PENELITIAN PENYUSUNAN INFORMASI GEOSPASIAL DAN...
Transcript of PENELITIAN PENYUSUNAN INFORMASI GEOSPASIAL DAN...
-
MAK: 1800.201.006.054
PROPOSAL PENELITIAN
PENELITIAN PENYUSUNAN INFORMASI
GEOSPASIAL DAN SISTEM PENGELOLAAN
SUMBERDAYA LAHAN MENUJU USAHATANI
PRODUKTIF DAN BERKELANJUTAN
Dr. I Gusti Putu Wigena, M.Si
BALAI PENELITIAN TANAH
BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2017
-
i
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul RPTP : Penelitian Penyusunan Informasi Geospasial dan Sistem pengelolaan Sumberdaya Lahan Menuju Usahatani Produktif dan Berkelanjutan
2. Unit Kerja : BalaiPenelitian Tanah 3. Alamat Unit Kerja : Jl. Tentara Pelajar No. 12 Kampus Penelitian Pertanian
Cimanggu Bogor, 16114 4. Sumber Dana : DIPA/RKAKL Satker: Balai Penelitian Tanah, T.A. 2017 5. Status Penelitian (L/B) : Lanjutan 6. PenanggungJawab
a. Nama b. Pangkat/Golongan c. Jabatan
: Dr. I Gusti Putu Wigena Pembina I/IVb Peneliti Madya
7. Lokasi : Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Barat 8. Agroekosistem : Lahan sawah irigasi, lahan kering iklim basah 9. TahunMulai : 2016 10. TahunSelesai : 2019 11. 12.
Output Tahunan Output Akhir
: 1. Peta kadar unsur hara N, P, K dan pengelolaan kesuburan tanah sawah irigasi di Provinsi Sulawesi Selatan.
2. model pengelolaan serta “leverage factors” yang mempengaruhi produktivitas lahan sawah irigasi di Provinsi Sulawesi Selatan dengan pendekatan sistem dinamik
3. Peta erodibilitas, erosivitas, dan lahan kritis di Daerah Aliran Sungai Cimanuk bagian Hulu
1. Database kadar unsur hara N, P, K dan pengelolaan kesuburan tanah sawah irigasi
2. Model pengelolaan tanah sawah irigasi spesifik lokasi dan berkelanjutan.
3. Informasi pengelolaan lahan sawah irigasi pada berbagai status unsur P dan K di sentra produksi beras untuk mencapai produktivitas 6,5 ton GKG/ha.
4. Tersedianya peta-peta erodibilitas, erosivitas, dan lahan kritis di Daerah Aliran Sungai bagian hulu
13. Biaya : Rp. 210 000 000 (Dua ratus sepuluh juta rupiah)
Korodinator Program
Dr. I Wayan Suastika, M.Si NIP.19610815 199003 1001
Penanggungjawab RPTP
Dr. I Gusti Putu Wigena, M.Si NIP. 19581231 198703 1004
Mengetahui,
Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian
Dr. Ir. Dedi Nursyamsi, M.Agr. NIP. 19640623 198903 1 002
Kepala Balai Penelitian Tanah
Dr. Husnain, SP., MP NIP. 19730910 200112 2 001
-
ii
RINGKASAN
1. Judul Kegiatan RPTP : Penelitian Penyusunan Informasi Geospasial dan Sistem pengelolaan Sumberdaya Lahan Menuju Usahatani Produktif dan Berkelanjutan
2. Nama dan Alamat Unit Kerja
: Balai Penelitian Tanah Jl. Tentara Pelajar No.12 Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu, Bogor, 16114
3. Sifat Usulan Penelitian
:
4. Penanggungjawab : Dr. I Gusti Putu Wigena 5. Justifikasi : Informasi Geospasial dan Sistem pengelolaan Sumber daya
Lahan MenujuUsahatani Produktif dan Berkelanjutan dapat dijadikan acuan dalam merumuskan teknologi spesifik lokasi untuk lahan sawah dan lahan kering
6. Tujuan: a. JangkaPendek
: 1. Menyusun Peta kadar unsur hara N, P, K dan pengelolaan
kesuburan tanah sawah irigasi di Provinsi Sulawesi Selatan. 2. Menyusun model pengelolaan serta “leverage factors” yang
mempengaruhi produktivitas lahan sawah irigasi di Provinsi Sulawesi Selatan dengan pendekatan sistem dinamik
3. Menyusun peta erodibilitas, erosivitas, dan lahan kritis di
Daerah Aliran Sungai Cimanuk bagian Hulu
b. Jangka Panjang 1. Menyusun database kadar unsur hara N, P, K dan
pengelolaan kesuburan tanah sawah irigasi 2. Membuat model pengelolaan tanah sawah irigasi spesifik
lokasi dan berkelanjutan. 3. Menyusun informasi pengelolaan lahan sawah irigasi pada
berbagai status unsur P dan K di sentra produksi beras untuk mencapai produktivitas 6,5 ton GKG/ha.
4. Menyusun peta-peta erodibilitas, erosivitas, dan lahan kritis di Daerah Aliran Sungai bagian hulu
7. Luaran yang diharapkan a. Jangka Pendek
: 1. Peta kadar unsur hara N, P, K dan pengelolaan kesuburan tanah sawah irigasi di Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Model pengelolaan serta “leverage factors” yang mempengaruhi produktivitas lahan sawah irigasi di Provinsi Sulawesi Selatani dengan pendekatan sistem dinamik
3. Peta erodibilitas, erosivitas, dan lahan kritis di Daerah Aliran Sungai Cimanuk bagian Hulu
b. Jangka Panjang 1. Database kadar unsure hara N, P, K dan pengelolaan kesuburan tanah sawah irigasi
2. Model pengelolaan tanah sawah irigasi spesifik lokasi dan berkelanjutan.
3. Informasi pengelolaan lahan sawah irigasi pada berbagai status unsur P dan K di sentra produksi beras untuk mencapai produktivitas 6,5 ton GKG/ha.
4. Tersedianya peta erodibilitas, erosivitas, dan lahan kritis di Daerah Aliran Sungai
-
iii
8. Outcome : Informasi Geospasial dan Sistem pengelolaan Sumberdaya Lahan Mendukung Produktivitas Berkelanjutan diharapkan mampu mempercepat pencapaian swasembada pangan nasional
9. Sasaran Akhir : Diadopsinya informasi geospasial dan system pengelolaan sumberdaya lahan dalam skala luas oleh pengguna sehingga dapat mendorong pencapaian swasembada pangan nasional
10. Lokasi Penelitian : Sulawesi Selatan dan Jawa Barat 11. Jangka Waktu : MulaiT.a. 2013, berakhir T.A. 2018 12. Sumber Dana : DIPA/RKAKL Satker: BalaiPenelitian Tanah, T.A. 2017
-
iv
SUMMARY
1. Title of RPTP/RDHP : Research on Arrangement of Geospatial Information and Land Resources Management System Toward Productive and SustainableFarming System
2. Implementation Unit : Indonesian Soil Research Institute (ISRI) Jl. TentaraPelajar No.12 KampusPenelitianPertanianCimanggu, Bogor, 16114
3. Location : South Sulawesi and West Java 4. Objective
a. Short term b. Long term
: 1.To create N, P, K nutrients status map and soil fertility
management of irrigated lowland rice on South Sulawesi 2.To create management model and leverage factors that
affects of irrigated lowland rice productivity on South Sulawesi by application of dynamics system approach
3. To create map of erodibility, erosivity, and critical land of upstream Cimanuk watershed
1. To create N, P, K nutrients status map and soil fertility
management of irrigated lowland rice 2.To create management model and leverage factors that
affects of irrigated lowland rice productivity 3. To create land management information of irrigated lowland
rice at several P and K nutrients status on rice production central to achieve productivity level of 6,5 ton GKG/ha
4. To create map of erodibility, erosivity, and critical land of upstream watershed
5. Expected Output
a. Short term b. Long term
: 1. N, P, K nutrients status map and soil fertility management of
irrigated lowland rice on South Sulawesi 2.Management model and leverage factors that affects of
irrigated lowland rice productivity on South Sulawesi by application of dynamics system approach
3.Map of erodibility, erosivity, and critical land of upstream watershed
1. N, P, K nutrients status map and soil fertility management of
irrigated lowland rice 2.Management model and leverage factors that affects of
irrigated lowland rice productivity 3.Land management information of irrigated lowland rice at
several P and K nutrients status on rice production central to achieve productivity level of 6,5 ton GKG/ha
4.Map of erodibility, erosivity, and critical land of upstream watershed
6. Discription of
Methodology : Geospatial Information and Land Resources Management
System will be created by the following steps: 1. Collecting field data i.e physical and chemical soil properties,
crops productivity in a certain period, crop residues
-
v
management, geograficsposisition etc. through survey, filed observation and laboratorium analyses.
2. Entrying the collected data into soft ware program such as PowerSim, Splash followed by prosesing the data to provide the existing model of geospatial information and land management system.
3. The developed models were tested by statistical metode followed by simulation model
7. Duration : 5 Year, F.Y. 2013 /F.Y. 2018 8. Budget/fiscal year : Rp. 215 000 000 (Two hundreds fiveteen million rupiahs) 9. Source of budget : DIPA/RKAKL 648680 Indonesian Soil Research Institute (ISRI),
Fiscal Year 2017
-
1
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang wilayahnya terletak pada zona tropika
basah dimana kesuburan lahan pertanian mengalami perubahan yang sangat dinamis dibawah
pengaruh suhu yang konstan tinggi, kelembaban udara dan tanah tinggi, curah hujan tinggi,
serta erosi dan aliran permukaan intensif. Interaksi semua pengaruh tersebut menyebabkan
sebagian besar kondisi lahan pertanian di daerah tropika mengalami pelapukan lanjut (highly
weathered soils) dengan ciri yang umum antara lain produktivitas rendah, peka erosi sehingga
kurang memenuhi harapan petani dan keluarganya. Penurunan produktivitas lahan tersebut
terjadi baik di lahan kering maupun lahan sawah.
