Root Cause Analysis Kematian Maternal di RSUD Dr Soetomo ...
Penelitian Kematian Maternal Jadi
Transcript of Penelitian Kematian Maternal Jadi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu penentu indikator
pembangunan manusia. Situasi derajat kesehatan masyarakat dapat tercermin melalui
angka morbiditas, mortalitas dan status gizi. Kematian ibu merupakan tolok ukur
kemampuan pelayanan dan derajat kesehatan suatu negara. Di Indonesia angka kematian
ibu masih sangat tinggi, bahkan angka kematian ibu di Indonesia merupakan yang tertinggi
di antara negara-negara ASEAN1,2.
Angka Kematian Maternal (AKM) menggambarkan jumlah wanita yang meninggal
dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya
(tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan
dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan
per 100.000 kelahiran hidup1. AKM juga dapat digunakan dalam pemantauan kematian
terkait dengan kehamilan. Indikator ini dipengaruhi status kesehatan secara umum,
pendidikan dan pelayanan selama kehamilan dan melahirkan. Sensitifitas AKM terhadap
perbaikan pelayanan kesehatan menjadikannya indikator keberhasilan pembangunan
sektor kesehatan1,2.
Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007
Angka Kematian Maternal (AKM) untuk periode 5 tahun sebelum survei (2003-2007)
sebesar 228 per 100.000 KH. Angka ini turun dibandingkan AKM hasil SDKI tahun 2002-
2003 yang mencapai 307 per 100.000 KH. Angka Kematian Maternal (AKM) hasil SDKI
2
tahun 2002-2003 dan 2007 masih jauh dari target INDONESIA SEHAT 2010 yakni AKM
125 per 100.000 KH1. Sedangkan hasil Survei Kesehatan Nasional (SUKESNAS) tahun 2004
menunjukan bahwa AKM di Provinsi NTT masih 554 per 100.000 KH dimana angka ini
jauh lebih tinggi dari rata-rata nasional, yaitu 307 per 100.000 KH2.
Angka kematian Maternal (AKM) di Kota Kupang mengalami penurunan pada
tahun 2011 bila dibandingkan dengan AKM pada tahun 2008 dan 2009, namun sedikit
mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan AKM pada tahun 2010. Penurunan yang
signifikan ini sebagai dampak dari adanya Revolusi KIA di Provinsi NTT. angka kematian
ibu maternal pada tahun 2008 cenderung mengalami penurunan sampai tahun 2010,
namun pada tahun 2011 menunjukan sedikit peningkatan kasus kematian ibu menjadi
88/100.000 kelahiran hidup3.
Berdasarkan data WHO 2007, Penyebab kematian ibu yang paling umum di
Indonesia adalah penyebab obstetri langsung yaitu perdarahan 28 %,
preeklampsi/eklampsi 24 %, infeksi 11 %, sedangkan penyebab tidak langsung adalah
trauma obstetri 5 % dan lain – lain 11 %. Berdasarkan data Depkes RI tahun 2010, dari
data SKRT 2001 penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan 28%, eklampsia 24%,
infeksi 11%, partus lama 5%, abortus 5%, dan lain-lain.
Berdasarkan uraian di atas, kematian maternal di NTT masih cukup tinggi,
termasuk di kota Kupang. Kematian maternal disebabkan oleh berbagai faktor, baik itu
penyebab obstetri langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis merasa
tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Gambaran Penyebab Kematian Maternal di
RSUD Prof. W.Z. Johannes Tahun 2011-2012”
3
1.2Perumusan Masalah
a) Berapa jumlah Angka Kematian Maternal di RSUD Prof. W.Z. Johannes Tahun 2011-
2012?
b) Bagaimana gambaran penyebab kematian maternal di RSUD Prof. W.Z. Johannes
Tahun 2011-2012?
1.3Tujuan Penelitian
a) Mengetahui Angka Kematian Maternal di RSUD Prof. W.Z. Johannes Tahun 2011-2012
b) Mengetahui gambaran penyebab kematian maternal di RSUD Prof. W.Z. Johannes
Tahun 2011-2012
1.4Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Sebagai wahana bagi peneliti untuk mengembangkan ilmu dan pengetahuan
tentang kesehatan maternal dan kematian maternal
1.4.2 Bagi Pemerintah dan RSUD Prof. W.Z. Johannes
Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan pihak rumah sakit untuk
menurunkan Angka Kematian Maternal (AKM) dan meningkatkan mutu pelayanan
terutama dalam upaya pencegahan kematian maternal
1.4.3 Bagi Pembaca
Sebagai bahan informasi bagi pembaca untuk menambah wawasan dan
kewaspadaan terhadap faktor risiko dan penyebab kematian maternal.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kematian Maternal
2.1.1 Definisi kematian maternal
Kematian maternal menurut batasan dari The Tenth Revision of The International
Classification of Diseases (ICD-10) adalah kematian wanita yang terjadi pada saat
kehamilan, atau dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari lama
dan lokasi kehamilan, disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan, atau
yang diperberat oleh kehamilan tersebut atau penanganannya, tetapi bukan kematian yang
disebabkan oleh kecelakaan atau kebetulan.
