PEMAHAMAN DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK€¦ · konsep kebijakan publik, konsep kebijakan publik...
Embed Size (px)
Transcript of PEMAHAMAN DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK€¦ · konsep kebijakan publik, konsep kebijakan publik...
-
PEMAHAMAN DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK
MARHAENDRA WIJA ATMAJA
RISALAH BAHAN KULIAH
HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2013
-
PEMAHAMAN DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK
KONTEN
PEMAHAMAN DASAR TENTANG KEBIJAKAN PUBLIK _________ []
DOMAIN STUDI KEBIJAKAN PUBLIK _______________________ []
PEMAHAMAN DASAR TENTANG HUKUM ___________________ []
PEMAHAMAN DASAR TENTANG RELASI HUKUM DENGAN
KEBIJAKAN PUBLIK _____________________________________ []
LINGKUP STUDI HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK ___________ []
BAHAN BACAAN _______________________________________ []
-
PEMAHAMAN DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Page | 2 | Marhaendra Wija Atmaja |2013|
PEMAHAMAN DASAR TENTANG KEBIJAKAN PUBLIK
1. Pengertian Kebijakan Publik
1. Kebijakan adalah keputusan yang dibuat oleh suatu lembaga pemerintahan
atau organisasi dan bersifat mengikat para pihak yang terkait dengan
lembaga tersebut.
2. Publik adalah hal-ikhwal yang berkaitan dengan kepentingan orang banyak
atau masyarakat luas.
3. Kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau
lembaga pemerintahan untuk mengatasi permasalahan tertentu, untuk
melakukan kegiatan tertentu atau untuk mencapai tujuan tertentu yang
berkenaan dengan kepentingan dan manfaat orang banyak.
(Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
Per/04/M.PAN/4/2007 Tentang Pedoman Umum Formulasi, Implementasi,
Evaluasi Kinerja, dan Revisi Kebijakan Publik Di Lingkungan Lembaga
Pemerintah Pusat dan Daerah – selanjutnya disebut Permenpan 2007).
2. Konsep kebijakan publik dalam Permenpan tersebut mengandung unsur:
1. Pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu.
2. Melakukan sesuatu itu adalah mengatasi permasalahan tertentu yang
berkenaan dengan kepentingan orang banyak.
Dalam kerangka pemikiran Thomas R. Dye, konsep kebijakan publik dalam
Permenpan tersebut termasuk dalam “apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk
dilakukan”.
2 Menurut Thomas R. Dye, “kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh
pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan” (dalam Budi Winarno 2002
dan Irfan Islamy, 1992).
3 Dalam kerangka pemikiran James Andersen tentang beberapa implikasi dari
konsep kebijakan publik, konsep kebijakan publik dalam Permenpan tersebut
tersebut termasuk dalam kebijakan publik yang bersifat positif, yakni bentuk
tindakan pemerintah untuk mempengaruhi suatu masalah tertentu.
4 Menurut Andersen, konsep kebijakan publik memiliki beberapa implikasi:
Kebijakan publik berorientasi pada maksud dan tujuan.
Kebijakan publik merupakan pola tindakan yang dilakukan oleh pejabat-
pejabat pemerintah.
Kebijakan publik adalah apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemerintah.
Kebijakan publik dapat berbentuk positif atau negatif.
5 Secara positif, kebijakan publik mencakup bentuk tindakan pemerintah untuk
mempengaruhi suatu masalah tertentu.
6 Dalam bentuknya yang positif, kebijakan publik didasarkan pada undang-
undang dan bersifat otoritatif.
-
PEMAHAMAN DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Page | 3 | Marhaendra Wija Atmaja |2013|
7 Secara negatif, kebijakan publik mencakup keputusan pejabat pemerintah
untuk tidak mengambil tindakan mengenai suatu persoalan yang memerlukan
keterlibatan pemerintah.
(Andersen dalam Budi Winarno 2002 dan Irfan Islamy, 1992)
3. Bentuk Kebijakan Publik
1. Kebijakan publik yang terkodifikasi adalah segenap peraturan perundang-
undangan di tingkat pusat dan daerah.
2. Pernyataan pejabat publik adalah pernyataan-pernyataan dari pejabat publik
di depan publik, baik dalam bentuk pidato tertulis, pidato lisan, termasuk
pernyataan kepada media massa.
Catatan:
Pejabat publik adalah setiap aparatur Negara yang mempunyai kewenangan
membuat kebijakan publik di lingkungan lembaga pemerintah pusat dan
daerah.
Lembaga Pemerintah Pusat adalah Lembaga Kepresidenan, Kementrian
Koordinator, Kementrian yang memimpin Departemen, Kementrian Negara,
dan Lembaga Pemerintah Non-Departemen.
Lembaga Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten, dan Pemerintah Kota.
(Permenpan 2007)
4. Bentuk Kebijakan publik yang terkodifikasi (yang berupa peraturan perundang-
undangan) sebagaimana dimaksud dalam Permenpan tersebut merupakan
bentuk kebijakan publik yang positif atau dalam kategori kebijakan publik
menurut Andersen adalah keputusan-keputusan kebijakan (policy decicions).
1. Bentuk Kebijakan publik berupa pernyataan pejabat publik sebagaimana
dimaksud dalam Permenpan tersebut dalam kategori kebijakan publik
menurut Andersen adalah sebagai pernyataan kebijakan (policy statements).
2. Menurut James Andersen, sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan dapat
dipahami secara lebih baik bila konsep ini dirinci menjadi beberapa kategori.
1. Tuntutan-tuntutan kebijakan (policy demands), berupa desakan agar
pemerintah mengambil tindakan atau tidak mengambil tindakan.
2. Keputusan kebijakan (policy decicions), keputusan-keputusan yang dibuat
oleh pemerintah yang mengesahkan atau memberi arah dan substansi
kepada tindakan-tindakan kebijakan publik, termasuk dalam kegiatan ini
adalah antara lain menetapkan undang-undang dan mengumumkan
peraturan-peraturan administratif.
