PENEGAKAN HUKUM OLEH POLISI DALAM TINDAK PIDANA …

20
Penegakan Hukum Oleh Polisi Dalam Tindak Pidana Kekerasan Oleh Anak Yang Berbasis Keadilan di Kabupaten Siak Indrapura JURNAL POPULIS | 789 PENEGAKAN HUKUM OLEH POLISI DALAM TINDAK PIDANA KEKERASAN OLEH ANAK YANG BERBASIS KEADILAN DI KABUPATEN SIAK INDRAPURA Hari Budiyanto Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro [email protected] No. Telepon 08117042006 ABSTRAK Penanganan kenakalan anak yang tidak tepat serta sikap keragu-raguan aparat penegak hukum dalam menangani kriminalitas yang dilakukan oleh anak, secara langsung maupun tidak langsung telah mendorong suatu penyimpangan sosial. Aparat kepolisian terkesan kehilangan konsep dalam menangani masalah kriminalitas dengan kekerasan yang dilakukan oleh anak. Oleh karena itu Polri sebagai pengayom, pelindung, dan pelayan masyarakat serta sebagai aparat penegak hukum dituntut untuk cepat tanggap dalam menjawab image negatif tersebut. Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah penegakan hukum oleh polisi dalam tindak pidana kekerasan anak dan bagaimana implikasi terhadap perwujudan keadilan di Kabupaten Siak Indrapura, faktor penghambat dalam penegakan hukum oleh polisi dalam tindak pidana kekerasan oleh anak sehingga perwujudan keadilan belum tercapai di Kabupaten Siak Indrapura serta kontruksi penegakan hukum oleh polisi terhadap tindak pidana kekerasan oleh anak sehingga perwujudan keadilan dapat tercapai di Kabupaten Siak Indrapura. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan socio- legal research yang bersumber dari pengumpulan data yang diperoleh dari data primer dan data sekunder, kemudian dianalisis dengan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian ini pada akhirnya memberikan jawaban bahwa penegakan hukum oleh polisi dalam tindak pidana kekerasan anak terhadap perwujudan keadilan di Kabupaten Siak Indrapura adalah masih menggunakan kekerasan untuk mendapatkan pengakuan atau keterangan dari anak pelaku tindak pidana kekersan dalam penyidikan. Bentuk kekerasan yang dilakukan oleh penyidik adala kekerasan fisik, psikis, maupun hukum. Faktor penghambat dalam penegakan hukum oleh polisi dalam tindak pidana kekerasan oleh anak sehingga perwujudan keadilan belum tercapai dikarenakan kurangnya pendanaan untuk mendukung pelaksanaan atau kegiatan yang mendukung pengembangan Kota Layak Anak (KLA) di Kabupaten Siak Indrapura, selain itu lambannya pencatatan kasus kekerasan oleh anak dikarenakan minimnya tenaga kerja (Sumber Daya Manusia). Selain itu kontruksi penegakan hukum oleh polisi terhadap tindak pidana kekerasan oleh anak adalah dengan membangun atau menciptakan polisi yang profesional yang harus dimulai pada taraf seleksi dan pendidikan, seingga kepolisian memiliki standar keahlian dan standar etika yang tinggi, sehingga dapat tercapai penegakan hukum yang kontruktif dalam penegakan hukum terhadap anak pelaku tindak pidana kekerasan. Saran dari penelitian ini adalah polisian Kabupaten Siak Indrapura sedianya memiliki unit khusus yang benar-benar fokus dan secara rutin melakukan penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat terkait tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh anak. Kata kunci: Penegakan Hukum, Polisi, Tindak Pidana, Kekerasan, Anak dan Keadilan.

Transcript of PENEGAKAN HUKUM OLEH POLISI DALAM TINDAK PIDANA …

Page 1: PENEGAKAN HUKUM OLEH POLISI DALAM TINDAK PIDANA …

Penegakan Hukum Oleh Polisi Dalam Tindak Pidana Kekerasan Oleh Anak Yang Berbasis

Keadilan di Kabupaten Siak Indrapura

JURNAL POPULIS | 789

PENEGAKAN HUKUM OLEH POLISI DALAM TINDAK

PIDANA KEKERASAN OLEH ANAK YANG BERBASIS

KEADILAN DI KABUPATEN SIAK INDRAPURA

Hari Budiyanto

Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro

[email protected]

No. Telepon 08117042006

ABSTRAK

Penanganan kenakalan anak yang tidak tepat serta sikap keragu-raguan aparat penegak

hukum dalam menangani kriminalitas yang dilakukan oleh anak, secara langsung maupun

tidak langsung telah mendorong suatu penyimpangan sosial. Aparat kepolisian terkesan

kehilangan konsep dalam menangani masalah kriminalitas dengan kekerasan yang dilakukan

oleh anak. Oleh karena itu Polri sebagai pengayom, pelindung, dan pelayan masyarakat serta

sebagai aparat penegak hukum dituntut untuk cepat tanggap dalam menjawab image negatif

tersebut. Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah penegakan hukum oleh polisi

dalam tindak pidana kekerasan anak dan bagaimana implikasi terhadap perwujudan keadilan

di Kabupaten Siak Indrapura, faktor penghambat dalam penegakan hukum oleh polisi dalam

tindak pidana kekerasan oleh anak sehingga perwujudan keadilan belum tercapai di

Kabupaten Siak Indrapura serta kontruksi penegakan hukum oleh polisi terhadap tindak

pidana kekerasan oleh anak sehingga perwujudan keadilan dapat tercapai di Kabupaten Siak

Indrapura. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan socio-

legal research yang bersumber dari pengumpulan data yang diperoleh dari data primer dan

data sekunder, kemudian dianalisis dengan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian ini

pada akhirnya memberikan jawaban bahwa penegakan hukum oleh polisi dalam tindak

pidana kekerasan anak terhadap perwujudan keadilan di Kabupaten Siak Indrapura adalah

masih menggunakan kekerasan untuk mendapatkan pengakuan atau keterangan dari anak

pelaku tindak pidana kekersan dalam penyidikan. Bentuk kekerasan yang dilakukan oleh

penyidik adala kekerasan fisik, psikis, maupun hukum. Faktor penghambat dalam penegakan

hukum oleh polisi dalam tindak pidana kekerasan oleh anak sehingga perwujudan keadilan

belum tercapai dikarenakan kurangnya pendanaan untuk mendukung pelaksanaan atau

kegiatan yang mendukung pengembangan Kota Layak Anak (KLA) di Kabupaten Siak

Indrapura, selain itu lambannya pencatatan kasus kekerasan oleh anak dikarenakan

minimnya tenaga kerja (Sumber Daya Manusia). Selain itu kontruksi penegakan hukum oleh

polisi terhadap tindak pidana kekerasan oleh anak adalah dengan membangun atau

menciptakan polisi yang profesional yang harus dimulai pada taraf seleksi dan pendidikan,

seingga kepolisian memiliki standar keahlian dan standar etika yang tinggi, sehingga dapat

tercapai penegakan hukum yang kontruktif dalam penegakan hukum terhadap anak pelaku

tindak pidana kekerasan. Saran dari penelitian ini adalah polisian Kabupaten Siak Indrapura

sedianya memiliki unit khusus yang benar-benar fokus dan secara rutin melakukan

penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat terkait tindak pidana kekerasan yang

dilakukan oleh anak.

Kata kunci: Penegakan Hukum, Polisi, Tindak Pidana, Kekerasan, Anak dan

Keadilan.

Page 2: PENEGAKAN HUKUM OLEH POLISI DALAM TINDAK PIDANA …

Jurnal Populis, Vol.3, No.6, Desember 2018

790 | JURNAL POPULIS

ABSTRACT

The inappropriate handling of juvenile delinquency and the hesitancy of law enforcement

officers in dealing with crimes committed by children, directly or indirectly, have led to

social aberrations. Police officers seem to lose the concept of dealing with violent crimes

committed by children. Therefore, Police as guardian, protector, and public servant as well

as law enforcement officers are required to quickly respond in response to the negative

image. The problem studied in this research is law enforcement by police in violation of

child abuse and how implication to the realization of justice in Siak Indrapura Regency,

obstacle factor in law enforcement by police in violent crime by child so that the realization

of justice has not been reached in Siak Indrapura Regency and the construction of law

enforcement by the police against violent acts by children so that the realization of justice

can be achieved in Siak Indrapura Regency. The method used in this research is with socio-

legal research approach that comes from collecting data obtained from primary data and

secondary data, then analyzed by qualitative analysis method. The results of this study

ultimately provide an answer that law enforcement by the police in the crime of child abuse

and how the implication of the realization of justice in Siak Indrapura Regency is still using

violence to get the acknowledgment or information from the child offender of the crime in the

investigation. The forms of violence committed by investigators are physical, psychological,

or legal. Inhibiting factors in law enforcement by the police in violent acts by children so

that the realization of justice has not been achieved in Siak Indrapura Regency due to lack of

funding to support the implementation or activities that support the development of Decent

City Children (KLA) in Siak Indrapura Regency, besides the slow recording of cases of

violence which occurs in children due to the lack of manpower (Human Resources). In

addition, the construction of law enforcement by the police against violent crime by children

is to build or create a professional police that must be started at the stage of selection and

education, so that the police have high standards of ethics and expertise, so that it can be

achieved law enforcement in the enforcement of the enforcement law against child

perpetrators of violent crime. Suggestion from this research is polisian of Regency of Siak

Indrapura should have special unit that really focus and routinely doing counseling and

socialization to society related to violent crime committed by child.

