PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK KEKERASAN YANG …

10
Volume 3, Nomor 2, Agustus PENEGAKAN H YANG DILA Univer Di Indonesia banyak t yaitu Kekerasan dalam seorang suami. Kekera tidak mampu ditanggu Pidana. Karena didala Oleh karena itu, diperlu Undang No.23 Tahun 2 Dimana tujuan dari p terjadinya tindak KDRT Tentang Penghapusan mencegah segala bent dan mewajibkan negar upaya pencegahan, pe Pancasila dan UUD 1 karena rumah tangga penanganan kasus K rumah tangga ini kura bahkan permasalahan adanya hukum yang s kekerasan dalam ruma Kata kunci : Hukum, K In Indonesia there are m is violence in the hou Domestic violence is Criminal Code. Becau violence. Therefore, sp enactment of Law No. Where the purpose of violence in the family. Violence is to prevent violence, crack down o the community to play enforcement measures Constitution. Household be a public consumptio problem of domestic vi main problems relating protection for victims of Keywords: Law, Victim Jurnal Ilmiah MUQODDIMAH 2019 HUKUM TERHADAP TINDAK KEK AKUKAN OLEH SUAMI TERHADA Sutan Siregar 1), Pranjono 2) rsitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan [email protected] 1) [email protected] 2) Abstrak terjadi tindak pidana khususya KDRT, Salah s m lingkup rumah tangga atau keluarga banyak d asan dalam rumah tangga merupakan sebuah ulangi hanya dengan melihat Kitab Undang–U am KUHP hanya mengatur secara umum bent ukan aturan khusus mengenai KDRT yaitu dibua 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam R pembetukan Undang-undang tersebut yaitu unt T di dalam keluarga. Undang-Undang Nomor 2 n Kekerasan dalam Rumah Tangga tersebut tuk KDRT, melindungi korban KDRT, menindak ra dan masyarakat untuk berperan aktif dalam erlindungan, dan penindakan pelaku sesuai de 1945. Rumah tangga merupakan ranah yang ga seharusnya bukan merupakan konsumsi KDRT Dalam penyelesaian permasalahan kek ang mendapatkan perlindungan yang mencukup n yang utama berkaitan dengan hukum berpus secara khusus memberikan perlindungan bagi ah tangga ini di Indonesia. Korban, Tindak Pidana, KDRT Abstract many criminal acts, especially domestic violence. usehold or family sphere is mostly committed b a problem that cannot be overcome just by use in the Criminal Code only generally regu pecial rules regarding domestic violence are neede .23 of 2004 concerning the Elimination of Dome f the establishment of the Act is to prevent act y. Law No. 23/2004 concerning the Elimination t all forms of domestic violence, protect victim on perpetrators of domestic violence and require y an active role in carrying out prevention, p s in accordance with the philosophy of Pancasila lds are a very privacy domain because househo on so the handling of domestic violence cases. iolence, the lack of adequate and specific protec to law center on the absence of a law that specif f domestic violence in Indonesia. m, Crime, Domestic Violence 74 KERASAN AP ISTRI satu contohnya dilakukan oleh masalah yang Undang Hukum tuk kekerasan. atnya Undang– Rumah Tangga. tuk mencegah 23 Tahun 2004 adalah untuk k pelaku KDRT melaksanakan engan falsafah sangat privasi publik maka kerasan dalam pi dan spesifik, sat pada tidak korban dalam . One example by a husband. looking at the ulate forms of ed, namely the estic Violence. ts of domestic n of Domestic ms of domestic e the state and protection, and a and the 1945 olds should not In solving the ction, even the fically provides

Transcript of PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK KEKERASAN YANG …

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 74

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK KEKERASANYANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI

Sutan Siregar 1), Pranjono 2)

Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

[email protected] 1)

[email protected] 2)

AbstrakDi Indonesia banyak terjadi tindak pidana khususya KDRT, Salah satu contohnyayaitu Kekerasan dalam lingkup rumah tangga atau keluarga banyak dilakukan olehseorang suami. Kekerasan dalam rumah tangga merupakan sebuah masalah yangtidak mampu ditanggulangi hanya dengan melihat Kitab Undang–Undang HukumPidana. Karena didalam KUHP hanya mengatur secara umum bentuk kekerasan.Oleh karena itu, diperlukan aturan khusus mengenai KDRT yaitu dibuatnya Undang–Undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.Dimana tujuan dari pembetukan Undang-undang tersebut yaitu untuk mencegahterjadinya tindak KDRT di dalam keluarga. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga tersebut adalah untukmencegah segala bentuk KDRT, melindungi korban KDRT, menindak pelaku KDRTdan mewajibkan negara dan masyarakat untuk berperan aktif dalam melaksanakanupaya pencegahan, perlindungan, dan penindakan pelaku sesuai dengan falsafahPancasila dan UUD 1945. Rumah tangga merupakan ranah yang sangat privasikarena rumah tangga seharusnya bukan merupakan konsumsi publik makapenanganan kasus KDRT Dalam penyelesaian permasalahan kekerasan dalamrumah tangga ini kurang mendapatkan perlindungan yang mencukupi dan spesifik,bahkan permasalahan yang utama berkaitan dengan hukum berpusat pada tidakadanya hukum yang secara khusus memberikan perlindungan bagi korban dalamkekerasan dalam rumah tangga ini di Indonesia.

Kata kunci : Hukum, Korban, Tindak Pidana, KDRT

Abstract

In Indonesia there are many criminal acts, especially domestic violence. One exampleis violence in the household or family sphere is mostly committed by a husband.Domestic violence is a problem that cannot be overcome just by looking at theCriminal Code. Because in the Criminal Code only generally regulate forms ofviolence. Therefore, special rules regarding domestic violence are needed, namely theenactment of Law No.23 of 2004 concerning the Elimination of Domestic Violence.Where the purpose of the establishment of the Act is to prevent acts of domesticviolence in the family. Law No. 23/2004 concerning the Elimination of DomesticViolence is to prevent all forms of domestic violence, protect victims of domesticviolence, crack down on perpetrators of domestic violence and require the state andthe community to play an active role in carrying out prevention, protection, andenforcement measures in accordance with the philosophy of Pancasila and the 1945Constitution. Households are a very privacy domain because households should notbe a public consumption so the handling of domestic violence cases. In solving theproblem of domestic violence, the lack of adequate and specific protection, even themain problems relating to law center on the absence of a law that specifically providesprotection for victims of domestic violence in Indonesia.

Keywords: Law, Victim, Crime, Domestic Violence

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 74

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK KEKERASANYANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI

Sutan Siregar 1), Pranjono 2)

Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

[email protected] 1)

[email protected] 2)

AbstrakDi Indonesia banyak terjadi tindak pidana khususya KDRT, Salah satu contohnyayaitu Kekerasan dalam lingkup rumah tangga atau keluarga banyak dilakukan olehseorang suami. Kekerasan dalam rumah tangga merupakan sebuah masalah yangtidak mampu ditanggulangi hanya dengan melihat Kitab Undang–Undang HukumPidana. Karena didalam KUHP hanya mengatur secara umum bentuk kekerasan.Oleh karena itu, diperlukan aturan khusus mengenai KDRT yaitu dibuatnya Undang–Undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.Dimana tujuan dari pembetukan Undang-undang tersebut yaitu untuk mencegahterjadinya tindak KDRT di dalam keluarga. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga tersebut adalah untukmencegah segala bentuk KDRT, melindungi korban KDRT, menindak pelaku KDRTdan mewajibkan negara dan masyarakat untuk berperan aktif dalam melaksanakanupaya pencegahan, perlindungan, dan penindakan pelaku sesuai dengan falsafahPancasila dan UUD 1945. Rumah tangga merupakan ranah yang sangat privasikarena rumah tangga seharusnya bukan merupakan konsumsi publik makapenanganan kasus KDRT Dalam penyelesaian permasalahan kekerasan dalamrumah tangga ini kurang mendapatkan perlindungan yang mencukupi dan spesifik,bahkan permasalahan yang utama berkaitan dengan hukum berpusat pada tidakadanya hukum yang secara khusus memberikan perlindungan bagi korban dalamkekerasan dalam rumah tangga ini di Indonesia.

Kata kunci : Hukum, Korban, Tindak Pidana, KDRT

Abstract

In Indonesia there are many criminal acts, especially domestic violence. One exampleis violence in the household or family sphere is mostly committed by a husband.Domestic violence is a problem that cannot be overcome just by looking at theCriminal Code. Because in the Criminal Code only generally regulate forms ofviolence. Therefore, special rules regarding domestic violence are needed, namely theenactment of Law No.23 of 2004 concerning the Elimination of Domestic Violence.Where the purpose of the establishment of the Act is to prevent acts of domesticviolence in the family. Law No. 23/2004 concerning the Elimination of DomesticViolence is to prevent all forms of domestic violence, protect victims of domesticviolence, crack down on perpetrators of domestic violence and require the state andthe community to play an active role in carrying out prevention, protection, andenforcement measures in accordance with the philosophy of Pancasila and the 1945Constitution. Households are a very privacy domain because households should notbe a public consumption so the handling of domestic violence cases. In solving theproblem of domestic violence, the lack of adequate and specific protection, even themain problems relating to law center on the absence of a law that specifically providesprotection for victims of domestic violence in Indonesia.

Keywords: Law, Victim, Crime, Domestic Violence

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 74

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK KEKERASANYANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI

Sutan Siregar 1), Pranjono 2)

Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

[email protected] 1)

[email protected] 2)

AbstrakDi Indonesia banyak terjadi tindak pidana khususya KDRT, Salah satu contohnyayaitu Kekerasan dalam lingkup rumah tangga atau keluarga banyak dilakukan olehseorang suami. Kekerasan dalam rumah tangga merupakan sebuah masalah yangtidak mampu ditanggulangi hanya dengan melihat Kitab Undang–Undang HukumPidana. Karena didalam KUHP hanya mengatur secara umum bentuk kekerasan.Oleh karena itu, diperlukan aturan khusus mengenai KDRT yaitu dibuatnya Undang–Undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.Dimana tujuan dari pembetukan Undang-undang tersebut yaitu untuk mencegahterjadinya tindak KDRT di dalam keluarga. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga tersebut adalah untukmencegah segala bentuk KDRT, melindungi korban KDRT, menindak pelaku KDRTdan mewajibkan negara dan masyarakat untuk berperan aktif dalam melaksanakanupaya pencegahan, perlindungan, dan penindakan pelaku sesuai dengan falsafahPancasila dan UUD 1945. Rumah tangga merupakan ranah yang sangat privasikarena rumah tangga seharusnya bukan merupakan konsumsi publik makapenanganan kasus KDRT Dalam penyelesaian permasalahan kekerasan dalamrumah tangga ini kurang mendapatkan perlindungan yang mencukupi dan spesifik,bahkan permasalahan yang utama berkaitan dengan hukum berpusat pada tidakadanya hukum yang secara khusus memberikan perlindungan bagi korban dalamkekerasan dalam rumah tangga ini di Indonesia.

Kata kunci : Hukum, Korban, Tindak Pidana, KDRT

Abstract

In Indonesia there are many criminal acts, especially domestic violence. One exampleis violence in the household or family sphere is mostly committed by a husband.Domestic violence is a problem that cannot be overcome just by looking at theCriminal Code. Because in the Criminal Code only generally regulate forms ofviolence. Therefore, special rules regarding domestic violence are needed, namely theenactment of Law No.23 of 2004 concerning the Elimination of Domestic Violence.Where the purpose of the establishment of the Act is to prevent acts of domesticviolence in the family. Law No. 23/2004 concerning the Elimination of DomesticViolence is to prevent all forms of domestic violence, protect victims of domesticviolence, crack down on perpetrators of domestic violence and require the state andthe community to play an active role in carrying out prevention, protection, andenforcement measures in accordance with the philosophy of Pancasila and the 1945Constitution. Households are a very privacy domain because households should notbe a public consumption so the handling of domestic violence cases. In solving theproblem of domestic violence, the lack of adequate and specific protection, even themain problems relating to law center on the absence of a law that specifically providesprotection for victims of domestic violence in Indonesia.

Keywords: Law, Victim, Crime, Domestic Violence

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 75

PENDAHULUANKekerasan dalam lingkup rumah

tangga atau keluarga banyak dilakukanoleh seorang suami, seperti suamimelakukan kekerasan terhadap istrinyadengan memukul atau menampar istrinya,menendang dan memaki-maki denganucapan yang kotor. Kultur budayamasyarakat yang mengedepankan laki-lakidapat dipastikan posisi perempuan bersifatsubornisasi terhadap laki-laki. Segalabentuk kekerasan yang terjadi bagiperempuan selalu mempunyai legitimasikultural masyarakat, karena memang posisiperempuan lebih rendah dari laki-laki.Pencegahan kekerasan dilakukan secaraterus-menerus dengan diberlakukannyasistem hukum yang diharapkan dapatmengatasi masalah tindak kekerasanterhadap perempuan. Made (2015:1)menyatakan peristiwa kekerasan dalamrumah tangga di Indonesia yang menjadikorban adalah perempuan (istri).Kekerasan yang dilakukan oleh suamiterhadap istri bukan hanya kekerasan fisiktetapi juga kekerasan psikis, ekonomi danseksual.Tindak Kekerasan Dalam RumahTangga (selanjutnya disebut denganKDRT). Pencatatan data kasus KDRTdapat ditelusuri dari sejumlah institusi yanglayanannya terkait sebagaimana diaturdalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun2004 tentang Penghapusan KekerasanDalam Rumah Tangga (selanjutnya disebutUU Penghapusan KDRT dan PeraturanPemerintah Nomor 4 Tahun 2006 tentangPenyelenggaraan dan KerjasamaPemulihan Korban Kekerasan DalamRumah Tangga atau biasa disebut dengantindak pidana kekerasan dalam rumahtangga (KDRT).

Seharusnya setiap perkawinan(rumah tangga) yang dibentukmendatangkan kebahagiaan bagi parapihak yang terkait di dalamnya. Namunrealitas yang kita temui dalam kehidupanmasyarakat ternyata berbeda antaraharapan dan kenyataan. Tidak jarang kitamenjumpai perkawinan yang berakhirdengan perceraian. Banyak faktor yangdapat menjadi penyebab bagi keretakansuatu rumah tangga, seperti tidak adanyaketurunan (anak), ketidakcocokan satu

dengan lainnya, perselingkuhan, masalahekonomi, kekerasan yang dilakukan salahsatu pihak kepada pihak lainnya, dan lain-lain. Salah satu penyebab perceraian, yaitukekerasan satu pihak kepada pihak lain.Berbagai hambatan dalam prosespenanganan kasus tindak KDRT, baikberupa tindak diskriminasi maupunketidakseriusan aparat penegak hukum,telah ikut mewarnai keadaan tersebut.Keadaan seperti ini tentunya sudah tidaksesuai lagi dengan asas yang terkandungdalam UU PKDRT yang menyatakanbahwa penghapusan KDRT dilaksanakanberdasarkan asas penghormatan hak asasimanusia, keadilan dan kesetaraan gender,nondiskriminasi,dan perlindungan korban.Namun dalam pelaksanaannya, UU PKDRTseolah dirasakan belum dapat memberikanperlindungan yang maksimal bagi korbantindak KDRT.

Khaira (2017-768): Berbagaihambatan dalam proses penanganan kasustindak KDRT, baik berupa tindakdiskriminasi maupun ketidakseriusan aparatpenegak hukum, telah ikut mewarnaikeadaan tersebut. Padahal UU PKDRTsecara eksplisit telah menjamin bahwakorban KDRT berhak mendapatperlindungan agar terhindar dan terbebasdari kekerasan atau ancaman kekerasan,penyiksaan, atau perlakuan yangmerendahkan derajat dan martabatkemanusiaan.