Kematian-kematian yang terjadi akibat kecelakaan atau kebetulan tidak
dimasukkan ke dalam kematian maternal. Untuk memudahkan identifikasi kematian
maternal ICD-10 memperkenalkan kategori baru yang disebut pregnancy – related death
(kematian yang dihubungkan dengan kehamilan) yaitu kematian wanita selama hamil atau
dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari penyebab kematian.
2.2.2 Epidemiologi Kematian Maternal
Komplikasi kehamilan sebagai variabel terpengaruh pada kematian maternal
diklasifikasikan menjadi 2 bagian :
1. Penyebab obstetrik langsung disebabkan karena komplikasi pada saat kehamilan,
melahirkan, dan periode postpartum, termasuk komplikasi aborsi
5
2. Kematian obstetrik tidak langsung adalah kondisi keadaan kesehatan yang buruk pada
saat kehamilan atau melahirkan.
Menurut Depkes RI 2008, Penyebab kematian ibu dapat dikelompokkan menjadi
tidak langsung maupun langsung. Penyebab tidak langsung lebih terkait dengan keadaan
sosial, ekonomi, geografis, dan perilaku budaya masyarakat sedangkan penyebab langsung
terkait erat dengan kondisi kesehatan ibu sejak proses kehamilan, persalinan, dan pasca
persalinan.
Penyebab kematian ibu secara langsung adalah komplikasi yang terjadi pada saat
persalinan yang dikenal dengan Trias Klasik yaitu pendarahan menjadi penyebab
terbanyak, eklampsia dan infeksi.
Berdasarkan data WHO 2007, Penyebab kematian ibu yang paling umum di
Indonesia adalah penyebab obstetri langsung yaitu perdarahan 28 %,
preeklampsi/eklampsi 24 %, infeksi 11 %, sedangkan penyebab tidak langsung adalah
trauma obstetri 5 % dan lain – lain 11 %. Berdasarkan data Depkes RI tahun 2010, dari
data SKRT 2001 penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan 28%, eklampsia 24%,
infeksi 11%, partus lama 5%, abortus 5%, dan lain-lain.
2.2Faktor Resiko Kematian Maternal
2.2.1 Usia
Komplikasi yang sering timbul pada kehamilan di usia muda adalah anemia, partus
prematur, partus macet. Sedangkan kehamilan di atas usia 35 tahun menyebabkan ibu
terkena risiko terjadinya hipertensi kehamilan, diabetes, penyakit kardiovaskuler, penyakit
ginjal dan gangguan fungsi paru. Dengan resiko-resiko tersebut sangat besar kemungkinan
6
untuk menyebabkan kematian pada ibu. Sehingga usia kehamilan yang paling aman adalah
usia 20 – 35 tahun.
2.2.2 Kebiasaan Hidup
Banyak kebiasaan hidup yang tidak sehat dan berpengaruh pada kesehatan ibu dan
bayi yang dikandungnya. Kebiasaan tersebut antara lain merokok dan juga mengkonsumsi
minuman beralkohol. ibu akan kesulitan dalam proses melahirkan dan dapat meninggal
akibat kegagalan jantung yang berdenyut cepat akibat pengaruh alcohol yang terkandung
dalam darahnya.
2.2.3 Jarak antar kehamilan
Jarak antar kehamilan yang kurang dari 2 tahun dapat meningkatkan risiko
terjadinya kematian maternal. Persalinan dengan interval kurang dari 24 bulan merupakan
kelompok resiko tinggi untuk perdarahan postpartum, kesakitan dan kematian ibu.
2.2.4 Pelayanan Kesehatan
Hal ini meliputi keterjangkauan lokasi tempat pelayanan kesehatan, tempat
pelayanan yang lokasinya sulit dicapai oleh para ibu menyebabkan berkurangnya akses ibu
hamil terhadap pelayanan kesehatan, jenis dan kualitas pelayanan yang tersedia dan
keterjangkauan terhadap informasi (WHO, 2008). Akses terhadap tempat pelayanan
kesehatan dapat dilihat dari beberapa faktor, seperti lokasi dimana ibu dapat memperoleh
pelayanan kontrasepsi, pemeriksaan antenatal, pelayanan kesehatan primer atau
pelayanan kesehatan rujukan yang tersedia di masyarakat.
2.2.5 Perilaku penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan
7
Perilaku penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan antara lain meliputi perilaku
penggunaan alat kontrasepsi. Ibu yang mengikuti program keluarga berencana (KB) akan
lebih jarang melahirkan dibandingkan dengan ibu yang tidak mengikuti program Keluarga
Berencana. Demikian juga perilaku pemeriksaan antenatal, ibu yang melakukan
pemeriksaan antenatal secara teratur akan terdeteksi masalah kesehatan dan
komplikasinya. Termasuk juga dalam hal ini adalah penolong persalinan, ibu yang ditolong
oleh dukun berisiko lebih besar untuk mengalami kematian dan kesakitan dibandingkan
dengan ibu yang melahirkan dibantu oleh tenaga kesehatan, serta tempat persalinan,
persalinan yang dilakukan di rumah akan menghambat akses untuk mendapatkan
pelayanan rujukan secara cepat apabila sewaktu-waktu dibutuhkan.
2.2.6 Lingkungan
Lingkungan juga menjadi salah satu factor yang mempengaruhi KIA.