Terkait dengan pemenuhan akan pangan pada kondisi semakin meningkatnya
tantangan dari lahan, pemerintah sudah mengembangkan berbagai usaha, khususnya yang
dikenal dengan Program Panca Usaha. Pendekatan program ini berbasis pada keunggulan
pupuk anorganik yang mampu meningkatkan produksi pangan secara
significan.Ketidakseimbangan pemanfaatan pupuk anorganik dan pupuk organik khususnya
pada lahan sawah, menyebabkan terjadinya eksploitasi unsur hara dari dalam tanah lewat
hasil panen. Ada dua dampak penting yang ditimbulkan oleh pengelolaan lahan dengan
pendekatan tersebut. Pertama, hal tersebut memicu ketidakcukupan produksi beras yang
mulai terjadi setelah era 1990-an dan pemerintah mengambil kebijakan untuk mengimpor
beras dari negara tetangga seperti Thailand, Vietnam, dan Kamboja. Kedua, semakin
menurunnya produktivitas lahan karena proses degradasi dan berujung pada kondisi lahan
pertanian yang mencapai kondisi leveling off.
Degradasi lahan, khususnya lahan yang dikelola secara intensif terjadi terutama
disebabkan oleh erosi tanah, pencucian hara dan menurunnya populasi hayati tanah(Subowo
dan Purwani, 2013).Lebih jauh dilaporkan bahwa degradasi terjadi akibat berbagai penyebab
yang beragam baik yang disebabkan oleh faktor alami maupun campur tangan manusia.
Faktor alami antara lain: lahan berlereng, tanah mudah rusak (tekstur, struktur), dan curah
hujan tinggi. Menurut Suwardjo (1981), rata-rata erosi pada lahan pertanian tanaman pangan
berlereng kurang dari 15 % berkisar antara 220-280 t/ha/tahun dan atau rata-rata 2,5 cm
lapisan tanah atas hilang setiap tahunnya.
Faktor campur tangan manusia lebih mendominasi kerusakan lahan kering, yang dapat
dibagi menjadi dua kelompok yaitu faktor yang berpengaruh tidak langsung dan faktor yang
berpengaruh langsung terhadap degradasi lahan kering. Faktor tidak langsung antara lain:
peningkatan populasi penduduk, marginalisasi penduduk di sekitar hutan, kemiskinan,
-
2
kepemilikan lahan yang semakin menyempit (fragmentasi lahan), dan ketidakstabilan politik.
Faktor yang berpengaruh langsung antara lain: deforestasi, overgrazing, aktivitas pertanian,
eksploatasi berlebihan, dan aktivitas industri.Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pertumbuhan penduduk akan mendorong meningkatnya aktivitas manusia yang berdampak
langsung terhadap perubahan penggunaan dan penutupan lahan. Hal tersebut mempengaruhi
kemampuan ekosistem dalam menampung populasi dan menyediakan jasa untuk mendukung
kehidupan populasi di dalamnya serta mendorong terjadinya degradasi lahan.Kasus di DAS
Citarum hulu sangat berkaitan dengan laju pertumbuhan penduduk yang menimbulkan lahan
degradasi berat seluas 4.907 ha, degradasi sedang 23.957 ha, dan degradasi ringan 135.521
ha, tidak terdegradasi 143.529 ha.
Mengacu kepada permasalahan lapang tersebut mengindikasikan bahwa pengelolaan
lahan yang komprehensif yang mampu meningkatkan produktivitas lahan dan disaat
bersamaan bisa menjaga kualitas lahan menjadi teknologi yang potensial untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Salah satu pendekatan alternatif adalah sistem karena pendekatan
sistem merupakan suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu
sama lainnya yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan yang kompleks
pilihan (Marimin, 2004). Pendekatan sistem akan memberikan penyelesaian masalah yang
kompleks dengan metode dan alat analisis yang mampu mengidentifikasi, menganalisis,
mensimulasi, dan mendisain sistem untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan (Eriyatno,
2004).Bidang yang sudah menerapkan pendekatan sistem antara lain: pengelolaan sampah
kota, pengelolaan limbah pabrik, pengelolaan pantai/terumbu karang, pengelolaan ekowisata,
pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan (Wigena, 2009).
Upaya untuk menanggulangi degradasi lahan adalah dengan mencegah erosi dan
meningkatkan kualitas tanah (fisik, kimia dan biologi),degradasi lahan pertanian tanaman
pangan dapat diketahui secara cepat dan akurat, melalui penelaahan parameter-parameter
degradasi lahan, sehingga keberhasilan penerapan teknik rehabilitasi dan konservasi lahan
dapat diketahui. Untuk mengetahui penyebab degradasai lahan dan tingkat lahan
kritis/kekritisan lahan perlu dilakukan identifikasi dan karakterisasi lahan kritis pada wilayah
dengan melakukan survei lapang.
Bersamaan dengan aplikasi pendekatan sistem, informasi geospasial dan non
geospasial yang diperoleh melalui survei disusun dalam bentuk database agar informasi model
pengelolaan kesuburan lahan menjadi lebih informatif. Dengan demikian, penyusunan
rekomendasi pengelolaan lahan menjadi spesifik lokasi dengan sebaran posisi geografis yang
bisa ditampilkan dalam bentuk peta digital. Kelebihan lainnya adalah kemudahan dalam revisi
-
3
informasi pengelolaan lahan menambahkan data-data yang lebih lengkap pada database yang
disusun sebelumnya.
Hasil simulasi modeling pengelolaan lahan sawah irigasi akan memberikan informasi
pengelolaan lahan yang bisa diakses secara cepat oleh pengguna.Hal ini mengisyaratkan
bahwa untuk masa depan, pembangunan pertanian di Indonesia sangat memerlukan
dukungan teknologi informasi yang akurat, cepat, lengkap, mudah, terkini (update) dan
mampu diakses oleh semua orang. Perkembangan teknologi komputer menjadi salah satu
motor revolusi pembangunan di dunia menjadi pilihan terbaik untuk dikembangkan sebagai
bagian dari motor penggerak pembangunan pertanian. Teknologi informasi tersebut akan
menjadi pusat pencarian informasi dan pengambilan keputusan di masa kini dan masa depan
yang akan selalu berkembang sesuai tuntutan jaman. Penelitian ini dirancang untuk bisa
memenuhi tuntutan dari perkembangan teknologi komputer yang terkait dengan pengelolaan
lahan sawah irigasi dan lahan kering.
Dasar Pertimbangan
Daya dukung sumberdaya lahan pertanian di Indonesia dinamis, cenderung menurun
akibat pengaruh iklim dan perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup yang terus
meningkat. Kondisi yang dinamis ini memerlukan dukungan teknologi informasi yang akurat,
cepat, lengkap, mudah, terkini (update) dan mampu diakses oleh semua orang.
Perkembangan teknologi komputer, internet dan web yang menjadi salah satu motor revolusi
pembangunan di dunia menjadi pilihan terbaik untuk dikembangkan. Teknologi informasi
dalam bentuk peta digital akan menjadi pusat pencarian informasi dan pengambilan
keputusan dalam pengelolaan lahan berkelanjutan di masa kini dan masa depan.
Informasi geospasial menyangkut aspek pengelolaan lahan sawah irigasi dan lahan
kering merupakan salah satu informasi yang bisa diakses oleh teknologi komputer tersebut,
kemudian ditampilkan dalam bentuk multi dimensi. Kinerja faktor-faktor yang mengendalikan
produktivitas lahan sawah dan lahan kering terdegradasi yang diperoleh melalui kegiatan
lapang dirumuskan dalam model keterkaitan algoritma matematika untuk dapat meniru
perilaku alaminya. Model pendekatan sistem dinamis merupakan model yang dapat
memperkirakan kondisi hidrologi berbasis proses fisik (physical based model),dan peta tingkat
erosi tanah digital pada berbagai skala mampu digunakan sebagai alat prediksi kualitas lahan
yang menggambarkan sebaran, luasan, kualitas lahan, dan kebutuhan teknologi spesifik lokasi
menuju pengelolaan lahan yang optimal dan berkelanjutan.
Tujuan
Jangka Pendek
-
4
1. Menyusun Peta kadar unsur hara P dan K dan pengelolaan kesuburan tanah sawah irigasi
di Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Menyusun model pengelolaan serta “leverage factors” yang mempengaruhi produktivitas
lahan sawah irigasi di Provinsi Sulawesi Selatan dengan pendekatan sistem dinamik
3. Peta erodibilitas, erosivitas, dan lahan kritis di Daerah Aliran Sungai Cimanuk bagian Hulu
Jangka Panjang
1. Menyusun database kadar unsur hara N, P, K dan pengelolaan kesuburan tanah sawah
irigasi
2. Membuat model pengelolaan tanah sawah irigasi spesifik lokasi dan berkelanjutan.
3. Menyusun informasi pengelolaan lahan sawah irigasi pada berbagai status unsur P dan K
di sentra produksi beras untuk mencapai produktivitas 6,5 ton GKG/ha.
4. Menyusun peta-peta erodibilitas, erosivitas, dan lahan kritis di Daerah Aliran Sungai
Keluaran Jangka Pendek 1. Peta kadar unsur hara N, P, K dan pengelolaan kesuburan tanah sawah irigasi di Provinsi
Sulawesi Selatan.
2. model pengelolaan serta “leverage factors” yang mempengaruhi produktivitas lahan sawah
irigasi di Provinsi Bali dengan pendekatan sistem dinamik
3. Peta erodibilitas, erosivitas, dan lahan kritis di Daerah Aliran Sungai Cimanuk bagian Hulu
Jangka Panjang
1. Database kadar unsur hara N, P, K dan pengelolaan kesuburan tanah sawah irigasi
2. Model pengelolaan tanah sawah irigasi spesifik lokasi dan berkelanjutan.
3. Informasi pengelolaan lahan sawah irigasi pada berbagai status unsur P dan K di sentra
produksi beras untuk mencapai produktivitas 6,5 ton GKG/ha.