3. Pernyataan kebijakan (policy statements), pernyataan-pernyataan resmi
yakni undang-undang, dekrit presiden, peraturan administratif, maupun
pidato-pidato pejabat pemerintah yang menunjukan maksud dan tujuan
pemerintah dan apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
-
PEMAHAMAN DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Page | 4 | Marhaendra Wija Atmaja |2013|
4. Hasil-hasil kebijakan (policy outputs), manifestasi nyata kebijakan ublik
atau apa yang telah dilakukan oleh pemerintah.
5. Dampak kebijakan (outcomes), akibat-akibat kebijakan publik bagi
masyarakat, baik yang diinginkan atau yang tidak diinginkan yang berasal
dari tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah.
(Andersen dalam Budi Winarno 2002)
5. Proses Kebijakan Publik
1. Formulasi kebijakan adalah suatu kegiatan yang bertujuan merumuskan dan
menetapkan suatu kebijakan publik tertentu.
2. Implementasi kebijakan adalah suatu kegiatan atau proses pelaksanaan atau
penerapan kebijakan publik yang telah ditetapkan.
3. Evaluasi kinerja kebijakan adalah suatu kegiatan atau proses yang
mencakup penilaian suatu kebijakan publik yang telah berjalan dalam kurun
waktu tertentu, yang mencakup evaluasi pada kinerja formulasi kebijakan,
kinerja hasil atau manfaat yang dirasakan oleh publik, dengan
memperhatikan factor lingkungan kebijakan yang bersangkutan.
4. Revisi kebijakan publik adalah suatu kegiatan atau proses perbaikan suatu
kebijakan publik tertentu, baik karena kebutuhan publik, maupun antisipasi
kondisi di masa depan.
(Permenpan 2007. Lihat juga Riant Nugroho 2008).
6. Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena
melibatkan banyak proses maupun variabel. Beberapa ahli politik yang menaruh
minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan
kebijakan publik ke dalam beberapa tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah
untuk memudahkan di dalam mengkaji kebijakan publik (Charles Lindblom 1986).
Tahap-tahap kebijakan publik, sebagaimana dikemukakan William Dunn (1998)
meliputi:
Penyusunan agenda Pejabat yang dipilih atau diangkat
menempatkan masalah pada agenda publik
Formulasi kebijakan Para pembuat kebijakan membahas masalah
dan merumuskan alternatif pemecahannya.
Adopsi Kebijakan Salah satu alternatif kebijakan diadopsi atau
disahkan dengan dukungan dari mayoritas
legislative, konsensus antara direktur
lembaga atau keputusan pengadilan.
Implementasi kebijakan Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan
oleh unit-unit administrasi yang
memobilisasikan sumberdaya financial dan
manusia.
Penilaian kebijakan Kebijakan yang telah dijalankan dinilai atau
dievaluasi untuk melihat sejauh mana
-
PEMAHAMAN DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Page | 5 | Marhaendra Wija Atmaja |2013|
kebijakan yang dibuat telah mampu
memecahkan masalah.
Beberapa ahli mungkin membagi tahap-tahap kebijakan dengan urutan yang
berbeda. Seperti misalnya, tahap penilaian kebijakan bukan merupakan tahap
akhir dari proses kebijakan publik, sebab masih ada satu tahap lagi, yakni tahap
perubahan kebijakan dan terminasi atau penghentian kebijakan (Budi Winarno).
Proses kebijakan publik sebagaimana tercantum dalam Permenpan 2007, terdiri
dari empat tahap, dan tahap yang terakhir adalah tahap revisi kebijakan publik.
Pembagian atas tahap-tahap dalam proses kebijakan publik dapat
disederhanakan menjadi tiga tahap atau tiga bagian proses, yakni: (1) formulasi
kebijakan publik, (2) implementasi kebijakan publik, dan (3) evaluasi kebijakan
publik.
7. Jenis Kebijakan Publik.
Menurut Andersen terdapat beberapa kategorisasi kebijakan publik (dalam Irfan
Islamy 1992) yakni:
1. Substantive & procedural policies.
i. Kebijakan substantif adalah kebijakan tentang bidang tertentu, seperti
kebijakan luar negeri atau kebijakan pendidikan.
ii. Kebijakan prosedural adalah kebijakan tentang pihak-pihak yang terlibat
dalam perumusan kebijakan serta cara perumusan kebijakan itu
dilaksanakan. Contoh: prosedur pembuatan Perda tentang Pajak
Reklame.
2. Distributif & Regulatif.
i. Kebijakan distributif adalah kebijakan tentang pemberian pelayanan atau
keuntungan bagi sejumlah khusus penduduk. Contoh: kebijakan
pemberian beasiswa bagi siswa berprestasi.
ii. Kebijakan regulatif adalah kebijakan tentang pengenaan pembatasan
atau larangan bagi seseorang atau sekelompok orang. Contoh: kebijakan
tentang pembatasan penjualan obat-obat jenis tertentu.
3. Redistributif & Self-regulatory.
i. Kebijakan redistributif adalah kebijakan untuk memindahkan
pengalokasian kekayaan, pendapatan, pemilikan, atau hak-hak dari kelas
atau kelompok penduduk. Contoh: kebijakan landreform.
ii. Kebijakan self-regulatory adalah kebijakan tentang pembatasan atau
pengawasan perbuatan pada masalah-masalah tertentu bagi sekelompok
orang. Kebijakan harga eceran BBM.
4. Material & Simbolik.
i. Kebijakan material adalah kebijakan tentang pengalokasian atau
penyediaan sumber-sumber material yang nyata atau kekuasaan yang
-
PEMAHAMAN DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Page | 6 | Marhaendra Wija Atmaja |2013|
hakiki bagi para penerimanya atau mengenakan beban-beban (kerugian-
kerugian) bagi yang harus mengalokasikannya. Contoh: kebijakan
tentang kewajiban para majikan untuk membayar upah minimum kepada
para buruhnya.
ii. Kebijakan simbolik adalah kebijakan yang bersifat tidak memaksa, karena
kebijakan itu akan memberikan keutungan atau kerugian yang
dampaknya kecil bagi masyarakat. Contoh: kebijakan iuran televisi.
