Pendekatan Kebijakan Publik
-
Upload
novi-hendra -
Category
Education
-
view
656 -
download
3
Transcript of Pendekatan Kebijakan Publik
pendekatan dalam kebijakan publik
Oleh:
DASWIR PUTRA
0810842031
ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ANDALAS
2010
1. Teori model elite
Dalam setiap masyarakat pasti terdapat dua kelompok, yaitu pemegang kekuasaan
atau elite dan yang tidak memiliki kekuasaan atau massa. Ada dua penilaian dalam
pendekatan ini, negative dan positif. Pada pandangan negative dikemikakan bahwa pada
akhirnya dalam system politik, pemegang kekuasaan politiklah yang akan
menyelenggarakan kekuasaan sesuai dengan keinginannya. Pandangan positif malihat
bahwa seorang elite menduduki puncak kekuasaaan karena berhasil memenangkan
gagasan bahwa negara bangsa ke kondisi yang lebih baik dibandingkan pesaingnya.elite
pasti menpunyai visi tentang kepemimpinannya, dan kebijakan publik adalah bagian dari
karyanya untuk mewujudkan visi tersebut menjadi kenyataan.
Dye dan Zeigler berpendapat bahwa kebijakan publik merupakan preferensi nilai-
nilai dari para elite yang berkuasa. Teori elite mengatakan bahwa “rakyat” mempunyai
perilaku apatis , dan tidak mempunyai informasi yang baik tetang kebijakan pubik. Oleh
karena itu, sebenarnya para elite membentuk opini masyarakat luas mengenai persoalan –
persoalankebijakan dan bukan masyakat luas membentuk opini elite. Kebijakan –
kebijakan publik mengalir “kea rah bawah” dari para elite ke masyarakat luas. Jadi
kebijakan – kebijakan publik itu bukan bersal dari tuntutan – tuntutan dari masyarakat
luas.
Thomas Dye dan Harmon Ziegler dalam The Irony of Democracy memberikan
suatu ringkasan pemikiran menyangkut model ini, sebagai berikut :
1) Masyarakat terbagi dalam suatu kelompok kecil yang mempunyai kekuasaan
(power) dan massa yang tidak mempunyai kekuasaan.
2) Kelompok kecil yang memerintah itu bukan tipe massa yang dipengaruhi. Pera
elite ini biasanya berasal dari lapisan masyarakat yang berekonomi tinggi.
3) Perpindahan dari kedudukan non elite ke elite yang sangat pelan dan
berkesinambungan untuk memelihara stabilitas dan menghindari revolusi.
4) Elite memberikan konsensus elite yang mendasar yang dapat diterima ke dalam
lingkaran pemerintah.
5) Kebijakan publik tidak merefleksikan tuntutan – tuntutan massa, tetapi nilai -
nilai elite yang berlaku.
6) Para elite secara relative memperoleh pengaruh langsung yang kecil dari massa
yang apatis. Sebaliknya, para elite mempengarihi massa yang lebih besar.
Kebijakan publik dalam model elite ini dapat dikemukakan sebagai preferensi dari
nilai – nilai elite yang berkuasa.Walaupun demikian, sering sering dikemukakan oleh
tokoh – tokoh elite itu sendiri bahwa kebijakan publik yang dianutnya merefleksi dari
tuntutan – tuntutan rakyat banyak. Hal tersebut tampaknya lebih memancarkan sabagai
mitos dibandingkan dari kenyataan sesungguhnya.
Teori model elite menyarankan bahwa rakyat dalamhubungannya dengan kebijakan
publik hendaknya dibiat apatis atau miskin akan informasi. Elite secara pasti lebih banyak
dan sering membentuk opini masyarakat dalam persoalan – persoalan kebijakan,
dibandingkan dengan massa membentuk opini elite. Dengan demikian, kebijakan publik
adalah hasil preferensi elite.pejabat – pejabat pemerintah, administrator – administrator
dan birokrat hanya melakssanakan kebijakan yang telah dibuat oleh elite tersebut.
