Penatalaksanaan DVT

19
BAB I PENDAHULUAN Trombosis adalah terjadinya bekuan darah di dalam pembuluh darah. Menurut Robert Virchow, terjadinya trombosis adalah sebagai akibat kelainan dari pembuluh darah, aliran darah dan komponen pembekuan darah (Virchow triat). 1,2 Trombosis vena dalam atau deep vein thrombosis (DVT), yaitu terjadi pembekuan darah didalam vena, terutama vena tungkai bawah. Trombosis vena dalam ini lebih sering tanpa gejala, tetapi dapat menjadi penyakit serius bila thrombus terlepas dan menjadi emboli paru. 2 Kematian terjadi sebagai akibat lepasnya trombus vena, membentuk emboli yang dapat menimbulkan kematian mendadak apabila sumbatan terjadi pada arteri di dalam paru-paru (emboli paru). Insidens trombosis vena sangat sukar diteliti, sehingga tidak ada dilaporkan secara pasti. Banyak laporan-laporan hanya mengemukakan data-data penderita yang di rawat di rumah sakit dengan berbagai diagnosis. 2 Di Amerika Serikat, dilaporkan 2 juta kasus trombosis vena dalam yang di rawat di rumah sakit dan di perkirakan pada 600.000 kasus terjadi emboli paru dan 60.000 kasus meninggal karena proses penyumbatan pembuluh darah. 3 Faktor resiko DVT antara lain faktor demografi/lingkungan (usia tua, imobilitas yang lama), kelainan patologi (trauma, hiperkoagulabilitas kongenital, antiphospholipid syndrome, vena 1

description

anestesi

Transcript of Penatalaksanaan DVT

Page 1: Penatalaksanaan DVT

BAB I

PENDAHULUAN

Trombosis adalah terjadinya bekuan darah di dalam pembuluh darah. Menurut Robert

Virchow, terjadinya trombosis adalah sebagai akibat kelainan dari pembuluh darah, aliran darah

dan komponen pembekuan darah (Virchow triat).1,2

Trombosis vena dalam atau deep vein thrombosis (DVT), yaitu terjadi pembekuan darah

didalam vena, terutama vena tungkai bawah. Trombosis vena dalam ini lebih sering tanpa gejala,

tetapi dapat menjadi penyakit serius bila thrombus terlepas dan menjadi emboli paru.2

Kematian terjadi sebagai akibat lepasnya trombus vena, membentuk emboli yang dapat

menimbulkan kematian mendadak apabila sumbatan terjadi pada arteri di dalam paru-paru

(emboli paru). Insidens trombosis vena sangat sukar diteliti, sehingga tidak ada dilaporkan secara

pasti. Banyak laporan-laporan hanya mengemukakan data-data penderita yang di rawat di rumah

sakit dengan berbagai diagnosis.2

Di Amerika Serikat, dilaporkan 2 juta kasus trombosis vena dalam yang di rawat di rumah

sakit dan di perkirakan pada 600.000 kasus terjadi emboli paru dan 60.000 kasus meninggal

karena proses penyumbatan pembuluh darah.3

Faktor resiko DVT antara lain faktor demografi/lingkungan (usia tua, imobilitas yang lama),

kelainan patologi (trauma, hiperkoagulabilitas kongenital, antiphospholipid syndrome, vena

varikosa ekstremitas bawah, obesitas, riwayat tromboemboli vena, keganasan), kehamilan,

tindakan bedah, obat-obatan (kontrasepsi hormonal, kortikosteroid). Meskipun DVT umumnya

timbul karena adanya faktor resiko tertentu, DVT juga dapat timbul tanpa etiologi yang jelas

(idiopathic DVT).1,2 Untuk meminimalkan resiko fatal terjadinya emboli paru diagnosis dan

penatalaksanaan yang tepat sangat diperlukan.

1

Page 2: Penatalaksanaan DVT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi

Deep vein thrombosis (DVT) merupakan pembentukan bekuan darah pada lumen vena dalam.

DVT disebabkan oleh disfungsi endotel pembuluh darah, hiperkoagulabilitas dan gangguan

aliran darah vena (stasis) yang dikenal dengan trias Virchow.1

1.2. Patogenesis

Berdasarkan “Triad of Virchow”, terdapat 3 faktor yang berperan dalam patogenesis

terjadinya trombosis pada arteri atau vena yaitu kelainan dinding pembuluh darah, perubahan

aliran darah dan perubahan daya beku darah. Trombosis vena adalah suatu deposit intra vaskuler

yang terdiri dari fibrin, sel darah merah dan beberapa komponen trombosit dan lekosit.1,2,3

Faktor yang sangat berperan terhadap timbulnya suatu trombosis vena adalah :

1. Statis Vena

Aliran darah pada vena cendrung lambat, bahkan dapat terjadi statis terutama pada daerah-

daerah yang mengalami immobilisasi dalam waktu yang cukup lama.

