Penatalaksanaan DVT
-
Upload
muhammad-ridhwan-fatharanifurqan -
Category
Documents
-
view
39 -
download
4
description
Transcript of Penatalaksanaan DVT
BAB I
PENDAHULUAN
Trombosis adalah terjadinya bekuan darah di dalam pembuluh darah. Menurut Robert
Virchow, terjadinya trombosis adalah sebagai akibat kelainan dari pembuluh darah, aliran darah
dan komponen pembekuan darah (Virchow triat).1,2
Trombosis vena dalam atau deep vein thrombosis (DVT), yaitu terjadi pembekuan darah
didalam vena, terutama vena tungkai bawah. Trombosis vena dalam ini lebih sering tanpa gejala,
tetapi dapat menjadi penyakit serius bila thrombus terlepas dan menjadi emboli paru.2
Kematian terjadi sebagai akibat lepasnya trombus vena, membentuk emboli yang dapat
menimbulkan kematian mendadak apabila sumbatan terjadi pada arteri di dalam paru-paru
(emboli paru). Insidens trombosis vena sangat sukar diteliti, sehingga tidak ada dilaporkan secara
pasti. Banyak laporan-laporan hanya mengemukakan data-data penderita yang di rawat di rumah
sakit dengan berbagai diagnosis.2
Di Amerika Serikat, dilaporkan 2 juta kasus trombosis vena dalam yang di rawat di rumah
sakit dan di perkirakan pada 600.000 kasus terjadi emboli paru dan 60.000 kasus meninggal
karena proses penyumbatan pembuluh darah.3
Faktor resiko DVT antara lain faktor demografi/lingkungan (usia tua, imobilitas yang lama),
kelainan patologi (trauma, hiperkoagulabilitas kongenital, antiphospholipid syndrome, vena
varikosa ekstremitas bawah, obesitas, riwayat tromboemboli vena, keganasan), kehamilan,
tindakan bedah, obat-obatan (kontrasepsi hormonal, kortikosteroid). Meskipun DVT umumnya
timbul karena adanya faktor resiko tertentu, DVT juga dapat timbul tanpa etiologi yang jelas
(idiopathic DVT).1,2 Untuk meminimalkan resiko fatal terjadinya emboli paru diagnosis dan
penatalaksanaan yang tepat sangat diperlukan.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi
Deep vein thrombosis (DVT) merupakan pembentukan bekuan darah pada lumen vena dalam.
DVT disebabkan oleh disfungsi endotel pembuluh darah, hiperkoagulabilitas dan gangguan
aliran darah vena (stasis) yang dikenal dengan trias Virchow.1
1.2. Patogenesis
Berdasarkan “Triad of Virchow”, terdapat 3 faktor yang berperan dalam patogenesis
terjadinya trombosis pada arteri atau vena yaitu kelainan dinding pembuluh darah, perubahan
aliran darah dan perubahan daya beku darah. Trombosis vena adalah suatu deposit intra vaskuler
yang terdiri dari fibrin, sel darah merah dan beberapa komponen trombosit dan lekosit.1,2,3
Faktor yang sangat berperan terhadap timbulnya suatu trombosis vena adalah :
1. Statis Vena
Aliran darah pada vena cendrung lambat, bahkan dapat terjadi statis terutama pada daerah-
daerah yang mengalami immobilisasi dalam waktu yang cukup lama.
Statis vena merupakan predisposisi untuk terjadinya trombosis lokal karena dapat
menimbulkan gangguan mekanisme pembersih terhadap aktifitas faktor pembekuan darah
sehingga memudahkan terbentuknya trombin.
2. Kerusakan pembuluh darah
Kerusakan pembuluh darah dapat berperan pada pembentukan trombosis vena, melalui :
a. Trauma langsung yang mengakibatkan faktor pembekuan.
b. Aktifitasi sel endotel oleh cytokines yang dilepaskan sebagai akibat kerusakan jaringan
dan proses peradangan.
Permukaan vena yang menghadap ke lumen dilapisi oleh sel endotel. Endotel yang utuh
bersifat non-trombo genetik karena sel endotel menghasilkan beberapa substansi seperti
prostaglandin (PG12), proteoglikan, aktifator plasminogen dan trombo-modulin, yang dapat
mencegah terbentuknya trombin.
