Pendokumentasian Kekerasan Polisi Pada Pengguna NAPZA_Ringkasan_2012

6
  

description

Para korban yang disoroti dalam laporan ini adalah pengguna narkotika, psikotropika dan zatadiktif lainnya (NAPZA) yang mengalami stigma dari keluarga dan masyarakat di sekitarmereka, bahkan dari negara. Ungkapan-ungkapan berupa: sampah masyarakat, biang keributan,kriminal, perusak nama keluarga, sumber penyakit, dan pelabelan sejenis, akhirnya bermuarapada tindakan-tindakan diskriminatif dari masyarakat terhadap pengguna NAPZA. Pelabelanterhadap pengguna NAPZA membuat perlakuan sewenang-wenang aparat menjadi sesuatuyang dipandang “pantas” diterima. Pengguna NAPZA merupakan target kriminalisasi dalampelaksanaan kebijakan Perang Terhadap NAPZA, dan di saat yang sama menjadi obyekkenaikan pangkat atau “kejar setoran” para aparat penegak hukum.

Transcript of Pendokumentasian Kekerasan Polisi Pada Pengguna NAPZA_Ringkasan_2012

Page 1: Pendokumentasian Kekerasan Polisi Pada Pengguna NAPZA_Ringkasan_2012

5/14/2018 Pendokumentasian Kekerasan Polisi Pada Pengguna NAPZA_Ringkasan_2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pendokumentasian-kekerasan-polisi-pada-pengguna-napzaringkasan2012 1/6

 

 

Page 2: Pendokumentasian Kekerasan Polisi Pada Pengguna NAPZA_Ringkasan_2012

5/14/2018 Pendokumentasian Kekerasan Polisi Pada Pengguna NAPZA_Ringkasan_2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pendokumentasian-kekerasan-polisi-pada-pengguna-napzaringkasan2012 2/6

 

 

Ucapan Terima Kasih 

dan Penghargaan  

Laporan ini merupakan upaya bersama untuk mengumpulkan data, informasi dan kasus-kasus berkaitan dengan kekerasan polisi terhadap pengguna NAPZA.

Upaya bersama untuk mengumpulkan data dan informasi berharga dilakukan oleh:

FORKON : Herru Pribadi, Ade Suryana, Rido TriawanPANAZABA : Lili Herawati, Humpry Jhony Wacanno, Febby Cahaya Kurnia,

Agus Mulyana

PERFORMA : Yvonne Sibuea, M.Hasnul Fauzi, Robin Wellem IlintutuEJA : Rudy Wedhasmara, Abdul Aziz, Adi Christianto

Informasi di dalam laporan ini dikompilasi Atikah Nuraini

Reviewer  Daniel Wolfe , DirekturInternational Harm Reduction Development – Open Society Foundation, New York Nandini Pillai, Odilon Couzin, Sanjay Pati lInternational Harm Reduction Development – Open Society Foundation, New York  

Editor Atikah Nuraini, Yvonne Sibuea, Gentry Amalo

Latar Belakang Atikah Nuraini, Yvonne Sibuea, Gentry Amalo

Desain SampulIra Hapsari

Ilustrasi SampulHarris

Program ini terselenggara atas dukungan dari International Harm Reduction Development  – Open Society Foundation 

2012 

Attribution-Non Commercial-Share Alike CC BY-NC-SA 

User of this publication should attri bute the work in the manner specified by the

original author. This publication can be remixed, tweaked, and shared for non-

commercial use. This publicati on should be li censed under the identical terms.

Page 3: Pendokumentasian Kekerasan Polisi Pada Pengguna NAPZA_Ringkasan_2012

5/14/2018 Pendokumentasian Kekerasan Polisi Pada Pengguna NAPZA_Ringkasan_2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pendokumentasian-kekerasan-polisi-pada-pengguna-napzaringkasan2012 3/6

 

 

Ringkasan Eksekutif 

Di banyak negara termasuk Indonesia, masalah perlakuan sewenang-wenang petugas negara

adalah hal yang umum terjadi, dan merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang serius.

