

    Degradasi lahan terbesar terjadi pada lahan pertanian tanaman pangan lahan kering,

    karena intensitas pengolahan tanah, pemakaian pupuk dan pestisi sintetik berlebihan, dan

    usahatani dilakukan pada lahan kering berlereng tanpa upaya pencegahan. Menurut

    Suwardjo, 1981) rata-rata erosi pada lahan pertanian tanaman pangan berlereng kurang dari

    15 % berkisar antara 220-280 t/ha/tahun dan atau rata-rata 2,5 cm lapisan tanah atas hilang

    setiap tahunnya. Bila kondisi ini terus dibiarkan, maka degradasi lahan akan terus berlanjut

    dan produktivitas tanah akan merosot (lahan akan menjadi kritis).

    Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan penduduk akan mendorong

    meningkatnya aktivitas manusia yang berdampak langsung terhadap perubahan penggunaan

    dan penutupan lahan, hal ini mempengaruhi kemampuan ekosistem dalam menampung

    populasi dan menyediakan jasa untuk mendukung kehidupan populasi di dalamnya serta

  • 12

    mendorong terjadinya degradasi lahan. Diketahui bahwa jarak dan kemudahan transportasi

    antar desa dengan kota kecamatan dalam suatu kawasan DAS, merupakan faktor yang

    berpengaruh paling significan atau paling besar terhadap degradasi lahan dan hutan.

    Faktor jarak dan aksesibilitas menunjukan intensitas interaksi antara desa dengan

    pusat-pusat pelayanan atau kegiatan yang erat kaitannya dengan kemudahan aksesibilitas

    desa tersebut untuk dicapai.Kemudahan mengakses suatu desa menunjukan kemudahan

    mengakses kawasan hutan juga. Dengan semakin tingginya aksesibilitas terhadap kawasan

    hutan, akan meningkatan potensi gangguan dan intensitas degradasi lahan yang akan

    mempengaruhi perubahan kondisi kawasan tersebut, akibat aktivitas pengembangan wilayah

    desa.

    Hasil analisis menyimpulkan bahwa semakin tinggi atau cepat laju perubahan luas

    lahan non pertanian yang berupa pembangunan sarana dan infrastruktur wilayah maka akan

    semakin tinggi dan cepat pula laju degradasi hutan dan lahan di kawasan hutan. Jumlah lahan

    terdgradasi pada DAS Citarum hulu terdiri atas degradasi berat 4.907 ha, degradasi sedang

    23.957 ha, dan degradasi ringan 135.521 ha, tidak terdegradai 143.529 ha, total lahan di DAS

    Citarum Hulu 307.904 ha.Manajemen pengelolaan lahan diperlukan agar lahan dapat

    dipergunakan secara lestari dan berkesinambungan (sustainable).Berbagai teknologi

    konservasi tanah vegetatif (strip cropping, alley cropping) dan mekanik (teras, gulud, saluran

    pengelak) pada lahan pertanian dapat diaplikasikan untuk menjaga dan memperbaiki kualitas

    tanah.Desa Megamendung Kabupaten Bogor yang terletak di Sub DAS Ciliwung Hulu telah

    menerapkan teknik konservasi teras (Mulyana et al. 2011).Kualitas tanah yang baik pada

    akhirnya memberikan dampak positif terhadap ekosistem sekitarnya.

  • 13

    III. METODOLOGI

    Pendekatan

    Perakitan teknologi pengelolaan lahan sawah irigasi teknis berbasis pada konsep

    modeling dengan pendekatan sistem merupakan pendekatan secara holistik terpadu, dengan

    memperhatikan interaksi semua komponen terlibat secara harmonis untuk mencapai tujuan

    yang sudah ditetapkan.Sistem dinamik adalah metologi yang digunakan untuk memahami

    bagaimana sistem itu berubah terhadap waktu.Cara unsur-unsur atau variabel yang

    menyusun sebuah sistem berubah terhadap waktu itu menunjukkan perilaku (behavior) sistem

    tersebut (Wahid, 2012).Pada lahan sawah irigasi teknis, faktor yang diinteraksikan adalah

    lahan sawah dengan status kesuburannya, masukan pupuk N, P, K, dan pupuk organik, benih

    padi unggul, iklim, serangan hama/penyakit, harga gabah di tingkat petani (Gambar 2).

    Gambar 2. Interaksi faktor-faktor pengendali dalam model pengelolaan sawah irigasi di Sulawesi Selatan

    Pemilihan ini didasarkan pada hasil penelitian bahwa faktor-faktor tersebut

    berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas padi sawah baik pengaruhnya secara

    parsial maupun secara interaksi. Secara parsial, gangguan OPT bisa menurunkan produktivitas

    padi sawah sekitar 25% (Tanlu, 2012), penggunaan benih padi unggul mampu meningkatkan

    produktivitas padi sawah sekitar 21,96% (Sularno, 2012), Pemupukan SP-36 sebanyak 75/ha

    bisa meningkatkan produktivitas padi sawah sampai 6,72 ton GKG/ha (Harahap dan Jamil,

    2009). Dengan skala Bagan Warna Daun (BWD) awal sekitar 4-5, produktivtas padi sawah

    PRODUKTI- VITAS LAHAN SAWAH IRI-

    GASI TEKNIS

    Iklim

    Benih

    unggul

    Pupuk

    Urea

    Pupuk TSP

    Pupuk KCl

    Bahan

    organik

    OPT

  • 14

    bisa ditingkatkan menjadi 7,0 ton GKG/ha dengan penambahan pupuk Urea sekitar 50 kg/ha

    atau 150 kg/ha untuk skala BWD awal 2-3(Abdulrachman et al., 2009). Pengaruh interaksi

    semua faktor tersebut mampu meningkatkan produktivitas padi sawah rata-rata 6,85 ton

    GKG/ha (Sembiring dan Abdulrachman, 2008).

