paper Kebijakan Publik

50
CHAPTER I BAB I PENDAHULUAN 1.1 Background Of The Country Choose (Latar Belakang Memilih New Zealand) New Zealand (Selandia Baru) mendapat kemerdekaan dari Inggris pada tanggal 26 September 1907. Meskipun Statuta Westminster tahun 1931 menjamin persamaan status seluruh anggota Persemakmuran, kebebasan kebijakan luar negeri Selandia Baru dimulai pada tahun 1935, ketika pemerintah dari Partai buruh Membuat traktat dan pertukaran perwakilan diplomatik. Di tahun 1943 pemerintah mengukuh layanan tetap luar negerinya. Di tahun 1947, Selandia Baru bergabung dengan Australia, Perancis, Inggris dan Amerika Serikat untuk membentuk South Pasific Commission, sebuah badan regional yang bertujuan untuk membantu peningkatan kesejahteraan kawasan Pasifik. Selandia Baru pernah menjadi pemimpinnya. Di tahun 1971, Selandia Baru bergabung dengan negara-negara merdeka di Pasifi Selatan untuk membentuk South Pasific Forum (Saat ini dikenal dengan Pasific Island Forum), yang bertemu setiap satu tahun sekali dalam tingkat “kepala pemerintahan”. Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 1

description

Kebijakan Publik New Zealand

Transcript of paper Kebijakan Publik

Page 1: paper Kebijakan Publik

CHAPTER I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Background Of The Country Choose (Latar Belakang Memilih New Zealand)

New Zealand (Selandia Baru) mendapat kemerdekaan dari Inggris pada tanggal

26 September 1907. Meskipun Statuta Westminster tahun 1931 menjamin persamaan

status seluruh anggota Persemakmuran, kebebasan kebijakan luar negeri Selandia

Baru dimulai pada tahun 1935, ketika pemerintah dari Partai buruh Membuat traktat

dan pertukaran perwakilan diplomatik. Di tahun 1943 pemerintah mengukuh layanan

tetap luar negerinya.

Di tahun 1947, Selandia Baru bergabung dengan Australia, Perancis, Inggris dan

Amerika Serikat untuk membentuk South Pasific Commission, sebuah badan

regional yang bertujuan untuk membantu peningkatan kesejahteraan kawasan

Pasifik. Selandia Baru pernah menjadi pemimpinnya. Di tahun 1971, Selandia Baru

bergabung dengan negara-negara merdeka di Pasifi Selatan untuk membentuk

South Pasific Forum (Saat ini dikenal dengan Pasific Island Forum), yang bertemu

setiap satu tahun sekali dalam tingkat “kepala pemerintahan”.

Perekonomian negara Selandia Baru bertumpu pada perdagangan hasil laut

sejak abad ke-19, ketika bangsa Eropa membuat koloni di pulau itu. Kebanyakan

dari infrastruktur negara dikembangkan dengan menggunakan modal dari luar

negeri. Barang-barang impor dan pinjaman luar negeri dibayar dari hasil ekspor

daging dan mentega beku. Pada awal tahun 1970-an Selandia Baru mengalami

kemerosotan perekonomian yang sangat drastis, keadaan ini disebabkan oleh

kenaikan harga minyak yang berakibat pada berkurangnya permintaan dunia

terhadap barang-barang primer Selandia Baru dan tersendatnya akses Selandia

Baru ke dalam pasar Inggris setelah terbentuknya Uni Eropa. Beberapa faktor lain

seperti krisis minyak juga turut mempengaruhi kelangsungan perekonomian

Selandia Baru yang selama beberapa periode sebelum tahun 1973 sempat mencapai

tingkat kehidupan standar seperti Australia dan Eropa barat. Akan tetapi seluruh

pencapaian tersebut kemudian tersendat berlarut-larut dalam krisis ekonomi. Di saat

standar hidup Selandia tertinggal dibelakang Australia dan Eropa Barat, negara ini

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 1

Page 2: paper Kebijakan Publik

kemudian pada tahun 1982 dalam survey yang dilakukan oleh Bank Dunia, berada

pada tingkat pendapatan per-kapita terendah diseluruh negara-negara berkembang.

Pada petengahan tahun 1980-an pemerintah berinisiatif membuat program untuk

melakukan perubahan struktur ekonomi untuk dapat bersaing di dalam pasar bebas,

akan tetapi perubahan ini tidak seluruhnya berhasil dalam upaya pemerintah

Selandia Baru untuk mengubah keadaan perekonomian menjadi lebih baik. Dalam

kenyataannya, beberapa sektor ekonomi tidak dapat bersaing dengan negara lain

yang tenaga kerjanya memiliki tingkat pendapatan yang lebih rendah. Industri

kendaraan bermotor dihapuskan, sementara itu banyak industri pakaian dan sepatu

yang memindahkan daerah operasional mereka ke negara yang tenaga kerjanya

lebih murah. Perubahan ini juga berakibat pada kehidupan sosial yang memicu

meningkatnya tingkat pengangguran di negara ini. Sejak tahun 1984, pemerintah

Selandia Baru berhasil melakukan restrukturisasi makroekonomi utama, yang

kemudian merubah negara ini dari negara yang sangat proteksionis menjadi negara

dengan ekonomi liberalis. Perubahan-perubahan ini dikenal sebagai Rogernomics

dan Ruthanasia, yang berasal dari nama dua menteri keuangannya Roger Douglas

dan Ruth Richardson.

Pertanian dan perkebunan sangatlah penting dalam kegiatan perekonomian

Selandia Baru, akan tetapi kegiatan agrikultur ini tidak mendapat subsidi dari

pemerintah karena perubahan sistem dan peraturan perekonomian pada tahun 1980-

an. Selain itu, ikan dan hasil laut lainnya merupakan salah satu hasil ekspor

Selandia Baru meskipun hasil dari sektor ini tidak terlalu mempengaruhi

perkembangan perekonomian negara. Hal yang paling penting dalam kegiatan

perekonomian dan merupakan pemberi kontribusi paling besar bagi berkembangnya

perekonomian Selandia Baru adalah bidang layanan jasa, layanan jasa ini sangat

berperan dalam peningkatan GDP dan pengurangan tingkat pengangguran di negara

ini. Layanan jasa ini mencakup bidang pariwisata, transportasi, pendidikan,

kesehatan, konsultan bisnis, dan juga dalam bidang perbankan.

