OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

42
i OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI PADA INSTITUSI KEJAKSAAN NEGERI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Gelar Sarjana Hukum (S.H) Pada Program Studi Hukum Pidana Islam Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon Oleh: SARIFUDIN DIFINUBUN NIM : 0160104034 FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) AMBON 2020

Transcript of OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

Page 1: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

i

OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI

PADA INSTITUSI KEJAKSAAN NEGERI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Pada Program Studi Hukum Pidana Islam Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon

Oleh:

SARIFUDIN DIFINUBUN

NIM : 0160104034

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) AMBON

2020

Page 2: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

ii

Page 3: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

iii

Page 4: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT,

atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

studi dengan baik. Tak lupa shalawat dan salam dihaturkan kepada junjungan kita,

Nabi besar Muhammad Saw, beserta keluarga, para sahabat, dan seluruh umat

beliau yang senantiasa berada di jalan-Nya.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian, penulisan sampai rampungnya

skripsi ini, banyak mendapat tantangan, namun denganketabahan dan semangat

disertai oleh bimbingan, bantuan dan do’a dari berbagai pihak dan atas limpahan

rahmat Allah swt, sehingga memudahkan penulis dalam melaksanakan

penyusunan karya tulis ilmiah pada tinggkat srata 1 (satu), di lembaga pendidikan

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon.

secara filofofis, prestasi bukanlah merupakan sebuah tujuan dari akhir

suatu perjuangan, tetapi merupakan langkah awal dalam mengimplementasikan

nilai-nilai atas makna perjuangan, dan hakekatnya dapat dimaknai melalui

serangkaian usaha dan proses menuju puncak prestasi, dimana wujud dari puncak

prestasi initidak terlepas dari campur tangan dan solidaritas hamba-hamba Allah

yang berhati mulia, maka untuk itu pula penulis dengan segala ketulusan hati

mengucapkan Terima Kasih yang tak terhingga kepada :

1. Rektor IAIN Ambon, Dr.Zainal Abidin Rahawarin,M.Si, dan Wakil-wakil

Rektor IAIN Ambon yang telah banyak membantu penulis selama penulis

menempuh studi di kampus IAIN Ambon.

2. Bapak Dr. Djumadi, MH, selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam

IAIN Ambon, dan para Wakil Dekan I, II, dan III di lingkup Fakultas

Syari’ah dan Ekonomi Islam IAIN Ambon yang mohon maaf tidak dapat

disebut namanya satu persatu.

3. Ibu Fazia Rahawarin, SH, MH. selaku Ketua Jurusan Hukum Pidana Islam

dan Bapak Syah Awaluddin Uar, SH, MH. selaku Sekertaris Jurusan Hukum

Page 5: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

v

Pidana Islam yang telah memberikan bimbingan, nasehat, petunjuk, dan

saran, sehingga penulisan skripsi ini dapat saya selesaikan.

4. Bapak Dr. Husin Wattimena, M.Sidan Ismela Tuharea, MH. selaku

pembimbing I dan pembimbing II yang dengan penuh dedikasi, keiklasan,

dan kesabaran meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing,

memberikan masukan-masukan keilmuan yang sangat berharga hinggah saat

selesainya penyusun skripsi ini.serta memberikan kritik dan saran yang

bersifat membangun demi kebaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu dosen serta seluruh pegawai IAIN Ambon khususnya Fakultas

Syari’ah dan Ekonomi Islam IAIN Ambon yang pernah mengajar dan

membimbing Saya, yang tak bisa disebut namanya satu persatuyang telah

mendidik dan membina selama penulis menuntut ilmu di lembaga ini.

6. Kepala perpustakaan IAIN Ambon beserta staf yang telahtelah melayani dan

menyediakan referensi yang dibutuhkan selama dalam penulisan skripsi ini.

7. Terkhusus dan teristimewa penulis persembahkan kepada Ayahanda Abdul

Wahid Difinubundan IbundaSalma Difinibun tercinta, yang telah melahirkan,

menjaga, merawat, dan membesarkan dalam pengorbanan dengan segala

kasih sayangnya dan tetesan keringat mereka yang tulus. Semogah Allah

SWT selalu memberikan perlindunagan dan kesehatan kepada keduannya.

8. Kepada kakanda terkasih Yusuf Difinubun dan Ema Wahid Difinubun,

Selaku kakakdan penyemangat bagi penulis, oleh karena itu terimakasih atas

motivasi, dorongan, dan bantuan moril maupun materil yang telah kakanda

berikan kepada penulis selama ini yang senantiasa menjadi Kakak yang baik,

senyum tulus dan harapan kakak telah memotivasi penulis untuk

menyelesaikan studi sekaligus untuk menjadi kakak yang terbaik untuk

kalianyang selalu membuat penulis tetap ceria.

9. Kepada teman-teman angkatan 2016Jurusan Hukum Pidana Islam yang tak

sempat penulis sebutkan namanya, yang telah memberikan motivasi dan

sumbangsih pemikiran hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.

10. Kepada Sahabatku Ahmad Saleh, S.H. dan Siti Afuza Rahayaan serta

Kekasih Penyemangatku Latifa sTehuayo yang telah memberikan banyak

Page 6: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

vi

Page 7: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................................. ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI …………………………………..iii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iv

ABSTRAK ...................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ………………………………………………………………. viii

TRANSLITERASI DAN SINGKATAN…………………………………. x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang .................................................................................... 1

B. Rumusan Dan BatasanMasalah......................................................... 14

C. Tujuan Penelitian Dan Kegunaan Penelitian ..................................... 15

D. Pengertian Judul ................................................................................. 16

E. PenelitanTerdahulu ............................................................................ 20

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan UmumTentangTindakPidana .............................................. 23

B. Tinjauan UmumTentang Tindak Pidana Korupsi .............................. 29

C. Tinjauan UmumTentang Kejaksaan .................................................. 33

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian................................................................................... 45

B. Metode Penelitian .............................................................................. 45

C. Sumber Data....................................................................................... 46

D. Metode Pengumpulan Data ................................................................ 46

E. Teknik Analisis Data.......................................................................... 47

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

A. OptimalisasiPenegakanHukumTindakPidanaKorupsi ......................... 48

B. Kendalayang dihadapiKejaksaanNegeriDalamOptimalisasi

TindakPidanaKorupsi ........................................................................... 54

Page 8: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

viii

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... 62

B. Saran ..................................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 9: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

ix

ABSTRAK

Nama : SarifudinDifinubun

Nim : 0160104034

Judul : Optimalisasi Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Pada

Institusi Kejaksaan Negeri

Skripsi ini berkenaan dengan permasalahan Bagaimana optimalisasi

peneggakan hokum tindak pidana korupsi, dan Kendalaapasaja yang dihadapi

kejaksaan dalam optimalisasi tindak pidana korupsi. Serta permasalahan tentang

peneggakan tindak pidana korupsi pada institusi kejaksaan negeri yang tak

kunjung selesai, sebagaimana yang kita ketahui korupsia dalah perbuatan atau

tindakan yang merugikan keuangaan negara.dan korupsi merupakan salah satu

tindak pidana yang tidak dapat dilepaskan dari masalah Negara, pejabat Negara

ataupun orang-orang yang mempunyai kedudukan terhormat di dalam masyarakat

Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian pustaka yaitu pada

buku-bukumaupun dokumen-dokumen yang berkaitan dengan optimalisasi

penegakan hokum tindak pidana korupsi pada institusi kejaksaan negeri. Metode

pengumpulan data yaitu studi keperpustakaan baik berupa undang-undang,

dokumen-dokumen dan sebagainya untuk menguatkan kesempurnaan data atau

bahan yang diteliti, dengan mengunakan analisisbuku-bukudanteori-teori, yaitu

dengan cara mendeskripsikan dan menguraikan data lapangan yang tersusun

secara terperinci dan sistematis, sehingga akan mempermudah penulis dalam

menarik kesimpulan berdasarkan data yang valid.