Adapun jumlah perkara tindak pidanakekerasan dalam rumah tangga diPengadilan Negeri Padangsidimpuanadalah sebagai berikut:

Tabel Jumlah Perkara Tindak PidanaKekerasan Dalam Rumah Tangga diPengadilan Negeri PadangsidimpuanNo Tahun Jumlah1 2015 152 2016 213 2017 14

Sumber : Pengadilan Negeri PadangsidimpuanTahun 2018

Bertitik tolak dari uraian latar belakangtersebut maka, penulis tertarik danmencoba menganalisisnya dalam berjudul:“Penegakan Hukum Terhadap Tindak

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 75

PENDAHULUANKekerasan dalam lingkup rumah

tangga atau keluarga banyak dilakukanoleh seorang suami, seperti suamimelakukan kekerasan terhadap istrinyadengan memukul atau menampar istrinya,menendang dan memaki-maki denganucapan yang kotor. Kultur budayamasyarakat yang mengedepankan laki-lakidapat dipastikan posisi perempuan bersifatsubornisasi terhadap laki-laki. Segalabentuk kekerasan yang terjadi bagiperempuan selalu mempunyai legitimasikultural masyarakat, karena memang posisiperempuan lebih rendah dari laki-laki.Pencegahan kekerasan dilakukan secaraterus-menerus dengan diberlakukannyasistem hukum yang diharapkan dapatmengatasi masalah tindak kekerasanterhadap perempuan. Made (2015:1)menyatakan peristiwa kekerasan dalamrumah tangga di Indonesia yang menjadikorban adalah perempuan (istri).Kekerasan yang dilakukan oleh suamiterhadap istri bukan hanya kekerasan fisiktetapi juga kekerasan psikis, ekonomi danseksual.Tindak Kekerasan Dalam RumahTangga (selanjutnya disebut denganKDRT). Pencatatan data kasus KDRTdapat ditelusuri dari sejumlah institusi yanglayanannya terkait sebagaimana diaturdalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun2004 tentang Penghapusan KekerasanDalam Rumah Tangga (selanjutnya disebutUU Penghapusan KDRT dan PeraturanPemerintah Nomor 4 Tahun 2006 tentangPenyelenggaraan dan KerjasamaPemulihan Korban Kekerasan DalamRumah Tangga atau biasa disebut dengantindak pidana kekerasan dalam rumahtangga (KDRT).

Seharusnya setiap perkawinan(rumah tangga) yang dibentukmendatangkan kebahagiaan bagi parapihak yang terkait di dalamnya. Namunrealitas yang kita temui dalam kehidupanmasyarakat ternyata berbeda antaraharapan dan kenyataan. Tidak jarang kitamenjumpai perkawinan yang berakhirdengan perceraian. Banyak faktor yangdapat menjadi penyebab bagi keretakansuatu rumah tangga, seperti tidak adanyaketurunan (anak), ketidakcocokan satu

dengan lainnya, perselingkuhan, masalahekonomi, kekerasan yang dilakukan salahsatu pihak kepada pihak lainnya, dan lain-lain. Salah satu penyebab perceraian, yaitukekerasan satu pihak kepada pihak lain.Berbagai hambatan dalam prosespenanganan kasus tindak KDRT, baikberupa tindak diskriminasi maupunketidakseriusan aparat penegak hukum,telah ikut mewarnai keadaan tersebut.Keadaan seperti ini tentunya sudah tidaksesuai lagi dengan asas yang terkandungdalam UU PKDRT yang menyatakanbahwa penghapusan KDRT dilaksanakanberdasarkan asas penghormatan hak asasimanusia, keadilan dan kesetaraan gender,nondiskriminasi,dan perlindungan korban.Namun dalam pelaksanaannya, UU PKDRTseolah dirasakan belum dapat memberikanperlindungan yang maksimal bagi korbantindak KDRT.

Khaira (2017-768): Berbagaihambatan dalam proses penanganan kasustindak KDRT, baik berupa tindakdiskriminasi maupun ketidakseriusan aparatpenegak hukum, telah ikut mewarnaikeadaan tersebut. Padahal UU PKDRTsecara eksplisit telah menjamin bahwakorban KDRT berhak mendapatperlindungan agar terhindar dan terbebasdari kekerasan atau ancaman kekerasan,penyiksaan, atau perlakuan yangmerendahkan derajat dan martabatkemanusiaan.

Adapun jumlah perkara tindak pidanakekerasan dalam rumah tangga diPengadilan Negeri Padangsidimpuanadalah sebagai berikut:

Tabel Jumlah Perkara Tindak PidanaKekerasan Dalam Rumah Tangga diPengadilan Negeri PadangsidimpuanNo Tahun Jumlah1 2015 152 2016 213 2017 14

Sumber : Pengadilan Negeri PadangsidimpuanTahun 2018

Bertitik tolak dari uraian latar belakangtersebut maka, penulis tertarik danmencoba menganalisisnya dalam berjudul:“Penegakan Hukum Terhadap Tindak

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 75

PENDAHULUANKekerasan dalam lingkup rumah

tangga atau keluarga banyak dilakukanoleh seorang suami, seperti suamimelakukan kekerasan terhadap istrinyadengan memukul atau menampar istrinya,menendang dan memaki-maki denganucapan yang kotor. Kultur budayamasyarakat yang mengedepankan laki-lakidapat dipastikan posisi perempuan bersifatsubornisasi terhadap laki-laki. Segalabentuk kekerasan yang terjadi bagiperempuan selalu mempunyai legitimasikultural masyarakat, karena memang posisiperempuan lebih rendah dari laki-laki.Pencegahan kekerasan dilakukan secaraterus-menerus dengan diberlakukannyasistem hukum yang diharapkan dapatmengatasi masalah tindak kekerasanterhadap perempuan. Made (2015:1)menyatakan peristiwa kekerasan dalamrumah tangga di Indonesia yang menjadikorban adalah perempuan (istri).Kekerasan yang dilakukan oleh suamiterhadap istri bukan hanya kekerasan fisiktetapi juga kekerasan psikis, ekonomi danseksual.Tindak Kekerasan Dalam RumahTangga (selanjutnya disebut denganKDRT). Pencatatan data kasus KDRTdapat ditelusuri dari sejumlah institusi yanglayanannya terkait sebagaimana diaturdalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun2004 tentang Penghapusan KekerasanDalam Rumah Tangga (selanjutnya disebutUU Penghapusan KDRT dan PeraturanPemerintah Nomor 4 Tahun 2006 tentangPenyelenggaraan dan KerjasamaPemulihan Korban Kekerasan DalamRumah Tangga atau biasa disebut dengantindak pidana kekerasan dalam rumahtangga (KDRT).

Seharusnya setiap perkawinan(rumah tangga) yang dibentukmendatangkan kebahagiaan bagi parapihak yang terkait di dalamnya. Namunrealitas yang kita temui dalam kehidupanmasyarakat ternyata berbeda antaraharapan dan kenyataan. Tidak jarang kitamenjumpai perkawinan yang berakhirdengan perceraian. Banyak faktor yangdapat menjadi penyebab bagi keretakansuatu rumah tangga, seperti tidak adanyaketurunan (anak), ketidakcocokan satu

dengan lainnya, perselingkuhan, masalahekonomi, kekerasan yang dilakukan salahsatu pihak kepada pihak lainnya, dan lain-lain. Salah satu penyebab perceraian, yaitukekerasan satu pihak kepada pihak lain.Berbagai hambatan dalam prosespenanganan kasus tindak KDRT, baikberupa tindak diskriminasi maupunketidakseriusan aparat penegak hukum,telah ikut mewarnai keadaan tersebut.Keadaan seperti ini tentunya sudah tidaksesuai lagi dengan asas yang terkandungdalam UU PKDRT yang menyatakanbahwa penghapusan KDRT dilaksanakanberdasarkan asas penghormatan hak asasimanusia, keadilan dan kesetaraan gender,nondiskriminasi,dan perlindungan korban.Namun dalam pelaksanaannya, UU PKDRTseolah dirasakan belum dapat memberikanperlindungan yang maksimal bagi korbantindak KDRT.

Khaira (2017-768): Berbagaihambatan dalam proses penanganan kasustindak KDRT, baik berupa tindakdiskriminasi maupun ketidakseriusan aparatpenegak hukum, telah ikut mewarnaikeadaan tersebut. Padahal UU PKDRTsecara eksplisit telah menjamin bahwakorban KDRT berhak mendapatperlindungan agar terhindar dan terbebasdari kekerasan atau ancaman kekerasan,penyiksaan, atau perlakuan yangmerendahkan derajat dan martabatkemanusiaan.

Adapun jumlah perkara tindak pidanakekerasan dalam rumah tangga diPengadilan Negeri Padangsidimpuanadalah sebagai berikut:

Tabel Jumlah Perkara Tindak PidanaKekerasan Dalam Rumah Tangga diPengadilan Negeri PadangsidimpuanNo Tahun Jumlah1 2015 152 2016 213 2017 14

Sumber : Pengadilan Negeri PadangsidimpuanTahun 2018

Bertitik tolak dari uraian latar belakangtersebut maka, penulis tertarik danmencoba menganalisisnya dalam berjudul:“Penegakan Hukum Terhadap Tindak

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 76

Kekerasan Yang Dilakukan Oleh SuamiTerhadap Istri”.

Rumusan MasalahBerdasakan uraian latar belakang

diatas dikemukakan permasalahan,bagaimana penegakan hukum terhadaptindakan kekerasan (KDRT) yang dilakukanoleh suami terhadap istri.

METODOLOGI PENELITIANJenis pendekatan yang digunakan

dalam penelitian adalah pendekatanperundang-undangan (the statuteapproach) dan pendekatan konsep. Bahan-bahan hukum yang telah disusun secarasistematis selanjutnya dianalisis denganteknik deskripsi dan argumentasi.Penelitian hukum adalah suatu prosesuntuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrinhukum guna menjawab isu hukum yangdihadapi. Isu hukum mempunyai posisiyang sentral di dalam penelitian hukumsebagaimana kedudukan masalah di dalampenelitian lainnya karena isu hukum itulahyang harus dipecahkan di dalam penelitianhukum sebagaimana permasalahan yangharus dijawab dalam penelitian bukanhukum.

Metode penelitian merupakan carauntuk mencapai suatu tujuan sehubungandengan itu, dalam penerapan ditempuhlangkah-langkah sebagai berikut: Penelitianyang akan dilakukan adalah penelitianhukum normatif yang didasarkan padabahan hukum primer, sekunder, dan tersieryaitu inventarisasi peraturan mengacukepada normanorma yang terdapat dalamperaturan perundangundangan. Dalam halini berkaitan dengan kekerasan yangdilakukan oleh suami terhadap istri, selainitu juga dipergunakan bahan-bahan tulisanyang berkaitan dengan persoalan ini.

Penelitian Penegakan HukumTerhadap Tindak Kekerasan YangDilakukan Oleh Suami Terhadap Istridilakukan di Kota Padangsidimpuan. Alatpengumpul data disamping berdasarkanstudi kepustakaan juga dilakukan penelitianlapangan dengan menggunakan alatpengumpul data terhadap variablepenelitian meliputi. Dokumentasi digunakanuntuk mencari data mengenai hal-hal atau

variabel yang berupa catatan, transkip,surat kabar, majalah, notulen, dan agenda.Wawancara atau interview adalah alatpengumpul informasi dengan caramengajukan pertanyaan secara lisan pula.Cirri utama dari wawancara adalah kontaklangsung dengan nara sumber. Datadianalisis secara deskriftif kulitatif untukmegetahui hambatan dan solusi penegakanhukum (KDRT) terhadap istri.

PEMBAHASANPerilaku menyimpang dapat

dikategorikan ke dalam bentuk kejahatan.Untuk mengetahui faktor pendorong ataupenyebab seseorang melakukan kejahatan,kita tinjau hal-hal yang terdapat Kriminologi.Karena menurut Sutherland and Cressey,Kriminologi adalah himpunan pengetahuanmengenai kejahatan sebagai gejalamasyarakat. Yang termasuk dalam ruanglingkupnya adalah proses pembuatanperundang-undangan pelanggaranperundang-undangan dan reaksi-reaksiterhadap pelanggaran tersebut.

Selanjutnya, disebutkan bahwaKriminologi terdiri atas 3 (tiga) bagianutama, yaitu:1. Ilmu kemasyarakatan dari hukum atau

permasyarakatan hukum (the sociologyof law), yaitu usaha penganalisaankeadaan secara ilmiah yang akan turutmemperkembangkan hukum Pidana,

2. Etiologi kriminil, yaitu penelitian secarailmiah mengenai sebab-sebab darikejahatan, dan

3. Pemberantasan atau pencegahankejahatan (control of crime).

Pada pembahasan ini kita fokuskanpada etiologi pada etiologi kriminil yangberarti mempelajari sebab-sebab timbulnyasuatu kejahatan (aethos =sebab-sebab),yang dalam 3 (tiga) mazhab yaitu:1. Mazhab Anthropologis atau Mazhab

Biologis atau Mazhab Italia,2. Mazhab Sosiologis atau Mazhab

Prancis,3. Mazhab Biososilogis atau Mazhab

Gabungan atau Mazhab convergentie.Ketiga mazhab tersebut termasuk

ajaran determinan, yaitu kehendak manusiaitu, sudah ditentukan terlebih dahulu.

Peletak dasar Mazhab Anthroplogisadalah Cesare Lombroso yang menyatakan

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 76

Kekerasan Yang Dilakukan Oleh SuamiTerhadap Istri”.

Rumusan MasalahBerdasakan uraian latar belakang

diatas dikemukakan permasalahan,bagaimana penegakan hukum terhadaptindakan kekerasan (KDRT) yang dilakukanoleh suami terhadap istri.

METODOLOGI PENELITIANJenis pendekatan yang digunakan

dalam penelitian adalah pendekatanperundang-undangan (the statuteapproach) dan pendekatan konsep. Bahan-bahan hukum yang telah disusun secarasistematis selanjutnya dianalisis denganteknik deskripsi dan argumentasi.Penelitian hukum adalah suatu prosesuntuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrinhukum guna menjawab isu hukum yangdihadapi. Isu hukum mempunyai posisiyang sentral di dalam penelitian hukumsebagaimana kedudukan masalah di dalampenelitian lainnya karena isu hukum itulahyang harus dipecahkan di dalam penelitianhukum sebagaimana permasalahan yangharus dijawab dalam penelitian bukanhukum.

Metode penelitian merupakan carauntuk mencapai suatu tujuan sehubungandengan itu, dalam penerapan ditempuhlangkah-langkah sebagai berikut: Penelitianyang akan dilakukan adalah penelitianhukum normatif yang didasarkan padabahan hukum primer, sekunder, dan tersieryaitu inventarisasi peraturan mengacukepada normanorma yang terdapat dalamperaturan perundangundangan. Dalam halini berkaitan dengan kekerasan yangdilakukan oleh suami terhadap istri, selainitu juga dipergunakan bahan-bahan tulisanyang berkaitan dengan persoalan ini.

Penelitian Penegakan HukumTerhadap Tindak Kekerasan YangDilakukan Oleh Suami Terhadap Istridilakukan di Kota Padangsidimpuan. Alatpengumpul data disamping berdasarkanstudi kepustakaan juga dilakukan penelitianlapangan dengan menggunakan alatpengumpul data terhadap variablepenelitian meliputi. Dokumentasi digunakanuntuk mencari data mengenai hal-hal atau

variabel yang berupa catatan, transkip,surat kabar, majalah, notulen, dan agenda.Wawancara atau interview adalah alatpengumpul informasi dengan caramengajukan pertanyaan secara lisan pula.Cirri utama dari wawancara adalah kontaklangsung dengan nara sumber. Datadianalisis secara deskriftif kulitatif untukmegetahui hambatan dan solusi penegakanhukum (KDRT) terhadap istri.