Pariwisata merupakan salah satu komponen penting dalam bidang pelayanan

jasa ini, 10 persen dari pekerjaan yang ada di Selandia Baru ialah di bidang industri

pariwisata. Hasil tambangnya tidak besar, namun kaya dengan sumber alam hutan.

Industrinya terutama terdiri dari pengolahan produk pertanian, hutan dan

peternakan. Hasil-hasil ini kemudian diekspor. Industrialisasi pertanian di Selandia

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 2

Page 3: paper Kebijakan Publik

Baru sudah terealisasi. Komoditi pertanian terutama adalah gandum dan buah-

buahan. Bahan pangan tak swasembada, perlu diimpor dari Australia. Usaha

peternakannya yang sangat maju merupakan dasar perekonomian. Produk susu dan

daging adalah produk ekspor yang paling utama. Volume ekspor bulu domba

Selandia Baru menempati urutan pertama di dunia, dengan mencapai 25 persen.

Selandia Baru juga kaya dengan hasil perikanan, dan merupakan zona ekonomi

khusus nomor empat di dunia. Lingkungannya segar, iklimnya nyaman,

pemandangannya indah, dan obyek pariwisatanya tersebar di seluruh negeri.

Target ekonomi pemerintah saat ini terpusat pada upaya untuk mendapatkan

perjanjian perdagangan bebas dan pembangunan “pengetahuan ekonomi”. Di tahun

2004, pemerintah Selandia Baru mulai mendiskusikan perjanjian perdagangan bebas

dengan China. Selain itu, tantangan yang dihadapi oleh Selandia Baru adalah defisit

akun yang mencapai 8,2 % dari GDP, lambatnya perkembangan di sektor ekspor

non-komoditas dan perkembangan produktivitas buruh.

Dari uraian diatas Selandia baru merupakan Negara kecil yang sangat

berpotensial sekali. Mereka bisa memakmurkan rakyatnya dengan caranya sendiri.

Bahkan menjadi contoh bagi Negara-negara lain di dunia. Maka dari itu penulis

memilih Selandia baru sebagai Negara dalam pembuatan paper ini.

1.2 Background Of The Case Study Choose (Latar Belakang Memilih Welfare State

(Kebijakan Kesejahteraan Sosial))

Kesejahteraan sosial adalah kondisi sejahtera dari suatu masyarakat.

Kesejahteraan sosial meliputi kesehatan, keadaan ekonomi, kebahagiaan, dan

kualitas hidup rakyat. Kesejahteraan sosial sebagai sistem yang terorganisasi dari

pelayanan-pelayanan dan lembaga-lembaga sosial, yang dirancang untuk mrmbantu

individu-individu dan kelompok-kelompok agar mencapai tingkat hidup dan

kesehatan yang memuaskan. Maksudnya agar tercipta hubungan-hubungan

personal dan sosial yang memberi kesempatan kepada individu-individu

pengembangan kemampuan-kemampuan mereka seluas-luasnya dan meningkatkan

kesejahteraan mereka sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat.

Kesejahteraan sosial dapat mencakup semua bentuk intervensi sosial yang

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 3

Page 4: paper Kebijakan Publik

mempunyai suatu perhatian utama dan langsung pada usaha peningkatan

kesejahteraan individu dan masyarakat sebagai keseluruhan. Kesejahteraan sosial

mencakup penyediaan pertolongan dan proses-proses yang secara langsung

berkenaan dengan penyembuhan dan pencegahan masalah-masalah sosial,

pengembangan sumber daya manusia, dan perbaikan kualitas hidup itu meliputi

pelayanan-pelayanan sosial bagi individu-individu dan keluarga-keluarga juga

usaha-usaha untuk memperkuat atau memperbaiki lembaga-lembaga sosial.

Welfare policy atau welfare state merupakan suatu bentuk kebijakan public

dimana pemerintahan berperan menyediakan jaminan kesejahteraan social ekonomi

bagi masyarakat kurang mampu. Negara kesejahteraan sangat erat kaitannya

dengan kebijakan social (social policy) yang di banyak Negara mencakup strategi

dan upaya- upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan warganya,

terutama melalui perlindungan social (sosial protection) yang mencakup jaminan

social (naik berbentuk bantuan social dan asuransi sosial), maupun jaarrngan

penngaman social (social safety nets).

Dalam negara kesejahteraan, pemecahan masalah kesejahteraan sosial,

seperti kemiskinan, pengangguran, ketimpangan dan ketelantaran tidak dilakukan

melalui proyek-proyek sosial parsial yang berjangka pendek. Melainkan diatasi

secara terpadu oleh program-program jaminan sosial (social security), seperti

pelayanan sosial, rehabilitasi sosial, serta berbagai tunjangan pendidikan,

kesehatan, hari tua, dan pengangguran.

Negara kesejahteraan pertama-tama dipraktekkan di Eropa dan AS pada abad 19

yang ditujukan untuk mengubah kapitalisme menjadi lebih manusiawi

(compassionate capitalism). Dengan sistem ini, negara bertugas melindungi

golongan lemah dalam masyarakat dari gilasan mesin kapitalisme.

Hingga saat ini, negara kesejahteraan masih dianut oleh negara maju dan

berkembang. Dilihat dari besarnya anggaran negara untuk jaminan sosial, sistem ini

dapat diurutkan ke dalam empat model, yakni:

Pertama, model universal yang dianut oleh negara-negara Skandinavia, seperti

Swedia, Norwegia, Denmark dan Finlandia. Dalam model ini, pemerintah

menyediakan jaminan sosial kepada semua warga negara secara melembaga dan

merata. Anggaran negara untuk program sosial mencapai lebih dari 60% dari total

belanja negara.

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 4

Page 5: paper Kebijakan Publik

Kedua, model institusional yang dianut oleh Jerman dan Austria. Seperti model

pertama, jaminan sosial dilaksanakan secara melembaga dan luas. Akan tetapi

kontribusi terhadap berbagai skim jaminan sosial berasal dari tiga pihak (payroll

contributions), yakni pemerintah, dunia usaha dan pekerja (buruh).