Dari hasil penelitian yang diperoleh, Berdasarkan analisis data tersebut

diperoleh hasil sebagai berikut: Peranan Intelijen Kejaksaan Negeri dalam

pengungkapan dugaan tindak pidana korupsi yaitu melakukan kegiatan intelijen

yustisial/penyelidikan untuk mencari dan mengumpulkan data atau keterangan

tentang benar atau tidak tentang adanya dugaan tindak pidana korupsi. Selain

melakukan penyelidikan,intelijen juga berperan sebagai Tim Pengawal dan

Pengawasan Pemerintahan dan Pembangunan daerah (TP4D) berdasarkan

Instruksi Presiden No. 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan

Pemberantasan Korupsi. KendalaKejaksaanNegeriyaituKurangnya personil,

profesionalitas yang harus ditingkatkan dan kendala dibidang kordinasi dengan

lembaga terkait yang mendukung berjalannya penanganan dan penyelesaian

perkara tindak pidana korupsi, serta terbatasnya keterbukaan masyarakat atau

menutupi informasi terkait.

Page 10: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

x

TRANSLITERASI DAN SINGKATAN

A. Transliterasi

1. Konsonan

Huruf-huruf Arab ditransliterasi ke dalam huruf Latin sebagai berikut :

b : ب z: ز f:ف

t :ت s: س q :ق

ts:ث sy: ش k:ك

j:ج sh: ص l:ل

h:حdh:ض m:م

kh:خ th:ط n:ن

d:دdz:ظ w : و

dz:ذ ‘: أ h :ه

r:رg:غ y:ي

Hamzah ( ء ) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi

tanda apapun. Jika hamzah tersebut terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis

dengan tanda ( „)

2. Vokal dan Diftong

Page 11: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

xi

a. Vokal atau bunyi (a), (i), dan (u) ditulis dengan ketentuan sebagai

berikut :

pendek panjang

fathah a ā

kasrah i ī

dhummah u ū

b. Diftong yang sering dijumpai dalam tmransliterasi ialah (ay) dan(aw),

misalnya bayn( بين ) dan qawl ( قول ).

3. Syaddah dilambangkan dengan konsonan ganda

4. Kata sandang al- (alif lām ma’rifah) ditulis dengan huruf kecil, kecualijika

terletak di awal kalimat. Dalam hal ini kata tersebut ditulis dengan huruf besar

(Al-), contohnya :

Menurut pendapat al-Zuhaili, kaedah tersebut….

Al-Zuhaili berpendapat bahwa kaedah tersebut….

5. Tā’ marbuthah( ة ) ditransliterasi dengan t, tetapi jika tā’ marbuthah terletak

di akhir kalimat, maka ia ditransliterasi dengan huruf “h”. contohnya :Al-

risālat al-mudarrisah

6. Kata atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah istilah arab yang belum

menjadi bagian dari perbendaharaan Bahasa Indonesia. Adapun istilah yang

sudah menjadi bagian dari perbendaharaan Bahasa Indonesia, atau sudah sering

ditulis dalam Bahasa Indonesia, tidak ditulis lagi menurut cara transliterasi di

Page 12: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

xii

atas, misalnya perkataan Alquran (dari Al-Qur’an), dan sunnah.Bila istilah itu

menjadi bagian dari teks yang harus ditransliterasi secara utuh, misalnya :

Fiy Dzilāl al-Qur’ān;

Al-Sunnah qabl al-tadwīn;

Al-‘Ibarat bi ‘umum al-lafzh lā bi khushūsh al-sabab

7. Lafzh al-jalalah ( االله ) yang didahului partikel seperti huruf jar dan huruf

lainnya atau berkedudukan sebagai mudhāf ilayh (frasa nominal) ditransliterasi

tanpa huruf hamzah. Contohnya : dinullāh, billāh

Adapun tā’ marbuthah di akhir kata yang disandarkan kepada lafz al-

jalālah, ditransliterasi dengan huruf t. contohnya :hum fiy rahmatillā

B. Singkatan

Beberapa singkatan yang dibakukan adalah :

1. Swt. = Subhānah wa ta’ālā

2. Saw. = Shalla Allāh ‘alayhi wa sallam

3. R.a. = Radhy Allah anh

4. H. = Hijriah

5. M. = Masehi

6. H.R… = Hadits Riwayat

7. w. = wafat

8. Q.S. (…) : 5 = Quran, Surah…, ayat 5.s

Page 13: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini telah Dinyatakan dengan tegas

dalam penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

bahwa “Negara Republik Indonesia berdasar atas hukum “(rechstaat)”, tidak

berdasar atas kekuasaan belaka (machstaat).1 Jadi jelas bahwa cita-cita Negara

hukum (rule of law) yang tekandung dalam UUD 1945 bukanlah sekedar Negara

yang berlandaskan sembarang hukum. Hukum yang didambakan bukanlah hukum

yang ditetapkan semata-mata atas dasar kekeuasaan, yang dapat menuju atau

mencerminkan kekuasaan mutlak atau otoriter. Hukum yang demikian bukanlah

hukum yang adil (just law), yang didasarkan pada keadilan bagi rakyat.Dalam negara

hukum (Rechtstaat), negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap

individu. Pengakuan negara terhadap hak individu ini tersirat di dalam persamaan

kedudukan di hadapan hukum bagi semua orang. Penegakan hukum di Indonesia

selalu menjadi objek yang menarik untuk dikaji baik pada masa Orde Lama, orde

baru hingga demokrasi. Khusus dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana

korupsi terdapat berbagai lembaga yang mempunyai kewenangan untuk melakukan

penyidikanterhadap tindak pidana tersebut. Lembaga- lembaga tersebut diantaranya

lembaga kepolisian, kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

(selanjutnya disebut KPK).

1Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945.

Page 14: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

2

Penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi sangat berbeda dengan

tindak pidana yang lain, diantaranya karena banyaknya lembaga yang berwenang

untuk melakukan proses peradilan terhadap tindak pidana korupsi sebagaimana telah

disebutkan dalam alenia pertama. Kondisi demikian merupakan konsekuensi logis

dari predikat yang di letakkan pada tindak pidana tersebut sebagai extra ordinary

crime (kejahatan luar biasa). Sebagai tindak pidana yang dikategorikan sebagai extra

ordinary crime tindak pidana korupsi mempunyai daya hancur yang luar biasa dan

merusak terhadap sendi-sendi kehidupan suatu Negara dan bangsa.