Statis vena merupakan predisposisi untuk terjadinya trombosis lokal karena dapat

menimbulkan gangguan mekanisme pembersih terhadap aktifitas faktor pembekuan darah

sehingga memudahkan terbentuknya trombin.

2. Kerusakan pembuluh darah

Kerusakan pembuluh darah dapat berperan pada pembentukan trombosis vena, melalui :

a. Trauma langsung yang mengakibatkan faktor pembekuan.

b. Aktifitasi sel endotel oleh cytokines yang dilepaskan sebagai akibat kerusakan jaringan

dan proses peradangan.

Permukaan vena yang menghadap ke lumen dilapisi oleh sel endotel. Endotel yang utuh

bersifat non-trombo genetik karena sel endotel menghasilkan beberapa substansi seperti

prostaglandin (PG12), proteoglikan, aktifator plasminogen dan trombo-modulin, yang dapat

mencegah terbentuknya trombin.

Apabila endotel mengalami kerusakan, maka jaringan sub endotel akan terpapar. Keadaan ini

akan menyebabkan sistem pembekuan darah di aktifkan dan trombosir akan melekat pada

2

Page 3: Penatalaksanaan DVT

jaringan sub endotel terutama serat kolagen, membran basalis dan mikro-fibril. Trombosit

yang melekat ini akan melepaskan adenosin difosfat dan tromboksan A2 yang akan

merangsang trombosit lain yang masih beredar untuk berubah bentuk dan saling melekat.

Kerusakan sel endotel sendiri juga akan mengaktifkan sistem pembekuan darah.

3. Perubahan daya beku darah

Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan dalam sistem pembekuan darah dan sistem

fibrinolisis. Kecendrungan terjadinya trombosis, apabila aktifitas pembekuan darah

meningkat atau aktifitas fibrinolisis menurun.

Trombosis vena banyak terjadi pada kasus-kasus dengan aktifitas pembekuan darah

meningkat, seperti pada hiperkoagulasi, defisiensi Anti trombin III, defisiensi protein C,

defisiensi protein S dan kelainan plasminogen.

1.3. Faktor resiko

Faktor resiko timbulnya trombosis vena adalah sebagai berikut 1,2:

1. Defisiensi Anti trombin III, protein C, protein S dan alfa 1 anti tripsin.

Pada kelainan tersebut di atas, faktor-faktor pembekuan yang aktif tidak di netralisir

sehinga kecendrungan terjadinya trombosis meningkat.

2. Tindakan operatif

Faktor resiko yang potensial terhadap timbulnya trombosis vena adalah operasi dalam

bidang ortopedi dan trauma pada bagian panggul dan tungkai bawah.

Pada operasi di daerah panggul, 54% penderita mengalami trombosis vena, sedangkan

pada operasi di daerah abdomen terjadinya trombosis vena sekitar 10%-14%.

Beberapa faktor yang mempermudah timbulnya trombosis vena pada tindakan operatif,

adalah sebagai berikut :

a. Terlepasnya plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah karena trauma pada

waktu di operasi.

b. Statis aliran darah karena immobilisasi selama periode preperatif, operatif dan

post operatif.

c. Menurunnya aktifitas fibrinolitik, terutama 24 jam pertama sesudah operasi.

d. Operasi di daerah tungkai menimbulkan kerusakan vena secara langsung di

daerah tersebut.

3

Page 4: Penatalaksanaan DVT

3. Kehamilan dan persalinan

Selama trimester ketiga kehamilan terjadi penurunan aktifitas fibrinolitik, statis vena

karena bendungan dan peningkatan faktor pembekuan VII, VIII dan IX.

Pada permulaan proses persalinan terjadi pelepasan plasenta yang menimbulkan lepasnya

plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah, sehingga terjadi peningkatkan koagulasi

darah.

4. Infark miokard dan payah jantung

Pada infark miokard penyebabnya adalah dua komponen yaitu kerusakan jaringan yang

melepaskan plasminogen yang mengaktifkan proses pembekuan darah dan adanya statis

aliran darah karena istirahat total.