Ketiga, model residual yang dianut oleh AS, Inggris, Australia dan Selandia

Baru. Jaminan sosial dari pemerintah lebih diutamakan kepada kelompok lemah,

seperti orang miskin, cacat dan penganggur. Pemerintah menyerahkan sebagian

perannya kepada organisasi sosial dan LSM melalui pemberian subsidi bagi

pelayanan sosial dan rehabilitasi sosial “swasta”.

Keempat, model minimal yang dianut oleh gugus negara-negara latin (Prancis,

Spanyol, Yunani, Portugis, Itali, Chile, Brazil) dan Asia (Korea Selatan, Filipina,

Srilanka). Anggaran negara untuk program sosial sangat kecil, di bawah 10 persen

dari total pengeluaran negara. Jaminan sosial dari pemerintah diberikan secara

sporadis, temporer dan minimal yang umumnya hanya diberikan kepada pegawai

negeri dan swasta yang mampu mengiur.

Selandia Baru memang tidak menganut model ideal negara kesejahteraan

seperti di negara-negara Skandinavia. Tetapi, penerapan negara kesejahteraan di

negara ini terbilang maju diantara negara lain yang menganut model residual. Yang

unik, sistem ini tidak berdiri sendiri, melainkan terintegrasi dengan strategi ekonomi

kapitalisme. Sistem jaminan sosial, pelayanan sosial dan bantuan sosial (income

support), misalnya, merupakan bagian dari strategi ekonomi neo liberal dan

kebijakan sosial yang terus dikembangkan selama bertahun-tahun.

1.3 Main Case Study (Kasus Utama yang Akan Dibahas)

Proses perumusan kebijakan sosial dapat dikelompokkan dalam 3 tahap,

yaitu: Tahap Identifikasi, tahap implementasi dan tahap evaluasi. Setiap tahap terdiri

dari beberapa tahapan yang saling terkait.

Identifikasi Masalah dan Kebutuhan Tahap pertama dalam perumusan

kebijakan sosial adalah mengumpul-kan data mengenai permasalahan sosial yang

dialami masyarakat dan mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang

belum terpenuhi (unmet needs). Analisis Masalah dan Kebutuhan Tahap berikutnya

adalah mengolah, memilah dan memilih data mengenai masalah dan kebutuhan

masyarakat yang selanjutnya dianalisis dan ditransformasikan ke dalam laporan

yang terorganisasi. Informasi yang perlu diketahui antara lain: apa penyebab

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 5

Page 6: paper Kebijakan Publik

masalah dan apa kebutuhan masyarakat? Dampak apa yang mungkin timbul apabila

masalah tidak dipecahkan dan kebutuhan tidak dipenuhi? Siapa dan kelompok mana

yang terkena masalah? Penginformasian Rencana Kebijakan: Berdasarkan laporan

hasil analisis disusunlah rencana kebijakan. Rencana ini kemudian disampaikan

kepada berbagai sub-sistem masyarakat yang terkait dengan isu-isu kebijakan

sosial untuk memperoleh masukan dan tanggapan. Rencana ini dapat pula diajukan

kepada lembaga-lembaga perwakilan rakyat untuk dibahas dan disetujui.

Perumusan masalah merupakan langkah awal dalam pembuatan suatu

kebijakan publik. Menurut William N. Dunn suatu perumusan masalah dapat

memasok pengetahuan yang relevan dengan kebijakan yang mempersoalkan

asumsi-asumsi yang mendasari definisi masalah dan memasuki proses pembuatan

kebijakan melalui penyusunan agenda (agenda setting) (Dunn, 2003: 26). Hal

tersebut menyimpulkan bahwa kebijakan publik dibuat dikarenakan adanya masalah

publik yang terjadi, sehingga permasalahan tersebut dapat diantisipasi dan

mencapai tujuan yang diharapkan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa langkah awal dari

pembuatan kebijakan publik adalah perumusan kebijakan publik dengan menyusun

setiap permasalahan publik yang terjadi seperti suatu agenda.

Merumuskan masalah dapat dikatakan tidaklah mudah karena sifat dari

masalah publik bersifat kompleks. Oleh sebab itu lebih baik dalam merumuskan

masalah mengetahui lebih dulu karakteristik permasalahannya.

Suatu masalah tidak dapat berdiri sendiri oleh sebab itu, selalu ada

keterkaitan antara masalah yang satu dengan yang lain. Sehingga dari hal tersebut

mengharuskan dalam analisis kebijakan untuk menggunakan pendekatan holistik

dalam memecahkan masalah dan dapat mengetahui akar dari permasalahan

tersebut. Masalah kebijakan haruslah bersifat subyektif, dimana masalah tersebut

merupakan hasil dari pemikiran dalam lingkungan tertentu. Ketiga, yaitu suatu

fenomena yang dianggap sebagai masalah karena adanya keinginan manusia untuk

mengubah situasi. Keempat, suatu masalah kebijakan solusinya dapat berubah-

ubah. Maksudnya adalah kebijakan yang sama untuk masalah yang sama belum

tentu solusinya sama, karena mungkin dari waktunya yang berbeda atau

lingkungannya yang berbeda.

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 6

Page 7: paper Kebijakan Publik

1.3.1 Implementasi Kebijakan

Program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah

harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi

maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah.

Implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk

merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk

mengorganisir. Seorang eksekutif mampu mengatur secara efektif dan efisien

sumber daya, unit-unit dan teknik yang dapat mendukung pelaksanaan program,

serta melakukan interpretasi terhadap perencanaan yang telah dibuat, dan petunjuk

yang dapat diikuti dengan mudah bagi relisasi program yang dilaksanakan. Dunn

mengistilahkan implementasi dengan lebih khusus dengan menyebutnya

implementasi kebijakan (policy implemtation) adalah pelaksanaan pengendalian

aksi-aksi kebijakan di dalam kurun waktu tertentu.

Pengertian di atas dapat disimpulakn bahwa implementasi kebijakan

merupakan pelaksanaan dari pengendalian aksi kebijakan dalam kurun waktu

tertentu.