Banyak aspek yang mempengaruhi KIA yang dapat dilihat dalam suatu lingkungan. Dalam
hubungannya dengan meningkatnya kasus kematian ibu (hamil, melahirkan dan nifas), ada
dua aspek yang akan dibahas. Yang pertama adalah aspek geografis. Kondisi geografis
suatu lingkungan mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat di lingkungan itu sendiri.
Kondisi lingkungan yang tidak mendukung, seperti sulit terjangkau oleh sarana
transportasi tentu saja mengakibatkan sulitnya sarana dan tenaga kesehatan untuk
menjangkau daerah tersebut. Imbasnya, kondisi kesehatan masyarakat di lingkungan
tersebut akan terbengkalai, masyarakat akan minim dalam sarana kesehatan, dan banyak
ibu yang mengalami kesulitan selama masa kehamilan, melahirkan dan juga nifas, sehingga
angka kematian ibu (hamil, melahirkan dan nifas) akan terus bertambah besar.Yang kedua
8
adalah masalah social ekonomi. Kondisi keuangan yang tidak mencukupi tentu
menyulitkan para ibu (hamil, melahirkan dan nifas) untuk memperoleh fasilitas kesehatan
yang memadai. Oleh sebab itu, mereka cenderung memilih dukun beranak karena biaya
yang dikeluarkan tentu jauh lebih murah dibanding puskesmas. Akibatnya, banyak ibu
yang meniggal saat melahirkan karena pendarahan atau mengalami infeksi akibat proses
melahirkan yang tidak steril, dan berujung pada kematian.
2.3 Penyebab Kematian Maternal
Diperkirakan dari setiap ibu yang meninggal dalam kehamilan, persalinan atau nifas, 16-17
ibu menderita komplikasi yang mempengaruhi kesehatan, umumnya menetap. Penyebab
kematian ibu telah diuraikan diatas, yaitu perdarahan, infeksi, hipertensi dalam kehamilan,
partus macet, dan aborsi. WHO memperkirakan sekitar 10% kelahiran hidup mengalami
komplikasi perdarahan pasca persalinan. Komplikasi paling sering dari perdarahan pasca
persalinan adalah anemia. Jika kehamilan terjadi pada yang telah menderita anemia, maka
perdarahan pasca persalinan dapat memperberat keadaan anemia dan dapat berakibat
fatal.
Penyebab kematian ibu sejak dahulu tidak banyak berubah, yaitu perdarahan,
eklampsia, komplikasi aborsi, partus macet, dan sepsis. Penyebab lainnya dapat ditambah
dengan adanya anemia, penyakit infeksi seperti malatia, tbc, hepatitis, atau HIV/AIDS.
Defisiensi energi kronis merupakan penyebab lain kematian ibu. Status sosioekonomi
keluarga, pendidikan, budaya, akses terhadap fasilitas kesehatan, serta transportasi juga
berperan pada kematian ibu. Disamping itu masalah pertumbuhan penduduk, transisi
9
demografi, desentralisasi, utilisasi fasilitas kesehatan, pendanaan, dan kurangnya
koordinasi instansi terkait baik didalam negeri maupun diluar negeri.
Perdarahan yang bertanggung jawab atas 28% kematian ibu, sering tidak dapat
diperkirakan dan terjadi tiba-tiba. Sebagian besar perdarahan terjadi pasca persalinan,
baik karena atonia uteri maupun sisa plasenta. Hal ini menunjukkan penanganan kala III
yang kurang optimal dan kegagalan sistem pelayanan kesehatan menangani kedaruratan
obstetri dan neonatal secara cepat dan tepat.
Infeksi juga merupakan penyebab penting kematian ibu. Insidensi infeksi nifas
sangat berhubungan dengan praktik tidak bersih pada waktu persalinan dan masa nifas.
Infeksi Menular Seksual dalam kehamilan merupakan faktor resiko untuk sepsis, infeksi
HIV/AIDS berhubungan dengan peningkatan insiden sepsis. Sepsis yang resisten terhadap
antibiotika sering terjadi pada ibu-ibu dengan HIV positif, demikian pula infeksi
pascaseksio sesarea.
Eklampsia secara global terjadi pada 0,5% kelahiran hidup dan 4,5% hipertensi
dalam kehamilan. Eklampsia merupakan penyebab nomor dua yang mempengaruhi
mortalitas, yaitu sebanyak 13% kematian ibu. Preeklampsia mempengaruhi banyak organ
vital. Pasca konvulsi pada eklampsia dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hati, edema
paru, perdarahan serebral, dan ablasio retina.
Persalinan macet merupakan 8% penyebab kematian ibu secara global. Komplikasi
yang dapat terjadi adalah fistula vesikovaginalis dan atau rektovaginalis. Disamping itu
dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan sepsis, terutama jika terjadi ketuban
pecah dini. Komplikasi lain adalah terjadinya rupture uteri yang dapat mengakibatkan
perdarahan dan syok, bahkan kematian.
10
Insidens aborsi tidak aman secara global adalah sekitar 20 juta per tahun, atau 1
diantara 10 kehamilan atau 1 aborsi tidak aman dengan 7 kelahiran hidup. Lebih dari 90%
aborsi tidak aman terjadi di negara-negara sedang berkembang. Komplikasi yang terjadi
berupa sepsis, perdarahan, trauma genital dan abdominal, perforasi uterus dan keracunan
bahan abortifasien. Kematian dapat terjadi karena gangren gas dan gagal ginjal akut.