Pemukulan, penamparan, penendangan, pemukulan dengan batang kayu, pelecehan dan

kekerasan seksual, penghinaan termasuk penelanjangan, kekerasan verbal dan berbagai bentuk

tindakan sewenang-wenang lainnya terjadi di banyak tempat dan situasi. Perlakuan tersebut

dapat terjadi di waktu penggeledahan, di tempat umum, di tempat-tempat keramaian dan

pusat-pusat hiburan. Perlakuan kejam dan tidak manusiawi itu terjadi di kantor polisi, di

lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan dan basis militer.

Para korban yang disoroti dalam laporan ini adalah pengguna narkotika, psikotropika dan zat

adikt if lainnya (NAPZA) yang mengalami stigma dari keluarga dan masyarakat di sekitar

mereka, bahkan dari negara. Ungkapan-ungkapan berupa: sampah masyarakat, biang keributan,

kr iminal, perusak nama keluarga, sumber penyaki t, dan pelabelan sejenis, akhirnya bermuara

pada tindakan-t indakan diskriminatif dari masyarakat terhadap pengguna NAPZA. Pelabelan

terhadap pengguna NAPZA membuat perlakuan sewenang-wenang aparat menjadi sesuatu

yang dipandang “pantas” diterima. Pengguna NAPZA merupakan target kriminalisasi dalam

pelaksanaan kebijakan Perang Terhadap NAPZA, dan di saat yang sama menjadi obyek

kenaikan pangkat atau “kejar setoran” para aparat penegak hukum.

Pengguna NAPZA menjadi rentan terhadap sejumlah pelanggaran hak asasi manusia baik dalam

bentuk kekerasan (kesewenang-wenangan), pengabaian terhadap layanan kesehatan, stigma,

tindakan diskriminatif, hingga penghukuman yang tidak proporsional. Hak-hak yang dilanggar

pada umumnya meliputi hak atas integritas dan kebebasan fisik, hak untuk bebas dari

penyiksaan, dan perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan,

serta hak untuk bebas dari penangkapan dan penahanan sewenang-wenang sebagaimana yang

diatur dalam Perjanjian HAM Internasional (sepert i Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik

dan Konvensi Anti Penyiksaan), serta hukum domestik.

Laporan ini merupakan hasil analisis pemantauan dan dokumentasi yang dilakukan oleh

Jaringan Pemantau Pelanggaran HAM pada Pengguna NAPZA(JP2HAM), yaitu organisasi-

organisasi berbasis komunitas pengguna NAPZA di Indonesia. Jaringan Pemantau

beranggotakan FORKON, PANAZABA, PERFORMA dan EJA yang bekerja di provinsi DKI Jakarta,

Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur .

Tujuan pendokumentasian ini adalah:

(1) Adanya pemahaman yang lebih baik tentang sebab dan akibat serta hubungan antara

masalah-masalah di seputar perlakuan buruk dan tindak kekerasan polisi dan petugas penegak

3

Page 4: Pendokumentasian Kekerasan Polisi Pada Pengguna NAPZA_Ringkasan_2012

5/14/2018 Pendokumentasian Kekerasan Polisi Pada Pengguna NAPZA_Ringkasan_2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pendokumentasian-kekerasan-polisi-pada-pengguna-napzaringkasan2012 4/6

 

 

hukum lainnya terhadap pengguna NAPZA dan bagaimana sumber-sumber nasional dan

internasional dapat membantu mengatasi masalah tersebut;

(2) Mengidentifikasi langkah-langkah yang diperlukan untuk melaksanakan programpengurangan dampak buruk NAPZA (harm r eduction )dan hak asasi manusia di Indonesia

(3) Menyumbang strategi di t ingkat negara untuk melakukan intervensi berbasis peristiwa,

peneli tian di masa depan, dan advokasi berbasis hak, khususnya di tingkat akar rumput.

Proses pemantauan di lakukan pada bulan Mei s/ d Agustus 2009. Selanjutnya proses tersebut

dilanjutkan hingga tahun 2011. Data dan informasi yang dikumpulkan diperoleh dari kasus-

kasus yang dipantau atau diterima. Kasus-kasus yang direkam dan dicatat terjadi sejak tahun

1997 s/ d 2011 dari 4 Provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,dan Jawa Timur .