PEMBAHASANPerilaku menyimpang dapat

dikategorikan ke dalam bentuk kejahatan.Untuk mengetahui faktor pendorong ataupenyebab seseorang melakukan kejahatan,kita tinjau hal-hal yang terdapat Kriminologi.Karena menurut Sutherland and Cressey,Kriminologi adalah himpunan pengetahuanmengenai kejahatan sebagai gejalamasyarakat. Yang termasuk dalam ruanglingkupnya adalah proses pembuatanperundang-undangan pelanggaranperundang-undangan dan reaksi-reaksiterhadap pelanggaran tersebut.

Selanjutnya, disebutkan bahwaKriminologi terdiri atas 3 (tiga) bagianutama, yaitu:1. Ilmu kemasyarakatan dari hukum atau

permasyarakatan hukum (the sociologyof law), yaitu usaha penganalisaankeadaan secara ilmiah yang akan turutmemperkembangkan hukum Pidana,

2. Etiologi kriminil, yaitu penelitian secarailmiah mengenai sebab-sebab darikejahatan, dan

3. Pemberantasan atau pencegahankejahatan (control of crime).

Pada pembahasan ini kita fokuskanpada etiologi pada etiologi kriminil yangberarti mempelajari sebab-sebab timbulnyasuatu kejahatan (aethos =sebab-sebab),yang dalam 3 (tiga) mazhab yaitu:1. Mazhab Anthropologis atau Mazhab

Biologis atau Mazhab Italia,2. Mazhab Sosiologis atau Mazhab

Prancis,3. Mazhab Biososilogis atau Mazhab

Gabungan atau Mazhab convergentie.Ketiga mazhab tersebut termasuk

ajaran determinan, yaitu kehendak manusiaitu, sudah ditentukan terlebih dahulu.

Peletak dasar Mazhab Anthroplogisadalah Cesare Lombroso yang menyatakan

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 76

Kekerasan Yang Dilakukan Oleh SuamiTerhadap Istri”.

Rumusan MasalahBerdasakan uraian latar belakang

diatas dikemukakan permasalahan,bagaimana penegakan hukum terhadaptindakan kekerasan (KDRT) yang dilakukanoleh suami terhadap istri.

METODOLOGI PENELITIANJenis pendekatan yang digunakan

dalam penelitian adalah pendekatanperundang-undangan (the statuteapproach) dan pendekatan konsep. Bahan-bahan hukum yang telah disusun secarasistematis selanjutnya dianalisis denganteknik deskripsi dan argumentasi.Penelitian hukum adalah suatu prosesuntuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrinhukum guna menjawab isu hukum yangdihadapi. Isu hukum mempunyai posisiyang sentral di dalam penelitian hukumsebagaimana kedudukan masalah di dalampenelitian lainnya karena isu hukum itulahyang harus dipecahkan di dalam penelitianhukum sebagaimana permasalahan yangharus dijawab dalam penelitian bukanhukum.

Metode penelitian merupakan carauntuk mencapai suatu tujuan sehubungandengan itu, dalam penerapan ditempuhlangkah-langkah sebagai berikut: Penelitianyang akan dilakukan adalah penelitianhukum normatif yang didasarkan padabahan hukum primer, sekunder, dan tersieryaitu inventarisasi peraturan mengacukepada normanorma yang terdapat dalamperaturan perundangundangan. Dalam halini berkaitan dengan kekerasan yangdilakukan oleh suami terhadap istri, selainitu juga dipergunakan bahan-bahan tulisanyang berkaitan dengan persoalan ini.

Penelitian Penegakan HukumTerhadap Tindak Kekerasan YangDilakukan Oleh Suami Terhadap Istridilakukan di Kota Padangsidimpuan. Alatpengumpul data disamping berdasarkanstudi kepustakaan juga dilakukan penelitianlapangan dengan menggunakan alatpengumpul data terhadap variablepenelitian meliputi. Dokumentasi digunakanuntuk mencari data mengenai hal-hal atau

variabel yang berupa catatan, transkip,surat kabar, majalah, notulen, dan agenda.Wawancara atau interview adalah alatpengumpul informasi dengan caramengajukan pertanyaan secara lisan pula.Cirri utama dari wawancara adalah kontaklangsung dengan nara sumber. Datadianalisis secara deskriftif kulitatif untukmegetahui hambatan dan solusi penegakanhukum (KDRT) terhadap istri.

PEMBAHASANPerilaku menyimpang dapat

dikategorikan ke dalam bentuk kejahatan.Untuk mengetahui faktor pendorong ataupenyebab seseorang melakukan kejahatan,kita tinjau hal-hal yang terdapat Kriminologi.Karena menurut Sutherland and Cressey,Kriminologi adalah himpunan pengetahuanmengenai kejahatan sebagai gejalamasyarakat. Yang termasuk dalam ruanglingkupnya adalah proses pembuatanperundang-undangan pelanggaranperundang-undangan dan reaksi-reaksiterhadap pelanggaran tersebut.

Selanjutnya, disebutkan bahwaKriminologi terdiri atas 3 (tiga) bagianutama, yaitu:1. Ilmu kemasyarakatan dari hukum atau

permasyarakatan hukum (the sociologyof law), yaitu usaha penganalisaankeadaan secara ilmiah yang akan turutmemperkembangkan hukum Pidana,

2. Etiologi kriminil, yaitu penelitian secarailmiah mengenai sebab-sebab darikejahatan, dan

3. Pemberantasan atau pencegahankejahatan (control of crime).

Pada pembahasan ini kita fokuskanpada etiologi pada etiologi kriminil yangberarti mempelajari sebab-sebab timbulnyasuatu kejahatan (aethos =sebab-sebab),yang dalam 3 (tiga) mazhab yaitu:1. Mazhab Anthropologis atau Mazhab

Biologis atau Mazhab Italia,2. Mazhab Sosiologis atau Mazhab

Prancis,3. Mazhab Biososilogis atau Mazhab

Gabungan atau Mazhab convergentie.Ketiga mazhab tersebut termasuk

ajaran determinan, yaitu kehendak manusiaitu, sudah ditentukan terlebih dahulu.

Peletak dasar Mazhab Anthroplogisadalah Cesare Lombroso yang menyatakan

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 77

bahwa sebab-sebab timbulnya kejahatanadalah karena penyebab dalam, yangbersumber pada bentuk-bentuk jasmaniah,watak, dan rohani seseorang, sedangkanmenurut Mazhab Sosiologis faktorpenyebab utama dari kejahatan adalahtingkatan (niveau-theorie) penjahat danlingkungannya (milieu-theori) yangManouvrier dan Lacassagne. Aliran yangketiga yaitu Mazhab Biososiologismenggunakan theorie convergentie(gabungan) sebagai penyebab kejahatan.Tokoh Mazhab ini adalah Ferry dan VanBemmelen. Menurut ajaran ini, timbulnyaberbagai bentuk kejahatan dipengaruhi olehsederhana faktor-faktor tersebut antara lainadalah : sifat, bakat, watak, intelek,pendidikan, dan pengajaran, suku bangsa,seks, umur, kebangsaan, agama, ideologipekerjaan, keadaan ekonomi, dan keluarga.Kejadian demi kejadian, periode demiperiode, kekuatan-kekuatan relatif dariwatak dan lingkungan silih berganti ataubersamaan berpengaruh terhadapseseorang.

Di muka telah disebutkan bahwaketiga Mazhab tersebut menganut teorideterminisme, yang mengemukakan bahwaseseorang melakukan kejahatan ditentukan(determine) oleh pengaruh luar ataulingkungannya, sedangkan menurut teoriindeterminisme, kehendak seseorang untukmelakukan kejahatan itu dikendalikan olehkemauan sendiri dan tidak dipengaruhi oleh“faktor luar”.

Dengan demikian faktor pendorongterjadinya kekerasan dalam rumah tangga,dapat disebabkan oleh adanya berbagaifaktor tersebut. Artinya dapat dipengaruhioleh faktor-faktor dari luar atau lingkungan,tetapi dapat juga dipicu karena adanyafaktor dari dalam diri pelaku sendiri. Hal inidapat diperoleh dari kasus-kasus yangpernah terjadi dan ditangani oleh lembagabantuan hukum.

Menurut LKBHUWK sebuah lembagabantuan hukum untuk perempuan dankeluarga, penyebab terjadinya kekerasandalam rumah tangga dapat digolongkanmenjadi 2 (dua) faktor, yaitu faktor internaldan faktor eksternal. Faktor internalmenyangkut kepribadian dari pelakukekerasan yang menyebabkan ia mudahsekali melakukan tindak kekerasan bila

menghadapi situasi yang menimulkankemarahan atau frustasi. Kepribadian yangagresif biasanya dibentuk melalui interaksidalam keluarga atau dengan lingkungansosial di masa kanak-kanak. Tidaklahmengherankan bila kekerasan biasanyabersifat turun-menurun, sebab anakanakakan belajar tentang bagaiamana akanberhadapan dengan lingkungan dari orangtuanya.

Apabila tindak kekerasan mewarnaikehidupan sebuah keluarga, kemungkinanbesar anak-anak mereka akan mengalamihal yang sama setelah mereka menikahnanti. Hal ini disebabkan merekamenganggap bahwa kekerasan merupakanhal yang wajar atau mereka dianggap gagalkalau tidak mengulang pola kekerasantersebut. Perasaan kesal dan marahterhadap orang tua yang selama iniberusaha ditahan, akhirnya akan munculmenjadi tindak kekerasan terhadap istri,suami atau anak-anak.1. Cemburu

Kecemburuan dapat juga merupakansalah satu timbulnya kesalahpahaman,perselisihan bahkan kekerasan. Pada tahun1992 di Jakarta seorang suami tegamembunuh dan melakukan mutilasiterhadap tubuh istrinya, karena istrimengetahui penyelewangan yang dilakukanoleh suami (kasus Agus Naser yangmembunuh Nyonya Diah, istrinya). Kasuslain terjadi tahun 2009 seorang suamimelakukan tindak kekerasan terhadapistrinya, karena istri cemburu. Masihbanyak lagi kasus-kasus kecemburuanyang dapat memicu terjadinya tindakkekerasan yang terjadi dalam rumahtangga.2. Masalah Anak

Salah satu pemicu terjadinyaperselisihan antara suami istri adalahmasalah anak. Perselisihan dapat semakinmeruncing kalau terjadapat perbedaan polapendidikan terhadap anak antara suamidan istri. Hal ini dapat berlaku baikterhadap anak kandung maupun terhadapanak tiri atau anak asuh.3. Masalah Sopan Santun

Sopan santun seharusnya tetapdipelihara meskipun suami dan istri sudahbertahun-tahun menikah. Suami dan istriberasal dari keluarga dengan latar

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 77

bahwa sebab-sebab timbulnya kejahatanadalah karena penyebab dalam, yangbersumber pada bentuk-bentuk jasmaniah,watak, dan rohani seseorang, sedangkanmenurut Mazhab Sosiologis faktorpenyebab utama dari kejahatan adalahtingkatan (niveau-theorie) penjahat danlingkungannya (milieu-theori) yangManouvrier dan Lacassagne. Aliran yangketiga yaitu Mazhab Biososiologismenggunakan theorie convergentie(gabungan) sebagai penyebab kejahatan.Tokoh Mazhab ini adalah Ferry dan VanBemmelen. Menurut ajaran ini, timbulnyaberbagai bentuk kejahatan dipengaruhi olehsederhana faktor-faktor tersebut antara lainadalah : sifat, bakat, watak, intelek,pendidikan, dan pengajaran, suku bangsa,seks, umur, kebangsaan, agama, ideologipekerjaan, keadaan ekonomi, dan keluarga.Kejadian demi kejadian, periode demiperiode, kekuatan-kekuatan relatif dariwatak dan lingkungan silih berganti ataubersamaan berpengaruh terhadapseseorang.

Di muka telah disebutkan bahwaketiga Mazhab tersebut menganut teorideterminisme, yang mengemukakan bahwaseseorang melakukan kejahatan ditentukan(determine) oleh pengaruh luar ataulingkungannya, sedangkan menurut teoriindeterminisme, kehendak seseorang untukmelakukan kejahatan itu dikendalikan olehkemauan sendiri dan tidak dipengaruhi oleh“faktor luar”.

Dengan demikian faktor pendorongterjadinya kekerasan dalam rumah tangga,dapat disebabkan oleh adanya berbagaifaktor tersebut. Artinya dapat dipengaruhioleh faktor-faktor dari luar atau lingkungan,tetapi dapat juga dipicu karena adanyafaktor dari dalam diri pelaku sendiri. Hal inidapat diperoleh dari kasus-kasus yangpernah terjadi dan ditangani oleh lembagabantuan hukum.

Menurut LKBHUWK sebuah lembagabantuan hukum untuk perempuan dankeluarga, penyebab terjadinya kekerasandalam rumah tangga dapat digolongkanmenjadi 2 (dua) faktor, yaitu faktor internaldan faktor eksternal. Faktor internalmenyangkut kepribadian dari pelakukekerasan yang menyebabkan ia mudahsekali melakukan tindak kekerasan bila

menghadapi situasi yang menimulkankemarahan atau frustasi. Kepribadian yangagresif biasanya dibentuk melalui interaksidalam keluarga atau dengan lingkungansosial di masa kanak-kanak. Tidaklahmengherankan bila kekerasan biasanyabersifat turun-menurun, sebab anakanakakan belajar tentang bagaiamana akanberhadapan dengan lingkungan dari orangtuanya.

Apabila tindak kekerasan mewarnaikehidupan sebuah keluarga, kemungkinanbesar anak-anak mereka akan mengalamihal yang sama setelah mereka menikahnanti. Hal ini disebabkan merekamenganggap bahwa kekerasan merupakanhal yang wajar atau mereka dianggap gagalkalau tidak mengulang pola kekerasantersebut. Perasaan kesal dan marahterhadap orang tua yang selama iniberusaha ditahan, akhirnya akan munculmenjadi tindak kekerasan terhadap istri,suami atau anak-anak.1. Cemburu

Kecemburuan dapat juga merupakansalah satu timbulnya kesalahpahaman,perselisihan bahkan kekerasan. Pada tahun1992 di Jakarta seorang suami tegamembunuh dan melakukan mutilasiterhadap tubuh istrinya, karena istrimengetahui penyelewangan yang dilakukanoleh suami (kasus Agus Naser yangmembunuh Nyonya Diah, istrinya). Kasuslain terjadi tahun 2009 seorang suamimelakukan tindak kekerasan terhadapistrinya, karena istri cemburu. Masihbanyak lagi kasus-kasus kecemburuanyang dapat memicu terjadinya tindakkekerasan yang terjadi dalam rumahtangga.2. Masalah Anak

Salah satu pemicu terjadinyaperselisihan antara suami istri adalahmasalah anak. Perselisihan dapat semakinmeruncing kalau terjadapat perbedaan polapendidikan terhadap anak antara suamidan istri. Hal ini dapat berlaku baikterhadap anak kandung maupun terhadapanak tiri atau anak asuh.3. Masalah Sopan Santun

Sopan santun seharusnya tetapdipelihara meskipun suami dan istri sudahbertahun-tahun menikah. Suami dan istriberasal dari keluarga dengan latar

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 77

bahwa sebab-sebab timbulnya kejahatanadalah karena penyebab dalam, yangbersumber pada bentuk-bentuk jasmaniah,watak, dan rohani seseorang, sedangkanmenurut Mazhab Sosiologis faktorpenyebab utama dari kejahatan adalahtingkatan (niveau-theorie) penjahat danlingkungannya (milieu-theori) yangManouvrier dan Lacassagne. Aliran yangketiga yaitu Mazhab Biososiologismenggunakan theorie convergentie(gabungan) sebagai penyebab kejahatan.Tokoh Mazhab ini adalah Ferry dan VanBemmelen. Menurut ajaran ini, timbulnyaberbagai bentuk kejahatan dipengaruhi olehsederhana faktor-faktor tersebut antara lainadalah : sifat, bakat, watak, intelek,pendidikan, dan pengajaran, suku bangsa,seks, umur, kebangsaan, agama, ideologipekerjaan, keadaan ekonomi, dan keluarga.Kejadian demi kejadian, periode demiperiode, kekuatan-kekuatan relatif dariwatak dan lingkungan silih berganti ataubersamaan berpengaruh terhadapseseorang.