Komplikasi jangka panjang aborsi tidak aman adalah nyeri panggul menahun, penyakit
radang panggul, oklusi tuba, dan infertilitas sekunder. Dapat pula terjadi kehamilan
ektopik, persalinan prematur atau abortus spontan pada kehamilan berikutnya.
Kesakitan yang menyusul penyebab tidak langsung misalnya anemia, malaria,
hepatitis, tuberkulosis, dan penyakit kardiovaskular. Salah satu kesakitan yang utama
adalah anemia, yang di samping menyebabkan kematian melalui henti kardiovaskular, juga
berhubungan dengan penyebab langsung kematia ibu. Ibu yang anemia tidak dapat
menolerasnsi kehilangan darah seperti perempuan sehat tanpa anemia. Pada waktu
persalinan, kehilangan darah 1000 ml tidak mengakibatkan kematian pada ibu sehat, tetapi
pada ibu anemia, kehilangan darah kurang dari itubdapat berakibat fatal. Ibu anemia juga
meningkatkan resiko operasi atau penyembuhan luka tidak segera, sehingga luka dapat
terbuka seluruhnya. Aborsi tidak aman merupakan penyebab dari 11% kematian ibu.
Penyebab kematian ibu yang lain adalah sepsis, merupakan kontributor 10% kematian ibu
di Indonesia.
Malaria meningkatkan resiko anemia ibu, prematuritas, dan berat badan lahir
rendah pada kehamilan pertama, Prevaleni dan densitas parasitemia pada primigravida
lebih tinggi daripada ibu tidak hamil. Infeksi HIV juga meningkatkan resiko komplikasi
malaria. Hepatitis virus dalam kehamilan merupakan keadaan yang meningkatkan case
11
fatality rate 35 kali daripada ibu tidak hamil. Hepatitis virus umumnya terjadi pada
trimester ketiga kehamilan, dapat menyebabkan persalinan prematur, gagal hati,
perdarahan, dan janin umumnya sulit diselamatkan.
Pada 1992 McGarthy dan Maine mengembangkan suatu kerangka konseptual
kematian ibu yang secara garis besar dilukiskan pada gambar berikut:
Mati/cacat
komplikasi
Kehamilan
12
Determinan jauh Determinan antara Hasil
Faktor-faktor sosioekonomi dan
budayaAkses layanan
kesehatan
Status reproduksi
Status kesehatan
Perilaku/pemanfaatan pelayanan kesehatan
Faktor-faktor yang tidak diketahui/tidak
diperkirakan
13
14
2.4 Upaya Pemerintah Dalam Mengurangi Angka Kematian Maternal
Pemerintah dalam hal ini jajaran kesehatan di Provinsi NTT telah berupaya selama ini
memberikan pelayanan kesehatan melalui berbagai upaya, antara lain dengan penempatan
bidan di desa - desa, pembangunan Puskesmas dan Puskesmas Pembantu serta Puskesmas
Keliling, tetapi belum memberikan suatu hasil yang menggembirakan. Oleh karena
persalinan dengan komplikasi perdarahan, retensio plasenta, keracunan kehamilan
(Eklamsia) dan kehamilan dengan penyulit lainnya tidak dapat ditolong oleh tenaga
Bidan/Perawat yang ada di desa, Hal-hal seperti itu hanya dapat diatasi bila persalinan
tersebut dilakukan di fasilitas kesehatan yang memadai dan siap 24 jam.
Oleh karena itu diperlukan suatu strategi dan kebijakan (Revolusi) dibidang
pelayanan kesehatan terutama pelayanan kesehatan kepada setiap Ibu yang melahirkan
dan bayi baru lahir melalui pendekatan ”Pertolongan Persalinan oleh tenaga kesehatan
yang terlatih pada fasilitas kesehatan yang memadai dan siap 24 jam”.
Revolusi KIA adalah salah satu bentuk upaya percepatan penurunan kematian ibu
melahirkan dan bayi baru lahir dengan cara – cara yang luar biasa melalui persalinan pada
fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai dan siap 24 jam.
Fasilitas kesehatan yang memadai dan siap 24 jam adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang siap memberikan pelayanan 24 jam serta memenuhi standar dari setiap
aspek, yaitu:
1. Aspek SDM (Sumber Daya Manusia);
2. Aspek Peralatan;
3. Aspek Obat, Bahan dan Perbekalan Kesehatan;
4. Aspek Bangunan;
15
5. Aspek Sistem (termasuk Standard Operating Procedure/SOP, ProsedurTetap/ Protap
dan Sistem Rujukan);
6. Aspek Penganggaran.
Tujuan Umum Revolusi KIA yaitu tercapainya percepatan penurunan kematian Ibu
melahirkan dan kematian Bayi Baru Lahir melalui persalinan di fasilitas kesehatan yang
memadai dan siap 24 jam. Dari 554/100.000 KH pada tahun 2004 menjadi 153/100.000
KH padatahun 2013, dan kematian bayi dari 62/1000 KH tahun 2004 menjadi 27/1000 KH
pada tahun 2013.