Trombosis vena yang mudah terjadi pada payah jantung adalah sebagai akibat statis

aliran darah yang terjadi karena adanya bendungan dan proses immobilisasi pada

pengobatan payah jantung.

5. Immobilisasi yang lama dan paralisis ekstremitas.

Immobilisasi yang lama akan menimbulkan statis aliran darah yang mempermudah

timbulnya trombosis vena.

6. Obat-obatan konstrasepsi oral

Hormon estrogen yang ada dalam pil kontrasepsi menimbulkan dilatasi vena,

menurunnya aktifitas anti trombin III dan proses fibrinolitik dan meningkatnya faktor

pembekuan darah. Keadaan ini akan mempermudah terjadinya trombosis vena.

7. Obesitas dan varices

Obesitas dan varices dapat menimbulkan statis aliran darah dan penurunan aktifitas

fibriolitik yang mempermudah terjadinya trombosis vena.

8. Proses keganasan

Pada jaringan yang berdegenerasi maligna di temukan “tissue thrombo plastin-like

activity” dan “factor X activiting” yang mengakibatkan aktifitas koagulasi meningkat.

Proses keganasan juga menimbulkan menurunnya aktifitas fibriolitik dan infiltrasi ke

dinding vena. Keadaan ini memudahkan terjadinya trombosis. Tindakan operasi terhadap

penderita tumor ganas menimbulkan keadaan trombosis 2-3 kali lipat dibandingkan

penderita biasa.

4

Page 5: Penatalaksanaan DVT

1.4. Manifestasi klinik

Manifestasi klinik trombosis vena dalam tidak selalu jelas, kelainan yang timbul tidak selalu

dapat diketahui secara tepat lokasi tempat terjadinya trombosis. Trombosis vena dalam akan

mempunyai keluhan dan gejala apabila menimbulkan3 :

- bendungan aliran vena.

- peradangan dinding vena dan jaringan perivaskuler.

- emboli pada sirkulasi pulmoner.

Keluhan dan gejala trombosis vena dalam dapat berupa :

1. Nyeri

Intensitas nyeri tidak tergantung kepada besar dan luas trombosis. Trombosis vena di daerah

betis menimbulkan nyeri di daerah tersebut dan bisa menjalar ke bagian medial dan anterior

paha. Keluhan nyeri sangat bervariasi dan tidak spesifik, bisa terasa nyeri atau kaku dan

intensitasnya mulai dari yang ringan sampai hebat.

2. Pembengkakan

Timbulnya edema dapat disebabkan oleh sumbatan vena di bagian proksimal dan peradangan

jaringan perivaskuler. Apabila pembengkakan ditimbulkan oleh sumbatan maka lokasi

bengkak adalah di bawah sumbatan dan tidak nyeri, sedangkan apabila disebabkan oleh

peradangan perivaskuler maka bengkak timbul pada daerah trombosis dan biasanya di sertai

nyeri.

3. Perubahan warna kulit

Perubahan warna kulit tidak spesifik dan tidak banyak ditemukan pada trombosis vena dalam

dibandingkan trombosis arteri. Pada trombosis vena perubahan warna kulit di temukan hanya

17%-20% kasus. Perubahan warna kulit bisa berubah pucat dan kadang-kadang berwarna

ungu. Perubahan warna kaki menjadi pucat dan pada perabaan dingin, merupakan tanda-

tanda adanya sumbatan vena yang besar yang bersamaan dengan adanya spasme arteri,

keadaan ini di sebut flegmasia alba dolens.2

4. Sindroma post-trombosis.

Penyebab terjadinya sindroma ini adalah peningkatan tekanan vena sebagai konsekuensi dari

adanya sumbatan dan rekanalisasi dari vena besar. Keadaan ini mengakibatkan meningkatnya

5

Page 6: Penatalaksanaan DVT

tekanan pada dinding vena dalam di daerah betis sehingga terjadi imkompeten katup vena

dan perforasi vena dalam.2

Semua keadaan di atas akan mengkibatkan aliran darah vena dalam akan membalik ke daerah

superfisilalis apabila otot berkontraksi, sehingga terjadi edema, kerusakan jaringan subkutan,

pada keadaan berat bisa terjadi ulkus pada daerah vena yang di kenai.