Key words: Law Enforcement, Police, Crime, Violence, Children and Justice.

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Keberadaan Polisi akan sangat dirasakan oleh masyarakat apabila dalam

pelaksanaan tugasnya dapat memberikan dampak positif untuk memenuhi keinginan

masyarakat. Dalam hal ini yang diinginkan oleh masyarakat yaitu agar Polri dapat

memberikan rasa aman, masyarakat merasa terlindungi baik secara moril yaitu

perasaan tenteram akan terjaminnya keselamatan jiwa individu baik di lingkungan

tempat tinggal, lingkungan kerja, dan perjalanannya maupun secara materiil berupa

perlindungan harta benda dan tempat tinggal. Sebetulnya upaya untuk mengupas

penyebab tindak kriminal yang dilakukan secara sadis dan brutal oleh anak sekolah

pun telah dibahas oleh berbagai pihak yang peduli terhadap anak muda ini. Sejumlah

pakar dari berbagai profesi dan kalangan telah melakukan analisa dan

mengemukakan pandangan-pandangannya terhadap berbagai tindak penyimpangan

yang dilakukan oleh anak-anak pelajar sekolah yang menurutnya telah mengalami

suatu pergeseran yang sudah sangat membahayakan, dan mengganggu ketentraman

Page 3: PENEGAKAN HUKUM OLEH POLISI DALAM TINDAK PIDANA …

Penegakan Hukum Oleh Polisi Dalam Tindak Pidana Kekerasan Oleh Anak Yang Berbasis

Keadilan di Kabupaten Siak Indrapura

JURNAL POPULIS | 791

kehidupan masyarakat termasuk dalam hal ini yang ada di Kabupaten Siak

Indrapura.

Sebagai contoh peristiwa yang terjadi Kabupaten Siak Indrapura,

sekelompok anak/pelajar yang berjumlah sekitar 30 orang, membajak truk dan

merampok muatan truk tersebut. Dalam kejadian tersebut seorang kenek supir

dibacok dan sebagian yang lainnya kehilangan sejumlah uang dan barang berharga

lainnya. Dengan bantuan warga setempat, polisi berhasil menangkap 11 orang

pelakunya. Polisi juga berhasil menemukan sebuah celurit bernoda darah, selain

gunting, parang, dan keris. Para pelajar yang tertangkap tersebut berasal dari

sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Siak Indrapura. Tindakan-tindakan seperti

itu merupakan tindakan yang tidak sepatutnya dilakukan oleh pelajar. Anak/pelajar

sekolah adalah termasuk kelompok usia remaja, merupakan kelompok usia yang

masih labil didalam menghadapi masalah yang harus mereka atasi. Dalam kondisi

usia seperti ini, maka para pelajar cenderung mengedepankan sikap emosional dan

tindakan agresif. Pada tahap ini adalah tahap dimana mereka sedang mencari jati

dirinya masing- masing. Mereka berusaha agar diakui keberadaannya oleh pihak

lain. Mereka mencoba mengidentifikasikan dirinya sebagai remaja yang berbeda di

lingkungan sekitarnya, di sekolahnya, di jalan, bahkan dimasyarakat. Hal ini

dilakukan dalam rangka mempromosikan diri mereka sendiri, suatu saat mereka

bertemu dengan rekan-rekan yang bernasib sama, dengan sendirinya mereka akan

membentuk suatu kelompok tertentu. Dilihat dari kaca mata pelajar, maka mereka

menganggap bahwa tindakan yang telah mereka lakukan hanyalah suatu

manisfestasi simbolik dari penyaluran aspirasi mereka sebagai konsekuensi dari

perlakuan yang dirasakan tidak adil terhadapnya.

Bertolak belakang dengan hal tersebut diatas, pada dasarnya anak adalah

generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan, yaitu generasi yang

dipersiapkan sebagai subjek pelaksana pembangunan yang bekelanjutan dan

pemegang kendali masa depan suatu negara, tidak terkecuali Indonesia.

Perlindungan anak Indonesia berarti melindungi potensi sumber daya insani dan

membangun manusia Indonesia seutuhnya, menuju masyarakat yang adil dan

makmur, material spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Selan itu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

Anak yang kesemuanya mengemukakan prinsip-prinsip umum perlindungan anak,

yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan

tumbuh kembang, dan menghargai partisipasi anak. Anak sebagai bagian dari

generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan merupakan

sumber daya manusia bagi pembangunan nasional kedepan. Oleh karena itu

diperlukan pembinaan secara terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan

dan perkembangan fisik, mental dan sosial serta perlindungan dari segala

kemungkinan yang membahayakan atau merusak masa depan anak.

Selanjutnya perlindungan terhadap anak pada suatu masyarakat bangsa,

merupakan tolak ukur peradaban bangsa tersebut, karenanya wajib diusahakan

sesuai dengan kemampuan pemerintah. Kegiatan perlindungan anak merupakan

suatu tindakan hukum yang berakibat hukum. Upaya-upaya perlindungan anak harus

telah dimulai sedini mungkin, agar kelak anak dapat berpartisipai secara optimal

bagi pembangunan bangsa dan negara. Anak berhak atas perlindungan-

Page 4: PENEGAKAN HUKUM OLEH POLISI DALAM TINDAK PIDANA …

Jurnal Populis, Vol.3, No.6, Desember 2018

792 | JURNAL POPULIS

perlindungan lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat

pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar.

2. Kerangka Teori

Secara umum pengertian teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh

berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu sama lain atau berbagai ide yang

memandatkan dan mengorganisasi pengetahuan tentang dunia. Ia adalah sarana yang

ringkas untuk berfikir tentang dunia dan bagaimana bekerja. kerangka teori adalah

penentuan tujuan dan arah penelitian dalam memilih konsep-konsep yang tepat guna

pembentukan hipotesa-hipotesanya teori oleh kebanyakan ahli dianggap sebagai

sarana yang memberikan rangkuman bagaimana memahami suatu masalah dalam

setiap bidang ilmu pengetahuan. Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk

memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang

diamati. Untuk mendukung pemahaman dalam menjelaskan permasalahan pada

penelitian ini, maka teori yang digunakan oleh penulis yaitu: pertama, teori

bekerjanya hukum; kedua, teori triadism law.

3. Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelumnya dalam tesis ini adalah Galih Martino dari Universitas

Muhammadiyah Surakarta, pada tesis milik saudara Galih Martino menjelaskan

tentang proses penyelesaian tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh pelajar

dan upaya penaggulangannya di wilayah hukum polres klaten adalah dengan

menempuh jalur non penal secara umum dalam tesisnya tidak menjelaskan secara

spesifik pada perlindungan hak-hak anak sebagai generasi penerus bangsa, pada

penulisan kali ini penulis akan menekankan pada penerapan nilai keadilan kepada

anak yang melakukan tindk pidana kekerasan, yang dimana menurut Hari Budiyanto

nilai perlindungan dan kesejahteraan anak sebagai generasi bangsa sert pula nilai

keadilan khsusunya terhadap anak yang telah melakukan tindak pidana kekerasan

berpotensi tidak terwujud.

Selanjutnya Lilik Siyaga dari Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto,

pada tesis milik Lilik Siyaga menjelaskan dasar memutus perkara pada tindak

pidana terhadap nyawa manusia oleh anak yang berdasarkan Undang-Undang.