Dampak dari tindak pidana korupsi dapat dilihat dari terjadinya berbagai

bencana alam dan kerusakan lingkungan seperti banjir dan bencana yang lain,

bahkan Nyoman Serikat Putra Jaya mengatakan bahwa akibat negatif dari adanya

tindak pidana korupsi sangat merusak tatanan kehidupan bangsa, bahkan korupsi

merupakan perampasan hak ekonomi dan hak sosial masyarakat Indonesia.2

Aktivitas para penegak hukum khususnya penegakan hukum terhadap tindak

pidana korupsi tidak selalu sesuai dengan harapan. Konfigurasi politik suatu Negara

akan mempengaruhi aktifitas penegak hukum dalam melakukan penegakan hukum.

Hal ini disebabkan penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi selalu

melibatkan penyelenggara negara atau pejabat Negara. Hal ini berbeda apabila para

pihaknya adalah orang biasa dalam hal ini penegak hukum lebih bebas untuk

mengekpresikan kewenangannya dalam menegakkan keadilan dan hukum. Dalam hal

salah satu pihaknya Negara atau pejabat Negara penegak hukum akan ekstra hati-hati

2Nyoman Sarekat Putra Jaya. 2008. Beberapa Pemikiran ke arah Pengembangan Hukum

Pidana. Citra Aditya Bakti. Hlm. 69.

Page 15: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

3

dalam menggunakan kewenangannya sehingga akan timbul kesan lambat, tebang

pilih dan sebagainya. Dalam kondisi demikian asas Equality Before the Law akan

dibuktikan kebohongannya, dan hanya akan dipercaya sebagai sebuah mitos belaka.

Berkaitan dengan hal ini Romli Atmasasmita menyatakan: “Dampak negatif dari

keadaan di atas adalah muncul fenomena ambivalensi sikap dan perilaku pejabat

pemerintahan dan bahkan penegak hukum dalam menjalankan kewajibannya menaati

hukum dan menegakan hukum. Berbagai kasus korupsi yang menyangkut pejabat

tinggi dan mereka yang dekat dengan kekuasaan ditindak lanjuti secara selektif dan

menampakkan diskriminasi secara terbuka, resistensi terhadap agenda

pemberantasan korupsi mulai tumbuh seperti jamur dimusim hujan, mulai dari

lontaran keresahan pejabat daerah dan calon pemimpin proyek sampai kepada

gagasan untuk membubarkan Komisi Pemberantasan Korupsi dan mengurangi

peranan lembaga Negara yang ditugasi melakukan pengawasan terhadap kinerja

Pemerintah.”3

Korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang tidak dapat dilepaskan dari

masalah Negara, pejabat Negara atapun orang-orang yang mempunyai kedudukan

terhormat di dalam masyarakat. Dalam hal ini Harkristuti Harkrisnowo

menyatakan: Baik korupsi maupun tindak pidana biasa, kedua golongan kasus

tersebut sama-sama merupakan tindak pidana terhadap harta benda. Perbedaannya,

setidaknya dapat dilihat dari dua aspek yakni pelaku dan korban. Pelaku korupsi

terang bukan orang sembarangan karena mereka mempunyai akses untuk melakukan

korupsi tersebut, “dengan menyalah gunakan kewenangan, kesempatan-kesempatan

3Atmasasmita, Romli. 2008. Arah Pembangunan Hukum di Indonesia, dalam Komisi

Yudisial dan Keadilan Sosial, Komisi Yudisial, Hlm. 116

Page 16: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

4

atau sarana yang ada padanya karena jabatannya”, sedangkan pelaku tindak pidana

jalanan umumnya adalah anggota masyarakat dari strata bawah yang tidak mempuyai

akses kemana-mana, juga tidak memiliki tingkat pengetahuan dan pendidikan yang

tinggi. Korban korupsi memang tidak kasat mata dan bukan individu, tetapi Negara,

justru karena invisibility inilah maka publik kebanyakan tidak merasakan bahwa

korupsi merupakan tindak pidana yang membahayakan warga (setidaknya secara

langsung). Lain halnya dengan tindak pidana jalanan jauh lebih tinggi dibanding

dengan tindak pidana korupsi, demikian persepsi masyarakat yang sulit untuk diubah

karena kasat matanya tindak pidana jalanan.4

Pembicaraan penegakan hukum khususnya penegakan hukum terhadap tindak

pidana korupsi ini akan semakin menarik lagi ketika di kaitkan dengan reformasi.

Reformasi merupakan sebuah gerakan yang dipelopori mahasiswa berhasil

menumbangkan kekuasaan rezim Suharto yang telah berkuasa selama 32 tahun.

Tuntutan gerakan reformasi telah di akomodasi oleh Lembaga tertinggi Negara

waktu itu yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Beberapa tuntutan tersebut

adalah:

a) Amandemen UUD 1945; Penghapusan doktrin dwi fungsi ABRI;

b) Penegakan supremasi hukum penghormatan hak asasi manusia (HAM)

dan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN);

c) Desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah (otonomi);

d) Mewujudkan kebebasan pers; dan

4Harkrisnowo, Harkristuti. 2009. Korupsi, Konspirasi dan Keadilan di Indonesia, dalam

jurnal kajian putusan pengadilan DICTUM, L e I P 1. Hlm. 67.

Page 17: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

5

e) Mewujudkan kehidupan demokrasi.5

Masalah penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme

merupakan salah satu agenda yang harus di realisasikan oleh pemegang kekuasaan

pada era reformasi ini. Hal ini menunjukkan permasalahan penegakan hukum

maupun pemberantasan korupsi merupakan hal yang sangat menggelisahkan

kehidupan bangsa dan Negara pada masa rezim Suharto, sehingga muncul sebagai

salah satu agenda dari gerakan reformasi disamping agenda-agenda yang lain.

Barda Nawawi ketika berbicara tentang fungsionalisasi hukum pidana

terhadap tindak pidana ekonomi menyamakan antara pengertian penegakan hukum

dengan fungsionalisasi. Beliau mengatakan fungsionalisasi hukum pidana dapat

diartikan sebagai upaya untuk membuat hukum pidana dapat terwujud secara

konkret. Jadi istilah fungsionalisasi hukum pidana dapat diidentikkan dengan istilah

operasionalisasi atau konkretisasi hukum pidana yang pada hakekatnya sama dengan

pengertian penegakan hukum pidana.6

Berkaitan dengan sistem peradilan pidana Muladi juga mengungkapkan

bahwa sistem penegakan hukum identik dengan sistem peradilan, sebagaimana

dikatakan olehnya sebagai berikut: Sistem peradilan peradilan pada hakeketnya

identik dengan sistem penegakan hukum, karena proses peradilan pada hakekatnya

suatu proses menegakkan hukum, jadi hakekatnya identik dengan “sistem kekuasaan

kehakiman” karena “kekuasaan kehakiman” pada dasarnya merupakan

“kekuasaan/kewenangan menegakkan hukum”. Apabila difokuskan dalam bidang

5Sekretariat Jenderal MPR. 2003. Panduan Dalam Memasyarakatkan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. MPR RI. Jakarta. Hlm. 6 6Barda Nawawi Arief. 1992. Bunga Rampai Hukum Pidana. Alumni Bandung. Hlm. 157

Page 18: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

6

hukum pidana, dapatlah dikatakan bahwa “sistem Peradilan Pidana” (dikenal dengan

istilah SPP atau Criminal Justice System/CJS) pada hakekatnya merupakan “Sistem

Peradilan Pidana” yang pada hakekatnya juga identik dengan “Sistem Kekuasaan

Kehakiman di bidang Hukum Pidana” (SKK-HP).7

Bertolak dari pengertian yang demikian maka penegakan hukum pidana,

seperti proses penegakan hukum pada umumnya, melibatkan minimal tiga faktor

yang terkait yaitu faktor perundang-undangan, faktor aparat/badan penegak hukum

dan faktor kesadaran hukum. Pembicaraan ketiga faktor ini dapat dikaitkan dengan

pembagian tiga komponen sistem hukum, yaitu substansi hukum, struktur hukum dan

budaya hukum.