1.5. Diagnosis

Diagnosis trombosis vena dalam berdasarkan gejala klinis saja kurang sensitif dan kurang

spesifik karena banyak kasus trombosis vena yang besar tidak menimbulkan penyumbatan dan

peradangan jaringan perivaskuler sehingga tidak menimbulkan keluhan dan gejala.3,4

Ada 3 jenis pemeriksaan yang akurat, yang dapat menegakkan diagnosis trombosis vena dalam,

yaitu:

1. Venografi

Sampai saat ini venografi masih merupakan pemeriksaan standar untuk trombosis vena.

Akan tetapi teknik pemeriksaanya relatif sulit, mahal dan bisa menimbulkan nyeri dan

terbentuk trombosis baru sehingga tidak menyenangkan penderitanya.1,2,3

2. Flestimografi impendans

Prinsip pemeriksaan ini adalah mengobservasi perubahan volume darah pada tungkai.

Pemeriksaan ini lebih sensitif pada tombosis vena femoralis dan iliaca dibandingkan vena di

betis.3,4

3. Ultra sonografi (USG) Doppler

Pada akhir abad ini, penggunaan USG berkembang dengan pesat, sehingga adanya

trombosis vena dapat di deteksi dengan USG, terutama USG Doppler. Pemeriksaan ini

memberikan hasil sensivitas 60,6% dan spesifisitas 93,9%. Metode ini dilakukan terutama

pada kasus-kasus trombosis vena yang berulang, yang sukar di deteksi dengan cara objektif

lain.1,2,3,4

Diagnosis DVT ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan tanda yang ditemukan

pada pemeriksaan fisik serta ditemukannya faktor resiko. Tanda dan gejala DVT antara lain

edema, nyeri dan perubahan warna kulit (phlegmasia alba dolens/milk leg, phlegmasia cerulea

6

Page 7: Penatalaksanaan DVT

dolens/blue leg). Skor dari Wells (tabel 1) dapat digunakan untuk stratifikasi (clinical

probability) menjadi kelompok resiko ringan, sedang atau tinggi.

Tabel-1. Skor Wells (Hirsh, 2002)

Pasien dengan DVT dapat memiliki gejala dan tanda yang minimal dan tidak khas

karenanya pemeriksaan tambahan seringkali diperlukan untuk menegakkan diagnose.

Pemeriksaan D-dimer <0,5 mg/ml dapat menyingkirkan diagnosis DVT. Nilai prediktif negatif

pemeriksaan D-dimer pada DVT lebih dari 95%, pemeriksaan ini bersifat sensitif tapi tidak

spesifik, sehingga tidak dapat dipakai sebagai tes tunggal untuk diagnosis DVT. Angiografi

(venografi atau flebografi) merupakan pemeriksaan baku yang paling bermakna (gold

standard).1,2

1.6. Penatalaksanaan

Pengobatan trombosis vena diberikan pada kasus-kasus yang diagnosisnya sudah pasti dengan

menggunakan pemeriksaan yang objektif, oleh karena obat-obatan yang diberikan mempunyai

efek samping yang kadang-kadang serius. Berbeda dengan trombosis arteri, trombosis vena

dalam adalah suatu keadaan yang jarang menimbulkan kematian.3,5

Oleh karena itu tujuan pengobatan adalah :

1. Mencegah meluasnya trombosis dan timbulnya emboli paru.

2. Mengurangi morbiditas pada serangan akut.

3. Mengurangi keluhan post flebitis

7

Page 8: Penatalaksanaan DVT

4. Mengobati hipertensi pulmonal yang terjadi karena proses trombo emboli.

Penatalaksanaan trombosis vena dalam dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Profilaksis

Mekanis

- Mobilisasi dini : melakukan latihan pada tungkai baik secara aktif maupun pasif sedini

mungkin mengurasi resiko thrombosis lebih lanjut dikarenakan stasis aliran darah

- Elevasi : meninggikan ekstremitas bawah 15-22cm untuk meningkatkan aliran darah vena

- Kompresi : pemberian tekanan dari luar, seperti penggunaan stocking kaos kaki atau

balutan elastic untuk meningkatkan aliran darah vena sehingga mengurangi resiko

tromboemboli.1,3,4

Medikamentosa

- Anti koagulan oral

Obat yang biasa dipakai adalah Warfarin. Efektif mencegah thrombosis vena pada pasien

pasca operasi pada semua kategori resiko. Pemberian obat ini memerlukan pemantauan

masa protrombin untuk mennetukan dosis efektif dan aman.1,2,6

- Heparin standar

Heparin diberikan sebagai pengobatan profilaksis pada pasien risiko sedang dan tinggi.