Apabila endotel mengalami kerusakan, maka jaringan sub endotel akan terpapar. Keadaan ini
akan menyebabkan sistem pembekuan darah di aktifkan dan trombosir akan melekat pada
2
jaringan sub endotel terutama serat kolagen, membran basalis dan mikro-fibril. Trombosit
yang melekat ini akan melepaskan adenosin difosfat dan tromboksan A2 yang akan
merangsang trombosit lain yang masih beredar untuk berubah bentuk dan saling melekat.
Kerusakan sel endotel sendiri juga akan mengaktifkan sistem pembekuan darah.
3. Perubahan daya beku darah
Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan dalam sistem pembekuan darah dan sistem
fibrinolisis. Kecendrungan terjadinya trombosis, apabila aktifitas pembekuan darah
meningkat atau aktifitas fibrinolisis menurun.
Trombosis vena banyak terjadi pada kasus-kasus dengan aktifitas pembekuan darah
meningkat, seperti pada hiperkoagulasi, defisiensi Anti trombin III, defisiensi protein C,
defisiensi protein S dan kelainan plasminogen.
1.3. Faktor resiko
Faktor resiko timbulnya trombosis vena adalah sebagai berikut 1,2:
1. Defisiensi Anti trombin III, protein C, protein S dan alfa 1 anti tripsin.
Pada kelainan tersebut di atas, faktor-faktor pembekuan yang aktif tidak di netralisir
sehinga kecendrungan terjadinya trombosis meningkat.
2. Tindakan operatif
Faktor resiko yang potensial terhadap timbulnya trombosis vena adalah operasi dalam
bidang ortopedi dan trauma pada bagian panggul dan tungkai bawah.
Pada operasi di daerah panggul, 54% penderita mengalami trombosis vena, sedangkan
pada operasi di daerah abdomen terjadinya trombosis vena sekitar 10%-14%.
Beberapa faktor yang mempermudah timbulnya trombosis vena pada tindakan operatif,
adalah sebagai berikut :
a. Terlepasnya plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah karena trauma pada
waktu di operasi.
b. Statis aliran darah karena immobilisasi selama periode preperatif, operatif dan
post operatif.
c. Menurunnya aktifitas fibrinolitik, terutama 24 jam pertama sesudah operasi.
d. Operasi di daerah tungkai menimbulkan kerusakan vena secara langsung di
daerah tersebut.
3
3. Kehamilan dan persalinan
Selama trimester ketiga kehamilan terjadi penurunan aktifitas fibrinolitik, statis vena
karena bendungan dan peningkatan faktor pembekuan VII, VIII dan IX.
Pada permulaan proses persalinan terjadi pelepasan plasenta yang menimbulkan lepasnya
plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah, sehingga terjadi peningkatkan koagulasi
darah.
4. Infark miokard dan payah jantung
Pada infark miokard penyebabnya adalah dua komponen yaitu kerusakan jaringan yang
melepaskan plasminogen yang mengaktifkan proses pembekuan darah dan adanya statis
aliran darah karena istirahat total.
Trombosis vena yang mudah terjadi pada payah jantung adalah sebagai akibat statis
aliran darah yang terjadi karena adanya bendungan dan proses immobilisasi pada
pengobatan payah jantung.
5. Immobilisasi yang lama dan paralisis ekstremitas.
Immobilisasi yang lama akan menimbulkan statis aliran darah yang mempermudah
timbulnya trombosis vena.
6. Obat-obatan konstrasepsi oral
Hormon estrogen yang ada dalam pil kontrasepsi menimbulkan dilatasi vena,
menurunnya aktifitas anti trombin III dan proses fibrinolitik dan meningkatnya faktor
pembekuan darah. Keadaan ini akan mempermudah terjadinya trombosis vena.
7. Obesitas dan varices
Obesitas dan varices dapat menimbulkan statis aliran darah dan penurunan aktifitas
fibriolitik yang mempermudah terjadinya trombosis vena.