    Aplikasi pendekatan sistem dalam pengelolaan lahan melalui beberapa tahapan yaitu:

    analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi sistem, validasi sistem, dan simulasi

    sistem. Dalam tahap analisis kebutuhan dirumuskan semua stakeholders dan kebutuhannya

    dalam memenuhi kepentingan masing-masing. Stakeholders dalam pengelolaan lahan sawah

    irigasi antara lain: petani sawah irigasi, Dinas Pertanian Tingkat Kabupaten, Penyuluh

    Pertanian Lapang (PPL), Peneliti, Kios agen sarana produksi, Lembaga Swadaya Masyarakat,

    Pedagang perantara, dan pengumpul dan masyarakat konsumen. Analisis kebutuhan

    menunjukkan adanya benturan kebutuhan dan kepentingan stakeholders yang terlibat karena

    masalahnya kompleks dan membutuhkan rumusan masalah agar sistem yang dibangun bisa

    bekerja efektif.

    Produktivitas

    lahan

    Laju

    peningkatan

    produktivtas

    lahan

    Benih

    unggulKesubur

    an tanah

    Hama/

    penyakit

    Iklim/

    curah

    hujan

    Kadar K

    tanah

    Kadar C

    tanah

    Kadar N

    tanah

    Kadar P

    tanah

    Pupuk K Pupukorganik

    Pupuk N Pupuk P

    Status

    kesuburan

    tanah

    +

    -

    +

    +

    -

    +

    +

    +

    - + -

    +

    +

    ++

    -

    - -

    -

    -

    +

    + ++

    +

    ++

    +

    Gambar 3. Causal Loop Diagram (CLD) Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Teknis

    MenujuProduktivitas 13 ton GKG/ha/tahun di Provinsi Sulawesi Selatan

  • 15

    Kegiatan identifikasi sistem merupakan salah satu tahapan penting dalam aplikasi

    pendekatan sistem dalam pengelolaan lahan sawah irigasi teknis.Tahapan ini menghubungkan

    kebutuhan-kebutuhan dengan permasalahan yang dihadapi sebagai hubungan mata rantai

    yang digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (causal loop) (Gambar 3).

    Analisis selanjutnya adalah melanjutkan interpretasi diagram lingkar sebab-akibat ke

    dalam kotak gelap (black box). Terdapat 5 variabel dalam tahapan ini (Gambar 4) yaitu:

    1. Variabel input terkendali

    2. Variabel input tak terkendali

    3. Variabel output dikehendaki

    4. Variabel output tak dikehendaki

    5. Variabel kontrol sistem

    Variable input berasal dari luar sistem dan dalam sistem, meliputi input terkendali dan tak

    terkendali. Variabel output meliputi output dikehendaki dan output tak dikehendaki. Parameter

    disain sistem pengelolaan lahan sawah irigasi merupakan proses yang mempengaruhi input

    menjadi output.

    Gambar 4. Diagram Input-Output dalam Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi TeknisMenuju

    Produktivitas 13 ton GKG/ha/tahun di Provinsi Sulawesi Selatan

    Input terkendali:

    - Penyediaan benih unggul - Penyediaan pupuk - Kebutuhan tenaga kerja - Target produksi - Arus informasi teknologi dan

    managemen

    Disain sistem

    pengelolaan

    lahan sawah

    irigasi teknis

    Output tak dikehendaki

    - Produktivitas lahan menurun - Konflik sosial dan politik tinggi - Degradasi lahan intensif - Pendapatan dan kesejahteraan

    masyarakat turun

    Input tak terkendali:

    - Kondisi sosial budaya masyarakat lokal

    - Harga input dan output - Kondisi politik dan

    ekonomi nasional

    Input Lingkungan

    - Kesesuaian lahan - Biodiversitas lingkungan - Serangan

    hama/penyakit - Iklim

    Output dikehendaki:

    - Produktivitas lahan berkelanjutan - Peluang kerja meningkat - Degradasi lahan rendah - Pendapatan masyarakat meningkat - Arus informasi teknologi dan pengelolaan

    lahan sawah mudah diakses

    Umpan balik sistem

    perencanaan

  • 16

    Validasi model adalah tahapan penyimpulan apakah model yang dibangun merupakan

    perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji untuk memperoleh kesimpulan yang meyakinkan.

    Tujuannya untuk menguji kebenaran struktur model untuk menunjukkan kesalahan minimal

    dibandingkan data aktual termasuk menggunakan berbagai teknik statistik. Model yang

    dihasilkan dari simulasi sistem dibandingkan dengan kondisi saat ini (existing condition) untuk

    melihat perbedaan antara keduanya dan sekaligus tingkat validitas model yang dibangun

    (Hartrisari, 2007). Simulasi sistem merupakan tahapan pendekatan sistem dengan kegiatan

    atau proses percobaan dengan menggunakan suatu model untuk mengetahui perilaku sistem.