Di muka telah disebutkan bahwaketiga Mazhab tersebut menganut teorideterminisme, yang mengemukakan bahwaseseorang melakukan kejahatan ditentukan(determine) oleh pengaruh luar ataulingkungannya, sedangkan menurut teoriindeterminisme, kehendak seseorang untukmelakukan kejahatan itu dikendalikan olehkemauan sendiri dan tidak dipengaruhi oleh“faktor luar”.

Dengan demikian faktor pendorongterjadinya kekerasan dalam rumah tangga,dapat disebabkan oleh adanya berbagaifaktor tersebut. Artinya dapat dipengaruhioleh faktor-faktor dari luar atau lingkungan,tetapi dapat juga dipicu karena adanyafaktor dari dalam diri pelaku sendiri. Hal inidapat diperoleh dari kasus-kasus yangpernah terjadi dan ditangani oleh lembagabantuan hukum.

Menurut LKBHUWK sebuah lembagabantuan hukum untuk perempuan dankeluarga, penyebab terjadinya kekerasandalam rumah tangga dapat digolongkanmenjadi 2 (dua) faktor, yaitu faktor internaldan faktor eksternal. Faktor internalmenyangkut kepribadian dari pelakukekerasan yang menyebabkan ia mudahsekali melakukan tindak kekerasan bila

menghadapi situasi yang menimulkankemarahan atau frustasi. Kepribadian yangagresif biasanya dibentuk melalui interaksidalam keluarga atau dengan lingkungansosial di masa kanak-kanak. Tidaklahmengherankan bila kekerasan biasanyabersifat turun-menurun, sebab anakanakakan belajar tentang bagaiamana akanberhadapan dengan lingkungan dari orangtuanya.

Apabila tindak kekerasan mewarnaikehidupan sebuah keluarga, kemungkinanbesar anak-anak mereka akan mengalamihal yang sama setelah mereka menikahnanti. Hal ini disebabkan merekamenganggap bahwa kekerasan merupakanhal yang wajar atau mereka dianggap gagalkalau tidak mengulang pola kekerasantersebut. Perasaan kesal dan marahterhadap orang tua yang selama iniberusaha ditahan, akhirnya akan munculmenjadi tindak kekerasan terhadap istri,suami atau anak-anak.1. Cemburu

Kecemburuan dapat juga merupakansalah satu timbulnya kesalahpahaman,perselisihan bahkan kekerasan. Pada tahun1992 di Jakarta seorang suami tegamembunuh dan melakukan mutilasiterhadap tubuh istrinya, karena istrimengetahui penyelewangan yang dilakukanoleh suami (kasus Agus Naser yangmembunuh Nyonya Diah, istrinya). Kasuslain terjadi tahun 2009 seorang suamimelakukan tindak kekerasan terhadapistrinya, karena istri cemburu. Masihbanyak lagi kasus-kasus kecemburuanyang dapat memicu terjadinya tindakkekerasan yang terjadi dalam rumahtangga.2. Masalah Anak

Salah satu pemicu terjadinyaperselisihan antara suami istri adalahmasalah anak. Perselisihan dapat semakinmeruncing kalau terjadapat perbedaan polapendidikan terhadap anak antara suamidan istri. Hal ini dapat berlaku baikterhadap anak kandung maupun terhadapanak tiri atau anak asuh.3. Masalah Sopan Santun

Sopan santun seharusnya tetapdipelihara meskipun suami dan istri sudahbertahun-tahun menikah. Suami dan istriberasal dari keluarga dengan latar

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 78

belakang yang berbeda. Untuk itu perluadanya upaya saling menyesuaikan diri,terutama dengan kebiasaan-kebiasaanyang dibawa dari keluarga masing-masing.Kebiasaan lama yang mungkin tidakberkenan di hati masing-masing pasangan,harus dihilangkan. Antara suami dan istriharus saling menghormati dan saling penuhpengertian. Kalau hal ini diabaikanakibatnya dapat memicu kesalahpahamanyang memicu pertengkaran dan kekerasanpsikis. Ada kemungkinan juga berakhirdengan kekerasan fisik.4. Masalah Masa Lalu

Seharusnya sebelum melangsungkanpernikahan antara calon suami dan istriharus terbuka, masing-masingmenceritakan atau memberitahukan masalalunya. Keterbukaan ini merupakan upayauntuk mencegah salah satu pihakmengetahui riwayat masa lalu pasangandari orang lain. Pada kenyataannya ceritayang diperoleh dari pihak ketiga sudahtidak realistis. Pertengkaran yang dipicukarena adanya cerita masa lalu masing-masing pihak berpotensi mendorongterjadinya perselisihan dan kekerasan.5. Masalah Salah Paham

Suami dan istri ibarat dua buah kutubyang berbeda. Oleh karena itu usahapenyesuaian diri serta saling menghormatipendapat masing-masing pihak, perludipelihara. Karena kalau tidak akan timbulkesalahpahaman. Kondisi ini sering dipicuoleh hal-hal sepele, namun kalau dibiarkanterus tidak akan diperoleh titik temu.Kesalahpahaman yang tidak segeradicarikan jalan keluar atau segeradiselesaikan, menimbulkan pertengkarandan dapat pula memicu kekerasan.6. Masalah Tidak Memasak

Memang ada suami yang mengatakanhanya mau makan masakan istrinyasendiri, sehingga kalau istri tidak bisamasak akan ribut. Sikap suami seperti inimenunjukkan sikap dominan. Karena saatini istri tidak hanya dituntut di ranahdomestik saja tetapi juga sudah memasukiranah publik. Perbuatan suami tersebutmenunjukkan sikap masih mengharapkanistri berada di ranah domestik atau dalamrumah tangga saja. Istri yang merasatertekan dengan sikap ini akan melawan,akibatnya timbul pertengkaran mulut yang

berakhir dengan kekerasan.7. Suami Mau Menang Sendiri

Dalam penelitian ini diperolehgambaran bahwa masih terdapat suamiyang merasa “lebih” dalam segala haldibandingkan dengan istri. Oleh karena itu,suami menginginkan segala kehendaknyamenjadi semacam “UndangUndang”, dimana semua orang yang tinggal dalamrumah harus tunduk kepadanya. Dengandemikian kalau ada perlawanan dari istriatau penghuni rumah yang lain, maka akantimbul pertengkaran yang diikuti dengantimbulnya kekerasan.36

Pada umumnya tindak kekerasan fisikselalu didahului dengan kekerasan verbalmisafnya saling mencaci, mengumpat,mengungkit-ungkit masa lalu ataumengeluarkan kata-kata yang menyinggungperasaan salah satu pihak.

5.1.2 Faktor EksternalFaktor eksternal adalah faktor-faktor

di luar diri si pelaku kekerasan. Merekayang tidak tergolong memiliki tingkah lakuagresif dapat melakukan tindak kekerasanbila berhadapan dengan situasi yangmenimbulkan frustasi misalnya kesulitanekonomi yang berkepanjangan,penyelewengan suami atau istri,keterlibatan anak dalam kenakalan remajaatau penyalahgunaan obat terlarang dansebagainya. Faktor lingkungan lain sepertistereotipe bahwa laki-laki adalah tokohyang dominan, tegar dan agresif. Adapunperempuan harus bertindak pasif, lembahlembut dan mengalah. Hal inimenyebabkan banyaknya kasus tindakkekerasan yang dilakukan oleh suami.Kebanyakan istri berusahamenyembunyikan masalah kekerasandalam keluarganya karena merasa malupada lingkungan sosial dan tidak ingindianggap gagal dalam berumah tangga.

Adapun perubahan pada tingkatpendidikan dan jenis pekerjaan yangdimiliki oleh perempuan, khususnya di kota-kota besar juga menambah beban padakaum laki-laki. Kini banyak perempuanyang bekerja di luar rumah dan memilikipenghasilan sendiri yang baik. Tidak jarangpenghasilan mereka lebih besar daripadapenghasilan suami. Padahal secaranormatif, laki-laki adalah kepala keluarga

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 78

belakang yang berbeda. Untuk itu perluadanya upaya saling menyesuaikan diri,terutama dengan kebiasaan-kebiasaanyang dibawa dari keluarga masing-masing.Kebiasaan lama yang mungkin tidakberkenan di hati masing-masing pasangan,harus dihilangkan. Antara suami dan istriharus saling menghormati dan saling penuhpengertian. Kalau hal ini diabaikanakibatnya dapat memicu kesalahpahamanyang memicu pertengkaran dan kekerasanpsikis. Ada kemungkinan juga berakhirdengan kekerasan fisik.4. Masalah Masa Lalu

Seharusnya sebelum melangsungkanpernikahan antara calon suami dan istriharus terbuka, masing-masingmenceritakan atau memberitahukan masalalunya. Keterbukaan ini merupakan upayauntuk mencegah salah satu pihakmengetahui riwayat masa lalu pasangandari orang lain. Pada kenyataannya ceritayang diperoleh dari pihak ketiga sudahtidak realistis. Pertengkaran yang dipicukarena adanya cerita masa lalu masing-masing pihak berpotensi mendorongterjadinya perselisihan dan kekerasan.5. Masalah Salah Paham

Suami dan istri ibarat dua buah kutubyang berbeda. Oleh karena itu usahapenyesuaian diri serta saling menghormatipendapat masing-masing pihak, perludipelihara. Karena kalau tidak akan timbulkesalahpahaman. Kondisi ini sering dipicuoleh hal-hal sepele, namun kalau dibiarkanterus tidak akan diperoleh titik temu.Kesalahpahaman yang tidak segeradicarikan jalan keluar atau segeradiselesaikan, menimbulkan pertengkarandan dapat pula memicu kekerasan.6. Masalah Tidak Memasak

Memang ada suami yang mengatakanhanya mau makan masakan istrinyasendiri, sehingga kalau istri tidak bisamasak akan ribut. Sikap suami seperti inimenunjukkan sikap dominan. Karena saatini istri tidak hanya dituntut di ranahdomestik saja tetapi juga sudah memasukiranah publik. Perbuatan suami tersebutmenunjukkan sikap masih mengharapkanistri berada di ranah domestik atau dalamrumah tangga saja. Istri yang merasatertekan dengan sikap ini akan melawan,akibatnya timbul pertengkaran mulut yang

berakhir dengan kekerasan.7. Suami Mau Menang Sendiri

Dalam penelitian ini diperolehgambaran bahwa masih terdapat suamiyang merasa “lebih” dalam segala haldibandingkan dengan istri. Oleh karena itu,suami menginginkan segala kehendaknyamenjadi semacam “UndangUndang”, dimana semua orang yang tinggal dalamrumah harus tunduk kepadanya. Dengandemikian kalau ada perlawanan dari istriatau penghuni rumah yang lain, maka akantimbul pertengkaran yang diikuti dengantimbulnya kekerasan.36

Pada umumnya tindak kekerasan fisikselalu didahului dengan kekerasan verbalmisafnya saling mencaci, mengumpat,mengungkit-ungkit masa lalu ataumengeluarkan kata-kata yang menyinggungperasaan salah satu pihak.

5.1.2 Faktor EksternalFaktor eksternal adalah faktor-faktor

di luar diri si pelaku kekerasan. Merekayang tidak tergolong memiliki tingkah lakuagresif dapat melakukan tindak kekerasanbila berhadapan dengan situasi yangmenimbulkan frustasi misalnya kesulitanekonomi yang berkepanjangan,penyelewengan suami atau istri,keterlibatan anak dalam kenakalan remajaatau penyalahgunaan obat terlarang dansebagainya. Faktor lingkungan lain sepertistereotipe bahwa laki-laki adalah tokohyang dominan, tegar dan agresif. Adapunperempuan harus bertindak pasif, lembahlembut dan mengalah. Hal inimenyebabkan banyaknya kasus tindakkekerasan yang dilakukan oleh suami.Kebanyakan istri berusahamenyembunyikan masalah kekerasandalam keluarganya karena merasa malupada lingkungan sosial dan tidak ingindianggap gagal dalam berumah tangga.

Adapun perubahan pada tingkatpendidikan dan jenis pekerjaan yangdimiliki oleh perempuan, khususnya di kota-kota besar juga menambah beban padakaum laki-laki. Kini banyak perempuanyang bekerja di luar rumah dan memilikipenghasilan sendiri yang baik. Tidak jarangpenghasilan mereka lebih besar daripadapenghasilan suami. Padahal secaranormatif, laki-laki adalah kepala keluarga

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 78

belakang yang berbeda. Untuk itu perluadanya upaya saling menyesuaikan diri,terutama dengan kebiasaan-kebiasaanyang dibawa dari keluarga masing-masing.Kebiasaan lama yang mungkin tidakberkenan di hati masing-masing pasangan,harus dihilangkan. Antara suami dan istriharus saling menghormati dan saling penuhpengertian. Kalau hal ini diabaikanakibatnya dapat memicu kesalahpahamanyang memicu pertengkaran dan kekerasanpsikis. Ada kemungkinan juga berakhirdengan kekerasan fisik.4. Masalah Masa Lalu

Seharusnya sebelum melangsungkanpernikahan antara calon suami dan istriharus terbuka, masing-masingmenceritakan atau memberitahukan masalalunya. Keterbukaan ini merupakan upayauntuk mencegah salah satu pihakmengetahui riwayat masa lalu pasangandari orang lain. Pada kenyataannya ceritayang diperoleh dari pihak ketiga sudahtidak realistis. Pertengkaran yang dipicukarena adanya cerita masa lalu masing-masing pihak berpotensi mendorongterjadinya perselisihan dan kekerasan.5. Masalah Salah Paham

Suami dan istri ibarat dua buah kutubyang berbeda. Oleh karena itu usahapenyesuaian diri serta saling menghormatipendapat masing-masing pihak, perludipelihara. Karena kalau tidak akan timbulkesalahpahaman. Kondisi ini sering dipicuoleh hal-hal sepele, namun kalau dibiarkanterus tidak akan diperoleh titik temu.Kesalahpahaman yang tidak segeradicarikan jalan keluar atau segeradiselesaikan, menimbulkan pertengkarandan dapat pula memicu kekerasan.6. Masalah Tidak Memasak

Memang ada suami yang mengatakanhanya mau makan masakan istrinyasendiri, sehingga kalau istri tidak bisamasak akan ribut. Sikap suami seperti inimenunjukkan sikap dominan. Karena saatini istri tidak hanya dituntut di ranahdomestik saja tetapi juga sudah memasukiranah publik. Perbuatan suami tersebutmenunjukkan sikap masih mengharapkanistri berada di ranah domestik atau dalamrumah tangga saja. Istri yang merasatertekan dengan sikap ini akan melawan,akibatnya timbul pertengkaran mulut yang

berakhir dengan kekerasan.7. Suami Mau Menang Sendiri

Dalam penelitian ini diperolehgambaran bahwa masih terdapat suamiyang merasa “lebih” dalam segala haldibandingkan dengan istri. Oleh karena itu,suami menginginkan segala kehendaknyamenjadi semacam “UndangUndang”, dimana semua orang yang tinggal dalamrumah harus tunduk kepadanya. Dengandemikian kalau ada perlawanan dari istriatau penghuni rumah yang lain, maka akantimbul pertengkaran yang diikuti dengantimbulnya kekerasan.36

Pada umumnya tindak kekerasan fisikselalu didahului dengan kekerasan verbalmisafnya saling mencaci, mengumpat,mengungkit-ungkit masa lalu ataumengeluarkan kata-kata yang menyinggungperasaan salah satu pihak.