8. Proses keganasan
Pada jaringan yang berdegenerasi maligna di temukan “tissue thrombo plastin-like
activity” dan “factor X activiting” yang mengakibatkan aktifitas koagulasi meningkat.
Proses keganasan juga menimbulkan menurunnya aktifitas fibriolitik dan infiltrasi ke
dinding vena. Keadaan ini memudahkan terjadinya trombosis. Tindakan operasi terhadap
penderita tumor ganas menimbulkan keadaan trombosis 2-3 kali lipat dibandingkan
penderita biasa.
4
1.4. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik trombosis vena dalam tidak selalu jelas, kelainan yang timbul tidak selalu
dapat diketahui secara tepat lokasi tempat terjadinya trombosis. Trombosis vena dalam akan
mempunyai keluhan dan gejala apabila menimbulkan3 :
- bendungan aliran vena.
- peradangan dinding vena dan jaringan perivaskuler.
- emboli pada sirkulasi pulmoner.
Keluhan dan gejala trombosis vena dalam dapat berupa :
1. Nyeri
Intensitas nyeri tidak tergantung kepada besar dan luas trombosis. Trombosis vena di daerah
betis menimbulkan nyeri di daerah tersebut dan bisa menjalar ke bagian medial dan anterior
paha. Keluhan nyeri sangat bervariasi dan tidak spesifik, bisa terasa nyeri atau kaku dan
intensitasnya mulai dari yang ringan sampai hebat.
2. Pembengkakan
Timbulnya edema dapat disebabkan oleh sumbatan vena di bagian proksimal dan peradangan
jaringan perivaskuler. Apabila pembengkakan ditimbulkan oleh sumbatan maka lokasi
bengkak adalah di bawah sumbatan dan tidak nyeri, sedangkan apabila disebabkan oleh
peradangan perivaskuler maka bengkak timbul pada daerah trombosis dan biasanya di sertai
nyeri.
3. Perubahan warna kulit
Perubahan warna kulit tidak spesifik dan tidak banyak ditemukan pada trombosis vena dalam
dibandingkan trombosis arteri. Pada trombosis vena perubahan warna kulit di temukan hanya
17%-20% kasus. Perubahan warna kulit bisa berubah pucat dan kadang-kadang berwarna
ungu. Perubahan warna kaki menjadi pucat dan pada perabaan dingin, merupakan tanda-
tanda adanya sumbatan vena yang besar yang bersamaan dengan adanya spasme arteri,
keadaan ini di sebut flegmasia alba dolens.2
4. Sindroma post-trombosis.
Penyebab terjadinya sindroma ini adalah peningkatan tekanan vena sebagai konsekuensi dari
adanya sumbatan dan rekanalisasi dari vena besar. Keadaan ini mengakibatkan meningkatnya
5
tekanan pada dinding vena dalam di daerah betis sehingga terjadi imkompeten katup vena
dan perforasi vena dalam.2
Semua keadaan di atas akan mengkibatkan aliran darah vena dalam akan membalik ke daerah
superfisilalis apabila otot berkontraksi, sehingga terjadi edema, kerusakan jaringan subkutan,
pada keadaan berat bisa terjadi ulkus pada daerah vena yang di kenai.
1.5. Diagnosis
Diagnosis trombosis vena dalam berdasarkan gejala klinis saja kurang sensitif dan kurang
spesifik karena banyak kasus trombosis vena yang besar tidak menimbulkan penyumbatan dan
peradangan jaringan perivaskuler sehingga tidak menimbulkan keluhan dan gejala.3,4
Ada 3 jenis pemeriksaan yang akurat, yang dapat menegakkan diagnosis trombosis vena dalam,
yaitu:
1. Venografi
Sampai saat ini venografi masih merupakan pemeriksaan standar untuk trombosis vena.
Akan tetapi teknik pemeriksaanya relatif sulit, mahal dan bisa menimbulkan nyeri dan
terbentuk trombosis baru sehingga tidak menyenangkan penderitanya.1,2,3
2. Flestimografi impendans
Prinsip pemeriksaan ini adalah mengobservasi perubahan volume darah pada tungkai.