    Selain itu, juga bisa diketahui pengaruhnya pada komponen-komponen dari suatu perlakuan

    yang dicobakan pada beberapa komponen. Hasil simulasi biasanya ditampilkan sebagai grafik

    dan tabel yang mengilustrasikan variabel-variabel sensitif yang mempengaruhi perilaku

    sistem.

    Sebagai suatu sistem, penelitian yang dilakukan ini mempunyai keterbatasan dimana

    aspek yang diteliti terbatas pada produktivitas lahan sawah irigasi teknis. Terbatasnya data

    yang diperoleh selama pengumpulan data maka pembangunan model menggunkan beberapa

    asumsi berikut:

    a. data:

    Data historis perkembangan produktivitas padi sawah irigasi teknis Provinsi Sulawesi

    Selatan selama 6 tahun (2009-2015)

    Data serangan OPT pada padi sawah irigasi teknis periode tahun yang sama

    Data indeks penyediaan air irigasi pada sawah irigasi teknis diasumsikan sebesar 1,0

    (100%)

    Data indeks kemampuan penyediaan benih unggul sampai sebesar 1,0 (sampai 100%)

    Data indeks kemampuan penyediaan pupuk NPK dan bahan organik sampai 1,0 (100%)

    Data susut panen maksimal 5%

    Produktivitas masih bruto (total, termasuk bagian yang dibayarkan ke buruh panen)

    Data dinamika hara P dan K dalam tanah (residu P dan K dalam tanah, berdasarkan hasil

    penelitian) untuk mengestimasi Indeks residu P dan K dalam tanah

    Data dinamika kadar bahan organik dalam tanah

    b. Periode waktu pemodelan mengestimasi produktivitas lahan sawah irigasi teknis selama 5

    tahun ke depan (2015-2019).

    c. Analisis data menggunakan program PowerSim Contructor versi 2.51

    Metode pemetaan lahan kering terdegradasi yang digunakan mengacu kepada model

    kriteria lahan terdegradasi SODEG (Undang Kurnia; 2001) . Model tersebut disusun dan

    ditetapkan berdasarkan dua tahap, yaitu (1) penilaian parameter-parameter sumberdaya

  • 17

    alami (natural assessment), dan (2) penilaian parameter-parameter sumberdaya lahan yang

    dipengaruhi oleh kegiatan manusia (antrophogenic assessmen) meliputi: (a) Penilaian tahap

    pertama meliputi parameter bahan induk, curah hujan, bentuk wilayah/topografi, dan

    kedalaman tanah (solum), selanjutnya setiap parameter degradasi lahan diklasifikasikan,

    diskor dan ditetapkan degradasi lahanya, (b) penilaian tahap kedua dilakukan terhadap

    parameter-parameter degradasi lahan yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia, yaitu jenis

    vegetasi dan persen penutupannya, serta ada tidaknya teknik konservasi tanah.

    Pendekatan penelitian melalui beberapa tahapan kegiatan meliputi: karakterisasai

    lahan (tanah dan lingkungan), fisika dan konservasi tanah dan air, kimia dan kesuburan tanah,

    dan biologidan kesehatan tanah. Untuk mendukung kegiatan ini diperlukan pula pengamatan

    terhadap aspek sosial ekonomi, agronomi dan agroklimat.

    a. Karakterisasi lahan ( tanah dan lingkungan) dengan pendekatan satuan lahan (land unit)

    b. Pengamatanfisika dan konservasi secara lagnsung di lapangan, untuk parameter yang

    tidak bisa diamati secara langsung dilakukan pengambilan contoh tanah diikuti dengan

    analisa laboratorium.

    c. Pengamatan kimia dan kesuburan tanah dengan mengambil contoh tanah komposit dan

    dianalisa di laboratorium.

    d. Ploting data hasil pengamatan lapang dan hasil analisislaboratorium.

    e. Perhitungan luas lahankering terdegradsi dan kriteria keragaman hayati (bilologi) dihitung

    menggunakan teknik GIS

    Ruang Lingkup Kegiatan

    Perakitan teknologi pengelolaan lahan sawah irigasi teknis berbasis pada konsep

    modeling dengan pendekatan sistem merupakan penelitian jangka panjang, dimulai tahun

    2013 sampai 2017. Untuk tahun 2017, penelitian dilakukan di sentra produksi beras yang

    mewakili Indonesia Timur yaitu di Provinsi Sulawesi Selatan.Ruang lingkup penelitian

    pemodelan pengelolaan lahan sawah irigasi akan dilaksanakan melalui kegiatan desk work

    dan kegiatan lapang yang dapat dirinci sebagai berikut:

    kegiatan desk work meliputi studi pustaka, pengumpulan bahan-bahan penelitian seperti

    peta, ATK, dan alat bantu lapang. Selain itu, juga dilakukan rapat koordinasi untuk

    membuat kuesioner terstruktur sebagai tuntunan dalam wawancara dengan petani

    respoden dan pembuatan peta opersional lapang dengan menumpang tepatkan (over lay)

    peta-peta dasar. Kuesioner yang dibuat meliputi aspek pengelolaan lahan sawah irigasi

    teknis terutama berkaitan dengan pupuk, benih, pestisida, dan pemanfaatan jerami padi.