Kebijakan mengalir dari elite ke massa mulalui administrator - administrator tersebut.
Bukan sebaiknya berasal dari tuntutan masyarakat.
2. Teori kelompok
Pendekatan ini menyatakan bahwa pembentukan kebijakan pada dasarnya
merupakan hasil dari perjuangan antara kelompok – kelompok dalm masyarakt. Suatu
kelompok merupakan kumpulan individu – individu yang di ikat oleh tingkah laku atau
kepentingan yang sama. Mereka mempertahankan dan membela tujuan – tujuan dalam
persaingannya dengan kelompok lain. Bila suatu kelompok gagal dalam mencapai
tujuannya dalam melalui tindakan – tindakannya sendiri, maka kelompok itu biasanya
menggunakan politik dan pembentukan kebijakan politik untuk mempertahankan
kepentingan kelompoknya. Berbeda dengan apa yang dimaksud suatu kelompok
potensial, adalah sekumpulan individu – individu dengan perilaku yang sama,
berinteraksi untuk membentuk suatu kelompok, jika kelompok - kelompok lain
mengancam kepentingan – kepentingan mereka. Pada akhirnya, keseimbangan social
dicapai pada waktu pola – pola interaksi kelompok dikharakteristikkan oleh suatu tingkat
stabilitas yang tinggi.
Model pengambilan kebijakan teori kelompok mengandaikan kebijakan sebagai
titik keseimbangan. Inti gagasannya adalah bahwa interaksi dalam kelompok akan
menghasilkan kesimbangan, dan keseimbangan yang terbaik. Disini individu dalam
kelompok – kelompok kepentingan berinteraksi baik secara formal maupun informal, dan
secara langsung melalui media massa menyampaikan tuntutannya kepada pemerintah
untuk mengeluarkan kebijakan publik yang diperlukan. Disini peran system politik
adalah untuk manajenen konflik yang muncul dadi adanya perbedaan tuntutan , melalui
cara – cara berikut:
1) Merumuskan aturan main antar kelompok kepentingan
2) Menata kompromi dan menyeimbangkan kepentingan
3) Memungkinkan terbentuknya kompromi dalam kebijakan publik ( yang akan
dibuat )
4) Memperkuat kompromi – kompromi tersebut
Menurut ahli ilmu politik David Truman, suatu kelompok berkepentingan adalah
suatu kelompok yang ikut membagi sikap dengan mengajukan tuntutan – tuntutan
tertentu atas kelompok lainnya dalam suatu masyarakat untuk kemantapan, pemeliharaan
dan kesenangan dari suatu bentuk perilaku yang terdapat dalam sikap – sikap yang
dibagikan tersebut.
Kelompok – kelompok tertentu ini akan menjadi kelompok politik, jika dan
manakala kelompok tersebut membuat suatu tuntutan melalui atau tergantung akan
institusi pemerintah. Individu – individu amat penting dalam politik hanya ketika mereka
bertindak sebagai suatu bagian atau atas nama kelompok yang berkepentingan tersebut.
Sehingga dengan demikian kelompok merupakan jabatan yang essensial yang
menghubungkan antara individu dengan pemerintahnya. Hal ini dapat diketahui bahwa
politik benar – benar merupakan perjuangan diantara kelompok – kelompok untuk
mempengaruhi kebijakan publik. Tugas kewajiban dari suatu sistem politik adalah untuk
mengarahkan konflik kelompok dengan cara :
a. Menetapkan aturan permainan dalam kelompok yang sedang berjuang
b. Mengatuur kompromi dan menyeimbangkan kepentingan – kepentingan
c. Mewujudkan kompromi – kompromi tersebut dalam bentuk kebijakan publik
d. Melaksanakan pelaksanaan usaha – usaha dalam kompromi tersebut.
Pengaruh dari kelompok berkepentingan tersebut sebenarnya ditentukan oleh:
Jumlah keanggotaannya
Kesejahteraannya
Kekuatan organisasinya
Kepemimpinannya
Akses – akses terhadap pembuatan keputusan
Kohesif ke dalam organisasinya.