Dilihat dalam kerangka sistem peradilan pidana munculnya lembaga KPK

(Komisi Pemberantasan Korupsi) di era reformasi ini menimbulkan permasalahan

karena akan mengganggu sistem yang telah ada yaitu sistem peradilan pidana

terhadap tindak pidana korupsi atau sistem penegakan hukum terhadap tindak pidana

korupsi.

Kejaksaan Republik Indonesia sebagai tempat penelitian mengacu pada

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia

menggantikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik

Indonesia selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Kejaksaan, khususnya Pasal

30 ayat (1) huruf d menyatakan tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang

7Muladi, 1995,Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas

Diponegoro, Semarang, Hlm. 20.

Page 19: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

7

pidanasalah satunya adalah melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu

berdasarkan Undang-Undang.8

Untuk itu perlu pengkajian secara jurudis normatif tentang kewenangan

kejaksaan dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi, eksistensi dari pasal

30 ayat (1) huruf d undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I

yaitu mengenai kewenangan kejaksaan dalam penyidikan tindak pidana tertentu yaitu

tindak pidana korupsi.

Dalam KUHAP, kewenangan penyidikan jatuh ketangan Kepolisian Republik

Indonesia. Pasal 6 KUHAP menyebutkan penyidik adalah Pejabat Polisi Negara

Republik Indonesia, ini berarti bahwa kepolisian adalah penyidik tunggal didalam

KUHAP. Akan tetapi dalam aturan peralihan pasal 284 ayat (2) KUHAP meyebutkan

dalam waktu dua tahun setelah undang-undang ini diundangkan, maka terhadap

semua perkara diberlakukan ketentuan undang-undang ini, dengan pengecualian

untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada

undang-undang tertentu, sampai ada perubahan dan atau di nyatakan tidak berlaku

lagi.

Dalam penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ketentuan

khusus adalah ketentuan yang menyangkut pengusutan, penuntutan dan peradilan

tindak pidana ekonomi (Undang-undang Nomor 7 Drt tahun 1955 dan Undang-

undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Bagaimana agar tidak menimbulkan keragaman penafsiran dalam peraturan

pemerintah Nomor 27 tahun 1983 dalam pasal 17 secara tegas menyebutkan

8Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Page 20: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

8

kejaksaan sebagai penyidik untuk tindak pidana tertentu (korupsi). Untuk lebih

lengkapnya pasal tersebut adalah sebagai berikut : “Penyidik menurut ketentuan

khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu sebagaimana

dimaksud dalam pasal 284 ayat (2) KUHAP dilaksanakan oleh Penyidik, Jaksa dan

Pejabat penyidik yang berwenang lainnya berdasarkan peraturan perundang-

undangan.9

Pasal inilah yang menjadi acuan untuk memberikan kewenangan kejaksaan

bertindak selaku penyidik tindak pidana korupsi. Dalam pasal tersebut sebenarnya

ada pembatasan yaitu dengan adanya redaksi kata “sementara”. Kenyataannya

setelah sekian banyak ketentuan mengenai undang-undang tindak pidana korupsi

mulai dari Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tidak ada penyebutan secara tegas

tentang apakah kejaksaan memiliki kewenangan untuk melakukan pemberantasan

tindak pidana korupsi.

Dengan adanya redaksi kata “sementara” itu timbulah berbagai macam

penafsiran apakah kejaksaan memiliki kewenangan dalam penyidikan tindak Sistem

peradilan pidana (Criminal Justice System) sebagai suatu sistem dalam masyarakat

untuk menanggulangi masalah dimaknai sebagai upaya untuk mengendalikan atau

membatasi kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi masyarakat.

Komponen-komponenyang bekerja dalam sistem ini meliputi

Kepolisian,Kejaksaan,Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Empat komponen

ini diharapkan dapat bekerjasama sehingga menghasilkan suatu keterpaduan yang

kita kenal kenal dengan integrated criminal justice system.

9Sahuri Lasmadi, Dosen S1,S2,S3 Fakultas Hukum Universitas Jambi.

Page 21: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

9

Penegakan hukum di Indonesia selalu menjadi objek yang menarik untuk

dikaji baik pada masa Orde Lama, orde baru maupun orde yang sekarang ini sedang

berjalan yang biasa disebut dengan orde reformasi. Khusus dalam penegakan hukum

terhadap tindak pidana korupsi terdapat berbagai lembaga yang mempunyai

kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tersebut.

Lembaga-lemabaga tersebut diantaranya lembaga kepolisian, kejaksaan dan Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut KPK).

Penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi sangat berbeda dengan

tindak pidana yang lain, diantaranya karena banyaknya lembaga yang berwenang

untuk melakukan proses peradilan terhadap tindak pidana korupsi sebagaimana

telah di sebutkan dalam alenia pertama. Kondisi demikian merupakan konsekuensi

logis dari predikat yang di letakkan pada tindak pidana tersebut sebagai extra

ordinary crime (kejahatan luar biasa). Sebagai tindak pidana yang dikategorikan

sebagai extra ordinary crime tindak pidana korupsi mempunyai daya hancur yang

luar biasa dan merusak terhadap sendi-sendi kehidupan suatu Negara dan bangsa.

Dampak dari tindak pidana korupsi dapat dilihat dari terjadinya berbagai bencana

alam dan kerusakan lingkungan seperti banjir, bahkan Nyoman Serikat Putra Jaya

mengatakan bahwa akibat negatif dari adanya tindak pidana korupsi sangat merusak

tatanan kehidupan bangsa, bahkan korupsi merupakan perampasan hak ekonomi dan

hak sosial masyarakat Indonesia.10

10

Nyoman Sarekat Putra Jaya. 2008. Beberapa Pemikiran ke arah Pengembangan Hukum

Pidana. Citra Aditya Bakti. Hlm. 69.

Page 22: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

10

Aktivitas para penegak hukum khususnya penegakan hukum terhadap tindak

pidana korupsi tidak selalu sesuai dengan harapan. Konfigurasi politik suatu Negara

akan mempengaruhi aktifitas penegak hukum dalam melakukan penegakan hukum.