    Pembuatan peta status unsur hara N, P, dan K digital berbasis pada hasil pengamatan

    lapang juga dilakukan pada desk work.

  • 18

    Kegiatan lapang meliputi survei dengan petani melalui wawancara, rekaman data

    sekunder untuk aspek perkembangan produktivitas padi sawah irigasi teknis serta faktor-

    faktor yang mempengaruhi produktivitas tersebut, membangun model pengelolaan lahan

    sawah irigasi teknis dengan input dari para ahli (experties judgement). Pengambilan

    contoh tanah komposit pada daerah-daerah dengan titik pengambilan yang masih

    jarang/belum mewakili daerah tersebut. Analisis status unsur hara P dan K dari contoh

    tanah yang diambil.

    Ruang lingkup penelitian pemetaan lahan kering terdegradasi mendukung pertanian

    berkelanjutan skala 1 : 50.000meliputi kegiatan desk work dan penelitian lapang sebagai

    berikut:

    Kegiatan desk work berupa: studi pustaka, pengumpulan peta-peta dasar, pengadaan

    potret udara, interpretasi potret udara, pembuatan satuan peta lahan, pembuatan peta

    operasional lapang dengan over lay peta-peta dasar.

    Kegiatan penelitian lapang berupa survei dengan pengamatan tanah, melakukan

    pengeboran tanah, pembuatan minipit, pengamatan sifat-sifat fisika dan kimia tanah yang

    bisa dilakukan di lapangan. Pengamatan lingkungan meliputi: topografi, kemiringan lahan,

    panjang lereng, vegetasi, tingkat erosi dan kekeritisan lahan, dan tingkat torehan lahan.

    Pengambilan contoh tanah ring, komposit, dan contoh tanah biologi.

    Bahan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan

    Penelitian model pengelolaan lahan sawah irigasi di Provinsi Sulawesi Selatan

    memerlukan bahan-bahanyang meliputi peta status hara P dan K Provinsi Sulawesi Selatan,

    peta tanah sawah irigasi wilayah Provinsi Sulawesi Selatan , Peta RBI skala 250.000 Provinsi

    Sulawesi Selatan, peta irigasi lahan sawah Provinsi Sulawesi Selatan. Untuk menentukan

    status unsur hara P dan K diperlukan perangkat uji tanah sawah (PUTS), untuk melakukan

    survei dengan wawancara ke petani responden diperlukan kuesioner terstruktur, dan GPS

    untuk menentukan koordinat titik pengambilan contoh tanah. Bahan lainnya yang diperlukan

    adalah kertas kalkir, kantong plastik, ball point, stabilo, note book, tali rafia, karung goni,

    panghapus, pensil, maf folio, kertas label, amplop dan lain-lain.

    Pelaksanaan penelitian mengikuti tahapan sebagai berikut:

    a. Regitisasi peta status hara P dan K dilakukan dengan mendalami peta status P dan K hasil

    penelitian tahun sebelumnya yang terbaru (tahun 2014). Sebaran titik-titik pengambilan

    contoh tanah diplotkan kembali diikuti dengan lokasi titik-titik untuk pengambilan contoh

    tanah yang baru sehingga jumlah dan sebaran titik-titik pengambilan contoh mewakili

  • 19

    areal sawah irigasi di Provinsi Sulawesi Selatan.1 titik contoh merupakan akumulasi dari

    10 tititk anak contoh yang diambil dengan sistem diagonal.

    b. Pada titik-titik pengambilan contoh tanah dilakukan survei pengelolaan kesuburan tanah,

    produktivitas padi sawah, pengelolaan jerami, gangguan OPT, ketersediaan air untuk padi

    sawah untuk periode 5 tahun terakhir. Survei ini dipandu dengan kuesioner terstruktur,

    petani responden adalah petani yang menggarap di lokasi titik tersebut. Jumlah petani

    respoden ditentukan dengan Snow ball sampling (jumlah petani mencukupi/mewakili) areal

    padi sawah.

    c. Pengumpulan data sekunder perkembangan produktivitas padi sawah, gangguan OPT,

    masalah irigasi dan penyediaan air untuk padi sawah dengan instansi terkait. Data yang

    diperlukan diperoleh dengan melakukan kunjungan langsung ke kantor instansi terkait.

    d. Penggalian informasi untuk rekayasa model pengelolaan sawah irigasi yang dibangun

    secara partisipatif dengan petani maju, PPL, kelompok tani, dan instansi terkait melalui

    kegiatan FGD (focus group discussion).

    e. Model pengelolaan lahan sawah dibangun dengan analisis sitem dinamis, perangkat lunak

    PowerSim versi 2,5/9,0. Diteruskan dengan validasi model (validasi statistik) berupa AME

    (average mean error) dan AVE (average variation error) pada selang kepercayaan 5%-10%

    untuk kasus penelitian laboratorium dan rumah kaca dimana semua faktor lingkungan

    dapat dikendalikan, dan kisaran selang kepercayaan 20-30% pada kasus penelitian lapang

    dimana faktor lingkungan tidak bisa dikendalikan.

    f. Selanjutnya simulasi model dan penentuan factor-faktor penentu (leverage factors) pada

    pengelolaan lahan sawah irigasi di Provinsi Sulawesi Selatan menggunaka PowerSim Versi

    2,5/9,0.