Disini penulis akan menyarankan agar para instansi tekait perlu melakukan

sosialisasi kepada Hakim agar harus memperhatikan kepentingan anak, di bidang

pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja di Lapas Khusus Anak, dengan putusan

yang bermanfaat dengan memperhatikan Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

4. Permasalahan dan Gap Analisis

Sehubungan dengan permasalahan dan gap analisis dalam tulisan ilmiah ini,

penulis lebih menekankan pada kajian hukum terkait penegakan hukum oleh polisi

dalam tindak pidana kekerasan oleh anak yang berbasis keadilan di Kabupaten Siak

Indrapura, dibandingkan dengan peneliti sebelumnya yaitu, Lilik Siyaga dan Galih

Martino, hanya mengkaji tentang proses penyelesaian tindak pidana kekerasan yang

dilakukan oleh pelajar dan upaya penaggulangannya.

Page 5: PENEGAKAN HUKUM OLEH POLISI DALAM TINDAK PIDANA …

Penegakan Hukum Oleh Polisi Dalam Tindak Pidana Kekerasan Oleh Anak Yang Berbasis

Keadilan di Kabupaten Siak Indrapura

JURNAL POPULIS | 793

B. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan pendekatan Socio Legal. Pendekatan socio legal

digunakan untuk menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan dan hukum

terkait penegakan hukum oleh polisi dalam tindak pidana kekerasan oleh anak yang

berbasis keadilan di Kabupaten Siak Indrapura. Sementara itu pendekatan penelitian

socio legal adalah penelitian yang mengacu kepada norma-norma dan asas-asas

hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan

pengadilan/fakta dilapangan. Ronald Dworkin menyebut metode penelitian tersebut

juga sebagai penelitian doctrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang

menganalisis baik hukum sebagai law as it written in the book, maupun hukum

sebagai law as it is decided by the judge through judicial process. (Strauss, dan

Corbin, 1979 : 7)

Tiga alasan penggunaan penelitian hukum empiris yang bersifat kualitatif.

Pertama, analisis kualitatif didasarkan pada paradigma hubungan dinamis antara

teori, konsep-konsep dan data yang merupakan umpan balik atau modifikasi yang

tetap dari teori dan konsep yang di dasarkan pada yang dikumpulkan. Kedua, data

yang akan dianalisis beraneka ragam, memiliki sifat dasar yang berbeda antara yang

satu dengan lainnya, serta tidak mudah untuk dikuantifsir. Ketiga, sifat dasar data

yang akan dianalisis dalam penelitian adalah bersifat menyeluruh dan merupakan

suatu kesatuan yang integral, dimana hal itu menunjukkan adanya keanekaragaman

data serta memerlukan informasi yang mendalam (indepth information). (Filstead,

1979 : 38

Ketiga kriteria penelitian kualitatif tersebut terdapat dalam penelitian tesis

ini, sehingga sangat beralasan menggunakan metode kualitatif dalam analisis data.

Penelitian ini bersifat menyeluruh karena berupaya mendalami keseluruhannya.

Penelitian ini juga berupaya mencari hubungan yang harmonis dari konsep-konsep

yang ditemukan dalam bahan-bahan hukum primer dan skunder dengan

menggunakan teori atau doktrin-doktrin hukum, (Chai Podhisita : 7) terkait

penegakan hukum oleh polisi dalam tindak pidana kekerasan oleh anak yang

berbasis keadilan di Kabupaten Siak Indrapura.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Penegakan Hukum Oleh Polisi Dalam Tindak Pidana Kekerasan

Anak dan Bagaimana Implikasi Terhadap Perwujudan Keadilan di

Kabupaten Siak Indrapura

Penegakan hukum oleh polisi terhadap anak yang melakukan tindak pidana

kekerasan oleh anak tidak boleh sewenang-wenang, karena akan berakibat pada

psikologis anak yang masih dapat di bimbing ke arah yang lebih baik serta anak

pada umumnya masih mempunyai masa depan yang cerah dan wajib dilindungi

haknya oleh Negara. Dalam kenyataannya, isu penegakan hukum yang sewenang-

wenang oleh badan eksekutif dalam pemerintahaan saat ini terkesan sewenang-

wenang, termasuk dalam hal ini adalah lembaga Kepolisian khsusunya dalam

menangani anak yang melakukan tindak pidana kekerasan. Namun disisi lain Polisi

Page 6: PENEGAKAN HUKUM OLEH POLISI DALAM TINDAK PIDANA …

Jurnal Populis, Vol.3, No.6, Desember 2018

794 | JURNAL POPULIS

secara umum tidak dapat disudutkan/disalahkan secara absolut, karena kesalahan

dalam penegakan hukum bersifat relatif, hal ini jika dikaji dari sisi faktor-faktor

penegakan hukum dapat disebabkan oleh faktor struktur hukum, substansi hukum

dan budaya hukumnya. Sehingga masyrakat sangat berharap penegakan hukum yang

berbasis keadilan dapat ditegakkan di negeri ini, selain itu penegak hukum yang

menjunjung tinggi nilai keadilan dapat terwujud sebagai langkah kontruktif dalam

sistim penegakan hukum yang ada di Indonesia kedepannya. Kondisi ini apabila

ditinjau dari teori Bekerjanya Hukum menurut Robert B. Seidman dan William J.

Chambliss, maka dapat dilihat pada bagan berikut ini:

Bagan 2

Teori Bekerjanya Hukum

(Sesuai dengan realita di lapangan)

Birokrasi & Harapan Masyarakat Terhadap

Penegakan Hukum Oleh Polisi Terhadap Anak Yang Berhadapan

Dengan Hukum

Tuntutan

DPR, Presiden &

Kemenkum Ham

Lembaga Pengawas

dan Penerap Sanksi

yaitu Polres Kab.

Siak Inrapura.

Anak yang

berhadapan

dengan hukum

Masyarakat

umpan balik

Umpan Balik

umpan balik

Birokrasi & Harapan

Masyarakat terhadap

pola penanganan

terhadap anak yang

melakukan tindak pidana

Birokrasi & Harapan

Masyarakat terhadap

pola penanganan

terhadap anak yang

melakukan tindak

pidana

Kegiatan Penerapan

Sanksi

umpan balik

Page 7: PENEGAKAN HUKUM OLEH POLISI DALAM TINDAK PIDANA …

Penegakan Hukum Oleh Polisi Dalam Tindak Pidana Kekerasan Oleh Anak Yang Berbasis

Keadilan di Kabupaten Siak Indrapura

JURNAL POPULIS | 795

Keterangan Bagan:

Dari bagan tersebut di atas menunjukkan bahwa urgennya penegakan

hukum yang dilakukan oleh Polisi di Kabupaten Siak Indrapura harus

mengedepankan apa yang menjadi 3 nilai dasar dalam penegakan hukum yaitu

berbasis nilai kepastian, kemanfaatan dan keadilan sehingga akan mempengaruhi

pandangan masyarakat terhadap eksistensi Lembaga Kepolisian secara umum, serta

akan mempertaruhkan nilai kesejahteraan anak dimasa mendatang. Dalam kata lain,

apabila Undang-Undang Perlindungan Anak telah mengamantkan kepada petugas

penegak hukum dalam hal ini kepolisian yang mempunyai fungsi eksekutif agar

melaksanakan kewajibannya dalam melaksanakan penegakan hukum kepada anak

pidana yang berhak atas perlindungan hukum serta hak-hak nya sebagai anak

bangsa, karena di sisi lain lembaga kepolisian khususnya pada Polres Kabupaten

Siak Indrapura dalam pelaksanaannya belum msih belum melindungin apa yang

menjadi hak-hak yang telah dijabarkn terebut, sehingga berdampak akibat hukum

bagi pihak ketiga. Dampak ini berpengaruh luas bagi masyarakat-masyarakat

khususnya orang tua anak tindak pidana kekerasan serta anak-anak yang

berhadapan dengan hukum lainnya di berbagai wilayah di Indonesia

(khususnya kota-kota besar) sehingga akan menimbulkan image negatif dari

masyarakat terhadap kinerja Lembaga Kepolisian yang dianggapnya belum

efektif dan optimal.

Dampak buruk lainnya dengan adanya image negatif (merupakan

tuntutan dan harapan masyarakat) di kalangan Komisi serta lembaga

perlindungan anak berkenaan dengan maraknya tuntutan terhadap Polisi yang

dalam eksistensinya telah berperan dalam penegakan hukum kepada anak

pidana, tentunya juga berdampak besar bagi lembaga Pembuat Peraturan dan

lembaga Penerap Sanksi, sehingga lembaga ini perlu bekerja ekstra untuk

melakukan langkah-langkah perbaikan yang konstruktif agar seluruh pihak

terkait di lingkungan Lembaga Kepolisian dalam melaksanakan tugas dan

kewajibannya, untuk selalu berpedoman pada Undang-Undang Perlindungan

Anak dan Undang-Undang POLRI. Pada hakekatnya, maraknya problematika

penegakan hukum oleh polisi terhadap anak yang melakukan tindak pidana

kekerasan ini dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor utama yaitu faktor normatif dan

faktor sosiologis, termasuk juga tuntutan / harapan masyarakat.