Implementasi kebijakan berkaitan dengan cara agar kebijakan dapat

mencapai tujuan. Kebijakan publik tersebut diimplementasikan melalui bentuk

program-program serta melalui turunan. Turunan yang dimaksud adalah dengan

melalui proyek intervensi dan kegiatan intervensi. Menurut Darwin terdapat

beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan proses implementasi yang

perlu dilakukan, setidaknya terdapat empat hal penting dalam proses implementasi

kebijakan, yaitu pendayagunaan sumber, pelibatan orang atau sekelompok orang

dalam implementasi, interpretasi, manajemen program, dan penyediaan layanan dan

manfaat pada publik.

Tahap Evaluasi Kebijakan kesejahteraan sosial di Selandia Baru meliputi :

Evaluasi dan Tindak Lanjut: Evaluasi dilakukan baik terhadap proses maupun hasil

implementasi kebijakan. Penilaian terhadap proses kebijakan difokuskan pada

tahapan perumusan kebijakan, terutama untuk melihat keterpaduan antar tahapan,

serta sejauhmana program dan pelayanan sosial mengikuti garis kebijakan yang

telah ditetapkan. Penilaian terhadap hasil dilakukan untuk melihat pengaruh atau

dampak kebijakan, sejauh mana kebijakan mampu mengurangi atau mengatasi

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 7

Page 8: paper Kebijakan Publik

masalah. Berdasarkan evaluasi ini, dirumuskanlah kelebihan dan kekurangan

kebijakan yang akan dijadikan masukan bagi penyempurnaan kebijakan berikutnya

atau permusan kebijakan baru.

Penerapan negara kesejahteraan di Selandia Baru dimulai sejak tahun 1930,

ketika negara ini mengalami krisis ekonomi luar biasa. Saat itu tingkat

pengangguran sangat tinggi, kerusuhan memuncak dan kemiskinan menyebar di

mana-mana. Kemudian sejarah mencatat, negara ini keluar dari krisis dan menjadi

negara adil-makmur berkat keberanian Michael Joseph Savage, pemimpin partai

buruh yang kemudian menjadi perdana menteri tahun 1935, menerapkan negara

kesejahteraan yang masih dianut hingga kini. Sebagaimana diabadikan oleh Baset,

Sinclair dan Stenson (1995:171): “The main achievement of Savage’s government

was to improve the lives of ordinary families. They did this so completely that New

Zealanders changed their ideas about what an average level of comfort and security

should be.”

Liberalisasi ekonomi dan mekanisme pasar bebas yang menghasilkan

pertumbuhan ekonomi tidak mengurangi peran negara dalam pembangunan

kesejahteraan sosial. Sebagai contoh, sejak tahun 1980 Selandia Baru menjalankan

privatisasi dan restrukturisasi organisasi pemerintahan. Namun negara ini tetap

memiliki lembaga setingkat departemen (ministry of social welfare) yang mengatur

urusan sosial.

Anggaran untuk jaminan dan pelayanan sosial juga cukup besar, mencapai

36% dari seluruh total pengeluaran negara, melebihi anggaran untuk pendidikan,

kesehatan maupun Hankam (Donald T. Brash, 1998). Setiap orang dapat

memperoleh jaminan hari tua tanpa membedakan apakah ia pegawai negeri atau

swasta. Orang cacat dan penganggur selain menerima social benefit sekitar NZ$400

setiap dua minggu (fortnightly), juga memperoleh pelatihan dalam pusat-pusat

rehabilitasi sosial yang profesional.

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 8

Page 9: paper Kebijakan Publik

CHAPTER II

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Brief Overview Of Policy Theory (Sekilas Tentang Teori Kesejahteraan Sosial)

2.1.1 Defenisi Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat luas mencakup berbagai

tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai tingkat kehidupan masyarakat

yang baik.

Walter A. Friedlander, mengutarakan bahwa konsep dan istilah

kesejahteraan sosial dalam pengertian program yang ilmiah baru saja

dikembangkan sehubungan dengan masalah sosial dari pada masyarakat kita yang

industrial. Kemiskinan, kesehatan yang buruk, penderitaan dan disorganisasi sosial

telah ada dalam sejarah kehidupan umat manusia, namun masyarakat yang

industrial dari abad ke 19 dan 20 ini menghadapi begitu banyak masalah social

sehingga lembaga-lembaga insani yang sama seperti keluarga, ketetanggaan,

gereja, dan masyarakat setempat tidak mampu lagi mengatasinya secara memadai.

Berikut ini beberapa defenisi yang menjelaskan arti kesejahteraan sosial, W.A

Friedlander mendefenisikan: “Kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir

dari usaha-usaha dan lembaga-lembaga sosial yang ditujukan untuk membantu

individu maupun kelompok dalam mencapai standar hidup dan kesehatan yang

memuaskan serta untuk mencapai relasi perseorangan dan sosial yang dapat

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 9

Page 10: paper Kebijakan Publik

memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan-kemampuannya secara

penuh untuk mempertinggi kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-

kebutuhan keluarga dan masyarakat”.

Defenisi di atas menjelaskan:

1. Konsep kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem atau “organized system” yang

berintikan lembaga-lembaga dan pelayanan sosial.

2. Tujuan sistem tersebut adalah untuk mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera

dalam arti tingkat kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan

juga relasi-relasi sosial dengan lingkungannya.

3. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara, meningkatkan “kemampuan individu”

baik dalam memecahkan masalahnya maupun dalam memenuhi kebutuhannya.

Dalam Kamus Ilmu Kesejahteraan Sosial disebutkan pula :

“Kesejahteraan Sosial merupakan keadaan sejahtera yang meliputi keadaan

jasmaniah, rohaniah dan sosial tertentu saja. Bonnum Commune atau Kesejahteraan

sosial adalah kesejahteraan yang menyangkut keseluruhan syarat,sosial yang

memungkinkan dan mempermudah manusia dalam memperkembangkan

kepribadiannya secara sempurna”

2.2 Policy Proces (Proses Kebijakan)

Suatu kebijakan itu tidak lahir dengan sendirinya, akan tetapi memerlukan

proses yang tidak sederhana, proses kebijakan publik meliputi beberapa hal

berikut :

a. Identifikasi masalah kebijakan (identification of policy problem)

Identifikasi masalah dapat dilakukan melalui identifikasi apa yang menjadi tuntutan

(demands) atas tindakan pemerintah.

b. Penyusunan agenda (agenda setting) Merupakan aktifitas memfokuskan perhatian

pada pejabat publik dan media massa atas keputusan apa yang akan diputuskan

terhadap masalah publik tertentu.

c. Perumusan kebijakan (policy formulation)

Merupakan suatu tahapan pengusulan rumusan kebijakan melalui inisiasi dan

penyusunan usulan kebijkan melalui organisasi perencanaan kebijkan, kelompok

kepentingan, birokrasi pemerintah, presiden dan lembaga legislatif.

d. Pengesahan kebijakan (legitimating of policies)

Melalui tindakan politik oleh partai politik, kelompok penekan, presiden, kongres.