    Metode pemetaan lahan kering terdegradasi memerlukan bahan penelitian peta dasar

    berupa peta potret udara 1:50 000, peta topografi 1:50 000, peta geologi, peta TGHK, peta

    land status 1:250 000, peta administrasi wilayah 1:10 000, peta RBI 1:100 000, peta tanah

    1:250 000. Selain itu diperlukan bahan operasional lapang seperti: form pengamatan lapang,

    ATK, label tanah, kantong plastik. Peralatan lainnya antara lain: optik seperti Stereoscop

    cermin dan saku(untuk interprestasi potret udara), Abney level ( pengukur lereng), bor tanah,

    USDA Munsell Colour Chart ( untuk menilai warna), Truogh (pengukur pH)

    Penelitian lapang dilaksanakan mengikuti tahapan sebagai berikut:

    a. Pengamatan tanah pada setiap satuan lahan dengan cara melakukan pengeboran,

    pembuatan minipit dan pembuatan penampang tanah/profil. Pengamatan utama meliputi

    sifat-sifat fisik tanah seperti tekstur, warna, drainase, konsistensi, permeabilitas,

  • 20

    kemasaman (Ph), keadaan porositas, kedalaman efektif dan perakaran, kandungan hara

    tanah (N, P, dan K) populasi organisme tanah fungsional (positif/penambat N dan pelarut

    fosfat maupun negatif/hama-penyakit tanaman). Analisa tanah dilakukan di Laboratorium

    Balai Penelitian Tanah, Bogor.

    b. Pengamatan lingkungan meliputi keadaan topografi, persentase kemiringan dan panjang

    lereng, vegetasi dan penggunaan lahan pada saat penelitian, tingkat penorehan, ersoi dan

    tingkat kekritisan.

    c. Pengamatan keadaan tanah dan lingkungannya didasarkan pada ”Buku Penuntun Lapangan

    untuk Survei Tanah Tinjau Sumatera (LREP, 1990) dengan beberapa modifikasi disesuaikan

    dengan tingkat penelitian kondisi setempat.d.

    d. Pengambilan contoh tanah fisika (ring sample) dilakukan diambl pada 2 kedalaman/ lapisan

    (lapisan atas dan lapisan bawah) masing-masing dengan kedalaman 0-20 dan 20-40 cm.

    Pengambilan contoh tanah fisika akan dilakukan berdekatan dengan pengambilann

    contoh kimia dan biologi.

    e.Untuk mengetahui kesuburan tanah di daerah penelitian, diambil sejumlah tanah lapisan

    atas/tanah (komposit), pada kedalaman 0-20 cm berdasarkan toposequen, baik pada

    lahan yang dianggap kritis maupun lahan yang potensial.Jumlah tanah komposit yang

    diambil disesuaikan dengan keadaan daerah. Pengambilan contoh di lahan yang potensial

    akan lebih intensif. Analisa kesuburan tanah mencakup: N- total (Keydhal), K- tersedia

    (HCL 25 %), P- potensial (HCL 25%), P-tersedia, pH, kapasitas tukar kation (KTK),

    kejenuhan basa (KB), Al dan H + serta kandungan bahan organik.

    f. Luas lahan kering terdegradsi dan kriteria keragaman hayati (bilologi) dihitung

    menggunakan teknik GIS. Sehingga pada hasil akhir dapat memberikan informasi sebaran

    lahan terdegradasi dan keragaman hayati yang diberi identitas berdasarkan warna

    dilanjutkan dengan membuat legenda dan selanjutnya dicetak sesuai kebutuhan.

  • 21

    IV. ANALISIS RISIKO

    Daftar risiko dan penanganan risiko dalam pelaksanaan kegiatan penelitian

    penyusunan informasi geospasial dan system pengelolaan sumberdaya lahan pertanian

    mendukung produkitivitas berkelanjutan meliputi aspek ketersediaan bahan-bahan, data

    pendukung/sekunder serta pelaksanaan demplot dan penelitian komponen teknologi

    diuraikan pada Tabel 3 dan Tabel 4 berikut.

    4.1 Daftar Resiko

    Tabel 3. Daftar risiko pada penelitian penyusunan informasi geospasial dan sistem pengelolaan sumberdaya lahan pertanian mendukung produkitivitas berkelanjutan

    No. RISIKO PENYEBAB DAMPAK

    1. Sulit mendapatkan bahan

    penelitian terutama peta dasar dengan skala yang

    diinginkan (aspek skala dan tahun terbitan)

    Peta dasar yang tersedia skala kecil

    dan tahun terbitan sudah lama

    Informasi potensi dan

    kendala lokasi penelitian kurang valid

    2.