Penerapan Hukum Pidana Formil Dalam Penanganan Tindak Pidana Dengan

Kekerasan yang Dilakukan Oleh Pelajar Sekolah.

Untuk mengetahui ketentuan peraturan perundang-undangan yang dijadikan

pedoman oleh penyidik atau penyidik pembantu dalam melakukan penyidikan

terhadap tindak pidana dengan kekerasan yang dilakukan oleh anak pelajar sekolah,

dapat dilihat dari tabel sebagai berikut: :

Page 8: PENEGAKAN HUKUM OLEH POLISI DALAM TINDAK PIDANA …

Jurnal Populis, Vol.3, No.6, Desember 2018

796 | JURNAL POPULIS

Tabel 5

Dari data tersebut diatas, dapat dijelaskan bahwa 13 penyidik yang dijadikan

sampel maka yang menggunakan KUHP, KUHAP dan Undang- Undang No. 3

Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dalam menyidik tindak pidana dengan

kekerasan yang dilakukan oleh pelajar sekolah sebanyak 2 orang atau 15,38%, yang

menggunakan KUHP, KUHAP, JUKLAK atau JUKNIS sebanyak 6 orang atau

46,15%, dan yang berpedoman pada disposisi pimpinan sebanyak 5 orang atau 41,66

%.

a. Penerapan KUHAP

KUHAP merupakan undang-undang yang berisikan ketentuan- ketentuan

tertulis tentang pelaksanaan ketentuan dalam hukum pidana. Pelaksanaan ketentuan-

ketentuan hukum pidana tersebut tentunya akan selalu bersinggungan dengan hak-

hak seseorang. Dengan demikian harus ada ketentuan yang bersifat limitatif yang

mengatur tentang sejauh mana tindakan-tindakan yang boleh dilakukan para

pelaksana hukum dalam menjalankan ketentuan hukum pidana yang berlaku. Tujuan

yang ingin dicapai dari penerapan KUHAP ini adalah untuk mendapatkan kebenaran

yang sesungguhnya terhadap suatu peristiwa tindak pidana atau yang lazim disebut

dengan kebenaran materiil, serta untuk mencegah agar pidana tidak dijatuhkan

terhadap orang yang tidak bersalah.

Adanya penyidik atau penyidik pembantu yang masih berpedoman pada

disposisi pimpinan dalam melakukan penyidikan perkara pidana dengan kekerasan

yang dilakukan oleh pelajar yaitu sebanyak 5 orang atau 41,66 %, menunjukan

bahwa tingkat profesionalisme penyidik masih rendah sehingga masih sering terjadi

pelanggaran terhadap ketentuan KUHAP yang pada akhirnya tujuan diterapkannya

Page 9: PENEGAKAN HUKUM OLEH POLISI DALAM TINDAK PIDANA …

Penegakan Hukum Oleh Polisi Dalam Tindak Pidana Kekerasan Oleh Anak Yang Berbasis

Keadilan di Kabupaten Siak Indrapura

JURNAL POPULIS | 797

KUHAP yaitu untuk mendapatkan kebenaran materiil tidak dapat tercapai. Dalam

hal pelaksanaan upaya paksa khususnya penangkapan diakui juga oleh Kasubnit IV

Iptu Susanto bahwa dalam pelaksanaan penangkapan anak pelajar sekolah pelaku

tindak pidana dengan kekerasan masih sering disertai dengan tindakan kekerasan

oleh petugas yang bersangkutan secara emosional, antara lain berupa makian disertai

pemukulan, dibentak-bentak, tembakan peringatan ke udara terhadap tersangka yang

berusaha melarikan diri. (Susanto : 2018).

Sebagaimana disampaikan diatas bahwa tujuan yang ingin dicapai dari

penerapan KUHAP ini adalah untuk mendapatkan kebenaran yang sesungguhnya

terhadap suatu peristiwa tindak pidana atau yang lazim disebut dengan kebenaran

materiil, serta untuk mencegah agar pidana tidak dijatuhkan terhadap orang yang

tidak bersalah. Penerapan KUHAP secara benar dan tepat terhadap kasus tindak

pidana dengan kekerasan dengan pelaku pelajar seperti dilaksanakannya aturan tata

cara tentang penangkapan, dipenuhinya hak-hak tersangka, akan berdampak positif

terhadap tujuan yang ingin dicapai oleh hukum itu sendiri. Dengan demikian

memidana bukanlah untuk memuaskan tuntutan absolut dari keadilan. Pidana

bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada orang

yang telah melakukan sesuatu tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan

tertentu yang bermanfaat. Jadi dasar pembenaran adanya pidana ini adalah terletak

pada tujuannya.

Terjadinya tekanan fisik ataupun psikis yang dilakukan oleh penyidik saat

dilakukan upaya paksa maupun saat dilakukan pemeriksaan dalam rangka

pembuatan BAP tersangka terhadap pelajar pelaku tindak pidana dengan kekerasan

demi untuk mendapatkan pengakuan dari tersangka yang bersangkutan adalah

sangat bertentangan dengan tujuan dari KUHAP, lebih jauh lagi tujuan pemidanaan

sebagaimana yang diharapkan menjadi tidak tercapai.

b. Penerapan Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak merupakan

hukum khusus (Lex spesialis) dari ketentuan-ketentuan KUHAP dan KUHP. Dalam

Undang-Undang ini telah mengatur tersendiri hukum acara pidananya, dan juga

mengatur sejumlah sanksi pidana terhadap anak yang terlibat tindak pidana. Dengan

lahirnya Undang-Undang Pengadilan Anak ini diharapkan petugas yang menangani

perkara anak, dari tingkat penyidikan sampai tingkat pengadilan, semuanya

mendalami masalah anak, sebagai pedoman dalam menyelesaikan perkara-perkara

yang menyangkut masalah anak, sehingga anak setelah perkaranya diputus, secara

pisik dan mental siap menghadapi masa depannya yang lebih baik.

Pertimbangan dibentuknya undang-undang tersebut yaitu : bahwa anak

adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang

merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan

strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan

perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik,

mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang. Bahwa untuk

melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap anak, diperlukan

dukungan, baik yang menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang

Page 10: PENEGAKAN HUKUM OLEH POLISI DALAM TINDAK PIDANA …

Jurnal Populis, Vol.3, No.6, Desember 2018

798 | JURNAL POPULIS

lebih mantap dan memadai, oleh karena itu ketentuan mengenai penyelenggaraan

pengadilan bagi anak perlu dilakukan secara khusus.

Kesalahan dalam memperlakukan tersangka pelajar oleh penyidik pada saat

dilaksanakan penyidikan kasusnya, akan sangat membahayakan perkembangan baik

fisik maupun psikisnya pada saat mereka kembali ke masyarakat setelah menjalani

hukuman. Hasil pengamatan kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik

terhadap tersangka pelajar pelaku tindak pidana dengan kekerasan dalam rangka

pembuatan Berita Acara Pemeriksaan Tersangka, ditemukan bahwa dalam

melakukan pemeriksaan perlakuannya tidak jauh berbeda dengan pemeriksaan

terhadap tersangka orang dewasa. Baik yang menyangkut tempat pemeriksaan,

waktu pemeriksaan, ataupun pedoman tata cara pemeriksaannya. Penyidik dalam

melakukan pemeriksaan terkadang membentak-bentak tersangka, melakukan

ancaman dengan kata-kata dan gerakan badan seolah-olah akan dipukul, dan

tersangka tidak didampingi penasehat hukum.

Pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan

kepada orang yang telah melakukan sesuatu tindak pidana, tetapi mempunyai

tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat. Jadi dasar pembenaran adalah terletak pada

tujuannya. Maka sanksi pidana (sebagai wujud penegakan hukum) yang diberikan

kepada pelajar yang melakukan tindak pidana hendaknya bukanlah untuk

memuaskan bagi pihak korban akan tetapi untuk mencegah agar mereka tidak

mengulangi perbuatannya lagi. Tujuan lebih jauh lagi dari penegakan hukum tadi

adalah untuk menciptakan, memelihara serta mempertahankan kedamaian dan

kesejahteraan masyarakat.