Pemeriksaan ini lebih sensitif pada tombosis vena femoralis dan iliaca dibandingkan vena di
betis.3,4
3. Ultra sonografi (USG) Doppler
Pada akhir abad ini, penggunaan USG berkembang dengan pesat, sehingga adanya
trombosis vena dapat di deteksi dengan USG, terutama USG Doppler. Pemeriksaan ini
memberikan hasil sensivitas 60,6% dan spesifisitas 93,9%. Metode ini dilakukan terutama
pada kasus-kasus trombosis vena yang berulang, yang sukar di deteksi dengan cara objektif
lain.1,2,3,4
Diagnosis DVT ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan tanda yang ditemukan
pada pemeriksaan fisik serta ditemukannya faktor resiko. Tanda dan gejala DVT antara lain
edema, nyeri dan perubahan warna kulit (phlegmasia alba dolens/milk leg, phlegmasia cerulea
6
dolens/blue leg). Skor dari Wells (tabel 1) dapat digunakan untuk stratifikasi (clinical
probability) menjadi kelompok resiko ringan, sedang atau tinggi.
Tabel-1. Skor Wells (Hirsh, 2002)
Pasien dengan DVT dapat memiliki gejala dan tanda yang minimal dan tidak khas
karenanya pemeriksaan tambahan seringkali diperlukan untuk menegakkan diagnose.
Pemeriksaan D-dimer <0,5 mg/ml dapat menyingkirkan diagnosis DVT. Nilai prediktif negatif
pemeriksaan D-dimer pada DVT lebih dari 95%, pemeriksaan ini bersifat sensitif tapi tidak
spesifik, sehingga tidak dapat dipakai sebagai tes tunggal untuk diagnosis DVT. Angiografi
(venografi atau flebografi) merupakan pemeriksaan baku yang paling bermakna (gold
standard).1,2
1.6. Penatalaksanaan
Pengobatan trombosis vena diberikan pada kasus-kasus yang diagnosisnya sudah pasti dengan
menggunakan pemeriksaan yang objektif, oleh karena obat-obatan yang diberikan mempunyai
efek samping yang kadang-kadang serius. Berbeda dengan trombosis arteri, trombosis vena
dalam adalah suatu keadaan yang jarang menimbulkan kematian.3,5
Oleh karena itu tujuan pengobatan adalah :
1. Mencegah meluasnya trombosis dan timbulnya emboli paru.
2. Mengurangi morbiditas pada serangan akut.
3. Mengurangi keluhan post flebitis
7
4. Mengobati hipertensi pulmonal yang terjadi karena proses trombo emboli.
Penatalaksanaan trombosis vena dalam dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Profilaksis
Mekanis
- Mobilisasi dini : melakukan latihan pada tungkai baik secara aktif maupun pasif sedini
mungkin mengurasi resiko thrombosis lebih lanjut dikarenakan stasis aliran darah
- Elevasi : meninggikan ekstremitas bawah 15-22cm untuk meningkatkan aliran darah vena
- Kompresi : pemberian tekanan dari luar, seperti penggunaan stocking kaos kaki atau
balutan elastic untuk meningkatkan aliran darah vena sehingga mengurangi resiko
tromboemboli.1,3,4
Medikamentosa
- Anti koagulan oral
Obat yang biasa dipakai adalah Warfarin. Efektif mencegah thrombosis vena pada pasien
pasca operasi pada semua kategori resiko. Pemberian obat ini memerlukan pemantauan
masa protrombin untuk mennetukan dosis efektif dan aman.1,2,6
- Heparin standar
Heparin diberikan sebagai pengobatan profilaksis pada pasien risiko sedang dan tinggi.