Hal ini ini disebabkan penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi selalu

melibatkan penyelenggara negara atau pejabat Negara. Hal ini berbeda apabila para

pihaknya adalah orang biasa dalam hal ini penegak hukum lebih bebas untuk

mengekpresikan kewenangannya dalam menegakkan keadilan dan hukum. Dalam

hal salah satu pihaknya Negara atau pejabat Negara penegak hukum akan ekstra

hati-hati dalam menggunakan kewenangannya sehingga akan timbul kesan lambat,

tebang pilih dan sebagainya. Dalam kondisi demikian asas Equality Before the Law

akan dibuktikan kebohongannya, dan hanya akan dipercaya sebagai sebuah mitos

belaka. Berkaitan dengan hal ini Romli Atmasasmita menyatakan:

“ Dampak negatif dari keadaan di atas adalah muncul fenomena ambivalensi

sikap dan perilaku pejabat pemerintahan dan bahkan penegak hukum dalam

menjalankan kewajibannya menaati hukum dan menegakan hukum. Berbagai kasus

korupsi yang menyangkut pejabat tinggi dan mereka yang dekat dengan kekuasaan

ditindak lanjuti secara selektif dan menampakkan diskriminasi secara terbuka,

resistensi terhadap agenda pemberantasan korupsi mulai tumbuh seperti jamur di

musim hujan, mulai dari lontaran keresahan pejabat daerah dan calon pemimpin

proyek sampai kepada gagasan untuk membubarkan Komisi Pemberantasan Korupsi

dan mengurangi peranan lembaga Negara yang ditugasi melakukan pengawasan

terhadap kinerja pemerintah.”11

Korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang tidak dapat dilepaskan

dari masalah Negara, pejabat Negara atapun orang-orang yang mempunyai

kedudukan terhormat di dalam masyarakat. Dalam hal ini Harkristuti

Harkrisnowo menyatakan: “Baik korupsi maupun tindak pidana biasa, kedua

11

Atmasasmita, Romli. 2008. Arah Pembangunan Hukum di Indonesia, dalam Komisi

Yudisial dan Keadilan Sosial. Komisi Yudisial. Hlm. 116

Page 23: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

11

golongan kasus tersebut sama-sama merupakan tindak pidana terhadap harta benda.

Perbedaannya, setidaknya dapat dilihat dari dua aspek yakni pelaku dan korban.”

Pelaku korupsi terang bukan orang sembarangan karena mereka mempunyai akses

untuk melakukan korupsi tersebut, “…dengan menyalah gunakan kewenangan,

kesempatan-kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatannya…”,

Sedangkan pelaku tindak pidana jalanan umumnya adalah anggota masyarakat dari

strata bawah yang tidak mempuyai akses kemana-mana, juga tidak memilki tingkat

pengetahuan dan pendidikan yang tinggi. Korban korupsi memang tidak kasat mata

dan bukan individu, tetapi Negara, justru karena invisibility inilah maka publik

kebanyakan tidak merasakan bahwa korupsi merupakan tindak pidana yang

membahayakan warga (setidaknya secara langsung). Lain halnya dengan tindak

pidana jalanan jauh lebih tinggi dibanding dengan tindak pidana korupsi, demikian

persepsi masyarakat yang sulit untuk diubah karena kasat matanya tindak pidana

jalanan.12

Pembicaraan penegakan hukum khususnya penegakan hukum terhadap

tindak pidana korupsi ini akan semakin menarik lagi ketika di kaitkan dengan

reformasi. Reformasi merupakan sebuah gerakan yang dipelopori mahasiswa

berhasil menumbangkan kekuasaan rezim Suharto yang telah berkuasa selama 32

tahun. Tuntutan gerakan reformasi telah di akomodasi oleh Lembaga tertinggi

Negara waktu itu yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Beberapa tuntutan

tersebut adalah:

12

Harkrisnowo, Harkristuti. 2009. Korupsi, Konspirasi dan Keadilan di Indonesia, dalam

jurnal kajian putusan pengadilan DICTUM, L I P I. Hlm. 67.

Page 24: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

12

a) Amandemen UUD 1945; Penghapusan doktrin dwi fungsi ABRI;

b) Penegakan supremasi hukum penghormatan hak asasi manusia (HAM) dan

pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN);

c) Desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah (otonomi);

d) Mewujudkan kebebasan pers; dan

e) Mewujudkan kehidupan demokrasi. 13

Masalah penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, kolusi dan

nepotisme merupakan salah satu agenda yang harus di realisasikan oleh pemegang

kekuasaan pada era reformasi ini. Hal ini menunjukkan permasalahan penegakan

hukum maupun pemberantasan korupsi merupakan hal yang sangat menggelisahkan

kehidupan bangsa dan Negara pada masa rezim Suharto, sehingga muncul sebagai

salah satu agenda dari gerakan reformasi disamping agenda-agenda yang lain.

Barda Nawawi ketika berbicara tentang fungsionalisasi hukum pidana

terhadap tindak pidana ekonomi menyamakan antara pengertian penegakan hukum

dengan fungsionalisasi. Beliau mengatakan fungsionalisasi hukum pidana dapat

diartikan sebagai upaya untuk membuat hukum pidana dapat terwujud secara

konkret. Jadi istilah fungsionalisasi hukum pidana dapat diidentikkan dengan istilah

operasionalisasi atau konkretisasi hukum pidana yang pada hakekatnya sama

dengan pengertian penegakan hukum pidana.14

13

Sekretariat Jenderal MPR. 2003, Panduan Dalam Memasyarakatkan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, MPR RI. Jakarta. Hlm. 6 14

Barda Nawawi Arief, 1992, Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni Bandung, Hlm. 157

Page 25: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

13

Berkaitan dengan sistem peradilan pidana Muladi juga mengungkapkan

bahwa sistem penegakan hukum identik dengan sistem peradilan, sebagaimana

dikatakan olehnya sebagai berikut:

“Sistem peradilan peradilan pada hakeketnya identik dengan sistem

penegakan hukum, karena proses peradilan pada hakekatnya suatu proses

menegakkan hukum, jadi hakekatnya identik dengan “sistem kekuasaan kehakiman”

karena “kekuasaan kehakiman” pada dasarnya merupakan “kekuasaan/kewenangan

menegakkan hukum”. Apabila difokuskan dalam bidang hukum pidana, dapatlah

dikatakan bahwa “sistem Peradilan Pidana” (dikenal dengan istilah SPP atau

Criminal Justice System/CJS) pada hakekatnya merupakan “Sistem Peradilan

Pidana” yang pada hakekatnya juga identik dengan “Sistem Kekuasaan Kehakiman

di bidang Hukum Pidana” (SKK-HP).15

Bertolak dari pengertian yang demikian maka penegakan hukum pidana,

seperti proses penegakan hukum pada umumnya, melibatkan minimal tiga faktor

yang terkait yaitu faktor perundang-undangan, faktor aparat/badan penegak hukum

dan faktor kesadaran hukum. Pembicaraan ketiga faktor ini dapat dikaitkan dengan

pembagian tiga komponen sistem hukum, yaitu substansi hukum, struktur hukum

dan budaya hukum.

Dilihat dalam kerangka sistem peradilan pidana munculnya lembaga KPK

(Komisi Pemberantasan Korupsi) di era reformasi ini menimbulkan permasalahan

karena akan mengganggu sistem yang telah ada yaitu sistem peradilan pidana

15

Muladi. 1995. Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas

Diponegoro, Semarang, Hlm. 20.

Page 26: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

14

terhadap tindak pidana korupsi atau sistem penegakan hukum terhadap tindak pidana

korupsi.