5.1.2 Faktor EksternalFaktor eksternal adalah faktor-faktor

di luar diri si pelaku kekerasan. Merekayang tidak tergolong memiliki tingkah lakuagresif dapat melakukan tindak kekerasanbila berhadapan dengan situasi yangmenimbulkan frustasi misalnya kesulitanekonomi yang berkepanjangan,penyelewengan suami atau istri,keterlibatan anak dalam kenakalan remajaatau penyalahgunaan obat terlarang dansebagainya. Faktor lingkungan lain sepertistereotipe bahwa laki-laki adalah tokohyang dominan, tegar dan agresif. Adapunperempuan harus bertindak pasif, lembahlembut dan mengalah. Hal inimenyebabkan banyaknya kasus tindakkekerasan yang dilakukan oleh suami.Kebanyakan istri berusahamenyembunyikan masalah kekerasandalam keluarganya karena merasa malupada lingkungan sosial dan tidak ingindianggap gagal dalam berumah tangga.

Adapun perubahan pada tingkatpendidikan dan jenis pekerjaan yangdimiliki oleh perempuan, khususnya di kota-kota besar juga menambah beban padakaum laki-laki. Kini banyak perempuanyang bekerja di luar rumah dan memilikipenghasilan sendiri yang baik. Tidak jarangpenghasilan mereka lebih besar daripadapenghasilan suami. Padahal secaranormatif, laki-laki adalah kepala keluarga

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 79

yang seharusnya memberi nafkah kepadakeluarga dan memiliki hak yang lebihdaripada istri. Keadaan ini menimbulkanperasaan “tersaingi” dan tertekan padakaum laki-laki yang dapat menimbulkanmunculnya tindak kekerasan dalam rumahtangga.

Selain hal-hal yang disebutkan dimuka, tindak kekerasan dapat juga terjadikarena adanya beberapa faktor pemicupendorong.1. Masalah Orang Tua

Orang tua dari pihak suami maupunistri dapat menjadi pemicu pertengkarandan menyebabkan keretakan hubungan diantara suami istri. Dalam penelitiandiperoleh gambaran bahwa bagi orang tuayang selalu ikut campur dalam rumahtangga anaknya, misalnya meliputi masalahkeuangan, pendidikan anak atau pekerjaan,seringkali memicu pertengkaran yangberakhir dengan kekerasan apalgi hal inibisa juga dipicu karena adanya perbedaansikap terhadap masing-masing orang tua.2. Masalah Saudara

Seperti halnya orang tua, saudarayang tinggal dalam satu atap maupun tidak,dapat memicu keretakan hubungan dalamkeluarga dan hubungan suami istri. Campurtangan dari saudara dalam kehidupanrumah tangga, perselingkuhan antarasuami dengan saudara istri, menyebabkanterjadinya jurang pemisah ataumenimbulkan semacam jarak antara suamidan istri. Kondisi seperti ini kadang kurangdisadari oteh suami maupun istri. Kalaukeadaan semacam ini dibiarkan tanpaadanya jalan keluar, akhirnya akanmenimbulkan ketegangan danpertengkaran. Apalagi kalau disertaidengan kata-kata yang menyakitkan ataumenjelek-jelekan keluarga masing-masing.Aling sedikit akan mnimbulkankekerasanpsikis

Menurut Unit PPA (PerlindunganPerempuan dan Anak) KotaPadangsidimpuan yang terdiri dari 1. AiptuAhmad Jamil Siregar, SH, 2. Brigadir AmunKamil Siregar,SH, 3. Olivia Oninta Karo-karo penyebab terjadinya tindak pidanakekerasan dalam rumah tangga di kotaPadangsidimpuan adalah:1. Istri sering berlama-lama di luar rumah

dan suami kurang dilayani, sehingga

membuat suami emosi.2. Suami selingkuh3. Istri selalu meminta uang belanja dan

suami tidak memiliki uang, sehinggaemosi.

Suami sering keluar rumah dan istritidak merasa senang dan akhirnyabertenggkar

5.1.3 Pertimbangan Hakim TerhadapTindak Pidana Kekerasan DalamRumah Tangga

1. Sanksi PenalG. Peter Hoefnagels mengemukakan,

bahwa ilmu pengetahuan kebijakan kriminalmerupakan ilmu pengetahuanpenanggulangan kejahatan. Selanjutnyadengan mendasarkan pada pendapat MarcAncel, ia mengemukakan, bahwa :

“crimina! policy is the rationalorganization of the soscial reaction tocrime”. Hoefnagels juga mengenmukakan,bahwa kebijakan kriminal sebagai ilmupengetahuan kebijakan adalah bagian darikebijakan yang lebih besar, yaitu kebijakanpenegakan hukum. Sementara itu,kebijakan penegakan hukum merupakanbagian dari kebijakan sosial.

Kebijakan kriminal atau upayapenanggulangan kejahatan padahakikatnya merupakan bagian integral dariupaya perlindungan masyarakat Kekerasanpada Anak: Bentuk, Penanggulangan,dan... - Sudaryono (social defence) danupaya mencapai kesejahteraan masyarakat(social welfare).Oleh karena itu dapatdikatakan, bahwa tujuan akhir atau tujuanutama dari kebijakan kriminal ialahperlindungan masyarakat untuk mencapaikesejahteraan masyarakat.

Dengan demikian dapatlah dikatakan,bahwa kebijakan kriminal pada hakikatnyamerupakan bagian integral dari kebijakansosial, yaitu usaha yang rasional untukmen-capai kesejahteraan masyarakat.

Sebagai usaha penanggulangankejahatan, kebijakan kriminal dapatmengejawantah dalam berbagai bentuk.Pertama, yakni bersifat represif yangmenggunakan sarana penal, yang seringdisebut sebagai sistem peradilan pidana(criminal justice sistem. Dalam hal inisecara luas sebenarnya mencakup pulaproses kriminalisasi. Kedua, yakni berupa

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 79

yang seharusnya memberi nafkah kepadakeluarga dan memiliki hak yang lebihdaripada istri. Keadaan ini menimbulkanperasaan “tersaingi” dan tertekan padakaum laki-laki yang dapat menimbulkanmunculnya tindak kekerasan dalam rumahtangga.

Selain hal-hal yang disebutkan dimuka, tindak kekerasan dapat juga terjadikarena adanya beberapa faktor pemicupendorong.1. Masalah Orang Tua

Orang tua dari pihak suami maupunistri dapat menjadi pemicu pertengkarandan menyebabkan keretakan hubungan diantara suami istri. Dalam penelitiandiperoleh gambaran bahwa bagi orang tuayang selalu ikut campur dalam rumahtangga anaknya, misalnya meliputi masalahkeuangan, pendidikan anak atau pekerjaan,seringkali memicu pertengkaran yangberakhir dengan kekerasan apalgi hal inibisa juga dipicu karena adanya perbedaansikap terhadap masing-masing orang tua.2. Masalah Saudara

Seperti halnya orang tua, saudarayang tinggal dalam satu atap maupun tidak,dapat memicu keretakan hubungan dalamkeluarga dan hubungan suami istri. Campurtangan dari saudara dalam kehidupanrumah tangga, perselingkuhan antarasuami dengan saudara istri, menyebabkanterjadinya jurang pemisah ataumenimbulkan semacam jarak antara suamidan istri. Kondisi seperti ini kadang kurangdisadari oteh suami maupun istri. Kalaukeadaan semacam ini dibiarkan tanpaadanya jalan keluar, akhirnya akanmenimbulkan ketegangan danpertengkaran. Apalagi kalau disertaidengan kata-kata yang menyakitkan ataumenjelek-jelekan keluarga masing-masing.Aling sedikit akan mnimbulkankekerasanpsikis

Menurut Unit PPA (PerlindunganPerempuan dan Anak) KotaPadangsidimpuan yang terdiri dari 1. AiptuAhmad Jamil Siregar, SH, 2. Brigadir AmunKamil Siregar,SH, 3. Olivia Oninta Karo-karo penyebab terjadinya tindak pidanakekerasan dalam rumah tangga di kotaPadangsidimpuan adalah:1. Istri sering berlama-lama di luar rumah

dan suami kurang dilayani, sehingga

membuat suami emosi.2. Suami selingkuh3. Istri selalu meminta uang belanja dan

suami tidak memiliki uang, sehinggaemosi.

Suami sering keluar rumah dan istritidak merasa senang dan akhirnyabertenggkar

5.1.3 Pertimbangan Hakim TerhadapTindak Pidana Kekerasan DalamRumah Tangga

1. Sanksi PenalG. Peter Hoefnagels mengemukakan,

bahwa ilmu pengetahuan kebijakan kriminalmerupakan ilmu pengetahuanpenanggulangan kejahatan. Selanjutnyadengan mendasarkan pada pendapat MarcAncel, ia mengemukakan, bahwa :

“crimina! policy is the rationalorganization of the soscial reaction tocrime”. Hoefnagels juga mengenmukakan,bahwa kebijakan kriminal sebagai ilmupengetahuan kebijakan adalah bagian darikebijakan yang lebih besar, yaitu kebijakanpenegakan hukum. Sementara itu,kebijakan penegakan hukum merupakanbagian dari kebijakan sosial.

Kebijakan kriminal atau upayapenanggulangan kejahatan padahakikatnya merupakan bagian integral dariupaya perlindungan masyarakat Kekerasanpada Anak: Bentuk, Penanggulangan,dan... - Sudaryono (social defence) danupaya mencapai kesejahteraan masyarakat(social welfare).Oleh karena itu dapatdikatakan, bahwa tujuan akhir atau tujuanutama dari kebijakan kriminal ialahperlindungan masyarakat untuk mencapaikesejahteraan masyarakat.

Dengan demikian dapatlah dikatakan,bahwa kebijakan kriminal pada hakikatnyamerupakan bagian integral dari kebijakansosial, yaitu usaha yang rasional untukmen-capai kesejahteraan masyarakat.

Sebagai usaha penanggulangankejahatan, kebijakan kriminal dapatmengejawantah dalam berbagai bentuk.Pertama, yakni bersifat represif yangmenggunakan sarana penal, yang seringdisebut sebagai sistem peradilan pidana(criminal justice sistem. Dalam hal inisecara luas sebenarnya mencakup pulaproses kriminalisasi. Kedua, yakni berupa

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 79

yang seharusnya memberi nafkah kepadakeluarga dan memiliki hak yang lebihdaripada istri. Keadaan ini menimbulkanperasaan “tersaingi” dan tertekan padakaum laki-laki yang dapat menimbulkanmunculnya tindak kekerasan dalam rumahtangga.

Selain hal-hal yang disebutkan dimuka, tindak kekerasan dapat juga terjadikarena adanya beberapa faktor pemicupendorong.1. Masalah Orang Tua

Orang tua dari pihak suami maupunistri dapat menjadi pemicu pertengkarandan menyebabkan keretakan hubungan diantara suami istri. Dalam penelitiandiperoleh gambaran bahwa bagi orang tuayang selalu ikut campur dalam rumahtangga anaknya, misalnya meliputi masalahkeuangan, pendidikan anak atau pekerjaan,seringkali memicu pertengkaran yangberakhir dengan kekerasan apalgi hal inibisa juga dipicu karena adanya perbedaansikap terhadap masing-masing orang tua.2. Masalah Saudara

Seperti halnya orang tua, saudarayang tinggal dalam satu atap maupun tidak,dapat memicu keretakan hubungan dalamkeluarga dan hubungan suami istri. Campurtangan dari saudara dalam kehidupanrumah tangga, perselingkuhan antarasuami dengan saudara istri, menyebabkanterjadinya jurang pemisah ataumenimbulkan semacam jarak antara suamidan istri. Kondisi seperti ini kadang kurangdisadari oteh suami maupun istri. Kalaukeadaan semacam ini dibiarkan tanpaadanya jalan keluar, akhirnya akanmenimbulkan ketegangan danpertengkaran. Apalagi kalau disertaidengan kata-kata yang menyakitkan ataumenjelek-jelekan keluarga masing-masing.Aling sedikit akan mnimbulkankekerasanpsikis

Menurut Unit PPA (PerlindunganPerempuan dan Anak) KotaPadangsidimpuan yang terdiri dari 1. AiptuAhmad Jamil Siregar, SH, 2. Brigadir AmunKamil Siregar,SH, 3. Olivia Oninta Karo-karo penyebab terjadinya tindak pidanakekerasan dalam rumah tangga di kotaPadangsidimpuan adalah:1. Istri sering berlama-lama di luar rumah

dan suami kurang dilayani, sehingga

membuat suami emosi.2. Suami selingkuh3. Istri selalu meminta uang belanja dan

suami tidak memiliki uang, sehinggaemosi.

Suami sering keluar rumah dan istritidak merasa senang dan akhirnyabertenggkar

5.1.3 Pertimbangan Hakim TerhadapTindak Pidana Kekerasan DalamRumah Tangga

1. Sanksi PenalG. Peter Hoefnagels mengemukakan,

bahwa ilmu pengetahuan kebijakan kriminalmerupakan ilmu pengetahuanpenanggulangan kejahatan. Selanjutnyadengan mendasarkan pada pendapat MarcAncel, ia mengemukakan, bahwa :

“crimina! policy is the rationalorganization of the soscial reaction tocrime”. Hoefnagels juga mengenmukakan,bahwa kebijakan kriminal sebagai ilmupengetahuan kebijakan adalah bagian darikebijakan yang lebih besar, yaitu kebijakanpenegakan hukum. Sementara itu,kebijakan penegakan hukum merupakanbagian dari kebijakan sosial.

Kebijakan kriminal atau upayapenanggulangan kejahatan padahakikatnya merupakan bagian integral dariupaya perlindungan masyarakat Kekerasanpada Anak: Bentuk, Penanggulangan,dan... - Sudaryono (social defence) danupaya mencapai kesejahteraan masyarakat(social welfare).Oleh karena itu dapatdikatakan, bahwa tujuan akhir atau tujuanutama dari kebijakan kriminal ialahperlindungan masyarakat untuk mencapaikesejahteraan masyarakat.

Dengan demikian dapatlah dikatakan,bahwa kebijakan kriminal pada hakikatnyamerupakan bagian integral dari kebijakansosial, yaitu usaha yang rasional untukmen-capai kesejahteraan masyarakat.

Sebagai usaha penanggulangankejahatan, kebijakan kriminal dapatmengejawantah dalam berbagai bentuk.Pertama, yakni bersifat represif yangmenggunakan sarana penal, yang seringdisebut sebagai sistem peradilan pidana(criminal justice sistem. Dalam hal inisecara luas sebenarnya mencakup pulaproses kriminalisasi. Kedua, yakni berupa

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 80

usaha-usaha prevention withaoutpunishment (tanpa menggunakan saranapenal), dan yang ketiga, adalahpendayagunaan usaha-usahapembentukan opini masyarakat tentangkejahatan dan sosialisasi hukum melaluimass media secara luas.