Tujuan Khusus Revolusi KIA sebagai berikut :
1. Tersedianya data sasaran ibu hamil, melahirkan dan bayi di tiap desa;
2. Tersedianya Puskesmas PONED dan Rumah sakit PONEK di Kabupaten/Kota;
3. Tersusunnya system pelayanan dasar, esensial dan emergensi (obstetri neonatal)
bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan ibuNifas serta bayi baru lahir;
4. Terselenggaranya system pelayanan dasar, esensial dan emergensi (obstetri
neonatal) bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan ibu Nifas serta bayi baru lahir.
5. Terselenggaranya system rujukan obstetrik neonatal yang baik bagi ibu hamil, ibu
melahirkan, ibuNifas dan bayi baru lahir;
6. Terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu bagi ibu hamil, ibu
melahirkan, ibu Nifas dan bayi baru lahir;
7. Terselenggaranya persalinan yang selamat di fasilitas kesehatan yang memadai dan
siap 24 jam;
16
8. Menurunnya angka kematian ibu dan kematian bayi baru lahir setiap tahun (Target
AKI 2010: 227/100.000KH, Tahun 2013: 153/100.000KH, dan AKB 2010 :
42/1000KH, Tahun 2013: 27/1000KH);
9. Meningkatnya peran aktif masyarakat dalam upaya penurunan kematian ibu dan bayi
baru lahir.
Ada dua sisi yang harus di intervensi di dalam Revolusi KIA yaitu sisi
pemerintah/swasta sebagai penyedia pelayanan kesehatan dan sisi masyarakat sebagai
yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Sebagai penyedia pelayanan kesehatan, masing
- masing program dan sektor terkait berperan sesuai tugas dan fungsinya.
Pemerintah/swasta pada sisi penyedia pelayanan atau fasilitas kesehatan berperan
merubah kondisi sebelum revolusi menjadi kondisi: (1). Menolong di fasilitas pelayanan
kesehatan yang memadai dan siap 24 jam, (2). Merujuk pasien pada saat yang tepat, (3).
Bekerja sesuai standar.
Masyarakat sebagai pihak yang membutuhkan pelayanan berperan merubah kondisi
sebelum revolusi menjadi: (1). Melahirkan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang
memadai dan siap 24 jam, (2). Saat melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan yang
terlatih, (3). mendorong/berupaya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal.
Alur pelayanan sebagai berikut: pasien (ibu akan melahirkan) dirujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan yang memadai dan siap 24 jam di Puskesmas rawat inap dan bila
memerlukan penanganan lebih lanjut pada tingkat yang lebih tinggi maka dirujuk ke rumah
sakit. Untuk mendukung pelayanan di fasilitas kesehatan yang memadai dan siap 24 jam
pada kedua level tersebut diatas, akan disediakan rumah tunggu yang berfungsi sebagai
17
tempat penampungan sementara bagi ibu yang akan melahirkan dan bagi keluarga yang
mendampingi.
Sangat diharapkan Kebijakan Revolusi KIA ini dapat secara bermakna menurunkan
kematian ibu dan bayi sekurang - kurangnya menyamai angka Nasional, bahkan bila
memungkinkan satu digit dibawah angka Nasional. Upaya ini harus dilakukan oleh semua
pihak pada masing - masing level/ tingkatan mulai dari Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota,
KecamatandanDesa/ Kelurahan.
18
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional,
dimana jenis penelitian ini untuk mencari hubungan antara beberapa variabel bebas
(faktor penyebab) dengan variabel tergantung (efek) dengan melakukan pengukuran
secara bersamaan.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang
C. Populasi dan sampel
Populasi dan sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu seluruh data
kematian maternal di RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang dengan batasan waktu dari
tahun 2011 hingga tahun 2012,
D. Bahan dan Alat
Bahan dan Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder kematian
maternal di RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang dari tahun 2011 – 2012.. Selain itu
juga dipergunakan alat bantu Laptop untuk proses pengolahan data dan printer untuk
penyajian hasil.
19
E. Cara Kerja
Prosedur kerja dalam penelitian ini adalah dengan melakukan analisis data dengan
melihat data – data rekapan statistik kematian maternal dari tahun 2011 hingga 2012
di RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang sebagai gambaran dalam penelitian ini.
F. Analisis Data
Jenis analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu uji analitik dengan
metode pendekatan Cross Sectional, karena penelitian yang digunakan memanfaatkan
dataprimer dan sekunder pada satu saat dan penelitian dilakukan satu kali dan dapat
dipergunakan untuk meneliti lebih dari satu variabel. Dalam penel;itan ini dibatasi
hanya satu variabel yaitu penyebab kematian maternal. Data yang dikumpulkan akan
diolah dan diedit untuk melihat gambaran kematian maternal berdasarkan penyebab
kematian di RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang dari tahun 2011 hingga 2013.