5. Collective goods & private goods.
i. Kebijakan collective goods adalah kebijakan tentang penyediaan barang-
barang dan pelayanan-pelayanan keperluan orang banyak. Contoh:
Kebijakan tentang pengadaan sembilan barang kebutuhan pokok
manusia.
ii. Kebijakan private goods adalah kebijakan tentang penyediaan barang-
barang dan pelayanan-pelayanan hanya bagi kepentingan perseorangan
yang tersedia di pasaran bebas dan orang yang memerlukannya harus
membayar biaya tertentu. Contoh: kebijakan tentang pembangunan hotel
dan restoran.
6. Liberal & conservative.
i. Kebijakan liberal adalah kebijakan untuk mengadakan perubahan sosial
yang diarahkan untuk memperbesar hak-hak persamaan. Contoh:
kebijakan untuk meningkatkan program kesejahteraan sosial.
ii. Kebijakan Konservatif adalah kebijakan untuk tidak mengadakan
perubahan sosial atau memperlambat perubahan sosial .
DOMAIN STUDI KEBIJAKAN PUBLIK
8. Domain studi kebijakan publik meliputi:
1. Proses kebijakan publik.
2. Kebijakan substantif, seperti kebijakan pertanahan, kebijakan pertahanan,
kebijakan hukum, dan kebijakan pendidikan.
3. Dampak kebijakan publik.
Pelaku studi kebijakan publik (analisis kebijakan publik):
1. Mereka yang tidak terlibat dalam perumusan maupun pelaksanaan kebijakan
publik. Kelompok ini melihat analisis kebijakan publik sebagai alat untuk
menyeleksi kebijakan-kebijakan yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat.
2. Para perumus kebijakan publik. Analisis kebijakan publik dipandang sebagai
cara atau alat untuk menambah kemampuan untuk membuat kebijakan
publik yang baik.
3. Ilmuwan yang berminat dalam masalah kebijakan publik. Minat mereka yang
paling utama adalag adalah mengembangkan kebijakan publik sebagai
cabang ilmu walaupun mereka juga mengajukan saran-saran bagi para
perumus kebijakan publik.
-
PEMAHAMAN DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Page | 7 | Marhaendra Wija Atmaja |2013|
Fokus analisis kebijakan publik:
a. Mengenai penjelasan kebijakan publik bukan mengenai anjuran kebijakan
publik yang pantas.
b. Sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi dari kebijakan-kebijakan publik
diselidiki dengan teliti dengan menggunakan metode ilmiah.
c. Mengembangkan teori-teori umum tentang kebijakan publik dan
pembentukannya yang dapat diandalkan, sehingga dapat diterapkan
terhadap lembaga-lembaga dan bidang-bidang kebijakan publik yang
berbeda (Budi Winarno2002).
PEMAHAMAN DASAR TENTANG HUKUM
9. Pengertian hukum amatlah beragam. Lazimnya hukum dimengerti sebagai
sekumpulan peraturan. Peraturan itu ada yang mengartikan sebagai perintah
pihak yang berkuasa. Hukum adalah peraturan yang ditetapkan oleh Negara.
Pendapat lain mengemukakan, hukum sebagai peraturan atau norma-norma
tidak selalu berarti bersifat resmi, seperti kebiasaan atau pola-pola perilaku yang
aktual. Pemahaman lain tentang hukum adalah bahwa hukum tidak hanya
seperangkat kaidah atau norma hukum, melainkan mencakup pula struktur atau
kelembagaan dan proses, sebagaimana dikemukakan Mochtar Kusumaatmaja.
Dalam persfektif ini, dapat pula memahami hukum dalam konteks sistem hukum.
Pemahaman mengenai hukum diperlukan untuk memaknai hukum dalam
konteks kebijakan publik.
10. Lawrence M. Friedman (1984, 2009), sistem hukum adalah kumpulan dari sub-
sistem:
1. Struktur hukum.
Struktur adalah salah satu dasar dan elemen nyata dari sistem hukum.
Struktur sebuah system adalah kerangka badannya; ia adalah bentuk
permanennya, tubuh institusional dari sistem tersebut, tulang-tulang keras
yang kaku yang menjaga agar proses mengalir dalam batas-batasnya.
Struktur sebuah sistem yudisial terbayang ketika berbicara tentang jumlah
para hakim, yurisdiksi pengadilan, bagaimana pengadilan yang lebih tinggi
berada di atas pengadilan yang lebih rendah, dan orang-orang yang terkait
dengan berbegai jenis pengadilan (Lawrence M. Friedman, 2009).
2. Substansi hukum.
Substansi tersusun dari peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan
mengenai bagaimana institusi itu harus berperilaku. H.L.A. Hart berpendapat
bahwa ciri khas suatu sistem hukum adalah kumpulan ganda dari peraturan-
peraturan. Suatu sistem hukum adalah kesatuan dari “peraturan-peraturan
primer” dan “peraturan-peraturan sekunder”. Peraturan primer adalah norma-
norma perilaku; peraturan sekunder adalah norma mengenai norma-norma
ini – bagaimana memutuskan apakah semua itu valid, bagaimana
-
PEMAHAMAN DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Page | 8 | Marhaendra Wija Atmaja |2013|
memberlakukannya, dan lain-lain. Tentu saja, baik peraturan primer maupun
peraturan sekunder adalah sama-sama output dari sebuah sistem hukum
(Lawrence M. Friedman, 2009).
3. Budaya hukum.
Kekuatan-kekuatan sosial terus-menerus menggerakkan hukum – merusak di
sini, memperbarui di sana; menghidupkan di sini, mematikan di sana; memilih
bagian mana dari “hukum” yang akan beroperasi, bagian mana yang tidak;
mengganti, memintas, dan melewati apa yang muncul; perubahan-perubahan
apa yang akan terjadi secara terbuka atau diam-diam. Karena tiada istilah
lain, sebagian dari kekuatan-kekuatan ini sebagian dinamakan kultur hukum.