Bila dikaitkan dengan kekerasandalam rumah tangga, maka penerapansanksi penal adalah ketentuan sanksipidana pada UndangUndang Nomor 23Tahun 2004 tentang PenghapusanKekerasan Dalam Rumah Tangga.A. Penerapan Hukum di Pengadilan

Negeri PadangsidimpuanAdapun pertimbangan hakim dalam

kasus kekerasan dalam rumah tanggayaitu:1. Unsur-unsur tindak pidana yang

didakwakan2. Azas kemanusiaan3. Edukatif4. Manfaat5. Keadilan

Peran masyarakat di wilayah hukumPadangsidimpuan masih sangatlah rendah,karena masyarakat masih mengangapbahwa sikap kekerasan dalam rumahtangga merupakan masalah pribadi rumahtangga yang bersangkutan. Untukmenyikapi hal tersebut tentunya diperlukanupaya seperti sosialisasi dan penyuluhanhukum secara berkesinambungan kepadamasyarakat agar memahami maksud dantujuan dari Undang-undang kekerasandalam rumah tangga.

Adapun hambatan lainnya terhadappenerapan hukum terhadap kekerasandalam rumah tangga yaitu:1. Undang-undang kekerasan dalam

rumah tangga tidak mengadopsi pasal-pasal dalam KUHP

2. Belum ada kata standar tentanglegalitas suami-istri 3. Masih bersifatpenafsiran.

Maka daripada itu perlu segeradirevisi undang-undang kekerasan dalamrumah tangga, karena masih banyakkelemahan dalam penerapannya.Jikadilihat dari keterangan penerapan hukum diPengadilan Negeri Padangsidimpuan,dapat dikatakan bahwasanya adapermasalahan di penerapan undang-undang kekerasan dalam rumah tangga.

Hal tersebut dikarenakan terdapatkelemahan di undang-undang tersebut.Maka daripada itu perlu kiranya merevisiundang-undang tersebut.

B. Hambatan-Hambatan dalamPenanganan Kekerasan DalamRumah Tangga

Hambatan dalam penanganankekerasan dalam rumah tangga dimulaipada saat penyidikan. Penyidik Polisi (Polri)menghadapi kendala karena masih kuatnyaanggapan masyarakat bahwa kekerasandalam rumah tangga adalah persoalanpribadi atau persoalan rumah tangga,sehingga tidak layak dicampuri oleh oranglain atau polisi. Perempuan (istri) karenamemiliki perasaan hati nurani yang lembutdan kentalnya adat dan budaya Timur,menjadi tidak tega memberi balasankepada suami atau mantan suami denganmelaporkan perbuatannya kepada Polisi,meskipun telah menyakiti dan menyiksanyabaik secara fisik, maupun psikis.

Pada umumnya fenomena kasuskekerasan dalam rumah tanggamempunyai spesifikasi sendiri, antaralain.sebagai berikut.1. Terjadinya tindak kekerasan lebih

banyak diketahui oleh pelaku dankorban saja, sehingga kurang adanyasaksi maupun alat bukti lainnya yangmemenuhi Pasal 183 dan 184 KUHAP.

2. Pihak korban enggan melaporkankasusnya karena merasa tabu danberanggapan akan membuka aibkeluarga sendiri terutama terhadapkasus yang berhubungan denganseksual.

3. Bagi korban yang mau melapor danperkaranya memenuhi syarat formilmaupun materiil, tidak jarang berusahamencabut kembali, karena merasa iasangat memerlukan masa depan bagianak-anaknya dan masih menginginkanrumah tangganya dapat dibangunkembali.

4. Keterlambatan laporan dari korban atasterjadinya kasus kekerasan dalamrumah tangga, akan berpengaruhterhadap tingkat kesukaran penyidikdalam melakukan proses penyidikan,terutama pengumpulan saksi danbarang bukti.

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 80

usaha-usaha prevention withaoutpunishment (tanpa menggunakan saranapenal), dan yang ketiga, adalahpendayagunaan usaha-usahapembentukan opini masyarakat tentangkejahatan dan sosialisasi hukum melaluimass media secara luas.

Bila dikaitkan dengan kekerasandalam rumah tangga, maka penerapansanksi penal adalah ketentuan sanksipidana pada UndangUndang Nomor 23Tahun 2004 tentang PenghapusanKekerasan Dalam Rumah Tangga.A. Penerapan Hukum di Pengadilan

Negeri PadangsidimpuanAdapun pertimbangan hakim dalam

kasus kekerasan dalam rumah tanggayaitu:1. Unsur-unsur tindak pidana yang

didakwakan2. Azas kemanusiaan3. Edukatif4. Manfaat5. Keadilan

Peran masyarakat di wilayah hukumPadangsidimpuan masih sangatlah rendah,karena masyarakat masih mengangapbahwa sikap kekerasan dalam rumahtangga merupakan masalah pribadi rumahtangga yang bersangkutan. Untukmenyikapi hal tersebut tentunya diperlukanupaya seperti sosialisasi dan penyuluhanhukum secara berkesinambungan kepadamasyarakat agar memahami maksud dantujuan dari Undang-undang kekerasandalam rumah tangga.

Adapun hambatan lainnya terhadappenerapan hukum terhadap kekerasandalam rumah tangga yaitu:1. Undang-undang kekerasan dalam

rumah tangga tidak mengadopsi pasal-pasal dalam KUHP

2. Belum ada kata standar tentanglegalitas suami-istri 3. Masih bersifatpenafsiran.

Maka daripada itu perlu segeradirevisi undang-undang kekerasan dalamrumah tangga, karena masih banyakkelemahan dalam penerapannya.Jikadilihat dari keterangan penerapan hukum diPengadilan Negeri Padangsidimpuan,dapat dikatakan bahwasanya adapermasalahan di penerapan undang-undang kekerasan dalam rumah tangga.

Hal tersebut dikarenakan terdapatkelemahan di undang-undang tersebut.Maka daripada itu perlu kiranya merevisiundang-undang tersebut.

B. Hambatan-Hambatan dalamPenanganan Kekerasan DalamRumah Tangga

Hambatan dalam penanganankekerasan dalam rumah tangga dimulaipada saat penyidikan. Penyidik Polisi (Polri)menghadapi kendala karena masih kuatnyaanggapan masyarakat bahwa kekerasandalam rumah tangga adalah persoalanpribadi atau persoalan rumah tangga,sehingga tidak layak dicampuri oleh oranglain atau polisi. Perempuan (istri) karenamemiliki perasaan hati nurani yang lembutdan kentalnya adat dan budaya Timur,menjadi tidak tega memberi balasankepada suami atau mantan suami denganmelaporkan perbuatannya kepada Polisi,meskipun telah menyakiti dan menyiksanyabaik secara fisik, maupun psikis.

Pada umumnya fenomena kasuskekerasan dalam rumah tanggamempunyai spesifikasi sendiri, antaralain.sebagai berikut.1. Terjadinya tindak kekerasan lebih

banyak diketahui oleh pelaku dankorban saja, sehingga kurang adanyasaksi maupun alat bukti lainnya yangmemenuhi Pasal 183 dan 184 KUHAP.

2. Pihak korban enggan melaporkankasusnya karena merasa tabu danberanggapan akan membuka aibkeluarga sendiri terutama terhadapkasus yang berhubungan denganseksual.

3. Bagi korban yang mau melapor danperkaranya memenuhi syarat formilmaupun materiil, tidak jarang berusahamencabut kembali, karena merasa iasangat memerlukan masa depan bagianak-anaknya dan masih menginginkanrumah tangganya dapat dibangunkembali.

4. Keterlambatan laporan dari korban atasterjadinya kasus kekerasan dalamrumah tangga, akan berpengaruhterhadap tingkat kesukaran penyidikdalam melakukan proses penyidikan,terutama pengumpulan saksi danbarang bukti.

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 80

usaha-usaha prevention withaoutpunishment (tanpa menggunakan saranapenal), dan yang ketiga, adalahpendayagunaan usaha-usahapembentukan opini masyarakat tentangkejahatan dan sosialisasi hukum melaluimass media secara luas.

Bila dikaitkan dengan kekerasandalam rumah tangga, maka penerapansanksi penal adalah ketentuan sanksipidana pada UndangUndang Nomor 23Tahun 2004 tentang PenghapusanKekerasan Dalam Rumah Tangga.A. Penerapan Hukum di Pengadilan

Negeri PadangsidimpuanAdapun pertimbangan hakim dalam

kasus kekerasan dalam rumah tanggayaitu:1. Unsur-unsur tindak pidana yang

didakwakan2. Azas kemanusiaan3. Edukatif4. Manfaat5. Keadilan

Peran masyarakat di wilayah hukumPadangsidimpuan masih sangatlah rendah,karena masyarakat masih mengangapbahwa sikap kekerasan dalam rumahtangga merupakan masalah pribadi rumahtangga yang bersangkutan. Untukmenyikapi hal tersebut tentunya diperlukanupaya seperti sosialisasi dan penyuluhanhukum secara berkesinambungan kepadamasyarakat agar memahami maksud dantujuan dari Undang-undang kekerasandalam rumah tangga.

Adapun hambatan lainnya terhadappenerapan hukum terhadap kekerasandalam rumah tangga yaitu:1. Undang-undang kekerasan dalam

rumah tangga tidak mengadopsi pasal-pasal dalam KUHP

2. Belum ada kata standar tentanglegalitas suami-istri 3. Masih bersifatpenafsiran.

Maka daripada itu perlu segeradirevisi undang-undang kekerasan dalamrumah tangga, karena masih banyakkelemahan dalam penerapannya.Jikadilihat dari keterangan penerapan hukum diPengadilan Negeri Padangsidimpuan,dapat dikatakan bahwasanya adapermasalahan di penerapan undang-undang kekerasan dalam rumah tangga.

Hal tersebut dikarenakan terdapatkelemahan di undang-undang tersebut.Maka daripada itu perlu kiranya merevisiundang-undang tersebut.

B. Hambatan-Hambatan dalamPenanganan Kekerasan DalamRumah Tangga

Hambatan dalam penanganankekerasan dalam rumah tangga dimulaipada saat penyidikan. Penyidik Polisi (Polri)menghadapi kendala karena masih kuatnyaanggapan masyarakat bahwa kekerasandalam rumah tangga adalah persoalanpribadi atau persoalan rumah tangga,sehingga tidak layak dicampuri oleh oranglain atau polisi. Perempuan (istri) karenamemiliki perasaan hati nurani yang lembutdan kentalnya adat dan budaya Timur,menjadi tidak tega memberi balasankepada suami atau mantan suami denganmelaporkan perbuatannya kepada Polisi,meskipun telah menyakiti dan menyiksanyabaik secara fisik, maupun psikis.

Pada umumnya fenomena kasuskekerasan dalam rumah tanggamempunyai spesifikasi sendiri, antaralain.sebagai berikut.1. Terjadinya tindak kekerasan lebih

banyak diketahui oleh pelaku dankorban saja, sehingga kurang adanyasaksi maupun alat bukti lainnya yangmemenuhi Pasal 183 dan 184 KUHAP.

2. Pihak korban enggan melaporkankasusnya karena merasa tabu danberanggapan akan membuka aibkeluarga sendiri terutama terhadapkasus yang berhubungan denganseksual.

3. Bagi korban yang mau melapor danperkaranya memenuhi syarat formilmaupun materiil, tidak jarang berusahamencabut kembali, karena merasa iasangat memerlukan masa depan bagianak-anaknya dan masih menginginkanrumah tangganya dapat dibangunkembali.

4. Keterlambatan laporan dari korban atasterjadinya kasus kekerasan dalamrumah tangga, akan berpengaruhterhadap tingkat kesukaran penyidikdalam melakukan proses penyidikan,terutama pengumpulan saksi danbarang bukti.

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 81

Selanjutnya dalam setiap langkahmenuju suatu perubahan dan perbaikanseringkali mendapat hambatan atauhalangan seperti disebutkan di muka.Demikian pula dengan masalah kekerasandalam rumah tangga, meskipun sudahdibuat undang-undang khusus yang dapatdipergunakan untuk menangani kasuskekerasan dalam rumah tangga, namundalam kenyataannya masih sering terjaditindak kekerasan dalam rumah tangga.Selain hambatan dalam proses penyidikan,terdapat hambatan yang dapat berasal darifaktor intern maupun faktor ekstern artinyabida datang dari korban kekerasan sendirimaupun dari keluarga korban, masyarakatdan Negara.

Berikut akan diuraikan satu per satuhambatan dalam penanganan kasus-kasuskekerasan dalam rumah tangga, sebagaiberikut :1. Hambatan dari korban dapat terjadi

karena:a. Korban tidak mengetahui bahwa

tindakan kekerasan yang dilakukanoleh suami merupakan perbuatanpidana atau perbuatan yang dapatdihukum. Oleh karena itu, korbantidak melaporkan tindak kekerasanyang dialaminya;

b. Korban membiarkan tindakankekerasan terhadap dirinya sampaiberlarut-larut. Hal ini bisadisebabkan oleh korbanberpendapat bahwa tindakan suamiakan berubah;

c. Korban berpendapat apa yangdialaminya adalah takdir ataunasibnya , sebagai istri. Hal inidapat terjadi karena adanyapendapat bahwa seorang istri harus“bekti” (setiap dan mengabdi) padasuami;

d. Korban memepunyaiketergantungan secara ekonomipada pelaku tindak kekerasan;

e. Korban mempertahankan statussosialnya, sehingga kalau sampaitindak kekerasan yang terjadi dalamrumah tangganya diketahui olehorang lain, akan memperburukstatus sosial keluarganya di dalammasyarakat;

f. Korban takut ancaman dari suami;

g. Korban khawatir keluarga akanmenyalahkan dirinya karenadianggap tidak dapatmenyelesaikan masalah rumahtangganya sendiri;

h. Korban terlambat melaporkantindakan kekerasan yang dialami,sehingga bukti-bukti fisik sudahhilang.

2. Hambatan dapat dilakukan olehkeluarga korban, karena kekerasandalam rumah tangga adalah aibkeluarga yang harus ditutupi agar tidakdiketahui oleh masyarakat. Alasan yanglain adalah karena tindak kekerasanyang terjadi dalam rumah tanggamerupakan urusan domestik atauurusan intern keluarga.

3. Hambatan yang lain datang darimasyarakat. Memang masih adapendapat yang menganggap keekrasandalam rumah tangga adalah urusankeluarga bukan merupakan kejahatanyang dapat diselesaikan melalui jalurhukum. Pendapat demikian masihmewarnai berbagai kalangan dalammasyarakat, sehingga akan merupakanhambatan bagi penegakan hukum dibidang tindak kekerasan dalam rumahtangga.

4. Hambatan dari negaraa. Hambatan ini berupa ketentuan

bahwa biaya visum et repertumharus dikeluarkan oleh korban. Bagikorban yang tidak mampu, hal inimerupakan hambatan dalammencari keadilan.

b. Selain itu dimasukkannyakekerasan fisik, psikis dan seksualyang dilakukan oleh suami terhadapistri, kedalam delik aduan, sangatmembatasi ruang gerak istri.Meskipun dalam undang-undangtidak disebutkan delik aduan absolutatau delik aduan relatif tetap sajamenempatkan istri pada posisisubordinatif. Hal ini tercantumdalam Pasal 51, 52 dan 53 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004.Padahal pada awalnya sudahditentukan bahwa kekerasan dalamrumah tangga merupakan suatudelik, suatu perbuatan pidana yangdapat diproses secara hukum.