    Sulit memperoleh data

    sekunder yang diperlukan

    Data sekunder kurang tersedia Gambaran potensi, kendala

    dan peluang lokasi kurang sempurna

    3. Sulit memperoleh data primer (time series) yang

    valid

    Responden (terutama petani) tidak pernah mencatat data panen dan

    data lainnya

    Gambaran perkembangan produktivitas dan data

    lainnya kurang valid

    4. Interpretasi hasil running

    perangkat lunak kurang

    tepat

    Kurang memahami proses running

    perangkat lunak

    Perilaku interaksi variabel

    kurang sesuai dengan

    perilaku existing

    5. Anggaran penelitian tidak cukup

    Terjadi penghematan anggaran penelitian untuk memfokuskan dan

    efisiensi penggunaan anggaran negara

    Volume dan kualitas beberapa kegiatan dikurangi

    sehingga dapat mengurangi output

  • 22

    4.2. Daftar Penanganan Risiko

    Tabel 4. Daftar penanganan risiko pada penelitian penyusunan informasi geospasial dan system pengelolaan sumberdaya lahan pertanian mendukung produkitivitas berkelanjutan

    No. RISIKO PENYEBAB PENANGANAN RESIKO

    1 Sulit mendapatkan bahan

    penelitian terutama peta dasar dengan skala yang

    diinginkan (aspek skala dan

    tahun terbitan)

    Peta dasar yang tersedia

    skala kecil dan tahun terbitan sudah lama

    Koordinasi dengan Instansi

    penghasil peta-peta dasar yang diperlukan

    2.

    Sulit memperoleh data

    sekunder yang diperlukan

    Data sekunder kurang

    tersedia

    Koordinasi dengan staf daerah

    untuk bernegosiasi atau mencari

    lokasi alternatif.

    3. Sulit memperoleh data primer (time series) yang

    valid

    Responden (terutama petani) tidak pernah

    mencatat data panen

    dan data lainnya

    Koordinasi dengan staf daerah mengenai jumlah dan kemampuan

    komunikasi petani responden

    4. Interpretasi hasil running

    perangkat lunak kurang tepat

    Kurang memahami

    proses running perangkat lunak

    Koordinasi dan diskusi dengan

    para pakar perangkat lunak yang lebih intensif untuk memahami

    operasional perangkat lunak

    5. Anggaran penelitian tidak

    cukup

    Kebijakan penghematan

    anggaran penelitian

    untuk memfokuskan dan efisiensi anggaran

    negara

    Koordinasi dengan tenaga lapang

    dan BPTP dalam mereformulasi

    volume dan kualitas beberapa kegiatan

  • 23

    V. TENAGA ORGANISASI DAN PELAKSANA

    5.1. Tenaga yang Terlibat dalam Kegiatan

    Nama lengkap, gelar Jabatan Kedudukan dalam

    RPTP/ROPP Alokasi

    waktu(OB) Fungsional Struktural

    Dr. I Gusri Putu Wigena, MSi 195812311987031004

    Pen. Madya Pj. RPTP/Pj.ROPP

    6

    Ir. Deddi Erfandi 195808211988031001

    Pen. Madya Pj. RPTP/Pj.ROPP

    4

    Ir. Ishak Juarsah 195709121980021001

    Pen. Madya Anggota 1

    Ir. Yoyo Soelaiman, MS

    195402011982021001

    APU

    Anggota 1

    Dr. Achmad Rachman 195811181986031003

    Pen. Madya Anggota 1

    Ratri Ariani 198901072014032001

    Pen. Pertama Anggota 1

    Ir. Joko Purnomo, M.Si Pen. Madya Anngota 1

    Imam Purwanto 195909101982031003

    Teknisi Anggota 4

    Didik Hastono Teknisi Anggota 4

    Darsana Sudjarwadi

    196004011983031002

    Teknisi Anggota 4

    Pipih Nurhayati

    196707152006041012

    Teknisi Anggota 4

    Fitri Widiastuti 198008021998022001

    Teknisi Anggota 4

    Firman Fermana Teknisi Anggota 4

    PM( BBSDLP) Anggota 2

    PM ( BPTP Sulsel), tenaga daerah

    Anggota 2

    Dr. Ai Dariah 196202101987032001

    Pen. Madya Nara sumber 1

    Drs. Wahyunto Pen. Madya Nara sumber 1

    3.2. Jadwal Palang

    Kegiatan Tahun 2017

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

    Penyusunan proposal xxx

    Studi pustaka dan kompilasi data

    (desk work) xxx

    Penyiapan sarana penunjang

    penelitian, pengamatan lapang xxx

    Pelaksanaan kegiatan survey lapang (Lahan, SDA dan sosek)

    xxx xxx xxx

    Analisis data survey, xxx xxx xxx

    Penyusunan rancang bangun (rekayasa)model dari existing-

    simulasi untuk merumuskan pengelolaan lahan sawah dan

    lahan kering yang berkelanjutan

    xxx xxx

    Penyusunan laporan xxx xxx

  • 24

    3.3. Anggaran

    No Kode Sub Pengeluaran ROPP Jumlah (Rp. 000) I II

    1 521211 Belanja bahan 2 000 000 2 000 000 4 000 000

    -

    -Foto copy, penjilidan, laminating 2 000 000 2 000 000 4 000 000

    2 521213 Honor output kegiatan 37 000 000 57 000 000 94 000 000

    -Upah analisis 12 000 000 12 000 000 24 000 000

    -Upah pekerja lapang 25 000 000 29 000 000 54 000 000

    -Upah penyusunan peta - 10 000 000 10 000 000

    -Upah digitasi peta - 6 000 000 6 000 000

    3 521811 Belanja barang untuk persediaan barang konsumsi

    11 000 000 11 000 000 22 000 000

    -ATK dan bahan lainnya 3 000 000 3 000 000 6 000 000

    -Bahan penunjang 6 000 000 4 000 000 10 000 000

    -Bahan kemikali 2 000 000 4 000 000 6 000 000

    4 524111 Belanja Perjalanan biasa 59 000 000 36 000 000 95 000 000

    -Perjalanan dinas dalam rangka kegiatan penelitian

    59 000 000 31 000 000 90 000 000

    Total 109 000 000 106 000 000 210 000 000

    ROPP I = Sisdin (Putu); ROPP II = Peta degradasi (Deddy Erfandi);