4. Peta-peta erodibilitas, erosivitas, dan lahan kritis di Daerah Aliran Sungai
Prakiraan Manfaat dan Dampak dari Kegiatan yang Dirancang
Pengelolaan lahan yang parsial masih belum bisa mencegah degradasi lahan sawah
dan lahan kering sehingga produktivitasnya cenderung menurun dari waktu ke waktu.
Informasi geospasial dan sistem pengelolaan sumberdaya lahan yang komprehensif dan
diintegrasikan kedalam computer dan bentuk peta serta bisa diakses secara cepat oleh semua
pengguna menjadi kebutuhan mendesak menuju kondisi pertanian berkelanjutan.
-
5
Pengelolaan lahan sawah irigasi dengan pendekatan system dinamis dan peta lahan
DAS terdegradasi dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan yang mendesak
tersebut.Pemodelan lahan sawah irigasi teknis memberikan solusi bagi pengambil kebijakan
dalam merumuskan teknologi pengelolaan lahan yang mampu meningkatkan dan
mempertahankan produksivitas lahan sawah irigasi teknis. Lebih jauh, model pengelolaan
lahan sawah dapat diterapkan pada lokasi selain lokasi studi kasus (Scalling-up) dengan
kondisi agroekosistem yang sama dengan lokasi studi kasus. Selanjutnya, dengan pemetaan
digital, model pengelolaan pada skala luas dapat disusun dalam bentuk sistem informasi
pengelolaan lahan, dapat diedit pada periode tertentu untuk menjaga kualitas model
pengelolaan yang diperoleh.
Peta lahan kering terdegradasi skala 1:50.000dan basis data sifat fisik, kimia, biologi
lahan skala DAS dapat memberikan informasi luasan lahan kering terdegradasi, sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam menentukan kebijakan secara spesifik lokasi dan
akurat untuk pengembangan pertanian dan peningkatan produktivitas lahan dengan
memperhatikan teknik/kaidah-kaidah konservasi. Diperolehnya informasi sebaran dan luasan
lahan kering terdegradasi dengan parameter faktor-faktor penghambatnya (fisik, kimia dan
biologi tanah), maka akan memudahkan dalam upaya memperbaiki produktivitas yang efektif
dan efisien serta berkelanjutan (lestari).
Apilkasi informasi sumberdaya lahan dan system pengelolaan lahan pertanian yang
ditampilkan dalam bentuk peta digital serta dapat diedit/diperbarui sesuai dengan
perkembangan kondisi lapang diharapkan mampu mewujudkan pembangunan pertanian
berkelanjutan dengan tujuan meraih 4 sukses pertanian yaitu: 1) swasembada pangan dan
swasembada berkelanjutan, 2) peningkatan diversifikasi pangan, 3) peningkatan nilai tambah,
daya saing dan ekspor, dan 4) peningkatan kesejahteraan petani
-
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Teoritis
Penelitian informasi sumberdaya lahan dan system pengelolaan lahan mendukung
pertanian berkelanjutan terdiri dari 2 kegiatan: (a) Penelitian Model Pengelolaan Lahan Sawah
Irigasi di Provinsi Sulawesi Selatan, (b) Pemetaan Faktor Erosi dan Lahan Terdegradasi untuk
Mendukung Pertanian Berlanjutan
Lahan sawah irigasi merupakan sumberdaya lahan yang berkontribusi besar dalam
mendukung empat target produksi pangan nasional yaitu beras, jagung, kedelai, dan daging
sapi. Sistem produksi pangan pada lahan tersebut kompleks, melibatkan banyak komponen
seperti: sumberdaya lahan dengan segala sifat-sifat kimia, fisika, dan biologi; iklim yang
cenderung berubah kearah kurang mendukung pertumbuhan tanaman; sarana produksi
(varietas unggul, pupuk anorganik dan organik, pestisida); serta keterampilan petani dalam
mengelola usahataninya. Pengelolaan lahan dengan mengintegrasikan semua komponen
tersebut bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan produktivitas lahan untuk
memperoleh produksi yang optimal. Secara langsung produktivitas lahan ditentukan oleh
tingkat kesuburan tanah yang merupakan fungsi dari kadar C-organik, kadar unsur hara makro
dan mikro.
Pada kondisi seperti itu, model pengelolaan dengan pendekatan sistem merupakan
alternatif yang cukup potensial untuk menjawab tujuan dari pengelolaan lahan. Secara teori,
sistem dinamis merupakan bidang matematika yang digunakan untuk memerikan kelakuan
sistem yang kompleks, biasanya menggunakan persamaan deferensial ataupun persamaan
beda. Jika menggunakan persamaan deferensial disebut sistem dinamis kontinyu, dan jika
menggunakan persamaan beda disebut sistem dinamis deskret (Anonimus, 2013). Lebih lanjut
dijelaskan bahwa sistem dinamis membahas kelakuan kualitatif jangka panjang dan studi
pemecahan persamaan gerak dari sistem yang terutama bersifat mekanis. Purnomo (2011)
menyatakan bahwa sistem dinamis merupakan pemodelan dan simulasi komputer untuk
mempelajari dan mengelola sistem umpan balik yang rumit (complex feedback system)
seperti: bisnis, sistem lingkungan, sistem sosial. Dengan demikian, dapat dijabarkan lebih detil
bahwa:
1. Sistem adalah kumpulan elemen yang saling berinteraksi, berfungsi bersama untuk tujuan
yang telah ditetapkan,
2. Umpan balik menjadi sangat penting,
3. Terkait dengan masalah dinamik mengandung makna (a) mengandung jumlah (kuantitas)
yang selalu bervariasi, (b) variasi dapat dijelaskan dalam hubungan sebab-akibat, dan (c)
-
7
hubungan sebab-akibat dapat terjadi dalam sistem tertutup yang mengandung lingkaran
umpan balik (feedback loops).
Pakar ilmu sistem dinamis lainnya menyatakan bahwa karakter dari pendekatan sistem
yang merupakan suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu
sama lainnya yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan yang kompleks
(Marimin, 2004). Pendekatan sistem dinamik berbeda dengan pendekatan analisis parsial yang
selama ini banyak diterapkan diantaranya (Anonimus, 2009):
1. Analisis parsial terfokus pada satu bagian, sistem dinamik berfokus secara menyeluruh,
2. Hubungan sebab-akibat pada analisis parsial linier (A cause B), pada sistem dinamik secara
sirkular ( A cause B cause C cause A),
3. Pada analisis parsial, status observatorny obyektif, pada sistem dinamik subyektif,
4. Analisis parsial menghasilkan 1 jawaban terbaik, pada sistem dinamik banyak alternatif
jawaban,
5. Pada analisis parsial, eksternalitas bukan hal yang penting, eksternalitas pada sistem
dinamik menjadi hal yang sangat penting.
Dengan karakter tersebut maka sistem dinamik semakin banyak digunakan seiring
dengan semakin kompleksnya masalah yang dihadapi di lapangan karena hal-hal berikut:
1. Sistem dinamik menghubungkan perilaku dari sistem ke struktur dasarnya,
2. Sistem dinamik dapat digunakan untuk memeliti bagaimana struktur tersebut dapat
memperlihatkan perilaku sistem yang ada,
3. Sistem dinamik juga dapat digunakan untuk meneliti bagaimana perubahan struktur dari
suatu bagian di dalam sistem akan mempengaruhi sistem yang lain di dalam suatu
kesatuan.
Dari uraian tersebut, pendekatan sistem akan memberikan penyelesaian masalah yang
kompleks dengan metode dan alat analisis yang mampu mengidentifikasi, menganalisis,
mensimulasi, dan mendisain sistem dengan komponen-komponen yang saling terkait, yang
diformulasikan secara lintas desiplin dan komplementer untuk mencapai tujuan yang sudah
ditetapkan (Eriyatno, 2004). Pendapat lainnya menyebutkan keunggulan dari pendekatan
sistem terletak pada cirinya yaitu sibernetic, holistic, dan efective (SHE). Sibernetic maknanya
adalah bahwa penyelesaian masalah dalam pendekatan sistem tidak berorientasi pada pada
masalahnya (problem oriented), tetapi berorientasi pada tujuan (goal oriented). Holistic
maknanya adalah penekanan penyelesaian masalah secara utuh dan menyeluruh. Effective
maknanya adalah bahwa model yang dibangun harus bisa diaplikasikan oleh pengguna
(Hartrisari, 2007).
-
8
Di Indonesia degradasi lahan merupakan masalah yang sangat serius akibat
rendahnya tingkat kesuburan tanah, khususnyapada lahan pertanian tanaman pangan.Pada
lahan pertanian intensif kawasan tropika basah, erosi tanah, pencucian hara dan menurunnya
populasi hayati tanah merupakan penyebab utama terjadinya degradasi tanah (Subowo dan
Purwani, 2013). Erosi akan mengikis permukaan tanah, dan aliran permukaan akan
mengangkut sedimen yang mengandung cukup banyak dari daerah perakaran tanaman
(Undang Kurnia, 1996). Degradasi merupakan suatu proses penurunan produktivitas tanah
menjadi lebih rendah, baik sementara maupun tetap, sehingga pada suatu saat tanah akan
menuju pada tingkat kekritisan tertentu ( Dent, 1995).
Lahan kering yang terdegradasi terjadi akibat berbagai penyebab yang beragam baik
yang disebabkan oleh faktor alami maupun campur tangan manusia. Faktor alami antara lain:
lahan berlereng, tanah mudah rusak (tekstur, struktur), dan curah hujan tinggi. Faktor campur
tangan manusia lebih mendominasi kerusakan lahan kering, yang dapat dibagi menjadi dua
kelompok yaitu faktor yang berpengaruh tidak langsung dan faktor yang berpengaruh
langsung terhadap degradasi lahan kering. Faktor tidak langsung antara lain: peningkatan
populasi penduduk, marginalisasi penduduk di sekitar hutan, kemiskinan, kepemilikan lahan
yang semakin menyempit (fragmentasi lahan), dan ketidakstabilan politik. Faktor yang
berpengaruh langsung antara lain: deforestasi, overgrazing, aktivitas pertanian, eksploatasi
berlebihan, dan aktivitas industri.