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 81

Selanjutnya dalam setiap langkahmenuju suatu perubahan dan perbaikanseringkali mendapat hambatan atauhalangan seperti disebutkan di muka.Demikian pula dengan masalah kekerasandalam rumah tangga, meskipun sudahdibuat undang-undang khusus yang dapatdipergunakan untuk menangani kasuskekerasan dalam rumah tangga, namundalam kenyataannya masih sering terjaditindak kekerasan dalam rumah tangga.Selain hambatan dalam proses penyidikan,terdapat hambatan yang dapat berasal darifaktor intern maupun faktor ekstern artinyabida datang dari korban kekerasan sendirimaupun dari keluarga korban, masyarakatdan Negara.

Berikut akan diuraikan satu per satuhambatan dalam penanganan kasus-kasuskekerasan dalam rumah tangga, sebagaiberikut :1. Hambatan dari korban dapat terjadi

karena:a. Korban tidak mengetahui bahwa

tindakan kekerasan yang dilakukanoleh suami merupakan perbuatanpidana atau perbuatan yang dapatdihukum. Oleh karena itu, korbantidak melaporkan tindak kekerasanyang dialaminya;

b. Korban membiarkan tindakankekerasan terhadap dirinya sampaiberlarut-larut. Hal ini bisadisebabkan oleh korbanberpendapat bahwa tindakan suamiakan berubah;

c. Korban berpendapat apa yangdialaminya adalah takdir ataunasibnya , sebagai istri. Hal inidapat terjadi karena adanyapendapat bahwa seorang istri harus“bekti” (setiap dan mengabdi) padasuami;

d. Korban memepunyaiketergantungan secara ekonomipada pelaku tindak kekerasan;

e. Korban mempertahankan statussosialnya, sehingga kalau sampaitindak kekerasan yang terjadi dalamrumah tangganya diketahui olehorang lain, akan memperburukstatus sosial keluarganya di dalammasyarakat;

f. Korban takut ancaman dari suami;

g. Korban khawatir keluarga akanmenyalahkan dirinya karenadianggap tidak dapatmenyelesaikan masalah rumahtangganya sendiri;

h. Korban terlambat melaporkantindakan kekerasan yang dialami,sehingga bukti-bukti fisik sudahhilang.

2. Hambatan dapat dilakukan olehkeluarga korban, karena kekerasandalam rumah tangga adalah aibkeluarga yang harus ditutupi agar tidakdiketahui oleh masyarakat. Alasan yanglain adalah karena tindak kekerasanyang terjadi dalam rumah tanggamerupakan urusan domestik atauurusan intern keluarga.

3. Hambatan yang lain datang darimasyarakat. Memang masih adapendapat yang menganggap keekrasandalam rumah tangga adalah urusankeluarga bukan merupakan kejahatanyang dapat diselesaikan melalui jalurhukum. Pendapat demikian masihmewarnai berbagai kalangan dalammasyarakat, sehingga akan merupakanhambatan bagi penegakan hukum dibidang tindak kekerasan dalam rumahtangga.

4. Hambatan dari negaraa. Hambatan ini berupa ketentuan

bahwa biaya visum et repertumharus dikeluarkan oleh korban. Bagikorban yang tidak mampu, hal inimerupakan hambatan dalammencari keadilan.

b. Selain itu dimasukkannyakekerasan fisik, psikis dan seksualyang dilakukan oleh suami terhadapistri, kedalam delik aduan, sangatmembatasi ruang gerak istri.Meskipun dalam undang-undangtidak disebutkan delik aduan absolutatau delik aduan relatif tetap sajamenempatkan istri pada posisisubordinatif. Hal ini tercantumdalam Pasal 51, 52 dan 53 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004.Padahal pada awalnya sudahditentukan bahwa kekerasan dalamrumah tangga merupakan suatudelik, suatu perbuatan pidana yangdapat diproses secara hukum.

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 81

Selanjutnya dalam setiap langkahmenuju suatu perubahan dan perbaikanseringkali mendapat hambatan atauhalangan seperti disebutkan di muka.Demikian pula dengan masalah kekerasandalam rumah tangga, meskipun sudahdibuat undang-undang khusus yang dapatdipergunakan untuk menangani kasuskekerasan dalam rumah tangga, namundalam kenyataannya masih sering terjaditindak kekerasan dalam rumah tangga.Selain hambatan dalam proses penyidikan,terdapat hambatan yang dapat berasal darifaktor intern maupun faktor ekstern artinyabida datang dari korban kekerasan sendirimaupun dari keluarga korban, masyarakatdan Negara.

Berikut akan diuraikan satu per satuhambatan dalam penanganan kasus-kasuskekerasan dalam rumah tangga, sebagaiberikut :1. Hambatan dari korban dapat terjadi

karena:a. Korban tidak mengetahui bahwa

tindakan kekerasan yang dilakukanoleh suami merupakan perbuatanpidana atau perbuatan yang dapatdihukum. Oleh karena itu, korbantidak melaporkan tindak kekerasanyang dialaminya;

b. Korban membiarkan tindakankekerasan terhadap dirinya sampaiberlarut-larut. Hal ini bisadisebabkan oleh korbanberpendapat bahwa tindakan suamiakan berubah;

c. Korban berpendapat apa yangdialaminya adalah takdir ataunasibnya , sebagai istri. Hal inidapat terjadi karena adanyapendapat bahwa seorang istri harus“bekti” (setiap dan mengabdi) padasuami;

d. Korban memepunyaiketergantungan secara ekonomipada pelaku tindak kekerasan;

e. Korban mempertahankan statussosialnya, sehingga kalau sampaitindak kekerasan yang terjadi dalamrumah tangganya diketahui olehorang lain, akan memperburukstatus sosial keluarganya di dalammasyarakat;

f. Korban takut ancaman dari suami;

g. Korban khawatir keluarga akanmenyalahkan dirinya karenadianggap tidak dapatmenyelesaikan masalah rumahtangganya sendiri;

h. Korban terlambat melaporkantindakan kekerasan yang dialami,sehingga bukti-bukti fisik sudahhilang.

2. Hambatan dapat dilakukan olehkeluarga korban, karena kekerasandalam rumah tangga adalah aibkeluarga yang harus ditutupi agar tidakdiketahui oleh masyarakat. Alasan yanglain adalah karena tindak kekerasanyang terjadi dalam rumah tanggamerupakan urusan domestik atauurusan intern keluarga.

3. Hambatan yang lain datang darimasyarakat. Memang masih adapendapat yang menganggap keekrasandalam rumah tangga adalah urusankeluarga bukan merupakan kejahatanyang dapat diselesaikan melalui jalurhukum. Pendapat demikian masihmewarnai berbagai kalangan dalammasyarakat, sehingga akan merupakanhambatan bagi penegakan hukum dibidang tindak kekerasan dalam rumahtangga.

4. Hambatan dari negaraa. Hambatan ini berupa ketentuan

bahwa biaya visum et repertumharus dikeluarkan oleh korban. Bagikorban yang tidak mampu, hal inimerupakan hambatan dalammencari keadilan.

b. Selain itu dimasukkannyakekerasan fisik, psikis dan seksualyang dilakukan oleh suami terhadapistri, kedalam delik aduan, sangatmembatasi ruang gerak istri.Meskipun dalam undang-undangtidak disebutkan delik aduan absolutatau delik aduan relatif tetap sajamenempatkan istri pada posisisubordinatif. Hal ini tercantumdalam Pasal 51, 52 dan 53 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004.Padahal pada awalnya sudahditentukan bahwa kekerasan dalamrumah tangga merupakan suatudelik, suatu perbuatan pidana yangdapat diproses secara hukum.

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 82

c. Menurut Ahmad Jamil “hambatanberikutnya dari negara misalnyakorban melapor dan tidak memilikisurat nikah sehingga tidak bisadikatakan KDRT”

Berbagai hambatan tersebutmengakibatkan korban menjadi sulit untukmendapatkan keadilan. Adapun bagi suamiyang melakukan tindak kekerasan seakan-akan dilindungi dengan adanya ketentuantersebut.

Karena dalam delik aduan relatifhanya korban atau keluarganya yangberhak mengadukan perbuatan pelaku,sedangkan dalam delik aduan absoluthanya korban yang berhak melakukanpengaduan. Dalam undang-undang tidakdijelaskan apakah Pasal 44 ayat (4), Pasal45 ayat (2), dan Pasal 46 Undang-UndangNomor 23 Tahun 2004 termasuk delikaduan absolut atau delik aduan relatif.

Dengan demikian, perempuan yangmenjadi korban kekerasan dalam rumahtangga tetap berada dalam posisi yanglemah di mata hukum.Dalam penelitian inimemperoleh analisis data penerapanhukum terhadap tindak kekerasan terhadapistri sebagai berikut: PUTUSAN Nomor :623/Pid.Sus/2017/PN.PSP.

KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan

Hasil penelitian pengaturan hukumtentang kekerasan dalam rumah tangga.Diatur di dalam Undang-Undang Nomor 23Tahun 2004 tentang PenghapusanKekerasan Dalam Rumah Tangga. Didalam konsiderannya, undang-undang inilahir dikarenakan bahwa setiap warganegara berhak mendapatkan rasa amandan bebas dari segala bentuk kekerasansesuai dengan fa(safah Pancasila danUndang-Undang Dasar Negara RepubiikIndonesia Tahun 1945. Segala bentukkekerasan, terutama kekerasan dalamrumah tangga, merupakan pelanggaran hakasasi manusia dan kejahatan terhadapmartabat kemanusiaan serta bentukdiskriminasi yang harus dihapus.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun1974 tentang Perkawinan menerangkanbahwa tujuan perkawinan adalahmembentuk keluarga bahagia dan kekal.Kekerasan dalam rumah tangga terjadi

karena ada faktor pemicu atau pendorong.Penyebab terjadinya tindak pidana

kekerasan dalam rumah tangga. FaktorInternal yaitu 1) cemburu, 2) masalah anak,3) masalah sopan santun, 4) masalah masalalu, 5) masalah salah paham, 6) masalahtidak memasak, 7) suami mau menangsendiri.Faktor eksternal yaitu 1) masalahkeuangan, 2) masalah orang tua, 3)masalah saudara.

Pertimbangan hakim terhadap tindakpidana kekerasan dalam rumah tangga.a. Sanksi Penal, penerapan sanksi penal

adalah penerapan sanksipidana sebagaimana diatur di dalamUndang-Undang Nomor 23Tahun 2004 tentang PenghapusanKekerasan Dalam Rumah Tangga.

b. Sanksi Non Penal, Kebijakan non penaldalam kekerasan dalamrumah tangga diatur di dalam Pasal 10yaitu : Korban berhakmendapatkan: a) perlindungan daripihak keluarga, kepolisian,kejaksaan, pengadilan, advokat,lembaga sosial, atau pihak lainnyabaik sementara maupun berdasarkanpenetapan perintahperlindungan dari pengadilan; b)pelayanan kesehatan sesuai dengankebutuhan medis; c) penanganansecara khusus berkaitan dengankerahasiaan korban; d) pendampinganoleh pekerja sosial dan bantuan hukumpada setiap tingkat proses pemeriksaansesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan; dan e) pelayananbimbingan rohani.

DAFTAR PUSTAKAAdler, Freda, et.al, (1995). Criminology,

Second Edition. USA: McGraw - HillAli, Achmad, 1996, Menguak Tabir Hukum

(Suatu Kajian Filosofis danSosiologis), Candra Utama, Jakarta.

Arief, Barda Nawawi, 1998, BeberapaAspek Kebijakan Penegakkan danPengembangan Hukum Pidana, CitraAditya Bakti, Bandung.

Asshiddiqie, Jimly, 1995, PembaharuanHukum Pidana Indonesia, Angkasa,Bandung.

Atmasasmita, Romli, 1996, SistemPeradilan Pidana (Criminal Justice

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 82

c. Menurut Ahmad Jamil “hambatanberikutnya dari negara misalnyakorban melapor dan tidak memilikisurat nikah sehingga tidak bisadikatakan KDRT”

Berbagai hambatan tersebutmengakibatkan korban menjadi sulit untukmendapatkan keadilan. Adapun bagi suamiyang melakukan tindak kekerasan seakan-akan dilindungi dengan adanya ketentuantersebut.

Karena dalam delik aduan relatifhanya korban atau keluarganya yangberhak mengadukan perbuatan pelaku,sedangkan dalam delik aduan absoluthanya korban yang berhak melakukanpengaduan. Dalam undang-undang tidakdijelaskan apakah Pasal 44 ayat (4), Pasal45 ayat (2), dan Pasal 46 Undang-UndangNomor 23 Tahun 2004 termasuk delikaduan absolut atau delik aduan relatif.

Dengan demikian, perempuan yangmenjadi korban kekerasan dalam rumahtangga tetap berada dalam posisi yanglemah di mata hukum.Dalam penelitian inimemperoleh analisis data penerapanhukum terhadap tindak kekerasan terhadapistri sebagai berikut: PUTUSAN Nomor :623/Pid.Sus/2017/PN.PSP.

KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan

Hasil penelitian pengaturan hukumtentang kekerasan dalam rumah tangga.Diatur di dalam Undang-Undang Nomor 23Tahun 2004 tentang PenghapusanKekerasan Dalam Rumah Tangga. Didalam konsiderannya, undang-undang inilahir dikarenakan bahwa setiap warganegara berhak mendapatkan rasa amandan bebas dari segala bentuk kekerasansesuai dengan fa(safah Pancasila danUndang-Undang Dasar Negara RepubiikIndonesia Tahun 1945. Segala bentukkekerasan, terutama kekerasan dalamrumah tangga, merupakan pelanggaran hakasasi manusia dan kejahatan terhadapmartabat kemanusiaan serta bentukdiskriminasi yang harus dihapus.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun1974 tentang Perkawinan menerangkanbahwa tujuan perkawinan adalahmembentuk keluarga bahagia dan kekal.Kekerasan dalam rumah tangga terjadi

karena ada faktor pemicu atau pendorong.Penyebab terjadinya tindak pidana

kekerasan dalam rumah tangga. FaktorInternal yaitu 1) cemburu, 2) masalah anak,3) masalah sopan santun, 4) masalah masalalu, 5) masalah salah paham, 6) masalahtidak memasak, 7) suami mau menangsendiri.Faktor eksternal yaitu 1) masalahkeuangan, 2) masalah orang tua, 3)masalah saudara.

Pertimbangan hakim terhadap tindakpidana kekerasan dalam rumah tangga.a. Sanksi Penal, penerapan sanksi penal

adalah penerapan sanksipidana sebagaimana diatur di dalamUndang-Undang Nomor 23Tahun 2004 tentang PenghapusanKekerasan Dalam Rumah Tangga.

b. Sanksi Non Penal, Kebijakan non penaldalam kekerasan dalamrumah tangga diatur di dalam Pasal 10yaitu : Korban berhakmendapatkan: a) perlindungan daripihak keluarga, kepolisian,kejaksaan, pengadilan, advokat,lembaga sosial, atau pihak lainnyabaik sementara maupun berdasarkanpenetapan perintahperlindungan dari pengadilan; b)pelayanan kesehatan sesuai dengankebutuhan medis; c) penanganansecara khusus berkaitan dengankerahasiaan korban; d) pendampinganoleh pekerja sosial dan bantuan hukumpada setiap tingkat proses pemeriksaansesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan; dan e) pelayananbimbingan rohani.

DAFTAR PUSTAKAAdler, Freda, et.al, (1995). Criminology,

Second Edition. USA: McGraw - HillAli, Achmad, 1996, Menguak Tabir Hukum

(Suatu Kajian Filosofis danSosiologis), Candra Utama, Jakarta.