  • 25

    VI. DAFTAR PUSTAKA

    Abdulrachman, S., H. Sembiring, Suyamto. 2009. Pemupukan Tanaman Padi. Balai Besar

    Penelitian Tanaman Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

    Anonimus. 2009. Sistem Dinamis. Bahan Kuliah Sistem Dinamik. Fakultas Teknik. Universitas

    Veteran Nasional. Jakarta.

    Anonimus. 2013. Teori Sistem Dinamik. www.id.wikipedia.org. 5 Mei 2014

    De la Rosa D, Moreno JA, Mayol F, Bonsón T. 2000. Assessment of soil erosion vulnerability

    in western Europe and potential impact on crop productivity due to loss of soil depth

    using the ImpelERO model. Agriculture, Ecosystems and Environment 81: 179–190

    Dent.F.J. 1993. Towards a Standar Methodology for the Collection and Analyses of Land Degradation Data. Proposal for Discussion Experts Consultation of The Asian Network on Problem Soil . 25-29 October 1993. FAO Regional Office for Asia and Pacific (RAPA). FAO-UNBangkok, Thailand

    Eriyatno. 2004. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Managemen. IPB Press.

    Bogor.

    Hammer HI. 1981. Second Soil Conservation Consultant Report. AGOVINS/78/006.~Tech.

    Note No. 10. Centre for Soil Research. Bogor. Indonesia.

    Harahap, D., A. Jamil. 2009. Respon Tanaman Padi terhadap Pemupukan Fosfat pada Lahan

    Sawah Di Desa Rawang Pasar-V, Kecamatan Meranti, Kabupaten Asahan. Balai

    Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara.

    Gassman PW, Williams JR, Benson VR, Izaurralde RC, Hauck LM, Jones CA, Atwood JD, Kiniry JR, Flowers JD. 2005. Historical Development and Applications of the EPIC and APEX Models. CARD Working Paper 05-WP 397.Center for Agricultural and Rural Development, Iowa State University.

    Hartrisari. 2007. Sistem Dinamik. Konsep Sistem dan Pemodelan untuk Industri dan

    Lingkungan. Institut Pertanian Bogor. SEAMEO BIOTROP. Bogor

    Knisel WG. 1980. CREAMS, a field scale model for chemicals, runoff and erosion from agricultural management systems. USDA Conservation Research Rept. No. 26.U.S. Department of Agriculture, Washington, DC.

    Lal R. 2001. Soil degradation by erosion. Land Degradation & Development 12: 519–539. DOI:

    10.1002/ldr.472

    Leonard RA, Knisel WG, Still DA. 1987. GLEAMS: Groundwater loading effects of agricultural management systems. Trans. ASAE 30: 1403-1418.

    Lim JK, Sagong M, Engel BA, Tang Z, Choi J, Kim K. 2005. GIS based sediment assessment

    tool. Catena 64: 61–80.

    http://www.id.wikipedia.org/

  • 26

    Mao D, Cherkauer KA, Flanagan DC. 2010. Development of a coupled soil erosion and large-

    scale hydrology modeling system. Water Resources Research, Vol. 46, W08543.

    DOI:10.1029/2009WR008268

    Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT. Gramedia

    Widiasarana Indonesia. Jakarta.

    Merritt WS, Letcher RA, Jakeman AJ. 2003. A review of erosion and sediment transport

    models. Environmental Modeling and Software 18: 761–799. DOI: 10.1016/S1364-

    8152(03)00078-1

    Mulyana D, Budi SW, Wasis B, dan Wulandari AS. 2011. Perubahan lingkungan mikro pada berbagai penutupan lahan hasil revegetasi. JMHT Vol XVII (1): 24-28.

    Neitsch SL, Arnold JG, Kiniry JR, Williams JR. 2005. Assessment Tool Theoretical

    Documentation. Version 2005. Temple, Texas. Grassland, Soil and Water Research Laboratory.Agricultural Research Service.

    Purnomo, D. 2011. Pengantar Sistem Dinamik. www.labsistmip.wordpress.com. 5 Mei 2014.

    Sembirin, H., S. Abdulrachman. Potensi Penerapan dan Pengembangan PTT dalam Upaya Peningkatan Produksi Padi.Iptek Tanaman Pangan Vol. 3 No. 2 – 2008, Hal. 145-155

    Sularno.2012. Kontribusi Varietas Unggul Baru pada Usahatani Padi Dalam Rangka

    Meningkatkan Keuntungan Petani. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.

    SEPA : Vol. 9 No. 1 September 2012 : 83 – 89

    Suwardjo, and N.L. Nurida,1994. Land Degradation in Indonesia. Data Collection for and Analysis. Center for Soil and Agroclimate Reseach, Bogor- Indonesia

    Tanlu, L.A. 2012. Tingkat Serangan Hama dan Penyakit pada Beberapa Varietas Inpari di

    Beberapa Wilayah Pengembangan Padi Di Sulawesi Utara.www.balitsereal.litbang.pertanian.go.id.