Kultur hukum adalah elemen sikap dan nilai sosial.
Kultur hukum mengacu pada bagian-bagian yang ada pada kultur umum –
adat kebiasaan, opini, cara bertindak dan berpikir – yang mengarahkan
kekuatan-kekuatan social menuju atau menjauh dari hukum dengan cara-cara
tertentu. Secara garis besar istilah tersebut menggambarkan sikap-sikap
mengenai hukum (Lawrence M. Friedman, 2009).
11. Mochtar Kusumaatmadja (1986), pengertian hukum yang memadai harus tidak
hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan azas-azas
yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup
lembaga (institutions) dan proses (processes) yang diperlukan untuk
mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.
Pengertian hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja, memuat tiga unsur:
1. kaidah dan azas-azas yang mengatur.
2. lembaga (institutions).
3. proses (processes).
12. Pengertian hukum tersebut memuat tiga unsur:
1. Perangkat kaidah dan asas-asas.
Pengertian hukum sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang
mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, merupakan pengertian
tradisional dari hukum. Kaidah hukum merupakan patokan berperilaku yang
mempunyai akibat hukum. Asas-asas hukum merupakan pemikiran yang
melandasi kaidah hukum.
2. Lembaga.
Istilah ”lembaga” atau lembaga hukum (legal institution) mempunyai dua
makna. Pertama, himpunan nilai-nilai, kaidah-kaidah dan pola perilaku
mengenai kebutuhan-kebutuhan pokok manusia (Muslan Abdurrahman 2009),
seperti lembaga perkawinan, lembaga pengangkatan anak. Lembaga
perkawinan dapat dimaknai sebagai himpunan nilai-nilai, kaidah-kaidah dan
pola perilaku mengenai perkawinan. Kedua, lembaga dalam pengertian
struktur, mengacu pada Lawrence M. Friedman (2009), yang merupakan
salah satu dasar atau elemen nyata dari sistem hukum. Struktur sebuah
-
PEMAHAMAN DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Page | 9 | Marhaendra Wija Atmaja |2013|
sistem adalah kerangka badannya; ia adalah bentuk permanennya, tubuh
institusional dari sistem, tulang-tulang keras yang kaku yang menjaga agar
proses mengalir dalam batas-batasnya (Lawrence M. Friedman 2009).
Yang dimaksud ”lembaga” dalam pengertian hukum dari Mochtar
Kusumaatmaja (dapat ditafsirkan-) adalah lembaga dalam pengertian struktur
hukum, seperti lembaga penegak hukum; kepolisian, kejaksaan, dan
pengadilan.
3. Proses.
Menunjuk pada tahapan melakukan suatu perbuatan. Proses hukum
menunjuk pada tahapan perbuatan mewujudkan hukum dalam kenyataan;
proses mewujudkan asas dan kaidah hukum oleh lembaga penegak hukum di
dalam kehidupan nyata.
13. Peraturan Perundang-undangan termasuk dalam “kaidah dan azas-azas yang
mengatur” atau “substansi hukum”. Dalam pengertian asas hukum adalah ratio
legis dari suatu kaidah hukum yang dituangkan dalam aturan hukum.
Pemahaman tentang peraturan perundang-undangan secara otentik dapat
dicermati:
1. Pengertian Peraturan Perundang-undangan (lihat UU No. 10 Tahun 2004,
Pasal 1 angka 1).
2. Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan (lihat UU 10/2004, Pasal
7).
3. Materi muatan Peraturan Perundang-undangan (lihat UU 10/2004, Pasal 8–
Pasal 14).
14. Jenis peraturan lainnya, selain peraturan perundang-undangan, adalah peraturan
kebijakan. Peraturan kebijakan adalah peraturan yang memuat petunjuk tentang
bagaimana suatu instansi pemerintah akan bertindak dalam menyelenggarakan
kewenangan pemerintahan yang “tidak terikat” terhadap setiap orang. Dimaksud
dengan menyelenggarakan kewenangan pemerintahan yang “tidak terikat”
adalah tidak diatur secara tegas oleh peraturan perundang-undangan (lihat A.
Hamid S. Attamimi, 1993).
15. Konsep hukum: Etatis dan Pluralisme (Tim HuMa, ed., 2005).
1. Etatis (Sentralisme Hukum), mengklaim hukum negara adalah satu-satunya
aturan normatif yang sungguh-sungguh bisa disebut sebagai hukum.
Persfektif kaum etatis didasarkan pada teori modernitas yang menarik garis
batas yang tegas antara zaman modern dengan zaman pra-modern. Zaman
modern dimulai dengan didirikannya negara-negara yang berdasarkan
sistem hukum nasional.
2. Pluralisme Hukum, adanya lebih dari satu tatanan hukum dalam suatu arena
sosial. Oleh Griffiths dibedakan adanya dua macam pluralisme hukum:
-
PEMAHAMAN DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Page | 10 | Marhaendra Wija Atmaja |2013|
1. Pluralisme hukum yang lemah (weak legal pluralism), adalah bentuk lain
dari sentralisme hukum karena meskipun mengakui adanya pluralisme
hukum, tetapi hukum negara tetap dipandang sebagai superior, sementara
hukum-hukum yang lain disatukan dalam hierarki di bawah hukum negara.
2. Pluralisme hukum yang kuat (strong legal pluralism), adalah semua
sistem hukum yang ada dipandang sama kedudukannya dalam
masyarakat, tidak terdapat hierarki yang menunjukan sistem hukum yang
satu lebih tinggi dari yang lain.