Dosis yang diberikan 5000 IU tiap 8 jam atau 12 jam subkutan. Obat ini dilaporkan

efektif mencegah pasien DVT operasi umum, ortopedi, dan urologi, dan juga

memperlihatkan berkurangnya emboli paru yang fatal dan tidak fatal. Pemberian heparin

dapat dilakukan 2 hari sebelum operasi. Dosis dimulai dengan 3500IU dan disesuaikan

dengan aPTT diantara 31,5 dan 36 detik, 6 jam sesudah injeksi. Tidak diberikan pada

pasien operasi neurosurgery, hipertensi dan kelainan hemostasis.1,2,5

- Heparin berat molekul rendah

Diberikan subkutan 12 jam sebelum operasi dilanjutkan 7 hari pascaoperasi. Obat ini

dilaporkan mencegah DVT pada pasien resiko tinggi. Keuntungan obat ini tidak

memerlukan pemantauan seperti halnya heparin standar.2,3,5

8

Page 9: Penatalaksanaan DVT

2. Terapi

Medikamentosa

- Heparin standar atau heparin berat molekul rendah

Heparin standar diberikan 100 IU/kgbb bolus, dilanjut dengan heparin drips

dimulai dengan 1000 IU/jam, cek aPTT 6 jam kemudian target pengobatan aPTT 1,5-2,5

kali kontrol. Bila aPTT kurang dari 1,5 kontrol dosis dinaikan 100-200IU/jam tergantung

berat badan, bila 1,5-2,5 dosis tetap, bila lebih dari 2,5 kali control dosis diturunkan 100-

200IU/jam. Untuk menyesuaikan dosis hari pertama aPTT diperiksa tiap 6 jam hari kedua

12 jam, dan hari ketiga 24 jam. Pada pasien resiko tinggi perdarahan dosis dapat dimulai

dari 80IU/kgbb, dilanjutkan dengan18 IU/kg/jam dan seterusnya berdasarkan aPTT.

Pemberian heparin berat molekul rendah, seperti nadroparin, diberikan dengan

dosis 0,10ml/kg atau enoxaparin 1mg/kgbb diberikan tiap 12 jam tidak memerlukan

pemantauan. Pemantauan dilakukan hanya pada keadaan tertentu seperti gagal ginjal

kronik, kehamilan diperiksa antifaktor Xa untuk menentukan dosis dengan kisaran terapi

0,3-0,7 IU. Pengobatan dengan heparin estándar maupun berat molekul rendah dapat

disertai dengan warfarin pada hari pertama dan pemberian heparin dihentikan sesudah

dosis INR 2,0-3,0 biasanya setelah 5 hari.2,3,5

- Warfarin

Antikoagulan oral diberikan sesudah pemberian heparin sehingga lama pemberian

heparin lebih singkat. Warfarin diberikan 6-10 mg hari pertama diturunkan setelah hari

kedua dan sesudah 4-5 hari kemudian diperiksa INR. Bila nilai INR 2-3 sudah dicapai

pemberian heparin dihentikan sesudah 24 jam berikutnya. Lama pemberian antikoagulan

oral diberikan bergantung pada ada tidaknya faktor resiko.3,4

- Trombolisis

Terapi trombolisis adalah pemberian secara intravena suatu bahan fibrinolitik

dengan maksud upaya terjadi lisis pada trombus vena. Pemberian kinase akan

menyebabkan plasminogen berubah menjadi suatu enzim proteolitik yang aktif yaitu

plasmin yang dapat menghancurkan fibrin menjadi polipeptida yang larut. Pengobatan

dengan trombolisis streptokinase, urokinase rekombinan tissue plasminogen activator

dapat dipertimbangkan bila pasien disertai dengan emboli paru masif dan syok. Obat

fibrinólisis mengurangi besarnya darah beku pada DVT kaki yang diperlihatkan

9

Page 10: Penatalaksanaan DVT

angiografi yaitu 30-40% terjadi lisis komplet dan 30% lisis parsial. Obat trombolisis ini

diberikan langsung melalui kateter pasda pasien trombosis ileofemoral masif dan

mengurangi angka kejadian sindrom pasca trombosis.5

Pemberian streptokinase misalnya dapat diberikan secara sistemik maupun local

atas indikasi sumbatan pembuluh arteri maupun vena. Dosis pertama 250.000 IU

kemudian disusul 100.000 IU tiap jam selama 1-5hari. Sedangkan bila dipakai local dosis

lebih rendah 2000-4000 IU tiap menit selama kira-kira 1jam sampai 3 jam. Nilai waktu

protrombin yang diusahakan 2-4 kali nilai normal. Kombinasi terapi trombolitik biasanya

dilakukan bersama heparin, bila terjadi perdarahan berikan inhibitor proteinase yaitu

aprotinin.2,5

- Antiagregasi trombosit

Antiagregasi trombosit umumnya tidak diberikan kepada DVT kecuali ada indikasi

seperti sindrom antifosfolipid (ATS) dan sticky platelet síndrome. Aspirin dapat

diberikan dengan dosis bervariasi mulai 80-230mg.1

Operatif

Terapi operatif dilakukan apabila terapi antikoagulan dan trombolitik tidak berhasil serta

ada bahaya gangren, maka tindakan bedah dapat dipertimbangkan.