3. Teori sistem
Pendekatan ini diperkenalkan pertama kali oleh David Easton yang melakukan
analogi dalam sistem biologi. Pada dasarnya sistem biologi merupakan sistem interaksi
antara mekhluk hidup dan lingkungannya, yang akhirnya menciptakan kelangsungan
hidup yang relative stabil. Dalam terminology ini Easton menganalogikan dengan
kehidupan sistem politik. Dalam pendekatan ini dikenal tiga komponen : input, proses,
dan output. Salah satu kelemahan pendekatan ini adalah terpusatnya perhatian pada
tindakan – tindakan yang dilakukan pemerintah, dan pada hakikatnya kita kehilangan
perhatian pada apa yang tidak pernah dilakukan pemerintah.
Lingkungan adalahsetiap kondisi atau situasi tertentuyang dirumuskan sebagai
faktor eksternal dari batas suatu sistem politik. Sistem politik adalah saling
ketergantungan antara struktus dan proses suatu kelompok yang berfungsi
mengalokasikan nilai – nilai yang otoritatif untuk suatu masyarakat. Model sistem
berusaha menggambarkan kebijakan publik sebagai suatu hasil dari suatu sistem politik.
Pada konsep konsep sistem terkandung di dalamnya serangkaian institusi dalam
masyarakat dan aktivitasnya yang mudah diidentifikasikan. Lembaga – lembaga ini
melakukan fungsi transformasi dari beberapa tuntutan ke dalam suatu keputusan yang
otoritatif. Usaha transformasi ini membutuhkan dukungan dari seluruh masyarakat.
Terkandung pula dalam konsep sistem unsure – unsure sistem yang saling berhubungan.
Unsure – unsure tersebut dapat memberikan respons dari kekuatan – kekuatan yang adaa
dalam lingkungannya. Hal tersebut dilakukan agar dapat melindyungi dirinya sendiri.
Setiap sistem pada hakekatnya menyerap berbagai tuntutan antara lain berupa
konflik. Agar dapat mentransformasikan tuntutan – tuntutan tersebut menjadi suatu
kenyataan berupa hasil dari kebijakan publik, tuntutan- tuntutan tersebut harus diatur
dalam pacakan tuntutan – tuntutan kelompok seperti parpol dan kelompok kepentingan
lainnya.suatu sistem dapat melindungi dirinya dengan cara;
a. Menghasilkan hasil – hasil yang dapat memuaskan
b. Menggantungkan pada akar - akar yang telah mengikat secara mendalam suatu
sistem tersebut
c. Menggunakan pemaksaan
4. Teori proses
Model ini member tahu tentang bagaimana kebijakan dibuat atau seharusnya dibuat,
namun kurang memberikan tekanan pada substansi pada apa yang harus ada.
Pengelompokan aktivitas menurut hubungannya dengan kebijakan publik yang mengikuti
pola umum sebagai berikut:
a. Identifikasi persoalan – persoalan
b. Perumusan usul- usul kebijakan
c. Pengesahan kebijakan
d. Pelaksanaan kebijakan
e. Evaluasi kebijakan
Model proses hanya menekankan bagaimana tahapan aktivitas yang dilakukan
dalam menghasilkan kebijakan publik. Model ini kurang memperhatikan isi
subsatansidari kebijakan yang akan dibuat. Dengan demikian, sebagian ahli mengatakan
bahwa pandangan – pandangan dari model prosesini terlalu sempit dibandingkan dengan
model yang lain. Walaupun dikatakan sempit, model ini bagaimanapun mempunyai
kegunaan yang besar untuk mengetahui dan memahami aneka macam kegiatan yang
terlibat dalam proses pembuatan kebijakan.