Arief, Barda Nawawi, 1998, BeberapaAspek Kebijakan Penegakkan danPengembangan Hukum Pidana, CitraAditya Bakti, Bandung.

Asshiddiqie, Jimly, 1995, PembaharuanHukum Pidana Indonesia, Angkasa,Bandung.

Atmasasmita, Romli, 1996, SistemPeradilan Pidana (Criminal Justice

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 82

c. Menurut Ahmad Jamil “hambatanberikutnya dari negara misalnyakorban melapor dan tidak memilikisurat nikah sehingga tidak bisadikatakan KDRT”

Berbagai hambatan tersebutmengakibatkan korban menjadi sulit untukmendapatkan keadilan. Adapun bagi suamiyang melakukan tindak kekerasan seakan-akan dilindungi dengan adanya ketentuantersebut.

Karena dalam delik aduan relatifhanya korban atau keluarganya yangberhak mengadukan perbuatan pelaku,sedangkan dalam delik aduan absoluthanya korban yang berhak melakukanpengaduan. Dalam undang-undang tidakdijelaskan apakah Pasal 44 ayat (4), Pasal45 ayat (2), dan Pasal 46 Undang-UndangNomor 23 Tahun 2004 termasuk delikaduan absolut atau delik aduan relatif.

Dengan demikian, perempuan yangmenjadi korban kekerasan dalam rumahtangga tetap berada dalam posisi yanglemah di mata hukum.Dalam penelitian inimemperoleh analisis data penerapanhukum terhadap tindak kekerasan terhadapistri sebagai berikut: PUTUSAN Nomor :623/Pid.Sus/2017/PN.PSP.

KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan

Hasil penelitian pengaturan hukumtentang kekerasan dalam rumah tangga.Diatur di dalam Undang-Undang Nomor 23Tahun 2004 tentang PenghapusanKekerasan Dalam Rumah Tangga. Didalam konsiderannya, undang-undang inilahir dikarenakan bahwa setiap warganegara berhak mendapatkan rasa amandan bebas dari segala bentuk kekerasansesuai dengan fa(safah Pancasila danUndang-Undang Dasar Negara RepubiikIndonesia Tahun 1945. Segala bentukkekerasan, terutama kekerasan dalamrumah tangga, merupakan pelanggaran hakasasi manusia dan kejahatan terhadapmartabat kemanusiaan serta bentukdiskriminasi yang harus dihapus.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun1974 tentang Perkawinan menerangkanbahwa tujuan perkawinan adalahmembentuk keluarga bahagia dan kekal.Kekerasan dalam rumah tangga terjadi

karena ada faktor pemicu atau pendorong.Penyebab terjadinya tindak pidana

kekerasan dalam rumah tangga. FaktorInternal yaitu 1) cemburu, 2) masalah anak,3) masalah sopan santun, 4) masalah masalalu, 5) masalah salah paham, 6) masalahtidak memasak, 7) suami mau menangsendiri.Faktor eksternal yaitu 1) masalahkeuangan, 2) masalah orang tua, 3)masalah saudara.

Pertimbangan hakim terhadap tindakpidana kekerasan dalam rumah tangga.a. Sanksi Penal, penerapan sanksi penal

adalah penerapan sanksipidana sebagaimana diatur di dalamUndang-Undang Nomor 23Tahun 2004 tentang PenghapusanKekerasan Dalam Rumah Tangga.

b. Sanksi Non Penal, Kebijakan non penaldalam kekerasan dalamrumah tangga diatur di dalam Pasal 10yaitu : Korban berhakmendapatkan: a) perlindungan daripihak keluarga, kepolisian,kejaksaan, pengadilan, advokat,lembaga sosial, atau pihak lainnyabaik sementara maupun berdasarkanpenetapan perintahperlindungan dari pengadilan; b)pelayanan kesehatan sesuai dengankebutuhan medis; c) penanganansecara khusus berkaitan dengankerahasiaan korban; d) pendampinganoleh pekerja sosial dan bantuan hukumpada setiap tingkat proses pemeriksaansesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan; dan e) pelayananbimbingan rohani.

DAFTAR PUSTAKAAdler, Freda, et.al, (1995). Criminology,

Second Edition. USA: McGraw - HillAli, Achmad, 1996, Menguak Tabir Hukum

(Suatu Kajian Filosofis danSosiologis), Candra Utama, Jakarta.

Arief, Barda Nawawi, 1998, BeberapaAspek Kebijakan Penegakkan danPengembangan Hukum Pidana, CitraAditya Bakti, Bandung.

Asshiddiqie, Jimly, 1995, PembaharuanHukum Pidana Indonesia, Angkasa,Bandung.

Atmasasmita, Romli, 1996, SistemPeradilan Pidana (Criminal Justice

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 83

System) Perspektif Eksistensialismedan Abolisinisme, Bina Cipta,Bandung.

_______________, 1996, PerbandinganHukum Pidana, Mandar Maju,Bandung

Beccaria, Cesare, 1964, Of Crime andPunishment. Original Italian Title DeiDelitti e Delle Pene (1764), englishTranslation by Jane Grigson, editionCopy Right, Marsilio Publisher, NewYork.

Bemmelen, J.M. van, 1987, Hukum Pidana1, Hukum Materil Bagian Umum.Cetakan kedua, Bina Cipta, Bandung.

__________________, 1991, HukumPidana 2, Hukum Penitentier, Cetakankedua, Bina Cipta, Bandung.

Ediwarman, 2009, Metode PenelitianHukum, Program PascasarjanaUMSU, Medan.

Elmina, Aroma, 2003, Perempuan,Kekerasan dan Hukum, Ull Press,Yogyakarta.

Hamzah, Andi, 1986, Sistem Pidana danPemidanaan Indonesia, dari Retribusike Reformasi, PT. Pradnya Paramita,Jakarta

____________,1996, Sistem Pidana danPemidanaan di Indonesia dariRetribusi ke Refonnasi, PrandyaParamita, Jakarta.

Herlina, Apong et.al, 2004, Perlindunganterhadap Anak yang Berhadapandengan Hukum, Unicef, Jakarta.

Hubberman, dkk, 1992, Analisis DataKualitatif : Buku Tentang SumberData-Data Baru, UniversitasIndonesia Press, Jakarta.

HS. Harsono, CI, 1995, Sistem BaruPembinaan Narapidana, Djambatan,Jakarta.

Jauhari, Iman, 2008, Sosiologi Hukum,Pustaka Bangsa Press, Medan.

Kelsan Hans, Teori Umum Hukum danNegara, Dasar-dasar llmu HukumNormatif sebagai llmu HukumDeskriftif, ahli bahasa Sumardi, BEEMedia Indonesia, Jakarta

Lawrence, M. Friedman, America Law AnIntroduction, 1984, Sebagaimanaditerjemahkan oleh Wisnu Basuki, PT.Tatanusa, Jakarta.

.Land Hari, 1987, Modern Jurisprodensi(Kuala Lumpur International Law BookService).

Manan, Abdul, 2006, Aspek-AspekPengubah Hukum, Kencana PrenadaMedia, Jakarta.

Mertokusumo Sudikno dan Pittlo, A, 1993,Bab-Bab tentang Penemuan Hukum,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Muladi, 1996, Kapita Selekta SistemPeradilan Pidana, UniversitasDiponegoro, Semarang

Mulyadi, Mahmud, 2008, Criminal Policy,Pustaka Bangsa Press, Medan

Nawawi, Barda, 2005, PembaharuanHukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti,Bandung.

Poernomo, Bambang, 1994, Asas HukumPidana, Ghafia Indonesia, Yogyakarta

Rahardjo, Satjipto, 1991, Ilmu Hukum, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung.

Sholehuddin, 2003, Sistem Sanksi DalamHukum Pidana, PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta

Soekanto, Soerjono, 1986, PengantarPenelitian Hukum, UniversitasIndonesia Press, Jakarta.

Sunggono, Bambang, 2009, MetodePenelitian Hukum, PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta.

Sunaryati, 1991, Politik Hukum MenujuSatu Sistem Hukum Nasional, Alumni,Bandung

B. Peraturan Perundang-undanganKitab Undang-Undang Hukum PidanaUndang-Undang Dasar 1945Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004tentang Penghapusan KekerasanDalam Rumah Tangga

C. Putusan PengadilanNomor : 623/Pid.Sus/2017/PN.PSP

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 83

System) Perspektif Eksistensialismedan Abolisinisme, Bina Cipta,Bandung.

_______________, 1996, PerbandinganHukum Pidana, Mandar Maju,Bandung

Beccaria, Cesare, 1964, Of Crime andPunishment. Original Italian Title DeiDelitti e Delle Pene (1764), englishTranslation by Jane Grigson, editionCopy Right, Marsilio Publisher, NewYork.

Bemmelen, J.M. van, 1987, Hukum Pidana1, Hukum Materil Bagian Umum.Cetakan kedua, Bina Cipta, Bandung.

__________________, 1991, HukumPidana 2, Hukum Penitentier, Cetakankedua, Bina Cipta, Bandung.

Ediwarman, 2009, Metode PenelitianHukum, Program PascasarjanaUMSU, Medan.

Elmina, Aroma, 2003, Perempuan,Kekerasan dan Hukum, Ull Press,Yogyakarta.

Hamzah, Andi, 1986, Sistem Pidana danPemidanaan Indonesia, dari Retribusike Reformasi, PT. Pradnya Paramita,Jakarta

____________,1996, Sistem Pidana danPemidanaan di Indonesia dariRetribusi ke Refonnasi, PrandyaParamita, Jakarta.

Herlina, Apong et.al, 2004, Perlindunganterhadap Anak yang Berhadapandengan Hukum, Unicef, Jakarta.

Hubberman, dkk, 1992, Analisis DataKualitatif : Buku Tentang SumberData-Data Baru, UniversitasIndonesia Press, Jakarta.

HS. Harsono, CI, 1995, Sistem BaruPembinaan Narapidana, Djambatan,Jakarta.

Jauhari, Iman, 2008, Sosiologi Hukum,Pustaka Bangsa Press, Medan.

Kelsan Hans, Teori Umum Hukum danNegara, Dasar-dasar llmu HukumNormatif sebagai llmu HukumDeskriftif, ahli bahasa Sumardi, BEEMedia Indonesia, Jakarta

Lawrence, M. Friedman, America Law AnIntroduction, 1984, Sebagaimanaditerjemahkan oleh Wisnu Basuki, PT.Tatanusa, Jakarta.

.Land Hari, 1987, Modern Jurisprodensi(Kuala Lumpur International Law BookService).

Manan, Abdul, 2006, Aspek-AspekPengubah Hukum, Kencana PrenadaMedia, Jakarta.

Mertokusumo Sudikno dan Pittlo, A, 1993,Bab-Bab tentang Penemuan Hukum,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Muladi, 1996, Kapita Selekta SistemPeradilan Pidana, UniversitasDiponegoro, Semarang

Mulyadi, Mahmud, 2008, Criminal Policy,Pustaka Bangsa Press, Medan

Nawawi, Barda, 2005, PembaharuanHukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti,Bandung.

Poernomo, Bambang, 1994, Asas HukumPidana, Ghafia Indonesia, Yogyakarta

Rahardjo, Satjipto, 1991, Ilmu Hukum, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung.

Sholehuddin, 2003, Sistem Sanksi DalamHukum Pidana, PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta

Soekanto, Soerjono, 1986, PengantarPenelitian Hukum, UniversitasIndonesia Press, Jakarta.

Sunggono, Bambang, 2009, MetodePenelitian Hukum, PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta.

Sunaryati, 1991, Politik Hukum MenujuSatu Sistem Hukum Nasional, Alumni,Bandung

B. Peraturan Perundang-undanganKitab Undang-Undang Hukum PidanaUndang-Undang Dasar 1945Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004tentang Penghapusan KekerasanDalam Rumah Tangga

C. Putusan PengadilanNomor : 623/Pid.Sus/2017/PN.PSP

Jurnal Ilmiah

MUQODDIMAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2019 83

System) Perspektif Eksistensialismedan Abolisinisme, Bina Cipta,Bandung.

_______________, 1996, PerbandinganHukum Pidana, Mandar Maju,Bandung

Beccaria, Cesare, 1964, Of Crime andPunishment. Original Italian Title DeiDelitti e Delle Pene (1764), englishTranslation by Jane Grigson, editionCopy Right, Marsilio Publisher, NewYork.

Bemmelen, J.M. van, 1987, Hukum Pidana1, Hukum Materil Bagian Umum.Cetakan kedua, Bina Cipta, Bandung.

__________________, 1991, HukumPidana 2, Hukum Penitentier, Cetakankedua, Bina Cipta, Bandung.

Ediwarman, 2009, Metode PenelitianHukum, Program PascasarjanaUMSU, Medan.

Elmina, Aroma, 2003, Perempuan,Kekerasan dan Hukum, Ull Press,Yogyakarta.

Hamzah, Andi, 1986, Sistem Pidana danPemidanaan Indonesia, dari Retribusike Reformasi, PT. Pradnya Paramita,Jakarta

____________,1996, Sistem Pidana danPemidanaan di Indonesia dariRetribusi ke Refonnasi, PrandyaParamita, Jakarta.

Herlina, Apong et.al, 2004, Perlindunganterhadap Anak yang Berhadapandengan Hukum, Unicef, Jakarta.

Hubberman, dkk, 1992, Analisis DataKualitatif : Buku Tentang SumberData-Data Baru, UniversitasIndonesia Press, Jakarta.

HS. Harsono, CI, 1995, Sistem BaruPembinaan Narapidana, Djambatan,Jakarta.

Jauhari, Iman, 2008, Sosiologi Hukum,Pustaka Bangsa Press, Medan.

Kelsan Hans, Teori Umum Hukum danNegara, Dasar-dasar llmu HukumNormatif sebagai llmu HukumDeskriftif, ahli bahasa Sumardi, BEEMedia Indonesia, Jakarta

Lawrence, M. Friedman, America Law AnIntroduction, 1984, Sebagaimanaditerjemahkan oleh Wisnu Basuki, PT.Tatanusa, Jakarta.

.Land Hari, 1987, Modern Jurisprodensi(Kuala Lumpur International Law BookService).

Manan, Abdul, 2006, Aspek-AspekPengubah Hukum, Kencana PrenadaMedia, Jakarta.

Mertokusumo Sudikno dan Pittlo, A, 1993,Bab-Bab tentang Penemuan Hukum,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Muladi, 1996, Kapita Selekta SistemPeradilan Pidana, UniversitasDiponegoro, Semarang

Mulyadi, Mahmud, 2008, Criminal Policy,Pustaka Bangsa Press, Medan

Nawawi, Barda, 2005, PembaharuanHukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti,Bandung.

Poernomo, Bambang, 1994, Asas HukumPidana, Ghafia Indonesia, Yogyakarta

Rahardjo, Satjipto, 1991, Ilmu Hukum, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung.

Sholehuddin, 2003, Sistem Sanksi DalamHukum Pidana, PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta

Soekanto, Soerjono, 1986, PengantarPenelitian Hukum, UniversitasIndonesia Press, Jakarta.

Sunggono, Bambang, 2009, MetodePenelitian Hukum, PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta.

Sunaryati, 1991, Politik Hukum MenujuSatu Sistem Hukum Nasional, Alumni,Bandung

B. Peraturan Perundang-undanganKitab Undang-Undang Hukum PidanaUndang-Undang Dasar 1945Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004tentang Penghapusan KekerasanDalam Rumah Tangga

C. Putusan PengadilanNomor : 623/Pid.Sus/2017/PN.PSP