- Ligasi vena

Ligasi vena dilakukan untuk mencegah komplikasi emboli paru. Vena femoralis dapat

diikat tanpa menyebabkan kegagalan vena menahun tetapi tidak menghilangkan

kemungkinan kegagalan vena menahun. Ligasi vena kava inferior secara efektif dapat

mencegah terjadinya emboli paru, tetapi gejala stasis hebat dan resiko operasi lebih besar

dari pengobatan dengan antikoagulan dan trombolitik. 2,3

- Trombektomi

Trombektomi vena yang mengalami trombosis memberikan hasil yang baik bila

dilakukan segera sebelum lewat tiga hari dengan tujuan pertama unttuk mengurangi

gejala pasca flebitis, mempertahankan fungsi katup demikian mencegah terjadinya

komplikasi ulkus stasis pada tungkai bawah, dan untuk mencegah emboli paru. Dimulai

dengan pengisian balon pada kateter Foley yang dimasukan melalui sisi yang sehat untuk

mencegah terlepasnya sebagian trombus. Kemudian masukan kateter fogarty pada sisi

yang sakit sampai melampaui trombus, baru balon diisi untuk mendorong trombus keluar

10

Page 11: Penatalaksanaan DVT

melalui venotomi. Sebagai control akan terlihat darah keluar dari proksimal dan distal

venotomi. Kadang penderita diperintahkan melakukan manuver valsava untuk

mendorong trombus keluar.

Indikasi yang tepat untuk melakukan trombektomi pada trombosis vena adalah

pada kasus phlegmasia cerulea dolens yaitu suatu kombinasi trombosis vena dan

isquemia yang sangat nyeri, hilangnya pulsasi distal dan equimosis. Edema yang hebat

dan sianosis yang terlihat pada tungkai, alur balik vena terhambat karena trombosis vena

tepi dan cabang-cabangnya.vena ileofemoral dan vena cava biasanya tersumbat.1,2,3

11

Page 12: Penatalaksanaan DVT

BAB III

KESIMPULAN

Pada kasus-kasus yang mengalami trombosis vena perlu pengawasan dan pengobatan yang

tepat terhadap trombosisnya dan melaksanakan pencegahan terhadap meluasnya trombosis dan

terbentuknya emboli di daerah lain, yang dapat menimbulkan kematian.

Kematian dan kecacatan dapat terjadi sebagai akibat kesalahan diagnosa, kesalahan terapi

dan perdarahan karena penggunaan antikoagulan yang tidak tepat, oleh karena itu penegakan

diagnosa dan pemilihan penatalaksanaan yang tepat yang disesuaikan dengan resiko dan

penyakit penyerta pasien baik secara medikamentosa maupun secara operatif diperlukan.

12

Page 13: Penatalaksanaan DVT

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, Jong WR. Buku Ajar Ilmu Bedah 2nd Ed. Jakarta:EGC;2005.p.168-172

2. Reksoprojo S, Pusponegoro AD, Kartono D, et al. kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta:

Bina rupa aksara publisher;2010.p.302-5

3. JCS Guidelines. Guidelines for the diagnosis, treatment and prevention of pulmonary

thromboembolism and deep vein thrombosis. J Circ. 2009;75(1): 1258-81

4. Hirsh J, Lee A. How we diagnose and treat deep vein thrombosis. Blood. 2002;99(1):

3102-10

5. Bailey AL, Scantlebury DC, Smyth SS. Thrombosis and antithrombotic therapy in

women. Arteriosclerosis, thrombosis, and vascular biology. 2009;29(3):284-8.

6. Bates SM, Ginsberg JS. Treatment of deep-vein thrombosis. New England Journal of

Medicine. 2004;351(3):268-77.

7. Garcia D, Libby E, Crowther MA. The new oral anticoagulants. Blood. 2010;115(1):15-

20.

13