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 10

Page 11: paper Kebijakan Publik

e. Implementasi kebijakan (policy implementation)

Dilakukan melalui birokrasi, anggaran publik, dan aktivitas agen eksekutif yang

terorganisasi.

f. Evaluasi kebijakan (policy evaluation)

Dilakukan oleh lembaga pemerintah sendiri, konsultan di luar pemerintah, pers dan

masyarakat (publik).

Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn yaitu:

a. Penyusunan Agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik.

Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk

ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk keagenda

kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mugkin

tidak disentuh sama sekali, sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus

pembahasan, atau ada pula masalah karena alasanalasan tertentu ditunda untuk

waktu yang lama.

b. Formulasi Kebijakan

Masalah yang telah masuk keagenda kebijakan kemudian dibahas oleh para

pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari

pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai

alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternatives/policy options) yang ada. Sama

halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan,

pada tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat

dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini,

masing-masing aktor akan “bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah

terbaik.

c. Adopsi kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus

kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi

dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau

keputusan peradilan.

d. Implementasi kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elite, jika program

tersebut tidak di implementasikan. Oleh karena itu, keputusan program kebijakan

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 11

Page 12: paper Kebijakan Publik

yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan,

yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah

di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit

administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap

implementasi ini berbagai kepentingan bersaing

e. Evaluasi kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, untuk

melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah.

Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan.

Dalam hal ini, memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena

itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk

menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.

2.3 Efficiency Ratio Of Policy (Effisensi Rasio Kebijakan)

Efektivitas dan efisiensi sangatlah berhubungan. Efisiensi (efficiency)

berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat

efektivitas tertentu. Efisiensi yang merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi,

adalah merupakan hubungan antara efektivitas dan usaha, yang terakhir umumnya

diukur dari ongkos moneter. Efisiensi biasanya ditentukan melalui perhitungan

biaya per unit produk atau layanan. Kebijakan yang mencapai efektivitas tertinggi

dengan biaya terkecil dinamakan efisien.

Apabila sasaran yang ingin dicapai oleh suatu kebijakan publik ternyata

sangat sederhana sedangkan biaya yang dikeluarkan melalui proses kebijakan

terlampau besar dibandingkan dengan hasil yang dicapai. Ini berarti kegiatan

kebijakan telah melakukan pemborosan dan tidak layak untuk dilaksanakan.

2.4 Analysis (Analisis)

2.4.1 Efektivitas

Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya

keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas disebut juga

hasil guna. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan

dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Seperti yang dikemukakan oleh Arthur G.

Gedeian dkk dalam bukunya Organization Theory and Design yang mendefinisikan

efektivitas adalah That is, the greater the extent it which an organization`s goals are

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 12

Page 13: paper Kebijakan Publik

met or surpassed, the greater its effectiveness (Semakin besar pencapaian tujuan-

tujuan organisasi semakin besar efektivitas) (Gedeian, 1991:61).

Berdasarkan pendapat di atas, bahwa apabila pencapaian tujuan-tujuan

daripada organisasi semakin besar, maka semakin besar pula efektivitasnya.

Pengertian tersebut dapat disimpulkan adanya pencapaian tujuan yang besar

daripada organisasi, maka makin besar pula hasil yang akan dicapai dari tujuan-

tujuan tersebut. William N. Dunn dalam bukunya yang berjudul Pengantar Analisis

Kebijakan Publik: Edisi Kedua, menyatakan bahwa:

“Efektivitas (effectiveness) berkenaan dengan apakah suatu alternative

mencapai hasil (akibat) yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya

tindakan. Yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas teknis, selalu diukur

dari unit produk atau layanan atau nilai moneternya” (Dunn, 2003:429).

Apabila setelah pelaksanaan kegiatan kebijakan publik ternyata dampaknya

tidak mampu memecahkan permasalahan yang tengah dihadapi masyarakat, maka

dapat dikatakan bahwa suatu kegiatan kebijakan tersebut telah gagal, tetapi

adakalanya suatu kebijakan publik hasilnya tidak langsung efektif dalam jangka

pendek, akan tetapi setelah melalui proses tertentu. Menurut pendapat Mahmudi

dalam bukunya Manajemen Kinerja Sektor Publik mendefinisikan efektivitas

merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi

(sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi,

program atau kegiatan” (Mahmudi, 2005:92). Ditinjau dari segi pengertian efektivitas

usaha tersebut, maka dapat diartikan bahwa efektivitas adalah sejauhmana dapat

mencapai tujuan pada waktu yang tepat dalam pelaksanaan tugas pokok, kualitas

produk yang dihasilkan dan perkembangan. Pendapat lain juga dinyatakan oleh

Susanto, yaitu: “efektivitas merupakan daya pesan untuk mempengaruhi atau

tingkat kemampuan pesan-pesan untuk mempengaruhi” (Susanto, 1975:156).

Berdasarkan definisi tersebut, peneliti beranggapan bahwa efektivitas bisa tercipta

jika pesan yang disampaikan dapat mempengaruhi khalayak yang diterpanya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ukuran daripada

efektivitas diharuskan adanya suatu perbandingan antara masukan dan keluaran.

Ukuran daripada efektivitas mesti adanya tingkat kepuasan dan adanya penciptaan

hubungan kerja yang kondusif serta intensitas yang tinggi. Artinya ukuran daripada

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 13

Page 14: paper Kebijakan Publik

efektivitas adalah adanya keadaan rasa saling memiliki dengan tingkatan yang

tinggi.

Sehubungan dengan hal-hal yang dikemukakan di atas, maka ukuran

efektivitas merupakan suatu standar akan terpenuhinya mengenai sasaran dan

tujuan yang akan dicapai. Selain itu, menunjukan pada tingkat sejauh mana

organisasi, program atau melaksanakan fungsi-fungsinya secara optimal.