20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Karakteristik Tempat Penelitian
RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes merupakan rumah sakit rujukan provinsi dengan kelas
Tipe B Non Pendidikan berdasarkan SK Menkes no. 94/Menkes/SK/95. Tentang RSUD
Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang sebagai RS Tipe B Non Pendidikan. Rumah sakit ini
berdiri sejak tahun 1941 pada zaman penjajahan Belanda dan resmi menjadi rumah
sakit milik daerah Tingkat provinsi pada tanggal 5 Juli 1954. Rumah sakit ini berada di
jalan Moch Hatta No. 19 Kupang. Rumah sakit ini memiliki luas lahan sekitar 51.670 m2
dengan luas bangunannya sendiri sekitar 42.418 m2. Rumah sakit ini memiliki
akreditasi 12 standar pelayanan dan memiliki kapasitas tempat tidur sekitar 375
tempat tidur. Rumah sakit ini memiliki sekitar 1177 pegawai termasuk didalamnya
tenaga medis maupun non Medis. Berdasarkan data sekunder RSUD Prof. Dr. W.Z
Johannes Kupang, tidak kurang dari 1000 kasus persalinan dilakukan di rumah sakit
ini dengan angka persalinan normal menempati urutan pertama. Untuk angka
kematian maternal sendiri memiliki angka yang cukup signifikan setiap tahunnya
dengan penyebab – penyebabnya yang beragam pula.
21
4.1.2 Gambaran Kematian Maternal
Tabel 4.1 Gambaran Kasus kematian Maternal di RSUD Prof. W.Z. Johannes
tahun 2011 – 2012
Tahun f (orang) %
2011 14 36,82012 24 63,2Total 38 100
Berdasarkan data diatas, dapat dilihat adanya peningkatan kasus kematian maternal
dari tahun 2011 hingga 2012 dimana pada tahun 2011 angka kematian maternal
berjumlah 14 orang dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 24 orang.
4.1.3 Gambaran Penyebab Kematian Maternal
Tabel 4.2 Gambaran Penyebab Kematian Maternal di RSUD Prof. W. Z. Johannes
tahun 2011-2012
Penyebab f %Perdarahan 4 10,5
Preeklampsia dan eklampsia 12 36,1Infeksi 6 15,8
Malposisi 1 2,6Lain-lain 15 39,5
Total 38 100
Dari data diatas, dapat dilihat bahwa jumlah terbanyak penyebab kematian maternal di
RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang tahun 2011 hinga 2012 didapati dari 38 kasus,
penyebab terbanyak oleh kasus lain-lain yaitu sebesar 39 % diikuti oleh preeklampsia dan
22
eklampsia yaitu sebanyak 36,1%, infeksi sebesar 15,8 %, perdarahan sekitar 10,5% dan
yang terakhir disebabkan oleh malposisi yakni sebesar 2,6%. Kasus lain-lain tersebut
merupakan kasus-kasus yang tidak memiliki penyebab utama yang spesifik mulai dari
kasus gagal ginjal, penyakit jantung hingga kasus-kasus yang tidak teridentifikasi.
4.2 Pembahasan
Setelah peneliti melakukan pengolahan data dan diperoleh hasil penelitian seperti
yang digambarkan dalam tabel distribusi diatas, maka selanjutnya peneliti akan
membahas hasil penelitian tersebut yang secara lebih jelas dapat dilihat pada uraian
dibawah ini.
4.2.1 Gambaran Kematian Maternal
Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007
Angka Kematian Maternal (AKM) untuk periode 5 tahun sebelum survei (2003-2007)
sebesar 228 per 100.000 KH. Angka ini turun dibandingkan AKM hasil SDKI tahun 2002-
2003 yang mencapai 307 per 100.000 KH. Angka Kematian Maternal (AKM) hasil SDKI
tahun 2002-2003 dan 2007 masih jauh dari target INDONESIA SEHAT 2010 yakni AKM
125 per 100.000 KH. Sedangkan hasil Survei Kesehatan Nasional (SUKESNAS) tahun 2004
menunjukan bahwa AKM di Provinsi NTT masih 554 per 100.000 KH dimana angka ini
jauh lebih tinggi dari rata-rata nasional, yaitu 307 per 100.000 KH.
Berdasarkan tabel 4.1, dapat dilihat adanya peningkatan kasus kematian maternal dari
tahun 2011 hingga 2012 dimana pada tahun 2011 angka kematian maternal berjumlah 14
orang dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 24 orang. Sebenarnya angka kasus diatas
belum menjadi indikator kematian maternal di rumah sakit ini karena tidak dilihat
23
bagaimana perbandingannya per 100.000 kelahiran hidup. Namun dari data tersebut kita
dapat mengambil kesimpulan bahwa untuk kasus kematian maternal di rumah sakit ini
masih tergolong cukup tinggi dan mengalami peningkatan namun perlu juga untuk
diakumulasikan dengan kasus pada rumah sakit daerah lainnya dan dengan perbandingan
100.000 per kelahiran hidup untuk mendapatkan gambaran angka kematian maternal di
NTT.
4.2.2 Gambaran Penyebab Kematian Maternal
Berdasarkan tabel 4.2, dapat dilihat bahwa jumlah kematian maternal di RSUD Prof.
Dr. W.Z Johannes Kupang tahun 2011 hinga 2012 didapati dari 38 kasus, penyebab
terbanyak oleh kasus lain-lain yaitu sebesar 39 % diikuti oleh preeklampsia dan eklampsia
yaitu sebanyak 36,1%, infeksi sebesar 15,8 %, perdarahan sekitar 10,5% dan yang terakhir
disebabkan oleh malposisi yakni sebesar 2,6%. Kasus lain-lain tersebut merupakan kasus-
kasus yang tidak memiliki penyebab utama yang spesifik mulai dari kasus gagal ginjal,
penyakit jantung hingga kasus-kasus yang tidak teridentifikasi.