Untuk menganalisis hasil pemantauan, digunakan metode atau model analisis “Who Did What 

to Whom?”  (Siapa Melakukan Apa pada Siapa) yang dikembangkan oleh HURIDOCS. Secararingkas, total kasus yang dipantau dan didokumentasikan di 4 (empat) Provinsi di Jawa sejak

1997 – 2011 adalah sebanyak: 139 kasus dan dapat diperinci sebagai berikut:

1.  27 kasus dari Provinsi DKI Jakarta

2.  28 kasus dari Provinsi Jawa Barat

3.  56 kasus dari Provinsi Jawa Tengah

4.  26 kasus dari Provinsi Jawa Timur

5.  1 kasus dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

Selain itu, terdapat satu catatan kasus yang dilaporkan berasal dari Lampung (di luar Jawa).Rincian korban terdiri dari 19 kasus dengan korban perempuan dan 120 kasus dengan korban

laki-laki . Tercatat pula satu korban anak-anak / remaja. Jenis-jenis tindakan pelanggaran yang

paling banyak dialami korban adalah:

  Pelanggaran terhadap integritas pribadi, khususnya berkaitan dengan kekerasan fisik : 117

kasus

  Penangkapan tidak sah: 112 kasus

  penahanan atau pemenjaraan : 97 kasus

  Penyangkalan hak untuk dinyatakan tidak bersalah: 96 kasus

  Penyangkalan hak untuk mendapat perlakuan yang bermartabat dan manusiawi: 95 kasus  Penyangkalan hak legal sebagai tersangka: 112 kasus

  Penyangkalan hak atas penangkapan yang sah: 108 kasus

  Penyangkalan hak untuk mendapatkan bantuan hukum: 108 kasus

Terdapat jumlah yang signifikan untuk kasus-kasus :

  Kekerasan fisik / penganiayaan: 106 kasus

  Penyiksaan: 71 kasus

  Penggeledahan tidak sah: 70 kasus

  Pemerasan: 46 kasus

4

Page 5: Pendokumentasian Kekerasan Polisi Pada Pengguna NAPZA_Ringkasan_2012

5/14/2018 Pendokumentasian Kekerasan Polisi Pada Pengguna NAPZA_Ringkasan_2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pendokumentasian-kekerasan-polisi-pada-pengguna-napzaringkasan2012 5/6

 

 

  Ancaman / int imidasi: 34 kasus

  Perampasan / penyitaan: 15 kasus

Sebagian besar pelanggaran dilakukan oleh aparat negara. Jenis pelaku dan insti tusi mereka

terdir i dari polisi, baik di t ingkat provinsi, maupun kota. Selain i tu juga ditemukan kasus

pelanggaran yang melibatkan Kejaksaan, Pengadilan, dan Lembaga Pemasyarakatan.

Temuan kegiatan pemantauan pelanggaran hak asasi manusia yang di lakukan polisi dan

penegak hukum lainnya terhadap para pengguna NAPZA telah menunjukkan bahwa respon

yang bersifat represif dan punitif (menghukum) tidak akan pernah menyelesaikan masalah

penggunaan NAPZA dan HIV/ AIDS. Masalah NAPZA tidak dapat diselesaikan hanya dengan

inisiatif-inisiatif pemidanaan semata. Pendekatan yang bersifat penghukuman justru

menyebabkan pengguna NAPZA menghindar dari pusat-pusat layanan pencegahan danperawatan ketergantungan NAPZA.

Berdasarkan hasil pemantauan ini Jaringan Pemantau Pelanggaran HAM pada Pengguna NAPZA

merekomendasikan agar pemerintah, dengan dukungan masyarakat sipi l dan komunitas

Internasional mengambil langkah-langkah untuk melaksanakan rekomendasi-rekomendasi

berikut:

1.  Sebagai bentuk kewajiban konstitusionalnya untuk melindungi hak-hak warga negara, maka

Pemerintah harus memastikan bahwa perlakuan dan hukuman yang kejam, tidak

manusiawi dan merendahkan, termasuk yang ditujukan kepada para pengguna NAPZA,

harus dilarang secara eksplisit. Penyiksaan harus didefinisikan dan dikr iminalisasi sebagaitanda konkrit komitmen Indonesia untuk menerapkan pasal 1 dan 4 Konvensi Anti

Penyiksaan.