Dosis yang diberikan 5000 IU tiap 8 jam atau 12 jam subkutan. Obat ini dilaporkan
efektif mencegah pasien DVT operasi umum, ortopedi, dan urologi, dan juga
memperlihatkan berkurangnya emboli paru yang fatal dan tidak fatal. Pemberian heparin
dapat dilakukan 2 hari sebelum operasi. Dosis dimulai dengan 3500IU dan disesuaikan
dengan aPTT diantara 31,5 dan 36 detik, 6 jam sesudah injeksi. Tidak diberikan pada
pasien operasi neurosurgery, hipertensi dan kelainan hemostasis.1,2,5
- Heparin berat molekul rendah
Diberikan subkutan 12 jam sebelum operasi dilanjutkan 7 hari pascaoperasi. Obat ini
dilaporkan mencegah DVT pada pasien resiko tinggi. Keuntungan obat ini tidak
memerlukan pemantauan seperti halnya heparin standar.2,3,5
8
2. Terapi
Medikamentosa
- Heparin standar atau heparin berat molekul rendah
Heparin standar diberikan 100 IU/kgbb bolus, dilanjut dengan heparin drips
dimulai dengan 1000 IU/jam, cek aPTT 6 jam kemudian target pengobatan aPTT 1,5-2,5
kali kontrol. Bila aPTT kurang dari 1,5 kontrol dosis dinaikan 100-200IU/jam tergantung
berat badan, bila 1,5-2,5 dosis tetap, bila lebih dari 2,5 kali control dosis diturunkan 100-
200IU/jam. Untuk menyesuaikan dosis hari pertama aPTT diperiksa tiap 6 jam hari kedua
12 jam, dan hari ketiga 24 jam. Pada pasien resiko tinggi perdarahan dosis dapat dimulai
dari 80IU/kgbb, dilanjutkan dengan18 IU/kg/jam dan seterusnya berdasarkan aPTT.
Pemberian heparin berat molekul rendah, seperti nadroparin, diberikan dengan
dosis 0,10ml/kg atau enoxaparin 1mg/kgbb diberikan tiap 12 jam tidak memerlukan
pemantauan. Pemantauan dilakukan hanya pada keadaan tertentu seperti gagal ginjal
kronik, kehamilan diperiksa antifaktor Xa untuk menentukan dosis dengan kisaran terapi
0,3-0,7 IU. Pengobatan dengan heparin estándar maupun berat molekul rendah dapat
disertai dengan warfarin pada hari pertama dan pemberian heparin dihentikan sesudah
dosis INR 2,0-3,0 biasanya setelah 5 hari.2,3,5
- Warfarin
Antikoagulan oral diberikan sesudah pemberian heparin sehingga lama pemberian
heparin lebih singkat. Warfarin diberikan 6-10 mg hari pertama diturunkan setelah hari
kedua dan sesudah 4-5 hari kemudian diperiksa INR. Bila nilai INR 2-3 sudah dicapai
pemberian heparin dihentikan sesudah 24 jam berikutnya. Lama pemberian antikoagulan
oral diberikan bergantung pada ada tidaknya faktor resiko.3,4
- Trombolisis
Terapi trombolisis adalah pemberian secara intravena suatu bahan fibrinolitik
dengan maksud upaya terjadi lisis pada trombus vena. Pemberian kinase akan
menyebabkan plasminogen berubah menjadi suatu enzim proteolitik yang aktif yaitu
plasmin yang dapat menghancurkan fibrin menjadi polipeptida yang larut. Pengobatan
dengan trombolisis streptokinase, urokinase rekombinan tissue plasminogen activator
dapat dipertimbangkan bila pasien disertai dengan emboli paru masif dan syok. Obat
fibrinólisis mengurangi besarnya darah beku pada DVT kaki yang diperlihatkan
9
angiografi yaitu 30-40% terjadi lisis komplet dan 30% lisis parsial. Obat trombolisis ini
diberikan langsung melalui kateter pasda pasien trombosis ileofemoral masif dan
mengurangi angka kejadian sindrom pasca trombosis.5
Pemberian streptokinase misalnya dapat diberikan secara sistemik maupun local
atas indikasi sumbatan pembuluh arteri maupun vena. Dosis pertama 250.000 IU
kemudian disusul 100.000 IU tiap jam selama 1-5hari. Sedangkan bila dipakai local dosis
lebih rendah 2000-4000 IU tiap menit selama kira-kira 1jam sampai 3 jam. Nilai waktu
protrombin yang diusahakan 2-4 kali nilai normal. Kombinasi terapi trombolitik biasanya
dilakukan bersama heparin, bila terjadi perdarahan berikan inhibitor proteinase yaitu
aprotinin.2,5
- Antiagregasi trombosit
Antiagregasi trombosit umumnya tidak diberikan kepada DVT kecuali ada indikasi
seperti sindrom antifosfolipid (ATS) dan sticky platelet síndrome. Aspirin dapat
diberikan dengan dosis bervariasi mulai 80-230mg.1
Operatif
Terapi operatif dilakukan apabila terapi antikoagulan dan trombolitik tidak berhasil serta
ada bahaya gangren, maka tindakan bedah dapat dipertimbangkan.