Upaya untuk menanggulangi degradasi lahan adalah dengan mencegah erosi dan
memeningkatkan kualitas tanah (fisik, kimia dan biologi), Degradasi lahan pertanian tanaman
pangan dapat diketahui secara cepat dan akurat, melalui penelaahan parameter-parameter
degradasi lahan, sehingga keberhasilan penerapan teknik rehabilitasi dan konservasi lahan
dapat diketahui. Untuk mengetahui penyebab degradasai lahan dan tingkat lahan
kritis/kekritisan lahan perlu dilakukan identifikasi dan karakterisasi lahan kritis pada wilayah
wilayah dengan melakukan survey lapang.
Untuk dapat mewujudkan penannggulangan degradasi berkelanjutan diperlukan
dukungan informasi dasar berupa data spasial potensi sumberdaya lahan pada skala
operasional (skala 1:50.000). Peta pada skala ini mengandung informasi lebih rinci mengenai
sifat-sifat tanah seperti penggunaan lahan existing, kendala atau faktor penghambat biofisik
lahan, serta luas dan penyebarannya pada suatu wilayah, sehingga memadai untuk
perencanaan operasional lapangan pada tingkat kabupaten. Penyediaan data spasial potensi
sumberdaya lahan tersebut hanya dapat dilakukan melalui suatu kegiatan identifikasi dan
evaluasi potensi SDL (desk work dan lapangan) dengan menggunakan teknologi terkini,
seperti citra satelit, SRTM/DEM dan GIS, serta teknik modeling soil-landscape.
-
9
Masalah mendasar yang selalu diperdebatkan dalam pemetaan tanah adalah
penarikan batas (delineasi) satuan peta tanah. Berbagai konsep untuk mengatasi masalah
tersebut telah banyak dilakukan. Salah satu konsep yang mengemukakan cara-cara survei
tanah yang didasarkan kepada pendekatan landform. Landform adalah bentukan alam di
permukaan bumi khususnya di daratan yang terjadi karena proses pembentukan tertentu dan
melalui suatu evolusi tertentu pula (Marsoedi et al., 1997). Pemahaman yang mendorong
digunakannya pendekatan landform ini adalah bahwa pada pemetaan tanah berskala kecil,
batas-batas penyebaran tanah sulit ditentukan, sebaliknya batas-batas landform tampak lebih
jelas. Pemakaian atribut landform sebagai unsur-unsur satuan peta telah dimulai sekitar
tahun 1975 bersamaan dengan pemanfaatan teknik penginderaan jauh di Indonesia pada
tahun 1977/1978. Catalogue of Landform for Indonesia (Desaunettes, 1977) banyak
digunakan sebagai dasar pembagian morfologi landform untuk pemetaan tanah. Oleh karena
itu dalam pemetaan tanah tinjau atau yang lebih kecil, interpretasi citra berdasarkan
pengetahuan geomorfologi menjadi sangat penting peranannya dan biasanya menjadi dasar
kerja bagi pemetaan tanah tinjau (Hidayat dan Darul, 1991).
Dengan berkembangnya teknologi, landform dapat dianalisis dari model elevasi digital
(DEM). Selain itu DEM dapat juga digunakan untuk analisis relief dan aplikasi spasial lainnya.
DEM dapat dibuat dari peta topografi digital pada berbagai skala mulai dari detail sampai
eksplorasi. DEM juga dapat dibuat dari potret udara dan citra satelit tiga dimensi. Dari DEM
dapat dianalisis berbagai atribut landform seperti kemiringan lereng, arah lereng, bentuk
lereng, panjang lereng dan profil lereng (Odeh et al., 1994; Thompson et al., 2001).
Menurut Bakosurtanal (http://www.bakosurtanal.go.id/ bakosurtanal/peta-rbi/), Peta
Rupabumi Indonesia (RBI) adalah peta topografi yang menampilkan sebagian unsur-unsur
alam dan buatan manusia di wilayah NKRI. Peta RBI tersedia dalam bentuk digital dan
cetakan pada skala 1:250.000, 1:50.000, 1: 25.000, dan 1:10.000.
Data SRTM dapat digunakan sebagai sumber data untuk membuat DEM dalam bentuk
peta topografi selain itu SRTM mempunyai resolusi 90 m, dan berpotensi untuk diperbesar
sampai resolusi 30 m (NASA/JPL SRTM: http://www. jpl.nasa.gov/ srtm/). Data SRTM yang
tersedia secara gratis memiliki resolusi rendah (90 m); walaupun demikian, banyak digunakan
sebagai informasi untuk kegiatan lapangan dan membuat peta kontur dan lereng. Data dan
informasi spasial potensi lahan kering terdegradasi memegang peranan penting dalam
mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan. Penilaian tingkat degradasi lahan sangat
penting dilakukan untuk menyusun rekomendasi teknik dan jangka waktu rehabilitasi yang
paling tepat. Iventarisasai lahan kering terdegradasi sangat diperlukan untuk membuat
http://www.bakosurtanal.go.id/
-
10
perencanaan skala prioritas pelaksanaan rehabilitasi lahan dan evaluasi tingkat keberhasilan
suatu usahatani yang berkelanjutan.
Pemetaan lahan kering terdegradasi yang digunakan mengacu kepada model kriteria
lahan terdegradasi SODEG (Undang Kurnia; 2001) . Model tersebut disusun dan ditetapkan
berdasarkan dua tahap, yaitu (1) penilaian parameter-parameter sumberdaya alami (natural
assessment), dan (2) penilaian parameter-parameter sumberdaya lahan yang dipengaruhi
oleh kegiatan manusia (antrophogenic assessmen) meliputi: (a) Penilaian tahap pertama
meliputi parameter bahan induk, curah hujan, bentuk wilayah/topografi, dan kedalaman tanah
(solum), selanjutnya setiap parameter degradasi lahan diklasifikasikan, diskor dan ditetapkan
degradasi lahanya, (b) penilaian tahap kedua dilakukan terhadap parameter-parameter
degradasi lahan yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia, yaitu jenis vegetasi dan persentase
penutupannya, serta ada tidaknya teknik konservasi tanah.
Hasil-Hasil Penelitian Terkait
Pengelolaan sumberdaya alam, termasuk lahan sawah irigasi dengan pendekatan sistem
relatif baru berkembang sehingga hasil penelitian masih sedikit.
Terkait dengan upaya pencapaian surplus beras 10 juta ton, Badan Litbang Pertanian
(2012) telah merekayasa model pengelolaan sumberdaya lahan sawah irigasi teknis, semi
teknis, dan sawah tadah hujan dengan pendekatan sistem dinamis. Hasil simulasi
menunjukkan bahwa leverage factors dalam pemodelan tersebut adalah luas lahan, masukan
sarana produksi (benih unggul dan pupuk), ketersediaan air untuk tanaman padi dengan
perbaikan saluran irigasi, efektivitas penyuluhan untuk meningkatkan adopsi teknologi, dan
insentif produksi dan pemasaran gabah/beras berupa kebijakan pemerintah dengan subsidi
pupuk dan penetapan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah petani.
Pengelolaan lahan sawah irigasi di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan pendekatan
sistem dinamik menunjukkan bahwa semua lahan sawah irigasi memiliki status nitrogen dan
bahan organik rendah, 2 status unsur fosfat (sedang, tinggi), dan 3 status unsur kalium
(rendah, sedang, tinggi). Perilaku petani pada berbagai status unsur P dan K, input produksi,
produktivitas padi sawah, dan luasan setiap status unsur hara P dan K disajikan pada Tabel 1
(Wigena et al., 2013).
-
11
Tabel 1. Penggunaan Sarana Produksi pada Berbagai Status Unsur Hara P dan K di Provinsi Jawa Barat
Status hara P
dan K
Penggunaan pupuk (kg/ha) Serangan
OPT (%)
Benih ung-
gul (%)
Prodivitas
(t GKG/ha)
Luas
(Ha)(%) Urea SP-36 KCl Ppk ognk
PsedangKrendah 240 80 55 100 6.0 80 4.52 558 (0,16)
PsedangKsedang 240 80 60 300 5.0 80 4.90 111.926(33,0)
PsedangKtinggi 270 98 62 220 8.5 90 5.27 20.150(5,94
PtinggiKrendah 260 100 50 100 8.5 80 9.20 28.413(8,38)
PtinggiKsedang 250 90 28 350 7.0 85 9.80 28.172(8,31)
PtinggiKtinggi 250 100 50 1000 6.0 90 10.70 142.951(42.14)
Selanjutnya, hasil penelitian menunjukkan perlunya perubahan jumlah dan jenis input
yang diperlukan untuk mencapai produktivitas 6,5 ton GKG/ha selama periode awal (tahun
2012-2014). Pada periode selanjutnya (tahun 2015-2017), input produksi bisa dimodifikasi
untuk mencapai tingkat produktivitas yang sama (Tabel 2). Sebagai catatan, penelitian ini
menggunakan asumsi bahwa kadar bahan organik dan nitrogen tanah rendah, ketersediaan
air mencukupi sepanjang siklus hidup tanaman padi, serangan OPT tergolong rendah (5-6%),
penggunaan benih unggul minimal 80% dari areal padi sawah irigasi.
Tabel 2. Penggunaan Sarana Produksi untuk Mencapai Produktivitas Padi Sawah 6,5 Ton
GKG/ha di Provinsi Jawa Tengah
Status P dan K Periode awal (tahun 2012-2014) Periode akhir (2015-2017)
Urea
(kg/ha)
SP-36
(kg/ha)
KCl
(kg/ha)
P.organik
(kg/ha)
Urea
(kg/ha)
SP-36
(kg/ha)
KCl
(kg/ha)
P.organik
(kg/ha)
PsedangKrendah 300 80 100 5000 300 75 100 4000
PsedangKsedang 300 80 80 4000 300 70 80 3000
PsedangKtinggi 300 80 50 3000 300 65 50 2000
PtinggiKrendah 300 50 100 4000 300 50 80 3500
PtinggiKsedang 300 50 75 3500 300 50 65 3000
PtinggiKtinggi 300 50 50 2500 300 50 50 1750
Degradasi lahan terbesar terjadi pada lahan pertanian tanaman pangan lahan kering,
karena intensitas pengolahan tanah, pemakaian pupuk dan pestisi sintetik berlebihan, dan
usahatani dilakukan pada lahan kering berlereng tanpa upaya pencegahan. Menurut
Suwardjo, 1981) rata-rata erosi pada lahan pertanian tanaman pangan berlereng kurang dari
15 % berkisar antara 220-280 t/ha/tahun dan atau rata-rata 2,5 cm lapisan tanah atas hilang
setiap tahunnya. Bila kondisi ini terus dibiarkan, maka degradasi lahan akan terus berlanjut
dan produktivitas tanah akan merosot (lahan akan menjadi kritis).
Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan penduduk akan mendorong
meningkatnya aktivitas manusia yang berdampak langsung terhadap perubahan penggunaan
dan penutupan lahan, hal ini mempengaruhi kemampuan ekosistem dalam menampung
populasi dan menyediakan jasa untuk mendukung kehidupan populasi di dalamnya serta
-
12
mendorong terjadinya degradasi lahan. Diketahui bahwa jarak dan kemudahan transportasi
antar desa dengan kota kecamatan dalam suatu kawasan DAS, merupakan faktor yang
berpengaruh paling significan atau paling besar terhadap degradasi lahan dan hutan.
Faktor jarak dan aksesibilitas menunjukan intensitas interaksi antara desa dengan
pusat-pusat pelayanan atau kegiatan yang erat kaitannya dengan kemudahan aksesibilitas
desa tersebut untuk dicapai.Kemudahan mengakses suatu desa menunjukan kemudahan
mengakses kawasan hutan juga. Dengan semakin tingginya aksesibilitas terhadap kawasan
hutan, akan meningkatan potensi gangguan dan intensitas degradasi lahan yang akan
mempengaruhi perubahan kondisi kawasan tersebut, akibat aktivitas pengembangan wilayah
desa.
Hasil analisis menyimpulkan bahwa semakin tinggi atau cepat laju perubahan luas
lahan non pertanian yang berupa pembangunan sarana dan infrastruktur wilayah maka akan
semakin tinggi dan cepat pula laju degradasi hutan dan lahan di kawasan hutan. Jumlah lahan
terdgradasi pada DAS Citarum hulu terdiri atas degradasi berat 4.907 ha, degradasi sedang
23.957 ha, dan degradasi ringan 135.521 ha, tidak terdegradai 143.529 ha, total lahan di DAS
Citarum Hulu 307.904 ha.Manajemen pengelolaan lahan diperlukan agar lahan dapat
dipergunakan secara lestari dan berkesinambungan (sustainable).Berbagai teknologi
konservasi tanah vegetatif (strip cropping, alley cropping) dan mekanik (teras, gulud, saluran
pengelak) pada lahan pertanian dapat diaplikasikan untuk menjaga dan memperbaiki kualitas
tanah.Desa Megamendung Kabupaten Bogor yang terletak di Sub DAS Ciliwung Hulu telah
menerapkan teknik konservasi teras (Mulyana et al. 2011).Kualitas tanah yang baik pada
akhirnya memberikan dampak positif terhadap ekosistem sekitarnya.
-
13
III. METODOLOGI
Pendekatan
Perakitan teknologi pengelolaan lahan sawah irigasi teknis berbasis pada konsep
modeling dengan pendekatan sistem merupakan pendekatan secara holistik terpadu, dengan
memperhatikan interaksi semua komponen terlibat secara harmonis untuk mencapai tujuan
yang sudah ditetapkan.Sistem dinamik adalah metologi yang digunakan untuk memahami
bagaimana sistem itu berubah terhadap waktu.Cara unsur-unsur atau variabel yang
menyusun sebuah sistem berubah terhadap waktu itu menunjukkan perilaku (behavior) sistem
tersebut (Wahid, 2012).Pada lahan sawah irigasi teknis, faktor yang diinteraksikan adalah
lahan sawah dengan status kesuburannya, masukan pupuk N, P, K, dan pupuk organik, benih
padi unggul, iklim, serangan hama/penyakit, harga gabah di tingkat petani (Gambar 2).
Gambar 2. Interaksi faktor-faktor pengendali dalam model pengelolaan sawah irigasi di Sulawesi Selatan
Pemilihan ini didasarkan pada hasil penelitian bahwa faktor-faktor tersebut
berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas padi sawah baik pengaruhnya secara
parsial maupun secara interaksi. Secara parsial, gangguan OPT bisa menurunkan produktivitas
padi sawah sekitar 25% (Tanlu, 2012), penggunaan benih padi unggul mampu meningkatkan
produktivitas padi sawah sekitar 21,96% (Sularno, 2012), Pemupukan SP-36 sebanyak 75/ha
bisa meningkatkan produktivitas padi sawah sampai 6,72 ton GKG/ha (Harahap dan Jamil,
2009). Dengan skala Bagan Warna Daun (BWD) awal sekitar 4-5, produktivtas padi sawah
PRODUKTI- VITAS LAHAN SAWAH IRI-
GASI TEKNIS
Iklim
Benih
unggul
Pupuk
Urea
Pupuk TSP
Pupuk KCl
Bahan
organik
OPT
-
14
bisa ditingkatkan menjadi 7,0 ton GKG/ha dengan penambahan pupuk Urea sekitar 50 kg/ha
atau 150 kg/ha untuk skala BWD awal 2-3(Abdulrachman et al., 2009). Pengaruh interaksi
semua faktor tersebut mampu meningkatkan produktivitas padi sawah rata-rata 6,85 ton
GKG/ha (Sembiring dan Abdulrachman, 2008).
Aplikasi pendekatan sistem dalam pengelolaan lahan melalui beberapa tahapan yaitu:
analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi sistem, validasi sistem, dan simulasi
sistem. Dalam tahap analisis kebutuhan dirumuskan semua stakeholders dan kebutuhannya
dalam memenuhi kepentingan masing-masing. Stakeholders dalam pengelolaan lahan sawah
irigasi antara lain: petani sawah irigasi, Dinas Pertanian Tingkat Kabupaten, Penyuluh
Pertanian Lapang (PPL), Peneliti, Kios agen sarana produksi, Lembaga Swadaya Masyarakat,
Pedagang perantara, dan pengumpul dan masyarakat konsumen. Analisis kebutuhan
menunjukkan adanya benturan kebutuhan dan kepentingan stakeholders yang terlibat karena
masalahnya kompleks dan membutuhkan rumusan masalah agar sistem yang dibangun bisa
bekerja efektif.
Produktivitas
lahan
Laju
peningkatan
produktivtas
lahan
Benih
unggulKesubur
an tanah
Hama/
penyakit
Iklim/
curah
hujan
Kadar K
tanah
Kadar C
tanah
Kadar N
tanah
Kadar P
tanah
Pupuk K Pupukorganik
Pupuk N Pupuk P
Status
kesuburan
tanah
+
-
+
+
-
+
+
+
- + -
+
+
++
-
- -
-
-
+
+ ++
+
++
+
Gambar 3. Causal Loop Diagram (CLD) Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Teknis
MenujuProduktivitas 13 ton GKG/ha/tahun di Provinsi Sulawesi Selatan
-
15
Kegiatan identifikasi sistem merupakan salah satu tahapan penting dalam aplikasi
pendekatan sistem dalam pengelolaan lahan sawah irigasi teknis.Tahapan ini menghubungkan
kebutuhan-kebutuhan dengan permasalahan yang dihadapi sebagai hubungan mata rantai
yang digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (causal loop) (Gambar 3).
Analisis selanjutnya adalah melanjutkan interpretasi diagram lingkar sebab-akibat ke
dalam kotak gelap (black box). Terdapat 5 variabel dalam tahapan ini (Gambar 4) yaitu:
1. Variabel input terkendali
2. Variabel input tak terkendali
3. Variabel output dikehendaki
4. Variabel output tak dikehendaki
5. Variabel kontrol sistem
Variable input berasal dari luar sistem dan dalam sistem, meliputi input terkendali dan tak
terkendali. Variabel output meliputi output dikehendaki dan output tak dikehendaki. Parameter
disain sistem pengelolaan lahan sawah irigasi merupakan proses yang mempengaruhi input
menjadi output.
Gambar 4. Diagram Input-Output dalam Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi TeknisMenuju
Produktivitas 13 ton GKG/ha/tahun di Provinsi Sulawesi Selatan
Input terkendali:
- Penyediaan benih unggul - Penyediaan pupuk - Kebutuhan tenaga kerja - Target produksi - Arus informasi teknologi dan
managemen
Disain sistem
pengelolaan
lahan sawah
irigasi teknis
Output tak dikehendaki
- Produktivitas lahan menurun - Konflik sosial dan politik tinggi - Degradasi lahan intensif - Pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat turun
Input tak terkendali:
- Kondisi sosial budaya masyarakat lokal
- Harga input dan output - Kondisi politik dan
ekonomi nasional
Input Lingkungan
- Kesesuaian lahan - Biodiversitas lingkungan - Serangan
hama/penyakit - Iklim
Output dikehendaki:
- Produktivitas lahan berkelanjutan - Peluang kerja meningkat - Degradasi lahan rendah - Pendapatan masyarakat meningkat - Arus informasi teknologi dan pengelolaan
lahan sawah mudah diakses
Umpan balik sistem
perencanaan
-
16
Validasi model adalah tahapan penyimpulan apakah model yang dibangun merupakan
perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji untuk memperoleh kesimpulan yang meyakinkan.
Tujuannya untuk menguji kebenaran struktur model untuk menunjukkan kesalahan minimal
dibandingkan data aktual termasuk menggunakan berbagai teknik statistik. Model yang
dihasilkan dari simulasi sistem dibandingkan dengan kondisi saat ini (existing condition) untuk
melihat perbedaan antara keduanya dan sekaligus tingkat validitas model yang dibangun
(Hartrisari, 2007). Simulasi sistem merupakan tahapan pendekatan sistem dengan kegiatan
atau proses percobaan dengan menggunakan suatu model untuk mengetahui perilaku sistem.