16. Soetandyo Wignjosoebroto (2008), sekurang-kurangnya ada 6 konsep tentang
apa yang disebut “hukum”:
1. Hukum sebagai ide tentang kebaikan dan keindahan (hukum yang berhakikat
sebagai ide illahi);
2. Hukum sebagai asas-asas keadilan yang dipercaya secara kodrati berlaku
universal;
3. Hukum sebagai seluruh preskripsi yang dihasilkan oleh badan politik suatu
kekuasaan nasional;
4. Hukum yang terwujud dalam putusan hakim;
5. Hukum dalam wujud keteraturan perilaku warga masyarakat; dan
6. Hukum sebagai manifestasi makna-makna simbplik para subjek yang
berinteraksi.
17. Soetandyo Wignjosoebroto (2009), menyederhanakan urutannya menjadi:
1. Hukum yang dikonsepkan sebagai Asas Keadilan dalam Sistem Moral, yang
Illahi dan/atau yang secara Kodrati Berlaku Universal;
2. Hukum Modern yang dikonsepkan sebagai Hukum Nasional yang Positif,
yang berupa Hukum Undang-Undang yang hadir in Abstracto dan Amar-
amar Putusan Hakim yang hadir in Concreto;
3. Hukum dalam manifestasinya sebagai Pola Perilaku yang Teramati dalam
Kehidupan Masyarakat; dan
4. Hukum sebagaimana dimaknakan oleh Para Subjek Pemakainya dalam
Proses (Inter-) Akasi (antar-) Mereka.
18. Memahami hukum dari sudut-pandang validitas hukum.
Satjipto Rahardjo dengan mendasarkan pada pandangan Gustav Radbruch
mengungkapkan, bahwa validitas adalah kesahan berlaku hukum serta kaitannya
dengan nilai-nilai dasar dari hukum. Bahwasanya hukum itu dituntut untuk
memenuhi berbagai karya dan oleh Radbruch disebut sebagai nilai-nilai dasar
dari hukum, yakni keadilan, kegunaan (zweckmaszigkeit), dan kepastian hukum.
Satjipto Rahardjo menggambarkan dalam ragaan sebagai berikut:
Ragaan 1: Keterhubungan Nilai-nilai Dasar Hukum dan Kesahan Berlakunya
Hukum
-
PEMAHAMAN DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Page | 11 | Marhaendra Wija Atmaja |2013|
Sumber: Satjipto Rahardjo, 2000: 20.
Validitas norma hukum dari Radbruch, sebagaimana dipaparkan baik oleh
Satjipto Rahardjo maupun W. Friedman, adalah dalam pengertian kualitas
hukum atau dunia seharusnya” (das sollen). Pada intinya, pandangan ini adalah
bahwa hukum didasarkan pada keberlakuan filsafati supaya hukum
mencerminkan nilai keadilan, didasarkan pada keberlakuan sosiologis supaya
hukum mencerminkan nilai kegunaan, dan didasarkan pada keberlakuan yuridis
supaya hukum mencerminkan nilai kepastian hukum. Hal ini dapat digambarkan
dalam ragaan sebagai berikut (lihat juga Bagir Manan 1992).
Ragaan 2: Validitas Hukum secara Filsafati, Sosiologis, dan Yuridis
Sumber: disusun berdasarkan uraian Satjipto Rahardjo dan W. Friedmann
19. Proses Hukum.
Mengenai bagaimana fungsi hukum untuk mengatur kehidupan bersama itu
dijalankan, yakni melalui proses:
1. Pembuatan hukum. Dimaksud dengan istilah ini adalah pembuatan undang-
undang. Tahapannya adalah:
i. Tahap inisiasi, yakni muncul suatu gagasan dalam masyarakat.
ii. Tahap sosio-politis, yakni pematangan dan penajaman gagasan.
iii. Tahap yuridis, yakni penyusunan bahan ke dalam rumusan hukum dan
kemudian diundangkan.
Validitas
Hukum
[Kesahan
Berlaku
Hukum]
Sosiologis
Yuridis
ditaati karena mencerminkan keadilan
ditaati karena mencerminkan kegunaan
ditaati karena mencerminkan kepastian
hukum
Filsafati
HUKUM
Filsafati
Sosiologis
Yuridis
Keadilan
Kegunaan
Kepastian
Hukum
Nilai-nilai Dasar dari Hukum Kesahan Berlaku Hukum
-
PEMAHAMAN DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Page | 12 | Marhaendra Wija Atmaja |2013|
2. Pelaksanaan hukum (penegakan hukum). Dalam struktur ketatanegaraan
modern, penegakan hukum dijalankan oleh komponen eksekutif dan
dilaksanakan oleh birokrasi dari eksekutif tersebut, sehingga sering juga
disebut birokrasi penegakan hukum.
3. Peradilan. Ini bisa juga sebagai suatu macam penegakan hukum, karena
aktivitasnya juga tidak terlepas dari hukum yang telah dibuat dan disediakan
oleh badan pembuat hukum. Perbedaannya, komponen eksekutif
menjalankan penegakan hukum dengan aktif, sedangkan peradilan
menegakan hukum secara pasif, yakni harus menunggu datangnya pihak-
pihak yang membutuhkan jasa peradilan – datang dengan membawa
persoalan mereka untuk diselesaikan melalui proses peradilan (Satjipto
Rahardjo 2000).
20. Dengan ungkapan lain, proses hukum meliputi:
1. kegiatan pembuatan hukum (law making).
2. kegiatan pelaksanaan atau penerapan hukum (law administrating).
3. kegiatan peradilan atas pelanggaran hukum (law adjudicating) atau kegiatan
penegakan hukum dalam arti sempit (law enforcement) (Jimly Asshiddiqie
2006).
21. Berdasarkan pemahaman proses tersebut, dapat diungkapkan kembali, proses
hukum terdiri dari tiga tahap berikut:
1. Tahapan gagasan.
Muncul suatu gagasan dalam masyarakat kemudian dilakukan pematangan
dan penajaman gagasan. Dalam konteks proses kebijakan publik tahapan ini
merupakan penyusunan agenda kebijakan.
2. Tahap penormaan.
Penyusunan bahan ke dalam rumusan hukum dan kemudian diundangkan.
Dalam konteks proses kebijakan publik tahapan ini merupakan formulasi dan
adopsi kebijakan.