2.4.2 Kecukupan

Kecukupan dalam kebijakan publik dapat dikatakan tujuan yang telah

dicapai sudah dirasakan mencukupi dalam berbagai hal. William N. Dunn

mengemukakan bahwa kecukupan (adequacy) berkenaan dengan seberapa jauh

suatu tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang

menumbuhkan adanya masalah (Dunn, 2003:430). Dari pengertian di atas dapat

disimpulkan bahwa kecukupan masih berhubungan dengan efektivitas dengan

mengukur atau memprediksi seberapa jauh alternatif yang ada dapat memuaskan

kebutuhan, nilai atau kesempatan dalam menyelesaikan masalah yang terjadi.

Hal ini, dalam kriteria kecukupan menekankan pada kuatnya hubungan antara

alternatif kebijakan dan hasil yang diharapkan.

Sebelum suatu produk kebijakan disahkan dan dilaksanakan harus ada

analisis kesesuaian metoda yang akan dilaksanakan dengan sasaran yang akan

dicapai, apakah caranya sudah benar atau menyalahi aturan atau teknis

pelaksanaannya yang benar.

2.4.3 Perataan

Perataan dalam kebijakan publik dapat dikatakan mempunyai arti dengan

keadilan yang diberikan dan diperoleh sasaran kebijakan publik. William N. Dunn

menyatakan bahwa kriteria kesamaan (equity) erat berhubungan dengan rasionalitas

legal dan sosial dan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara kelompok-

kelompok yang berbeda dalam masyarakat (Dunn, 2003:434). Kebijakan yang

berorientasi pada perataan adalah kebijakan yang akibatnya atau usaha secara adil

didistribusikan. Suatu program tertentu mungkin dapat efektif, efisien, dan

mencukupi apabila biaya-manfaat merata. Kunci dari perataan yaitu keadilan atau

kewajaran.

Seberapa jauh suatu kebijakan dapat memaksimalkan kesejahteraan sosial dapat

dicari melalui beberapa cara, yaitu:

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 14

Page 15: paper Kebijakan Publik

Memaksimalkan kesejahteraan individu. Analis dapat berusaha untuk

memaksimalkan kesejahteraan individu secara simultan. Hal ini menuntut agar

peringkat preferensi transitif tunggal dikonstruksikan berdasarkan nilai semua

individu.

Peningkatan kesejahteraan sebagian orang dan pada saat yang sama

melindungi posisi orang-orang yang dirugikan (worst off). Pendekatan ini

didasarkan pada kriteria Pareto yang menyatakan bahwa suatu keadaan sosial

dikatakan lebih baik dari yang lainnya jika paling tidak ada satu orang yang

diuntungkan dan tidak ada satu orangpun yang dirugikan. Pareto ortimum adalah

suatu keadaan sosial dimana tidak mungkin membuat satu orang diuntungkan

(better off) tanpa membuat yang lain dirugikan (worse off).

Memaksimalkan kesejahteraan bersih. Di sini analisis berusaha

meningkatkan kesejahteraan bersih tetapi mengasumsikan bahwa perolehan yang

dihasilkan dapat digunakan untuk mengganti bagian yang hilang. Pendekatan ini

didasarkan pada kriteria Kaldor-Hicks: Suatu keadaan sosial lebih baik dari yang

lainnya jika terdapat perolehan bersih dalam efisiensi dan jika mereka yang

memperoleh dapat menggantikan mereka yang kehilangan. Untuk tujuan praktis

kriteria yang tidak mensyaratkan bahwa yang kehilangan secara nyata memperoleh

kompensasi ini, mengabaikan isu perataan.

Memaksimalkan kesejahteraan redistributif. Di sini analis berusaha

memaksimalkan manfaat redistributif untuk kelompok-kelompok yang terpilih,

misalnya mereka yang secara rasial tertekan, miskin atau sakit. Salah satu kriteria

redistributif dirumuskan oleh filosof John Rawls: Suatu situasi sosial dikatakan

lebih baik dari lainnya jika menghasilkan pencapaian kesejahteraan anggota-

anggota masyarakat yang dirugikan (worst off).

(Dunn, 2003: 435-436)

Pelaksanaan kebijakan haruslah bersifat adil dalam arti semua sektor dan

dari segi lapisan masyarakat harus sama-sama dapat menikmati hasil kebijakan.

Karena pelayanan publik merupakan pelayanan dari birokrasi untuk masyarakat

dalam memenuhi kegiatan masyarakat baik secara langsung maupun tidak

langsung. Pelayanan publik sendiri menghasilkan jasa publik.

2.4.5 Responsivitas

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 15

Page 16: paper Kebijakan Publik

Responsivitas dalam kebijakan publik dapat diartikan sebagai respon dari

suatu aktivitas. Yang berarti tanggapan sasaran kebijakan publik atas penerapan

suatu kebijakan. Menurut William N. Dunn menyatakan bahwa responsivitas

(responsiveness) berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat

memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok masyarakat

tertentu (Dunn, 2003:437). Suatu keberhasilan kebijakan dapat dilihat melalui

tanggapan masyarakat yang menanggapi pelaksanaan setelah terlebih dahulu

memprediksi pengaruh yang akan terjadi jika suatu kebijakan akan dilaksanakan,

juga tanggapan masyarakat setelah dampak kebijakan sudah mulai dapat dirasakan

dalam bentuk yang positif berupa dukungan ataupun wujud yang negatif berupa

penolakan.

Dunn pun mengemukakan bahwa:

“Kriteria responsivitas adalah penting karena analisis yang dapat memuaskan

semua kriteria lainnya (efektivitas, efisiensi, kecukupan, kesamaan) masih gagal jika

belum menanggapi kebutuhan aktual dari kelompok yang semestinya diuntungkan

dari adanya suatu kebijakan” (Dunn, 2003:437).

Oleh karena itu, kriteria responsivitas cerminan nyata kebutuhan, preferensi, dan

nilai dari kelompok-kelompok tertentu terhadap kriteria efektivitas, efisiensi,

kecukupan, dan kesamaan.