Selain itu, juga bisa diketahui pengaruhnya pada komponen-komponen dari suatu perlakuan
yang dicobakan pada beberapa komponen. Hasil simulasi biasanya ditampilkan sebagai grafik
dan tabel yang mengilustrasikan variabel-variabel sensitif yang mempengaruhi perilaku
sistem.
Sebagai suatu sistem, penelitian yang dilakukan ini mempunyai keterbatasan dimana
aspek yang diteliti terbatas pada produktivitas lahan sawah irigasi teknis. Terbatasnya data
yang diperoleh selama pengumpulan data maka pembangunan model menggunkan beberapa
asumsi berikut:
a. data:
Data historis perkembangan produktivitas padi sawah irigasi teknis Provinsi Sulawesi
Selatan selama 6 tahun (2009-2015)
Data serangan OPT pada padi sawah irigasi teknis periode tahun yang sama
Data indeks penyediaan air irigasi pada sawah irigasi teknis diasumsikan sebesar 1,0
(100%)
Data indeks kemampuan penyediaan benih unggul sampai sebesar 1,0 (sampai 100%)
Data indeks kemampuan penyediaan pupuk NPK dan bahan organik sampai 1,0 (100%)
Data susut panen maksimal 5%
Produktivitas masih bruto (total, termasuk bagian yang dibayarkan ke buruh panen)
Data dinamika hara P dan K dalam tanah (residu P dan K dalam tanah, berdasarkan hasil
penelitian) untuk mengestimasi Indeks residu P dan K dalam tanah
Data dinamika kadar bahan organik dalam tanah
b. Periode waktu pemodelan mengestimasi produktivitas lahan sawah irigasi teknis selama 5
tahun ke depan (2015-2019).
c. Analisis data menggunakan program PowerSim Contructor versi 2.51
Metode pemetaan lahan kering terdegradasi yang digunakan mengacu kepada model
kriteria lahan terdegradasi SODEG (Undang Kurnia; 2001) . Model tersebut disusun dan
ditetapkan berdasarkan dua tahap, yaitu (1) penilaian parameter-parameter sumberdaya
-
17
alami (natural assessment), dan (2) penilaian parameter-parameter sumberdaya lahan yang
dipengaruhi oleh kegiatan manusia (antrophogenic assessmen) meliputi: (a) Penilaian tahap
pertama meliputi parameter bahan induk, curah hujan, bentuk wilayah/topografi, dan
kedalaman tanah (solum), selanjutnya setiap parameter degradasi lahan diklasifikasikan,
diskor dan ditetapkan degradasi lahanya, (b) penilaian tahap kedua dilakukan terhadap
parameter-parameter degradasi lahan yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia, yaitu jenis
vegetasi dan persen penutupannya, serta ada tidaknya teknik konservasi tanah.
Pendekatan penelitian melalui beberapa tahapan kegiatan meliputi: karakterisasai
lahan (tanah dan lingkungan), fisika dan konservasi tanah dan air, kimia dan kesuburan tanah,
dan biologidan kesehatan tanah. Untuk mendukung kegiatan ini diperlukan pula pengamatan
terhadap aspek sosial ekonomi, agronomi dan agroklimat.
a. Karakterisasi lahan ( tanah dan lingkungan) dengan pendekatan satuan lahan (land unit)
b. Pengamatanfisika dan konservasi secara lagnsung di lapangan, untuk parameter yang
tidak bisa diamati secara langsung dilakukan pengambilan contoh tanah diikuti dengan
analisa laboratorium.
c. Pengamatan kimia dan kesuburan tanah dengan mengambil contoh tanah komposit dan
dianalisa di laboratorium.
d. Ploting data hasil pengamatan lapang dan hasil analisislaboratorium.
e. Perhitungan luas lahankering terdegradsi dan kriteria keragaman hayati (bilologi) dihitung
menggunakan teknik GIS
Ruang Lingkup Kegiatan
Perakitan teknologi pengelolaan lahan sawah irigasi teknis berbasis pada konsep
modeling dengan pendekatan sistem merupakan penelitian jangka panjang, dimulai tahun
2013 sampai 2017. Untuk tahun 2017, penelitian dilakukan di sentra produksi beras yang
mewakili Indonesia Timur yaitu di Provinsi Sulawesi Selatan.Ruang lingkup penelitian
pemodelan pengelolaan lahan sawah irigasi akan dilaksanakan melalui kegiatan desk work
dan kegiatan lapang yang dapat dirinci sebagai berikut:
kegiatan desk work meliputi studi pustaka, pengumpulan bahan-bahan penelitian seperti
peta, ATK, dan alat bantu lapang. Selain itu, juga dilakukan rapat koordinasi untuk
membuat kuesioner terstruktur sebagai tuntunan dalam wawancara dengan petani
respoden dan pembuatan peta opersional lapang dengan menumpang tepatkan (over lay)
peta-peta dasar. Kuesioner yang dibuat meliputi aspek pengelolaan lahan sawah irigasi
teknis terutama berkaitan dengan pupuk, benih, pestisida, dan pemanfaatan jerami padi.
Pembuatan peta status unsur hara N, P, dan K digital berbasis pada hasil pengamatan
lapang juga dilakukan pada desk work.
-
18
Kegiatan lapang meliputi survei dengan petani melalui wawancara, rekaman data
sekunder untuk aspek perkembangan produktivitas padi sawah irigasi teknis serta faktor-
faktor yang mempengaruhi produktivitas tersebut, membangun model pengelolaan lahan
sawah irigasi teknis dengan input dari para ahli (experties judgement). Pengambilan
contoh tanah komposit pada daerah-daerah dengan titik pengambilan yang masih
jarang/belum mewakili daerah tersebut. Analisis status unsur hara P dan K dari contoh
tanah yang diambil.
Ruang lingkup penelitian pemetaan lahan kering terdegradasi mendukung pertanian
berkelanjutan skala 1 : 50.000meliputi kegiatan desk work dan penelitian lapang sebagai
berikut:
Kegiatan desk work berupa: studi pustaka, pengumpulan peta-peta dasar, pengadaan
potret udara, interpretasi potret udara, pembuatan satuan peta lahan, pembuatan peta
operasional lapang dengan over lay peta-peta dasar.
Kegiatan penelitian lapang berupa survei dengan pengamatan tanah, melakukan
pengeboran tanah, pembuatan minipit, pengamatan sifat-sifat fisika dan kimia tanah yang
bisa dilakukan di lapangan. Pengamatan lingkungan meliputi: topografi, kemiringan lahan,
panjang lereng, vegetasi, tingkat erosi dan kekeritisan lahan, dan tingkat torehan lahan.
Pengambilan contoh tanah ring, komposit, dan contoh tanah biologi.
Bahan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan
Penelitian model pengelolaan lahan sawah irigasi di Provinsi Sulawesi Selatan
memerlukan bahan-bahanyang meliputi peta status hara P dan K Provinsi Sulawesi Selatan,
peta tanah sawah irigasi wilayah Provinsi Sulawesi Selatan , Peta RBI skala 250.000 Provinsi
Sulawesi Selatan, peta irigasi lahan sawah Provinsi Sulawesi Selatan. Untuk menentukan
status unsur hara P dan K diperlukan perangkat uji tanah sawah (PUTS), untuk melakukan
survei dengan wawancara ke petani responden diperlukan kuesioner terstruktur, dan GPS
untuk menentukan koordinat titik pengambilan contoh tanah. Bahan lainnya yang diperlukan
adalah kertas kalkir, kantong plastik, ball point, stabilo, note book, tali rafia, karung goni,
panghapus, pensil, maf folio, kertas label, amplop dan lain-lain.
Pelaksanaan penelitian mengikuti tahapan sebagai berikut:
a. Regitisasi peta status hara P dan K dilakukan dengan mendalami peta status P dan K hasil
penelitian tahun sebelumnya yang terbaru (tahun 2014). Sebaran titik-titik pengambilan
contoh tanah diplotkan kembali diikuti dengan lokasi titik-titik untuk pengambilan contoh
tanah yang baru sehingga jumlah dan sebaran titik-titik pengambilan contoh mewakili
-
19
areal sawah irigasi di Provinsi Sulawesi Selatan.1 titik contoh merupakan akumulasi dari
10 tititk anak contoh yang diambil dengan sistem diagonal.
b. Pada titik-titik pengambilan contoh tanah dilakukan survei pengelolaan kesuburan tanah,
produktivitas padi sawah, pengelolaan jerami, gangguan OPT, ketersediaan air untuk padi
sawah untuk periode 5 tahun terakhir. Survei ini dipandu dengan kuesioner terstruktur,
petani responden adalah petani yang menggarap di lokasi titik tersebut. Jumlah petani
respoden ditentukan dengan Snow ball sampling (jumlah petani mencukupi/mewakili) areal
padi sawah.
c. Pengumpulan data sekunder perkembangan produktivitas padi sawah, gangguan OPT,
masalah irigasi dan penyediaan air untuk padi sawah dengan instansi terkait. Data yang
diperlukan diperoleh dengan melakukan kunjungan langsung ke kantor instansi terkait.
d. Penggalian informasi untuk rekayasa model pengelolaan sawah irigasi yang dibangun
secara partisipatif dengan petani maju, PPL, kelompok tani, dan instansi terkait melalui
kegiatan FGD (focus group discussion).
e. Model pengelolaan lahan sawah dibangun dengan analisis sitem dinamis, perangkat lunak
PowerSim versi 2,5/9,0. Diteruskan dengan validasi model (validasi statistik) berupa AME
(average mean error) dan AVE (average variation error) pada selang kepercayaan 5%-10%
untuk kasus penelitian laboratorium dan rumah kaca dimana semua faktor lingkungan
dapat dikendalikan, dan kisaran selang kepercayaan 20-30% pada kasus penelitian lapang
dimana faktor lingkungan tidak bisa dikendalikan.
f. Selanjutnya simulasi model dan penentuan factor-faktor penentu (leverage factors) pada
pengelolaan lahan sawah irigasi di Provinsi Sulawesi Selatan menggunaka PowerSim Versi
2,5/9,0.