5. Teori kelembagaan
Dalam model kelembagaan tugas membuat kebijakan publik adalah tugas
pemerintah. Jadi, apapun yang dibuat pemerintah dengan cara apapun adalah kebijakan
publik. Menurut Dye, ada tiga hal yang membenarkan pendekatan ini, yaitu bahwa
pemerintah memeng sah membuat kebijakan publik, fungsi tersebut bersifat universal,
dan memang pemerintah memonopoli fungsi pemaksaan dalam kehidupan bersama.
Suatu kebijakan tidak menjadi kebijakan publik sebelum kebijakan itu ditetapkan
dan dilaksanakan oleh suatu lembaga pemerintah. Keunggulan dari model ini adalah
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut dapat menuntut loyalitas dari semua
warga negaranya dan mempunyai kemampuan membuat kebijakan yang mengatur
seluruh masyarakat dan memonopoli penggunaan kekuasaan yang sahyang memdorong
individu – individu dan kelompok membentuk pilihan – pilihan mereka dalam kebijakan.
Kelemahan dalam pendekatan ini adalah bahwa pendekatan lembaga dalam ilmu
politik tidak mencurahkan perhatian yang banyak pada hubungan antar struktur lembaga
– lembaga pemerintahdan substansi kebijakan publik.
Meskipun study lembaga pada awalnya mempunyai focus yang sempit dalam ilmu
politik, tetapi pendekatan struktur tidak berarti merupakan suatu pendekatan yang tidak
produktifsama sekali. Lembaga – lembaga pemerintah sebenarnya merupakan pola – pola
perilaku yangtersusun dari individu dan kelompok – kelompok.. dampak aturan – aturan
lembaga pada kebijakan publik merupakan suatu pertanyaan empiric yang membutuhkan
penyelidikan lebih lanjut. Para pembuat perubahan sering mengatakan dengan
bersemangat behwa suatu perubahan khusus dalam struktur lembaga akan menghasilkan
perubahan – perubahan dalam kebijakan publik tanpa menyelidiki hubungan hubungan
yang sebenarnya antara struktur dan kebijakan.
Lembaga pemerintah membagi public policy dalam tiga kharakteristik, antara lain :
a. Pemerintah meminjamkan legitimasi pada kebijaksanaan
b. Kebijakan – kebijakan pemertintah melibatkan universalitas
c. Pemerintah memonopoli paksaan dalam masyarakat
Lembaga – lembaga pemerintah sebenarnya merupakan pola perilaku individu dan
kelompok yang stabildan mempengaruhi isi kebijakan publik. Lembaga- lembaga yang
sudah sedemikian mempolanya barangkali bias digunakan untuk memudahkan
menghasilkan kebijakandan menolak hasil – hasil kebijakan yang lain.
Pendekatan kelembagaan tidaklah perlu harus berpandangan sempit dan deskriptif.
Kita dapat mempertanyakan apakah ada hubungan – hubungan antara perangkat
institusional dengan bobot isi kebijakan publik. Model kelembagaan sebenarnya
merupakan derivasi dari ilmu politik tradisional yang lebih menekankan struktur daripada
proses atau pperilaku politik. Prosesnya mengandaikan bahwa tugas formulasi kebijakan
adalah tugas lembaga – lembaga pemerintah yang dilakukan secara otonom tanpa
berinteraksi dengan lingkungannya. Salah satu kelemahan pendekatan ini adalah
terabaikannya masalah – masalah lingkungan tempat kebijakan itu diterapkan.
REFERENSI:
Nugroho, riant. Kebijakan Publik ( Formulasi, implementasi, dan evaluasi ) . Jakarta. Pt. Alex
Media Komputindo. 2003
Nugroho, riant. Kebijakan Publik ( Perumusan, implementasi, evaluasi, Revisi Risk Management
dalam Kebijakan Publik) . Jakarta. Pt. Alex Media Komputindo. 2003
Winarno, Budi. Kebijakan Publik ( Teori & Proses ).Yogyakarta. Media Pressindo. 2007
Islamy, Irfan. Prinsip – Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta. Bumi Aksara. 2009
Thoha, Miftah. Dimensi – Dimensi Prima Administrasi Negara. PT. RajagrafindoPersada.2005