    Undang Kurnia,1996. Kajian Metode Rehabilitasi Lahan untuk Meningkatkan dan Melestarikan

    Produktivitas Tanah. Disertasi Doktor. Program Pasca Sarjana IPB. Undang Kurnia, 2001.Standarisasi dan Penanggulangan Lahan Terdegradasi.Laporan akhir

    Bagian Proyek Sumberdaya Lahan dan Agroklimat. No.18/Puslitbangtanak/2001. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.

    Wahid, A. 2012.System Dynamics. Bahan Kuliah Sistem Dinamik. Departemen Teknik Gas dan

    Petrokimia. Fakultas Teknik. Universitas Indonesia. Jakarta.

    Wigena, I G P., Setiari, M., dan Suastika, I W. 2013.Penelitian Pengembangan Sistem

    Informasi Kesuburan dan Pengelolaan Tanah. Laporan Akhir Tahun. Balai Penelitian

    Tanah, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan. Badan Peneltisn

    dan Pengembangan Pertanian.

    Zhang Y, Degroote J, Wolter C, Sugumaran R. 2009. Integration of Modified Universal Soil

    Loss Equation (MUSLE) Into A GIS Framework to Assess Soil Erosion Risk. Land Degrad.

    Develop. 20: 84–91.

    http://www.labsistmip.wordpress.com/http://www.balitsereal.litbang.pertanian.go.id/

  • 27

    Roadmap RPTP: Penelitian Penyusunan Informasi Geospasial dan Sistem Pengelolaan Sumberdaya Lahan Pertanian Menuju Usahatani Produktif dan Berkelanjutan

    Judul RPTP/ROPP Status Justifikasi Output

    2017 2018 2019

    RPTP: Penelitian Penyusunan Informasi Geospasial dan Sistem Pengelolaan Sumberdaya Lahan Pertanian Menuju Usahatani Produktif dan Berkelanjutan

    Pengelolaan sumberdaya lahan yang komprehensif dan disusun dalam sistem informasi yang mudah diakses pengguna seperti WEB, peta digital sudah semestinya

    menggantikan pengelolaan lahan secara parsial untuk mencegah degradasi lahan. Pemodelan lahan sawah irigasi teknis mampu memberikan solusi dalam merumuskan teknologi pengelolaan yang berbasis pada interaksi komplek faktor pengungkit (leverage factors) dari komponen bio-fisik terkait. Peta digital dengan skala operasional lapang dan model

    pengelolaan lahan skala DAS dapat memberikan informasi luasan lahan kering terdegradasi serta perumusan teknologi pengelolaan kering sepesifik lokasi yang tersebar luas. Penyusunan informasi pengelolaan lahan berbasis WEB akan dapat diakses oleh pengguna secara cepat dan juga bisa di up-date sesuai dengan perkembangan kondisi lahan di lapang. Sistem ini diharapkan bisa mendorong penyebar luasan teknologi pengelolaan lahan untuk mencegah degradasi lahan secara intensif.

    ROPP1: Penelitian Model Pengelolaan Lahan sawah Irigasi di Provinsi Sulawesi Selatan

    Lanjutan, 2016-1019

    Pengelolaan lahan sawah irigasi teknis di Provinsi Sulawesi Selatan menuju produktivitas 6,5 ton GKG/ha.

    Pengelolaan lahan sawah irigasi teknis di Provinsi Lampung menuju produktivitas 6,5 ton GKG/ha.

    Pengelolaan lahan sawah irigasi teknis di provinsi sentra produksi beras (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, dan Lampung, dan Nusa Tenggara Barat) menuju produktivitas 6,5 ton GKG/ha.

    ROPP2: Pemetaan Lahan Kering Terdegradasi Mendukung Pertanian Berkelanjutan Skala 1:50 000

    Lanjutan, 2016-2017

    Peta lahan kering terdegradasi DAS Citarum hilir, Provinsi Jawa Barat skala 1:50.000, dengan mempelajari karakterisasi sifatfisik, kimia agar produktivitas lahan dapat ditingkatkan dan berkelanjutan.

    ROPP3: Penelitian Pengembangan Sistem Informasi Pengelolaan Lahan Pertanian

    Lanjutan, 2016-2019

    Sistem informasi pengelolaan lahan berbasis web dan spasial di provinsi Jawa Tengah

    Sistem informasi pengelolaan lahan berbasis web dan spasial di provinsi Bali

    Sistem informasi pengelolaan lahan berbasis web dan spasial di provinsi Nusa Tenggara Barat

    ROPP4: Pengelolaan Lahan Terbaik Skala DAS Menggunakan Model SWAT

    Baru Basis data sifat fisik tanah, iklim, dan data hidrologi;informasi kinerja

    model SWAT; informasi pengelolaan Lahan Terbaik (Best Management Practices) pada lahan pertanian

    Data sedimentasi; Prediksi erosi Model konservasi pada

    lahan pertanian yang adaptif

    Data nitrogen; prediksi Prediksi nitrogen yang hilang dari tanah;model konservasi

    pada lahan pertanian yang adaptif