2.4.6 Ketepatan

Ketepatan merujuk pada nilai atau harga dari tujuan program dan pada

kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-tujuan tersebut. Artinya ketepatan dapat diisi

oleh indikator keberhasilan kebijakan lainnya (bila ada). Misalnya dampak lain yang

tidak mampu diprediksi sebelumnya baik dampak tak terduga secara positif maupun

negatif atau dimungkinkan alternatif lain yang dirasakan lebih baik dari suatu

pelaksanaan kebijakan sehingga kebijakan bisa lebih dapat bergerak secara lebih

dinamis

2.5 Matrix

Policy Matrix

N

o

Content Condition Conclution

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 16

Page 17: paper Kebijakan Publik

1 Agenda setting Fact & real Well setted

2 Policy

Formulating

Proactive Well

formulated

3 Policy

Coordinanting

Easy

coordinating

Well

coordinated

4 Policy

Implementing

Easy

implementing

Well

implemente

d

5 Policy Output &

Outcome

Problem solving Well

conditioned

6 Policy Burdening Belong to the

people

Free

7 Policy

Responsives

Quick response Well

responsive

8 Policy Efficiency Efficiency Well

efficiened

9 Policy Effectives Acceptable by

people

Well

effectived

1

0

Policy Quickly Good policy Well policed

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 17

Page 18: paper Kebijakan Publik

BAB III

PENUTUP

3.1 Fact Finding (Temuan Menarik)

Selandia Baru menganut model Kesejateraan sosian residual. Jaminan sosial

dari pemerintah lebih diutamakan kepada kelompok lemah, seperti orang miskin,

cacat dan penganggur. Pemerintah menyerahkan sebagian perannya kepada

organisasi sosial dan LSM melalui pemberian subsidi bagi pelayanan sosial dan

rehabilitasi sosial “swasta”.

Selandia Baru memang tidak menganut model ideal negara kesejahteraan

seperti di negara-negara Skandinavia. Tetapi, penerapan negara kesejahteraan di

negara ini terbilang maju diantara negara lain yang menganut model residual. Yang

unik, sistem ini tidak berdiri sendiri, melainkan terintegrasi dengan strategi ekonomi

kapitalisme. Sistem jaminan sosial, pelayanan sosial dan bantuan sosial (income

support), misalnya, merupakan bagian dari strategi ekonomi neo liberal dan

kebijakan sosial yang terus dikembangkan selama bertahun-tahun.

3.2 Conclution (Kesimpulan)

Proses perumusan kebijakan sosial dapat dikelompokkan dalam 3 tahap,

yaitu: Tahap Identifikasi, tahap implementasi dan tahap evaluasi. Setiap tahap terdiri

dari beberapa tahapan yang saling terkait.

Ukuran efektivitas Kebijakan sosial di New Zealand merupakan suatu standar

akan terpenuhinya mengenai sasaran dan tujuan yang akan dicapai. Selain itu,

menunjukan pada tingkat sejauh mana organisasi, program atau melaksanakan

fungsi-fungsinya secara optimal.

3.3 Recommendation (Rekomendasi)

Perumusan dan pelaksanaan kebijakan sosial di New Zealand sudah berjalan

secar baik. Dalam perumusan kebijakan pemerintah melibatkan masyarakat dan

kebijakan tersebut juga diterima baik oleh masyarakat. Sehingga masyarakat tidak

mampu di New Zealand sangat sedikit sekali karena pemerintah berrhasil

menjalankan kebijakan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 18

Page 19: paper Kebijakan Publik

Arthur G. Gedeian.1991.Organization Theory and Design.

William N. Dunn.2003.Pengantar Analisis Kebijakan Publik.

Aditya Teguh. 2012.Negara Kesejahteraan dan Pembangunan Kesejahteraan Sosial,

(Online) http://blogs.unpad.ac.id/ , diakses pada hari Senin 26 Maret 2012 pukul

13.00 WIB

Anonym.2012.Out Of Date Background New Zealand. (Online)

http://www.state.gov/ , diakses pada hari Senin 26 Maret 2012 pukul 13.15 WIB

Anonim.2012. gambar Tempat wisata di New Zealand. (Online)

http://www.google.com, diakses pada hari Senin 2 April 2012 pukul 13.00 WIB

Mohammed Ijal.2011.Welfare State. (Online) http://ijalmohammed.blogspot.com/ ,

diakses pada hari Selasa 27 Maret 2012 pukul 15.00 WIB

Nando.2008.Diplomasi politik Luar Negeri Selandia Baru. (Online)

http://newzeanando.wordpress.com/ , diakses pada hari Rabu 28 Maret 2012 pukul

10.00 WIB

Suharto Edi. Welfare State dan Pembangunan Kesejahteraan Sosial. (Online)

http://www.policy.hu/ , diakses pada hari Kamis 29 Maret 2012 pukul 10.00 WIB

Microsoft ® Encarta ® 2009. © 1993-2008 Microsoft Corporation. All rights reserved

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 19

Page 20: paper Kebijakan Publik

New Zealand Facts and Figures

Basic Facts

Official name New Zealand

Capital Wellington

Area 270,534 sq km

104,454 sq mi

People

Population 4,154,311 (2008 estimate)

Population growth

Population growth rate 0.91 percent (2008 estimate)

Projected population in 2025 4,672,537 (2025 estimate)

Projected population in 2050 4,842,397 (2050 estimate)

Population density 16 persons per sq km (2008 estimate)

40 persons per sq mi (2008 estimate)

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 20

Page 21: paper Kebijakan Publik

Urban/rural distribution

Share urban 86 percent (2005 estimate)

Share rural 14 percent (2005 estimate)

Largest cities, with population

Auckland 404,658 (2006)

Wellington 370,100 (2005 estimate)

Christchurch 367,800 (2005 estimate)

Hamilton 185,100 (2005 estimate)

Dunedin 114,800 (2005 estimate)

Ethnic groups

European 75 percent

Maori 15 percent

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 21

Page 22: paper Kebijakan Publik

Pacific Islander 5 percent

Other (including Asian) 5 percent

Languages

English (official), Maori (official), Polynesian languages

Religious affiliations

Protestant 24 percent

Anglican 21 percent

Roman Catholic 13 percent

Buddhist 1 percent

Nonreligious 13 percent

Other (including Jewish and Hindu) 28 percent

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 22

Page 23: paper Kebijakan Publik

Health and Education

Life expectancy

Total 79.1 years (2008 estimate)