2. Faktor Penghambat Dalam Penegakan Hukum Oleh Polisi Dalam

Tindak Pidana Kekerasan Oleh Anak Sehingga Perwujudan Keadilan

Belum Tercapai Di Kabupaten Siak Indrapura

Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ada, di sini Penulis

menggunakan indikator uji dengan beberapa faktor yang mempengaruhi penegakan

hukum di Polres Kabupaten Siak Indrapura. Tingkat keberhasilan penegakan hukum

dapat dianalisis berdasarkan faktor tersebut, adapun faktor tersebut antara lain :

1. Penegak Hukum

Bahwa program kerja Polda telah dijadikan sebagai acuan untuk

melaksanakan tugas-tugas utama Sat Serse dan dijabarkan menjadi program

kegiatannya. Penulis dapat menganalisa bahwa mengingat luasnya ruang lingkup

tugas serse yang harus dikerjakan, maka untuk mempermudah pemahaman dan

pelaksanaan tugas oleh anggota pada fungsi Serse, disusun suatu batasan-batasan

tugas yang jelas dan terarah dalam bentuk tugas pokok Serse. Dengan dibuatnya

ketentuan tugas pokok Serse tersebut diharapkan kebijakan-kebijakan yang telah

digariskan oleh pimpinan tingkat atas dalam bentuk program kerja, dapat

dilaksanakan oleh satuan-satuan yang berada ditingkat bawah, dalam hal ini oleh Sat

Serse Polres Kabupaten Siak Indrapura. Hal yang utama adalah apakah petugas pada

fungsi tersebut benar-benar tahu dan mengerti akan tugas dan tanggung jawabnya.

Page 11: PENEGAKAN HUKUM OLEH POLISI DALAM TINDAK PIDANA …

Penegakan Hukum Oleh Polisi Dalam Tindak Pidana Kekerasan Oleh Anak Yang Berbasis

Keadilan di Kabupaten Siak Indrapura

JURNAL POPULIS | 799

Terhadap struktur organisasi Sat Serse Polres Kabupaten Siak Indrapura

adalah struktur tersebut sudah mengacu kepada ketentuan yang telah ditetapkan oleh

orgnisasi Polri sesuai dengan Surat Keputusan Kapolri No.Pol: Skep/07/VII/1985

tanggal 1 Juli 1985 tentang Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur Serta Daftar

Susunan Personil. Permasalahan penyidikan tindak pidana dengan kekerasan yang

dilakukan oleh pelajar sekolah, dilaksanakan oleh unit-unit tertentu sesuai dengan

jenis tindak pidananya dan pembagian tugas terhadap masing-masing unit tersebut,

seperti unit Jatanras disamping menangani tindak pidana dengan kekerasan yang

dilakukan oleh orang dewasa, juga menangani tindak pidana dengan kekerasan yang

dilakukan oleh pelajar sekolah. Hal-hal yang menjadi perhatian Penulis terhadap

struktur tersebut adalah bahwa tidak ada unit yang secara khusus menangani tindak

pidana yang dilakukan oleh pelajar sekolah. Akibatnya penanganan tindak pidana

dengan kekerasan yang pelakunya tergolong pelajar sekolah yang masih anak-anak

perlakuannya dapat dikatakan hampir tidak ada bedanya dengan penanganan perkara

yang pelakunya orang dewasa. Penanganan perkara dengan pelaku pelajar yang

tidak dibedakan dengan perkara orang dewasa adalah tidak tepat karena sistem yang

demikian ini sudah jelas akan merugikan kepentingan pelajar yang bersangkutan.

Dengan keadaan tersebut menjadikan penanganan kasus tindak pidana dengan

kekerasan yang dilakukan oleh anak pelajar sekolah tidak dapat mencapai hasil yang

optimal. Ini menunjukan bahwa kebijakan dari pimpinan terhadap masalah tindak

pidana yang dilakukan oleh pelajar yang masih tergolong anak-anak belum

mendapatkan atensi secara khusus dalam hal penanganannya. Keadaan yang seperti

inilah yang akhirnya justru menjadikan pelajar setelah selesai menjalani proses

hukum bukannya insaf akan perbuatannya yang salah tetapi sebaliknya menjadi

bertambah pandai untuk melakukan kejahatan. Sehingga tindak pidana dengan

kekerasan yang dilakukan oleh pelajar di wilayah hukum Polres Kabupaten Siak

Indrapura dari tahun ketahun cenderung mengalami peningkatan.

Jumlah kasus tindak pidana dengan kekerasan yang dilakukan oleh anak

pada tahun 2015 terjadi sebanyak 15 kasus dan yang paling sering terjadi adalah

jenis tindak pidana kekersan pada pencurian motor sebanyak 7 kali kejadian atau 68

% dari seluruh tindak pidana dengan kekerasan yang dilakukan oleh anak pada tahun

2015. Kemudian pada tahun 2016 jumlah tindak pidana dengan kekerasan yang

dilakukan oleh anak mengalami peningkatan yaitu terjadi sebanyak 22 kasus atau

meningkat 7 kasus dibanding tahun sebelumnya, dan jenis kejahatan yang paling

banyak terjadi adalah pencurian yaitu sebanyak 3 kasus dari 6 kasus tindak pidana

dengan kekerasan yang dilakukan oleh pelajar sekolah yang terjadi pada tahun 2016.

Sedangkan pada tahun 2017 jumlah tindak pidana dengan kekerasan yang dilakukan

oleh anak tidak mengalami perubahan yaitu tetap 22 kasus. Yang menarik adalah

bahwa jenis kejahatan yang mengalami kenaikan secara terus menerus dari tahun

2015 sampai deangan tahun 2017 adalah jenis tindak pidana pencurian motor

dengan kekerasan, dimana pada tahun 2015 terjadi 7 kasus kemudian tahun 2016

menjadi 9 kasus dan pada tahun 2017 menjadi 10 kasus. Oleh karena itu perlu

dipertimbangkan untuk membentuk satu unit khusus yang mernangani perkara

dengan pelaku pelajar sekolah, sehingga pelaksanaan Undang-Undang No. 3 Tahun

1997 Tentang Pengadilan Anak dapat benar-benar dijalankan secara maksimal. Dari

lampiran data mengenai jumlah personil Reserse Polres Kabupaten Siak Indrapura

Page 12: PENEGAKAN HUKUM OLEH POLISI DALAM TINDAK PIDANA …

Jurnal Populis, Vol.3, No.6, Desember 2018

800 | JURNAL POPULIS

menurut golongan, DSPP, dan realisasi, menunjukkan bahwa kekurangan personil

yang cukup signifikan masih dialami oleh Satuan Reserse Polres Kabupaten Siak

Indrapura bila dibandingkan dengan DSPP yang berlaku dilingkungan organisasi

Polri, yang antara lain untuk golongan perwira menengah sampai saat ini untuk

jabatan kepala satuan reserse masih dijabat oleh personil Polri dengan pangkat

Komisaris Polisi yang merupakan golongan perwira menengah. Sedangkan untuk

golongan perwira pertama mengalami kekurangan sebesar 15% yang merupakan

tulang punggung dalam melakukan tindakan hukum terhadap kasus-kasus tindak

pidana yang terjadi khususnya tindak pidana dengan kekerasan yang dilakukan oleh

pelajar sekolah. (Kutipan wawancara penulis dengan Widhiastuti selaku Kaur Bin

Ops Polres Kabupaten Siak Indrapura, Polres Kabupaten Siak Indrapura, pada

tanggal 2 Februari 2018).

Kekurangan personil tersebut akan sangat berpengaruh terhadap pembagian

tugas dan penyelesaian perkara tindak pidana dengan kekerasan yang dilakukan oleh

pelajar sekolah pada Sat Serse Polres Kabupaten Siak Indrapura. Untuk

mendapatkan tambahan personil penyidik atau penyidik pembantu tentu akan

menemui suatu hambatan, untuk itu perlu dipertimbangkan dari segi kualitas

anggota yang ada, guna dilakukan pembinaan yang lebih baik. Kualitas dalam hal ini

meliputi latar belakang pendidikan yang mencakup pendidikan formal dan

pendidikan spesialisasi fungsi kepolisian dan lamanya pengalaman kerja dibidang

tersebut.

Sedangkan latar belakang pendidikan formalnya dapat dilihat pada uraian

sebagai berikut: Berdasarkan lampiran data mengenai tingkat pendidikan personil

dapat dijelaskan bahwa dari 148 orang personil Sat Serse Polres Kabupaten Siak

Indrapura maka dijumpai sebanyak 15 (lima belas) orang atau 10,14 % yang

berpendidikan setingkat Perguruan Tinggi, berpendidikan setingkat SLTA sebanyak

129 orang atau 87,16 % yang sebagian besar merupakan personil dari golongan

bintara yaitu 119 orang, 4 orang atau 2,70 % berpendidikan setingkat SLTP. Latar

belakang pendidikan formal ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan penyidik

atau penyidik pembantu dalam memahami dan menguasai materi yang terkandung

dalam KUHAP maupun Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan

Anak yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap keberhasilan penyidikan

tindak pidana dengan kekerasan dengan pelaku pelajar. ( Kutipan wawancara

penulis dengan Widhiastuti selaku Kaur Bin Ops Polres Kabupaten Siak Indrapura,

Polres Kabupaten Siak Indrapura, pada tanggal 2 Februari 2018).