Pemilihan institut Kejaksaan negeri dilatarbelakangi oleh minimnya

penanganan kasus tindak pidana korupsi yang berhasil disidik selama ini. Dibuktikan

dengan data pra-survey yang menyebutkan sejak beberapa tahun belakangan ini

kejaksaan negeri menangani kasus korupsi pada taraf penyidikan dalam perjalananya

telah dilakukan namun masih jauh dari yang diharapkan oleh masyarakat.

Berdasarkan uraian dan hal-hal yang telah di kemukan di atas, maka penulis

mengadakan penelitian untuk mengetahui lebih lanjut mengenai optimalisasi

penegakan hukum tindak pidana korupsi pada institut kejaksaan negeri, karena

dinilai kejaksaan masih belum terlalu optimal dalam menangani kejahatan korupsi

yang terjadi, maka sebagai dasar penyusunan penulisan hukum dengan judul

“OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI

PADA INSTITUSI KEJAKSAAN NEGERI”.

B. Rumusan Dan Batasan Masalah

a) Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian diatas,maka penulis merumuskan

beberapa permasalahan sebagai berikut agar tidak terjadi tumpang tindih dalam

penafsiran :

a. Bagaimana optimalisasi penegakan hukum tindak pidana korupsi?

b. Bagaimana kendala yang dihadapi kejaksaan negeri dalam optimalisasi tindak

pidana korupsi?

Page 27: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

15

b) Batasan Masalah

Untuk menguraikan secara sistematis agar tidak terjadi tumpang tindih dalam

menguraikan permasalahan yang harus dipecahkan, maka peneliti membatasi

penulisan ini hanya menyangkut tentang optimalisasi penegakan hukum tindak

pidana korupsi pada institusi kejaksaan negeri.

C. Tujuan Penelitian Dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain:.

1. Untuk mengetahui bagaimana optimalisasi penegakan hukum tindak pidana

korupsi.

2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi kejaksaan negeri dalam upaya

optimalisasi tindak pidana korupsi.

2. Kegunaan penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara teoritis maupun secara

praktis.

1. Kegunaan teoritis

a. Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian bagi penulisan

skripsi lanjutan dan sebagai perbandingan maupun tujuan lain yang relevan.

b. Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan

tentangoptimalisasi penegakan hukum tindak pidana korupsi pada institusi

kejaksaan negeri.

Page 28: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

16

2. Kegunaan Praktis

Penulisan skripsi ini nantinya dapat menjadi bahan pertimbangan bagi

praktisi maupun akademisi dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan

optimalisasi penegakan hukum tindak pidana korupsi pada institut kejaksaan

negeri.

D. Pengertian Judul

Optimalisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah tertinggi, paling

baik, sempurna, terbaik, paling menguntungkan, Mengoptimalkan berarti menjadikan

sempurna, menjadikan paling tinggi, menjadikan maksimal, Optimalisasi berarti

mengoptimalkan16

Optimalisasi adalah proses pencarian solusi yang terbaik, tidak selalu

keuntungan yang paling tinggi yang bisa dicapai jika tujuan mengoptimalkan adalah

memaksimumkan keuntungan, atau tidak selalu biaya yang paling kecil yang bisa

ditekan jika tujuan mengoptimalkan adalah meminimumkan biaya.17

Ada tiga elemen

permasalahan optimalisasi yang harus diidentifikasi, yaitu tujuan, alternatif

keputusan, dan sumberdaya yang dibatasi.

Penegakan Hukumorang memaknaipengertian/definisi "Penegakan Hukum"

sebagai tindakan represif penegak hukum mulai dari penangkapan pelaku

kejahatan oleh Polhut, Polisi, disidik oleh Penyidik (PPNS) sampai diputus

pengadilan,arti penegakan hukum demikian benar tetapi sempit, karena jika

demikian penegakan hukum hanyalah milik penegak hukum semata.

16

Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gita Media Press, 2015, h. 562 17

Hotniar Siringoringo, Pemograman Linear: Seri Teknik Riset Operasi, Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2005, h.4

Page 29: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

17

Dalam peraturan perundang-undangan bidang konservasi bahwa mengangkut

satwa liar wajib diliput dengan surat angkut. Jika seseorang mengangkut satwa liar

dengan diliput surat angkut tumbuhan dan satwa liar yang sah maka orang tersebut

sudah dapat dikatakan menegakkan hukum, karena telah mengamalkan ketentuan

hukum. Dengan demikia arti penegakan hukum lebih tepat adalah: "Pelaksanaan

ketentuan hukum dalam kehidupan nyata.

"Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie,SH. Penegakan hukum adalah proses

dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara

nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum

dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.18

Tindak pidana pengertian tentang tindak pidana dalam Kitab Undang-undang

Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah Strafbaarfeit dan dalam kepustakaan

tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik, sedangkan pembuat

undang-undang merumuskan suatu undang-undang mempergunakan istilah peristiwa

pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana.

Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian

dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam

memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana. Tindak pidana mempunyai

pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang kongkrit dalam lapangan

hukum pidana, sehingga tindak pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah

dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai

sehari-hari dalam kehidupan masyarakat.

18

http://blogmhariyanto. blogspot.com/2009/09/penegakan-hukum-pelaku-tindak pidana.

Html. Diakses pada tgl 4 sepetmber 2020.pkl. 18.45 Wit

Page 30: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

18

Para pakar asing Hukum Pidana menggunakan istilah Tindak Pidana atau

Perbuatan Pidana atau Peristiwa Pidana, dengan istilah:

1. STRAFBAAR FEIT adalah peristiwa pidana;

2. STRAFBARE HANDLUNG diterjemahkan dengan Perbuatan Pidana, yang

digunakan oleh para sarjana Hukum Pidana Jerman;

3. CRIMINAL ACT diterjemahkan dengan istilah Perbuatan Kriminal.

Delik yang dalam bahasa Belanda disebut Strafbaarfeit, terdiri atas tiga kata,

yaitu straf, baar dan feit.Yang masing-masing memiliki arti :

a. Straf diartikan sebagai pidana dan hukum,

b. Baar diartikan sebagai dapat dan boleh,

c. Feit diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan

Jadi istilah Strafbaarfeit adalah peristiwa yang dapat dipidana atau perbuatan

yang dapat dipidana.Sedangkan delik dalam bahasa asing disebut delict yang artinya

suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman (pidana).

Korupsi merupakan Istilah korupsi berasal dari bahasa Latin, corruptio atau

corruptus yang berasal dari kata corrumpere (Webster Student Dictionary : 1960).19

Arti harfiah dari kata tersebut adalah kebusukan, keburukan, kebejatan,

ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata

atau ucapan yang menghina atau memfitnah. (The Lexicon Webster Dictionary,

1978).

19

Fockema Andreae, Kamus Hukum, Bandung : Bina Cipta, 1963, huruf c, terjemahan Bina

Cipta.

Page 31: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

19

Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia menyatakan

”Korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang

sogok dan sebagainya”.20

Korupsi secara yuridis dilukiskan dengan berbagai variasi

di berbagai Negara, namun secara umum masih ada titik persamaan pengertiannya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa korupsi di Indonesia sudah meluas dalam

masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah

kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas

tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki

seluruh aspek kehidupan masyarakat.