3. Tahap pelaksanaan norma.
Pelaksanaan hukum atau penegakan hukum, baik oleh komponen eksekutif
maupun oleh komponen yudisial melalui proses peradilan. Dalam konteks
proses kebijakan publik tahapan ini merupakan implementasi dan evaluasi
kebijakan.
22. Tiga jenis putusan hukum, yaitu (Jimly Asshiddiqie 2005):
a. Bentuk peraturan yang berisi materi aturan sebagai hasil kegiatan
pengaturan terhadap kepentingan umum (regels). Biasanya bentuk seperti
inilah yang tepat disebut sebagai peraturan perundang-undangan.
b. Bentuk keputusan-keputusan pejabat-pejabat administrasi negara berupa
keputusan (beschikkingen) yang tidak bersifat mengatur, tetapi mengandung
konsekwensi hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum. Inilah yang biasa
-
PEMAHAMAN DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Page | 13 | Marhaendra Wija Atmaja |2013|
disebut dengan surat-surat keputusan, misalnya mulai dari Keputusan
Presiden sampai Keputusan Bupati ataupun Walikota.
c. Bentuk putusan hakim yang biasa disebut vonis ataupun putusan-putusan
arbitrase yang apabila telah mempunyai kedudukan hukum yang tetap (in
kracht) wajib dilaksanakan sebagaimana mestinya, misalnya putusan
Mahkamah Agung, putusan Pengadilan Tinggi, putusan Pengadilan Negeri,
atau putusan badan peradilan lainnya.
23. Fungsi Hukum (Satjipto Rahardjo 1979):
1. Hukum sebagai pengendalian social (social control).
2. Hukum sebagai sarana rekayasa sosial.
24. Salah satu ciri hukum modern adalah penggunaannya secara aktif dan sadar
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Ini menyebabkan hukum modern menjadi
begitu instrumental sifatnya dengan asumsinya, bahwa kehidupan sosial itu bisa
dibentuk oleh kemauan sosial tertentu, seperti kemauan sosial dari golongan elit
dalam masyarakat.
Dalam fungsi hukum yang bersifat instrumental ini, maka setiap kebijakan yang
ingin dilaksanakan harus melalui bentuk peraturan perundang-undangan. Tanpa
prosedur yang demikian itu kesahan dari tindakan pemerintah an Negara pun
dipertanyakan. Dalam konteks ini dibicarakan kemampuan hukum untuk dipakai
sebagai alat melakukan social engineering, batas-batas kemampuan hukum, dan
sebangsanya (Satjipto Rahardjo 2000).
25. Langkah yang dapat diambil dalam social engineering bersifat sistematis, dimulai
dari identifikasi problem sampai pemecahannya, yaitu:
1. Mengenal problem yang dihadapi sebaik-baiknya, termasuk mengenali
dengan seksama masyarakat yang hendak menjadi sasaran dari
penggarapan tersebut.
2. Memahami nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, termasuk menentukan
nilai-nilai yang dipilih.
3. Membuat hipotesa-hipotesa dan memilih mana yang paling layak untuk bisa
dilaksanakan.
4. Mengikuti jalannya penerapan hukum dan mengukur efek-efeknya (Satjipto
Rahardjo 2000).
26. Hukum sebagai alat rekayasa sosial (law as tool of social engineering) berasal
dari aliran hukum sosiologis (sociological jurisprudence), sebagaimana yang
dikembangkan oleh Roscoe Pound di Amerika Serikat, di Indonesia dimodifikasi
oleh Mochtar Kusumaatmadja (1986) menjadi hukum sebagai sarana
pembaharuan masyarakat, dengan tekanan pada pembaharuan peraturan
perundang-undangan – bukan keputusan pengadilan – dalam rangka
memfungsikan hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat.
27. Hukum sebagai wadah kebijakan publik merupakan pengalokasian nilai yang
dapat dipaksakan secara sah kepada masyarakat. Pembentukannya tidak saja
-
PEMAHAMAN DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Page | 14 | Marhaendra Wija Atmaja |2013|
berorientasi kepastian hukum, tapi juga keadilan dan kemanfaatan (pendalaman
pada Dennis F. Thompson, 2002. Wahyudi Kumorotomo, 2007).
PEMAHAMAN DASAR TENTANG
KORELASI HUKUM DENGAN KEBIJAKAN PUBLIK
28. Sumber pembuatan kebijakan publik adalah bersumberkan pada:
1. Bahan yang harus dijadikan dasar atau patokan.
Bahan yang harus dijadikan dasar pembuatan kebijakan publik adalah
berbagai keputusan atu produk hukum yang mempunyai status hukum atau
hierarki keputusan atau kebijakan yang lebih tinggi).
2. Bahan yang perlu mendapat pertimbangan.
Bahan yang perlu mendapat pertimbangan adalah berbagai data, informasi,
ataupun pemikiran dan saran, yang bersifat obyektif yang datang dari
berbagai sumber, baik dari dalam maupun dari luar organisasi pemerintah
(Mustopadidjaya 1988).
29. Hukum diperlukan agar kebijakan-kebijakan kenegaraan dan pemerintahan dapat
memperoleh bentuk resmi yang bersifat mengikat dan dapat dipaksakan
berlakunya untuk umum. Karena hukum yang baik diperlukan dalam rangka
pembuatan kebijakan (policy making) yang diperlukan merekayasa,
mendinamisasi, mendorong, dan bahkan mengarahkan guna mencapai tujuan
hidup bersama dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Di samping itu, dalam rangka
pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut (policy executing), hukum juga harus
difungsikan sebagai sarana pengendali dan sebagai sumber rujukan yang
mengikat dalam menjalankan segala roda pemerintahan dan kegiatan
penyelenggaraan Negara (Jimly Asshiddiqie 2010).