2. Sarana dan Prasarana

Mengingat sarana dan prasarana ini sangat penting didalam menunjang

keberhasilan tugas represif dalam penanggulangan tindak pidana dengan kekerasan

yang dilakukan oleh pelajar sekolah ditambah lagi dengan tantangan tugas yang

semakin berat yang harus dihadapi oleh personil pada satuan tersebut, maka

terhadap sarana dan prasarana yang mendukung kelancaran tugas perlu disediakan

secara baik dan lancar. Berdasarkan lampiran data mengenai sarana dan prasarana,

dapat dijelaskan bahwa dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana dengan

kekerasan yang dilakukan oleh pelajar sekolah, penyidik atau penyidik pembantu

yang bersangkutan masih harus menyediakan sarana atau prasarana yang berupa alat

Page 13: PENEGAKAN HUKUM OLEH POLISI DALAM TINDAK PIDANA …

Penegakan Hukum Oleh Polisi Dalam Tindak Pidana Kekerasan Oleh Anak Yang Berbasis

Keadilan di Kabupaten Siak Indrapura

JURNAL POPULIS | 801

tulis kantor secara swadaya karena alat-alat jenis tersebut tidak dianggarkan oleh

dinas. Sedangkan dari 28 buah komputer yang ada ternyata 3 buah komputer atau

10,71 % mengalami rusak ringan dan tidak dapat dipergunakan. Keterbatasan sarana

dan prasarana tersebut sangat mempengaruhi produktivitas dan kinerja penyidik

pada satuan Serse tersebut dalam menangani tindak pidana dengan kekerasan

dengan pelaku anak pelajar sekolah.

3. Tindakan upaya paksa dalam penyidikan tindak pidana dengan kekerasan

yang dilakukan oleh anak pelajar sekolah.

a. Penangkapan

Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang

Pengadilan Anak berbunyi “Penangkapan Anak Nakal dilakukan sesuai dengan

ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.” Berdasarkan hasil

wawancara seperti yang diuraikan pada bab ini dalam hal penangkapan, dapat

dijelaskan bahwa untuk pelaksanaan penangkapan terhadap pelajar pelaku

tindak pidana dengan kekerasan secara administrasi sudah sesuai dengan

ketentuan yang ada didalam KUHAP. Berdasarkan hasil wawancara dengan

Kaur Bin Ops AKP Widhastuti maupun Aiptu Susanto, saat pelaksanaan

penangkapan tindakan kekerasan masih sering dilakukan oleh petugas terhadap

pelajar pelaku tindak pidana dengan kekerasan.

Adanya perlakuan kekerasan tersebut jelas telah melanggar butir ke 13

Keppres No. 36 Tahun 1990 Tentang Pengesahan Konvensi tentang Hak-hak

Anak yang menyatakan bahwa hak-hak anak “Memperoleh perlindungan akibat

kekerasan fisik, mental, penyalahgunaan, penelantaran atau perlakuan salah

(eksploitasi) sertas penyalahgunaan seksual”. Disamping itu adanya perlakuan

tersebut menunjukan bahwa perlakuan terhadap pelajar pelaku tindak pidana

dengan kekerasan tidak ada bedanya dengan perlakuan terhadap pelaku tindak

pidana dengan tersangka orang dewasa, hal ini akan sangat merugikan

kepentingan pelajar yang bersangkutan mengingat mereka merupakan generasi

muda yang perkembangan sosialnya masih perlu pembinaan.

b. Penahanan

Menjadi perhatian penulis adalah masalah penempatan tahanan pelajar

pelaku tindak pidana dengan kekerasan yang belum sesuai dengan ketentuan

Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan

Anak yang berbunyi “Tempat tahanan anak harus dipisahkan dari tempat

tahanan orang dewasa”. Karena berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara

dengan penyidik Sat Serse Polres Kabupaten Siak Indrapura menyatakan bahwa

penempatan pelajar pelaku tindak pidana dengan kekerasan saat dilakukan

proses penyidikan oleh Polri, adalah digabungkan dengan para pelaku tindak

pidana orang dewasa. Sehingga secara psikologis akan sangat berpengaruh

terhadap perkembangan jiwa pelajar yang bersangkutan terutama setelah selesai

menjalani putusan sidang tersebut.

Page 14: PENEGAKAN HUKUM OLEH POLISI DALAM TINDAK PIDANA …

Jurnal Populis, Vol.3, No.6, Desember 2018

802 | JURNAL POPULIS

3. Kontruksi Penegakan Hukum Oleh Polisi Terhadap Tindak Pidana

Kekerasan Oleh Anak Sehingga Perwujudan Keadilan Dapat Tercapai di

Kabupaten Siak Indrapura

Kepolisian merupakan lembaga sub sistem dalam SPP yang mempunyai

kedudukan pertama dan utama. Kedudukan yang demikian oleh Har- kristuti

Harkrisnowo dikatakan sebagai the gate keeper of the criminal justice system. Tugas

polisi dalam rangkaian SPP adalah melakukan penyidikan yang berujung pada

dihasilkannya Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Dalam penyidikan ini polisi sering

melakukan kekerasan pada tersangka. Penggunaan kekerasan oleh polisi merupakan

salah satu aspek dari paradigma ganda polisi, yaitu sebagai the strong hand of

society dan the soft hand of society. Konsep tentang kekerasan sebagaimana di

introdusir oleh Kiefer, mengacu kepada dua hal. Pertama, menunjuk kepada suatu

tindakan untuk menyakiti orang lain, sehingga menyebabkan luka-luka atau

mengalami kesakitan. Kedua, menunjuk kepada penggunaan kekuatan fisik yang

tidak lazim dalam suatu kebudayaan. ( Barda Nawawi Arief, 1998 : 20) Kekerasan

dalam pengertian yang luas tidak hanya meliputi dimensinya yang bersifat fisik,

akan tetapi juga dimensi yang bersifat psikologis. Dalam hubungan antara kekerasan

personal dan kekerasan struktural, Nasikun dengan mengikuti konsep Galtung,

menyatakan bahwa kendati kedua bentuk kekerasan itu secara empiris dapat berdiri

sendiri-sendiri tanpa mengandaikan satu sama lain, tumbuh melalui pengalaman

historis sosiologis yang panjang. Keduanya secara empiris mempunyai hubungan

dialektis. Mereka yang memperoleh keuntungan dari penggunaan kekuasaan

struktural (terutama yang berada pada puncak struktur kekuasaan) pada umumnya

akab berusaha mempertahankan kekuasaannya (status quo) melalui kekerasan

struktural yang dilakukan secara tersembunyi (untuk menjaga citra kekuasaanya)

melalui penggunaan instrumen kekuasaan yang dimilikinya seperti kepolisian,

tentara dan hukum. (Nasikun, 1996 : 4-6)

Penyimpangan perilaku polisi terhadap pelaku tindak pidana kekerasan yang

dilakukan oleh anak merupakan gambaran umum tentang kegiatan petugas polisi

yang tidak sesuai dengan wewenang resmi petugas, wewenang organisasi, nilai dan

standar perilaku sopan serta dapat menjauh yang menjadi nilai dasar dalam

menegakkan hukum yaitu nilai keadilan. Pencapaian suatu keadilan, pada abad

modern salah seorang yang di anggap memiliki peran penting dalam

mengembangkan konsep keadilan adalah John Borden Rawls. Rawls berpendapat

bahwa keadilan hanya dapat ditegakkan apabila negara melaksanakan asas keadilan,

berupa setiap orang hendaknya memiliki hak yang sama untuk mendapatkan

kebebasan dasar (basic liberties); dan perbedaan sosial dan ekonomi hendaknya

distur sedemikian rupa sehingga memberi manfaat yang besar bagi mereka yang

berkedudukan paling tidak beruntung, dan bertalian dengan jabatan serta kedudukan

yang terbuka bagi semua orang berdasarkan persamaan kesempatan yang layak.