4.2.2.1 Preeklampsia dan Eklampsia sebagai Penyebab Kematian Maternal
Berdasarkan tabel 4.2, untuk kasus Kematian Maternal dengan penyebab
utama yang jelas, maka preeklampsia dan eklampsia menempati urutan pertama penyebab
kematian maternal. Jika dibandingkan dengan studi global, maka terdapat sedikit
perbedaan dimana kasus utama kematian maternal di seluruh dunia ditempati oleh
perdarahan, preeklampsia dan infeksi. Pada beberapa penelitian di negara – negara lain
seperti penelitian yang dilakukan oleh Swain dkk, di India didapati kasus kematian
24
maternal oleh karena preeklampsia dan eklampsia sebanyak 44/1000 kelahiran dan angka
ini terus meningkat dari 1988 hingga saat ini sehingga oleh pemerintah di negara tersebut
dibuatkan regulasi kesehatan yang mengatur upaya penurunan kematian ibu dari tingkat
lokal, regional hingga nasional. Penelitian lain yang dilakukan Haryono, diperhitungkan
eklampsia menyebabkan 50.000 kematian maternal di seluruh dunia dalam satu tahun.
Disamping itu, kematian janin dalam kandungan dan kematian neonatal mencapai angka
34/1000.
Eklampsia adalah pre eklampsia yang mengalami komplikasi kejang tonik klonik
yang bersifat umum. Koma yang fatal tanpa disertai kejang pada penderita pre eklampsia
juga disebut eklampsia. Namun kita harus membatasi definisi diagnosis tersebut pada
wanita yang mengalami kejang dan kematian pada kasus tanpa kejang yang berhubungan
dengan pre eklampsia berat. Mattar dan Sibai (2000) melaporkan komplikasi – komplikasi
yang terjadi pada kasus persalinan dengan eklampsia antara tahun 1978 – 1998 di sebuah
rumah sakit di Memphis, adalah solutio plasentae (10 %), defisit neurologis (7 %),
pneumonia aspirasi (7 %), edema pulmo (5 %), cardiac arrest (4 %), acute renal failure
(4 %) dan kematian maternal (1 %).
Pada beberapa kasus eklampsia, kematian mendadak dapat terjadi bersamaan atau
beberapa saat setelah kejang sebagai akibat perdarahan otak yang masiv. Apabila
perdarahan otak tersebut tidak fatal maka penderita dapat mengalami hemiplegia.
Perdarahan otak lebih sering didapatkan pada wanita usia lebih tua dengan riwayat
hipertensi kronis. Pada kasus yang jarang perdarahan otak dapat disebabkan pecahnya
aneurisma Berry atau arterio venous malformation.
25
Pada kira – kira10 % kasus, kejang eklampsia dapat diikuti dengan kebutaan dengan
variasi tingkatannya. Kebutaan jarang terjadi pada pre eklampsia. Penyebab kebutaan ini
adalah terlepasnya perlekatan retina atau terjadinya iskemia atau edema pada lobus
oksipitalis. Prognosis penderita untuk dapat melihat kembali adalah baik dan biasanya
pengelihatan akan pulih dalam waktu 1 minggu.
Pada kira- kira 5 % kasus kejang eklampsia terjadi penurunan kesadaran yang berat
bahkan koma yang menetap setelah kejang. Hal ini sebagai akibat edema serebri yang luas.
Sedangkan kematian pada kasus eklampsia dapat pula terjadi akibat herniasi uncus trans
tentorial.
Pada kasus yang jarang kejang eklampsia dapat diikuti dengan psikosis, penderita
berubah menjadi agresif. Hal ini biasanya berlangsung beberapa hari sampai sampai 2
minggu namun prognosis penderita untuk kembali normal baik asalkan tidak terdapat
kelainan psikosis sebelumnya. Pemberian obat – obat antipsikosis dengan dosis yang tepat
dan diturunkan secara bertahap terbukti efektif dalam mengatasi masalah ini.
4.2.2.2 Infeksi sebagai Penyebab Kematian Maternal
Berdasarkan tabel 4.2, infeksi merupakan 3 besar penyebab kematian maternal di
RSUD Prof W.Z. Johannes tahun 2011-2012 yakni sebesar 15,8%. Menurut laporan
pencapaian tujuan pembangunan milenium Indonesia, sepsis berkontribusi 10% dari
kematian ibu, dan dunia rata-rata 15%. Sedangkan penelitian Chowdhury tahun 2007 yang
dilakukan di Pakistan, infeksi mengakibatkan 9,3% kematian ibu. Pada tahun 2011,
penelitian yang diadakan di Jawa Timur menunjukkan bahwa infeksi memberi kontribusi
kematian ibu sebesar 6,06%. Menurut survey kesehatan rumah tangga (SKRT) selama 10
26
tahun angka kematian terutama disebabkan post partum sekitar 67% dan 70% karena
perdarahan dan infeksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu faktor penolong
persalinan, faktor tempat tinggal ibu yang kotor dan luka post episiotomy yang tidak
dirawat sehingga menyebabkan infeksi.
