Penegakkan Diagnosis Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif

download Penegakkan Diagnosis Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif

of 11

description

1234

Transcript of Penegakkan Diagnosis Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif

Fakultas kedokteran universitas riau

03 Desember 2013[Fakultas kedokteran universitas riau]

PENEGAKKAN DIAGNOSISPADA PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIFKahila Delfia1 juwanto21Fakultas Kedokteran Universitas Riau2Bagian Ilmu Penyakit DalamABSTRAKDiagnosis adalah upaya untuk menegakkan atau mengetahui jenis penyakit yang diderita oleh seseorang. Gagal jantung merupakan sindroma klinis kompleks yang disebabkan gangguan struktur dan fungsi jantung sehingga mempengaruhi kemampuan jantung untuk memompakan darah sesuai dengan kebutuhan tubuh. Kondisi ini ditandai dengan gangguan hemodinamik berupa penurunan curah jantung dan peningkatan tekanan pengisian ventrikel. Diagnosis gagal jantung kongestif dapat ditegakkan berdasarkan kriteria framingham yaitu jika terdapat minimal 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor. Laporan kasus ini menyajikan seseorang laki laki berumur 55 tahun dengan gagal jantung kongestif. Evaluasi diagnostik pada laporan kasus ini dapat dilakukan dengan melihat manifestasi klinik, pemeriksaan rontgen thoraks, elektrokardiografi, ekokardiografi serta terapi pengobatan.

Kata kunci: diagnosis, gagal jantung kongestif.

PENDAHULUAN

Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.1Gagal jantung kiri ialah Kongestif paru terjadi pada venterikel kiri, karena venterikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang dapat terjadi meliputi dispnue, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (takikardi) dengan bunyi S3, kecemasan dan kegelisahan. Sedangkan gagal jantung kanan terjadi apabila venterikel kanan gagal memompakan darah, maka yang menonjol adalah kongestif visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Adapun manifestasi klinis yang terlihat meliputi edema ekstremitas bawah, yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena jugularis, asites, anoreksia dan mual, nokturia dan lemah.2Gagal jantung dapat disebabkan oleh hipertensi, penyakit jantung koroner, atau coronary arterial disease (CAD) disfungsi endokardium, miokardium, perikardium akibat penyakit jantung atau akibat infeksi (miokarditis, endokarditis) gangguan irama jantung atau aritmia (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikel, fibrilasi atrial, takikardia supraventrikuler), penyakit katup jantung (stenosis aorta, stenosis mitral, stenosis pulmonal, regurgitasi aorta), kardiomiopati, sindrom curah jantung tinggi (anemia, septikemia, tirotoksikosis), kemoterapi (doxorubicin atau trastuzumab), infeksi sistemik, infeksi paru-paru, emboli paru dan penyakit jantung bawaan.3New York Heart Association (NYHA) pertama kali membuat klasifikasi gagal jantung berdasarkan pada derajat keterbatasan fungsional. Pembagian fungsional NYHA sering digunakan untuk menentukan progresifitas gagal jantung. Sistem ini membagi pasien atas 4 kelas fungsional yang bergantung pada gejala yang muncul, yaitu asimptomatis (kelas I), gejala muncul pada aktifitas ringan (kelas II), gejala muncul pada saat aktifitas berat (kelas III) dan gejala muncul pada saat istirahat (kelas IV). Kelas fungsional pada penderita gagal jantung cenderung berubah-ubah. Bahkan perubahan ini dapat terjadi walaupun tanpa perubahan pengobatan dan tanpa perubahan pada fungsi ventrikel yang dapat diukur.4American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA) membagi klasifikasi untuk perkembangan dan progresifitas gagal jantung menjadi 4 stadium yaitu stadium A adalah beresiko tinggi untuk menjadi gagal jantung tanpa ditemukan adanya disfungsi jantung, stadium B adalah adanya disfungsi jantung tanpa gejala, stadium C adalah adanya disfungsi jantung dengan gejala, stadium D adalah adanya gejala yang berat dan refrakter terhadap terapi maksimal. Penderita gagal jantung akan mengalami perjalanan penyakitnya dari stadium A ke D namun tidak dapat kembali lagi ke stadium A, sebagaimana dapat terjadi bila menggunakan klasifikasi menurut NYHA.5Menurut National Heart Lung and Blood Institute insidensi penyakit gagal jantung semakin meningkat setiap tahun dan rata-rata 5 juta penduduk United States menderita gagal jantung. Penyakit gagal jantung adalah punca hospitalisasi yang utama dikalangan pasien U.S yang berumur lebih daripada 65 tahun dan menyebabkan lebih kurang 300,000 kematian dalam setahun. Walaupun perbaikan dalam terapi, angka kematian pada pasien dengan gagal jantung tetap sangat tinggi. Pembaruan 2010 dari American Heart Association (AHA) memperkirakan bahwa terdapat 5,8 juta orang dengan gagal jantung di Amerika Serikat pada tahun 2006 dan juga terdapat 23 juta orang dengan gagal jantung di seluruh dunia.6American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA) menyatakan bahwa dalam mendiagnosa gagal jantung tidak ada satu pun uji diagnostik yang spesifik. Diagnosa sangat ditentukan oleh penelusuran riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang teliti. Dengan dugaan yang kuat akan adanya suatu gagal jantung pada penderita yang beresiko tinggi, sangat dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan tambahan seperti laboratorium rutin, foto toraks, elektrokardiografi, penilaian fungsi ventrikel kiri, biomarker dan uji latih.5