John Rawls memunculkan suatu ide dalam bukunya A Theory of Justice atau teori

keadilan yang bertujuan agar dapat menjadi alternatif bagi doktrin-doktrin yang

mendominasi tradisi filsafat terdahulunya, dengan cara menyajikan konsep keadilan

yang mengeneralisasikan dan mengangkat teori kontrak sosial yang diungkap oleh,

Page 15: PENEGAKAN HUKUM OLEH POLISI DALAM TINDAK PIDANA …

Penegakan Hukum Oleh Polisi Dalam Tindak Pidana Kekerasan Oleh Anak Yang Berbasis

Keadilan di Kabupaten Siak Indrapura

JURNAL POPULIS | 803

katakanlah, Locke, Rousseau dan Kant ke tingkat yang lebih tinggi. Oleh Rawls cara

pandang keadilan ini disebut keadilan sebagai fairness.

Sehubungan dengan kontruksi yang mengedepankan nilai keadilan terhadap

kepentingan terbaik anak selaku pelaku tindak pidana kekerasan, ide yang paling

relevan untuk dipakai dalam penelitian ini adalah gagasan tentang suatu objek atau

fenomena tertentu yang bersifat mendasar, yang dijadikan patokan atau sudut

pandang. Ide dasar merupakan pandangan dunia (weltblit) yang diyakini dan

menentukan cara pandang terhadap suatu fenomena. Ia berfungsi sebagai the central

cognitive resource (pusat sumber pengamatan) yang menentukan rasionalitas suatu

fenomena, baik tentang apa yang menjadi pokok persoalan maupun cara melihat dan

menjelaskan fenomena itu. Sebagai gagasan yang bersifat mendasar, maka ide dasar

lebih menyerupai cita, yakni gagasan dasar mengenai suatu hal. Misalnya cita

hukum atau rechtsidee, merupakan konstruksi piker (ide) yang mengarahkan hukum

kepada cita-cita yang diinginkan. Seperti yang dikatakan Rudolf Stamler, cita

hukum merupakan leitstern (bintang pemandu) bagi tercapainya cita-cita

masyarakat. (Attamimi, 1990 : 308) Karena itu, cita hukum akan mempengaruhi dan

berfungsi sebagai asas umum yang mempedomani (guiding principle), norma kritik

(kaidah evaluasi) dan factor yang memotivasi dalam penyelenggaraan hukum

(pembentukan, penemuan, penerapan hukum) dan perilaku hukum. Jadi, dirumuskan

dan dipahaminya cita hukum akan memudahkan penjabarannya ke dalam berbagai

perangkat aturan kewenangan dan aturan perilaku serta memudahkan terjaganya

konsistensi dalam penyelenggaran hukum. (Sidharta, 1999 : 181). Dengan demikian,

sebuah ide dasar selalu bersifat konstitutif, artinya, ide dasar itulah yang

menentukan masalah, metode, dan penjelasan yang dianggap relevan untuk ditelaah,

atau mengikuti alur pikir Gustav Radbruch mengenai rechtsidee yang menurutnya

berfungsi sebagai dasar yang bersifat konsitutif bagi hukum positif. Sistem Peradilan

Pidana Anak (Juvenile Justice System) adalah segala unsur sistem peradilan pidana

yang terkait di dalam penanganan kasus-kasus kenakalan anak. Pertama, polisi

sebagai institusi formal ketika anak nakal pertama kali bersentuhan dengan sistem

peradilan, yang juga akan menentukan apakah anak akan dibebaskan atau diproses

lebih lanjut. Kedua, jaksa dan lembaga pembebasan bersyarat yang juga akan

menentukan apakah anak akan dibebaskan atau diproses ke pengadilan anak. Ketiga,

Pengadilan Anak, tahapan ketika anak akan ditempatkan dalam pilihan-pilihan,

mulai dari dibebaskan sampai dimasukkan dalam institusi penghukuman. Yang

terakhir, institusi penghukuman. (Supatmi dan Tunduk, 2003 : 2). Institusi

kepolisian merupakan institusi negara yang pertama kali melakukan intervensi

terhadap anak yang berkonflik dengan hukum. Penangkapan, penahan, penyelidikan,

dan penyidikan merupakan kewenangan kepolisian untuk menegakkan sistem

peradilan pidana anak. Dalam menjalankan tugasnya kepolisian diberikan

kewenangan diskresi (discretionary power). Kewenangan diskresi adalah

kewenangan legal di mana kepolisian berhak untuk meneruskan atau tidak

meneruskan suatu perkara. Berdasarkan kewenangan ini pula kepolisian dapat

mengalihkan (diversion) terhadap suatu perkara anak sehingga anak tidak perlu

berhadapan dengan penyelesaian pengadilan pidana secara formal.

Susanti menyatakan bahwa pada dasarnya kasus yang dilaporkan ke Polres

Kabupaten Siak Indrapura tidak semua berkasnya dilimpahkan ke Kejaksaan. Ketika

Page 16: PENEGAKAN HUKUM OLEH POLISI DALAM TINDAK PIDANA …

Jurnal Populis, Vol.3, No.6, Desember 2018

804 | JURNAL POPULIS

penyidikan dilakukan, terkadang antara pihak korban dan pelaku melakukan

perdamaian, biasanya perdamaian ini terjadi karena bantuan pihak ketiga seperti

tokoh adat atau tokoh masyarakat. Perdamaian itu biasanya disertai ganti rugi yang

ditandai dengan kesepakatan antara korban dan pelaku. Terkadang pihak kepolisian

dilibatkan dan tidak dilibatkan namun apabila perkara tersebut sudah diselesaikan

secara damai biasanya pihak korban, pelaku dan tokoh masyarakat atau pihak-pihak

yang terlibat datang melapor ke Polres Kabupaten Siak Indrapura. Namun apabila

kasus pencabulan dimana korban atau orang tua korban tidak bersediamelakukan

perdamaian dengan adanya surat pernyataan yang ditandatangani oleh orang tua

korban maka kasus ini akan diteruskan ke kejaksaan. (Kutipan wawancara penulisa

dengan Susanti selaku Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Satuan

Reserse Kriminal Polres Kabupaten Siak Indrapura, Polres Kabupaten Siak

Indrapura, pada tanggal 6 Februari 2018).

Pada tahap ini kewenangan polisi dalam mengalihkan (diversi) perkara anak

demi keadilan restributif telah terjadi dimana terjadi penciutan kasus pada tahun

2017 dari 31 kasus menjadi 25 kasus. Berarti ada 6 kasus yang mengalami diversi.

Berdasarkan 25 kasus yang diteruskan ke kejaksaan dapat dikatakan kewenangan

diskresi belum dipergunakan secara maksimal untuk menangani perkara anak. Fakta

ini menunjukkan kepolisian belum menggunakan kewenangan diskresinya dalam

menangani perkara anak. (Kutipan wawancara penulis dengan Susanti selaku Kepala

Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Satuan Reserse Kriminal Polres Kabupaten

Siak Indrapura, Polres Kabupaten Siak Indrapura, pada tanggal 6 Februari 2018).

Alasan pihak kepolisian tidak menggunakan kewenangan diskresi mereka

secara maksimal dikarenakan ada beberapa kasus anak yang wajib mereka teruskan

ke kejaksaan seperti kasus pencabulan (pemerkosaan) dan narkoba. Sedangkan

untuk kasus tindak pidana ringan seperti kasus pencabulan biasa, penganiayaan atau

pencurian biasanya dilakukan diversi. Sebagaimana dikemukakan oleh Susanti

bahwa: (Kutipan wawancara penulisa dengan Susanti selaku Kepala Unit

Perlindungan Perempuan dan Anak Satuan Reserse Kriminal Polres Kabupaten Siak

Indrapura, Polres Kabupaten Siak Indrapura, pada tanggal 6 Februari 2018).

Untuk diversi biasanya dilakukan pada kasus tindak pidana ringan atau kasus

penganiayaan atau pencurian. Namun untuk kasus pencabulan atau narkoba semua

dilimpahkan. Namun biasanya yang pelakunya anak harus diupayakan perdamaian.

Perdamaian biasanya disarankan oleh penyidik, digelar dulu dengan pakar hukum di

Polres Kabupaten Siak Indrapura dan keputusannya diambil dalam sidang rapat dan

biasanya tidak ada tenggang waktu berapa lama untuk proses perdamaian.

Pendapat Susanti ini diperkuat dengan membaca UU No. 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Negara RI, dalam konteks penanganan perkara anak, tidak ada

pasal-pasal yang secara khusus mengatur kewenangan diskresi. Bahkan dalam

undang-undang ini tidak ada ketentuan yang secara khusus mengatur tindakan dan

metode untuk menangani anak yang melanggar hukum pidana. Pasal 16 ayat (1)

menetapkan bahwa dalam rangka menyelenggarakan tugas dalam bidang proses

pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk : a. melakukan

penangkapan, penahanan, penggeledahan; ... h. mengadakan penghentian

penyidikan. Selanjutnya Pasal 18 ayat (1) menyatakan bahwa untuk kepentingan

umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas

Page 17: PENEGAKAN HUKUM OLEH POLISI DALAM TINDAK PIDANA …

Penegakan Hukum Oleh Polisi Dalam Tindak Pidana Kekerasan Oleh Anak Yang Berbasis

Keadilan di Kabupaten Siak Indrapura

JURNAL POPULIS | 805

dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri. Ketentuan tersebut

dapat menjadi acuan bagi polisi untuk mengambil tindakan diskresi, namun

penggunaan kewenangan ini belum jelas ditujukan dalam menangani perkara apa.