Infeksi yang menyebabkan kematian ibu ada yang memasukkannya dalam
kelompok penyebab tidak langsung dan adapula yang mengelompokkan ke dalam faktor
penyebab langsung dengan menggabungkannya ke dalam suatu kelompok yang disebut
sebagai trias klasik (perdarahan, eklampsia dan infeksi). Infeksi bisa disebabkan oleh
bakteri, virus, dan parasit, sedangkan penularan dapat terjadi intrauterin, pada waktu
persalinan atau pasca persalinan. Infeksi yang paling umum adalah malaria, tuberkulosis,
dan hepatitis. Ibu hamil yang terinfeksi penyakit-penyakit tersebut biasanya memiliki
gejala yang lebih parah dan memiliki tingkat risiko tinggi keguguran, kematian janin,
persalinan prematur, berat badan lahir rendah, kematian bayi dan/atau ibu.
4.2.2.3 Perdarahan sebagai Penyebab Kematian Maternal
Bedasarkantabel 4.2, kematian maternal di RSUD Prof. W.Z. Johannes yang
disebabkan oleh perdarahan cukup tinggi yakni sebesar 10,5 %.
Menurut WHO 2007 dan Depkes RI 2010, perdarahan merupakan penyebab
kematian maternal terbesar yakni sebersar 28%. Perdarahan berlebihan dialami oleh 5-15
% perempuan setelah persalinan, bahkan dengan manajemen yang tepat sekitar 3% ibu
dengan persalinan pervaginam dapat mengalami perdarahan sehingga meningkatkan
risiko kematian maternal.
27
Penelitian yang dilakukan oleh Bazar, dkk tahun 2005-2009 di RSU dr. Mohammad
Hoesin Palembang, dari 50 sampel kasus kematian matenal didapatkan penyebab kedua
terbanyak adalah perdarahan yaitu sekitar 28%.
Penelitian lain oleh Soetrisno tahun 2011 di RSUD dr. Moewardi Surakarta dari 19
sampel didapatkan penyebab kematian maternal terbanyak ke 3 adalah perdarahan.
28
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan tentang Gambaran Penyebab Kematian
Maternal di RSUD Prof. W.Z. Johannes Tahun 2011-2012 maka dapat disimpulkan :
a. Jumlah kasus kematian maternal di RSUD Prof. W. Z. Johannes tahun 2011-2012 sebanyak 38
orang, dimana terjadi peningkatan kasus kematian maternal dari tahun 2011 hingga 2012 yakni
tahun 2011 angka kematian maternal berjumlah 14 orang dan pada tahun 2012 meningkat
menjadi 24 orang..
b. Penyebab kasus kematian maternal di RSUD Prof W.Z. Johannes tahun 2011-2012 yang
terbanyak adalah kasus lain-lain sebesar 39 % diikuti oleh preeklampsia dan eklampsia sebesar
36,1%, infeksi sebesar 15,8 %, perdarahan sekitar 10,5% dan yang terakhir disebabkan oleh
malposisi yakni sebesar 2,6%.
5.2 Saran
a. Bagi pemerintah daerah agar tetap menggalakkan dan meningkatkan kinerja program-
program dalam menurunkan AKM seperti Revolusi KIA sehingga dapat dilakukan upaya
pencegahan dini untuk menghindari terjadinya kematian pada ibu hamil.
d. Bagi ibu hamil, diharapkan agar senantiasa berupaya memeriksakan kehamilannya
secara teratur sehingga komplikasi selama kehamilan dapat dideteksi dan ditangani
lebih dini.
e. Bagi peneliti lain, diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat mengembangkan
permasalahan yang ada dengan meneliti penyebab lain yang berperan dalam kematian
maternal
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009. Jakarta: Kemenkes RI. 2010: 28.
Availabel from:
http://www.depkes.go.id/downloads/profil_kesehatan_2009/files/buku%20profil
%20kesehatan%20indonesia%202009.pdf [diakses 25 September 2011]
2. Dinkes NTT. Profil Kesehatan Provinsi NTT Tahun 2007. Kupang: Dinkes NTT. 2008:20-
22. Available from: www.depkes.go.id/downloads/ profil / profil _ ntt _07. pdf . [diakses 30
Januari 2013]
3. Dinkes Kota Kupang. Profil Kesehatan Kota Kupang. Kupang: Dinkes Kota Kupang.
2012:42-46. Available from:
http://www.dinkes-kotakupang.web.id/bank-data/category/6-profil-kesehatan-kota-
kupang-tahun-2011.html?download=11:profil-kesehatan-kota-kupang-tahun-2011.
[diakses 29 Januari 2013
4. Prasetyo, I. Eklampsia. RSUD. RAA Soewondo Pati. 2011. : 3-5
5. Anonim. Management of Preeklampsia ; Issues For Anaesthetists. University of
Melbourne. 2012 : 1
6. Swain, S. Ojha KN, Prakash, A. Bhatia, BD. Maternal And Perinatal Mortality Due to
Eclampsia. Indian Pediatrics. 1993 : 1
7. Pertiwi, L. Salamah, M. Sutikno. Spatial Durbin Model untuk Mengidentifikasi Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Kematian Ibu di Jawa Timur. Jurnal Sains dan Seni ITS
Volume 1. 2012 : 1-3
30
8. Roeshadi, H. Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Kematian Ibu Pada Penderita
Preeklampsia dan Eklampsia. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2006 :
11-2
9. Prawirohardjo S, Siswishanto R. 2009. Penyakit Infeksi. Ilmu Kebidanan. Edisi keempat,
Cetakan kedua. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal 903-920