ILUSTRASI KASUSPasien Tn.A, usia 56 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 15 jam SMRS. Sesak nafas yang dirasakan terus menerus, rasa seperti di himpit beban yang berat, sesak nafas pertama kali timbul ketika malam hari pada saat pasien sedang tidur. Untuk mengurangi sesak nafasnya pasien tidur dengan bantal agak sedikit di tinggikan atau pada posisi duduk. Pada saat sesak pasien juga mengeluh batuk kering, keringat dingin, badan terasa lemas dan lelah, kepala pusing dan sakit pada ulu hati, mual muntah (-), nyeri dada (+)Dua tahun sebelum masuk rumah sakit, pasien juga pernah mengeluh sesak nafas. Sesak nafas yang dirasakan hilang timbul, dan timbul pada saat bekerja. Pasien mengacukan sesak nafasnya karena mengira asma. Pasien mengaku ini pertama kalinya pasien mengeluhkan hal seperti ini, karena sebelumnya pasien tidak pernah mengalami sesak nafas seperti yang pasien rasakan sekarang dan pasien hanya mendengar kata orang di sekitarnya sesak nafas yang pasien rasakan selama ini adalah asma. Riwayat penyakit jantung sebelumnya tidak ada, begitu juga dengan keluarga tidak ada yang mengeluhkan hal yang serupa. Pasien menderita hipertensi tidak terkontrol, jarang mengonsumsi obat tekanan darah tertinggi 220 dan terendah 70. Pasien pernah masuk kerumah sakit ketika tekanan darah nya 70 dan disertai muntah yang terus menerus > 5x/hari. Pasien juga menderita magh lebih kurang 2 bulan terakhir. Dalam keluarga, Orang tua pasien memiliki riwayat hipertensi. Pasien bekerja sebagai pekebun karet, pasien mengaku jarang berolah raga dikarenakan kerjanya. Pasien memiliki kebiasaan merokok, 1 hari pasien bisa menghabiskan 2 bungkus rokok dan pasien baru berhenti merokok lebih kurang 2 minggu ini.Pada saat pemeriksaan fisik didapatkan keadaan tampak sakit sedang, komposmentis. TD:130/80, nadi: 120x/i, nafas: 28x/i T: 36,5oC. Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, JVP tidak meningkat. Pada pemeriksaan jantung yaitu inspeksi tidak terlihat ictus cordis, palpasi ictus cordis tidak teraba, pada perkusi didapatkan batas jantung kanan 1 jari di linea sternadekstra dan batas jantung kiri di dapatkan di SIK V-VI di linea axilaris anterior sinistra pada auskultasi didapatkan takikardia, pada pemeriksaan abdomen dan ekstremitas dalam batas normal. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan leukosit 9200 mm3, Hb: 16,5 g/dl, Ht: 49%, trombosit: 203.000mm3, glukosa darah: 71mg/dl, cholesterol: 125 mg/dl, URE: 28, CRE: 0,64, ALB: 3,09, Na: 135,4, K: 3,75 Cl: 101,9. Pada pemeriksaan foto thoraks di dapatkan kardiomegali dengan CTR 57%.