Beijing Rules mengatur kewenangan diskresi melalui mekanisme

pengalihan. Butir 11.1 menyatakan pertimbangan akan diberikan, bilamana layak,

untuk menangani pelanggar-pelanggar hukum berusia muda tanpa menggunakan

pengadilan formal oleh pihak berwenang yang berkompeten. Selanjutnya Butir 11.2

menetapkan polisi, penuntut umum atau badan-badan lain yang menangani perkara-

perkara anak akan diberi kuasa untuk memutuskan perkara-perkara demikian,

menurut kebijaksanaan mereka, tanpa menggunakan pemeriksaan-pemeriksaan awal

yang formal, sesuai dengan kriteria yang ditentukan untuk tujuan itu di dalam sistem

hukum masing-masing dan juga sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung di

dalam peraturan-peraturan ini. Langkah ini diperlukan karena menurut Butir 13.1

dinyatakan bahwa penahanan sebelum pengadilan hanya akan digunakan sebagai

pilihan langkah terakhir. Dan menurut Butir 13.2 dinyatakan di mana mungkin,

penahanan sebelum pengadilan akan diganti dengan langkah- langkah alternatif,

seperti pengawasan secara dekat, perawatan intensif atau penempatan pada sebuah

keluarga atau pada suatu tempat atau rumah pendidikan.

Ketentuan ini dititahkan oleh Konvensi Hak Anak Pasal 37 huruf b yang

mewajibkan negara untuk menjamin tidak seorang anak pun dapat dirampas

kebebasannya secara melanggar hukum atau dengan sewenang-wenang.

Penangkapan, penahanan atau pemenjaraan seorang anak harus sesuai dengan

undang-undang, dan harus digunakan hanya sebagai upaya jalan lain terakhir dan

untuk jangka waktu terpendek yang tepat. Konstruksi hukum serupa dapat

ditemukan pada Kovenan Hak Sipil dan Politik Pasal 14 ayat (4) yang menyatakan

dalam kasus orang di bawah umur, prosedur yang dipakai harus mempertimbangkan

usia mereka dan keinginan untuk meningkatkan rehabilitasi bagi mereka.

Berdasarkan ketentuan tersebut, kepolisian mempunyai kewenangan dan kebijakan

tersendiri dalam menentukan apakah kasus anak tersebut dapat diselesaikan melalui

pengalihan atau tidak seperti kasus pencabulan dan narkoba yang biasanya

diteruskan ke penuntutan. Apabila diversi berhasil dilakukan maka akan dilakukan

pemulihan. Namun jika diversi tidak berhasil atau kepolisian berdasarkan

kewenangannya menyatakan bahwa kasus tersebut harus diterukan maka proses

akan dilanjutkan dengan pelimpahan berkas ke kejaksaan. Namun terkadang dalam

melaksanakan tugasnya, kepolisian bahkan tidak menawarkan diversi dan

restorative justice. Selain itu pihak keluarga korban juga tidak bersedia melakukan

perdamaian yang ditandai dengan adanya surat pernyataan diatas materai yang

meminta pelaku dihukum seberat-beratnya. Berdasarkan temuan di lapangan, tidak

dilakukannya diversi dan restorative justice secara maksimal oleh kepolisian di

Polres Kabupaten Siak Indrapura dikarenakan kemampuan pihak polisi sendiri

dalam memahami konsep ini masih kurang sehingga dalam penerapannya jarang

dilakukan kecuali pihak keluarga korban atau keluarga pelaku yang melakukan

perdamaian diluar kepolisian.

Page 18: PENEGAKAN HUKUM OLEH POLISI DALAM TINDAK PIDANA …

Jurnal Populis, Vol.3, No.6, Desember 2018

806 | JURNAL POPULIS

D. Simpulan

1. Penegakan hukum oleh polisi dalam tindak pidana kekerasan anak dan

bagaimana implikasi terhadap perwujudan keadilan di Kabupaten Siak

Indrapura adalah masih menggunakan kekerasan untuk mendapatkan

pengakuan atau keterangan dari anak pelaku tindak pidana kekersan dalam

penyidikan. Bentuk kekerasan yang dilakukan oleh penyidik adala

kekerasan fisik, psikis, maupun hukum. Negara telah gagal memberi

perlindungan hukum kepada anak sebagai tersangka yang disebabkan oleh

tidak selarasnya peraturan dan realita dilapangan terhadap anak untuk

memperjuangkan hak-haknya sebagai pelaku tindak pidana kekerasan.

Selain itu kinerja lembaga pengawas dalam penyidikan tidak bekerja secara

optimal, dan adanya perlindungan dari institusi kepolisian terhadap penyidik

yang melakukan kekerasan terhadap anak pelaku tindak pidana kekerasan

sehingga tidak terwujudnya nilai keadilan bagi anak.

2. Faktor penghambat dalam penegakan hukum oleh polisi dalam tindak

pidana kekerasan oleh anak sehingga perwujudan keadilan belum tercapai di

Kabupaten Siak Indrapura dikarenakan kurangnya pendanaan untuk

mendukung pelaksanaan atau kegiatan yang mendukung pengembangan

Kota Layak Anak (KLA) di Kabupaten Siak Indrapura, selain itu lambannya

pencatatan kasus kekerasan yang terjadi pada anak dikarenakan minimnya

tenaga kerja (Sumber Daya Manusia). Dan kurangnya optimalnya peran

lembaga yang mengurusi masalah perlindungan anak terlihat dari beberapa

kasus dimana para korban melaporkan kasusnya tidak fokus pada satu

lembaga saja. Selain itu kurangnya partisipasi masyarakat disebabkan

menjaga nama baik dari korban. Korban kekerasan seksual utamanya,

banyak yang dikucilkan dan bahkan diusir oleh lingkungannya karena

dianggap mengotori dan membawa kesialan bagi lingkungan tersebut.

Lingkungan yang tidak memahami masalah dengan baik dapat membuat

korban merasa tidak nyaman kembali kelingkungannya.

3. Kontruksi penegakan hukum oleh polisi terhadap tindak pidana kekerasan

oleh anak sehingga perwujudan keadilan dapat tercapai di Kabupaten Siak

Indrapura adalah dengan membangun atau menciptakan polisi yang

profesional harus dimulai dari awal, yaitu pada taraf seleksi dan pendidikan,

bahkan upaya ini mesti harus terus dipupuk karena pelaksanaan tugas-tugas

kepolisian memiliki standar keahlian dan standar etika yang tinggi, sehingga

dapat tercapai penegakan hukum yang kontruktif dalam penegakan hukum

terhadap anak pelaku tindak pidana kekerasan.

Page 19: PENEGAKAN HUKUM OLEH POLISI DALAM TINDAK PIDANA …

Penegakan Hukum Oleh Polisi Dalam Tindak Pidana Kekerasan Oleh Anak Yang Berbasis

Keadilan di Kabupaten Siak Indrapura

JURNAL POPULIS | 807

Daftar Pustaka

A. Buku-Buku

Al-Iman Abu Nashr Muhammad, Membongkar Dosa-dosa Pemilu, (Jakarta: Prisma

Media, 2004)

Asas Yuridiksi Ekstrateritorial dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas (PT),

http://ppatonline.wordpress.com/page/5/, diakses pada tanggal 22 Juli 2017.

Ashshofa Burhan, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010)

Fakhrul, Huda, Penerapan Pemungutan Suara Secara Elektronik Dalam Pemilu di

Indonesia, (Jember: Universitas Jember Press, 2013)

HAW Widjaja, Otonomi Desa, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003)

Meliza, T. M Silalahi, Penggunaan Kriptografi Pada Elektronik Voting, (Bandung:

ITB Press, 2010)

Miriam, Budiharjo, Dasar Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia, 1994)

Muhammad, Shalahudin, Pembuatan Model Elektronik Voting Berbasis Web,

(Bandung: ITB Press, 2009)

Page 20: PENEGAKAN HUKUM OLEH POLISI DALAM TINDAK PIDANA …

Jurnal Populis, Vol.3, No.6, Desember 2018

808 | JURNAL POPULIS