2.  Melakukan perubahan kebijakan yangmemandang pengguna NAPZA sebagai korban.

Apabila harus melalui proses hukum maka rehabili tasi hendaknya menjadi pilihan dan

bukannya pemenjaraan, karena melihat maraknya peredaran gelap NAPZA di dalam

penjara. Untuk itu diperlukan pula upaya-upaya untuk penyadaran masyarakat secara lebih

luas mengenai posisi pengguna NAPZA dan melakukan pengawalan terhadap kebijakan

NAPZA di Indonesia.

3.  Pemerintah Indonesia harus memastikan bahwa sistem peradilan pidana bersifat non

diskriminatif di setiap tahapan dan mengambil tindakan-tindakan efektif memberantas

korupsi dan pemerasan oleh pejabat publik yang bertanggung jawab atas administrasi

peradilan, termasuk hakim, jaksa, polisi dan personil penjara.

4.  Semua tahanan dalam kasus NAPZA harus dijamin hak-haknya sebagai subjek hukum untuk

menolak penahanan yang tidak sah di hadapan pengadilan, atau menggunakan mekanisme

pra-peradilan. Hakim dan jaksa harus secara rut in menanyakan orang yang tiba dari tempat

tahanan polisi bagaimana mereka diperlakukan, dan bila mereka menduga bahwa mereka

telah menerima perlakuan buruk, memerintahkan pemeriksaan medis independen sesuai

dengan Protokol Istambul, bahkan bila tidak ada pengaduan formal dari terdakwa. Dalam

5

Page 6: Pendokumentasian Kekerasan Polisi Pada Pengguna NAPZA_Ringkasan_2012

5/14/2018 Pendokumentasian Kekerasan Polisi Pada Pengguna NAPZA_Ringkasan_2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pendokumentasian-kekerasan-polisi-pada-pengguna-napzaringkasan2012 6/6

 

 

hal ini, Pengakuan yang dibuat oleh orang dalam tahanan tanpa kehadir an pengacara dan

tidak dikonfirmasi di hadapan hakim tidak dapat diterima sebagai bukti terhadap orang

yang membuat pengakuan.

5.  Pemerintah perlu membangun mekanisme pengaduan yang dapat diakses dan efektif.

Mekanisme ini harus dapat diakses dimana pun dan dari semua tempat penahanan;

pengaduan oleh tahanan harus dii kut i dengan penyelidi kan independen dan menyeluruh.

6.  Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional untuk Penghapusan Kekerasan

terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), serta Ombudsman Republik Indonesia,

hendaknya dapat menginisiasi Mekanisme Pencegahan Nasional (NPM) yang sepenuhnya

independen untuk menjalankan kunjungan-kunjungan ke semua tempat penahanan,

khususnya bagi para tahanan dalam kasus-kasus NAPZA, sebagai salah satu kewajiban dari

Pelaksanaan Protokol Opsional Konvensi Ant i Penyiksaan.

Terbitnya laporan ini sungguh merupakan awal dari kerja yang panjang untuk memantau

berbagai pelanggaran hak asasi manusia terhadap pengguna NAPZA. Kami mengucapkan terima

kasih untuk seluruh pihak yang telah membantu proses ini , terutama para korban yang dengan

tegar mempercayakan kisah-kisahnya untuk kami dokumentasikan. Pekerjaan ini diharapkan

dapat dilakukan secara rutin dan berkesinambungan sehingga pada saatnya dapat dipastikan

kekerasan yang terjadi pada para pengguna NAPZA akan semakin berkurang dan upaya

penghormatan terhadap hak asasi manusia bagi semua orang dapat diwujudkan.

----

6