Female 82.2 years (2008 estimate)

Male 76.1 years (2008 estimate)

Infant mortality rate 6 deaths per 1,000 live births (2008

estimate)

Population per physician 449 people (2004)

Population per hospital bed 164 people (2002)

Literacy rate

Total 99 percent (1995)

Female Not available

Male Not available

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 23

Page 24: paper Kebijakan Publik

Education expenditure as a share of gross

national product (GNP)

7.1 percent (2002-2003)

Number of years of compulsory schooling 12 years (2002-2003)

Number of students per teacher, primary

school

18 students per teacher (2002-2003)

Government

Form of government Parliamentary democracy

Head of state Governor-general, representing the

British monarch

Head of government Prime minister

Legislature Unicameral legislature

House of Representatives: 120

members

Voting qualifications Universal at age 18

Constitution

No written constitution; political system closely modeled on that of the United

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 24

Page 25: paper Kebijakan Publik

Kingdom.

Highest court Court of Appeal

Armed forces Army, Navy, Air Force

Total number of military personnel 8,660 (2004)

Military expenditures as a share of gross

domestic product (GDP)

1.5 percent (2003)

First-level political divisions 12 regions and 4 unitary authorities

Economy

Gross domestic product (GDP, in U.S.$) $105 billion (2006)

GDP per capita (U.S.$) $24,977 (2006)

GDP by economic sector

Agriculture, forestry, fishing 9.4 percent (2001)

Industry 24.9 percent (2001)

Services 65.7 percent (2001)

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 25

Page 26: paper Kebijakan Publik

Employment

Number of workers 2,219,464 (2006)

Workforce share of economic sector

Agriculture, forestry, fishing 7 percent (2005)

Industry 22 percent (2005)

Services 71 percent (2005)

Unemployment rate 3.9 percent (2004)

National budget (U.S.$)

Total revenue $41.35 billion (2006)

Total expenditure $35.23 billion (2006)

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 26

Page 27: paper Kebijakan Publik

Monetary unit

1 New Zealand dollar ($NZ), consisting of 100 cents

Agriculture

Wool, barley, wheat, maize, oats, fruits and vegetables, livestock

Mining

Coal, petroleum and natural gas, gold, iron ore, bentonite, silica sand

Manufacturing

Meat and dairy products, paper and paper products, chemicals, metal products,

machinery, clothing, lumber, motor vehicles, electrical machinery, refined

petroleum, printed materials

Major exports

Dairy products, wool, fish, meat, fruit and vegetables

Major imports

Manufactured goods, heavy machinery, petroleum, chemicals, iron and steel, plastic

materials, textiles

Major trade partners for exports

Australia, United States, Japan, United Kingdom, and South Korea

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 27

Page 28: paper Kebijakan Publik

Major trade partners for imports

Australia, United States, Japan, China, and Germany

Energy, Communications, and Transportation

Electricity production

Electricity from thermal sources 31.06 percent (2003 estimate)

Electricity from hydroelectric sources 59.14 percent (2003 estimate)

Electricity from nuclear sources 0 percent (2003 estimate)

Electricity from geothermal, solar, and wind

sources

9.79 percent (2003 estimate)

Number of radios per 1,000 people 997 (1997)

Number of telephones per 1,000 people 422 (2005)

Number of televisions per 1,000 people 541 (2000 estimate)

Number of Internet hosts per 10,000 people 1,183 (2003)

Daily newspaper circulation per 1,000 people 362 (2000)

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 28

Page 29: paper Kebijakan Publik

Number of motor vehicles per 1,000 people 701 (2004)

Paved road as a share of total roads 64 percent (2003)

Sources

Basic Facts and People sections

Area data are from the statistical bureaus of individual countries. Population,

population growth rate, and population projections are from the United States

Census Bureau, International Programs Center, International Data Base (IDB)

(www.census.gov). Urban and rural population data are from the Food and

Agriculture Organization (FAO) of the United Nations (UN), FAOSTAT database

(www.fao.org). Largest cities population data and political divisions data are from

the statistical bureaus of individual countries. Ethnic divisions and religion data are

largely from the latest Central Intelligence Agency (CIA) World Factbook and from

various country censuses and reports. Language data are largely from the

Ethnologue, Languages of the World, Summer Institute of Linguistics International

(www.sil.org).

Health and Education section

Life expectancy and infant mortality data are from the United States Census Bureau,

International Programs Center, International database (IDB) (www.census.gov).

Population per physician and population per hospital bed data are from the World

Health Organization (WHO) (www.who.int). Education data are from the United

Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) database

(www.unesco.org).

Government section

Government, independence, legislature, constitution, highest court, and voting

qualifications data are largely from various government Web sites, the latest Europa

World Yearbook, and the latest Central Intelligence Agency (CIA) World Factbook.

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 29

Page 30: paper Kebijakan Publik

The armed forces data is from Military Balance.

Economy section

Gross domestic product (GDP), GDP per capita, GDP by economic sectors,

employment, and national budget data are from the World Bank database

(www.worldbank.org). Monetary unit, agriculture, mining, manufacturing, exports,

imports, and major trade partner information is from the statistical bureaus of

individual countries, latest Europa World Yearbook, and various United Nations and

International Monetary Fund (IMF) publications.

Energy, Communication, and Transportation section

Electricity information is from the Energy Information Administration (EIA) database

(www.eia.doe.gov). Radio, telephone, television, and newspaper information is from

the United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO)

database (www.unesco.org). Internet hosts, motor vehicles, and road data are from

the World Bank database (www.worldbank.org).

Note

Figures may not total 100 percent due to rounding.

.

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 30

Page 31: paper Kebijakan Publik

DAFTAR GAMBAR

Panorama alam di New Zealand

Salah satu tempat wisata di

New Zealand

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 31

Page 32: paper Kebijakan Publik

Pertanian dan Peternakan di New Zealand

Salah satu hasil pertanian yang menjadi ciri

khas dari New Zealand yaitu buah Kiwi.

Hasil Peternakan yang paling terkenal di

New Zealand adalah daging sapi, domba

dan Susu sapi.

Efficiency Ratio Of Public Policy In New Zealand Page 32