Metode pemetaan lahan kering terdegradasi memerlukan bahan penelitian peta dasar
berupa peta potret udara 1:50 000, peta topografi 1:50 000, peta geologi, peta TGHK, peta
land status 1:250 000, peta administrasi wilayah 1:10 000, peta RBI 1:100 000, peta tanah
1:250 000. Selain itu diperlukan bahan operasional lapang seperti: form pengamatan lapang,
ATK, label tanah, kantong plastik. Peralatan lainnya antara lain: optik seperti Stereoscop
cermin dan saku(untuk interprestasi potret udara), Abney level ( pengukur lereng), bor tanah,
USDA Munsell Colour Chart ( untuk menilai warna), Truogh (pengukur pH)
Penelitian lapang dilaksanakan mengikuti tahapan sebagai berikut:
a. Pengamatan tanah pada setiap satuan lahan dengan cara melakukan pengeboran,
pembuatan minipit dan pembuatan penampang tanah/profil. Pengamatan utama meliputi
sifat-sifat fisik tanah seperti tekstur, warna, drainase, konsistensi, permeabilitas,
-
20
kemasaman (Ph), keadaan porositas, kedalaman efektif dan perakaran, kandungan hara
tanah (N, P, dan K) populasi organisme tanah fungsional (positif/penambat N dan pelarut
fosfat maupun negatif/hama-penyakit tanaman). Analisa tanah dilakukan di Laboratorium
Balai Penelitian Tanah, Bogor.
b. Pengamatan lingkungan meliputi keadaan topografi, persentase kemiringan dan panjang
lereng, vegetasi dan penggunaan lahan pada saat penelitian, tingkat penorehan, ersoi dan
tingkat kekritisan.
c. Pengamatan keadaan tanah dan lingkungannya didasarkan pada ”Buku Penuntun Lapangan
untuk Survei Tanah Tinjau Sumatera (LREP, 1990) dengan beberapa modifikasi disesuaikan
dengan tingkat penelitian kondisi setempat.d.
d. Pengambilan contoh tanah fisika (ring sample) dilakukan diambl pada 2 kedalaman/ lapisan
(lapisan atas dan lapisan bawah) masing-masing dengan kedalaman 0-20 dan 20-40 cm.
Pengambilan contoh tanah fisika akan dilakukan berdekatan dengan pengambilann
contoh kimia dan biologi.
e.Untuk mengetahui kesuburan tanah di daerah penelitian, diambil sejumlah tanah lapisan
atas/tanah (komposit), pada kedalaman 0-20 cm berdasarkan toposequen, baik pada
lahan yang dianggap kritis maupun lahan yang potensial.Jumlah tanah komposit yang
diambil disesuaikan dengan keadaan daerah. Pengambilan contoh di lahan yang potensial
akan lebih intensif. Analisa kesuburan tanah mencakup: N- total (Keydhal), K- tersedia
(HCL 25 %), P- potensial (HCL 25%), P-tersedia, pH, kapasitas tukar kation (KTK),
kejenuhan basa (KB), Al dan H + serta kandungan bahan organik.
f. Luas lahan kering terdegradsi dan kriteria keragaman hayati (bilologi) dihitung
menggunakan teknik GIS. Sehingga pada hasil akhir dapat memberikan informasi sebaran
lahan terdegradasi dan keragaman hayati yang diberi identitas berdasarkan warna
dilanjutkan dengan membuat legenda dan selanjutnya dicetak sesuai kebutuhan.
-
21
IV. ANALISIS RISIKO
Daftar risiko dan penanganan risiko dalam pelaksanaan kegiatan penelitian
penyusunan informasi geospasial dan system pengelolaan sumberdaya lahan pertanian
mendukung produkitivitas berkelanjutan meliputi aspek ketersediaan bahan-bahan, data
pendukung/sekunder serta pelaksanaan demplot dan penelitian komponen teknologi
diuraikan pada Tabel 3 dan Tabel 4 berikut.
4.1 Daftar Resiko
Tabel 3. Daftar risiko pada penelitian penyusunan informasi geospasial dan sistem pengelolaan sumberdaya lahan pertanian mendukung produkitivitas berkelanjutan
No. RISIKO PENYEBAB DAMPAK
1. Sulit mendapatkan bahan
penelitian terutama peta dasar dengan skala yang
diinginkan (aspek skala dan tahun terbitan)
Peta dasar yang tersedia skala kecil
dan tahun terbitan sudah lama
Informasi potensi dan
kendala lokasi penelitian kurang valid
2.
Sulit memperoleh data
sekunder yang diperlukan
Data sekunder kurang tersedia Gambaran potensi, kendala
dan peluang lokasi kurang sempurna
3. Sulit memperoleh data primer (time series) yang
valid
Responden (terutama petani) tidak pernah mencatat data panen dan
data lainnya
Gambaran perkembangan produktivitas dan data
lainnya kurang valid
4. Interpretasi hasil running
perangkat lunak kurang
tepat
Kurang memahami proses running
perangkat lunak
Perilaku interaksi variabel
kurang sesuai dengan
perilaku existing
5. Anggaran penelitian tidak cukup
Terjadi penghematan anggaran penelitian untuk memfokuskan dan
efisiensi penggunaan anggaran negara
Volume dan kualitas beberapa kegiatan dikurangi
sehingga dapat mengurangi output
-
22
4.2. Daftar Penanganan Risiko
Tabel 4. Daftar penanganan risiko pada penelitian penyusunan informasi geospasial dan system pengelolaan sumberdaya lahan pertanian mendukung produkitivitas berkelanjutan
No. RISIKO PENYEBAB PENANGANAN RESIKO
1 Sulit mendapatkan bahan
penelitian terutama peta dasar dengan skala yang
diinginkan (aspek skala dan
tahun terbitan)
Peta dasar yang tersedia
skala kecil dan tahun terbitan sudah lama
Koordinasi dengan Instansi
penghasil peta-peta dasar yang diperlukan
2.
Sulit memperoleh data
sekunder yang diperlukan
Data sekunder kurang
tersedia
Koordinasi dengan staf daerah
untuk bernegosiasi atau mencari
lokasi alternatif.
3. Sulit memperoleh data primer (time series) yang
valid
Responden (terutama petani) tidak pernah
mencatat data panen
dan data lainnya
Koordinasi dengan staf daerah mengenai jumlah dan kemampuan
komunikasi petani responden
4. Interpretasi hasil running
perangkat lunak kurang tepat
Kurang memahami
proses running perangkat lunak
Koordinasi dan diskusi dengan
para pakar perangkat lunak yang lebih intensif untuk memahami
operasional perangkat lunak
5. Anggaran penelitian tidak
cukup
Kebijakan penghematan
anggaran penelitian
untuk memfokuskan dan efisiensi anggaran
negara
Koordinasi dengan tenaga lapang
dan BPTP dalam mereformulasi
volume dan kualitas beberapa kegiatan
-
23
V. TENAGA ORGANISASI DAN PELAKSANA
5.1. Tenaga yang Terlibat dalam Kegiatan
Nama lengkap, gelar Jabatan Kedudukan dalam
RPTP/ROPP Alokasi
waktu(OB) Fungsional Struktural
Dr. I Gusri Putu Wigena, MSi 195812311987031004
Pen. Madya Pj. RPTP/Pj.ROPP
6
Ir. Deddi Erfandi 195808211988031001
Pen. Madya Pj. RPTP/Pj.ROPP
4
Ir. Ishak Juarsah 195709121980021001
Pen. Madya Anggota 1
Ir. Yoyo Soelaiman, MS
195402011982021001
APU
Anggota 1
Dr. Achmad Rachman 195811181986031003
Pen. Madya Anggota 1
Ratri Ariani 198901072014032001
Pen. Pertama Anggota 1
Ir. Joko Purnomo, M.Si Pen. Madya Anngota 1
Imam Purwanto 195909101982031003
Teknisi Anggota 4
Didik Hastono Teknisi Anggota 4
Darsana Sudjarwadi
196004011983031002
Teknisi Anggota 4
Pipih Nurhayati
196707152006041012
Teknisi Anggota 4
Fitri Widiastuti 198008021998022001
Teknisi Anggota 4
Firman Fermana Teknisi Anggota 4
PM( BBSDLP) Anggota 2
PM ( BPTP Sulsel), tenaga daerah
Anggota 2
Dr. Ai Dariah 196202101987032001
Pen. Madya Nara sumber 1
Drs. Wahyunto Pen. Madya Nara sumber 1
3.2. Jadwal Palang
Kegiatan Tahun 2017
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Penyusunan proposal xxx
Studi pustaka dan kompilasi data
(desk work) xxx
Penyiapan sarana penunjang
penelitian, pengamatan lapang xxx
Pelaksanaan kegiatan survey lapang (Lahan, SDA dan sosek)
xxx xxx xxx
Analisis data survey, xxx xxx xxx
Penyusunan rancang bangun (rekayasa)model dari existing-
simulasi untuk merumuskan pengelolaan lahan sawah dan
lahan kering yang berkelanjutan
xxx xxx
Penyusunan laporan xxx xxx
-
24
3.3. Anggaran
No Kode Sub Pengeluaran ROPP Jumlah (Rp. 000) I II
1 521211 Belanja bahan 2 000 000 2 000 000 4 000 000
-
-Foto copy, penjilidan, laminating 2 000 000 2 000 000 4 000 000
2 521213 Honor output kegiatan 37 000 000 57 000 000 94 000 000
-Upah analisis 12 000 000 12 000 000 24 000 000
-Upah pekerja lapang 25 000 000 29 000 000 54 000 000
-Upah penyusunan peta - 10 000 000 10 000 000
-Upah digitasi peta - 6 000 000 6 000 000
3 521811 Belanja barang untuk persediaan barang konsumsi
11 000 000 11 000 000 22 000 000
-ATK dan bahan lainnya 3 000 000 3 000 000 6 000 000
-Bahan penunjang 6 000 000 4 000 000 10 000 000
-Bahan kemikali 2 000 000 4 000 000 6 000 000
4 524111 Belanja Perjalanan biasa 59 000 000 36 000 000 95 000 000
-Perjalanan dinas dalam rangka kegiatan penelitian
59 000 000 31 000 000 90 000 000
Total 109 000 000 106 000 000 210 000 000
ROPP I = Sisdin (Putu); ROPP II = Peta degradasi (Deddy Erfandi);
-
25
VI. DAFTAR PUSTAKA
Abdulrachman, S., H. Sembiring, Suyamto. 2009. Pemupukan Tanaman Padi. Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Anonimus. 2009. Sistem Dinamis. Bahan Kuliah Sistem Dinamik. Fakultas Teknik. Universitas
Veteran Nasional. Jakarta.