Institut Kejaksaan Negeri Republik Indonesia adalah lembaga negara yang

melaksanakan kekuasaan negara, khususnya dibidang penuntutan. Sebagai badan

yang berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan, Kejaksaan dipimpin oleh

Jaksa Agung yang dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kejaksaan

Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri merupakan kekuasaan negara

khususnya dibidang penuntutan, dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang

utuh yang tidak dapat dipisahkan.

Mengacu pada Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 yang menggantikan UU

No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan R.I., Kejaksaan sebagai salah satu lembaga

penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum,

perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Di dalam UU Kejaksaan yang baru ini,

Kejaksaan RI sebagai lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di

20

Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1976

Page 32: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

20

bidang penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara

merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan

lainnya (Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004).21

E. Penelitian Terdahulu

Resky Nur Amalia, Angkatan 2016 Fakultas Hukum Universitas Hassanudin

Makassar dengan judul, “PERANAN INTELEJEN KEJAKSAAN DALAM

PENGUNGKAPAN DUGAAN DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Kejaksaan

Negeri Makassar)Adapun rumusan masalahnya adalah Bagaimanakah peranan

Intelijen Kejaksaan Negeri Makassar dalam pengungkapan dugaan tindak pidana

korupsi?, dan Apa yang menghambat Intelijen Kejaksaan Negeri Makassar dalam

pengungkapan dugaan tindak pidana korupsi? Dengan Tujuan Penelitian Untuk

mengetahui peranan Intelijen Kejaksaan Negeri Makassar dalam pengungkapan

dugaan tindak pidana korupsi. serta Untuk mengetahui apa yang menghambat

Intelijen Kejaksaan Negeri Makassar dalam pengungkapan dugaan tindak pidana

korupsi.

Persamaan yang ditulis oleh Resky Nur Amalia dengan penulis adalah sama-

sama meneliti tentang penegakan tindak pidana korupsi pada tingkat kejaksaan,

adapun perbedaannya skripsi yang penulis tulis adalah Resky Nur Amalia lebih

melihat penegakkan tindak pidana korupsi pada rana inlejen kejaksaan, sedangkan

penulis melihat dari segi optimalisasi penegakkan hokum pada kejaksaan negeri.

Josua M.Sirait, Angkatan 2011 Fakultas hukum Universitas pembangunan

nasional veteran Jawa Timur dengan judul “UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI

21

https://www.kejaksaan.go.id/profil_kejaksaan.php?id=1di akses pada tgl.4 september 2020

pkl. 19.50 Wit

Page 33: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

21

DI PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI SURABAYA, Adapun rumusan

masalahnya adalah Apakah faktor yang melatarbelakangi meningkatnya kasus

korupsi di Pengadilan tindak pidana korupsi Surabaya?, dan Apa pertimbangan

hakim dalam memberikan sanksi bagi pelaku korupsi sebagai upaya pemberantasan

tindak pidana korupsi? Dengan Tujuan Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi seseorang melakukan tindak pidana korupsi, dan Untuk mengetahui

upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi terjadinya tindak pidana korupsi

khususnya di Surabaya.

Persamaan yang ditulis oleh Josua M.Sirait dengan penulis adalah sama-

sama meneliti tentang peneggakan tindak pidana korupsi pada tingkat kejaksaan,

adapun perbedaannya skripsi yang penulis tulis adalah Josua M.Sirait lebih melihat

penegakkan tindak pidana korupsi pada upaya tindak pidana korupsi pada tingkat

kejaksaan, sedangkan penulis melihat dari segi optimalisasi penegakkan hokum pada

kejaksaan negeri.

Lita Ratna pada tahun 2016 melakukan penelitian tentang “Optimalisasi

Peran Kejaksaan Dalam Proses Penyidikan Tindak Pidana Korupsi”Pemilihan judul

dilatar belakangi oleh fakta penanganan kasus tindak pidana korupsi di Kota Malang,

khususnya pada Kejaksaan Negeri Malang. Patut dipertanyakan mengapa usaha

Kejaksaan dalam memberantas korupsi terkesan kurang serius, apakah memang tidak

ada praktik kecurangan atau aparat penegak hukum sengaja tidak perduli. Ironis

dibandingkan dengan apa yang terjadi, praktik korupsi jelas terlihat dari berbagai

sendi kehidupan di Kota Malang. Berdasarkan hal tersebut, karya tulis ini

mengangkat rumusan masalah tentang bagaimana peran Kejaksaan dalam proses

Page 34: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

22

penyidikan tindak pidana korupsi dan kendala apa yang dihadapi serta upaya yang

dilakukan Kejaksaan Negeri Malang dalam memberantas tindak pidana korupsi

khususnya di wilayah hukum Kejaksaan Negeri Malang.22

Abrar Lafi Naim pada 2018 melakukan penelitian tentang “Peran

Kejaksaan Dalam Penyidikan Dan Penuntutan Tindak Pidana Korupsi Di

Kabupaten Takalar (Tahun 2014-2016)” Skripsi ini membahas tentang “Peran

Kejaksaan Dalam Penyidikan dan Penuntutan Tindak Pidana Korupsi di Kabupaten

Takalar (Tahun 2014-2016)”, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aturan

hukum tentang peran lembaga kejaksaan dalam pemeriksaan tindak pidana korupsi

dan mengetahui efektifitas lembaga kejaksaan negeri takalar dalam pemeriksaan

tindak pidana korupsi.23

Jurnal yang ditulis Hotma Hutadjulu pada 2013 “Optimalisasi Peran

Kejaksaan Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Era Otonomi Daerah”

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang bagaimana implementasi

kewenangan Kejaksaan dalam hal penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi,

bagaimana prosedur penanganan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh

kejaksaan, serta mengetahui hambatan apa yang dihadapi Kejaksaan dalam

pelaksanaan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi.24

22

Skripsi Lita Ratna, 2016. 23

Skripsi Abrar Lafi Naim, 2018. 24

Vol.I/No.5/Oktober-Desember /2013

Page 35: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

45

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian

kualitatif dengan sifat penelitian Deskriptif Analistis, yang pada dasarnya

menggambarkan permasalahan-permasalahan yang menjadi obyek penelitian

berdasarkan data yang di peroleh pada saat penelitian ini dilaksanakan. Dalam hal ini

menurut pendapat Soerjono Soekanto, penelitian deskriptif dimaksudkan untuk

memberikan data yang diteliti, yang artinya mempertegas hipotesa, yang dapat

membantu teori-teori lama atau dalam rangka menyusun teori-teori baru. Kegiatan

penelitian ini dipergunakan tipologi penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang

mempergunakan data sekunder.37

Data sekunder ini untuk mencari konsepsi-

konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat ataupun penemuan-penemuan yang

berhubungan erat dengan pokok permasalahan.

B. Metode Pendekatan

Yuridis Normatif. Yuridis Normatif, yaitu hukum dikonsepsikan sebagai

norma, kaidah, asas, dogma, ataupun dalam peraturan perundang-undangan. Dengan

kata lain dengan mengkaji, menguji dan menelaah aspek hukum, dengan tujuan

untuk menemukan hukum dalam kenyataanya (in-concreto).