- Ligasi vena
Ligasi vena dilakukan untuk mencegah komplikasi emboli paru. Vena femoralis dapat
diikat tanpa menyebabkan kegagalan vena menahun tetapi tidak menghilangkan
kemungkinan kegagalan vena menahun. Ligasi vena kava inferior secara efektif dapat
mencegah terjadinya emboli paru, tetapi gejala stasis hebat dan resiko operasi lebih besar
dari pengobatan dengan antikoagulan dan trombolitik. 2,3
- Trombektomi
Trombektomi vena yang mengalami trombosis memberikan hasil yang baik bila
dilakukan segera sebelum lewat tiga hari dengan tujuan pertama unttuk mengurangi
gejala pasca flebitis, mempertahankan fungsi katup demikian mencegah terjadinya
komplikasi ulkus stasis pada tungkai bawah, dan untuk mencegah emboli paru. Dimulai
dengan pengisian balon pada kateter Foley yang dimasukan melalui sisi yang sehat untuk
mencegah terlepasnya sebagian trombus. Kemudian masukan kateter fogarty pada sisi
yang sakit sampai melampaui trombus, baru balon diisi untuk mendorong trombus keluar
10
melalui venotomi. Sebagai control akan terlihat darah keluar dari proksimal dan distal
venotomi. Kadang penderita diperintahkan melakukan manuver valsava untuk
mendorong trombus keluar.
Indikasi yang tepat untuk melakukan trombektomi pada trombosis vena adalah
pada kasus phlegmasia cerulea dolens yaitu suatu kombinasi trombosis vena dan
isquemia yang sangat nyeri, hilangnya pulsasi distal dan equimosis. Edema yang hebat
dan sianosis yang terlihat pada tungkai, alur balik vena terhambat karena trombosis vena
tepi dan cabang-cabangnya.vena ileofemoral dan vena cava biasanya tersumbat.1,2,3
11
BAB III
KESIMPULAN
Pada kasus-kasus yang mengalami trombosis vena perlu pengawasan dan pengobatan yang
tepat terhadap trombosisnya dan melaksanakan pencegahan terhadap meluasnya trombosis dan
terbentuknya emboli di daerah lain, yang dapat menimbulkan kematian.
Kematian dan kecacatan dapat terjadi sebagai akibat kesalahan diagnosa, kesalahan terapi
dan perdarahan karena penggunaan antikoagulan yang tidak tepat, oleh karena itu penegakan
diagnosa dan pemilihan penatalaksanaan yang tepat yang disesuaikan dengan resiko dan
penyakit penyerta pasien baik secara medikamentosa maupun secara operatif diperlukan.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, Jong WR. Buku Ajar Ilmu Bedah 2nd Ed. Jakarta:EGC;2005.p.168-172
2. Reksoprojo S, Pusponegoro AD, Kartono D, et al. kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta:
Bina rupa aksara publisher;2010.p.302-5
3. JCS Guidelines. Guidelines for the diagnosis, treatment and prevention of pulmonary
thromboembolism and deep vein thrombosis. J Circ. 2009;75(1): 1258-81
4. Hirsh J, Lee A. How we diagnose and treat deep vein thrombosis. Blood. 2002;99(1):
3102-10
5. Bailey AL, Scantlebury DC, Smyth SS. Thrombosis and antithrombotic therapy in
women. Arteriosclerosis, thrombosis, and vascular biology. 2009;29(3):284-8.
6. Bates SM, Ginsberg JS. Treatment of deep-vein thrombosis. New England Journal of
Medicine. 2004;351(3):268-77.
7. Garcia D, Libby E, Crowther MA. The new oral anticoagulants. Blood. 2010;115(1):15-
20.
13