Anonimus. 2013. Teori Sistem Dinamik. www.id.wikipedia.org. 5 Mei 2014
De la Rosa D, Moreno JA, Mayol F, Bonsón T. 2000. Assessment of soil erosion vulnerability
in western Europe and potential impact on crop productivity due to loss of soil depth
using the ImpelERO model. Agriculture, Ecosystems and Environment 81: 179–190
Dent.F.J. 1993. Towards a Standar Methodology for the Collection and Analyses of Land Degradation Data. Proposal for Discussion Experts Consultation of The Asian Network on Problem Soil . 25-29 October 1993. FAO Regional Office for Asia and Pacific (RAPA). FAO-UNBangkok, Thailand
Eriyatno. 2004. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Managemen. IPB Press.
Bogor.
Hammer HI. 1981. Second Soil Conservation Consultant Report. AGOVINS/78/006.~Tech.
Note No. 10. Centre for Soil Research. Bogor. Indonesia.
Harahap, D., A. Jamil. 2009. Respon Tanaman Padi terhadap Pemupukan Fosfat pada Lahan
Sawah Di Desa Rawang Pasar-V, Kecamatan Meranti, Kabupaten Asahan. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara.
Gassman PW, Williams JR, Benson VR, Izaurralde RC, Hauck LM, Jones CA, Atwood JD, Kiniry JR, Flowers JD. 2005. Historical Development and Applications of the EPIC and APEX Models. CARD Working Paper 05-WP 397.Center for Agricultural and Rural Development, Iowa State University.
Hartrisari. 2007. Sistem Dinamik. Konsep Sistem dan Pemodelan untuk Industri dan
Lingkungan. Institut Pertanian Bogor. SEAMEO BIOTROP. Bogor
Knisel WG. 1980. CREAMS, a field scale model for chemicals, runoff and erosion from agricultural management systems. USDA Conservation Research Rept. No. 26.U.S. Department of Agriculture, Washington, DC.
Lal R. 2001. Soil degradation by erosion. Land Degradation & Development 12: 519–539. DOI:
10.1002/ldr.472
Leonard RA, Knisel WG, Still DA. 1987. GLEAMS: Groundwater loading effects of agricultural management systems. Trans. ASAE 30: 1403-1418.
Lim JK, Sagong M, Engel BA, Tang Z, Choi J, Kim K. 2005. GIS based sediment assessment
tool. Catena 64: 61–80.
http://www.id.wikipedia.org/
-
26
Mao D, Cherkauer KA, Flanagan DC. 2010. Development of a coupled soil erosion and large-
scale hydrology modeling system. Water Resources Research, Vol. 46, W08543.
DOI:10.1029/2009WR008268
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Merritt WS, Letcher RA, Jakeman AJ. 2003. A review of erosion and sediment transport
models. Environmental Modeling and Software 18: 761–799. DOI: 10.1016/S1364-
8152(03)00078-1
Mulyana D, Budi SW, Wasis B, dan Wulandari AS. 2011. Perubahan lingkungan mikro pada berbagai penutupan lahan hasil revegetasi. JMHT Vol XVII (1): 24-28.
Neitsch SL, Arnold JG, Kiniry JR, Williams JR. 2005. Assessment Tool Theoretical
Documentation. Version 2005. Temple, Texas. Grassland, Soil and Water Research Laboratory.Agricultural Research Service.
Purnomo, D. 2011. Pengantar Sistem Dinamik. www.labsistmip.wordpress.com. 5 Mei 2014.
Sembirin, H., S. Abdulrachman. Potensi Penerapan dan Pengembangan PTT dalam Upaya Peningkatan Produksi Padi.Iptek Tanaman Pangan Vol. 3 No. 2 – 2008, Hal. 145-155
Sularno.2012. Kontribusi Varietas Unggul Baru pada Usahatani Padi Dalam Rangka
Meningkatkan Keuntungan Petani. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.
SEPA : Vol. 9 No. 1 September 2012 : 83 – 89
Suwardjo, and N.L. Nurida,1994. Land Degradation in Indonesia. Data Collection for and Analysis. Center for Soil and Agroclimate Reseach, Bogor- Indonesia
Tanlu, L.A. 2012. Tingkat Serangan Hama dan Penyakit pada Beberapa Varietas Inpari di
Beberapa Wilayah Pengembangan Padi Di Sulawesi Utara.www.balitsereal.litbang.pertanian.go.id.
Undang Kurnia,1996. Kajian Metode Rehabilitasi Lahan untuk Meningkatkan dan Melestarikan
Produktivitas Tanah. Disertasi Doktor. Program Pasca Sarjana IPB. Undang Kurnia, 2001.Standarisasi dan Penanggulangan Lahan Terdegradasi.Laporan akhir
Bagian Proyek Sumberdaya Lahan dan Agroklimat. No.18/Puslitbangtanak/2001. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Wahid, A. 2012.System Dynamics. Bahan Kuliah Sistem Dinamik. Departemen Teknik Gas dan
Petrokimia. Fakultas Teknik. Universitas Indonesia. Jakarta.
Wigena, I G P., Setiari, M., dan Suastika, I W. 2013.Penelitian Pengembangan Sistem
Informasi Kesuburan dan Pengelolaan Tanah. Laporan Akhir Tahun. Balai Penelitian
Tanah, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan. Badan Peneltisn
dan Pengembangan Pertanian.
Zhang Y, Degroote J, Wolter C, Sugumaran R. 2009. Integration of Modified Universal Soil
Loss Equation (MUSLE) Into A GIS Framework to Assess Soil Erosion Risk. Land Degrad.
Develop. 20: 84–91.
http://www.labsistmip.wordpress.com/http://www.balitsereal.litbang.pertanian.go.id/
-
27
Roadmap RPTP: Penelitian Penyusunan Informasi Geospasial dan Sistem Pengelolaan Sumberdaya Lahan Pertanian Menuju Usahatani Produktif dan Berkelanjutan
Judul RPTP/ROPP Status Justifikasi Output
2017 2018 2019
RPTP: Penelitian Penyusunan Informasi Geospasial dan Sistem Pengelolaan Sumberdaya Lahan Pertanian Menuju Usahatani Produktif dan Berkelanjutan
Pengelolaan sumberdaya lahan yang komprehensif dan disusun dalam sistem informasi yang mudah diakses pengguna seperti WEB, peta digital sudah semestinya
menggantikan pengelolaan lahan secara parsial untuk mencegah degradasi lahan. Pemodelan lahan sawah irigasi teknis mampu memberikan solusi dalam merumuskan teknologi pengelolaan yang berbasis pada interaksi komplek faktor pengungkit (leverage factors) dari komponen bio-fisik terkait. Peta digital dengan skala operasional lapang dan model
pengelolaan lahan skala DAS dapat memberikan informasi luasan lahan kering terdegradasi serta perumusan teknologi pengelolaan kering sepesifik lokasi yang tersebar luas. Penyusunan informasi pengelolaan lahan berbasis WEB akan dapat diakses oleh pengguna secara cepat dan juga bisa di up-date sesuai dengan perkembangan kondisi lahan di lapang. Sistem ini diharapkan bisa mendorong penyebar luasan teknologi pengelolaan lahan untuk mencegah degradasi lahan secara intensif.
ROPP1: Penelitian Model Pengelolaan Lahan sawah Irigasi di Provinsi Sulawesi Selatan
Lanjutan, 2016-1019
Pengelolaan lahan sawah irigasi teknis di Provinsi Sulawesi Selatan menuju produktivitas 6,5 ton GKG/ha.
Pengelolaan lahan sawah irigasi teknis di Provinsi Lampung menuju produktivitas 6,5 ton GKG/ha.
Pengelolaan lahan sawah irigasi teknis di provinsi sentra produksi beras (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, dan Lampung, dan Nusa Tenggara Barat) menuju produktivitas 6,5 ton GKG/ha.
ROPP2: Pemetaan Lahan Kering Terdegradasi Mendukung Pertanian Berkelanjutan Skala 1:50 000
Lanjutan, 2016-2017
Peta lahan kering terdegradasi DAS Citarum hilir, Provinsi Jawa Barat skala 1:50.000, dengan mempelajari karakterisasi sifatfisik, kimia agar produktivitas lahan dapat ditingkatkan dan berkelanjutan.
ROPP3: Penelitian Pengembangan Sistem Informasi Pengelolaan Lahan Pertanian
Lanjutan, 2016-2019
Sistem informasi pengelolaan lahan berbasis web dan spasial di provinsi Jawa Tengah
Sistem informasi pengelolaan lahan berbasis web dan spasial di provinsi Bali
Sistem informasi pengelolaan lahan berbasis web dan spasial di provinsi Nusa Tenggara Barat
ROPP4: Pengelolaan Lahan Terbaik Skala DAS Menggunakan Model SWAT
Baru Basis data sifat fisik tanah, iklim, dan data hidrologi;informasi kinerja
model SWAT; informasi pengelolaan Lahan Terbaik (Best Management Practices) pada lahan pertanian
Data sedimentasi; Prediksi erosi Model konservasi pada
lahan pertanian yang adaptif
Data nitrogen; prediksi Prediksi nitrogen yang hilang dari tanah;model konservasi
pada lahan pertanian yang adaptif