Pada pemeriksaan EKG di dapatkan kalibrasi normal, sinus takikardia, poor R wave progression, PR interval 4 kotak: normal, T inverted (II,III dan Avf), ST elevasi di (V1, V2, V3). Kesan : STEMI.

Pada pemeriksaan ekokardiografi didapatkan EF 46%. Pada pasien ini diberikan terapi farmakologi dan terapi non farmakologi posisi semi fowler, mengurangi asupan garam untuk mengurangi retensi cairan dalam tubuh, kontrol DM, mengurangi asupan cairan dalam rangka mengurangi beban jantung. Adapun terapi farmakologi yang diberikan pada pasien ini adalah oksigen 3 liter, IVFD NaCl 0,9% 20 tpm, ISDN 2x5mg, captopril 2x12,5, furosemid 2x1, ranitidin 2x1 ampul, aspilet 1x80mg, digoxine / 8 jam.

PEMBAHASAN Pasien Tn. A, usia 56 th datang dengan keluhan sesak nafas sejak 15 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan maka diagnosa pasien ini adalah gagal jantung kongestif (CHF) dengan penyebab utamanya adalah Coronary artery disease (CAD) yang dapat dilihat pada EKG ditemukan poor R wave progression, T inverted pad lead (II,III dan Avf), ST elevasi di lead (V1, V2, V3) dan di dapatkan kesan STEMI. Pada rontgen thoraks di dapatkan CTR > 50%.Pada pasien ini di dapatkan 3 kriteria mayor (paroksismal nocturnal dispneu, ronkhi paru, kardiomegali) dan 2 kriteria minor (batuk malam hari, takikardia). Sehingga diagnosis yang dapat ditegakkan ada pasien ini adalah gagal jantung kongestif (CHF). Hal ini sesuai dengan kriteria framingham, apabila ditemukan 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor diagnosis pada pasien dapat kita tegakkan menjadi gagal jantung kongestif. Berdasarkan klasifikasi NYHA, gagal jantung pada kasus ini tergolong dalam stage IV, yaitu gejala muncul pada saat beristirahat.Pada pasien ini keluhan utamanya adalah sesak nafas, sesak nafas pada pasien ini bisa dikarenakan adanya kongesti pulmoner. Kongesti pulmoner terjadi karena adanya akumulasi cairan intertisial yang menstimulasi pernafasan menjadi cepat dan dangkal. Pada pasien ini sesak nafas terjadi pada saat pasien tidur malam hari, hal ini dikarenakan posisi tidur pasien dalam keadaan datar sehingga aliran balik darah meningkat, akibatnya ventrikel kanan juga memompakan darah yang lebih banyak ke arteri pulmonalis. Banyaknya darah di vaskuler paru menyebabkan ekstravasasi cairan dari vaskuler ke intertisial.Penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung kongestif, pada kasus ini, dapat kita berikan oksigen 3 liter yang adekuat. Pemberian captopril golongan ACE inhibitor, merupakan first line theraphy pada gagal jantung kongestive, vasodilator juga di indikasikan pada gagal jantung, seperti ISDN, yang berguna dalam mengurangi preload jantung dengan meningkatkan kapasitas vena sehingga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral.

KESIMPULANBerdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang dapat di simpulkan bahwa pada pasien ini menderita gagal jantung kongestif et causa Coronary arterial disease.

DAFTAR PUSTAKA1. Irnalita. Gagal jantung kongestif. Dalam: Rilantono LI, Baraas F, Karo SK, Roebini PS, editors. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002.2. Colucci WS, Braunwald E. Patofisiologi Of Heart Failure in Baundwalds Heart Disease. A Text Book of Cardiovascular Medicine. 7th Edition. Elsevier Saunders. Philadelphia. 20053. Panggabean MM. Gagal Jantung. Dalam : Buku Ajar ilmu enyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Pusat Penerbitan IPD FKUI: Jakarta. 2006. 1513-114. Francis GS, Tang W. Patophysiology of Congestive Heart Failure Cardiovasculer Medicine. 2003: 4: S14-S205. Adamopoulos S, Anker SD, Bhom M, dkk. ESC Guideline For the Diagnosis and Treatment Acute and Chronic Heart Failure.2012. European Heart Journal. 2012. 1787-1784.6. Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longue DL, Jameson JL, et all editors. Cardiology. In: Harrison S Manual of Medicine 17th ed. USA: Mc Graw Hill.

Laporan Case Jantung 7