30. Dalam kenyataan praktik, baik dalam konteks pembuatan kebijakan (policy
making) maupun dalam konteks pelaksanaan kebijakan (policy executing),
masih terlihat adanya gejala anomi dan anomali yang belum dapat diselesaikan
dengan baik selama 11 tahun pasca reformasi ini. Dari segi sistem norma,
perubahan-perubahan telah terjadi dimulai dari norma-norma dasar dalam
konstitusi negara yang mengalami perubahan mendasar. Dari segi materinya
dapat dikatakan bahwa UUD 1945 telah mengalami perubahan 300 persen dari
isi aslinya sebagaimana diwarisi dari tahun 1945. Sebagai akibat lanjutannya
maka keseluruhan sistem norma hukum sebagaimana tercermin dalam pelbagai
peraturan perundang-undangan harus pula diubah dan diperbarui (Jimly
Asshiddiqie 2010).
31. Fungsi hukum modern menunjukkan keterkaitannya dengan instrumen kebijakan
publik. Ini dapat dicermati dari pendapat Satjipto Rahardjo (1979), fungsi yang
pada dasarnya dijalankan oleh hukum modern adalah “ia tidak sekedar
merekam kembali pola-pola tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat,
-
PEMAHAMAN DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Page | 15 | Marhaendra Wija Atmaja |2013|
melainkan diusahakan untuk menjadi sarana menyalurkan kebijakan-kebijakan
yang dengan demikian bisa berarti menciptakan keadaan-keadaan yang baru
atau merubah sesuatu yang sudah ada”.
32. Dalam kebijakan yang dibuat oleh negara –kebijakan publik– terdapat tujuan-
tujuan. Untuk mencapai tujuan-tujuan kebijakan tersebut diperlukan instrumen
atau sarana. Sebagaimana dikemukakan oleh A. Hoogerwerf (19834), bahwa
sarana dapat diuraikan sebagai segala sesuatu yang dipergunakan atau dapat
dipergunakan oleh seorang aktor untuk memperlancar terwujudnya tujuan atau
tujuan-tujuannya. B.G. Peters mengidentifikasi beberapa tipe instrumen
kebijakan, yakni: hukum/undang-undang; pelayanan, uang; pajak; instrumen
ekonomi; suasi (dalam Wayne Parsons, 2005).
33. Ada dua alasan dalam kenyataan dunia politik, pejabat pemerintah harus selalu
menerjemahkan kebijakan dalam hukum: menetapkan kebijakan dalam bentuk
undang-undang, yang diharapkan mampu menjawab berbagai perilaku
masyarakat serta berbagai kepentingan yang bukan saja berlaku bagi
masyarakat, tetapi juga terhadap pemerintah sendiri yang berkepentingan
menjaga legitimasinya, yakni:
1. Kebutuhan untuk memerintah. Tanpa undang-undang pemerintah tidak
dapat menjalankan roda pemerintahan. Di manapun, dengan upaya
beberapa pembuat kebijakan maka pemerintah memberlakukan aturan untuk
mengawasi perilaku pegawai pemerintah dan warga Negara pada umumnya.
Undang-undang juga dibutuhkan, ketika pemerintah bermaksud
meningkatkan pembangunan, dan untuk itu harus mengubah pola pikir serta
perilaku yang cendrung menghambat jalannya proses pembangunan. Karena
itu, harus merumuskan dan melaksanakan peraturan yang menjadi acuan
suatu pola perilaku yan diinginkan.
2. Tuntutan akan legitimasi. Kebijakan yang diformulasikan dalam bentuk
undang-undang memberikan pemerintah suatu legitimasi. Dengan memiliki
legitimasi yang sah dari para pejabat dan warga Negara, maka diharapkan
akan mampu mempengaruhi para pelaku untuk mengubah perilaku yang
bertentangan yang dapat menghambat jalannya proses pembangunan (Ann
Seidman, Robert B. Seidman, dan Nalin Abeyserkere, 2001).
34. Isu hukum dan kebijakan publik:
1. Sumber hukum kebijakan publik: Hukum sebagai sumber dan dasar yang
harus melandasi kebijakan publik.
2. Hukum merupakan instrumen kebijakan publik.
3. Bentuk hukum kebijakan publik: bentuk hukum formulasi kebijakan publik,
bentuk hukum implementasi kebijakan publik, dan bentuk hukum evaluasi
kebijakan publik.
4. Sistem kebijakan publik dan sistem hukum.
5. Strata kebijakan publik dan hierarki peraturan perundang-undangan.
-
PEMAHAMAN DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Page | 16 | Marhaendra Wija Atmaja |2013|
6. Hukum berorientasi kebijakan publik.
7. Pendekatan (proses-) kebijakan publik dalam proses hukum: pendekatan
formulasi kebijakan publik dalam pembentukan hukum (pembentukan
peraturan perundang-undangan) dan pendekatan implementasi kebijakan
publik dalam pelaksanaan atau penegakan hukum.
8. Sistem nilai dalam kebijakan publik.
9. Etika kebijakan publik atau kebijakan publik dalam persfektif etika hukum.
LINGKUP STUDI HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK
35. Pemahaman Dasar Hukum dan Kebijakan Publik.
36. Kerangka Hukum Kebijakan Publik.
1. Sumber Hukum Kebijakan Publik.
2. Bentuk Hukum Kebijakan Publik.
3. Hierarki Peraturan Perundang-undangan dan Strata Kebijakan Publik.
4. Sistem Hukum dan Sistem Kebijakan Publik.
37. Hukum sebagai Instrumen Kebijakan Publik.
1. Fungsi Hukum Modern.
2. Tujuan dan Sarana Kebijakan Publik.
3. Keterbatasan Hukum sebagai Instrumen Kebijakan Publik.
4. Peraturan Perundang-undangan sebagai Instrumen Kebijakan Publik.
5. Putusan Pengadilan sebagai Instrumen Kebijakan Publik.
38. Hukum Berorientasi Kebijakan Publik.
1. Memahami Proses dan Model dalam Pembuatan Kebijakan Publik.
2. Memahami Metode Pembuatan Peraturan dan Kebijakan Publik.
a. Analisis Dampak Regulasi (Regulatory Impact Analysis/RIA).
b. Metode Pemecahan Masalah dan ROCCIPI.