37

Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Raja Grafindo

Persada, Jakarta,2010, hlm. 9

45

Page 36: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

1

C. Sumber Data

Penelitian Kepustakaan, yaitu dimulai dengan pengumpulan data serta

teori-teori dan pendapat para ahli hukum yang berkaitan dengan Tinjauan Yuridis

Terhadap Optimalisasi Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Pada Institut

Kejaksaan Negeri, sumber data adalah subyek dari mana data itu dapat

diperoleh.38

Dalam hal ini sumber data terbagi menjadi tiga sumber, yaitu:

a) Bahan Hukum Primer, yang meliputi sejumlah peraturan perundang-

undangan. Undang-undang 1945 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,

undang-undang tipikor dan Undang-Undang lain yang berkaitan erat dengan

judul penelitian ini.

b) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer, yaitu hasil karya para ahli hukum berupa buku-

buku, pendapat-pendapat para sarjana yang berhubungan dengan skripsi ini.39

c) Bahan Hukum Tersier,bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan bermakna bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder

yaitu kamus hukum dan lain-lain.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang di gunakan dalam Penelitian Ini adalah

metode kepustakaan yaitu untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-

pendapat ataupun penemuan-penemuan yang berhubungan erat dengan pokok

38

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian , Suatu Pendekatan Praktis,Rineka

Cipta,Jakarta, 1993, hlm.120 39

Dedy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2003,

hal 74.

Page 37: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

2

permasalahan, diantaranya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-

Undang Tipikor, dan sejumlah undang-undang lain yang saling berkaitan.

E. Teknik Analisis Data

Penelitian ini mempergunakan metode analisis data yuridis kualitatif, yaitu

sebagai cara untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang terkumpul.

Yuridis, mengingat bahwa penelitian ini bertitik tolak dari peraturan perundang-

undangan yang ada sebagai norma hukum normatif. Kualitatif, lebih peka

dandapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama

terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.40

40

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian kualitatif, Cet. 22, Remaja Rosda

Karya,Bandung, 2006, hlm. 9.

Page 38: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

17

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Kendala yang dialami oleh Intelijen Kejaksaan Negeri dalam penanganan

perkara tindak pidana korupsi yaitu, pertama dalam hal pemanggilan saksi

kedua, pengumpulan alat bukti, dan adanya ketakutan pihak yang dimintai

keterangan atas intervensi instansi terkait. Sedangkan upaya dalam

penanggulangannya adalah dengan perpanjangan waktu dalam proses

pemanggilan saksi dan pengumpulan alat bukti terkait perkara, serta dengan

memberikan jaminan dan perlindungan terhadap pihak yang dimintai

keterangan atas intervensi yang dilakukan oleh intansi terkait.

2. Terbatasnya anggaran dana yang diberikan oleh Pemerintah daerah kepada

Kejaksaan Negeri yang dapat dirasakan dalam pengungkapan dugaan tindak

pidana korupsi karena banyaknya kasus yang perlu diselesaikan oleh Intelijen

Kejaksaan sementara dananya sangat terbatas sehingga hal itu menjadi salah

satu faktor penghambat dalam pengungkapan dugaan tindak pidana korupsi.

B. SARAN

Berdasarkan pengamatan dan penelitian yang telah penulis lakukan dalam

permasalahan atau kendala yang timbul, maka penulis mencoba memberikan

saran-saran, bagi semua pihak khususnya intel jaksa di Kejaksaan Negeri dalam

rangka melakukan penanganan perkara tindak pidana korupsi adalah sebagai

berikut :

62

Page 39: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

18

1. Perlunya pengaturan yang lebih lanjut mengenai kewenangan intelijen

kejaksaan terutama dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi.

2. Perlunya peningkatan intel jaksa dengan penambahan kemampuan khusus

tertentu terutama dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi seperti

pendidikan dan pelatihan.

3. Peningkatan kesediaan sarana dan pra-sarana yang dapat menunjang

kinerja Intelijen Kejaksaan Negeri.

4. Diperlukan Kerjasama antara pemerintah, instansi penegak hukum lainnya

dan peran serta masyarakat dalam mendukung pemberantasan tindak pidana

korupsi. Dalam hal kendala yang timbul pada saat dilakukan upaya kordinasi

dengan instansi lain yang berkaitan dengan penanganan perkara tindak pidana

korupsi tahap penyidikan sebagaimana disampaikan Kepala Seksi Tindak

Pidana Khusus.

Page 40: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

19

DAFTAR PUSTAKA

Agama RI Kementerian, al-Qur’an dan Terjemahnya, Surakarta: Pustaka Al

Hanan, 2009.

Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta Rineka Cipta, 2001.

Amiruddin, Asikin, Zainal. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2004.

Arikunto, Suharismi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.

Rineka Cipta, 2002.

Atmasasmita, Romli. Arah Pembangunan Hukum di Indonesia, dalam Komisi

Yudisial dan Keadilan Sosial. Komisi Yudisial. 2008

Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni Bandung, 1992

Burhan Ashsofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta Penerbit: Rineka Cipta, 2010.

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta:

Balai Pustaka, 2007.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,

Cet. I, Edisi V, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Dedy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung,

2003

Dirdjosisworo, Soedjono. “pengantar ilmu hukum” Jakarta: Rajawali Pers.2014

Dwiyatmi, Sri Harini. “Pengantar Hukum Indonesia” (Bogor: Ghaliah Indonesia.

2013).

Page 41: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

20

Fockema Andreae, Kamus Hukum, Bina Cipta huruf c, terjemahan Bina Cipta,

Bandung : 1963

Hardi Sutrisno. Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 1995

Harkrisnowo, Harkristuti. Korupsi, Konspirasi dan Keadilan di Indonesia, dalam

jurnal kajian putusan pengadilan DICTUM, L I P I, 2009

Hotniar Siringoringo, Pemograman Linear Seri Teknik Riset Operasi,

Yogyakarta: Graha Ilmu,2005.

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian kualitatif, Remaja Rosda Karya,

Bandung, 2006

Muladi. Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas

Diponegoro. Semarang, 1995.

Nyoman Sarekat Putra Jaya. Beberapa Pemikiran ke arah Pengembangan Hukum

Pidana. Citra Aditya Bakti. 2008.

Salahudin, Kitab Undang-Undan Hukum Pidana, Acara Pidana dan Perdata

Jakarta: Visi Media. 2008

Santoso, Indra, Kamus Praktis Bahasa Indonesia ,Surabaya: Pustaka Dua

Surabaya, t.th

Sekretariat Jenderal MPR. Panduan Dalam Memasyarakatkan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. MPR RI. Jakarta 2003.

Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2010

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Rineka

Cipta, Jakarta, 1993

Page 42: OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA …

21

Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gita Media Press, 2015

Wirjono Projodikono, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Ibandung, Bandung:

Sumur, 2004.

Undang-undang

Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-Undang RI No.16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Sumber Online

http://blogmhariyanto. blogspot.com/2009/09/penegakan-hukum-pelaku-tindak pidana.

Html

https://www.kejaksaan.go.id/profil_kejaksaan.php?id=

https://www.google.com/search?q=kendala+yang+di+alami+kejaksaan+saat+men

angani+kasus+korupsi&oq=kendala+yang+di+alami+kejaksaan&aqs=chro

me.1.69i57j69i59.31796j0j15&sourceid=chrome&ie=UTF-8 Di Kutip Pada

WIT 10:38 16 November 2020.

Skripsi Nyimas Lolantari, Unniversitas Brawijaya Kediri Fakultas Hukum. Di

Kutip Pada WIT 10:38 16 November 2020.