3. Penyusunan Agenda Kebijakan Publik dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
4. Perumusan Alternatif Kebijakan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.
5. Adopsi Kebijakan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
6. Perumusan Strategi Implementasi Kebijakan dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
39. Etika Kebijakan Publik (Sistem Nilai dalam Kebijakan Publik).
1. Etika dan Moralitas.
2. Moral sebagai Sebuah Sistem Nilai.
3. Relevansi Nilai dengan Kebijakan Publik.
4. Nilai Keadilan dan Kemanfaatan dalam Kebijakan Publik.
5. Etika Legislatif.
PANDUAN TUGAS
-
PEMAHAMAN DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Page | 17 | Marhaendra Wija Atmaja |2013|
40. Analisis Hukum atas Isu Kebijakan Publik.
Analisis berkenaan dengan:
1. aspek substansi.
a. tujuan: yang tersembunyi dan yang tampak, sarana untuk mewujudkan
tujuan?
b. kejelasan rumusan?
c. ……..
2. aspek institusi.
a. dibentuk oleh yang institusi yang berwenang?
b. penentuan institusi dan kewenangannya untuk mengimplementasikan
kebijakan?
c. … ?
3. aspek proses.
a. kebijakan dibentuk melalui proses yang sah?
b. penentuan proses untuk mengimplementasikan kebijakan?
c. … ?
41. Analisis Kebijakan Publik atas Isu Hukum.
Analisis berkenaan dengan:
1. penyusunan agenda kebijakan?
2. perumusan alternatif kebijakan?
3. adopsi kebijakan?
4. strategi implementasi kebijakan?
5. ……?
DAFTAR PUSTAKA
Ann Seidman, Robert B. Seidman, dan Nalin Abeyserkere, Penyusunan Rancangan
Undang-Undang Dalam Perubahan Masyarakat Yang Demokratis: Sebuah
Panduan Untuk Pembuat Rancangan Undang-Undang, terjemahan, (Proyek
ELIPS Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Jakarta, 2001).
Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia, (Penerbit Ind-Hill.Co,
Jakarta, 1992).
Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik, (Penerbit Media Pressindo,
Yogyakarta, 2002).
Charles E. Lindblom, Proses Penetapan Kebijaksanaan, terjemahan, (Penerbit
Erlangga, Jakarta, 1986).
Dennis F. Thompson, Etika Politik Pejabat Negara, terjemahan, (Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta, 2002).
Fiedmann, W., Teori & Filsafat Hukum: Idealisme Filosofis & Problema Keadilan
(Susunan II), terjemahan, (Penerbit CV Rajawali. Jakarta, 1990).
-
PEMAHAMAN DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Page | 18 | Marhaendra Wija Atmaja |2013|
Hamid S. Attamimi, A., “Hukum Tentang Peraturan Perundang-undangan dan
Peraturan Kebijakan (Hukum Tata Pengaturan)”, Pidato Purna Bakti Guru Besar
Tetap, (Depok: Kampus Baru UI, 1993).
Hoogerwerf, A., “Isi dan Corak-Corak Kebijaksanaan”, dalam Hoogerwerf, A., ed.,
Ilmu Pemerintahan, terjemahan, (Penerbit Erlangga, Jakarta, 1983).
Irfan Islami, M., Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, (Bumi Aksara,
Jakarta, 1992).
Jimly Asshiddiqie, “Negara Hukum Indonesia: Paradigma Penyelenggaraan Negara
dan Pembangunan Nasional Berwawasan Hukum”, (Pertemuan Nasional
Ormas-Ormas Kristen Di Jakarta, 10 November 2005).
…………, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, (Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006).
….., “Negara Hukum Indonesia”, Ceramah Umum, (dalam rangka Pelantikan Dewan
Pimpinan Pusat Ikatan Alumni Universitas Jayabaya, di Jakarta, Sabtu, 23
Januari 2010).
Lawrence M. Friedman, American Law An Introduntion, (New York-London: W.W.
Norton & Company, 1984).
..., Sistem Hukum: Persfektif Ilmu Sosial, terjemahan, (Bandung: Penerbit Nusa
Media, 2009).
Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat, dan Pembinaan Hukum Nasional,
(Bandung: Lembaga Penelitian Hukum dan Kriminologi Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran, 1986).
MuslanAbdurrahman, 2009, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, UMM Press,
Malang.
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor: Per/04/M.PAN/4/2007 Tentang Pedoman Umum Formulasi,
Implementasi, Evaluasi Kinerja, dan Revisi Kebijakan Publik Di Lingkungan
Lembaga Pemerintah Pusat dan Daerah.
Riant Nugroho, Public Policy, (Penerbit PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2008).
Soetandyo Wignjosoebroto, “Keragaman dalam Konsep Hukum, Tipe Kajian, dan
Metode Penelitiannya”, dalamSri Rahayu Oktoberina dan Niken Savitri, eds.,
Butir-butir Pemikiran dalam Hukukm: Memperingati 70 Tahun Prof.Dr. B. Arief
Sidharta, (Bandung: Refika Aditama, 2008).
…………, “Penelitian Hukum dan Hakikatnya sebagai Penelitian Ilmiah”, dalam
Sulistyowati Irianto dan Shidarta, eds., Metode Penelitian Hukum: Konstelasi
dan Refleksi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009).
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial, (Penerbit Alumni, Bandung, 1979).
……., Ilmu Hukum, (Alumni, Bandung, 2000).
Tim HuMa, ed., Pluralisme Hukum: Sebuah Pendekatan Interdisiplin, (Jakarta:
Penerbit HuMa, 2005).
-
PEMAHAMAN DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Page | 19 | Marhaendra Wija Atmaja |2013|
Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, (RajaGrafindo Persada, Jakarta,
2007).
Wayne Parsons, Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan,
terjemahan, (Penerbit Kencana, Jakarta, 2005).
William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, terjemahan, (Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, 2000).